Pelaksanaan kebijakan perijinan pembangunan Base transceiver station (bts)/radio base station (rbs) Di kota surakarta
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Asror Mukti Adi NIM : E. 0003100
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA
Disusun oleh : ASROR MUKTI ADI NIM : E. 0003100
Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing
WALUYO, S.H.,M.Si. NIP. 132 092 854
ii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA Disusun oleh : ASROR MUKTI ADI NIM : E. 0003100 Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari : Tanggal
: TIM PENGUJI
1. Djoko Wahyu W, S.H.,MS._
: ………………………………………...
Ketua
2. WALUYO, S.H.,M.Si.________
: ………………………………………...
Anggota
MENGETAHUI Dekan,
Moh. Jamin, S.H.,M.H. NIP. 131 570 154
iii
ABSTRAK Asror Mukti Adi, 2008. PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA. Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana implementasi kebijakan pemerintah secara umum melalui perijinan (vergunning) sebagai salah satu instrumen pemerintahan dalam tataran riil khususnya terhadap pengaturan mengenai pembangunan Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta. Secara purposif penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau empiris yang bersifat deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian antara lain di Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta sebagai pelakasana kewenangan pemrosesan perijinan di lingkungan Pemerintah Daerah, serta di lingkup wilayah administratif Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data skunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu melalui wawancara, observasi, dan penelitian kepustakaan pada literatur cetak maupun elektronik berupa buku-buku, peraturan-perundang-undangan, jurnal, makalah dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Sifat analisis ini induktif yaitu kesimpulan diambil berdasarkan abstraksi hal-hal yang konkrit/ khusus ditarik kepada essensinya yang bersifat umum. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam memperoleh ijin pendirian Base Transciever Station (BTS)/Radio Base Station (RBS), terdapat berbagai kualifikasi dan persyaratan ijin terkait yang harus dipenuhi, diantaranya adivice planning (AP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB), Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Ijin Usaha Perdagangan (IUP). Kantor UPT sebagai unit pelaksana kewenangan perijinan bertugas memproses berbagai perijinan tersebut dengan mengkoordinasikan berbagai lembaga atau dinas yang bersangkutan di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta serta mensinergiskan berbagai ketentuan peraturan-peraturan daerah yang mengakomodir permasalahan tersebut hingga sesuai dengan arahan kebijakan umum pembangunan Pemerintah Kota Surakarta. Mekanisme pemrosesan perijinan tersebut meliputi peninjauan pada tataran normatif pemeriksaan pemenuhan serta keabsahan persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan pada tataran teknis yaitu peninjauan implementasi pemenuhan persyaratan di lokasi obyek permohonan. Hambatan utama dalam konteks ini adalah kurangnya sumber daya manusia di jajaran Pemerintah Daerah dengan kompetensi di bidang teknologi informasi, belum adanya perda khusus mengatur BTS/RBS, paradigma negatif dan kesadaran masyarakat, serta perilaku negatif oknum pengusaha bidang telekomunikasi.
iv
MOTTO Sesungguhnya kita diciptakan tiada lain hanyalah untuk mengabdi kepada Allah QS. Adz Dzariyaat :56 Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amatlah sedikit kamu mengambil pelajaran (daripadanya). QS. Al A'raaf :3 Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan qalbu, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. QS. Al Israa' : 36 Sungguh akan diturunkan cobaan, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. QS. Al Baqarah : 3
PERSEMBAHAN
Penulisan Hukum (skripsi ini) penulis persembahkan untuk : Allah SWT yang senantiasa membimbing dan melindungiku
v
Ayah dan Bunda beserta Saudara-saudaraku yang sangat berarti dalam hidup ini
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut asma Alloh SWT yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, sang pengatur, yang merajai dan ditaati segalanya di alam semesta, penulisan hukum (skripsi)
yang
berjudul
“PELAKSANAAN
KEBIJAKAN
PERIJINAN
PEMBANGUNAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA” dapat penulis selesaikan. Pada
kesempatan
bahagia
ini,
dalam
suka
cita
penulis
hendak
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berkenan memberikan sumbangsih tak ternilai hingga pada akhirnya penulisan hukum ini dapat diselesaikan. Terimakasih banyak kami haturkan kepada : 1. Bapak Dr.dr. Moch. Syamsulhadi, Sp.Kj selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H.,M.S. selaku Pembantu Dekan I yang telah memberikan ijin untuk penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini. 4. Bapak Wasis Sugandha, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara yang juga telah memberikan ijin untuk penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini.
vi
5. Bapak Waluyo, S.H.,M.Si. selaku pembimbing penyusunan penulisan hukum (skripsi) yang telah berkenan menyediakan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini. 6. Bapak Asianto Nugroho, S.H.,M.Si. sebagai pembimbing akademik, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS. 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berguna kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga ilmu tersebut dapat kami amalkan dalam kehidupan masa depan penulis. 8. Ibu Maya dan seluruh staf Kantor Bagian Hukum dan HAM Pemerintah Kota Surakarta atas segala bantuan dan keramahan-tamahan menyediakan segala macam bahan yang penulis butuhkan di sela-sela kesibukan. 9. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H.,MM. atas saran dan masukan berguna yang diberikan kepada penulis. 10. Bapak Drs. Toto Amanto, MM. selaku Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta yang telah meluangkan waktu dan banyak membantu dalam penelitian ini. 11. Ayahanda dan Ibunda yang kami cintai dan sayangi , terimakasih atas segala pengorbanan, kesabaran, dan doa restu kalian selama ini kepada ananda. 12. Saudara-saudara dan keluargaku yang kucintai, Hendra Budi, Setiawan, Rosid, Miftah, Ismail, Mba Ninuk, atas dukungannya. 13. Sahabat-sahabat yang telah turut memberi motivasi dan menumbuhkan semangat penulis, menjadi penampung keluh kesah penulis, Uzair, Mahoo, Boenx, Venty, Mas Dian, Mba Julian, Saiful.
vii
14. Mas Roni dari PT. Siemens yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis sebagai narasumber interview. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah turut serta memberikan bantuan dan dukungan sehingga dapat terselesaikannya penulisan hukum ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Demikian kami berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat.
Surakarta, Januari 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii ABSTRAK ......................................................................................................... iv HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................. v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR BAGAN/GAMBAR ........................................................................... xii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian............................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5 E. Metode Penelitian............................................................................ 5 F. Sistematika Skripsi........................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9 A. Kerangka Teori................................................................................ 9 1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah ..................... 9 a. Pengertian Pemerintah Daerah ............................................ 10 b. Pembagian Daerah dan Asas-asas Pemerintahan Daerah ... 12 c. Bentuk dan Susunan Pemerintah Daerah Setiap
ix
Daerah Dipimpin oleh Kepala Daerah ................................ 16 d. Peraturan Daerah (Perda) dan Pengawasan ....................... 18 2. Tinjauan Umum Tentang Instrumen Pemerintahan ................ 20 a. Peraturan Perundang-undangan .......................................... 21 b. Ketetapan/ Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking) ... 22 c. Peraturan Kebijaksanaan (Freis Ermessen) ......................... 23 d. Rencana-rencana ................................................................. 24 e. Perijinan (Vergunning) ........................................................ 25 f. Instrumen Hukum Keperdataan .......................................... 39 3. Tinjauan Umum Tentang Telekomunikasi .............................. 39 a. Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi .............................. 40 b. Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi .......................... 41 c. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi dan Masyarakat ................................................................... 41 d. Teknologi Seluler ................................................................ 44 4. Tinjauan Umum Tentang BTS ................................................... 39 B. Kerangka Pemikiran........................................................................ 49
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 52 A. Deskripsi Obyek ............................................................................ 52 1. Pengertian tentang Kota Surakarta .......................................... 52 a. Gambaran Umum Kota Surakarta ....................................... 52 b. Kondisi dan Potensi Kota Surakarta ................................... 53 c. Strategi Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat ............. 56 2. Peran Pemerintah Daerah Kota Surakarta dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah ......................................... 58 a. Arahan Kebijakan Pemerintah Daerah pada Pelaksanaan Pembangunan Daerah ......................................................... 59 b. Syarat dalam perencanaan kebijakan pembangunan
x
Pemerintah Daerah .............................................................. 59 c. Peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan menara BTS/RBS ................................................................ 60 3. Pengertian Mengenai Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ......................................................................... 62 a. Pengertian Kantor (UPT) .................................................... 62 b. Dasar Hukum (UPT) ............................................................ 64 c. Tugas dan Kewajiban Kantor (UPT) ................................... 65 B. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Pendirian Menara BTS/RBS ....... 68 1. Keberadaan BTS/RBS di Kota Surakarta
......................... 68
2. Prosedur Perijinan Menara BTS/RBS di UPT .......................... 71 3. Pelaksanaan Prosedur Perijinan oleh Pelaku Usaha Telekomunikasi ........................................................................ 79 C. Hambatan- Hambatan yang dihadapi dan Upaya Untuk Menanggulanginya .................................................. 82
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
............................................................ 90
A. Simpulan ....................................................................................... 90 B. Saran .............................................................................................. 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi 2000-2006 ………………………………….. 55 Tabel 3 : Perkembangan Nilai Investasi Tahun 2004-2006 …………………… 55 Tabel 2 : Pendapatan Perkapita 2000-2006 ……………………………………. 55 Tabel 4 : Data BTS/RBS di Surakarta ………………………………………… 67
DAFTAR BAGAN/GAMBAR
Gambar 1 : Interactive Model of Analysis …………………………………….. 7 Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ....................................................................... 48 Gambar 3 : Bagan Organisasi UPT ……………………………………………. 63 Gambar 4 : Alur Permohonan Ijin Menara BTS/RBS ………………………… 70 Gambar 5 : Tahapan pemrosesan beberapa jenis perijinan dalam pedirian menara BTS/RBS …………………………………. 77 Gambar 6 : Tahapan Pelaksanaan Proyek Pembangunan Menara BTS/RBS Oleh Vendor Infrastruktur Telekomunikasi …………… 81
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dapat dikatakan bahwa pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur merata secara materiil, spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai suatu proses perubahan berkesinambungan, terjadi secara terusmenerus yang melibatkan semua unsur didalamnya, yaitu pemerintah baik pusat maupun daerah dan masyarakat Indonesia sendiri. Dewasa ini dengan adanya Otonomi Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah daerah kini memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di daerahnya sesuai dengan tujuan pembangunan nasional yang tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Dengan
adanya
otonomi
daerah
pembangunan
nasional
telah
berkembang merata di masing-masing daerah merespon kebutuhan masyarakat meliputi berbagai macam sektor termasuk didalamnya sektor telekomunikasi. Telekomunikasi merupakan salah satu sektor penting yang mempengaruhi
xiii
pembangunan sektor lain diantaranya sektor ekonomi, sektor sosial, sektor pendidikan
dan
lain
sebagainya.
Namun
dalam pengembangan sektor
telekomunikasi daerah memerlukan pembangunan fasilitas infrastruktur yang memadai dimana tidak dapat dipenuhi dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah sendiri tanpa dukungan dan partisipasi pihak lain, dalam hal ini pihak swasta. Guna menunjang upaya pembangunan tersebut, maka Pemerintah Daerah membuka kesempatan berpartisipasi dan berinvestasi dari pihak swasta untuk berbagai macam sektor termasuk telekomunikasi sendiri dengan harapan dapat memacu
sektor-sektor
Telecommunication
lainnya.
Union
Sebagaimana
(ITU)
hasil
menunjukkan,
survei
International
pertumbuhan
sektor
telekomunikasi sebesar 1 persen akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dipacu dengan meningkatkan pembangunan dan pengembangan sektor tersebut. (Telekomunikasi dan Upaya Menuju Masyarakat Informasi, Kompas: 04 April 2004). Salah satu bagian penting dari sarana telekomunikasi pada saat ini adalah jaringan nirkabel untuk pendukung telepon seluler dan beberapa perangkat nirkabel lainnya yang banyak digunakan oleh penduduk di Indonesia yang antara lain berguna bagi komunikasi, informasi pada bidang-bidang pendidikan, perekonomian, sosial dan bidang umum lainnya. Sedangkan
disatu sisi lainnya, pihak swasta penyedia jasa layanan
telekomunikasi seluler juga hendak berupaya meningkatkan pelayanannya kepada para pelanggannya di daerah. Hal ini tentu saja dapat menjadi peluang dan tanggung jawab untuk mengorganisirnya secara baik mengingat pada tahun 2007 lalu jumlah pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai sekitar delapan puluh juta orang (Pulsa, Edisi 122 th V/2008/3-6 Januari : 44) yang sebagian diantaranya berada di daerah. Dalam peningkatan kualitas layanan komunikasi kepada pengguna telepon seluler mutlak membutuhkan keberadaan beberapa infrastruktur penting.
xiv
Salah satu diantara infrastruktur tersebut adalah Base Transceiver Station (BTS) atau Radio Base Station (RBS) yaitu tower/menara telekomunikasi Pemancar yang berfungsi mengirim dan menerima sinyal/frekwensi pada kawasan tertentu dan menghubungkan dengan kawasan lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa kadangkala keberadaan BTS di berbagai tempat menimbulkan permasalahan di masyarakat. Permasalahan tersebut berpotensi menimbulkan konflik bilamana tidak dikelola dengan baik menurut ketentuan yang berlaku oleh pemerintah daerah, dinas/lembaga berwenang, pelaku usaha pada bidang terkait, dan masyarakat. Kota Surakarta sebagai salah satu kota dengan kuantitas pengguna telepon seluler tinggi juga memiliki permasalahan masyarakat yang timbul atas keberadaan Tower BTS/RBS ini sebagaimana peristiwa aksi penolakan atas Tower BTS di lingkungan Kampung Teposanan Kelurahan Sriwedari sekitar bulan Juli 2007. Beberapa isu yang seringkali menjadi pemicu timbulnya permasalahan antara lain: pengadaan tempat/lahan/tanah, faktor resiko/dampak dari aspek lingkungan dan ekonomi, persoalan kontribusi kepada masyarakat setempat dan lain-lain. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian atau studi hukum yang lebih mendalam mengenai kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam pengaturan pendirian Tower BTS dalam upaya mengantisipasi permasalahan dan konflik. Untuk itu dalam penulisan hukum penulis mengambil judul : “PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERIJINAN PEMBANGUNAN MENARA BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)/ RADIO BASE STATION (RBS) DI KOTA SURAKARTA”.
xv
B. Rumusan Masalah Memperhatikan alasan pemilihan judul, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagamana pelaksanaan kebijakan perijinan dalam pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta? 2. Bagaimana hambatan-hambatan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan perijinan pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di Kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui karakterisitik prosedur perijinan yang harus dilewati sebelum melaksanankan pendirian Menara BTS/RBS. b. Untuk mengetahui upaya Pemerintah Kota dalam menyelesaikan permasalahan pada pelaksanaan prosedur perijinan pendirian menara BTS/RBS. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan akademis guna memperoleh gelar strata satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Sebagai sarana untuk menyumbangkan pemikiran pada masyarakat, khususnya
dalam
hal
pengetahuan
pembangunan menara BTS/RBS.
xvi
mengenai
pelaksanaan
ijin
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Administrasi Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang mengatur mengenai perijinan di daerah. b. Memberikan kontribusi dalam memperluas dan mengembangkan ilmu pengetahuan hukum dan dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penulisan ini diharapkan mampu membantu dan memberikan tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang sedang di teliti. b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis. E. Metode Penelitian Metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penulisan hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan sehingga akan didapatkan data yang faktual. 2. Sifat Penelitian
xvii
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan obyek yang diteliti secara lengkap. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini berjenis kualitatif, yaitu data yang berwujud uraian, informasi verbal, dan pendapat dari para responden. 4. Jenis data Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Data primer tersebut meliputi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan nara sumber agar penelitian mendapatkan hasil yang sebenarnya dari obyek yang diteliti. 5. Sumber data a. Sumber data primer Data primer diperoleh dari Pemerintah Kota Surakarta, perusahaan telekomunikasi, masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait. b. Sumber data sekunder Data sekunder berasal dari perundang-undangan, buku-buku, serta literatur yang mendukung penelitian ini. 6. Teknik pengumpulan data a. Wawancara Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara langsung dengan nara sumber. b. Studi Kepustakaan Teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mempelajari buku yang diperlukan, seperti literatur, peraturan perundang-undangan, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.
xviii
7. Analisis data Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif, dimana dalam tahap analisis ini terdapat tiga komponen pokok, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Data yang terkumpul kemudian direduksi melalui seleksi dan penyederhanaan data yang berlangsung terus-menerus selama penelitian dan kemudian diambil kesimpulan. Tahap ini tidak harus berurutan sebab apabila data data yang diperoleh sudah lengkap, maka data tersebut dapat disajikan. Apabila ditemui kesulitan dalam menarik kesimpulan karena kurang lengkapnya data, maka kita bisa kembali ke tahap pengumpulan data sampai data yang kita peroleh dirasa cukup (H. B. Sutopo, 2002 : 95). Model analisa interaktif dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan/ verifikasi Gambar 1 : Interactive Model of Analysis
F. Sistematika Sripsi
xix
Guna memberi penjelasan secara garis besar mengenai penyusunan penulisan hukum dan untuk mengantarkan pembaca pada pokok pembahasan, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian,
metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan tentang landasan teori mengenai Pemerintahan
Daerah,
Instrumen
Pemerintahan,
dan
Telekomunikasi. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan tentang kondisi umum dan karakteristik Kota Surakarta, sistem penetapan kebijakan dan arahan kebijakan Pemerintah Kota Surakarta, uraian mengenai Unit Pelayanan Terpadu yang memproses perijinan, pelaksanaan prosedur perijinan dalam pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) oleh UPT dan pelaku usaha di wilayah Surakarta, Instrumen-instrumen hukum yang terkait, hambatanhambatan dalam pelaksanaan prosedur serta aplikasi perijinan tersebut, dan analisis data.
BAB IV
: SIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xx
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Pemerintahan Daerah a. Pengertian Pemerintah Daerah Indonesia merupakan negara dengan wilayah luas terdiri dari kepulauan-kepulauan dan memiliki jumlah penduduk yang besar dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
Melihat kondisi tersebut dalam
rangka pelaksanaan pemerintahan guna mewujudkan tujuan pemerataan pembangunan
sebagaimana
termaktub
xxi
dalam
UUD
1945
maka
dibentuklah pemerintahan daerah sebagai wujud dari pemerintah di daerah guna melaksanakan tugas pembantuan di daerah. Dasar dari penyelenggaraan Pemerintahan daerah terdapat dalam UUD 1945 Pasal 18A yang menyebutkan, hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, kemanfaatan sumber daya alam maupun sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil, selaras berdasarkan undangundang. Sedangkan pada Pasal 18 B menyebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa sebagaimana diatur dengan Undang-undang. Negara
mengakui
dan
menghormati
kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup, masih sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Berdasarkan hal tersebut diatas, Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Maka berdasarkan Pasal 239 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu pada saat berlakunya Undang-undang ini maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 huruf b menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
xxii
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, menurut asas desentralisasi. Salah satu tugas DPRD dalam Pemerintahan Daerah adalah melakukan pengawalan, baik kepada Peraturan Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kebijakan Pemerintah Daerah dan kerja sama internasional dengan daerah. Pemerintah Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan pengertian Otonomi Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pamerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Winarna Surya Adisubrata Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada negara kesatuan maupun pada negara federasi. Di negara kesatuan Otonomi Daerah lebih teratas daripada di negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangga daerah di negara Kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintah kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat. Dalam literatur pemerintahan dikenal tiga sistem otonomi, yaitu: 1) Otonomi formil
xxiii
Yaitu suatu sistem otonomi dimana yang diatur adalah kewenangankewenangan Pemerintah Pusat yang dipegang oleh Pemerintah Pusat (seperti: pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan, moneter, fiskal dan kewenangan lainnya). Sedangkan kewenangan Daerah Otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan Pemerintah pusat tersebut. 2) Otonomi materiil Merupakan
kewenangan-kewenangan
Daerah
Otonom
yang
dilimpahkan dan secara eksplisit disebutkan satu-persatu (biasanya diatur
dalam
Undang-undang
Pembentukan
Daerah
Otonom).
Sedangkan kewenangan Daerah Otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan Pemerintah Pusat tersebut. 3) Otonomi riil Merupakan
kewenangan-kewenangan
daerah
Otonom
yang
dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat, disesuaikan kemampuan nyata dari Daerah Otonom yang bersangkutan (seperti SDM, pendapatan Daerah, dll). Jadi kewenangan Daerah Otonom yang satu dengan daerah otonom yang lainnya tidak sama. (Winarna Surya Adisubrata 1999:1). Prinsip Otonomi Daerah dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah: 1) Otonomi seluas-luasnya Dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan
xxiv
peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. 2) Otonomi nyata Yaitu suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang kenyataanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. 3) Otonomi yang bertanggung jawab Adalah otonomi yang dalam penye1enggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan nasional. b. Pembagian Daerah Dan Asas-asas Pemerintahan Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi ini dibagi atas kabupaten dan kota yang masingmasing mempunyai Pemerintahan Daerah. Pemerintahan Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Asas-asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menurut C.S.T. Kansil yaltu:
xxv
1) Asas Desentralisasi adalah asas yang menyatakan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau dan Pemeintah Daerah tingkat yang lebih tinggi kepada Pemerintah Daerah tingkat yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. Dengan demikian, prakarsa, wewenang, dan tanggung jawab mengenai urusan-urusan yang diserahkan tadi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah itu, baik mengenai politik kebijaksanaan, perencanaan, dan pe1aksanannya maupun mengenai segi-segi pembiayaannya. Perangkat pelaksanaanya adalah perangkat daerah sendiri. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dalam Pasal 1 huruf f menyebutkan : “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 7 menyebutkan : “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan daam sistem Negara Kesatuan Republik indonesia.” Keuntungan diterapkannya asas desentralisasi adalah: a) Akan mengurangi tertumpuknya pekerjaan di tingkat pusat. b) Dalam menghadapi masalah yang mendesak serta memerlukan tindakan secara cepat maka daerah tersebut tidak perlu menunggu perintah ataupun instruksi dari pemerintah Pusat. c) Dapat mengurangi birokrasi sistem yang, berbelit. d) Mengurangi kemungkinan kesewenangan Pemerintah Pusat.
xxvi
Sistem ini juga mempunyai kelemahan, antara lain: a) Struktur
Pemerintahan
menjadi
lebih
kompleks,
sehingga
mempersulit koordinasi. b) Keseimbangan
dan
keserasian
antara
bermacam-macam
kepentingan daerah mudah terganggu c) Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena diperlukan pembuatan peraturan yang bertele-tele. 2) Asas Dekonsentrasi adalah asas yang menyatakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat yang lebih tinggi kepada pejabat-pejabatnya di daerah. Tanggung jawab tetap ada pada Pemerintah pusat, baik perencanaan dan pelaksanaannya maupun pembiayaannya tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Unsur pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya selaku wakil Pemerintah Pusat. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 huruf f menyebutkan : “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
dari
Pemerintah
kepada
Gubernur
sebagai
wakil
pemerintah dan/atau perangkat pusat di Daerah.” Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa : “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenaag pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.” 3) Asas Tugas Pembantuan adalah asas yang menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi tugas. (C.S.T. Kansil, 2002 : 3)
xxvii
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 1 huruf g menyebutkan : ”Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber
daya
manusia
dengan
bekewajiban
melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.” Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 9 menyebutkan: “Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.” Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 20 asas penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas: a) Asas kepastian hukum; b) Asas tertib penyelenggaraan negara; c) Asas kepentingan umum; d) Asas keterbukaan; e) Asas proporsionalitas; f) Asas profesionalitas; g) Asas akuntabilitas; h) Asas efisien; i) Asas efektivitas.
xxviii
c. Bentuk dan susunan Pemerintahan Daerah setiap daerah dipimpin oleh Kepala Daerah. Setiap daerah dipimpin dan dikepalai oleh Kepala Daerah. Kepala Daerah untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh satu orang Wakil Kepala Daerah. Di dalam setiap daerah dibentuk DPRD yang merupakan lembaga perwakilan
rakyat
daerah
yang
berkedudukan
sebagai
unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. DPRD mempunyai tugas legislasi, anggaran, dan pengawasan perangkat Daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Apabila
Sekretaris
Daerah
berhalangan
melaksanakan
tugasnya, tugas Seketaris Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Sekretaris Daerah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Sekretaris Daerah untuk Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
xxix
Sekretaris Daerah mempunyai kedudukan sebagai pembina Pegawai Negeri Sipil di daerahnya. Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya secara teknis operasional berada dibawah dan bertanggung jawab kepada pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepa1a Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usulan Sekretaris Daerah. Lembaga teknis Daerah merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah. Badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah dipimpin oleh Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Daerah yang diangkat oleh Kepala Daerah dan Pegawi Negeri Sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah. Kepala Badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah kabupaten/kota dan Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
xxx
perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui
Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota.
Perangkat
kecamatan
bertanggung jawab kepada camat. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang
dalam
pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan
dan
Bupati/Walikota. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul camat dan Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugasnya Lurah dibantu oleh perangkat kelurahan yang bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda. d. Peraturan Daerah (Perda), dan Pengawasan 1) Peraturan Daerah (Perda) Sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri,
alat perlengkapan
maka daerah
pemerintah yang
dapat
daerah
perlu
dilengkapi
mengeluarkan
peraturan-
peraturannya, yakni Peraturan Daerah. Badan pembuat Peraturan Daerah dengan Peraturan Daerahnya, berkewajiban mengatur urusan-urusan yang menjadi urusan rumah tangga daerah dan juga urusan-urusan pembantuan. Untuk menjaga agar jangan sampai ada Peraturan Daerah yang mengatur sesuatu hal yang bertentangan dengan peraturan-peraturan negara atau Peraturan Daerah tingkat atasnya, perlu diadakan pengawasan. (R. Joeniarto, 1992: 18) Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 136 menyatakan bahwa Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD. Perda dibentuk dalam rangka
xxxi
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah. Pembentukan Perda didasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi: 1) Kejelasan tujuan; 2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; 3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan: 4) Dapat dilaksanakan; 5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6) Kejelasan rumusan; 7) Keterbukaan. Untuk melaksanakan Perda dan atas dasar peraturan perundangundangan. Kepala Daerah menetapkan peraturan Kepala Daerah dan atau keputusan Kepala Daerah. Peraturan Kepala Daerah dan atau Keputusan KepaIa Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah da1am Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Perda yang akan diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.
xxxii
Menurut Kansil, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan adalah peraturan dan keputusan yang menyangkut hal-hal sebagai berikut: 1) Menetapkan ketentuan ketentuan yang menyangkut rakyat dan mengandung perintah, larangan, keharusan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang ditujukan langsung kepada rakyat. 2) Mengadakan ancaman pidana berupa denda atau hukuman kurungan atas pelanggaran tertentu. 3) Memberikan bahan kepada rakyat (pajak, retribusi daerah). 4) Mengadakan utang, piutang, menanggung pinjaman, mengadakan perusahaan daerah, menetapkan dan mengubah APBD, menetapkan perhitungan APBD, mengatur gaji pegawai, dan lain-lain. 2) Pengawasan Berdasarkan Pasal 218 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi: 1) Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; 2) Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah Pengawasan
dilaksanakan
oleh
aparat
pengawas
intern
Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan
oleh
Gubernur.
Pengawasan
dimaksudkan
agar
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat berjalan dengan baik. 2. Instrumen Pemerintahan Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan pemerintah atau administrasi negara membutuhkan sarana dan prasarana antara lain guna tulis-
xxxiii
menulis, sarana trasportasi, komunikasi, gedung perkantoran dan lain sebagainya. Disamping itu pemerintah juga menggunakan berbagai macam instrumen yuridis dalam menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti peraturan perundangundangan,
keputusan-keputusan,
peraturan
kebijaksanaan,
perijinan,
instrumen hukum keperdataan dan lain-lain. a. Peraturan Perundang-undangan Peraturan merupakan hukum yang abstrak bersifat mengikat umum dan mengatur hal-hal yang bersifat umum/general. Secara teoritis istilah “perundang-undangan ”(legislation, wetgeving, gesetzgebung) memiliki dua pengertian sebagai berikut; 1) Perundang-undangan
merupakan
proses
pembentukan/proses
membentuk peraturan peraturan negara, baik ditingkat pusat ataupun di tingkat daerah. 2) Perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Peraturan perundang-undangan memiliki ciri sebagai berikut; 1) Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikan merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. 2) Peraturan perundang-undangan bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
xxxiv
3) Ia mamiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri.
Pencantuman
klausul
yang
memuat
kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali. Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Perundangundangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum. Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat secara umum (algeemend verbnded voorschift) disebut juga dengan pengertian Undang-undang dalam arti materiil. b. Ketetapan/Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) Banyak pendapat mengenai definisi dari ketetapan/beschiking, menurut C.W. Van der Pot, ketetapan/keputusan/beschiking adalah pernyataan kehendak dari organ pemerintahan untuk melaksanakan hal khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, mengubah atau menghapus hubungan hukum yang ada. Sedang menurut E. Utrecht beschiking adalah perbuatan hukum publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa). Beschiking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah
xxxv
berdasarkan wewenang yang luar biasa. (W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra) Menurut
Pasal
1
angka
3
UU
No.
5
Tahun
1986,
ketetapan/keputusan didefinisikan sebagai, suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata. Unsur-unsur ketetapan 1) Pernyataan kehendak sepihak (enjizdige scriftelijke verklaring) 2) Dikeluarkan oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan) 3) Didasarkan
pada
kewenangan
hukum
yang
bersifat
publik
(publiekbevoegdheid) 4) Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual. 5) Guna menimbulan akibat hukum dalam bidang administrasi 6) Seorang atau badan hukum perdata. c. Peraturan Kebijaksanaan (Freis Ermessen) Menurut Philipus M. Hadjon, Peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan Tata Usaha Negara yang bertujuan ”naar buiten gebracht scrhicftelijk beleid,” yaitu menampakkan suatu kebijaksanaan tertulis. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, Freis Ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut; 1) Belum
ada
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
penyelesaian secara in koncrito teradap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam ataupun wabah
xxxvi
penyakit menular, aparat pemerintahan harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara ataupun bagi rakyat, tindakan yang semata-mata timbul atas prakarsa sendiri. 2) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam pemberian ijin berdasarkan Pasal 1 HO, setiap pemberi ijin bebas untuk menafsirkan pengertian ”menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. 3) Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya
dalam
menggali
sumber-sumber
keuangan
daerah.
Pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber itu merupakan sumber yang sah. d. Rencana-Rencana Negara merupakan suatu organisasi yang memiliki tujuan. Bagi Indonesia, tujuan negara ini tertuang dalam alenia ke empat Undangundang Dasar 1945, yang menunjukkan pula bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menganut konsepsi welfare state. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya rencana yang mana rencana ini dipahami sebagai bagian dari tindakan hukum pemerintahan yang merupakan keseluruhan
tindakan
pemerintah
yang
berkesinambungan,
yang
mengupayakan terwujudnya suatu keadaan tertentu yang teratur. Keseluruhan ini disusun dalam format tindakan hukum administrasi negara, sebagai tindakan-tindakan yang menimbulkan akibat-akibat hukum. Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
xxxvii
1) Perencanaan informatif (informatieve planning), yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif-alternatif kebijakan tertentu. Rencana demikian tidak memiliki akibat hukum bagi warga negara. 2) Perencanaan indikatif (indicatieve planning), yaitu rencana-rencana yang
memuat
kebijakan-kebijakan
mengindikasikan
bahwa
kebijakan
yang itu
akan akan
ditempuh
dan
dilaksanakan.
Kebijaksanaan ini masih harus diterjemahkan dalam keputusan operasional atau normatif sehingga sifat dari akibat hukumnya adalah tidak langsung (indirect rechtgevolgen). 3) Perencanaan operasional atau normatif (operationale of normatieve planning), yaitu rencana-rencana yang terdiri dari persiapan-persiapan, perjanjian-perjanjian, dan ketetapan-ketetapan. Contohnya antara lain rencana tata ruang, rencana pengembangan perkotaan, rencana pembebasan tanah, rencana pemberian subsidi dll. Perencanaan seperti ini memiliki akibat hukum secara langsung (directe rechtgevolgen). e. Perijinan (vergunning) 1) Pengertian Ijin Ijin merupakan instrumen pemerintahan, artinya bahwa antara pemerintah dan masyarakat terjalin suatu interaksi, yakni pada sisi masyarakat mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan tugasnya, pada sisi lain pemerintah memberi pengaruh tertentu pada masyarakat melalui tugas mengurus dan mengatur. Pengaruh
pemerintah
pada
masyarakat
melalui
tugas
mengurus mempunyai makna pemerintah terlibat dalam bidang kesejahteraan sosial ekonomi maupun pemeliharaan secara aktif menyediakan sarana, prasarana, finansial dan personal. Sedangkan
xxxviii
pengaruh pemerintah pada masyarakat melalui tugas mengatur mempunyai makna pemerintah terlibat dalam penerbitan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan termasuk melahirkan sistem-sistem perijinan. Melalui
instrumen
pengaturan
tersebut,
pemerintah
mengendalikan masyarakat dalam bentuk peraturan termasuk ijin yang mengandung larangan dan kewajiban. Ijin sendiri sebagai salah satu instrumen pengaturan yang paling banyak digunakan oleh pemerintah dalam mengendalikan masyarakat. Dengan demikian ijin sebagai salah atau
instrumen
yang
berfungsi
mengendalikan
tingkah
laku
masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan terdapat berbagai sistem ijin dengan motif sejenis yang berdiri berdampingan yang ditetapkan pada satu kegiatan usaha. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha industri skala besar yang pada pendiriannya ataupun pada pelaksanaannya dibutuhkan berbagai jenis ijin, mulai dari HO, IMB, ijin usaha industri, ijin kegiatan usaha dagang dan ijin-ijin yang lainnya yang menyertainya. Hal tersebut berhubungan dengan adanya perkembangan bahwa didalam bidangbidang kebijaksanaan penguasa, telah terjadi spesifikasi dari dari tujuan-tujuan kebijaksanaan. Oleh karena itu timbul berbagai macam bidang bagian dari kebijaksanaan penguasa yang masing-masing diharuskan melalui sistem perijinan. Ijin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Ijin (vergunning) dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/ pembebasan dari suatu larangan. Pengertian lain tentang ijin dari para ahli : “Ijin (vergunning) adalah bilamana
xxxix
pembuat aturan tidak umumnya memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka pembuatan administrasi negara yang memperkenankan hal tersebut bersifat suatu ijin (vergunning).” (E. Utrecht. 1994 :187) Dengan memberi ijin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang dengan memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya pengawasan. Hal pokok pada ijin, bahwa suatu tindakan dilarang kecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan ijin terjadi bila pada kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Misalnya, tentang hal ini adalah : dilarang mendirikan suatu bangunan, kecuali dengan ijin tertulis
dari
pejabat
berwenang
dengan
ketentuan
mematuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Pada dasarnya ijin merupakan keputusan dari Pejabat/Badan Tata Usaha Negara yang berwenang yang substansinya memiliki sifat sebagai berikut : a) Ijin bersifat bebas Adalah ijin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya tidak terikat dari aturan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam ijin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan memberi ijin. b) Ijin bersifat terikat Adalah ijin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya terikat pada aturan dari hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam ijin kadar kebebasannya
xl
dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya, misalnya dari ijin yang bersifat terikat ini adalah ijin HO, IMB, dll. Pembedaan antara ijin yang bersifat bebas dan terikat adalah penting dalam hal apakah ijin dapat ditarik kembali/dicabut atau tidak. Pada ijin yang bersifat terikat, pembuat Undang-undang telah memformulasikan syarat-syarat dimana ijin diberikan dan ijin dapat ditarik kembali/dicabut. Hal penting lain dari pembedaan diatas adalah dalam hal menentukan kadar luasnya hal pengujian oleh Hakim Tata Usaha Negara apabila ijin sebagai keputusan tersebut digugat. Pada wewenang menetapkan pada ijin yang terikat, hakim relatif akan menguji lebih lengkap dibanding dengan wewenang yang bebas dalam menetapkan ijin sehingga bila banyak kebebasan yang dimiliki oleh organ pemerintahan dalam menetapkan ijin, maka hakim akan membatasi diri pada pengujian alakadarnya pada Undang-undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. c) Ijin yang bersifat menguntungkan Merupakan
ijin
yang
isinya
memiliki
sifat
menguntungkan pada yang bersangkutan. Ijin yang bersifat menguntungkan isi nyata keputusan merupan titik pusat yang memberi anugrah kepada yang bersangkutan. Dalam arti, yang bersangkutan diberi hak-hak atau pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan tersebut. d) Ijin yang bersifat memberatkan Merupakan
ijin
isinya
mengandung
unsur-unsur
memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan
xli
kepadanya. Disamping itu ijin yang bersifat memberatkan juga merupakan ijin yang memberi beban kepada orang lain atau masyarakat sekitarnya, misalnya pemberian ijin pada perusahaan tertentu. Bagi mereka yang tinggal di sekitarnya dan merasa dirugikan atas ijin tersebut merupakan suatu beban. Pembedaan antara ijin yang bersifat menguntungkan dengan ijin yang bersifat memberatkan adalah penting dalam hal penarikan
kembali/pencabutan
dan
perubahan
ijin
sebagai
keputusan yang menguntungkan tidak begitu mudah ditarik kembali atau dirubah atas kerugian yang berkepentingan. Sedangkan penarikan kembali/pencabutan atau perubahan ijin yang bersifat memberatkan biasanya tidak begitu menjadi persoalan. e) Ijin yang segera berakhir Merupakan ijin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atauijin yang masa berlakunya relatif pendek, misalnya ijin mendirikan bangunan (IMB, yang hanya berlaku untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan selesai didirikan. f) Ijin yang berlangsung lama Merupakan ijin yang menyangkut tindakan-tindakan yang belakunya relatif lama, atau masa berlakunya relatif lama, misalnya ijin usaha industri dan ijin yang berhubungan dengan lingkungan. Pembedaan ijin yang segera berakhir dengan ijin yang berlangsung lama adalah penting dalam hal kemungkinan penarikan kembali dan masa berlakunya ijin.
xlii
Secara umum diakui bahwa setelah berlakunya tindakantindakan yang memerlukan ijin seperti IMB berakhir, maka berakhirlah masa berlakunya ijin tersebut. Disamping mengenai masa berlakunya ijin, pembedaan diatas penting dalam hal penarikan kembali/pencabutan ijin, manakala ijin diberikan secara salah karena perbuatan tercela dari pemegang ijin. g) Ijin yang bersifat pribadi Merupakan ijin yang isinya tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dari pemohon ijin. Misalnya, ijin mengemudi (SIM). h) Ijin yang bersifat kebendaan Merupakan ijin yang tergantung pada sifat dari obyek ijin misalnya ijin HO. Pembedaan antara ijin yang bersifat pribadi tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya SIM tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya terdapat penjualan perusahaan pada pihak lain, maka ijin HO tersebut secara otomatis beralih pada pihak lain. Ijin seperti itu harus ditaati oleh mereka yang secara nyata mengeksploitasi lembaga tersebut. Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu sistem perijinan, pembuat undang-undang dapat mengejar beberapa tujuan dari ijin, yaitu sebagai berikut : (1) Keinginan
mengarahkan/mengendalikan/sturen
aktivitas-
aktivitas tertentu, misalnya ijin HO. (2) Mencegah bahaya lingkungan misalnya, ijin usaha industri, dll. (3) Melindungi obyek-obyek tertentu, misalnya ijin penerbangan, ijin
membongkar
xliii
monumen-monumen,
ijin
mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam dll. (4) Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas, misalnya ijin menghuni di daerah padat penduduk (SIP), dll. (5) Mengarahkan/pengarahan
dengan
menggunakan
seleksi
terhadap orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya ijin transmigrasi dll. Yang terpenting dalam ijin, adalah bahwa ijin digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi para warganya agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret. Dalam kenyataannya, didalam berbagai sektor kebijaksanaan terdapat berbagai sistem ijin dengan motif sejenis yang berdiri secara berdampingan. 2) Ijin Gangguan (HO). Ijin Gangguan adalah ijin tempat usaha orang pribadi atau badan hukum dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan, dan kerugian. Ijin Gangguan tempat usaha adalah ijin yang diperlukan untuk mendirikan atau menggunakan tempat-tempat bekerja. Sedangkan pengertian tempat usaha adalah tempat-tempat untuk melakukan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan meksud mencari keuntungan. Ijin gangguan sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda (pemerintahan Kolonial). Dengan keluarnya Undang-undang No.226 Tahun 1926 yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan stbl. No. 450 Tahun 1940 tentang Hinder Ordonantie (Ordonansi Gangguan). Sebelum berlakunya Undang-undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
xliv
(UULH) yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ordonansi Gangguan (HO) ini dapat dianggap sebagai salah satu aturan yang berhubungan langsung dengan masalah pencemaran lingkungan di Indonesia. Sebutan
“Hinder
Ordonantie”
(HO)
atau
Ordonansi
Gangguan terdapat dalam Pasal 7 yang berbunyi : “Ordonansi ini dapat disebut dengan Undang-undang Gangguan (Hinderwest), karena ordonansi merupakan produk dari pemerintah daerah jajahan (pemerintah Hindia Belanda); sehingga tidak dapat disetarakan dengan “Wet” yang merupakan produk dari pemerintah yang
berdaulat (Kerajaan Belanda) yang kemudian
diterjemahkan dengan nama “Undang-undang”. Oleh karena itu istilah yang seharusnya tetap digunakan adalah “Ordonansi Gangguan”. HO tidak menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian bahaya, kerugian atau gangguan. Jadi dapat saja ditafsirkan bahwa, apakah misalnya bahaya yang dimaksud ialah adanya ancaman penyerbuan oleh pihak luar terhadap suatu tempat usaha karena perusahaan tersebut telah membahayakan lingkungan sekitarnya ataupun perusakan oleh pihak lain yang akan menggangu kegiatan suatu tempat usaha. Dengan kata lain, bahaya, kerugian, atau gangguan tersebut datangnya justru dari pihak luar (R.M. Gatot P Soemartono 1996 :135). Namun demikian apabila diperhatikan bahwa HO dibentuk dengan tujuan langsung kepada perusahaan yang dapat menimbulkan kerugian, bahaya, atau gangguan dari suatu tempat usaha. Jadi dapat disimpulkan bahwa asal dari ancaman tersebut datang dari tempat usaha itu sendiri, yang dapat mengakibatkan masyarakat sekitar menderita. Derita tersebut dapat berupa bahaya, kerugian, atau gangguan, atau ketiga-tiganya sekaligus. Dengan demikian HO tidak
xlv
dimaksudkan untuk bahaya,
kerusakan, atau
gangguan
yang
disebabkan oleh pihak luar sebagaimana disebutkan diatas. Dalam pelaksanaan Ordonansi Gangguan maka terkait dengan suatu bidang lain, yakni bidang perijinan. Perijinan terkait dengan masalah hak dan wewenang pejabat dan pemerintah yang diberi tugas atau wewenang untuk menentukan boleh tidaknya memberi ijin tempat usaha, menentukan syarat-syaratnya dan membatalkannya, dan sebagainya. Berhadapan dengan itu, kita melihat adanya hak dari masyarakat, karena masyarakatlah yang dapat menderita bahaya, kerugian dan atau gangguan yang ditimbulkan oleh suatu pabrik/industri/tempat usaha. Menurut HO, surat ijin tempat usaha harus mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat berwenang, dalam hal ini Pemda Tingkat II yang bersangkutan dimana lokasi atau tempat usaha itu akan didirikan. Meskipun didalam HO tidak ditentukan secara tegas bahwa permohonan ijin harus dilakukan secara tertulis, tetapi dari pasal HO dapat ditentukan bahwa bagaimanapun permohonan ijin tertulis harus dilakukan secara tertulis. Di dalam Pasal 1 Ordonansi Gangguan ditetapkan larangan mendirikan tanpa ijin tempat-tempat usaha yang perincian jenisnya dicantumkan dalam ayat (1) pasal tersebut, Meliputi 20 jenis perusahaan. Didalam ordonansi ini juga ditetapkan pula berbagai pengecualian atas larangan ini. (Koesnadi Hardjasoemantri, 2002 :58). Menurut John W Salindeho, 20 jenis usaha/tempat usaha yang dilarang untuk didirikan atau dibangun tanpa ijin (tempat usaha) dari pemerintah meliputi : a) Yang dijalankan dengan peralatan tenaga uap atau gas (steam and gass), begitupun mesin elektro dan tempat usaha lainnya dengan memakai uap air, gas, dan uap air bertekanan tinggi,
xlvi
b) Yang bertujuan untuk membuat atau memproduksi, mengerjakan dan menyimpan mesiu dan bahan peledak lainnya termasuk pabrik penyimpanan petasan, c) Yang bertujuan membuat atau memproduksi chemicalia (ramuan kimia, termasuk pabrik korek api), d) Yang bertujuan untuk memperoleh, mengerjakan dan menyimpan benda-benda yang menguap (vluchtige produkten), e) Yang bertujuan untuk penyulingan kering (droge distilattie) dari benda atau bahan nabati dan non nabati (plaantardige en dierlijke zelfstandigheden) dan mengerjakan (verwaking) hasil produksi daripadanya; termasuk pabrik gas, f) Yang bertujuan untuk mengerjakan atau memproduksi lemak dan dammar (veten en harsen), g) Yang bertujuan untuk menyimpan (mengumpulkan) mengerjakan atau mengumpulkan sampah (afval),
dan
h) Pengempingan kecambah (mouterijen), pabrik bir (brouwerijen), pembakaran (braderijen), penyulingan (distelerderijen), pabrik spiritus dan cuka serta penyaringan (raffinaderijen), pabrik tepung dan pembuatan roti (bakkerijen) termasuk pabrik sirup dan buahbuahan. i) Tempat pembantaian/pemotongan hewan, tempat pengulitan (velderij), tempat pengumbahan jeroan (panserijen), tempat penjemuran, tempat pengasapan dan tempat penggaraman bahanbahan yang berasal dari hewan, termasuk juga tempat penyamaan kulit (leer lolerij). j) Pabrik porselen dan tembikar, tempat pembuatan atau memproduksi batu merah (bata), genting, ubin dan tegel, tempat pembuatan/memproduksi barang dari gelas, tempat pembakaran kapur dan gipsi serta tempat pembasahan kapur, k) Tempat pencairan logam, tempat pengecoran, tempat penempahan logam, tempat pemipihan logam, tempat pertukangan kuningan dan blik serta pembuatan ketel, l) Tempat pennggilingan tras, kayu dan minyak, m) Tempat pembuatan kapal, tempat pembuatan barang dari batu dan penggergajian, tempat pembuatan penggilingan dan keretatempat pembuatan tong/drum dan tempat pertukangan kayu. n) Tempat penyewaan susu dan tempat perusahaan susu
xlvii
o) Tempat/lapangan tembak, p) Bangsal/tempat penggantungan/pengeringan tembakau, q) Pabrik tapioca r) Pabrik mengerkakan atau memproduksi bahan karet kejai, getah pecah atau bahan-bahan mengandung kejai s) Bangsal/tempat/gudang pembatikan,
kapok,
tempat
atau
perusahaan
t) Warung dalam bangunan tetap, begitupun tempat usaha lainnya yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan. (John Salindeho 1993 :14) Selain yang tersebut diatas, penolakan terhadap tempat usaha dapat terjadi karena berdasarkan Perda (Peraturan Daerah) yang berlaku resmi dan sah dari suatu daerah Kabupaten atau Kota, tempat atau lokasi yang dimohonkan ijin untuk pendirian tempat usaha (pabrik/bengkel/perusahaan) memang sudah ditutup atau dilarang. Lokasi dimaksud dapat berupa lingkungan dusun, Rukun Warga, Rukun Tetangga dan lebih luas dari itu mencakup suatu wilayah (wijk) tertentu. Pemerintah Daerah Otonom Tingkat II berwenang untuk melakukan/menetapkannya sesuai pelimpahan tercantum dalam Pasal 2 ayat (3) Ordonansi Gangguan. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Ordonansi Gangguan, tempat usaha yang dikualifikasi tidak memerlukan Ijin Tempat Usaha, yakni : a) Untuk mengadakan, mengusahakan dan memelihara Jalan Kereta Api dan tren serta pekerjaan umum (public utilities), b) Perusahaan yang terlingkung dalam Pasal 1 Fabrieken Ordonantie (Ordonansi Pabrik) S 1889-263 dan perusahaan yang dinyatakan berlakunya Ordonansi Pabrik tersebut.
xlviii
c) Tempat usaha yang terkena Petroleum Opslag Ordonantie (Ordonansi Tempat Penimbunan/penyimpanan minyak bumi) S. 1927-199, jelasnya tempat menyimpan minyak bumi dan atau cairan lainnya yang mudah menyala. Apabila isi Hinder ordonantie (HO) dikaji dan dihubungkan dengan kondisi dewasa ini, maka akan ditemui beberapa kelemahan. HO daya jangkaunya bersifat terbatas hanya pada lingkup RT, RW, atau kelurahan, karena jangkauan teritorialnya terbatas pada jarak 200 meter dari tempat usaha yang bersangkutan serta dalam batas Daerah Tingkat II Kabupaten atau Kota. Padahal dengan meningkatnya kemajuan teknologi akhir-akhir ini, variasi dan intensitas pencemaran lingkungan semakin meningkat. Pencemaran lingkungan baik dalam bentuk limbah cair, padat, gas, maupun radiasi dapat menyebar kemana-mana. Dengan kata lain pencemaran lingkungan tidak mengenal lagi batas wilayah. Di samping itu Daerah Tingkat II belum memiliki cukup tenaga ahli uang mampu menilai secara teknis instalasi yang bersifat rumit. Sebagaimana diketahui, bahwa dalam era teknologi canggih yang digunakan dalam teknologi sekarang ini, dibutuhkan para ahli dalam berbagai bidang yang memiliki kemampuan menilai dampak suatu instalasi yang canggih terhadap lingkungan. Oleh karena ruang lingkup HO hanya di daerah Tingkat II maka tidak dapat diharapkan masalah tersebut dapat diatasi hanya oleh tenaga ahli Daerah Tingkat II. Dalam pelaksanaan pembangunan dewasa ini pencemaran dapat terjadi dimana saja dan oleh sumber apa saja. Dilain pihak, HO hanya ditujukan kepada bahaya, kerusakan, atau gangguan yang timbul dari tempat usaha. Jadi sumber pencemaran selain pabrik tidak
xlix
terjangkau oleh HO, misalnya kendaraan bermotor, alat pemanas ruangan, dan lain-lain. Kelemahan lain adalah, bahwa HO merupakan ordonansi yang bersifat individual, artinya ditujukan kepada gangguan yang ditimbulkan oleh perusahaan secara mandiri dan tidak terhadap beban derita yang dibuat oleh pencemar secara kolektif. Akibatnya pada saat pertimbangan pemberian ijin, tidak diperhitungkan hubungan antara pencemaran dari perusahaan yang satu terhadap pencemaran perusahaan-perusahaan yang lainnya. HO mengandung ketentuan tentang persyaratan sarana dan hanya dalam hal-hal tertentu ada persyaratan tujuan. Padahal untuk industri
modern,
tidak
dapat
diterapkan
ketentuan
untuk
mencantumkan sarana yang dengan itu pencemaran ditanggulangi, tetapi tetap usaha itulah yang mempunyai tanggung jawab untuk membuat proses teknis sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai. Penutupan perusahaan sebagai sanksi dalam HO tidak fakultatif yang berarti harus juga diterapkan pada penyimpanganpenyimpangan kecil. Oleh karena itu tidak ada hubungan yang layak antara sarana paksa dan perbuatan yang dilakukan. Dengan adanya kelemahan dalam HO tersebut, maka pemerintah yang akan memberikan ijin dapat mengadakan syaratsyarat baru atau penambahan syarat-syarat baru jka diperlukan kepada pemohon ijin. Dengan menerapkan peraturan baru atau menerbitkan suatu keputusan yang menyangkut ijin HO. Pemberian Ijin Gangguan Hanya merupakan salah satu bentuk ijin yang diberlakukan oleh Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
l
Peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum dari pelaksanaan Ijin Gangguan di Kota Surakarta yaitu : a) Hinder Ordonantie Stbl. Tahun 1926 Nomor 26 yang telah diubah dan ditambah dengan Stbl Tahun 1940 Nomor 450; b) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; c) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 1983 tentang Pemberian Ijin Tempat Usaha; d) Peraturan Daerah Nomor Kota Surakarta 14 Tahun 1998 tentang Retribusi Ijin Gangguan; e) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 3-A Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Ijin Gangguan Tampat Usaha. Staatblad Tahun 1926-226 yang telah diubah menjadi Staatsblaad Tahun 1940-450 Tentang Hinder ordonantie (HO), pada dasarnya bertujuan untuk : a) Pengendalian gangguan lingkungan akibat suatu usaha atau kegiatan yang mencakup bahaya, gangguan dan atau kerugian. b) Memberikan
perlindungan
kepada
pengusaha
dan
warga
masyarakat sekitarnya. c) Sebagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan hidup. d) Sebagai upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. e) Sebagai pemasukan Pendapatan Asli Daerah. 3) Ijin mendirikan/merubah/mendirikan bangunan (IMB) Berdasarkan Perda No 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan, yang
dimaksud
dengan
Ijin
li
mendirikan/merubah/
mendirikan
bangunan
(IMB)
merupakan
ijin
yang
dikeluarkan
oleh
Walikotamadya Kepala Daerah guna : a) Melakukan pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian, termasuk menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut. b) Melakukan
pekerjaan
menggali
dan/
menambah
sebagian
bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan mengganti bagian bangunan tersebut meliputi : -
Merubah fungsi atau kegunaan
-
Merubah bentuk atau estetika
-
Merubah konstruksi
-
Merubah jaringan utilitas
c) Meniadakan sebagian atau seluruh bangunan ditinjau dari segi fungsi dan/ konstruksi. IMB sendiri berisi keterangan-keterangan antara lain tentang: (1)
Nama dan alamat pemegang
(2)
Jenis bangunan yang diijinkan
(3)
Peruntukan bangunan yang diijinkan
(4)
Letak persil bangunan yang diijinkan
(5)
Jangka waktu pekerjaan mendirikan/merubah/ merobohkan bangunan yang diijinkan keseluruhan atau bertahap.
Sedangkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak memerlukan IMB adalah :
lii
(1)
Mendirikan gedung
(2)
Memplester
(3)
Memperbaiki retak bangunan
(4)
Memperbaiki ubin bangunan
(5)
Memperbaiki daun pintu dan daun jendela
(6)
Memperbaiki penutup atap tanpa merubah rekonstruksi
(7)
Memperbaiki langit-langit tanpa merubah jaringan utilitas
(8)
Memperbaiki bangunan yang rusak karena bencana alam atau musibah, sepanjang tidak menyimpang dari IMB yang dimiliki.
f. Instrumen Hukum Keperdataan Melaksanakan kegiatannya pemerintah memiliki dua kedudukan hukum yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan sebagai wakil dari jabatan pemerintahan, sebagai wakil dari badan hukum, kedudukan pemerintah sama dengan orang atau badan hukum lainnya, tunduk kepada ketentuan-ketentuan hukum keperdataan pada umumnya. 3. Tinjauan Umum Tentang Telekomunikasi Landasan hukum penyelenggaraan pertelekomunikasian di Indonesia adalah Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UUT). Sedangkan yang dimaksud dengan telekomunikasi adalah setiap pemencaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, dan bunyi melalui sistem kawat optik radio atau sistem elektronik lainnya. a. Asas Penyelenggaraan Telekomunikasi Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada
diri
sendiri.
Dalam
liii
menyelenggarakan
telekomunikasi
memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika. 1) Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. 2) Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. 3) Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan memberikan
perlindungan
penyelenggara
hukum
telekomunikasi,
baik maupun
bagi
para
kepada
investor, pengguna
telekomunikasi. 4) Asas
kepercayaan
pada
diri
sendiri,
dilaksanakan
dengan
memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global. 5) Asas
kemitraan
mengandung
makna
bahwa
penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
liv
6) Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu
memperhatikan
faktor
keamanan
dalam
perencanaan,
pembangunan, dan pengoperasiannya. 7) Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan. b. Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi Telekomunikasi
diselenggarakan
dengan
tujuan
untuk
mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. c. Hak dan Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi dan Masyarakat Dalam
rangka
pembangunan,
pengoperasian,
dan
atau
pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah. Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau bangunan berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar. Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi dilaksanakan setelah mendapatkan
lv
persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara
telekomunikasi
dapat
memanfaatkan
atau
melintasi tanah dan atau bangunan milik perseorangan untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan di antara para pihak. Setiap pengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi, kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya. Setiap
penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
dan
atau
penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Kontribusi pelayanan universal tersebut berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip: 1) perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna; 2) peningkatan efisiensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan
lvi
3) pemenuhan standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana. Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna
telekomunikasi.
catatan/rekaman
pemakaian
telekomunikasi
wajib
Apabila jasa
pengguna
memerlukan
telekomunikasi,
penyelenggara
memberikannya.
Ketentuan
mengenai
pencatatan/perekaman pemakaian jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penyelenggara
jaringan
telekomunikasi
wajib
menjamin
kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan
kebutuhan
telekomunikasi.
Setiap
penyelenggara
telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang menyangkut : 1) keamanan negara; 2) keselamatan jiwa manusia dan harta benda; 3) bencana alam; 4) marabahaya, dan atau 5) wabah penyakit. Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Setiap juga orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi: 1) akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau 2) akses ke jasa telekomunikasi; dan atau 3) akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
lvii
d. Teknologi Seluler Teknologi seluler merupakan gabungan teknologi dari beberapa penemuan teknologi-teknologi sebelumnya. Antara lain dari penemuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1876, sedangkan radio oleh Nikolai Tesla (1880) yang kemudian pada tahun 1894 secara formal dikenalkan orang Italia bernama Guglielmo Marconi. Untuk memenuhi kebutuhan manusia berkomunikasi kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun, sistem telekomunikasi bergerak seluler diciptakan dan telah digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Ponsel bekerja dengan mengandalkan sinyal yang dipancarkan dari sebuah pemancar dengan frekuensi tertentu. Komunikasi/hubungan dapat terjadi dengan menggunakan media udara (air interface) dari hand phone ke BTS (Base Transceiver Station merupakan station pemancar dan penerima fisik nya berupa menara atau tower yang dilengkapi dengan peralatannya) , dari BTS kemudian diteruskan ke BSC sebagai induk dari BTS yang kemudian BSC meneruskan ke SSS (Switching Sub System yang terdiri dari : MSC, HLR, VLR, EIR dan AuC) untuk menentukan tujuan telpon kita ke arah mana: HP Ke HP, HP ke fix phone (telpon rumah), Interlokal, SLI dll. Telekomunikasi
bergerak
seluler
mempunyai
berbagai
perangkat/elemen yang mengerjakan seluruh proses yang diperlukan dalam komunikasi/hubungan. Seluruh perangkat dan elemen ini diatur oleh sistem sehingga membentuk jaringan, yang sebut sebagai network. Ada tiga teknologi umum yang digunakan oleh jaringan ponsel untuk memancarkan informasi:
lviii
1) Frequency Division Multiple Access (FDMA), bisa dianalogikan tentang stasiun radio, stasiun radio mengirimkan sinyalnya pada frekuensi yang berbeda pada kanal yang tersedia kepada tiap-tiap pengguna ponsel. FDMA digunakan sebagian besar untuk Transmisi analog. Saat untuk membawa informasi digital, FDMA sudah tidak efisien lagi 2) Time Division Muluple Access ( TDMA) Penggunaan saluran frekuensi menggunakan batasan waktu. Suara yang masuk kedalam saluran/kanal dikompresi kedalam format digital dan mempunyai ukuran yang kecil. Secara kapasitas TDMA mempunyai daya tampung menerima panggilan yang lebih luas dibanding mode1 analog pada FDMA. TDMA beroperasi pada frekwensi 800 MHz atau 1900 MHz. TDMA sama dengan GSM. Teknologi TDMA kadang disebut juga dengan Global System for Communication Mobile (GSM). GSM menggunakan enkripsi pada pemakaiannya sehingga lebih terjamin keamanannya. GSM beroperasi pada 900 - 1800 MHz. Pengguna GSM cukup menggunakan SIM (subscriber identification mobile). 3) Code Division Multiple Access ( CDMA) Sebuah ponsel mengirimkan data (voice) yang masuk kedalam saluran/kanal dan akan dipecah-pecah menjadi potongan yang kecilkecil dan masuk kedalam saluran frekuensi yang terpisah-pisah, kemudian paket data yang kecil tersebut akan disebarkan dengan kode yang unik dan hanya dapat diterima pada penerima yang mempunyai kesesuaian data yang akan diambil. Rancangan Jaringan GSM Jaringan GSM secara garis besarnya dibagi menjadi 3 sistem yaitu: 1) Switching Sub System (SSS).
lix
Bertugas mengatur komunikasi antar pelanggan GSM, mengatur komunikasi pelanggan GSM dengan jaringan lain, dan sebagai data base untuk manajemen mobilitas pelanggan. Berarti si SSS inilah yang mengatur hubungan telekomunikasi seluler antar pelanggan suatu operator dan dari/ke pelanggan operator lain, sekaligus mencatat posisi pelanggan, lokal atau roaming atau SLJJ, dls.
Kalau di jaringan
PSTN, SSS sering disebut sebagai Sentral Telepon, karena semua proses hubungan tercatat di sini. 2) Base Station System (BSS). Biasanya memiliki BSC yang bertugas mengendalikan mobile station/pelanggan yang berada dibawah wilayah cakupannya, dan menghubungkan mobile station dengan SSS. BSS merupakan bagian dari radio seluler dari jaringan GSM.
Dalam network GSM, radio
seluler merupakan elemen utama, karena komunikasi ditransmit melalui frekwensi radio. 3) Operation Maintenance System (OMS). Sedangkan Operation Mainetenance Center bertugas melakukan pengawasan performansi seluruh jaringan BSS dan SSS yang ada dibawah kendalinya, melakukan penanganan gangguan tingkat pertama, loading data base dan memberikan informasi gangguan dan performansi jaringan. 4) Base Station System (BSS) Base Station System (BSS) merupakan bagian dari sistem radio pada network GSM yang terdiri dari BSC, BTS dan TRAU. Ketiganya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
karena fungsi
mereka berbeda namun satu dengan lainnya saling mendukung. 5) Base Station Controller (BSC) BSC adalah bagian inti (intelligent/master) dari sistem BSS yang menghubungkan antara BTS dengan SSS (seluruh data base BTS dan
lx
TRAU ada pada BSC). Adapun fungsi utama dari BSC adalah data base seluruh network elemen BSS, penyambungan kanal trafik, memproses pensinyalan, pongontrolan daya, menangani fungsi-fungsi operasi dan maintenace serta monitoring system. 6) Base Transceiver Station (BTS) BTS dapat dilihat sebagai bagian dasar dalam jaringan BSS dan perlengkapan
hubungan
subscriber/pelanggan).
antara
BSC
dan
MS
(mobile
Fungsinya sebagai elemen network yang
berinteraksi langsung dengan mobile subscriber melalui radio interface (air interface). BTS terdiri dari Tx (transmite) dan Rx (Receive) yang menyediakan kanal pembicaraan. Seperti radio pada umumnya, radio interface di BTS memiliki daya pancar yang terbatas, dalam GSM sering dikenal dengan istilah wilayah cakupan atau radio service area. Cara kerja radio suatu BTS adalah membentuk dan mengatur sel trafik hubungan dan hand over (perpindahan MS dari satu BTS ke BTS lain) yang berada didalam wilayah cakupannya. 7) Transcoding Rate and Adaptions Unit (TRAU) TRAU adalah interface antara BSC dan SSS (MSC). Meskipun TRAU merupakan bagian dari BSS yang fungsinya untuk penghematan link transmisi. 4. Tinjauan Umum Tentang Base Transciever Station (BTS) Base Transciever Station (BTS) atau Radio Base Station (RBS) adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya beserta tower atau menara yang digunakan dalam rangka telekomunikasi. Menara telekomunkasi adalah seperangkat bangunan yang berfungsi sebagai kelengkapan perangkat telekomunikasi yang desain/bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan kelengkapan telekomunikasi.
lxi
Kemudian izin penempatan RBS adalah perizinan yang dikeluarkan sebagai dasar untuk pendirian dan pengoprasian RBS untuk keperluan telekomunikasi. Maksud dan Tujuan Pengaturan RBS Maksud pengaturan penempatan RBS di daerah adalah untuk menjaga kepentingan umum, memberikan arah penyelenggaraan telekomunikasi dengan tetap menjaga kehandalan daerah cakupan (coverage area) telekomunikasi sesua dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
lxii
B. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Bagan Pemikiran UU No. 32/2004 Ttg. Pemda
UU No. 36/1999 Ttg. Telkom
UU No. 23/1997 Ttg. Lingkungan
Pergub Jateng No 5/2005 Ttg. Pengaturan RBS Perda Surakarta No. 8/1988 Ttg. Bangunan
PEMKOT · PAD · Pembangunan Daerah · Kepastian Hukum
Permohonan Ijin Kebijakan Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud) Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng)
IJIN
Rekomendasi Dok. UKL & UPL (Kantor LH) HO Bukti Sosialisasi warga (ttd RT, Lurah & Camat)
lxiii
IMB
· · · ·
KENDALA Persetujuan masyarakat setempat sudah diperoleh, tetapi masih ada sebagian kecil pihak berkeras menolak tanpa alasan ilmiah yang jelas High cost Potensial konflik serupa di masa mendatang Dll. Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
2. Penjelasan Bagan Kerangka pemikiran ini merupakan uraian yang menjelaskan variabel-variabel penelitian dan hubungan antar variabel berdasarkan konsepsi rasional yang berisi asumsi-asumsi yang mengarah kepada jawaban sementara (hipotesis) yang dipilih. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada indikator utama yaitu peran pemerintah daerah dalam pemberian ijin pembangunan tower BTS/RBS di Kota Surakarta. Pemerintah Daerah memiliki kewajiban melaksanakan pembangunan di daerahnya sebagai bagian dari Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan adanya Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi daerahnya. Pembangunan Nasional dilaksanakan secara fisik maupun non fisik pada segala sektor, salah satunya yaitu Sektor Telekomunikasi. Guna menunjang kemajuan telekomunikasi, diperlukan adanya pembangunan infrastruktur baik fisik maupun non fisik di pusat dan daerah secara merata dengan mengikuti ketentuan tentang telekomunikasi yaitu Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999, disamping tanpa melupakan keamanan dan kelestarian
lxiv
lingkungan sebagaimana diatur oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan. Pembangunan Daerah tidak dapat dilaksanakan keseluruhan hanya oleh Pemerintah Daerah saja, begitupun tak terkecuali di Kota Surakarta. Karena berbagai keterbatasan termasuk diantaranya adalah biaya dan sumber daya manusia, maka diperlukan adanya peran serta pihak swasta melalui investasi. Salah satu bentuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi yaitu pendirian menara BTS/RBS. Hal ini diatur pula dalam Peraturan Gubernur Jateng Nomor 5 Tahun 2005, dan karena termasuk sebagai bentuk bangunan maka dalam pembangunan BTS/RBS ini tunduk pada Perda Bangunan Nomor 8 Tahun 1988. Mensikapi keinginan pihak swasta dalam berinvestasi di bidang telekomunikasi diawali dengan pembangunan infrastruktunya di daerah, Pemerintah
Kota
tetap
dituntut
selektif
dengan
membuat
banyak
pertimbangan dalam pemberian ijin. Pertimbangan-pertimbangan tersebut antara lain; pertama, kontribusi realistis kepada daerah dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD), kedua, perbaikan jaringan telekomunikasi daerah yang berkualitas dengan harga semakin terjangkau bagi masyarakat. Telekomunikasi murah dan berkualitas ini secara jangka panjang akan sangat bermanfaat, baik bagi perkembangan perekonomian maupun pendidikan. Ketiga, upaya menarik investasi pada pembangunan daerah harus diimbangi dengan adanya kepastian hukum yang menjamin hak-hak dari investor guna memperoleh keamanan dan kenyamanan berinvestasi, tanpa melupakan potensi dan kondisi ekosistem, sosial, kultural daerah setempat (corporate social responsibility concept). Pelaksana kewenangan menerima dan memeriksa permohonan ijin tersebut ada pada Kantor Unit Pelayanan Terpadu berdasarkan Perda Nomor 004 Tahun 1998. Proses untuk memperoleh ijin harus melalui prosedur dan
lxv
mekanisme tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan pemberian ijin tidak menutup kemungkinan timbulnya hambatan-hambatan. Untuk itu peran pemerintah disini dibutuhkan guna melakukan upaya-upaya sebagaimana mestinya dalam mengatasi hambatanhambatan yang timbul selama proses pemberian ijin dan pada pelaksanaan ijin tersebut.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek 1. Pengertian Tentang Kota Surakarta a. Gambaran Umum Kota Surakarta 1) Deskripsi Kota Surakarta Kota Surakarta merupakan sebuah kota tua dan salah satu pusat kebudayaan Jawa bekas ibukota Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dahulu didirikan oleh Sinuhun Pakubuwono (PB) II dengan memindahkan Keraton Kartosuro ke Desa Sala melalui Prosesi Agung Boyong Wukir pada tanggal 17 Februari 1745. Kota Surakarta atau kota Solo merupakan kota besar ke dua di Jawa Tengah setelah Kota Semarang yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang, Yogyakarta. Wilayah Kota Surakarta
lxvi
merupakan dataran rendah yang mana secara geografis, terletak ditengah wilayah eks Karesidenan Surakarta berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten Boyolali, sebeleh timur Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan dan barat dengan Kabupaten Sukoharjo. Letak Kota Surakarta
pada
jalur
strategis,
Bali-Surabaya-Solo-Yogyakarta-
Purwokerto-Jakarta, dan Sumatra, memiliki peluang besar dalam pengembangan bidang perdagangan, industri pengolahan, manufaktur, pariwisata, jasa dan pendidikan. 2) Visi dan Misi Kota Surakarta Visi dan Misi Kota Surakarta sebagai landasan pembangunan Kota Surakarta yang dilaksanankan oleh Pemerintah Kota Surakarta tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 Tahun 2001 Tentang Visi dan Misi Pemerintah Kota Surakarta, sebagai berikut : a) Visi Terwujudnya Kota Sala sebagai Kota Budaya yang bertumpu pada perdagangan, jasa, pendidikan, pariwisata, dan olahraga. b) Misi (1) Revitalisasi kemitraan dan partisipasi seluruh komponen masyarakat dalam semua bidang pembangunan serta perekatan kehidupan bermasyarakat dengan komitmen cinta kota yang berlandaskan pada nilai-nilai Sala Kota Budaya. (2) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan dalam penguasaan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni guna mewujudkan inovasi dan integritas masyarakat madani yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. (3) Mengembangkan seluruh kekuatan ekonomi daerah sebagi pemacu tumbuh dan berkembangnya ekonomi rakyat yang
lxvii
berdaya saing tinggi serta mendayagunakan potensi pariwisata dan teknologi terapan yang akrab lingkungan (4) Memberdayakan peran dan fungsi hukum pelaksanaan hak asasi manusia dan demokratisasi bagi seluruh elemen masyarakat utama para penyelenggara pemerintah. b. Kondisi Dan Potensi Kota Surakarta 1) Keadaan geografis Kota Surakarta terletak antara 110o 45’ 15” dan 110o 45’ 35” Bujur Timur dan antara 7o 36’ dan 7o 36’ Lintang Selatan, yang merupakan dataran rendah dengan ketinggian + 92m dari permukaan laut berbatasan sebelah utara dengan Kabupaten Boyolali, sebeleh timur Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan dan barat dengan Kabupaten Sukoharjo. 2) Sumber Daya Alam Luas
wilayah
Kota
Surakarta
mencapai
44,06
Km2
penggunaan lahan terbanyak sebagai perumahan/pemukiman sebesar 61,68%. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi industri dan perdagangan memakai tempat cukup besar yaitu berkisar antara 20%, pertanian (sawah/ladang/tegalan) kurang lebih 6%, prasarana umum dan lainlain sebesar 12% dari lahan yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut, maka potensi andalan Kota Surakarta ada pada perekonomian, perdagangan, jasa dan pariwisata. 3) Sumber Daya Manusia Pada akhir tahun 2006, jumlah penduduk Kota Surakarta mencapai sekitar 534.540 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 88,43; yang artinya bahwa pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 88 penduduk laki-laki. Kota Surakarta merupakan
lxviii
kota dengan penduduk cukup padat, pada tahun 2006 rata-rata mencapai 13.867 jiwa/Km2. Jumlah angkatan kerja sebanyak, 241.192 jiwa sisanya bukan angkatan kerja dan bukan usia kerja sebanyak 293.348 jiwa. Perkembangan jumlah tenaga kerja. Tingkat pendidikan menurut hasil SUSENAS 2006 ada sebanyak 0,57% penduduk usia 7-15 tahun yang putus sekolah. Sementara yang belum pernah bersekolah sebanyak 0% dari jumlah penduduk usia 7-15 tahun. 4) Wilayah Administrasi Luas wilayah Kota Surakarta mencapai 44,06 Km2 yang secara administratif terbagi dalam 5 kecamatan, yaitu : Kecamatan Laweyan, Serengen, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari serta 51 kelurahan dengan luas daerah dan kepadatan penduduk yang berbedabeda. Wilayah terluas yaitu Banjarsari (14,81 Km2) tersempit di kecamatan Serengan (3,19 Km2). Sedangkan kepadatan penduduk tertinggi pada tahun 2006 berada di Kecamatan Serengan yang mencapai 19.738 jiwa/Km2. 5) Budaya dan Pariwisata Sebagai pusat peradaban dan kebudayaan pada masa lalu, Kota Surakarta kaya akan peninggalan budaya Jawa diantaranya ; a) Sistem Reliji dan Kepercayaan. Salah satu kepercayaan orang Jawa melaksanakan laku prihatin sebagai sarana komunikasi dengan sang pencipta dalam rangka meraih keseimbangan dan keselarasan hidup. (contoh: leklekan). b) Adat Istiadat dan Tradisi
lxix
Merupakan
suatu
sistem
kebiasaan
yang
dahulu
dilaksanakan di kalangan keraton kemudian berkembang menjadi adat istiadat diluar keraton, bahkan sampai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. (Misal; Mitoni, Sepasaran bayi, Tedhak Siti, Supitan dll.) c) Bahasa (Jawa) Disamping sarana komunikasi, Bahasa Jawa memiliki tingkatan/undha usuking bahasa ( karma inggil, karma madya, ngoko) yang menunjukkan tingkat peradaban dan penghormatan terhadap orang lain secara proporsional, dari berbagai macam strata sosial. d) Kesenian Karya seni merupakan ekspresi seseorang dalam bentuk simbol visual, gerak dan suara maupun wujud fisik yang mengutamakan keindahan rasa. (contoh; seni tari, musik, pahat,ukir, bangunan, pewayangan dll) 6) Perekonomian Kota Surakarta sebagai kota jasa terlihat dari peran jasa yang mencapai lebih dari 90%. Pada sektor jasa selain pada perdagangan skala kecil yang menonjol adalah jasa publik, khususnya pendidikan, pelatihan dan pekerja sosial. Hal tersebut tersebut menunjukkan ketergantungan Kota Surakarta sendiri untuk menjadi penunjang kebutuhan daerah di sekitar Surakarta. Tabel 1 : Pertumbuhan Ekonomi 2000-2006 TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005
PERTUMBUHAN EKONOMI 4,15 % 3,93 % 5,12 % 6,46 % 4,37 % 5,15 %
lxx
2006
5,54 %
Sumber : www.surakarta.go.id Tabel 2 : Pendapatan Perkapita 2000-2006 TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
PENDAPATAN PERKAPITA Rp. 6.048.641; Rp. 6.747.553; Rp. 7.607.782; Rp. 8.543.485; Rp. 9.556.898; Rp. 10.467.470 Rp. 12.466.812
Sumber : www.surakarta.go.id
Tabel 3 : Perkembangan Nilai Investasi Tahun 2004-2006 TAHUN
PERUSAHAAN
2004
2 (PMDN) 14 2 (PMDN) 23 5 (PMDN) 36
2005 2006
NILAI INVESTASI ( Rp ) 26.000.000.000 23.192.436.382 26.000.000.000 42.934.975.732 22.804.000.000 250.556.991.393
Sumber : www.surakarta.go.id c. Strategi Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat 1) Pendekatan Sebagai
kota
budaya,
warga
Kota
Surakarta
selalu
menjunjung tinggi perilaku budaya mengutamakan tata nilai kehidupan yang adiluhung. Salah satu contoh tatalaku nilai adiluhung tersebut
adalah
sikap
Nguwongke
Wong,
artinya
seseorang
menempatkan orang lan pada posisi yang setara, atau menyikapi orang lain sebagai pihak yang penting. Falsafah ini digunakan juga dalam strategi
pembangunan
dan
pelayanan
publik.
Pembangunan
dilaksanakan dengan pola pembangunan partisipatif, sedangkan
lxxi
pelayanan publik termasuk perijinan, menerapkan pola pelayanan terpadu dengan mengedepankan pelayanan cepat, murah dan pasti. 2) Pembangunan Pertisipatif Pola pembangunan pertisipatif dilaksanakan melalui forum musyawarah yang diselenggarakan sendiri oleh masyarakat, fungsi pemerintah hanya memfasilitasi. Jenis dan tahapan musyawarah untuk agenda pembangunan adalah Musyawarah Kelurahan Membangun (Muskelbang), oleh masyarakat kelurahan, Musyawarah Kecamatan Membangun (Muscambang), dan Musyawarah Kota Membangun (Muskotbang). Forum musyawarah tersebut juga dilaksanakan guna penyusunan program-program jangka panjang, maupun menengah. 3) Pelayanan Publik Dilakukan oleh seluruh aparat pemerintah kota dari tingkat kelurahan sampai dengan kota dengan prinsip cepat, tepat, murah, dan pasti.
Pelayanan
publik
ini
meliputi
perijinan,
administrasi
kependudukan dan pelayanan lainnya. 4) Kerjasama Antar Daerah Dengan adanya kelebihan dan kelemahan masing-masing daerah kota/kabupaten di sekitarnya, dilakukan kerjasama antar daerah sebagai upaya mensinergikan potensi daerah terutama wilayah Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. (SUBOSUKAWANASRATEN) dan dengan daerah lainnya. 5) Kebijakan Pembangunan Kota Surakarta memiliki rencana Strategis Daerah Tahun 2003-2008 ( Perda No. 16 Tahun 2003). Beberapa kebijakan penting dari bidang pembangunan Kota Surakarta yang ditegaskan dalam Rencana Strategis Daerah antara lain :
lxxii
a) Bidang hukum b) Bidang administrasi umum pemerintahan c) Bidang politik d) Bidang keamanan dan perlindungan masyarakat e) Bidang agama f) Bidang pendidikan
2. Peran Pemerintah Daerah Kota Surakarta Dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah a. Arahan
kebijakan
Pemerintah
Daerah
pada
pelaksanaan
Pembangunan Daerah JJ. Rousseu dalam bukunya Contract Social, berpendapat bahwa negara dibentuk berdasarkan kontrak sosial dimana tiap orang melepaskan dan menyerahkan haknya kepada kesatuannya yaitu masyarakat (dalam arti luasnya yaitu negara). Kedaulatan tertinggi adalah kemauan umum, maka posisi pemerintah disini adalah melaksanakan kemauan umum. Menurut Savornin Lohman Konstitusi dipandang sebagai perwujudan kontrak sosial, sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan sebagai dasar mengatur Negara. (S. Haryono, SH. Dkk : 2000 : 50, 104) Berdasarkan dua teori tersebut seperti kita ketahui bahwa konstitusi kita adalah UUD 1945 yang juga memuat tujuan negara. Pada tataran daerah konstitusi tersebut dilaksanakan dalam bentuk peraturan daerah begitupun Pelaksanaan pemerintahan diatribusikan kepada pemerintah daerah. Pemerintah Daerah merupakan pada hakikatnya merupakan bagian dari Pemerintah yang mana bertugas melaksanakan kepentingan umum/tujuan bersama. Guna mewujudkannya pemerintah menggunakan sejumlah instrumen fisik berupa infrastruktur, dan sebagainya serta instrumen non fisik berupa perangkat-perangkat hukum. Tujuan dari
lxxiii
Pemerintah Pusat adalah melaksanakan tujuan yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945, kemudian berdasarkan hal tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah Kota Surakarta menginterpretasikannya dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kota Surakarta yang disusun sesuai karakteristik Kota Surakarta meliputi keadaan konkrit mengenai kependudukan, potensi, sumber daya, perekonomian, budaya dan lain-lain. Jadi disinilah inti yang mendasari dalam pembuatan arahan kebijakan Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Kebijakan dilaksanakan dengan berbagai macam instrumen hukum, diantaranya adalah Peraturan Perundang-undangan (Perda di tingkat daerah), Ketetapan Tata Usaha Negara, Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencana, Perijinan, Instrumen Hukum Keperdataan dan lain-lain. b. Syarat dalam perencanaan kebijakan pembangunan Pemerintah Daerah Dalam rangka mendorong terintegrasinya permasalahan sosial pada pembuatan kebijakan pembangunan daerah atau kota diperlukan dukungan beberapa hal pertama, kekuatan kehendak politik (political will) yang mengakomodasi kepentingan sosial, Kedua, penguatan partisipasi publik secara lebih luas dan partisipatif. Ketiga, kemampuan pemerintah untuk dapat responsif, mampu merumuskan dan menjalankan dengan mendasarkan pada asas pemerintahan yang baik (good governance). Menurut Guritno Soerjodibroto (2005:336), dalam merumuskan kebijakan pembangunan kota terdapat model yang dikenal City Development
Strategy
(CDS),
didalamnya
terdapat
mekanisme
pengambilan kebijakan yang bercirikan, pertama adanya pelibatan secara aktif dan efektif stake holders kota yang difasilitasi oleh tim kerja stake holders (TKS), kedua, eksploitasi secara optimal melalui berbagai media
lxxiv
dalam upaya deseminasi informasi dan lebih mengenalkan ke masyarakat terkait dengan program City Development Strategy (CDS), dan hasilhasilnya. Ketiga, pemberdayaan stake holders melalui peningkatan kapasitas dan pengadaan mekanisme pengambilan keputusan yang sepenuhnya dilakukan oleh mereka sendiri. Kegiatan
pelaksanaan
City
Development
Strategy
(CDS)
meliputi, pertama, perumusan profil kota sebagai referensi untuk mengangkat dan menetapkan isu-isu kota yang dianggap prioritas untuk ditangani, yang kemudian disepakati bersama dalam satu mekanisme publik. Kedua, rumusan visi, yang berupa pembangunan kota ataupun visi penanganan isu-isu penting yang diprioritaskan. Ketiga, rumusan misi, sebagai upaya untuk mendistribusikan beban tugas ke pihak-pihak yang berkompeten.
Keempat,
rumusan
strategi,
yang
disusun melalui
mekanisme SWOT dengan kapasitas dan kesepakatan bersama. Kelima, rumusan program disusun melalui upaya elaborasi dan perumusan strategi dengan mengenali unsur-unsur pokoknya. (Dr. I Gusti Ayu KRH, SH.,MM., Waluyo, SH.M.si. : 2007 : 31-32)
c. Peranan Pemerintah Daerah dalam pembangunan menara BTS/RBS Peran strategis yang dapat dilakuka oleh Pemerintah Daerah adalah daerah berperan sebagai entrepreneur, koordinator, fasilitator, dan stimulator (Badrul Munir, 2002 : 2007-2008). Peran pemerintah sebagai entrepreneur, memiliki konsekwensi untuk bertanggung jawab melaksanakan usaha sendiri mengelola sumber daya ekonomi. Caranya adalah dengan memberdayakan aset-aset dan sumber daya ekonomi yang potensial di daerah sehingga dapat
lxxv
memberikan
manfaat
kepada
masyarakat.
Sebagai
koordinator,
Pemerintah daerah harus mampu mengkoordinir semua komponen masyarakat untuk mengambil bagian dalam pembangunan, menetapkan kebijakan atau strategi-strategi pembangunan, dan mengelola disharmoni sosial. Pemerintah Daerah mengarahkan dan memotivasi pelaksanaan pembangunan sesuai orientasi dan menghilangkan kerancuan yang bersifat stagnan dalam mencapai tujuan secara sinergis. Sedangkan sebagai fasilitator pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal, yaitu berkaitan dengan perilaku masyarakat dan birokrasi. Antara kinerja birokrasi dan pelayanan publik harus mewujudkan mekanisme yang lebih efektif, efisien dan terkendali. Sebagai stimulator, pemerintah daerah harus dapat menciptakan dan mengembangkan usaha melalui kebijaksanaan khusus yang dapat menarik investor menanamkan modal di daerah, sekaligus menjaga iklim usaha yang kondusif. Kebijaksanaan khusus yang dimaksud adalah menstimulasi strategi pengembangan budaya lokal, responsif, dan adaptif terhadap isuisu strategis yang muncul. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan upaya tetap menjaga sensitifitas pemerintah daerah. Kemudian peran organisator organ
Pemerintah
Daerah
dituntut
mampu
mengendalikan
pola
komunikasi yang lengkap dan hubungan-hubungan lain dalam suatu komunitas. Salah satu bagian dari aktivitas masyarakat (khusus bagi penyedia jaringan telekomunikasi seluler) yang memerlukan intervensi pemerintah dalam pengaturannya dalam pembangunan menara BTS/RBS. (Dr. I Gusti Ayu KRH, SH.,MM., Waluyo, SH.M.si. : 2007 : 42-43) 3. Pengertian Mengenai Kantor Unit Pelayanan Terpadu (UPT) a. Pengertian Kantor UPT Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta dibentuk pada tanggal 8 September 1998 dengan Keputusan Walikotamadya KDH
lxxvi
Tingkat II Surakarta No. 004 Tahun 1998 tentang pembentukan organisasi dan Tata kerja Unit Pelayanan Terpadu Kodya Dati II Surakarta. Dahulu UPT hanya berupa loket-loket peyanan perijinan dan tidak memiliki kewenangan penandatanganan ijin sehingga proses masih dilaksanakan oleh Unit Teknis. Maksud dan tujuan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu adalah untuk mendorong prakarsa masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah. Sedangkan maksud lainnya meningkatkan daya guna dan kelancaran pelayanan umum yang dilakukan oleh Aparatur Negara di daerah. Kantor Unit Pelayanan Terpadu merupakan unsur penunjang pemerintahan di bidang pelayanan perijinan yang menerapkan sistem one stop services untuk berbagai macam jenis perijinan. Kantor Unit Pelayanan Terpadu dipimpin oleh seorang Koordinator yang dalam melaksanakan tugas berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Walikota lewat Sekretaris Daerah. Dalam melaksanakan tugas melayani masyarakat umum dibidang perijinan, Kantor UPT memiliki Fungsi : 1) Penerimaan
berkas-berkas
pengajuan
perijinan,
memproses,
mengumumkan. 2) Penyelenggaraan kerjasama dengan instansi terkait dalam memproses perijinan. Susunan organisasi Kantor Unit Pelayanan Terpadu terdiri dari 1) Koordinator Mempunyai tugas menyusun program dan rencana kegiatan, mengkoordinasikan tatalaksana pelayanan umum, ketatausahaan dan melaksanakan pengawasan terhadap petugas pelayanan umum
lxxvii
2) Sub Bagian Tata Usaha Bertugas menyiapkan bahan penyusunan program dan rencana kegiatan pengelolaan informasi, pengelolaan administrasi keuangan dan penyusunan surat menyurat, rumahtangga dan perlengkapan. 3) Seksi Pelayanan Bertugas menyiapkan bahan rencana kegiatan pelayanan, pengelolaan pelayanan, pengelolaan pelayanan, mengkoordinir terhadap petugas pelayanan umum. 4) Staf Administrasi/Petugas Pelayanan Umum Adalah Pegawai negeri Sipil yang diberi tugas oleh pimpinan satuan organisasi/unit kerja untuk memberikan pelayanan administrasi sesuai dengan bidang tugas satuan organisasi/unit kerja yang bersangkutan. Adapun uraian tugas dari masing-masing jabatan struktural, diatur dalam SK Walikota Nomor 004 Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Bagan Organisasi UPT
KOORDINATOR UPT
SUB BAGIAN TATA USAHA
SEKSI PELAYANAN lxxviii
Gambar 3 : Bagan Organisasi UPT
b. Dasar Hukum UPT Dasar hukum dibentuknya Kantur Unit Pelayanan Terpadu antara lain yaitu : 1) Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 004 Tahun 1998 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. 2) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 065/187/1/2005 tentang Tata Laksana Pelayanan Perijinan pada Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta. 3) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 006/188/1/2005 tentang Tim Pertimbangan Perijinan UPT Kota Surakrata. 4) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 tantang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator UPT Kota Surakarta sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Nomor 2 Tahun 2007 tantang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Kepada Koordinator UPT Kota Surakarta c. Tugas dan Kewajiban Kantor UPT Sebagai salah satu unsur penunjang Pemerintahan Daerah, Kantor Unit Pelayanan Terpadu mempunyai kedudukan sebagai instansi pemroses dalam pemberian berbagai macam jenis perijinan. Adapun tugas dan kewajiban pokok Kantor Unit Pelayanan Terpadu adalah melayani
lxxix
masyarakat umum di bidang perijinan di lingkungan Pemerintah Daerah. Jenis perijinan yang dilayani di Kantor Unit Pelayanan Terpadu diantaranya : 1) Ijin Mendirian/Merubah/Merobohkan Bangunan (IMB) 2) Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) 3) Advice Planning (AP) 4) Ijin Lokasi 5) Rekomendasi Lokasi 6) Ijin Usaha Perdagangan (IUP) 7) Ijin Usaha Industri (IUI) 8) Tanda Daftar Gudang (TDG) 9) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 10) Ijin Gangguan Tempat Usaha (HO) 11) Ijin Pemasangan Reklame 12) Ijin Jasa Biro Perjalanan Wisata 13) Ijin Jasa Pemandu Wisata 14) Ijin Jasa Impresariat 15) Ijin Jasa Informasi Pariwisata 16) Ijin Jasa Konvensi 17) Ijin Hotel 18) Ijin Pondok Wisata 19) Ijin Restoran 20) Ijin Rumah Makan 21) Ijin Gedung Pertemuan Umum
Sedangkan bentuk kewajiban sendiri antara lain : 1) Menyiapkan formulir permohonan dan blangko-blangko sebagai kelengkapan permohonan ijin untuk diisi oleh pemohon.
lxxx
2) Meneliti kelengkapan-kelengkapan persyaratan untuk memperoleh ijin. 3) Mengkoordinasi Tim dari instansi terkait dalam rangka meninjau substansi, ataupun lokasi obyek yang dimohonkan ijin. 4) Meneliti dan menindak lanjuti Berita Acara Peninjauan lokasi usaha yang berisi saran/pertimbangan yang kemudian diteruskan kepada pemohon. 5) Membuat dan memproses surat-surat ketetapan sesuai dengan fungsi dan waktunya. 6) Membuat pengumuman secara tertulis kepada pihak-pihak yang bersangkutan. 7) Menyusun konsep Keputusan Walikota tentang suatu permohonan ijin berdasarkan ketentuan berlaku atau surat penolakan dari Walikota. Dalam upaya pelaksanaan pemberian ijin, melibatkan pula instansi-instansi lain yang terkait disamping Kantor Unit Pelayanan Terpadu Sendiri untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan yang terdiri dari : 1) Dinas Tata Kota, mempunyai tugas melakukan penelitian terhadap tata letak dan lokasi tempat usaha yang dimohonkan apakah sudah sesuai dengan land use pada RUTK dan memberikan saran dan persyaratannya. 2) Kantor Lingkungan Hidup, bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan baik ekosistem ataupun non ekosistem termasuk melakukan pemantauan dan pemulihan kondisi lingkungan pada wilayah tempat pembangunan atau usaha. 3) Bagian Hukum dan HAM, mempunyai tugas melakukan penelitian terhadap semua persyaratan secara yuridis, apakah tidak bertentangan
lxxxi
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memberikan saran sebagai persyaratannya. 4) Dinas Perindustrian Perdagangan dan penanaman modal, mempunyai tugas melakukan penelitian terhadap penggolongan usaha dan jenis/perusahaan baik yang menggunakan fasilitas penanaman modal dalam
negeri
dan
atau
penanaman
modal
asing
dan/tanpa
menggunakan fasilitas serta semua jenis usaha yang menimbulkan gangguan. 5) Dinas Tenaga Kerja, melakukan tugas untuk melakukan penelitian terhadap penggunaan peralatan-peralatan kerja mesin, gas beracun, tenaga uap/listrik tegangan tinggi, roda tinggi terbuka dan sebagainya yang bersifat membahayakan dan memberikan saran sebagai persyaratannya. 6) Dll. Mekanisme kerja dari Tim tersebut dikoordinasikan oleh Kantor Unit Pelayanan Terpadu. Kemudian pihak atau instansi lain yang dilibatkan secara khusus dalam pemberian rekomendasi pendirian bangunan antara lain : 1. Dinas Perhubungan Jawa Tengah, sebagai pihak yang ikut memberi pertimbangan mengenai kelayakan ketinggian bangunan, apakah keberadaannya nanti aman dan tidak menggangu keberadaan transportasi khususnya transportasi udara di Jawa Tengah. 2. Lanud Adisumarmo, sebagai pihak yang ikut memberi pertimbangan apakah ketinggian bangunan tidak mengganggu dan aman bagi penerbangan di lintasan Bandara Adi Sumarmo mengingat wilayah Kota Surakarta berdekatan dengan Bandara Adisumarmo.
lxxxii
3. dll.
B. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Pendirian Menara BTS/RBS di Kota Surakarta 1. Keberadaan BTS/RBS di Kota Surakarta Berdasarkan data yang diperoleh peneliti di wilayah Kota Surakarta sampai dengan 31 Juli 2007 telah terdapat 29 (duapuluh sembilan) buah BTS yang telah memiliki ijin HO dari Pemerintah Kota Surakarta. Keberadaan tower tersebut disajikan pada tabel berikut Tabel 4 : Data BTS/RBS di Surakarta Tgl. No
Permohonan
Nama Perusahaan
Lokasi BTS (KelurahanKecamatan)
Tgl. SK
1
18-01-2007
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Banyuanyar-Banjarsari
8/2/2007
2
28-11-2006
PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR PT. TELKOMSEL
Nusukan Banjarsari
1/3/2007
3
31-07-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Nusukan BAnjarsari
23/09/200 6
4
29-08-2006
PT. TOWER BERSAMA
Gilingan Banjarsari
31/08/200 6
5
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Nusukan Banjarsari
11/10/200 6
6
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kadipiro Banjarsari
14/03/200 7
7
23-02-2007
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kadipiro Banjarsari
7/6/2007
8
30-06-2007
PT. BAKRIE TELECOM Tbk.
Kadipiro Banjarsari
7/6/2007
lxxxiii
9
15-01-2007
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Jebres Jebres
24/01/200 7
10
23-01-2007
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Jebres Jebres
8/2/2007
11
31-07-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Mojosongo Jebres
29/08/200 7
12
8/8/2006
PT. EXCELCOMINDO
Sewu Jebres
21/09/200 6
13
29-08-2006
PT. TOWER BERSAMA
Mojosongo Jebres
31/08/200 6
14
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Sewu Jebres
11/10/200 6
15
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Jebres Jebres
12/10/200 6
16
4/10/2006
PT. MOBILE-8 TELECOM
Sudiroprajan Jebres
13/20/200 6
17
24-11-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Sudiroprajan Jebres
8/12/2006
18
2/3/2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Pucangsawit Jebres
26/03/200 7
19
23-12-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Purwosari Laweyan
10/1/2007
20
29-08-2006
PT. TOWER BERSAMA
Jajar Laweyan
31/08/200 7
21
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Karangasem Laweyan
11/10/200 6
22
18-10-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kerten Laweyan
23/11/200 6
23
24-11-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Sriwedari Laweyan
12/1/2007
lxxxiv
24
28-12-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kauman Pasar Kliwon
12/1/2007
25
22-09-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Pasar Kliwon Pasar Kliwon
11/10/200 6
26
14-06-2007
PT. DIAN SWASTATIKA SENTOSA
Kedunglumbu Pasar Kliwon
20/06/200 7
27
5/10/2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kemlayan Serengan
10/10/200 6
28
18-12-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Kratonan Serengan
30/12/200 6
29
19-12-2006
PT. HUTCHISON CP TELECOMMUNICATIONS
Joyontakan Serengan
3/3/2007
Sumber : UPT Surakarta 31 Juli 2007
lxxxv
2. Prosedur Perijinan Menara BTS/RBT di UPT Prosedur perijinan pendirian menara BTS/RBS secara umum di UPT dijelaskan sesuai dengan gambar
PERSYARATAN KHUSUS
PERSYARATAN UMUM
Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud) Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng) Rekomendasi Dok. UKL & UPL (Kantor LH) Bukti Sosialisasi warga (ttd RT, Lurah & Camat)
+
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Isi Formulir Ijin FC. KTP FC. NPWP FC. Akte Pendirian FC. Sertifikat FC. PBB Gambar Desain Struktur 8. Perhitungan Struktur 9. Rencana Anggaran Bangunan (RAB)
PROSES Rekomendasi Tehnis Dari DTK
SKRD Permohonan bayar
PENERBITAN SK OLEH KOORDINATOR UPT lxxxvi
Gambar 4 : Alur permohonan ijin menara BTS/RBS
Secara umum/garis besar prosedur perijinan ini terdiri dari tiga tahap antara lain : a. Pemenuhan kelengkapan persyaratan yang terdiri dari 1) Syarat Umum a) Isi Formulir ijin yang disediakan di Kantor UPT b) Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon c) Fotocopy NPWP terakhir perusahaan d) Fotocopy Pendirian Perusahaan e) Fotocopy Sertifikat tanah f) Fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) g) Gambar Desain Struktur h) Perhitungan Struktur i) Rencana Anggaran Bangunan (RAB) 2) Syarat Khusus a) Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud) Mengingat Kota Surakarta yang terletak berdekatan dengan kawasan Bandara Adisoemarmo, maka maka rencana pendirian bangunan khususnya bangunan bertingkat atau menara komunikasi Harus dikoordinasikan dengan Komandan Lanud Adisoemarmo apakah ketinggian bangunan tersebut aman bagi penerbangan dari dan ke Lanud Adisoemarmo.
lxxxvii
b) Rekomendasi Ketinggian (Dishub Jateng) Koordinasi
untuk
menentukan
ketinggian
bangunan
yang
direncanakan, supaya tidak menggangu jalur penerbangan pesawat udara. c) Rekomendasi Dokumen UKL & UPL (Kantor Lingkungan Hidup) Upaya
Pengelolaan
pembangunan
tidak
Lingkungan menimbulkan
(UKL) dampak
dilakukan
agar
negatif
atau
menurunkan kualitas lingkungan (abiotik, biotik, eksosbud, kesmas). Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dilaksanakan untuk memantau kondisi daerah yang kemungkinan terkena dampak. d) Bukti Sosialisasi Warga Dilaksanakan sebagai prasyarat diterbitkannya ijin gangguan/HO, yaitu harus ada persetujuan penerimaan dari masyarakat sekeliling tempat pembangunan yang diwujudkan tertulis pada surat pernyataan dengan tandatangan dari warga dan aparat RT, RW, Lurah dan Camat setempat. b. Pemrosesan Perijinan Pemrosesan perijinan dilaksanakan oleh tim yang dikoordinasi oleh UPT yang mana terdiri dari UPT sendiri dan perwakilan dari lembaga Pemerintah Kota lainnya yang berwenang. c. Penerbitan SKRD Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), diterbitkan manakala segala kelengkapan telah dipenuhi dan segala pemeriksaan selesai. Besarnya SKRD total dihitung dari akumulasi jenis perijinan yang harus dipenuhi antara lain AP, IMB, IPB, HO, TDP, dan SIUP, berdasarkan Perda yang mengatur masing-masing. Setelah memperoleh SKRD maka harus segera
lxxxviii
dilakukan pembayaran pajak dan retribusi ke Kantor Keuangan Daerah sebagaimana nilai yang tercantum. d. Penerbitan Surat Keputusan oleh Walikota Setelah dilaksanakan pembayaran SKRD maka Kantor UPT selanjutnya menerbitkan ijin dengan Keputusan Walikota Surakarta. Dalam pelaksanaan permohonan ijin menara ini, terdapat beberapa jenis ijin yang bersangkutan yang harus dipenuhi diantaranya Advice Planning (AP), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Penggunaan Bangunan (IPB), Ijin Gangguan (HO), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Keseluruhan jenis perijinan yang diperlukan untuk dipenuhi di Kantor Unit Pelayanan Terpadu tersebut apabila disusun berurutan menurut tahapan, dan jenisnya meliputi : a. Advice Planning (AP) Merupakan usulan berkaitan dengan rencana pembangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah melalui Unit Pelayanan Terpadu berdasarkan penelitian Dinas Tata Kota setelah melihat rencana lokasi dan disain bangunan pemohon sebagaimana ketentuan Perda dan RUTK yang berlaku. Dasar dari pelaksanaan AP yaitu Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993–2013 b. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Ijin Mendirikan Bangunan adalah ijin mendirikan atau merubah atau merobohkan bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota Surakarta. Tujuan Pengaturan Bangunan
lxxxix
1) Mewujudkan bangunan gedung dan bangunan-bangunan yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung dan bangunanbangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya; 2) Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung dan bangunanbangunan yang menjamin keandalan teknis bangunan dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan; 3) Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan bangunan-bangunan. Fungsional sesuai tata bangunan gedung yang serasi & selaras dengan lingkungan Dasar pelaksanaannya adalah : 1) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta ; 2) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 6 Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta ; 3) Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993–2013 ; 4) Peraturan Daerah Kotamadya Dati II Surakarta Nomor 9 Tahun 1999 tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta Dalam pertimbangan IMB harus disesuaikan dengan : 1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta. 2) Rencana Rinci Tata Ruang Kota / Bagian Kota Surakarta. 3) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk lokasi yang bersangkutan;
xc
c. Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) Ijin Penggunaan Bangunan adalah ijin penggunaan bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota Surakarta. Ijin Penggunaan Bangunan tidak diberlakukan bagi bangunan tempat tinggal. Dasar pelaksanaannya adalah : 1) Undang - undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan. 3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 1991 tentang Bangunan Bertingkat. d. Ijin Gangguan (HO) Ijin Gangguan adalah ijin tempat usaha orang pribadi / Badan Hukum dilokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan dan kerugian. Dasar pelaksanaannya adalah : 1) Undang-Undang Gangguan (Hinder Ordonantie) STBL Nomor 450 Tahun 1940. 2) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 tahun 1983 Tentang Pemberian Ijin Tempat Usaha. 3) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 tahun 1988 Tentang Bangunan. 4) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 tahun 1993 Tentang RUTRK. 5) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 tahun 1998 Tentang Retribusi Ijin Gangguan. 6) Keputusan Walikota Surakarta Nomor 3 tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Ijin Gangguan Tempat Usaha.
xci
e. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan UU - WPD dan atau peraturan – peraturan pelaksanaannya, dan atau memuat hal – hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari Kantor Pendaftaran Perusahaan. Tanda Daftar Perusahaan adalah tanda daftar yang diberikan oleh Kantor Pendaftaran Perusahaan kepada perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya untuk selanjutnya disebut TDP. Tujuan dari pembuatan TDP adalah : 1) Mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu Perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan. 2) Terlindunginya perusahaan – perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka. 3) Terbinanya dunia usaha dan perusahaan. 4) Menjadi sumber dan pengamanan Pendapatan Negara. 5) Terciptanya iklim usaha yang sehat dan tertib. f. Ijin Usaha Perdagangan (IUP) Ijin Usaha Perdagangan (IUP) adalah ijin usaha yang wajib dimiliki oleh setiap usaha perdagangan di daerah. Surat ijin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat ijin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan. Setiap orang atau Badan Pemegang IUP hanya dapat menjalankan kegiatan usahanya sesuai dengan yang tercantum dalam IUP yang dimiliki. Dasar pelaksanaannya adalah :
xcii
1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54, Tambahan Lembaran Negara No. 3952); 3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 789/MPP/Kep/3/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal (PSPM) Bidang Perindustrian dan Perdagangan; 4) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 289/MPP/Kep/10/2001
tentang
Ketentuan-ketentuan
standar
Pemberian Surat Ijin Usaha Perdagangan;
PERMOHONAN IJIN DTK
AP
IMB
Disperindag
IPB
HO
TDP & SIUP
UPT Rekomendasi Ketinggian (Komandan Lanud & Dishub Jateng) KLH
UPL & UKL
Sosialisasi warga, Dengan bukti ttd., RT, Lurah, Camat xciii
SKRD
Kantor Keuangan Daerah
IJIN LENGKAP
Gambar 5 : Tahapan pemrosesan beberapa jenis perijinan dalam pendirian menara BTS/RBS
Bagan tersebut menjelaskan secara umum perkiraan teknis jalannya tahapan pemrosesan perijinan menurut waktunya yaitu AP, IMB, IPB, HO, TDP dan SIUP. Kebutuhan syarat khusus pada masing-masing tahap, dan institusi yang berwenang dalam memeriksa dan memberikan rekomendasi kepada Kantor UPT misalnya Dinas Tata Kota pada pemrosesan AP, IMB dan IPB, Kantor Lingkungan Hidup pada pemrosesan ijin HO, Disperindag pada pemrosesan TDP dan SIUP. Yang menjadi catatan penting disini ialah bahwa meskipun syarat umumnya seperti disampaikan diatas terpadu/merupakan kombinasi persyaratan dari masing-masing tahapan perijinan namun pada dasarnya keseluruhan jenis perijinan adalah terpisah yang konsekuensinya dapat dilaksanakan satu demi satu. 3. Pelaksanaan Prosedur Perijinan Oleh Pelaku Usaha Telekomunikasi a. Mekanisme standar dalam proyek pembangunan BTS/RBS Operator
penyedia
jasa
telekomunikasi
dalam
rangka
pembangunan infrastruktur termasuk diantaranya pembangunan menara BTS/RBS biasa menunjuk vendor untuk melaksanakannya. Kemudian pada pelaksanaan pembangunan terdapat Standart Procedure sebagaimana dimiliki di PT. Siemens Indonesia ataupun perusahaan-perusahaan vendor penyedia jasa pembangunan infrastruktur telekomunikasi pada umumnya adalah sebagai berikut :
xciv
1) Radio Network Planning (RNP) Merupakan bagian yang bertugas membuat rencana pembangunan infrastruktur telekomunikasi berdasarkan permintaan dari klien operator telekomunikasi yang bersangkutan. Secara umum perencanaannya meliputi a. Penentuan lokasi pembangunan menara BTS baru yang dapat tersistematis dari segi jaringan, dan coverage/ jangkauan secara efektif dan maksimal secara tepat dengan Global Positioning System (GPS). b. Penentuan spesifikasi BTS yang diperlukan, misalnya dari ketinggian menara, kemiringan sudut BTS, kebutuhan device/peralatan dll. 2) Trans Network Planning (TNP) Bertugas melaksanakan studi lapangan pendahuluan secara cermat guna menyempurnakan program perencanaan berdasarkan konsep dari RNP. Misalnya melakukan peninjauan langsung guna menentukan bagaimana kondisi riil di sekitar wilayah lokasi rencana sebenarnya guna menyusun tambahan perencanaan teknis. 3) Site Acquisition and Controlling (SITAC) Survey Lokasi lanjutan, yaitu mencari menentukan lokasi yang bisa digunakan, dan memungkinkan untuk dilakukan pembeasan lahan.Contract with Landlord, yaitu melaksanakan kesepakatan/kontrak penggunaan lahan dengan pemilik lahan baik dalam bentuk jual beli atau sewa agar dapat dibangun menara BTS pada lokasi tersebut. Melaksanakan
Community
Permit
yaitu
mempersiapkan
dan
melaksanakan segala bentuk prosedur perijinan yang berhubungan dengan Pemerintah Daerah sampai pada sosialisasi dan penerimaan warga di lokasi yang direncanakan akan dilaksanakan pembangunan. 4) Legal Divition
xcv
Bertugas memeriksa kelengkapan dan keabsahan segala jenis berkas kontrak ataupun Keputusan Perijinan berkaitan dengan community permit dan kontrak penggunaan lahan antara perusahan dan pemilik tanah. Setelah segalanya dirasa cukup, kemudian melaporkan status Ready for Construction (RFC) yang artinya bahwa konstruksi atau pembangunan telah siap dan aman untuk dilaksanakan. 5) Civil Mechanical Electronical (CME) Bertugas melaksanakan kontruksi atau pembangunan menara BTS/RBS, meliputi pembangunan teknis fisik menara dan intalasi listrik. CME hanya bekerja setelah adanya RFC. Setelah pembangunan selesai dan instalasi listrik siap, maka CME melaporkan status Implementation (RFI)
Ready for
yang artinya menara sudah siap untuk
dilaksanakan pemasangan dan instalasi perangkat BTS. 6) Implementation Divition Bertugas melaksanakan pemasangan dan instalasi perangkat BTS pada menara. Pengerjaan dilaksanakan setelah adanya RFI. Instalasi sendiri meliputi penyetingan alat dan komputerisasi. Setelah pemasangan dan instalasi BTS selesai, Divisi Implementasi melaporkan status Ready for Service (RFS) yang artinya yang artinya BTS sudah siap difungsikan. 7) Integration Divition Bertugas
melakukan
penyetingan,
mengaktifkan/memfungsikan
perangkat BTS dan mengintegrasikannya dengan sistem jaringan milik operator yang sudah ada. 8) Maintenance Divition Bertugas melakukan pemeriksaan dan perawatan BTS berkala. 9) Acceptance Protocol
xcvi
Merupakan perjanjian/prosedur serah terima BTS dari vendor kepada operator. Acceptance Protocol ini secara umum biasa dilaksanakan pada tahap pasca integrasi, atau pasca maintenance. Pada umumnya operator dalam program pembangunan BTS/RBS menunjuk hanya satu vendor untuk melaksanakan segala tahap proses pembangunan,
namun dimungkinkan juga operator menunjuk vendor
hanya pada tahap-tahap tertentu saja. b. Pelaksanaan perijinan oleh pelaku usaha Uraian diatas menunjukkan prosedur teknis yang secara umum hampir sama dilaksanakan di setiap perusahaan yang kompeten membangun BTS, masing-masing memiliki standar ideal. Khusus dalam hal pelaksanaan perijinan pada tahapan pendirian BTS, dilaksanakan oleh bagian SITAC, yang dimungkinkan bagian inilah pemegang kuasa mewakili atas nama perusahaan atau penanggung jawab proyek di hadapan hukum sampai dengan tahapan proyek selesai. Dari sini nampak bahwa sebenarnya mekanisme tata kerja masing-masing perusahaan sudah ideal, namun kadang kala permasalahan timbul karena tuntutan kondisi riil lapangan misalkan guna mensiasati deadline waktu proyek, atau keinginan mempercepat proyek yang implikasinya oknum pada perusahaan tersebut mencari celah pada sistem birokrasi perijinan. Hal ini manakala dilaksanakan secara berhati-hati dengan penuh pertimbangan dan perhitungan akan berjalan baik. Namun apabila kurang cermat justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan sendiri.
Trans Network Planning (TNP)
Radio Network Planning (RNP)
Survey Site Acquisition (SITAC)
Legal xcvii
Ready for Construction (RFC) Ready for
Civil Mechanical Electronical (CME) Implementation
Gambar 6 : Tahapan pelaksanaan proyek pembangunan menara BTS/RBS oleh vendor infrastruktur telekomunikasi.
C. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dan Upaya Untuk Menanggulanginya Hambatan yang seringkali dihadapi oleh Pemerintah Kota Surakarta berkaitan dengan pendirian suatu bangunan tempat usaha, atau pada khususnya bangunan menara BTS/RBS dan proses perijinannya adalah para pengusaha yang hendak mendirikan tempat usaha dan telah memiliki ijin IMB, maka mereka dapat segera mendirikan atau membangun tempat usaha/bangunan tanpa atau sebelum adanya tinjauan lokasi dan memperhitungkan dampak terhadap lingkungan hidup. Atau pengusaha setelah memperoleh IMB langsung mendirikan bangunan, baru
xcviii
kemudian menyusun dokumen UKL-UPL lalu ijin HO. Hal ini yang membuat tidak mengherankan manakala pada saat suatu bangunan sedang dibangun/ setengah dibangun, mendapat banyak komplain dari masyarakat sekitar karena merasa terganggu dengan pembangunan tempat usaha/bangunan tersebut dan pada akhirnya masyarakat yang merasa dirugikan tersebut meminta ganti rugi kepada pengusaha. Hal demikian dapat terjadi karena kurangnya koordinasi yang baik antar instansi-instansi dalam pemerintah daerah. Selain itu sosialisasi tentang perijinan kurang memasyarakat, termasuk kepada para pengusaha yang akan mendirikan tempat usaha. Sepengetahuan mereka, bahwa untuk mendirikan suatu bangunan atau tempat usaha hanya cukup memiliki IMB saja. Jika IMB telah diperoleh, maka merekapun dapat langsung mendirikan bangunan tanpa terlebih dahulu mengetahui dampak-dampak yang timbul dari tempat usaha, baik dampak secara ekosistem ataupun secara sosial. Dengan banyaknya kasus tentang bangunan yang didirikan tiba-tiba mendapat protes dari masyarakat sekitar dengan alasan karena merasa terganggu dan dirugikan akan keberadaan bangunan atau tempat usaha tersebut terutama apabila tanpa didasari dengan alasan ilmiah yang logis, dapat menyebabkan investor/pengusaha enggan untuk menanamkan modalnya di Kota Surakarta yang berakibat dapat mengurangi Pendapatan Daerah, dan Pembangunan Daerah sendiri akan tersendat termasuk di bidang telekomunikasi dan bidang-bidang lainnya. Hambatan-hambatan dalam pemberian ijin menara BTS/ RBS 1. Biaya Rekomendasi dan lain-lain. Biaya rekomendasi yang cukup tinggi bahkan melebihi biaya pendaftaran atau biaya Retribusi Ijin misalkan pada Ijin HO. Kemudian dilihat dari banyaknya jenis perijinan yang harus dipenuhi berhubungan dengan retribusi perijinan yang harus dibayar. Pembebasan Lahan dan community
xcix
permit yang kompensasinya terkadang sulit untuk ditaksir sehingga cukup menyulitkan bagi perencanaan anggaran proyek bagi pengusaha. Adanya pungutan liar yang seringkali terjadi pada saat loading muatan bangunan atau perangkat pada lokasi bersangkutan yang secara umum biasa terjadi, besarnya bisa mencapai antara dua sampai dengan tiga juta rupiah. Dari sekian hal yang berhubungan dengan pengeluaran keuangan, manakala diakumulasikan terdapat jumlah kebutuhan biaya yang cukup besar. 2. Dari Segi Pemerintahan a. Secara kelembagaan perijinan pendirian menara BTS/RBS meliputi beberapa syarat perijinan yang mana dalam pemrosesannya melibatkan beberapa instansi pemerintahan daerah pada beberapa tahapan yang dipandang kurang efektif. Misalnya untuk memperoleh IMB dan HO, harus memperoleh dokumen UKL-UPL dari KLH yang sebelumnya KLH telah melakukan studi lapangan dan masih dilaksanakan dengan tim terpadu dari UPT. Masalah lain dibidang kelembagaan di jajaran pegawai Pemerintahan Daerah Kota Surakarta adalah keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi pengetahuan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga dalam melaksanakan ferivikasi persyaratan ijin di lapangan tentang standar teknis kelayakan dan keamanan diluar konstruksi, seperti keamanan gelombang dan frekwensi memiliki sedikit hambatan. Satu lagi pengaruh dari lemahnya Sumber Daya Manusia adalah pemikiran proyeksi pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah masih kurang. b. Dari segi keberadaan instrumen hukum, Pemerintah Daerah Kota Surakarta belum memiliki Peraturan Daerah yang secara Khusus mengatur mengenai keberadaan dan pembangunan Menara BTS/RBS, dan selama ini cenderung masih menggunakan instrumen hukum berupa kombinasi dari beberapa ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah yang belum
c
mengalami perbaikan dalam waktu cukup lama sebagaimana kondisi yang secara aktual berkembang, salah satu contohnya adalah pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan. Kantor Unit Pelayanan terpadu sendiri sebagai Unit pemroses perijinan telah merancang prosedur perijinan khusus bagi pendirian menara BTS/RBS berdasarkan ketentuan Perda yang ada sebagaimana selama ini telah berjalan. Dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2005 yang notabene merupakan produk peraturan baru sebagai implikasinya maka Pemerintah Daerah Kota Surakarta kedepan juga harus melakukan penyesuaian. Dampak dari hal ini adalah perencanaan kembali format
permohonan dan alur
pemrosesan ijin terutama di Kantor UPT yang ditakutkan mempengaruhi upaya pelayanan sederhana, mudah, singkat dan tepat waktu pada sistem satu atap yang sebelumnya telah mapan. 3. Kesadaran Pelaku Usaha Kadangkala pada tataran teknis pelaksanaan etika bisnis yang baik dengan memenuhi standar kelayakan proyek dan pemenuhan prosedurprosedur ideal, tidak dilaksanakan atau kurang diperhatikan oleh beberapa oknum dari pelaku usaha. Penyimpangan tersebut misalnya sikap menerabas dengan melaksanakan pembangunan menara BTS/RBS tanpa menunggu ijin terkait dari Pemerintah Daerah selesai terlebih dahulu, padahal yang dimiliki baru kontrak status tanah dan berfikir untuk sosialisasi masyarakat sambil berjalan, pelaksanaan proyek yang tidak terencana dengan baik hal inilah seringkali menjadi penyebab konflik di lapangan. 4. Masyarakat Berdasarkan uraian mengenai kondisi kependudukan Kota Surakarta diatas melihat dari kuantitas, densitas, prosentase lahan yang sebagian besar adalah pemukiman maka sudah pasti terdapat kendala atau terjadi konflik
ci
yang berhubungan dengan masyarakat. Kendala-kendala tersebut diantaranya : a. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap informasi mengenai BTS, sehingga kadangkala terdapat resistensi ataupun kehawatiran berlebihan tanpa
adanya
alasan
logis/ilmiah
atas
pembangunan
BTS
di
lingkungannya, misalnya permasalahan keamanan konstruksi yang dalam hal ini sebenarnya sebelum menara dibangun, telah melalui serangkaian proses perencanaan dan pemeriksaan panjang berulang-ulang dalam menentukan standar keamanan, melibatkan banyak pihak baik dari pelaksana konstruksi dan Pemerintah Daerah sendiri oleh beberapa lembaganya yang berwenang. Kemudian mengenai isu bahwa keberadaan menara BTS mengganggu penangkapan sinyal alat elektronik seperti radio ataupun televisi, secara ilmiah sebenarnya tidak akan terjadi gangguan karena penggunaan frekwensi yang berbeda maka tidak mungkin ada intervensi sinyal dari BTS terhadap televisi ataupun radio. b. Keberadaan masyarakat di lingkungan sekitar tempat usaha baik di depan, di belakang, di samping kanan dan kiri tidak semuanya menyetujui atas pembangunan, ada pula yang keberatan, sehingga hal ini dapat menyebabkan persengketaan antar masyarakat dengan pengusaha, sehingga ijin menjadi terhambat. c. Meskipun sedikit, tidak bisa diingkari adanya sikap mental menerabas baik dari masyarakat ataupun pelaku usaha. Mensitir pendapat Profesor Koentjaraningrat
seorang
pakar
antropologi
di
dalam
bukunya
Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, salah satu kelemahan dari sifat mental bangsa Indonesia sesudah revolusi adalah apa yang disebutnya sebagai sifat mental menerabas yaitu nafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara selangkah demi selangkah. Bentuknya dapat berupa tuntutan kompensasi
cii
dengan prinsip sebanyak-banyaknya bagi oknum masyarakat, secepatcepatnya dan semurah-murahnya tanpa prosedural lengkap bagi oknum pengusaha. Upaya yang ditempuh dalam penanggulangan hambatan-hambatan yang timbul 1. Penentuan besarnya berbagai biaya rekomendasi ditetapkan sesuai dengan atau berdasarkan Perda. Disamping itu Pemerintah Daerah harus bisa memposisikan diri secara obyektif sebagai mediator antara masyarakat dan pelaku usaha denga pendekatan yang dapat memberikan alternatif solusi pemecahan masalah mengenai penentuan kompensasi
yang realistis
berdasarkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masing-masing pihak dengan tolak ukur Perda yang berlaku dan juga visi pemerintahan Kota Surakarta sendiri. Pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk memberikan jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dengan menciptakan suasana pro investasi kondusif, aman tanpa mengesampingkan kepentingan publik dan lingkungan. 2. Dari segi pemerintahan a. Mengenai keberadaan peran beberapa instansi yang terkesan tumpang tindih dalam pemrosesan tahap-demi tahap perijinan, untuk sementara dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kota dibawah koordinasi Kantor UPT. Kemudian untuk mengatasi kurangnya sumber daya manusia di jajaran Pemerintah Kota yang paham berkaitan dengan masalah ini, solusinya adalah melalui kerjasama baik dengan institusi akademis ataupun pihak dari instansi pusat yang berkompeten misalnya dari Ditjen Postel dan sebagainya. b. Mengenai
instrumen
hukum
pengaturan
keberadaan
BTS/RBS,
Pemerintah Daerah harus mulai mempersiapkan rancangan konsep khusus mengatur pembangunan menara BTS/RBS dengan mempertimbangkan
ciii
ketentuan-ketentuan pendukung lainnya, misalnya Peraturan Gubernur Jateng Nomor 5 Tahun 2005 mengatur pendirian RBS, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 tentang RUTK Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Tahun 1993–2013, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan yang saat ini sedang dalam pembahasan revisi Perda Bangunan. Namun tetap pada intinya pelayanan perijinan harus tetap dilaksanakan dengan baik. 3. Berkenaan dengan adanya pelaku usaha dimana dalam upaya pembangunan menara BTS/RBS diduga dan terbukti, tidak melaksanakan itikad baik pada prilaku ataupun tindakan tertentu termasuk pada tahapan apapun sehingga dimungkinkan timbulnya kerugian terhadap publik atau kerusakan terhadap lingkungan yang dapat berujung pada munculnya konflik, maka Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangannya
harus bertindak tegas dengan
memberikan teguran, menghentikan proses perijinan hingga pencabutan ijin. Selain itu Pemerintah Daerah juga harus melakukan upaya antisipasi dengan melakukan sosialisasi pelaksanaan prosedur yang baik, selektif dalam memberikan ijin pada pelaku usaha, dan melaksanakan pengawasan secara cermat hingga kondisi riilnya di lapangan. 4. Untuk kendala-kendala menyangkut masyarakat meliputi disinformasi, tersebut maka upaya yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah adalah dengan melaksanakan sosialisasi ataupun penyuluhan mengenai mekanisme perijinan yang ketat dan kompleks dalam pendirian bangunan-bangunan guna tujuan usaha termasuk mekanisme pendirian menara BTS dan sebagainya. Kemudian secara khusus mensosialisasikan mengenai fungsi, cara kerja, dan keamanan perangkat infrastruktur telekomunikasi kepada masyarakat di wilayah yang potensial untuk dibangunnya menara BTS. Sedangkan secara umum akan lebih bijaksana bila Pemerintah Daerah mensosialisasikan
civ
mengenai kondisi Kota Surakarta secara umum dan arahan pembangunannya sehingga masyarakat bisa memahami arahan kebijakan Pemerintah Daerah, gap informasi berkurang, dan masyarakat dapat terdorong untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan publik. 5. Manakala terjadi kasus dimana terjadi penolakan atas permohonan persetujuan lokasi yang mana salah satu menolak memberikan persetujuan terutama biasa terjadi pada ijin HO, pemerintah harus teliti menganalisa kasus tersebut dan bisa menetapkan keputusan. Keputusan tersebut diambil berdasarkan alasan logis dan ilmiah. Secara teoritis, terdapat instrumen hukum yang dinamakan Freis Ermessen bila mana diperlukan guna mencapai tujuan pemerintah yaitu demi kepentingan umum maka hal tersebut dalam kondisi tertentu dapat digunakan.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
cv
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab III, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan prosedur perijinan pendirian menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di wilayah Surakarta Pelaksanaan perijinan pembangunan menara BTS/RBS apabila diuraikan terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap pendaftaran dan pelengkapan syarat-syarat, pemrosesan, penerbitan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), dan penerbitan Keputusan Ijin. Jenis perijinan pada pembangunan menara BTS/RBS meliputi antara lain Advice Planning, Ijin Mendirikan Bangunan, Ijin Penggunaan Bangunan, Ijin Gangguan, Tanda Daftar Perusahaan, dan Ijin Usaha Perdagangan. Pelaksana kewenangan berbagai macam permohonan ijin termasuk ijin pendirian menara BTS/RBS yang bertugas antara lain menerima permohonan ijin, memproses, mengkoordinasikan tim terpadu lintas lembaga dalam Pemerintahan Daerah sebagai pemeriksa kelayakan, menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD), dan menerbitkan Surat Keputusan adalah Kantor Unit Pelayanan Terpadu. Berdasarkan SK Walikota Nomor 004 Tahun 1998 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPT Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, Kantor Unit Pelayana Terpadu memiliki peran penting dalam Pemerintahan Daerah yaitu melayani permohonan ijin oleh masyarakat di lingkup Kota Surakarta. Apabila diabstraksikan, Kantor Unit Pelayanan Terpadu merupakan bagian dari Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah yang mana bertugas melaksanakan kepentingan umum/tujuan bersama. Guna mewujudkannya pemerintah menggunakan sejumlah instrumen fisik berupa
cvi
infrastruktur, dan sebagainya serta instrumen non fisik berupa perangkatperangkat hukum. Tujuan dari Pemerintah Pusat adalah melaksanakan tujuan yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945, kemudian berdasarkan hal tersebut mengacu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah,
Pemerintah
Daerah
Kota
Surakarta
menginterpretasikannya dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kota Surakarta yang disusun sesuai karakteristik Kota Surakarta meliputi keadaan konkrit mengenai kependudukan, potensi, sumber daya, perekonomian, budaya dan lain-lain. Jadi disinilah inti yang mendasari dalam pembuatan arahan kebijakan Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Kebijakan dilaksanakan dengan berbagai macam instrumen hukum, diantaranya adalah Peraturan perundang-undangan (Perda di tingkat daerah), Ketetapan Tata Usaha Negara, Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencana, Perijinan, Instrumen Hukum Keperdataan dan lain-lain. Kedudukan Kantor Unit Pelayanan Terpadu menjadi sangat penting karena posisinya sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah melalui wewenangnya mengatur perijinan, tak terkecuali dibidang perijinan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah. 2. Hambatan-hambatan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan proses perijinan pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS)/Radio Base Station (RBS) di wilayah Surakarta dan upaya-upaya untuk mengatasinya Dalam menjalankan perannya tersebut tidak menutup kemungkinan Kantor Unit Pelayanan Terpadu akan menemui hambatan-hambatan dalam melaksanakan prosedur perijinan sampai pada pemberian ijin. Hambatanhambatan tersebut meliputi : a. Kurangnya SDM yang mempunyai kemampuan di bidang terkait di jajaran Pemerintah Daerah Kota Surakarta.
cvii
b. Pemerintah Daerah Kota Surakarta belum memiliki Peraturan Daerah yang khusus mengatur keberadaan BTS/RBS, sedangkan Perda Kota yang digunakan sebagai sebagian sudah tidak representatif, sedang dalam tahap perubahan, sehingga ketentuan khusus tentang BTS/RBS dari provinsi belum dapat digunakan. c. Kesadaran para pelaku usaha d. Biaya rekomendasi tinggi e. Masyarakat lingkungan tempat usaha Dangan adanya hambatan tersebut, maka baik Kantor Unit Pelayanan Terpadu Secara khusus dan Pemerintah Daerah Kota Surakarta beserta lembaga-lembaga dinasnya secara umum harus mampu mengambil tindakan secara terpadu dan terkoordinir untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Upaya-upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut antara lain : a. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar lembaga dalam jajaran Pemerintah Daerah, dan mengadakan kerjasama dengan akadamisi maupun lembaga-lembaga lainnya yang berkompeten guna mengatasi kelemahan dibidang sumberdaya manusia. b. Mengadakan optimalisasi sosialisasi tentang perijinan secara umum maupun khusus beserta mekanismenya dengan baik. c. Penggunaan dahulu peraturan daerah yang ada namun dilaksanakan pengawasan yang ketat guna menghindari penyimpangan, diasmping juga sebagai bahan masukan guna menyusun ketentuan peraturan yang lebih representatif, bersamaan menunggu perda-perda terkait yang baru pada tahap perubahan selesai. d. Efisiensi biaya dengan penetapan biaya berdasarkan Perda yang berlaku dan perumusan proses pemeriksaan secara efektif dan terkoordinasi sehingga menghemat biaya.
cviii
e. Mengadakan optimalisasi sosialisasi secara baik mengenai analisa lingkungan, dan dampak-dampaknya. Melaksanakan sosialisasi informasi, pengawasan, dan perlakuan yang tegas. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan saransaran sebagai berikut : 1. Perlunya sosialisasi tentang perijinan secara umum maupun khusus beserta mekanisme idealnya dengan terencana secara holistik dan terpadu di lingkungan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat dengan metode pendekatan menjunjung tinggi perilaku budaya mengutamakan tata nilai kehidupan yang berlaku. 2. Perlunya sosialisasi tentang kondisi riil maupun administratif dan hal-hal mengenai Kota Surakarta dan identitasnya guna menumbuhkan perasaan ikut memiliki masyarakat, menghilangkan gap informasi, mendorong masyarakat untuk mendukung dan berpartisipasi dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Cara rillnya adalah dengan mengintegrasikan upaya tersebut pada pelaksanaan program-program yang sudah ada, misalnya website Pemerintah Kota, penyediaan informasi pada program taman belajar di beberapa kelurahan, tabloid keluaran Pemerintah Kota, melangkapi bukubuku informasi yang diedarkan oleh Badan Komunikasi dan Informasi (BIK), dll. 3. Perlu adanya kerjasama dan koordinasi antar lembaga di jajaran Pemerintah Daerah Kota Surakarta serta membuka partisipasi publik malului mekanisme yang ada (Muskelbang, Muscambang, Muskotbang), guna merumuskan Perda khusus mengatur keberadaan BTS/RBS yang representatif memuat mengenai prosedur, hak-hak dan kewajiban vendor, hak-hak masyarakat di sekitar menara BTS/RBS kewajiban dan kewenangan pemerintah berkenaan dengan pembangunan menara BTS/RBS. Disamping itu juga perlu dicermati
cix
keberadaan perda-perda berpengaruh lainnya misalnya Perda Bangunan yang sedang dalam tahap revisi untuk dilaksanakan tindakan aktif supaya juga mengakomodasi masalah menara BTS/RBS ini. 4. Adanya pemikiran mengenai pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) dari pelaku usaha yang diorganisir serta diarahkan secara baik oleh Pemerintah Daerah guna menunjang pembangunan infrastruktur publik. Dengan demikian
dapat diharapkan kontribusi dunia usaha yang terukur dan sistematis dalam ikut meningkatan kesejahteraan masyarakat.
cx
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku C.S.T. Kansil. 2001. Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika H.B Sutopo. Kansil. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press Koesmadi Hardjasoemantri. 2002. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gajahmada Press Philipus M. Hadjon.2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.Yogyakarta: Gajahmada University Press R. Juniato. 1992. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Jakarta: PT. Melton Putra Utrecht.1994.Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Surabaya: Pusaka Tirtamas Winarna Surya Adisubrata. 1999. Otonomi Daerah Di Era Reformasi. Yogyakarta: UUP AMP YKPN Ni’matul Huda. 2006. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada J.R.T Simorangkir. 2002.Kamus Hukum. Jakarta : Sinar Grafika Bapeda Kota Surakarta. 2006. Surakarta Dalam Angka 2006 Agustaf. 2005. Profil Surakarta The Real Java. Jakarta/Surabaya : PT. Exatama Mediasindo Haryono. 2000. Ilmu Negara. Surakarta : UNS Press Dari Makalah/Penelitian I Gusti Ayu KRH. Waluyo. 2007. “Kajian Hukum Pembangunan Menara (Tower) Jaringan Telepon Seluler (BTS) di Kota Surakarta”. Penelitian. Difasilitasi Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Surakarta.
cxi
Tim Peneliti Citra Inti Semar. 2006. “Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Pemberian Ijin Tempat Usaha dan Retribusi Ijin Gangguan Tempat Usaha (HO), Ketenagakerjaan Kota Surakarta”. Penelitian. Difasilitasi Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Surakarta. Dari Koran Pulsa. Hari Pitrajaya. “Nasib Industri Seluler di Tahun 2008” dalam Pulsa. Edisi 122 tahun V/2008/3-6 Januari : 44 Eddy Yuliarso. Sistem Telepon Selular Digital GSM. dalam Majalah Insinyur Indonesia, No. 23 Thn XV. Dari Internet Eka Putra, Cara Kerja Handphone. http://www.edukasi.net/artikel.pdf (07 April 2007) Jiyoharjo Suwito. Telekomunikasi dan Upaya Menuju Masyarakat Informasi.
cxii