TRADISI TARI SANGHYANG BOJOG DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, KARANGASEM, BALI ( LATAR BELAKANG, FUNGSI DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN DI SMA).
ARTIKEL Oleh I Gede Bayu Ary Hermawan NIM.1014021053
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2015
Tradisi Tari Sanghyang Bojog di Desa Pakraman Bugbug, Karangasem, Bali (Latar Belakang, Fungsi, dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan di SMA. Oleh:
[email protected] I Gede Bayu Ary Hermawan, Drs.I Gusti Made Aryana, M.Hum, Ketut Sedana Arta, S.Pd, M.Pd Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Latar Belakang tari Sanghyang Bojog di Desa Pakraman Bugbug, Karangasem, Bali, (2) Fungsi tari Sanghyang Bojog di Desa Pakraman Bugbug, Karangasem, Bali dan, (3) Unsur-unsur dari tari Sanghyang Bojog yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar Sejarah Kebudayaan di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif kualitatif dengan langkahlangkah: (1) Penentuan lokasi penelitian, (2) Teknik penentuan Informan, (3) Metode pengumpulan data (observasi, wawancara, kajian Dokumentasi), (4) Teknik penjaminan keaslian data, (triangulasi data,triangulasi metode), dan (5) Teknik analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Latar Belakang tari Sanghyang Bojog yaitu adanya sistem keyakinan, kepercayaan, dan alasan ekonomi. (2) Fungsi tari Sanghyang Bojog di Desa Pakraman Bugbug adalah untuk dipentaskan di Balai Desa sebagai penolak bala dan malapetaka seperti wabah penyakit (gering), dan bencana alam yang akan melanda penduduk desa setempat, selain itu juga untuk melestarikan tarian Sanghyang Bojog yang mulai terkikis oleh arus globalisasi. (3) Unsur-unsur dari tari Sanghyang Bojog yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar Sejarah Kebudayaan di SMA yaitu unsur historis, unsur pendidikan, dan unsur sosial yang dapat dijabarkan pada mata pelajaran Sejarah kelas X semester ganjil kurikulum 2013. Kata Kunci: Tradisi Tari Sanghyang Bojog, Desa Pakraman Bugbug, Sumber Belajar Sejarah Kebudayaan. ABSTRACT This study aims to determine ( 1 ) Background Bojog Trance dance in Pakraman Bugbug , Karangasem , Bali , ( 2 ) Function Bojog Trance dance in Pakraman Bugbug , Karangasem , Bali and , ( 3 ) Elements of Trance dance Bojog the can be used as a learning resource Cultural History in high school . The method used in this research is a qualitative descriptive method steps : ( 1 ) Determining the location of the research , ( 2 ) determination technique informant , ( 3 ) methods of data collection ( observation , interviews , review of documentation ) , ( 4 ) Engineering guarantee authenticity data ( data triangulation , triangulation method ) , and ( 5 ) data analysis technique . The results of this study indicate that : ( 1 ) Background Bojog Trance dance is a system of belief , trust , and economic reasons . ( 2 ) Function Bojog Trance dance in Pakraman Bugbug is to be staged at the Village Hall as to avert calamity and catastrophe like the plague ( 1
gering ) , and natural disasters that will hit the local villagers , and also to preserve Bojog Trance dance that began to erode by globalization . ( 3 ) The elements of dance Trance Bojog that can be used as a learning resource Cultural History in high school is a historical element , the element of education , and social elements that can be translated into subjects History class X semester curriculum in 2013 . Keywords : Trance Dance Tradition Bojog , Pakraman Bugbug , Learning Resources Cultural History
2
Seorang tokoh masyarakat yang
LATAR BELAKANG tujuan
bernama yang sangat disegani di Desa
akan
Pakraman Bugbug yang bernama I
membawa pengaruh yang sangat besar
Wayan Mas Suyasa (55 tahun), berhasil
terhadap kehidupan sosial budaya, sebab
menghimpun kembali orang-orang yang
akan terjadi kontak langsung dengan
mengetahui
masyarakat dan budaya Mancanegara.
Sanghyang Bojog tersebut dan berhasil
Dalam rangka mengembangkan dan
merivitalisasi tarian tersebut.
Bali wisata
sebagai
(DTW),
meningkatkan
daerah
tentu
saja
pembangunan
sektor
Desa Pakraman Bugbug, Karangasem,
provinsi Bali fokus pada pembangunan budaya.
tarian
Tarian Sanghyang Bojog di
kepariwisataan di Bali, maka pemerintah
pariwisata
seluk-beluk
Bali merupakan tarian yang khas dan
Pengembangan
unik suatu karya dapat dipertunjukkan
pariwisata jenis ini disebabkan Bali
sebagai
memiliki potensi budaya yang unik atau
tujuan
spesifik yang tidak ada duanya di Dunia
persembahan untuk
dapat
ritual ngeruat
(membersihkan/membebaskan
(Bandem, 1997).
dengan mala Desa
pakraman Bugbug dan masyarakatnya
Demikian pula halnya dengan
dari segala bentuk bahaya atau wabah
keberadaan tari Sanghyang Bojog di
yang akan menimpanya baik secara
Desa Pakraman Bugbug, Karangasem,
skala maupun niskala (lahir ataupun
Bali
bathin). Tarian ini merupakan tarian
yang
nyaris
terlupakan
oleh
masyarakat pendukungnya, dan bahkan
yang
banyak jenis tarian Sanghyang lainya
ditarikan atau dipentaskan jika tidak
yang
ada gejala-gejala atau tanda-tanda
sudah
menghadapi tersebut,
tidak
mampu
gelombang
sehingga
akan
lagi
modernisasi
yang
mengalami
sakral
sangat
mendorong
kepunahan secara total (Dibia, 1998). 3
dan
sangat
khusus untuk
jarang
sehingga
mementaskan
tarian tersebut, yang menyebabkan
sakral yang mengiringinya yaitu
tarian ini menjadi sangat istimewa.
“Sang wewe, sang ngundang-ngundang
wewe,
sara
rare,
rarene
Walaupun sudah banyak yang ngundang piturun, sira ngundangmeneliti tarian-tarian sakral seperti ngundang turun”.(2). yang dilakukan oleh (1) Arta (2006) tentang Tari Sang Hyang Memedi yang
sudah
menambahkan yang
sudah
Begitu
ditelusurinya pada
dikaji
pementasannya
Swastika
aspek-aspek seperti
yang
(2008)
Sanghyang
cara
pula
menambahkan
tulisan
dari
tentang
tari
Dedari pada
yang
Aspek-aspek
sakral
yakni penarinya adalah perempuan
menggunakan penanggalan hari yang
tarian ini biasanya ditarikan pada
tepat sesuai dengan sasih pada
malam hari dan upacaranya dimulai
kalender, tarian ini tidak sembarang
dari jeroan pura tempat yang paling
dipentaskan hanya pada saat adanya
sakral
isyarat adanya suatu musibah yang
persembahyangan,
akan melanda desa tersebut seperti
masyarakat
wabah penyakit, gering, dan bencana
menyaksikan pementasan itu bahkan
alam yang biasanya datang atau
mereka terlibat di dalamnya, dan
muncul pada Sasih Kesanga sesuai
bagian pertama dari tarian ini disebut
dengan penanggalan kalender Bali,
penusdusan,
dan banyaknya penari Sanghyang
bersimpuh
Memedi tidak lebih dari tujuh orang,
pemangku
pada saat tarian berlangsung ada
mempersembahkan sesajen kepada
nyanyian-nyanyian
para leluhur yang diundang turun.
atau
kidung 4
dari
sebuah
tempat seluruh
pendukungnya
mereka
duduk
dihadapan
seorang
yang
sudah
Pemangku
tadi
juga
mengawasi
RUMUSAN MASALAH
pasepan api unggun yang telah disediakan
sebelumnya.
Bedasarkan latar belakang di
(3)Tari
atas maka dapat dirumuskan masalah
Topeng Sidakarya oleh Sutresna,
yang
(2008) aspek-aspek yang yang dinilai adalah
pementasan
tari
yaitu :
Topeng 1.1.1
Sidakarya yang tujuannya adalah
Desa
suatu upacara atau karya yang besar tradisi
agama
Hindu
Bagaimana
latar
belakang
keberadaan tari Sanghyang Bojog di
sebagai pemuput atau selesainya
dalam
dikaji dalam penelitian ini
Pakraman
Bugbug,
Karangasem, Bali?
di
Bali.Selain itu tari Topeng Sidakarya
1.1.2
sebagai penetralisir atau pengusir
Sanghyang
Bojog
ilmu-ilmu jahat atau ilmu hitam yang
Pakraman
Bugbug,
sering mengganggu keharmonisan
Bali ?
Apakah
fungsi bagi
tari Desa
Karangasem,
umat manusia. 1.1.3 Berdasarkan pustaka
itu
dan
penelusuran
SangHyang
sepengetahuan
lebih
mendalam
tentang
lebih
dapat
Dalam mengadakan penelitian teori terhadap suatu masalah sangat perlu
Pakraman Bugbug. Sehingga penulis mengkaji
yang
Sejarah Kebudayaan di SMA !
tradisi tari Sanghyang Bojog di Desa
ingin
Bojog
dijadikan sebagai sumber belajar
penulis belum ada yang meneliti secara
Unsur-unsur apa saja dari tari
adanya teori- teori yang digunakan
dalam
sebagai
mengenai sejarah Tari Sanghyang
dasar.
kegiatan-kegiatan
Bojog tersebut. 5
Teori
merupakan
yang
perlu
dipaparkan
dalam
mengadakan
Tari
yang dijumpai
pada
penelitian dan harus mempunyai
zaman pra Hindu yang wujudnya
pegangan atau landasan yang kuat,
hampir sama dengan
tari
berupa teori-teori yang di anggap
terdapat
pedalaman
dapat
Kalimantan Timur, Sulawesi, Irian
dijadikan
kegiatan
landasan
yang
dalam
dilaksanakan.
Jaya dan
Sehubungan dengan hal-hal tersebut,
Indonesia.
maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan
beberapa
Munculnya
landasan
Fungsi
Tarian
dimaksud dengan tari sakral adalah :
Kesenian
Sakral,
pulau-pulau lainnya di
Tari Wali menjelaskan bahwa, yang
tari – tarian yang ada di pulau Bali
Khususnya Seni Tari di Masyarakat, (2).
daerah
Putra (1990 : 3) dalam Cudamani
teori sebagai berikut : (1).Latar Belakang
di
yang dikenal dengan nama tari bali
(3).
dimana tari – tarian ini dalam
Sanghyang sebagai Tari Sakral, (4).
pementasannya selalu dihubungkan
Nilai-nilai yang digunakan sebagai
dengan suatu upacara keagamaan dan
sumber belajar Sejarah Kebudayaan.
merupakan salah satu bagian dari
Tari Bali adalah merupakan bagian
suatu
penting dari kehidupan masyarakat
dijelaskan bahwa :
Bali yang sudah diwarisi sejak turun-
didukung
oleh
upacara
itu
juga
disamping
tari, terarah pula untuk menimbulkan
kehidupannya agama
Selain
penampilan keindahan sebagai seni
kesenian itu masih terpelihara sampai dimana
upacara.
Tari
temurun. Untungnya bentuk-bentuk
sekarang,
yang
suasana khidmat, suasana alam yang
Hindu
lain, yang bukan sehari-hari di
Dharma.
jumpai, yang memudahkan untuk 6
mengantar ke makna upacara, tari
2.2.2 Persiapan Pertunjukan Tari
upacara yang ditunjukan pemujaan
Sanghyang
Dewa, bersuasana menyerahkan diri oleh
mereka
upacara
yang
kepada
Penyerahan
diri
Sebelum dipertunjukkan tari
melakukan
para yang
sanghyang tersebut, terlebih dahulu
Dewa.
diadakan persiapan-persiapan untuk
dilakukan
melengkapi
dalam keadaan suci untuk memasuki
keagungan,
menimbulkan
yang
pertunjukan, dan anggota sanghyang
akan
kesadaran
dikumpulkan. Ada pun alat yang
betapa
akan dipakai dalam pelaksanaan tari
kecilnya manusia dihadapan Tuhan
sanghyang itu sama sekali tidak
(Wardana, 1990 : 59). Menurut
hasil
dalam
pelaksanaannya seperti sesaji, tempat
alam lainnya yang penuh dengan nilai
sarana
boleh diketahui oleh khalayak ramai, Seni
khususnya dalam pertunjukan tari
Sakral dan Propan Bidang Tari Bali
sanghyang lelipi, sriputu, dan deling.
yang diselenggarakan oleh Proyek
Adapun sesaji yang akan dipakai
Pemilihan
Pengembangan
adalah ajuman, daksina, canang
Kebudayaan Daerah Bali, diputuskan
meraka, semuanya dipersembahkan
bahwa : tari-tarian di Bali dapat
guna lebih cepatnya sanghyang itu
diklasifikasikan
nadi.
dan
Seminar
menjadi
tiga
golongan yaitu : (1). Seni tari wali
2.3. Nilai-nilai yang digunakan
(sacral religious dance), (2). Seni tari
bebali
(ceremonial
sebagai sumber belajar Sejarah
dance),
Kebudayaan
(3).Seni tari balih-balihan (secural dance). 7
Sumber belajar adalah semua
yang tinggi. Penari atau pregina
sumber baik berupa data, orang dan
dengan semangat ngayah yang tinggi
wujud tertentu yang dapat digunakan
mempersembahkan kesenian tersebut
oleh peserta didik dalam belajar, baik
sebagai wujud bhakti. Insan-insan
secara
seni beribadah di jalan kesenian,
terpisah
maupun
terkombinasi
secara sehingga
Korn
mempermudah peserta didik dalam mencapai
tujuan
belajar
mencapai
kompetensi
dan
Goris
dalam
Dharmayudha dan Santika, (1991 :
atau
42)
tertentu.
juga
menyebutkan
sebagai
berikut :
Menurut Yusufhadi Miarso (1998) a)
sumber belajar adalah segala sesuatu
tinggi
alat, teknik, dan lingkungan, baik tersendiri
terkombinasikan
Bali
kebudayaan
yang meliputi pesan, orang, bahan,
secara
Bahwa
memiliki
yang
yang
sangat
tak
dapat
dipelihara
maupun
melalui
kekaguman dunia luar, tetapi
dapat
hanya
memungkinkan terjadinya belajar.
melalui
terhadap
Kesenian didalam perspektif Hindu
respek
petunjuk
dan
penghayatan Bali sendiri.
mempunyai kedudukan yang sangat mendasar, dimana kehidupan religius
b)
Hindu tak bisa melepas dari seni ;
masyarakat,
seperti seni suara, seni lukis, seni
singkatnya segenap budayanya tidak
tari, dan seni karawitan. Setiap
dapat dipisahkan dari seperangkat
kesenian
dipentyaskan
aturan yang disebu sebagai agama
dilandasi oleh filsafat agama Hindu
orang Bali (Hindu) dan tidak dapat
yang
8
Bahwa
keseluruhan seni
etika
hidup (moral),
dihancurkan kecuali merusak jalinan
metode
sistemnya (Filsafat Adat Bali. 1991).
keberhasilan suatu penelitian.
Kebudayaan
Bali
yang
sangat
Berdasarkan
menunjang
uraian
diatas
bercorak religius memberi warna
dapat disampaikan bahwa penelitian
khas tersendiri pada kehidupan sosial
adalah suatu cara atau jalan yang
budayanya. Orang Bali sebenarnya
harus ditempuh untuk menentukan,
lahir dari perpaduan yang serasi
mengembangkan
antara agama Hindu, adat-istiadat,
kebenaran suatu pengetahuan. Oleh
pandangan hidup seni dan budaya –
karena itu dalam penelitian ini
budaya sosial pendukungnya yang
metode
telah
sulit
metode deskriptif kualitatif dengan
dipisahkan antar satu dengan yang
langkah-langkah sebagai berikut :
lainnya.
(1). Penentuan Lokasi Penelitian, (2).
menyatu
sehingga
yang
dan
digunakan
menguji
adalah
Teknik Penentuan Informan, (3).
METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data, (4). Dalam upaya data
dalam
memperoleh
suatu
Validitas atau Teknik Keabsahan
penelitian
Data, dan (5). Teknik Analisis Data.
digunakan berbagai macam metode. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebenaran suatu pengetahuan yang diperoleh
melakukan
Berdasarkan hasil penelitian,
penelitian sangat tergantung pada
dan sumber wawancara dari seorang
metode yang digunakan
untuk
tokoh masyarakat Desa Bugbug yang
telah
bernama I Wayan Terang Pawaka
ditetapkan. Dengan kata lain bahwa
(50 Tahun) kajian serta analisis yang
mencapai
dalam
tujuan
yang
9
mendalam
pada
terhadap
(5
bukti-bukti
mei
2014)
Bugbug,
yang
pola
yang
ada,
kemasyarakatannya belum tertata,
adanya
desa
kebiasaan hidupan mereka masih
Bugbug diketemukan berawal dari
berpindah-pindah. Mengenai jumlah
suatu kisah pengembaraan keturunan
penduduk (Krama Desa) ketika itu
bangsa
telah
baru berjumlah 120 Kepala Keluarga
menyebar dan mendiami seluruh
yang diberi sebutan gebogan agung
wilayah
ing
satus duwangdasa, yang terbagi
Bangsul), dengan pola hidup mereka
menjadi beberapa kelompok gebogan
yang masih berkelompok-kelompok
yang mendiami gubuk-gubuk pada
dan berpindah-pindah dengan Jero
pra-desa pra-desa di sekitar bukit
mengatakan bahwa
Austronesia
Pulau
–
mekel
Bali
jero
yang
(Bnwa
mekel
sebagai
gumang
(sajuruh-juruhing
bukit
mereka.
gumang)
tersebut,
lain:
Kelompok inilah membuat pra-desa
gebogan
satus,
pertama
persubakan
gebogan samas, dan gebogan domas,
(kaswakan
dan
selanjutnya
kelompok,
pemimpin-pemimpin
di
daerah
Lumpadang bhunghlunan), kemudian
yang
membangun
terbagi
antara
gebogan
satak,
menjadi
yaitu;
1)
empat kelompok
Desa
gebogan
sabuni,
Bugbug, denga menyebut dirinya Ki
malegok.
2)
Taruna Bali Mula atau orang Bali
belong,
Mula (Dewa Purana Giri Wana, dan
kelompok gebogan gantalan, mel
Markandeya Purana:10.1).
pahang, dan pangiyu. 4) kelompok
dan
tegakin,
kelompok
dan
gebogan
lumpadangan.
3)
gebogan gorek, lebah kangin, delod Krama Desa Ngarep inilah poh, dan segayas. Pada geboganyang merupakan penduduk asli Desa 10
gebogan itu mempunyai 8 (delapan)
Saka, pada lembar 3.a. baris ke-7,
pepimpin yang disebut i luput, dan
antara
112 lagi yang merupakan krama
mangkanâ
pengayah yang disebut krama i
karāman i bugbug i kasuwakan
satus roras. Inilah yang menjadi
bhunghlunan mapāknâ pacarwâ i
cikal
bakal
berdirinya
sebagai
berikut;
sakwéhing
sawah
awal
mula
sirâ bhaţārâ i bañuwkâ, tan kihanên
Bugbug
yang
apan mangkanâ kramanyâ mūla
sebagai Desa
lain
dikenal sebagai Krama Desa Ngarep
katmu
dengan mendapatkan bukti tanah
terjemahannya : begitu pula semua
sawah winih sebagai tanah ayahan
pemilik sawah di Desa Pakraman
desa,
Bugbug
yang
kesejahteraan
digunakan serta
untuk
biaya-biaya
tinmu
ring
yang
persubakan
ada
lāgi,
di
wilayah
Bhunghlunan
agar
upacara/upakara keagamaan, seperti;
melaksanakan
untuk kepentingan panghaci-haci
kehadapan Bhatara di Banyu Wka,
mapahayu
kahyangan-kahyangan
tidak boleh tidak sebab memang
bhatara di Banyu Wka dan desa
demikian telah diterima dari sejak
(pasuci bhumi) di wilayah Desa
dahulu hingga kelak kemudian hari
Pakraman
(Budiastra. 1981:33).
Bugbug,
mempertahankan
kelestarian
guna
upacara
yang
pecaruan
tata Tari Sanghyang Bojog adalah
agama, adat-istiadat dan budaya yang merupakan
tari
telah diwarisi sejak dahulu sampai kasurupan/karuwuhan/nadi (trance) kelak kemudian hari. Sebagaimana yang berakar tercantum
dalam
Prasasti
dari
penyembahan
Desa terhadap
roh-roh
suci
(spirit
Bugbug yang berangka tahun 1103 worshopping). 11
Wujud
tarian
Sanghyang
ini
berupa
Guru yang berstana di Pura Bukit
yang
sangat
Huluwatu yang bernama Sang Hyang
disakralkan. Sakral dalam hal ini
Sinuhun Kidul memperistri putri
yang dimaksudkan adalah bukan
Bhatara Gde di Pura Bukit Byaha
hanya
yang bernama Dewa Ayu Mas, yang
kesenian
Bojog ritual
tergantung
pada
wujud
ataupun bentuk dari suatu keadaan
selanjutnya
setelah
beliau
tertentu saja, tetapi lebih banyak
ardhanareswari dan menetap di Pura
ditentukan pula oleh adanya faktor-
Bukit
faktor lain yang salah satunya adalah
Gumang
Desa
Bugbug
yang
kemudian
faktor dari adanya suatu proses
dengan
Bhatara
inisiasi yang menjadikan sesuatu itu
Setelah lama beliau menetap di Pura
sakral atau suci yang dilakukan
Bukit Gumang, lalu ayah (ajin)
melalui upacara penyucian seperti;
beliau yakni Bhatara Gde di Pura
melaspas, pamarisudha, mararebhu
Bukit
atau mabeya-kala, dan sebagainya.
(masasanjan) Huluwatu
Adanya tari Sanghyang Bojog di
Desa
Pakraman
Bhatara
Bugbug,
beranjang-sana ke
yang Guru
di
yakni
Pura
Bukit
Fungsi Tari SangHyang Bojog bagi Desa
Pura
Karangasem, Bali.
Gumang
Bukit
menyebabkan
tentang adanya kera (bojog/were) di Bukit
Pura
Pura Bukit Byaha.
berkembang di masyarakat (krama) Bugbug
Gumang.
atas kedatangan Bhatara Gde dari
terlepas dari adanya mitos yang
Pakraman
Byaha
disebut
Huluwatu menjadi sangat terkejut
Karangasem, Bali ini, tidak bisa
Desa
Gde
Pakraman
yang
mitologinya; bahwa Putra Bhatara 12
Pakraman
Bugbug,
Sebagaimana telah dijelaskan
tokoh atau orang-orang tertentu yang
di atas, maka tarian Sanghyang
dipercaya
Bojog di Desa Pakraman Bugbug,
(disegani)
Karangasem, Bali dapat difungsikan
Bugbug, Karangasem, Bali.
sebagai pangeruat mala, penolak
demikian
dipentaskan berjangkitnya
tarian
seiring wabah
di
dihormati
Desa
Pakraman
Dalam hal ini pementasan tari
bahaya (wabah) ataupun gerubug. Dengan
ataupun
Sanghyang Bojog tidak bisa terlepas dari
ini
warga
dengan
masyarakat
Pakraman
(penyakit),
Karangasem
(krama)
Desa
Bugbug
Kecamatan
Kabupaten
Karangasem
hama tanaman si sawah/ladang yang
baik secara fisik (lahiriah) maupun
timbul pada bulan (sasih) kanem,
secara mental spiritual. Keterlibatan
kapitu,
kawolu,
dan
warga masyarakat (krama) disamping
kasanga,
sebagai penonton juga secara tidak
menurut perhitungan penanggalan
langsung
akan
terlibat
dalam
kalender Bali. Oleh karena itu tarian permohonan keselamatan, kesejahteraan,
Sanghyang Bojog ini hanya bisa kedamaian,
dipentaskan
di
halaman/pelataran
sebuah
pura
ketentraman,
ataupun
keamanan agar
terbebaskan
serta dari
segala bentuk bahaya ataupun wabah
tempat lain yang telah disucikan
penyakit, hama di sawah maupun di
(disakralkan) terlebih dahulu dengan
ladang mereka dan sebagainya. Dengan
memperhitungkan
tanda-
demikian dari padanya pula akan dapat
tanda yang bersifat khusus, yang
memperkuat jalinan kekerabatan dalam
diperkirakan
hubungan
adanya
akan
menimbulkan
nagatif)
oleh
bagi
warga
masyarakat (krama) Desa Pakraman
sesuatu hal yang bersifat kurang baik (berpengaruh
sosialnya
Bugbug, Karangasem.
para 13
Disamping itu pula bagi kelompok (sekaa-sekaa) sanghyang yang menekuni kesenian yang merupakan budaya warisan tersebut akan dapat memetik hikmah dari pementasan tarian Sanghyang Bojog itu baik secara materiil maupun kebanggaan mentalitas yang mereka rasakan bahwa mereka (penarinya) berhasil karawuhan /kasurupan/nadi dalam pementasan tari sanghyang bojog tersebut.
Aspek-aspek dari prosesi Tradisi
SIMPULAN
Tari Sanghyang Bojog yang wajib
Latar belakang dilaksanakannya tradisi Tari Sanghyang Bojog oleh masyarakat Desa Pakaramn Bugbug yaitu adanya keyakinan bahwa jika tidak dilaksanakan tarian tersebut maka akan menimbulkan malapetaka seperti munculnya wabah penyakit (gering), bencana alam dan lain-lain yang semuanya itu diyakini sebagai hukum yang bersifat niskala.
diketahui
Prosesi
pelaksanaan
Sanghyang
Bojog
melaksanakan
Tari
dimanfaatkan
sumber
yaitu aspek historis yang berkaitan dengan proses sejarah adanya tradisi
oleh
siswa,
aspek
pendidikan yang berkaitan dengan materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu karakteristik masyarakat dan kebudayaan tradisi Tari Sanghyang Bojog dan aspek
Tari
sosial berkaitan dengan pengetahuan
dimulai
dari
siswa dalam melestarikan budaya
ngusaba
lokal dan mengetahui arti penting hidup bermasyarakat.
terjadinya malapetaka yang akan
DAFTAR PUSTAKA
menimpa penduduk desa Bugbug
Sanghyang
sebagai
yang
tradisi
upacara
mementaskan
Bojog
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Gumang yaitu adanya perwisik akan
untuk
Sanghyang
tradisi
Bojog.
Amudi, 1975.Metodologi penelitian. Universitas Udayana Singaraja.
Tari
Arta, 2006. Buku metode penelitian tentang tari Sanghyang memedi dan pementasannya.
Untuk
membebaskan dan menolak bala
Bandem, I Made, 1997/1998. Taritarian dalam Upacara Agama Hindu.Prasaran yang disampaikan pada Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap
yang akan mengancam keselamatan penduduk Desa Bugbug. 14
Aspek-Aspek Agama Hindu XIV di Denpasar. Kartono, Kartini, 1983. Pengantar Metodologi Research Sosial.Alumni Bandung. Korn dan Goris. 1991. Buku tentang kebudayaan tari sakral Bali. Panitia
Penyusun Kamus Bali Indonesia.1995/1996.Kamus Umum Bahas Indonesia.Dinas Pengajaran Propinsi Dati I Bali.
Putra,IGA Mas Mt, 1989. Panca Yadnya. Paramita Surabaya. Poerwadarminta, W.J.S. 1995. Kamus Umum Bahsa Indonesia.Balai Pustaka Jakarta. Proyek
Pemeliharaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah Bali 24 – 25 Maret 1971.Seminar Seni Sakral dan Provan Bidang Tari Bali.
Rinjin,
Ketut, 1981. Petunjuk Menyusun Karangan Ilmiah. Fakultas Keguruan Universitas Udayana Singaraja.
R.M. 1990. Pendidikan Seni Tari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sutresna, 2008. Buku tesis tentang contoh tari Topeng Sidakarya sebagai tari sakral. Triguna,2003 : 2-3. Pendidikan filsafat keagamaan dan tradisi Hindhu. 15