r
I I
I
I
MENGENALI TANTANGAN DAN GAGALNYA EKONOMI HIJAU
f
Oleh: John Situmeang, Ph.D.
*
I
I i
t
f
I
* Board ofAdvisor The Ary Suta Center 11
,
12
'
,
Kata-kunci: Perubahan iklim, lingkungan hidup, ekonomi hijau, ekonomi karbon rendah, pembangunan berkelanjutan, dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
PENDAHULUAN Pada saat kita melihat lingkungan kita "on the surface" jelas tampak skenario gejala dan akibat perubahan iklim. Ahli-ahli melaporkan tentang menipisnya lapisan ozon. Asap kebakaran hutan mengganggu lalu-lintas udara, laut, dan bahkan di darat. Polusi asap transportasi kota menusuk hidung, menggaruk kerongkongan dan menyesakkan pam-pam. Sampah menumpuk di mana-mana, termasuk di selokan yang mampat, kali yang hitam pekat penuh gas dan zat berracun. Danau semakin tidak sehat bagi kehidupan ikan dan biotika air lainnya. Buruh pabrik kimia ada yang bekerja di bawah ancaman bahan beracun dan tidak layak. PHK buruh demi penggunaan alat teknologi yang mutakhir. Jutaan TKI dikirim ke luar negeri menerima perlakuan sarna seperti jaman perbudakan. Bangunan, kota, dan hampir seluruh lingkungan kehidupan kita penuh sesak. Dan karena sudah biasa menjadi terbiasa, seolah-olah tidak ada apaapa, tidak ada ancaman kesehatan dan kehidupan. Semua ini terjadi karena ulah manusia dan nafsu mengejar "kemajuan". Menurut pakar-pakar lingkungan hidup (antara lain Arne Naes, 1989), gejala penurunan mutu lingkungan, termasuk kemerosotan dan berkurangnya sumber daya alam merupakan dampak dari perubahan iklim ("effects of climate change"). Hal ini merupakan ancaman yang paling serius terhadap kehidupan generasi, terhadap perekonomian dan juga terhadap pembangunan yang lebih luas dan berkelanjutan. Sesungguhnya gejala-gejala ini telah dan sedang berlangsung di hampir seluruh muka bumi, termasuk di Indonesia. Sesungguhnya proses perubahan iklim telah terjadi sejak jaman kemajuan industri, pada saat mana dunia telah mengalami
13
,
proses peningkatan gas karbon (gas rumah kaca - GRK) karena kegiatan-kegiatan ekonomi dan gaya hidup pada umumnya yang mengakibatkan konsentrasi GRK di atmosfer yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan temperatur global. Perubahan iklim dan kemerosotan berkurangnya sumber daya alam ini terjadi sebagai akibat dari pola hidup dunia yang tidak berkelanjutan ("unsustainable lifestyes"). Di samping itu dunia juga memperlihatkan gaya hidup "over-consumption" (terutama di negara-negara industri), serta pola pembangunan yang tidak sehat. Menurut International Environmental Issues (http://www.unep.ch) akar permasalahan lingkungan ini adalah (1) terjadinya pandangan Eropanisasi/Amerikanisasi bahwa kita (dunia) sepatutnya bergerak maju ke arah cara Eropa/Amerika maju; (2) pandangan "economic thinking" yang "outdated" yaitu "fight for efficiency and profit making; (3) pembangunan ekonomi yang terfokus pada "economic growth"(berpacu dalam tingkat pertumbuhan); Sistem perdagangan dan Neo-liberalisme---seolah-olah pasar ("market") dapat menyelesaikan segala sesuatunya: pengurasan minyak bumi, eksploitasi hutan habis-habisan, perpacuan menyedot batubara; sistem kredit ekspor yang mendorong produk-produk konsumsi dan persenjataan. Untuk mengatasi tantangan lingkungan ini, dunia harus mengambil langkah-langkah sebijaksana mungkin yaitu dengan mencabut akar-akar permasalahan.
PAHAM KESADARAN LINGKUNGAN (ENVIRONMENTALISM) Kemerosotan lingkungan .menimbulkan Paham Kesadaran Lingkungan (PKL) atau Environmentalism. PKL menempatkan dimensi-dimensi kesehatan, harmoni, dan integritas lingkungan alamiah sebagai pusat perhatian dan kepedulian manusia. Paham ini muncul sebagai gerakan etika dan politik yang bertujuan mencegah lingkungan dari kemerosotan akibat ulah manusia. Di samping itu ,
14
•
paham ini bertujuan memperbaiki kualitas lingkungan melalui preservasi, restorasi atau perbaikan sumber daya alamo Paham ini berdiri membela manajemen sumber daya alam yang berkelanjutan, danmelindungi sumber daya alam dengan jalan kebijakan publik dan melalui perubahan dalam perilaku manusia.
Kebijakan Environmental PKL mengadopsi tema sentral bahwa "manusia harus berhenti memperlakukan Iingkungan alam-termasuk hewan lainsebagai gudang sumber daya yang nilainya tergantung dari sudut pemakaiannya oleh manusia. "Paham ini menuntut penghargaan yang lebih mendalam atas sistem ekologi dan keragamannya (diversity), dan menghimbau sikap menahan diri dalam mengejar pertumbuhan ekonomi, demi memperoleh lingkungan yang lebih sehat dan layak. Hal lain dalam konsep PKL adalah perlunyaplanning untuk menjauhi teknologi yang sensitifterhadap lingkungan. Perwujudan PKL untuk masa mendatang kini menekankan masalah perubahan iklim, karena sudah mulai dirasakan di berbagai negara, terutama di negara-negara berkembang, dan diperkirakan akan menjadi memburuk apabila tidak diambil langkah-langkah mencegah, maupun langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim itu sendiri. Untuk jangka menengah dan panjang, masalah perubahan iklim dapat menimbulkan gangguan serius terhadap kegiatan sosial ekonomi di berbagai sektor di dunia. Perubahan iklim, adaptasi terhadapnya, serta upaya untuk mencegah perubahan iklim itu sendiri dengan mengurangi .emisi GRK (disebut juga pengurangan atau mitigasi GRK atau "reduction of greenhouse gas emissions (GHG)", mempunyai implikasi luas terhadap pembangunan ekonomi dan sosial, terhadap pola produksi dan pola konsumsi, termasuk masalah kerja dan pengangguran, pendapatan ("incomes") dan upaya penurunan kemiskinan (t'poverty alleviation ''). The UnitedNations Framework Convention on Climate
15
,
Change (UNFCC) telah merumuskan jawaban terhadap tantangan ini dengan tujuan akhir stabilisasi konsentrasi GRK di atmosfer pada tingkat yang dapat mencegah "dangerous anthropogenic interference" dengan pengaturan sistem iklim berbasis ilmiah (Hardiv Situmeang dan Saut Lubis, 2011).
SUSTAINABILITYDANACCOUNTABILITYOF RESOURCES Jiwa pokok dari PKL adalah "sustainability" dan "accountability of resources"- berkelanjutan dan bertanggungjawab akuntabilitas. Berkelanjutan memberi konsekuensi bahwa manusia menggunakan sumber daya itu harus hemat, tidak boleh lebih darijumlah yang dapat diregenerasikan (tumbuh lanjut). Bertanggungjawab akuntabilitas menuntut setiap perorangan atau organisasi harus mengakui diri sebagai bagian dari jaringan (network) societal yang lebih luas dan mempunyai tanggung jawab kepada seluruh jaringan. Penebangan hutan secara sembarangan dan tidak berencana, misalnya, adalah salah satu contohperbuatan egois (hanya menguntungkan diri sendiri) pihak penebang yang tidak memperdulikan unsur sustainability; dan tidak bertanggungjawab kepada masyarakat pemangku kepentingan hutan (bisa mengakibatkan kerusakan alam berupa tanah longsor, banjir, asap hutan, emisi karbon, dan sebagainya). PKL mendesak agar kebijakan-kebijakan dan perilaku individu maupun masyarakat haruslah diarahkan pada upaya mencapai tujuan-tujuan berkelanjutan dan bertanggungjawab tersebut. Banyak pakar PKL (a.l. Lester Milbrath, 1986) mengenali prinsip pelaksanaan PKL yang "sustainble" dan "accountable" dengan manifestasi sebagai berikut: 1)
Memberi nilai tinggi pada alam;
2)
Memiliki rasa sayang (simpati) terhadap orang lain, terhadap generasi berikutnya, terhadap "species"; ,
16
- 4_
3)
Memberi penekanan manusiawi yang lebih besar atas kepuasan pekerja;
4)
Memperhatikan keterbatasan pertumbuhan growth");
5)
Merupakan paradigma sosial bam;
6)
Menghargai lebih besar peranan partisipasi; hidup sederhana, dan kerjasama;
7)
Lebih menghargai solusi publik atas berbagai isu dibanding solusi pribadi (private);
8)
Planning yang jelas guna menghindari timbulnya teknologi yang sensitifterhadap lingkungan.
("limit to
Tuntutan Transformasi Sosial Pelaksanaan PKL menggiring masyarakat untuk mengadopsi paradigma sosial baru, yaitu elemen-elemen berikut: menjunjung tinggi "valuation on nature" dan menganggap manusia sebagai bagian dati ekosistem global. Masyarakat harus diedukasi untuk tidak berkonsumsi berlebihan, serta menjauhi diri dari gaya hidup yang tidakberkelanjutan ("unsustainable life-styles"). Rasa menghargai dan rasa-sayang terhadap sesama manusia hams dijunjung tinggi. Elemen-elemen lain yang harus ditekankan ialah bahwa kegiatan-kegiatan hams memberi penekanan pada kepuasan kerja dan kelayakan. Solusi permasalahan hams berorientasi pada pengutamaan solusi umum (public) dari pada solusipribadi (private solutions). Konsep Economic Growth di Mata PKL PKL memandang bahwa negara-negara yang mengejar pertumbuhan semata tanpa perbaikan-perbaikan dalam "human development"
•
tidak akan dapat bertahan karena pertumbuhan bukanlah tujuan sesungguhnya, melainkan hanyalah alat menuju perbaikan kualitas hidup. Sebaliknya, Negara-negara yang memprioritaskan terlebih dahulu "human development' akan dapat bertahan diikuti pula oleh pertumbuhan. "Growth cannot be a good goal for and in itself, economic growth can be an instrument to improve the quality oflife and in the struggle against poverty. "
Pandangan Strategic Management Modern tentang "Green" Menurut pandangan SMM, antara lain Michael Porter (1980), kontroversi yang dihadapkan pelaku-pelaku bisnis terhadap gerakan PKL sesungguhnya tidak perlu ada. Pelaku-pelaku bisnis yang neoliberalis terlalu tercekam secara ekslusif dalam "static mind-set" yaitu bahwa proteksi lingkungan itu menghambat efisiensi karena mengikis daya saing. ltu tidak benar! Justru polusi sebagai akibat teknologi yang sembarangan itu adalah inefisiensi, dan bahwa perbaikan lingkunganjustru memberi keuntungan pada produktivitas sumber daya ("environmental improvement can benefit resource productivity ''). Menurut SMM, teknologi, produk-produk, proses, dan "customer needs" tidak boleh konstan, melainkan harus tetap berubah dan saling menyesuaikan diri. Dan ini membawa kemajuan dalam inovasi dan produktivitas sumber daya. Ketegangan antara environmentalis dengan pelaku-pelaku bisnis yang "static mind-set" misalnya dalam proteksi udara bersih ("clean air") yang mempersyaratkan mobil yang diproduksi tidak boleh mengeluarkan polusi udara (emisi karbon) mengakibatkan kenaikan ongkos (biaya produksi) yang pada akhirnya merugikan konsumen. Trade-off antara perlindungan lingkungan dan biaya produksi justru mendorong inovasi dan peningkatan produktivitas sumber daya. (Contohnya dialami Amerika Serikat dengan pengundangan the 1970 Clean Air Act). ,
18
GREEN ECONOMY Tuntutan-tuntutan PKL melahirkan Ekonomi Hijau dan Kebijakan Hijau ("Green Economy" dan" Green Policies "). Ekonomi Hijau adalah ekonomi dunia nyata yang menyatukan secara harmonis antara Kebutuhan Manusia, Dunia Kerja, dan Dunia Bumi dipandang dari segi bahan materi. Pusat perhatian dan kepedulian Ekonomi .Hijau adalah kualitas, bukan kuantitas.
"It 50 about quality, not quantity. It 50 about regeneration of individuals, communities and ecosystems, not about "akumulasi uang danlatau materi. " Ekonomi Hijau menghimbau pola pembangunan yang, sehat; menjauhkan diri dari pemakaian sumber daya yang berlebihan ("avoid over-consumption of resources "); dan menjauhkan diri dari pola hidup yang tidak berkelanjutan. Ekonomi Hijau memprioritaskan perbaikan kualitas hidup dan perjuangan mengatasi kemiskinan dari pada pertumbuhan ekonomi. Polusi hams dianggap inefisiensi dan harus mendorong inovasi dan peningkatan produktivitas. Ekonomi Hijau menolak inefisiensi, menolak irrasionalitas dan cara-cara kerja yang memboroskan bahan yang berujung pada penggunungan sampah dan bahan-bahan beracun. Ekonomi Hijau menciptakan proses produksi yang justru meningkatkan pemakaian tenaga kerja, dan bukanjustru mengesampingkan tenaga kerja demi menggantikan pemakaian sumber daya. Namun demikian, Ekonomi Hijau bukan hanya mengenai lingkungan saja; tetapi menuntut kreativitas yang lebih besar, dan menuntut partisipasi setiap orang yang lebih luas. "We are sailboating in the wind of ecosystem processes. "Dapat disimpulkan bahwa Ekonomi Hijau menyangkut transformasi sosial dan transformasi ecological. Ekonomi Hijau Menuntut Kehadiran Kebijakan Hijau Ekonomi Hijau tidak akan jalan sendiri. Proses Ekonomi Hijau harus didisain, harus diundangkan, bukan diserahkan pada kekuatan ,
19
pasar saja. Artinya harus ada kebijakan publik-- Kebijakan Hijau - agar tercipta kreasi-kreasi barn yang mengharmoniskan lajunya kebutuhan manusia, transformasi sosial dan transformasi ecological. Kebijakan Hijau memperlihatkan posisi organisasi tertentu atas isu harmonisasi antara Kebutuhan Manusia, Dunia Kerja, dan lingkungan Dunia Bumi. Suatu Kebijakan Hijau harus memenuhi empat pokok: 1)
"Measurable Objectives" yaitu tujuan yang ingin dicapai;
2)
"Action Points" yaitu langkah-Iangkah atau janji-janji yang akan diambil guna mewujudkan tujuan tersebut;
3)
"Indikator Pencapaian" guna mengukur hasil kerja;
4)
"Time-table" untuk Monitoring dan Review.
Kebijakan Hijau semestinya diapplikasikan dalam sector-sektor ekonomi, terutama sektor-sektor yang berkaitan dengan peningkatan GRK, seperti Sektor Kehutanan, Sektor Industri dan Manufaktur, Sektor Pertanian, Sektor Konstruksi, Sektor Transportasi, Sektor Energi, Sektor Wisata, Sektor Manajemen Limbah, dan lain-lain. Tanpa adanya Kebijakan Hijau di sektor-sektor itu maka Ekonomi Hijau yang diiming-iming tidak akan tercapai. Sebagai contoh, Green Policy Menteri Keuangan RI (2009) yang tertuang dalam "Ministry of Finance Green Paper: Economic and Fiscal Policy Strategies for Climate Change Mitigation in Indonesia. " Isinya antara lain:
,
1)
Climate change dianggap sebagai ancaman serius pada keadaan ekonomi;
2)
Diakui bahwa prinsip ekonomi yang sehat adalah juga kunci mengatasi dampak climate change itu;
20
3)
Diakui bahwa harga karbon (pricing of carbon) memegang peran sentral dalam hal itu;
4)
Sesuai dengan pemyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang disampaikan pada G20 Leaders' Summit di Pittsburg, Indonesia "committed"mengurangi sendiri emisi GRK sebanyak 26 persen pada tahun 2020, dan hingga 41 persen dengan bantuan intemasional.
Dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Hijau hams mendorong restrukturisasi ekonomi menuju kondisi ekonomi rendah karbon.
MANIFESTASI KEBIJAKAN HIJAU Sebagai salah satu contoh pembahasan tentang manifestasi kebijakan hijau tulisan ini adalah menyorot masalah Lapangan Kerja. Dalam ekuasi Ekonomi Hijau, Dunia Kerja sebagai salah satu dimensi, tidak diperlakukan sebagai suatu variabel dependen, melainkan sebagai variabe1 independen yangjustru hams di-"promote" melalui Kebijakan-kebijakan Hijau untuk mengisi dan mengembangkan dimensi Kebutuhan Manusia dan Dunia Bumi. Dalam hubungan ini, sangat dibutuhkan paduan upaya antara Pemerintah, Pengusaha, dan Karyawan (Buruh) melalui Serikat Sekerja ("trade unions") untuk merumuskan strategi dan bentuk-bentuk proyek dan investasi dalam rangka menghijaukan ekonomi, untuk mempromosi "environmentally sustainable jobs and development in a climatechallenged world. " Tujuan Kebijakan Hijau dalam bidang tenaga kerja adalah penciptaan lapangan kerja hijau agar supaya lebih hijau dan nyaman ("green jobs and greener workplaces "]. Dalam garis besamya lapangan kerja hijau perlu memperhatikan hal-hal berikut:
,
21
1)
Mempromosikan kesadaran dan dialog tentang lapangan kerja hijau;
2)
Mengenali dan meresponsi kesenjangan-kesenjangan;
3)
Menfasilitasi suatu ''just transition" yang merelleksikan pilarpilar "sustainable development" dalam bidang lingkungan, ekonomi, dan sosial.
4)
Mempromosikan kebijakan-kebijakan dan langkah-Iangkah untuk mencapai lapangan kerja hijau yang nyaman dan layak;
5)
Tindakan katalisasi lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan ("poverty alleviation'') dalam rangka mitigasi iklim dan program-program adaptasi.
Upaya-upaya yang beragam oleh tripartit Pemerintah, Pengusaha, dan Serikat Pekerja dalam masa transisi menuju ekonomi hijau "low carbon" dan "sustainable" tentu akan terjadi efek peningkatan pemanfaatan tenaga kerja. Oleh sebab itu harus diusahakan agar penciptaan lapangan kerja justru harus besifat hijau dan nyaman. Perlu ditegaskan bahwa lapangan kerja hijau adalah lowongan/ posisi kerja dalam sektor-sektor (misalnya pertanian, industri manufaktur, R&D, administratif, dan kegiatan jasa) yang dapat mengurangi segala bentuk ancamanlkerusakan terhadap dunia lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah lowongan/posisi kerja yang sifatnya sedemikian rupa dapat menolong melindungi dan merestorasi ekosistem dan biodiversity, mereduksi konsumsi energi, dapat meng-"de-carbonize" ekonomi, dan dapat me-minimize, dan kalau mungkin, mencegah segala bentuk-bentuk sampah dan limbah serta polusi. Pendorong utama dalam menciptakan lapangan kerja hijau adalah pertumbuhan investasi dalam berbagai bidang yang bersifat "climate mitigation" (mengatasi/mengurangi kerusakan lingkungan) dan 22
"adaptation objectives" untuk memperbaiki lingkungan. Strategi dan proyek-proyek perusahaan yang secara sadar mengembangkan "clean technology"; usaha-usaha kecil menengah yang mendorong pemakaian energy yang renewable (terbarukan); menghargai tenaga kerja yang "skilled'; perusahaan-perusahaan besar yang mendorong inovasi yang mengurangi sampah. Dunia usaha yang mendorong produk-produk yang lebih efisien, menggunakan recycling method, sanitasi air, transportasi yang bersih dan sehat. Lapangan kerja hijau dalam sektor-sektor kunci antara lain: 1)
Lapangan kerja dalam renewable energy sebagai alternative supply energy: a. Lapangan kerja windpower dan solar photovoltaic; b. Lapangan kerja solar thermal (seperti yang telah dikembangkan di China, Eropah, AS); c.
Lapangan kerja biomasslbiofuels (seperti yang telah dikembangkan di Brazil, AS, China, Jerman);
d. Lapangan kerja hydropower; e. Lapangan kerja geothermal.
,
2)
Pembangunan arsitektur dan gedung-gedung yang hemat energi;
3)
Transportasi. Mobil, truk, dan pesawat terbang sangat tinggi pemakaian fossil fuels nya dan akibatnya merupakan kontributor terhadap peningkatan emisi karbon. Hal ini harus dijauhi. Perlu mendorong penggunaan kereta api, trem, dan bus.
4)
Pertanian dan Global Food system. Sangat disayangkan, lapangan kerja dalam sector pertanian ini semakin menjauh 23
•
dari praktek-praktek "sustainability and decent work". Di beberapa Negara, pekerja-pekerja secara de facto tidak lebih baik dari sistem perbudakan. 5)
TKI. Sangat disayangkan, pengmman TKI nyatanya merupakan ekspor tenaga kerja murahan yang sarna sekali tidak "skillecf'hingga di negara-negara pemakai TKI memperlakukan mereka secara sangat tidak layak.
KESIMPULAN Sebagaimana diungkapkan di awal tulisan ini, kondisi lingkungan hidup di Jakarta dan di seluruh Indonesia pada umumnya ditemui sangat mengenaskan. Dan ini adalah dalam bentuk fakta-fakta yang kelihatan dan dirasakan. Kondisi seperti itutidak dapat dipersalahkan pada salah satu pihak, karena akar permasalahan adalah perubahan iklim, Udara telah tercemar dengan kongesti karbon. Pencemaran yang mengakibatkan perubahan iklim ini sesungguhnya adalah ulah manusia. Dan oleh sebab itu perbaikan lingkungan hidup harus dihadapi secara menyeluruh, konsisten, dan berrencana melalui Kebijakan-Kebijakan Hijau, demi tercapainya Ekonomi Hijau. Sebenarnya Indonesia telah memainkan peranan yang aktif dan konstruktif dalam rangka "international climate negotiations ", Berturut-turut peranan Indonesia muncul di Copenhagen COP 15 Conference. Pada tahun 2007 Indonesia menjadi tuan rumah dalarn Bali Roadmap. Dalam G20 Leaders' Summit di Pittsburg, AS, Indonesia juga aktif berpartisipasi, di mana Presiden SBY mengungkapkan komitmennya mengurangi emisi GRK sejumlah 26 persen pada tahun 2020, dan sarnpai 41 persen dengan bantuan intemasional. Kemudian disusul Kyoto Protokol. Indonesia memperlihatkan semangat yang sungguh-sungguh dalam menghadapi ancaman global perubahan iklim.
24
,
-~
Sungguh menyenangkan apabila semangat dan janji itu terwujud, Akan tetapi, hingga dengan sekarang ini langkah-langkah konkret dalam bentuk Kebijakan-Kebijakan Hijau di sektor-sektor belum juga muncul-muncul. Yang muncul adalah konferensi dan seminar, tetapi belum banyak diikuti oleh peraturan-peraturan kepemerintahan (Undang-undang atau Keputusan-keputusan Menteri) untuk segera merealisasikan usaha merestruktur ekonomi di sekitar "low carbon emissions". Tanpa adanya peraturan-peraturan yang merupakan Kebijakan Hijau, dan ditindak lanjuti oleh pelaksanaan, monitoring, . evaluasi, maka ekonomi kita tetap menjauh dari Ekonomi Hijau.
REFERENSI Arne Naes. Ecology, Community, and Lifestyle: Outline of an Ecosophy, trans. And ed. David Rothenberg (Cambridge,UK): Cambridge University Press, 1989. Darwina Wijayanti. Perusak atau Penyelamat? Harian Kompas, 21 Juni 2012. ILO Jakarta Office. 2011. Warta fLO: Indonesia Negara Pertama di Dunia Adopsi Pakta Lapangan Kerja Global ILO. Jakarta. International Labor Organization. Factsheet on Green Jobs in Indonesia. ILO Jakarta Office. Jakarta. John Situmeang. 2011. "Economic, social, and environmental policies as drivers of green jobs. ''Presentation at Green Jobs, Foundation Training for Constituents and Partners.Sari Pacific Hotel, Jakarta. Khalisah Khalid. "Gelapnya" Ekonomi Hijau. Harian Kompas, 21 Juni 2012. Lester W. Milbrath, "Environmental Beliefs and Values, "in Political Psychology. 1986. San Francisco, CA. Jossey-Bass. 25
Maikel R. Liew-Kie-Song. 2009.Green Jobs for the Poor: A Public Employment Approach. UNDP. Ministry of Finance (2009). Ministry of Finance Green Paper: Economic and Fiscal Policy Strategies for Climate Change Mitigation in Indonesia. Ministry ofFinance and Australia Indonesia Partnership. Jakarta. UNEP.2008. Background Paper on Green Jobs. United Nations Environment Program. Nairobi, Kenya. Wikipedia Environmental Environmental_Policy.
Policy.http://en.wikipedia.or/wikil
"Hampir Seluruh Mal Tidak Miliki Amdal" Harian Pos Kota, 30
reuou.
26
,