TESIS
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
I WAYAN GEDE NADIYASA NIM 1014108105
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I WAYAN GEDE NADIYASA NIM 1014108105
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Udayana
I WAYAN GEDE NADIYASA NIM 1014108105
BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR 2015 Lembar Persetujuan Pembimbing iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 6 Maret 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr.I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.MKes.KMN,KNA SpAn.M.Kes.KAR NIP : 19690608199903.1.004 1972202012008011.017
dr.IMG Widnyana,
NIP :
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila,SpAnd,FAACS Sudewi,Sp.S (K) NIP : 194612131971071001 195902151985102001
iv
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.A.A. Raka NIP :
TESIS INI TELAH Diuji Pada : Tanggal : ___________ Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No:……………………., Tanggal…………………….2015
Ketua
: dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
Anggota
:
1. 2. 3. 4.
Prof.DR.dr. Made Wiryana, SpAn,KIC,KAO Dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn,KAR Dr.dr.I Putu Pramana Suarjaya, SpAn,M.Kes,KMN,KNA Dr. Made Gede Widnyana, SpAn,M.Kes,KAR
v
ABSTRAK PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA STABILITAS HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM
Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat menimbulkan respon stress yang menyebabkan kecemasan maupun ketakutan pada pasien, keadaan ini dapat menstimulasi sistem kardiovaskuler sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan laju denyut jantung. Upaya untuk mengurangi respon stress ini adalah dengan memberikan obat premedikasi. Klonidin adalah salah satu obat premedikasi yang sering digunakan karena mempunyai efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan dapat menurunkan kebutuhan propofol untuk induksi. Pada tindakan anestesi umum saat induksi merupakan kondisi yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan aman, pemberian propofol dosis induksi dapat menyebabkan goncangan kardiovaskuler dan depresi pernafasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan dosis rerata propofol untuk induksi pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin dan perubahan hemodinamik saat induksi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional analitik. Sebanyak 40 pasien, umur antara 18 – 58 tahun, status fisik ASA I dibagi menjadi dua kelompok yaitu 20 pasien untuk kelompok klonidin dan 20 pasien untuk kelompok NaCl. Masing-masing kelompok diberikan premedikasi 10 sampai 20 menit sebelum induksi. Kelompok klonidin diberikan klonidin 1 mcg/kgbb yang diencerkan dalam NaCl 0,9% sebanyak 20 ml dan kelompok NaCl diberikan diberikan NaCl 0,9% sebanyak 20 ml intravena selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan induksi menggunakan propofol intravena dengan alat TCI model schnider dengan plasma target 4 mcg/ml. Dilakukan pencatatan jumlah kebutuhan propofol saat tercapai target plasma, saat hilangnya reflek bulu mata dan saat tercapai nilai IOC 50. Dan dilakukan juga pencatatan tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung baseline, saat mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50. Didapatkan dosis rerata propofol untuk mencapai kondisi induksi pada nilai IOC 50 lebih rendah 32,3% pada kelompok yang mendapatkan premedikasi klonidin. Tekanan arteri rerata saat mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50 secara signifikan lebih rendah pada kelompok klonidin. Laju denyut jantung saat mulai induksi secara signifikan lebih rendah pada kelompok klonidin. Tidak ada perbedaan laju denyut jantung saat tercapai nilai IOC 50. Klonidin dapat menurunkan dosis induksi propofol dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik pada saat induksi. Kata kunci : premedikasi klonidin, dosis induksi propofol, stabilitas hemodinamik
vi
ABSTRACT CLONIDINE PREMEDICATION 1 MCG/KGBB INTRAVENA REDUCES DOSE OF PROPOFOL FOR INDUCTION AND MAINTAIN HEMODYNAMIC STABILITY DURING INDUCTION IN PATIENTS PERFORMED GENERAL ANESTHESIA
Surgery and anesthesia are conditions that can cause stress response that causes anxiety and fear for patients, this situation can stimulate the cardiovascular system resulting in increased blood pressure and heart rate. Efforts to reduce this stress response is to provide drug premedication. Clonidine premedication is one drug that is often used because it has the effect of sedation, analgesia, simpatolisis and can reduce dose of propofol for induction. In general anesthesia, moment of induction is quite critical condition that must be done fast and secure, giving propofol induction dose can cause cardiovascular shock and respiratory depression. The aim of this study is to determine the reduces dose of propofol for induction in patients given clonidine premedication and hemodynamic stability on induction. The design of the study is cross-sectional analytic study. A total of 40 patients, aged between 18-58 years, physical status ASA I, was divided into two groups: 20 patients for the clonidine group and 20 patients in group NaCl. Each group was given premedication 10 to 20 minutes before induction. Clonidine group given clonidine 1 mcg/kgbw diluted in 0.9% NaCl as much as 20 ml and NaCl group given 20 ml of 0.9% NaCl intravenously over 10 minutes. Furthermore each patient induction with intravenous propofol TCI Schnider model with plasma target of 4 mcg/ml. The amount of propofol requirements when the plasma target is reached, while the loss of eyelash reflex and reached of the value of IOC 50 is recording. And do also recording systolic blood pressure, diastolic, mean arterial pressure and heart rate baseline, at the start of induction and the current value of IOC 50 is reached. Obtained a mean dose of propofol to achieve induction state at the IOC 50 was lower 32.3% in the group receiving clonidine premedication. Mean arterial pressure at the start of induction and at the IOC value reached 50 was significantly lower in the clonidine group. A heart rate at the start of induction was significantly lower in the clonidine group. There is no difference in heart rate when the IOC value reached 50. Clonidine reduces the induction dose of propofol and can maintain hemodynamic stability during induction.
Keywords: clonidine premedication, induction dose of propofol, hemodynamic stability
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu, Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis di bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya, rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua guru, para senior, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi dan nasehat terhadap keseluruhan proses pendidikan spesialisasi dan penulisan tesis ini hingga selesai. Kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor Universitas Uadayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesempatn untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan spesialis di Universitas Udayana. Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), FICS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
terima kasih yang sebesar-besarnya juga
penulis sampaikan atas perkenan beliau mengijinkan dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree) dan PPDS-1 lmu Anestesi dan Terapi Intensif.
viii
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes, selaku Direktur Utama RSUP Sanglah, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesarbesarnya atas kesempatan yang diberikan untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV selaku Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis ini. Kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program pasca sarjana Universitas Udayana. Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO selaku Ketua Program Studi PPDS I Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar, penulis menghaturkan hormat yang setinggi-tingginya dan
terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua
wawasan dan pengetahuan yang telah diberikan Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC. selaku Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan sebagai guru yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan pengetahuan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialisasi ini.
ix
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi. selaku Sekretaris Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beliau yang senantiasa menanamkan semangat moral, spiritual dan wejangan-wejangan yang sangat berharga bagi pengalaman hidup kami nanti dalam menjalankan profesi sebagai dokter anestesi. Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR. selaku Sekretaris Program Studi PPDS I Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Falutas Kedokteran Universitas Udayana dan selaku pembimbing II, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dan motivasi yang tidak pernah putus untuk menjadikan murid-muridnya menjadi dokter anestesi yang berkontribusi positif, berintegritas, menjunjung tinggi etika dan mampu bersinergi dalam kelompok. Kepada Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KMN, KNA selaku Ketua Litbang Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif dan pembimbing I, yang banyak memberi masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa hormat yang setinggi-tingginya. Kepada Semua guru: dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC; dr. I Made Subagiartha, SH, SpAn, KAKV; dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; dr.I Gede Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. I Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,
x
SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr. I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS; dr. IGAG Utara Hartawan, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, MKes, SpAn; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya dan rasa hormat yang setinggitingginya atas bimbingan, nasehat yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, yang telah memberikan bimbingan di bidang ilmu statistik sehingga penulis dapat merampungkan tugas akhir ini. Kepada semua rekan-rekan residen anestesi, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH. dan seluruh staf karyawan di bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini. Kepada para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani PPDS-1 Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif ini. Dan Kepada seluruh pasien yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengajarkan ilmunya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa hormat yang setulus-tulusnya.
xi
Sembah bakti dan terima kasih yang tak terhingga kepada almarhum kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan banggakan yang telah bersusah payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal. Kepada istri tercinta Ni Kadek Ayu Adnyana Wati, S.Sos yang dengan sabar dan penuh perhatian senantiasa memberikan dorongan semangat dan kasih sayang yang tak terhingga, kedua buah hati tersayang I Gede Deva Arya Gunawan dan I Kadek Adhi Partha Aryasa yang selalu menjadi sumber inspirasi dalam menjalani masa pendidikan dan meleawati segala hal serta buat adik terkasih Ni Luh Gede Artini, SE yang selalu memberikan motivasi serta dukungan do’a, penulis mengucapakan terima kasih atas segala arti yang telah diberikan. Akhir kata, penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Om Santhi Santhi Santhi Om
Denpasar, Februari 2015 Penulis I Wayan Gede Nadiyasa
xii
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iv PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................................v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................. xi ABSTRACT .......................................................................................................... xii DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1 1.1 Latar Belakang .....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................5 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................6 1.3.1 Tujuan umum ............................................................................. 6 1.3.2 Tujuan khusus ............................................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................6 1.4.1 Manfaat akademis..................................................................... 6
xiii
1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................8 2.1 Premedikasi .........................................................................................8 2.2 Klonidin ............................................................................................12 2.2.1 Farmakokinetik Klonidin….…………...……….……………13 2.2.2 Mekanisme Kerja Klonidin……………....…………………..14 2.2.3 Interaksi Klonidin Dengan Obat Anestesi……..…….......…...17 2.2.4 Farmakodinamik Klonidin…….……………….…………….19 2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler.…………….…………….……….19 2.2.4.2 Sistem Respirasi..……………………………………..…..19 2.2.4.3 Sistem Hormonal.……………………………………..…..20 2.2.5 Preparat Klonidin…………………………….………….…...20 2.2.6 Efek Samping Klonidin…..………………..…………….…...21 2.3 Propofol..............................................................................................21 2.3.1 Struktur Bangun dan Karakteristik Propofol...........................22 2.3.2 Farmakokinetik Propofol.........................................................24 2.3.3 Farmakodinamik Propofol.......................................................27 2.3.3.1 Sistem Kardiovaskuler ......................................................29 2.3.3.2 Sistem Respirasi.................................................................31 2.3.3.2 Sistem Saraf Pusat..............................................................32 2.4 Tekanan Darah dan Laju Denyut Jantung .........................................33 2.5 Target Controlled Infusion (TCI).......................................................34 2.5.1 Model Mars.............................................................................35
xiv
2.5.2 Model Schnider.......................................................................35 2.5.3 Target Konsentrasi Plasma dan Konsentrasi Effect Site Propofol TCI..........................................................................37 2.6 Mengukur Kedalaman Anestesi ........................................................37 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ..........................................................................................41 3.1 Kerangka Berpikir ..............................................................................41 3.2 Kerangka Konsep Penelitian..............................................................43 3.3 Hipotesis Penelitian............................................................................44 BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................45 4.1 Rancangan Penelitian.........................................................................45 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................46 4.3 Ruang Lingkup Penelitian..................................................................46 4.4 Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................46 4.4.1 Populasi penelitian...................................................................46 4.4.2 Sampel Penelitian....................................................................47 4.4.3 Perhitungan Besar Sampel.......................................................48 4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel...................................................49 4.5 Identifikasi Variabel Penelitian.........................................................49 4.5.1 Definisi operasional variabel...................................................50 4.6 Instrumen dan Obat Penelitian……………………...………………54 4.7 Prosedur Penelitian…………………………………………………54 4.7.1 Persiapan……………………………….………………….....54
xv
4.7.2 Cara kerja…………………………………………………….55 4.7.3 Bagan Alur Penelitian………………………………………..58 4.8 Analisis Statistik……………………………………………………59 4.8.1 Analisis statistik deskriptif…………………………………...59 4.8.2 Uji normalitas data…………………………………………...59 4.8.3 Uji homogenitas variant……………………………………...59 4.8.4 Analisis beda rerata…………………………………………..60 BAB V HASIL PENELITIAN..............................................................................61 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian.........................................................61 5.2 Uji Normalitas Data Volume Propofol Pada Masing-Masing Kelompok Perlakuan .......................................................................64 5.3 Perbandingan Rerata Volume Propofol Yang Terpakai Saat Tercapai Kadar Plasma, Hilang Reflek Bulu Mata Dan Tercapai Nilai IOC 50.......................................................................................................65 5.4 Perbandingan Median dan Variasi Sebaran Data Volume Propofol Berdasarkan Kelompok Perlakuan....................................................66 5.5 Perbandingan Perubahan Hemodinamik Dari Baseline Sampai Pada Saat Mulai Induksi dan Saat Tercapai Nilai IOC 50.........................69 5.6 Grafik Perbandingan Perubahan Hemodinamik Saat Baseline dengan Saat Mulai Induksi dan Tercapai Nilai IOC 50.................................72 BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................76 6.1 Karakteristi Sampel Penelitian...........................................................76
xvi
6.2 Penurunan Dosis Rerata Propofol Untuk Induksi Pada Pemberian Premedikasi Klonidin......................................................................77 6.3 Perubahan Hemodinamik Saat Induksi.............................................80 6.4 Kelemahan Penelitian........................................................................83 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN..................................................................84 7.1 Simpulan............................................................................................84 7.2 Saran...................................................................................................84 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………85 LAMPIRAN…………………………………………..…………………………90
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik .......................................................90 Lampiran 2 Surat Ijin .................................................................................91 Lampiran 3 Jadwal Penelitian ....................................................................92 Lampiran 4 Rincian Informasi ...................................................................93 Lampiran 5 Surat Pernyataan Persetujuan Uji Klinis ................................95 Lampiran 6 Lembar Penelitian ...................................................................96 Lampiran 7 Lembar Data Penelitian ..........................................................99 Lampiran 8 Rekapan Data Penelitian .......................................................100 Lampiran 9 Analisa Statistik ....................................................................101
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 Struktur kimia kolidin hidroklorida ................................................................12 2.2 Struktur kimia propofol...................................................................................23 2.3 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah ................................26 2.4 Mesin TCI Perfusor .........................................................................................36 2.5 Sensor electrode IOC ......................................................................................39 2.6 IOC View dari Morpheus Medical .................................................................39 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian ................................................................43 4.1 Bagan Rancangan Penelitian...........................................................................45 4.2 Bagan Alur Penelitian .....................................................................................58 5.1 Grafik Perbandingan volume propofol saat tercapai konsentrasi plasma, hilang reflek bulu mata dan tercapai nilai IOC 50 .........................................66 5.2 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml ..........................................................................67 5.3 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat hilangnya reflek bulu mata ..............................................................................................67 5.4 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai nilai IOC 50 .............................................................................................................68 5.5 Grafik perbandingan tekanan darah sistolik saat baseline, mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl ..............................73
xix
5.6 Grafik perbandingan tekanan darah diastolik saat baseline, mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl ..............................73 5.7 Grafik perbandingan tekanan arteri rerata (TAR) saat baseline, mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl .......................74 5.8 Grafik perbandingan laju denyut jantung saat baseline, mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl ..............................75
xx
DAFTAR SINGKATAN
ASA
: American Society of Anesthesiologist.
CNS
: Central Nervus System
CBF
: Cerebral Blood Flow
CVR
: Cerebral Vasculer Resisten
CMRO2
: Cerebral Metabolic Rate Oxygen
Cp
: Consentration plasma
Ce
: Consentration effect
EEG
: Electroencefalografi
EKG
: Elektrokardiografi
EMG
: Electromiografi
G
: gauge.
GABA
: Gama Amino Butiric Acid
IBS
: Instalasi Bedah Sentral.
IOC
:
IMT
: Indeks Massa Tubuh.
IV
: intravena.
LCT
: Longs Chain Trigliseride
MCT
: Medium Chain Trigliseride
PONV
:
RSUP
: Rumah Sakit Umum Pusat
RSI
: Rapid Sequence Induction
Indeks Of Consiousness
Post Operative Nausea and Vomiting
xxi
SD
: Standard Deviation
SIM
: Surat Ijin Mengemudi
SNI
:
TCI
: Target Controlled Infusion
MCI
: Manual Controlled Infusion
USP
: United State Pharmacopeia
Vd
: Volume distribusi
Standar Nasional Indonesia
xxii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Tingkat kedalaman anestesi BIS dan IOC ......................................40 Tabel 5.1 Karakteristik sampel berdasarkan kelompok perlakuan ..................62 Tabel 5.2 Uji normalitas data volume propofol pada masing-masing kelompok perlakuan .........................................................................................64 Tabel 5.3 Perbandingan volume rerata propofol dalam milliliter berdasarkan kelompok perlakuan .........................................................................65 Tabel 5.4 Perbandingan perubahan hemodinamik dalam persentase berdasarkan kelompok perlakuan .....................................................70
xxiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya dapat mengalami kecemasan, ataupun ketakutan. Respon dari kecemasan ini dapat berupa: respon fisiologis, respon prilaku, respon kognitif dan respon afektif (Stuart, 2001). Respon fisiologis dapat menstimulasi jalur neuroendokrin (neuroendocrinal pathway) yang pada sistem kardiovakuler akan menyebabkan perubahan pada hemodinamik berupa peningkatan tekanan darah maupun laju denyut nadi. Untuk mengurangi kecemasan maupun rasa takut yang dialami oleh pasien dapat dilakukan upaya atau pendekatan non farmakologi maupun farmakologi (Guglielminotti J dkk., 1998; Steed C dkk., 2006). Premedikasi merupakan pendekatan farmakologi dengan pemberian obatobatan yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas maupun takut yang dialami penderita disamping juga memberikan efek sedasi, analgesia, anti emetik, menurunkan PONV, menggigil paska operasi dan juga untuk menurunkan kebutuhan obat-obat anestesi. Klonidin adalah obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor sering digunakan sebagai obat premedikasi karena mempunyai efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan menjaga stabilitas hemodinamik perioperatif
xxiv
serta dapat mengurangi kebutuhan terhadap dosis obat anestesi volatile maupun intravena (Kimibayashi dan Maze, 2000; Fazi L dkk., 2001). Klonidin mempunyai keunggulan secara farmakologi karena walaupun efek sedasi, analgesia dan ansiolisis bersifat dose dependent namun tidak akan menyebabkan depresi nafas (Sung C dkk., 2000). Kualitas sedasi yang dihasilkan oleh obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor berbeda dengan obat golongan penghambat Gamma Amino Butiric Acid (GABA) inhibitor (Shelly, 2001). Klonidin akan mengaktivasi reseptor alpha-2 dan menimbulkan efek sedasi dengan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat kesadaran sehingga pasien lebih tenang serta lebih mudah untuk dibangunkan dan lebih kooperatif. Sedangkan efek sedasi dari obat-obat penghambat GABA seperti midazolam dan propofol menyebabkan kesadaran berkabut dan sering terjadi paradoxical agitation (Shelly, 2001). Reseptor alpha-2 paling banyak didapatkan di batang otak yaitu pada nucleus pontine locus ceruleus yang merupakan sumber sistem saraf simpatis dari forebrain dan merupakan pusat kewaspadaan. Efek sedasi dari obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor oleh karena efek inhibisi terhadap nucleus pontine locus ceruleus tersebut (Nelson dkk., 2003). Klonidin juga mempunyai efek analgesia karena menghambat pelepasan norepineprin prejunctional α2 adrenoseptor di perifer, hal ini akan menghambat jalur nosisepsi. Mekanisme lain yang diperkirakan adalah dengan meningkatkan selektifitas dari obat lokal anestesi terhadap reseptor / serabut saraf Aδ dan C, serta melepaskan enkafaline like substance yang akan menghasilkan efek analgesia.
xxv
Pada tindakan anestesi dengan pemberian anestesi umum, saat induksi merupakan keadaan yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan aman. Teknik induksi anestesi intravena menggunakan propofol sangat disukai pemakaianya saat ini. Propofol sebagai agen induksi yang mempunyai karakteristik onset kerja cepat, durasi kerja pendek, waktu pemulihan yang cepat dan stabil. Propofol bisa dipergunakan sebagai agen induksi, sebagai agen pemeliharaan anestesi dan sebagai sedasi. Propofol dapat menyebabkan goncangan kardiovaskular dan depresi pernapasan.
Penurunan tekanan darah
umumnya turun sampai 25 - 40 % setelah induksi dan kejadian apneu lebih dari 50% (Aun dan Major, 1984). Reich dkk., (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum. Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen, 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi hepar (Robinson 1985; Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan
xxvi
penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates, 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates, 1987). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Pengurangan kadar propofol di plasma mungkin dapat mengurangi kerugian tersebut tanpa menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau anestesi. Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obatobat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014). Klonidin dikatakan memilki sparing effect dengan propofol, namun adanya efek hipotensi dan bradikardia harus menjadi pertimbangan dalam pemberianya, pada penelitian Agrawal M dkk., (2014) mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat, menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7% (sparing effect on propofol), menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi dan laringoscopi intubasi, menurunkan kejadian PONV serta shivering paska operasi. Penelitian Bijoy K, dkk.,2012, pada pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 menit sebelum induksi, tidak didapatkan kejadian hipotensi (TD <30% baseline) maupun bradikardia (HR< 45x/mnt) saat induksi, durante maupun pascaoperasi. Penelitian Rosant S, (2006) mengatakan bahwa klonidin mempunyai sparing effect pada propofol dan sparing effect ini dimediasi oleh efek analgesia dan
xxvii
sedasi dari klonidin serta tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya. Klonidin mempunyai kemampuan untuk memodifikasi kanal kalium (potassium channels) di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan membrane sel mengalami hiperpolarisasi, melalui mekanisme ini diperkirakan klonidin dapat menurunkan kebutuhan obat-obat anestesi (Stoelting, 2006). Mendapatkan suatu kondisi induksi yang adekuat tanpa menimbulkan gejolak hemodinamik yang bermakna merupakan tantangan bagi dokter anestesi. Dengan memperhatikan uraian diatas, tentang manfaat premedikasi klonidin serta mempertimbangkan kejadian efek samping hipotensi dan bradikardi saat induksi propofol, maka sangatlah penting untuk mengetahui dosis induksi propofol pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin sehingga akan mengurangi resiko kejadian hipotensi dan bradikardi yang dapat menimbulkan morbiditas pada pasien.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apakah premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menurunkan rerata dosis propofol untuk mencapai keadaan induksi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 2. Apakah premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
xxviii
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM Mengetahui dan menjelaskan mekanisme premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dalam menurunkan dosis rerata propofol untuk mencapai keadaan induksi dan perubahan hemodinamik saat induksi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui penurunan dosis rerata propofol untuk mencapai keadaan induksi pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 2. Mengetahui perubahan hemodinamik saat induksi pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Dengan mengetahui efek premedikasi klonidin terhadap dosis rerata propofol untuk induksi anestesi dan perubahan hemodinamik yang terjadi saat induksi, diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan
xxix
pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya di bidang ilmu anestesiologi dalam pengaturan dosis propofol untuk induksi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi data penelitian yang sudah ada sebelumnya.
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi suatu pegangan bagi sejawat dalam menyesuaikan dosis induksi propofol pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin. 2. Memberikan pelayanan yang optimal pada pasien dengan penyesuaian dosis premedikasi klonidin dan dosis induksi propofol yang lebih tepat.
xxx
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Premedikasi Kemajuan teknik anestesi saat ini telah membawa perubahan dan sekaligus memberikan banyak tantangan bagi dokter anestesi dalam memberikan pelayanan anestesi perioperatif yang optimal kepada pasien, mulai dari saat pemberian premedikasi, durante operasi sampai perwatan pascaoperasi. Premedikasi merupakan tindakan awal dengan memberikan satu obat atau kombinasi beberapa obat sesuai dengan kebutuhan pasien. Tujuan utama pemberian premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi, mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, namun yang terpenting adalah mengurangi resiko morbiditas perioperatif sehingga akan mempercepat proses pemulihan setelah anestesi dan pembedahan. Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obatan pendahuluan yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik, sedasi/trankulizer dan analgetik. Premedikasi dapat menggunakan satu obat atau kombinasi dari beberapa obat. Pemilihan obat untuk premedikasi tergantung tujuan dari premedikasi itu sendiri (Mangku G dkk., 2010). Tujuan pemberian premedikasi antara lain : 1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi bebas dari rasa takut, cemas, bebas nyeri dan mencegah mual-muntah. Kunjungan pra anestesi dan pemberian simpati serta sedikit pengertian dalam masalah
xxxi
yang dihadapi pasien seringkali membantu pasien dalam mengatasi rasa sakit dan khawatir dalam menghadapi operasi. 2. Memperlancar induksi anestesi ; Pemberian obat sedasi dapat menurunkan aktifitas mental sehingga imajinasi menjadi tumpul dan reaksi terhadap rangsangan berkurang. Obat sedasi dan asiolisis dapat membebaskan rasa takut dan kecemasan pasien. 3. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan bronkus ; Sekresi dapat terjadi selama tindakan pembedahan dan anestesi, dapat dirangsang oleh suctioning
atau
pemasangan
pipa
endotrakthea.
Obat
golongan
antikholinergik seperti atropin dan scopolamin dapat mengurangi sekresi saluran nafas. 4. Mengurangi kebutuhan / dosis obat anestesi ; tujuan premedikasi untuk mengurangi metabolisme basal sehingga induksi dan pemeliharaan anestesi menjadi lebih mudah dan diperlukan obat-obatan lebih sedikit sehingga pasien akan sadar lebih cepat. 5. Mengurangi mual dan muntah paska operasi, tindakan pembedahan dan pemberian obat opioid dapat merangsang terjadinya mual dan muntah, sehingga diperlukan pemberian obat yang dapat menekan respon mual, muntah seperti golongan anti histamine, kortikosteroid, agonis dopamin atau alpha-2 agonis. 6. Menimbulkan amnesia; obat golongan benzodiazepin banyak digunakan karena efeknya di sistem saraf pusat pada sistem limbik dan ARAS
xxxii
sehingga mempunyai efek sedasi, anti cemas dan menimbulkan amnesia anterograde. 7. Mengurangi isi cairan lambung dan meningkatkan PH asam lambung; puasa dan kecemasan dapat meningkatkan sekrisi asam lambung, hal ini akan sangat berbahaya apabila terjadi aspirasi dari asam lambung yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonitis aspirasi atau mendelson sindrom, oleh karena itu pemberian obat yang dapat mengurangi isi cairan lambung serta menurunkan PH lambung dapat dipertimbangan pada pasien. 8. Mengurangi refleks yang tidak diinginkan Trauma bedah dapat menyebabkan bagian tubuh bergerak, bila anestesi tidak adekuat sehingga pemberian obat analgesia dapat ditambahkan sebelum pembedahan. Obat-obat yang biasa digunakan sebagai obat premedikasi antara lain : Obat golongan anti kholinergik, sedasi, analgetik narkotik (Mangku G dkk., 2010). A. Obat Anti Kholinergik Pemberian obat anti kholinergik ini bertujuan untuk mengurangi sekresi kelenjar saliva, saluran cerna, kelenjar saluran nafas, mencegah turunya laju nadi, mengurangi pergerakan usus, mencegah spasme pada laring dan bronkus. Obat yang sering digunakan adalah sulfas atropine yang dapat diberikan intramuskuler atau intravena. (Pratiwi., 2009)
xxxiii
B. Obat Sedasi Pada kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk menjalani operasi akan lebih baik jika diberikan sedasi pada malam hari sebelum hari operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa dapat menyebabkan insomnia. Obat golongan ini berefek anti cemas dan anti takut, menimbulkan rasa kantuk, memberikan suasana nyaman dan tenang sebelum pembedahan. Obat
yang sering digunakan adalah turunan fenothiazin,
benzodiazepine, butirofenon, barbiturat dan anti histamine. Turunan fenothiazin yaitu prometazin yang berhasiat sebagai sedative, anti muntah, anti kholinergik, anti histamine. Turunan benzodiazepine yang sering digunakan adalah diazepamyang selain sebagai sedative (penenang) juga bisa sebagai
anti
kejang.
Sedangkan
untuk
turunan
butirofenon
adalah
dihidrobenzperidol yang berhasiat juga sebagai anti muntah. Derivat barbiturat adalah penobarbital yang sering digunakan pada anak-anak (Pratiwi., 2009). C. Obat Analgetik Narkotik Obat analgetik narkotik atau opioid dapat digolongkan menjadi opioid natural seperti morfin dan codein, turunan semisintetik seperti heroin dan turunan sintetik seprti metadon, petidin. Opioid yang sering digunakan adalah morfin, petidin dan fentanyl. Opioid selain memberikan analgesia juga mempunyai efek sedasi. Penggunaan narkotik harus berhati-hati pada anak-anak dan orang tua karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas (Pratiwi., 2009).
xxxiv
2.2 Klonidin Klonidin adalah derivate imidazolin, merupakan suatu alpha-2 adrenergik agonis. Klonidin dibuat pada awal tahun 1970 digunakan sebagai nasal decongestant dan obat antihipertensi. Klonidin adalah parsial selektif alpha-2 adrenergik agonis (dengan perbandingan selektifitas alpha-2 220 : 1 terhadap alpha 1), selektifitasnya dipengaruhi oleh dosis dan kecepatan pemberian. Klonidin bekerja sebagai obat anti hipertensi dengan menurunkan respon simpatis dari sistem saraf pusat (CNS). Efek lain dari obat golongan alpha-2 adrenergik agonis klonidin antara lain : efek sedasi, analgesia, anti cemas, menurunkan kebutuhan obat anestesi, mempertahankan kestabilan hemodinamik perioperatif dan kestabilan simpatoadrenal (Kimibayasi dan Maze, 2000). Modulasi reseptor alpha-2 di medulla spinalis akan menghasilkan efek analgesia. Pemberian dosis besar dengan pemberian cepat akan menyebabkan rangsangan pada reseptor α1 dan α2. Klonidin mengatur anti nosiseptif perifer, supraspinal dan terutama mekanisme medula spinalis yang mencakup aktivasi reseptor α2 postsinaptik dari jaras desending noradrenergik, neuron kholinergik serta pelepasan nitrik oksida. Struktur kimia
Gambar 2.1 Struktur kimia klonidin hidroklorida (Bionice, 2010) Nama kimia 2-(2,6-dichlorophenylamino)-2-imidazoline hydrochloride
xxxv
2.2.1 Farmakokinetik Klonidin Klonidin akan diabsorpsi secara cepat setelah pemberian per oral dan mencapai
kadar
puncak
plasma
dalam
waktu
60
sampai
90
menit,
bioavailabitasnya mencapai 70-100%. Waktu paruh eliminasinya antara 9 sampai 12 jam, dimana 50% nya akan dimetabolisme di hepar, dan akan diekskresikan dalam bentuk utuh melalui urine. Efek hipotensi setelah pemberian dosis tunggal dapat mencapai 8 jam, dan pemberian melalui jalur transdermal membutuhkan waktu 48 jam untuk mencapai kadar konsentrasi plasma (Stoelting, 2006). Pemberian klonidin intravena direkomendasikan diencerkan dan diberikan dalam 10 – 15 menit melalui intravena. Peningkatan kadar di plasma tercapai dalam waktu 11 ± 9 menit, eleminasi secara lambat terjadi dalam 9 ± 2 jam sampai 24 jam. Clearence total dari klonidin adalah 219 ± 92 ml/menit (Bioniche Pharma, 2013).
Distribusi Klonidin merupakan obat dengan kelarutan lemak yang tinggi dan didistribusikan ke ekstravaskuler termasuk saraf pusat. Klonidin didistribusikan 2,1±0,4 L/kg. Klonidin secara in vitro berikatan dengan albumin bervariasi antara 20 dan 40 %. Pemberian secara epidural dapat mencapai sistemik melalui vena epidural (Bioniche Pharma, 2013).
xxxvi
Metabolisme Klonidin dimetabolisme dengan metabolit utama phydroxyclonidin dengan komposisi kurang dari 10 % dari jumlah obat yang tidak diubah yang terdapat di urine (Bioniche Pharma, 2013). Eksperimental pemberian klonidin pada model binatang tidak menunjukkan neurotoxisitas dan tidak terjadi perubahan histopatologi (Longnecker,2008).
Ekskresi Klonidin setelah diberikan secara intravena, maka 72 % akan diekskresikan melalui urine dalam 96 jam dengan 40-50 % merupakan klonidin yang belum dimetabolisme. Renal clearence dari klonidin 133 ± 66ml/menit (Bioniche Pharma, 2013).
2.2.2
Mekanisme kerja klonidin Reseptor adrenergik α2 merupakan reseptor tempat klonidin bekerja.
Terdapat 3 subtipe reseptor α2 adrenergik pada manusia; α2A, α2B dan α2C, masing masing tersebar dimana mana dengan fungsi yang berbeda-beda (Kimibayasi dan Maze, 2000). Reseptor α2A tersebar utamanya pada perifer, memediasi sedasi, analgesia dan simpatolisis. Sedangkan reseptor α2B memediasi vasoconstriksi dan anti shivering dan α2C pada otak dan sumsum tulang belakang (Stoelting, 2006). Reseptor α2 postsinaps pada pembuluh darah perifer menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan di presinaps menghambat pelepasan norepinefrin yang merupakan
xxxvii
agen yang menyebabkan vasokonstriksi. Rangsangan reseptor α2 pada sistem saraf pusat akan menyebabkan simpatolitik, sedasi, dan anti nosisepsi (Miller, 2009). Nucleus pontine locus ceruleus merupakan tempat yang paling banyak terdapat reseptor alpha-2, merupakan sumber penting persarafan simpatis pada forebrain, dan pusat kewaspadaan yang vital. Efek sedasi diakibatkan karena penghambatan pada nucleus ceruleus (Nelson dkk., 2003). Klonidin merupakan jenis alfa 2 agonis tetapi masih memiliki efek perangsangan pada reseptor alfa 1 adrenergik dengan perbandingan 1: 200. Klonidin dapat dipergunakan meningkatkan durasi blok saraf pada penggunaan lokal anestesi. Klonidin mampu memberikan efek analgesia baik secara perifer, spinal, dan supraspinal (batang otak). Klonidin bersifat lipofilik. Pemberian klonidin intravena mampu menembus saraf otak sehingga bisa memberikan efek analgesia melalui lokal neuroaksial dan supraspinal. Mekanisme analgesia klonidin pada tingkat spinal antara lain melalui hambatan eksitasi saraf aferen primer pada terminal sentral, hambatan pelepasan substansi P dan hiperpolarisasi dan penurunan aktivitas spontan saraf kornu dorsalis (Stoelting, 2006; Chetty, 2011). Analgesia tingkat supraspinal melalui hambatan pada saraf afferen substantia gelatinosa dan beberapa nukleus di batang otak. Analgesia tingkat perifer dengan cara melemahkan perangsangan saraf nyeri A delta dan serabut C serta memblok konduksi melalui peningkatan konduktan kalium (Longnecker, 2008; Eisenach dkk., 1996). Klonidin memiliki efek pada hemodinamik. Klonidin pada tingkat supraspinal mempengaruhi nukleus di batang otak mengaktifkan adrenoreseptor postsinaps alfa 2 dan mengaktivasi ikatan imidazole noradrenergik pada nukleus
xxxviii
retikular lateral mengakibatkan pengurangan tonus simpatis. Klonidin pada tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps mengurangi pelepasan norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek supraspinal dan perifer ini melawan efek vasokonstriksi perifer akibat perangsangan langsung pada reseptor alfa 2 dan 1 dari klonidin (Eisenach dkk., 1996). Kualitas sedasi yang dihasilkan oleh alpha-2 adrenoseptor agonis berbeda dengan sedasi yang ditimbulkan oleh obat golongan penghambat GABA (seperti midazolam dan propofol) (Shelly, 2001). Obat alpha-2 adrenoseptor agonis, akan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan derajat kesadaran, sehingga pasien lebih mudah dibangunkan dan lebih kooperatif. Hal ini merupakan refleks inhibisis dari nucleus pontinel locus ceruleus. Nuclues ini berhubungan dengan regulasi antara tidur dan bangun. Nucleus ini dihambat oleh alpha-2 adrenergik agonis melalui mekanisme yang dimediasi oleh G-protein yang akan menghambat adenilate cyclase. Sementara obat yang bekerja pada penghambat reseptor GABA akan membuat kesadaran berkabut dan paradoxical agitation (Stoelting, 2006). Sebagai anti shivering klonidin bekerja pada tiga level target yaitu di hipothalamus dengan menurunkan ambang termoregulator untuk vasokonstriksi dan menggigil, menurunkan perangsangan langsung di locus coeruleus yang merupakan pusat menggigil di pons dan menghambat impuls dingin di tingkat modulasi di kornu dorsalis medulla spinalis.
xxxix
2.2.3 Interaksi Klonidin Dengan Obat Anestesi Mekanisme klonidin untuk menurunkan dosis induksi propofol masih belum diketahui dengan pasti, diperkirakan klonidin mempunyai kemampuan untuk memodifikasi kanal kalium (potassium channels) di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan membran sel mengalami hiperpolarisasi sehingga menurunkan aktivitas neuron (Stoelting, 2006). Klonidin mempunyai dose sparing effect on propofol dimediasi oleh efek analgesia dan sedasi, namun dose sparing effect ini tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya. (Rosant S dkk., 2006). Klonidin akan menurunkan volume distribusi dari propofol. Clondine juga akan menurunkan hepatic clearance karena menurunya aliran darah ke hepar (hepatic blood flow) akibat menurunya cardiac out put. (Morris J dkk., 2005). Pada penelitian Marchal J dkk., 2001; Jabalameli M, 2005; memberikan premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral 90 menit sebelum operasi pada pasien yang dilakukan operasi Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) didapatkan penggunaan halotan lebih kecil (1,32 ± 0,24 berbanding 1,35 ± 0,21), kebutuhan analgesia fentanyl lebih kecil (112 ± 18 berbanding 142 ± 21) dan jumlah perdarahan yang lebih sedikit (1,71 ± 0,4 berbanding 2,26 ± 0,6). Masrat J dkk., (2013) pada penelitianya memberikan premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral 90 menit sebelum operasi, pada operasi Fungsional Endoscpoy Sinus Surgery (FESS), akan menurunkan jumlah perdarahan sampai 30% - 33% (140,7 ± 65,4 dibandingkan 199,2 ± 104,4) namun didapatkan penurunan MAP(mmHg) yang bermakna (89,4 ± 3,6 menjadi 76,7 ± 3,9). Penelitian Goyagi T dkk., (1999) premedikasi klonidin 5 mcg/kgbb per oral 90 menit sebelum induksi akan
xl
menurunkan dosis induksi propofol (mg) (1,4 ± 0,3 dibandingkan 1,9 ± 0,4) namun akan memperpanjang waktu pulih sadar pasien. Goyagi, (2000), mengatakan premedikasi klonidin 4,5 mcg/kgbb per oral akan mempercepat waktu induksi dan menurunkan MAC (minimum alveolar concentration) sevoflurane 33% - 45%, demikian juga halnya dengan dosis induksi propofol. Pada penelitian Fehr S dkk., (2001) mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi klonidin 4 mcg/kgbb intravena akan menurunkan kebutuhan propofol sampai 20% selama tindakan operasi. Pada penelitian Altan dan Turgut, (2005), didapatkan bahwa pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb intravena dilanjutkan dengan pemeliharaan 2 mcg/kgbb/jam akan menyebabkan efek hipotensi dan bradikardia yang significan, hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Kulka dan Tryba, 1993. Morris J dkk., 2005, mendapatkan premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb per oral 60 menit sebelum operasi akan menurunkan kebutuhan dosis propofol (predicted plasma consentration 3,59 (3,29-3,89) berbanding 3,32 (3,93-3,51), namun didapatkan kejadian hipotensi sampai 22% dan bradikardia 21%. Pada penelitian Agrawal M, (2014). yang mendapatkan kesimpulan bahwa premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat, menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7% (dose sparing effect on propofol), menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi dan laringoscopi intubasi, menurunkan kejadian PONV serta shivering paska operasi.
xli
2.2.4
Farmakodinamik Klonidin Klonidin adalah suatu alpha-2 adrenergik agonis, yang mempunyai
kapasitas untuk menurunkan tekanan darah, akibat dari aktivasi reseptor alpha-2 adrenergik pada pusat kontrol kardiovaskuler pada sistem saraf pusat (brainstem bawah) mungkin pada nucleus traktus solitarius. Lokasi reseptor alpha-2 adrenernik terletak pada presipnatik dan menghambat pengeluaran norepinefrin. Jadi penurunan keluarnya norepinefrin merangsang reseptor adrenergik dan respon terhadap jaringan. 2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler Klonidin menurunkan frekuensi jantung, resistensi pembuluh darah sistemik, aktivitas renin plasma, kadar epinefrin dan norepinefrin secara tidak langsung menurunkan kontraktilitas jantung, cardiac out put, dan tekanan darah sistemik (Miller, 2009; Longnecker, 2008). Efek penurunan tekanan sistolik lebih besar dibandingkan tekanan diastolik. Refleks homeostasis kardiovaskuler masih tetap dipertahankan, sehingga tidak akan terjadi orthostatic hipotensi maupun hipotensi saat beraktivitas (Stoelting, 2006). Aliran darah ke ginjal akan tetap dipertahankan selama terapi klonidin. Pemberian klonidin intravena secara cepat dan dosis besar dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan laju denyut jantung akibat perangsangan reseptor α1. Efek bradikardi pada pemberian klonidin dapat diterapi dengan pemberian atropin (Bioniche Pharma, 2013).
xlii
2.2.4.2 Sistem Respirasi Klonidin mempunyai efek depresi yang minimal pada sistem respirasi, tidak mempunyai efek potensiasi terhadap depresi respirasi oleh opioid (Bailey dkk., 1991). Namun pada pemberian secara intranvena bersama dengan fentanyl akan menyebabkan akumulasi dari fentanyl, sehingga akan meningkatkan resiko depresi ventilasi (Bernard dkk., 1994). Clonidin tidak bermakna meningkatkan efek depresi ventilasi oleh morphin (Bailey dkk, 1991). 2.2.4.3 Sistem Hormonal Klonidin sebagai agen simpatolitik yang poten, dalam kondisi stress akan menurunkan sekresi neurohormal namun tidak menyebabkan depresi (penekanan norepinefrin, epinefrin, adrenocortikotropik hormone, dan kortisol) melalui hiperaktivasi simpatoadrenal. Alpha-2 adrenergik agonis memicu pelepasan growth hormone, namun efeknya singkat. Klonidin juga menghambat pelepasan insulin dengan bekerja langsung pada sel Langerhans (Stoelting dan Hillier, 2006).
2.2.5
Preparat Klonidin Klonidin tersedia dalam bentuk ampul, tablet dan patch. Sediaan ampul
(catapres) mengandung 150 mcg klonidin hydrochloride dalam larutan 1 ml. Sediaan ini juga mengandung NaCl, hydrochloric acid dan air untuk injeksi (Boehringer Ingelheim, 2013). Dan sediaan klonidin hydrochloride (catapres , klonidin ) tersedia dalam kemasan tablet 150 μg (0,15 mg) dan 300 μg (0,3 mg).
xliii
Sediaan transdermal (patch) tersedia dalam dosis 0,1 mg, 0,2 mg dan 0,3 mg/ hari yang dapat diganti setiap 7 hari (Morgan dkk, 2006).
2.2.5 Efek Samping Klonidin Efek samping yang seringterjadi pada pemberian klonidin antara lain yaitu mulut kering, sedasi, dan pusing dapat terjadi pada sekitar 50% pasien. Kejadian bradikardi, hipotensi, mual disfungsi ereksi dan diare jarang didapatkan. Pada pengehentian klonidin secara tiba-tiba pada pemberian jangka panjang (> 1 bulan) dapat menyebabkan fenomena withdrawal yang ditandai dengan hipertensi, agitasi, dan over reactif simpatis. Efek samping ini berhubungan dengan besar dosis yang diberikan. Sekitar 15 – 30% pasien yang menggunakan klonidin patch dapat mengalami dermatitis kontak (Goodman dan Gilman, 2001).
2.3 Propofol Propofol pertama kali ditemukan tahun 1970 dan diperkenalkan di pasaran sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi (Kay dan Rolly, 1977), semakin populer dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun 1986. Sebagai turunan dari phenol dengan komponen hipnotik kuat yang dihasilkan dari pengembangan 2,6-diisopropofol. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya disediakan dengan Ctemophor EL (polyethoxylated Castrol oil), namun karena banyaknya reaksi anafilaktoid yang ditimbulkan, sediaannya diubah menjadi bentuk emulsi (Hasani A. dkk., 2012). Ahli anestesi lebih suka menggunakan propofol karena sifat mula kerja obat yang cepat hampir sama xliv
dengan obat golongan barbiturat tetapi masa pemulihan yang lebih cepat dan pasien bisa lebih cepat dipindahkan dari ruang pemulihan ke ruang rawat. Secara subyektif pasien merasa lebih baik dan lebih segar paska anestesi dengan propofol dibandingkan obat anestesi induksi lainnya. Kejadian mual muntah paska operasi sangat jarang karena propofol memiliki efek anti muntah. Efek yang menguntungkan lainnya adalah efek anti pruritik, antikonvulsan dan mengurangi konstriksi bronkus. Propofol dalam dosis 1,5 – 2,5 mg/kgbb diberikan intravena akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik. Proses pemulihannya juga cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien cepat kembali sadar setelah pembiusan dengan propofol dan efek residual yang minimal merupakan keuntungan propofol. Karena keunggulan sifat inilah Propofol dipergunakan sebagai obat induksi dan pemeliharaan anestesi, sehingga penggunaannya begitu luas di seluruh dunia.
2.3.1 Struktur Bangun dan Karakteristik Propofol Propofol (2,6-diisopropylfenol) terdiri dari sebuah cincin fenol dengan dua kelompok isopropil yang berikatan (Gambar 2.2). Propofol tidak larut dalam air, tetapi tersedia sediaan larutan 1 % (10 mg/ml) untuk pemberian intravena, sebagai emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kedelai, gliserol, dan lesitin telur. Riwayat alergi telur bukan merupakan kontraindikasi pemakaian propofol karena sebagian besar alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih telur (albumin telur), sedangkan lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. Formulasi ini dapat menyebabkan nyeri selama suntikan (jarang terjadi terjadi pada pasien-
xlv
pasien yang lebih tua) yang dapat dikurangi dengan suntikan awal dengan lidokain atau dengan pencampuran lidokain dengan propofol sebelum suntikan (2 ml lidokain 1% dalam 18 ml propofol) (Morgan dkk., 2006). Formulasi propofol ini dapat mendukung pertumbuhan bakteri, sehingga teknik sterilitas yang baik harus dilakukan selama persiapan dan penyimpanannya. Pemberian propofol harus sudah dilakukan dalam 6 jam setelah membuka ampul. Formulasi propofol yang ada saat ini berisi 0,005% disodium edetate atau 0,025% sodium metabisulfite untuk membantu memperlambat tingkat pertumbuhan dari bakteri, meskipun demikian, produk tahan bakteri ini masih belum berdasarkan standar United States Pharmacopeia (USP) (Morgan dkk., 20a06).
Gambar 2.2 Struktur kimia propofol (Dikutip dari Morgan dkk., 2006) Biokimia Propofol (C12H18O), merupakan golongan fenol yang memiliki sifat stabil secara kimia dan memiliki efek biotoksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan golongan fenol yang lain. Namun, seperti sebagian besar golongan fenol, propofol dapat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Propofol tidak larut
xlvi
dalam air, yang merupakan alasan sediaan komersial yang tersedia berupa emulsi lipid isotonik bukan buffer dengan rentang pH 6,0-9,0 (Tan, 1998). Sediaan Propofol
pada
konsentrasi
10-20
mg/ml
secara
tradisional
telah
diformulasikan dalam emulsi lemak yang mengandung 10% LCT minyak kedelai, tetapi sejak 1995, propofol juga tersedia secara komersial dalam formula MCT/LCT yang 26-40% lebih rendah kandungannya dibandingkan formula LCT, menyebabkan penurunan 0,2-0,14% dari total konsentrasi (Babl 1995, Yamakage 2005). Memodifikasi komposisi lemak emulsi tidak memiliki efek pada pharmakokinetik dan efikasi propofol (doenicke 1997). Meskipun konsentrasi tigliserida plasma menurun selama sedasi tidak berbeda antara emulsi propofol LCT dan MCT/LCT, terdapat kecenderungan elimiasi tigliserida yang lebih cepat pada pemberian formula MCT/LCT dibandingakan LCT (Theilen 2002). Cara Menyiapkan Propofol harus disiapkan secara asepsis untuk penggunaan segera, untuk mencegah proliferasi mikrobakteri yang cepat setelah kontaminasi bakteri (McHugh 1995). Aktivitas antimikroba dari anestesi lokal yang ditambahkan pada emulsi propofol sebelum pemberian untuk menurunkan nyeri pada tempat injeksi hanya akan membatasi namun tidak mencegah pertumbuhan mikroba pada membrane sel (Ohsuka 1991, Ozer 2002).
xlvii
2.3.2 Farmakokinetik Propofol Absorpsi Sediaan propofol di pasaran sebagai induksi anestesi hanya untuk penggunaan intravena saja dan memberikan efek sedasi sedang sampai berat. Konsentrasi propofol dalam darah meningkat dengan cepat setelah pemberian bolus intravena sedangkan peningkatan konsentrasi cerebral lebih lambat. Waktu untuk mencapai efek penurunan kesadaran/tidak sadar ditentukan oleh dosis total yang diberikan. Distribusi Tingginya tingkat kelarutan propofol dalam lemak menyebabkan onset kerja cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali diberikan bolus sampai pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8 menit. Waktu paruh eliminasi sekitar 30-60 menit (Katzung, 2004). Hal ini menyebabkan propofol menjadi pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Farmakokinetik propofol digambarkan sebagai model 3 kompartemen, dimana pada pemberian bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan menurun dengan cepat akibat adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh distribusi awal dari propofol adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen waktu paruh distribusi awal adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan waktu paruh eliminasi 4-23,5 jam. Waktu paruh yang panjang diakibatkan oleh karena adanya kompartemen dengan perfusi terbatas. Context sensitive half time untuk infus propofol sampai 8 jam adalah 40 menit. Propofol mengalami distribusi yang cepat dan luas juga dimetabolisme dengan cepat.
xlviii
Berkembangnya penggunaan TCI, membuat konsep context sensitivity half time diperkenalkan kembali. Context sensitivity half time adalah waktu yang diperlukan sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan. Tidak seperti konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung dari cara pemberian obat, konsep context sensitivity half time memperkenalkan pengaruh lamanya infus diberikan. Semakin banyak obat yang terakumulasi akan menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time sangat berguna dalam pemilihan obat serta memperkirakan pemulihan dari anestesi. Karena context sensitivity half time propofol tidak lebih dari 40 menit, terutama saat dipergunakan sebagai sedasi dan anesthesia dimana penurunan konsentrasi di plasma untuk pemulihan umumnya kurang dari 50% maka propofol cocok digunakan untuk infus jangka panjang tanpa mengganggu proses pemulihan (TCI manual, 2009).
Gambar 2.3 Hubungan
waktu dan konsentrasi propofol dalam darah.
Simulasi hubungan antara waktu dan level propofol dalam darah setelah induksi dosis 2mg/kgBB. Level propofol dalam darah yang diperlukan
xlix
untuk anestesia pembedahan adalah 2-3mcg/ml, dengan bangun dari anestesi biasanya pada level kurang dari 1.5mcg/ml Waktu yang diperlukan untuk bangun dari anestesi atau sedasi dari propofol hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat meskipun pada infus kontinyu yang lama. Keadaan equilibrium untuk propofol yang dapat menyebabkan supresi dari elektroencephalogram (EEG) yang berkaitan dengan hilangnya kesadaran adalah sekitar 0,3 menit dengan efek puncak dicapai 90-100 detik. Farmakokinetik propofol menurun oleh karena beberapa faktor antara lain jenis kelamin, berat badan, penyakit sebelumnya, umur dan medikasi lain yang diberikan. Biotransformasi Tingginya tingkat bersihan (clearence) propofol di hepar (hampir 10 kali lipat dibanding tiopental) menyebabkan cepatnya waktu pemulihan setelah pemberian infus kontinyu. Ekskresi Walaupun metabolisme propofol utamanya diekskresikan melalui ginjal, tetapi penurunan fungsi ginjal tidak mempengaruhi bersihan propofol.
2.3.3 Farmakodinamik Propofol Propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini, baik untuk induksi dan pemeliharaan anestesi maupun untuk sedasi di dalam dan di luar ruang operasi. Propofol digunakan secara luas dalam bidang kedokteran karena efeknya yang menguntungkan bagi pasien-pasien yang
l
menjalani pemulihan anestesia dan insiden mual dan muntahnya yang kecil (Smith dkk., 1994). Propofol memberikan mula kerja dan akhir kerja yang cepat serta memiliki efek antiemetik (Reves dkk., 2005). Daya larut lipidnya yang tinggi menyebabkan mula kerja yang hampir secepat thiopental (one-arm-to-brain circulation time). Membangunkan pasien setelah dosis bolus tunggal propofol juga cepat karena waktu paruh distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit).. Hal ini membuatnya sebagai suatu obat yang baik untuk pasien anestesi rawat jalan (Morgan dkk., 2006). Dosis induksi yang lebih kecil direkomendasikan pada pasien-pasien lanjut usia oleh karena volume distribusi (Vd) mereka yang lebih kecil. Wanita bisa memerlukan dosis propofol yang lebih besar daripada laki-laki dan pemulihan kesadarannya lebih cepat (Morgan dkk., 2006). Pada tahun 1981, Major dkk. meneliti 3 dosis induksi anestesia propofol (1,5, 2,0 dan 2,5 mg/kgBB) pada wanita sehat yang menjalani tindakan ginekologi singkat. Mereka menemukan bahwa 3 pasien dengan dosis 1,5 mg/kgBB dan satu pasien dengan dosis 2 mg/kgBB tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun semua pasien mengalami kehilangan kesadaran dengan dosis 2,5 mg/kgBB. Durasi rata-rata untuk mulainya kehilangan kesadaran adalah 47,4 detik pada kelompok 1,5 mg/kgBB, 39,9 detik pada kelompok 2 mg/kgBB dan 38,2 detik pada kelompok 2,5 mg/kgBB. Insiden apneu yang tampak nyata secara klinis adalah 4, 7 dan 12 pasien pada masing-masing kelompok 1,5, 2, 2,5 mg/kgBB. Perubahan kardiovaskular yang tergantung dosis meliputi penurunan tekanan arterial dan peningkatan denyut jantung.
li
2.3.3.1 Sistem Kardiovaskular Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner dengan monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan tekanan darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen 1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi dan hepar (Robinson 1985, Stark 1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006). Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk., 1993). Diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya, yakni depresi miokard dan penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991; Muzi dkk., 1992). RSI dengan propofol menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan dan beberapa penulis menyarankan pemberian loading cairan Ringer Laktat
lii
praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol tanpa menyebabkan peningkatan tekanan darah sama sekali (El-Beheiry dkk., 1995). Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014). Penurunan drastis preload, yang dapat menyebabkan bradikardia yang diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau sedang dalam tindakan operasi yang berhubungan dengan reflek okulokardiak (Morgan dkk., 2006). Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami penurunan curah jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian ventrikel dan kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah koroner menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa pasien. Hal ini mengindikasikan adanya suatu mismatch antara permintaan dan penyediaan oksigen miokard (Morgan dkk., 2006). Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks
liii
jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996). Techanivate A (2012) pada penelitianya mendapatkan kejadian hipotensi lebih sedikit pada pasien yang diberikan dexmedetomidine 1 mcg/kgbb dengan fentanyl 0,5 mcg/kgbb dan 20 mg propofol diandingkan pada pasien yang diberikan fentanyl 0,5 mcg/kgbb dan propofol 1mg/kgbb. Penelitian Agrawal M (2014) mendapatkan tidak ada perubahan hemodinamik yang bermakna pada pemberian premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena pada saat induksi propofol intravena. 2.3.3.2 Sistem Respirasi Seperti barbiturat, propofol merupakan suatu depressant pernapasan yang dalam, yang biasanya menyebabkan apnea setelah pemberian dosis induksi. Sebagian besar studi menunjukkan propofol menyebabkan depresi respirasi yang menurunkan laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan ketika digunakan untuk pemberian sedasi dengan dosis subanestesi, propofol menghambat hypoxic ventilatory drive dan menekan respon normal terhadap hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih
liv
baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot. Meskipun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin, induksi dengan propofol dapat menyebabkan timbulnya wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang menderita asma (Morgan dkk., 2006). 2.3.3.3 Sistem Saraf Pusat Seperti barbiturat, propofol terikat dengan reseptor GABA tapi juga memiliki mekanisme kerja melibatkan berbagai reseptor protein. Efek cerebralnya adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada Pasien dengan patologi intrakranial, propofol seperti kebanyakan agen induksi anestesi, menurunkan CBF, Meningkatkan CVR dan menurunkan CMRO2 (Vandesteene 1988, Stephan 1987). Propofol mengurangi aliran darah serebral dan tekanan intrakranial. Pada pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat, propofol dapat menyebabkan penurunan kritis tekanan perfusi serebral (<50 mmHg), kecuali jika dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial rerata. Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya (memerlukan konsentrasi propofol 200 ng/ml dalam darah) membuat propofol sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadangkadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan, opistotonus, atau cegukan, mungkin akibat terjadinya antagonis glisin subkortikal. Meski reaksi-reaksi ini kadang-kadang bisa menyerupai kejang tonik–klonik,
lv
propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata lain, menekan lonjakan), yang berhasil digunakan untuk mengakhiri status epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol menurunkan tekanan intraokular. Toleransi tidak terjadi setelah pemberian propofol jangka panjang (Morgan dkk., 2006).
2.4 Tekanan Darah dan Laju Denyut Jantung Tekanan darah adalah tekanan darah pada dinding arteri yang terjadi akibat kontraksi otot jantung. Tergantung pada kekuatan gerak jantung, kelenturan dinding arteri, volume dan viscositas darah, serta tahanan pada pembuluh darah (Dorland, 2006). Tekanan darah merupakan manifestasi dari cardiac output dan resistensi pembuluh darah sistemik (Santoso., 2004). Segera setelah teranestesi, tekanan darah akan turun dengan cepat karena vasodilatasi, hal ini menimbulkan timbunan (fulling) darah di perifer dan mengurangi aliran balik vena sehingga menyebabkan turunya curah jantung. Pasien dapat mengalami kerusakan organ akibat perfusi yang kurang, bahkan dapat terjadi henti jantung karena kurangnya perfusi koroner (Boulton dan Blogg., 1994). Penurunan tekanan darah berhubungan dengan penurunan curah jantung, resistensi pembuluh sistemik, hambatan mekanisme baroreseptor, depresi kontraktilitas miokard, penurunan aktivitas simpatis dan efek inotropik negatif (Clarke., 1995). Tekanan darah dapat dirumuskan sebagai berikut : TD = curah jantung (cardiac output) x tahanan perifer (Siaw., 1994). Rata-rata tekanan darah normal pada orang dewasa yaitu 100/60 mmHg sampai dengan 140/90 mmHg (Smeltzer dan Bare., 2001).
lvi
Laju denyut jantung, berdasarkan aliran darahnya pembuluh darah dibedakan menjadi pembuluh nadi atau arteri (pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung) dan pembuluh darah balik atau vena (pembuluh darah yang mengalirkan darah menuju jantung). Baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah vena masing-masing memiliki cabang terkecil yang disebut dengan kapiler. Dinding pembuluh nadi lebih tebal, kuat dan elastis dibandingkan pembuluh vena. Pembuluh nadi harus kuat karena harus menahan tekanan darah yang dipompa oleh jantung. Saat jantung bedenyut, maka pembuluh nadi pun ikut berdenyut akibat tekanan darah yang terpompa. Bagian jantung normal berdenyut dalam rangkaian tertur yaitu kontraksi atrium (sitole atrium) diikuti oleh kontraksi ventrikel (sístole ventrikel) dan selama diástole keempat ruang jantung akan relaksasi. Laju nadi adalah jumlah denyut jantung per menit, waktu per menit jantung berkontraksi. Denyut jantung sekitar 70 x per menit saat istirahat. Frekuensi jantung bervariasi sesuai fase pernafasan yaitu dipercepat selama inspirasi dan melambat selama ekspirasi.
2.5 Target Controlled Infusion (TCI) TCI adalah infus yang dikontrol dengan tujuan untuk mencapai konsentrasi tertentu obat pada kompartemen tubuh. Dengan menggunakan teknik ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi yang diinginkan sesuai dengan observasi klinis pada pasien. Pada dasarnya TCI adalah menetapkan konsentrasi tertentu obat yang harus dicapai dan dipertahankan baik di plasma (Cp) maupun effect site (Ce). Konsentrasi target diset sejak awal oleh ahli anestesi
lvii
untuk mendapat luaran klinis yang diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang diset oleh ahli anestesi akan terlihat pada effect site kompartemen setelah waktu tertentu karena terdapat jarak waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang dituju atau obat berefek (Ce). (Naidoo D, 2011). Untuk sistem TCI dengan propofol pada orang dewasa model farmakokinetik yang banyak digunakan adalah MARSH dan SCHNIDER, sedangkan pada pasien anak-anak model Paedfusor dan Kataria. Selain propofol obat lain yang dapat dioperasikan menggunakan sistem TCI adalah sufentanil (model Bovil dan Gepts), alfentanil (model Maitre), remifentanil (model Minto).
2.5.1 Model Marsh Ini adalah model yang pertama kali dikembangkan, merupakan pengembangan dari model farmakokinetik propofol oleh Gepts dengan memperkirakan volume kompartemen sentral sebagai sebuah fungsi linear secara langsung terhadap berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun pompa tidak dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi sumber bias dan ketidakakuratan sistem Marsh.
2.5.2 Model Schnider Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini menggunakan model 3 kompartemen dengan memasukkan umur, tinggi badan, dan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien dihitung dan
lviii
digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang dipakai berat badan aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi obat pada pasien obese. Pada pasien obese dipergunakan berat badan ideal. Perbedaan utama antara kedua model ini adalah jumlah volume kompartemen sentral. Pada model schnider menggunakan volume kompartemen sentral tetap dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB 70 kg) dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan model schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site kompartemen lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat) sehingga model schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk tujuan induksi model schnider akan lebih lambat dibandingkan model Marsh. Pada model marsh hanya menggunakan berat badan sebagai kovariat sedangkan model schnider memakai berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin.
Gambar 2.4 Mesin TCI Perfusor® Space dari B.Braun (dikutip dari B.Braun TCI perfusor ® Space) Keuntungan penggunaan TCI secara umum adalah: dapat memfasilitasi titrasi dosis untuk mencapai efek yang diinginkan, memudahkan perhitungan
lix
dosis obat dan pemberiannya, diperolehnya informasi tambahan mengenai obat yang diberikan seperti jumlah obat yang diberikan, durasi pemberian, konsentrasi dan lain-lain, pemberian dosis obat dengan memperhitungkan usia dan karakteristik pasien lainnya, konsentrasi obat yang dicapai lebih stabil, dapat terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang lebih cepat (Sugiarto, 2012). 2.5.3 Target Konsentrasi Plasma dan Konsentrasi effect site Propofol TCI Pasien usia muda target konsentrasi pasma propofol untuk induksi adalah 6-8mcg/ml, hati-hati pada saat induksi orang tua atau pasien sakit berat, dosis perlu disesuiakan dengan menurunkan konsentrasi induksi. Pada prakteknya konsentrasi plasma yang diperlukan untuk induksi adalah 5-6 mcg/ml dan bisa ditingkatkan sampai 8 mcg/ml pada pasien dewasa muda yang sehat. Pada pasien yang telah mendapatkan premedikasi terlebih dahulu konsentrasi plasma bisa dikurangi 4-5 mcg/ml(Naidoo D, 2011).
2.6 Mengukur Kedalaman Anestesi (Index of Conciousness) Induksi anestesi adalah perubahan keadaan pasien dari sadar menjadi tidak sadar setelah pemberian obat - obat anestesi. Keadaan induksi dapat dinilai dengan melihat tanda klinis berupa hilangnya refleks bulu mata. Menentukan derajat kedalaman anestesi adalah sangat penting pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, syarat untuk bisa dilakukannya pembedahan adalah pasien sudah masuk kedalam stadium III (fase pembedahan) plana III
lx
menurut Guedel, yang bisa dilihat dengan tanda-tanda klinis yaitu mulai hilangnya gerak nafas thorakal. Hal ini masih sangat sulit dilihat karena sudah makin berkembangnya macam-macam obat anestesi dan volatile anestesi. Berbeda halnya ketika dulu eter masih menjadi pilihan untuk dilakukannya induksi anestesi. Saat ini banyak cara dan banyak alat yang diciptakan untuk mengetahui kedalaman anestesi. Kedalaman anestesi merupakan masalah klinis praktis yang sangat fundamental dalam dunia anestesi. Selama dilakukannya anestesi akan terjadi penekanan sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem lainnya, jika kedalaman anestesi berlebihan akan terjadi fase toksik yang menyebabkan kerusakan bahkan kematian. Jika kedalaman anestesi kurang maka akan menyebabkan keadaan light anesthesia juga akan menyebabkan morbiditas pada pasien. Dengan mengetahui kedalaman anestesia maka hal-hal tersebut diatas bisa dihindari sehingga morbiditas dan mortalitas bisa dikurangi (Prabhar Kumar dan Thomas Koshy, 2007). Dalam penelitian ini alat yang dipergunakan dalam mengukur kedalaman anestesi adalah Index of consciousness tipe IOC View dari Morpheus Medical merupakan gabungan antara dinamyc spectral ratio dengan EEG suppression rate (ESR) dan facial EMG. Merupakan alat pengukur kedalaman anestesi sebesar genggaman tangan dewasa, sangat praktis. Cara kerjanya adalah merupakan penyederhanaan dari EEG dan ditampilkan dalam bentuk rentang angka antara 0-99. Angka 0 berarti tidak ada aktivitas EEG dan 99 menunjukkan aktivitas penuh EEG yang diinterpretasikan suatu keadaan bangun (sadar penuh). Angka 40-60 menunjukkan kedalaman anestesi adekuat untuk dilakukan pembedahan. Dari alat ini juga bisa mengetahui persentase dari supresi
lxi
EEG dan aktifitas EMG (75-85 Hz). Dari penelitian validasi antara IOC view dengan Bispectral index yang dilakukan oleh Litvan dkk., 2006, didapatkan tidak ada perbedaan prediction probability antara IOC dengan BIS. Jadi pada penelitian ini merekomendasikan IOC sebagai salah satu alat monitoring tingkat kedalaman anestesi menggunakan propofol sebagai induksi.
Gambar 2.5 Sensor (elektrode) IOC ditempatkan (dikutip dari IOC view monitoring consciousness, Morpheus medical)
Gambar 2.6 IOC-View dari Morpheus Medical (dikutip dari IOC view monitoring consciousness, Morpheus medical)
lxii
Dari alat ini juga sering dihubungkan dengan skor tingkat sedasi yang diobservasi secara klinis (Yusuke Kasuya dkk., 2009). Tabel 2.1 Tingkat kedalaman anestesi BIS dan IOC- View
(Dikutip dari intra operatif awarness tools,2007) Kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi nilai BIS maupun IOC adalah keadaan hipoglikemia, hipovolemia, cardiac arrest, iskemia otak, hipotermia selama Cardiopulmonary bypass, penempatan elektrode dan adanya artifact pada tempelan elektrode. Keuntungan penggunaan alat pengukur kedalaman anestesi ( Daya B, 2008) adalah dapat mengurangi kejadian terbangun saat operasi dilakukan terutama pada pasien beresiko tinggi, mengurangi kejadian kelebihan dosis obat atau kekurangan dosis obat (light anesthesia) yang menyebabkan terbangunnya pasien selama operasi, mengurangi kejadian mual muntah, memperpendek waktu pemulihan, mengurangi biaya penggunaan obat anestesi dan menurunkan morbiditas- mortalitas pasien.
lxiii
lxiv
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan respon stress, kecemasan dan ketakutan pada pasien, respon dari kecemasan ini dapat berupa: respon fisiologis, respon prilaku, respon kognitif dan respon afektif. Respon fisiologis dapat menstimulasi jalur neuroendokrin, yang pada sistem kardiovakuler akan menyebabkan perubahan pada hemodinamik berupa peningkatan tekanan darah maupun laju denyut nadi. Premedikasi adalah pemberian obat yang bertujuan untuk mengurangi rasa cemas maupun takut yang dialami penderita disamping juga memberikan efek sedasi, analgesia, anti emetik, menurunkan PONV, menggigil paska operasi dan juga untuk menurunkan kebutuhan obat-obat anestesi. Klonidin merupakan salah satu obat yang sering digunakan sebagai obat premedikasi. Clonidin mempunyai efek sedasi, analgesia, simpatolisis dan menjaga stabilitas hemodinamik perioperative serta dapat mengurangi dosis obat-obat anestesi. Klonidin bekerja di reseptor alpha-2 secara sentral yang akan menstimulasi nucleus ceruleus di batang otak sehingga menimbulkan efek sedasi, juga akan menurunkan respon simpatis, dan di perifer akan menurunkan pelepasan norepineprin. Klonidin akan menghambat pelepasan norepineprin prejunctional α2 adrenoseptor di perifer, hal ini akan menghambat jalur nosisepsi. Klonidin juga meningkatkan selektifitas dari
lxv
obat lokal anestesi terhadap reseptor / serabut saraf Aδ dan C, serta melepaskan enkafaline like substance yang akan menghasilkan efek analgesia. Pada tindakan anestesi umum, saat induksi merupakan keadaan yang cukup kritis sehingga harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan aman. Teknik induksi anestesi intravena menggunakan propofol sangat disukai pemakaianya saat ini. Propofol sebagai agen induksi yang mempunyai karakteristik onset kerja cepat, durasi kerja pendek, waktu pemulihan yang cepat dan stabil. Propofol dapat menyebabkan goncangan kardiovaskular dan depresi pernapasan. Efek tersebut tergantung pada dosis, konsentrasi plasma, kecepatan pemberian serta umur pasien. Pengurangan kadar propofol di plasma dapat mengurangi kerugian tersebut tanpa menghilangkan tujuan utama yaitu sedasi atau anestesi. Klonidin mempunyai sparing effect pada propofol, yang di mediasi oleh efek sedasi dan analgesia, dan sparing effect ini tidak tergantung dengan efek hemodinamiknya. Klonidin dapat menurunkan dosis induksi propofol serta dapat menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi. Penggunaan alat TCI sebagai sarana untuk memberikan obat induksi intravena untuk mencapai target konsentrasi plasma tertentu dapat mengurangi bias dalam penelitian ini.
lxvi
3.2 Kerangka Konsep Penelitian Bagan Kerangka Konsep
Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb iv (Variabel bebas)
Umur
Riwayat penggunaan obat sedasi
Jenis kelamin
Riwayat penggunaan obat penghambat reseptor beta, kalsium, ACE
Indeks Massa Tubuh (IMT) Status Fisik ASA
(Variabel Eksternal)
(Variabel Internal)
Dosis propofol saat tercapai kondisi induksi (Variabel Tergantung)
Hemodinamik ( TDS,TDD,TAR, Laju denyut jantung) saat tercapai kondisi induksi (Variabel tergantung) Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian
lxvii
3.3 Hipotesis Penelitian 1. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menurunkan dosis induksi propofol pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum. 2. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.
lxviii
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian uji klinik acak tersamar ganda (Randomized Double Blind Control Trial). Alokasi subyek pada masing-masing
kelompok
dilakukan
dengan
teknik
permuted
block
randomization. Subyek pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yang mendapat perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Adapun bagan dari rancangan penelitian sebagai berikut :
Bagan rancangan penelitian:
P
Kelompok Klonidin
O1 K
(K)
O2 K
S R
Kriteria Penerimaan
Kelompok Normal Saline
Induksi dengan TCI Propofol
( N)
O1 N
O2 N
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
lxix
Keterangan : P
: Populasi
S
: Sampel
R
: Randomisasi
Observasi 1(O1) K: Observasi jumlah propofol untuk mencapai kondisi induksi pada kelompok klonidin Observasi 2(O2) K: Observasi hemodinamik saat kondisi induksi pada kelompok klonidin Observasi 1(O1) N: Observasi jumlah propofol untuk mencapai kondisi induksi pada kelompok normal salin Observasi 2(O2) N : Observasi hemodinamik saat kondisi induksi pada kelompok normal salin 4.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah
Denpasar dari bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015.
4.3
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif.
4.4
Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi Penelitian Populasi target dari penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani pembedahan terencana dengan anestesi umum. lxx
Populasi terjangkau dari penelitian ini diambil dari pasien yang menjalani pembedahan terencana yang ditangani di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah Denpasar periode bulan Desember 2014 sampai Januari tahun 2015. 4.4.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah pasien yang menjalani pembedahan terencana yang ditangani di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUP Sanglah Denpasar bulan Desember 2014 sampai Januari tahun 2015, yang memenuhi kriteria eligibilitas sebagai berikut : Kriteria Inklusi : 1. Pasien yang akan menjalani pembedahan terencana dengan anestesi umum di RSUP Sanglah bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015. 2. Usia 18 - 58 tahun 3. Status Fisik ASA 1
Kriteria Ekslusi : 1. Pasien tidak bersedia atau menolak ikut serta dalam penelitian. 2. Pasien alergi terhadap obat klonidin atau propofol 3. Pasien menderita salah satu penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma atau penyakit jantung. 4. Pasien mendapatkan terapi sedasi, penghambat beta, kalsium, ACE 5. Pasien underweight (IMT < 18 kg/m2) atau obese (IMT > 28 kg/m2)
lxxi
Kriteria drop out 1. Pasien mengalami hipotensi maupun bradikardia setelah pemberian premedikasi klonidin dan induksi propofol
4.4.3 Perhitungan besar sampel Untuk menentukan besar sampel, digunakan rumus besar sampel untuk penelitian analitis kategorik-numerik tidak berpasangan : ( (
)
)
dimana : Sg
: Simpang baku gabungan (hasil penelitian sebelumnya 20,48)
Zα
: nilai Z untuk α tertentu (1,64 untuk tingkat kemaknaan α = 0,05)
Zß
: nilai
Z untuk power (1- ß) tertentu ( 1,28 untuk power 90%)
X1-X2 : perbedaan klinis yang dianggap bermakna antara dua kelompok perlakuan Pada penelitian sebelumnya, dosis rata-rata propofol untuk mencapai keadaan induksi pada pasien yang akan dilakukan anestesi umum menurut Agrawal M dkk., 2014 adalah sebesar 80,14±20,81 mg. Perbedaan rerata dosis propofol yang dianggap bermakna antara 2 kelompok adalah 10 mg. Simpang baku yang digunakan adalah 20,48. Dengan tingkat kesalahan tipe I, α ditetapkan sebesar 0,05 sehingga nilai Zα adalah 1,64 sedangkan kesalahan tipe II, β ditetapkan sebesar 10% sehingga power adalah 90% dan nilai Zβ adalah 1,28.
lxxii
(
)
(
)
maka didapatkan jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 17,88 dibulatkan menjadi 18 orang. Maka total jumlah sampel yang diperlukan adalah 36 orang. Dengan mempertimbangkan kemungkinan drop out sebesar 10% maka diperlukan sampel minimal 39,6 sampel (dibulatkan menjadi 40 sampel), maka ditetapkan total keseluruhan sampel sebanyak 40 orang.
4.4.4 Teknik pengambilan sampel Setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Penentuan alokasi sampel yang masuk ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan secara random dengan teknik permuted block randomization. Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan. Pada pagi hari sebelum operasi, seorang dokter residen anestesi pertama yang membantu penelitian akan membuka amplop tersebut, membaca isinya dan menyiapkan intervensi yang akan diberikan sesuai instruksi dalam amplop. Kemudian dokter residen anestesi kedua akan memberikan obat yang telah disiapkan oleh dokter residen anestesi pertama tanpa mengetahui apa isi obat dalam spuit tersebut. Kedua dokter residen anestesi ini kemudian tidak ikut terlibat dalam evaluasi dan pengumpulan data selanjutnya.
lxxiii
4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel bebas
: Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena
Variabel tergantung
: Dosis propofol saat tercapai kondisi induksi Hemodinamik
(TDS,TDD,TAR,
Laju
denyut
jantung) saat tercapai kondisi induksi Variabel perancu
: Umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat penggunaan obat sedasi, penghambat reseptor beta, penghambat kalsium, ACE, status fisik ASA
4.5.1
Difinisi Operasional Variabel
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena adalah pemberian injeksi obat klonidin hydrochloride (merk catapres®) sediaan injeksi dalam ampul 150 mcg/ml, diberikan dengan dosis 1 mcg/kgbb melalui intravena. Perhitungannya adalah berat badan dikalikan dengan 1 mcg dan hasilnya dibulatkan ke dosis yang terdekat. Kemudian obat dilarutkan dalam NaCl 0,9 % sampai menjadi volume 20 ml dan sediaan disiapkan dalam spuite 20 ml. Pemberian menggunakan syring pump selama 10 menit (kecepatan 120 ml/jam) diberikan 10 sampai 20 menit sebelum induksi. 2. Keadaan induksi adalah keadaan dimana pasien tertidur yang ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata dan tercepai kedalaman anestesi pada
lxxiv
nilai IOC target 50, menggunakan alat IOC-view dari morpheus medical, setelah diberikan obat anestesi intravena propofol menggunakan TCI model schnider dengan target konsentrasi plasma 4 mcg/ml. 3. Index of Consciousness (IOC) adalah metode untuk menilai tingkat kesadaran pasien selama anestesi umum dengan rentang skala dari 0 (EEG isoelektrik) hingga 99 (pasien sadar), menggunakan monitor IOC-view buatan Morpheus Medical, Barcelona, Spanyol. Pada penelitian ini ditetapkan tingkat kesadaran pada nilai 50 yaitu stadium anestesi umum. 4. Tekanan darah awal (baseline) adalah tekanan darah sistolik, diastolik dan Tekanan Arteri Rerata (TAR), yang merupakan hasil pengukuran pada saat pasien berada di ruang persiapan sebelum diberikan premedikasi, pengukuran dengan menggunakan tensimeter digital merk Bionet BM5. 5. Kondisi hemodinamik adalah status hemodinamik yang meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, Tekanan Arteri Rerata (TAR) dan laju denyut jantung, yang diukur pada beberapa kesempatan yaitu; 1. Sebelum premedikasi (baseline), 2. Saat mulai induksi dan 3. Pada saat tercapai kondisi induksi dengan kedalaman anestesi pada nilai IOC 50. Hemodinamik dikatakan stabil apabila perubahan TAR dan laju denyut jantung awal (baseline) dengan saat tercapai kondisi induksi pada nilai IOC 50 tidak melebihi 20%. 6. Hipotensi adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 30 % dari nilai awal atau tekanan darah sistolik < 90 mmHg akan diterapi dengan
lxxv
pemberian cairan kristaloid intravena dan apabila diperlukan diberikan efedrin 5 mg sampai TAR tercapai minimal 20% dibawah nilai awal. 7. Bradikardi adalah frekuensi denyut jantung kurang dari 50 kali per menit dan akan diterapi dengan sulfas atropin 0,5 mg intravena. 8. Propofol adalah obat anestesi intravena 2,6 diisopropylphenol 1% dengan konsentrasi 10 mg/ml, sedian ampul 20 ml yang tersedia di IBS RSUP Sanglah Denpasar. 9. Target controlled infusion (TCI) adalah tehnik anestesi umum dengan menggunakan obat intravena yang diberikan secara kontinyu dengan target kadar tertentu di plasma dan effect site berdasarkan umur, berat badan, tinggi badan dan jenis kelamin pasien. Model yang dipergunakan adalah Schnider, dengan target konsentrasi plasma 4 mcg/ml. 10. Pemberian NaCl 0,9% adalah injeksi NaCl 0,9 % volume 20 ml dalam spuite 20 ml secara intravena menggunakan syring pump selama 10 menit (kecepatan 120 ml/jam). 11. Umur adalah usia dalam tahun yang tercatat pada kartu tanda pengenal atau catatan medis RSUP Sanglah. Perhitungan umur adalah sebagai berikut, tahun dibulatkan keatas jika lebih besar atau sama dengan 6 bulan dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 6 bulan. 12. Berat badan adalah berat badan dalam kilogram yang diukur dengan alat timbangan dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi berdiri memakai busana seminimal mungkin. Perhitungan berat badan
lxxvi
adalah sebagai berikut, berat badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 kg. 13. Tinggi badan adalah panjang sesorang yang diukur dengan alat ukur tinggi badan dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki, dengan satuan sentimeter (cm). Perhitungan tinggi badan adalah sebagai berikut, tinggi badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 0,5 cm dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 cm. 14. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu pemeriksaan antopometri untuk menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat badan dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan kg/m2. 15. Status fisik ASA adalah keadaan umum pasien yang diklasifikasikan sesuai dengan American Society of Anesthesiologist (ASA). ASA 1 adalah pasien sehat atau normal (Morgan dkk., 2006). 16. Pulse oxymetri adalah alat untuk mengukur saturasi oksigen perifer dengan menggunakan alat monitor bionet BM5. 17. Alergi terhadap obat-obatan yang akan dipakai pada penelitian ini adalah alergi obat anestesi yang diketahui dari riwayat operasi sebelumnya (klonidin dan propofol). 18. Obat-obatan yang mempengaruhi tekanan darah, seperti; golongan penghambat reseptor beta, ACE(angiotensin converting enzim), kalsium.
lxxvii
4.6 Instrumen dan Obat Penelitian Instrumen dan obat yang digunakan adalah
Target controlled infusion machine (Perfusor®Space dari B.Braun)
Alat Index of consciousness- view dari Morpheus Medical
Elektrode IOC
Monitor tekanan darah non-invasif, laju nadi, EKG dan saturasi oksigen dengan merk Bionet BM5.
Formulir: protokol penelitian, alur penelitian dan isian data penelitian
Obat anestesi klonidin 150 mcg, propofol 10%, Sulfas Atropin 0,25 mg/ml, Efedrin 50 mg/ml.
NaCl 0,9% 100 ml
RL 500 ml
Syringe 1 cc, 3 cc, 10 cc, 20 cc merk Terumo
Needle 19G
Extension tube
Three way
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Persiapan Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan penelitian (ethical clearence) dari Komisi Etika Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan RSUP Sanglah Denpasar.
lxxviii
4.7.2 Cara Kerja Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1.
Seleksi dilakukan pada saat kunjungan prabedah sehari sebelum operasi. Pasien yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran ditetapkan sebagai populasi sampel. Setelah mendapat penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan menandatangani informed consent dan menjadi subyek penelitian yang memenuhi kriteria eligibilitas.
2.
Pasien dipuasakan selama kurang lebih 8 jam di ruang perawatan.
3.
Setelah pasien berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan pencatatan kembali identitas pasien, dipasang alat monitor yaitu: EKG, sfignomanometer,
saturasi
oksigen
perifer
kemudian
dilakukan
pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung awal serta saturasi oksigen. 4. Pasien dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor G18, kemudian diberikan cairan rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer Laktat 10 ml/kgbb dalam 20 menit. 5.
Pasien
diacak
menggunakan
komputer
secara
permuted
block
randomization untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok perlakuan klonidin atau perlakuan normal salin (kontrol). Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan, (Obat disiapkan oleh residen junior semester 1 atau 2).
lxxix
6. Siapkan masing-masing untuk kelompok C, klonidin 1 mcg/kgbb dilarutkan dalam NaCl 0,9 % menjadi 20 ml dalam spuite 20 ml terpasang dalam syring pump, terhubung dengan extension tube dan three way pada akses intra vena pasien. Sedangkan pasien kelompok N, diberikan NaCl 0,9% volume 20 ml dalam spuite 20 ml terpasang dalam syring pump, terhubung dengan extension tube dan three way pada akses intra vena pasien. Kemudian pasien diberikan premedikasi sesuai kelompok perlakuan menggunakan syringe pump dalam 10 menit (dengan kecepatan 120 ml/jam), diberikan diruang persiapan. 7. Selanjutnya dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, TAR, laju denyut jantung dan saturasi oksigen pada 5 (lima) menit setelah premedikasi. 8.
Selanjutnya pasien diantar ke kamar operasi, kemudian dipasang alat monitor, yaitu: EKG, sfignomanometer, saturasi oksigen perifer, alat dan IOC, selanjutnya dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung, nilai yang tertera pada IOC saat mulai induksi.
9.
Siapkan alat TCI, pilih model Schnider, masukkan data pasien sesuai dengan kovariat yang diminta oleh mesin. Pilih propofol dan atur target konsentrasi plasma 4 mcg/ml. Kemudian dilanjutkan dengan induksi menggunakan propofol TCI plasma target 4 mcg/ml selanjutnya dievaluasi kondisi induksi yaitu saat pasien tertidur sampai hilangnya reflek bulu mata dan tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50.
lxxx
Catat data TD sistolik, TD diastolik, TAR, Laju denyut jantung, saturasi oksigen dan volume propofol yang sudah habis pada saat itu. Pencatatan dilakukan oleh residen anestesi junior yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini, dan tidak mengetahui perlakuan yang diterima oleh pasien. 10. Selanjutnya pasien diberikan suplemen analgesia fentanyl 2 mcg/kgbb, Pasien kemudian kita ventilasi dan selanjutnya anestesi dapat berjalan seperti biasa. 11. Selanjutnya
konsentrasi
propofol
bisa
diatur
kembali
dengan
mempertahankan nilai IOC 50, jika hemodinamik pasien turun, diberikan loading cairan kristaloid dan kalau perlu diberikan ephedrine 5 mg bisa diulang setiap 5 menit, sampai TAR minimal 20% dari nilai baseline. Jika pasien mengalami hipotensi dan atau bradikardia saat induksi maka akan dikeluarkan dari sampel penelitian. 12. Semua hasil pengukuran dapat dicatat pada lembar penelitian yang sudah disediakan.
lxxxi
4.7.3 Bagan Alur Penelitian: Pasien bedah elektif yang akan dilakukan Anestesi Umum
Memenuhi kriteria penerimaan (eligeble)
Randomisasi
Pasang infus, prehidrasi, pasang alat monitor non invasive (EKG, NIBP, Pulse Oksimetri)
Catat TD, Laju denyut jantung kondisi awal (baseline)
Kelompok Normal Saline ( N )
Kelompok Klonidin (K)
Catat TD, Laju denyut jantung saat mulai induksi
Induksi dengan propofol TCI Model Schnider Konsentrasi Plasma 4 mcg/ml
Tercapai kondis induksi ( reflek bulu mata hilang dan tercapai nilai IOC 50 ) Dilakukan pencatatan jumlah propofol dan catat TD serta laju denyut jantung
ANALISIS DATA
Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
lxxxii
4.8 Analisis Statistik Semua data di analisa statistik menggunakan SPSS versi 17.0 untuk windows (SPSS ® Inc., Chicago,IL,USA) dengan tahapan sebagai berikut :
4.8.1 Analisis Statistik Deskriptif Analisis ini bertujauan untuk menggambarkan karakteristik sampel penelitian berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk data dengan kriteria numerik seperti umur, IMT, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, TAR, laju denyut jantung, dosis rerata propofol akan dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku (SD). Untuk data dengan kriteria kategorikal seperti jenis kelamin dipresentasikan dalam frenkwensi dan persentase (%).
Karakteristik sampel
dengan variabel numerik dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan bila data berdistribusi normal. Bila data tidak berdistribusi normal maka dilakukan analisis menggunakan uji Mann Whitney. Karakteristik sampel dengan variabel kategorik dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.
4.8.2 Uji Normalitas Data Untuk mengetahui distribusi atau sebaran data dari variabel tergantung pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan uji Saphiro Wilk. Jika nilai p > 0,05 maka data berdistribusi normal. Dan jika nilai p ≤ 0,05 maka data berdistribusi tidak normal. Uji homogenitas variant menggunakan uji Lavene’s test. Jika nilai p > 0,05 maka data dikatakan homogen dan jika nilai p ≤ 0,05 maka data tidak homogen.
lxxxiii
4.8.3 Analisis Beda Rerata Perbandingan jumlah propofol, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung antar kelompok dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku (SD). Karakteristik tadi dianalisis dengan uji parametrik unpaired independent t-test bila data berdistribusi normal, sedangkan bila data tidak berdistribusi normal maka diuji dengan uji Man Whitney test. Nilai p ≤ 0,05 ditetapkan sebagai makna signifikan.
lxxxiv
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pasien ASA I yang berumur 18 - 58 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan propofol sebagai agen induksi. Dilakukan perbandingan jumlah (dalam ml) propofol yang terpakai saat tercapai target plasma, kondisi induksi saat hilangnya reflek bulu mata dan saat tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50 dengan menggunakan mesin TCI mode schnider dengan target plasma 4 mcg/ml dan dilakukan perbandingan perubahan hemodinamik yang terjadi pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena dengan NaCl 0,9% intravena sebagai kontrol. Sampel diambil secara konsekutif random sebanyak 40 sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok klonidin dan 20 sampel untuk kelompok NaCl, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi.
5.1 Karakteristik sampel penelitian Tabel 5.1 merupakan gambaran karakteristik sampel berdasarkan kelompok perlakuan yaitu kelompok klonidin dan kelompok NaCl. Tujuan penggambaran karakteristik sampel ini adalah untuk melihat apakah kedua kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak.
lxxxv
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan Ditampilkan dalam Bentuk Rerata (±SB) dan Frekwensi (%) KARAKTERISTIK Kelompok Kelompok p Klonidin NaCl 0,9% (n=20) (n=20) Umur (tahun) 35,7 ± 13,5 33,4 ± 13,3 0,603a Tinggi badan (cm) 160,3 ± 7,7 163,4 ± 6,6 0,179b Berat badan (kg) 59,1 ± 8,9 63,0 ± 10,6 0,221a 2) Index Masa Tubuh (kg/m 22,9 ± 2,5 23,3 ± 2,7 0,644b Jenis kelamin (n (%)) Laki-laki 7 (35,0) 9 (45,0) 0,519c Perempuan 13 (65,0) 11 (55,0) Data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), n(%). K : kelompok klonidin, N : kelompok NaCl 0,9%, n: jumlah sampel, a = hasil uji MannWhitney, b = hasil uji independent t test, c = hasil uji pearson Chi-Square test, signifikan p ≤ 0,05 Data yang bersifat numerik seperti umur, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk rerata ± SD. Data bersifat kategorikal seperti jenis kelamin, dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam distribusi frekwensi dan proporsi. Kedua kelompok diuji normalitasnya dengan uji Saphiro Wilk. Untuk perbandingan karakteristik sampel dianalisis sesuai dengan analisis komparatif numerik 2 kelompok tidak berpasangan yaitu digunakan uji t bila data berdistribusi normal, dan uji Mann Whitney bila data tidak berdistribusi normal. Karakteristik rerata umur pada kelompok klonidin sebesar 35,7 dengan simpang baku 13,5 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 33,4 dengan simpang baku 13,3 dan pada uji statistik mann whitney perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,603. Karakteristik rerata berat badan pada kelompok klonidin
lxxxvi
sebesar 59,1 dengan simpang baku 8,9 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 63,0 dengan simpang baku 10,6 dan pada uji statistik mann whitney perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,221. Karakteristik rerata tinggi badan pada kelompok klonidin sebesar 160,3 dengan simpang baku 7,7 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 163,4 dengan simpang baku 6,6 dan pada uji statistik independent t Test perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,179. Karakteristik rerata Index Masa Tubuh pada kelompok klonidin sebesar 22,9 dengan simpang baku 2,5 sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 23,3 dengan simpang baku 2,7 dan pada uji statistik independent t Test perbedaan tersebut tidak bermakna dengan nilai p 0,644. Karakteristik jenis kelamin pada kelompok klonidin didapatkan proporsi laki-laki sedikit lebih rendah yaitu sebesar 35% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 45% dengan proporsi perempuan sebesar 65% pada kelompok klonidin dan 55% pada kelompok NaCl, tetapi secara statistik dengan uji Pearson’s chi square test kedua kelompok tersebut tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,519. Dari data tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa semua karakteristik pada masing-masing kelompok secara statistik tidak ada perbedaan yang bermakna dengan nilai p > 0,05, jadi kedua kelompok sudah sebanding (comparable).
lxxxvii
5.2 Uji normalitas data volume propofol pada masing-masing kelompok perlakuan Sebelum menilai perbandingan variabel, maka terlebih dahulu kita harus melakukan uji nomalitas data pada masing-masing kelompok. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Saphiro Wilk. berdasarkan uji normalitas menggunakan Saphiro Wilk didapatkan distribusi propofol yang habis saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml pada kelompok klonidin berdistribusi normal dengan nilai p 0,095, namun berbeda halnya pada kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal dengan nilai p 0,007, hal yang sama juga didapatkan pada saat hilangnya reflek bulu mata dimana pada kelompok klonidin data berdistribusi normal dengan nilai p 0,072, sedangkan pada kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal dengan nilai p < 0,001, demikian juga pada saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin didapatkan data berdistribusi normal dengan nilai p 0,22 sedangkan pada kelompok NaCl data tidak berdistribusi normal dengan nilai p 0,035 (seperti yang ditunjukan pada tabel 5.2). Karena salah satu data tidak berdistribusi normal, maka uji beda rerata yang digunakan adalah uji non parametric Mann Whitney.
Tabel 5.2 Uji Normalitas Data Volume Propofol pada Masing-masing Kelompok Perlakuan Variabel Kelompok Klonidin Kelompok NaCl 0,9% Nilai p Nilai p Saat tercapai kadar plasma 4 mcg/ml Saat hilang reflek bulu mata Saat tercapai nilai IOC 50
0,095
0,007
0,072 0,22
< 0,001 0,035
Uji Saphiro Wilk, nilai p ≥ 0,05 data berdistribusi normal
lxxxviii
5.3 Perbandingan rerata volume propofol yang terpakai saat tercapai kadar plasma, hilang refleks bulu mata dan tercapai nilai IOC 50 Pada tabel 5.3 ditampilkan data rerata volume propofol yang terpakai saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/kgbb, saat hilangnya reflek bulu mata dan saat tercapainya nilai IOC 50.
Tabel 5.3 Perbandingan Volume Rerata Propofol dalam Milliliter Berdasarkan Kelompok Perlakuan Variabel Kelompok Beda p rerata Klonidin NaCl 0,9% (n=20) (n=20) Saat tercapai kadar plasma 4 0,4 0,001 2,5 ± 0,1 2,9 ± 0,5 mcg/ml Saat hilang reflek bulu mata
4,5 ± 0,1
6,0 ± 1,3
1,5
<0,001
Saat tercapai 3,4 <0,001 7,1 ± 0,5 10,5 ± 1,8 IOC 50 Uji Mann-Whitney, data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), K : kelompok Klonidin, N : kelompok NaCl 0,9%, n = jumlah sampel, signifikan p ≤ 0,05
Volume rerata propofol yang terpakai saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml, pada kelompok klonidin
lebih rendah 0,4 ml dibandingkan dengan
kelompok NaCl dan secara statistik perbedaan tersebut bermakna dengan nilai p 0,001. Volume rerata propofol yang terpakai saat hilangnya reflek bulu mata pada kelompok klonidin lebih rendah 1,5 ml dibandingkan kelompok NaCl dan secara statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p <0,001, demikian juga volume rerata propofol yang terpakai saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin
lxxxix
jauh lebih rendah yaitu sebesar 3,4 ml dibandingkan kelompok NaCl dan secara statistik perbedaan tersebut bermakna signifikan dengan nilai p <0,001 (gambar
Rerata volume propofol ((ml)
5.1).
konst plasma
reflek BM
nilai IOC
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan volume propofol saat tercapai konsentrasi Plasma (KP), hilang reflek bulu mata (BM) dan tercapai IOC 50 (IOC) 5.4 Perbandingan median dan variasi sebaran data volume propofol berdasarkan kelompok perlakuan Untuk menggambarkan perbandingan volume propofol yang terpakai saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml, saat hilangnya reflek bulu mata dan tercapai nilai IOC 50 antara kelompok klonidin dan NaCl serta variasi sebaran data, maka kami gambarkan dalam bentuk diagram boxplot.
xc
Volume propofol (ml)
Klonidin 1 mcg/kgbb
NaCl 0,9% Kelompok
Gambar 5.2 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml
Dari gambar 5.2, didapatkan data propofol saat tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml, nilai median pada kelompok klonidin adalah 2,54 ml, lebih rendah daripada kelompok NaCl sebesar 2,64 ml, dengan variasi sebaran volume
Volume propofol (ml)
propofol yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
Klonidin 1 mcg/kgbb
NaCl 0,9% Kelompok
Gambar 5.3 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat hilangnya reflek bulu mata xci
Dari gambar 5.3, didapatkan data median volume propofol saat hilangnya reflek bulu mata pada kelompok klonidin sebesar 4,52 ml, jauh lebih rendah daripada kelompok NaCl yaitu 5,48 ml, dengan variasi sebaran volume propofol
Volume propofol (ml)
yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
Klonidin 1 mcg/kgbb
Kelompok
NaCl 0,9%
Gambar 5.4 Boxplot median dan variasi sebaran data volume propofol saat tercapai nilai IOC 50
Dari gambar 5.4, didapatkan data median volume propofol saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin sebesar 6,92 ml jauh lebih rendah dibandingkan kelompok NaCl yaitu 10,5 ml, dengan variasi sebaran volume propofol yang cukup lebar pada kelompok NaCl.
xcii
5.5 Perbandingan perubahan hemodinamik dari baseline sampai pada saat mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50 Analisa ini dimulai dengan melakukan perbandingan hasil pengukuran variabel hemodinamik meliputi tekanan darah sistolik, diastolik, TAR dan laju denyut jantung dari kondisi baseline, sampai pada saat mulai induksi dan saat tercapai nilai IOC 50 pada masing-masing kelompok. Selanjutnya dicari beda rerata perubahan pada variabel hemodinamik antara kedua kelompok untuk selanjutnya dilakukan uji independent t test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna berdasarkan karakteristik hemodinamik, data selengkapnya ditampilkan pada tabel 5.4.
xciii
Tabel 5.4 Perbandingan Perubahan Hemodinamik dalam Persentase (%) dari Baseline Sampai Pada Saat Induksi dan Saat Tercapai Nilai IOC 50 Berdasarkan Kelompok Perlakuan Perubahan Hemodinamik
Kelompok Klonidin (n=20)
Kelompok NaCl 0,9% (n=20)
Beda rerata
IK 95%
Nilai p
Sistolik BL dengan MI 4,4 1,5 – 7,3 0,004 5,2 ± 4,2 0,8 ± 4,9 Diastolik BL dengan MI 3,0 -0,8 – 6,9 0,112 4,0 ± 5,7 1,0 ± 6,2 TAR BL dengan MI 4,4 1,7 – 7,1 0,002 5,0 ± 4,7 0,6 ± 3,6 Laju denyut jantung BL dengan MI 6,5 1,3 – 1,9 0,019 6,7 ± 10,7 0,2 ± 5,3 Sistolik BL dengan IOC 50 5,0 0,7 – 9,3 0,023 14,6 ± 4,3 9,6 ± 8,4 Diastolik BL dengan IOC 50 5,9 0,9 –11,0 0,023 16,5 ± 5,6 10,6 ± 9,6 TAR BL dengan IOC 50 6,1 2,0 –10,0 0,005 17,1 ± 5,7 11,0 ± 7,2 Laju denyut jantung BL dengan IOC 50 5,1 -0,6 –10,7 0,077 18,9 ± 9,5 13,8 ± 8,1 Uji-t tidak berpasangan, data ditampilkan dalam rerata ± simpang baku (SB), n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, BL : baseline, MI : mulai induksi, IOC 50 : saat tercapai nilai IOC 50, signifikan p ≤ 0,05
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa persentase rerata penurunan tekanan darah sistolik saat mulai induksi pada kelompok klonidin lebih besar yaitu 5,2% dengan simpang baku 4,2% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 0,8% dengan simpang baku 4,4%, dengan beda rerata 4,4% yang pada uji statistik perbedaan ini berbeda bermakna dengan nilai p 0,004. Demikian juga saat tercapai nilai IOC 50 rerata penurunan sistolik pada kelompok klonidin sebesar 14,6% dengan simpang baku 4,3% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 9,6% dengan simpang baku 8,4%, dengan beda rerata 5,0%, yang pada uji statistik didapatkan perbedaan yang xciv
bermakna dengan nilai 0,023. Begitu pula persentase rerata penurunan diastolik saat mulai induksi pada kelompok klonidin sebesar 4,0% dengan simpang baku 5,7% sedangkan pada kelompok NaCl 1,0% dengan simpang baku 6,2%, dengan beda rerata 3,0%, yang pada uji statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,112. Sedangkan persentase rerata penurunan tekanan diastolik saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin terjadi penurunan sebesar 16,5% dengan simpang baku 5,6% sedangkan pada kelompak NaCl sebesar 10,6% dengan simpang baku 9,6%, dengan beda rerata sebesar 5,9% dan pada uji statistik berbeda bermakna dengan nilai p 0,023. Demikian juga pada karakteristik TAR didapatkan penurunan persentase distribusi rerata TAR saat mulai induksi pada kelompok klonidin sebesar 5,0% dengan simpang baku 4,7% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 0,6% dengan simpang baku 3,6% dengan beda rerata 4,4% yang pada uji statistik berbeda bermakna dengan nilai p 0,002, demikian juga saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin sebesar 17,1% dengan simpang baku 5,7% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 11,0% dengan simpang baku 7,2%, dengan beda rerata 6,1%, yang pada uji statistik didapatkan perbedaan yang bermakna dengan nilai p dan 0,005. Hasil yang sama juga didapatkan pada karakteristik laju denyut jantung terjadi penurunan rerata laju denyut jantung saat mulai induksi pada kelompok klonidin sebesar 6,7% dengan simpang baku 10,7% sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 0,2% dengan simpang baku 5,3%, dengan beda rerata 6,5%, yang pada uji statistik berbeda bermakna dengan nilai p 0,019. Demikian juga saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin terjadi penurunan laju denyut jantung sebesar 18,9% dengan simpang baku 9,5%
xcv
sedangkan pada kelompok NaCl sebesar 13,8% dengan simpang baku 8,1%, dengan beda rerata 5,1%, pada uji statistik tidak berbeda bermakna dengan nilai p 0,077. Jadi dapat disimpulkan bahwa rerata untuk seluruh komponen hemodinamik, baik sistolik, diastolik, TAR dan laju denyut jantung pada saat mulai induksi dan tercapai IOC 50 seluruhnya memiliki rerata yang lebih rendah dibandingkan
baseline.
Namun
persentase
rerata
penurunan
komponen
hemodinamik ini tidak melebihi 20% dari baseline.
5.6 Grafik perbandingan perubahan hemodinamik saat baseline dengan saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 Untuk menggambarkan perubahan tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata (TAR) dan laju denyut jantung saat baseline, mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 digambarkan dalam bentuk grafik seperti dibawah ini:
xcvi
Kelompok
Rerata Tekanan Sistolik
--- klonidin 1 mcg/kgbb --- NaCl 0,9%
Sistolik BL
Sistolik MI
Sistolik IOC
Gambar 5.5 Grafik perbandingan tekanan darah sistolik saat baseline (BL), mulai induksi (MI) dan tercapai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl Dari gambar 5.5 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan darah sistolik pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai tekanan darah sistolik terendah saat tercapai nilai IOC 50 sebesar 104 mmHg.
Kelompok Rerata Tekanan Diastolik
-- Klonidin 1 mcg/kgbb -- NaCl 0,9%
Diastolik BL
Diastolik MI
Diastolik IOC
Gambar 5.6 Grafik perbandingan tekanan darah diatolik saat baseline (BL), mulai induksi (MI) dan tercapai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl xcvii
Dari gambar 5.6 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan darah diastolik pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai tekanan darah diastolik terendah saat tercapai nilai IOC 50 sebesar 62 mmHg.
Kelompok
Rerata TAR (mmHg)
klonidin 1 mcg/kgbb NaCl 0,9%
TAR BL
TAR IOC
TAR MI
Gambar 5.7 Grafik perbandingan TAR saat baseline (BL), mulai induksi (MI) dan tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin dan NaCl
Dari gambar 5.7 tampak bahwa terjadi penurunan tekanan arteri rerata pada saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan kondisi baseline, dan penurunan lebih besar didapatkan pada kelompok klonidin dibandingkan dengan kelompok NaCl, dengan nilai TAR terendah saat tercapai nilai IOC 50 sebesar 75 mmHg.
xcviii
Kelompok klonidin 1 mcg/kgbb
Rerata laju denyut jantung (x/mnt)
NaCl 0,9%
HR BL
HR MI
HR IOC
Gambar 5.8 Grafik perbandingan laju denyut jantung saat baseline (BL), mulai induksi (MI), tercapai nilai IOC 50
Dari gambar 5.8 tampak terjadi penurunan laju denyut jantung saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50 dibandingkan dengan baseline, dan penurunan lebih besar tampak pada kelompok klonidin dibandingkan kelompok NaCl, dengan nilai denyut jantung terendah pada saat tercapai nilai IOC 50 pada kelompok klonidin yaitu 65x/menit sedangkan pada kelompok NaCl yaitu 71x/menit.
xcix
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinik pada pasien yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah pasien ASA I yang berumur 18 - 58 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan propofol sebagai agen induksi. Sampel diambil dengan konsekutif random sebanyak 40 sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok klonidin dan 20 sampel untuk kelompok NaCl, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi. 6.1 Karakteristik sampel penelitian Tujuan penggambaran karakteristik sampel ini adalah untuk melihat apakah kedua kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak. Pada kedua kelompok dilakukan uji normalitas data menggunakan uji saphiro wilk. Pada variabel umur dan berat badan didapatkan data tidak berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji statistik mann witney didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05. Pada variabel tinggi badan dan indek masa tubuh didapatkan data berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji statistik independent t test didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05. Pada variabel jenis kelamin dilakukan uji statistik pearson chi square test didapatkan hasil tidak berbeda bermakna dengan nilai p > 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik kedua kelompok sudah sebanding (tabel 5.1).
c
6.2 Penurunan dosis rerata propofol untuk induksi pada pemberian premedikasi klonidin Mekanisme klonidin untuk menurunkan dosis induksi propofol masih belum diketahui dengan pasti, diperkirakan klonidin mempunyai kemampuan untuk memodifikasi kanal kalium (potassium channels) di sistem saraf pusat sehingga menyebabkan membran sel mengalami hiperpolarisasi sehingga menurunkan aktivitas neuron (Stoelting, 2006). Klonidin mempunyai efek sadasi dan analgesia sehingga dapat menurunkan kebutuhan akan obat anestesi intravena maupun volatile (Stoelting, 2006). Klonidin akan mengaktivasi reseptor alpha-2 dan menimbulkan efek sedasi dengan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat kesadaran sehingga pasien lebih tenang serta lebih mudah untuk dibangunkan dan lebih kooperatif. Reseptor alpha-2 paling banyak didapatkan di batang otak yaitu pada nukleus pontine locus ceruleus yang merupakan sumber sistem saraf simpatis dari forebrain dan merupakan pusat kewaspadaan. Efek sedasi dari obat golongan agonis alpha-2 adrenoseptor oleh karena reflek inhibisi terhadap nukleus pontine locus ceruleus tersebut (Nelson dkk., 2003). Pada penelitian ini didapatkan rerata volume propofol yang diperlukan untuk induksi lebih rendah pada kelompok yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit sebelum induksi jika dibandingkan dengan kelompok yang diberikan NaCl 0,9%. Jumlah volume propofol yang diperlukan tampak lebih rendah, didapatkan mulai dari tercapai konsentrasi plasma 4 mcg/ml yaitu 2,5 ml ± 0,1 ml (p 0,001), hilangnya reflek bulu mata 4,5 ml ± 0,1 ml (p<0,001) dan saat tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50
ci
sebesar 7,1 ml ± 0,1 ml (p<0,001), dan secara statistik perbedaan ini berbeda bermakna (tabel 5.3). Sesuai dengan model farmakokinetik dari TCI (Target Controlled Infusion) dimana tubuh dibagi menjadi tiga kompartemen yaitu kompartemen sentral (plasma), kompartemen yang high perfusi (otak) dan kompartemen perifer, yang mana obat pertama kali akan didistribusikan ke kompartemen sentral (plasma). Model farmakokinetik ini merupakan model matematis yang digunakan untuk memperkirakan konsentrasi plasma setelah pemberian dosis bolus atau infus kontinyu, dengan memperhitungkan lean body mass. Obat propofol sangat baik digambarkan menggunakan model tiga kompartemen ini. Klonidin akan menurunkan volume distribusi dari propofol, klonidin juga akan menurunkan hepatic clearance, hal ini akan menyebabkan jumlah obat yang berpindah dari kompartemen sentral akan berkurang, sehingga konsentrasi plasma akan lebih cepat tercapai dan dosis (volume) propofol yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma menjadi lebih kecil. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Morris J dkk., 2005, pada pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb per oral pada pasien yang menjalani operasi vaskuler didapatkan kebutuhan propofol yang lebih rendah saat induksi maupun durante operasi, hal ini dikatakan karena efek farmakokinetik karena didapatkan konsentrasi aktual plasma propofol (actual consentration propofol plasma) lebih tinggi dibandingkan predicted consentration propofol plasma. Demikian juga hasil penelitian Upton R, dkk (1999), Kazama T, dkk (2001). Klonidin akan berikatan dengan reseptor alpha-2A pada nukleus pontine locus ceruleus, ikatan ini akan menyebabkan reflek inhibisi pada nukleus tersebut.
cii
Nukleus pontine locus ceruleus ini berhubungan dengan proses fisiologis yang luas termasuk regulasi bangun dan tidur. Nukleus ini dihambat oleh obat alpha-2 adrenergik agonis melalui suatu mekanisme yang dimediasi oleh G-protein yang menyebabkan inhibisi adenylate cyclase, ikatan klonidin terhadap reseptor alpha-2 memediasi efek sedasi dan menurunkan aktivitas simpatis dan tingkat kesadaran, sehingga pasien lebih tenang dan lebih mudah dibangunkan menjadi sadar penuh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Agrawal M, 2014 yang mendapatkan bahwa premedikasi klonidin 1,5 mcg/kgbb intravena akan memberikan efek sedasi yang adekuat, dan menurunkan dosis induksi propofol sampai 26,7%. Pada penelitian ini didapatkan penurunan rerata dosis induksi propofol sampai tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50 yaitu sebesar 32,3%, hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena karakteristik sampel dari penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian ini didapatkan sampel dengan rerata umur yang lebih muda dan penggunaan TCI sebagai alat induksi yang mempunyai akurasi dan presisi yang lebih baik dalam pengaturan dosis propofol dibandingkan dengan MCI yang digunakan pada penelitian sebelumnya.
6.3 Perubahan hemodinamik saat induksi Klonidin sebagai obat premedikasi mempunyai batas keamanan (safety margin) yang ideal digunakan di anestesi. Klonidin memiliki efek terhadap hemodinamik, dimana pada tingkat supraspinal akan mempengaruhi nukleus traktus solitarius medula oblongata mengaktifkan adrenoreseptor post sinaps alfa
ciii
2 dan mengaktivasi ikatan imidazole nor adrenergik pada nukleus retikular lateral mengakibatkan penurunan tonus simpatis efferent sehingga akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan tonus vaskuler di jantung, ginjal dan vaskuler perifer. Klonidin pada tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps mengurangi pelepasan norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek supraspinal dan perifer ini melawan efek vasokonstriksi perifer akibat perangsangan langsung pada reseptor alfa 2 dan 1 dari klonidin (Eisenach dkk., 1996). Klonidin menurunkan denyut jantung melalui dua mekanisme yaitu inhibisi dari pelepasan nor epinefrin pre sinap didaerah neuroreseptor junction dan melalui efek vagomimetik. Pada penelitian ini, didapatkan penurunan tekanan darah sistolik 5,2%, tekanan diastolik 4%, tekanan arteri rerata 5% dan laju denyut jantung 6,7% setelah pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit sebelum induksi. Demikian juga terjadi perubahan hemodinamik dari saat mulai induksi dengan propofol sampai dengan saat tercapai nilai IOC 50, yang mana didapatkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 14,6% (rerata TD sistolik 104 mmHg), tekanan diastolik 16,5% (rerata TD diastolik 62 mmHg), tekanan arteri rerata 17,1% (rerata TAR 75 mmHg) dan laju denyut jantung 18,9% (rerata laju denyut jantung 65 x/mnt). Sedangkan pada kelompok NaCl didapatkan penurunan tekanan darah sistolik 9,6% (rerata TD sistolik 113 mmHg), tekanan diastolik 10,6% (rerata TD diastolik 69 mmHg), tekanan arteri rerata 11% (rerata TAR 83 mmHg) dan laju denyut jantung 13,8% (rerata laju denyut jantung 71
civ
x/mnt). Terjadi perubahan hemodinamik pada kedua kelompok, dimana didapatkan penurunan TAR secara signifikan pada kelompok klonidin, pada saat mulai induksi sampai pada saat tercapai nilai IOC 50. Didapatkan penurunan rerata laju denyut jantung secara signifikan pada kelompok klonidin pada saat mulai induksi, tetapi tidak didapatkan perbedaan rerata laju denyut jantung pada saat tercapai nilai IOC 50 antara kelompok klonidin maupun kelompok NaCl (tabel 5.3). Hal ini dapat disebabkan karena efek klonidin dan propofol bersifat sinergis sama-sama mendepresi sistem kardiovaskuler. Klonidin pada tingkat supraspinal mempengaruhi nukleus di batang otak mengaktifkan adrenoreseptor postsinaps alfa 2 dan mengaktivasi ikatan imidazole noradrenergik pada nukleus retikular lateral mengakibatkan pengurangan tonus simpatis. Klonidin pada tingkat perifer bekerja pada adrenoreseptor alfa 2 presinaps mengurangi pelepasan norepinefrin pada terminal saraf simpatis sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan mengurangi efek kronotropik pada jantung. Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload. Walaupun terjadi penurunan hemodinamik saat mulai induksi dan tercapai nilai IOC 50, namun penurunan yang terjadi tidak melebihi 20% dari baseline dan secara klinis tidak memberikan dampak yang bermakna, pada penelitian ini tidak didapatkan kejadian hipotensi maupun bradikardia baik saat induksi, durante operasi maupun pascaoperasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bijoy K, dkk.,2012, pada pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 menit sebelum induksi,
cv
tidak didapatkan kejadian hipotensi (TD <30% baseline) maupun bradikardia (HR< 45x/mnt) saat induksi, durante maupun pascaoperasi. Demikian juga dengan hasil penelitian Taittonen M dkk, 1997, pada penelitianya mendapatkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11% dan tekanan darah diastolik sebesar 15% pada pemberian premedikasi klonidin 4,5 mcg/kgbb intramuskuler 30-45 menit sebelum induksi. Namun hal ini berbeda dengan hasil penelitian Altan A, dkk.,2005, pada pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb intravena 15 menit sebelum induksi yang dilanjutkan dengan maintenance 2 mcg/kgbb/jam intravena pada pasien yang menjalani operasi tulang belakang, didapatkan kejadian hipotensi dan bradikardia yang bermakna. Demikian juga pada penelitian Morris J dkk., 2005 pada pemberian premedikasi klonidin 3 mcg/kgbb per oral 60 menit sebelum operasi didapatkan kejadian hipotensi sampai 22% dan bradikardia sebesar 21%. Perbedaan kejadian hipotensi maupun bradikardia yang didapatkan bisa disebabkan karena perbedaan dosis dan cara pemberian klonidin, dimana pada penelitian ini digunakan dosis yang lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Secara umum disepakati bahwa tekanan arteri rerata (TAR) hingga 50 mmHg atau penurunan TAR sebesar 30 % dikatakan aman bagi pasien ASA I dan perubahan tekanan darah dan laju denyut nadi tidak boleh melebihi 20% dari baseline pada penderita dengan riwayat atau memiliki resiko iskemia jantung (Morgan dkk., 2006; Stoelting dan Dierdof., 2002). Pada teknik anestesi hipotensi terkendali (controlled hypotension) didefinisikan sebagai keadaan penurunan tekanan darah sistolik hingga 80-90 mmHg, penurunan tekanan arteri rerata (TAR) hingga 50-65 mmHg, atau penurunan sebesar 30 % dari TAR baseline masih dikatakan aman
cvi
bagi aliran darah cerebral serta koroner. Pada penelitian ini dipilih menggunakan sampel dengan status fisik ASA 1 yaitu pasien sehat fisik tanpa kelainan penyakit sistemik, dengan pertimbangan untuk mengetahui perubahan hemodinamik yang terjadi setelah pemberian obat klonidin dan juga propofol yang sama-sama memberikan efek depresi terhadap sistem kardiovaskuler, sehingga diharapkan diketahui besaran perubahan yang terjadi sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk penggunaanya pada pasien-pasien dengan status fisik ASA yang lebih tinggi (ASA 2 atau pasien dengan hipertensi terkontrol), untuk menurunkan resiko morbiditas akibat hipotensi maupun bradikardia yang mungkin terjadi. Dari hasil penelitian ini didapatkan perubahan TAR pada saat tercapai kedalaman anestesi pada nilai IOC 50, pada pasien yang diberikan premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena sebesar 17,1% dibandingkan saat baseline, perubahan ini masih dalam rentang aman untuk pasien-pasien dengan status fisik ASA 1 dan ASA 2 (pasien dengan hipertensi terkendali atau pasien dengan riwayat atau memiliki resiko iskemia jantung).
6.4 Kelemahan penelitian Adapun kelemahan pada penelitian ini yaitu alat monitoring hemodinamik yang dipergunakan monitor non invasive sehingga memerlukan waktu beberapa saat untuk mendapatkan hasil pengukuran, berbeda halnya apabila digunakan alat monitoring invasive maka perubahan hemodinik yang terjadi dapat diamati setiap saat (detik demi detik).
cvii
cviii
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 SIMPULAN Pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena 10 sampai 20 menit sebelum induksi dapat menurunkan dosis induksi propofol sampai 32,3% dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik saat induksi.
7.2 SARAN 1. Klonidin 1 mcg/kgbb intravena dapat digunakan sebagai premedikasi untuk menurunkan dosis induksi propofol. 2. Mengingat manfaat klonidin yang cukup banyak perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengurangan dosis rumatan propofol, stabilitas hemodinamik durante operasi, kualitas analgesia durante dan pascaoperasi, serta kemampuan untuk mencegah PONV dan shivering pascaoperasi.
cix
DAFTAR PUSTAKA Agrawal M, Asthana V, Sharma J. 2014. Efficacy Of Intravenous Midazolam Versus Clonidine As Premedication On Bispectral Index Guided Propofol Induction Of Anesthesia In Laparoscopic Cholecystectomy: A Randomizied Control Trial. Anest Essays Res; 8:302-6. Altan A, Turgut N, Yildiz F, Türkmen A, Ustün H. Effect of magnesium sulphate and clonidine on propofol consumption, haemodynamics and post operative recovery. Br J Anaesth. 2005;94:438–41. Aun, C. dan Major, E. 1984. The Cardiorespiratory Effect of ICI 35868 in Patient s with Valvular Heart Disease. Anaesthesia, 39 (11): 1096-1100. Bohrer H, 1990. Clonidine As a Sedative Adjunct in Intensive Care. Intensive Care Medicine. 16: 265-6. Bharti N, Dontukurthy S, Bala I, Singh G. 2013. Postoperative Analgesic Effect of Intravenous (i.v) Clonidine Compare With Clonidine Administration in Wound Infiltration For Open Cholecystectomy.British Journal of Anesthesia.pp1-6. Bonhomme V, Maquet P, Phillips C, Plenevaux A, Hans P, Luxen A, Lamy M, Laureys S. 2008. The Effect of Clonidine Infusion on Distribution of Regional Cerebral Blood Flow In Volunteers.Anesthesia & Analgesia;106:899-909. Boulton T., Blogg C., 1994. Komplikasi dan bahaya anestesi: Anestesiologi. EEG. Jakarta.Pp: 229-31. Chandrashekaraiah, M. Upadya M, Jayachandran, Wali M. 2011. Effect Of Clonidine Premedication On Hemodynamic Changes During Laparoscopic Cholecystectomy-A Randomized Control Study. “ Applied Cardiopulmonary Pathopysiolog 15: 91-98, 2011. Clarke R.J.S., 1995. Intravenous Anaesthetic agent. Induction and Maintanance : A Practise of Anesthesia. 6th edition. Pp: 91-103. Claeys, M.A., Gepts, E., dan Carnu, F. 1988. Haemodynamic Changes during Anaesthesia Induced and Maintained with Propofol. Br J Anaesth, 60: 3-9. Coates, D.P., Monk, C.R., Prys-Roberts, C., dan Turtle, M. 1987. Hemodynamic Effect of Infusions of the Emulsion Formulation of Propofol during Nitrouss Oxide Anesthesia in Human. Anesth Analg, 66 (1): 64-70.
cx
Eberhart L, Novatchkov N, Schicker T, Georgieff M, Baur C. 2000. Clonidine Compare To Midazolam For Intravenous Premedication For Ambulatory Procedure. A Controlled Double Blind Study in ASA 1 Patients. Anesthesiologie, Intensivmedezine, Notfallmedizin, SChemerztherapie. El-Beheiry, H., Kim, J., Milne, B. dan Seegobin, R. 1995. Prophylaxis Against the Systemic Hypotension Induced by Propofol during Rapid-Sequence Intubation. Can J Anaesth, 42 (10): 875-878. Fehr S.B., Zalunardo M.P., Seifert B, Rentsch K.M., Rohling R.G., Pasch T., Spahn D.R. 2001. Clonidine Decrease Propofol Requirements During Anesthesia: Effect on Bispectral Index.British Journal of Anesthesia;86:627-32. Freidberg B.L., Sigl.J.C.2000. Clonidine Premedication Decreases Propofol Consumption During Bispectral Index (BIS) Monitored Propofol-Ketamine Technique for Office-Bases Surgery.Dermatol Surg;26:848-52. Goyagi T, Tanaka M, Nishikawa T.1999. Oral Clonidine Premedication Reduces Induction Dose and Prolongs Awakening Time From Propofol-Nitrous Oxide Anesthesia. Canadian Journal of Anesthesia;46(9):894-96. Goyagi T, Tanaka M, Nishikawa T.2000. Oral Clonidine Premedication Reduces Propofol Requirement for Laryngeal Mask Airway Insertion. Canadian Journal of Anesthesia;47(7):627-30. Guglielminotti J, Descraques C, Petitmaire S, Almenza L, Grenapi O, Mantz J. 1998. Effect of Premedication on Dose Requirements for Propofol: Comparison of Clonidine and Hydroxyzine.British Journal of Anesthesia;80:733-36. Hall J.E., Uhrich T.D., Ebert T.J. 2001. Sedative, Analgesia and Cognitive of Clonidine Infusion in Human.British Journal of Anesthesia;86(1):5-11. Honan DM, Breen PJ et al., Decrease in Bispectral Index Preceding Intraoperative Hemodynamic Crisis Evidence of Acute Alteration of Propofol Pharmacokinetic, Anesthesiology 2002;97:1303-5 Hug, C.C., McLeskey, C.H., Nahrwold, M.I., Roizen, M.F., Stanley, T.H., dan Thisted, R.A. 1993. Hemodynamic Effects of Propofol: Data from Over 25,000 patients. Anesth Analg, 77: 21-29. Ip Yam P.1992. Clonidine in The Treatment of Alcohol Withdrawal in The Intensive Care Unit. British Journal of Anesthesia; 68:106-8.
cxi
Kumari I, Naithni U, Bedi V, Gupta S, Gupta R, Bhuie. 2012. Comparison of Clonidine VersusMidazolam in Monitored AnesthesiaCareDuring ENT Surgery-A prospective, Double blind, Randomized Clinical Study. Anesth Pain & Intensive Care; 16(2):157-64. Kulka PJ, Tryba M, Sczepanski U, Zenz M. Does clonidine modify the hypnotic effect of propofol? Anaesthesist. 1993;42:630–7. Lee J, Lovell A.T, Parry M.G, Glaisyer H.R, Bromley L.M. 1999. I.V. Clonidine: Does it Work as a Hypotensive Agent With Inhalation Anesthesia?. British Journal of Anesthesia;82(4):639-40. Lepage, J.Y.M., Pinaud, M.L., Helias, J.H., Cozian, A.Y., Le-Normand, Y. dan Souron, R.J. 1991. Left Ventricular Performance during Propofol or Methohexital Anesthesia: Isotopic and Invasive Cardiac Monitoring. Anesth Analg, 73: 3-9. Mangku G, Senapathi T. 2010. Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi, cetakan 1. Jakarta; Indeks Jakarta. Monk, C.R., Coates, D.P., Prys-Roberts, C., Turtle, M.J. dan Spelina, K. 1987. Haemodynamic Effects of Prolonged Infusion of Propofol as A Suplement to Nitrous Oxide Anaesthesia: Studies in Association with Peripheral Arterial Surgery. Br J Anaesth, 59: 954-960. Morris J, Acheson M, Reeves M, Myles P.S. 2005. Effect Clonidine PreMedication on Propofol Requirments During Lower Extremity Vascular Surgery : A Randomized Controlled Trial. British Journal Of Anesthesia; 95(2): 183-8. Morgan, Mikhail, Murray. 2002. Clinical Anesthesiology. Third Edition. McGraw-Hill, Philadelphia.218-219. Moss J, Renz C.L. 2005.The Autonomic Nervous System. Anesthesia. Sixth Edition. Ronald Miller(Ed), Churchill-Livingston,Philadelphia.pp.650-1. Muzi, M., Berens, R.A., Kampine, J.P. dan Ebert, T.J. 1992. Venodilation Contributes to Propofol Mediated Hypotension in Humans. Anesth Analg, 74: 877-883. Naidoo D., Target Controlled Infusions, University of Kwazulu-Natal, 2011 Ozer Z, Ozturk C, Altukan A, Cinel I dan Oral U, 2002, Inhibition of bacterial growth by lignocaine in propofol emulsion.Anaesthesia Intensive Care 2002; 30: 179-82. Panda K.B., Singh P, Marne S, Pawar A, Keniya V, Ladi S, Swami S. 2012. A Comparison Study of Dexmedetomidine Vs Clonidine for Sympathoadrenal cxii
Response, Perioperative Drug Requirements and Cost Analysis.Asian Pacific Journal of Tropical Disease:1-6. Prabhar Kumar Sinha, Thomas Koshy, Monitoring Devices for Measuring the Depth of Anesthesi; Indian Journal Of Anesthesia 2007;51(5): 365-381 Reich DL , Sabera MA, dan Hossain MD,dan kawan-kawan, 2005, .Predictors of hypotension after induction of general anesthesia .Anesth Analg 2005;101:622-28 Rosant S, Nkiko G, Lauwick S, Kaba A, DeRoover A, Joris J. 2006. Clonidine on Propofol and Remifentanyl Requirement Using BIS Score and A-LineARX (AAI)Index During Laparoscopic Gastric Bypass in Onese Patient.BJA. 96: 353-60. Robinson BJ, Ebert TJ, O’Brien TJ, Colinco MD dan Muzi M, 1997, Mechanisms whereby propofol mediates peripheral vasodilation in humans. Sympathoinhibition or direct vascular relaxation? Anesthesiology 1997;86:64-72. Santoso, H., Sardjono, 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakolgi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Hal: 197-200. Singh. V, 2005, Prophylactic use of Ephedrine to Attenuate The Haemodynamic responses to Propofol : A Prospective Randomized, Double Blind Comparative trial, Indian J. Anaesth, 2005; 49 (5): 409-412 Siaw, S.I., 1994. Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi. PT. Dabara Bengawan. Stoelting, R.K. dan Hillier, S.C. 2006. Pharmacology and Physiology In Anesthetic Practice. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Sugiarto Adhrie, Panduan praktis total intravenous anesthesia dan target controlled infusion, 2012;27-42 Theilen H, Adam S, Albrecht M dan Ragaller M, 2002, Propofol in a mediumand longchain triglyceride emulsion: Pharmaclogical characteristics and potential beneficial effects. Anesth Analg 2002; 95: 923-9. WU CC, Lin CS et al., Bispektral Index Monitoring During Hypoglycemia Coma, J Clin Anesth 2002;14:305-6. Xuan, Y.T. dan Glass, P.S. 1996. Propofol Regulation of Calcium Entry Pathways in Cultured A10 and Rat Aortic Smooth Muscle Cells. Br J Pharmacol, 117 (1): 5-12. Yokota S, Komatsu T, Yano K, Taki K, Shimada. 1998. Effect of Oral Clonidine Premedication on Hemodynamic Response During Sedated Nasal Fiberoptic Intubation. Nagoya J.Med.Sci.61:47-52.
cxiii
Yususke Kasuya, Raghavendra Govinda et al., The Correlation Between Bispectral Index and Observational Sedation Scale in Volunteers Sedated With Dexmedetomidine and Propofol, Anesthesia Analgesia, 2009;109:811-5
cxiv
Lampiran 1
Lampiran 2
cxv
cxvi
Lampiran 3
Jadwal Penelitian
No
1.
Kegiatan
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
2014
2014
2014
2014
2014
2014
2015
2015
2015
Pembuatan Proposal
2.
Seminar Proposal
3.
Koreksi/Ijin Penelitian
4.
Pelaksanaan Penelitian
5.
Pengolahan data
6.
Seminar hasil
7.
Penyempurnaan hasil
8.
Ujian Tesis
9.
Penyempurnaan Tesis
cxvii
Lampiran 4
RINCIAN INFORMASI PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA KESTABILAN HEMODINAMIKA SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM DI RSUP SANGLAH DENPASAR 2014
Di Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RS Sanglah saat ini akan dilakukan penelitian tentang pemberian premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek premedikasi klonidin terhadap kebutuhan dosis rerata propofol untuk mencapai keadaan induksi, dan kestabilan terhadap hemodinamik saat induksi. Pada penelitian ini menggunakan obat propofol sebagai obat induksi dengan menggunakan suatu mesin yang disebut TCI untuk mencapai keadaan induksi dengan monitoring tingkat kesadaran menggunakan alat IOC (target IOC 50) pada pasien yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum. Sehubungan dengan itu kami mengajak saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila saudara setuju, saudara akan diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebelum saudara dilakukan pembiusan umum ( bius total), saudara akan diberikan cairan infus Ringer Laktat 10 ml/kgbb untuk menggantikan cairan puasa selama 20 menit dan diberikan obat premedikasi yaitu klonidin dengan dosis 1 mcg/kgbb atau NaCl 0,9% (normal saline) yang diberikan melalui fasilitas infus menggunakan syringe pump selama 10 menit yang diberikan di ruang persiapan.
cxviii
Sesampainya di kamar operasi, saudara akan ditidurkan atau dibuat tidak sadar dengan memberikan induksi obat propofol (obat yang sudah lazim digunakan dalam pembiusan umum untuk membuat pasien tertidur dalam). Obat ini dimasukkan menggunakan suatu mesin berteknologi modern dan aman yang dikenal dengan mesin TCI. Mesin ini merupakan mesin yang dirancang menggunakan tehnik computer, untuk memasukkan obat anestesi dengan tingkat keamanan yang tinggi. Sebelum digunakan, mesin ini akan di atur terlebih dahulu dengan memasukkan data-data pasien seperti umur, berat badan dan tinggi badan. Setelah itu, mesin akan menghitung secara otomatis dosis obat yang akan digunakan sehingga akan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan kelebihan dosis obat anestesi. Apabila saudara bersedia ikut serta dalam penelitian ini kami ucapkan terima kasih, tidak akan ada tambahan biaya diluar biaya perawatan yang seharusnya, dan kerahasiaan identitas saudara akan kami jaga dengan cara mencantumkan hanya inisial saja. Sedangkan jika saudara tidak bersedia ikut serta dalam penelitian ini maka saudara akan tetap kami berikan pelayanan sebagaimana mestinya. Demikian kami sampaikan penjelasan ini dan atas kesediannya, kami ucapkan terima kasih. Jika saudara memerlukan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi kami di nomor telepon 081337780718 Terima kasih.
Hormat kami, Peneliti
(dr.I Wayan Gede Nadiyasa)
cxix
Lampiran 5
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UJI KLINIK Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ………………………………………………… Umur : ………………………………………………… Jenis kelamin : ………………………………………………… Alamat : ………………………………………………… Pekerjaan : ………………………………………………… Nomor Telp : ………………………………………………… No.KTP/SIM : ………………………………………………… Dengan ini menyatakan telah mengerti dengan Informed Consent yang telah dijelaskan dan dengan suka rela setuju untuk mengikuti penelitian yang berjudul: Premedikasi klonidin 1 mcg/kgbb intravena menurunkan dosis induksi propofol dan menjaga kestabilan hemodinamik saat induksi pada pasien yang dilakukan anestesi umum di RSUP Sanglah 2014, serta bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut diatas. Demikianlah surat ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun
Denpasar, Peneliti,
2014
Peserta uji klinik
(dr. I Wayan Gede Nadiyasa)
(……………………………….)
Saksi: 1. Pihak keluarga
(…………………………….....) (……………………………….)
2. Pihak RSUP Sanglah
cxx
Lampiran 6 LEMBAR PENELITIAN
PREMEDIKASI KLONIDIN 1 MCG/KGBB INTRAVENA MENURUNKAN DOSIS INDUKSI PROPOFOL DAN MENJAGA KESTABILAN HEMODINAMIK SAAT INDUKSI PADA PASIEN YANG DILAKUKAN ANESTESI UMUM DI RSUP SANGLAH
Data Umum 1. No.Rekam Medis : ...................................No.sampel : .................................... 2. Nama pasien
: .............................................................................................
3. Umur
: ............................................................................................
4. Jenis kelamin
: ............................................................................................
5. Berat Badan
: …………kg
6. Tinggi Badan
:……….....cm : …………kg/m2
7. BMI 8. Diagnosa
: .............................................................................................
9. Status fisik ASA
: .............................................................................................
10. Tanggal operasi
: ...........................................................................................
11. Tehnik anestesi
: ............................................................................................
Prosedur Kerja Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai berikut: 13. Setelah pasien berada di ruang persiapan kamar operasi, dilakukan pencatatan kembali identitas pasien, dipasang alat monitor yaitu: EKG, sfignomanometer,
saturasi
oksigen
cxxi
perifer
kemudian
dilakukan
pengukuran tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, laju denyut jantung dan saturasi oksigen. 14. Pasien dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor G18, dan diberikan cairan rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer Laktat 10 ml/kgbb dalam 20 menit. 15. Pasien
diacak
secara
random
dengan
teknik
permuted
block
randomisation untuk menentukan subyek penelitian masuk kelompok perlakuan klonidin (A) atau perlakuan normal salin
(B). Digunakan
amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan, (Obat disiapkan oleh residen junior (semester satu atau tiga). 16. Siapkan masing-masing untuk kelompok A, klonidin 1 mcg/kgbb dilarutkan dalam NaCl 0,9 % menjadi 20 mL dalam spuite 20 mL. Sedangkan pasien kelompok B, diberikan NaCl 0,9% volume 20 mL dalam spuite 20 mL. Selanjutnya pasien diberikan premedikasi diruang persiapan sesuai dengan kelompok perlakuan, premedikasi diberikan secara bolus intravena diberikan dalam 10 menit. 17. Selanjutnya dilakukan pengukuran TD sistolik, diastolik, TAR, dan saturasi oksigen pada 5 (lima) menit setelah diberikan premedikasi, hasil pengukuran dicatat di lembar pengumpulan data. 18. Selanjutnya pasien diantar ke kamar operasi. Di kamar operasi pasien dipasang alat monitor, yaitu: EKG, sfignomanometer, saturasi oksigen perifer dan alat IOC, kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah
cxxii
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata dan laju denyut jantung, saturasi oksigen dan alat IOC. 19. Siapkan alat TCI, pilih model Schnider, masukkan data pasien sesuai dengan kovariat yang diminta oleh mesin (umur, BB, TB, jenis kelamin). Pilih propofol dan atur target konsentrasi plasma 4 mcg/mL. Kemudian dilanjutkan dengan induksi menggunakan propofol TCI plasma target 4 µg/mL selanjutnya dievaluasi kondisi induksi yaitu saat tercapai kadar plasma 4 mcg/ml, pasien tertidur sampai hilangnya reflek bulu mata dan tercapai kedalaman anestesi pada skala IOC 50. Catat data hemodinamik pasien pada saat itu (TD sistolik, diastolik, TAR, Laju denyut jantung dan saturasi) dan volume propofol yang sudah habis saat itu. 20. Selanjutnya pasien diberikan suplemen analgesia fentanyl 2 mcg/kgbb intravena, Pasien kemudian kita ventilasi dan selanjutnya anestesi dapat berjalan seperti biasa sesuai dengan teknik anestesi yang sudah direncanakan. 21. Jika setelah tercapai nilai IOC 50, hemodinamik pasien turun (TD sistolik < 90 mmHg, TAR turun lebih dari 20%), konsentrasi propofol bisa diatur kembali, dapat diberikan loading cairan kristaloid dan kalau perlu diberikan ephedrine 5 mg iv, bisa diulang setiap 5 menit, sampai TAR minimal 20% dari basal, atau bila terjadi bradikardia (HR < 50x), pasien diberikan sulfas atropine 0,5 mg iv dan pasien dikeluarkan dari sampel penelitian. Semua hasil pemeriksaan dapat dicatat pada formulir yang sudah disediakan.
cxxiii
Lampiran 7
LEMBAR DATA PENELITIAN
Data pasien di ruang persiapan Keterangan
Waktu (Pk)
TD (mmHg)
Nadi (x/mnt)
TAR (mmHg)
Saturasi O2 (%)
Di ruang persiapan ( kondisi awal) Saat mulai Premedikasi 5 menit Setelah Premedikasi
Data pasien di kamar operasi Keterangan
Waktu (Pk)
TD (mmHg)
Nadi (x/mnt)
TAR (mmHg)
Saturasi O2 (%)
Skala IOC
Waktu (Pk)
TD (mmHg)
Nadi (x/mnt)
TAR (mmHg)
Saturasi O2 (%)
Jml Propofol (ml)
Saat mulai induksi
Stadium Induksi TCI plasma 4 mcg/ml Hilang reflek bulu mata Tercapai nilai IOC 50
Lampiran 8 LEMBAR MONITORING DURANTE DAN PASCA OPERASI
cxxiv
Keterangan
Waktu (pkl)
TD (mmHg)
Nadi (x/mnt)
TAR (mmHg)
Saturasi O2 (%)
Pasca induksi 10 menit 30 menit 60 menit 90 menit
Data Pasien Durante Operasi : 1. Jenis tindakan operasi
:
2. Durasi Operasi
:
menit
3. Jumlah Perdarahan
:
ml
Data Pasien Pasca Operasi (di ruang PACU), pkl…….. Monitoring
5 menit
30 menit
60 menit
90 menit
TD (mmHg) HR (x/mnt) Catatan : Hipotensi bila TD sistolik < 90 mmHg, Bradikardi bila HR < 50x/mnt
cxxv
Lampiran 9 Notes
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values for dependent variables are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on cases with no missing values for any dependent variable or factor used.
cxxvi
Syntax
EXAMINE VARIABLES=umurth bbkg tbcm bmikgm2 BY kelompok /PLOT NPPLOT /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Resources
Processor Time
0:00:08.892
Elapsed Time
0:00:09.438
kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
kelompok
Umur (th)
BB
TB
(Kg)
(cm)
N
Missing
Percent
N
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
cxxvii
BMI (Kg/m2)
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Case Processing Summary
Cases
Missing
kelompok
Umur (th)
BB
TB
(Kg)
(cm)
BMI (Kg/m2)
Percent
Total
N
Percent
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Descriptives
kelompok
Umur (th)
Statistic
Klonidin 1
Mean
35.70
Lower Bound
29.39
Upper Bound
42.01
mcg/kgBB 95% Confidence Interval for Mean
cxxviii
Std. Error
3.017
5% Trimmed Mean
35.61
Median
39.50
Variance
Std. Deviation
18
Maximum
55
Range
37
Interquartile Range
27
-.147
.512
-1.347
.992
Mean
33.35
2.970
Lower Bound
27.13
Upper Bound
39.57
5% Trimmed Mean
33.00
Median
32.00
Kurtosis
95% Confidence
13.491
Minimum
Skewness
NaCl 0,9%
182.011
Interval for Mean
Variance
Std. Deviation
176.450
13.283
Minimum
18
Maximum
55
Range
37
cxxix
Interquartile Range
Skewness
.190
.512
-1.450
.992
Mean
59.10
1.985
Lower Bound
54.94
Upper Bound
63.26
5% Trimmed Mean
58.83
Median
60.00
Kurtosis BB
Klonidin 1
(Kg)
mcg/kgBB 95% Confidence
27
Interval for Mean
Variance Std. Deviation
95% Confidence
8.879
Minimum
45
Maximum
78
Range
33
Interquartile Range
12
Skewness
NaCl 0,9%
78.832
.283
.512
Kurtosis
-.270
.992
Mean
63.00
2.375
Lower Bound
58.03
Upper Bound
67.97
5% Trimmed Mean
62.50
Median
65.00
Interval for Mean
cxxx
Variance Std. Deviation
50
Maximum
85
Range
35
Interquartile Range
18 .356
.512
-.535
.992
Mean
160.25
1.718
Lower Bound
156.65
Upper Bound
163.85
5% Trimmed Mean
160.00
Median
158.50
Variance
59.039
Kurtosis (cm) Klonidin 1
10.623
Minimum
Skewness
TB
112.842
mcg/kgBB 95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviation
7.684
Minimum
150
Maximum
175
Range
25
Interquartile Range
12
Skewness Kurtosis
cxxxi
.341
.512
-1.107
.992
NaCl 0,9% 95% Confidence
Mean
163.35
Lower Bound
160.26
Upper Bound
166.44
5% Trimmed Mean
163.39
Median
163.50
Variance
43.713
1.478
Interval for Mean
Std. Deviation Minimum
150
Maximum
176
Range Interquartile Range Skewness
26 9 .164
.512
-.102
.992
Mean
22.9400
.56977
Lower Bound
21.7474
Upper Bound
24.1326
5% Trimmed Mean
22.9172
Median
23.4700
Kurtosis BMI (Kg/m2) Klonidin 1
6.612
mcg/kgBB 95% Confidence Interval for Mean
Variance Std. Deviation Minimum
cxxxii
6.493 2.54811 18.66
Maximum
NaCl 0,9% 95% Confidence
27.63
Range
8.97
Interquartile Range
4.12
Skewness
-.191
.512
Kurtosis
-.721
.992
Mean
23.3245
.59836
Lower Bound
22.0721
Upper Bound
24.5769
5% Trimmed Mean
23.3572
Median
23.8700
Interval for Mean
Variance
7.161
Std. Deviation
2.67596
Minimum
18.36
Maximum
27.70
Range
9.34
Interquartile Range
4.43
Skewness
-.180
.512
Kurtosis
-.727
.992
Tests of Normality
kelompok
a
Kolmogorov-Smirnov
cxxxiii
Statistic
Umur (th)
BB
TB
(Kg)
(cm)
BMI (Kg/m2)
df
Klonidin 1 mcg/kgBB
.178
20
NaCl 0,9%
.176
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.160
20
NaCl 0,9%
.175
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.203
20
NaCl 0,9%
.151
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.126
20
NaCl 0,9%
.181
20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorova
Smirnov
kelompok
Umur (th)
BB
TB
(Kg)
(cm)
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Klonidin 1 mcg/kgBB
.098
.889
20
.025
NaCl 0,9%
.105
.889
20
.026
Klonidin 1 mcg/kgBB
.196
.969
20
.733
NaCl 0,9%
.111
.902
20
.046
Klonidin 1 mcg/kgBB
.031
.914
20
.075
NaCl 0,9%
.200
*
.964
20
.623
cxxxiv
BMI (Kg/m2)
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.963
20
.601
NaCl 0,9%
.086
.961
20
.573
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
NPar Tests Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.
cxxxv
Syntax
NPAR TESTS /M-W= umurth bbkg BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
Resources
Processor Time
0:00:00.015
Elapsed Time
0:00:00.015
Number of Cases Allowed
a
98304
a. Based on availability of workspace memory.
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok
Umur (th)
BB
(Kg)
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
21.45
429.00
NaCl 0,9%
20
19.55
391.00
Total
40
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
18.25
365.00
NaCl 0,9%
20
22.75
455.00
Total
40 b
Test Statistics
Umur (th)
BB
cxxxvi
(Kg)
Mann-Whitney U
181.000
155.000
Wilcoxon W
391.000
365.000
-.520
-1.224
.603
.221
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.620
a
.231
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
T-Test Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User defined missing values are treated as missing.
cxxxvii
Cases Used
Statistics for each analysis are based on the cases with no missing or out-ofrange data for any variable in the analysis.
Syntax
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=tbcm bmikgm2 /CRITERIA=CI(.95).
Resources
Processor Time
0:00:00.015
Elapsed Time
0:00:00.017
Group Statistics
Std. kelompok
TB
(cm)
BMI (Kg/m2)
N
Mean
Deviation
Std. Error Mean
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
160.25
7.684
1.718
NaCl 0,9%
20
163.35
6.612
1.478
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
22.9400
2.54811
.56977
NaCl 0,9%
20
23.3245
2.67596
.59836
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
t-test for Equality of
Variances
Means
cxxxviii
F
TB
(cm)
Equal variances assumed
Sig.
1.307
t
.260
Equal variances not
df
-1.368
38
-1.368
37.173
-.465
38
-.465
37.909
assumed BMI (Kg/m2)
Equal variances assumed
.042
.839
Equal variances not assumed
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Std. Error Sig. (2-tailed)
TB
(cm)
BMI (Kg/m2)
Mean Difference
Difference
Equal variances assumed
.179
-3.100
2.267
Equal variances not assumed
.180
-3.100
2.267
Equal variances assumed
.644
-.38450
.82624
Equal variances not assumed
.644
-.38450
.82624
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower
cxxxix
Upper
TB
(cm)
BMI (Kg/m2)
Equal variances assumed
-7.689
1.489
Equal variances not assumed
-7.692
1.492
Equal variances assumed
-2.05715
1.28815
Equal variances not assumed
-2.05728
1.28828
Crosstabs Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each table are based on all the cases with valid data in the specified range(s) for all variables in each table.
cxl
Syntax
CROSSTABS /TABLES=jk teknikanestesi jenisoperasi BY kelompok /FORMAT=AVALUE TABLES /STATISTICS=CHISQ /CELLS=COUNT COLUMN /COUNT ROUND CELL.
Resources
Processor Time
0:00:00.015
Elapsed Time
0:00:00.014
Dimensions Requested
2
Cells Available
174762
Case Processing Summary
Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
J.K * kelompok
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Teknik Anestesi * kelompok
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
Jenis Operasi * kelompok
40
100.0%
0
.0%
40
100.0%
J.K * kelompok
cxli
Crosstab
kelompok Klonidin 1 mcg/kgBB
J.K
Laki-laki
Count
9
16
35.0%
45.0%
40.0%
13
11
24
65.0%
55.0%
60.0%
20
20
40
100.0%
100.0%
100.0%
Count
% within kelompok Total
Count % within kelompok
Total
7
% within kelompok
Perempuan
NaCl 0,9%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig.
Exact Sig.
sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.519
.104
1
.747
.418
1
.518
.417 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.748 .406
1
.524
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
cxlii
.374
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig.
Exact Sig.
sided)
(2-sided)
(1-sided)
a
1
.519
.104
1
.747
.418
1
.518
.417 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.748
Linear-by-Linear Association
.406
N of Valid Cases
1
.524
40
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00. b. Computed only for a 2x2 table
Explore Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
cxliii
.374
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values for dependent variables are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on cases with no missing values for any dependent variable or factor used.
Syntax
EXAMINE VARIABLES=propofol_kp propofol_bm propofol_ioc BY kelompok /PLOT NPPLOT /STATISTICS NONE /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Resources
Processor Time
0:00:05.600
Elapsed Time
0:00:05.756
kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
kelompok
Propofol_KP
N
Klonidin 1 mcg/kgBB
Percent
20
cxliv
Missing
100.0%
N
0
Propofol_BM
Propofol_IOC
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Case Processing Summary
Cases
Missing
kelompok
Propofol_KP
Propofol_BM
Propofol_IOC
Percent
Total
N
Percent
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov
kelompok
Propofol_KP
Statistic
df
Klonidin 1 mcg/kgBB
.168
20
NaCl 0,9%
.249
20
cxlv
Propofol_BM
Propofol_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
.152
20
NaCl 0,9%
.260
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.238
20
NaCl 0,9%
.154
20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorova
Smirnov
kelompok
Propofol_KP
Propofol_BM
Propofol_IOC
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Klonidin 1 mcg/kgBB
.142
.919
20
.095
NaCl 0,9%
.002
.855
20
.007
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.913
20
.072
NaCl 0,9%
.001
.778
20
.000
Klonidin 1 mcg/kgBB
.004
.885
20
.022
NaCl 0,9%
.200
*
.896
20
.035
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Explore Notes
cxlvi
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values for dependent variables are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on cases with no missing values for any dependent variable or factor used.
Syntax
EXAMINE VARIABLES=propofol_kp propofol_bm propofol_ioc BY kelompok /PLOT NONE /STATISTICS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Resources
Processor Time
0:00:00.000
cxlvii
Elapsed Time
0:00:00.000
kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
kelompok
Propofol_KP
Propofol_BM
Propofol_IOC
N
Missing
Percent
N
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Case Processing Summary
Cases
Missing
kelompok
Propofol_KP
Percent
Total
N
Percent
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
cxlviii
Propofol_BM
Propofol_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Descriptives
kelompok
Propofol_KP
Statistic
Klonidin 1
Mean
2.5245
Lower Bound
2.4985
Upper Bound
2.5505
5% Trimmed Mean
2.5222
Median
2.5400
Std. Error
.01243
mcg/kgBB 95% Confidence Interval for Mean
Variance
Std. Deviation
cxlix
.003
.05558
Minimum
2.43
Maximum
2.66
Range
.23
Interquartile Range
.09
Skewness
.131
.512
Kurtosis
.651
.992
NaCl 0,9%
95% Confidence
Mean
2.8710
Lower Bound
2.6493
Upper Bound
3.0927
5% Trimmed Mean
2.8378
Median
2.6400
.10592
Interval for Mean
Variance
Std. Deviation
2.29
Maximum
4.05
Range
1.76
Skewness
.61
1.133
.512
.447
.992
Mean
4.5470
.02923
Lower Bound
4.4858
Upper Bound
4.6082
5% Trimmed Mean
4.5406
Median
4.5200
Kurtosis Klonidin 1
.47369
Minimum
Interquartile Range
Propofol_BM
.224
mcg/kgBB 95% Confidence Interval for Mean
Variance Std. Deviation
cl
.017 .13071
Minimum
4.39
Maximum
4.82
Range
.43
Interquartile Range
.19
Skewness
.793
.512
-.345
.992
Mean
5.9615
.28942
Lower Bound
5.3557
Upper Bound
6.5673
5% Trimmed Mean
5.8567
Median
5.4750
Kurtosis NaCl 0,9% 95% Confidence Interval for Mean
Variance Std. Deviation
Propofol_IOC
Klonidin 1
1.675 1.29434
Minimum
4.38
Maximum
9.43
Range
5.05
Interquartile Range
1.26
Skewness
1.789
.512
Kurtosis
3.047
.992
Mean
7.1245
.11564
Lower Bound
6.8825
mcg/kgBB 95% Confidence
cli
Interval for Mean
Upper Bound
7.3665
5% Trimmed Mean
7.0889
Median
6.9200
Variance Std. Deviation
6.38
Maximum
8.51
Range
2.13 .62
Skewness
1.191
.512
Kurtosis
1.548
.992
10.4975
.40646
Mean 95% Confidence
.51716
Minimum
Interquartile Range
NaCl 0,9%
.267
Lower Bound
9.6468
Upper Bound
11.3482
5% Trimmed Mean
10.3406
Median
10.5000
Interval for Mean
Variance Std. Deviation
1.81772
Minimum
8.52
Maximum
15.30
Range
clii
3.304
6.78
Interquartile Range
2.68
Skewness
1.038
.512
Kurtosis
1.029
.992
NPar Tests notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each test are based on all cases with valid data for the variable(s) used in that test.
cliii
Syntax
NPAR TESTS /M-W= propofol_kp propofol_bm propofol_ioc BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
Resources
Processor Time
0:00:00.000
Elapsed Time
0:00:00.000
Number of Cases Allowed
a
87381
a. Based on availability of workspace memory.
Mann-Whitney Test Ranks
kelompok
Propofol_KP
Propofol_BM
Propofol_IOC
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
14.20
284.00
NaCl 0,9%
20
26.80
536.00
Total
40
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
11.50
230.00
NaCl 0,9%
20
29.50
590.00
Total
40
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
10.50
210.00
NaCl 0,9%
20
30.50
610.00
Total
40
cliv
b
Test Statistics
Propofol_KP
Mann-Whitney U Wilcoxon W
Propofol_BM
Propofol_IOC
74.000
20.000
.000
284.000
230.000
210.000
-3.415
-4.871
-5.412
.001
.000
.000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000
a
.000
a
.000
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: kelompok
Explore Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
clv
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values for dependent variables are treated as missing.
Cases Used
Statistics are based on cases with no missing values for any dependent variable or factor used.
Syntax
EXAMINE VARIABLES=sist_BL_MI diast_BL_MI tar_BL_MI hr_BL_MI sist_BL_IOC diast_BL_IOC tar_BL_IOC hr_BL_IOC BY kelompok /PLOT NPPLOT /STATISTICS NONE /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE /NOTOTAL.
Resources
Processor Time
0:00:14.508
Elapsed Time
0:00:15.040
kelompok Case Processing Summary
Cases
Valid
kelompok
N
clvi
Percent
Missing
N
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
100.0%
0
NaCl 0,9%
20
100.0%
0
Case Processing Summary
Cases
Missing
kelompok
Percent
clvii
Total
N
Percent
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Klonidin 1 mcg/kgBB
.0%
20
100.0%
NaCl 0,9%
.0%
20
100.0%
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov
kelompok
Statistic
clviii
df
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
.224
20
NaCl 0,9%
.218
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.184
20
NaCl 0,9%
.170
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.151
20
NaCl 0,9%
.191
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.205
20
NaCl 0,9%
.177
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.132
20
NaCl 0,9%
.163
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.135
20
NaCl 0,9%
.147
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.195
20
NaCl 0,9%
.139
20
Klonidin 1 mcg/kgBB
.142
20
NaCl 0,9%
.100
20
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorovkelompok
a
Smirnov
clix
Shapiro-Wilk
Sig.
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Statistic
df
Sig.
Klonidin 1 mcg/kgBB
.010
.681
20
.000
NaCl 0,9%
.014
.833
20
.003
Klonidin 1 mcg/kgBB
.074
.928
20
.142
NaCl 0,9%
.132
.919
20
.094
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.945
20
.294
NaCl 0,9%
.054
.906
20
.053
Klonidin 1 mcg/kgBB
.028
.929
20
.147
NaCl 0,9%
.101
.926
20
.132
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.953
20
.413
NaCl 0,9%
.173
.939
20
.231
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.970
20
.764
NaCl 0,9%
.200
*
.914
20
.076
Klonidin 1 mcg/kgBB
.044
.917
20
.087
NaCl 0,9%
.200
*
.918
20
.091
Klonidin 1 mcg/kgBB
.200
*
.964
20
.627
NaCl 0,9%
.200
*
.967
20
.690
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=sist_BL_MI diast_BL_MI tar_BL_MI hr_BL_MI sist_BL_IOC diast_BL_IOC tar_BL_IOC hr_BL_IOC /CRITERIA=CI(.95). clx
T-Test Notes
Output Created
Comments Input
Data
C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Bli Nadi\data tesis spss.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data
40
File Missing Value Handling
Definition of Missing
User defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each analysis are based on the cases with no missing or out-ofrange data for any variable in the analysis.
clxi
Syntax
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=sist_BL_MI diast_BL_MI tar_BL_MI hr_BL_MI sist_BL_IOC diast_BL_IOC tar_BL_IOC hr_BL_IOC /CRITERIA=CI(.95).
Resources
Processor Time
0:00:00.031
Elapsed Time
0:00:00.030
Group Statistics
Std. Error kelompok
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
N
Mean
Std. Deviation
Mean
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
5.2192
4.17084
.93263
NaCl 0,9%
20
.7930
4.93067
1.10253
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
4.0173
5.67969
1.27002
NaCl 0,9%
20
.9558
6.21995
1.39082
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
5.0257
4.68263
1.04707
NaCl 0,9%
20
.6098
3.64852
.81583
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
6.7013
10.66828
2.38550
NaCl 0,9%
20
.1783
5.32568
1.19086
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
14.6455
4.29860
.96120
NaCl 0,9%
20
9.6171
8.43095
1.88522
clxii
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
16.5210
5.61369
1.25526
NaCl 0,9%
20
10.5855
9.64720
2.15718
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
17.1275
5.71408
1.27771
NaCl 0,9%
20
10.9752
7.17417
1.60419
Klonidin 1 mcg/kgBB
20
18.8661
9.47305
2.11824
NaCl 0,9%
20
13.8010
8.11047
1.81356
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
t-test for Equality of
of Variances
Means
F
sist_BL_MI
Equal variances assumed
Sig.
.437
t
.512
Equal variances not
df
3.065
38
3.065 36.983
assumed diast_BL_MI
Equal variances assumed
.006
.939
Equal variances not
1.625
38
1.625 37.691
assumed tar_BL_MI
Equal variances assumed
.994
.325
Equal variances not
3.327
38
3.327 35.857
assumed hr_BL_MI
Equal variances assumed
3.447
Equal variances not
.071
2.447
38
2.447 27.916
assumed
clxiii
sist_BL_IOC
Equal variances assumed
10.283
.003
Equal variances not
2.376
38
2.376 28.253
assumed diast_BL_IOC
Equal variances assumed
2.421
.128
Equal variances not
2.378
38
2.378 30.544
assumed tar_BL_IOC
Equal variances assumed
.002
.968
Equal variances not
3.000
38
3.000 36.189
assumed hr_BL_IOC
Equal variances assumed
.207
.652
Equal variances not
1.816
38
1.816 37.119
assumed
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Std. Error Sig. (2-tailed)
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
Mean Difference
Difference
Equal variances assumed
.004
4.42624
1.44408
Equal variances not assumed
.004
4.42624
1.44408
Equal variances assumed
.112
3.06147
1.88344
Equal variances not assumed
.112
3.06147
1.88344
Equal variances assumed
.002
4.41594
1.32738
clxiv
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Equal variances not assumed
.002
4.41594
1.32738
Equal variances assumed
.019
6.52305
2.66622
Equal variances not assumed
.021
6.52305
2.66622
Equal variances assumed
.023
5.02840
2.11612
Equal variances not assumed
.025
5.02840
2.11612
Equal variances assumed
.023
5.93556
2.49582
Equal variances not assumed
.024
5.93556
2.49582
Equal variances assumed
.005
6.15233
2.05085
Equal variances not assumed
.005
6.15233
2.05085
Equal variances assumed
.077
5.06516
2.78853
Equal variances not assumed
.077
5.06516
2.78853
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower
sist_BL_MI
diast_BL_MI
tar_BL_MI
Upper
Equal variances assumed
1.50285
7.34963
Equal variances not assumed
1.50021
7.35227
Equal variances assumed
-.75135
6.87428
Equal variances not assumed
-.75238
6.87531
Equal variances assumed
1.72881
7.10308
clxv
hr_BL_MI
sist_BL_IOC
diast_BL_IOC
tar_BL_IOC
hr_BL_IOC
Equal variances not assumed
1.72352
7.10837
Equal variances assumed
1.12557
11.92054
Equal variances not assumed
1.06080
11.98531
Equal variances assumed
.74455
9.31225
Equal variances not assumed
.69548
9.36132
Equal variances assumed
.88304
10.98807
Equal variances not assumed
.84222
11.02889
Equal variances assumed
2.00061
10.30406
Equal variances not assumed
1.99378
10.31089
Equal variances assumed
-.57993
10.71025
Equal variances not assumed
-.58434
10.71465
clxvi