Radio Listening Behavior Komunitas Pendengar Radio Kota Surakarta dan Sukoharjo Tahun 2011 Nora Nailul Amal Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This study departed from the researcher’s initiative to provide actual empirical data on radio listening behavior among loyal listeners of radio stations in Solo and Sukoharjo to university students. Four cores of format of radio station, i.e. all news, contemporary hits, ethnic, and religion, are employed in this research to enable researcher eliciting the difference of listeners’ behavior among the categories. Eight radio stations agreed to participate in this research. Data collection techniques varied dependent on the population data derived from the radio station management. The data was gathered through semi-structured questionnaire so that qualitative data could support the quantitative. This research revealed that albeit the demographic data of the listeners vary, this does not necessarily distinguish the pattern of the behavior except that of listeners of religious radio station (MH FM). Some similar points that can be drawn depicting the pattern of listener behavior among listeners of radio stations positioned themselves as all news, CHR and ethnic radio stations are firstly is that listeners are active loyal listeners who listen to the radio daily and love interactive music programs. This is accordance with their motivation of listening radio to having leisure activities. Secondly is that they were listening while doing other activities. The domination of other activities here is doing house chores (to those of all news, and ethnic radios) and studying (to those of CHR radios). Thirdly is that the listeners tend to do zapping while listening to the radios. In general, zapping occurred as a reason of avoiding commercial break. Lastly, the channel used to listen to the radios are conventional radio tapes and hand phones. Listeners who are different from those of other formats in relations to their listening behavior pattern are of religious radio stations. The listeners of this type of radio tend to not to do zapping. Keywords: radio, listening behavior, audience study
Pendahuluan Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak mereka menyadari bahwa hal tersebut memberikan kontribusi dalam mengirimkan suatu pesan kepada khalayak yang luas dan tempo waktu yang relatif singkat. Sebelum mengenal media massa, masyarakat primitif pada zaman dahulu menurunkan informasi serta kebiasaan dan adat budaya mereka dari generasi ke generasi saja. Sehingga, penyebarannya pun hanya di seputar kalangan terbatas saja. Dengan cara tersebut, kemungkinan tidak tersampaikannya sebuah pesan tentu sangat besar, selain itu, lingkup penyebaran pesan juga cenderung terbatas. Salah satu media massa yang banyak digunakan sebagai media untuk menyebarkan pesan secara massal tersebut adalah radio. Studi mengenai radio bisa dibilang kalah tenar dengan dengan studi media yang lain. Hal ini diketahui dari jumlahnya yang tidak sebanyak jumlah studi mengenai media massa lain, seperti koran dan televisi. Radio merupakan media massa audio, di mana satusatunya kekuatan dalam menjalankan fungsinya adalah melalui suara. Walaupun banyak anggapan yang mengatakan bahwa radio merupakan media massa konvensional, namun hingga saat ini bisnis radio masih tetap bertahan di tengahtengah perkembangan teknologi media komunikasi yang semakin berkembang. Dari hal tersebut bisa diketahui bahwa ternyata radio memiliki kelebihan dibandingkan dengan media massa lain. Salah satu hal yang membuat radio masih tetap mendapat tempat di hati para pendengarnya adalah karakterisitiknya, di mana radio merupakan media massa yang memiliki pendekatan pribadi pada khalayaknya. Selain itu, karakteristik yang membedakan radio dengan media massa lain adalah kekuatannya dalam menciptakan imajinasi di kalangan para pendengarnya. Kedua karakteristik radio tersebut sesungguhnya bisa menjadi kekuatan bagi radio dibandingkan dengan media massa lain yang dianggap lebih menarik. Penelitian ini merupakan studi mengenai pola perilaku pendengar radio saat mendengarkan radio. Pendengar radio, merupakan salah satu aspek yang membuat radio masih tetap bertahan dan akan selalu berkembang dewasa ini. Radio bagaikan kotak ajaib yang mampu membuat seseorang menangis, tertawa,
sedih, dan gembira, bahkan bisa membuat kecanduan. Itulah mengapa terdapat istilah “the radio is a magical extension of the human spirit” (Geller, 2007). Lebih lanjut, minimnya riset mengenai radio bisa jadi disebabkan karena adanya perubahan perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi media massa. Lutfhie (2008) mengatakan bahwa masyarakat saat ini bukan hanya membaca koran atau majalah, menonton televisi, dan mendengarkan radio saja. Masyarakat lebih tertarik menggunakan media internet. Bahkan, untuk kalangan tertentu, mengakses internet paling tidak dua jam setiap hari. Sebuah catatan waktu yang relatif lebih besar dibanding waktu membaca atau mendengarkan radio. Perilaku mereka
yang biasa berinternet pun ternyata juga mengubah perilaku
mengkonsumsi media tradisional (cetak, audio, audio visual). Padahal di sisi lain, sebagai media yang hanya mengandalkan kekuatan audio saja, sesungguhnya hal tersebut merupakan suatu kekuatan bagi para peneliti untuk melakukan riset mengenai radio. Pola perilaku pendengar radio bisa menjadi suatu dasar bagi masingmasing stasiun radio dalam menetapkan program siaran radio mereka. Hal ini tentunya bisa memberikan pencerahan dalam perkembangan industri radio, agar tetap bisa bertahan, berkembang, dan berkompetisi dengan media massa lainnya. Radio merupakan media massa elektronik selintas dengar, di mana kecenderungan para pendengar radio melakukan kegiatan mendengar diselingi dengan melakukan seuatu kegiatan lain, atau bisa juga sebaliknya, melakukan suatu kegiatan bersamaan dengan kegiatan mendengarkan radio. Pendengar radio memiliki pola perilaku yang berbeda-beda dalam mendengarkan radio, terlebih lagi radio merupakan media yang telah tersegmentasi, di mana, masing-masing radio dengan segmentasinya sendirisendiri telah memiliki pasar masing-masing. Radio siaran juga telah memiliki format masing-masing yang menjadi ‘rambu-rambu’ dalam menjalankan siarannya setiap hari. Segmentasi dan format radio inilah yang memungkinkan munculnya variasi pola perilaku pendengar radio saat mendengarkan siaran radio. Pola perilaku para pendengar radio tersebut bisa saja ditentukan oleh beberapa hal, baik dari siaran radionya itu sendiri, maupun dari individu para pendengar
radio tersebut, yaitu motivasi mereka saat mendengarkan siaran radio. Sehingga, bisa terlihat juga fungsi radio yang mana yang banyak digunakan oleh khalayak pendengar radio. Sementara itu, penelitian ini dilakukan di wilayah Surakarta dan Sukoharjo, salah satu alasannya adalah karena sejarah radio di Indonesia berawal dari Surakarta (Sukoharjo adalah salah satu kabupaten yang terletak di karesidenan Surakarta). Siaran radio yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah kemunculan radio pertama kali di Amerika Serikat. BRV ini didirikan dan dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan menarik ‘pajak radio’ dari masyarakat yang mendengarkan siarannya, termasuk masyarakat pribumi. Sehingga, pada tanggal 1 April 1933, sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia, didirikanlah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan oleh Mangkunegoro VII dan seorang insinyur bernama Ir. Sarsito Mangunkusumo. SRV waktu itu didirikan untuk menyiarkan klenengan, ketoprak dan wayang orang. Kekuatan pemancar SRV ini hanya dapat didengar sekitar Solo saja, dengan jumlah pesawat radio hanya sekitar 20 buah. Menyadari pentingnya kesenian Jawa untuk dikembangkan, maka atas prakarsa Ir.Sarsito diusahakan pemancar yang lebih kuat dan dibentuk perkumpulan khusus untuk penyiaran radio. Sejak tanggal 1 April 1933, siaran SRV bisa juga ditangkap di daerah luar Jawa, di antaranya Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Organisasi penelitian ini akan dibatasi oleh pertanyaan penelitian tentang bagaimana perilaku komunitas pendengar radio berformat all news/all talks, contemporary hits (CHR), ethnic, dan religius di Solo dan Sukoharjo saat mereka mendengarkan radio.
Studi Khalayak (Audience Research) Studi khalayak merupakan studi yang lazim diaplikasikan pada media komunikasi. Hal ini terjadi karena media komunikasi (terutama radio, dan televisi) merupakan suatu industri yang tidak pernah secara pasti dan akurat bisa
menghitung khalayak mereka. Berbeda dengan surat kabar, misalnya. Industri surat kabar selalu mengetahui berapa jumlah eksemplar yang mereka produksi, sehingga bisa mengetahui pula berapa sirkulasi uang dalam industri tersebut. Sementara itu, radio dan televisi memproduksi program yang disiarkan secara gratis bagi khalayak mereka, sehingga tidak akan bisa diketahui berapa penonton atau pendengar dari program-program tersebut tanpa melakukan studi audiens. Menurut List (2005), studi audiens merupakan sebuah cara yang sistematis dan akurat dalam mengetahui audiens suatu media massa. Ada dua hal utama yang bisa diketahui dari studi audiens, yaitu: a
Memperkirakan jumlah audiens
b Mengetahui preferensi audiens Studi mengenai audiens ini sudah ada sejak tahun 1920-an, saat radio mulai muncul di beberapa negara kaya (Amerika Serikat, misalnya) sebagai salah satu alternatif media massa bagi masyarakat kala itu. Lebih lanjut, sebagian besar studi audiens tersebut berhubungan studi pasar/ market research. Metode yang banyak dilakukan dalam studi audiens kala itu adalah survei. Namun, ada juga beberapa metode lain yang juga diapliaksikan dalam studi audiens saat itu, di antaranya observasi dan penghitungan mekanis/ mechanical measurement dengan menggunakan alat yang disebut dengan people-meter. Sementara itu, Jensen (2002) mengatakan bahwa studi audiens terbagi menjadi menjadi dua, yaitu: 1. Studi mengenai efek media 2. Studi penerimaan media (reception) Efek media, merupakan tradisi utama dalam studi audiens. Lebih lanjut McQuail (2000) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tahapan (stages) dalam hal studi efek media ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Fase 1
: Media memiliki kekuatan tak terbatas. Sejak tahun 1990 hingga
tahun 1920-an, media merupakan sesuatu yang memiliki kekuatan dalam membentuk opini serta membentuk perilaku audiens melalui propaganda. 2. Fase 2
: Teori mengenai media yang memiliki kekuatan tak terbatas mulai
diujikan. Fase ini berlangsung sejak tahun 1930-an, di mana kala itu diyakini
bahwa tidak ada hubungan langsung antara stimulus dari media dengan respon audiens. 3. Fase 3
: Kekuatan media ditemukan kembali. Hipotesis-hipotesis yang
pernah muncul sehubungan dengan kekuatan media dalam memberikan efek di kalangan audiens yang dahulu pernah ada mulai muncul lagi, seiring dengan kemunculan teknologi media massa baru, yaitu televisi. 4. Fase 4
: Pengaruh media mulai dinegosiasikan kembali. Sejak sekitar
tahun 1980-an terjadi perubahan pemahaman media sebagai konstruksi makna, sehingga studi audiens lebih condong kepada studi reception. Sementara itu, tradisi studi audiens yang berhubungan dengan studi penerimaan
media
(media
reception)
lebih
banyak
dilakukan
dengan
menggunakan metodologi kualitatif. Studi penerimaan media ini tidak lagi berhubungan dengan isi media semata, namun, berhubungan juga dengan bagaimana audiens menerima isi dari suatu media massa, mengkonsumsinya, dan berperilaku menghadapinya. Sehingga, pada suatu isi media yang sama, kemungkinan untuk terjadi perbedaan dalam perilaku masing-masing audiesnya juga sangat tinggi (Boyd-Barret, 1995). Mempelajari bagaimana perilaku pendengar radio, yang merupakan inti dari penelitian ini, adalah salah satu hal yang berhubungan dengan media reception.
Pola Perilaku Pendengar Radio Dalam mengkonsumsi isi media, audiens media memiliki pola perilaku mereka masing-masing. Pun begitu dengan audiens media radio, atau yang lazim disebut sebagai pendengar radio. Bagaimana khalayak mengkonsumsi media massa sesungguhnya ditentukan oleh motifnya. Sehingga, pola perilaku para pendengar radio juga ditentukan oleh motif para pendengar radio tersebut mendengarkan siaran radio. Sunyoto (1998) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi audiens dalam memilih media yang disukainya : 1.
Selective exposure, artinya manusia pada umumnya hanyalah membuka hati terhadap program yang disukainya.
2.
Selective
perception,
artinya
orang-orang
selalu
cenderung
untuk
memberikan suatu penafsiran pada program radio dan TV yang menyetujui pendapat mereka sendiri. 3.
Boomerang effect, artinya hasil daripada program itu bertentangan dengan apa yang sebenarnya dimaksud oleh program itu. Dari ketiga motif yang mempengaruhi audiens dalam memilih media yang
disukainya di atas bisa diartikan bahwa individu yang menjadi khalayak akan memilih program yang disukainya serta akan menyukai media yang dapat memenuhi keinginannya tersebut. Lebih lanjut, hal tersebut akan menentukan bagaimana pola perilaku mereka saat mendengarkan program-program dalam siaran radio tertentu. Perilaku adalah hasil pengalaman dan perilaku yang digerakkan atau dimotivasi oleh kebutuhannya untuk memperbanyak kesenangan dan mengurangi penderitaan (Rakhmat, 1998). Sementara itu, mendengarkan adalah mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh, dan memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan sesuatu tersebut (Walgito, 1975). Dalam konteks penelitian ini, perilaku mendengarkan radio adalah hasil pengalaman dan perilaku yang dimotivasi oleh kebutuhan para pendengar tersebut untuk memperbanyak kesenangan pribadi mereka dan meminimalkan penderitaan mereka. Hal tersebut diwujudkan dengan cara mendengarkan siaran radio dengan seksama, dengan menggunakan indera pendengaran mereka. Pola perilaku mendengarkan radio ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya frekuensi mendengarkan siaran radio, lama waktu atau durasi pada setiap kali mendengarkan siaran radio, tingkat perhatian pendengar saat mendengarkan siaran radio, kebiasaan pendengar saat mendengarkan siaran radio, tingkat interaksi pendengar dalam mendengarkan siaran radio, penggunaan media lain oleh pendengar dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan mendengarkan siaran radio, pendiskusian materi acara oleh pendengar dengan orang lain setelah mendengarkan siaran radio, pemilihan penyiar sebagai penentuan pendengar dalam mendengarkan siaran radio, dan pemilihan lagu-lagu yang diputar sebagai penentuan pendengar dalam mendengarkan siaran radio
Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan menarik realitas sosial sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, atau fenomena tertentu (Bungin, 2007), dan menjelaskan apa yang sedang terjadi, baik itu sesuatu yang empirik maupun sesuatu yang berada di balik hal yang empirik tersebut. Dalam penelitian deskriptif, tidak ada usaha untuk memperbandingkan antara variabel independen dengan variabel dependen yang terdapat dalam sebuah hubungan sebab akibat, seperti halnya penelitian komparatif (Perry, 2002). Dalam hal teknik sampling Patton (2006) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pengumpulan data pada penelitian kualitatif, pilihan subjek penelitian maupun jumlahnya tidak ditentukan. Dalam penelitian ini, hanya akan diteliti pendengar setia dari delapan radio di Surakarta, yang terdiri dari enam radio swasta, dan dua radio pemerintah. Para pendengar yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mereka yang tergabung dalam klub pendengar setia radio, yang umumnya mengadakan pertemuan rutin dalam suatu waktu tertentu. Pemilihan kedelapan radio ini dilakukan dengan pertimbangan aksesibilitas. Daftar Sampel Penelitian No
Nama Radio
1. 2.
RRI Surakarta RSPD Kabupaten Sukoharjo 3. Radio PTPN FM Surakarta 4. Radio Prambors FM Surakarta 5. Soloradio FM Surakarta 6. Radio JPI FM Surakarta 7. Radio Swara Slenk FM Surakarta 8. Radio Manajemen Hati FM Solo Jumlah Total
Sumber: Diolah Penulis
Format radio News/Talk News/Talk
Pendengar Laki-Laki 12 16
Pendengar Perempuan 19 11
31 27
CHR
15
15
30
CHR
12
19
31
CHR
12
8
20
Ethnic
9
11
20
Ethnic
13
7
20
Religion
19
12
31
108
102
210
Total
Dalam tabel di atas disebutkan tentang format radio. Format radio yang dimaksud adalah news/talk, CHR, ethnic, dan religious. Menurut Keith (2002) news/talk adalah format radio yang sebagian besar siarannya adalah acara berita dan bincang-bincang (talkshow), namun tidak menutup kemungkinan adanya programa musik. CHR atau contemporary hits radio, sering juga disebut dengan top 40 (top forty), adalah radio yang hanya menyajikan lagu-lagu yang sedang hits (lagu dalam negeri maupun lagu luar negeri. Ethnic adalah format radio yang sebagian besar programnya menyajikan lagu-lagu etnik tertentu, dalam hal ini lagu etnik Jawa (campursari, keroncong), maupun lagu khas Indonesia, yaitu dangdut. Religion merupakan format radio yang sebagian besar acaranya berhubungan dengan religi/ agama, baik topik perbincangan, siaran kata, maupun lagu-lagunya (dalam konteks penelitian ini, religi yang dimaksud adalah religi Islam). Untuk dapat mengukur variabel perilaku mendengarkan radio, maka peneliti menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: a
Frekuensi mendengarkan siaran radio
b Lama waktu atau durasi pada setiap kali mendengarkan siaran radio c
Tingkat perhatian pendengar saat mendengarkan siaran radio
d Kebiasaan pendengar saat mendengarkan siaran radio e
Tingkat interaksi pendengar dalam mendengarkan siaran radio
f
Penggunaan media lain oleh pendengar dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan mendengarkan siaran radio
g Pendiskusian materi acara oleh pendengar dengan orang lain setelah mendengarkan siaran radio h Pemilihan penyiar sebagai penentuan pendengar dalam mendengarkan siaran radio i
Pemilihan lagu-lagu yang diputar sebagai penentuan pendengar dalam mendengarkan siaran radio Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data non
statistik dengan menggunakan tabulasi data. Tabulasi data merupakan langkah
memasukkan data berdasarkan hasil penggalian data di lapangan. Untuk memperoleh nilai suatu variabel, misalnya nilai X1, X2, atau X3, bisa langsung data asli dari lapangan dan bisa merupakan hasil penjumlahan dari beberapa poin pertanyaan yang telah dijawab oleh responden (Santoso, 2009).
Temuan Penelitian dan Pembahasan Dalam bagian ini dipaparkan sajian data sekaligus analisis terhadap datadata tersebut. Pemaparan dilakukan berdasarkan kesamaan format radio yang menjadi sampel dalam penelitian ini. 1. Radio dengan Format All News/ All Talk Total jumlah informan yang terlibat dalam penelitian ini, khususnya mereka yang mendengarkan radio dengan format all news/ all talk adalah 58 orang (28 orang informan laki-laki dan 30 orang informan perempuan), dengan usia antara 40 hingga 60 tahun-an. Data demografis mereka menunjukkan bahwa kecenderungan para pendengar itu memiliki pendidikan terakhir SMA. Sementara itu, dalam hal pekerjaan, mayoritas mereka adalah ibu rumah tangga dan pekerja swasta. Mereka rata-rata adalah penduduk yang masuk kategori dengan SES (socio economic status) B = kelompok ekonomi menengah. Para informan ini merupakan anggota dari kelompok pendengar setia radio yang bersangkutan, sehingga tidak mengherankan jika mereka merupakan pendengar yang setia, hal ini dibuktikan dengan frekuensi mendengarkan radio setiap hari (sering). Kelompok pendengar setia radio RRI adalah PAMOR, sedangkan kelompok pendengar setia RSPD Sukoharjo adalah GUYUB MANUNGGAL. Namun, walaupun mereka termasuk dalam kategori pendengar setia, tidak berarti mereka secara terus-menerus mendengarkan siaran radio dengan seksama. Mereka cenderung mendengarkan radio sambil melakukan pekerjaan lain, seperti mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini tampaknya sesuai dengan data demografis yang telah disampaikan sebelumnya, di mana para pendengar kecenderungan merupakan ibu rumah tangga, sehingga radio seakan menjadi teman bagi mereka di saat sedang melakukan pekerjaan rumah (memasak dan membersihkan rumah). Selain
mendengarkan radio sambil melakukan pekerjaan yang lain, para kecenderungan mereka juga sering mengganti-ganti saluran radio saat mendengarkan sebuah program yang mereka senangi (scanning). Alasan mereka mengganti saluran dengan saluran radio lain di antaranya adalah iklan, penyiar yang tidak begitu mereka senangi, maupun lagu yang kurang begitu mereka sukai. Sementara itu, acara/ program yang paling disukai adalah program yang melibatkan interaksi antara pendengar dengan penyiar. Program yang demikian biasanya disiarkan pada pukul 09.00 WIB serta mulai pukul 21.00 WIB. Sehingga, pada jam-jam tersebutlah para pendengar mendengarkan radio. Namun, tidak menutup kemungkinan pada jam yang lain mereka juga mendengarkan radio yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan motivasi mereka mendengarkan radio selain agar bisa mendapatkan informasi juga agar bisa mendapatkan hiburan. Selain kedua alasan di atas, mereka juga memiliki motivasi untuk eksistensi diri dan menambah teman, sehingga mereka lebih menyenangi program yang interaktif. Dalam program interaktif (atau biasa diistilahkan dengan ‘bertutur interaktif’), setiap pendengar bisa berinteraksi dengan para penyiar yang membawakan program siaran tersebut. Interaksi yang terjalin tersebut biasanya dilakukan melalui request card (kartu permintaan; berisi tentang salam salam dan permintaan lagu) dan media telepon. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini, interaksi yang dilakukan juga menggunakan email (surat elektronik), sms/ short message system, atau bahkan yang saat ini masih menjadi tren adalah interaksi dengan menggunakan jejaring sosial (friendster, facebook, twitter). Selain ‘bertutur interaktif’, ada juga yang mengistilahkan jenis program yang demikian dengan phone in program. Dalam e-learning pusat penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan lembaga penyiaran Radio Republik Indonesia disebutkan bahwa phone in program ini melibatkan pendengar secara langsung dalam siaran melalui sarana telepon. Pendengar yang ikut serta dalam acara ini dapat bersifat spontan dan dapat pula dipersiapkan terlebih dahulu. Yang bersifat spontan misalnya acara ringan seperti pilihan pendengar. Sedangkan yang berat seperti diskusi biasanya dipersiapkan, peserta yang ikut dalam diskusi
memastikan benar benar siap beberapa saat di pesawat telepon pada saat siaran berlangsung
(http://elearning-rri.blogspot.com/2009/02/manajemen-produksi-
siaran-radio.html., diakses 25 Juni 2011). Namun dalam konteks penelitian terhadap dua radio dengan format All news/ all talk ini (RRI Surakarta dan RSPD Sukoharjo), phone in program yang banyak disukai oleh para pendengar adalah phone in program yang ringan. Hal ini semakin diperkuat dengan data demografis pendengar, serta pola mendengarkan radio yang kecenderungan dilakukan sambil melakukan pekerjaan yang lainnya. Untuk mempersiapkan diri mengikuti phone in program yang berat tentunya diperlukan persiapan khusus dan mendalam, yang kemungkinan besar tidak akan mudah dilakukan oleh para pendengar dengan data demografis yang tersebut di atas, dan dengan pola mendengarkan radio seperti yang telah dipaparkan di atas pula.
2. Radio dengan Format CHR Dalam penelitian ini, radio dengan format CHR (contemporary hits radio) yang menjadi objek penelitian adalah Radio Prambors Solo, Solo Radio, dan Radio PTPN FM Solo. Secara khusus, tentu yang akan diteliti adalah komunitas pendengar dari masing-masing radio tersebut. Komunitas pendengar radio Prambors Solo biasa disebut sebagai Prambors Folks, komunitas pendengar Solo Radio yaitu Komunitas Dejiro (khusus untuk program Dejiro, suatu program yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan anime Jepang, dorama, dan soundtrack anime Jepang), dan komunitas pendengar radio PTPN FM Solo adalah BNB Ngejrenk Community. Total jumlah informan dari komunitas pendengar radio dengan format CHR dalam penelitian ini adalah 81 orang (terdiri dari 39 orang informan laki-laki dan 42 orang informan perempuan). Mereka terdiri dari para remaja yang memang menjadi pasar utama dari radio-radio tersebut. Sehingga, pendidikan mereka pun rata-rata masih atau telah lulus SMA ataupun masih kuliah di perguruan tinggi. Sementara itu, dari tingkat perekonomiannya, kecenderungan mereka masuk ke dalam golongan SES C dan D, dan tidak ada yang termasuk dalam kategri SES A.
Hal ini dikarenakan negara Indonesia memang masih menjadi negara berkembang yang tentunya rata-rata mayoritas masyarakatnya pun berada dalam kategori SES C. Masyarakat yang berasal dari SES A tentu saja tetap ada, namun jumlah mereka terlalu sedikit dan tidak signifikan dengan jumlah masyarakat yang masuk ke dalam kategori SES B, C, D, dan E. Dari segi frekuensi mendengarkan radio, para pendengar ini termasuk pendengar yang sangat setia, karena mereka cenderung mendengarkan radio setiap hari. Sementara itu, untuk jenis program yang paling mereka gemari adalah program musik, terutama yang membutuhkan interaksi dengan pendengar. Hal ini sesuai dengan motivasi terbesar mereka dalam mendengarkan radio adalah untuk mencari hiburan. Musik memang menjadi bagian dari program radio, karena radio memiliki karakteristik sebagai media auditif, di mana tidak terdapat visualisasi yang bisa dilihat secara langsung oleh para pendengarnya. Sehingga, para pendengar harus berimajinasi masing-masing untuk bisa mengapresiasi setiap hal yang terdapat dalam sebuah program di radio. Sementara itu, dilihat dari segi pola mendengarkan radio, para remaja anggota komunitas radio dengan format CHR ini juga memiliki kebiasaan sama dengan pendengar dari kalangan usia yang lebih dewasa, komunitas pendengar radio dengan format all news/ all talk. Mereka juga adalah seorang zapper, yaitu suka mengganti-ganti
frekuensi saat program
yang mereka
dengarkan
menayangkan iklan. Di satu sisi, iklan merupakan sumber penghidupan sebuah stasiun radio, namun di sisi yang lain, pendengar juga merupakan elemen penting dalam industri radio. Hal ini seperti disampaikan oleh Nana Suryadi, program director Radio Prambors Jakarta. Menurutnya, pendengar radio yang setia, dalam hal ini komunitas pendengar setia radio tidak terbentuk dengan sendirinya. Bukan suatu hal yang mudah untuk memulainya. Misalnya untuk acara PUTUS di Prambors, dibutuhkan waktu satu sampai dua tahun untuk membangun komunitas yang kuat. Awal terbentuknya komunitas dimulai dengan adanya kesamaan selera baik terhadap musik maupun busana, adanya ikatan fisik maupun emosional. Interaksi kemudian muncul. Proses menularkan nilai kepada orang lain, dalam hal ini pendengar lain pun
berlangsung (http://powerfulqueen.multiply.com/journal/item/6.htm. diakses 25 Juni 2011). Jelaslah bahwa pendengar merupakan elemen penting bagi keberlangsungan sebuah radio. Namun, dengan “tidak akur” nya pendengar dan siaran iklan, ini merupakan pekerjaan rumah bagi para insan radio agar bisa meminimalisir zapping yang dilakukan oleh para komunitas pendengar setianya. Waktu intensif bagi para pendengars etia dalam mendengarkan radio adalah di pagi dan malam hari. Hal ini diakrenakan siang hari merupakan saat dimana mereka harus bersekolah bagi yang masih duduk di bangku SMP atau SMA, atau bagi mereka yang sudah kuliah, siang hari merupakan saat-saat di mana jam kuliah cukup padat. Di pagi hari banyak yang mendengarkan radio karena radio bisa menemani aktivitas mereka saat mempersiapkan segala sesuatu untuk beraktivitas selama seharian. Hal ini menunjukkan juga bahwa walaupun mereka adalah pendengar setia, mereka pun menjalani pola mendengarkan radio yang sama dengan para pendengar radio dengan format all news/ all talk, yaitu mendengarkan radio sambil melakukan pekerjaan lain. Kecenderungan aktivitas yang mengiringi kegiatan mendengarkan radio mereka adalah belajar. Dalam hal penggunaan media, mayoritas para remaja ini mendengarkan radio menggunakan handphone, namun masih banyak juga yang menggunakan radio tape. Alasan penggunaan handphone adalah agar mereka tetap bisa mendengarkan program yang mereka sukai bahkan ketika mereka sedang tidak berada di rumah. Ini menunjukkan perbedaan
yang
cukup signifikan dengan pola
mendengarkan radio yang dijalani oleh pendengar radio yang memiliki usia lebih tua, yaitu pendengar radio dengan format all news/ all talk yang hanya menggunakan radio tape sebagai media untuk mendengarkan program-program radio kesukaan mereka. Hal ini juga menunjukkan bahwa para remaja komunitas pendengar radio dengan format CHR ini adalah mereka yang mengikuti perkembangan teknologi komunikasi.
3. Radio dengan Format Ethnic Para pendengar yang menjadi informan dalam studi ini, utamanya mereka yang mendengarkan radio dengan format ethnic (yaitu pendengar radio JPI FM Solo dan radio Swara Slenk FM Sukoharjo) berjumlah 40 orang (terdiri dari 22 orang informan laki-laki dan 18 orang informan perempuan). Dari data demografis yang ada terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pendengar radio JPI FM dengan pendengar radio Swara Slenk FM. Pendengar radio JPI FM rata-rata berusia antara 20 hingga 50 tahun. Jika diperhatikan, range usia mereka sangat luas. Hal ini dikarenakan, radio JPI FM merupakan radio dengan format ethnic, di mana musik etnik yang mendominasi dalam program-program mereka adalah musik dangdut. Musik etnik Jawa lainnya, seperti campur sari maupun klenengan juga ada, namun prosentasenya masih lebih banyak musik dangdut jika dibandikan dengan kedua jenis musik etnik Jawa tersebut. Sementara itu, data demografis pendengar radio Swara Slenk FM didominasi oleh kalangan dari usia dewasa ke atas, yaitu usia 35 hungga 70 tahun. Hal ini disebabkan karena radio Swara Slenk FM merupakan radio dengan format ethnic, dengan musik khas Jawa seperti klenengan. Program yang mendominasi pun siaran wayang. Sehingga pendengar mereka pun rata-rata adalah kalangan usia dewasa yang memang menggemari musik dan program semacam itu (http://ki-warsenoslenk-dalang.com/index.php/profilslenkfm., diakses 25 Juni 2011). Sementara itu, dari segi pendidikan terakhir para pendengar radio-radio ini juga terdapat perbedaan yang cukup signifikan, dimana kecenderungan pendengar radio JPI FM adalah lulusan SMA, sedangkan pendengar radio Swara Slenk FM rata-rata adalah lulusan SD. Dari segi status sosial, kedua radio ini memiliki kecenderungan didengarkan oleh para pendengar yang masuk kategori SES C dan D. Walaupun terdapat beberapa perbedaan dari data demografis di antara para pendengar radio JPI FM dengan pendengar radio Swara Slenk FM, namun mereka rata-rata adalah sama-sama pendengar yang setia, akrena mereka mendengarkan radio-radio tersebut setiap hari. Program yang dipilih untuk didengarkan dengan
sering juga sama, yaitu program musik. Pola mendengarkan radio rata-rata sama dengan para pendengar dengan format yang lainnya, yang telah dipaparkan pada bagian sebelum ini, yaitu radiop dengan format all news/ all talk dan CHR, di mana mereka juga mayoritas suka mengganti-ganti frekuensi saat mendengarkan sebuah program. Lagi-lagi iklan menjadi alasan mereka mengganti frekuensi radio. Padahal, iklan yang ada, khususnya di radio JPI FM, rata-rata didominasi oleh iklan yang mengandung unsur humor. Namun ternyata, hal tersebut tidak cukup untuk ‘mengikat’ para pendengar untuk tidak berpindah ke stasiun radio lain. Menurut data dari Arbitron (sebuah perusahaan di Amerika yang menyediakan jasa riset terhadap pendengar radio), jika bisa menarik perhatian pendengar 5 menit saja, maka selama 15 menit setelahnya mereka akan tetap mendengarkan siaran yang sama (tidak berganti saluran lain). Sehingga, sejak saat awal dimulainya sebuah program, program director harus memiliki ramuan yang khusus agar selama perjalanan program berlangsung, pendengar bisa tertarik (McDowell & Dick, 2003). Pola yang juga sama dengan apa yang dilakukan oleh pendengar radio dengan format yang lain (all news/ all talk dan CHR) adalah mereka melakukan pekerjaan yang lain saat mendengarkan radio. Kecenderungan pekerjaan yang mereka lakukan saat mendengarkan radio adalah melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah dan memasak. Hiburan menjadi motivasi terbesar para pendengar radio dengan format ethnic ini. Hal ini didukung dengan program yang mereka sukai, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, mereka sangat menyukai program musik, terutama yang melibatkan keaktifan mereka sebagai pendengar. Media yang digunakan untuk mendengarkan radio oleh para pendengar adalah radio tape. Dari data ini maka wajar saja jika mereka banyak mendengarkan radio dari rumah saja, hal ini serupa dengan pola mendengarkan radio yang dilakukan oleh para pendengar radio dengan format all news/ all talk, dan jelas berbeda dengan pola mendengarkan radio yang dilakukan oleh para pendengar
radio
dengan
format
CHR
yang
memiliki
kecenderungan
mendengarkan radio dengan menggunakan media handphone, yang lebih portable, dan mudah dibawa kemana-mana, sehingga tidak perlu hanya di rumah saja jika ingin mendengarkan radio.
4. Radio dengan Format Religion Satu-satunya radio dengan format religion yang dipilih untuk menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Radio Manajemen Hati FM (MH FM). Sesuai dengan formatnya, maka radio ini juga hanya menampilkan musik-musik religi, dengan program yang juga tidak jauh dari lingkup religi. Komunitas pendengar radio MH FM biasa disebut dengan “Sahabat Qolbu”. Mereka yang menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah 31 orang (19 orang informan laki-laki dan 12 orang informan perempuan). Dari segi pendidikan terkahir, mereka ratarata adalah lulusan SMU, dengan status sosial SES C yang mendominasi. Para pendengar ini juga merupakan pendengar setia yang selalu mendengarkan radio setiap hari. Mereka juga mendengarkan radio sambil melakukan kegiatan yang lain, sama dengan para pendengar dari ketujuh radio lain yang diteliti dalam penelitian ini. Namun, terdapat satu kebiasaan yang berbeda di kalangan pendengar radio ini. Mereka tidak melakukan zapping. Mereka tidak mengganti-ganti saluran saat sedang mendengarkan suatu program yang mereka senangi. Hal ini dikarenakan, menurut para pendengarnya, Radio MH FM telah memberikan semua yang mereka inginkan. Informasi, musik, penyiar yang menyejukkan hati, bahkan siaran iklannya mereka sukai. Hal ini cukup menarik sebenarnya untuk bisa digali lebih dalam lagi. Sementara itu, untuk media yang digunakan dalam mendengarkan radio, para pendengar radio MH FM memiliki kesamaan dengan epndengar radio dengan format yang lain. Kecenderungan mereka menggunaka radio tape untuk mendengarkan program-program kesukaan mereka di radio MH FM.
Kesimpulan Secara umum, karena terdiri dari beberapa format, maka demografis para pendengarnya pun berbeda-beda. Namun ternyata hal itu tidak membuat pola
mendengarkan radionya juga memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Dari kedelapan radio yang diteliti, semuanya pendengarnya memiliki pola yang serupa dalam mendengarkan radio, kecuali satu radio, yaitu radio dengan format religion (Radio MH FM). Beberapa poin yang sama yang bisa menerangkan pola mendengarkan radio di kalangan pendengar radio RRI Solo, RSPD Sukoharjo, Radio Prambors Solo, Solo Radio, Radio PTPN FM, Radio JPI FM, dan Radio Swara Slenk FM adalah: 1. Mereka merupakan pendengar setia dan aktif yang mendengarkan radio setiap hari dan menyukai acara musik yang interaktif. Hal ini sesuai dengan motivasi untuk mendengarkan radio yang rata-rata juga sama, yaitu untuk mencari hiburan. 2. Dalam mendengarkan radio mereka melakukannya sambil melakukan kegiatan yang lain. Beberapa kegiatan lain yang mendominasi para pendengar itu adalah mengerjakan pekerjaan rumah (bagi pendengar radio dengan format all news/ all talk dan ethnic) dan belajar (bagi pendengar radio dengan format CHR). 3. Pendengar radio tersebut memiliki kecenderungan melakukan zapping (mengganti frekuensi radio ketika radio yang sedang didengarkannya menyiarkan siaran iklan). 4. Media yang banyak digunakan untuk mendengarkan radio adalah radio tape dan handphone. Satu radio yang para pendengarnya memiliki perbedaan dalam pola mendengarkan radio adalah Radio MH FM. Pendengar radio dengan format religion ini tidak melakukan zapping (mengganti frekuensi radio saat program yang sedang didengarkan terinterupsi hal lain). Umumnya, zapping dilakukan karena pendengar merasa terganggu dengan kehadiran iklan. Hal ini sangat menarik, dan sesungguhnya bisa digali lebih mendalam, ataupun dikembangkan lagi untuk riset selanjutnya.
Referensi Berger, A. A. (1995). Essentials of Mass Communication Theory. California: Sage Publications.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. Crisell, A. (1994). Understanding Radio. London: Routledge. Dimbleby, R. & Burton, G. (1998). More Than Words: An introduction to communication 3 rd edition. New York: Routledge. Dominick, J. R. (2005). The Dynamics of Mass Communication: Media in the digital age 8th edition. New York: McGraw Hill. Fiske, J. (1990). Introduction to Communication Studies, 2 nd Edition. London: Routledge. Frey, L. R., et. al. (1991). Investigating Communication: An Introduction to Research Methods. New Jersey: Prentice Hall Inc. Geller, V. (2007). Creating Powerful Radio: Getting, Keeping & Growing Audiences. Amsterdam: Focal Press. Gough, H. (1999). Perencanaan, Penyajian, Produksi Programa Radio. Kuala Lumpur: AIBD (Asia-Pacific Institute for Broadcasting Development). Keith, M. C. (2007). The Radio Station: Broadcast, Satellite & Internet 7th edition. Amsterdam: Focal Press. Littlejohn, S. W. & Foss, K. A. (2005). Theories of Human Communication 8th Edition. Toronto, Ontario: Thomson Wadsworth. McDowell, W. & Dick, S.J. (2003). Switching radio stations while driving: magnitude, motivation, and measurement issues. Journal of radio studies. vol 10, No. 1, hlm.46-62. McQuail, D. (2000). McQuail’s Mass Communication Theory 4th Edition. London: Sage Publication Ltd. Patton, M. Q. (2002). Qualitative Research & Evaluation Methods 3rd edition. Thousand Oaks, California: Sage Publications. Perry, D. K. (2002). Theory and Research in Mass Communication: Contexts and Consequences 2nd Edition. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Rakhmat, J. (1998). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Rosdakarya. Sunyoto, W. D. H. (1995). Seluk Beluk programa radio. Bandung: Mandar Maju. Walgito, B. (1975). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Yayasan Psikologi UGM. Ied; Gadis; Wetty. "Dunia Kecil: sketsa pendengar radio". Wake up and smell thy coffee. 19 Juli 2007. Diakses tanggal 25 Juni 2011.
Luthfie, N. Consumer Behavior Sudah Berubah. 19 Februari 2008. Diakses tanggal 24 Juni 2011 . Martahadi, I Wayan. “Manajemen produksi siaran radio”. E-learning pusat penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan lembaga penyiaran Radio Republik Indonesia. Diakses tanggal 25 Juni 2011
"Sejarah Berdirinya Slenk FM". Ki Warseno Slenk: Suko Lelangen Edining Kabudayan. Diakses 25 Juni 2011