Ragam Isi Salam Tabligh: Mencintai siapapun karena Allah adalah cinta yang paling tulus. Semangatnya adalah memenuhi hak-hak orang-orang yang dicintai dan memberikan yang terbaik baginya. Harapannya adalah imbalan dari Allah berupa pahala kebahagiaan dan kebaikan dunia akherat. Semua yang dilakukan didedikasikan sepenuhnya untuk Allah. Subhanahu wa Ta’ala................ 3
Tafsir al-Qur’an: Surat al-Baqarah ayat 54-57 Nikmat dari Allah yang lain kepada Bani Israil. Allah menyebutkan memberikan dua nikmat lagi kepada Bani Israil, yaitu lindungan awan dan makanan manna dan salwa. Ketika mereka berada di padang pasir dalam perjalanan melarikan diri dari Mesir atau ketika terkurung di gurun Sinai selama 40 tahun, mereka merasa sangat berat merasakan teriknya panas matahari. Mereka mengadu kepada Nabi Musa. Setelah Nabi Musa berdoa, Allah melindungi mereka dengan awan. ............................................. 10
Rabbana dzalamna anfusana, wa in lam taghfir lana wa tarkhamna lanakunanna minal-khasirin. “Ya Tuhan kami, kami telah mendhalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
Tuntunan Akidah: Seputar JImat dan Perdukunan....................... 17
Tuntunan Akhlak: Adab: Mempersiapkan diri ke Masjid .............. 24 Ihsan kepada diri sendiri ............................... 30
Tuntunan Ibadah: Seputar Puasa dan Zakat ..................................... 34
Tuntunan Muammalah: Bisnis Valuta Asing ..................................... 46 Syarah Hadits: Mengenal nama-nama lain Nabi Muhammad...... 53
disain sampul:
[email protected] BERKALA TUNTUNAN ISLAM
ISLAM
membimbing dan mencerahkan
THE WAY OF LIFE
Penasehat Ahli: Drs. H. Muhammad Muqoddas, Lc., M.A., Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Pemimpin Umum: Agus Sukaca | Pemimpin Perusahaan: Ismail TS Siregar. Pemimpin Redaksi: Farid Bambang Siswantoro. Sidang Redaksi: Sutoto Jatmiko, Farid Setiawan, Arif Jamali Muis, Arief Budiman Ch., Majelis Redaksi: Anhar Anshori, Ahmad Supriyadi, Agus Taufiqurrahman, Agus Kusnadi, Agus Tri Sundani, Ahmad Muttaqin, Ahmad Yani, Alfis Chaniago, Andy Dermawan, Fathurrahman Kamal, Imron Anhar, Kamiran Qomar, Kasiyarno, Khamim Zarkasih Putro, Marsudi Iman, Moh. Damami Zein, Muhammad Furqan, Muhammad Ziyad, Munichy B. Edrees, Najib Sudarmawan, NurudinTriwidiyanto, Okrisal Eka Putra, Risman Muhtar, Shobahussurur, Suhairy Ilyas, Sukirman, Syakir Jamaluddin, Syamsul Hidayat, Waharjani, Wijdan al-Arifin, Wikan Eko Pramuji, Yusuf A. Hasan., Zulbahri Sutan Bagindo. Kontributor Materi: dr. H. Agus Sukaca, M.Kes., Drs. H. M. Yusron Asrofie, M.A., Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag., Dr. Mahli Z. Tago, M.Si., Drs. H. Zaini Munir Fadloli, M.Ag., Ruslan Fariadi, S.Ag., M.SI., Dr. H. Agung Danarta, M.Ag., dan lain-lain. Manajer Pemasaran dan Periklanan: Agus Budiantoro | Manajer Keuangan: Taufiqurrahman | Manajer Operasional dan Administrasi: Fitri T. Nugroho; Diterbitkan oleh: Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Alamat: Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta-55262 telp. +62-274-375025 fax. +62-274-381031 HP. 081804085282, 085328877997, 085729844448. email:
[email protected] Akun bank: Bank Syariah Mandiri nomor: 0300126664 a.n. Berkala Tuntunan Islam MT PPM.
Salam Tabligh
SYIRIK MEMPER-ILAH-KAN MANUSIA Pembaca yang budiman! i antara manusia ada yang menjadikan sesama manusia sebagai ilah-nya dan ada pula yang mengaku dirinya sebagai ilah. Orang-orang Yahudi memper-ilah-kan ‘Uzair, dan orangorang Nashrani memper-ilah-kan ‘Isa putera Maryam. Orang-orang alim dan para rahib juga mereka jadikan sebagai tuhan. Fir’aun, seorang raja di masa Nabi Musa ‘alaihissalam, berani menyatakan dirinya sebagai ilah. Kisah-kisah tersebut diceritakan dalam al-Qur’an sebagai bahan pelajaran bagi kita agar dapat memurnikan tauhid dan tidak terperosok ke dalam dosa syirik, dosa yang bila sampai terbawa mati sebelum bertobat tidak diampuni Allah. Karena kasih sayang-Nya, Allah menunjukkan kesalahan-kesalahan ummat terdahulu kepada kita agar jangan sampai terjerumus seperti mereka. Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu anak Allah” dan orang-orang Nashrani berkata: “Al-Masih itu anak Allah”. Demikian itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
D
4
Tuntunan ISLAM
Sikap orang-orang Yahudi dan Nashrani dalam memperlakukan orang alim dan rahib-nya, ternyata dilakukan pula oleh sebagian orang-orang Islam pada jaman ini. Kita bisa menyaksikan orangorang yang memperlakukan ulama atau kyai secara berlebihan. perkataan orang-orang kafir terdahulu. Mereka dilaknati Allah, bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan rabb selain Allah dan juga (mempertuhankan) al-Masih putera Maryam, padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah ilah yang satu, tidak ada ilah selain Dia. Maha suci Allah dari apa apa yang mereka sekutukan. (Qs. at-Taubah/9: 30) Kekaguman orang-orang Yahudi kepada ‘Uzair –orang shaleh yang menjadi guru Musa ‘Alaihissalam – diaktuali-
sasikan dalam bentuk yang sangat berlebihan hingga melebihi hak-haknya sebagai manusia. Ia dianggap sebagai ‘anak Allah’ dan diperlakukan sebagai tuhan. Hal yang sama dilakukan oleh orangorang Nashrani terhadap ‘Isa putera Maryam, yang dikatakan sebagai “anak Allah”. Mereka menyebutnya dengan “Tuhan Anak”. ‘Uzair dan ‘Isa tentu sangat tidak senang dengan sebutan ‘anak Allah’ itu. Beliau berdua adalah orang-orang shaleh yang sangat paham dengan hak Allah, sehingga tidak mungkin mengabaikannya. Dalam surah al-Maidah ayat 116-117 Allah berfirman: Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ’Jadikan aku dan ibuku sebagai dua ilah selain Allah?. ‘Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku, yakni: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu sekalian”, adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.
Allah menegaskan kekafiran orangorang yang mempertuhankan ‘Isa. Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu adalah al-Masih putera Maryam”. Padahal al-Masih sendiri berkata: “Wahai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu!” (Qs. alMaidah/5: 72) Kekaguman yang berlebihan atas manusia menggelincirkan seseorang pada sikap kultus individu yang muaranya adalah ta’aluh kepadanya. Orang-orang Yahudi dan Nashrani juga mengagumi orang-orang alim dan rahib-rahib di antara mereka melebihi batas. Dipatuhinya ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib itu sepenuhnya tanpa memikirkan apakah benar atau salah. Bahkan andaikata mereka tahu yang diajarkan tidak sesuai dengan ketentuan Allah, mereka tetap saja menaatinya. Mereka menjadi muqallid atau orang yang melakukan perbuatan taqlid (menirukan seutuhnya) kepada orang alim atau rahib-nya. Bukan Monopoli Yahudi-Nasrani Saja Perlakuan kaum Yahudi dan Nashrani kepada orang alim dan para rahibnya rupanya terjadi pula di kalangan ummat Islam terhadap ulamanya. Ada yang memperlakukan ulama atau kyai secara berlebihan. Mengikuti ajarannya meskipun tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ulama memang memiliki peran penting dalam membimbing kehidupan beragama ummat Islam. Kita harus menghormati dan mentaati sepanjang yang Edisi 19/2015
5
mereka ajarkan sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah al-maqbulah. Ajaran yang bertentangan wajib ditolak, apalagi sampai mengajak bermaksiat kepada Allah. Belajar harus kita lakukan tetapi tidak boleh taklid. Dalam belajar kita harus bersikap kritis. Apapun yang kita pelajari haruslah dianalisa terlebih dahulu, diperbandingkan dengan keyakinan-keyakinan yang telah kita bangun, dan yang lebih utama dinilai berdasarkan kitabullah al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Pelajaran dari ulama manapun atau dari siapapun, setelah menjadi amalan sepenuhnya menjadi tanggungjawab pelaku. Setiap perbuatan –baik atau buruk– menimbulkan dampak masing-masing yang berbeda. Perbuatan baik memberi manfaat dan pahala, sedang perbuatan buruk menimbulkan mudarat dan dosa. Setiap orang diberikan wewenang memilih dan memutuskan perbuatan apa yang hendak dilakukan. Kita boleh belajar dan mendapatkan informasi dari siapa saja. Tetapi kalau sudah berniat mau bertindak, bukan orang lain yang memutuskan. Niat ada pada diri masing-masing orang. Kita memiliki kuasa penuh memilih memutuskan melakukan apa. Orang lain tidak bisa mengintervensi. Pada setiap pilihan berlaku hukum: “Maka barangsiapa melakukan perbuatan baik meskipun sedikit ia akan melihat akibatnya, dan barangsiapa yang melakukan perbuatan buruk meskipun sedikit ia akan melihat akibatnya” (QS az-Zalzalah/99: 78). Ketentuan Allah telah berlaku tanpa ada yang kuasa merubah, setiap kebaikan 6
Tuntunan ISLAM
dibalas dengan kebaikan, dan setiap keburukan dibalas dengan keburukan. Seseorang tidak menanggung dosa yang dilakukan oleh orang lain. Bila Anda melakukan saran orang lain -sesuatu yang ternyata keliru- dan Anda mengalami kerugian besar akibat perbuatan Anda tersebut, Anda tidak boleh menimpakan sepenuhnya kesalahan terhadap sang pemberi saran. Anda menjadi penanggung jawab atas setiap tindakan apapun yang Anda lakukan. Oleh karena itu, Andalah yang seharusnya memegang kendali penuh atas setiap pilihan perbuatan yang Anda putuskan. Segala macam masukan dari orang lain hanyalah berfungsi memperkaya wawasan agar mampu memutuskan dengan tepat benar. Tetapi harus diakui bahwa pengaruh orang lain dalam proses pengambilan keputusan tetap besar, terutama pengaruh orang-orang dekat. Rasulullah SAW memperingatkan bahwa seseorang dipengaruhi oleh agama orang-orang dekatnya. Beliau bersabda: “Seseorang itu tergantung agama teman dekatnya, maka perhatikanlah siapa yang menjadi temannya”. (Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Daud dari Abu Hurairah). Berteman adalah kebutuhan hidup untuk saling bertukar pikiran, berbagi manfaat dan saling mencintai. Pertemanan terbaik adalah yang dilakukan karena Allah. Aktualisasinya, apabila teman kita mengabaikan Allah, wajiblah kita mengingatkan. Kalau tidak mau, maka pertemanan harus segera diakhiri. Bertemu karena Allah, perpisah pun karena-Nya.
Konsekuensi bertauhid dengan mempersaksikan bahwa tidak ada ilah kecuali Allah adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya pertimbangan dalam memutuskan setiap apa yang mau kita lakukan. Faktor lain boleh memberikan pengaruh hanya bila sejalan dengan Allah. Begitu pikiran kita menemukan sesuatu yang tidak sejalan, segera ber-istighfar dan menjauhkan diri darinya. Orang-orang Yahudi dan Nashrani terjerumus dalam memper-ilah-kan orangorang alim dan rahib-rahib mereka karena kehilangan daya kritisnya dalam menilai setiap petunjuk dan saran yang dberikan. Mereka tidak menjadikan kitab Taurat maupun Injil sebagai pembeda antara yang benar dan salah. Apapun yang disarankan diikuti, meskipun bermaksiat kepada Allah. Dianggapnya sebagai jalan terbaik yang harus dilaluinya. Pengaruh Allah mereka kesampingkan, orang alim dan rahib mereka kedepankan. Sikap orang-orang Yahudi dan Nashrani dalam memperlakukan orang alim dan rahib-nya, ternyata dilakukan pula oleh sebagian orang-orang Islam pada jaman ini. Kita bisa menyaksikan orangorang yang memperlakukan ulama atau kyai secara berlebihan. Kata-katanya bak titah yang harus dilaksanakan tanpa reserve. Seakan tidak ada ruang untuk berpikir mencerna ajarannya. Semua harus diterima apa adanya, meskipun tidak sejalan dengan al-Qur’an dan asSunnah. Mereka membabi buta atau ber-taqlid dalam mengikutinya. Bahkan ketika ada yang mengingatkan bahwa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan
al-Qur’an dan as-Sunnah, mereka tidak mau menggubris dan bahkan ada yang marah. Manusia telah menjadikan orang lain sebagai ilah selain Allah pada saat memilih melakukan ajaran, saran, maupun perintahnya meskipun diketahui bertentangan dengan petunjuk Allah. Seorang pegawai telah menjadikan bosnya sebagai ilah ketika ia menaati segala perintahnya dan memenuhi semua permintaannya tanpa reserve. Misalnya, sang bos memerintahkannya berpakaian tidak menutupi sebagian auratnya padahal ia tahu Allah memerintahkan menutupinya. Memilih melaksanakan perintah bos yang bertentangan dengan perintah Allah adalah sikap menyekutukan Allah dengan bos. Ia telah menyingkirkan Allah dalam hal berpakaian. Ilah Keluarga, Ilah Bisnis dan Hobi Orang-orang yang Anda cintai bisa menjadi ilah Anda saat Anda memilih melakukan permintaannya untuk melakukan sesuatu yang dimurkaiAllah. Seseorang yang mau diajak berbuat zina oleh kekasihnya untuk membuktikan cintanya, telah menjadikan kekasihnya lebih berpengaruh daripada Allah. Memilih mengikuti kekasih berbuat maksiat kepada Allah berarti mengabaikan Allah. Ia telah memperlakukan kekasihnya menjadi ilah selain Allah. Seorang suami yang mau melakukan apa saja demi isterinya, termasuk perbuatan maksiat kepada Allah seperti menipu, mencuri, korupsi, dan merampok telah menjadikan cintanya kepada isterinya melebihi cintanya kepada Allah. Isterinya telah menjadi ilah-nya selain Allah. Edisi 19/2015
7
Dalam urusan cinta, Allah harus di urutan nomor satu!Yang lain boleh dicintai di bawah cintanya kepada Allah. Katakanlah: “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatir kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (Qs at-Taubah/9: 24) Semuanya boleh dicintai sepanjang sejalan dengan cintanya kepada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya. Mencintai orang tua wajib! Tetapi harus dalam kerangka cinta kepada Allah. Birrul walidain dengan berbakti, berkata-kata baik dan lembut, memenuhi panggilan dan permintaannya, tidak membentak adalah hal-hal yang harus kita lakukan. Kita hanya tidak boleh memenuhi ajakan keduanya untuk menyeru ilah selain Allah. Dalam hal ilah, tidak ada kompromi, hanya ada satu Allah semata. Mencintai anak, saudara, isteri, keluarga, juga harus. Semuanya tetap dalam kerangka cinta kepada Allah! Mereka tidak boleh menghadirkan ilah di sisi Allah, apalagi bertahta menjadi ilah selain Allah di dalam hati. Menerima ajakan dan permintaan mereka untuk melakukan halhal yang dibenci Allah termasuk bagian menjadikan mereka sebagai ilah di samping Allah. 8
Tuntunan ISLAM
Terhadap usaha atau bisnis, rumah, kendaraan boleh pula dicintai. Tetapi kesemuanya dilakukan untuk mempertebal cintanya kepada Allah. Bisnis dicintai agar berjalan dengan baik dan menjadi saluran curahan rezeki dari Allah SWT. Rezeki yang melimpah mempermudah: (1) pelaksanaan ibadah yang memerlukan biaya, seperti: haji, umrah, zakat, infak, sedekah, qurban; (2) pelaksanaan tugas jihad, seperti: berdakwah, membangun sarana kemaslahatan ummat, membantu kaum dhu’afa; (3) pelaksanaan tugas keluarga, seperti: memberikan nafkah isteri, anakanak, mendidik anak-anak, menikahkan anak, dan lain-lain. Rumah dicintai agar terawat, bersih, indah, dan rapi sehingga keluarga merasa aman dan nyaman berada di dalamnya. Ditingkatkan pula manfaatnya bagi lingkungan dengan menjadikannya sebagai tempat pengajian dan kegiatan kemasyarakatan. Kendaraan dicintai dengan merawatnya agar senantiasa dalam keadaan prima dan bersih sehingga memperlancar mobilitas kegiatan amal shaleh sehari-hari. Semuanya harus mendukung aktualisasi cinta kepada Allah sebagai yang paling utama. Jangan sampai mencintai bisnis, rumah dan kendaraan sampai melupakan hak-hak Allah. Orang-orang yang mencintai bisnis melebihi Allah dan Rasul-Nya: berbisnis dengan cara-cara yang tidak diridhai Allah seperti mengurangi timbangan dan takaran, tidak jujur, menutup-nutupi kecacatan komoditas, tidak memenuhi hak-hak tenaga kerja; tidak membayar zakat, pada waktunya shalat tidak segera
melaksanakan shalat; melalaikan hak-hak orang lain seperti lupa mengunjungi orang tua, lupa bersilaturrahim, tidak memperhatikan pendidikan anak, dan lain-lain. Orang-orang yang mencintai rumahnya melebihi Allah dan Rasul-Nya: rumahnya dijadikan megah dan indah dengan mengesampingkan pembiayaan pelaksanaan ibadah-ibadah utama. Rumahnya mewah tetapi belum menganggarkan untuk haji dan umrah, di hara raya qurban tidak berkurban, tidak membayar zakat, jarang berinfak dan sedekah, tidak membantu tetangganya yang kelaparan, tidak menyantuni anak-anak yatim yang ada di sekitarnya. Meletakkan Allah pada tingkatan cinta yang paling tinggi tidak membuat cinta kepada orang tua, anak, isteri, suami, saudara, maupun keluarga berada pada kualitas cinta yang rendah. Yang terjadi justru sebaliknya, cinta yang didasari karena Allah menjadikan kualitas cintanya sangat tinggi. Allah memberikan petunjuk lewat al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, bagaimana membangun hubungan yang penuh cinta dengan mereka. Maklumat dari REDAKSI Assalamu’alaikum wr.wb. Redaksi berkala Tuntunan ISLAM menerima tulisan dari para pembaca untuk tema-tema: Akidah, Akhlaq, Ibadah, Muammalah dan Syarah Hadits. Panjang dan isi tulisan menyesuaikan dengan tulisan yang sudah dimuat dalam edisi 1-19. Tulisan dikirim ke alamat:
[email protected] Harap disertakan keterangan identitas penulis dan nomor rekening bank. Untuk tulisan yang akan dimuat, akan dilakukan korespondensi via e-mail. Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.
Ajaran Islam telah menetapkan hakhak orang tua, anak, isteri, suami, saudara, keluarga, tetangga, anak yatim, ibnu sabil, orang lewat, sesama muslim, dan lain-lain. Kewajiban kita adalah memenuhi hak-hak mereka atas kita. Peran Anda menjadi orang tua bagi anak-anak Anda, menjadi anak bagi orang tua Anda, menjadi suami bagi isteri Anda, menjadi isteri bagi suami Anda, menjadi saudara bagi saudara-saudara Anda, menjadi bagian dari keluarga Anda. Mencintai siapapun karena Allah adalah cinta yang paling tulus. Semangatnya adalah memenuhi hak-hak orang-orang yang dicintai dan memberikan yang terbaik baginya. Harapannya adalah imbalan dari Allah berupa pahala kebahagiaan dan kebaikan dunia akherat. Semua yang dilakukan didedikasikan sepenuhnya untuk Allah. Dijaganya agar cintanya kepada orang lain memperkuat cintanya kepada Allah, dan cintanya kepada Allah memberkahi semua cintanya. Diyakininya bahwa Allah pasti memberi imbalan yang baik bagi yang senang menjalani petunjuk-Nya. Marilah kita perkuat pengaruh Allah atas hubungan kita dengan siapapun. Segera kenali setiap hubungan yang berpotensi memperlemah pengaruh Allah atas diri kita, sesegera mungkin akhiri dan mohon ampun. Ingatlah: setiap duduk tahiyat dalam shalat, Allah memberikan kesempatan memperbaharui tauhid kita. Wallahu a’lam. Wassalamu’alaikum wr. wb. Yogyakarta, 10 Pebruari 2015 Agus Sukaca
[email protected] Edisi 19/2015
9
Tafsir al-Qur’an SURAT AL-BAQARAH 54-57
KEINGKARAN DAN HUKUMAN BAGI BANI ISRAIL
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (54) Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. (55) Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. (56) Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (57). [Qs. al-Baqarah/2: 54-57] 10
Tuntunan ISLAM
Pada ayat 54 surat al-Baqarah, Allah menjelaskan bagaimana cara taubat yang harus dilalui oleh Bani Israil yang telah melakukan kesalahan yang sangat besar, yaitu menjadikan patung anak sapi sebagai tuhan dan menyembahnya. Cara taubatnya adalah dengan membunuh diri sendiri. Sebuah cara bertaubat yang sangat berat dan keras. Pada ayat-ayat sebelumnya (ayat 4953), telah dijelaskan bagaimana Nabi Musa as diutus oleh Allah untuk memimpin dan membebaskan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan bala tentaranya yang telah menyiksa dan memperbudak mereka, bahkan menyembelih setiap anak laki-laki mereka yang baru lahir. Tapi sayangnya, pertolongan Allah yang sangat besar dan luar biasa itu cepat dilupakan oleh Bani Israil. Padahal mukjizat besar telah diperlihatkan oleh Allah melalui Nabi Musa, untuk menyelamatkan Bani Israil dari kejaran Firaun dan bala tentaranya, diantaranya terbelahnya laut Merah sehingga membentanglah jalan raya yang menyelamatkan mereka menyeberang ke Sinai dan membinasakan Firaun dan bala tentaranya yang tenggelam di lautan itu, karena kembali mengatup ketika mereka sedang berada di tengahtengahnya. Ketika Nabi Musa AS dipanggil Allah ke Bukit Thursina selama empat puluh malam, untuk menerima wahyu kitab Taurat, Bani Israil tidak sabar menunggu kitab suci itu. Mereka segera melupakan Nabi Musa dan ajaran tauhidnya, dan mengikuti ajakan As-Samiri untuk membuat patung anak sapi dari emas lalu
menyembahnya. Namun demikian, Allah masih memberi maaf kepada mereka, karena Allah adalah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang, karenanya diharapkan mereka dapat menyadari betapa banyak nikmat Allah yang harus disyukuri.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Qs. al-Baqarah/2: 54) Pada ayat 54 itu disebutkan salah satu ). nama Allah, yaitu al-Bari’ ( Bertobatlah kepada Tuhan Yang Menjadikan kamu . Menurut Ibnu Katsir, penyebutan kata ila Bari’ikum ( ) pada ayat ini menunjukkan betapa besarnya dosa yang telah mereka lakukan, yaitu mempersekutukan Allah (yang telah menciptakan mereka) dengan sebuah patung anak sapi (Tafsir Ibnu Katsir, I: hlm. 401) Edisi 19/2015
11
Nabi Musa menyuruh mereka bertaubat dengan cara yang tidak biasa, yaitu membunuh diri sendiri. Jika dipahami secara harfiah, taubat dengan cara bunuh diri itu menimbulkan pertanyaan; Bukankah taubat itu dimaksudkan untuk memperbaiki diri, dengan kembali ke jalan yang benar setelah menyadari dan menyesali kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Setelah meminta ampun kepada Allah SWT, seseorang yang sudah kembali ke jalan yang benar dianjurkan untuk memperbanyak perbuatan baik agar kesalahan-kesalahan masa lalunya tertutupi. Tentu tujuan memperbaiki diri itu tidak akan dapat diwujudkan kalau cara taubatnya dengan membunuh diri. Bagi yang memahami secara harfiah, tidak peduli dengan keberatan tersebut. Memang demikianlah cara bertaubat yang diperintahkan Allah untuk mereka. Cara apapun yang diminta harus dilakukan, termasuk dengan membunuh diri sendiri. Membunuh diri berdasarkan perintah Allah, sebagai cara bertobat, tidak sama hukumnya dengan bunuh diri karena putus asa. Untuk yang terakhir ini pelakunya dinyatakan kafir dan kekal di dalam neraka untuk selama-lamanya. Sayyid Quthub, dalam Fi Zhilalil Qur’an, menyebutkan jika tidak bisa diperingatkan lagi dengan kata-kata, harus dilakukan secara fisik. Inilah pendidikan yang keras untuk Bani Israil yang melakukan kemungkaran yang sangat besar: menyembah patung anak sapi ketika ditinggal pergi Nabi mereka (Fi Zhilalil Qur’an, I: hlm. 71) Sebagian menafsirkan bahwa bunuh diri itu tidak dilaksanakan sendiri, melain12
Tuntunan ISLAM
kan mereka semua yang terlibat menyembah patung anak sapi, saling membunuh satu sama lain. Sementara bagi yang keberatan bertaubat dengan cara bunuh diri tersebut, karena bertentangan dengan prinsip umum taubat, yaitu memperbaiki diri dengan cara kembali ke jalan yang benar, mereka menafsirkan bahwa cara taubatnya adalah tetap setia dan patuh kepada Nabi Musa AS serta tidak terlibat menyembah patung anak sapi membunuh saudaranya sendiri yang bersalah. Barulah Allah kemudian memaafkan dan menerima taubat mereka. Dalam syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, taubat dengan bunuh diri itu tidak ada lagi. Hal Ini adalah semacam rukhsah (keringanan) yang diberikan bagi umat Nabi akhir zaman ini. Salah satu dari doa-doa dalam surat alBaqarah ayat 286 berisi permohonan agar Allah tidak memberi beban yang tidak sanggup dipikul, sebagaimana beban berat yang diberikan kepada umat sebelumnya.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami (Qs. al-Baqarah/2: 286) Sebagian mufassir mengambil contoh bahwa beban berat itu adalah sebagaimana taubat dengan cara bunuh diri yang dijelaskan pada ayat 54, walaupun pada ayat 286 itu tidak disebutkan beban berat mana yang dimaksud.
Menurut Ibnu Katsir, dengan mengutip riwayat Ibnu Ishaq, orang yang memisahkan diri dengan Harun dan tidak ikut menyembah patung anak sapi berjumlah 70 orang. Apakah yang selamat hanya 70 orang, sementara lainnya mati semua? Menurut sebagian mufassir, setelah pertobatan dilaksanakan, Allah menerima taubat mereka, dan memerintahkan Musa untuk menghentikannya, sehingga sebagian selamat dari kematian. Kaum yang Rewel Karena bermaksud akan kembali lagi ke Bukit Thursina, maka Nabi Musa membawa 70 orang yang tidak terlibat dalam penyembahan patung anak sapi itu ke sana. Tapi, ternyata sebagian dari mereka menyatakan tidak akan membenarkan ucapan Nabi Musa, bahwa Taurat itu adalah benar-benar Kitab yang difirmankan Allah dan didengar sendiri oleh Musa, sebelum mereka dapat melihat Allah secara nyata. Mereka menuntut untuk dapat melihat Allah sebagai bukti kebenaran Kitab Taurat yang dikatakan Nabi Musa itu. Mereka meminta sesuatu yang tidak mungkin, sehingga Allah memerintahkan halilintar untuk menyambar mereka, sebagaimana disebutkan dalam ayat 55.
Dan (ingatlah) ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu di-
sambar halilintar, sedang kamu menyaksikan. (Qs. al-Baqarah/2: 55) Mereka tidak dapat meninggalkan cara berfikir materialismenya, tidak dapat mempercayai sesuatu yang bersifat ghaib. Padahal Allah sudah memperlihatkan kekuasaan-Nya dengan beberapa mukjizat kepada Nabi Musa, seperti tongkat berubah menjadi ular, laut yang terbelah, sekarang mereka meminta sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi oleh Allah. Menurut Muhammad Abduh, dalam Tafsir Al-Manar, permintaan Bani Israil untuk melihat Allah ini tidak ada hubungannya dengan penyembahan patung anak sapi. Penyebabnya adalah sifat dengki dari sebagian mereka. Sebagian mereka itu mengatakan, kenapa hanya Musa dan Harun saja yang mendapatkan firman Allah, sedangkan mereka tidak. Mereka juga menyatakan bahwa nikmat Allah diberikan kepada bangsa Israil adalah lantaran Ibrahim dan Ishaq. Oleh sebab itu harus meliputi seluruh bangsa Israil, bukan hanya Musa dan Harun semata. Mereka juga mengatakan kepada Musa, bahwa Musa tidaklah lebih utama dari mereka, sehingga tidak berhak lebih tinggi dan memimpin kami tanpa keistimewaan. Mereka tidak akan beriman kepada Musa sebelum mereka juga dapat melihat Allah secara nyata. Untuk memenuhi permintaan itu, lalu Nabi Musa membawa mereka ke suatu tempat. Seketika datanglah api (halilintar) menyambar mereka. Peristiwa ini disaksikan pula oleh kelompok lain yang tidak ikut menuntut melihat Allah. Cerita ini dikutip oleh Muhammad Abduh dari AlEdisi 19/2015
13
Kitab. Bagaimana persisnya terjadinya peristiwa itu, Allahu a’lam. Yang jelas, Allah menyebutkan bahwa mereka yang menuntut hal yang mustahil itu (melihat Allah) dihukum oleh Allah. (Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur’an, I: hlm. 321). Melalui ayat-ayat ini, sesungguhnya Allah menyuruh kita mengambil hikmah dari kesombongan Bani Israil, antara lain: pertama, mereka memanggil Nabi Musa tanpa rasa hormat sedikitpun dengan hanya menyebut “hai Musa”, padahal Musa adalah Nabi dan pemimpin yang telah berjasa menyelamatkan mereka dari kekejaman Fir’aun. Kedua, mereka menantang untuk dapat melihat Allah secara nyata. Padahal, jangankan melihat Allah, melihat matahari pun mereka tidak akan sanggup. Betapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang sudah diperlihatkan kepada mereka, khususnya dalam perjuangan membebaskan diri dari Fir’aun, tetapi mereka malah melampaui batas, sehingga dijatuhi hukuman: Allah memerintahkan halilintar menyambar mereka. Bani Israil yang disambar halilintar itu mati semua. Melihat hal itu, menurut AsSaddi sebagaimana dikutip Ibnu Katsir (I: 404), Nabi Musa menangis dan memohon kepada Allah, “Ya Tuhan, apa yang akan saya katakan kepada Bani Israil jika saya kembali nanti menemui mereka, orang-orang pilihan mereka sudah Engkau binasakan” Dari do’a Nabi Musa itu, dapat dipahami bahwa selain 70 orang itu masih ada Bani Israil yang tersisa. Jadi, sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir mengutip As-Saddi, tatkala proses saling bunuh terjadi sebagai 14
Tuntunan ISLAM
bentuk pertobatan, sehingga jasad-jasad bergelimpangan, Nabi Musa dan Harun berdoa kepada Allah: “Ya Tuhan kami, Engkau telah membinasakan Bani Israil, Ya Tuhan kami, sisakanlah, sisakanlah.” Lalu Allah memerintahkan mereka untuk meletakkan pedang dan menerima taubat mereka (Ibnu Katsir, I: 402) Manna wa Salwa
Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah mati, supaya kamu bersyukur (Qs al-Baqarah/2: 56) Ayat ini menjelaskan tentang keadaan Bani Israil yang disambar halilintar di atas. Setelah Nabi Musa berdoa, Allah menghidupkan mereka kembali, satu persatu mereka bangun dan saling berpandangan. Sebagian mufassir memahami kata “mati” dalam ayat ini tidak sebagai mati yang sebenarnya, yakni berpisahnya nyawa dari raga, tetapi dalam arti pingsan. Sebab, keadaan orang tidur disebut dalam hadis sebagai mati juga. Secara bahasa, kedua-duanya bisa dipahami. Namun, jika dipahami sebagai pingsan, maka peristiwa itu menjadi sangat biasa. Sebaliknya, jika mati betul dan kemudian dihidupkan kembali, maka peristiwa itu menjadi luar biasa. Sekiranya orang yang selamat dari hukuman penyembahan patung anak sapi itu mati semua, tentu Bani Israil menjadi punah. Maka beruntunglah, Allah menghidupkan mereka kembali. Inilah yang harus disyukuri oleh Bani Israil. Lain lagi menurut Muhammad Abduh, yang dimaksud dibangkitkan dalam ayat
ini adalah diperbanyaknya anak keturunan Bani Israil. Setelah kematian akibat disambar halilintar dan sebab lain, dikhawatirkan keturunan Bani Israil akan punah. Maka Allah lalu memberi keturunan yang banyak kepada Bani Israil yang tersisa, sehingga dapat membentuk satu bangsa. Hal ini agar mereka dapat bersyukur atas nikmat yang telah diberikan kepada nenek moyang mereka, sehingga mereka terlepas dari azab yang ditimpakan Allah karena kekufuran mereka. (M. Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar I: hlm 267).
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (Qs. alBaqarah/2: 57) Pada ayat di atas, disebutkan nikmat dari Allah yang lain kepada Bani Israil. Allah menyebutkan memberikan dua nikmat lagi kepada Bani Israil, yaitu lindungan awan dan makanan manna dan salwa. Ketika mereka berada di padang pasir dalam perjalanan melarikan diri dari Mesir atau ketika terkurung di gurun Sinai selama 40 tahun, mereka merasa sangat berat merasakan teriknya panas matahari. Mereka mengadu kepada Nabi
Musa. Setelah Nabi Musa berdoa, Allah melindungi mereka dengan awan. Kemudian, ketika Bani Israil kesulitan makanan, mereka mengadu lagi kepada Nabi Musa. Nabi Musa berdoa lagi kepada Allah, maka Allah mengirimkan makanan yang disebut manna dan salwa. Menurut Ash-Shabuni dalam Shafwah at-Tafsir, manna adalah sejenis madu yang dijadikan minuman setelah dicampur air. (Shafwah at-Tafsir I: 60). Menurut Quraish Shihab, manna adalah butiran-butiran berwarna merah yang terhimpun pada dedaunan, yang biasanya turun saat fajar menjelang terbitnya matahari. Menurut Thahir bin Asyur, yang dikutip Quraish Shihab, manna adalah satu bahan semacam lem dari udara yang hinggap di dedaunan mirip dengan gandum yang basah. Rasanya manis bercampur asam, berwarna kekuningan. Banyak ditemukan di wilayah Turkishtan dan beberapa tempat lain. Ia baru ditemukan di Sinai sejak Bani Israil tersesat di sana (Tafsir Al-Misbah, I: hlm. 196) Sedangkan salwa, menurut AshShabuni, adalah sejenis burung mirip assamani yang lezat dagingnya (Shafwat at-Tafsir, I: hlm. 60). Menurut Quraish Shihab, salwa adalah sejenis burung puyuh yang datang berbondong-bondong, yang berhijrah dari satu tempat, yang dengan mudah ditangkap untuk disembelih dan dimakan. Burung itu mati apabila mendengar suara guntur, karena itu mereka berhijrah mencari daerah-daerah bebas hujan (Tafsir al-Misbah, I: hlm 196). Allah menyuruh mereka memakan makanan yang baik-baik dari rezeki yang Edisi 19/2015
15
Gunung Sinai (bahasa Arab: Thur Sina’) atau Jabal Musa; Har Sinai (bahasa Ibrani), juga dikenal sebagai Gunung Horeb, adalah sebuah gunung di Semenanjung Sinai Mesir; tempat Nabi Musa AS dipanggil Allah selama 40 malam untuk menerima wahyu kitab Taurat. foto: en.wikipedia.org
telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, dan mengingatkan mereka untuk tidak lagi berbuat dlalim. Setiap makanan yang dikonsumsi, disamping halal harus memenuhi kriteria baik (thayyibah), sebagaimana firman Allah berikut.
makanan manna dan salwa. Mereka meminta yang lain berupa sayuran, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah yang bisa dikonsumsi sewaktu mereka berada di Mesir.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Qs. al-Maidah/5: 86) Baik buruknya suatu makanan (dan minuman) ditentukan oleh hiegenisnya makanan tersebut. Selain itu, kesesuaian dengan keadaan fisik orang yang memakannya. Dalam konteks manna dan salwa, Allah telah menegaskan bahwa kedua jenis makanan itu termasuk dalam kategori thayyibat. Apakah Bani Israil puas dan kemudian mensyukuri nikmat itu? Rupanya tidak. Mereka tidak bersyukur dan tetap membangkang terhadap Nabi Musa. Pada ayat 61 surat al-Baqarah, dinyatakan bahwa mereka merasa bosan dengan
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, mami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah”. (Qs. Al-Baqarah/ 2: 61) Allah tidak pernah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang dengan segala dosa, pembangkangan dan kesombongan serta tidak dapat bersyukur, yang semuanya itu membuat mereka menganiaya diri sendiri. Wallahu a’lam.
16
Tuntunan ISLAM
Tim Redaksi Sumber: Tafsir At-Tanwir
Tuntunan Akidah
BEBERAPA PERTANYAAN
DARI SEPUTAR JIMAT HINGGA KRONOMETER KYAI, JIMAT, PERDUKUNAN TANYA: Saya menemukan di internet ada seorang yang disebut kyai, yang mendukung kegiatan perdukunan, yang berpendapat sebagai berikut: Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenarnya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT. Ada dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah: Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, “Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (HR Muslim [4079]). Saya ragu, apakah hal demikian itu tidak benar? Mohon penjelasannya.
JAWAB: Apa yang Anda sampaikan memang menggelitik. Tapi mari kita lihat hadits yang diriwayatkan oleh Muslim tersebut. Dalam contoh ini, hadits (dalam Kitab Sahih Muslim diberi nomor 4.079) tersebut sudah diterjemahkan secara salah. Mestinya terjemahan yang lebih tepat dari hadits tersebut adalah sebagai berikut:
….Kami biasa melakukan mantera pada masa jahiliyah. Lalu kami bertanya kepada Rasulullah SAW; “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Anda tentang mantera? ‘ Jawab beliau: ‘Peragakanlah manteramu itu di hadapanku. Mantera itu tidak ada salahnya selama tidak mengandung syirik.” Jadi “jampi-jampi” atau “mantera” (narqiiy-birruqa-raqaa) dari kata sudah diterjemahkan menjadi “azimat”. Edisi 19/2015
17
Padahal dua kata itu sungguh berbeda: azimat itu al-hirzu jamaknya: huruuzun; al-’aziimatu jamaknya: azaa-imu . Dari sisi ini saja sudah terlihat adanya kesengajaan untuk membuat orang lain keliru. Dalam istilah lain: ada upaya penyesatan informasi di situ. Dari sisi substansi, harus dipahami bahwa semua hal yang dianggap atau diyakini memiliki kekuatan gaib, keramat, bertuah itu berpotensi untuk diberhalakan. Keyakinan demikian itu berbahaya sekali dan menodai akidah. Doa yang kita panjatkan, mestinya langsung ditujukan kepada Allah SWT. Tidak perlu memakai ajimat atau hizib apapun. Pencipta kita itu adalah Allah, yang kekuasaan-Nya melingkupi alam semesta ini. Sedangkan azimat, hizib, rajah atau ajian itu sesungguhnya hanyalah makhluk belaka —seperti kita juga— yang akan menjadi rusak dan sirna pada waktunya.
Ziarah ke Gua Hira’. Umat Islam menaiki Jabal Nur untuk berziarah ke Gua Hira di Mekkah. Gua Hira adalah tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu untuk pertama kali. foto: Antara.
18
Tuntunan ISLAM
BERTAPA DI GUA TANYA: Mengapa bertapa di guagua itu dikecam dan dilarang? Bukankah Nabi Muhammad juga bertapa di Gua Hira’? JAWAB: Pert anyaan tersebut merancukan dua hal yang sepenuhnya berbeda. Jika “bertapa” di situ adalah merenungkan alam raya dan segala halihwal kehidupan untuk menemukan hakikat di balik keberadaan makhluk, mengapa tidak. Jika “bertapa” adalah duduk diam memikirkan teori tentang sesuatu, tentu tidak ada larangan. Nabi Muhammad dulu pergi ke Gua Hira’ untuk menyepi, meninggalkan masyarakatnya yang larut dalam karut-marut budaya (hedonisme, permisivisme) atau kemaksiatan. Muhammad adalah seorang lurus hati, yang digelari Al-Amin lantaran kejujurannya yang super langka, yang gelisah menyaksikan masyarakatnya yang dekaden. Nah, jika kita misalnya menemukan kondisi masyarakat seperti
itu juga, lalu kita menyingkir ke suatu tempat untuk merenungkannya —tentu tidak ada salahnya. Yang menjadi masalah adalah bertapa itu jangan sampai terjatuh menjadi “mendekatkan diri ke tempat keramat, supaya memperoleh tuah gaib dari tempat itu”; lalu menjadikan dirinya “lebih hebat disebabkan perbuatan bertapa” itu. Nah, yang jadi masalah adalah kemungkinan adanya pemberhalaan terhadap sesuatu. Itu yang harus dijauhi. Makanya, jika kita menyingkir dari orang banyak, misalnya untuk memikirkan cara mengatasi sampah yang kian banyak di sekitar kita, itu tidak jadi masalah.
BARANG BERTUAH TANYA: Di zaman dulu, misalnya zaman Kerajaan Demak di Jawa, dikenal barang-barang seperti batu atau kayu yang disebut-sebut bertuah. Sunan Kalijaga dikabarkan menyebut “kayu aeng”. Dikenal juga jenis-jenis kayu istimewa lainnya yang bertuah, misalnya kayu koka, kayu jembalang, kayu kengkeng, kayu jati luwih. Bagaimana penjelasan terhadap semua itu? JAWAB: Meyakini sesuatu “bertuah” itu bermasalah dan berbahaya, jika yang dimaksud adalah adanya kekuatan gaib, adikodrati, dianggap dapat memberi manfaat atau mudarat dalam pengertian ‘kosmologis’. Makna “berbahaya” di sini adalah bagi sisi akidah seseorang. Sesungguhnya mudah saja mengenali apakah pandangan kita terhadap sesuatu itu lurus, aman dari sisi akidah, ataukah
tidak. Contohnya, ada sejenis logam yang disebut magnet, yang bisa menarik logam lain ke arahnya. Atau, ada sejenis logam lain, yang disebut uranium, yang dapat merusak kesehatan makhluk hidup dengan cara yang luar biasa. Ada pula sejenis cairan yang dikeluarkan dari mulut ular, yang disebut bisa, yang bisa membuat kulit melepuh bahkan mematikan. Nah, terhadap hal-hal itu, kita mungkin menganggapnya istimewa tapi tidak sampai memuliakannya, mensakralkannya, atau menganggapnya gaib, lalu menuhankannya. Berbeda dengan perlakuan terhadap keris, akik, kayu atau batu, yang dianggap memiliki kekuatan gaib, karena itu lalu disucikan. Yang terakhir ini mudah sekali menyeret ke arah syirik. Bahkan, benda-benda tertentu yang diyakini bertuah itu bisa jadi hanya berupa kertas bertulisan huruf Arab, atau berupa gambar, patung buruk rupa, boneka berambut, atau barang-barang entah apa lagi. Ada pula beberapa jenis kayu seperti kalimasada, setigi dan dewandaru, yang jika disatukan dianggap memiliki khasiat gaib untuk melancarkan rezeki, meningkatkan keluhuran, kewibawaan, keselamatan, penetral segala daya positif dan negatif di sekitarnya, menambah kewibawaan dan keselamatan, serta menjadi penyedot daya kekuatan musuh. Jika semuanya itu diyakini memiliki kemampuan memberi manfaat atau mudarat, keramat, memiliki jiwa dan kehendak yang bisa menguntungkan atau mencelakakan, maka semua itu berarti berhala. Hal itu jelas menyalahi akidah yang benar dan haram hukumnya! Edisi 19/2015
19
ENERGI BATU DAN KAYU TANYA: Konon batu atau kayu yang bertuah itu jika diukur dengan kronometer akan menunjukkan angka atau nilai energi yang tinggi. Apakah salah jika kita mempercayai hal demikian? JAWAB: Sebelumnya hendaknya dipahami dulu: semua benda itu sesungguhnya memiliki daya tarik magnetik ataupotensi kalori atau kandungan energi masing-masing. Alat-alat untuk mengukur itu tentunya berbeda-beda, meskipun secara gampangan disebut “kronometer” (yang mestinya hanya merujuk pengukur waktu) itu. Dengan alat yangsesuai, orang bisa mengetahui kandungan potensipotensi demikian yang dimiliki bendabenda tersebut —yang mungkin berbedabeda. Kayu besi, misalnya, memiliki daya tahan dan kekuatan luar biasa seperti halnya besi. Batang pohon sequoia diketahui tahan api dan bisa hidup ratusan tahun. Bahkan adanya api pada saat kebakaran hutan justru akan membuat mekar biji buahnya, yang memungkinkannya jatuh ke tanah,dan tumbuh menjadi tunas. Batuan tertentu dari daerah Kalan, Kabupaten Melawi, Kalbar, diketahui mengandung uranium dan menggerakkan bolak-balik jarum pada alat geiger meter atau geiger counter. Nah, semua benda itu memiliki potensi masing-masing yang demikian. Hal tersebut mungkin istimewa, tapi sesungguhnya tidak ada yang ajaib —apalagi bertuah gaib. Tidak ada hal yang aneh. Ibaratnya, hal itu serupa saja dengan kita 20
Tuntunan ISLAM
mengenal daun kelapa kering (blarak Jw.), yang akan menyalakan api lebih baik ketimbang batu bata. Mempercayai adanya ‘energi’ seperti itu bukan sesuatu yang salah. Bukan sesuatu yang ajaib, sebagaimana orang tidak memandang aneh terhadap blarak yang bisa membuat api unggun dengan cepat itu. Masalahnya menjadi berbeda manakala ‘keistimewaan’ itu disikapi dengan menganggapnya bertuah, menjadikannya jimat keberuntungan, atau memberhalakannya. Baik itu blarak, kayu galih asem, kayu setigi atau sequoia, kalau diperlakukan sebagai pembawa keberuntungan dan diberhalakan, itulah syirik.
Pohon Sequoia
MOTIVASI KLENIK DAN PERDUKUNAN TANYA: Mengapa ada orang yang melakukan perbuatan syirik, klenik dan perdukunan, jika hal itu tidak dibenarkan ajaran Islam, bahkan malah berdosa? JAWAB: Tentu saja yang paling tahu motivasinya adalah yang bersangkutan sendiri. Tapi motivasi mereka bisa dilacak dengan penyelidikan mendalam. Namun, motif yang paling mudah dilacak adalah motif ekonomi atau kekuasaan, oleh mereka yang disebut dukun, pawang, paranormal, ahli supranatural itu. Soal dosa, hanya orang beriman yang takut berbuat dosa. Sejak dulu, sepanjang sejarah, orang-orang yang ingkar seperti itu jumlahnya tidak juga berkurang, termasuk di zaman kita saat ini. Pada aktivitas yang dilakukan dukun, paranormal atau sebutan lain itu, kita bisa mengenali adanya motif ekonomi itu,
setipis apapun ia akan kelihatan. Mereka pasti tidak akan cuma-cuma memberikan rajah, jampi-jampi, jimat keberuntungan. Pada akhirnya ada imbalan ekonomi yang diminta dukun itu dari ‘konsumennya’. Celakanya, tidak sedikit para dukun itu yang melakukan aksinya itu dengan mengenakan kedok atau jubah agama. Tidak sedikit pula diantara mereka yang sangat fasih mengutip dalil-dalil al-Quran dan Hadits untuk melegitimasi praktiknya. Bahkan, banyak pula yang pandai menekuk dalil-dalil begitu rupa, seperti contoh di atas tadi. Jadi, hendaknya kita berhati-hati dalam mengenali hal-ihwal syirik yang dibungkus dengan dalil-dalil agama. Karena mereka itu tampaknya tidak takut dosa, maka pelbagai cara niscaya dilakukan untuk mendorong calon konsumen betulbetul merogoh dompetnya. Wallahu a’lam.● [Farid B. Siswantoro/Tim Redaksi]
Rela Syirik Demi Uang
D
ari sisi pelaku dukun, alasan dia melakukan kegiatan itu bisa sangat remeh belaka, yakni uang danjuga kekuasaan. Dengan menjadi dukun dia memperoleh uang ditunjukkan oleh contoh-contoh populer yang seperti tak habis-habisnya. (Yang tidak mudah dilupakan adalah si Ponari, bocah yang mengaku menemukan batu ajaib — dan langsung kaya raya dengan praktik perdukunannya.) Dari situ si dukun memperoleh keuntungan material dan
non-material atau kekuasaan tertentu di tengah lingkungannya. Pada gilirannya masyarakat luas ikut membesarkannya, sehingga menjadi lingkaran setan yang saling menjerumuskan. Penelitian tentang fenomena ini cukup banyak. Namun yang secara serius dimaksudkan guna memperoleh derajat akademik tertinggi, yakni doktor, kiranya masih sedikit. Di antara yang sedikit itu dilakukan oleh DR Mahli Zainuddin Tago, kini Dekan Fakultas Edisi 19/2015
21
sebagai Datuk Perpatih Nan Sebatang, dikongkretkan dengan dibuat petilasannya (makam) oleh eksponen dukun. Makam itu dikeramatkan hingga kini (lihat gambar di sampul buku). Kejadian seperti itu, sengaja atau tidak, meniru atau ditiru oleh aktivis perdukunan di tempat-tempat lain di banyak tempat di Indonesia. Hampir serupa, dan memperlihatkan betapa keblinger perilaku perdukunan, terjadi juga di Kediri, Jawa Timur. Beberapa waktu lalu, sekelompok dukun menetapkan satu sudut di Desa Menang, Kecamatan Pagu, sebagai tempat moksa (menghilang) Prabu Jayabaya, tokoh fiktif yang keberadaannya dikait-kaitkan dengan sejarah kerajaan di Kediri. Di titik itu lalu didirikan bangunan batu dan beton dari semen keluaran pabrik abad ke-20, dan dinyatakan sebagai ‘petilasan’ keramat. Padahal, orang setempat tahu bahwa tempat itu dulu hanyalah tempat perhentian dokar, becak dan penjual gulali atau es dawet di siang hari.
Agama Islam UMY, yang kemudian dibukukan dengan judul: Memperalat Agama Pergeseran Rasionalitas Tindakan Sosial (Penerbit Samudera Biru,2014). Penelitian untuk disertasi di Universitas Gadjah Mada tersebut dilakukan di Kerinci, namun esensinya bercerita tentang Indonesia pada umumnya. “Kerinci” sendiri merupakan nama sebuah danau, gunung, dan sekaligus nama kabupaten di Bukit Barisan Sumatera bagian tengah. Secara reliable, dan kaya cerita, buku ini membedah praktek perdukunan dari pelbagai sisi. Dalam satu bagian disebutkan betapa tokoh legenda masa lalu, Nenek Sigindo Sri Sigerinting atau Datuk Tan Syamsiah Sigindo Rao, yang di dalam Petilasan Jayabaya yang dibangun dari semen tahun 1980-an [gambar:eastjava.com] tambo Minang dikenal r i n
22
c i ,
Tuntunan ISLAM
Seperti halnya di Kediri, di Kerinci dan di tempat-tempat lain, para dukun juga memanfaatkan tempat-tempat yang dikeramatkan itu untuk mendukung misinya. Maka berlangsunglah pemberhalaan tempat dan bendabenda untuk membungkus motif yang sesungguhnya: ekonomi. Pak Mahli dalam bukunya ini mencatat bahwa merosotnya kemakmuran ekonomi di Kerinci diikuti oleh meruyaknya praktik perdukunan dan melemahnya Islam Syariat. Yang terjadi kemudian adalah tergerusnya nilai-nilai mulia (yang syar’i) oleh pragmatisme. Pada masyarakat yang butuh pegangan di tengah ketidakpastian pergulatan kehidupan, atau yang bawaannya “enggan berpikir”, muncul dukun yang menyodorkan semacam “pegangan”. Orang-orang tadi lalu menerima petunjuk sang dukun, jampi-jampi atau ajimat, yang menjatuhkannya ke dalam syirik. Sebaliknya, sang dukun memperoleh imbalan dari “jualan” yang diberikannya,bisa berbentuk uang, barang atau jasa. Konsumen yang datang itu jenisnya bermacam-macam, mulai dari anak sekolah yang ingin lulus ujian tanpa mau susah belajar, pencari jodoh, pengusaha sukses, sampai bupati yang ingin bertahan terpilih lagi. “Berbagai imbalan diperoleh para dukun: belanja bulanan rutin, dipenuhi kebutuhan sehari-hari, anggota keluarga dijadikan PNS, diberi mobil pribadi, bahkan ada yang berpenghasilan
sekitar 20 juta rupiah seminggu”, tulis Pak Mahli (halaman 286). Maka perdukunan menjadi komoditas syirik yang menggiurkan di Kerinci. Sekali lagi, hal semacam ini terjadi juga di tempat-tempat lain di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Mengapa demikian? Mengapa agama tidak secara etik menjadi pendorong atau pemacu bergiat bekerja, seperti misalnya pada masyarakat Klaten? Jawaban terhadap pertanyaan itu diperoleh dari penelitian lain, misalnya yang dilakukan oleh DR. Irwan Abdullah —tapi bukan itu yang kita sorot di sini. Fenomena perdukunan seperti di Kerinci terjadi karena dorongan manusia sebagai homo-religius (pencari Tuhan) bertemu dengan pragmatisme. Sifat umum manusia itu tergambarkan juga dalam kisah Nabi Ibrahim. Ibrahim takjub kepada kekuatan alam dan benda-benda alam. Dia terpesona kepada matahari, tapi kemudian menyadari kelemahannya. Dia kagum kepada rembulan, tapi kemudian menyadari semua itu hanyalah makhluk, bukannya Sang Khalik.Demikianlah terjadi berkali-kali. Manakala Ibrahim menolak tuhantuhan yang fana, yang bisa rusak dan yang tidak bermutu, maka kebanyakan manusia justru takjub kepada yang demikian itu. Celakanya, mereka kemudian diperdayai oleh orang-orang yang memanfaatkan situasi tersebut; yakni para dukun, juru kunci, mentalist, paranormal, kahin dan yang sejenisnya.[] [farid b siswantoro] Edisi 19/2015
23
Tuntunan Akhlak ADAB TERHADAP MASJID (3)
MEMPERSIAPKAN DIRI KE MASJID Masjid adalah rumah Allah. Orang yang hatinya terikat dengan masjid dilindungi Allah di hari mahsyar di mana tidak ada yang dapat melindungi kecuali Dia. Seberapa kuat keterikatan seseorang terhadap masjid tergambar dari seberapa cintanya kepada masjid dan bagaimana memenuhi adabadab terhadapnya.
D
i antara adab terhadap masjid adalah: (1) berniat menuju masjid, (2) mempersiapkan diri sebaik-baiknya, (3) perjalanan menuju masjid, (4) masuk dan keluar masjid, (5) shalat tahiyatul masjid, (6) selama di dalam masjid, (7) larangan dalam masjid.
1. Berniat Menuju Masjid Niat adalah al-qashdu (keinginan atau tujuan) yang tergambar pada kesadaran pikiran seseorang, yang memotivasi terjadinya suatu perbuatan. Nilai suatu perbuatan bergantung kepada niatnya. Perbuatan yang lahiriahnya baik, bila 24
Tuntunan ISLAM
dimaksudkan untuk hal-hal yang tidak baik, hasil akhirnya tidak baik. Perbuatan baik akan menghasilkan kebaikan bila dilandasi oleh niat yang baik.
Dari Umar bin Khattab dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya, barangsiapa hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya untuk memperoleh dunia atau seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Muslim - 3530) Berdasar hadits di atas, seseorang mendapatkan pahala di sisi Allah hanya apabila perbuatannya diniatkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Perbuatan baik
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan RasulNya tidak akan mendapatkan pahala dari sisi Allah. Mereka hanya akan mendapatkan apresiasi dari tujuan perbuatan baiknya. Seorang kafir yang berbuat baik kepada sesama manusia akan mendapatkan apresiasi dari sesama manusia. Sedangkan seorang muslim yang melakukannya dengan niat karena Allah, ia akan mendapatkan apresiasi dari manusia dan pahala yang besar dari sisi Allah. Orang-orang yang ke Masjid juga mendapatkan pahala masing-masing sesuai dengan apa yang meraka lakukan dan niatkan. a. Niat untuk Shalat Jama’ah Seseorang yang ke Masjid dengan niat shalat jama’ah mendapatkan apresiasi pada perjalannya dan selama di masjid. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipatgandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR Bukhari) Niat ke masjid untuk shalat berjama’ah dan berwudhu dengan sempurna di rumah, maka Allah memberikan apresiasi berupa: (1) setiap langkah perjalanannya ke masjid meningkatkan derajat kemuliaan di sisi Allah dan penghapusan dosadosa, (2) shalat yang dilakukannya di masjid memanggil malaikat turun dan memohonkan ampunan dan rahmat baginya, (3) Saat penantian shalat dihitung dalam keadaan shalat. b. Niat untuk Shalat Jum’at Salah satu fungsi utama masjid adalah untuk menyelenggarakan Shalat Jum’at. Berniat shalat Jum’at, kemudian mempersiapkan diri dengan bersuci semaksimal mungkin, memakai wewangian Edisi 19/2015
25
miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah menuju Masjid, “... lalu dia shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah dari khatib, dia akan diampuni dosadosanya yang ada antara Jum’atnya itu dan Jum’at yang lainnya.” (HR Bukhari) c. Niat untuk belajar/mengajar Salah satu fungsi masjid adalah untuk belajar dan mengajar. Pergi ke masjid dengan niat belajar atau mengajar kebaikan dengan pahala besar dari sisi Allah.
Bahwasanya Abu Bakar bin Abdurrahman berkata; “Barangsiapa berangkat di waktu pagi atau sore menuju masjid, ia tidak mempunyai niat lain kecuali masjid, untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, kemudian dia kembali ke rumahnya, maka dia seperti orang yang berjihad di jalan Allah; pulang dengan mendapatkan ghanimah.” (HR Malik) Belajar dan mengajar kebaikan adalah perbuatan yang akan memberikan dampak bagi kemajuan dan kebaikan ummat. Allah memberikan kedudukan yang tinggi bagi kegiatan tersebut dan memberikan apresiasi luar biasa bagi para pelakunya. Yang mengajar maupun yang belajar semuanya mendapatkannya. 26
Tuntunan ISLAM
Mereka diperlakukan sama dengan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya. Bahkan orang-orang yang pergi untuk belajar kebaikan, kemudian mati dalam proses belajar tersebut, ia masuk surga. Sungguh sebuah apresiasi luar biasa dari Allah SWT, yang seharusnya membuat kita semakin senang ke Masjid. d. Niat untuk kebaikan dan menjaga hak-hak masjid Niat-niat yang lain, sepanjang untuk kebaikan sesuai fungsi masjid dan menjaga hak-haknya, pasti akan mendapatkan apresiasi yang selayaknya dari Allah. Di antara fungsi-fungsi masjid selain tempat shalat dan tepat belajar-mengajar kebaikan adalah: tempat latihan, tempat tahkim, aneka kegiatan (musyawarah, pernikahan, pertemuan, dan lain-lain). Di antara hak-hak masjid: dijaga kebersihan dan kerapiannya, kecukupan air untuk bersuci, kecukupan penerangannya, kelayakan sound system-nya, keamanannya, dan lain-lain. 2. Mempersiapkan Diri di Hari Biasa a. Berwudhu di rumah dan menyempurnakan wudhunya Meskipun di masjid disediakan fasilitas untuk berwudhu’, lebih utama kita berwudhu’ di rumah. Berdasarkan hadits Nabi sebagaimana dikutip di atas:
... karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid...
Menyempurnakan wudhu adalah berwudhu dengan tatacara sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW sampai hal yang sedetil-detilnya: i. Mendahului dengan gosok gigi (bersiwak). Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya gosok gigi sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah: “Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) pada setiap kali hendak shalat.”. Beliau juga berkali-kali mengingatkan untuk selalu bersiwak (HR Bukhari). ii. Mencuci tangan kanan dan kiri, dilakukan dengan mengosok semua bagian tangan hingga tidak ada bagianbagiannya yang tidak tergosok, termasuk sela-sela jari. iii. Berkumur hingga semua kotoran yang ada di mulut dan sela-sela gigi bersih, dan ber-insyiqaq (menghirup air kedalam hidung, lalu menghembuskannya keluar dengan agak keras) hingga lubang hidung bersih. iv. Mencuci wajah dengan mengairi dan menggosok wajah hingga merata ke semua bagian, termasuk bagian dagu dan janggut hingga semua bagian wajah bersih v. Mencuci lengan dengan mengairi dan menggosok lengan kanan dan kiri 3 kali dimulai lengan kanan hingga semua bagian lengan bersih. vi. Mengusap kepala dari depan sampai pangkal tengkuk dan kembali ke depan serta menggosok daun telinga
kanan dan kiri dari ujung bawah hingga ujung lainnya. Dilakukan sekali vii. Mencuci kaki dengan mengairi dan menggosok kaki kanan dan kiri masing-masing 3 kali dimulai dari yang kanan hingga semua bagian kaki terairi dan tergosok semuanya, termasuk sela-sela jari kaki. Menyempurnakan wudhu menghasilkan kebersihan badan, menghilangkan bau badan dan menjaga tubuh sehat dan bugar. Kebersihan badan sangat penting bagi kesehatan. Organ wudhu adalah organ yang paling sering terpapar dengan dunia luar dan yang paling mudah dihinggapi kuman. Berwudhu dengan sempurna membersihkan sebagian besar kuman sehingga tidak lagi berpotensi menyebabkan penyakit. Bau badan membuat dirinya dan orang di sekitarnya tidak nyaman. Rasulullah melarang orang dengan bau tak sedap mendekati masjid. Beliau bersabda: “Barangsiapa memakan dari pohon ini, - maksudnya bawang putih-, maka hendaklah dia tidak mendatangi kami di masjid-masjid kami.” Berkata Jabir, “Aku tidak melihat maksud beliau yang lain kecuali yang mentah (belum dimasak).” (HR Bukhari). Memakan bawang putih mentah menimbulkan aroma tak sedap dari mulut. Masuk masjid dengan bau tak sedap menyebabkan orang lain yang berada di dalamnya terganggu sehingga mengurangi kekhusyukan dan kenyamanannya. Organ-organ wudhu ternyata merupakan bagian tubuh dengan titik akupuntur terbanyak. Menstimulasi titik-titik akupuntur dengan menggosok dan meEdisi 19/2015
27
nekan merangsang organ-organ tubuh menjadi sehat dan prima. Sebagian besar organ tubuh kita memiliki titik akupuntur di telapak tangan, daun telinga, dan telapak kaki. Menggosok dan menekan bagian tubuh tersebut memberikan efek menyehatkan bagi otak, mata, paru-paru, jantung, hati, ginjal, usus, kelenjar pankreas, sistem reproduksi, dan lain-lain. Dengan kebersihan dan kebugaran badan serta terbebas dari bau badan, kita mempersiapkan diri menuju masjid. b. Berpakaian Bersih dan Rapi Ke masjid termasuk kegiatan ke luar rumah yang mensyaratkan seseorang berpakaian yang memenuhi ketentuan: i. Menutup aurat; Laki-laki maupun perempuan wajib menutup aurat ketika berjumpa dengan orang lain. Masjid merupakan area publik di mana banyak orang -laki-laki maupun perempuan- biasa berada. Kita wajib mempersiapkan diri ke masjid dengan pakaian yang menutup aurat ii. Layak; meskipun bagi laki-laki berpakaian yang menutup antara pusat dan lutut sudah menutup aurat, tetapi ke masjid dengan pakaian seperti itu tidaklah layak. Kita mestilah berpakaian yang layak berdasarkan keumuman di suatu tempat. iii. Bersih; Pakaian harus bersih, suci dari najis, tanpa bau tak sedap dan memenuhi syarat untuk shalat, karena salah satu adab memasuki masjid adalah melaksanakan shalat tahiyatul masjid. Terlebih kalau ke masjid untuk shalat jama’ah, kita melak28
Tuntunan ISLAM
sanakan shalat berkali-kali: tahiyatul masjid, shalat fardhu, shalat rawatib. iv. Indah dan rapi; Allah adalah dzat yang indah dan suka pada keindahan. Seharusnyalah kita ke rumah Allah sesuai dengan kesukaan-Nya. Kita gunakan pakaian bagus yang kita miliki dengan indah dan rapi. 3. Mempersiapkan diri pada hari Jum’at Jum’at adalah hari besar yang hadir setiap pekan, adalah pemimpin hari dan yang paling agung di sisi Allah (sayyidul ayyam). Hari itu lebih agung di sisi Allah dari ‘Iedul Adha dan ‘Iedul Fithri. Di dalamnya ada 5 perkara: (1) Allah menciptakan Adam; (2) Allah menurunkan Adam ke bumi; (3) Allah mewafatkan Adam; (4) saat tidaklah seorang hamba memohon sesuatu kepada Allah melainkan Allah akan berikan kepadanya selagi tidak minta yang haram; (5) Kiamat akan terjadi. Tidaklah ada dari Malaikat yang didekatkan, langit, bumi, angin, gununggunung, pepohonan, kecuali semua (merasa takut) terhadap hari Jum’at (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Mempersiapkan diri ke masjid pada hari besar harus lebih baik dibandingkan hari-hari biasa. Kalau hari biasa cukup menyempurnakan wudhu, di hari Jum’at harus lebih baik. Nabi memerintahkan kita mandi, berpakaian baik dan memakai wangi-wangian. a. Mandi Rasulullah memerintahkan kita mandi sebelum ke masjid pada hari Jum’at:
Dari ‘Amru bin Sulaim Al-Anshari berkata, “Aku melihat Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Aku menyaksikan Nabi SAW bersabda: “Mandi pada hari Jum’at adalah kewajiban bagi orang yang sudah bermimpi (baligh), dan agar bersiwak (menggosok gigi) dan memakai wewangian bila memilikinya.” ‘Amru berkata, “Adapun mandi, aku bersaksi bahwa itu adalah wajib. Sedangkan bersiwak dan memakai wewangian -danAllah yang lebih tahuaku tidak tahu ia wajib atau tidak, tapi begitulah yang ada dalam hadits.” (Shahih Bukhari) Ketika mandi kita mengairi dan menggosok seluruh badan. Dimulai dari mengairi dan menggosok organ wudhu seperti saat berwudhu, dilanjutkan mengairi dan menggosok seluruh tubuh, dari bagian kanan. Mandi yang sempurna memberi efek menyeluruh pada tubuh, berupa kebersihan dan terangsangnya seluruh titik akupuntur di semua permukaan tubuh. Dari Abu Umamah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Sesungguhnya mandi pada hari Jum’at benar-benar akan mencabut beberapa kesalahan dari pangkal rambutnya yang tersembunyi (HR At-Thabrani).
b. Memakai baju bersih dan bagus Selain menutup aurat, dianjurkan mengenakan pakaian yang bagus dan indah (bukan sutera) ketika menunaikan shalat jum’at. Tampil dengan pakaian bersih dan rapi adalah bagian dari aktualisasi keimanan seseorang. Rasulullah SAW bersabda: “Kebersihan adalah bagian dari iman (HR Darimi) c. Memakai wangi-wangian Pada umumnya manusia senang dengan bau wangi. Wewangian menimbulkan efek menyenangkan dan perasaan bahagia. Sekarang telah berkembang model terapi dengan menggunakan wewangian yang dikenal dengan aroma therapy yang ternyata cukup baik untuk menjaga kesehatan. Rasulullah sangat menganjurkan kita tampil wangi, khususnya di hari Jum’at. Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum’at lalu bersuci semaksimal mungkin, memakai wewangian miliknya atau minyak wangi keluarganya, lalu keluar rumah menuju Masjid, ia tidak memisahkan dua orang pada tempat duduknya lalu dia shalat yang dianjurkan baginya dan diam mendengarkan khutbah, kecuali dia akan diampuni dosa-dosanya yang ada antara Jum’atnya itu dan Jum’at yang lainnya.” (HR Bukhari, dari Salman Al-Farsi). Setelah bersuci dengan sempurna, berpakaian menutup aurat, bersih, indah, rapi dan wangi kita siap melangkah menuju masjid. Samarinda, 10 Desember 2014 Agus Sukaca (
[email protected]) Edisi 19/2015
29
Tuntunan Akhlak [Ihsan Bagian Ke-2]
Ihsan kepada Diri Sendiri: Mengedepankan Mencari Manfaat
M
anusia modern ini usia produktifnya diperkirakan lebih pendekjika dibanding manusia zaman dulu. Secara demikian perlu dicatat adanya “usia tidak produktif” yang berupa masa kanak-kanak, masa ketergantungan tinggi kepada orang lain (orangtua), masa tidak berkarya, masa sakit dan usia lanjut. Untuk usia lanjut ini ditandai dengan ketergantungan yang tinggi kepada orang lain (dokter, anakanak yang ganti mengasuh), bahkan juga ketergantungan kepada obatobatan lantaran sakit. Kita juga tahu, di Bumi dewasa ini banyak penyakit yang memperpendek umur dan menyusahkan hidup yang timbul sebagai efek samping dari modernitas. Kanker dan HIV/AIDS merupakan contohnya. 30
Tuntunan ISLAM
[KIAT JITU DARI NABI] Terlalu banyak hal yang bersliweran dan menggoda kita di jagat ini. Nabi memberi kiat ihsan yang jitu untuk mengatasi hal itu. Inilah kiat ihsan untuk diri pribadi kita secara internal, melengkapi ihsan kepada pihak eksternal dalam edisi 18 yang lalu. Pada saat yang sama, karena perkembangan teknologi, dewasa ini justru semakin banyak ‘godaan’ yang bisa menggeser perhatian kita dari meraih tujuan hidup sejati. Sebagaimana kita yakini, tujuan hidup sejati itu bagi muslimin-muslimat adalah untuk beribadah kepada Allah saja, wa maa khalaqtul jinna wal insya illa liya’ budu. Kondisi di mana banyak pengganggu (atau penggoda atau pengalih perhatian) atas upaya manusia memenuhi tujuan hidupnya tadi, sesungguhnya sudah diprediksi Nabi Muhammad 15 abad lalu.
Beliau dicatat pernah bersabda: “Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalku nanti adalah terbuka lebarnya keindahan dan kemewahan dunia ini padamu.” Perkembangan iptek telah banyak memudahkan manusia, meningkatkan “kualitas” hidupnya, begitu rupa sehingga memungkinkan manusia melakukan halhal yang dulu tidak bisa dilakukan. Namun semua itu tidak lantas merombak fitrah manusia; hakikat manusia tetap saja sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan keterbatasannya sebagai makhluk; juga dengan kelebihannya dibanding makhluk Tuhan yang lain. Semua tidak menghilangkan kewajiban manusia untuk beribadah kepada Sang Khalik sebagai tujuan penciptaannya. Jika usia kita lebih pendek, jika godaan juga kian banyak saja, lantas bagaimana kita mengisinya dengan kebaikan meraih tujuan hidup sejati itu? Di sini manusia disediakan panduan hidup, yakni Al Quran dan As-Sunnah Al Makbulah, yang harus selalu dirujuk dalam setiap tindakannya. Panduan hidup ini ibarat “manual” atau petunjuk teknis dalam produk tekonologi seperti mesinmesin, yang dilampirkan sebagai pegangan operasional. Meninggalkan yang Tanpa-Manfaat Sampai di sini, persoalan yang mengemuka adalah bagaimana agar perkembangan akal budi —yang memberi kesan keistimewaan manusia itu— tidak melenakan manusia dari tujuan hakiki
keberadaannya di dunia. Jawabannya sederhana: manusia tetap harus cerdas mengenali “kemewahan dan keindahan dunia” tadi dibandingkan dengan tujuan hidupnya. Langkah yang sangat praktis dan operasional diberikan Nabi Agung Muhammad melalui sabdanya:
(Min husni islamil mar’i tarkuhu ma laa ya’nihi). Di antara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat). Hadits tersebut kualitasnya hasan-sahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi, Malik dan Ahmad dari Qurrah bin ‘Abdurrahman dari AzZuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah RA. Seperti yang maknanya bisa kita hayati, Qurrah bin Abdurrahman mengomentari hadits ini: “Ini adalah kalimat yang padat isinya, luas dan agung maknanya yang tersusun dalam lafazh yang singkat.” Maka tak ayal banyak yang hapal hadits yang juga termaktub dalam kitab hadits ‘Arbain (urutan ke-12) yang berisi 40an hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi itu. Memang begitu luas tetapi bernas kandungan hadits tadi. Dengan itu kita dipandu Nabi untuk menjadi pribadi ihsan dengan cara sederhana, operasional dan mudah. Lihatlah: tinggalkan yang tidak bermanfaat! Itu menjawab problem besar yang menghadang kita di zaman modern ini, saat kita berhadapan dengan “kemewahan dan keindahan dunia” tadi. Disebut sebagai cara sederhana, Edisi 19/2015
31
karena yang kita lakukan tinggal fokus mencermati mana yang bermanfaat dan mana yang tidak. Jika bermanfaat, ambil dan teruskan; dan jika tidak bermanfaat, maka tinggalkan. Ukuran yang dipergunakan dengan menilik dari tujuan eksistensial manusia: hanya untuk beribadah kepada Allah. Dari pengertian itu dapat diturunkan menjadi pelbagai butir langkah yang menyangkut akhlaq pribadi (tetapi bisa juga menyangkut pihak lain) antara lain sebagai berikut: 1. Dalam Islam berbagai bentuk kebaikan dapat dibilang cukup terwakili dalam dua kata, yakni adil dan ihsan. Ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala:
4.
5.
6.
7. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [Qs. an-Nahl/16: 90]. 2. Secara umum, tolok ukur mengerjakan sesuatu yang bermanfaat dan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat itu diperiksa dengan ditimbang melalui nilai-nilai syariat Islam; 3. Berusaha meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat, yang tidak ada kaitannya dengan berbagai urusan dan kepentingan kita. Namun ini bukan 32
Tuntunan ISLAM
8. 9.
sebentuk perilaku apatis atau cuek kepada lingkungan; Berusaha mencari berbagai kebaikan dalam keislamannya dan meninggalkan segala apa yang tidak bermanfaat baginya. Bila kita disibukkan dengan urusan yang tidak penting dan tidak bermanfaat, akan membuat kita menghamburkan energi tanpa guna; Berusaha memanfaatkan waktu dengan segala yang dapat mendatangkan manfaat di dunia dan akhirat. Sebaliknya, berusaha menjauhi perkara-perkara yang rendah dan tidak bermanfaat. Berusaha terus melatih jiwa dan membersihkannya, yaitu dengan menjauhkannya dari berbagai kekurangan, kehinaan, dan syubhat yang mengotori jiwa; Berusaha keras untuk tidak mencampuri urusan orang lain yang merupakan perbuatan sia-sia dan sebagai tanda lemahnya keimanan, serta dapat menimbulkan perpecahan dan pemusuhan antara manusia. Namun sekali lagi hal ini bukanlah sikap apatis, yang harus dibedakan dari pengertian amar makruf nahyi munkar yang juga harus menurut ketentuan syariat; Berusaha menjaga hati dan lisan yang terus berdzikir kepada Allah Ta’ala; Menjaga diri untuk berfikir sebelum berkata dan berbuat, apakah perkataan dan perbuatan itu bermanfaat ataukah tidak, bermanfaat tidak untuk diri, keluargadan untuk Islam dan kaum muslimin menurut tolok ukur syari’at.
Tabel Manfaat dan Mendesak Beberapa contoh di atas juga dapat ditimbang dengan cara dikaitkan dengan skala waktu tertentu, misalnya, jangka pendek (mendesak) atau jangka panjang (kelak di belakang hari). Diagram di samping ini kiranya dapat menjelaskan. Pertama-tama semua halihwal perbuatan kita itu bisa diukur dan dikategorikan ke dalam kelompok perbuatan yang bermanfaat, yang mudharat atau yang sia-sia alias tidak termasuk bermanfaat dan tidak pula mudharat. Kalau dibuat skala, maka di satu kutub perbuatan tersebut tergolong bermanfaat, di tengah-tengahnya sia-sia (tidak bermanfaat dan tidak mudharat), dan di kutub ekstrim lainnya terletak perbuatan yang merugikan alias mudharat. Lalu, dari semua hal itu juga bisa diperiksa apakah akibatnya cepat (mendesak) atau dalam waktu dekat, ataukah lambat dalam jangka panjang. Dengan demikian kita lalu memperoleh 6 (enam) irisan bidang seperti gambar. Yang bermanfaat itu bisa jadi berlangsung dalam jangka pendek/dekat atau baru berwujud kelak jauh hari. Membaca buku keilmuan itu bisa jadi bermanfaat untuk memberi pengajian esok, tetapi bisa jadi untuk mengasah kecerdesan dan intelektualitas kita. Jadi dalam gambar di atas, kita harus fokus pada irisan I dan II. Kita harus berusaha keras menghindari yang sia-sia (irisan III dan VI), apalagi yang mudharat
atau merugikan (irisan IIII dan V). Yang sia-sia dalam jangka pendek itu masih agak mending, dibandingkan kesia-siaan itu berlangsung dalam jangka panjang. Sampai di sini harus diingat lagi hadits ightanim yang mashur itu:
Ingatlahkepada lima perkara sebelum datang yang lima: sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, lapang sebelum sempit, kaya sebelum miskin dan hidup sebelum mati. (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak. Hadits ini dinyatakan sahih oleh ulama hadits masakini Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shaghir.) Itu semua dilakukan dalam rangka kita ber-ihsan dalam hidup kita yang sepenuhnya harus kita pertanggung-jawabkan ke hadapan Allah kelak. Wallahu a’lam. Narsumber utama artikel ini: Farid B. Siswantoro Edisi 19/2015
33
Tuntunan Ibadah
Berbagai Pertanyaan Seputar
PUASA DAN ZAKAT
Tuntunan tentang Puasa telah dimuat dalam berkala Tuntunan ISLAM edisi 1/2011 dan edisi 12/2013. Sedangkan tuntunan tentang Zakat Fitri telah dimuat dalam edisi 13/2013. Kali ini dimuat tentang beberapa hal yang menjadi pertanyaan seputar puasa dan beberapa hal tentang zakat.
Hadis berikut juga menyebutkan tentang ketentuan niat:
NIAT PUASA Kapan seseorang berniat puasa, dan bagaimana caranya? Niat dalam ibadah adalah perbuatan hati, berupa kehendak yang kuat, untuk mengerjakan sesuatu secara ikhlas, dengan mengharap ridha Allah, untuk memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT. Perintah niat dalam ibadah dapat dilihat dalam Qs. al-Bayyinah ayat 5:
Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlas menjalankan agama secara lurus…(Qs. al-Bayyinah/98: 5) 34
Tuntunan ISLAM
Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh Umar bin Al Khathab Radhiallahu Ta’ala ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya tidak ada amal perbuatan yang dilakukan tanpa niat. Dan seseorang tidak akan memperoleh sesuatu kecuali dengan niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang hijrah karena (niat) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan memperoleh balasan sebagaimana niatnya yang ditujukan) untuk Allah dan Rasulnya, dan barangsiapa melakukan hijrah karena (niat) untuk (ke-
pentingan) dunia yang ingin diperolehnya atau karena (menginginkan) seseorang yang ingin dikawini, maka (balasan) hijrahnya akan sesuai dengan apa niatnya hijrah tersebut.” (HR Bukhari-Muslim)
Dari Hafshah Ummul Mu’minin r.a. (diriwayatkan bahwa) Nabi SAW. bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka ia (dianggap) tidak berpuasa [Ditakhrijkan oleh al-Khamsah, lihat ashShan‘aniy, II, 153]. Berdasarkan hadis tersebut, niat pua\sa harus dinyatakan pada malam hari sebelum fajar (imsyak) jika besoknya akan melakukan puasa wajib. Mengenai cara melakukan niat, oleh karena niat adalah perbuatan hati, maka niat puasa cukup dinyatakan dalam hati.
JUNUB SETELAH NIAT PUASA Seseorang telah berniat untuk puasa ramadhan pada malam harinya sebelum fajar (imsyak). Setelah itu ia melakukan hubungan suami isteri. Ketika shubuh tiba, ia belum mandi junub, jika demikian, apakah puasanya nanti tetap sah? Tentang masalah masih junub ketika shubuh sudah tiba, bagi orang yang akan berpuasa ramadhan, dapat dijelaskan berdasarkan hadis dari Aisyah berikut:
Rasulullah SAW sungguh pernah memasuki waktu fajar pada bulan Ramadhan sementara beliau dalam keadaan junub bukan karena mimpi, maka beliau kemudian mandi dan berpuasa (HR Muslim, dari Aisyah). Dari Abu Bakr bin Abdurrahman, dia berkata:
Dahulu aku pergi bersama-sama bersama ayahku kepada ‘Aisyah r.a. untuk menanyakan suatu perkara. Beliau menjawab, “Aku bersaksi atas nama Rasulullah SAW. Sungguh beliau pernah memasuki waktu pagi dalam keadaan junub karena berhubungan -dengan istri di malamnya- dan bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa.” Kemudian kami juga bertanya kepada Ummu Salamah, dan ternyata beliau juga memberikan jawaban yang serupa (HR. Bukhari dalam Kitab as-Shiyam)
CIUMAN SUAMI-ISTERI SAAT BERPUASA Apakah mencium isteri atau sebalik pada saat menjalani puasa dapat membatalkan puasanya? Edisi 19/2015
35
Seseorang yang mencium isterinya atau suaminya pada saat menjalani puasa tidak membatalkan puasanya. Hal ini berdasarkan hadis berikut:
“Dahulu Nabi SAW pernah mencium dan mencumbui istrinya, padahal ketika itu beliau sedang berpuasa. Namun beliau adalah lelaki yang paling bisa mengendalikan hawa nafsunya daripada kalian.” (HR. Bukhari dalam Kitab as-Shiyam) Dari ‘Aisyah r.a., beliau berkata,
“Sesungguhnya Rasulullah SAW dulu pernah mencium sebagian istrinya dalam keadaan beliau sedang berpuasa.” Kemudian ‘Aisyah tertawa (HR. Bukhari dalam Kitab as-Shiyam)
QADHA (MEMBAYAR) PUASA BAGI YANG SAKIT, WANITA HAID, HAMIL DAN MENYUSUI Bagaimana mengganti Puasa bagi orang yang sakit sehingga tidak bisa berpuasa Ramadhan? Kemudian bagi seseorang wanita yang haid di bulan Ramadhan, wanita yang hamil dan menyusui, bagaimana cara mengganti puasanya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita simak surat al-Baqarah (2) ayat 184: 36
Tuntunan ISLAM
“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [Qs. al-Baqarah/2: 184] Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ada beberapa golongan yang mendapat keringanan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadhan, tetapi wajib bagi mereka untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, yaitu: Pertama, orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian, boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tetapi orang tersebut wajib mengganti (qadla) puasanya pada hari lain di luar bulan Ramadhan. Perempuan yang sedang haid bahkan tidak boleh berpuasa Ramadhan, tapi wajib mengganti puasa (qadla) di luar bulan Ramadhan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Aisyah r.a.:
“Diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia berkata: Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat.” [HR. Muslim] Kedua, orang tua yang merasa berat (tidak mampu) untuk berpuasa Ramadhan, ia wajib mengganti dengan membayar fidyah, tidak perlu mengganti dengan puasa (qadla), berdasarkan hadis:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: Telah diringankan bagi orang yang sudah tua untuk berbuka puasa (di bulan Ramadhan) dan memberi makan (fidyah) kepada orang miskin setiap hari (sesuai dengan hari yang ia tidak puasa) dan tidak wajib mengganti dengan puasa (qadla).” [HR. al-Hakim, hadis ini shahih menurut syarat al-Bukhari] Perempuan yang hamil dan perempuan yang sedang menyusui, boleh tidak berpuasa dan wajib mengganti dengan membayar fidyah, berdasarkan hadis:
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang hamil dan menyusui.” [HR. an-Nasa’i]
“Engkau termasuk orang yang berat berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah dan tidak usah mengganti puasa (qadla).” [HR. al-Bazar dan dishahihkan ad-Daruquthni] Bagi orang yang batalnya puasa karena sakit, maka wajib baginya mengganti puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Caranya adalah mengganti dengan puasa (qadla) di hari lain di luar bulan Ramadhan. Hal ini karena fidyah hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang dalam kategori “yutiqunahu” atau orang yang berat untuk berpuasa. Sedangkan waktu untuk membayar puasa adalah pada hari-hari lain di luar bulan Ramadhan, dan berdasarkan keumuman ayat tersebut tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa (qadla). Namun demikian, baik sekali jika mengganti puasa dilaksanakan sebelum Ramadhan berikutnya. Supaya hutang puasa segera terlunasi dan tidak menjadi beban. Tetapi, jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuat terhalang, maka tetap harus diganti setelah Ramadhan berikutnya.
Edisi 19/2015
37
CARA MELAKUKAN I’TIKAF RAMADHAN Bagaimana tuntunan i’tikaf yang benar menurut Nabi? I’tikaf menurut bahasa artinya berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Secara istilah, pengertian i’tikaf ada perbedaan dikalangan para ulama. Ulamaulama Hanafi berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk melakukan shalat berjama’ah. Menurut asy-Syafi’iyyah (ulama-ulama Syafi’i), i’tikaf artinya adalah berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalanamalan tertentu, dengan niat karena Allah. Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, i’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo atau waktu tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadahibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha Allah. I’tikaf disyariatkan berdasarkan dalildalil berikut:
“ ...maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah 38
Tuntunan ISLAM
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [Qs. al-Baqarah/2:187]
“Bahwa Nabi SAW melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim, riwayat Aisyah] I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan. Memang ada perbedaan di kalangan para ulama tentang waktu pelaksanaannya, alHanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya. Menurut al-Malikiyah, i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari. Memperhatikan pendapat di atas, maka i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu tertentu, misalnya dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam). Tentang tempat untuk melaksanakan i’tikaf, di dalam Qs al-Baqarah ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di
masjid. Namun demikian, sebagian ulama (dari kalangan al-Hanafiyah) berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Pendapat lain (dari ulama-ulama Hambali) mengatakan bahwa i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan salat jama’ah. Maka, dapat disimpulkan bahwa masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami, yakni masjid yang biasa digunakan untuk salat Jum’at, dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid biasa. Untuk sahnya i’tikaf diperlukan beberapa syarat, yaitu; Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama Islam, sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan, berniat melaksanakan i’tikaf, dan orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya, orang yang tidak berpuasa boleh melakukan i’tikaf. Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid, tidak keluar dari masjid. Namun demikian, bagi mu’takif (orang yang beri’tikaf) boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu; a). Karena alasan syar’i (’udzrin syar’iyyin), seperti melaksanakan salat Jum’at; b). Karena keperluan hajat manusia (hajah thabi’iyyah) seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya; c). Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan lainnya.
Adapun amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama i’tikaf, antara lain adalah: a). Melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan lain-lain; b). Tadarus, membaca, memahami al-Qur’an; c). Berdzikir dan berdo’a; d). Membaca buku-buku agama. Wallahu a’lam bish shawab.
NISAB DAN CARA PEMBAYARAN ZAKAT Berapa nisab zakat hasil tanaman dan hewan ternak? Menjawab pertanyaan ini ada baiknya dijelaskan tentang kewajiban membayar zakat. Al-Qur’an memberikan petunjuk mengenai kewajiban zakat atas beberapa jenis harta milik yang wajib dizakati.
Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong menjalankan agama karena-Nya, (supaya) mereka menegakkan shalat dan membayarkan zakat; dan itulah agama yang benar. (Qs. al-Bayyinah/98: 5)
Sesungguhnya beruntunglah orangorang yang beriman, (yaitu) orangorang yang khusyu’ dalam shalatnya, Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, Dan orang-orang Edisi 19/2015
39
yang menunaikan zakat, (Qs. alMu’minuun/23: 1-4)
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah daripada barangbarang yang baik yang aku tumbuhkan, dan janganlah kamu sengaja memberikan barang yang jelek, padahal kamu sendiri tidak suka menerimanya kecuali dengan menutup mata. Dan ketahuilah bahwa Allah itu Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Qs. alBaqarah: 267) Dari surat al-Baqarah ayat 267 ini dapat dipahami tentang kewajiban zakat atas hasil tanaman dan kualitas hasil tanaman yang akan digunakan untuk membakar zakatnya. Adapun mengenai nisab harta yang wajib dizakati, dijelaskan melalui ayat dan hadis berikut:
Dan Dialah yang menjadikan kebunkebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanamtanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak 40
Tuntunan ISLAM
sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) jika berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Qs. alAn’am/6: 141)
Dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah dikenakan zakat atas biji-bijian dan kurma, sehingga sampai 5 wasaq….”. (HR Muslim, kualitas shahih)
Dari Abdullah Ibn Umar bahwa Nabi saw bersabda, “Pada tanaman yang tersiram hujan dari langit dan dari mata air atau yang digenangi air selokan, dikenakan zakatnya sepersepuluhnya, sedang bagi tanaman yang disiram dengan sarana pengairan seperduapuluhnya”. (HR Bukhari, kualitas shahih) Memperhatikan dalil-dalil di atas, maka zakat hasil tanaman wajib dibayarkan apabila telah sampai nisab, yaitu 5 wasaq (setara 7,5 kwintal). Adapun zakatnya adalah sebesar sepersepuluhnya (10%), kecuali tanaman yang
diairi dengan sarana pengairan (yang mengeluarkan biaya), maka zakatnya dikenakan seperduapuluhnya (5%). Adapun zakat atas hewan ternak, yakni unta, kambing, atau sapi, jumlahnya sampai pada nisabnya, yaitu 5 ekor unta, 40 ekor kambing, atau 30 ekor sapi, dan telah telah menjadi hak milik selama setahun. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:
Nabi SAW bersabda, “Ada tiga perkara, siapa yang melakukannya tentulah mengenyam rasa iman, yaitu: Orang yang hanya beribadah kepada Allah yang memang tiada Tuhan melainkan Allah; Orang yang memberikan zakat harta bendanya dengan ikhlas serta berusaha memberikannya pada tiap tahun; dan orang yang tidak memberikan hewan yang sangat tua, korengan, berpenyakit atau tidak mengeluarkan susu, akan tetapi dalam mengeluarkan zakatnya itu memberikan yang cukupan dari kekayaanmu; karena sesungguhnya Allah tidaklah meminta yang terbaik daripadanya dan tidak menyuruh yang terburuk”. (HR Abu Dawud, menurut al-Syaukaniy,
hadis ini memiliki sanad yang baik sehingga bisa dipakai untuk hujjah). Mengenai ketentuan zakat hewan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Zakat Unta, apabila memiliki unta sebanyak: • 5-24 ekor: tiap 5 ekor zakatnya seekor kambing; • 2 5 - 3 5 ekor: zakatnya seekor unta betina umur 2 tahun; • 36-45 ekor: zakatnya seekor unta betina umur 3 tahun; • 46-60 ekor: zakatnya seekor unta betina umur 4 tahun; • 61-75 ekor: zakatnya seekor unta betina umur 5 tahun; • 76-90 ekor: zakatnya 2 ekor unta betina umur 3 tahun; • 90-120 ekor: zakatnya 2 ekor unta betina umur 4 tahun; • lebih 120 ekor: tiap 40 ekor zakatnya seekor unta betina umur 3 tahun, dan tiap 50 ekor zakanya seekor unta betina umur 4 tahun 2. Zakat Kambing, apabila memiliki kambing sebanyak: • 40-120 ekor: zakatnya seekor kambing; • 121-200 ekor: zakatnya 2 ekor kambing; • 201-300 ekor: zakatnya 3 ekor kambing; • Lebih 300 ekor: tiap 100 ekor zakatnya seekor kambing. 3. Zakat Sapi, apabila memiliki sapi sebanyak: • Tiap 30 ekor: zakatnya seekor sapi (jantan atau betina) umur 1 tahun; • Tiap 40 ekor: zakatnya seekor anak sapi umur 2 tahun. Ketentuan zakat hewan ternak ini berdasar pada hadis dari Anas, berikut:
Edisi 19/2015
41
Samamah ibn Abdullah ibn Anas meriwayatkan, bahwa Anas bercerita kepadanya, bahwa Abu Bakar pernah mengirim surat ketika ia diutus ke negeri Bahrain, sebagai berikut: “Bismillahirrahmanirrahim. Inilah kewajiban sedekah (zakat) yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW kepada semua orang Islam dan yang telah diperintahkan oleh Allah kepada UtusanNya. Barangsiapa diantara orang Islam yang diminta sebagaimana mestinya, wajiblah ia memberikannya dan siapa yang diminta lebih dari itu, janganlah ia memberikannya. Pada 24 ekor unta atau kurang dari itu, dikenakan zakat seekor kambing. Jika unta itu genap 25 sampai 35 ekor, maka dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 2 tahun. Jika jumlahnya 36 sampai 45 ekor, maka dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 3 tahun. Jika jumlahnya 46 sampai 60 ekor unta, dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 4 tahun yang telah sampai masanya dikawinkan. Jika jumlahnya 61 sampai 75 ekor, dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 5 tahun. Jika jumlahnya 76 sampai 90 ekor, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun. Jika jumlahnya 91 sampai 120 ekor, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 4 tahun yang telah sampai masanya dikawinkan. Dan jika lebih dari 120 ekor, maka tiap 40 ekor, dikenakan zakat seekor anak unta betina umur 4 tahun. Dan siapa yang hanya mempunyai unta 4 ekor maka tidaklah 42
Tuntunan ISLAM
dikenakan zakat, kecuali atas kerelaan pemiliknya sendiri. Dan jika ia mempunyai 5 ekor, maka dikenakan zakat seekor kambing. Tentang kambing gembala, jika ada 40 sampai 120 ekor, dikenakan zakat seekor kambing. Jika ada 120 sampai 200, dikenakan zakat 2 ekor kambing. Jika lebih 200 sampai 300, dikenakan zakat 3 ekor kambing. Jika lebih dari 300, maka tiap-tiap 100 dikenakan zakat seekor kambing. Jika kambing itu kurang dari 40 meskipun seekor, tidaklah dikenakan zakat, kecuali dari kehendak yang punya sendiri”. (HR Bukhari, shahih) Selain hadis panjang di atas, hadis dari Muadz bin Jabal juga menjadi dasar bagi zakat atas hewan.
Muadz bin Jabal ketika ia diutus oleh Nabi SAW ke negeri Yaman, ia disuruh memungut dari tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur 1 tahun (jantan atau betina), dan tiap-tiap 40 ekor, seekor anak sapi yang berumur 2 tahun. (HR Turmudzi)
PEMBAYARAN ZAKAT EMAS SETIAP TAHUN Bagaimana mengeluarkan zakat harta emas, berapa nishab wajib zakatnya? Jika tahun sebelumnya sudah pernah dikeluarkan zakatnya,
apakah tahun berikutnya tetap wajib dikeluarkan zakatnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perhatikan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ali r.a.
Dari Ali r.a. bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidak ada kewajiban bagimu, sehingga mencapai (harta itu) 20 dinar dan mencapai waktu satu tahun, maka zakatnya setengah dinar. Adapun selebihnya sesuai dengan perhitungan itu (dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen)”. Dan suatu harta tidak wajib dizakati, kecuali telah mencapai satu tahun. (HR. Abu Dawud). Kewajiban zakat atas emas adalah kewajiban atas harta milik yang telah mencapai nisab selama satu tahun. Dengan demikian, jika pada setiap akhir tahun harta emas yang dimiliki seseorang mencapai batas minimum zakat (nishab), maka emas tersebut wajib dizakati, tanpa memperhitungkan apakah tahun yang lalu emas tersebut telah dizakati. Maksud ketentuan ini sejalan dengan hadis Nabi SAW riwayat Turmudzi yang menyatakan bahwa Nabi berpesan kepaEdisi 19/2015
43
da para wali anak yatim, agar mereka mengembangkan harta warisan anak tersebut dengan maksud agar tidak habis diambil zakatnya setiap tahun. Keterangan: 1 dinar = 4,25 gram emas murni, jadi 20 dinar sama dengan 85 gram emas murni.
ZAKAT UANG DAN GAJI Bagi seorang pegawai, baik negeri atau swasta, yang memperoleh gaji setiap bulan, atau batas waktu tertentu, apakah gaji tersebut wajib dikeluarkan zakatnya? Untuk menetapkan nisab zakat uang atau gaji dapat dilakukan dengan memahami makna hadis mengenai zakat emas. Harta berupa uang atau gaji adalah merupakan kekayaan yang dapat disetarakan dengan emas. Dengan demikian maka zakat uang dan gaji, nisabnya dihitung setara dengan emas yaitu 85 gram emas murni dibayarkan setiap tahun. Jika pada akhir tahun gaji tersebut setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya ternyata mempunyai sisa lebih yang mencapai batas minimum (nisab) setara dengan harga 85 gram emas, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Dengan demikian maka nisab gaji setara dengan emas murni 85 gram dan diperhitungkan pada akhir tahun, bukan setiap menerima gaji tersebut pada setiap bulan atau mingguan.
ZAKAT HASIL USAHA PERDAGANGAN Bagaimana cara menghitung zakat harta dari hasil perdagangan? Apakah 44
Tuntunan ISLAM
diperhitungkan dari modal usaha atau dari keuntungan yang diperoleh? Sebagaimana zakat emas dan gaji, zakat perdagangan identik dengan ketentuan mengenai zakat harta kekayaan yaitu emas. Adapun cara menghitung nisab dan saat pembayaran harta perdagangan dengan jalan menghitungnya setiap akhir tahun pembukuan. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan diperhitungkan dari jumlah akumulasi antara modal dalam bentuk uang, keuntungan dan simpanan dan piutang yang mungkin terbayar pada akhir tutup buku di atas, diluar nilai alatalat yang dipergunakan untuk usaha perdagangan yang memang tidak dikenai ketentuan wajib zakat. Selanjutnya, mengenai kemungkinan rugi dalam usaha perdagangan, jika jumlah akumulasi berbagai hal di atas masih berada dalam batas minimum atau nisab wajib zakat, maka tetap harus dikeluarkan zakatnya. Mengenai alat-alat produksi seperti toko, rumah sewaan, mobil-mobil niaga, pabrik dan alat produksi lainnya, beberapa pendapat mutakhir menyatakan wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun cara menghitung batas minimal nisab zakatnya, ada dua cara: Pertama, dengan memperhitungkan kesetaraannya dengan emas. Jika nilai jual alat produksi tersebut pada akhir tahun ditambah dengan hasil produksi pada akhir tahun setara dengan nilai 85 gram emas murni, maka harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Kedua, dengan menyamakannya dengan harta tanaman yang mengha-
silkan. Oleh karena itu, setiap kali menghasilkan, dikeluarkan zakatnya sebesar 10 persen, jika tanpa biaya pemeliharaan, atau sebesar 5 persen jika ada biaya pemeliharaan pada saat berproduksi, sebagaimana zakat hasil pertanian.
PEMANFAATAN ZAKAT Sesuai perkembangan masyarakat, sekarang sudah ada berbagai badan amil zakat. Dengan demikian, memungkinkan hasil pengumpulan zakat tersebut berhenti beberapa saat dalam kekuasaan amil sebelum dibagikan kepada yang berhak. Apakah dibenarkan jika hasil pengumpulan zakat tersebut dibudidayakan sehingga memperoleh keuntungan atau dipinjamkan kepada orang lain yang sesungguhnya tidak berhak menerima zakat? Al-Qur’an telah memberikan penjelasan mengenai siapa yang berhak menerima zakat, sebagaimana tercantum dalam surat at-Taubah ayat 60.
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. at-Taubah/9: 60) Dari makna ayat tersebut, jelas bahwa orang-orang yang meminjam uang sebagaimana biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat kita (dari hasil zakat) tidaklah termasuk salah satu jenis orang atau sesuatu yang berhak menerima zakat. Karena itu, jika ada orang atau lembaga masyarakat yang memerlukan pinjaman uang sebaiknya dicarikan dari sumber lain selain harta dari pengumpulan zakat. Berbeda halnya jika harta hasil zakat tersebut dibudidayakan sehingga jasanya dimaksudkan untuk memperbaiki nasib fakir miskin seperti pembelian alat-alat produksi (mesin jahit, alat-alat pertanian, dan sebagainya) yang dapat memberikan peluang kerja bagi mereka sehingga fakir miskin tersebut dapat meningkatkan pendapatan mereka. Cara pembudidayaan demikian kiranya dapat dibenarkan bahkan dalam jangka panjang justru lebih bermanfaat bagi fakir miskin tersebut. Sudah barang tentu karena harta zakat pada dasarnya adalah hak orang-orang yang tergolong berhak menerima, maka perlu terlebih dahulu dimintakan kesepakatan mereka jika harta tersebut akan dibudidayakan (dikembangkan seperti untuk modal dan sebagainya). Berbeda halnya dengan usaha meminjamkan kepada orang atau lembaga sosial, tidak terdapat ketentuan yang membenarkan tindakan tersebut. Wallahu a’lam bish-shawab. (Tim Redaksi) Edisi 19/2015
45
Tuntunan Muamalah
BISNIS VALUTA ASING (JUAL BELI MATA UANG)
Mukaddimah Jual beli mata uang (valuta asing) merupakan salah satu contoh praktek jual beli yang banyak diminati oleh masyarakat tertentu. Tak pelak persoalan inipun mengemuka dan banyak diperbincangkan orang, baik dari sisi prospek bisnisnya hingga persoalan legalitas hukumnya dalam agama Islam. Para ulama’ dan ahli ekonomi Islam juga banyak mengupas persoalan ini dari berbagai aspek dan sudut pandang mereka. Dalam fikih Islam, persoalan ini termasuk kategori “Fikih Mu’ashir” atau fikih kontemporer, sehingga perlu mendapatkan perhatian dan pencermatan yang lebih mendalam. 46
Tuntunan ISLAM
Dalam pembahasan fikih mu’amalah, sebenarnya persoalan ini sempat disinggung dalam edisi sebelumnya secara sepintas terkait dengan contoh-contoh jual beli yang diperbolehkan dan yang dilarang. Namun karena penjelasannya yang hanya sepintas, maka diperlukan penjelasan yang lebih mendetail untuk menghindari persepsi dan kesimpulan yang kurang tepat. Oleh sebab itu penulis mencoba membahas persoalan ini mulai dari pengertian, macam-macam dan tekhnik pelaksanaannya, sampai pendapat para ulama’ dari berbagai kalangan tentang persoalan ini, untuk mendapatkan penjelasan yang lebih utuh.
Pengertian Jual Beli Valuta Asing Perspektif Islam Jual beli mata uang dalam fiqih kontemporer disebut dengan “tijarah annaqd” atau “al-ittijaar bi al-‘umlat”, dan dalam kitab-kitab fikih sering disebut dengan “as-sharf” atau pertukaran uang (currency exchange/money changer/ foreign exchange). Pada asalnya, assharf adalah pertukaran harta dengan harta yang berupa emas atau perak, baik dengan sesama jenis maupun dengan berbeda jenis, serta baik dengan kuantitas yang sama, maupun berbeda. Karena mata uang sekarang dianggap sama dengan emas dan perak, lalu para ulama menganalogikannya (mengqiyaskan) dengan as-Sharf, yaitu; pertukaran uang dengan uang. (Abdurrahman al-Maliki; As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, hal. 114 & 125; Ali As-Salus; Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 432). Dalam kamus al-Munjid fil-Lughah disebutkan bahwa as-sharf secara harfiyah berarti penambahan, penukaran, penghindaran, atau menjual uang dengan uang lainnya. Dengan demikian as-sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Hanya saja menurut mereka, emas dan perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya misalnya Rupiah dengan Rupiah atau US Dolar dengan Dolar kecuali sama jumlahnya. Secara historis, perdagangan mata uang atau dalam istilah ekonomi disebut dengan istilah valas (valuta asing) ataupun trading forex, mulai berkembang pada
era 1970-an dan diyakini sebagian bisnis yang menguntungkan. Karena secara global, jika antar negara terjadi perdagangan internasional terlebih lagi dalam menghadapi masyarakat ekonomi regional seperti MEA (Masyarakat Ekonomi Asia), pasti negara tersebut membutuhkan uang negara lain (valuta asing) sebagai alat tukar (membayar) luar negeri (devisa), yang nilai atau kursnya berbeda antara suatu negara dengan negara lainnya dan bersifat pluktuatif (berubah-ubah) sesuai dengan kekuatan ekonomi negara masing-masing. Jika suatu negara melakukan perdagangan internasional (dengan negara lain), maka masing-masing dari negara membutuhkan alat tukar asing (valuta asing) dalam transaksi perdagangan mereka, atau yang lebih populer disebut devisa. Dalam dunia perdagangan (internasional) tentu akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Setiap negara memiliki kewenangan untuk menentukan nilai atau kurs (perbandingan nilai uang suatu negara terhadap uang asing) mata uang masing-masing. Maka apabila perusahaan di Indonesia mengekspor barangnya ke negara lain, pertukaran mata uang asing menjadi sangat diperlukan. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh, guna memenuhi kebutuhan transaksi antara eksportir Indonesia dan importir negara lain. Bila perusahaan Indonesia menjual dalam bentuk rupiah, maka importir negara lain harus menjual mata uang mereka dengan rupiah. Begitu pula sebaliknya, bila perusahaan Indonesia dibayar dengan mata Edisi 19/2015
47
uang negara lain, maka perusahaan Indonesia harus menukar rupiah dengan uang negara mitra bisnisnya. Nilai mata uang suatu negara bersifat fluktuatif (bisa berubah-ubah), tergantung pada situasi ekonomi negara masing-masing, sehingga masing-masing negara harus menyesuaikan dengan kurs mata uang yang berlaku. Hukum Jual Beli Uang (Valuta Asing) Untuk menghindari penyimpangan dari ketentuan hukum syari’ah, maka transaksi atau bisnis valuta asing (valas) harus dikembalikan kepada “Asas dan Etika Bisnis” yang telah diulas pada pembahasan-pembahasan sebelumnya. Perlu disebutkan antara lain; terbebas dari unsur riba, az-Zhulm (kezaliman), atTabzir (kemubaziran), maysir (perjudian), Ikhtikar (penimbunan), gharar (ketidakjelasan, manipulasi dan penipuan) dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jual beli maupun bisnis valuta asing harus dilakukan sesuai dengan koridor (hukum/aturan) agama. Begitu pula halnya dengan niat atau motif pertukaran, tidak boleh untuk spekulasi yang dapat menjurus kepada perjudian (maysir) melainkan untuk membiayai transaksi-transaksi yang dilakukan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah guna memenuhi kebutuhan konsumsi, investasi, ekspor-impor atau komersial baik barang maupun jasa (transaction motive). Menurut para ahli ekonomi, jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang mencakup beberapa hal sebagai berikut: pembelian 48
Tuntunan ISLAM
mata uang, pertukaran mata uang, pembelian barang dengan uang tertentu, penjualan barang dengan mata uang, penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu, atau penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu. Masing-masing dari kegiatan tersebut dapat diklasifikasi menjadi dua macam kegiatan, yaitu jual beli dan pertukaran. Sehingga untuk masing-masing kegiatan tersebut dapat diberlakukan hukum jual beli dan pertukaran. Dalam tinjauan hukum (fikih) Islam, proses transaksi dalam bursa valuta asing merupakan kegiatan muamalat, yang hukum asalnya adalah mubah. Dalam kaidah fiqhiyah disebutkan:
“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’ammalah) itu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.” Praktik jual beli valuta asing dalam fikih Islam pada dasarnya diperbolehkan karena termasuk kegiatan mu’amalah yang hukum dasarnya adalah mubah (boleh) sebagaimana kaidah hukum di atas. Oleh sebagian ulama’, praktek jual beli valuta asing ini juga diqiyaskan (dianalogikan) dengan perdagangan/jual beli (albuyu’). Namun yang tidak diperbolehkan adalah memonopoli saham (ihtikar) valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu waktu orang yang memonopoli dapat mempermainkan harga di bursa efek
atau jual beli valuta asing, yang pada akhirnya bisa menimbulkan mafsadah (kerusakan) harga pasar, kezaliman, perjudian (maisir) dan sebagainya. Memperhatikan aspek larangan (etika) bisnis dalam konteks perdagangan valuta asing menjadi sangat penting karena uang merupakan salah satu persoalan yang masuk dalam kategori benda ribawi karena diqiyaskan dengan emas dan perak sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi SAW. Dalam hadis itu disebutkan tentang barang-barang yang termasuk komoditas ribawi, yaitu; emas, perak, gandum, kurma dan garam. Pada umumnya, para ulama’ seperti Imam Abu hanifah, Hambali, Maliki, Syafi’i dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa alasan (‘illah) digolongkannya barang-barang tersebut sebagai komoditas ribawi, karena beberapa hal; karena gandum, kurma dan garam termasuk barang yang ditimbang dan sebagai makanan pokok yang dapat disimpan, sedangkan emas dan perak berfungsi sebagai alat tukar. Oleh sebab itu makanan pokok seperti beras dan alat tukar berupa uang logam dan kertas dapat diqiyaskan ke dalam komoditas ribawi tersebut. Sedangkan benda atau barang-barang lain yang tidak tergolong sebagai alat tukar (uang) maupun makanan pokok tidak dapat dikategorikan sebagai komoditas ribawi. Misalnya; menukar satu buku dengan dua buku, dua kursi dengan tiga kursi, satu almari dengan dua almari, atau satu mobiil ditukar dengan dua mobil tidak termasuk riba. Namun dikatakan riba ketika ada tambahan dan terjadi
pada barang yang diharamkan adanya sesuatu tambahan. Sebab dalam Islam riba merupakan sesuatu yang sangat diharamkan baik oleh Allah SWTmaupun Rasulullah SAW.;
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.al-Baqarah: 275) Ditegaskan juga dalam hadis Nabi;
“Dari Jabir (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi riba, yang menuliskannya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: Mereka itu sama”. (HR.Muslim)
Edisi 19/2015
49
“Dari Abi Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: Jauhilah olehmu sekalian tujuh hal yang membinasakan; (para sahabat bertanya): Wahai Rasulullah, apakah tujuh hal yang membinasakan itu? Rasulullah SAW bersabda: menyekutukan Allah, sihir, membunuh nyawa (seseorang) yang diharamkan kecuali karena kebenaran, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh wanita terhormat lagi beriman melakukan zina.” (HR. Bukhari-Muslim) Valuta Asing dan Spekulasi Terkait aspek larangan perjudian (maisir) dalam jual beli valas dapat terjadi apabila motifnya untuk spekulasi, seperti banyak terjadi saat ini. Begitu pula dengan aspek kezaliman dan manipulasi dengan bertindak curang, rekayasa serta menyerobot sesuatu yang sedang ditawar oleh orang lain. Ringkasnya, sekalipun hal ini termasuk persoalan mu’amalah yang hukum asalnya mubah, tidak berarti boleh menerjang norma dan hukum agama yang termasuk dalam “Asas dan Etika Bisnis Islam”. Jadi, hukum asal jual beli mata uang adalah boleh (mubah) selama memenuhi ketentuannya, sebagaimana hadis Nabi berikut:
“Emas dijual dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, 50
Tuntunan ISLAM
sya’ir (salah satu jenis gandum) dengan sya’ir, korma dengan korma, dan garam dijual dengan garam, (takaran/ timbangannya) harus sama dan kontan. Barangsiapa menambahi atau meminta tambahan maka ia telah berbuat riba, pemberi dan penerima dalam hal ini sama.” (HR. Muslim)
“Emas (hendaklah dibayar) dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, sama dan sejenis haruslah dari tangan ke tangan (cash). Maka apabila berbeda jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan syarat kontan.” (HR Muslim)
“Janganlah engkau menjual emas ditukar emas melainkan sama dengan sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Janganlah engkau menjual perak ditukar perak melainkan sama dengan
sama, dan janganlah engkau melebihkan salah satunya dibanding lainnya. Dan janganlah engkau menjual salah satunya diserahkan secara kontan ditukar dengan lainnya yang tidak diserahkan secara kontan.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hadis di atas walaupun menjelaskan pertukaran emas dan perak, namun menurut para ulama’ hukumnya berlaku pula untuk mata uang saat ini, karena sifat yang ada pada emas dan perak saat itu, yaitu sebagai mata uang (an-nuqud). Hadis tersebut juga menjelaskan bahwa dalam jual beli emas, perak dan yang serupa dengannya, yaitu mata uang yang ada pada zaman kita sekarang ini. Pembayaran harus dilakukan dengan cara kontan alias tunai dan lunas tanpa ada yang terhutang sedikitpun, sebagaimana yang disepakati oleh para fukaha’. Hukum jual beli mata uang mubah selama memenuhi syarat-syaratnya. Jika yang dijualbelikan sejenis (misal rupiah dengan rupiah, atau dolar AS dengan dolar AS), syaratnya dua. Pertama, harus ada kesamaan kuantitas, yakni harus sama nilainya. Kedua, harus ada serah terima secara kontan (taqabudh) di majelis akad. Adapun jika yang dijualbelikan tak sejenis (misal rupiah dengan dolar AS), maka syaratnya cukup dilakukan secara kontan. (AbulA’la al-Maududi, Ar-Riba, hal. 114; Sa’id bin Ali al-Qahthani, ArRiba Adhraruhu wa Atsaruhu, hal. 23). Prof. Masjfuk Zuhdi dalam bukunya “Masail Fiqiyah, Kapita Selecta Hukum Islam”, menyatakan; bahwa foreign exchange (perdagangan valas)
diperbolehkan dalam hukum Islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antarnegara secara internasional. Perdagangan (ekspor-impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu uang, yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai penawaran dan permintaan di antara negara-negara tersebut, sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antarnegara. Menurut MUI, transaksi jual beli valuta asing pada prinsipnya boleh, dengan ketentuan, yaitu: (1) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan), (2) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), (3) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh), dan (4) Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Ketentuan ini selaras dengan hadis;
Edisi 19/2015
51
Ibnu Syihab mengisahkan bahwa Malik bin Aus bin Al Hadatsan menceritakan bahwa pada suatu hari ia memerlukan untuk menukarkan uang seratus dinar (emas), maka Thalhah bin Ubaidillah pun memanggilku. Selanjutnya kamipun bernegoisasi dan akhirnya ia menyetujui untuk menukar uangku, dan iapun segera mengambil uangku dan dengan tangannya ia menimbang-nimbang uang dinarku. Selanjutnya Thalhah bin Ubaidillah berkata: Aku akan berikan uang tukarnya ketika bendaharaku telah datang dari daerah Al-Ghabah (satu tempat di luar Madinah sejauh + 30 KM), dan ucapannya itu didengar oleh sahabat Umar (bin Al Khatthab), maka iapun spontan berkata kepa-
52
Tuntunan ISLAM
daku: Janganlah engkau meninggalkannya (Thalhah bin Ubaidillah) hingga engkau benar-benar telah menerima pembayarannya. Karena Rasulullah saw telah bersabda: “Emas ditukar dengan emas adalah riba kecuali bila dilakukan secara ini dan ini (tunai), gandum ditukar dengan gandum adalah riba, kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini (tunai), sya’ir (gandum) ditukar dengan sya’ir adalah riba kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini (tunai), korma ditukar dengan korma adalah riba, kecuali bila dilakukan dengan ini dan ini (tunai).” [HR. al- Bukhari] (Bersambung) Narasumber utama artikel ini: Ruslan Fariadi AM
Sarah Hadits
MENGENAL NAMA-NAMA LAIN
NABI MUHAMMAD SAW
Telah bercerita kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir berkata, telah bercerita kepadaku Ma’an, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari bapaknya radliallahu ‘anhu berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Aku memiliki lima nama, Aku adalah (1). Muhammad, (2). Ahmad, (3). aku juga al- Mahiy (penghapus), maksudnya Allah menghapuskan kekafiran melalui perantaraanku, (4). Aku juga al-Hasyir (penghimpun), maksudnya manusia akan berhimpun di bawah kakiku dan aku juga (5) al- ‘Aqib, yang artinya tidak ada seorang nabi pun sepeninggalku (HR. al-Bukhari, hadis no. 3268. Lihat pula: Bukhari, 4517; Muslim, 4543&4343).
Y
ang umum diketahui, dan banyak disebut, Nabi Muhammad SAW sang penutup segala nabi dan rasul, sering dipanggil dengan nama atau sebutan Rasulullah, sebagaimana dituliskan di dalam hadis-hadis, juga nama panggilan Ahmad, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an (Qs. asdShaf/61: 6). Selain itu, beliau memiliki beberapa nama panggilan yang lain. Dalam syarah hadis ini, akan diuraikan
tentang nama-nama lain Nabi Muhammad SAW tersebut, yang didasarkan atas pengakuan beliau sendiri, maupun berdasarkan informasi dari kitab suci al-Quran. Ada sejumlah nama lain Nabi Muhammad atas dasar pengakuan beliau sendiri. Pengakuan beliau tersebut secara resmi terdokumentasikan dalam hadis di atas. Selain hadis tersebut di atas, di dalam dua hadis di bawah ini, Rasulullah juga mengaku tentang nama diri beliau. Edisi 19/2015
53
hadis ‘Uqail dia berkata; ‘Aku bertanya kepada az-Zuhri, “Apa artinya al-‘Aqib?” Dia menjawab; Yaitu yang tidak ada nabi setelahnya. Juga dalam hadis Ma’mar dan ‘Uqail (menggunakan lafal) ‘al-kafarah’ (kekafiran), sedangkan di dalam hadis Syu’aib (menggunakan lafal) alkufru.’ (HR Muslim)
Artinya: Dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari bapaknya, katanya, Rasulullah SAW bersabda: “Aku mempunyai beberapa nama: (1) Aku bernama Muhammad. (2) Aku bernama Ahmad. (3) Aku bernama al-Mahi (penumpas), yang artinya Allah menumpas kekufuran denganku. (4) Aku bernama alHasyir (pengumpul) yang artinya Allah mengumpulkan manusia mengikuti langkahku. (5) Aku bernama al- ‘Aqib (penutup), yang artinya tidak ada seorang Nabi pun sesudahku. Dan sesungguhnya, aku juga oleh Allah diberi nama Ra’uf (penyantun) dan Rahim (penyayang).” ... Dan dalam hadis Syu’aib dan Ma’mar disebutkan dengan lafal; Aku mendengar Rasulullah SAW. Di dalam 54
Tuntunan ISLAM
Artinya: Dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im dari Bapaknya berkata; saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Saya adalah Muhammad, Ahmad, al-Hasyir yang maksudnya orang-orang berkumpul di belakangku yaitu mereka yang menguikuti agamaku, al-Mahi yang maksudnya menghapus kekufuran, alKhatim yang maksudnya nabi penutup atau yang terakhir, dan al ‘Aqib yang maksudnya yang setelahnya tidak ada nabi lagi.” (HR. Ahmad) Selain ketiga hadis di atas, secara maknawi juga disebutkan dengan lafal yang kurang lebih sama, yaitu dalam hadis at-Turmudzi, nomor 2766, Ahmad: 16134, 16169, dan 16170; Malik nomor 1594, dan ad-Darimi nomor 2656.
Karena hadis-hadis tersebut satu dengan yang lain saling menguatkan, lebihlebih Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkannya yang secara umum adalah sahih periwayatan hadisnya, maka tidak ada keraguan sama sekali untuk menetapkan bahwa hadis tentang nama Rasulullah atas dasar pengakuan beliau sendiri adalah informasi autentik atau bahasa hadisnya ashhih almaqbûlah. Nama-nama Nabi Muhammad tersebut adalah: (1) Ahmad, (2) Muhammad, (3) al-Hasyir, (4) al-Mahiy al-Kufra, (5) al-’Aqib, (6) al-Khatim, (7) Rauf, (8) Rahim, (9) ‘Uqailul Kafarah, dan (10) Syu’aibul Kufra. Dari kesepuluh nama tersebut, dapat dikelompokkan kedalam kategori sebagai berikut: 1. Nama Ahmad dan Muhammad adalah identik karena secara esensial adalah sama maknanya sebagai yang terpuji. 2. Nama Rauf dan Rahim adalah identik karena secara esensial adalah sama maknanya sebagai pengasih dan penyayang, dibedakan dengan makna praktis Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, khusus milik Allah. 3. Al-‘Aqib dan al-Khatim adalah identik karena secara esensial sama-sama bermakna sebagai penutup nabi dan rasul, dalam arti tidak ada nabi dan rasul sesudah beliau. 4. Al-Mahiyal Kufra, Syu’aibul Kufra, dan ‘Uqailul Kafarah adalah identik karena ketiganya bermakna: Allah menghapus kekufuran seseorang setelah orang tersebut menyatakan diri
iman kepada beliau sebagai utusan Allah, dalam arti seakurat-akuratnya bahwa beliau adalah penutup utusan Allah. 5. Al-Hasyir, bahwa beliau memiliki nama dan tugas khusus kelak di hari akhir, manusia akan dibangkitkan dari kubur dan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Sebagian manusia digiring beliau untuk memperoleh syafaatnya. Di antara orang yang nantinya memperoleh syafaatnya adalah orang yang tidak menyekutukan (musyrik) Allah kepada mahluknya, sebagaimana terungkap dalam hadis berikut:
Artinya: Dari Abu Zar bahwa Nabi SAW bersabda: “Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang nabipun sebelumku. Aku diutus kepada manusia dan jin, dan dijadikan bagiku tanah sebagai masjid serta pensuci, dihalalkan rampasan perang yang tidak dihaEdisi 19/2015
55
lalkan bagi seorangpun sebelumku, dan aku diberi kemenangan dengan rasa takut musuh sejauh perjalanan satu bulan. Dikatakan kepadaku; mintalah maka engkau akan diberi. Kemudian aku menyimpan permohonanku sebagai syafa’at bagi umatku, dan syafa’at tersebut akan didapatkan insya Allah Ta’ala bagi orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun.” (HR. ad-Darimi). Berdasarkan pengakuan beliau mengenai nama diri, kelihatannya tidak ada hadis autentik lagi di luar yang 10 macam nama ini. Nama gelaran yang diberikan oleh komunitas beliau yang sezaman masa kehidupannya, yakni para sahabatnya, terutama dalam menyeru kepada, sebagaimana terungkap dalam hadis yang bergaya dialogis adalah “Rasulullah”. Sahabat menyerunya ‘ya Rasulullah’ dalam pernyataan sahabat, umpama “Allûhu wa rasulûhu a’lam”. Memang, kadangkadang beliau dipanggil dengan nama Abul Qasim (Ayahnya Qasim), sebagaimana terungkap dalam hadis al-Muwaththa’ yakni hadis yang paling akhir dalam kitab tersebut. Istri beliau sendiri, ‘Aisyah, dalam peristiwa kaifiyyah shalat malam beliau memanggilnya untuk bertanya juga dengan panggilan “ya Rasulullah”. Demikian bukti hadisnya (terjemahnya): Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sa’id bin Abu Sa’id Al-Maqbariy dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya bahwa dia 56
Tuntunan ISLAM
pernah bertanya kepada ‘Aisyah r.a. tentang cara shalat Rasulullah SAW di bulan Ramadhan. Maka ‘Aisyah RA menjawab: “Tidaklah Rasulullah melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka’at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka’at”. ‘Aisyah r.a. berkata; Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?” Beliau menjawab: “Wahai ‘Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur” (HR. Bukhari). Nama Nabi dari Fawâtihus-Shuwar Atas dasar pengakuan beliau tersebut, penulis bisa menyimpulkan bahwa beliau Nabi Muhammad SAW tidak merasa memiliki nama ‘Thaha’ dan ‘Yasin’ sebagaimana tertuang dalam nama surat dalam Alquran yang secara teknis disebut fawâtihus-shuwar (huruf-huruf pembuka surat). Dalam kitab-kitab hadis yang menjelaskan nama beliau selain yang 11 nama tersebut dan kualitas hadisnya shahih atau hasan, tidak ada sahabat beliau yang memanggil beliau di luar nama-nama tersebut. Sebagai bukti bahwa ‘Yasin’ dan ‘Thaha’ (yang diambil dari fawâtihusshuwar) bukan nama beliau, orangorang dekat beliau berkomentar tentang ‘fawâtihus-suwar sebagai berikut: 1. Ulama salaf, Asy-Sya’bi, mengatakan
bahwa fawûtihus-suwar sebagai rahasia Allah, tidak diketahui maknanya. Selanjutnya, Asy-Sya’bi mengutip komentar-komentar sahabat-sahabat Nabi sebagai berikut: a. Ali bin Abi Thalib:
Setiap kitab memiliki saripati dan saripati Alquran adalah hurufhuruf ejaannya. b. Abu Bakar:
Setiap kitab memiliki rahasia, dan rahasia di dalam al-Qur’an adalah permulaan-permulaan suratnya. 2. Ulama ahli hadis, dengan mendasarkan pendapat Khulafa’ ar-Rasyidun, mengatakan:
Huruf-huruf Alquran ini adalah ilmu yang tersebunyi dan rahasia yang hanya dapat diketahui oleh Allah semata (Subhi Shalih, alMabahis fi ‘Ulûm al-Qur’ân, 237). Kita bisa memahami dengan akurat bahwa makna ‘Yasin’ dan ‘Thaha’ adalah misteri di kalangan sahabat terdekat Rasulullah sendiri. Sementara itu, tidak ada rekaman sejarah bahwa para sahabat Nabi menanyakan makna fawûtihussuwar, umpama: alif lam mim, alif lam mim ra’, nûn, shâd, kaf ha ya ‘ain shâd. Dengan demikian, pemaknaan ‘Thaha’ dan ‘Yasin sebagai nama-nama Ra-
sulullah SAW, munculnya jauh belakangan pasca Rasulullah wafat, generasi pertama umat Islam. Penamaan Rasulullah dengan ‘Yasin’ dan ‘Thaha’ tentu hanya sekedar tafsir, dengan pola bukan tafsir rasional (bil ‘aqli), melainkan irrasional, mungkin tafsir bil isyari. Model tafsir semacam ini terhadap fawûtihus-suwar tentu tidak bisa digunakan sebagai dasar secara general, kecuali atas dasar perasaan dan mitis sifatnya. Abu Hurairah mempraktikkan rasa dalam menjelaskan pribadi Rasulullah, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut: Dari Abi Hurairah ia berkata: Kekasihku shallallahu alaihi wasallam mewasiati aku tiga hal: berpuasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat Dluha, dan witir sebelum tidur (HR. al-Bukhari, nomor 1107). Wallahu a’lam. Narasumber utama artikel ini: Drs. Danusiri, M.Ag. Dosen UIN Walisongo Semarang
Edisi 19/2015
57
ﻛ ْﺮﺗَـﺎ َ ﺪ ا ْﻟ ُﻤ َﺤﻤﱠ ِﺪﻳَِﺔ ْاﻹِ ْﺳَﻼﻣِﻴَِﺔ ﻳُ ْﻮ ْﻏﻴَـﺎ ُ َﻣ ْﻌ َﻬ
PESANTREN MODERN MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
MUHIBA BOARDING SCHOOL SMA MUHAMMADIYAH 1 BANTUL Sekolah Unggul dan Berahklaqul Karimah
PROGRAM EXCELLENT MUHIBA BOARDING SCHOOL ¾ Tafhimul Qur’an Metode Manhaji (mampu mengartikan Al-Qur’an 30 juz dan memahaminya) ¾ Tafhimul hadis (mampu mengartikan kitab Riyadush-Sholihin dan Bulughul-Maram) sebagai modal mengartikan kitab-kitab hadis yang lain) ¾ Tafhimul HPT dan Fatawa Majelis Tarjih dan Tadjid PP Muhammadiyah jilid 1 sampai 7 (mampu memahami hukum-hukum Islam sesuai dengan faham Muhammadiyah) ¾ Pemetaan bakat dan minat pada awal kelas XI (dua) sampai XII (tiga) dengan penekanan pada pembekalan bimbel (bimbingan belajar) yang terarah 1. Siswa-siswi yang ingin melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Penekanan bimbingan belajar materi UN, dari kelas 11-12 Tahfidzul Qur’an 1 juz dan ayat-ayat pilihan, dari kelas 10-12. Pendalaman Bahasa Inggris aktif 2. Siswa-siswi yang ingin melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah/lembagalembaga pendidikan Islam berbasis Bahasa Arab Bimbingan belajar qiroatul kutub dan muhaddatsah dengan penekanan pada membaca dan memahami kitab gundul Tahzfidul Qur’an 2-3 juz dan ayat-ayat pilihan, dari kelas 10-12 Pendalaman Bahasa Inggris aktif MEMBUKA PENDAFTARAN SISWA-SISWI BARU 2015/ 2016 Gelombang III:
4 Juni - 11 Juli 2015
UJIAN MASUK: 12 Juli 2015
DIREKTUR MUHIBA BOARDING SCHOOL Ustd. H. Farid Febrianto, Lc. Atau mendaftar melalui: Pelayanan Prima One Day Service [daftar, tes, pengumuman dan daftar ulang] Informasi lebih lanjut hubungi panitia:
085726978284, 085747050750 dan 081215539925 www.sma-muhiba.sch.id 58
Tuntunan ISLAM
|
email:
[email protected]
DAPATKAN SEGERA BUKU: ¾ Mantan Santri NU MENGUPAS BID’AH dan Paham Muhammadiyah tentang Bid’ah ¾ Meluruskan Pemahaman tentang RUH GENTAYANGAN karya H. Tohari bin Misro, S.Sy., S.Th.I., M.SI. Korbid Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kulonprogo. Buku MENGUPAS BID’AH adalah hasil penelitian skripsi berjudul Hadist-Hadist tentang Bid’ah Studi Syarah Hadist dan Kontekstualisasi dengan Paham Muhammadiyah, di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta; yang diperkaya dengan berbagai pengalaman mistik & bid’ah selama 7 tahun lebih tinggal di pondok pesantren Sumenep Madura serta berbagai pengalaman lainnya.
harga: Rp 50.000
harga: Rp 25.000
“Buku ini cukup baik dibaca sebagai referensi kajian tentang bid’ah. Semoga usaha sungguh-sungguh dari penulis dapat mencerahkan pembacanya. Amin” (Kyai Atang Shalihin Hafidhahullah, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DIY) “Karya ini hadir sangat bagus dan tidak bakal kehilangan momen. Karena persoalan ini selalu hangat di tengah keragaman pemahaman umat. Karya ini layak dibaca dan diteruskan untuk pencerahan umat” (Drs. H. Parjiman, M.Ag., Dekan FAI Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
dapatkan di:
TOKO DAERAH SUARA MUHAMMADIYAH Komplek Panti Asuhan Muhammadiyah Wates (PDM Kulonprogo) CP: 0878 3939 8911
RUMAH TAHFIDZ PANTI ASUHAN
BUYA HAMKA MASIH DIBUKA: PENERIMAAN SANTRI BARU (Putra-Putri, Berasrama) Fasilitas: Biaya asrama, makan, sekolah GRATIS sampai Perguruan Tinggi dari usia SD-SMA
pembayaran ke rekening: BRI 0152-01-015952-50-8 a.n. Tohari BNI Syariah 0320305282 an. Tohari Mandiri Syariah 7067589992 a.n. Tohari 10% keuntungan akan disalurkan untuk anak-anak yatim, dhuafa dan terlantar penghafal Al-Qur’an di Rumah Tahfidz Panti Asuhan Buya Hamka Syarat pendaftaran bagi anak-anak yatim, dhu’afa dan terlantar yang akan berasrama 24 jam, wajib membawa: 1. Surat keterangan PDM/PCM/PCA dan kepala desa setempat 2. Akte kelahiran 3. Kartu keluarga 4. Foto berwarna 3x4 = 3 lembar 5. Raport atau ijazah terakhir. Jika berminat ingin menjadi santri, atau ingin mengikuti kegiatan Tahfidz, bisa menghubungi:
Pengasuh Rumah Tahfidz Panti Asuhan
BUYA HAMKA (0878.3939.8911 atau 0812.281.33218) Ustadzah Sayyidah Nur Millah, S.IP. (087839656100 atau 0812.284.39328)
60
Tuntunan ISLAM