DAKWAH MENCERAHKAN ELITE INTELEKTUALITAS UMAT Bukhari1 ABSTRACT The intellectual elite should be guided in order to carry out the function of their duties in the middle people. One of the appropriate ways in guiding the intellectual elite is to Islamiyah da‟wah. Before guiding the intellectual of general public, it has fostered intellectual elites first. Functions of the Muslim intellectual elite are nurturing and brighten people's lives as the application of God's message to him. The above functions will be carried out if the Muslim intellectuals have fostered well in advance. As a confirmation, the intellectual guidance to the Muslims through da‟wah is the first step to be able to build another person (people).
Keywords : dakwah, elite intelektualitas Umat A. Pendahuluan Pembinaan dan pencerahan intelektualitas umat penting dalam keselamatan dan kebahagiaan umat. Aktivitas dakwah dalam mewujudkan hal tersebut sangat relevan. Di samping dakwah Islam merupakan media mendekatkan diri kepada Allah, juga sebagai pencerahan dan pembinaan intelektualitas umat. Sebelum membina intelektualitas masyarakat umum, maka terlebih dahulu dibina intelektualitas para elite, supaya mereka dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik.
1
Dosen Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang
116 Dakwah Mencerahkan Elite ... Para elite intelektual harus dibina supaya dapat menjalankan fungsinya di tengah-tengah umat. Salah satu cara yang tepat pembinaan para elite intelektual adalah dengan dakwah Islamiyah. Tahap pembentukan intelektualitas menurut A. Hasymi “bahwa dalam pembinaan dakwah Islamiah berlaku tiga tahap, yaitu penyadaran pikiran, penumbuhan keyakinan, dan pembangunan infrastruktur peraturan atau organisasi (A. Hasymy1974:298)” Dai melakukan tahapan pertama yaitu menyadarkan akal seseorang supaya berfikir, sehingga seseorang dapat menerima atau menolak keyakinan itu setelah menggunakan akalnya. Pemikiran yang diminta tentu saja pemikiran yang menyelidiki, yang mengupas segala masalah untuk mencari kebenaran serta dapat membedakan antara buruk dengan baik. Pase pemikiran ini didasarkan atas perenungan dan pemahaman. Pada tataran ini terletak pengakuan Islam berdasarkan prinsip kemerdekaan akal bagi manusia untuk bebas menentukan pilihan. Dengan arti kata seseorang meyakini ajaran agama berdasarkan ilmu, bukan secara taklid. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan pengamalan ajaran Islam berdasarkan ilmu dan kesadaran serta keyakinan yang kuat. B. Fungsi Elite Intelektual Adapun fungsi elite intelektual muslim dalam masyarakat, sebagaimana dijelaskan M. Quraish Shihab, yaitu berperan sebagai unsur-unsur kontrol sosial (al-amar bil al-ma‟ruf wa alnahiy „an al-munkar). Hal ini dapat dilakukan dengan usahausaha berikut.Pertama, mempertebal dan memperkukuh iman kaum muslimin, sehingga tidak goyah oleh pengaruhpengaruh negatif dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, atau faham-faham yang membahayakan agama.Juga berusaha agar umat Islam terpanggil untuk meninggatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan mereka atas ajaran Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 117 Islam.Kedua, meningkatkan tata kehidupan yang baik, dengan menyadari bahwa agama mewajibakan mereka untuk berusaha menjadikan hari esok lebih cerah dari hari ini, kerja keras serta kesadaran akan keseimbangan hidup dunia dan akhirat. Ketiga, meningkatkan pembinaan akhlak umat Islam, sehingga memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama (M.Quraish Shihab, 1992:392) Hampir sejalan dengan pendapat di atas, M.Amin Rais (1986:12) menjelaskan fungsi kaum intelektual (cendekiawan) dalam masyarakat dapat terlaksana dengan baik jika dapat melaksanakan tiga hal. Pertama, kaum intelektual perlu lebih mengoperasikan ide-ide dan konsep-konsep mereka agar komunikatif dengan masyarakat tanpa mengurangi ketajaman analisa dan pandangan jauh ke depan. Kedua, para intelektual harus mampu mendekat dengan umat, baik kedekatan dalam arti fisik maupun kedekatan dalam memahami dan mengangkat aspirasi masyarakat. Ketiga, kaum intelek perlu mengadakan “pemihakan” yaitu sikap dan pemikiran mereka harus lebih berorientasi ke para mereka yang tergolong mustad‟afin, masyarakat dan umat yang terbelakang, yang mengalami defisiensi ekonomi, pendidikan, dan sosial. Dari pendapat di atas semakin jelas, bahwa fungsi para elite intelektual muslim adalah mengayomi dan mencerahkan kehidupan masyarakat sebagai aplikasi dari amanat Allah kepadanya. Fungsi-fungsi tersebut di atas akan dapat dilaksanakan apabila para intelektual muslim telah dibina dengan baik terlebih dahulu. Sebagai penegasan, bahwa pembinaan terhadap para intelektual muslim melalui dakwah adalah langkah awal untuk dapat membina orang lain (umat). C. Pencerahan dan Pembinaan Elite Intelektual Islam sangat mementingkan pembinaan intelektual manusia.Para elite intelektual (yang belum memahami Islam AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
118 Dakwah Mencerahkan Elite ... secara baik) juga mempunyai tanggung jawab moral untuk mencerdaskan masyarakat. Sebelum mereka membina intelektualitas masyarakat umum, maka terlebih dahulu para elite intelektual tersebut dibina, supaya mereka dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Sehubungan dengan pembinaan komunitas elite intelektual melalui dakwah Islamiyah, maka sekurang-kurangnya ada empat hal perlu diperhatikan,pertama, ada lembaga dakwah khusus, kedua, dai yang kompeten dan kredibel, ketiga, materi dakwah yang cocok,keempat,pendekatan yang menyintuh. 1. Lembaga Dakwah Khusus Perlu lembaga dakwah khusus dalam pembinaan para elite intelektual. Hal ini disebabkan, para elite intelektual mempunyai karakteristik tersendiri dan kecendurangan enggan bergabung dengan orang-orang awam dalam menghadiri dakwah. Para elite intelektual lebih senang mengolompokkan diri dalam suatu wadah yang khusus untuk pelaksanaan dakwah. Permasalahan yang timbul adalah, lembaga dakwah yang khusus untuk mewadahi para elite intelektual khususnya di perkotaan, belum banyak tersedia. Di antara lembaga dakwah khusus yang diperuntukkan para elite intelektual di perkotaan adalah Klub Kajian Agama pada Paramadina dan Kajian Kang Jalal pada Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia. Untuk pengembangan dakwah ke depan, terutama dakwah terhadap para elite intelektual semestinya para pemerhati dakwah untuk memperbanyak lembaga dakwah yang refresentatif. Dengan demikian, akan menarik minat para elite intelektual untuk menghadiri dakwah eksklusif yang sesuai dengan karakteristik mereka. Keeksklusifan dakwah tersebut dapat dilihat, baik dari para dainya yang kompeten dan kridibel maupun dari tempatnya yang terkesan mewah serta
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 119 prosesi dakwahnya komunikasi modern.
menggunakan
alat-alat
teknologi
2. Dai yang Kompeten dan Kredibel Setelah ada lembaga dakwah khusus diperuntukan bagi para elite intelektul, maka diperlukan dainya yang berkompeten dalam bidang dakwah. Kompetensi dai ialah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan perilaku serta keterampilan tertentu yang harus dimiliki dai, agar ia dapat melakukan fungsinya dengan baik. Kompetensi dai dapat dikategorikan dalam dua hal, pertama, kompetensi substantif, berupa kondisi-kondisi dai dalam dimensi idealnya, kedua, kompetensi metodologis, berupa kondisi-kondisi dai yang berkaitan dengan aspek metodologi atau keterampilan profesionalnya (Ahmad W.,1988:155). Secara substantif, dai harus memiliki pemahaman agama Islam secara cukup, tepat dan benar. Hal ini akan lebih terasa, apabila dai menghadapi objek dakwah para elite intelektual, sebab mereka pada umumnya akan sangat kritis dan selektif menerima setiap pesan yang disampaikan. Oleh sebab itu, hal-hal yang tidak logis, apalagi tahayul, bid’ah dan khurafat harus dihindari. Menjadi keharusan bagi dai untuk menyempurnakan kemampuan intelektualnya melalui penelaahan yang mendalam tentang agama (tafaquh fi al-din) dan menghindari pemahaman Islam yang parsial dan terkontaminasi ajaran yang melenceng dari Al-Quran dan Hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah “Barangsiapa dikehendaki oleh Allah menjadi orang yang baik, maka dia akan dipandaikan dalam urusan agama.” Dalam kenyataan, para dai yang efektif dalam menerangkan pesan-pesan Islam, baik lewat lisan maupun tulisan adalah mereka yang rajin membaca dan mengikuti perkembangan situasi kemasyarakatan terakhir. Semakin luas AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
120 Dakwah Mencerahkan Elite ... pengetahuan keagamaan dan pengetahuan kemasyarakatan dai, maka akan semakin meningkat pula cakrawala pemikiran audiensnya. Dalam hal ini, perintah al-Quran agar selalu membaca terasa sangat relevan, baik membaca kitab, membaca kecenderungan masyarakat, maupun membaca ayat-ayat Allah yang terhampar luas di alam semesta (ayat-ayat kauniyah). Dengan demikian dai menjadi dinamis dan responsif terhadap permasalahan yang berkembang di masyarkat, dan juga akan terhindar dari “rutinisme” atau perulangan yang mubazir, serta budaya “kaset”. Di samping dai memiliki kompetensi, dia juga harus mempunyai retorika yang baik. Dalam diskursus ilmu komunikasi dikenal dengan scientific rhetoric. Berger menjelaskan pendapat Aristoteles, dalam analisis retorika dikenal dengan tiga prinsip kerja, yaitu ethos, pathos dan logos. (Arthur Asa Berger, 2000: 54). Pertama, ethos, dalam arti seseorang dapat dikatakan sebagai “retor” (dai) bila mempunyai kredibilitas (credebility). Kredibiltas menyangkut drive credibility (kredibilitas yang dibawa sebelum menyampaikan orasi/pesan dakwah) dan inner credibilty (kredibilitas yang dibangun ketika menyampaikan orasi/pesan dakwah). Seorang dai harus mampu membangun kepercayaan objek dakwah terhadap dirinya sebagai figur dai yang handal dan berwibawa. Kedua,pathos, dalam arti kemampuan seseorang retor (dai) mengenal medan pikiran audience (objek dakwah), peta pemikiran dan zona pengalaman. Ketiga, logos, dalam arti bahwa kemampuan seorang retor (dai) memilih kata atau memilih kejelasan kata (articulation) dalam menyampaikan message (pesan dakwah) kepada audience. Masih dalam wilayah logos, bahwa seseorang retor (dai) harus mampu memberikan argumentasi dari setiap pesan yang dikomunikasikan. Sehubungan dengan dai yang kompeten dan kredibel, antara lain dapat dilihat sebagaimana yang diisyaratkan dalam Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 121 hadis Rasulullah saw. sewaktu menugaskan dakwah kepada Muaz bin Jabal ke Yaman, sabda Nabi Saw:
Ibnu Abbas menuturkan bahwa ketika mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah saw. bersabda “ Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum yang memiliki pengetahuan tentang AlKitab. Maka hendaknya yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah. Apabila mereka telah mengenal Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Apabila mereka telah mengerjakan, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Apabila mereka telah menaatinya, maka ambilah zakat dari mereka dan hindarilah harta benda yang paling dicintai oleh mereka.” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis di atas, dipahami kiat Rasulullah saw. menyebarluaskan dakwah dengan mengutus Muaz bin Jabal (memiliki pengetahuan luas dan keterampilan retorika yang bagus) untuk berdakwah kepada para intelektual di Yaman, negeri yang didominasi orang-orang ahli kitab yang memiliki pemahaman cukup luas tentang ajaran-ajaran yang pernah dibawa para nabi sebelum Rasulllah saw. Kaum intelektual secara kuantitas memang sedikit jumlah dibandingkan dengan
AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
122 Dakwah Mencerahkan Elite ... kaum awam, namun secara kualitas, mereka sangat menentukan keberhasilan dakwah. Rasulullah memilih Muaz bin Jabal dan mengutusnya ke negeri Yaman adalah sangat tepat, sesuai dengan situsi dan kondisi masyarakat (Rasulullah mengetahui peta dakwah). Dengan tujuan, apabila mereka menerima dakwah Islam, berarti kemenangan besar bagi pengembangan dakwah.Rasulullah melakukannya setelah mempertimbangkan dua hal penting.Pertama, Rasulullah telah mengamati dan mengatuhi kapasitas, kualitas dan kredibilitas Muaz, sehingga beliau bersabda, “Orang yang paling mengerti halal dan haram di antara umatku adalah Muaz bin Jabal.”Kedua, Rasulullah menguji kelayakan dan kepatutan (test and properties) untuk berdakwah ke negeri Yaman seraya bertanya, “Dengan apa engkau memutuskan hukum, hai Muaz? Ia menjawab, Dengan Kitab Allah. Beliau bertanya, “Jika kamu tidak mendapatkannya dalam Kitab Allah?Ia menjawab, Aku akan memutuskan hukum dengan sunnah Rasul-Nya. “Beliau bertanya, “Jika engaku tidak mendapatkannya dalam sunnah Rasul-Nya?” Ia menjawab, Aku akan berijtihad dengan menggunakan kemampuan nalarku, dan aku tidak akan melampaui batas.”. Maka berseri-serilah wajah Rasulullah, seraya bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah meunju apa yang diridhai Rasulullah.”. Kiat mengemas materi dakwah terhadap para intelektual juga tercermein dalam hadis tersebut dapat dijadikan sebagai pola dakwah. Mengawali menyampaikan materi dakwah dengan hal-hal yang disepakati bersama, seperti yang diperintahkan Rasululullah kepada Muaz sewaktu berdakwah ke Yaman. Di antaranya, sabda Rasulullah “Maka hendaknya yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.” Pesan ini dipahami, agar seorang dai memulai dengan sesuatu yang disepakati. Karena peribadatan Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 123 kepada Allah Ta’ala adalah ajaran yang telah diakui oleh semua pengikut ahli kitab. Sebagaimana QS Ali Imran/3:64: “Katakanalah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Kiat dakwah Rasulullah saw. memerintahkan Muaz agar menyampaikan konsep ibadah dalam Islam kepada para intelektual, yakni beribadah hanya kepada Allah dengan tata cara yang dicontohkan Rasulullah dan setelah itu menjelaskan bentuk-bentuk ibadah yang harus mereka kerjakan, di antaranya adalah salat dan zakat. Hal ini menunjukkan bahwa, dai memulai dengan prinsip-prinsip konsepsional global baru setelah itu menjelaskan rincian-rincian operasional yang menjadi konsekuensinya. Karena kaum intelektual memiliki kecenderungan untuk mengawali segala sesuatu dengan membangun suatu konsep yang utuh dan komprehensif, lalu setelah itu memasuki bagian-bagian yang bersifat detail dan rinci yang harus mereka kerjakan. 3. Materi Dakwah yang Cocok Kejelian dai mengemas materi dakwah yang diperuntukkan bagi para elite intelektual sebagai objek dakwah sangat menentukan keberhasilan dakwah. Dalam penjelasan A. Hasymi sebelumnya, bahwa dalam pembinaan dakwah Islamiah, yaitu penyadaran pikiran, penumbuhan keyakinan, dan pembangunan infrastruktur peraturan.Dari penjelasan ini dipahami bahwa, di antara materi dakwah bagi elite intelektual adalah ajaran-ajaran Islam yang dapat menggugah akal pikiran dan meluruskan paham dan pendapat yang terkontaminasi oleh ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan al-Quran dan Hadis.Materi dakwah yang dapat menuntun akal dan AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
124 Dakwah Mencerahkan Elite ... menumbuhkan keyakinan mereka sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam berdasarkan ilmu dan keyakinan yang kuat. Di samping itu juga tak kalah pentingnya adalah materi dakwah yang dapat menjadikan para elite intelektual berkarya secara ikhlas kepada Allah. Menurut Zulkarnaini (Jurnal Al-Imam, No. 2 Tahun VIII Juli 2002:3) kejelian dai mengemas materi dakwah ke depan, dapat memecahkan permasalahan yang kecenderungan materi dakwah sering terlambat mengimbangi kemajuan sains dan teknologi dengan perkembangan pemikiran dan pemahaman umat Islam terhadap teks-teks ajaran Islam. Hal ini menyintuh hampir semua aspek ajaran Islam, baik akidah, ibadah maupun akhlak. Apalagi masa depan, umat Islam dihadapkan kepada sejumlah penemuan yang terus berkembang dengan pesat sebagai hasil kemajuan sains dan teknologi. Sebagai contoh, dahulu umat Islam meyakini bahwa hanya Allahlah yang mengetahui dan menentukan jenis kelamin janin yang berada dalam rahim ibu, berdasarkan pemahaman terhadap QS Luqman ayat 34.Paling tidak hal ini bisa dilihat dalam alJalalain dan al-Shabuni (al-Jalalain, juzu’ 2:103, al-Shabuni, 1981, jilid 2:498). Sekarang dokter spesialis kandungan dengan menggunakan alat tertentu sudah bisa mengetahui jenis kelamin janin tersebut. Meskipun tingkat keakuratannya masih belum pasti, namun peluang atau kemungkinan keliru sudah semakin kecil. Malahan dengan kemajuan bioteknologi telah dilakukan rekayasa genetis. Begitu juga tentang praktek transplantasi dalam dunia kedokteran banyak menimbulkan masalah akidah. Misalnya, bila organ tubuh seorang dipindahkan ke tubuh orang lain lalu digunakan untuk perbuatan maksiat, siapa yang bertanggung jawab di akhirat? Bila menyintuh lawan jenis saja sudah menjadi permasalahan dalam ibadah bagaimana misalnya bila organ tubuh wanita dipindahkan ke dalam tubuh pria atau sebaliknya? Oleh sebab Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 125 itu, memerlukan pemikiran dan pemahaman ulang umat Islam terhadap teks ajaran Islam. 4. Pendekatan Yang Menyintuh Keberhasilan dakwah banyak dipengaruhi antara lain oleh pendekatan yang digunakan dainya. Walaupun materi dakwah yang disampaikan berbobot dan ilmiah, namun tidak akan banyak bermanfaat apabila pendekatan yang digunakan tidak cocok. Begitu juga menghadapi golongan para elite intelektual diperlukan pendekatan yang tidak hanya menyintuh perasaan dan emosi belaka, tetapi dititikberatkan kepada otak dan pikiran. Sebab para elite intelektual mempunyai daya tangkap yang cepat, daya pikir yang kritis, ilmu pengetahuan untuk membanding, pengalaman yang banyak serta penglihatan yang luas dan lain-lain. Allah menganugerahkan akal kepada manusia sebagai pusat intelektual harus disyukurinya dengan cara berfikir lurus dan logis. Sehubungan dengan itu, Muhammad Izzah Duruzah menjelaskan, bahwa cara al-Quran mendakwah penggunaan akal kepada orang-orang yang dikhitabkannya melalui pendekatan galian hikmah, pengutaraan kisah, penggambaran tentang penciptaan alam dan al-Quran diturunkan untuk pembedaan dua hal yang bertentangan, serta mencegah/mencela kejumudan berpikir (Aqib Suminto, Studia Islamika, XI. 23: 36). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Bukhari (Hadharah, Vol.6 No.2, 2010: 265), ada beberapa pendekatan dakwah yang menyintuh terhadap para elite intelektual.
Pendekatan Hikmah
Salah satu pendekatan dakwah yang sesuai untuk komunitas para elite intelektual adalah penerapan hikmah. Dalam praktik dakwah, kata hikmah diartikan “bijaksana”, yang AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
126 Dakwah Mencerahkan Elite ... dapat ditafsirkan sebagai suatu cara atau pendekatan yang dilakukan dai kepada mad’unya, sehingga mad’unya tidak merasa dipaksa dan tersinggung dalam menerima pesan dakwah. Muhammad Abduh dalam membahas al-hikmah dalam al-Quran (QS an-Nahl/16:125), menjadikan hikmah sebagai ilmu yang sahih yang mampu mengbangkitkan kemauan untuk melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat dan kemampuan mengetahui rahasia dan faedah setiap sesuatu (Muhammad Rasyid Ridha, Juz.I:42). Al-Maraghi (156) pun mengartikan alhikmah dengan perkataan yang jelas disertai dalil atau argumen yang dapat memperjelas kebenaran dan menghilangkan keraguan. Bahkan M Quraish Shihab (2000: 385-386) menjelaskan hikmah atara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga berarti sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan yang besar atau yang lebih besar, serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau yang lebih besar. Sayyid Qutb lebih memfokuskan lagi pengertian hikmah adalah melihat situasi dan kondisi objek dakwah. Memperhatikan kadar materi dakwah yang disampaikan kepada mereka, sehingga mereka tidak merasa terbebani terhadap perintah agama (materi dakwah) tersebut, karena belum siap mental untuk menerimanya. Memperhatikan metode penyampaian dakwah dengan bermacam-macam metode yang mampu menggugah perasaan, tidak memancing kemarahan, penolakan, kecemburuan dan terkesan berlebih-lebihan (Sayyid Qutb, 1987: 2202). Dari penjelasan di atas, secara ringkas, al-hikmah mengandung tiga pengertian, pertama, dalam arti penelitian terhadap segala sesuatu secara cermat dan mendalam dengan menggunakan Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 127 akal dan penalaran, kedua, yang bermakna memahami rahasiarahasia hukum dan maksud-maksudnya, ketiga, yang berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, oleh sebab itu al hikmah sesuai untuk semua orang menurut kadar kemampuan dan perkembangan akal, pikiran dan budayanya, karena yang dipanggil adalah pikiran dan perasaannya.
Pendekatan Studi Kritis dan Rasional
Pendekatan studi kritis adalah pendekatan ilmiah yang digunakan untuk mencerahkan intelektual audiens. Hal ini sesuai dengan objek dakwahnya elite intelektual, golongan ini mempunyai daya tangkap yang cepat, daya pikir yang kritis, maka dakwah terhadap mereka harus dengan menggunakan analisa yang logis dan objektif. Golongan ini dalam menerima pesan lebih mendahulukan rasio dari pada perasaannya, oleh sebab itu harus didekati dengan pendekatan kritis. Dakwah terhadap golongan ini harus dikemukakan analisa dan dalildalil yang dapat diterima akal (rasio), alasan-alasan yang logis, perban dingan-perbandingan, fakta-fakta, data dan analisisnya. Misalnya, persoalan asbâb al-nuzûl. Betulkan asbâb al-nuzûl bisa diterapkan untuk menafsirkan Al-Quran. Apa kemusykilatkemusykilat asbâb al-nuzûl. Mempelajari studi tarikh nabi secara kritris, seperti topiknya, betulkah nabi itu manusia yang terpelihara dari dosa. Penggunaan akal dalam rumusan ilmu filsafat dikenal dengan pendekatan induktif, yaitu mempergunakan logika. Dalam al-Quran banyak ditemukan ayat yang menggunakan pendekatan ini untuk mendakwahi orang-orang yang berpikir, para intelektual dengan jalan supaya mereka memperhatikan ciptaan-Ciptaan Tuhan untuk sampai pada pendekatan diri kepada Ilahi. Umpamanya QS Al-Khasyi’ah:17-20. “Mengapa mereka tidak memperhatikan onta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaiamana AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
128 Dakwah Mencerahkan Elite ... ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?” Dalam ayat lain QS Ar-Ra’d/13:3 “Dan Dia-lah Tuhan yang membentrangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buahan-buahan berpasangpasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebenaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” Dalam ayat di atas, Allah menyuruh memikirkan dan mempelajari ciptaan alam sebagai media untuk menyadari dirinya sebagai makhluk Allah yang harus tunduk dan patuh pada peraturan-Nya (beribadah kepadaNya). Di samping itu juga harus mengambil pelajaran tentang alam agar dapat memperoleh manfaat alam. Menurut Nurcholis Madjid (1998: 286) Islam adalah agama yang terkait dengan urusan alam dan kemanusiaan. Islam memuat tentang pesan dan cara yang amat dalam dan cerdas posisinya ada bersama manjusia tanpa ruang dan waktu. Oleh sebab itu, nash-nash yang terdapat dalam al-Quran atau ajarannya berbicara kepada hati dan akal manusia. Islam melalui al-Quran lahir untuk memenuhi spritualitas dan rasionalitas manusia yang merupkan dua unsur yang dimiliki oleh setiap manusia. Sehubungan dengan itu Jalaluddin Rakhmat (1998:86) meneliti tentang perubahan sikap rasional manusia bisa terjadi lebih cepat melalui imbauan (appeals) emosional. Tetapi dalam jangka lama, imbauan rasional akan memberi pengaruh yang lebih kuat dan lebih stabil. Dengan bahasa sederhana, iman bergerak naik lewat sentuhan hati, tetapi perlahan-lahan iman itu turun lagi.Lewat sentuhan otak, iman naik secara lambat tetapi pasti, dan dalam jangka lama, pengaruh pendekatan rasional lebih menetap dari pendekatan emosional. Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa, pendekatan rasional terhadap para elite intelektual merupakan upaya dai yang strategis untuk menyentuh akal pikiran dengan ajakan berpikir Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 129 logis dan lurus serta mengedepankan prinsip kebebasan untuk menilai kebenaran dakwah dengan baik.
Pendekatan Sistemik dan Holistik
Pendekatan sistemik dan holistik terhadap para elite intelektual dimaksud adalah proses menyampaian ajaran Islam secara sistematis dan tidak parsial. Dalam tataran kehidupan beragama, manusia tidak dapat dipisahkan dari sisi hanya pada aqidah dan ibadah saja, tetapi harus dilakukan dalam tataran sosial kemasyarakatan.Dengan demikian dapat direalisasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia dalam segala aspek. Sehubungan dengan ini, menurut M. Yunan Yusuf (1998) tentang kontribusi dan pengembangan dakwah serta mengarahkan kebijakan strategisnya pada langkah-langkah berikut: Pertama, merumuskan pemahaman sistemik ajaran Islam dalam pemikiran setiap individu masyarakat muslim. Pemahaman sistemik itu dapat dibangun melalui pengetahuan dan pengamalan ajaran Islam secara holistik dan komprehensif. Selama ini, pemahaman tentang Islam ditangkap secara parsial dan terpecah-pecah serta tidak utuh. Kedua, mempertimbangkan kembali ajaran-ajaran dasar dan warisan intelektual Islam yang pernah ada dalam berbagai aspeknya. Dengan studi kritis dapat dipahami, mana ajaran yang mutlak atau absolut dan mana ajaran yang relatif atau nisbi. Ketiga, membangun tumbuhnya kesadaran waktu di kalangan umat. Kelemahan kesadaran waktu ini sering menimbulkan sikap ahistoris yang berakibat pada kegemaran bernostalgia terhadap kejayaan masa lampau, serta orientasi yang sangat kuat kepada kehidupan sesudah mati. Orientasi kepada kehidupan sesudah mati mengandung makna bahwa kegiatan hidup hanya mengacu kepada kehidupan kedua kelak di akhirat, sedangkan kehidupan “nanti” dalam arti ke masa depan di dunia ini tidaklah begitu penting. Keempat, mencerahkan pemahaman AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
130 Dakwah Mencerahkan Elite ... tentang amal saleh.Amal saleh tidak dipahami dalam pengertian sempit, tetapi harus dipahami dalam arti luas. Padahal dalam Islam, kata amal an sich adalah netral, oleh sebab itu tidak saja berkaitan dengan ritual keagamaan, tetapi juga berkaitan dengan sosial, seperti pekerjaan membangun jembatan, membangun pasar swalayan, membangun jalan tol, juga bahagian dari amal saleh. Dari penjelasan di atas dipahami, bahwa pendekatan dakwah harus ada kebijakan merumuskan pemahaman sistemik ajaran Islam yang dibangun melalui pengetahuan dan pengamalan ajaran Islam secara holistik dan komprehensif.Oleh sebab itu mempertimbangkan kembali ajaran-ajaran dasar Islam dengan studi kritis dapat dipahami, mana ajaran yang mutlak atau absolut dan mana ajaran yang relatif atau nisbi. Dengan demikian, orang Islam dapat mengembangkan wawasan ke-Islaman dan pengamalannya secara luas dan tidak mudah menuding serta saling menyalahkan sesama umat Islam.
Pendekatan Aktual, Faktual dan Kontekstual
Dakwah Islam adalah aktivitas dinamis dalam merespon dan memberikan solusi bagi dinamika kehidupan umat manusia, terutama terhadap para elite intelektual. Menurut M. Yunan Yusuf dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, secara kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Sehubungan dengan itu, Jalaluddin Rakhmat mengungkapkan beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang dai, untuk keefektifan dakwah, yaitu: Pertama, harus memiliki peta khalayak dakwah dan menyesuaikan dakwah dengan situasi khalayak. Karena untuk khalayak yang berbeda, Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 131 harus menggunakan metode dakwah yang berbeda. Kedua, harus menggunakan berbagai bentuk media informasi, sejak media tradisional sampai media mutakhir sperti internet. Ketiga, harus menggunakan teknik marketing, yang sekarang ini di dunia marketing disebut social marketing. Teknik-teknik pemasaran itu ialah menjual. Pemasaran yang komersial adalah menjual barang dan jasa. Tetapi pemasaran sosial itu menjual gagasan ideas dan ilmu. Keempat, kita harus menggunakan pendekatan psikologis untuk memengaruhi orang banyak (Syarifah Umi Hani, 2006:46). Masih menurut Kang Jalal ada empat faktor penghambat dakwah yang harus menjadi perhatian serius, yaitu: pertama, dari segi dai seperti: keterampilan berdakwah yang kurang, motivasi atau kemampuan untuk menghadapi tantangantantangan dakwah yang lemah, pengetahuan para dai yang sempit, sikap dan perilaku para dai yang tidak baik, status sosial ekonomi dai yang lemah. Kedua, dari segi pesan: pesan yang sulit, pesan yang tidak menarik, pesan yang tidak relevan, pesan yang ambigu. Ketiga, dari segi media: media yang tidak tepat, media yang biayanya tinggi. Keempat, dari segi khalayak: perbedaan pengetahuan, perbedaan latar belakang budya, perbedaan status sosial, dan perbedaan persepsi (Syarifah Umi Hani, 2006:46). D. Kesimpulan Kedinamisan dakwah terhadap para elite intelektual di samping memerlukan adanya suatu lembaga dakwah khusus yang eksklusif, juga dibutuhkan kejelian para dai mengemas materi dan pendekatan dakwah yang digunakan. Disebabkan komunitas elite intelektual memupunyai karakteristik dan ciri khas yang berbeda dengan masyarakat umum dalam konteks dakwah, maka untuk menghadapinya, para dai perlu mempersiapkan materi dakwah dan pendekatan yang AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015
132 Dakwah Mencerahkan Elite ... menyintuh bagi mereka. Dengan demikian perkembangan pemikiran dan wawasan komunitas elite intelektual tidak akan melenceng dan tidak menggugat Allah dan RasulNya serta tidak terkontaminasi dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Islam.
Daftar Kepustakaan A. Hasymy. 1974. Dustur Dakwah Menurut Al-Quran Jakarta: Bulan Bintang M. Quraish Shihab. 1992. Membumikan A-Quran, Bandung: Mizan, M.Amin Rais, (ed). 1986., Islam di Indonesia Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Jakarta: Rajawali Ahmad W. 1988. Pratiknya Islam dan Dakwah : Pergumulan Antara Nilai dan Realitas, Yogyakarta, PP Muhammadiyah Arthur Asa Berger. 2000. Media and Communication Research Methods London : Sage Publications, Inc, Zulkarnaini, “Problematika Dakwah Masa Depan”, Jurnal AlImam, no. 2 Tahun VIII Juli 2002 Aqib Suminto, Pembinaan Akhlak dan Akal Melalui Da‟wah, Jakarta: Studia Islamika, XI. 23 Bukhari, Pendekatan Dakwah Antrophosentris Lintas Komunitas Umat, Jurnal “Hadharah” Keislaman dan Peradaban, Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, vol.6 No.2, 2010 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Juz.I Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz XIV
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi
Bukhari 133 M. Quraish Shihab. 2000 . Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Vol. 7 cet. I; Jakarta: Lentera Hati Sayyid Qutb. 1408 H/1987 M. Tafsir fi Zilal al-Quran, cet. XIV, Kairo: Dar al-Syuruq Nurcholis Madjid. 1998. Islam, Kemodernan dan Ke-Indonesiaan, Bandung: Mizan, Jalaluddin Rakhmat. 1998. Islam Aktual, Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan M.Yunan Yusuf. 1998. “Internalisasi Etika Islam ke dalam Etika Nasional: Agenda Pemikiran Islam dalam Mellinium Baru,” (Jakarta: pidato pengukuhan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. H. Munzier Suparta, MA dkk. 2003.,Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media Syarifah Umi Hani. 2006. Konsep Retorika Prof.Dr. Jalaluddin Rakhmat dan Penerapannya dalam Dakwah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
AL-Munir 2 Vol VI No.1 April 2015