PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DIKAITKAN DENGAN PERAN PEMERINTAH DAERAH (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : DINNY OKTARIZA NST NIM : 050200217
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION DIKAITKAN DENGAN PERAN PEMERINTAH DAERAH (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : DINNY OKTARIZA NST NIM : 050200217 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH NIP. 131 570 45
Pembimbing I
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Pembimbing II
Dr.Mahmul Siregar,SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena dengan berkat dan rahmat-Nya, penulis masih diberi kesempatan, kesehatan dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi ini, serta Nabi Muhammad saw atas doa serta syafaatnya dan tak lupa ridho dan doa yang selalu dipanjatkan yang tiada henti-hentinya oleh kedua orang tua penulis. Penulisan skripsi ini diajukan unutk melengkapi syarat gune memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengaharapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Runtung, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Prof.Dr.Suhaidi, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH,MH,DFM, sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
5. Bapak M.Husni, SH, MH, sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Dr.Mahmul Siregar,SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan, pengarahan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Ibu Dr.Agusmidah, SH, M.Hum, sebagai Penasihat Akademik selama penulis menjalani study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Ibu Dr.Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Sekertaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan seluruh dosen yang telah banyak memberikan dedikasi yang sangat besar kepada penulis serta para pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 9. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih yang sangat besar kepada orang tua penulis yang sayangi dan cintai Ayahanda Drs.Syafruddin Nasution dan Ibunda Yennisyam yang telah sabar dan mencurahkan segenap kasih sayang, pengorbanan, doa serta memberikan motivasi dan kesejukan hati sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan tinggi dan dengan doa mereka jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih buat keringat dan air mata yang telah dikeluarkan buat penulis. Doa dan Ridho kalian yang selalu penulis harapkan. 10. Juga tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kakanda Meiny Syaftika Nasution dan Adinda Syaiful Amri Nasution yang telah memberikan kasih sayang,doa dan motivasi yang tak
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
terhingga kepada penulis. Kalianlah harta yang paling berharga yang penulis miliki. 11. Terima Kasih kepada Bapak Yudi Erwin dan keluarga yang merupakan om penulis dan sekaligus sebaagai Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM Jakarta yang telah memberikan masukan,saran dan ilmu sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Bapak Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM Area I Medan yang telah memberikan bantuan, saran dan pengorbanan sehingga memudahkan penulis dalam memperoeh informasi yang berkaitan dengan skripsi penulis. 13. Bapak
M.Hafnil
Fadly
selaku
Staff
pada
Badan
Perencanaan
Pembangunan Kota Tebing Tinggi yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi yang diperlukan terkait skripsi penulis. 14. Bapak S.P Utomo selaku Staff pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi memudahkan penulis dalam memperoeh informasi yang berkaitan dengan skripsi penulis. 15. Terima Kasih penulis kepada Maya Sari Tanjung yang selama ini telah memberikan waktu,dorongan dan semangat kepada penulis. Makasih ya untuk persahabatan kita 10 tahun ini, kamu orang terbaik yang aku kenal. 16. Rekan-rekan di Fakultas Hukum USU Atika ( makasi ya uda nemani cari bahan sampe ke BSM), bule’,duma,segi,bob,ai,rina,rika,diki,radith,eta, wesi,jona,yanri,diki,juita atau segenap anak IMH karena telah mengisi hari-hari dan selalu ada disamping penulis baik susah maupun senang.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
17. Dara-dara Sofyan 2, kak Ami yang telah membukakan pikiran penulis dalam menulis skripsi ini,kak Riza,Yuni,Revi,Beby,Kiki,Ayu, Addah, Rita dan Rara karena mereka mambuat hari-hari penulis menjadi berharga. 18. Terima kasih penulis kepada Roy karena telah memberikan waktu dalam membantu penulis menulis skripsi dan terima kasih kepada Riko Nugraha karena telah mendengar keluh kesah dan selalu ada buat penulis. 19. Seluruh teman-teman di PERMAHI, maju terus PERMAHI. 20. Seluruh rekan-rekan di Fakultas Hukum USU stambuk ’04,’05’ dan ’06.
Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam peneraoan serta pengembangan ilmu hokum di Indonesia.
Wassalamualaikum wr.wb. Medan, Desember 2008 Penulis
DINNY OKTARIZA NASUTION
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... ...i DAFTAR ISI...................................................................................................... ..v DAFTAR TABEL………………………………………………………………vi ABSTRAKSI…………………………………………………………………...vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................... ..1 B. Perumusan Masalah .............................................................. ..8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan.............................................. ..8 D. Keaslian Penulisan ................................................................ ..9 E. Tinjauan Kepustakaan........................................................... 10 F. Metode Penelitian ................................................................. 14 G. Sistematika Penulisan ........................................................... 17
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA A. Sejarah Telekomunikasi di Indonesia ................................... 21 B. Pengaturan Telekomunikasi di Indonesia ............................. 33 C. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia ............................................................................... 37 D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia .................... 40
BAB III
PENGATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) A. Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Base Transceiver Station ................................................................................... 49
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
B. Perkembangan Usaha Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station………………………………………….56 C. Pengaturan Pembangunan Base Transceiver Station……………………………………………………….63 D. Pengaturan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.72 BAB IV
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION DI KOTA TEBING TINGGI A. Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dalam Pengaturan Penempatan Lokasi Base Transceiver Station.......................76 B. Efisiensi Pemanfaatan Ruang Dalam Pembangunan Base Transceiver Station di Kota Tebing Tinggi ....................... .. 84 C. Peran Dalam Bidang Perizinan……………………………...89 D. Kepastian Hukum Mengenai Peran Pemerintah Daerah……96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………99 B. Saran ……………………………………………………....102
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………105
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL Tabel – 1 : Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap PMDN DAN PMA Sektor Telekomunikasi Periode Tahun 1990-2007…………………47 Tabel – 2 : Jumlah Operator Telepon di Indonesia..............................................56 Tabel – 3 : Pelaku Pasar Telepon Selular Indonesia, 2005-2007........................56 Tabel – 4 : Jumlah BTS tiap operator telekomunikasi 2007................................58
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DIKAITKAN DENGAN PERAN PEMERINTAH DAERAH (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi) *) Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.M.H. **) Dr. Mahmul Suregar, SH. M.Hum ***) Dinny Oktariza Nasution ABSTRAKSI Perkembangan pertelekomunikasian begitu pesat dan sangat menggiurkan. Para investor melihat ini sebagai bisnis yang menghasilkan laba yang sangat besar sehingga berupaya melakukan inovasi agar dapat meningkatkan pelanggan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan peningkatan pelayanan melalui peningkatan mutu jaringan telepon seluler yakni dengan menanamkan modal yang besar pada pembangun Base Transceiver Station (BTS). BTS merupakan perangkat jaringan telekomunikasi yang berfungsi dalam meningkatkan signal/jaringan telepon seluler.Perkembangan BTS tersebut sangat pesat dan muncul permasalahan yang terkait dengan pembangunan dan penggunaan BTS. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana ketentuan pengaturan usaha penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia, bagaimana ketentuan pembangunan dan penggunaan BTS dan Bagaimana peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pembangunan dan penggunaan BTS. Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan jalan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, majalah, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat hubungannya dengan maksud tujuan dari pada penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), untuk melihat aplikasi dari peraturan perundang-undangan tersebut dengan mengambil lokasi penelitian di Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan usaha penyelenggaraan pertelekomunikasian di Indonesia telah mengatur tentang perangkat telekomunikasi, dan salah satunya mengatur tentang pembangunan dan penggunaan menara BTS. BTS pada dasarnya memberikan keuntungan pada daerah dimana BTS tersebut didirikan. Namun dalam pendiriannya harus disesuaikan dengan kondisi wilayah BTS tersebut didirikan. Kebijakan yang telah dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan hal ini adalah mewajibkan pengggunaan menara BTS secara bersama (menara bersama). Namun dalam pelaksanaan hal tersebut peran pemerintah daerah, khususnya Kota Tebing Tinggi tidak terlaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan tersebut.Peran yang ada hanya sebatas pemberian izin mendirikan bangunan yang disebabkan belum adanya peraturan daerah yang mengaturnya. Kata kunci: Base Transceiver Station( BTS) *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jasa dan teknologi telekomunikasi akhir-akhir ini berjalan luar biasa cepatnya, bahkan melebihi perkembangan macam dan teknologi bidang-bidang lainnya. Walaupun dapat dikatakan bahwa perkembangan teknologi informasi ini seakan tidak dapat
ditahan, namun sebenarnya
pertumbuhan teknologi informasi itu tidak akan berarti apa-apa apabila tidak ditopang oleh revolusi yang dialami oleh teknologi telekomunikasi itu sendiri. 1 Di negara-negara yang sudah maju tuntutan terhadap tersedianya jasa telekomunikasi beriringan dengan pertumbuhan perbaikan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Hal ini juga berlaku bagi negara–negara yang sedang membangun, bahwa pembangunan di bidang ekonomi tidak boleh tidak harus sejalan dengan pembangunan sarana telekomunikasinya. Apabila tidak, maka salah satu diantara keduanya (pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sarana telekomunikasi) akan terhambat dan dampak akhirnya akan memperlambat upaya bangsa kita dalam meraih dan menikmati bersama hasil-hasil pembangunan. 2 Telekomunikasi sendiri merupakan salah satu sektor yang sangat berkembang pesat dan telah menjadi kebutuhan hidup masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Perubahan bisnis telekomunikasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan telekomunikasi di dunia. Hal ini tidak bisa dihindarkan, karena teknologi telekomunikasi bersifat global dan aplikasinya yang
1
Putra Haryanto, “Perkembangan Telekomunikasi http://:indomapan.wordpress.com/2008/10/13/, Selasa, 11 November 2008 2 Ibid.
di
Indonesia”,
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
terintegrasi, ditambah Indonesia yang bukan pemain utama untuk produk-produk teknologi Informasi. Kebutuhan pelanggan dan pasar Indonesia justru lebih didorong oleh teknologi itu sendiri. 3 Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya tingkat penetrasi telepon di Indonesia yang saat ini berjumlah delapan puluh juta pelanggan atau sekitar 32% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Dengan tingginya tingkat penetrasi telepon di Indonesia saat ini, menunjukkan bahwa kebutuhan akan telepon bagi masyarakat semakin tinggi dan semakin dibutuhkan masyarakat dalam menunjang kualitas kehidupan bermasyarakat. 4 Peningkatan aktivitas dunia usaha dewasa ini, bersamaan dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan lingkungan usaha bisnis telekomunikasi menjadi cepat berubah dan semakin kompleks saja bahkan mengarah pada turbelensi yang tinggi atau dapat disebut juga hyperturbulance. 5 Ketidakpastian
yang
tinggi
dikarenakan
perubahan
usaha
bisnis
telekomunikasi yang hyperturbulance, membawa dampak yang sangat signifikan dalam proses perencanaan dan pada tahapan pengambil keputusan di dalam organisasi perusahaan telekomunikasi. Sebagai contoh khususnya investasi dalam bidang teknologi, karena pengaruh perubahan , life cycle produk menjadi pendek, sementara investasinya sangat padat modal. 6 Dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor
36
tahun
1999
tentang
Telekomunikasi oleh Pemerintah, turut mempengaruhi bisnis para perusahaan yang bergerak di sektor jasa dan jaringan telekomunikasi di Indonesia, termasuk 3
Zainal Abdi, Industri Telekomunikasi: Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Bangsa, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekkonomi Universitas Indonesia, 2006), hal. 35. 4 Putra Haryanto,Op.Cit.,hal.2 5 Zainal Abdi, Op.Cit., hal 87. 6 Ibid. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
juga Telkom, sebagai pengelola telekomunikasi tertua di Indonesia. UU mengenai pertelekomunikasian itu sebelumnya telah didahului oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dan UU N0.8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Kedua undang-undang terakhir ini, amat berpengaruh besar terhadap bisnis telekomunikasi di Indonesia, sehingga menuntut Telkom untuk memberikan pelayanan yang semakin baik kepada pelanggan di lihat dari sisi produk maupun pelayanannya. 7 Dalam daya saing bisnis, jasa telekomunikasi tumbuh dengan baik, dengan tingkat rata-rata pertumbuhan di atas 20% per tahun. Sehingga para investor, asing dan dalam negeri banyak meminati saham jasa telekomunikasi di Indonesia. 8 Berbagai cara dan upaya dilakukan oleh investor untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dalam bisnis telekomunikasi. Dalam bisnis telekomunikasi, kompetisi sangat keras. Pangsa pasar alatalat telekomunikasi di Indonesia menjadi sasaran pemasaran produk dari berbagai perusahaan asing, sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan produsen dalam negeri. Hal yang sama juga terjadi pada penyelenggara jasa telekomunikasi yang mengarah pada terjadinya kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta, misalnya dalam pengelolaan satelit Palapa dan Telepon seluler, baik melalui usaha patungan, kerjasama operasi, maupun kontrak manajemen. 9 Agar perusahaan telekomunikasi mempunyai daya saing bisnis yang kuat maka dilakukan strategi. Pada strategi perusahaan telekomunikasi terdapat 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan Teori (bagaimana mencapai kinerja yang ekselen) 7
Gouzali Saydam, Sistem Telekomunikasi di Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2006), hal.
8
Zainal Abdi, Op.Cit., hal. 180. Dedi Supriadi, Era Baru Bisnis Telekomunikasi, (Bandung : PT.Rosda Jaya Putra,1995),
87 9
hal.143. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
dan pendekatan Praktis melalui kualitas produk yang bagus, penciptaan nilai tambah, harga yang bersaing, perolehan pangsa pasar yang luas dan pelayanan purna jual yang bagus sehingga dapat mencapai sasaran yang optimal. 10 Melalui pendekatan praktis yang bertujuan meningkatkan pelanggan dalam mendapatkan keuntungan dilakukan dengan berbagai cara. Dengan adanya beberapa operator telepon seluler akan terjadi persaingan, yang masing-masing operator menunjukkan kelebihan pelayanan yang diberikannya kepada para pelanggan. 11 Menurut Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM Area I, pada masa sekarang ini di Indonesia terdapat Sembilan perusahaan telekomunikasi yang saat ini sudah mengoperasikan teknologi Wireless GSM (Global for Mobile Communication) dan CDMA (Code Division Multiple Access). Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi tersebut pastilah semua operator seluler membutuhkan sarana pokok untuk menunjang aktivitas pertelekomunikasian. Dalam hal ini, menara pemancar telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang paling pokok dalam penyelenggaraan sektor jasa teleomunikasi yang vital. Menara tersebut merupakan urat nadi dalam pelaksanaan sektor jasa telekomunikasi karena berfungsi sebagai sarana penempatan antena BTS (Base Transceiver Station) baik untuk teknologi GSM maupun CDMA. 12 BTS-BTS (Base Transceiver Station)
tersebut merupakan salah satu
sarana pertelekomunikasian yang dapat meningkatkan jaringan pada telepon seluler, sehingga data yang dihasilkan menjadi lebih jelas dan cepat. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa telepon seluler hanya berfungsi bila dioperasikan dalam area pelayanan BTS (Stasiun Induk Pengirim dan Penerima) yang membawahi sejumlah pelanggan. Bila tidak di wilayah cakupan BTS, maka telepon seluler tidak dapat bekerja, sehinga di layar akan tertulis no services.
10
Zainal Abdi, Op.cit., hal. 96. Gouzali Saydam, Op.cit., hal.39. 12 Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM Area I pada Tanggal 14 November 2008. 11
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Karena itu hidup matinya amat ditentukan oleh kedekatannya dengan BTS dimaksud. 13 Perusahaan – perusahaan telekomunikasi sekarang ini berlomba-lomba dalam membangun BTS. BTS-BTS tersebut dibangun pada daerah-daerah yang menjangkau banyak pelanggan. Hal ini dimaksud agar pelanggan puas dan nyaman atas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan telekomunikasi. Dalam pembangunan dan penggunaan BTS tersebut tentunya akan melibatkan peran pemerintah daerah. Dengan dikeluarkannya UU No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, maka UU Telekomunikasi, UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan UU Perlindungan Konsumen telah berdampak kepada struktur bisnis perusahaan yang selama ini tersentralisasi di pusat, menuju kepada desentralisasi, serta pemberian otonomi yang lebih luas pada unit-unit usaha di daerah.14 Dengan adanya kebijakan dari pemerintah yang menerapkan otonomi daerah, maka tentunya masing-masing daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatur kehidupan daerahnya di segala bidang, termasuk untuk bidang telekomunikasi. Suatu daerah dapat dipastikan memerlukan sistem informasi yang akan mendukung langkah-langkah daerah tersebut untuk melakukan aktivitas sehari-hari di semua bidang yang ada. Bentuk informasi yang diperlukan oleh suatu daerah tentu sangat kompleks dan beragam, tergantung dengan bidang yang menjadi tujuan. 15
13
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal. 38. Ibid., hal. 187. 15 Rudyno, “Konfigurasi BTS”, http://mobileindonesia.net/2006/02/01/, Selasa, 11 November 2008 14
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Bila melihat ketentuan di dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah khususnya Pasal 13 ayat (1) dan 14 ayat (1) , masing-masing daerah memiliki kewenangan dalam melakukan perencanaan tata ruang, baik itu pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. 16 Dalam penjelasan Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dikemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi, dan di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. 17 Apabila tidak dilakukan penyusunan rencana tata ruang yang baik, kemungkinan ketidakseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dan merosotnya kualitas lingkungan hidup akan semakin meningkat. Mengingat bahwa penataan ruang di suatu daerah akan berpengaruh pada daerah lain, yang pada gilirannya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, dalam perencanaan tata ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. 18 Yang
menjadi
permasalahan
disini bahwa perusahaan-perusahaan
telekomunikasi berusaha semaksimal mungkin melakukan upaya dalam
16
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung : NUANSA, 2008), hal.93. 17 Ibid., hal.83. 18 Ibid. hal.84. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
peningkatan pelayanan kepada pelanggan dalam bidang peningkatan kualitas produk yakni dengan membangun dan menggunakan BTS yang tujuan utamanya adalah
memperoleh
penyelenggaraannya
keuntungan
tersebut
semaksimalnya.
perusahaan-perusahaan
Namun
telekomunikasi
dalam tidak
memperhatikan kondisi tata ruang suatu daerah. Mereka terus mencari daerahdaerah yang memiliki peluang bisnis yang sangat besar. Dengan semakin hebatnya kompetisi di bidang ini, maka terlihat berbagai menara bermunculan di berbagai tempat di Indonesia, dan bahkan di satu lokasi yang berdekatan bisa berdiri tiga sampai dengan lima unit menara, sehingga terkesan tidak efisien dan mengganggu estetika suatu daerah. Disinilah
pemerintah daerah harus berperan aktif. Pemerintah daerah
harus dapat bersikap bijaksana dan jeli terhadap kondisi daerah pemerintahannya. Jangan
hanya
melihat
dari
keuntungan
yang
diperoleh
dari
bisnis
pertelekomunikasian tetapi juga harus melihat kondisi tata ruang pada daerah yang bersangkutan. Bukan berarti dalam hal ini pemerintah daerah melarang keras pembangunan dan penggunaan BTS, sebab mobilisasi suatu daerah juga dipengaruhi pada telekomunikasi di daerah yang bersangkutan. Akan tetapi tidak mutlak memberikan dukungan yang sebesar-besarnya pada pembangunan dan penggunaan BTS tersebut. Penulis tertarik untuk mengetahui apa saja peran dari pemerintah daerah khususnya dalam pembangunan dan penggunaan BTS, apa saja yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait dengan pengaturan penempatan BTS serta berbagai peran lainnya sehubungan dengan pembangunan dan pengaturan BTS.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Berdasarkan uraian berbagai permasalahan di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan pengkajian terhadap ketentuan tersebut, sehingga skripsi ini diberi judul “ Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi)”
B.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penulis membuat batasan perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu : 1. Bagaimana
pengaturan
usaha
penyelenggaraan
telekomunikasi
di
Indonesia? 2. Bagaimana ketentuan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS) ? 3. Bagaimana peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS) ?
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan a.Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “ Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah” selain untuk melengkapi tugas-tugas dan persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Sumatera Utara, juga mempunyai tujuan pembahasan yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan, antara lain : 1. Untuk menjelaskan pengaturan usaha penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia; 2. Untuk menjelaskan ketentuan hukum mengenai pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS); 3. Untuk menjelaskan peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pelaksanaan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS). b.Manfaat Penulisan Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Sebagai bentuk peningkatan pengetahuan penulis di bidang hukum ekonomi, khususnya dalam peran pemerintah daerah berkaitan dengan pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station ; dan 2. Secara Praktis Sebagai suatu bentuk sumbangan dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan khususnya dalam hal pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station di Indonesia.
D.Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul“ Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Dikaitakan Dengan Peran Pemerintah Daerah” ini adalah hasil karya
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
tulis penulis sendiri. Dari hasil peninjauan kepustakaan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak ada menemukan judul skripsi yang sama dengan judul skripsi penulis. Pokok permasalahan yang diangkat penulis sebagai judul dalam penulisan skripsi ini belum pernah dibahas dalam skripsi-skripsi yang ada sebelumnya. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan karya tulis ini dijamin dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Penulisan ini adalah didasarkan pada literatur-literatur yang berkitan dengan skripsi ini melalui referensi buku-buku, media cetak dan elektronik, peraturan perundang-undangan dan literatur. Disamping itu penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan judul skripsi penulis. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan sebuah karya yang asli dan sesuai dengan azas-azas keilmuan yang jujur, rasional, objektif, dan terbuka, sehingga tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E.Tinjauan Kepustakaan Penulisan skripsi yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah berkisar tentang: Hakikat terminologi telekomunikasi adalah “ komunikasi jarak jauh.” Komunikasi sendiri bersumber dari bahasa Latin “communis” yang berarti “sama.” Jika kita berkomunikasi itu berarti kita mengadakan “kesamaan,” dalam hal ini kesamaan pengertian atau makna. 19 Carl I.Hovland, seorang sarjana Amerika, mengemukakan bahwa komunikasi adalah : 20
19
Onong Uchjana Effendy, Radio Siaran, Teori dan Praktik (Bandung : Mandar Maju, 1990), hal.1. 20 Ibid., hal.2. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
“the process by which an individuals (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behaviour of other individuals (communicates).” Komunikasi hanya dapat berlangsung, bila sekurang-kurangnya ada empat kompenen, yaitu : 21 1.pengirim berita (sumber) 2.pihak yang menerima berita (sasaran) 3.isi pesan (berita) yang akan disampaikan 4.media penyampai atau media transmisi yang akan mengantarkan pesan dari satu pihak ke pihak lain. Dengan demikian, sistem komunikasi bisa didefinisikan sebagai sekelompok orang, pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, symbol, lambang menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber lainnya. 22 Proses dalam melakukan penyampaian stimulan (transmit stimuli) dapat dilakukan secara langsung (face to face) atau menggunakan sarana. Alat Bantu (teknologi) dimanfaatkan sebagai sarana untuk komunikasi jarak jauh. Sarana tersebut dimulai dengan cara yang sederhana, seperti metode asap kaum Indian sampai dengan teknologi canggih dewasa ini yang berbentuk suara, gambar, tanda, kode, signal, atau intelegensi, baik yang melalui kabel, tanpa kabel, atau sistem elektronis lainnya. Karena itulah, berdasarkan Convention of Intrnational Telecommunication Nairobi tahun 1982 juga yang termuat dalam lampiran
21 22
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal.3. Nurudi, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta:PT.Raja Grafindo, 2004), hal 4.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Constitution and Convention of The International Telecommunication Union Jenewa tahun 1992, definisi dari telekomunikasi adalah sebagai berikut : “Any transmission, emission or reception of signs, signals, writing, images and sounds or intelligence of any nature by write, radio, optical or other electromagnetic systems.” Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronika yang menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi untuk berlangsungnya komunikasi yang kita maksudkan. Dengan demikian, telekomunikasi merupakan upaya lanjutan komunikasi yang dilakukan oleh manusia, disaat jarak sudah tidak mungkin lagi memberikan toleransi antara kedua pihak yang sedang melakukan komunikasi. Telekomunikasi,terdiri dari dua suku kata, yaitu tele=jarak jauh, dan komunikasi=kegiatan
untuk
menyampaikan
berita
atau
informasi.
Jadi
telekomunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya penyampaian berita dari satu tempat ke tempat lainnya (jarak jauh) yang menggunakan alat atau media elektronik. 23 Dengan demikian, kerangka hukum telekomunikasi adalah hukum tentang tata cara pemancaran, pengiriman atau penerimaan tanda-tanda, signal, tulisan, gambar dan suara atau informasi melalui kawat (kabel), radio, optic atau sistem elektromagnetik lainnya. 24 Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1, telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari
23
Gouzali Saydam, Op.Cit., hal.3. Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi, (Jakarta: PT,RajaGrafindo Persada, 2005), hal.6. 24
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui syitem kawat, optic, radio, atau system elektromagnetik lainnya. 25 Pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
perangkat
telekomunikasi
adalah
sekelompok
alat
telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi. Penyelenggara Telekomunikasi menurut Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Negara. Menurut
Peraturan
Menteri
Komunikasi
dan
Informatika
No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008 pada pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa defenisi menara adalah menara khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi. 26 Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 27 Pada Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebut bahwa Otonomi Daerah hak, wewenang, dan kewajiabn daerah otonom untuk mengatur 25
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No.36 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154 Pasal 1 ayat 1. 26 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, Pasal 1 Angka 3. 27 Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Pasal 1 Angka 1. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Pasal 1 Angka 5, Urusan Pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. 28
F.Metode Penelitian Dalam setiap penulisan haruslah menggunakan metode penulisan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normative yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menganalisis
hukum
yang
tertulis.
Sedangkat
bersifat
deskriptif
maksudnya penelitian tersebut kadang kala dilakukan dengan melakukan suatu survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang ada.
28
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota pasal 1 angka 5, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
2. Sumber Data a. Data Primer Data primer diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara dengan informan yang berasal dari Badan Perencanaan Daerah dan Pekejaan Umum Pemerintah Kota Tebing Tinggi dan pihak-pihak yang terkait dan memenuhi karakteristik untuk mendapat data dan informasi mengenai masalah yang diteliti guna mendukung data-data sekunder. b. Data Sekunder Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu: 29 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari: a. Norma/kaidah dasar, yaitu: Pembukaan UUD 1945 b. Peraturan dasar: 1. Batang Tubuh UUD 1945 2. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) c. Peraturan Perundang-undangan: 1. Undang-Undang dan peraturan yang setaraf, 2. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf, 3. Keputusan Presiden dan keputusan yang setaraf, 4. Keputusan Menteri dan keputusan yang setaraf, 5. Peraturan-peraturan Daerah. d. Bahan Hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti Hukum Adat. 29
Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 31-32.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
e. Yurisprudensi 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum. 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia dan lian-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan yang dimulai dengan tahap : 1. Inventarisasi Data, yaitu mencari data-data yang akan dijadikan bahan dalam proses penelitian; 2. Penelusuran Pustaka, yaitu dengan mencari data-data yang terdiridari literature-literatur yang mempunyai hubungan yang cukup relevan dengan tujuan penelitian;
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
3. Pengelompokan Data, yaitu mengelompokkan data-data yang telah diperoleh berdasarkan pada hubungannya antara data dengan objek yang hendak diteliti. 2. Penelitian Lapangan (Fields Research), yaitu suatu pengumpulan data dengan cara terjun ke lapangan guna memperoleh data-data yang diperlukan, dan data yang diperoleh itu disebut dengan data primer. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara (interview). Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face-to-face), seketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden. 30 4. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan.
G.Sistematika Penulisan Pada dasarnya, sistematika adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan ini, sehingga mudah dicari hubungan antara satu pembahasan dengan pembahasan yang lain yang teratur menurut system. 30
Ferd. N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, Cetakan Kelima, 1996), hal. 770. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang sisesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Berikut ini garis besar/sistematika dari penulisan ini, yaitu : BAB I
:
PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum dalam sebuah karya tulis ilmiah yang berisikan Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan Masalah kemudian dilanjutkan dengan Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri oleh Sistematika Penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN
UMUM
TENTANG
USAHA
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA Dalam bab ini diuraikan segala hal yang umum tentang sejarah telekomunikasi di Indonesia, pengaturan telekomunikasi di Indonesia, azas dan tujuan penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia dan penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. BAB III
:
PENGATURAN
PEMBANGUNAN
DAN
PENGGUNAAN
BASE TRANCEIVER STATION (BTS) Dalam bab ini diuraikan segala hal yang berkitan dengan pengertian, latar belakang dan tujuan Base Transceiver Station (BTS), perkembangan usaha pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS), pengaturan pembangunan Base
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Transceiver Station (BTS) dan pengaturan penggunaan menara bersama telekomunikasi. BAB IV
:
PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION DI KOTA TEBING TINGGI Dalam bab ini diuraikan segala hal yang berkaitan dengan peran pemerintah kota Tebing Tinggi dalam pengaturan penempatan lokasi Base Transceiver Station (BTS), efisiensi pemanfaatan ruang dalam pembangunan Base Ttransceiver Station (BTS), peran dalam bidang perizinan dan kepastian hukum mengenai peran pemerintah daerah.
BAB IV :
PENUTUP Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dari hal-hal yang telah ssdiuraikan dalam bab-bab sebelumnya. Penulis akan mencoba untuk memberikan saran-saran yang berguna bagi pembangunan dan penggunaan Base Transceiver Station (BTS).
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG USAHA PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
A. Sejarah Telekomunikasi di Indonesia Sejarah telekomunikasi di Indonesia bermula saat telegrap diperkenalkan tanggal 23 oktober 1855 oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu berupa telegrap elektro magnit yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor). Dua tahun kemudian dibuka saluran Jakarta-Surabaya dengan cabang SemarangAmbarawa. Sejak itu jasa telegrap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dua tahun kemudian panjang saluran telegrap berkembang terus sehingga mencapai 2.700 kilometer, dilayani oleh 28 kantor telegrap. Di sepanjang rel kereta api didirikan tiang-tiang telegrap. Sementara itu kabel laut telah terpasang antara Jakarta dan Singapura, selanjjutnya dari Jawa (Bayuwangi) ke Australia (Darwin). 31 Peranan telekomunikasi sangat penting di Indonesia. Hal ini bisa direfleksikan ketika mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Berbagai media komunikasi digunakan untuk menyebarkan kabar kemerdekaan mulai dari surat, telegram, berita di Koran/bulletin hingga telepon, dan yang terpenting adalah siaran lewat RRI (Radio Republik Indonesia). Telekomunikasi menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia. Mulai dari zaman revolusi hingga kemerdekaan kemudian berkembang di zaman orde lama dan mengalami kemajuan pesat di zaman orde baru yang ditandai dengan 31
Komang Darmawan ,” Sejarah Telekomunikasi Dunia dan Indonesia” , https://styx.uwaterloo.ca/~jscouria/GSM/gsmreport.html , Selasa, 11 November 2008 Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
peluncuran satelit Palapa 1 tahun 1976. saat itu sempat terjadi pro-kontra tetapi pada akhirnya harus diakui satellite Palapa sangat banyak memberikan manfaat. Hubungan telepon local digunakan pertama kali pada tanggal 16 oktober 1882 dan diselenggarakan oleh perusahaan swasta. Jaringan telepon itutersebut membentang antara Gambir dan Tanjung Priok di Batavia, disusul dua tahun kemudian hubungan telepon di Semarang dan Surabaya. Perusahaan swasta itu mendapat izin konsesi selama dua puluh lima tahun. Tampaknya pengusahaan alat komunikasi hasil penemuan Alexander Graham Bell pada tahun 1876 itu cepat berkembang sehingga dalam tahun 1905 jumlah perusahaan telepon di Hindia Belanda mencapai tiga puluh delapan unit. Khusus untuk hubungan interlokal, perusahaan Intercommunaal Telefoon Maatschappij memperoleh konsesi selama dua puluh lima tahun untuk hubungan Batavia-Semarang, selanjutnya Batavia-Surabaya, disusul Batavia-Bogor dan kemudian Bandung-Sukabumi. Dalam pengembangan jaringan teleppon ternyata perusahaan-perusahaan telepon itu hanya membuka hubungan telepon di kotakota besar yang mendatangkana untung saja sehigga penyebaran jaringan telepon tidak merata. Akhirnya dalam tahun 1906 setelah jangka waktu konsesi berakhir, semua pegusahaan jaringan telepon diambil alih dan dilelola oleh Pemerintah Hindia Belanda melalui pembentukan Post, Telegraaf en Telefoon Dienst, kecualli jaringan telepon Perusahaan Kerata Api Deli (Deli Spoor Maatschappij, DSM). Sejak saat itulah pelayanan jasa telekomunikasi dikellola oleh pemerintah secara monopoli. Jaringan telepon itu semula menggunakan system baterai local dan kawat tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah sehingga seering mengalami
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
gangguan. Pembaharuan dan modernisasi kemudian dilaksanakan, pemasangan kabel jarak jauh diterapkan di bawah permukaan tanah, kawat tunggal diganti dengan kawat sepasang dan menggunakan system baterai sentral. Pengembangan telekomunikasi di masa itu tentu saja memerlukan pegawai-pegawai yang berpendidkan, baik dari pihak pribumi maupun dari Belanda. Itulah sebabnya Dinas PTT menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Misalnya kursus mengetok kawat morse di Jakarta dan kursus asiensi di Surabaya. Pendidikan yang lebih
tinggi lagi diadakan di Belanda. Banyak pribumi yang menjadi
pegawai PTT walaupun gaji bagi pribumi, lebih rendah ketimbang pegawai Belanda. Memperoleh sebutan sebagai Den Ajung (adjunct inspector) atau Den Komis (commies ) sangatlah membanggakan bagi pribumi karena gaji pegawai PTT lebih tinggi dari pada pegawai dinas lain, mesikipun gaji asisten pribumi dibandingkan dengan asisten Belanda jauh ketinggalan. Menurut penuturan R.Samdjoen yang mulai memasuki dinas PTT tahun 1929 dan pernah menjadi Direktur Jenderal PTT, teknisi telekomunikasi didatangkan dari Belanda dan hanya terdapat seorang teknisi radio pribumi, yaitu Soedirdjo yang ikut membangun stasiun radio penerima Malabar tahun 1920, stasiun radio tertua di Indonesia dan terbesar di belahan bumi selatan. Prioritas pemakaian jassa telepon waktu itu diberikan kepada pejabat-pejabat pemerintah dan pengusaha. Para bupati dan wedana di Pulau Jawa memiliki pesawat telepon dan pembiayaannya ditanggung pemerintah. Adapun pesawat telepon yang digunakan ialah jenis telepon baterai lokal yang jarak jangkauannya terbatas. Berbicara dengan telepon engkol tersebut harus keras, bahkan boleh dikatakan harus berteriak. Bukan hal yang aneh apabila ada pelanggan yang memaki-maki
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
operator. Ada juga operator yang didatangi pelanggan dan dihajar Karena pelanggan itu merasa disepelekan. Hal itu disebabkan penyambungan telepon ditangani secara manual sehingga tidak dapat dilayani secara cepat. Seiring dengan bangkkitnya gerakan nasional dan melihat system penggajian yang tidak adil, lahirlah berbagai perhimpunan buruh di lingkungan PTT seperti Postbond, midpost/inspecteurs Bond dan Perkumpulan Pegawai PTT Rendahan (PTTR). Adapun Midpost dan PTTR memiliki warna nasionalisme yang tegas. Perkumpulan-perkumpulan ini didirikan karena kenyataan meskipun jumlah pegawai pribumi merupakan bagian terbesar dari pegawai PTT tetapi dianaktirikan oleh pimpinan. Di antara para pemimpin gerakan nasional yang mendorong pembentukan Midpost adalah R.P. Soeroso, anggota Volksraad. Setelah pemerintah Hindia Belanda gulung tikar akibat serbuan balatentara Jepang di tahun 1942, dinas PTT dibagi sesuai dengan daerah kekuasaan militer Jepang. Daerah Jawa dan Madura di bawah komando Angkatan Darat Jepang ke-16, daerah Sumatera di bawah komando Angkatan Darat Jepang ke-25 dan kepulauan Indonesia Timur di bawah Armada ke-3 Angkatan Laut Jepang. Jawatan PTT alias Tsusinkyoku diberi tugas utama membantu kelancaran Perang Asia Timur Raya Khas Jepang dan menjaga keamanan pemerintahan milliter. Stasiun radio pemancar Dayeuhkolot yang terletak tujuh kilometer sebelah selatan Bandung dikelola oleh perusahaan telekomunikasi swasta Jepang Kokusai Denki Tsusinkyoku yang berpusat di Jepang. Stasiun radio ini waktu itu merupakan stasiun radio terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Selama pendudukan Jepang hubungan ke luar negeri oleh stasiun radio Dayeuhkolot hanya terpancar ke Jepang dan Jerman. Baik stasiun radio pemancar di
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Dayeuhkolot dan stasiun radio penerima di Rancaekek di sebelah timur Bandung dipimpin oleh orang-orang Jepang, begitu pula kantor telegrap di Bandung. Berhubung beberapa pamancar digunakan khusus untuk keperluan militer, setiap pegawai Indonesia diawasi secara ketat. Sekalipun demikian, kedatangan Jepang di lingkungan PTT ini dapat
dipandang menguntungkan juga. Orang-orang
Belanda yang dulu menduduki kursi-kursi pimpinan telah tergusur. Banyak kursi pimpinan ditempati oleh pegawai Indonesia sehingga mereka memperoleh pengalaman untuk memimpin. Jawatan PTT di Sumatera semula dipusatkan di Shonanto (Singapura) karena Singapura dan Semenanjung Malaya oleh Pemerintah Jepang dijadikan satu daerah komando. Keadaan telekomunikasi kita di Jawa pada zaman pendudukan Jepang dapat dikatakan tidak begitu baik. Tenaga pimpinan dan teknisi Belanda dan Indonesia ditahan oleh Jepang sehingga PTT kekurangan tenaga. R.Samdjoen, ketika itu bekerja pada bagian laboratorium dan merasakan betapa kurangnya tenaga yang cakap, memeberanikan diri mendidik pemuda-pemuda Indonesia menjadi teknisi telekomunikasi. Permintaan itu berhasil. Perbedaan fungsi utama Dinas PTT pada zaman Belanda dan Jepang memang ada. Dinas PTT Hindia Belanda tidak bertujuan komersial semata, juga diperuntukkan bagi pelayanan masyarakat, sedangkan pada zaman Jepang jawatan PTT lebih digunakan untuk mendukung Perang Asia Timur Raya. Banyak pemancar, peralatan dan perlengkapan komunikasi diangkut ke medan perang. Namun ada juga untungnya karena angkatan laut Jepang memperkenalkan penggunaan radar kepada para teknisi Indonesia.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Di daerah lain, khususnya di Sumatera perkembangan telekomunikasi pada masa itu cukup bagus. Jaringan telegrap morse menghubungkan seluruh kota, bahkan dari Bukit Tinggi dapat dihubungi Bandung, Singapura dan Tokyo. Unit-unit telekomunikasi milik PTT terdiri dari terminal telegrap di Birugo dan stasiun penerima di Tarok, keduanya di Sumatera Barat. Pemancar radio Bukitcangang di daerah Bukit Tinggi berada di bawah permukaan tanah dan pesawat carrier ditemptkan dalam sebuah bungker di atas ngarai, Bukit Tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Jepang sudah memperkirakan kemungkinan terjaadinya serangan udara sekutu karena Bukit Tinggi menjadi pusat pemerintahan. Mereka menduga bahwa pemancar-pemancar radio akan menjadi serangan pemboman. Itulah sebabnya Jepang mnyiapkan pemancar-pemancar cadangan dengan penempatan yang terpencar. Pada stasiun pemancar dan pusat-pusat telekomunikasi penting di Garegeh dan Tarok terdapat tenaga-tenaga terdidik yang didatangkan dari Bandung. Pemuda-pemuda Indonesia yang bekerja
pada pusat – pusat telekomunikasi
tersebut ternyata terdapat pula menyumbangkan sesuatu bagi gerakan di bawah tanah. Pesawat radio dimana-mana disegel oleh Pemerintah Jepang agar bangsa Indonesia tuli terhadap kekalahan Jepang. Namun demikian pemuda-pemuda kita dapat mendengarkan siaran radio luar negeri dengan menggunakan head-sset agar suaranya tidak terdengar keluar. Tentu penyadapan berita semacam itu dianggap oleh Jepang sebagai pelanggaran berat. Seorang pegawai suku Ambon tertangkap tangan mendengarkan siaran radio luaar negeri. Militer Jepang menangkapnya dan menuduhnya sebagai mata-mata musuh.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Memudarnya kekuasaan Belanda yang telah bercokol selama tiga setengah abad di Indonesia dan semakin merosotnya kekuatan belantara Jepang di segenap garis pertempuran kawasan Asia dan Pasifik, semkain menebalkan keyakinan para pegawai Indonesia dalam tubuh PTT bahwa suatu saat pasti bangsa Indonesia akan mencapai kemerdekaan. Guna menyongsong saaat bersejarah itu, diperlukan persiapan baik untuk merebut dan memeprtahankan kemerdekaan maupun mempersiapkan segala macam pekerjaan dan pimpinan jawatan. Kegiatan persiapan itu tentu saja tidak dapat dilakukan secara terbuka dan bebas, terutama di kalangan pegawai yang berkedudukan cukup tinggi dan para siswa sekolah PTT dan Controleurs Cursus dan Bedriffsambtenaar Cursus di jalan Banda, Bandung. Dalam pertemuan ramah-tamah, mereka seakan-akan tidak terseliplah bisik-bisik tentang kemungkinan munculnya kesempatan memerdekakan bangsa. Salah seorang siswa bernama Soetoko yang menonjol perannya dalam mempersatukan gagasan patriotic, pada awal tahun 1942 telah menemui Soeharto yang waktu itu menjabat Kepala Biro berpangkat Controleur I. ia adalah satusatunya pegawai Indonesia yang paling tinggi pangkatnya di lingkungan PTT. Dibicarakanlah oleh keduanya kemungkinan pengambilallihan pimpinan PTT bila sewaktu-waktu Pemerintah Hindia Belanda jatuh. Tidak ada perbedaan pendapat antara Soetoko yang muda dan penuh keberanian denagn Soeharto yang mengetahui seluk beluk jawatan PTT. Gagasan Soetoko memang mewakili cita-cita dan watak kaum muda yang bersemangat, berani tetapi mungkin juga kurang matang dalam pertimbangan. Soeharto mewakili pendapat, bahwa pengambilallihan kantor pusat PTT tanpa disertai gerakan dan tindakan yang sejalan di kota-kota lain seluruh Indonesia,
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
mungkin akan sia-sia dan dapat merugikan gerakan nasional. Melalui pembicaraan yang matang, gagasan para pemuda yang diwakili oleh Soetoko dapat dilunakkan. Gagasan itu urung karena penyerbuan Jepang ke Hindia Belanda hanya berlangsung sebentar dan Belanda cepat takluk. Jepang pun segera menguasai keadaan dan menyusun pemerintahan. Namun cita-cita para pemuda yang tumbuh sejak goyahnya kekuasaan Hindia Belanda, terus berkembang dalam penjajahan Jepang. Propaganda manis Jepang yang menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia kelak kemudian hari tidak mempan lagi karena ternyata pemerasan dan penindasan yang dilakukannya sangat kejam. Dimana-mana terjadi kelaparan karena beras Indonesia diangkkut Jepang untuk memberi makan serdadu-serdadunya yang tersebar di kawasan Asia dan kepulauan Pasifik. Dari segala pemaksaan dan penindasan itu muncul pula kesempatan yang amat berguna bagi penggemblengan semangat kemiliteran dan patriotisme. Dalam menghadapi serbuan sekutu, Jepang mengadakan latihan keprajuritan bagi pemuda Indonesia. Di akntor pusat PTT setiap pagi diadakan latihan taisho (gersk badan), dilanjutkan dengan latihan baris-berbaris dan kemiliteran serta peperangan. Sebuah pasukan Seinendan (organisasi pemuda bentukan Jepang) diresmikan dan dikepalali oleh Abdoel Djabar. Sementara itu Soetoko memimpin seluruh barisan seinendan PTT yang meliputi sekolah PTT, Radio, Laboratorium, Kantor Pos Besar dan Kantor Telepon. Kemudian dibentuk badan yang bernama Tsusintai atau Barisan Pusat PTT, dan dibentuk pula TsusinTokubetsutai (Pasukan Istemewa atau Barisan Pelopor PTT). Kader-kader bangsa ini mulai merintis jaringan komunikasi dalam gerakan bawah tanah melalui telepon, telegram sandi, pos, kurir dan radio.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Pemancar gelap pun mereka persiapkan. Secara hati-hati mereka memonitor situasi perang dari berita-berita dan dokumen-dokumen Jepang. Pihak Jepang bukannya tidak memperhitungkan kemungkinan terjadinya bahaya yang mengancamnya dari masyarakat Indonesia setelah dimana-mana terjadi kelaparan tetapi tidak sempat bereaksi karena pasukan Jepang makin terpukul di berbagai medan pertempuran. Tiba-tiba saja orang-orang Jepang memerintahkan agar membuat tanggul pengaman di sekeliling gedung kantor pusat PTT. Kios telepon umum di kantor pusat PTT diubah menjadi tempat mikrofon yang dihubungkan dengan pengeras suara guna megumumkan segala macam perintah kepada par pegawai. Pidato propaganda sewaktu-waktu disiarkan melalui pengeras suara itu. Dalam pada itu TsusinTokubetsutai berhasil mendatangkan pelatih dari pihak militer Jepang agar memberi pelajaran menggunakan senjata. Siasat jitu ini memugkinkan
pemuda-pemuda
anggota
barisan
istimewa
PTT
mampu
menggunakan senjata dan mengetahui cara pasukan bergerak dalam pertempuran, baik bertahan maupun menyerang. Kemampuan bela diri pun diajarkan. Guna memudahkan penerimaan instruksi, pemuda Soeardi Tasrif yang pandai berbahasa Jepang ditugaskan menjadi penerjemah. Kelak Soeardi Tasrif menjadi seorang pengacara terkenal di Jakarta. Di antara para anggota Tsusin Tokubetsutai yang paling giat melakukan hubungan dengan pemuka-pemuka gerakan nasional ialah Ismojo. Itulah sebabnya kata sandi yang dipergunakan sebagai titik awal merebut kantor pusat PTT dari tangan Jepang ialah “IS”, suku kata pertama dari nama Ismojo. Ia memang lebih leluasa berhubungan dengan pemimpin-pemimpin di luar kalangan PTT karena sering melakukan dinas luar. Pada pertengahan tahun 1945 setelah pasukan sekutu
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
berhasil melakukan loncatan katak, yaitu serangan balik pasukan Jenderal Mac Arthur yang menduduki pulau demi pulau sehingga berhasil mendekati kepulauan Jepang, kekalahan Jepang sudah terbayang. Setelah bom atom sekutu memporakporandakan kota Hiroshima tanggal 06 Agustus 1945, ketahanan militer Jepang boleh dikata sudah ambruk sama sekali. Begitu bom atom kedua meluluhlantakkan kota Nagasaki tanggal 09 Agustus 1945, semangat Jepang sudah sirna. Keesokan harinya kaisar Hirohito menyatakan kekalahan Jepang dan menyerah tanpa syarat. Jepang masih berusah menutupi kekalahannya dengan memperlambat penyebaran berita itu ke wilayah Asia. Tetapi para operator telepon dan telegrap PTT dapat mengetahui berita penyerahan itu karena pesawat-pesawat penerima di Bandung tidak disegel. Telegram remi dari Tokyo akhirnya diterima di Bandung pada tanggal 13 Agustus 1945. Pada waktu itu segera dikirim telegram kepada pemuda-pemuda Jakarta agar mereka mendesak para pemimpin bangsa untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Jika kemerdekaan tidak segaera diumumkan, Indonesia akan kehilangan momentum yang mungkin tidak akan ada lagi. Berhubung jawatan tidak diterima, tanggal 15 Agustus 1945 dikirim lagi telegram ke Jakarta disertai desakan yang lebih keras, yaitu jika Jakarta tidak mau mengambil keputusan penting itu maka Bandung akan bertindak. Kemerdekaan Indonesia pun diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. beritanya diteruskan melalui telepon, telegrap, radio dan pos ke semua kantor PTT secara beranting. Informasi dari Bandung yang diterima oleh kantor telegrap di Bukit Tinggi tanggal 16 Agustus 1945 menyatakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 akan terjadi
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
peristiwa penting karena itu operator di Bukit Tinggi supaya siap pada pesawatnya. Benar juga, keesokan harinya kantor telegrap Bukit Tinggi menerima berita proklamasi kemerdekaan Indonesia dan segera pula secara hati-hati meneruskannya
ke
kantor-kantor
lain
di
Sumatera.
Berita
proklamasi
kemerdekaan yang pertama-tama disisarka ke luarnegeri berasal dari stasiun radio pemancar PTT di Dayeuhkolot pada tanggal 17 Agustus 1945 itu juga. Betapa pentingnya alat komunikasi yang dapat menjangkau area yang luas terbukti ketika Presiden Soekarno hendak memerintahkan penghentian tembak menembak. Ketika itu perintah presiden Soekarno yang sedang hijrah ke suatu tempat di sekitar Madiun dengan peralatan sebuah pesawat pemancar radio mobil PTT dapat diipancarkan dan diterima pesawat penerima di rumah kediaman Soeharto di Yogyakarta dan juga di relay oelh semua studio RRI yang masih ada. Dengan peralatan yang terbatas namun dibalut oleh tekad semangat yang besar, Dinas Jawatan PTT dapat turut mem-back up perjuangan di berbagai front perjuangan, termasuk dalam menyebarluaskan rangkaian pidato yang sangat patriotic Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945 yang disiarkan berulang-ulang oleh RRI. Di sini terbukti betapa pentingnya peranan telekominikasi sebagai salah satu alat komunikasi yang dapat mengudara dan meniadakan batas maupun hambatan apapun. Dengan telekomunikasi, persatuan nasional Indonesia dapat terjaga sejak di saat kondisi Negara yang sedang tercerai berai. Pada akhir tahun 1961 Jawatan PTT resmi menjadi perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi atau PN Postel. Namun bentuk ini tidak bertahan lama,
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
karena sejak petengahan tahun 1965 PN Postel dipecah dua, yaitu masing-masing menjadi PN Pos dan Giro, serta PN Telekomunikasi. 32 Memasuki era Orde Baru yang merupakan pembuka jalan bagi pelaksanaan pembangunan, kebijaksanaan pemerintah di bidang telekomunikasi tidak berubah, yaitu tetap berada di bawah penguasaan dan pengusahaan Negara. Hanya sesuai ketentuan baru yang ditetapkan Pemerintah semenjak tahun 1969, yaitu membagi bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas tiga jenis, yaitu Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan atau Persero, maka sejak tahun 1974 PN Telekomunikasi mengalami perubahan bentuk menjadi Perusahaan Umum (Perum) Telekomunikasi (Perumtel) sebagai badan usaha tunggal yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi untuk umum, baik di dalam maupun ke luar negeri. Tetapi setelah tahun 1980 Pemerintah mengambil alih seluruh saham PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat) dari American Cable & Radio Corporation, yaitu sebuah perusahaan yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan dijadikan satu BUMN baru, maka diadakan pemisahan antara penyelenggara jasa telekomunikasi di dalam negeri dengan jasa telekomunikasi ke luar negeri atau internasional. Perumtel hanya bertanggung jawab untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam negeri, sementara untuk jaringan internasional atau sambungan ke luar negeri dipercayakan pada PT.Indosat. 33 Melalui Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1991, Perusahaan Umum Telekomunikasi diubah bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan. Sekalipun 32
___________, Telekomunikasi Indonesia, (Bandung :PT.Telkom dan Yayasan Ikatan Alumni Lemhannas ( IKAL), 1997), hal.xxiii. 33 Ibid., hal.xxiv. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
ditinjau dari misi dan tanggung jawabnya sebagai suatu badan usaha Negara tetap tidak berubah. Hanya nama resminya saja berganti menjadi PT (Persero) Telwkomunikasi Indonesia atau disingkat PT TELKOM. Ini berarti kini telah lebih terbuka kesempatan bagi pnyelengaaraan jasa telekomunikasi nasional untuk mempercepat laju perkembanguannya sesuai dengan tuntutan dan tantangan yang makin canggih dalam teknologi dan makin ketat dalam persaingan. 34 B. Pengaturan Telekomunikasi di Indonesia Telekomunikasi adalah sejenis komunikasi elektronika yang menggunakan perangkat-perangkat telekomunikasi untuk berlangsungnya komunikasi yang dimaksudkan. Dengan demikian, telekomunikasi merupakan suatu upaya lanjutan komunikasi yang dilakukan oleh manusia, disaat jarak sudah tidak mungkin lagi memberikan toleransi antara kedua pihak yang sedang melakukan komunikasi. Bila jarak kedua belah pihak masih dekat, maka keduanya masih dimungkinkan untuk menggunakan suara, memberikan isyarat, ataupun berteriak, apabila jarak tersebut semakin jauh. Tetapi apabila jarak tersebut sudah tidak mungkin lagi untuk dijangkau dengan suara langsung, maka komunikasi yang merupakan kebutuhan manusia tadi masih dapat dilakukan, yaitu dengan melalui media telekomunikasi. Telekomunikasi terdiri dari dua suku kata, yaitu tele yang berarti jarak jauh, dan komunikasi yang beerarti kegiatan untuk menyampaikan berita atau informasi. Jadi, telekomunikasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu upaya penyampaian berita dari suatu tempat ke tempat lainnya(jarak jauh) yang menggunakan alat atau media elektronik.
34
Ibid., hal.xxv.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Pasal 1 undang-undang no.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi mengemukakan pengertian telekomunikasi, bahwa telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui system kawat, optic, radio atau system elektromagnetik lainnya sedangkan alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Pasal
4
undang-undang
no.36
tahun
1999
menjelaskan
bahwa
“Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan tersebut diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan dan pengendalian serta pengawasan.” Berdasarkan pasal 4 undang-undang no.36 tahun 1999 tersebut di atas, maka peruntukan telekomunikasi dapat dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu: 1. Telekomunikasi Untuk Umum Berdasarkan pasal 1 Peraturan Pemerintah no.22 tahun 1974 yang telah diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah no.53 tahun 1980 tentang telekomunikasi untuk umum, menyebutkan bahwa telekomunikasi untuk umum adalah suatu system telekomunikasi yang kantor-kantornya dan stasiun-stasiunnya terbuka untuk memberi pelayanan kepada umum, dan diwajibkan menerima pengunjukan berita-berita telekomunikasi untuk diteruskan (kepada si alama). Dalam
prakteknya
di
Indonesia,
penyelenggaraan
telekomunikasi
sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk umum sehari-hari dilakukan dengan membujuk Badan Penyelenggara Telekomunikasi, yang dalam hal ini PT.Telekomunikasi Indonesia atau PT.Telkom (dulu Perumtel)
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
untuk menyelenggarakan hubungan telekomunikasi di dalam negeri, dan PT.Indosat
(Indonesian
Satelite)
untuk
menyelenggarakan
hubungan
telekomunikasi ke luar negeri. Pemisahan kedua peruntukan jasa telekomunikasi ini dimulai pada tahun 1980 berdasarkan Peraturan Pemerintah no.53 tahun 1980. 2. Telekomunikasi Bukan Untuk Umum Disamping telekomunikasi untuk umum, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada pihak-pihak lain (instansi pemerintah atau perusahaanperusahaan swasta) untuk menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan mereka sendiri (intern). Telekomunikasi bukan untuk umum ini diatur dalam UU No.36 tahun 1999, disebut juga dengan telekomunikasi khusus, yaitu khusus digunakan untuk kepentingan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, seperti untuk keperluan perhubungan, untuk komunikasi intern perusahaan seperti Pertamina (hubungan antara petugas pada pengeboran minyak di lepas pantai dengan kantornya di kota tertentu). Telekomunikasi khusus ini dapat pula digunakan untuk keperluan penyaluran siaran (radio) atau program televise dari studionya ke para pendengar atau pemirsa yang lokasinya jauh. Pemberian kesempatan ini dimaksudkan agar usaha-usaha atau kegiatan instansi atau perusahaan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Namun demikian, telekomunikasi yang diselenggarakan mereka tidak boleh dipergunakan untuk melayani umum, tetapi terkhusus untuk memenuhi keperluan mereka sendiri. Hal ini dilakukan mengingat kemampuan keuangan Negara atau keuangan Badan Penyelenggaraan Telekomunikasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyediakan telekomunikasi bagi seluruh wilayah di tanah air itu masih terbatas. Guna mengatasi kesulitan ini pemerintah memberikan kesempatan kepada pihak-
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
pihak tertentu tadi untuk menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan mereka sendiri. Izin penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan intern mereka sendiri itu dapat diberikan oleh pemerintah bagi pihak-pihak yang memerlukan, sepanjang di tempat-tempat itu fasilitas jasa telekomunikasi untuk umum belum memadai. Kelak, apabila di lokasi itu sudah tersedia fasilitas telekomunikasi untuk umum, maka izin penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan intern tersebut tidak akan dikeluarkan lagi. Contoh-contoh
pihak
yang
diberi
izin
untuk
menyelenggarakan
telekomunikasi bukan untuk umum atau telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri itu adalah perusahaan- perusahaan seperti : Pertamina, PT.Caltex, Bea Cukai dan tempat-tempat umum yang belum disediakan fasilitas telekomunikasi untuk umum. Pada tanggal 16 Februari 1993 keluar Peraturan Pemerintah No.8/ 1993 yang mengacu pada Undang-Undang No.3 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, menggantikan PP No.24 / 1991 yang mengacu pada UndangUndang No.3/ 1989 yang dinyatakan tidak berlaku. Keluarnya PP No.8 /1993 meskipun telah direncanakan jauh-jauh hari menarik perhatian antara lain karena saat itu kalangan DPR-RI secara kritis sedang menyorot berdirinya PT.Satelindo yang mulai tahun 1995 menggarap sewa kanal satelit Palapa sebagai bisnis utamanya, setelah 20 tahun sejak 1976 ditangani oleh PT.Telkom. Saat itu dipertanyakan dasar hukum berdirinya PT.Satelindo yang merupakan patungan antara PT.Bima Graha sebagai pemegang mayoritas saham (60%), PT.Telkom (30%), dan PT.Indosat (10%). Kalangan DPR-RI saat itu
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
menilai, kalau yang menjadi acuan hukum berdirinya PT ini adalah PP No.24/1991, maka hal itu kurang kuat. Dengan keluarnya PP No.8/1993, maka format hukum PT.Satelindo menjadi sah dan kuat, begitu juga dengan perusahaanperusahaan patungan lain yang lahir kemudian yang bergerak dalam penyelenggaraan telekomunikasi dasar dan non dasar. 35 Beberapa Peraturan terkait dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 36 : 1. Peraturan Pemerintah Nomor.52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi; 2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi; 3. Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia; 4. Peraturan Menteri Perhubungan nomor. KM. 10 tahun 2005 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi, dan lainnya.
C. Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia Pada pasal 2 Undang-undang No.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi disebutkan bahwa telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri. 37
35
Dedi Supriadi,Op.Cit.,hal 101. Agustinus Dawarja, “Resume Singkat dari Beberapa Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Tentang Telekomunikasi,” http::www.lexregis.com/%3Fmen,, Selasa, 11 November 2008 37 Judhariksawan,Op.Cit., hal.177.. 36
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesmpatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi. Asas kepercayaan pada diri sendiri dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta pengusaan teknologi telekomunikasi sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global. Asas
kemitraan
mengandung
makna
bahwa
penyelenggaraan
telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbale balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memerhatikan factor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme. 38 Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi di Indosia termuat dalam pasal 3 Undang-undang No.36 tahun 1999 bahwa telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
persatuan
dan
kesatuan
bangsa,
memperlancar
kegiatan
pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Pengaruh globalisasi dan perkembangan tekonologi telekomunikasi yang sangat
pesat
telah
mengakibatkan
perubahan
yang
mendasar
dalam
penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Jika segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan yang mendasar dlam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali bagaimana penyelenggaraan telekomunikasi nassional. Itulah sebabnya Undang-Undang No.3 Tahun 1989 dipandang tidak sesuai lagi,sehingga
38
Judhariksawan,Op.Cit., hal.178.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
perlu diganti. Oleh karena itu, lahirlah UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. 39 Telekomunikasi dikuaai Negara dan pembinaannya dilakukan pemerintah. Pembinaan tersebut meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. 40 Dewasa ini pemerintah telah mengambil langkah penting dalam mereformasi penataan telekomunikasi Indonesia. Sebagaimana yang digambarkan dalam Cetak
Biru
Kebijakan
Pemerintah
tentang
Telekomunikasi
Indonesia,dinyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk melaksanakan reformasi telekomunikasi antara lain mempunyai tujuan di antaranya 41 : 1. meningkatkan kinerja telekomunikasi dalam rangka mempersiapkan ekonomi Indonesia menghadapi globalisasi
yang
secara
konkret
diwujudkan dalam kesepakatan WYO, APEC, dan AFTA untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas ; 2. melaksanakan liberalisasi telekomunikasi Indonesia sesuai dengan kecenderungan global yang meninggalkan struktur monopoli dan beralih ke tatanan yang mendasar persaingan; 3. meningkatkan transparansi dan kejelasan proses pengaturan sehingga investor mempunyai kepastian dalam membuat rencana penanaman modalnya; 4. memfasilitasi terciptanya kesempatan kerja baru diseluruh wilayah Indonesia;
39
Ibid.hal.179. Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008. 41 Ibid.hal.170. 40
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
5. membuka
peluang
penyelenggara
telekomunikasi
nasional
untuk
menggalang kerja sama dalam skala global; dan 6. membuka lebih banyak kesempatan berusaha, termasuk bagi usaha kecil, menegah dan koperasi. D. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat dan dinamis menciptakan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan telekomunikasi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah melakukan restrukrisasi sector perumusan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berskala besar V – 2 telekomunikasi yang meliputi semua tatanan termasuk tatanan hukum dan peraturan, industri, dan iklim berusaha. Restrukrisasi ini mengandung 3 (tiga) pokok pembaharuan yang esensial, yaitu pertama, penghapusan monopoli dengan mendorong terjadinya persaingan dalam semua kegiatan penyelenggaraan dan mencegah penyeleggaraan yang memiliki kekuasaan pasar yang besar melakukan tindakan yang bersifat antipersaingan, selanjutnya menghilangkan diskriminasi dan hambatan bagi swasta besar maupun kecil dan koperasi untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan jaringan jasa telekomunikasi dan yang terakhir mereposisi peran pemerintah sebagai Pembina serta memisahkannya dari fungsi operasi. Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1974 ditegaskan bahwa PT.Telkom
diberi
wewenang
sebagai
satu-satunya
BUMN
untuk
menyelenggarakan Telekomunikasi untuk umum di Indonesia. Dengan demikian berdasrkan
Peraturan
Pmerintah
itu,
PT.Telkom
berkewajiban
untuk
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
menyelenggarakan telekomunikasi untuk umumbaik dalam negeri maupun untuk ke luar negeri. Dengan berdirinya PT.Indosat (melalui Peraturan Pemerintah No.54 tahun 1980) , maka Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1974 mengalami penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah No.53 tahun 1980. Peraturan Pemerintah yang terakhir ini menyatakan bahwa tugas PT.Telkom hanya untuk menyelenggarakan telekomunikasi untuk umum dalam negeri, sedangkan untuk umum ke luar negeri ditangani oleh PT.Indosat. 42 Berbagai langkah telah dan sedang dilakukan pemerintah untuk menata ulang penyelenggaraan telekomunikasi terutama telekomunikasi tetap. Pada awalnya, penyelenggaraan telekomunikasi tetap sambungan local hanya dilakukan oleh PT.Telkom secara eksklusif hingga tahun 2010, sedangkan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan Sambungan Langsung Internasional (SLI) masing-masing dilakukan oleh PT.Telkom hingga tahun 2005 dan PT.Indosat hingga tahun 2004. Langkah- langkah yang diambbil dalam rangka mendukung iklim investasi sector telekomunikasi 43 : 1. Harmonisasi dan sinkronnisasi investasi daerah yang selaras dengan peraturan investasi pusat 2. Membentuk Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 3. Sinkronisasi berbagai Peraturan Bidang Telekomunikasi
42
Gouzali Saydam,Op.Cit., hal. 10. Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008. 43
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Dengan diberlakukannya UU No.36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, di dalam peraturan tersebut disebutkan pada pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa penyelenggaraan
jaringan
telekomunikasi
dan
atau
penyelenggara
jasa
telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan asas hukum inilah maka pemerintah melaksanakan kebijakan pasar terbuka pada penyelenggaraan telepon tetap (fixed line) secara bertahap dengan mulai menghentikan monopoli Telkom dan Indosat pada tahun 2003. Maka melalui UU Telekomunikasi tersebut telah membebaskan setiap badan
hukum
(BUMN,
BUMD,
BUMS
dan
KOPERASI)
dapat
menyelenggarakan jasa dan jaringan telekomunikasi untuk keperluan dalam dan luar negeri itu. Dengan demikian, Telkom kini dapat menyediakan jasa dan jaringan telekomunikasi untuk keperluan hubungan dalam luar negeri, demikian pula badan-badan hukum lainnya yang berminat dan mendapat izin usaha dari pemerintah. 44 Menindaklanjuti UU Telekomunikasi tersebut, pemerintah melakukan repoisisi dan restrukturisasi penyelenggara telekomunikasi melalui peniadaan kepemilikan silang (cross ownership) dan kepemilikan bersama (joint ownership) oleh PT.Telkom dan PT.Indosat dalam suatu perusahaan afiliasi bidang telekomunikasi. Selain itu, pemerintah juga melakukan terminasi dini hak eksklusivitas PT.Telkom dan PT.Indosat pada tahun 2002 (local) dan 2003 (SLJJ dan SLI). Pembukaan pasar dalam penyelenggaraan telekomunikasi tetap memang sangat diperlukan mengingat terbatasnya infrastrukttur telekomunikasi saat ini.
44
Ibid. hal.11.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Walaupun selain PT.Telkom terdapat 2 penyelenggara telekomunikasi sambungan local lain, yaitu PT.Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Berskala Besar V-3 Ratelindo dan PT.Batam Bintan, namun mengingat kedua operator ini masih bersifat regional dengan jumlah pelanggan yang sangat terbatas, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi sambungan local sangat tergantung pada kemampuan PT.Telkom. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, pemerintah selain melakukan terminasi dini juga menetapkan kebijakan duopoly yang diharapkan dapat menigkatkan kemampuan pembangunan infrastruktur telekomunikasi, khususnya sambungan tetap, sehingga memberikan tambahan layanan dan pilihan kepada masyarakat. Dengan ditetapkannya duopoly maka baik PT.Telkom maupun PT.Indosat direposisi menjadi Full Network dan Service Provider (FNSP). Sebagai konsekuensi atas dilakukannya terminasi dini dan duopoly, pemerintah menetapkan kompensasi bagi PT.Telkom dan PT.Indosat. Sesuai kesepakatan, perhitungan kompensasi dilakukan berdasarkan selisih antara gain yang berbentuk izin 1 dan loss 2 yang berbentuk pengakhiran dini hak eksklusifitas. Berdasarkan perhitungan tersebut, pemerintah akan membayar PT.Telkom sebesar Rp.478 miliar, sedangkan PT.Indosat harus membayar ke pemerintah sebesar Rp.178 miliar. Kebijakan duopoly ini ditetapkan sebagai upaya awal pembukaan pasar dan penyelenggaraan yang berdasarkan kompetisi penuh. Hingga saat ini, pemerintah belum menentukan hingga kapan struktur duopoly ini akan dipertahankan untuk selanjutnya memulai kompetisi penuh. Dalam melakukan restrukrisasi sector telekomunikasi, pemerintah juga membentuk Badan Regulasi
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Telekomunikasi (BRTI) sebagai badan regulasi untuk menjamin transparansi, independensi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. 1 izin penyelenggaraan SLI kepada PT.Telkom, izin local dan SLJJ kepada PT.Indosat, dan izin DCS 1800 kepada keduanya. 2 hak eksklusivitas local dan SLJJ bagi PT.Telkom dan hak eksklusivitas SLI bagi PT.Indosat. 3 angsuran pertama sebesar Rp.90 miliar telah dilakukan setiap tahun melalui APBN sesuai dengan kemampuan keuangan Negara. 4 kompensasi dari PT.Indosat ke pemerintah akan diambil dari hasil divestasi PT.Indosat tahun 2002 lalu perumusan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berskala besar V-4. Saat ini pemerintah melakukan penyempurnaan dan penyusunan kerangka kebijakan dan berbagai perangkat peraturan untuk mendukung terciptanya kompetisi level playing field. Peraturan yang sudah diterbitkan antara lain peraturan mengenai kode akses SLJJ, sedangkan yang masih dilakukan penyusunan diantaranya adalah cetak biru sector telekomunikasi, roadmap industri telekomunikasi, dan peraturan interkoneksi. Untuk lebih mendorong pemanfaatan internet, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No.2 Tahun 2005 yang mengatur penggunaan frekkuensi 2,4 GHz sebagai upaya untuk memberikan akses komunikasi data melalui internet dengan biaya yang murah kepada masyarakat terutama segmen social dan bisnis skala kecil dan menengah. Dengan adanya peraturan ini, tingkat penggunaan internet diharapkan akan naik sebesar 43 persen dari tahun sebelumnya menjadi 16 juta orang pengguna. 45
45
Dedi Supriadi.Op.cit., hal.27.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi pada hakekatnya terdiri dari 3 (tiga), yaitu : 46 1. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi Penyelenggara jaringan telekomunikasi, yaitu kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hokum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta, dan koperasi. 47 2. Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Penyelenggara jasa telekomunikasi, yaitu kegiatan penyediaan dan atasu pelayanan
jasa
telekomunikasi
yang
memungkinkan
terselenggaranya
telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Badan penyelenggara untuk jasa telekomunikasi dalam negeri (Domestik) adalah PT.Telkom dan badan penyelenggara uutuk jasa telekomunikasi luar negeri (internasional) adalah PT.Indosat. Badan Usaha Milik Negara tersebut diberi wewenang untuk yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi, seperti telepon, telex, faksimili dan sebagainya, maupun jasa telekomunikasi berupa jasa-jasa nilai tambah (Value Added Service). Badan lain di luar penyelenggara, baik dalam bentuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun koperasi juga berhak untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi non dasar. Sedang untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi dasar, badan lain 46 47
Judhariksawan., Ibid.hal.180. Ibid.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
dapat bekerjasama dengan PT.Telkom dan atau PT.Indosat. bentuk kerjasama antara badan penyelenggara dan badan lain ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1993, yaitu dapat berbentuk Kerjasama Operasi (KSO), usaha patungan dan kontrak manajemen. 3. Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Penyelenggaraan
telekomunikasi
khusus,
yaitu
penyelenggaraan
telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya sangat khusus. Penyelenggaraan
telekomunikasi
untuk
keperluan
khusus
adalah
penyelenggaraan telekomunikasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah tertentu, perorangan atau badan hukum untuk keperluan khusus atau untuk keperluan sendiri. Telekomunikasi khusus dapat dilakukan oleh instansi pemerintah tertentu atau badan hukum (perseroan terbatas atau koperasi) yang ditentukan berdasar hukum. Telekomunikasi khusus diselenggarakan berdasar ijin yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 48 Ijin penyelenggaraan telekomunikasi khusus hanya diberikan Badan Hukum apabila wilayah tersebut belum tersedia atau belum terjangkau fasilitas telekomunikasi yang dapat disediakan oleh Badan Penyelenggara atau Badan Lain. Telekomunikasi untuk keperluan khusus hanya dapat diselenggarakan dengan mempertimbangkan kerahasiaan dan jangkauan atau pengoperasiaannya perlu bentuk sendiri. Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian di bidang telekomunikasi dilakukan secra menyeluruh dan terpadu dengan memerhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat
48
Ibid.hal.181.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
serta
perkembangan
global.
Dalam
rangka
pelaksanaan
pembinaan
telekomunikasi, pemerintah melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta tersebut berupa penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengenbangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan di bidang telekomunikasi. 49 Tabel 1: Realisasi Investasi Izin Usaha Tetap PMDN DAN PMA Sektor Telekomunikasi Periode Tahun 1990-2007 Nilai Investasi PMDN
Rp. 6,96 triliyun
PMA
Rp.65,80 triliyun
TOTAL
Jumlah Perusahaan 26
(US$ 7,31 milyar)
58
Rp.72,76 triliyun
84
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 50
49
Ibid.hal.180. Azhar Lubis,Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi yang Kondusif. Seminar Oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Medan, 11 April 2008. 50
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
BAB III PENGATURAN PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)
A. Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Base Transceiver Station (BTS) Pengertian Base Transceiver Station BTS kepanjangan dari Base Transceiver Station atau banyak orang mengenalnya dengan sebutan menara operator selular. Menurut kamus Bahasa Inggris base adalah basis, dasar, landasan, alas, pokok. Transceiver adalah pemancar sedangkan station adalah stasiun.Jadi base transceiver station adalah stasiun tempat penghubung. 51 Atau yang biasa disebut sebagai stasiun pemancar dan penerima sinyal komunikasi dari handphone ke perusahaan operatornya. 52 Dalam teknologi komunikasi bergerak (handphone), suau daerah atau kota dapat dijangkau berdasarkan daya pancar sinyal yang ada pada BTS. Daerah tersebut dibagi dalam beberapa sel, dimana pada setiap sel ditempatkan satu pemancar (BTS), sampai akhirnya semua daerah yang dikehendaki dapat dijangkau dalam bentuk sel-sel. 53 Menurut Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM divisi Medan, menara BTS berbeda dengan menara telekomunikasi lainnya. Pada BTS dapat memancar dan menerima sinyal komunikasi sehingga dapat terhubung pada mobile system (handset), sedangkan pada menara telekomunikasi lainnya hanya dapat memancar. letak menara BTS tersebut juga harus terletak pada daeah yang banyak penduduk agar tidak terjadidi black spot (daerah yang tidak ada jaringan) sedangkan menara broadcast yakni yang biasa digunakan untuk televisi dan radio hanya dapat memancarkan sinyal
51
Drs.Peter Salim.M.A, The Contempory English-Indonesian Dictionary, (Jakarta:Modern English Press, 1991) 52 http://www.total.or.id/info.php?kk=Base%20Transceiver%20Station, Jumat, 21 November 2008. 53 http://www.total.or.id/info.php?kk=cellular, Jumat, 21 November 2008. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
yang tidak dapat diteruskan dan letaknya tersebut harus tinggi atau biasa berada di atas gunung agar tidak adanya hambatan dalam proses kerjanya. 54 Kehadiran BTS dewasa ini masih menimbulkan berbagai kontroversi. Yang menjadi masalah kontroversi tidak lain adalah masalah radiasi dan pengetahuan masyarakat yang masih minim, serta kekhawatiran tentang struktur bangunan menara. Dari segi kebutuhan, BTS sangatlah menentukan coverage dari sinyal yang dipancarkan oleh operator seluler. Apalagi pengguna ponsel di Indonesia akan tumbuh hingga 9,4 juta di tahun 2007 ini. Otomatis dengan angka pertumbuhan sedemikian rupa para operator berlomba-lomba menyediakan perangkat pendukung coverage area tersebar di seluruh Indonesia. Masyarakat, terutama yang masih awam terhadap radiasi BTS masih miris dengan isu radiasi BTS yang mengganggu kesehatan dan keamanan di sekitar pemukiman mereka. Maka sudah menjadi tugas operator termasuk instansi yang terkait dalam masalah ini untuk mengedukasikan agar masyarkat lebih mengerti dan menerima perkembangan ini secara jelas. Modus Pendirian BTS, yakni : 55 Dari pemasangannya, pendirian sebuah BTS memiliki berbagai metode sesuai kondisi dimana BTS tersebut akan didirikan. Salah satunya adalah mendirikan BTS di tengah tanah lapang, jauh dari pemukiman masyarakat. Cara ini memang berisiko sangat kecil terhadap persepsi miring dari masyarakat sekitar. Metode lainnya adalah mendirikan BTS di tengah pemukiman penduduk aktif. Cara ini memang butuh proses sosialisasi dan edukasi yang matang beserta pemberian jaminan keamanan dan jaminan ganti rugi. Biasanya cara ini memang
54
Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM divisi Medan, pada Tanggal 14 November 2008 55 http://syaif.spaces.live.com/default.aspx, Selasa, 11 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
harus melalui ijin warga sekitar, pihak PEMDA, terlebih-lebih pemilik bangunan yang hendak dikontrak untuk pemasangan BTS. Adapun proses yang dilakukan pihak operator sebelum mendirikan BTS melewati beberapa tahap yang perlu diperhatikan. Yakni diantaranya adalah pemeriksaaan kadar tanah, jika dipasang di tanah kosong. Lalu pengecekan lokasi terhadap jangkauan masyarakat sekitar jika dipasang di tengah pemukiman masyarakat. Biasanya cara ini meliputi pemeriksaan kadar kekuatan tanah terhadap genangan air yang menimbulkan longsor. Lalu proses selanjutnya sosialisasi warga, perijinan terkait PEMDA dan penyelenggaraan kesepakatan mengenai kompensasi terhadap pemilik bangunan atau warga sekitar beserta jaminan keamanannya. Jika dianalisa, traumatis yang dialami masyarakat tentang radiasi BTS ini menyadur pada peristiwa SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang menimbulkan banyak gejala penyakit akibat radiasi yang ditimbulkan ruas kabelkabel listrik. Dan pada akhirnya pemahaman ini dipukul rata, hingga berefek pada keberadaan BTS yang belum tentu benar kadar radiasinya, seperti pada tegangan listrik. Belum lagii pengertian bahwa radiasi tersebut mampu mengganggu system frekuensi dari radio dan televisi. Padahal persepsi seperti ini realitanya masih belum juga terbukti kebenarannya. Secara teoritis, salah satu komponen seperti Base Transceiver Station (BTS) dengan ketinggian antena 10 hingga 30 meter, memproduksi radiasi yang lebih besar. Namun kekuatan radiasi ini akan berkurang secara drastis pada jarak tertentu. Pancaran radiasi dari BTS yang dapat menyentuh tanah pada jarak sekitar 50 meter membutuhkan power maksimum dari antena sekitar 60 watt. Pancaran
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
dari 60 watt ini akan terbagi menjadi sekitar 100 miliwatt per meter persegi. Dengan demikian, efek panas yang ditimbulkan oleh antena ini adalah sekitar 5.000 kali lebih kecil daripada yang diproduksi oleh antena ponsel sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa cukup aman untuk berada di sekitar antena pemancar ponsel. Sebelum memplaning pemancangan BTS, langkah awal yang diperlukan adalah melakukan survey riset terlebih dahulu daerah mana yang layak didirikan BTS tersebut. Riset tersebut meliputi kadar kekuatan tanah yang bakal didirikan BTS,daerah tersebut rawan banjir atau tidak, kadar curah hujan juga perlu diperhatikan oleh pihak operator. Daya terpa angin maksimumnya perlu diadakan pengukuran terlebih dahulu untuk menghindari kerobohan yang berakibat fatal pada penghuni sekitar. Apalagi pembangunan BTS tersebut dilakukan diatas gedung atau ruko yang sengaja dikontrak untuk pemasangan perangkat telekomunikasi. Ini pun juga membutuhkan test kekuatan pondasi beserta hitungan-hitungan lainnya. Pengaturan power frekuansi dari BTS memiliki standard internasional yang harus dilakukan oleh semua operator di dunia. Maka masyarakat tak perlu khawatir dengan tingkat keamanan dan kenyamanan akibat radiasi BTS. Setelah melewati masa survey semua unsur yang berkaitan dengan pendirian BTS, dilakukan sosialisasi dan secara bersamaan melakukan edukasi kepada warga. Tak lepas dari semua itu, perangkat masyarakat pun diikutkan pada perundingan ini beserta warga. Setelah kesepakatan pembangunan BTS positif, maka langkah selanjutnya pihak operator mengadakan transaksi kompensasi yang bakal diterima oleh
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
pemilik tanah, bangunan dan warga sekitar. Standard yang biasa digunakan dan bahkan diwajibkan ketika operator membangun BTS adalah standard internasional ITU (International Telecommunication Union). Pembangunan BTS diatas bangunan atau apalagi yang jadi kekahawatiran banyak public tentang pemancangan di atas gedung, pasti melalui Hammer Test. Yakni pengetesan kekuatan bangunan dari gedung atas kemungkinan getaran gempa maupun terpaan angin. 56
Latar Belakang Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Suatu ponsel menjadi tak ada artinya bila di wilayah tersebut belum ada jaringan telekomunikasi.Jaringan inilah yang menjadi penghubung perangkat ponsel dengan sesama ponsel atau telepon rumah (PSTN).Jaringan ini diterima dan dipancarkan oleh benda yang disebut dengan BTS (base tranceiver station). Base Tranceiver Station (BTS) merupakan menara pemancar dan penerima yang menghubungkan ponsel satu dengan yang lainnya lewat jaringan telekomunikasi. Jadi, fungsi BTS sangat penting dalam pembangunan sistem telekomunikasi. Tidak ada BTS, tidak ada komunikasi lewat ponsel. Saat ini, ada puluhan ribu menara BTS yang telah dibangun operator di seluruh Indonesia. Dan itu akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Pembangunan BTS memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah pelanggan telekomunikasi. Tentu ini sangat penting bagi operator. Penambahan pelanggan berarti tambah penghasilan. Pembangunan BTS juga memiliki hubungan penting dengan meningkatnya penetrasi penggunaan alat telekomunikasi di Indonesia.
56
Ibid., hal.2.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Semakin banyak BTS yang dibangun semakin banyak juga masyarakat yang akan mampu menikmati layanan telekomunikasi. Terutama untuk mereka yang tinggal di wilayah terpencil atau pelosok. Dan komunikasi yang lancar juga akan menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya aktivitas ekonomi dan bisnis di satu daerah. 57
Tujuan Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station Base Transceiver Station (BTS) adalah bagian dari network element GSM yang berhubungan langsung dengan Mobile Station (MS).BTS berhubungan dengan MS melalui air-interface dan berhubungan dengan BSC dengan menggunakan A-bis interface.BTS berfungsi sebagai pengirim dan penerima (transciver) sinyal komunikasi dari/ke MS serta menghubungkan MS dengan network element lain dalam jaringan GSM (BSC, MSC, SMS, IN, dsb) dengan menggunakan radio interface. Secara hirarki, BTS akan terhubung ke BSC, dalam hal ini sebuah BSC akan mengontrol kerja beberapa BTS yang berada di bawahnya. Karena fungsinya sebagai transceiver, maka bentuk pisik sebuah BTS pada umumnya berupa tower dengan dilengkapi antena sebagai transceiver, dan perangkatnya. Sebuah BTS dapat mecover area sejauh 35 km (hal ini sesuai dengan nilai maksimum dari Timing Advance (TA)). Fungsi dasar BTS adalah sebagai Radio Resource Management, yaitu melakukan fungsi-fungsi yang terkait dengan : 58
57
http://yogismobile.blogspot.com, Selasa, 11 November 2008 Riswan, Base Transceiver Station, http://:mobileindonesia.net/2008/05/22 , Selasa, 11 November 2008. 58
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
•
meng-asign channel ke MS pada saat MS akan melakukan pembangunan hubungan.
•
menerima dan mengirimkan sinyal dari dan ke MS, juga mengirimkan/menerima sinyal dengan frekwensi yang berbeda-beda dengan hanya menggunakan satu antena yang sama.
•
mengontrol power yang di transmisikan ke MS.
•
Ikut mengontrol proces handover.
•
Frequency hopping
BTS adalah salah satu perangkat penting dalam telekomunikasi seluler. Setiap BTS,terdiri dari perangkat utama radio atau perangkat rak-rak radio. Tempatnya bisa di dalam ruangan (shelter) atau di luar ruangan (antenna and kabel feeder). Menara BTS hanya salah satu sarana penunjang bagi BTS. Bagi operator, penempatan BTS menjadi penting karena bisa mendukung kekuatan sinyal telepon seluler pelanggan mereka ketika sedang menjalin telekomunikasi. Lewat BTS itulah, kapasitas dan kualitas termasuk jangkauan yang luas dari suatu sistem seluler ke terminal mobile station ditentukan Misalnya, jika ada operator yang menargetkan bisa menjangkau 1.000 pelanggan di suatu daerah tertentu maka diperlukan penempatan BTS dititik yang benarbenar tepat di daerah tersebut. Salah hitung sedikit saja, akibatnya bisa fatal dan sinyal ponsel sama sekali akan lenyap yang berarti kerugian bagi operator ponsel. Hal itu belum termasuk perhitungan apakah BTS yang sudah terpasang bisa tersambung dengan transmiter atau tidak, karena terhalang oleh bukit atau
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
bangunan. Sebelum jaringan BTS dipasang, karena itu biasanya didahului oleh survei. 59 Melihat hal itu, tak heran bila kebanyakan anggaran operator digunakan untuk membangun BTS. XL memfokuskan anggaran tahun 2007
untuk
pembangunan BTS di wilayah luar jawa sekitar 3500 BTS di seluruh Indonesia. Ini artinya tahun 2007 XL memiliki 10.700 BTS. Sedangkan Telkomsel, pada tahun 2007 membangun 5.000 BTS,dari 14 ribu BTS yang telah dimilikinya pada tahun 2006 lalu. Kebanyakan BTS tersebut akan dibangun untuk Indonesia bagian timur. Indosat menambah sekitar 3500 -4000 BTS di tahun 2007. Hingga akhir tahun 2006, Indosat telah memiliki 6700 BTS. Alokasi terbesar dipusatkan pada wilayah di luar jawa. Dengan perbandingan 60:40. 60
B. Perkembangan Usaha Pembangunan dan Penggunaan Base Transceiver Station (BTS) Era persaingan dan berakhirnya sistem pasar monopoli di hampir semua industri dalam negeri telah tiba, termasuk di industri telekomunikasi, kini setelah bisnis dengan pertumbuhan yang sangat fantastis ini, masuk ke era kompetisi terutama setelah disahkannya Undang Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999, industri ini mengundang operator dan pemasok baru hadir dan siap bersaing dengan para pemain lama. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 220 juta orang, masih memungkinkan setiap operator untuk menarik pelanggan baru dan melakukan
59
Rusdi Mathari,” [ekonomi-nasional] Kepentingan Bisnis di Menara BTS “ http://www.mail archive.com/
[email protected], Selasa, 11 November 2008. 60 http://yogismobile.blogspot.com/, hal.2. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 220 juta orang, masih memungkinkan setiap operator untuk menarik pelanggan baru dan melakukan ekspansi
besar-besaran
ke
seluruh
wilayah
nusantara.
Tidak
hanya
mengedepankan tarif murah dan promosi yang gencar, akan tetapi jangkauan yang luas dan kualitas produk serta performansi jaringan juga sangat dibutuhkan calon pengguna, terutama yang senang dengan mobilitas dan tinggal di daerah rural. Beberapa data mengenai kondisi telekomunikasi saat ini Tabel 1: Pelaku Pasar Telepon Selular Indonesia, 2005-2007 2005 Pelanggan (juta)
2006 Pangsa Pasar (%)
Pelanggan (juta)
2007 Pangsa Pasar (%)
Pelanggan (juta)
Telkomsel (kartu Halo,SimPATI,AS) 24,3 51,6 35,6 55,6 42,0 Indosat(Matrix,Men tari, IM3, StarOne) 14,2 30,2 15,9 24,8 17,6 Excelcomindo (Xplor,Bebas,Jempol) 7,0 14,8 9,5 14,8 10,2 Mobile 8 (Fren) 1,1 2,3 1,4 2,2 2,0 Lain-lain n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. Total Selular 46,9 63,7 73,0 Sumber:website masing-masing operator dan sumber lainnya. 61
Pang sa Pasar (%)
57,5 24,1 14,0 2,8 n.a.
Jumlah operator telepon, baik seluler maupun bergerak terbatas (fixed wireless
access)
dengan
teknologi
GSM
(Global
System
for
Mobile
communication) dan CDMA (Code Division Multiple Access) ada lebih dari 10 operator diantaranya: Tabel 2 : Jumlah Operator Telepon di Indonesia No. Operator 1 PT Telkom, Tbk 2 PT Telkomsel 3 PT. Indosat, Tbk.
Produk Flexi Halo, As, Simpati Matrix, Mentari,
IM3,
61
Ningrum Natasya Sirait,Persaingan Usaha Industri Telekomunikasi, Makalah pada Diskusi Publik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 11 April 2008. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
4 5 6 7 8 9 10 11
Star One PT. Excelcomindo Pratama, Tbk Xplor, Bebas, Jempol PT. Bakrie Telecom, Tbk Esia, Wifone, Wimode PT. Mobile-8 Fren PT. Sinar Mas Telecom Smart PT. Hutchison Charoen Pokhand 3 “Three” Telecomunication PT. Sampoerna Telecom Indonesia Ceria PT. Natrindo Telepon Seluler NTS, AXIS Pasifik Satelit Nusantara Pasifik Satelit Nusantara Sumber:website masing-masing operator dan sumber lainnya 62
Inovasi dan ekspansi besar-besaran terus dilakukan perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki asing. Hal ini disebabkan, pertumbuhan pendapatan yang diperoleh dari bisnis telekomunikasi terus berkembang dan meningkat. Sebagai contoh, Bakrie Telecom berhasil membukukan kenaikan pendapatan kotor perusahaan sebesar 125% dari Rp 369,1 miliar di 2005 menjadi Rp 829,4 miliar pada 2006. Sedangkan pendapatan bersih perseroan, juga meningkat tajam 149,4% dari Rp 243,76 miliar di 2005 menjadi Rp 607,9 miliar di tahun 2006. Belum lagi perusahaan lain yang umumnya menunjukan kinerja keuangan yang positif. Begitu menariknya bisnis di dunia telekomunikasi, menyebabkan setiap cabang bisnisnya selalu menarik bagi pihak asing, tidak terkecuali bisnis pembangunan menara. Sejak awal, pembangunan menara untuk kelancaran komunikasi ke konsumen diurusi oleh pihak ketiga, dapat berupa pihak asing atapun pengusaha lokal. Sebagai contoh PT. Mobile – 8 menyerahkan sepenuhnya pembangunan menara pemancarnya kepada Samsung, sehingga ketika terjadi
62
http://www.postel.go.id, Jumat, 21 November 2008
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
kelalaian pembangunan, perusahaan tersebut dapat menyalahkan pihak Samsung sebagai pengembang. Sebagai gambaran besarnya bisnis pembangunan menara, berikut adalah tabel jumlah BTS operator yang telah dibangun hingga tahun 2007. Tabel 3 :Jumlah BTS tiap operator telekomunikasi 2007 Operator
Jumlah BTS
PT Telkom
1.900
PT Telkomsel
20. 884
PT Indosat
10.760
PT Excelcomindo
11.157
PT Mobile – 8
945
PT Bakrie Telecom
800
Diolah dari berbagai sumber 63 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Barie Telecom melalui produk Esianya mendirikan 800 BTS di seluruh Indonesia. Bila dibandingkan dengan operator lain yang ada dalam tabel, jumlah BTS yang didirikan Bakrie Telecom paling sedikit. Hal ini dikarenakan, produk Esia yang dikeluarkan Bakrie menggunakan teknologi CDMA di spectrum 800 MHz, coverage-nya hanya satu kode area saja. Sedangkan untuk Telkomsel, BTS yang dimilikinya paling banyak diantara operator telekomunikasi lainnya dengan jumlah 20. 884 BTS di seluruh Indonesia. Hal ini sangat memungkinkan karena coverage area Telkomsel yang menggunakan teknologi GSM di spectrum 900/1800 MHz ini lebih luas. 3 “ Three” yang merupakan produk dari PT. Hutchison Charoen Pokhand Telecomunication, saat ini telah menjangkau pulau Jawa dan Bali serta Sumatera, yang kemungkinan dari tahun ke tahun akan membutuhkan ribuan BTS baru, yang 63
Ibid. hal.,2
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
digunakan
untuk
memperluas
area
jangkauan
dan
menambah
jumlah
pelanggannya. Hal tersebut sangat tidak baik, mengingat saat ini jumlah menara di seluruh Indonesia melebihi 40 ribu menara. Bahkan, cenderung beberapa kawasan di Indonesia akan tampak seperti hutan menara, itupun belum ditambah menara menara stasiun televisi dan menara radio yang masih analog. Semula bisnis BTS dan juga menaranya hanya ditekuni para operator telepon seluler sebagai bagian dari pelayanan kepada pelanggan mereka. Belakangan sejumlah pemain baru di luar operator telepon seluler, juga masuk ke dalam industri ini dan karena itu meramaikan peta persaingan bisnis menara BTS. Catatan dari Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi, saat ini ada 50 pemain yang berkecimpung dalam pemasangan dan penyewaan menara BTS dengan jumlah menara yang mencapai tiga puluhan ribu unit. Tahun lalu kebutuhan akan menara BTS di Indonesia ditaksir mencapai 43 ribu titik sementara kapasitas yang bisa dibangun hanya mencapai 7 ribu. 64 Persaingan di bisnis ini semakin mencapai puncak ketika sebagian operator telepon seluler tak lagi berminat membangun menara BTS secara mandiri dan berbalik hanya menyewa BTS. Alasan para operator, biaya pemasangan satu BTS yang berkisar antara Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar per satu menara terlalu mahal dan dianggap kurang efisien bagi bisnis mereka. Para operator itu, akan tetapi bukan benar-benar bermaksud meninggalkan bisnis menara BTS melainkan membuat anak perusahaan yang khusus mengurus pemasangan dan penyewaan BTS.
64
Ibid., hal.3.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
PT Exelcomindo Pratama Tbk., operator telepon seluler XL, contohnya. Tahun ini, perusahaan itu bermaksud melepas bisnis 10 ribu unit menara BTS-nya dan akan menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan lain karena alasan ingin fokus pada bisnis operator telepon seluler. PT Mobile-8 Telecom Tbk. sebelumnya juga sudah melepas sekitar 344 unit menara BTS mereka yang dikelola secara mandiri kepada Tower Bersama. 65 Tak ada catatan yang akurat yang bisa memastikan perputaran bisnis menara BTS kecuali hanya taksiran yang menyebut sekitar ratusan miliar per tahun. Perputaran uang itu terutama diperoleh dari harga sewa menara BTS yang berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 25 juta per bulan per menara dengan kontrak yang juga cukup panjang sekitar 10 tahun. Harga sewa itu sudah termasuk biaya sewa, listrik, perawatan, dan retribusi pemda. Karena setiap menara biasanya disewa oleh beberapa operator, maka pemasukan uang dari penyewaan satu menara BTS bisa mencapai Rp 75 juta setiap bulan. Semakin banyak operator yang menyewa, semakin besar pemasukan yang didapat oleh perusahaan menara BTS. Besarnya perputaran uang itulah, yang lantas juga menggiurkan investor asing. American Tower dari Amerika Serikat, Gulf Tower dari Timur Tengah, dan Tower Vision dari India adalah beberapa perusahaan asing yang sudah mengambil ancang-ancang untuk terlibat dalam bisnis menara BTS di Indonesia. American Tower bahkan dikabarkan sudah membeli saham Protelindo, salah satu perusahaan nasional yang tahun lalu memiliki 323 menara BTS. Di negaranya,
65
Ibid.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
American Tower adalah perusahaan raksasa yang memiliki sekitar 23 ribu menara BTS. Selain di Indonesia, mereka juga sudah masuk ke India. 66 Masalahnya adalah para investor itu datang ke Indonesia dengan membawa modal besar tentu saja, yang dalam beberapa hal tak mungkin ditandingi oleh perusahaan lokal. Dalam tender pelepasan menara BTS milik Exelcomindo, yang kabarnya sudah berlangsung sejak awal Februari silam, misalnya, ada persyaratan yang mengharuskan peserta tender memiliki scroll account sebesar US$ 300 juta. Tujuannya untuk jaminan yang memastikan kelangsungan bisnis menara BTS Exelcomindo, antara lain dalam hal keamanan jika misalnya kemudian keberadaan menara BTS itu diprotes oleh warga. Karena persyaratan itulah, daftar peserta tender pengelolaan menara BTS Exelcomindo, kabarnya hanya menjaring 10 perusahaan, yang sebagian besar ternyata adalah asing. Sebelumnya jumlah peserta tender yang ikut mendaftar mencapai 77 perusahaan yang berasal dari dalam dan luar luar negeri. Kabarnya, Goldman
Sachs
ditunjuk
untuk
menyeleksi
peserta
tender
lantas
merekomendasikan 33 perusahaan terpilih dan akhirnya hanya tinggal 10 perusahaan yang di dalamnya ada Protelindo, Gulf Tower, Tricom, dan Hutchison. Bersamaan dengan masuknya 10 perusahaan dalam tender menara BTS milik Exelomindo itulah, lalu keluar Peraturan Menteri dari Pak Nuh. Kasakkusuk bahwa keputusan itu dipengaruhi oleh sejumlah perusahaan domestik yang tersingkir dalam tender menara BTS Exlecomindo, lantas meruap ke ruang-ruang
66
Rusdi Mathari, “Persaingan di Puncak Menara BTS”, http://www.mobile Indonesia.com, Selasa, 11 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
café, meja kantor, dan menjadi diskusi di kalangan pebisnis menara BTS dan beberapa kalangan telekomunikasi. Wakil Kepala BKPM Yus’an secara tidak langsung bahkan menduga ada pihak-pihak tertentu yang menggunakan pemerintah untuk kepentingan bisnis mereka dalam konteks bisnis menara BTS. Pembatasan semacam itu menurut Yus’an juga akan memperburuk investasi infrastruktur menara. Yus’an mengkhawatirkan, masyarakat (konsumen) kelak justru tak akan mendapat pelayanan efektif apalagi jumlah daerah yang tak terjangkau oleh sinyal karena antara lain ketiadaan menara BTS di Indonesia cukup banyak. Beberapa hari sebelum Yus’an mempertanyakan latar belakang keluarnya Peraturan Menteri, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar mencoba menjelaskan alasan dikeluarkannya keputusan dari Pak Menteri Nuh. Berbicara di depan anggota Komisi I DPR RI, Basuki antara lain mengatakan, “Kami tidak ingin investor asing masuk ke bisnis menara yang nilainya mencapai Rp 100 miliar per tahun. Ini kesempatan untuk industri local.” 67 Perkembangan pembangunann menara BTS sangat cepat. Seperti, PT. Excelcomindo Pratama(XL) telah meresmikan BTS ke-14.000 yang dibangun di Hamadi, Jayapura, yang sekaligus menandai 12 tahun upaya ekspansi operator tersebut untuk menggelar layanan dari Sabang sampai Merauke. 68 Dalam penggunaan BTS tersebut berbagai operator berupaya untuk mengganti sumber kekuatan BTS yang berasal dari listrik dapat digantikan oleh sumber lain. Stuart Carlaw Ketua ABI Research mengungkapkan bahwa pihak mereka sedang melakukan pengembangkan BTS yang menggunakan tenaga matahari, yang dapat 67
Ibid. ”XL resmikan BTS ke-14.000,” http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/, Jumat, 21 November 2008. 68
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
menghemat energi dan ramah lingkungan tentunya. 69 Sedangkan PT Indosat akan menggunakan sumber energi alternatif untuk menyalakan BTS-nya. Energi itu bisa tenaga angin, matahari maupun minyak nabati.70 Demikian juga halnya Ericcson tak mau ketinggalan, Sebuah konsep BTS dengan optimalisasi energi diperkenalkan oleh provider telekomunikasi Ericsson. Dengan menggunakan angin sebagai sumber energinya, BTS ini diklaim dapat menghemat biaya operasi operator. 71 C. Pengaturan Pembangunan Base Transceiver Station (BTS) Di negeri ini, jarang ada pembangunan yang sangat pesat selain pembangunan menara BTS (base transceiver station). Bayangkan saja, 15 tahun silam, jumlah BTS mungkin baru sekitar 10 unit. Kini, ada 35 ribu BTS bertebaran di pelosok negeri. Sejumlah kota mungkin akan menjadi hutan menara baja jika pembangunan BTS tetap dibiarkan seperti sekarang. Itu sebabnya pemerintah berniat merilis regulasi pembangunan serta pengelolaan menara BTS, akhir tahun ini juga. Pemerintah melalui menteri komunikasi dan infomasi (KOMINFO) mengeluarkan kebijakan mengenai pembangunan menara melalui peraturan terbaru Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi pasal 2 yang menyebutkan bahwa kini menara wajib digunakan secara bersama tanpa 69
“Tahun 2013, BTS Gunakan Tenaga Matahari,” http:// www.arrahmah.com/ , Jumat, 21 November 2008. 70 “Sumber Energi Alternatif BTS , “ http:// podjoktelco.blogspot.com/2008/05/sumber- , Jumat, 21 November 2008. 71 “ Ericsson Ungkap BTS Bertenaga Angin,” http://www.indonesiaheadlines.com/, Jumat, 21 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
mengganngu pertumbuhan industri telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan bahwa kini menara wajib digunakan oleh minimal 2 operator. Permasalahan
yang
sangat
mungkin
terjadi
adalah:
melakukan
penggabungan bersama apalagi jika yang dilakukan antar operator yang memiliki teknologi yang sama GSM – GSM, berbeda halnya jika yang digabungkan antar operator GSM – CDMA karena selain memiliki pangsa pasar yang berbeda, frekuensi yang digunakan jauh berbeda dan handset yang digunakan pun berbeda. Akan tetapi jika yang digabungkan operator yang memiliki teknologi GSM yang mempunyai segmen pasar sama dan teknologi yang sama dan berada di frekuensi yang hampir sama di rentang antara 900 MHz dan 1800 MHz. Hal ini menjadi cukup krusial mengingat akhirnya kepuasan konsumen adalah hal yang diharapkan. Persoalan lain akan muncul, jika menara bersama diaplikasikan, siapakah yang akan menjadi investor pemilik menara bersama tersebut. Dengan biaya per menara bisa sekitar 1 hingga 2 milyar. Misalnya, untuk satu perusahaan besar, seperti Telkom dengan 1900 BTS (tabel 1.1), berarti Telkom harus menanamkan biaya sebesar 2 triliun. Sayangnya, dari 100 triliun belanja operator telekomunikasi, hanya 1 triliun yang masuk ke industri telekomunikasi nasional. Hal tersebut diungkapkan Direktur Industri Telematika Depperin tahun 2007. Namun, berbarengan dengan regulasi tentang menara bersama pemerintah memiliki kebijakan untuk menutup akses pengusaha asing masuk ke bisnis ini, dan bisnis pengelolaan menara ini dianggap dalam Daftar Negatif Investasi, yang telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri
Kominfo
No.
2/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang
Pedoman
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. 2. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri. Menara bersama memiliki karakteristik yang unik, karena kini sistem ini akan diterapkan di kawasan Indonesia yang sedang mengalami kompetisi yang cukup ketat, disatu sisi jangkauan yang luas adalah daya tarik operator untuk menarik pelanggan, tanpa menara yang banyak, para operator baru tidak akan bisa bertahan lama. Contohnya, Telkomsel sebagai market leader dan Bakrie Telecom yang mampu meningkatkan pelanggan secara signifikan salah satu sebabnya karena penggelaran jaringan yang cepat dan luas. Hal tersebut tidak terlepas dari kemampuan membangun menara dengan cepat, banyak dan teratur, sehingga bisa menjangkau daerah-daerah baru. Selain investor asing yang telah unggul di dunia internasional, seberapa besar kemampuan pemasok menara lokal untuk setara atau bahkan lebih unggul dari pemasok asing, serta mampu menembus paling kecil pasar Asia. Karena penggunaan menara bersama bisa digunakan di manapun tak terkecuali Singapura yang memiliki daerah kecil. Oleh karena itu, pembahasan teknologi tentang menara bersama ini agar mampu meningkatkan peranan pemasok lokal supaya tetap unggul dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Basuki Basuki Yusuf Iskandar, Dirjen Postel Departemen Kominfo, menegaskan bahwa beleid tentang pembangunan serta pengelolaan menara BTS itu akan diundang-undangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kominfo. Jadi, nantinya, pembangunan BTS akan dibatasi. Yang sudah ada pun pemanfaatannya akan dioptimalkan. Beleid
itu memang merupakan sebuah kebutuhan. Tanpa itu, besar
kemungkinan jumlah menara BTS akan membengkak. Indra Gunawan, Sekjen Asosiasi Pengembang Infrastruktur Menara Telekomunikasi (Aspimtel), menduga kebutuhan BTS akan mencapai 43 ribu menara pada tahun 2009. Sebab,pengguna ponsel diperkirakan bakal meningkat menjadi 65 juta pelanggan. Padahal, pembangunan menara BTS secara terus-terusan macam begitu jelas merupakan pemborosan. Membangun menara memang tidak murah. Biaya investasi untuk satu menara sedikitnya mencapai Rp 1,5 miliar—termasuk untuk pembebasan tanah yang rata-rata mencapai Rp 600 juta. Di Hong Kong atau di kebanyakan negara lain, satu BTS bisa dipakai oleh sejumlah operator seluler. Bahkan, stasiun televisi atau radio juga bisa ikut menumpang. Sungguh amat efisien. Di sini, kebanyakan BTS eksklusif milik satu operator. Beleid yang akan dibuat berusaha mengubah kebiasaan boros tadi. Jadi, satu menara bisa digunakan bersama, minimal oleh empat operator—termasuk stasiun televisi. Jadi, operator tak perlu lagi boros tanah. Apalagi, kata Basuki, banyak kritik dari masyarakat lantaran pembangunan menara BTS di wilayah perumahan kerap mengganggu mereka. Basuki menjelaskan, saat ini Ditjen Postel tengah membahas rincian beleid bersama para stakeholder—mulai dari operator seluler, stasiun televisi, hingga
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
sejumlah pemerintah daerah. Nantinya, akan diatur soal standardisasi serta kriteria pembangunan dan pengelolaan menara BTS Ada standardisasi konstruksi menara, ketinggian menara, jarak antar-BTS seluler, serta posisi penangkal petir. Standarisasi jelas penting. Soal standar konstruksi, misalnya. Hal itu perlu diperhatikan untuk menjaga kekuatan menara dari terpaan angin serta kemungkinan gempa. Selain itu, ketinggian dan lokasi menara juga harus diatur agar tidak mengganggu tata kota. Pengaturan jarak antar-BTS ditujukan untuk mengisolasi frekuensi antaroperator supaya tidak terjadi interferensi antaroperator. Yang menjadi masalah, bagaimana mengaplikasikan aturan itu nantinya? Sebab, saat ini saja jumlah menara BTS sudah amat bejibun. Tercatat, dari sekitar 35 ribu menara itu, Telkomsel memiliki 14.500 lebih menara, sedangkan Indosat mempunyai 11 ribu menara. Lantas, PT Excelcomindo Pratama memiliki 4.500 menara. Setelah itu, ada pula Komselindo dan Metrosel (keduanya memiliki 700 menara secara bersama), Bakrie Telecom (406), Natrindo (271), Sampoerna (270), dan Hutchinson (64). Sebagian besar menara-menara tadi berlokasi di Ibu Kota dan di sejumlah kota besar di pulau Jawa. 72
D. Pengaturan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi Telah disinggung sebelumnya bahwa perihal mengenai telekomunikasi telah diatur melalui UU No.36 Tahun 1999, akan tetapi pengaturan yang terdapat di dalamya tidak dapat mencakup semua pengaturan mengenai permasalahan telekomunikasi
secara
menyeluruh.
Menara
pemancar-penerima
seluler
merupakan suatu kebutuhan pokok dalam rangka menunjang keberlangsungan 72
Febry Mahimza, “BTS, Mengatur Barisan, “ http:// www.majalahtrust.com/, Selasa, 11 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
suatu usaha telekomunikasi. Dikarenakan hal yang sangat penting tersebut, maka dirasakan perlunya pengaturan mengenai hal ini. Terdapat permasalahan yang kompleks mengenai pembangunan dan penggunan menara pemancar-penerima seluler pada saat ini. Sebagai konsekuensi dari semakin pesatnya pembangunan telekomunikasi, khususnya telekomunikasi nirkabel, semakin meningkat pula pembangunan infrastruktur prasarana pendukung seperti menara telekomunikasi. Hanya saja, saat ini cukup banyak jaminan keamanan lingkungan dan kurang proporsional penempatannya bagi estetika tata kota. Kondisi ini menjadi lebih buruk karena sebagian masyarakat semakin kritis, sehingga sering mudah eksplosif sikapnya terhadap menara yang dianggapnya berpotensi membahayakan lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Bahkan secara , ekonomi persaingan pendirian menara pemancar-penerima seluler ini justru cenderung kurang efisien, karena beban biaya menjadi berlebih disbanding dengan kemungkinan single menara. Karena itu, semangat yang ingin dikedepankan regulator telekomunikasi adalah bagaimana satu BTS dapat dimanfaatkan oleh beberapa operator. Dengan pengunaan BTS bersama, maka hal itu mengurangi tingginya permintaan lahan untuk pembangunan menara, serta demi menjaga keindahan dan estetika kota. Jika semua daerah menerapkan aturan serupa, menggunakan BTS bersama, maka selain tercipta penataan kota yang baik, biaya yang perlu dikeluarkan operator juga akan berkurang secara signifikan. Sebab untuk membangun satu lokasi tower, di luar perangkat BTS-nya itu sendiri, sedikitnya diperlukan dana Rp 1 miliar sejak dari proses site acqusition hingga pendirian tower dan membangun shelter.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Hanya saja, memang implementasi menara bersama tidak semudah membalikan telapak tangan. Ada dua alasan. Pertama, keberadaan tower telekomunikasi sudah sedemikian banyaknya dan masing-masing operator mempunyai perencanaan jaringan sendiri-sendiri. Dan kedua, tower-tower yang sudah ada, memang tidak didesain untuk digunakan secara bersama sehingga beban yang dapat ditampung di atas menara juga terbatas. 73 Menteri Kominfo Mohammad Nuh pada tanggal 17 Maret 2008 telah secara
resmi
menanda-tangani
Peraturan
Menteri
Kominfo
No.
02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi. Rencana pengesahan peraturan ini telah disampaikan oleh Menteri Kominfo pada saat berlangsungnya acara Rapat Dengar Pendapat antara Komisi 1 DPR-RI dengan jajaran Departemen Kominfo yang dipimpin langsung oleh Menteri Kominfo pada tanggal 17 Maret 2008. Pertimbangan utama diterbitkannya peraturan ini adalah, bahwasanya menara telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang utama dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang vital dan memerlukan ketersediaan lahan, bangunan dan ruang udara. Di samping itu disadari pula sepenuhnya, bahwa dalam rangka efektivitas dan efisiensi penggunaan menara telekomunikasi harus memperhatikan faktor keamanan lingkungan, kesehatan masyarakat dan estetika
73
Suara Merdeka, “Pro-Kontra Keberadaan BTS http://:www.suaramerdeka.com/harian/0801/07/eko08. , Jumat, 21 November 2008.
Seluler,”
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
lingkungan. Dalam penyusunan peraturan ini sudah mengacu pada beberapa peraturan perubdang-undangan yang berlaku, yaitu 74 :
1. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 2. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. 3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. 4. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 5. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 6. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal . 7. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Beberapa hal penting yang diatur dalam peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka Menara harus digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi. 2. Pembangunan
Menara
dapat
dilaksanakan
oleh
:
Penyelenggara
telekomunikasi; Penyedia Menara; dan/atau Kontraktor Menara. 3. Pembangunan Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
74
“Peraturan Menteri Kominfo Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi”,http://www.postel.go.id/update/id/baca_info.asp?id_info=931, Jumat, 21 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
4. Pemberian Izin Mendirikan Menara tersebut wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 5. Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara, dan atau Kontraktor Menara dalam mengajukan Izin Mendirikan Menara wajib menyampaikan informasi rencana penggunaan Menara Bersama. 6. Informasi tersebut harus dilakukan dengan perjanjian tertulis antara Penyelenggara Telekomunikasi. 7. Pemerintah Daerah harus menyusun pengaturan penempatan lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 8. Pemerintah Daerah dalam menyusun pengaturan penempatan Menara tersebut harus mempertimbangkan aspek – aspek teknis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan Menara Bersama. 9. Pengaturan penempatan lokasi Menara tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dilakukan dengan mekanisme yang transparan dan dengan melibatkan peran masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk penataan ruang yang efisien dan efektif demi kepentingan umum. 10. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. 11. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang usaha tersebut adalah Badan Usaha Indonesia yang
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri. 12. Penyelenggara Telekomunikasi yang Menaranya dikelola pihak ketiga harus menjamin bahwa pihak ketiga tersebut memenuhi kriteria sebagai Pengelola Menara dan/atau Penyedia Menara tersebut. 13. Penyelenggara Telekomunikasi yang pembangunan Menaranya dilakukan oleh pihak ketiga harus menjamin bahwa pihak ketiga tersebut memenuhi kriteria Kontraktor Menara tersebut . 14. Pembangunan Menara harus sesuai dengan standar baku tertentu untuk menjamin keamanan lingkungan dengan memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi Menara, antara lain: tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama; ketinggian Menara; struktur Menara; rangka struktur Menara; pondasi Menara; dan kekuatan angin. 15. Menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas. 16. Sarana pendukung tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku, antara lain: pentanahan (grounding); penangkal petir; catu daya; lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light); dan marka Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking). 17. Identitas hukum terhadap Menara tersebut antara lain: nama pemilik Menara; lokasi Menara; tinggi Menara; tahun pembuatan/pemasangan Menara; Kontraktor Menara; dan beban maksimum Menara.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
18. Izin Mendirikan Menara di kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk kawasan dimaksud. 19. Kawasan
tertentu
tersebut
merupakan
kawasan
yang
sifat
dan
peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain: kawasan bandar udara/pelabuhan; kawasan pengawasan militer; kawasan cagar budaya; kawasan pariwisata; atau kawasan hutan lindung. 20. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara yang memiliki Menara, atau Pengelola Menara yang mengelola Menara, harus memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada para Penyelenggara Telekomunikasi lain untuk menggunakan Menara miliknya secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis Menara . 21. Calon pengguna Menara dalam mengajukan surat permohonan untuk penggunaan Menara Bersama harus memuat keterangan sekurangkurangnya, antara lain: nama Penyelenggara Telekomunikasi dan penanggung jawabnya; izin penyelenggaraan telekomunikasi; maksud dan tujuan penggunaan Menara yang diminta dan spesifikasi teknis perangkat yang digunakan; dan kebutuhan akan ketinggian, arah, jumlah, atau beban Menara. 22. Penggunaan Menara Bersama oleh Penyelenggara Telekomunikasi dilarang menimbulkan interferensi yang merugikan . 23. Dalam
hal
terjadi
interferensi
yang
merugikan,
Penyelenggara
Telekomunikasi yang menggunakan Menara Bersama harus saling berkoordinasi.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
24. Dalam
hal
koordinasi
tersebut
tidak
menghasilkan
kesepakatan,
Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menara Bersama, Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara dan/atau Penyedia Menara dapat meminta Direktur Jenderal untuk melakukan mediasi. 25. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara dan/atau Pengelola Menara harus memperhatikan ketentuan hukum tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 26. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara dan/atau
Pengelola
Menara
harus
menginformasikan
ketersediaan
kapasitas Menaranya kepada calon pengguna Menara secara transparan . 27. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara, dan/atau Pengelola Menara harus menggunakan sistem antrian dengan mendahulukan calon pengguna Menara yang lebih dahulu menyampaikan permintaan penggunaan Menara dengan tetap memperhatikan kelayakan dan kemampuan. 28. Penggunaan Menara Bersama antara Penyelenggara Telekomunikasi, antar Penyedia Menara dengan Penyelenggara Telekomunikasi, atau antar Pengelola
Menara
dengan
Penyelenggara
Telekomunikasi,
harus
dituangkan dalam perjanjian tertulis dan dicatatkan kepada Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 29. Pencatatan atas perjanjian tertulis oleh Direktorat Jenderal tersebut didasarkan atas permohonan yang harus dilakukan oleh Penyelenggara Telekomunikasi, Penyedia Menara atau Pengelola Menara.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
30. Pemerintah Daerah harus memperhatikan ketentuan hukum tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam pembangunan Menara pada wilayahnya . 31. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara, Penyedia Menara, dan/atau Pengelola Menara berhak memungut biaya penggunaan Menara Bersama kepada Penyelenggara Telekomunikasi yang menggunakan Menaranya. 32. Biaya
penggunaan
Menara
Bersama
tersebut
ditetapkan
oleh
Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki Menara atau Penyedia Menara atau Pengelola Menara dengan harga yang wajar berdasarkan perhitungan biaya investasi, operasi, pengembalian modal dan keuntungan. 33. Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Peraturan ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. 34. Ketentuan penggunaan Menara Bersama sebagaimana diatur dalam Peraturan ini tidak berlaku untuk : Menara yang digunakan untuk keperluan Jaringan Utama; atau Menara yang dibangun pada daerahdaerah yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi atau daerahdaerah yang tidak layak secara ekonomis . 35. Dalam hal Penyelenggara Telekomunikasi bertindak sebagai perintis di daerah tersebut maka kepadanya tidak diharuskan membangun Menara Bersama. 36. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah memiliki Izin Mendirikan Menara dan telah membangun Menaranya sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
ketentuan dalam peraturan ini paling lama 2 tahun sejak peraturan ini berlaku . 37. Penyelenggara Telekomunikasi atau Penyedia Menara, yang telah memiliki Izin Mendirikan Menara namun belum membangun Menaranya sebelum peraturan ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuanketentuan dalam peraturan ini. 38. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 75
Peraturan Menteri Kominfo No. 2/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi pasal 2 yang menyebutkan bahwa kini menara wajib digunakan secara bersama tanpa mengganngu pertumbuhan industri telekomunikasi. Hal ini menjadi landasan bahwa kini menara wajib digunakan oleh minimal 2 operator.Permsalahan yang sangat mungkin terjadi adalah: melakukan penggabungan bersama apalagi jika yang dilakukan antar operator yang memiliki teknologi yang sama GSM – GSM, berbeda halnya jika yang digabungkan antar operator GSM – CDMA karena selain memiliki pangsa pasar yang berbeda, frekuensi yang digunakan jauh berbeda dan handset yang digunakan pun berbeda. Akan tetapi jika yang digabungkan operator yang memiliki teknologi GSM yang mempunyai segmen pasar sama dan teknologi yang sama dan berada di frekuensi yang hampir sama di rentang antara 900 MHz dan 1800 MHz. Hal ini menjadi cukup krusial mengingat akhirnya kepuasan konsumen adalah hal yang diharapkan. Persoalan lain akan 75
Ibid.hal.,2.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
muncul, jika menara bersama diaplikasikan, siapakah yang akan menjadi investor pemilik menara bersama tersebut. Dengan biaya per menara bisa sekitar 1 hingga 2 milyar. Misalnya, untuk satu perusahaan besar, seperti Telkom dengan 1900 BTS berarti Telkom harus menanamkan biaya sebesar 2 triliun. Sayangnya, dari 100 triliun belanja operator telekomunikasi, hanya 1 triliun yang masuk ke industri telekomunikasi nasional. Hal tersebut diungkapkan Direktur Industri Telematika Depperin tahun 2007. Namun, berbarengan dengan regulasi tentang menara bersama pemerintah memiliki kebijakan untuk menutup akses pengusaha asing masuk ke bisnis ini, dan bisnis pengelolaan menara ini dianggap dalam Daftar Negatif Investasi, yang telah dicantumkan dalam Peraturan Menteri
Kominfo
No.
2/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang
Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 yang berbunyi : 1. Bidang usaha jasa konstruksi untuk pembangunan Menara sebagai bentuk bangunan dengan fungsi khusus merupakan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing. 2. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang bergerak dalam bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) adalah Badan Usaha Indonesia yang seluruh modalnya atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri. Menara bersama memiliki karakteristik yang unik, karena kini sistem ini akan diterapkan di kawasan Indonesia yang sedang mengalami kompetisi yang cukup ketat, disatu sisi jangkauan yang luas adalah daya tarik operator untuk menarik pelanggan, tanpa menara yang banyak, para operator baru tidak akan bisa bertahan lama. Contohnya, Telkomsel sebagai market leader dan Bakrie Telecom yang mampu meningkatkan pelanggan secara signifikan salah satu sebabnya
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
karena penggelaran jaringan yang cepat dan luas. Hal tersebut tidak terlepas dari kemampuan membangun menara dengan cepat, banyak dan teratur, sehingga bisa menjangkau daerah-daerah baru. Selain investor asing yang telah unggul di dunia internasional, seberapa besar kemampuan pemasok menara lokal untuk setara atau bahkan lebih unggul dari pemasok asing, serta mampu menembus paling kecil pasar Asia. Karena penggunaan menara bersama bisa digunakan di manapun tak terkecuali Singapura yang memiliki daerah kecil. Oleh karena itu, pembahasan teknologi tentang menara bersama ini agar mampu meningkatkan peranan pemasok lokal supaya tetap unggul dan menjadi tuan rumah dinegeri sendiri.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
BAB IV PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) DI KOTA TEBING TINGGI
A. Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi Dalam Pengaturan Penempatan Lokasi Base Transceiver Station Dalam industri telekomunikasi, salah satu topik yang mengemuka adalah mengenai pembangunan sarana penunjang base transceiver station (BTS) atau lebih sering disebut dengan menara telekomunikasi. Menjamurnya menara BTS membuat gundah beberapa pemerintah daerah. Akibatnya, muncul wacana untuk mengelola menara BTS sehingga bisa menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya, bukan hanya pemerintah daerah saja yang menganggap menara BTS sebagai "ladang" baru demi menambah pendapatan, namun juga masyarakat. Meski banyak pula masyarakat daerah terpencil yang mengirimkan pesan singkat ke SMS Center BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) agar di wilayahnya dibangun BTS, namun tidak dapat dipungkiri banyak juga penolakan warga atas pembangunan tersebut yang bermuara pada besaran nilai kompensasi. 76
76
Heru Sutadi, Menara Bersama Antara Kebutuhan dan PAD, http://:www.detikinet.com , Selasa, 11 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Hal yang menjadi kendala dalam pembangunan menara telekomunikasi adalah masalah penataan kota. Bayangkan saja, dengan sekitar sepuluh operator telekomunikasi yang sekarang ini giat membangun jaringan, maka yang terjadi adalah hadirnya menara bak cendawan di musim hujan dan akan menjadikan kota dan desa-desa sebagai "hutan tower (menara)." Dalam meningkatkan arus investasi ke Indonesia berbagai upaya tersu dilakuakan oleh pemerintah. Upaya tersebut, antara lain dengan pendelegasian kewenangan pegelolaan investasi kepada Pemerintah Daerah (PEMDA). 77 Untuk itu pemerintah daerah wajib berperan untuk menghindarkan terjadinya hutan tower (menara). Menurut Pasal 13 dan 14 Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwasanya urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dalam skala provinsi dan kabupaten/kota meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. 78 Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan ruang terdapat dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang: 79 1) Wewenang
pemerintah
daerah
kabupaten/kota
dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi :
77
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung :Nuansa Aulia), 2007, hal.152. Juniarso Ridwan, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah (Bandung:Nuansa), 2008, hal.86. 79 Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4725, Pasal 11Ayat (1)- Ayat (6).. 78
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
a) Pengaturan,
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; b) Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c) Pelaksanaan
penataan
ruang
kawasan
strategis
kabupaten/kota; dan d) Kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. 2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a) Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b) Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; c) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. 3) Dalam
pelaksanaan
penataan
ruang
kawasan
strategis
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan; a) Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b) Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c) Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d) Pengendalian
pemanfaatan
ruang
kawasan
strategis
kabupaten/kota. 4) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
kepada
pedoman
bidang
penataan
ruang
dan
petunjuk
pelaksanaannya. 5) Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota : a) Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; b) Melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. 6) Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah
daerah
provinsi
dapat
mengambil
langkah
menyelesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Hal ini juga diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota Pada Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemeerintahan. Dan pada Pasal 2 ayat (4) point e PP tersebut telah memasukkan penataan ruang sebagai salah satu bidang dalam
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. 80 Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah, telah menetapkan Perencanaan, pengawasan, dan pemnafaatan tata ruang sebagai urusan pemerintahan yang bersifat wajib, sedangkan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyat ada dan berpotensi untuk meningkatkaan kesejahteraan masysrakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. 81 Selanjutnya, pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut haruslah melakukan suatu langkah yang konkret yang disesuaikan dengan kewenangan yang dimilikinya. Kewenangan yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota dalam administrasi negara disebut dengan sikap dan tindak administrasi Negara. Sikap dan tindak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat diwujudkan dalam suatu bentuk kebijakan. Bila dilihat dari sudut hukum administrasi Negara, kebijakan pemerintah daerah terdiri dari dua bentuk, yaitu : 1. ketetapan atau keputusan (beschiking) 2. peraturan daerah (beleid) Ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara yang dalam hal ini sering disebut sebagai keputusan Bupati/Walikota, biasanya sering dilihat dalam bentuk izin. Sementara peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang merupakan hasil penetapan dari DPRD. Peraturan daerah 80
Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI No.38 Tahun 2007 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007),hal.173. 81
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
dibuat sebagai instrument untuk melaksanakan pengaturan atau pengurusan rumah tangga daerah. Sehubungan dengan penataan ruang, maka perencanaan tata ruang yang dibuat oleh daerah, baik itu kabupaten/kota, harus sesuai peraturan daerah yang telah dibuat sebelumnya, bahkan untuk lebih memberikan kekuatan hukum, perencanaan tata ruang wilayah
yang akan dibuat harus disahkan melalui
peraturan daerah. 82 Perencanaan kota bertujuan agar kehidupan warga kota aman, tertib, lancar dan sehat melalui : 83 1. Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi dan seimbang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan kota; 2. Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan serta kebijaksanaan pembangunan nasional di daerah. Pemerintah Kota Tebing Tinggi telah memiliki Rencana Induk Kota (RIK) sejak tahun 1995. kemudian dikeluarkan Peraturan Daerah Nomor. 8 Tahun 1987 yang direvisi pada tahun 1993 dan diubah dengan Peraturan Daerah Nomor.15 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, dan disempurnakan pada tahun 1999 dengan alokasi ruang sebesar 60 Hektar eks tanah PTPN III yang dikenal dengan Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi Nomor 35 Tahun 1999 yang dipergunakan hingga saat ini. 84 Sebagaimana ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik
Indonesia
No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008
telah
82
Juniarso Ridwan.,Op.cit., hal.91. Zaidar, Hukum Tata Ruang Indonesia, (Medan:Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003), hal.40. 84 Laporan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kota Tebing Tinggi Tahun 2007, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi, Tahun 2007. 83
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah harus menyusun pengaturan penempatan lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti telah mengharuskan pemerintah kota Tebing Tinggi untuk mengatur penempatan lokasi BTS. Namun dalam realisasinya tidaklah seperti demikian. Menurut M.Hafnil Fadly selaku staf pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi menyebutkan bahwa pihak BAPEDA hanya mengeluarkan surat izin prinsip yang dimintakan oleh Walikota Tebing Tinggi, sebab yang menentukan lokasi pembangunan BTS adalah pihak operator. Untuk itu pihak Bapeda hanya menentukan apakah BTS yang akan dibangun telah merusak tata ruang kota atau tidak. Bila telah dilakukan survey di lapangan, dan BTS yang akan dibangun tersebut tidak merusak tata ruang kota maka selanjutnya BAPEDA Kota Tebing Tinggi akan mengeluarkan Surat Izin Prinsip dan selanjutnya Walikota akan memberikan izin membangun kepada pihak pemohon. Jadi disisni pihak BAPEDA hanya berperan dalam menentukan suatu BTS yang akan dibangun telah/belum merusak tata runag kota Tebing Tinggi atau tidak sedangkan yang menentukan lokasi pendirian BTS adalah pihak pemohon (Operator). 85 Hal senada juga dilontarkan oleh S.P.Utomo selaku staff Pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu. Ia menyebutkan bahwa dalam peristiwa yang telah terjadi selama ini,pihak pemohon (operator) yang menentukan lokasi pendirian BTS sedangkan Pemeintah Kota Tebing Tinggi cq BAPEDA Kota Tebing Tinggi hanya mengeluarkan Surat yang menyatakan bahwa BTS yang telah dibangun merusak Tata Ruang Kota atau tidak.Bila harus demikian, sampai saat ini belum ada Staff Ahli di Kota Tebing Tinggi yang dapat menentukan lokasi pembangunan BTS dan tentunya hal ini akan merepotkan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. 86 Pernyataan yang telah diberikan oleh kedua orang tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Bapak Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM. Ia menyebutkan bahwa pihak operatorlah yang menentukan lokasi Pembangunan BTS, sebab hal itu harus sesuai dengan GPS (General Position System) atau titik-titik lokasi yang dapat mengcakup banyak pelangan sehingga tidak terjadi black spot (daerah negative sinyal). Bila salah sedikit dalam menentukan titik lokasi pendirian BTS, maka daerah tersebut tidak dapat mencakup area yang ditentukan sehingga sinyal telepon seluler menjadi tidak ada yang dapat mengakibatkan kehilangan banyak pelanggan dan pastinya mengakibatkan kerugian pada pihak operator. 87 85
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008. 86 Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008. 87 Hasil Wawancara langsung dengan Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM divisi Medan, pada tanggal 14 November 2008. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Jadi dapat terlihat jelas bahwa Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak memiliki peran dalam pengaturan penempatan lokasi BTS, peran yang ada hanya menentukan lokasi BTS yang akan dibangun telah merusak tata ruang kota Tebing Tinggi atau tidak. Dengan demikian amanat dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tidak terealisasi. Faktor utama dalam tidak terlaksananya hal tersebut bahwa tidak ada Peraturan Daerah yang mengaturnya, Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak dapat mengambil suatu kebijakan apabila tidak ada instruksi/Peraturan Daerah dari Provinsi Sumatera Utara. B. Efisiensi Pemanfaatan Ruang Dalam Pembangunan Base Transceiver Station di Kota Tebing Tinggi Dalam penjelasan Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dikemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri wilayah nasional, provinsi, kabupaten dan/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi, dan di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dan berbagai macam kegiatan pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Apabila tidak dilakukan penyusunan rencana tata ruang yang baik, kemungkinan ketidakseimbangan laju pertumbuhan antar daerah dan merosotnya kualitas lingkungan hidup akan semakin meningkat. Mengingat bahwa penataan
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
ruang di suatu daerah akan berpengaruh pada daerah lain, yang pada gilirannya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, dalam perencanaan tata ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Terlebih lagi setelah diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pmerintahan Daerah, dimana daerah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk dalam hal perencanaan tata ruang daerahnya. Persoalan otonomi daerah pada saat ini yang sering dibicarakan adalah adanya anggapan bahwa pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan apapun terhadap berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota, padahal bila melihat pada ketentuan Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen, dengan jelas menyatakan bahwa derah kabupaten/kota merupakan bagian dari daerah provinsi. Penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif, tetapi dilakukan melalui pengakuan oleh pemerintah. 88 Selanjutnya pada Pasal 11 ayat (1) dan (3) Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas menyatakan : 1. penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintah. 2. penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah, 88
Hasim Purba, Nurlisa Ginting dan Afrizon Alwi, Hubungan Pemerintah Provinsi Dengan Kabupaten/Kota Perpektif Otonomi Daerah), (Medan : CV.Mentari Persada, 2004), hal. 41. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
pemerintah daerah kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Selanjutnya, mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam perencanaan tata ruang dapat memperhatikan Pasal 13 dan Pasal 14 huruf b Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004, dimana pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memiliki kewenangan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan penataan ruang. Persoalan mengenai perencanaan tata ruang tentunya memerlukan koordinasi di antara pemerintah, baik itu pemerintah pusat, daerah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota, hal tersebut diperlukan oleh karena kondisi ruang antar satu wilayah dengan wilayah yang lainnya memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian, setiap pemerintahan dalam melakukan kegiatan pembangunan hendaknya melakukan perencanaan tata ruang dengan melakukan koordinasi di antara pemerintahan, oleh karena masing-masing pemerintahan memilki hubungan satu sama lainnya, dimana hal tersebut dipertegas di dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004, yang menyatakan :”pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya.” Uraian pasal tersebut mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah hendaknya memperhatikan juga kondisi dan kepentingan daerah lain. Artinya, dalam melakukan kebijakan-kebijakan dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk pembangunan, pemerintah hendaknya
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
melaksanakannya secara adil dan selaras di antara wilayah yang lainnya. Dengan hak atas ruang diartikan sebagai hak pemanfaatan ruang. 89 Yang menjadi permasalahan disini yakni
pelaksanaan efisiensi
pemanfaatan ruang di Kota Tebing Tinggi dalam hal Pembangunan dan Penggunaan BTS telah terlaksana atau tidak. Menurut Pasal 1 huruf F Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Tebing tinggi Tahun 2008 menyatakan ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan secara memelihara kelangsungan hidupnya. 90 Dalam pelaksanaan penataan ruang kota Tebing Tinggi harus sesuai dengan program penataan ruang kota Tebing Tinggi yakni : 91 1. melengkapi dan menyerasikan peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang terkai; 2. meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
pengendalian
pemanfaatan ruang; 3. menyelenggarakan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan;
89
Mieke Komar, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal.142. 90 Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Tebing tinggi Tahun 2008 Pasal 1 huruf F Lembaran Daerah Kota Tebing Tinggi Tahun 2000 Nomor 1 Seri C Nomor 1. 91 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) Kota Tebing Tinggi Tahun 2006-2010, Pemerintah Kota Tebing Tinggi, 2005. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
4. penguatan kelembagaan penataan ruang untuk meningkatkan koordinasi dan konsultasi antar pihak. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pelaksanaan penataan ruang di Kota Tebing Tinggi harus diselenggarakan secara efisien dan efektif. Berarti hal ini tak terkecuali dalam pembangunan dan penggunaan BTS. Hal ini juga diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pada Pasal 96 yang mengamanatkan bahwa system jaringan telekomunikasi disususn dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk penempatan stasiun bumi dan menara pemancar
telekomunikasi
yang
memperhitungkan
aspek
keamanan
dan
keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya. 92 Begitu tegas Undang-undang telah mengaturnya. Jadi pembangunan dan penggunanaan BTS harus sesuai dengan keefisiensian
pemanfaatan
ruang
suatu
wilayah.
Pembangunan
BTS
diperbolehkan sepanjang sesuai dengan kondisi yang dimilki oleh wilayah tersebut. Berdasarkan luas wilayah Kota Tebing Tinggi sebesar 3.843.80 Ha dan jumlah penduduk 135.992 jiwa dengan telah terbangunnya 21 unit menara telekomunikasi/BTS maka pemrintah kota Tebing Tinggi mengambil suatu kebijakan yakni dengan dikeluarkannya Surat Edaran
Nomor.355/250/Pemer
Tanggal 13 Maret 2008 yang menyatakan bahwa pemerintah kota Tebing Tinggi tidak melayani permohonan rekomendasi dan atau memproses pemberian izin
92
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah, Nomor 26 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,Pasal 96. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
kepada piha provider yang ingin membangun menara telekomunikasi di wilayah Kota Tebing Tinggi. 93 Hal ini menunjukan bahwa bila pembangunan BTS untuk selanjutnya diteruskan maka penataan ruang kota Tebing Tinggi menjadi buruk dan efisiensi pemanfaatan ruang di Kota Tebing Tinggi menjadi tidak terlaksana dengan baik.oleh sebab itulah pembangunan BTS untuk selanjutnya dihentikan. Banyak para investor yang igin mendirikan BTS di Kota Tebing Tinggi, namun bila hal ini dibiarkan Kota Tebing Tinggi akan menjadi hutan menara yang tidak sesuai dengan penataan ruang dan efisiensi pemanfaatan ruang. Untuk saat ini BTS yang telah didirikan di Kota Tebing Tinggi tidak melanggar penataan ruang kota Tebing Tinggi, namun bila dibiarkan maka akan menimbulkan masalah. Sebab bila diteruskan efisiensi pemanfaatan ruang menjadi tidak terlaksana karena dengan wilayah yang kecil dan jumlah penduduk yang relative sedikit akan merusak penataan ruang kota Tebing Tinggi. 94 Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Walikota Tebing Tinggi tersebut sebagai tindak lanjut dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Republik
Indonesia
No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008
yang
mengharuskan pembangunan dan penggunaan menara bersama. Oleh sebab itulah Pemerintah Kota Tebing Tinggi segera melaksanakan suatu kebijakan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan tata ruuang untuk suatu kehidupan kota yang baik selalu memperhatikan adanya keseimbangan antara luas daerah dan jumlah orang yang mendiaminya, karena pasa suatu saat tertentu hal tersebut akan mencapai titik jenuh. 95
C.Peran Dalam Bidang Perizinan 93
Surat Edaran Walikota Tebing Tinggi, Nomor 355/250/Pemer Tanggal 13 Maret 2008. Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008. 95 S. Pamudji, Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Pembinaan Wilayah, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1985), hal.51. 94
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Peranan
perizinan
dalam
era
pembangunan
yang
terus-menerus
berlangsung ternyata amatlah penting untuk terus ditingkatkan, apalagi dalam era globalisasi dan induustrilisasi. Kita melihat bahwa semua pembangunan yang dijalankan tiada maksud lain selain untuk membawa perubahan dan pertumbuhan yang fundamental di mana sektor industri akan menjadi dominant yang ditunjang oleh sektor pertanian yang tangguh. Demikian pula dalam dunia bisnis atau dunia usaha, perizinan jelas memegang peranan yang sangat penting, bahkan bisa dikatakan perizinan dan pertumbuhan dunia usaha bisa dikatakan merupakan dua sisi mata uang yang saling berkaitan/berhadapan. Dunia usaha tidak akan berkembang tanpa adanya izin yang jelas menurut hukum, dan izin berfungsi karena dunia usaha membutuhkannya. Dengan perkataan lain, dunia usaha akan berkembang bila izin yang diberikan mempunyai satu kekuatan yang pasti, sehingga perizinan dan dunia usaha dapat bekerja dalam kondisi yang nyaman. Dalam proses industrialisasi sekarang ini, minimal ada 5 (lima) peran yang menjadi prioritas agar dunia bisnis dapat berkembang dengan cepat dan mantap, yakni: 96 1. meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi; 2. meningkatkan lapangan kerja dan nilai tambah; 3. meningkatkan ekspor; 4. menghemat devisa; dan 5. mendorong pengunaan teknologi.
96
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis,(Jakarta: PT.Rineka Cipta), 2007, hal.155. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Masalah perizinan dan pemberian kemudahan dalam berusaha harus mampu menciptakan iklim usaha yang bergairah. Kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan terhadap dunia usaha merupakan salah satu cara. Masalah perizinan seringkali menjadi sorotan masyarakat bila dirasa mengalami kesulitan dan hambatan dalam mengembangkan usahanya. Seperti diketahui, prinsip dasar yang perlu dipegang dalam masalah perizinan dan kewajiban dunia usaha adalah bahwa dalam setiap kegiatan usaha diperlukan adanya izin. Dengan adanya izin, seseorang atau badan hukum dapat mempunyai serangkaian hak dan kewajiban yang membuatnya dapat menikmati dan mengambil manfaat untuk keuntungan usahanya. Namun demikian, pemerintah dapat pula mengambil langkah pertimbangan dan keterbatasan jasa kestabilan untuk memelihara persaingan usaha yang sehat dengan membatasi pemberian izin usaha. Disini tampak adanya hukum permintaan dan penawaran (supply and demand) berlaku. Dengan adanya keterbatasan peluang yang diberikan berikut pertimbangan kestabilan ekonomi untuk menjaga terselenggaranya persaingan yang sehat, maka penerbitan izin dibatasi, walaupun permintaan izin terus meningkat. Hal ini berakibat harga izin pun meningkat. Akan lebih parah lagi dengan izin tersebut prospek keuntungan yang akan diperoleh cukup besar dan meyakinkan, apalagi jika dengan pembirian izin dapat diciptakan kedudukan monopoli/oligopoly bagi pemilik izin tersebut. Sebagai kompensasi atas izin yang diperoleh karena kenikmatan bagi keuntungan usahanya, kaum usahawan akan dibebani dengan seperangkat kewajiban seperti
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
pemenuhan persyaratan yang harus dipatuhi, persyaratan menyampaikan informasi, dan persyaratan laporan tentang kemajuan usahanya, dan seterusnya. 97 Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pmerintahan Daerah, di mana daerah diberikan kebebasan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, maka izin oleh pemerintah daerah dijadikan sebagai salah satu pendapatan daerah guna membiayai jalannya pemerintahan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka pemerintah daerah perlu memberlakukan suatu ketentuan perizinan. Hal ini diadakan selain untuk menambah penghasilan daerah, juga dimaksudkan agar terjadinya suatu tertib administrasi dalam melaksanakan pembangunan di daerah. Salah satu contoh, untuk merealisasikan maksud tersebut di atas, maka pemerintah daerah memberlakukan pengelompokkan perizinan, yang diantaranya adalah : 1. Izin Lokasi 2. Izin Peruntukan Pembangunan Tanah (IPPT) 3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 4. Izin Gangguan (HO) 5. Surat Izin Usaha Keparawisataan (SUIK) 6. Izin Reklame 7. Izin Pemakain Tanah dan Bangunan Milik/Dikuasai Pemerintah Kota 8. Izin Trayek 9. Izin Penggunaan Trotoar 10. Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan 11. Izin Penggalian Damija Jalan (Daerah Milik Jalan)
97
Ibid., hal. 156.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
12. Izin Pematangan Tanah 13. Izin Pembuatan Jalan di Dalam Komplek Perumahan, Pertokoan dan Sejenisnya 14. Izin Pemanfaatan Titik Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyeberangan Orang dan Sejenisnya 15. Tanda Daftar Perusahaan 16. Izin Usaha Perdagangan 17. Izin Usaha Industri/ Tanah Daftar Industri 18. Tanda Daftar Gudang 19. Izin Pengambilan Air Permukaan 20. Izin Pembuangan Air Buangan ke Sumber Air 21. Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi, dan Kemiringan Dasar Saluran/Sungai 22. Izin Perubahan atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan serta Penguatan Tanggul yang dibangun oleh masyarakat. 23. Izin Pembangunan Lintasan yang Berada di Bawah/di Atasnya 24. Izin Pemanfaatan Bangunan Pengairan dan Lahan pada Daerah Sepadan Saluran/Sungai 25. Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan. Pemerintahan daerah dalam mengurus apa yang menjadi kewenangannya senantiasa mengeluarkan kebijakan-kebijakan sesuai dengan kebutuhan setempat dalam bentuk peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan peraturan-peraturan lainnya.salah satu bentuk perujudan kewenangan tersebut adalah perizinan.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, peranan perizinan sebagai salah satu bentuk ketetapan sangat menentukan, dan itu merupakan tindakan hukum sepihak atau bersegi satu dari administrasi negara. Kewenangan seperti ini adalah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004,yang menjalankan hak, wewenang dan kewajiban memimpin pemerintahan daerah adalah kepala daerah. Sebagai salah satu contoh dari atribusi yang memberikan “Freies Ermessen/diskresi” kepada administrasi negara adalah Pasal 157 UU N0.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, yang menentukan sumber pendapatan daerah, yang diantaranya adalah: 1.Hasil pajak daerah 2.Hasil retribusi daerah 3.Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4.Lain-lain dan PAD yang sah 5.Dana pertimbangan 6.Lain-lain pendapatan daerah yang sah Pasal 157 tersebut memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk menggali pendapatan daerahnya masing-masing sesuai dengan potensi yang ada didaerahnya.Tiap-tiap daerah mempunyai potensi sumber pendapatan daerah yang tidak sama,umpamanya padas ektor perdagangan, pariwisata, industri. Dengan adanya potensi tersebut,tampak bahwa salah satu pendapatan daerah bisa digali dari retribusi,dan diantaranya adalah retribusi perizinan. Perizinan
sebagai
salah
satu
instrumen
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dapat dikembangkan sebagai salah satu kewenangan
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hokum kepala daerah,baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasannya,maupun dalam kerangka menyikapi prinsip-prinsip pemerintahan yang baik sebagai bentuk tanggungjawab publik. Dalam pemberian izin Pembangunan BTS, Izin yang terkait adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO). Pemerintah Kota Tebing Tinggi cq Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu yakni pejabat yang berwenang memberikan izin pemanfaatan ruang. 98 Tidak melarang maupun mempersulit izin pembangunan BTS selama hal tersebut tidak melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku. Hanya perizinan inilah yang memperlihatkan dengan jelas peran pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam Pembangunan dan Penggunaan BTS. Sebuah BTS tidak akan berdiri bila izin mendirikan bangunan BTS tersebut tidak dikeluarkan. Dari perizinan inilah yang memberikan pemasukan kepada Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Pemerintah Kota Tebing Tinggi akan memperoleh pemasukan yang cukup lumayan dari retribusi pembangunan BTS. Setiap BTS akan dikenakan retribusi sebesar 1,75 % dari Rencana Anggaran Biaya yang diajukan oleh pemohon. Bayangakn bila banyak BTS yang berdiri maka akan semakin besar pemasukan ke Pemerintah Kota Tebing Tinggi. 99 Secara kelembagaan Pemerintah Daerah harus menyiapkan birokrasi yang efisien dengan mengembangkan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja kelembagaannya, yang tentunya dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas. Di pihak lain, daerah harus memfasilitasi dan mengkreasi pelayanan
98
Republik Indonesia,Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Pemerintah, Nomor 26 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,Pasal 114. 99 Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi Tanggal 24 November 2008. Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
public agar melek terhadap teknologi dan dinamik science.Interaksi perkembangan tersebut akan memberikan sinergi bagi kemajuan daerah secara keseluruhan sehingga corak apapun masyarakatnya, semuanya bergerak dalam bingkai dan visi teknologi yang berbasis ilmu pengetahuan. 100
D.Kepastian Hukum Mengenai Peran Pemerintah Daerah Dalam melaksanakan suatu kebijakan di suatu pemerintah daerah misalnya kota Tebing Tinggi tidaklah mudah seperti apa yang kita bayangkan. Walaupun Undang-undang No.12 Tahun 2008 jo UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kegiatan pemerintahannya sendiri, namun tetap saja dalam realisasinya harus berkoordinasi dengan pemerintahan diatasnya. Inilah yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pemerintahannya. Seperti dalam halnya pengaturan penempatan lokasi BTS yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri
Komunikasi
dan
Informatika
Republik
Indonesia
No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 dimana pengaturan penempatan lokasi BTS yang berhak menentukan adalah pemerintah daerah. Dalam hal ini, tidak dapat dijalankan sama sekali oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi sebab belum ada Peraturan Daerah yang mengaturnya. Kebijakan tersebut baru dapat terlaksana bila telah dikeluarkannya suatu peraturan yang terkait dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Begitu juga dalam kaitannya dengan penataan ruang, Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak dapat membuat peraturan daerahnya sebelum Pemerintah 100
J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2007), hal.38
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Provinsi Sumatera Utara telah meneyelesaikan Peraturan Daerah Tentang Penataan Ruang, sebab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang berhak menentukan Kota Tebing Tinggi dijadikan kawasan apa dan setelah ditetapkan barulah Pemerintah Kota Tebing Tinggi dapat membuat peraturan daerah tentang Penataan Ruang di pemerintahannya. Begitu besar peranan dari Pemerintahan Pusat, ini dapat dilihat dari dikeluarkannya Surat Edaran dari Walikota Kota Tebing Tinggi yang mengharuskan pemberhentian pembangunan menara telekomunikasi setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No.02/PER/M.KOMINFO/3/2008 yang mewajibkan penggunaan menara bersama. Oleh sebab itulah Pemerintah Kota Tebing Tinggi cq Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi tidak memberikan izin urterhadap pembangunan dan penggunaan menara BTS. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan akan bertentangan dengan peraturan yang ada diatasnya. Keunggulan otonomi daerah hanya terletak dari keleluasaan Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam melakukan kebijakan daerah dan keluluasaan dalam APBN sebab daerahlah yang mengusulkan jumlah biaya yang diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan dan bukan Pemerintah Pusat yang menentukan lagi. Selebihnya setiap kebijakan yang akan dilakukan harus sesuai dengan Peraturan yang ada diatasnya. 101 Jadi dapat kita simpulkan bahwa Peran Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak begitu besar terutama dalam pembangunan dan penggunanaan menara BTS sebab belum ada Peraturan Daerah yang mengaturnya. Peran yang ada hanya sebatas pemberian izin.
101
Hasil Wawancara langsung dengan salah seorang Staff pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi ,Tanggal 24 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan yang diantaranya : 1. Mengenai pengaturan penggunaan bersama menara seluler (BTS) harus segera direalisasikan secepat mugkin agar tercapai kepastian hukum dan tercipta keseragaman hukum di setiap daerah. Dengan adanya pengaturan mengenai penggunaan bersama menara seluler, diharapkan akan dapat menghemat dana dari pihak operator seluler dan terutama dapat menghindarkan terjadinya “hutan tower” di berbagai daerah di Indonesia. Sebab diyakini dengan adanya penggunaan bersama menara seluler dapat mengurangi tingkat pencemaran keindahan tata kota sehingga tata ruang suatu kota dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. 2. Secara normative perananan Pemerintah Daerah telah diatur dalam PP No.38 tahun 2007, yang memisahkan secara tegas Urusan Pemerintahan, baik bagi pemerintah (pusat), provinsi, maupun kabupaten/kota. Dalam realisasi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi, Pemerintah Kota Tebing Tinggi tidak dapat mengambil kebijakan yang begitu besar sebelum pemerintahan yang ada diatasnya (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara) mengeluarkan Peraturan Daerah. Peranan Pemerintah Kota Tebing Tinggi menjadi sangst kecil karena keterlambatan Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara . Kewenagan yang dilakukan Pemerintah Kota Tebing Tinggi hanya sebatas
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
peraturan daerah yang ia miliki, sebab dalam melakukan suatu kebijakan harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang membuthkan waktu yang cukup lama. Hal ini dimkasudkan agar suatu peraturan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dari padanya. Peran yang ada pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam pembangunan dan penggunaan BTS hanya sebatas dalam pemberian izin. Sedangkan peran dalam pengaturan penempatan lokasi BTS tidak dapat terlaksana sebab belum ada Peraturan Daerah yang mengaturnya. 3. Dalam penggunaan bersama menara seluler ini, diharapkan pemerintah daerah
setempat
tidak
mengambil
alih
keseluruhan
pengaturan
pembangunan menara seluler (BTS) ini karena dikhawatirkan bahwa semakin susahnya birokrasi di pemerintahan daerah setempat dalam hal pengadaan menara ini. Di satu sisi pemerintah juga dikhawatirkan akan memonopoli pengaturan menara seluler bersama ini sehingga secara serta merta memunculkan suatu ruang bagi para pelaku usaha pembangunan menara untuk “berbuat curang” dalam proses tender yang tentu saja diurusi langsung oleh pemerintah setempat. Untuk itu perlunya kebijaksanaan dari pemerintah setempat untuk menyikapi fenomena tersebut. 4. Dalam pembangunan dan penggunaan BTS tentunya memberikan dampak bagi pemilik lahan maupun masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, penulis membaginya kedalam dua kelompok dasar, yaitu :
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
a. Dampak Positif i)
Bertambahnya pendapatan yang secara langsung dapat dirasakan oleh pemilik lahan melalui perjanjian jual beli atau sewa menyewa lahan;
ii)
Maksimalnya signal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna produk operator seluler.
iii)
Bertambahnya
pendapatan
retribusi
izin
atas
asli
daerah
mendirikan
melalui
bangunan
dari
pembangunan dan pengunaan menara seluler. b. Dampak Negatif i)
perasaan cemas oleh warga sekitar menara akibat kemungkinan rusak atau rubuhnya menara yang dapat diakibatkan oleh konstruksi bangunan yang tidak baik, ataupun dikarenakan “Force Majeur” misalnya diakibatkan pleh kondisi alam seperti banjir, tanah longsor dam lainnya.
ii)
Ancaman petir terhadap bangunan disekitar menara apabila konstruksi penangkal petir menara tersebut tidak bekerja dengan baik.
5. Pembangunan dan Penggunaan menara seluler jangan tidak diperbolehkan, sebab dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah setempat maupun masyarakatnya. Namun dalam pembangunannya harus dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah yang ada. Peningkatan perkembangan di bidang telekomunikasi
dapat
mempermudah
dalam
memperoleh
dan
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
menyampiakna informasi sehingga menghasilkan manusia yang tidak buta akan perkembangan zaman.
B. Saran Berdasarkan uraian, dapat disimpulkan saran sebagai berikut : 1. Dengan semakin cepatnya perkembangan di bidang teknologi khususnya dalam bidang teknologi informasi dan telekomunikasi, tentunya harus dipayungi dengan ketentuan hukum yang bersifat dinamis. Dinamis disini berarti harus dapat mengakomodir semua kemajuan teknologi di bidang telekomunikasi tersebut.khususnya mengenai pengaturan di bidang teknologi menara seluler (BTS) yang saat ini memerlukan pengaturan secara menyeluruuh. Pemerintah dalam hal ini sebagai badan regulator harus mengeluarkan pengaturan hokum yang nantinya tidak menjadi hambatan baggi setiap pelaku usaha di bidang telekomunikasi. Dengan semakin banyaknya menara seluler bermunculan, pemerintah daerah setempat harus dapat memberikan pengaturan yang maksimal agar sesuai dengan estetika lingkungan dan hendaknya pengaturan tersebut tidak bersifat politis semata. 2. Semakin
tingginya
permintaaan
masyarakat
dalam
dunia
pertelekomunikasian khususnya terhadap telepon seluler telah mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan investasi dalam pembangunan menara seluler (BTS) yang diyakini dapat meningkatkan pelanggan dan pastinya keuntungan yang luar biasa. Karena itu pelaku usaha beramai-ramai
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
membangun manara seluler, namun bila hal ini dibiarkan tentunya akan merusak tata ruang suatu daerah. Untuk itulah pelaku usaha harus dapat menyesuaikan pembangunan menara seluler dengan jumlah wilayah dan jumlah penduduk suatu daerah, jangan hanya memikirkan keuntungan saja. Atas dasar tersebut pemerintah daerah harus bijak dan jeli terhadap pelaku usaha yang lebih mengutamakan keuntungan dari pada pemanfaatan. Sanksi yang tegas harus dapat dilaksanakan bila ada menara seluler yang tidak emenuhi persyaratan yang telah ditentukan. 3. Pengaturan penggunaan menara bersama harus jelas, ketentuan-ketentuan yang dimaksudkan oleh pemerintah jangan sampai menimbulkan penafsiran yang ambigu oleh pelaku usaha maupun pemerintah daerah. Peraturan tersebut juga harus dapat menjelakan bagaimana system penggunaan menara bersama, kepada siapa penyewa harus menyewa, dan berapa jangka waktu serta jumalah operator yang dapat menyewa dalam sebuah menara bersama. 4. Pemerintah Pusat juga harus cepat dan tanggas dalam mengeluarkan regulasi bagi pemerintahan yang ada dibawahnya. Jangan sampai peraturan daerah dikeluarkan setelah suatu masalah muncul.Sebuah Pemerintah Daerah tidak dapat melakukan peran yang besar sebelum keluar Peraturan Daerah dari Pemerintah yang ada diastasnya. Dan hendaknya pemerintah telah dapat meramalkan suatu kondisi yang akan terjadi di kedepan hari sehingga tidak terjadi permaslahan hokum. 5. Menara bersama bukan mengambil kewenangan, apalagi mengurangi hak kabupaten atau kota, melainkan untuk efektivitas pengawasan, efisiensi
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
penggunaan lahan secara lintas wilayah dan peningkatan PAD. Para operator tidak fokus pada pelayanan di wilayah yang menguntungkan secara bisnis semata, namun juga mengembangkan misi sosial telekomunikasi dengan membuka akses daerah yang selama ini belum terjangkau jaringan.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdi, Zainal. Industri Telekomunikasi : Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Bangsa. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2006. Amiruddin, dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003. Burton, Richard. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2007. Effendy, Onong Uchjana. Radio Siaran, Teori dan Praktik. Bandung : Mandar Maju, 1990. Kerlinger, Ferd. N. Asas-asas Penelitian Behavioral, Cetakan Kelima, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1996. Judhariksawan. Pengantar Hukum Telekomunikasi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2005. Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2007. Komar, Mieke. Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang. Bandung : Mandar Maju, 1994. Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2007. Laporan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Kota Tebing Tinggi Tahun 2007, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tebing Tinggi, Tahun 2007. Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2004.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Pamudji, S. Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Pembinaan Wilayah. Jakarta : PT. Bina Aksara, 1985. Purba, Hasim, dkk. Hubungan Pemerintah Provinsi Dengan Kabupaten/Kota Perpektif Otonomi Daerah). Medan : CV.Mentari Persada, 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) Kota Tebing Tinggi Tahun 2006-2010, Pemerintah Kota Tebing Tinggi, 2005. Ridwan, Juniarso. Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah. Bandung: Nuansa, 2008. Salim, Peter. The Contempory English-Indonesian Dictionary. Jakarta:Modern English Press, 1991. Saydam, Gouzali. Sistem Telekomunikasi di Indonesia. Bandung : Alfabeta, 2006. Sembiring, Sentosa .Hukum Investasi. Bandung :Nuansa Aulia, 2007. Supriadi, Dedi. Era Baru Bisnis Telekomunikasi. Bandung : STT Telkom dan PT.Rosda Jayaputra, 1995. ___________, Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia, Masa Perang Kemerdekaan, Jilid II. Jakarta : Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi, 1980. ____________, Telekomunikasi Indonesia. Bandung :PT.Telkom dan Yayasan Ikatan Alumni Lemhannas ( IKAL), 1997. Zaidar. Hukum Tata Ruang Indonesia. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
B. Makalah Lubis,Azhar. “Kebijakan Penanaman Modal Dalam Rangka MenciptakanIklim Investasi yang Kondusif.” Makalah pada Diskusi Publik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 11 April 2008. Natasya,Ningrum. ”Persaingan Usaha Industri Telekomunikasi.” Makalah pada Diskusi Publik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 11 April 2008.
C. Internet Darmawan, Komang.” Sejarah Telekomunikasi Dunia dan Indonesia” .
. 11 November 2008. Dawarja, Agustinus. “Resume Singkat dari Beberapa Peraturan PerundangUndangan
di
Indonesia
Tentang
Telekomunikasi”.
. 11 November 2008. Dirjenpostel.
”Penyelenggaraan
Telekomunikasi
di
Indonesia”.
<www.dirjenpostel.go.id>. 11 November 2008. Haryanto,
Putra.
“Perkembangan
Telekomunikasi
di
Indonesia”.
. 11 November 2008. Mahimza,
Febry
dkk.”
BTS,
Mengatur
Barisan”.
.11 November 2008. Mathari, Rusdi. ” [ekonomi-nasional] Kepentingan Bisnis di Menara BTS “. .
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
11 November 2008. Mathari, Rusdi. “Persaingan di Puncak Menara BTS”. < http://www.mobileIndonesia.com>. 11 November 2008. Riswan.” Base Transceiver Station”.. 11 November 2008. Riyantoro.
“Berapa
Kapasitas
Layanan
per
BTS
pada
CDMA?”,
. 11 November 2008. Rudyno. “Konfigurasi BTS”. . 11 November 2008. Suara
Merdeka,
“Pro-Kontra
Keberadaan
BTS
Seluler”.
. 21 November 2008. Sutadi,
Heru.”
Menara
Bersama
Antara
Kebutuhan
dan
PAD”.
. 11 November 2008. “
Ericsson
Ungkap
BTS
Bertenaga
Angin”.
. 21 November 2008. “Kontroversi
Akibat
Keberadaan
BTS
di
sekitar
Pemukiman”.
. 11 November 2008. “No BTS, No Communication”. 11 November 2008. “Sejarah GSM di Indonesia dan Perkembangannya” . 11 November 2008. “Sumber Energi Alternatif BTS”.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
. 21 November 2008. “Tahun 2013, BTS Gunakan Tenaga Matahari”. . 21 November 2008. ”XL resmikan BTS ke-14.000”.< http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/>. 21 November 2008. ____________.. 21 November 2008. ____________.. 21 November 2008. ____________, . 21 November 2008.
D. Wawancara Hasil wawancara dengan Dwi Joko Purwanto selaku Asisten Manager User Relation and Calibration PT.TELKOM Area I, pada Tanggal 14 November 2008. Hasil wawancara dengan M.Nafnil Fadly sebagai seorang Staff pada Badan Perencanaan Pembangunan Kota Tebing Tinggi, pada Tanggal 24 November 2008. Hasil Wawancara dengan S.P.Utomo sebgai seorang Staff pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) Kota Tebing Tinggi, pada Tanggal 24 November 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
E. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Telekomunikasi, Undang-Undang No.36 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154. Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Otonomi Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 4725. Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Repulik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Telekomunikasi Untuk Umum, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1974. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pemisahan Kedua Peruntukan Jasa Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1980. Republik
Indonesia,
Peraturan
Pemerintah
Tentang
Penyelenggaraan
Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 3980. Republik
Indonesia,
Peraturan
Pemerintah
Tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota , Peraturan Pemerintah Nomor 38
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008
Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82. Peraturan
Menteri
Komunikasi
dan
Informatika
No.02/PER/M.KOMINFO/3/2/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Tebing Tinggi Tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, Nomor 24 Tahun 1998, Lembaran Daerah Kotamadya Tingkat II Tebing Tinggi Nomor 16 Tahun 1999 Seri*B Nomor 16. Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No.35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat-II Nomor 15 Tahun 1996 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Tebing tinggi Tahun 2008, Lembaran Daerah Kota Tebing Tinggi Tahun 2000 Nomor 1 Seri C Nomor 1. Surat Edaran Walikota Tebing Tinggi, Nomor 355/250/Pemer Tanggal 18 Maret 2008.
Dinny Oktariza Nst : Pembangunan Dan Penggunaan Base Transceiver Station (Bts) Dikaitkan Dengan Peran Pemerintah Daerah (Studi di Pemerintah Kota Tebing Tinggi), 2008 USU Repository © 2008