Ragam Isi Salam Tabligh: Inti dari perbuatan menjadikan patung sebagai ilah sesungguhnya adalah penolakan terhadap keesaan Allah dan menyekutukannya dengan benda. Pada jaman para Nabi dan Rasul, bendanya berupa patung berbahan batu, emas, kayu, atau lainnya. Pada jaman kita sekarang ini masih banyak agama maupun kepercayaan yang menjadikan patung-patung sebagai Ilah. ................ 3
Tafsir al-Qur’an: Surat al-Baqarah ayat 51-53 Sesungguhnya manusia itu apabila melakukan dosa dan pintu taubat tidak terbuka serta permaafan tidak diberikan, maka akan bertambahlah kejahatannya dan tenggelam di dalam lumpur dosa. Padahal, satu dosa saja bisa membawa ke neraka. Hal ini tidak dikehendaki Allah SWT terjadi pada hambanya yang dikasihinya. ............................................. 8
Tuntunan Akidah: Tamimah adalah sesuatu barang yang dikalungkan, atau diikatkan pada tangan, dipakai sebagai sabuk, diselipkan pada kopyah, atau
Rabbana dzalamna anfusana, wa in lam taghfir lana wa tarkhamna lanakunanna minal-khasirin. “Ya Tuhan kami, kami telah mendhalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.”
digantungkan di pintu rumah, dalam mobil, dan lainlain dengan anggapan dapat mencegah bahaya atau mendatangkan kemanfaatan. ......................... 19
Tuntunan Akhlak: Adab: Fungsi Masjid ........ 24 | Ihsan .......... 30 Tuntunan Ibadah: Shalat Jenazah ....................................................... 40 Tuntunan Muammalah: Hukum Jual-Beli Organ Tubuh Manusia .......... 49 Syarah Hadits: Mencintai Allah dan Rasul-Nya ..................... 56
disain sampul:
[email protected] BERKALA TUNTUNAN ISLAM
ISLAM
THE WAY OF LIFE
Penasehat Ahli: Drs. H. Muhammad Muqoddas, Lc., M.A., Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin, M.A. Pemimpin Umum: Agus Sukaca | Pemimpin Perusahaan: Ismail TS Siregar. Pemimpin Redaksi: Farid Bambang Siswantoro. Sidang Redaksi: Sutoto Jatmiko, Farid Setiawan, Arif Jamali Muis, Arief Budiman Ch., Majelis Redaksi: Anhar Anshori, Ahmad Supriyadi, Agus Taufiqurrahman, Agus Kusnadi, Agus Tri Sundani, Ahmad Muttaqin, Ahmad Yani, Alfis Chaniago, Andy Dermawan, Fathurrahman Kamal, Imron Anhar, Kamiran Qomar, Kasiyarno, Khamim Zarkasih Putro, Marsudi Iman, Moh. Damami Zein, Muhammad Furqan, Muhammad Ziyad, Munichy B. Edrees, Najib Sudarmawan, NurudinTriwidiyanto, Okrisal Eka Putra, Risman Muhtar, Shobahussurur, Suhairy Ilyas, Sukirman, Syakir Jamaluddin, Syamsul Hidayat, Waharjani, Wijdan al-Arifin, Wikan Eko Pramuji, Yusuf A. Hasan., Zulbahri Sutan Bagindo. Kontributor Materi: dr. H. Agus Sukaca, M.Kes., Drs. H. M. Yusron Asrofie, M.A., Dr. H. Syamsul Hidayat, M.Ag., Dr. Mahli Z. Tago, M.Si., Drs. H. Zaini Munir Fadloli, M.Ag., Ruslan Fariadi, S.Ag., M.SI., Dr. H. Agung Danarta, M.Ag., dan lain-lain. Manajer Pemasaran dan Periklanan: Agus Budiantoro | Manajer Keuangan: Taufiqurrahman | Manajer Operasional dan Administrasi: Fitri T. Nugroho; Diterbitkan oleh: Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Alamat: Jl. KHA. Dahlan 103 Yogyakarta-55262 telp. +62-274-375025 fax. +62-274-381031 HP. 081804085282, 085328877997, 085729844448. email:
[email protected] Akun bank: Bank Syariah Mandiri nomor: 0300126664 a.n. Berkala Tuntunan Islam MT PPM.
Salam Tabligh
MEMPER‐ILAH‐KAN
BERHALA Banyak di antara ummat manusia yang menjadikan patung-patung sebagai ilah-nya. Umumnya patung terbuat dari batu, kayu dan tembikar. Ada pula yang terbuat dari bahan lain seperti emas, perak, perunggu.
Pembaca yang budiman! Para Nabi dan Rasul menghadapi ummat manusia yang menyekutukanAllah dengan patung-patung dan tugas utama kenabian dan kerasulan mereka adalah mengajak manusia kembali menjadikan Allah sebagai satu-satunya ilah. Mereka menyeru, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak layak bagimu sekalian menjadikan ilah selain Dia” (QS al-A’raf: 85). Patung tidak layak menjadi sekutu bagi Allah. Demikian pula benda-benda lain di semesta raya, semuanya tidak ada yang layak menjadi sekutu-Nya. Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam mendapati kaumnya menyembah berhala dan bapaknya termasuk di antaranya. Beliau berkata kepada bapaknya Azar, “Pantaskah kamu menjadikan patungpatung sebagai ilah-ilah? Sungguh aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata (QS al-An’am: 74). Allah memperlihatkan tanda-tanda keagungan-Nya di langit dan di bumi
kepada Ibrahim agar menjadi yakin dan memberinya petunjuk sehingga pikirannya menjadi jernih. Ketika malam telah gelap, Ibrahim melihat bintang cemerlang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata; “Saya tidak suka kepada yang tenggelam (QS al-An’am: 76). Ketika melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bulan itu tenggelam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat” (QS alAn’am: 77). Ketika melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Tuhanku, ini lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: ”Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (QS al-An’am: 78). Patung-patung tidak layak menjadi ilah. Bintang gemintang yang bertebaran di langit tidak layak menjadi ilah. Bulan yang tampak indah bercahaya juga tidak layak menjadi ilah. Demikian pula matahari sebagai penerang bumi dan sumber energi yang memancar terus, juga tidak EDISI 18/2014
3
layak menjadi ilah. Semuanya tidak ada yang layak, kecuali hanya Allah satusatunya Dzat yang layak menjadi ilah. Maka kita harus menyatakan: Tidak ada ilah kecuali Allah. Kaum Bani Israil yang dibimbing langsung oleh Nabi Musa juga tidak terlepas dari menjadikan patung-patung sebagai ilah. Bahkan dalam kondisi baru saja terlepas dari bahaya kejaran Fir’aun, mereka terkagum-kagum dengan patung yang diagung-agungkan oleh kaum yang dilewati. Mereka meminta kepada Musa untuk membuatkannya. Al-Qur’an mengabadikannya dalam ayat berikut: “Dan Kami seberangkan Bani Israil melalui lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang menyembah patung mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatkan untuk kami ilah sebagaimana mereka punya ilah-ilah. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui” (QS al-A’raf: 138). Di saat lain, ketika Nabi Musa meninggalkan kaumnya, Bani Israil disesatkan oleh Samiri dengan sebuah patung anak sapi yang bertubuh dan bersuara. Mereka berkata: “Inilah ilah-mu dan ilah Musa, tetapi Musa telah lupa” (QS Thaha: 88). Mereka tetap bersikukuh tidak mau merubah keyakinannya meskipun telah diingatkan oleh Nabi Harun. Hampir semua Nabi dan Rasul utusan Allah berhadapan dengan kaum yang bertaaluh kepada patung dan sejenisnya. Termasuk penutup para Nabi dan Rasul Muhammad Sallallahu’alaihi wa sallam menghadapi juga. 4
Berkala Tuntunan ISLAM
Pada awal kenabian beliau, di Hijaz ada tempat pemujaan yang dikenal sebagai kuil tiga “putri Tuhan”, yakni alLata, al-Uzza, dan al-Manat. Al-Lata adalah “Dewi Thaif”, patungnya ditempatkan di sebuah kuil mewah di Tha’if. Kuil al-Uzza terletak di lembah Nakhlah, sehari perjalanan unta ke arah selatan Makkah. Kuil al-Manat terletak di Qudayd Laut Merah. Di dalam Ka’bah ada patung Hubal yang diminta dari kaum Moabit di Syria, patung itu berada di dalamnya selama beberapa generasi. Di sekitar Ka’bah ada sekitar 360 patung. Banyak suku di jazirah Arab yang membawa dan meninggalkan patung di sekitar Ka’bah ketika mereka berziarah ke tempat suci tersebut. Orang-orang Mekkah juga menyimpan patung-patung di rumah mereka sebagai penjaga rumah. Bila akan bepergian jauh, mereka menghadap patung dan bersujud didepannya meminta berkah dan keselamatan. Demikian juga yang mereka lakukan saat kembali. Bukan hanya orang Mekkah yang melakukan itu, hampir semua bangsa Arab memuja berhala. Sedikit saja yang masih mengikuti agama hanif. Sekarang inipun di berbagai belahan dunia masih bisa didapati para pemuja patung, termasuk di sekitar kita. Mereka memiliki ritual tertentu yang dilakukan di hadapan patung-patung yang mereka per-ilah-kan. Agama-agama yang memiliki penganut besar di dunia juga menjadikan patung sebagai ilah. Mengapa mereka menjadikan patung-patung itu sebagai ilah?
1. Melanjutkan tradisi Orang-orang yang menjadikan patung sebagai ilah sebenarnya sadar bahwa patung-patung itu tidak berkuasa menciptakan sesuatu dan tidak mampu memberi rejeki. Ketika Nabi Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Patungpatung apakah ini yang kamu sekalian tekun beribadah kepadanya?” (QS alAnbiya: 52). Mendapat pertanyaan tersebut mereka tidak memiliki jawaban yang meyakinkan dan hanya bisa mengatakan bahwa mereka telah mendapati orang tua mereka melakukan sebelumnya (QS alAnbiya: 53). Mereka hanya mewarisi kebiasaan itu. Ketika dijelaskan bahwa yang mereka lakukan keliru dan sesat, dan seharusnya mereka menyembah Tuhan semesta alam yang menciptakan mereka, mereka mengabaikan dan marah. Kebiasaan memang sulit dirubah kecuali dengan sadar ingin merubahnya, dan itupun harus dengan keinginan dan usaha yang kuat. Kebiasaan muncul akibat melakukan perbuatan yang sama berulang-ulang. Semakin sering suatu perbuatan diulang dan semakin lama proses pengulangannya akan semakin melekat menjadi kebiasaan. Perbuatan baik atau buruk yang diulang-ulang, otak akan memrogramnya menjadi kebiasaan. Mereka menjadikan patung sebagai ilah dalam kurun waktu yang lama, melakukannya berulang-ulang, bahkan turuntemurun sejak jaman nenek moyangnya dan telah menjadi bagian program otak bawah sadarnya. Mereka melakukannya tanpa berpikir lagi dan akal sehatnya tidak mampu bekerja. Orang yang telah terikat
dengan kebiasaannya, setelah tahu bahwa kebiasaannya buruk dan bertentangan dengan aturan Allah, tidak mau meninggalkannya maka ia telah mengangkat derajat kebiasaan tersebut menjadi ilah. “Maka Ibrahim membuat berhalaberhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar di antaranya, agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya (QS al-Anbiya: 59). Dan benar, ketika mereka tahu patung-patung sembahan mereka hancur, mereka yakin bahwa Ibrahimlah yang melakukan. Mereka bertanya: “Apakah engkau telah menghancurkan ilah-ilah kami? Ibrahim menjawab: “Patung yang besar itulah pelakunya, maka bertanyalah kepada mereka jika mereka dapat berbicara” (QS al-Anbiya: 62-63). Mendapat tantangan Nabi Ibrahim, mereka tersadar bahwa yang mereka lakukan tidak benar. Ilah mereka tidak bisa bicara! Namun, ketika diingatkan bahwa ilah-ilah mereka tidak memberikan manfaat apapun, juga tidak dapat memberikan mudharat, mereka menjadi marah kemudian memberikan hukum bakar kepada Ibrahim.(QS al-Anbiya: 65-70). Mereka tidak mampu lagi menggunakan akal sehat. Mereka keukeuh dengan tradisinya meskipun tahu bahwa yang dilakukannya tidak benar. Ketika membaca ayat-ayat al-Qur’an yang berkisah tentang ummat penyembah berhala, seharusnyalah kita bercermin. Apakah ada perbuatan kita yang miripmirip mereka? Apakah ada kebiasaankebiasaan buruk yang kita lakukan, baik berasal dari diri sendiri, orang tua atau EDISI 18/2014
5
dari tradisi masyarakat yang masuk kategori syirik, bid’ah, ataupun khurafat? Kalau ternyata masih ada, harus berani meninggalkannya. Orang yang tetap keukeuh setelah sadar, masuk kategori memper-ilah-kan tradisi. Ia memilih tradisi buruk dibanding petunjuk Allah. 2. Pengaruh Lingkungan Ummat Nabi Ibrahim sadar bahwa patung-patung mereka tidak bisa bicara, bahkan patung yang terbesar sekalipun. Mereka sadar pula bahwa ilah-ilah mereka sama sekali tidak bisa mendatangkan manfaat atau bahaya. Tetapi mereka terlanjur “biasa” melakukan. Kaum mereka melakukan. Orang tua mereka melakukan. Nenek moyang mereka juga melakukan. Jadi apanya yang salah? Pikir mereka. Itulah dahsyatnya pengaruh lingkungan! Perbuatan salah yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat, tampak seakan-akan menjadi perbuatan yang benar. Rasulullah SAW mengingatkan: “Seseorang bergantung kepada agama temannya. Maka perhatikan kepada siapa ia berteman”. Pengaruh lingkungan tersebut juga terjadi pada kaum Bani Israil ummat Nabi Musa, sebagaimana diceritakan di muka. Belum lama mereka diselamatkan Allah dari kejaran Fir’aun, mereka tertarik dan mengikuti suatu kaum yang menyembah patung, bahkan mereka meminta Nabi Musa untuk membuatkan patung seperti itu. Sangat keterlaluan! Kepada Nabi Musa mereka berani meminta patung yang akan mereka jadikan ilah. Padahal misi Nabi Musa adalah mengajak Bani Israil menjadikan Allah 6
Berkala Tuntunan ISLAM
sebagai satu-satunya ilah. Karena itu, berhati-hatilah dalam memilih lingkungan pergaulan karena pengaruhnya sangat besar. Memastikan pergaulan di tengahtengah orang shaleh, membuka peluang lebih besar menjadi shaleh. 3. Untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Kaum yang dihadapi Nabi Muhammad SAW juga penyembah berhala. Meski demikian, mereka mengakui bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi. Ketika ditanya, siapakah Tuhan langit dan bumi? Jawab mereka: “Allah” (QS ar-Rad: 16). Mereka mengakui bahwa langit, Arsy dan bumi adalah milik Allah. Ketika ditanya, siapa yang memiliki langit yang tujuh dan Arsy yang besar, mereka menjawab: “Kepunyaan Allah” (QS al-Mu’minun: 86-87). Mereka juga mengakui bahwa Allah yang memberikan rejeki, menciptakan pendengaran dan penglihatan, mengeluarkan yang hidup dari yang mati, mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan mengatur segala urusan (QS Yunus: 31) Lantas, mengapa mereka mengambil pelindung dari selain Allah, mengapa mereka tidak bertakwa, mengapa mereka tidak mengingat semua itu, mengapa mereka masih menyimpan patung-patung di rumah, di tempat pemujaan dan di sekitar Ka’bah? Allah memberi penjelasan sebagai berikut: “Dan orangorang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekatdekatnya” (QS az-Zumar: 3).
islamtukdunia.blogspot.com
Mereka tidak mau masuk Islam bukan masalah keyakinan akan keberadaan Allah sebagai pencipta, pengatur, pemberi rejeki, yang menghidupkan dan mematikan. Mereka telah meyakininya. Mereka paham bahwa konsekuensi mempersaksikan “Laa ilaaha Illallah” demikian besar. Tidak cukup hanya mengakui Allah sebagai Tuhan pencipta, pengatur, pemberi rejeki, yang menghidupkan dan mematikan, tetapi mencakup penyerahan total kepada aturan-aturan Allah yang harus mereka lakukan. Mereka harus meninggalkan semua kebiasaan dan perbuatan yang tidak sejalan dengan aturan Allah, termasuk menjadikan patung-patung sebagai media pendekatan diri kepada Allah. Barangkali mereka merasa lebih khusyu’ ibadahnya kalau di hadapannya ada patung yang bisa dilihat, yang diyakini sebagai media atau perantara ibadahnya kepada Allah. Meskipun maksudnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi mereka masuk kedalam kategori mengambil pelindung selain Allah. Perbuatan mereka termasuk syirik. Inti dari perbuatan menjadikan patung sebagai ilah sesungguhnya adalah penolakan terhadap keesaan Allah dan menyekutukannya dengan benda. Pada jaman para Nabi dan Rasul, bendanya berupa patung berbahan batu, emas, kayu, atau lainnya. Patung-patung tersebut dipersepsikan sebagai ilah yang mampu menguasai hati dan pikiran mereka, sehingga mereka sukarela melakukan sesuatu untuk patung-patung tersebut. Mereka juga mau berkorban untuk patung-
patung tersebut. Pada jaman kita sekarang ini masih banyak agama maupun kepercayaan yang menjadikan patungpatung sebagai Ilah. Kita mesti berhati-hati terhadap masalah syirik karena menjadi satu-satunya dosa tanpa ampunan kalau sampai terbawa mati sebelum bertobat. Kita wajib memperbaharui tauhid kita setiap saat. Minimal kita lakukan hal itu sebanyak ketika kita melakukannya saat duduk tahiyat dalam shalat kita setiap hari. Setiap mengucapkan: Kita lakukan dengan penuh kesadaran, “Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”. Jangan sampai ada benda (termasuk uang/ harta) atau apapun yang mendominasi hidup kita selain Allah. Wallahu A’lam. Yogyakarta, 18 Nopember 2014 Agus Sukaca
[email protected] EDISI 18/2014
7
Tafsir al-Qur’an
SURAT AL-BAQARAH AYAT 51-53
Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim (51). Kemudian Kami maafkan kesalahanmu sesudah itu, agar kamu bersyukur (52). Dan (ingatlah), ketika Kami berikan al-Kitab (Taurat) kepada Musa dan al-Furqan (keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah), agar kamu mendapat petunjuk (53). [Qs. al-Baqarah/2: 51-53] Ibnu Katsir mengkaitkan ayat al-51 surat al-Baqarah ini dengan ayat 142 dari surat al-A‘raf:
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhan-nya empat puluh malam. Dan 8
Berkala Tuntunan ISLAM
berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (Qs. al-A’raf/7: 142) (wa idz waa‘adnaa): dan ingatlah (wahai Bani Isra’il), ketika Kami berjanji. Yang dimaksud dengan janji ini, menurut Imam At-Tabari, adalah “pertemuan” antara Allah ta’aala dan Nabi Musa di atas gunung (ath-Thuur). Kata ( ) “Kami”, menurut para mufassir adalah Allah ta’aala sendiri atau diwakilkan kepada para Malaikat. (arba‘iina lailatan): selama empat puluh malam. Di dalam surat al-
A‘raf (7): 142 di atas dijelaskan bahwa 40 malam itu adalah “sesudah berlalu waktu 30 malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan 10 (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya 40 malam”. Menurut Tafsir At-Thabari dan Ibn Katsir, 40 hari itu adalah 30 hari bulan Dzul-Qa‘dah dan 10 hari berikutnya di bulan Dzul-Hijjah. Itu terjadi setelah Bani Isra’il terbebas dari Fir’aun dan bala tentaranya serta selamatnya mereka menyeberangi laut. (tsummattakhadztumul ‘ijla min ba‘dihi): lalu kamu menjadikan anak lembu (sebagai sembahan) sepeninggalnya. Kata “kamu” yang dimaksud di sini adalah kaum Yahudi Bani Isra’il. Sepeninggal Nabi Musa berangkat ke bukit atau gunung (athThuur), mereka membuat patung sapi yang dijadikan sesembahan mereka. Hal ini berdasar ayat berikut:
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena
kelalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (Qs. an-Nisa/4: 153) Istilah Ahli Kitab di dalam al-Qur’an banyak merujuk kepada kaum Yahudi Bani Isra’il. Apalagi di dalam kasus Nabi Musa, kaum Nasrani yang mengaku sebagai pengikut Nabi ‘Isa belum muncul. Sementara itu ayat tentang penyembahan anak sapi juga disebutkan di dalam ayat Al-Baqarah: 92-93.
Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang lalim (zalim) (92). Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tetapi tidak EDISI 18/2014
9
menaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)”. (Qs. al-Baqarah/2: 92-93) (wa antum dlaalimuun): dan kamu adalah orang-orang yang dlalim (zalim). Ungkapan kata dlalim (yang di dalam bahasa Indonesia sering dibilang “zalim” atau terkadang juga “lalim”) di atas menunjukkan sebuah perbuatan dosa yang sangat besar, yaitu perbuatan syirik dan sekaligus dihukumi sebagai kafir. Tentu saja karena mereka bertaubat, maka Allah ta’aala mengampuni mereka. Kedlaliman itu memiliki beberapa tingkatan dan semuanya sebenarnya berakibat dosa pada dirinya. Kedlaliman itu istilah yang dipakai untuk kejadian pelanggaran kebenaran yang berada pada suatu titik tingkatan tertentu. Oleh karena itu ada banyak pelanggaran dan ada sedikit pelanggaran, juga ada dosa besar dan ada dosa kecil. Ketika Adam melanggar larangan Allah, dia disebut dlalim, begitu juga Iblis disebut dlalim, meskipun di antara keduanya ada perbedaan yang besar.
Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. (Qs. al-Baqarah/2: 52) (tsumma ‘afaunaa ‘an10
Berkala Tuntunan ISLAM
kum): kemudian Kami (Allah) memaafkan kamu (Bani Isra’il). Memaafkan itu tentunya setelah mereka bertaubat dari kesalahan menyembah patung sapi. Kata maaf (al-‘afwu) mempunyai arti penghapusan dosa. Memaafkan ini terjadi setelah yang berdosa menerima hukuman atau sebelum menerima hukuman. Berbeda dengan kata ampunan (al-ghufraan) yang dalam hal ini tidak ada hukuman sama sekali. Semua orang yang seharusnya dihukum tetapi ternyata tidak dihukum, maka orang itu dimaafkan. Permaafan itu penghapusan dosa. (min ba‘di dzaalika): sesudah itu, yakni sesudah kamu menyembah patung anak sapi. (la‘allakum tasykuruun): agar kamu bersyukur. Bersyukur atas ampunan Allah kepadamu. AsySyukru: berpikir atau membayangkan suatu kenikmatan dan menampakkannya. Al-Kufru: melupakan kenikmatan dan menyembunyikannya (menutupinya) Syukur dalam arti ini adalah dia dipenuhi oleh rasa ingat kepada nikmat dan sekaligus menyebut orang atau Dzat yang memberi rasa nikmat kepadanya. Syukur itu ada tiga macam: pertama, syukurnya hati: berpikir, mengingat, dan membayangkan kenikmatan; Kedua, syukurnya lesan: memuji kepada yang memberi kenikmatan, baik itu sesama manusia maupun kepada Allah ta’aala; Dan ketiga, syukurnya seluruh anggota badan: membalas kenikmatan sesuai dengan yang seharusnya, menyesuaikan
membalas kebaikan sebagai rasa syukur atas kebaikan yang telah diberikannya. Syukur kepada manusia artinya adalah mengerjakan kebaikan yang sama sebagaimana yang orang berbuat baik kepadanya sebagai rasa syukur kepada Allah. Syukur kepada Allah adalah dengan tunduk dan ta’at kepada-Nya dengan memperbanyak amalan shalih. Nilai pentingnya permaafan Allah dalam kasus ini adalah karena Allah ta’aala menghendaki masih adanya unsur kebaikan pada diri manusia. Dan Allah memberitahu kepada manusia pentingnya memberi maaf dan bahwa Allah itu adalah Maha Pengasih. Allah membuka pintu taubat terus-menerus untuk menghapus inti kejahatan di dalam diri manusia. Sesungguhnya manusia itu apabila melakukan perbuatan dosa dan pintu taubat tidak terbuka dan permaafan juga tidak diberikan, maka akan bertambahlah kejahatan mereka dan mereka tenggelam di dalam lumpur dosa. Apabila tidak ada pintu taubat sedangkan satu dosa saja bisa membawa ke neraka dan hukuman akan menimpa manusia, maka bisa saja manusia akan menambah perbuatan dosa mereka. Hal inilah yang tidak dikehendaki oleh Allah ta’aala terjadi pada hambanya yang dikasihinya.
Rasulullah SAW bersabda; “Sungguh, kegembiraan Allah karena taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang dari kalian terhadap hewan tunggangannya di sebuah padang pasir yang luas, namun tiba-tiba hewan tersebut lepas, padahal di atasnya ada makanan dan minuman hingga akhirnya dia merasa putus asa untuk menemukannya kembali. kemudian ia beristirahat di bawah pohon, namun di saat itu, tiba-tiba dia mendapatkan untanya sudah berdiri di sampingnya. (HR Muslim ).
Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. ( al-Baqarah/2: 53) (wa idz): dan ingatlah ketika. (atainaa): Kami (Allah) memberikan. (al-kitaab wal-furqaan): al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah (al-furqaan). Nabi Musa dianugerahi Taurat yang memiliki dua sifat: (1). Al-Kitaab: Taurat merupakan sesuatu yang tertulis; (2). AlFurqaan: Taurat merupakan suatu pembeda yang membedakan antara yang benar dan yang salah. (la‘allakum tahtaduun): agar kamu mendapat petunjuk, agar kamu menjadikannya petunjuk.[] EDISI 18/2014
11
BOKS
KATA DLALIM ( ) DI DALAM AL-QUR’AN Asal kata Dlalama yaitu Dlulumah, jamaknya Dlulumaat, artinya kegelapan.
Atau seperti gelap gulita di lautan dalam, yang diliputi ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindihbertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (Qs. an-Nuur/24: 40)
Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmatNya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). (an-Naml: 63) 12
Berkala Tuntunan ISLAM
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. (Qs. al-An’am/6: 1) Kata dlalim dipakai al-Qur’an untuk menyatakan suatu perbuatan bodoh, syirik, fasiq (keluar dari ketaatan kepada Allah, dan kadang dikontraskan dengan beriman, berarti kafir dan masuk neraka). Juga kebalikan dari cahaya.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah: 257)
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayatayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): “Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur. (Qs. Ibrahim/14: 5)
Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. (Qs. al-Anbiya’/21: 87)
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan
Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. al-An’am/6: 122) Gambaran orang yang tidak tahu kebenaran (bodoh) itu digambarkan sebagai orang yang buta:
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran. (Qs. arRa’d/13: 19)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkanNya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus. (Qs. al-An’am/6: 39) EDISI 18/2014
13
Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (Qs. al-Baqarah/ 2: 18) Al-Qur’an juga menyebut kegelapan itu ada tiga macam:
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan darinya istrinya dan Dia menurunkan untuk kamu binatang ternak delapan pasang. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (Qs. az-Zumar/39: 6) Tiga kegelapan itu adalah perut, rahim dan placenta yang membungkus bayi di dalam kandungan (Lihat Tafsir Ath-Thabari dan Ibn Katsir).
mereka berada dalam kegelapan. (Qs. Yasin/36: 37) Dlulm (kedlaliman) menurut para ahli bahasa dan banyak ‘ulama’ adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempat yang dikhususkannya, apakah karena kurang atau berlebih. Bisa juga karena tidak sesuai waktu atau tempatnya. Kedlaliman itu istilah yang dipakai untuk kejadian pelanggaran kebenaran yang berada pada suatu titik tingkatan tertentu. Oleh karena itu ada banyak pelanggaran dan ada sedikit pelanggaran, juga ada dosa besar dan dosa kecil. Ketika Adam melanggar larangan Allah, dia disebut dlalim, begitu juga Iblis yang sangat jahat yang menggoda Adam dan istrinya disebut dlalim, meskipun di antara keduanya ada perbedaan yang besar.
(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang lalim”. (Qs. al-A’raf/7: 19)
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta Keduanya (Adam dan Hawa) berkata: 14
Berkala Tuntunan ISLAM
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (al-A’raf: 23) Sebagian orang bijak membagi “kedlaliman” menjadi tiga macam: Pertama, adalah kedlaliman antara manusia kepada Allah SWT dan yang paling gawat adalah berupa kekafiran. syirik dan kemunafikan. Allah berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah), sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar”. (Qs. Luqman/31: 13)
Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka akan dihadapkan kepada Tuhan mereka dan para saksi akan berkata: “Orangorang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka”. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orangorang yang lalim. (Qs. Hud/11: 18)
Dia memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya (surga). Dan bagi orang-orang zalim disediakan-Nya azab yang pedih. (Qs. al-Insan: 76: 31)
Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? (Qs. azZumar/39: 32)
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan. (Qs. al-An’am/6: 21) Kedua, kedlaliman antara orang dengan orang lain.
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka Barangsiapa memaafkan dan berbuat EDISI 18/2014
15
baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Qs. asy-Syura/42: 40)
Sesungguhnya dosa itu atas orangorang yang berbuat lalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Qs. asySyura/42: 42)
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara lalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (al-Isra: 33) Ketiga, adalah kedlaliman antara seseorang dengan dirinya.
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih 16
Berkala Tuntunan ISLAM
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya (menzalimi) diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Qs. Fathir/35: 32)
Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”. (Qs. an-Naml/ 27: 44)
Musa berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya (menzalimi) diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Qashash/28: 16)
Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Qs. an-Nisaa’/4: 64)
Dan Kami berfirman: “Hai Adam diamilah olehmu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orangorang yang lalim. (al-Baqarah/2: 35)
Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idah-
nya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat dlalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (as-Sunah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ( Qs. al-Baqarah: 231) Tiga hal ini pada hakikatnya adalah perbuatan dlalim kepada diri sendiri. Sesungguhnya manusia pada awal yang dia yakini sebagai kedlaliman maka sungguh dia telah berbuat dlalim kepada dirinya.
Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, EDISI 18/2014
17
akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Qs. Ali Imran/3: 117)
Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Qs. alBaqarah/2: 57)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedlaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. al-An’am/6: 82) Ayat di atas kalau dikaitkan dengan ayat di bawah ini maka dlalim artinya adalah syirik.
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya 18
Berkala Tuntunan ISLAM
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar”. (Qs. Luqman/31: 13)
Dan sekiranya orang-orang yang dlalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. (az-Zumar: 47) Orang-orang semacam ini telah melakukan semua macam kedlaliman
Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling dlalim dan paling durhaka, (Qs. an-Najm/53: 52)
(Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad, Tsamud dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kedlaliman terhadap hamba-hamba-Nya. (Qs. al-Mu’min/40: 31). Narasumber utama artikel ini: M. Yusron Asrofie
Tuntunan Akidah
TAMIMAH [JIMAT]
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Qs. an-Nisa/4: 48).
A
yat di atas merupakan salah satu di antara ayat-ayat di dalam alQur’an yang menjelaskan tentang bahaya syirik. Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa sesungguhnya dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah selama-lamanya kecuali jika pelaku syirik tersebut benar-benar bertaubat dari dosa syirik yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui mana sajakah perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada dosa syirik, sehingga dengan demikian kita dapat terhindar dari dosa yang sangat berbahaya ini. Salah satu hal yang termasuk dalam kategori dosa syirik adalah tamimah (Jimat). Sebagaimana disebutkan di dalam hadits Rasulullah berikut ini:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa dia menemui istrinya, didapati istrinya mengenakan sesuatu (kalung) yang diikat di lehernya. Maka Abdullah bin Mas’ud menarik dan memotongnya, lalu berkata: “Sungguh keluarga Abdullah tidak butuh berbuat syirik kepada Allah, dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjahnya”, kemudian berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: EDISI 18/2014
19
“Sesungguhnya ruqyah (yang mengandung unsur syirik), tamimah dan tiwalah (sesuatu yang digunakan perempuan untuk membuat suaminya tertarik untuk mencintainya) adalah syirik”. [HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim, dia mengatakan hadits ini adalah shahih sanadnya] Dalam hadits lain disebutkan:
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir ra, ada sepuluh orang lelaki datang menghadap Rasulallah SAW dengan berkendaraan. Rasulullah lalu membaiat sembilan orang di antara mereka, sedang yang satu tidak dibaiat. Para sahabat kemudian bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa yang satu tidak dibaiat?” Jawab Rasulullah : “Sebab di lengannya terdapat jimat.” Kemudian lelaki itu melepas jimatnya, dan Rasulullah pun membaitnya. Kemudian Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa memakai jimat maka dia telah musyrik.” [HR. Ahmad dan al-Hakim] Hakekat Tamimah (Jimat) Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan, diikatkan pada tangan, dipakai sebagai sabuk, diselipkan pada kopyah, 20
Berkala Tuntunan ISLAM
atau digantungkan di dekat pintu rumah, pada mobil, atau semisalnya dengan anggapan bahwa ia adalah sebab dalam mencegah bahaya atau mendatangkan kemanfaatan Pada masa jahiliyah tamimah (jimat) dikalungkan pada anak kecil atau binatang untuk menolak ‘ain (pandangan hasad/dengki, berakibat mudharat bagi orang yang dipandang). Dalam sebuah hadits dijelaskan:
Diriwayatkan dari Abu Basyir al-Anshari ra, bahwa dia pernah bersama Rasulalla saw dalam satu perjalanan beliau. Lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk mengumumkan): “Supaya tidak terdapat lagi di leher unta kalung (jimat) dari tali busur panah atau kalung apapun, kecuali harus diputuskan.” [Muttafaq Alaih] Ketika Nabi Muhammad SAW diutus Allah kepada mereka, beliau masih menjumpai adanya kepercayaan semacam. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
Diriwayatkan dari al-Hasan dari ‘Imran ibn Hushain, bahwasanya Nabi
SAW melihat di tangan seorang lakilaki sebuah gelang dari kuningan. Beliau bertanya, “Apakah ini?” Lakilaki itu menjawab, “Ini (untuk menghindarkan) dari penyakit yang melemahkan”. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya (dengan gelang itu) tidak akan bertambah bagimu kecuali penyakit lemah (wahn). Dan sesungguhnya jika engkau mati engkau akan tahu bahwa memakai gelang itu akan membuat engkau mati tidak dalam keadaan suci.” [HR. Ath-Thabrani] Sekalipun tamimah pada awalnya hanya berupa kalung atau benang, namun pada hakekatnya jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tersebut, akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya. Di tengah-tengah masyarakat, tamimah (jimat) berwujud macam-macam, bisa berupa pedang, kalung, batu akik, keris, cincin, sabuk (ikat pinggang), atau benda-benda yang digantungkan pada tempat tertentu, seperti di atas pintu, di dalam kendaraan, dipasang pada ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas dan dimasukkan di saku celana, dan lain-lain dengan maksud mengusir atau tolak bala’. Jika benda-benda tersebut dipercaya dapat mendatangkan rasa cinta seorang laki-laki kepada wanita atau sebaliknya, ia disebut tiwalah (pelet) Jika diamati, tamimah (jimat) dan tiwalah (pelet) disadari atau tidak telah tersebar luas dan menjadi penyakit aqidah
di tengah-tengah masyarakat kita. Benda-benda tersebut dipasang dan diletakkan di sudut-sudut rumah agar terhindar dari bala’, di belakang kursi sopir bis dan truk, di sampan dan perahu para nelayan, ditanam di petak sawah milik petani, dikalungkan dan digelangkan di tangan anak-anak kecil Dengan iming-iming kebal dari bacokan senjata tajam, tidak terbakar oleh api, selamat dari tenggelam, terhindar dari orang jahat atau anganangan kosong lainnya, jimat diperjualbelikan dengan harga yang sangat tinggi. Meskipun mereka menyebutnya sebagai “mahar” atau semacamnya. Hukum Jimat: Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW yang disebutkan di atas, para ulama’ telah bersepakat bahwa hukum tamimah (jimat) adalah haram dan termasuk perkara syrik, Dengan demikian, jika seorang muslim memiliki kepercayaan terhadap. tamimah (jimat), ia telah terjerumus ke dalam dosa syirik; bisa syirik ashghar (kecil) dan bisa syirik akbar (besar) Jika seseorang tetap meyakini bahwa hanya Allah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudharat, sementara benda-benda tersebut hanya diyakini sebagai sebab semata dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka hal ini termasuk syirik ashghar. Namun, jika tamimah (jimat) tersebut diyakini memiliki kekuatan tersendiri selain kekuatan Allah swt maka hal ini termasuk syirik akbar, yaitu syirik dalam masalah rububiyah karena dia telah menisbatkan (menyandarkan) penciptaan kepada selain Allah. Dan orang yang meEDISI 18/2014
21
lakukan syirik besar berarti dia telah keluar dari Islam (Na’udzu billahi min dzalik).
Katakanlah, maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudhratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, kepada- Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (Qs. az-Zumar/39: 38-39) Dalam berbagai kesempatan Nabi SAW menjelaskan tentang bahaya lain dari tamimah (jimat), diantaranya disebutkan dalam hadits berikut:
Dari Abdullah bin Ukaim, bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa menggantungkan sesuatu barang (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya Allah menjadikan dia selalu bergantung kepada 22
Berkala Tuntunan ISLAM
barang tersebut.” [HR. Ahmad dan atTirmidzi] Dalam hadits di atas, Rasulullah mengingatkan bahwa jika seseorang menyandarkan dirinya kepada sesuatu maka ia akan diserahkan kepada yang dia jadikan sandaran tersebut. Seorang muslim yang menyandarkan segala urusannya kepada Allah SWT, maka Allah akan menolong, memudahkan dan mencukupi segala urusannya. Sebaliknya, orang yang bersandar kepada selain Allah (seperti bersandar pada jimat), maka Allah akan membiarkan orang tersebut dengan sandarannya, sehingga kita dapatkan orangorang semacam ini hidupnya tidak pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, dia kehilangan percaya diri ketika jimatnya tidak bersamanya. Sungguh hal ini merupakan suatu kerugian yang nyata. Tamimah dari Al-Qur’an Jika tamimah itu berupa al-Qur’an, maka kalangan shahabat dan tabi’in berselisih pendapat tentang bolehnya menggantungkan jimat dari al-Qur’an atau yang berupa nama dan sifat Allah SWT. Namun pendapat yang lebih tepat adalah hukumnya tetap haram. Meskipun hal tersebut tidak sampai kepada derajat syirik, karena dia bersandar kepada kalamullah dan bukan kepada makhluk. Ada empat alasan mengapa tamimah dari al-Qur’an (atau berupa asmaul husna) tetap haram, yaitu: 1. Rasulullah SAW telah melarang penggunaan jimat ini secara umum, tidak
dikecualikan satu pun, termasuk alQur’an tidak dikecualikan juga.. 2. Untuk mencegah adanya pemakaian tamimah dari selain al-Qur’an. 3. Dapat mengantarkan pelecehan terhadap ayat-ayat al-Qur’an, misal orang yang menggantungkan ayat Kursi di lehernya masuk ke kamar mandi dan tempat-tempat buruk lainnya. 4. Bertentangan dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an, yaitu untuk dipahami dan dijadikan pedoman hidup.
Adapun tulisan-tulisan arab yang tidak jelas maknanya (dikenal dengan sebutan rajah) dan biasa digantungkan di pintu-pintu rumah dengan tujuan untuk menolak bahaya (agar tidak kemasukan pencuri dan sebagainya), maka hal itu jelas termasuk kesyirikan karena bukan terdiri dari kalamullah. [] Narasumber utama artikel ini: Zaini Munir Fadholi
minat berlangganan Tuntunan ISLAM? hubungi agen terdekat: | Ambon 0813.430.86.343 | Balikpapan 0813.90.999.159 | Bandar Lampung 081540824275 | Bantul 085228314100 | Banjarmasin#1 081349605358 | Banjarmasin#2 081348022900 | Banjarnegara 0813.9152.7890 | | Banyumas 085226882222 | Banyuwangi 081336422882 | Batang 0815.654.7164 | Berau 0811.596641 | | Blora 0813.2877.1832 | Bontang 0812.581.9262 | Boyolali 0857.2557.9118 | Cilacap 081230513118 | | Demak 0857.2617.1950 | Gianyar- Bali 0361-292359 | Grobogan 0813.2562.0937 | Gunungkidul 0878.3916.2755 | | Hulu Sungai Utara 081349781285 | Indramayu 081320358074 | Jakarta Barat 081.707.39.789 | | Jakarta Pusat 0815.8415.4260 | Jambi 085366281816 | Jepara 0813.2524.1985 | Kebumen 0878.3779.7773 | | Karanganyar 0816.427.9538 | Kendal 08122.564.103 | Kisaran 081375202566 | Klaten 0817.942.742.3 | | Kulonprogo 0813.28212132 | Wates-KP 087839398911 | Kudus 0291-333.1220 & 0815.7881.6153 | | Labuhan Batu Utara 081370955377 | | Langkat 081370439013 | Lamongan 085231551513 | | Lampung Tengah 081379342454 | Lampung Timur 0821.8353.5500 | Luwuk Banggai 0817.693.5003 | | Magelang (kab.) 0813.282.565.22 | Magelang (kota) 0293-363.792 | Malang 0812.5257.5100 | | Manado 0813.5640.3232 | Medan 08126302411 | Muko-Muko 0852.6849.0850 | Palembang 081373301094 | | Padang Sidempuan#1 081264117005 | Padang Sidempuan#2 081361667759 | | Pekalongan (kab.) 0858.42.0404.77 | Pekalongan (kota) 0856.4220.5499 | Pematang Siantar 081361173817 | | Pontianak 081256915708 | Purwokerto 08564.789.5017 | Purworejo 08522.692.1756 | | Purbalingga 0821.34.600.222 | Samarinda 0812.538.0004 | Serdang Bedagai 085261658206 | | Singaparna-Tasikmalaya 085322.400.124 | Selawan - Asahan 081375202566 | Rantau Perapat 081397936301 | | Sragen 0852.9371.1479 | Surabaya 081217026560 | Surakarta 0815.4854.6529 | | Tanah Bumbu - Kalsel 085298147419 | Tapanuli Selatan 081361667759 | Tapanuli Tengah 08126382034 | | Tarakan 085247133337 | Tapin - Kalsel 081349311222 | Temanggung 0877.1919.7899 | Tuban 085230882594 | | Wonosobo 0813.2871.8161 | Yogyakarta 0857.29.844.448 |
hadiahkan berkala Tuntunan ISLAM ini kepada relasi-sanak-kerabat-handai taulan, sehingga mereka berkesempatan mengkaji Tuntunan ISLAM, sebagai wujud salah satu bentuk DAKWAH Anda... hotline pemasaran & iklan: 0821.3461.7479 0274-786.3449 hotline bagian admin.: 08532.887799.7 email:
[email protected] 0857.29.844.448 Akun bank: Bank Syariah Mandiri, nomor rekening:
0300126664 a.n. Berkala Tuntunan Islam MT PPM EDISI 18/2014
23
Tuntunan Akhlak ADAB TERHADAP MASJID (2)
FUNGSI MASJID
umm.ac.id
M
asjid adalah bangunan rumah Allah yang sangat penting bagi ummat Islam dan menjadi pusat kegiatan ummat. Fungsi masjid antara lain: sebagai tempat shalat, tempat taklim, tempat berlatih, tempat istirahat, dan aneka kepentingan kemaslahatan ummat lainnya. 1. Masjid Sebagai Tempat Shalat Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat shalat. Rasulullah SAW memerintahkan kita melakukan shalat di masjid, sebagaimana hadits sebagai berikut:
24
Berkala Tuntunan ISLAM
Telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Daud Abu Daud, telah bercerita Sallam yaitu Abul Ahwas dari Simak bin Harb dari Sayyar Bin Al Ma’rur dia berkata; aku mendengar Umar berkhutbah dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangun masjid ini, dan kami dari muhajirin maupun anshar bersama beliau, ketika masjid menjadi penuh sesak sampai-sampai seseorang dari kalian sujud di atas punggung saudaranya dan beliau melihat orang-orang shalat di jalanan, maka beliau bersabda: “Shalatlah kalian di dalam masjid.” (HR Ahmad)
Rasulullah ingin kita senantiasa shalat di masjid dan gemes dengan mereka yang tidak melakukannya, sebagaimana tergambar dalam hadits berikut:
Telah bercerita kepada kami AnNufaili, telah bercerita Abu Al-Malih, telah bercerita Yazid bin Yazid, telah bercerita Yazid bin Al-Asham, dia berkata; Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah SAW bersabda; “Sungguh saya ingin sekali memerintahkan para pemudaku untuk mengumpulkan tumpukan-tumpukan kayu bakar, kemudian saya pergi mendatangi kaum yang mengerjakan shalat di rumah- rumah mereka tanpa udzur, lalu saya bakar rumah-rumah mereka.” Kata Yazid bin Yazid; saya katakan kepada Yazid bin Asham: “Wahai Abu Auf, apakah itu Shalat Jumat yang di-
maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ataukah lainnya?” Dia menjawab: “Kedua telingaku tersumbat, sekiranya saya tidak mendengar Abu Hurairah meriwayatkannya dari Rasulullah SAW, sama sekali beliau tidak menyebutkan shalat Jumat dan juga shalat yang lain”. (HR Abu Daud) Hadits tersebut menunjukkan bahwa shalat fardhu terbaik adalah di masjid, dan kebolehan melakukannya di rumah hanya bila ada udzur, seperti sakit, hujan atau sulit mengakses masjid. Pada keadaan tubuh yang ada cacatnya, bila masih memungkinkan ke masjid tidak termasuk sebagai udzur atau halangan. Pernah, seseorang yang buta matanya datang menemui Nabi SAW dan berkata “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang pun yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah SAW untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: “Apakah engkau mendengar panggilan shalat (adzan)?” laki-laki itu menjawab; “Benar.” Kemudian beliau bersabda: “Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).”(Shahih Muslim) Marilah kita membangun kebiasaan melaksanakan shalat, khususnya shalatshalat fardhu, di masjid. Kita juga berkewajiban mengusahakan agar senantiasa terselenggara shalat berjama’ah di setiap shalat fardhu di masjid, lengkap dengan pelaksanan muadzin dan imam. 2. Masjid Sebagai Tempat Taklim Masjid juga berfungsi sebagai tempat EDISI 18/2014
25
taklim atau belajar dan mengajar (khususnya ajaran agama Islam), sebagaimana hadits berikut:
kembali ke rumahnya. Maka dia seperti orang yang berjihad di jalan Allah; pulang dengan mendapatkan ghanimah.” (alMuwaththa’)
Telah berceritakepada kami Abdullah bin Yazid, telah bercerita Haiwah, bercerita Abu Shakhr bahwa Sa’d bin Abu Sa’id Al-Maqburi bercerita kepadanya, ia mendengar Abu Hurairah berkata; ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa masuk ke dalam masjid kami ini, kemudian ia belajar atau mengajarkan kebaikan, maka ia seperti mujahid di jalan Allah, dan barangsiapa masuk ke dalamnya untuk tujuan selain itu maka ia seperti orang yang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” (HR Ahmad) Keutamaan belajar dan mengajar di dalam masjid Nabi tersebut juga berlaku untuk masjid-masjid lainnya secara umum. Pada kesempatan lain, berdasar hadits dari Abu Bakar bin Abdurrahman, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berangkat di waktu pagi atau sore menuju masjid, ia tidak mempunyai niat lain kecuali ke masjid, untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, kemudian dia 26
Berkala Tuntunan ISLAM
Rasulullah SAW mengapresiasi orangorang yang berada di masjid untuk kegiatan belajar mengajar. Dari Abdullah bin ‘Amru ia berkata; Pada suatu hari Nabi SAW keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke dalam masjid. Beliau menjumpai dua kelompok, salah satunya sedang membaca al-Qur`an dan berdo’a kepada Allah, sedangkan yang lainnya sedang melakukan proses belajar-mengajar. Maka, Nabi SAW pun bersabda: “Masing-masing berada di atas kebaikan, mereka yang membaca al-Qur`an dan berdo`a kepada Allah, jika Allah menghendaki maka Allah akan memberinya dan jika tidak menghendaki maka Allah tidak akan memberinya. Dan mereka yang sedang belajar, sementara diriku diutus sebagai pengajar,” lalu beliau duduk bersama mereka (HR Imam Malik). Hadits ini diriwayatkan pula oleh Darimi. Fungsi masjid sebagai tempat belajar mengajar sebaiknya diwujudkan dalam bentuk layanan masjid yang dikelola dengan manajemen yang baik sehingga masyarakat di sekitarnya memiliki akses yang baik dalam belajar Islam. Bentuknya dapat berupa kursus membaca alQur’an, kursus tafhimul Qur’an, kursus ibadah, pengajian rutin, dan lain-lain. Peserta kursus atau pengajian dapat dikelompokkan berdasarkan usia atau lainnya. Idealnya, masjid berfungsi sebagai madrasah diniyah bagi masyarakat di sekitarnya.
Disamping belajar-mengajar yang terstruktur dan berkelompok dalam pengajian atau kursus, sebaiknya kita membiasakan diri berada di dalam masjid untuk belajar mandiri seperti tadarrus alQur’an atau belajar ilmu lainnya utamanya pada waktu-waktu afdhal, seperti saat-saat menjelang waktu shalat. Nabi SAW bersabda: “Orang yang paling banyak mendapat pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh perjalanannya menuju ke masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam, lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur.” Membiasakan tadarrus di masjid menjelang waktu shalat mendatangkan pahala yang besar, yakni dari pahala shalat, pahala menunggu saat shalat, dan pahala membaca al-Qur’an. 3. Masjid Sebagai Tempat Berlatih Masjid berfungsi pula sebagai tempat berlatih dan bermain, sebagaimana tergambar dari hadits sebagai berikut:
Telah bercerita kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah, telah mencerita Ibrahim bin Sa’d dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Urwah bin az-Zubair bahwa ‘Aisyah berkata, “Pada suatu hari, aku penah melihat Rasulullah SAW berdiri di pintu rumahku, sedangkan budak-budak Habasyah sedang bermain di dalam Masjid. Rasulullah SAW menutupiku dengan kain selendangnya saat aku menyaksikan permainan mereka.” Ibrahim bin al-Mundzir menambahkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW menyaksikan budak-budak Habasyah mempertunjukkan permainan tombak mereka.” (HR Bukhari) Rasulullah menyaksikan permainan tombak para budak Habasyah dan membiarkan mereka tetap melakukannya. Bahkan ketika tiba-tiba Umar masuk lalu mengambil kerikil kemudian melemparkannya kepada mereka, beliau bersabda: “Biarkanlah mereka wahai ‘Umar” (Shahih Bukhari). Bermain tombak, ketika di zaman Nabi itu, berfungsi sebagai latihan dalam meningkatkan ketrampilan menggunakan tombak sekaligus sebagai sarana hiburan. ‘Aisyah sempat menonton sampai puas (Shahib Bukhari), dan Nabi SAW EDISI 18/2014
27
menyaksikankannya. Ketika Umar merasa tidak nyaman dengan yang dilakukan para budak tersebut dan memberi isyarat dengan melempar kerikil ke arah mereka supaya berhenti, beliau menegur Umar supaya membiarkan saja permainan mereka. Pada masa itu, keterampilan bermain tombak adalah ketrampilan yang sangat diperlukan untuk berjihad menegakkan agama Allah pada saat itu. Nabi SAW juga membiarkan orang bersyair di dalam masjid (Shahih Bukhari, Sunan Abu Daud dan Sunan Nasa’i). Menjadikan masjid sebagai tempat berlatih dan bermain sudah dilakukan semenjak jaman Rasulullah SAW masih hidup. Seharusnya kita juga melakukannya, meskipun bentuknya bukan dengan bermain tombak saja. Kita bisa berlatih berkhutbah, berceramah, berdiskusi, berorganisasi, atau ketrampilanketrampilan lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan dakwah Islam. 4. Masjid Sebagai Tempat Istirahat Rasulullah dan para sahabat memanfaatkan masjid sebagai tempat istirahat, sebagaimana termaktub dalam hadits berikut:
Telah bercerita kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari ‘Abbad bin Tamim, dari pamannya, bahwa dia melihat Rasulullah SAW berbaring di dalam masjid dengan meletakkan satu kakinya di atas kaki yang lain. Dan dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Al Musayyab berkata, “‘Umar dan ‘Utsman juga melakukan hal serupa.” (HR Bukhari) Sahabat Shafwan bin Umayyah bahkan tidur dengan berselimut seharga 30 dirham di masjid dengan sepengetahuan Rasulullah (Sunan Abu Daud). Di bulan Ramadhan ada pula sahabat yang tidur di masjid (Sunan Abu Daud). Pada jaman Rasulullah SAW, masjid dijadikan sebagai tempat istirahat, mulai dari sekedar duduk-duduk, berbaring, bahkan sampai untuk tidur. Tentu sebagai tempat istirahat ini jangan sampai mengganggu fungsi utamanya sebagai tempat shalat. Begitu waktu shalat tiba, semua yang beristirahat harus segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan shalat jama’ah. Pengurus atau takmir masjid dapat menata dan menentukan tempattempat dimana orang boleh duduk-duduk atau berbaring sehingga orang yang mau mengerjakan shalat tidak terganggu. 5. Masjid Sebagai Tempat RupaRupa Kegiatan Semasa Rasulullah, masjid juga digunakan untuk aneka kegiatan seperti: a. Berkonsultasi Ibnu Umar menceritakan, bahwa seorang laki-laki berkonsultasi kepada
28
Berkala Tuntunan ISLAM
Rasulullah SAW ketika beliau berada di masjid; “Wahai Rasulullah, bagaimana aku melakukan witir di shalat malam?” Beliau menjawab: “Barangsiapa shalat (malam), maka shalatlah dua raka’at-dua raka’at, jika ia khawatir akan tiba (waktu shalat) subuh, hendaklah ia bersujud sekali sujud (satu raka’at), yang berarti sujudnya (raka’atnya) sebagai witir shalat yang telah ia lakukan.” (Shahih Muslim) b. Bertahkim Seorang laki-laki dari Bani Aslam mendatangi Nabi SAW yang sedang berada di dalam Masjid. Laki-laki itu mengatakan bahwa ia telah berzina, namun beliau berpaling darinya. Maka laki-laki itu menghadap ke arah wajah beliau seraya bersaksi atas dirinya dengan empat orang saksi. Akhirnya beliau bertanya: “Apakah kamu memiliki penyakit gila?” ia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu telah menikah?” ia menjawab, “Ya.” Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya di lapangan luas. Dan ketika lemparan batu telah mengenainya, ia berlari hingga ditangkap dan dirajam kembali hingga meninggal (Shahih Bukhari). c. Masuk Islam Dari Sa’id bin Abu Sa’id, mendengar Abu Hurairah berkata; “Tsumamah bin Utsal al-Hanafi pergi ke tempat air mengalir di dekat masjid untuk mandi, kemudian masuk ke dalam masjid dan berkata “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang diibadahi selain Allah, tidak ada sekutu baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Wahai Muhammad! Demi Allah di
muka bumi ini, dulu tidak ada wajah yang paling aku benci melainkan wajahmu, dan sekarang wajahmu menjadi yang paling aku cintai (Sunan Nasa’i). d. Menerima Utusan Rasulullah sering menerima utusan dari kabilah-kabilah di masjid. e. Boleh Makan di Masjid Di masjid kita boleh makan. Dari Abdullah bin al-Harits bin Juz‘ Az-Zubaidi dia berkata, “Pada masa Rasulullah SAW kami pernah makan roti dan daging di dalam masjid.” (Sunan Ibnu Majah) Berdasarkan fakta sejarah pada zaman Rasulullah, masjid adalah pusat kegiatan ummat Islam dengan shalat berjama’ah sebagai kegiatan utama. Fungsifungsi lainnya yang dianjurkan adalah sebagai tempat taklim atau belajarmengajar dan tempat berlatih. Masjid juga menjadi tempat yang dianjuran untuk berkonsultasi, bertahkim, masuk Islam, dan menerima utusan. Kita boleh beristirahat, makan dan minum di dalam masjid. Kita semua wajib berupaya mengfungsikan masjid sebagaimana mestinya, antara lain dengan senantiasa melaksanakan shalat fardhu secara berjama’ah, mengikuti taklim, menyemarakkan kegiatan di masjid, dan menjadikan masjid selalu bersih, rapi dan harum sehingga nyaman bagi yang berada di dalamnya. Samarinda, Dzulhijjah 1435 H/11 Oktober 2014 Agus Sukaca
[email protected] EDISI 18/2014
29
Tuntunan Akhlak
IHSAN
Dari Umar RA dia berkata, ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah SAW di suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi, lalu menempelkan kedua lututnya kepada lutut Nabi seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam?” Maka bersabda Rasulullah SAW: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu”, kemudian dia berkata, 30
Berkala Tuntunan ISLAM
“Anda benar”. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Iman”. Lalu Nabi bersabda, “engkau beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”, kemudian dia berkata, “Anda benar”. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahu aku tentang ihsan”. Lalu Nabi bersabda, “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata, “Beritahu aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya”. Dia berkata, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya“, Nabi bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya”, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian Nabi bertanya, “Hai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Nabi bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian”. (HR Muslim)
S
etiap kali terdengar kata ihsan, yang terpikir dalam benak kita adalah tingkatan dalam akidah keimanan kita kepada Allah dalam melaksanakan nilai-nilai Islam. Ihsan ini mencerminkan kualitas ibadah, tanpa mengabaikan aspek kuantitasnya. Selaku muslim kita harus berusaha untuk mendapatkan dan mengamalkan nilai-nilai ihsan dalam niat, ucapan, dan perilaku. Ihsan ini, dapat diusahakan dari setiap interaksi kita kepada sesama makhluk Allah: manusia, hewan dan tumbuhan. Sudah semestinya kita berlomba menjadi muslim yang muhsin. Sebab, dengan itu kita menjadi mulia di sisi Allah. Seorang muslim yang tidak ingin mendapatkan ihsan, sungguh ia telah menyia-
nyiakan kesempatan yang baik ini. Nabi SAW menekankan kepada umatnya agar berusaha beribadah dengan spirit ihsan. Ihsan adalah bagian dari kesempurnaan keislaman kita yang berkait erat dengan akidah, tidak sebatas akhlak mulia saja. Tidak kurang ada 50 ayat al-Qur’an menyebut kata ihsan, mayoritas dalam kategori kata perintah, seperti;
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah (ihsan), karena sesungguhnya Allah EDISI 18/2014
31
menyukai orang-orang yang berbuat baik (ihsan). (Qs. al-Baqarah: 195)
Sesungguhnya Allah menyuruhmu berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang berbuat keji (munkar), kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Qs. an-Nahl: 90) Pengertian Ihsan yang artinya Ihsan berasal dari kata berbuat baik, sedangkan bentuk masdaryang artinya kebaikan. nya adalah Ketika Nabi Muhammad ditanya oleh Malaikat Jibril tentang ihsan, Nabi menjawab, “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu”. Ihsan itu seorang manusia beribadah kepada Rabb-nya dengan ibadah yang penuh rasa harap dan keinginan, seolaholah dia melihat-Nya, sehingga dia sangat ingin sampai kepada-Nya. Ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam itu, maka hendaknya dia berada di derajat kedua, yaitu: menyembah kepada Allah dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya. 32
Berkala Tuntunan ISLAM
Oleh karena itu Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Jadi, tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Dan berbuat baiklah (ihsan) --kepada orang lain-- sebagaimana Allah telah berbuat baik (ihsan) kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan”. (Qs. al-Qashshas: 77) Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengemukakan, maksud berbuat baik (ihsan) pada ayat di atas itu berlaku kepada semua makhuk. Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Karena itu, semua orang yang menyadari hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi dirinya agar sampai pada tingkatan tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia, kecuali mereka yang telah naik ke dalam tingkatan ihsan. Anjuran Berbuat Ihsan Pertama, dari al-Qur‘an al-Karim. Ada 166 ayat di dalam al-Qur’an tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam al-Qur‘an. Berikut ini beberapa ayat terkait ihsan.
...Dan berbuat baik (ihsan)lah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (ihsan). Qs.(al-Baqarah: 195)
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Qs. an-Nahl: 90)
... Dan berbuat baik (ihsan)lah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba sahayamu.... (Qs. an-Nisaa`: 36)
...dan ucapkanlah kata-kata yang baik (ihsan) kepada manusia.... (Qs. al-Baqarah: 83)
Perintah berbuat ihsan berlaku untuk semua makhluk Allah. Ihsan juga mencakup ucapan dan amal perbuatan yang di dalamnya ada perbuatan hati. Kedua, dari Hadits. Rasulullah SAW sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Diantara hadits-hadits tentang ihsan, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Nabi SAW menjelaskan apa itu ihsan ketika menjawab pertanyaan Jibril, yang kemudian membenarkan jawaban Nabi itu. Nabi mengatakan:
Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim) Pada hadits lain, Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan (ihsan) atas segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik... (HR. Muslim) Para ulama bersepakat bahwa ihsan dalam ibadah kepada Allah dan ihsan dalam perilaku adalah perintah Allah dan Rasul-Nya, barangsiapa yang telah berbuat ihsan, maka ia telah melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, demikian sebaliknya. EDISI 18/2014
33
Cakupan Ihsan Ihsan mencakup tiga aspek yang tidak bisa terlepas dalam kehidupan kita; akhlak, muammalah dan ibadah. Aspek akhlak dan muammalah mencakup hubungan horisontal antara sesama makhluk, sedang aspek ibadah adalah antara kita selaku hamba dengan Allah SWT. Pertama, aspek Akhlak. Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan cerminan dari ibadah dan muamalah yang dilakukan. Tingkatan ihsan ini bisa dicapai apabila kita melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Jika sudah dicapai, sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Ihsan ini akan berbuah dan menyatu pada akhlak atau perilaku kita, sehingga pada akhirnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya. Untuk menilai akhlak diri sendiri, dapat dilihat dari kualitas ibadah kita. Tidak sebatas melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, namun sampai pada spirit dan penghayatan pelaksanaannya. Shalat akan berfungsi sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar kalau kita melaksanakannya sesuai tuntunan dan menghayati makna setiap bacaan. Nilai ihsan pada diri seseorang dapat dilihat dari hasil refleksi ibadah berupa muamalah kehidupannya, akan terlihat pada bagaimana seseorang bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungan, pekerjaan, keluarga, bahkan terhadap dirinya sendiri. Nabi SAW bersabda:
Aku diutus hanyalah demi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. 34
Berkala Tuntunan ISLAM
Pelaksanaan ibadah dengan baik dan benar menjadi tolok ukur akhlak ihsan seseorang. Sehingga, untuk membenahi akhlak seorang muslim dapat dimulai dengan membenahi ibadahnya. Kedua, aspek Muamalah. Muamalah adalah interaksi antara dua pihak. Pada konteks ihsan ini, muamalah dapat terjadi antara hamba dengan manusia lain, hamba dengan hewan, hamba dengan tumbuhan, termasuk dengan makhluk gaib pun berlaku akhlak ihsan kepadanya. Firman Allah SWT:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan budak milikmu. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (Qs. an-Nisaa’: 36) Aspek-aspek muamalah dalam ihsan ini dijelaskan dalam surat an-Nisaa’ ayat 36 di atas. 1. Berlaku Ihsan kepada Orang Tua Ihsan kepada orang tua dilakukan beriringan dengan ibadah kepada Allah. Ibnu Abbas menyatakan, ibadah seorang
hamba kepada Allah tidak akan diterima bila ia tidak ihsan kepada orang tuanya. Sebaliknya, kebaikan kepada orang tua tidak diterima Allah bila ia tidak beribadah kepada Allah. Subhanallah, alangkah indahnya akhlak yang diajarkan Islam ini. Allah mengaitkan keridhaan-Nya kepada seorang hamba dengan keridhaan orang tua itu kepada anaknya. Berbuat baik (ihsan) kepada orang tua dijelaskan pada ayat berikut.
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara mereka atau dua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan “ah” (berteriak) dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu dihadapan keduanya dengan penuh kasih sayang dan berdoalah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”. (Qs. al-Israa’: 23-24) Ayat di atas menjelaskan bahwa ihsan kepada kedua orang tua adalah sejajar dengan ibadah kepada Allah, baik mere-
ka berdua masih hidup atau sudah wafat. Dalam sebuah hadits, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah SAW bersabda:
Keridaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua. (HR Turmudzi) Dalil ini menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman. Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama adalah kepada kedua orang tua. Berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik ketika hidup maupun setelah wafat, sebagimana hadits Nabi SAW:
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah AsSa’idy berkata: “Tatkala kami sedang bersama Rasulullah SAW, datang seseorang dari Bani Salamah bertanya: EDISI 18/2014
35
“Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada ibu-bapak saya setelah keduanya wafat?” Nabi menjawab: “Ya, dengan mendoakan keduanya, memohon ampun untuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung silaturahim dari sanak saudaranya serta memuliakan teman-temannya. (HR Abu Daud) Termasuk ihsan kepada orang tua yang sudah wafat adalah menjaga silaturrahmi dan hubungan baik kepada teman dan kerabat mereka. Melakukan kebaikan yang dilakukan orangtua ketika hidupnya, seperti berbagi sedekah dengan tetangga yang memerlukan, menyalurkan zakat, infak dan sedekahnya kepada lembaga yang biasa menerimanya, dan menunaikan wasiatnya termasuk ihsan kepada orang tua. 2. Berlaku Ihsan kepada Kerabat Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah. Dorongan ingin mendapatkan pahala dari Allah ini yang menjadi kekuatan berihsan kepada mereka. Niat tulus ini akan menghilangkan prasangka negatif (su‘udz-dzan) seseorang kepada kita. Allah SWT menyamakan seseorang yang memutus hubungan silaturahim sesama kerabat karibnya dengan perusak di muka bumi.
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan 36
Berkala Tuntunan ISLAM
di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (Qs. Muhammad: 22) Silaturahim adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahim.Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:
Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Kusambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Kuputuskan hubunganku dengannya. (HR. Turmudzi) Dalam hadits lain, Nabi bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi”. (HR. Syaikhani dan Abu Dawud) 3. Berlaku Ihsan kepada Anak Yatim dan Fakir Miskin Anak yatim adalah mereka yang ditinggal wafat orang tuanya sehingga memenuhi kebutuhan hidup dengan usaha sendiri. Hal ini senada dengan makna yatim yang berarti ketersendirian. Yatim juga bisa disematkan kepada anak yang masih memiliki orang tua tetapi ia memenuhi kebutuhan hidup sendiri lantaran orang tuanya tidak mampu melakukannya dikarenakan sakit atau lemah. Usia baligh
menjadi batasan anak tersebut termasuk golongan yatim. Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini... (seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya). “ Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa dari kaum muslimin yang memelihara anak yatim dengan memberinya makan dan minum, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni (HR Turmudzi). Sedangkan fakir miskin adalah mereka yang memiliki hak untuk diberi zakat pada urutan pertama. Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya termasuk fakir. Dan miskin adalah mereka yang mampu bekerja untuk mencukupi kebutuhannya namun belum mencukupi. 4. Berlaku Ihsan kepada Tetangga dan Teman Sejawat Ihsan kepada tetangga meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun jauh jarak dari rumah. Adapun yang di-
maksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua masuk katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim. Tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah SAW menjelaskan hal ini dalam sabdanya:
Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW: Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya (HR. Ahmad). Pada hadits lain, Nabi SAW mengingatkan untuk memberi perhatian terhadap tetangga, sekalipun ia mahasiswa (konteks sekarang), bukan kerabat dekat kita. Bagi kita yang memiliki kontrakan dan anak kos, misalnya, perlu adanya perhatian terhadap mereka, terlebih menjadi pengingat bagi mereka dalam berbuat kebajikan dengan cara berbuat ihsan dalam muamalah dengan mereka. EDISI 18/2014
37
kanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari. “ (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi) Tidak beriman kepadaku, orang yang kenyang pada suatu malam sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahuinya. (HR ath-Thabrani) 5. Berlaku Ihsan kepada Ibnu Sabil dan Hamba Sahaya Ibnu sabil adalah mereka yang bepergian atau orang yang bepergian dalam menjalankan ketaatan, bukan kemaksiatan, kemudian ia tidak mampu mencapai tempat tujuannya kecuali dengan adanya bantuan orang lain. Sabda Nabi:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya. (HR Jama’ah, kecuali Nasa’i) Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukkan jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan.
Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan budakku?” Rasulullah diam. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Maaf38
Berkala Tuntunan ISLAM
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantaramu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan. (HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud) Muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya sebelum ‘keringatnya kering’, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatan dan menghargai pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai. Demikian juga ihsan dalam muamalah dengan partner kerja yang menjadi bawahan atau anak buah, adalah dengan menjaga dan menahan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan bawahannya. Meskipun ia seorang pemimpin, tidak lantas boleh melakukan segala cara dalam bermuamalah dengan bawahan. Tidak sedikit bawahan yang mengeluh lantaran perilaku atasan yang tidak bisa
dijadikan teladan, termasuk dalam sebuah organisasi. Firman Allah SWT:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (Qs. al-Hajj: 38) Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada budaknya, “Kipasilah aku sampai aku tertidur”. Lalu, hambanya pun mengipasinya sampai ia tertidur. Karena sangat mengantuk, sang hamba pun tertidur. Ketika Umar bangun, beliau mengambil kipas tadi dan mengipasi hamba sahayanya. Ketika hamba sahaya itu terbangun, maka ia berteriak menyaksikan tuannya melakukan hal tersebut. Umar kemudian berkata, “Engkau adalah manusia biasa seperti diriku dan mendapatkan kebaikan seperti halnya aku, maka aku pun melakukan hal ini kepadamu, sebagaimana engkau melakukannya padaku”. 6. Berlaku Ihsan kepada Sesama Hamba dengan Ucapan Baik Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam“ (HR. Bukhari-Muslim) Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
Ucapan yang baik adalah sedekah. Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. 7. Berlaku Ihsan terhadap Binatang Berbuat ihsan terhadap binatang (ternak atau hewan tunggangan) adalah dengan memberinya makan jika lapar, mengobatinya jika sakit, tidak membebaninya di luar kemampuannya, tidak menyiksanya ketika bekerja, serta mengistirahatkannya jika sudah lelah. Bahkan, pada saat menyembelihnya, hendaklah dengan cara yang baik, tidak menyiksa, serta menggunakan pisau yang tajam. Tidak boleh menelantarkan binatang dalam keadaan lapar dan terkurung di kandangnya, sedangkan pemiliknya mampu untuk memberinya makan. Sekiranya pemiliknya tidak mampu maka lepaskanlah binatang itu agar ia mampu mencari makannya sendiri. Sebagaimana dikisahkan, Allah SWT melaknat perempuan bani Israel yang mengikat seekor kucingnya sampai mati dalam keadaan lapar. Narasumber utama artikel ini: Talqis Nurdianto EDISI 18/2014
39
Tuntunan Ibadah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk mendo’akan seorang muslim atau muslimah yang telah meninggal dunia; orang dewasa maupun anak-anak.
S
halat jenazah hukumnya wajib kifayah, yakni kewajiban yang pelaksanaannya dapat tercukupi manakala telah ditunaikan oleh sebagian kaum muslimin. Namun, jika tidak ada yang melaksanakannya maka seluruh kaum muslimin berdosa karenanya. Shalat jenazah didasarkan kepada hadits berikut ini:
40
Berkala Tuntunan ISLAM
acnimages.blogspot.com
SHALAT JENAZAH Dari Salamah bin al-Akwa’ RA, ia berkata, “Kepada Nabi SAW pernah didatangkan seorang jenazah, agar beliau menyolatinya. Lantas beliau bertanya, “Apakah orang ini punya hutang?” Mereka menjawab, tidak. Maka Nabi SAW menyolatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan jenazah yang lain. Beliau bertanya, “Apakah dia punya hutang” Mereka menjawab, ya. Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian.” Abu Qatadah berkata, “Saya yang menanggung hutangnya ya, Rasulullah”. Lalu beliau menyolatkan jenazah tersebut. (HR. Bukhari). Hadits ini menjadi dasar hukum melaksanakan shalat jenazah, yang kemudian dipahami hukumnya wajib kifayah. Dari dua jenazah itu, Rasulullah SAW hanya akan menyolati untuk satu jenazah, sedang jenazah yang lain beliau tidak akan menyolatinya karena punya hutang, namun memerintahkan para sahabat untuk menyolatinya. Inilah mengapa shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah.
Keutamaan Shalat Jenazah Mengenai keutamaan shalat jenazah, diterangkan di dalam beberapa hadits Nabi berikut ini.
2. Hadits yang bersumber dari Kuraib, ia berkata,
1. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Barangsiapa yang menyaksikan jenazah (takziyah) sehingga ia ikut menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Barangsiapa yang menyaksikan jenazah sehingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth. Ada yang bertanya, apa yang dimaksud dua qiroth? Rasulullah SAW lantas menjawab, “Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Barangsiapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qiroth. Ada yang bertanya, apa yang dimaksud dua qiroth? Beliau berkata,“Ukuran paling kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”. (HR. Muslim)
Anak ‘Abdullah bin ‘Abbas di Qudaid atau di ‘Usfan meninggal dunia. Ibnu ‘Abbas berkata, “Wahai Kuraib, lihat berapa banyak manusia yang menyolati jenazahnya.” Kuraib berkata, “Aku keluar, ternyata orang-orang sudah berkumpul dan aku mengabarkan pada mereka pertanyaan Ibnu ‘Abbas tadi. Lantas mereka menjawab, “Ada 40 orang”. Kuraib berkata, “Baik kalau begitu.” Ibnu ‘Abbas lantas berkata, “Keluarkan mayit tersebut. Karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun melainkan Allah akan memperkenankan syafa’at (do’a) mereka untuknya.” (HR. Muslim) 3. Hadits yang bersumber dari ‘Aisyah RA, ia berkata, bahwa Nabi SAW telah bersabda, EDISI 18/2014
41
Waktu dan Tempat Shalat Jenazah
Tidaklah seorang mayit dishalatkan (shalat jenazah) oleh kaum muslimin yang mencapai 100 orang, lalu semuanya memberi syafa’at (mendoakan kebaikan untuknya), maka syafa’at (do’a mereka) akan diperkenankan. (HR. Muslim) 4. Hadits yang bersumber dari Malik bin Hubairah, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda,
Tidaklah seorang muslim mati lalu dishalatkan oleh tiga shaf kaum muslimin melainkan do’a mereka akan dikabulkan. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud). Imam Nawawi menyatakan dalam Kitab Al-Majmu’ 5/212 bahwa hadits ini hasan. Syarat-syarat Shalat Janazah Shalat jenazah sah dilakukan jika terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Seseorang yang melaksanakan shalat jenazah harus memenuhi syarat-syarat sahnya seperti yang terdapat pada shalat yang lain. Yakni ia harus bersih dari hadats dan najis, menutup aurat dan menghadap kiblat. 2. Shalat jenazah harus didirikan setelah jenazah dimandikan dan dikafani. 3. Jenazah harus diletakkan di sebelah kiblat orang yang menyalatkannya.
42
Berkala Tuntunan ISLAM
1. Waktu Shalat Dalam melakukan shalat jenazah, tidak ditentukan waktunya secara khusus, melainkan ia dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam hari, kecuali 3 waktu: yakni saat matahari terbit hingga agak meninggi; saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga telah condong ke barat; dan saat matahari hampir terbenam, hingga terbenam sama sekali. Hal ini didasarkan pada hadits berikut ini:
Dari Musa bin Ali dari bapaknya, berkata, saya mendengar Uqbah bin Amir Al-Juhani berkata; “Ada tiga waktu, dimana Rasulullah SAW melarang kita untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu- waktu tersebut. (Pertama), saat matahari terbit hingga agak meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat) hingga telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir terbenam, hingga terbenam sama sekali.” (HR Muslim) 2. Tempat Shalat Shalat jenazah dapat dilakukan di mana saja, di tempat-tempat yang layak
untuk melaksanakan shalat; termasuk di dalam masjid, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:
di dalam Kitab Himpunan Putusan Tarjih, menjelaskan tata cara shalat jenazah sebagai berikut: 1. Mengikhlaskan niat semata-mata mencari ridla Allah SWT. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:
Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan. (HR Bukhari). Bahwa ketika Sa’d bin Abu Waqash meninggal, Aisyah berkata, “Masukkanlah ia ke dalam masjid hingga aku bisa menshalatkannya.” Namun mereka tidak menyetujuinya, maka ia pun berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah SAW telah menyalatkan jenazah dua orang putra Baidla` di dalam masjid, yaitu Suhail dan saudaranya.” Muslim berkata; “Suhail bin Da’d adalah Ibnul Baidla`, dan ibunya adalah Baidla`. (HR Muslim) Di dalam kitab al-Muwaththa’, Imam Malik meriwayatkan:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa dia berkata, “Umar bin Khatthab dishalatkan di masjid.” Tata Cara Shalat Janazah Berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah
2. Lebih utama dilakukan dengan berjamaah dan makmum hendaklah dibagi menjadi 3 baris.
Dari Malik bin Hubarah berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang mukmin yang meninggal lalu ada sekelompok orang yang menyalatinya sampai tiga shaf kecuali pasti dia diampuni.” (Martsad bin Abdullah Al-Yazani RA) berkata; jika keluarga jenazah sedikit, Malik bin Hubarah tetap menjaga agar bisa dijadikan tiga shaf. (HR Ahmad) EDISI 18/2014
43
3. Hendaklah imam berdiri pada arah kepala mayat pria dan pada arah perut/pusar mayat wanita. Hal ini didasarkan pada hadits berikut,
cara Rasulullah SAW berdiri saat menyalatkan jenazah, yaitu seperti yang anda lakukan? Anas bin Malik RA menjawab, ya. Abu Ghalib Khayyat berkata, lalu ‘Ala’ menoleh kami dan mengatakan, jagalah!. (HR Ahmad) 4. Dilakukan dengan berdiri tanpa ruku’, tanpa sujud dan tanpa duduk; cukup dengan bertakbir sebanyak empat kali, termasuk takbiratul ihram. Hal ini didasarkan pada hadits:
Tela h mengabarkan kepada kami Abu Ghalib Al-Khayyat berkata, saya melihat Anas menyalati jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di dekat kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat, datang lagi jenazah wanita dari Quraisy atau dari Anshar, dan ia diberitahu, wahai Abu Hamzah, ini adalah jenazah wanita fulanah binti fulan, shalatkanlah! Lalu beliau berdiri di dekat pusarnya. Diantara kami saat itu ada al-’Ala’ bin Ziyad al-’Adawi. Tatkala ‘Ala’ bin Ziyad melihat perbedaan letak berdiri Anas RA antara jenazah laki-laki dan wanita, ‘Ala’ bertanya, wahai Abu Hamzah, begitukah 44
Berkala Tuntunan ISLAM
Dari Abu Hurairah RA berkata, Nabi SAW mengumumkan kematian AnNajasyi, kemudian Beliau maju dan membuat barisan shaf di belakangnya, Beliau lalu takbir empat kali. (HR Bukhari) Setiap takbir dilakukan dengan mengangkat tangan; berdasarkan riwayat yang disandarkan kepada Ibnu Umar:
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasannya beliau mengangkat kedua tangannya dalam setiap takbir pada shalat jenazah. (HR Baihaqi) 5. Sesudah takbiratul ihram hendaklah dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan membaca shalawat atas Nabi Muhammad.
Hal ini didasarkan pada hadits:
Sungguh, menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seseorang membaca surat al-Fatihah dan membaca shalawat atas Nabi SAW, lalu dengan ikhlas mendo’akan mayit sampai selesai dan ia tidak membaca kecuali sekali kemudian salam (HR Ibnul Jarud di dalam kitab al-Muntaqo’) al-Hafidz berkata: para perawi hadits ini tersebut di dalam kitab Bukhari dan Muslim. Bacaan do’a diucapkan dengan suara lembut, sebagaimana dijelaskan hadits:
Dari Umamah, dia berkata: “Sesungguhnya sunnah didalam shalat jenazah ialah membaca al-Fatihah pada takbir pertama dengan suara lembut kemudian bertakbir 3 kali dan salam di akhir shalat. (HR an Nasa’i) 6. Setelah takbir yang kedua, ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan berdo’a kepada Allah secara ikhlas untuk mayit.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Apabila kalian menyalatkan mayit, maka ikhlaskanlah doa untuknya. (HR Abu Dawud) Adapun do’a-do’a yang dibaca dalam shalat jenazah sebagaimana di-ajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut: Pertama: riwayat Imam Muslim dan an-Nasa’i.
Ya Allah, Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, maafkanlah dia dan selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), dan tempatkanlah di tempat yang mulia (surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istriEDISI 18/2014
45
nya (atau suaminya), jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka. Kedua: riwayat Ibnu Majah, dll.
Ya Allah, ampunilah kami yang masih hidup, yang telah meninggal dari kami, yang masih ada, yang telah tiada, anak kecil kami, orang tua kami, lelaki kami, perempuan kami. Ya Allah, siapa saja yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah di atas Islam, dan siapa saja yang Engkau wafatkan dari kami, maka wafatkanlah didalam iman. Ya Allah, janganlah Engkau haramkan bagi kami pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami sepeninggalnya. Ketiga: riwayat Abu Dawud.
Ya Allah, sesungguhnya Fulan bin Fulan berada dalam jaminan-Mu maka lindungilah dia dari fitnah kubur. Sedang Abdurrahman berkata: “dari jaminan-Mu. Berada dalam jaminan keamanan-Mu, maka lindungilah dirinya dari fitnah kubur, serta 46
Berkala Tuntunan ISLAM
adzab neraka. Engkau senantiasa menepati janji dan pemilik segala pujian. Ya Allah, ampunilah dosanya dan sayangilah dia, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang. pada do’a di atas Catatan: agar diganti dengan nama jenazah yang dishalatkan Keempat: riwayat al-Baihaqi dan atTabrani.
Ya Allah, hamba-Mu dan putra hamba perempuan-Mu membutuhkan rahmat-Mu, Engkau tidak membutuhkan akan siksaannya. Jika dia orang yang baik, tambahilah kebaikannya dan jika ia orang yang jahat ampunilah kejahatannya. Kemudian hendaklah seseorang berdo’a sekehendaknya. Jika mayat seorang anak, do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah sebagai berikut.
Ya Allah jadikanlah ia bagi kami sebagai imbuhan, titipan dan pahala. (HR Baihaqi) 7. Mengucapkan salam secara sempurna dengan menoleh ke sebelah kanan dan ke kiri. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Ibnul Jarud di atas.
Selain tata cara di atas, shalat jenazah dapat pula dilakukan dengan urutanurutan sebagai berikut: Dimulai dengan niat, kemudian bertakbir, lalu membaca surat al-Fatihah, dilanjutkan takbir kedua, lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW, kemudian bertakbir ketiga, lalu berdo’a untuk si mayit, kemudian takbir keempat dilanjutkan salam.
Sungguh, menurut sunnah, dalam menyalatkan jenazah itu hendaklah seorang imam bertakbir kemudian membaca surat al-Fatihah dengan suara lirih setelah takbir pertama kemudian membaca shalawat atas Nabi SAW dan ikhlas mendo’akan mayit pada takbir-takbir berikutnya dan ia tidak membaca apapun di dalamya (selain mendoakan mayit) kemudian salam dengan suara lirih. (HR al-Baihaqi) Shalat Jenazah di Kuburan Jika jenazah telah dikuburkan, lalu ada seorang atau beberapa orang ingin menyalatinya, maka diperbolehkan untuk menyalati di atas kuburnya walaupun jenazah itu sudah dishalati sebelumnya. Rasullullah SAW pernah sholat jenazah di kuburan seorang laki-laki atau wanita
yang meninggal pada malam hari, ketika tidak diberi tahu oleh para sahabat. Dari Abu Hurairah RA dia berkata:
Ada seorang laki-laki atau wanita kulit hitam tukang sapu masjid telah wafat. Nabi SAW bertanya tentang orang tersebut. Orang-orang menjawab, “Dia telah meninggal” Beliau bersabda, “Kenapa kalian tidak memberi kabar kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya padaku!” Beliau kemudian mendatangi kuburan orang itu lalu menyalatinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim) Berdasarkan hadits di atas, sebagian ulama berpendapat tentang disunahkannya sholat jenazah di kuburan. Ini adalah pendapat dari Imam Ahmad dan para penganut Imam Hanafi. Hanya, mereka berbeda pendapat tentang syarat dan berapa waktu yang dibolehkan untuk sholat jenazah di atas kuburan. Mengenai syarat disyariatkannya sholat jenazah di atas kuburan, para ulama berpendapat bahwa shalat tersebut hanya diperuntukkan bagi orang yang patut dan termasuk diperintahkan shalat jenazah ketika mayat masih belum dikubur. Misalnya, orang yang tidak mengetahui kabar kematian seseorang yang seandainya dia tahu, pasti akan ikut menyolati jenazahnya. Atau, orang yang tertinggal jenazah dan mayat terlanjur EDISI 18/2014
47
dikuburkan. Pendapat ini didasarkan pada fakta bahwa Nabi SAW tidak pernah melaksanakan shalat jenazah di atas kuburan setiap kali melewati kuburan. Dalam hal waktu pelaksanaan shalat di kuburan, Ibnu Qoyyim rahimahullah memilih pendapat tanpa adanya batasan waktu. Dia berkata, “Rasullullah SAW melakukan shalat jenazah di atas kuburan setelah 3 hari penguburannya, bahkan pernah satu bulan setelah penguburan. Nabi SAW tidak membatasi waktu tertentu (dibolehkannya shalat jenazah di atas kuburan).” Shalat Ghaib Shalat ghaib adalah shalat jenazah yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap saudaranya yang wafat, sementara jenazahnya tidak ada di depan mereka atau berada di tempat yang lain. Shalat ghaib pernah dilakukan Nabi SAW di Madinah terhadap An-Najasyi, seorang muslim raja negeri Habasyah (Ethiopia), yang wafat di negerinya. Pada saat itu negeri Habasyah adalah negeri Nasrani. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah RA, dia berkata:
Bahwasanya Rasulullah SAW mengumumkan kematian An-Najasyi pada hari kematiannya. Rasul keluar bersama para sahabatnya ke lapangan, lalu mengatur shaf, kemudian (shalat dengan) bertakbir sebanyak 48
Berkala Tuntunan ISLAM
empat kali.” (HR Bukhari dan Muslim) Mengenai hukum shalat ghaib, ada 3 macam pendapat para ulama: Pertama, bahwa sholat ghaib adalah masyru’ (disyariatkan) dan hukumnya sunnah. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Pendapat ini didasarkan pada hadits di atas. Kedua, bahwa shalat ghaib berlaku khusus bagi jenazah raja Najasyi, tidak untuk yang lainnya. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Pendapat mereka didasarkan pada argumentasi bahwa peristiwa sholat ghoib ini tidak pernah ada kecuali pada kejadian meninggalnya raja Najasyi. Ketiga: bahwa shalat ghaib disyari’atkan, tetapi hanya diperuntukkan bagi seorang muslim yang meninggal di suatu daerah yang tidak ada orang yang menshalatkannya. Adapun jika ia telah disholatkan di tempat dia meninggal atau tempat lainnya, maka tidak dilaksanakan sholat ghaib karena kewajiban untuk mensholatkannya telah gugur dengan sholatnya kaum muslimin atasnya. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan dipilih oleh beberapa ulama’ seperti al-Khattabi, Abu Dawud, Nashiruddin al-Albany dan lain-lain. Pendapat ketiga tampaknya paling kuat karena merupakan hasil kompromi di antara dalil-dalil yang dikemukakan oleh kelompok pertama dan kedua. Wallahu a’lam. Narasumber artikel utama ini: Zaini Munir
Tuntunan Muamalah
HUKUM JUAL BELI ORGAN TUBUH MANUSIA
ILUSTRASI:alpanews1.com
P
embahasan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya tentang macam-macam jenis jual beli yang dilarang dalam Islam. Selain 12 jenis jualbeli terlarang yang disebutkan terdahulu, ada beberapa bentuk lain praktek jualbeli yang dilarang dalam Islam, antara lain terkait dengan “Hukum Jual Beli Organ Tubuh Manusia”. Jual Beli Organ Tubuh Manusia Salah satu jenis jual beli yang cukup banyak dibahas para ulama’ adalah hukum jual beli organ tubuh manusia (Bai’ juz’i min jismil basyari). Bahkan, di antara fukaha’ (ulama’ ahli fikih) men-
jadikan hal ini sebagai salah satu pertimbangan dalam penentuan keharaman dalam syari’ah (Mi’yar as-syari’ah). Hukum memperjualbelikan organ tubuh manusia masih diperdebatkan oleh para ulama’. Namun, pada dasarnya jumhur (mayoritas) ulama dengan tegas mengharamkan hukum jual beli anggota tubuh manusia ini, dengan beberapa alasan, antara lain; a. Manusia makhluk yang dimuliakan Allah SWT Salah satu alasan mayoritas ulama yang mengharamkan jual beli organ tubuh manusia adalah; karena manusia bukan EDISI 18/2014
49
barang dagangan yang dapat diperjualbelikan serta bertentangan dengan kemuliaan manusia. Oleh karena itu, menjual manusia yang masih hidup dengan tujuan apapun juga tidak dapat dibenarkan dalam Islam, terlebih lagi menjual organ tubuh manusia yang diambil dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Jika ditelusuri ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW, niscaya dapat ditemukan ayat-ayat dan hadits Nabi yang menjelaskan tentang proses, tujuan dan bentuk kemuliaan manusia. Ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang kemuliaan manusia, adalah:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Qs. al-Isra’: 70).
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu 50
Berkala Tuntunan ISLAM
seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (Qs. al-Infithar: 6,7,8). Dalam ayat dan surat lain, Allah SWT juga berfirman;
‘Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. at-Tiin: 1-4). Sedangkan hadits Nabi SAW yang menjelaskan tentang kemuliaan manusia sekalipun sudah meningggal dunia, sehingga menurut hukum asalnya jasad mereka tidak diperbolehkan dilukai, diambil organ tubuhnya atau diamputasi;
“Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Mematahkan (memotong/merusak) tulang orang yang mati (hukumnya) sama dengan mematahkannya ketika ia masih hidup.” (HR. Abu Dawud) Dari hadits di atas dapat difahami bahwa kemuliaan manusia tidak hanya ketika masih hidup, tetapi kemuliaannya hingga ia mati, terbukti ketika seorang muslim meninggal dunia maka mayatnya dimandikan, dikafankan, dishalatkan, dan kemudian dikuburkan serta harus diperlakukan secara baik.
b. Tubuh manusia bukan milik pribadinya tetapi milik Allah Fisik manusia adalah karunia dan amanah Allah SWT yang harus dipelihara. Islam melarang seseorang menganiaya dirinya maupun orang lain. Dalam syari’at Islam, orang yang melakukan penganiayaan dengan melukai (as-syaj dan aljarh), menghilangkan fungsi anggota tubuh (idzhab ma’a al-athraf), maupun menghilangkan anggota tubuh orang lain (ibanat al-athraf), pelakunya akan mendapat hukuman yang berat berupa qishas. Qishas adalah hukuman setimpal yang diberikan kepada pelaku kejahatan sesuai kejahatan yang dilakukannya. Ditegaskan Allah SWT dalam al-Qur’an:
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (at-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)-nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS al-Maidah: 45)
Menjaga kemuliaan manusia tidaak hanya pada saat ia masih hidup, tetapi juga setelah ia meningal dunia. Sebagaimana hadits Nabi SAW;
Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Mematahkan tulang orang mati (hukumnya sama) seperti mematahkannya ketika ia masih hidup.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah &Ahmad) Islam juga melarang orang melakukan kemudharatan bagi diri sendiri/orang lain;
Jangan melakukan sesuatu yang dapat membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain. Selain jasad manusia bukan barang komoditas jual-beli sehingga tidak boleh diperjualbelikan, juga dapat mendatangkan kemudharatan jika hal tersebut dilegalkan, sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi (syadduzh-zhara’i’) agar tidak mendatangkan sesuatu yang lebih fatal bagi diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana firman Allah SWT.
EDISI 18/2014
51
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah. (Qs. an-Nisa’: 29-30) Begitu juga dengan ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang larangan bagi manusia untuk melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dan membinasakan diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana firmaan-Nya;
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Qs. an-Naml: 195) c. Sadduz-zari’ah (menutup pintu munculnya kemudharatan) Salah satu pertimbangan hukum diharamkannya menjual organ tubuh manusia adalah karena pertimbangan sadduz-zari’ah, yaitu langkah antisipatif yang ditetapkan oleh agama agar se52
Berkala Tuntunan ISLAM
seorang tidak terjerumus dalam perbuatan dosa dan kesalahan. Sebab, dengan membuka pintu kebolehan untuk memperjualbelikan organ tubuh manusia dapat mengakibatkan munculnya berbagai macam kemudharatan bagi manusia itu sendiri. Atas dasar itulah, dalam agama Islam dikenal istilah “sadduz-zari’ah” sebagai bagian dari ketentuan hukum yang ditetapkan baik dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi SAW. Salah satu contoh ketentuan hukum Islam yang mengharamkan sesuatu sebagai bentuk sadduz-zari’ah adalah terkait dengan keharaman zina. Bentuk larangan zina tidak hanya pada persoalan melakukan zina itu saja, tetapi juga mengharamkan segala hal yang dapat menghantarkan atau menjerumuskan seseorang kepada perzinaan, yaitu dengan ungkapan “Wala taqrabu zina” (janganlah kamu mendekati zina). Maka, secara hukum Islam, sesuatu yang diharamkan karena dapat menjadi wasilah atau perantara kepada dosa yang lebih besar hukumnya sama dengan tujuan larangan itu sendiri. Oleh sebab itu dalam kaidah fiqhiyah disebutkan;
Wasilah (perantara/fasilitator) sama hukumnya dengan sesuatu yang dimaksudkan (dituju). Begitu pula halnya dengan pertimbangan hukum (causa hukum) tentang keharaman jual-beli organ tubuh manusia. Disamping dapat mencederai kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia, membolehkan jual beli organ tubuh
Donor tidak sama dengan jual-beli organ tubuh manusia Selain persoalan jual-beli organ tubuh manusia, persoalan lain yang terkait adalah persoalan donor (baik donor darah, donor mata, donor hati maupun donor ASI). Para ulama sepakat (ijma’) tentang kebolehan donor darah, donor mata dan lainnya dengan ketentuan dan syaratsyarat tertentu. Persoalan donor tidak sama dengan jual-beli ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: Pertama, dari aspek akad atau transaksinya. Donor dilakukan dengan pertimbangan sosial dan bukan untuk komersial. Sehingga posisi organ tubuh manusia tidak dijadikan sebagai obyek atau barang dagangan yang dapat mencederai kemuliaan manusia sebagai makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT. Kedua, donor yang pada prinsipnya merupakan bantuan sosial, maka sudah pasti pihak pendonor mempertimbang-
ILUSTRASI:dunia.news.viva.co.id
manusia juga dapat membuka jalan untuk lahirnya kerusakan yang lebih besar dan lebih berbahaya. Karena akibat desakan ekonomi dan kebutuhan hidup, seseorang bisa jadi akan menjual organ tubuhnya sebagai solusi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, seperti menjual ginjal dan lain sebagainya. Kejadian seperti ini sudah banyak ditemukan di sebagian masyarakat kita. Padahal secara kajian ilmiah dan pertimbangan hukum agama, tindakan tersebut belum dapat dijadikan sebagai solusi ideal dan tidak dapat pula dikategorikan sebagai kondisi yang mendesak (dharurat).
kan dalam kebutuhan yang sangat diperlukan oleh pihak lain dan dalam kondisi yang diperbolehkan baik secara agama maupun medis. Sebab, pertimbangan mendasar adalah dalam rangka membantu orang lain dan bukan untuk mencari keuntungan finansial. Ketiga, jika pihak pendonor mendapatkan sesuatu (materi) dari sikap sosial yang dilakukannya, maka sesuatu yag didapatkannya merupakan bentuk ujrah (kompensasi) dari jasanya dan bukan sebagai harga dari organ tubuhnya (tidak diperjualbelikan). Sebab, salah satu dari pertimbangan hukum syari’ah (mi’yar assyari’ah) adalah keharaman memperjualbelikan manusia maupun organ tubuh manusia. Inilah hal mendasar yang membedakan antara jual-beli organ tubuh manusia dengan donor darah maupun donor organ manusia, disamping perbedaanperbedaan lainnya. Oleh sebab itu, pendapat sebagian EDISI 18/2014
53
kelompok yang memperbolehkan jual beli organ tubuh manusia dengan mengqiyaskan (menganalogikan) pada kebolehan donor, merupakan bentuk qiyas ma’al fariq (qiyas yang tidak sesuai/ tidak tepat) dan merupakan pendapat yang sangat lemah dan tidak bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan kaidah hukum Islam. Sebab, persoalan ini tidak hanya terkait dengan dampak yang ditimbulkannya, tetapi juga status akad jual beli itu sendiri. Selama ini ditengah masyarakat cukup populer dengan beberapa istilah antara lain donor darah, donor mata, donor ginjal dan bahkan donor ASI. Istilah donor tersebut tidak sama dengan jual beli, sebab darah, mata, ginjal, ASI dan organ tubuh manusia bukanlah merupakan komoditas bisnis atau jual beli. Jika ada pihak yang ingin memanfaatkan organ tubuh orang lain, maka disamping dengan persyaratan yang sangat ketat baik terkait dengan pihak pendonor maupun penerima donor, tetapi juga terkait dengan transaksi dan waktu pelaksanaannya. Bagi pihak pendonor disyaratkan atas kerelaan diri dan keluarganya, dilakukan dalam kondisi darurat (darurat menurut terminoligi agama), berdasarkan pertimbangan medis dan pengawasan ahlinya, dilakukan setelah pendonor wafat berdasarkan wasiat, jika pendonornya masih hidup maka maka proses donor dipastikan tidak menimbulkan dampak negatif bagi dirinya, tidak dijumpai alternatif lain sebagai penggantinya, serta untuk kepentingan kemanusiaan dan kemanfaatan yang lebih besar. 54
Berkala Tuntunan ISLAM
Isyarat tentang kebolehan donor (organ tubuh manusia) ini dapat dijumpai dalam al-Qur’an terkait dengan kebolehan menyusukan anak ke selain ibunya karena pertimbangan tertentu dengan memberikan kompensasi dan bukan transaksi jual beli ASI. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an berikut ini;
... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan sesuatu (kompensasi) menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. al-Baqarah: 233) Kesimpulan Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli organ tubuh manusia adalah haram. Namun, jika organ tubuh manusia sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan manusia lain dan untuk kemaslahatan yang lebih besar, maka dapat dilakukan secara sosial melalui donor dengan pertimbangan kondisi darurat dan syarat-syarat yang dibenarkan oleh agama. Sehingga mengambil organ seseorang yang masih hidup dan menanamnya pada tubuh orang lain untuk menyelamatkan hidupnya atau mengembalikan fungsi inti organnya, merupakan perbuatan yang dibolehkan oleh agama
dan tidak bertentangan dengan prinsip ‘kehormatan manusia’ dalam Islam. Dengan demikian, donor merupakan solusi yang diperbolehkan oleh agama dengan syarat-syarat sebagai berikut; 1. Donor organ harus dilakukan secara sukarela dari pendonor, bukan karena terpaksa atau atau pertimbangan komersil/bisnis. 2. Tidak membahayakan jiwa pendonor, jika membahayakan diri pendonor, maka hal ini termasuk kategori menjerumuskan diri kepada jurang kebinasaan, sebagaimana dijelaskan terdahulu. 3. Operasi pencabutan dan pencangkokan organ tersebut harus benarbenar diyakini kesuksesannya secara ilmu pengetahuan atau medis. 4. Transplantasi organ yang ingin dilakukan, merupakan jalan terakhir menurut pertimbangan medis untuk menyelamatkan jiwa orang yang membutuhkannya. 5. Jika organ yang dibutuhkan oleh pasien bisa didapatkan dari organ yang
berasal dari hewan, maka hal tersebut harus diprioritaskan dan berasal dari hewan yang halal. 6. Memprioritaskan alternatif lain yang bisa dilakukan berdasarkan penemuan teknologi berupa benda buatan seperti platina, tembaga dan bahan lainnya untuk jenis penyakit tertentu. 7. Memprioritaskan mengambil organ dari tubuh orang yang sudah meninggal dunia untuk menyelamatkan jiwa orang lain, dengan syarat, pendonor telah menyetujuinya saat masih hidup atau dengan memberikan wasiat, dan lain sebagainya. Demikianlah beberapa syarat diperbolehkannya donor organ tubuh manusia sebagai alternatif yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa orang lain, dan bukan dengan cara membisniskan (memperjualbelikan) organ tubuh manusia. (Wallahu a’lam bish-shawab). Narasumber utama artikel ini: Ruslan Fariadi
Maklumat dari REDAKSI
Assalamu’alaikum wr.wb. Redaksi berkala Tuntunan ISLAM menerima tulisan dari para pembaca untuk tema-tema: Akidah, Akhlaq, Ibadah, Muammalah dan Syarah Hadits. Panjang dan isi tulisan menyesuaikan dengan tulisan yang sudah dimuat dalam edisi 1 s.d. 18. Tulisan dikirim ke alamat:
[email protected] Harap disertakan keterangan identitas penulis dan nomor rekening bank. Untuk tulisan yang akan dimuat, akan dilakukan korespondensi via e-mail. Terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb. EDISI 18/2014
55
Sarah Hadits
BENARKAH KITA MENCINTAI ALLAH DAN RASUL-NYA
Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At Thaubah 9: 24)
C
inta adalah rasa sayang, empati, keinginan untuk memiliki dan dimiliki, yang ditanamkan Allah SWT di lubuk hati manusia. Rasa cinta adalah anugerah Allah tiada terhingga, baik cinta kepada lawan jenis (kekasih hati), cinta isteri kepada suami atau sebaliknya, cinta anak kepada orangtua atau sebaliknya, cinta manusia kepada harta benda yang dimilikinya, rasa cinta adik kepada kakaknya atau sebaliknya, cinta kepada sanak saudara, kepada sesama manusia, cinta kepada hewan (fauna) bahkan kepada alam tumbuh-tumbuhan (flora). 56
Berkala Tuntunan ISLAM
Fitrah manusia adalah mencintai dan dicintai. Manusia akan merasakan nikmat mencintai kekasihnya, orang tuanya, orang-orang sekitarnya dan sesamanya. Manusia mencintai orang tua karena keduanya telah melahirkan, mendidik, dan membesarkannya. Manusia mencintai lawan jenis karena wajah, fisik, kekayaan, keturunan, pendidikan ataupun karena nafsu. Namun, rasa cinta itu, sesungguhnya hal itu takkan pernah terjadi kalau bukan karena rahmat Allah SWT. Oleh karena itu, barangsiapa yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta berjihad
dijalan Allah niscaya dia akan merasakan manisnya iman. Sabda Rasulullah
Dari Anas, Nabi SAW bersabda: “Tiga hal yang barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang sematamata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka.” (HR Bukhari Muslim) Cinta kepada sesama manusia, harta benda dan alam semesta ini, sifatnya fana. Sewaktu-waktu Allah bisa mengambilnya dari tangan manusia. Bila Allah ingin mencabut nyawa orang yang kita cintai, tidak ada manusia yang bisa meng-halangi. Diingatkan oleh Nabi, bagi orang yang beriman, rasa cinta kepada anak-isterisuami, harta benda, dan alam semesta ini, tidak boleh melebihi kecintaan kepada Sang Khalik Yang Maha Pencipta. Dari Anas RA, Nabi SAW bersabda:
Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai
aku daripada kedua orangtuanya, anaknya, dan manusia semuanya. Ciri utama orang beriman adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya. Rasa cinta itu harus dibuktikan denga keteguhan iman dan ketabahan serta keikhlasan dalam menjalani segala ujian. Cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan ketekunan melaksanakan ibadah, kerelaan berkorban harta benda bahkan kalau perlu jiwa. Makin tinggi rasa cinta kepada Allah, makin berat pula ujiannya, terutama ujian dalam bentuk godaan tahta, harta dan wanita. Para Nabi Allah saja, harus menjalani berbagai ujian untuk membuktikan cinta mereka kepada Allah. Nabi Ayyub AS misalnya, bertahun-tahun diberikan penyakit yang tak bisa diobati. Nabi Nuh AS diberi cobaan dengan keingkaran anak, isteri dan umatnya sampai Allah mendatangkan banjir besar. Nabi Yunus diuji selama 40 hari tinggal di dalam perut ikan hiu. Begitu juga Nabi Musa AS yang diberi ujian menghadapi kedzaliman Fir’aun dan pengkhianatan dari umatnya. Nabi Yusuf AS diuji dengan godaan kecantikan Siti Zulaikha. Bila seseorang sudah sempurna kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah, disitulah manusia akan merasakan manisnya iman. Di saat itulah, orang-orang beriman tidak lagi menjadi hubuddunnia atau mencintai dunia melebih kecintaannya kepada Allah. Cinta yang ekstrim, diperlihatkan oleh para sufi yang hidup mereka hanya untuk memuja dan beribadah Allah sampai mengabaikan hal duniawi. Rabi’ah alEDISI 18/2014
57
’Adawiyah contohnya, karena cintanya kepada Allah tidak mau berbagi, beliau tidak mau menikah, punya anak dan menolak godaan harta benda. Seluruh hidupnya hanya digunakan untuk beribadah, dzikir, bertasbih dan tahmid kepada Allah SWT. Adapun tiga perkara yang menjadikan seseorang dapat merasakan manisnya iman, antara lain: a. Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada yang lain. b. Mencintai dan membenci seseorang tidak lain karena Allah SWT. c. Membenci melakukan kekufuran setelah dirinya beriman. Rasulullah SAW bersabda:
Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman. Yaitu, kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya lebih dari cintanya kepada selain keduanya…. (HR Bukhari ) Seseorang yang mencintai Allah, maka dia selalu ingat kepada-Nya, kapanpun dan dimanapun, baik ketika sedang berdiri, duduk, berbaring atau ketika sedang melakukan apapun. Mencintai Allah harus diwujudkan dengan iman yang tinggi, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya. Cinta kepada Allah harus dibuktikan dengan melaksanakan secara murni dan konsekuen semua Rukun Iman, Rukun Islam dan seluruh syari’at Islam. 58
Berkala Tuntunan ISLAM
Betapa nikmatnya mencintai ‘Tuhan Yang Maha Hidup’ yang telah menghidupkan. Maka kecintaan kepada Allah sudah seharusnya menjadi cinta yang paling utama daripada kecintaan kepada duniawi. Cinta kepada Allah merupakan keabadian, tidak hanya ketika manusia hidup di muka bumi bahkan sampai mereka meninggal dunia sampai ke yaumil mahsyar, alam keabadian. Rasulullah SAW bersabda: Hiduplah sesukamu, maka sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah sesuatu sesukamu maka sesungguhnya kamu akan berpisah. Berbuatlah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan bertemu dengannya. (HR Hakim) Seseorang yang mencintai Tuhannya, maka hatinya hanya diisi oleh semua Nama-nama Tuhan yang indah, sehingga tidak ada tempat di hatinya untuk yang selainnya, karena tiada yang lebih utama baginya selain selalu mengingat-Nya, mengagungkan-Nya dan mencari keridhoan-Nya. Manusia beriman, hari-hari hidupnya akan diisi dengan dzikir, tahlil dan tahmid memuji Allah. Cinta kepada Nabi Muhammad SAW adalah manifestasi cinta kepada Allah SWT. Rasulullah adalah utusan yang membawa dan menyebarkan wahyu kebenaran Allah kepada semua umat manusia. Rasulullah adalah hamba yang paling disayangi Allah, maka manusia yang beriman, berkewajiban pula menyayangi apa yang disayangi Allah SWT. Mencintai Rasulullah tidaklah sekedar ucapan, tetapi harus diwujudkan dengan melaksanakan semua ajaran dan contoh
teladan yang diberikan Rasulullah. Nabi Muhammad diutus Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Maka, orang yang mencintai Rasululullah harus membuktikan mereka memiliki akhlaqul karimah yang sesuai dengan akhlak Rasul.Wujud nyata kecintaan kepada Rasululullah, terlihat dari pelaksanakan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Kecintaan kepada Rasulullah juga diwujudkan dengan selalu mengingat nama beliau, mengucapkan salawat dan mendoakan beliau. Rasulullah SAW bersabada:
Barangsiapa bershalawat sekali atasku, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali. (HR. Muslim) Mencintai Rasul haruslah sepenuh hati ikhlas dan penuh rasa iman dan pengorbanan. Orang-orang yang mencintai Rasul memiliki keyakinan bahwa mereka juga akan dicintai Rasulullah dan akan mendapat syafaat di kehidupan akhirat kelak. Karena memang begitulah yang dijanjikan Rasulullah SAW.
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “seseorang datang menemui Rasulullah : “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi hari kiamat?” Beliau bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Ia menjawab: “kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim) Cinta kepada Allah dan rasul tidaklah hanya cukup sekedar diucapkan sebagai pemanis bibir tetapi harus mampu diwujudkan sebagai muslim yang kaffah dalam kehidupan sehari-hari, terlihat nyata dalam perilaku yang akhlaqul karimah. Semoga!!! Narasumber utama artikel ini: Buya H.M. Alfis Chaniago
understanding-islam.com
EDISI 18/2014
59
Lembaga Z akat Nasional
Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340 t: @lazismu
f: lazismu.org
Da’i Mandiri Program pengiriman Juru Dakwah di wilayah pedalaman dan kawasan suku terasing melalui konsep gerakan dakwah dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat.
Save Our Schools LAZISMU men gembangkan gerakan masyarakat dengan tajuk SAVE OUR SCHOOLS, sebuah gerakan untuk pengembangan pendidikan dan penyelamatan sekolah yang mengalami kerusakan melalui pendekatan Integrated Development for Education (IDE).
Tani Bangkit Penanggulangan kemiskinan di kalangan masyarakat tani dengan menitikberatkan pemberdayaan petani sebagai pendekatan operasional, merupakan komitmen LAZISMU & MPM Muhammadiyah dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat Indonesia. Pemberdayaan petani merupakan perwujudan nyata bagi upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia.
Humanitarian Rescue (PKO) Humanitarian Rescue adalah aksi kerja sinergi LAZISMU dan MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) yang bergerak dalam bidang layanan kemanusiaan dengan fokus utama penanganan bencana (baik bencana alam maupun sosial) dan kesehatan masyarakat melalui sistem layanan yang terintegrasi (tanggap darurat/ emergency, rehabilitasi dan rekonstruksi).
1000 SARJANA Program 1000 Sarjana adalah program beasiswa kepada lulusan SLTA dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan kejenjang kesarjanaan.
Perempuan Berdaya Qurban Pak Kumis Tuna Daksa Pantang Menyerah Youth Entrepreneurship Gerakan Orang Tua Asuh Micro Finance Development Children Care Telp. 021-31 50 400 Faks. 021-31 432 30 SMS: 0856 1 62 62 22 Pin BB: 2777B132
www.lazismu.org
ternyata,
+62-21-31.50.400