Boriz Yeltsin:
Meningkatkan Intelektualitas dengan Shalat,ESQ Heute um 05:58 Rukun Agama (Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan) pertama kali di presentasikan oleh Nabi Muhammad saw. kira-kira tahun 622-624 Masehi di hadapan para sahabatnya di Masjid Madinah (Yatsrib). Kehidupan para sahabat Nabi terutama yang menghayati ketika Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan itu di presentasikan dan dinyatakan oleh beliau sebagai intisari ajaran agama Islam yang tercantum dalam Al-Quran, maka mereka hidup sebagai sesuai dengan tuntunan tersebut dalam arti yang seluas penghayatan mereka. Akan tetapi, ketika Islam sampai di Indonesia dengan aneka pengaruh yang masuk dalam hati dan jiwa mereka, maka Rukun Islam, Iman dan Ihsan tersebut hanya mempunyai kedudukan terfokus pada upaya merefleksikan pengabdian kepada Allah SWT. dalam arti yang khusus kejiwaan dan kerohanian saja, sedang kegiatan yang bersifat duniawi ditangani oleh macam-macam doktrin, baik yang berasal dari agama Islam maupun yang berasal dari luar Islam. Jarang sekali, kalau dikatakan tidak pernah Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan itu dipresentasikan dengan (selain sebagai inti ibadah) metode pendidikan, kemasyarakatan, ekonomi, program kehidupan dan lain-lain. Karena itulah maka Rukun Islam, Rukun Iman dan Ihsan seakan-akan dibelenggu oleh wilayah yang sempit dan tidak dapat beroperasi membangunkan umatnya ke daerah-daerah luas, seluas penciptaan-Nya (Allah SWT). Begitupun halnya dengan penjelasan sholat yang merupakan bagian dari rukun Islam, acapkali diberikan dengan serampangan saja (khususnya pada anak-anak) - tanpa dijelaskan mengapa pokok-pokok pikiran tersebut begitu penting untuk dipahami. Akibatnya shalat yang merupakan bagian dari Rukun Islam yang begitu hebat, cenderung di tinggalkan begitu saja atau hanya dilakukan karena sebatas perintah Allah semata, tanpa mengetahui makna apa yang terkandung di dalamnya. Ketika seorang ayah atau ibu mengajarkan shalat kepada sang anak maka dengan mudah seorang ibu atau ayah tersebut mengatakan, “Ayo shalat kalau tidak kamu akan di bakar dan direbus di neraka!” Ini sangat tidak manusiawi, karena tidak menyentuh pokok masalah secara maknawi. Cara seperti inilah yang digunakan para penjajah dulu mendoktrinasi bangsa kita, hingga kita dijajah selama bertahun-tahun lamanya. Bercermin dari hal itulah maka seyogyanya berikanlah pemahaman (sedikit demi sedikit) tentang tujuan akhir yang ingin dicapai, sehingga akan terjadi pembangunan karakter melalui kesadaran diri dari dalam, bukan dari luar. Sebagaimana Luqmanul Hakim memberikan nasihat kepada anaknya. Salah satu nasehatnya diabadikan dalam Al Qur’an Surat Luqman [31]:17 “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah [manusia] mengerjakan yang baik dan cegahlah [mereka] dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan [oleh Allah].” Sabda Nabi Muhammad saw. “Shalat itu tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya berarti dia membangun agama barangsiapa yang meninggalkannya berarti dia meruntuhkan agamanya.” (HR. Baihaqi) Firman Allah SWT: “…… dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan manusia dari perbuatan yang keji dan munkar dan sesungguhnya ingat pada Allah adalah lebih besar (manfaatnya) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Ankabut: 45)
“Aku telah memilih kau. Maka dengarlah apa yang di wahyukan. Sungguh, Akulah Allah, Tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thahaa: 13-14) “Maka celakalah orang-orang yang shalat, yang melalaikan shalatnya. Mereka yang ingin dilihat orang, tetapi enggan (memberikan) sedekah (berupa) keperluan yang berguna.” (QS. Al Maa’uun: 4-7) “…..dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam……” (QS. al Isra: 78) “Sungguh manusia diciptakan penuh kegelisahan, bila di timpa kesusahan, suka berkeluh kesah. Tetapi jika menjalani kesenangan, kikir bukan kepalang. Tidak demikian orang yang shalat, yang setia mengerjakan shalat.” (QS. al Ma’aarij: 19-23) “Bila kamu melaksanakan shalat, ingatlah Allah waktu berdiri, duduk dan berbaring disisimu. Tetapi bila kamu telah aman dari bahaya, dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sungguh, shalat diwajibkan atas orang mukmin, pada waktu-waktu yang ditentukan.” (QS. an Nisaa’ : 103) “Peliharalah shalat dan shalat wusthaa (shalat pertengahan- shalat Ashar) dan berdirilah karena Allah sekhusyuk hati.” (QS. al-Baqarah; 238) “Bila selesai shalat, memencarlah kamu di muka bumi. Carilah karunia Allah. Ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu mencapai kejayaan.” (QS. al Jum’ah: 10) RUKUN AGAMA Hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu anhu, bahwa ia berkata: “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah saw., tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang lelaki yang memakai baju yang sangat putih, dengan rambut yang sangat hitam, tidak tampak bekas perjalanan pada dirinya & tidak ada seorang pun dari kami yang menganalinya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi, ia menempelkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua paha Nabi, lalu ia berkata, ‘wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam. ‘Rasulullah saw menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa ramadhan dan menunaikan ibadah haji jika kamu mampu untuk menempuh perjalanan ke sana. ‘Orang itu berkata, ‘Kamu benar’ (Umar berkata, kami pun heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya.’) Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukanlah kepadaku tentang Iman. ‘Rasulullah menjawab, ‘Iman adalah kamu percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan percaya kepada takdir yang baik maupun buruk.’ ‘Orang itu berkata, ‘Kamu benar’. ‘Kemudian ia berkata lagi, ‘Beritahukan kepadaku tentang Ihsan? Rasulullah menjawab, ‘Ihsan adalah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya dan jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka (yakinilah) bahwa Allah melihatmu.’ Orang itu berkata lagi, ‘Beritahukanlah kepadaku tentang Hari Kiamat. ‘Rasulullah menjawab, ‘Tidaklah orang yang ditanya adalah lebih tahu daripada yang bertanya. ‘Kemudian orang itu berkata lagi, ‘Beritahukanlah kepadaku tentang tanda-tandanya.’ Rasulullah saw menjawab, ‘Jika budak perempuansudah melahirkan majikannya, dan jika kamu melihat orangorang yang miskin dan tidak punya apa-apa menjadi orang-orang kaya yang tinggal di bangunanbangunan (yang tinggi). ‘Kemudian orang itu pergi, dan tidak lama setelah itu, Nabi berkata, ‘Wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi? ‘Aku (Umar) menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. ‘Rasulullah bersabda lagi, ‘Dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim) Dari hadits diatas, dapat diketahui bahwa komitmen seseorang kepada agama ini (Islam) dapat dikelompokan menjadi 3 tingkatan utama. 1.
TINGKATAN PERTAMA ADALAH ISLAM
Tingkatan ini terdiri atas sejumlah fenomena teologis (keyakinan) dan perilaku yang merupakan implementasi dari keyakinan akan adanya Allah dan tunduk kepada-Nya. Yang termasuk dalam tingkatan ini adalah setiap orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, baik atas kemauannya sendiri maupun karena terpaksa, serta melaksanakan kelima rukun Islam. Dalam tingkatan ini manusia terbagi menjadi berbagai jenis dan tingkatan, tetapi umumnya kontrol diri yang mereka miliki terkadang belum cukup untuk menghindarkan mereka dari sebagian hal yang diharamkan atau sebagian perbuatan dosa, bahkan tidak sedikit dari mereka yang terjerumus ke dalam perbuatan dosa besar. 2. TINGKATAN KEDUA ADALAH IMAN Tingkatan ini merupakan buah dari upaya untuk menerapkan Islam, mengikuti perintahperintah Allah, tunduk kepada-Nya, dan mengimani hal-hal yang ghaib. Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan pertama (Islam). Akan tetapi, pada kenyataannya, orang-orang Islam yang hidup dalam sebuah komunitas (masyarakat) Islam tidak sampai pada tingkatan kedua ini. Allah swt, telah mengisyaratkan adanya perbedaan antara tingkatan pertama dengan tingkatan kedua tersebut, dalam firman-Nya, “Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman’. Katakanlah (kepada mereka), ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.” (QS. Al-hujurat [49]: 14) Pada ayat ini di tegaskan bahwa islam tidaklah sama dengan iman, karena iman mengandung makna yang lebih dalam dan lebih dapat mengarahkan seseorang daripada Islam. Rasulullah saw. juga telah mengisyaratkan perbedaan antara Islam dengan Iman itu dalam sabda beliau, “Tidaklah seorang pencuri ketika sedang mencuri, dia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang pezina ketika sedang berzina, dia dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari Muslim) Maksud dari ungkapan tersebut adalah bahwa seorang muslim yang telah mencapai tingkatan Iman, maka dalam dirinya terdapat sejumlah faktor, motivator dan sistem pengendalian diri yang dapat mencegahnya dari perbuatan-perbuatan jahat atau perbuatan-perbuatan yang melanggar batas-batas yang telah ditentukan oleh syariat. Dalam tingkatan Iman itu sendiri juga terdapat berbagai tingkatan atau derajat yang berjenjang, dari yang paling bawah hingga yang paling atas. Selain itu, sebagai sebuah variabel dalam kehidupan seorang muslim, iman terkadang berkurang dan terkadang bertambah sesuai dengan tingkat keilmuan, ibadah, sistem pengendalian diri, keseriusan dalam beribadah, taubat dan upaya pendekatan dirinya kepada Allah SWT. Rasulullah saw telah mengisyaratkan tingkatan-tingkatan Iman tersebut, beliau menentukan tingkatan yang paling rendah dan paling tinggi dalam sebuah sabdanya, “Iman memiliki 70 cabang lebih, yang paling utama adalah mengucapkan Lailahailallah (Tiada Tuhan kecuali Allah) dan yang paling rendah adalah membuang sesuatu yang dapat menyakitkan dari jalan dan malu adalah salah satu cabang Iman.” (HR. Bukhari Muslim) Tidak sedikit para ulama telah menjelaskan tentang cabang-cabang dan tingkatantingkatan Iman tersebut. Mereka telah mengemukakan pendapat-pendapatnya tentang urutan dan perbuatan-perbuatan yang masuk dalam tingkatan Iman ini. 3. TINGKATAN KETIGA ADALAH IHSAN
Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw. kepada Malaikat Jibril, maka yang dimaksud dengan Ihsan adalah Anda menyembah Allah seakan-akan Anda melihat-Nya, dan jika Anda tidak dapat melihat-Nya, maka yakinilah bahwa Allah melihat anda. Ihsan merupakan tingkatan yang lebih tinggi daripada Iman. Ia merupakan sikap jiwa yang dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Bayangkanlah bagaimana jadinya tindakan-tindakan, perbuatan-perbuatan dan langkah Anda, seandainya ketika sedang melakukannya, Anda merasa bahwa Allah swt. melihat Anda, baik terhadap hal-hal yang kecil maupun besar? Jika semua aspek dalam kehidupan ini merupakan ibadah (tentunya sesuai dengan niat yang tepat) - sebagai contoh: menyingkirkan sesuatu yang dapat menyakitkan dari jalan (aktivitas sosial), tersenyum (nilai moral), maka hal ini berarti bahwa Anda dapat menerapkan konsep Ihsan tersebut sehingga Anda dapat mencapai tingkatan tertinggi dalam kehidupan Anda. Dalam hal ini, tidak diragukan lagi bahwa Ihsan merupakan tingkatan yang lebih tinggi daripada Islam dan Iman. Ihsan sendiri terdiri atas berbagai tingkatan, tingkatan yang paling tinggi adalah melaksanakan pekerjaan atau tugas dan mengemban tanggungjawab secara ikhlas dengan hanya mengharap keridhaan dari Allah SWT. RUKUN ISLAM KEDUA (SHALAT) 1.
ARTI SHALAT Secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti: do’a. Sedangkan menurut istilah shalat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam. Praktik shalat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai figur pengejawantah perintah Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Shalatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya.” (HR Bukhari-Muslim).
2. TUJUAN SHALAT Nabi bersabda, “Assholatu mi’rajul mukmin” artinya shalat merupakan mi’rojnya orang mukmin. Yang dimaksud dengan mi’roj adalah naiknya jiwa, pikiran dan hati ke atas sehingga bertemu dengan Allah SWT. Begitulah gambaran khusyuk yang ingin dicapai dalam shalat. Arti kata mi’roj berbeda dengan isro’. Kalau mi’roj merupakan naiknya jiwa, pikiran dan hati menuju Allah, sedang isro’ adalah perjalanan Nabi Saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Dari pemahaman ini dapat disimpulkan bahwa seseorang yang dalam shalat pikirannya masih berjalan-jalan (rekreasi) dari satu ke tempat lain, shalat seperti itu dikatakan shalat “model” isro’, belum “model” mi’roj. Shalat “model” isro’ tidak dapat dikatakan khusyuk sebab yang dipikir adalah hal-hal yang tidak terkait dengan Allah. Sedang shalat “model” mi’roj segenap perhatian dan jiwanya semata tertuju kepada Allah Swt. Untuk bisa shalat khusyuk bukan pekerjaan mudah, meski bukan berarti tidak diraihnya. Menurut Allah mereka yang shalat dengan khusyuk tergolong orang beruntung. “Sungguh beruntung orang mukmin. Yaitu, mereka yang khusyuk shalatnya.” (QS 23:1-2). Inilah predikat yang harus kita kejar setiap kali kita melaksanakan shalat. Untuk mencapai maqom ini, banyak hal yang perlu dipersiapkan, mental, fisik, tempat, situasi, dan sebagainya. Mental misalnya, perlu ada kesiapan secara matang dan tulus bahwa kita sedang menghadap kepada Tuhan, maka tidak boleh seenaknya apalagi sembarangan.
Cukup banyak arti khusyuk. Ahmad Musthafa Al-Maraghi dan Muhammad Rasyid Ridha mengatakan khusyuk artinya merendahkan diri, takut, tetap dan tenang anggota badan dan hati semata untuk Allah Swt. Sebagian ulama menyebutkan indikasi khusyuk itu ada tiga macam, Yaitu paham terhadap isi bacaan shalat, konsentrasi penuh (ingat) pada Allah selama shalat, dan mampu mewujudkan pesan shalat dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, kita bertemu Allah bukan hanya dalam shalat, tetapi juga di luar shalat. Dilihat dari tujuannya, shalat menurut Dr Jalaluddin Rachmat ada dua tujuan: instrinsik dan ekstrinsik. Tujuan intrinsik adalah tujuan yang ingin dicapai dalam shalat itu sendiri. Yaitu, “berjumpa” dengan Allah. Sedang tujuan ekstrinsik adalah tujuan yang ingin dicapai seseorang di luar shalat sebagai perwujudan dari pesanpesan shalatnya. Dengan demikian, orang khyusuk dalam makna intrinsik dan ekstrinsik bisa dilihat dari “bekas” hidupnya. Secara vertikal hubungannya dengan Tuhan amat kental, dan secara horizontal, sesama manusia hubungannya baik. Sekali lagi, bukan hanya dalam shalat ada istilah khusyuk, di luar shalat pun–pinjam istilah Jalaluddin Rahmat juga ada istilah khusyuk, yaitu khusyuk horisontal (sosial). Siapa yang dikatakan khusyuk sosial? Mereka yang dapat “menerjemahkan” nilai-nilai shalat ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian shalat tidak hanya bersifat teoritis belaka, atau sebuah amalan yang tidak “membumi”. Tetapi berupaya menarik shalat ke dalam praktek keseharian. Dengan kata lain, shalat tidak hanya dihafal melainkan juga dipraktekkan. Bagi orang tertentu shalat sebagai “ruh” bagi aktivitasnya kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan bagaimanapun. Akhirnya Agama akan mendapat tempat apabila umatnya mampu menunjukkan adanya korelasi positif antara agama yang dianutnya dengan sikap mental yang didemonstrasikannya. Dakwah yang paling efektif bukanlah dengan lisan, tapi dengan tindakan. Dengan lisan (bilisan), hanya orang-orang tertentu yang dapat melakukannya. Dengan tindakan (bilhal), semua bisa melakukannya. 3. MAKNA SHALAT a. Takbiratul Ikhram ‘Ucapan takbir “Allahu Akbar” adalah suatu pengakuan bahwa hanya Allah-lah yang memiliki kebesaran, Allah telah menjadi Tuhannya dan sekaligus menjadi teladannya untuk meraih kemenangan. Sifat kebesaran Allah akan mengisi jiwanya untuk selalu meraih kebesaran dan kemenangan dengan hati yang bersih dan suci, ini hampir selalu diucapkan di dalam shalat ketika terjadi perubahan posisi (gerak) dari berdiri ke rukuk, ke sujud dan hampir ke setiap gerakan selalu di barengi dengan ucapan takbir. Ucapan ini bisa mendidik manusia agar selalu meniru dan berprinsip yang baik ketika melakukan setiap kegiatan. Apabila di hayati secara dalam dan sungguhsungguh makan ucapan takbir ini, maka niscaya akan menghasilkan pribadi seseorang yang bermental juara. Hanya manusia yang berjiwa besar dan memiliki keinginan untuk menjadi besar yang berani menghadap kepada Allah Yang Maha Besar. Doa untuk membangun rasa percaya diri serta motivasi akan anda temukan lagi di dalam doa iftitah, surat al-fatihah, ruku dan sujud serta di dalam tahiyyat. “Dan orang yang terus menjalankan shalat, mereka itulah orang yang dimuliakan di dalam surga.” (QS. al Ma’aarij: 34-35)
b. Surat Al Fatihah Isi Al Fatihah ini secara umum adalah sebagai dasar sikap, pujian atas sifat-sifat yang mulia (bekal/prinsip memberi (arRahman-arRahim), visi (malikiyaumiddin), integritas, aplikasi, penyempurnaan dan evaluasi serta prinsip ikhlas. Apabila anda hayati isinya, maka isi Al Fatihah ini merupakan bimbingan total dari pembangunan hati dan pikiran (Iman), pelaksanaan (Islam) dan penyempurnaan (Ihsan). Bacaan ini akan mampu menyelaraskan pikiran, tindakan dan penyempurnaan seseorang untuk belajar serta membandingkan antara idealisme (Al Fatihah) itu dengan realisasi. 1). Bismillahirrahmanirrahiim. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pembuka : Mulailah Atas Nama Allah. Prinsip ini akan menyadarkan diri untuk selalu bersikap rahman dan rahim kepada setiap orang agar selalu memiliki prinsip memberi dan -mulai. Atas Nama Allah artinya adalah berupaya mewakili dan meneladani segala sifat-sifat Allah. Inilah dasar dari pembuka suara hati yang akan membisiki Anda, yang akan mengarahkan Anda kepada kebaikan dan keberhasilan. Anda akan memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat karena Anda akan bertindak atas nama Allah yang Maha Mulia, bertindak sebagai wakil Allah yang dihormati. 2). Alhamdulillahirabbil ‘Alamiin. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Memuji Allah : Berpikir dan berjiwa besar (Thinking Big). Anda akan selalu merasa dalam curahan Rahmat Allah, pemilik alam semesta raya. Anda akan merasa tenteram dan merasa terlindungi karena didasari oleh kepercayaan bahwa Anda bekerja untuk menyejahterakan bumi milik Allah tersebut. Bersedia untuk menggunakan seluruh potensi diri secara maksimal, dalam rangka menjalankan tugas sebagai rahmatan lil `alamin. Selalu mengingat semua sifat-sifat Allah sebagai landasan dari kecerdasan emosi dan spiritual. 3). Arrahmaanirrahiim. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bekal : Sikap mengasihi sesama (Thinking Deep). Untuk meraih suatu kepercayaan, harus didasari oleh sikap rahman dan rahim kepada orang lain. Tidak merugikan orang lain dan selalu berusaha membantu dan menolong orang lain. Inilah dasar keberhasilan hubungan antar manusia, yang membawa diri pada “ketangguhan sosial”. 4). Maaliki Yaumiddiin. Pemilik/Raja Hari Pembalasan. Tujuan (Visioner). Selalu berorientasi pada masa depan, memiliki harapan yang jelas, serta memiliki perencanaan untuk setiap langkah yang akan dibuat sehingga Anda akan memiliki kesadaran penuh bahwa cara untuk meraih keberhasilan tidaklah bisa ditempuh dengan cara-cara yang buruk. Harus bertindak atas nama Allah, selalu memuji dan mengingat sifat-sifat Allah dan berbekal sikap rahmanrahim dalam mencapai suatu tujuan. Inilah jaminan masa depan dari Allah bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. 5). Iyyaka Na’budu Wa Iyyaka Nasta’iin.
Hanya kepada-Mu pertolongan.
kami
mengabdi
dan
hanya
kepada-Mu
kami
memohon
Memelihara prinsip (Integrity). Berprinsip tunggal hanya kepada Allah Yang Esa. Bekerja secara sungguh-sungguh dan selalu bersikap jujur. Memiliki komitmen dan selalu konsisten dalam mencapai tujuan. Selalu merasa diri dilihat oleh Tuhan. Anda akan memiliki batasan atau standar kerja dan prestasi yang sangat tinggi, karena Tuhan Yang Maha Tinggi adalah teladan dan prinsip yang Anda pegang. Siap menghadapi segala tantangan dan siap menghadapi segala kegagalan ataupun keberhasilan. Bermental baja karena Anda telah memiliki “kemenangan pribadi” yang kuat dan mandiri. 6). Ihdinash Shiraathal Mustaqiim. Tunjukilah kami ke jalan yang luas dan lurus. Pedoman (Action). Inilah langkah penulisan naskah pikiran ke dalam alam nyata berupa tindakan yang dilandasi pada format hati dan pikiran yang terbentuk pada ayat l, 2, 3, 4, dan 5, yaitu bertindak atas nama Allah, selalu bersikap rahmanrahim, memiliki visi, memiliki integritas tinggi, dan hanya berpegang kepada Allah Yang Esa. Maka sekarang, tibalah langkah pelaksanaan secara total dari visi yang telah dilandasi oleh karakter kokoh dan prinsip yang teguh. Di sinilah letak perjuangan sesungguhnya. Langkah Islam yang diaplikasikan secara total. 7). Shiraathal Ladziina An’amta ‘Alaihim, Ghairil Maghdhuubi `Alaihim Waladh Dhaalliin. Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai, bukan pula jalan yang sesat. Penyempurnaan (Evaluation and Continuous Improvement). Di tengah perjalanan itu teruslah asah hati Anda, pikiran dan pelaksanaan tugas dan cita-cita Anda secara terus menerus (kaizen), sehingga terbentuk suatu tingkatan baru yang lebih baik dan lebih sempurna. Anda diminta untuk mengevaluasi pikiran, hati, dan pelaksanaan kerja Anda agar senantiasa terus berada pada tangga yang benar dan lurus. Tanpa kenal putus asa, pada jalan Allah yang sangat luas. Mencari Ridha Allah. 8). Amiin. Kabulkanlah. Ikhlas (Sincerity). Tetaplah ikhlas untuk menerima segala hasil yang telah dicapai, apa pun hasilnya, terimalah dengan baik, karena semuanya datang dari Allah. Apabila belum merasa puas, jangan langsung menyalahkan nasib, baca dan pelajari (iqra’), pasti ada suatu hal yang masih kurang dan belum dilakukan. Ulangi lagi, seperti Anda mengulangi bacaan Al Fatihah ini setiap hari. Semua ayat-ayat di atas harus dilihat dan dibaca kembali satu persatu. Lakukan setelah semua langkah telah terlaksana. Ketika membaca Al Fatihah ini, jadikanlah setiap ayatnya sebagai alat untuk mengevaluasi diri. Di samping itu, sikap ikhlas ini akan menyembuhkan Anda dari penyakit psikologis yang disebut `perfectionist’ yaitu keresahan dan kecemasan akibat dari belum tercapainya target yang telah ditetapkan. Inilah prinsip yang jauh lebih hebat dari kaizen. Setiap kali membaca Al Fatihah, pergunakanlah seluruh suara hati Anda untuk menyerap sekaligus melatih serta mempertajam kecerdasan emosi dan spiritual yang Anda miliki. Setiap ayat yang Anda baca melalui mata hati Anda itu, akan
melahirkan langkah-langkah menuju pembangunan karakter yang mulia, yang dilandasi prinsip Ke-Esa-an Tuhan, serta akan memunculkan kembali karakter dasar dari Asmaul Husna (core values) pada hati yang mungkin telah tertutup. Manfaatkan bacaan Al Fatihah ini setiap hari, sebagai sebuah training diri atau pelatihan abadi (long life learning), sepanjang hidup Anda. Bacalah perlahan-lahan dengan hati dan perasaan, bukan dengan mata atau kepala. Evaluasi setiap pemikiran dan langkah Anda tersebut berdasarkan Al Fatihah, dan sempurnakanlah kembali segalanya hingga hasilnya lebih baik lagi, inilah Bushidonya Islam. Apabila Bangsa Jepang membaca Bushido-nya setiap hari setelah mereka melakukan Taisho sebagai upaya menginternalisasi nilai-nilai dasar-sikap Bushidonya para samurai, maka dalam Islam-dengan membaca serta mengulangi Al Fatihah ini 17 kali sehari semalam dalam shalat lima waktunya, inilah Bushido-nya Islam. “Dan telah Kami berikan kepadamu As Sab’an minal Matsarty (tujuh ayat Al Fatihah) dan AlQur’an yang Mulia. “ (QS. Al Hijr [15]: 87) Disinilah prinsip pembelajaran tercipta, membandingkan antara teori dan praktek atau Al Fatihah dengan kehidupan Anda. Contoh, sejauh mana Anda berprinsip Rahman dan Rahim? Apabila surat Al Fatihah itu dinyatakan dan di baca secara terus menerus dan berulang-ulang, maka niscaya ia akan menjadi sebuah prinsip yang tertanam kuat dalam jiwa dan pikiran seseorang, sehingga Al Fatihah ini akan menjadi sebuah prinsip hidup yang memberi secara luar biasa. “Bacakanlah apa yang diwahyukan dari kitab (Al Quran) kepadamu, dan dirikanlah shalat. Sungguh, shalat mencegah orang berbuat keji dan munkar. Dan mengingat Allah adalah yang paling penting (dalam kehidupan). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al Ankabut: 45) c. Rukuk Doa dalam rukuk yaitu Maha Suci Allah yang maha Agung, ini adalah contoh sebuah pendidikan bahwa untuk menjadi seseorang yang agung, haruslah dimulai dengan cara yang suci dan bersih. Begitu pula dengan sebuah pemikiran tanpa tindakaan nyata belumlah di anggap bijaksana. Tidaklah cukup hanya menyatakan beriman saja, tetapi ia harus melakukan suatu langkah nyata. Ini di lambangkan dengan do’a dan gerakan yang dilakukan secara bersama-sama. d. Waktu yang ditentukan Sholat lima waktu secara disiplin tanpa diawasi oleh orang lain adalah sebuah pelatihan integritas yang sesungguhnya. Orang yang mampu melakukan shalat lima waktu secara disiplin akan menghasilkan sebuah pribadi yang memiliki integritas kuat. Sholat adalah bentuk integritas seorang mukmin kepada Allah sekaligus komitmen tunggal dan loyaitas total hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Seseorang yang telah melakukan shalat seperti diatas akan memperoleh kepercayaan yang sangat tinggi, tidak hanya dari Tuhan namun juga dari manusia, karena ia telah memnunjukkan integritas, komitmen serta loyalitasnya kepada Tuhan. Anda bisa bayangkan, apabila seseorang mampu mendirikan shalat secara sungguh-sungguh dengan tingkat pemahaman shalat yang baik, niscaya Anda akan lebih mempercayainya di bandingkan dengan orang yang tidak shalat sama sekali. Niscaya Allah akan menaruh kepercayaan-Nya sebagai wakil Allah di muka bumi ini bagi sosok Mukmin seperti itu. Shalat adalah suatu pembangunan kepercayaan yang sesungguhnya. Orang-orang sperti ini tidak perlu di awasi, karena ia memiliki
kesadaran diri bahwa dirinya selalu dilihat serta diawasi oleh Allah SWT. Inilah pelatihan serta pembentukan kepercayaan yang diberikan secara langsung dari Allah SWT. “(Mereka ialah) orang-orang yang bila Kami beri kekuasaan di atas bumi, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh (orang) berbuat kebaikan dan melarang perbuatan Munkar. Kepada Allah kembali (segala) urusan.” (QS. Al Hajj: 41)
Boriz Yeltsin:
Apa Kata Mereka Tentang Rasul Kita, Muhammad SAW ENCYCLOPEDIA BRITANNICA “Sejumlah besar sumber awal menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang jujur dan berbudi baik yang dihormati dan ditaati orang-orang yang sepertinya (jujur dan berbudi baik) (Vol. 12)”
MAHATMA GANDHI (Komentar mengenai karakter Muhammad di YOUNG INDIA) “Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia… Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya. Semua ini (dan bukan pedang) menyingkirkan segala halangan. Ketika saya menutup halaman terakhir volume 2 (biografi Muhammad), saya sedih karena tiada lagi cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung.”
Sir George Bernard Shaw (The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8, 1936.) “Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris – bahkan Eropa – beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut.” “Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya agama yang bagi saya memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad – sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil ’sang penyelamat kemanusiaan’.” “Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia: Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini” “Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan social dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang. Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan meninggalkan dunia ini pada usia 63. Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan ke keagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat ini dan bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE.”
MICHAEL H. HART (THE 100: A RANKING OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY, New York, 1978) Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejutkan semua pihak, tapi dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular maupun agama. (hal. 33). Lamartine, seorang sejarawan terkemuka menyatakan bahwa: “Jika keagungan sebuah tujuan, kecilnya fasilitas yang diberikan untuk mencapai tujuan tersebut, serta menakjubkannya hasil yang dicapai menjadi tolok ukur kejeniusan seorang manusia; siapakah yang berani membandingkan tokoh hebat manapun dalam sejarah modern dengan Muhammad? Tokoh-tokoh itu membangun pasukan, hokum dan kerajaan saja. Mereka hanyalah menciptakan kekuatan-kekuatan material yang hancur bahkan di depan mata mereka sendiri. Muhammad bergerak tidak hanya dengan tentara, hukum, kerajaan, rakyat dan dinasti, tapi jutaan manusia di dua per tiga wilayah dunia saat itu; lebih dari itu, ia telah merubah altar-altar pemujaan, sesembahan, agama, pikiran, kepercayaan serta jiwa. Kesabarannya dalam kemenangan dan ambisinya yang dipersembahkan untuk satu tujuan tanpa sama sekali berhasrat membangun kekuasaan, sembahyangsembahyangnya, dialognya dengan Tuhan, kematiannnya dan kemenangan-kemenangan (umatnya) setelah kematiannya; semuanya membawa keyakinan umatnya hingga ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan sebuah dogma. Dogma yang mengajarkan ketunggalan dan kegaiban (immateriality) Tuhan yang mengajarkan siapa sesungguhnya Tuhan. Dia singkirkan tuhan palsu dengan kekuatan dan mengenalkan tuhan yang sesungguhnya dengan kebijakan. Seorang filsuf yang juga seorang orator, apostle (hawariyyun, 12 orang pengikut Yesus-pen.), prajurit, ahli hukum, penakluk ide, pegembali dogma-dogma rasional dari sebuah ajaran tanpa pengidolaan, pendiri 20 kerajaan di bumi dan satu kerajaan spiritual, ialah Muhammad. Dari semua standar bagaimana kehebatan seorang manusia diukur, mungkin kita patut bertanya: adakah orang yang lebih agung dari dia?”
(Lamar tine, HISTOIRE DE LA TURQUIE, Paris, 1854, Vol. II, pp 276-277) “Dunia telah menyaksikan banyak pribadi-pribadi agung. Namun, dari orang orang tersebut adalah orang yang sukses pada satu atau dua bidang saja misalnya agama atau militer. Hidup dan ajaran
orang-orang ini seringkali terselimuti kabut waktu dan zaman. segitu banyak spekulasi tentang waktu dan tempat lahir mereka, cara dan gaya hidup mereka, sifat dan detail ajaran mereka, serta tingkat dan ukuran kesuksesan mereka sehingga sulit bagi manusia untuk merekonstruksi ajaran dan hidup tokoh-tokoh ini. Tidak demikian dengan orang ini. Muhammad (SAW) telah begitu tinggi menggapai dalam berbagai bidang pikir dan perilaku manusia dalam sebuah episode cemerlang sejarah manusia. Setiap detil dari kehidupan pribadi dan ucapan-ucapannya telah secara akurat didokumentasikan dan dijaga dengan teliti sampai saat ini. Keaslian ajarannya begitu terjaga, tidak saja oleh karena penelusuran yang dilakukan para pengikut setianya tapi juga oleh para penentangnya. Muhammad adalah seorang agamawan, reformis sosial, teladan moral, administrator massa, sahabat setia, teman yang menyenangkan, suami yang penuh kasih dan seorang ayah yang penyayang – semua menjadi satu. Tiada lagi manusia dalam sejarah melebihi atau bahkan menyamainya dalam setiap aspek kehidupan tersebut – hanya dengan kepribadian seperti dialah keagungan seperti ini dapat diraih.”
K. S. RAMAKRISHNA RAO, Professor Philosophy dalam bookletnya, “Muhammad, The Prophet of Islam” Kepribadian Muhammad, hhmm sangat sulit untuk menggambarkannya dengan tepat. Saya pun hanya bisa menangkap sekilas saja: betapa ia adalah lukisan yang indah. Anda bisa lihat Muhammad sang Nabi, Muhammad sang pejuang, Muhammad sang pengusaha, Muhammad sang negarawan, Muhammad sang orator ulung, Muhammad sang pembaharu, Muhammad sang pelindung anak yatim-piatu, Muhammad sang pelindung hamba sahaya, Muhammad sang pembela hak wanita, Muhammad sang hakim, Muhamad sang pemuka agama. Dalam setiap perannya tadi, ia adalah seorang pahlawan. Saat ini, 14 abad kemudian, kehidupan dan ajaran Muhammad tetap selamat, tiada yang hilang atau berubah sedikit pun. Ajaran yang menawarkan secercah harapan abadi tentang obat atas segala penyakit kemanusiaan yang ada dan telah ada sejak masa hidupnya. Ini bukanlah klaim seorang pengikutnya tapi juga sebuah simpulan tak terelakkan dari sebuah analisis sejarah yang kritis dan tidak bias.
PROF. (SNOUCK) HURGRONJE: Liga bangsa-bangsa yang didirikan Nabi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar persatuan internasional dan persaudaraan manusia di atas pondasi yang universal yang menerangi bagi bangsa lain. Buktinya, sampai saat ini tiada satu bangsa pun di dunia yang mampu menyamai Islam dalam capaiannya mewujudkan ide persatuan bangsa-bangsa. Dunia telah banyak mengenal konsep ketuhanan, telah banyak individu yang hidup dan misinya lenyap menjadi legenda. Sejarah menunjukkan tiada satu pun legenda ini yang menyamai bahkan sebagian dari apa yang Muhammad capai. Seluruh jiwa raganya ia curahkan untuk satu tujuan: menyatukan manusia dalam pengabdian kapada Tuhan dalam aturan-aturan ketinggian moral. Muhammad atau pengikutnya tidak pernah dalam sejarah menyatakan bahwa ia adalah putra Tuhan atau reinkarnasi Tuhan atau seorang jelmaan Tuhan – dia selalu sejak dahulu sampai saat ini menganggap dirinya dan dianggap oleh pengikutnya hanyalah sebagai seorang pesuruh yang dipilih Tuhan.
THOMAS CARLYLE in his HEROES AND HEROWORSHIP “(Betapa menakjubkan) seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Baduy) menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua decade.” “Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri.” “Sesosok jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau harus dijunjung tinggi. Dia diciptakan untuk menerangi dunia, begitulah perintah Sang Pencipta Dunia.”
EDWARD GIBBON and SIMON OCKLEY speaking on the profession of ISLAM write:
“Saya percaya bahwa Tuhan adalah tunggal dan Muhammad adalah pesuruh-Nya” adalah pengakuan kebenaran Islam yang simpel dan seragam. Tuhan tidak pernah dihinakan dengan pujaan-pujaan kemakhlukan; penghormatan terhadap Sang Nabi tidak pernah berubah menjadi pengkultusan berlebihan; dan prinsip-prinsip hidupnya telah memberinya penghormatan dari pengikutnya dalam batas-batas akal dan agama.
(HISTORY OF THE SARACEN EMPIRES, London, 1870, p. 54). Muhammad tidak lebih dari seorang manusia biasa. Tapi ia adalah manusia dengan tugas mulia untuk menyatukan manusia dalam pengabdian terhadap satu dan hanya satu Tuhan serta untuk mengajarkan hidup yang jujur dan llurus sesuai perintah Tuhan. Dia selalu menggambarkan dirinya sebagai hamba dan pesuruh Tuhan’ dan demikianlah juga setiap tindakannya.
SAROJINI NAIDU, penyair terkenal India (S. Naidu, IDEALS OF ISLAM, vide Speeches & Writings, Madras, 1918, p. 169): Inilah agama pertama yang mengajarkan dan mempraktekkan demokrasi; di setiap masjid, ketika adzan dikumandangkan dan jemaah telah berkumpul, demokrasi dalam Islam terwujud lima kali sehari ketika seorang hamba dan seorang raja berlutut berdampingan dan mengakui: ‘Allah Maha Besar’…Saya terpukau lagi dan lagi oleh kebersamaan Islam yang secara naluriah membuat manusia menjadi bersaudara.
DIWAN CHAND SHARMA: “Muhammad adalah sosok penuh kebaikan, pengaruhnyadirasakkan dan tak pernah dilupakan orang-orang terdekatnya. (D.C. Sharma, THE PROPHETS OFTHE EAST, Calcutta, 1935, pp. 12)
James A. Michener, “Islam: The Misunderstood Religion,” in READER’S DIGEST (American edition), May 1955, pp. 68-70. Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah. Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahunlebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.”Seperti halnya para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi2 dan ragu2 karena menyadari kelemahannya. Tapi “Baca” adalah perintah yang diperolehnya, -dan meskipun sampai saat inidiyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis – dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: “Tiada tuhan selain Tuhan.”"Dalam setiap hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim, meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata: “Gerhana adalah sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan kematian atau kelahiran seorang manusia.”Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: ‘Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuila bahwa Ia hidup selamanya”. (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144)
Boriz Yeltsin
Kesucian Agama Tidak Kaku! Salah satu dimensi penting dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw adalah sikap beliau yang begitu mementingkan detil pelaksanaan hukum-hukum ilahi. Perilaku Nabi saw senantiasa sesuai dengan al-Quran. Namun pada saat yang sama beliau tidak ekstrim kanan dan kiri. Selalu yang dilakukan oleh beliau itulah yang dilakukannya “Berlaku lurus sebagaimana diperintah.” Sikap seperti inilah yang beliau ajarkan kepada masyarakat Islam masa itu. Satu hal yang penting dari perilaku Nabi saw ini adalah kita sebagai umat Islam harus mengambil ajaran Islam dari al-Quran dan Sunnah. Dalam al-Quran berkali-kali orang-orang Yahudi dikecam karena tanpa alasan mereka mengharamkan sesuatu. Nabi dan para pemimpin Islam tidak menyukai kesembronoan dalam beragama seukuran dengan ketidaksukaan mereka akan kekakuan dalam beragama. Keduanya ini menunjukkan kelemahan rasional dan mengenal lahirian agama.... Dalam hadis-hadis kita pernah membaca bagaimana dalam sebuah perjalanan Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk tidak berpuasa, namun tetap saja ada sebagian dari mereka yang memaksa melakukan puasa. Melihat keadaan yang demikian, Nabi Muhammad saw marah dan sambil tetap duduk di atas untanya beliau mengatakan, “Wahai orang-orang yang bermaksiat, batalkan puasa kalian.” (Tahdzib al-Atsar, Ibn Abbas, jilid 1, hal 92) Nabi Muhammad saw tidak akan menghalalkan apa yang diharamkan Allah swt dan begitu pula sebaliknya, sekalipun beliau tidak menyukainya. Ingat bagaimana Rasulullah saw tidak menyukai
bau bawang putih dan mengatakan bahwa barang siapa yang memakan bawang putih jangan duduk di dekatnya. Namun pada saat yang sama beliau mengatakan tidak mengharamkannya, karena beliau tidak diberi izin untuk mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah. Nabi Muhammad saw sangat menekankan perhatian terhadap apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah swt. Masih terkait dengan masalah ini, ada sebuah kisah yang patut diketengahkan. Imam Husein as. tidak berbicara dengan Abdullah bin Amr al-Ash soal perang Shiffin, di mana ayahnya berperang dengan Imam Ali as. di perang Shiffin. Abu Said al-Khudri berusaha untuk mendamaikan mereka di Madinah. Imam Husein as. kepada Abdullah bin Amr al-Ash mengtakan, “Sesuai dengan hadis yang dinukil, aku adalah salah satu manusia terbaik di bumi. Lalu mengapa engkau di perang Shiffin ikut berperang melawan ayahku yang lebih baik dari aku? Abdullah menyampaikan alasannya, “Di zaman Nabi saw, aku adalah seorang yang terkenal kezuhudannya dan melakukan suluk yang sulit. Siang hari aku berpuasa dan pada malamnya aku melakukan salat malam. Akhirnya, suatu hari ayahku melaporkan sikap ekstrimku kepada Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw berkata kepada saya, “Engkau harus menaati orang tuamu! Nah, ketika ayahku pergi berperang di Shiffin, aku juga menaatinya dan pergi berperang bersamanya. Mendengar itu, Imam Husein as. mengatakan bahwa apa yang engkau lakukan tidak sesuai dengan hadis dari Nabi Muhammad saw yang mengatakan, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah.”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS, 29:8). Telisik ulang ucapan Abdullah bin Amr al-Ash memberikan sebuah pencerahan bagaimana sebuah perintah Rasulullah saw agar menaati ayahnya telah membuatnya menjadi kaku dalam menafsirkannya dalam kehidupan. Heute um 08:40
Boriz Yeltsin Hidup Bermasyarakat Hidup bermasyarakat dalam sebuah komunitas punya makna tersendiri bagi seorang pemimpin, orator, imam jamaah sebuah masjid dan atau pedagang. Sebuah perilaku dapat menjadi sebab masyarakat tertarik. Dalam sejarah disebutkan bagaimana dalam melakukan salat berjamaah, Rasulullah saw tidak pernah membuat para makmum menjadi kelelahan. Dalam salat berjamaah dan Rasulullah saw menjadi imam salat, tidak pernah disebutkan Nabi memanjangkan salatnya. Namun pada saat yang sama beliau tidak menyukai orang yang melakukan salatnya dengan tergesa-gesa. Dalam sejarah disebutkan, Nabi Muhammad saw banyak berzikir, sedikit melaknat, memanjang salat, memendekkan khotbah, tidak sombong, bersama orang fakir dan anak-anak yatim dan memenuhi hajat mereka. Dalam posisi yang demikian, Nabi tidak pernah mengharapkan penghormatan dari umatnya. Namun jangan lupa Allah swt memerintahkan umatnya untuk menghormati beliau, tapi Nabi tidak menyukai penghormatan formal. Nabi sangat tidak menyukai bila ada orang di depannya kemudian berdiri sebagai penghormatan. Hal ini membuat kecintaan umatnya semakin menjadi-jadi kepadanya. Sebuah contoh menarik dalam hal ini saat beliau menjadi imam salat jamaah terdengar tangis bayi. Nabi kemudian membacakan surat pendek sehingga salat jamaah kali itu cepat selesai. Setelah itu, para sahabat bertanya mengapa beliau memendekkan salatnya, beliau menjawab, “Bila aku memanjangkan salat, maka pasti ibu dari bayi itu tidak bisa konsentrasi dengan baik.... Nabi bahkan begitu perhatian dengan orang-orang yang dianggap lemah dan tidak punya posisi di tengah masyarakat. Dalam Fath al-Bari disebutkan, ada seorang perempuan kulit hitam dan
tinggal di Madinah. Pekerjaan sehari-harinya di masjid. Beberapa hari berlalu, Nabi tidak melihatnya. Ketika ditanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Dia telah meninggal.” Beliau berkata, “Apa yang kalian lakukan ini sangat menyakitiku.” Para sahabat membayangkan bahwa wanita kulit hitam itu tidak bernilai, sehingga mereka harus mengabarkan hal itu kepada Nabi. Rasulullah saw kemudian meminta kepada mereka untuk menunjukkan di mana kuburannya. Mereka menunjukkan kuburannya dan Nabi menuju ke kuburan perempuan itu. Beliau kemudian mengucapkan salam kepadanya dan berkata, “Kuburan perempuan ini gelap. Dengan salam dan doa kita kuburannya akan terang dan bercahaya.” Heute um 08:41
Boriz Yeltsin NABI Muhammad Rasulullah SAW, merupakan pribadi mulia yang menarik untuk ditulis, dibaca, dan didiskusikan, sepak terjang dan keteladanannya. Pribadi paripurna itu menampilkan multikompleks sebagai politisi, negarawan, orator, pendidik, sekaligus pemimpin revolusioner besar di muka bumi ini. Muhammad bin Abdullah lahir di kota Mekkah, 12 Rabiu’ul Awal 571 H – 20 April 571 M dikenal tahun Gajah. Lelaki itu bergelar ‘al-amien’ lahir dari keluarga miskin materi, ‘berdarah biru’ dari keluarga terhormat dan terkemuka. Pribadi mulia itu ditinggal wafat ayahnya Abdullah bin Abdul Muthalib ketika masih dalam kandungan dan ibunya Aminah pun wafat ketika ia masih usia dini (6 tahun). Di usianya yang semestinya membutuhkan belaian kasih sayang orang tua, tidak didapatnya. Pada tahap perkembangan usia anak-anak justru ikut berniaga sampai ke negeri Syam. Dalam konteks kekinian, anak seusia Nabi itu masih bergantung kepada orang tuanya dihadiahi tumpukan materi. Jika ditarik dalam kehidupan kekinian anak-anak perkotaan masih dimanjakan dengan gaya hidup hedonis. Tidak terbiasa dengan kegiatan ekonomi mambantu orang tua sebagai proses pembelajaran (baca, pendewasaan) tidak terjadi. Dalam kapasitasnya sebagai individu, warga masyarakat (warga negara), beliau mampu menempatkan dirinya untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dengan penuh keikhlasan, tanggung jawab, dan kejujuran. Beliau diberikan gelar al-amin atau dapat dipercaya. Sebagai nabi, ia telah memberikan contoh bagaimana memberikan teladan, mendidik, dan mengarahkan para sahabatnya-sahabatnya agar senantiasa selalu berada di jalan Allah SWT. Pada diri Rasulullah melekat sifat-sifat siddik, tabligh, amanah, dan fathanah. Sebagai seorang pendidik, beliau mentransformasikan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Dalam hal ini, Rasulullah SAW sangat teliti dalam mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada para sahabatnya. Sebagai seorang pemimpin umat, beliau telah memberikan contoh, bagaimana cara memimpin yang baik dalam berbagai situasi. Beliau selalu mendelegasikan tugas dan kewenangan-kewenangan kepada para ahlinya. Sebagai pemimpin yang sukses, Rasulullah SAW, telah berhasil membawa umatnya menjadi umat yang terbaik di muka bumi ini. Adalah sangat pantas jika beliau ditempatkan pada peringakat pertama dalam seratus tokoh berpengaruh di muka bumi ini. Dalam meneladani kehidupan Rasulullah SAW, yang terpenting adalah bagaimana kita mampu bertindak, berpikir, memimpin orang dan berprilaku dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Apa yang dicontohkan Rasulullah adalah kesempurnaan perilaku yang sudah sepatutnya ditiru oleh kita sebagai umatnya dan dijadikan semangat bagi kita untuk terus maju dan berprestasi. Lalu, apakah perilaku kita selama ini telah meniru keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau tidak? Apakah kita juga mempunyai semangat untuk terus maju dan berprestasi dalam berbagai bidang? Heute um 08:40
Boriz Yeltsin
Akhlak Ciri Khas Paling Menonjol dari Pribadi Nabi Muhammad saw Dari semua ciri khas yang dimiliki oleh Rasulullah saw, tidak ada yang lebih penting dan mulia kecuali akhlak beliau. Ini adalah ciri khas yang ditegaskan langsung oleh Allah SWT dengan firmannya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung... Mehr anzeigen” (QS, 68:4). Nabi sendiri dalam hadisnya mengatakan, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” Seorang muslim bila ditanya akan sifat-sifat Nabi Muhammad saw maka mereka akan menjawab, “Dia memerintahkan dengan akhlak mulia.” Sekaitan dengan akhlak Nabi saw yang punya hubungan dengan kehidupan sosial dan keluarga, banyak sekali referensi yang menyebutkan hal itu. Namun kali ini anda akan disuguhi beberapa metode pendidikan kepada masyarakat dan cara penjelasannya. Heute um 08:40 · Melden
Boriz Yeltsin
Kesucian Agama Tidak Kaku! Salah satu dimensi penting dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw adalah sikap beliau yang begitu mementingkan detil pelaksanaan hukum-hukum ilahi. Perilaku Nabi saw senantiasa sesuai dengan al-Quran. Namun pada saat yang sama beliau tidak ekstrim kanan dan kiri. Selalu yang dilakukan oleh beliau itulah yang dilakukannya “Berlaku lurus sebagaimana diperintah.” Sikap seperti inilah yang beliau ajarkan kepada masyarakat Islam masa itu. Satu hal yang penting dari perilaku Nabi saw ini adalah kita sebagai umat Islam harus mengambil ajaran Islam dari al-Quran dan Sunnah. Dalam al-Quran berkali-kali orang-orang Yahudi dikecam karena tanpa alasan mereka mengharamkan sesuatu. Nabi dan para pemimpin Islam tidak menyukai kesembronoan dalam beragama seukuran dengan ketidaksukaan mereka akan kekakuan dalam beragama. Keduanya ini menunjukkan kelemahan rasional dan mengenal lahirian agama.... Dalam hadis-hadis kita pernah membaca bagaimana dalam sebuah perjalanan Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya untuk tidak berpuasa, namun tetap saja ada sebagian dari mereka yang memaksa melakukan puasa. Melihat keadaan yang demikian, Nabi Muhammad saw marah dan sambil tetap duduk di atas untanya beliau mengatakan, “Wahai orang-orang yang bermaksiat, batalkan puasa kalian.” (Tahdzib al-Atsar, Ibn Abbas, jilid 1, hal 92) Nabi Muhammad saw tidak akan menghalalkan apa yang diharamkan Allah swt dan begitu pula sebaliknya, sekalipun beliau tidak menyukainya. Ingat bagaimana Rasulullah saw tidak menyukai bau bawang putih dan mengatakan bahwa barang siapa yang memakan bawang putih jangan duduk di dekatnya. Namun pada saat yang sama beliau mengatakan tidak mengharamkannya, karena beliau tidak diberi izin untuk mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah.
Nabi Muhammad saw sangat menekankan perhatian terhadap apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah swt. Masih terkait dengan masalah ini, ada sebuah kisah yang patut diketengahkan. Imam Husein as. tidak berbicara dengan Abdullah bin Amr al-Ash soal perang Shiffin, di mana ayahnya berperang dengan Imam Ali as. di perang Shiffin. Abu Said al-Khudri berusaha untuk mendamaikan mereka di Madinah. Imam Husein as. kepada Abdullah bin Amr al-Ash mengtakan, “Sesuai dengan hadis yang dinukil, aku adalah salah satu manusia terbaik di bumi. Lalu mengapa engkau di perang Shiffin ikut berperang melawan ayahku yang lebih baik dari aku? Abdullah menyampaikan alasannya, “Di zaman Nabi saw, aku adalah seorang yang terkenal kezuhudannya dan melakukan suluk yang sulit. Siang hari aku berpuasa dan pada malamnya aku melakukan salat malam. Akhirnya, suatu hari ayahku melaporkan sikap ekstrimku kepada Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw berkata kepada saya, “Engkau harus menaati orang tuamu! Nah, ketika ayahku pergi berperang di Shiffin, aku juga menaatinya dan pergi berperang bersamanya. Mendengar itu, Imam Husein as. mengatakan bahwa apa yang engkau lakukan tidak sesuai dengan hadis dari Nabi Muhammad saw yang mengatakan, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah.”Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya.” (QS, 29:8). Telisik ulang ucapan Abdullah bin Amr al-Ash memberikan sebuah pencerahan bagaimana sebuah perintah Rasulullah saw agar menaati ayahnya telah membuatnya menjadi kaku dalam menafsirkannya dalam kehidupan. Heute um 08:40 · Melden
Boriz Yeltsin
Hidup Bermasyarakat Hidup bermasyarakat dalam sebuah komunitas punya makna tersendiri bagi seorang pemimpin, orator, imam jamaah sebuah masjid dan atau pedagang. Sebuah perilaku dapat menjadi sebab masyarakat tertarik. Dalam sejarah disebutkan bagaimana dalam melakukan salat berjamaah, Rasulullah saw tidak pernah membuat para makmum menjadi kelelahan. Dalam salat berjamaah dan Rasulullah saw menjadi imam salat, tidak pernah disebutkan Nabi memanjangkan salatnya. Namun pada saat yang sama beliau tidak menyukai orang yang melakukan salatnya dengan tergesa-gesa. Dalam sejarah disebutkan, Nabi Muhammad saw banyak berzikir, sedikit melaknat, memanjang salat, memendekkan khotbah, tidak sombong, bersama orang fakir dan anak-anak yatim dan memenuhi hajat mereka. Dalam posisi yang demikian, Nabi tidak pernah mengharapkan penghormatan dari umatnya. Namun jangan lupa Allah swt memerintahkan umatnya untuk menghormati beliau, tapi Nabi tidak menyukai penghormatan formal. Nabi sangat tidak menyukai bila ada orang di depannya kemudian berdiri sebagai penghormatan. Hal ini membuat kecintaan umatnya semakin menjadi-jadi kepadanya. Sebuah contoh menarik dalam hal ini saat beliau menjadi imam salat jamaah terdengar tangis bayi. Nabi kemudian membacakan surat pendek sehingga salat jamaah kali itu cepat selesai. Setelah itu, para sahabat bertanya mengapa beliau memendekkan salatnya, beliau menjawab, “Bila aku memanjangkan salat, maka pasti ibu dari bayi itu tidak bisa konsentrasi dengan baik.... Nabi bahkan begitu perhatian dengan orang-orang yang dianggap lemah dan tidak punya posisi di tengah masyarakat. Dalam Fath al-Bari disebutkan, ada seorang perempuan kulit hitam dan tinggal di Madinah. Pekerjaan sehari-harinya di masjid. Beberapa hari berlalu, Nabi tidak melihatnya. Ketika ditanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Dia telah meninggal.” Beliau berkata, “Apa yang kalian lakukan ini sangat menyakitiku.” Para sahabat membayangkan
bahwa wanita kulit hitam itu tidak bernilai, sehingga mereka harus mengabarkan hal itu kepada Nabi. Rasulullah saw kemudian meminta kepada mereka untuk menunjukkan di mana kuburannya. Mereka menunjukkan kuburannya dan Nabi menuju ke kuburan perempuan itu. Beliau kemudian mengucapkan salam kepadanya dan berkata, “Kuburan perempuan ini gelap. Dengan salam dan doa kita kuburannya akan terang dan bercahaya.” Heute um 08:41 ·