STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT JAKARTA TIMUR Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
OLEH: ADELIA INGGAR DEWATI NIM: 109104000029
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M i
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa semua pernyataan dalam skripsi ini: Nama
: Adelia Inggar Dewati
NIM
: 109104000029
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi
: Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
Merupakan hasil studi pustaka, penelitian lapangan, dan karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang perguruan tinggi manapun dan semua informasi, data, dan hasil pengolahannya yang diajukan telah dinyatakan secara jelas sumbernya dan dapat diperiksa kebenarannya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta, Januari 2014
Adelia Inggar Dewati
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT JAKARTA TIMUR Telah di setujui dan diperiksa pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh : ADELIA INGGAR DEWATI 109104000029
Pembimbing I
Pembimbing II
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat NIP. 198011192011012006
Jamaludin, S.Kp., M.Kep NIP. 196805222008011007
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT JAKARTA TIMUR Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh : ADELIA INGGAR DEWATI 109104000029 Jakarta, 21 Januari 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat NIP. 198011192011012006
Jamaludin, S.Kp., M.Kep NIP. 196805222008011007
Penguji I
Penguji II
Yenita Agus, M.Kep., Sp.Mat., Ph.D NIP. 197206082006042001
Jamaludin, S.Kp., M.Kep NIP. 196805222008011007
Penguji III
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat NIP. 198011192011012006
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M iv
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi dengan Judul STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT JAKARTA TIMUR Oleh : ADELIA INGGAR DEWATI 109104000029 Jakarta, Januari 2014
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM NIP. 19790520 200001 1012
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Adelia Inggar Dewati
Tempat, Tanggal Lahir
: Surakarta, 08 Juli 1991
Status Pernikahan
: Belum menikah
Alamat
: Jalan Haji Buang No.151, RT 007/RW 005, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, 13810
Telepon
: 085773911064
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. Tk Yusufiyah
[1996-1997]
2. SD Angkasa IV Halim Perdana Kusuma
[1997-2003]
3. SMP Negeri 81 Jakarta Timur
[2003-2006]
4. SMA Negeri 48 Jakarta Timur
[2006-2009]
5. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[2009-2014]
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop: 1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era”, Jakarta, 2009 2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” Jakarta, 2009 3. Pelatihan Kesehatan “Health Training 4 Medical Skill”, Jakarta, 2009
vi
4. Seminar Nasional “Menuju Indonesia Bebas Kaki Gajah & Sosialisasi Flu Burung”, Jakarta, 2009 5. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapan dalam Praktek dan Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia”, Jakarta, 2010 6. Second International Nursing Student Forum “Nursing Challanges in the Global Society”, Thailand, 2010 7. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah Sakit dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan”, Jakarta, 2011 8. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public Health”, Jakarta, 2011 9. Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety”, Jakarta, 2012 10. Seminar Nasional
“Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan
Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global”, Jakarta, 2012 11. Seminar Keperawatan “Update Diagnsa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning”, Jakarta, 2012 12. Seminar Nasional Keperawatan
“NANDA, NIC, NOC: Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia”, Jakarta, 2013 13. Seminar Pendidikan Akbar Tahunan 5 ACIKITA “Memajukan Pendidikan dan Riset Indonesia melalui Kerjasama Internasional”, Jakarta, 2013
vii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014 Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029 Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur xviii + 103 halaman + 1 gambar + 2 bagan + 1 tabel + 4 lampiran
ABSTRAK Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menunjukkan kematangan reproduksi seorang perempuan. Menarche berdampak pada perubahan fisik maupun psikologis pada remaja perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman menarche remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan melalui wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari enam partisipan berusia 13-17 tahun yang telah mengalami menarche. Pemilihan partisipan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Data didapat dari hasil rekaman wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini mengidentifikasi sembilan tema, yaitu: 1) makna menarche pada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi, 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan. Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini cenderung memiliki persiapan yang kurang dan pemahaman yang terbatas saat mengalami menarche sehingga hal itu dapat berdampak pada penyesuaian diri saat menarche. Dukungan keluarga, sekolah, maupun pelayanan kesehatan diperlukan dengan memberikan bimbingan sedini mungkin kepada remaja perempuan agar dapat mempersiapkan diri dengan baik saat menghadapi menarche. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam, khususnya partisipan pendukung, seperti orang tua maupun remaja perempuan yang mengalami menarche terlambat agar didapatkan data yang lebih bervariasi dari sebelumnya. Kata kunci: Pengalaman, Menarche, Remaja Perempuan Daftar bacaan: 79 (2001-2013)
viii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA Undergraduates Thesis, January 2014 Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029 Fenomenolgy Study Experience of Menarche in Adolescent Girls at Neighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta xviii + 103 pages + 1 image + 2 schemes + 1 table + 4 attachements ABSTRACT Menarche is the first menstruation which indicate a female reproductive maturity. Menarche has implication to physical and psychological changes in adolescent girls. The aim of this study was to explore experience of menarche in adolescent girls at neighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta. This study used qualitative research with descriptive phenomenological design through in-depth interview. Participants of this study consisted of six participants, aged 13-17 who had menarche. Participants were selected using purposive sampling technique based on the principles of suitability and adequacy. Data was obtained from the recording of in-depth interview and analyzed with Colaizzi method. This study identified nine themes, namely: 1) the meaning of menarche in adolescent girls, 2) domination’s feeling of adolescent girls at menarche, 3) the readiness of adolescent girls in the dealing with menarche, 4) adolescent girls changes after menarche, 5) the inconvenience of adolescent girls at menarche, 6) the attempts of adolescent girls to overcome the inconvenience at menarche, 7) the adolescent girls support at menarche, 8) adolescent girls self-care during menstruation, 9) menstrual myths that haunted adolescent girls. Adolescent girls who involved in this study tended has less preparation and lack of understanding when they had menarche and it can have impact on adjusment at menarche. Support from family, schools, and health services is required to provide guidance as early as possible to adolescent girls in order to prepare themselves well when facing the menarche. Further study can be also carried out to explore deeply, especially to support participants, such as parents, and also adolescent girls who had late menarche in order to obtain varied data. Keywords: Experience, Menarche, Adolescent Girls Reference: 79 (years 2001-2013)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. DR. (hc). dr. MK Tadjudin Sp.And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., M.KM. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kp. selaku pembimbing akademik. 5. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat. selaku pembimbing 1 dan Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep. selaku pembimbing 2 yang senantiasa
x
bersabar membimbing dan banyak memberi masukan serta pengarahan kepada penulis. 6. Segenap Bapak/Ibu dosen PSIK UIN Jakarta yang telah memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staff dan karyawan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga telah banyak membantu dalam urusan administrasi. 7. Keluarga tercinta, terutama orang tua penulis yang selalu memberikan support tiada henti untuk menyemangati dan mengingatkan dalam menyelesaikan tugas akhir ini serta kakak dan adik penulisi yang turut memberikan dorongan motivasi kepada penulis. 8. Sahabat-sahabat penulis angkatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang selama proses perkuliahan hingga penyelesaian akademik di Program Studi Ilmu Keperawatan. 9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, baik dari persiapan, pelaksanaan, hingga penyelesaiannya yang tidak dapat disebutkan satu per satu pada kesempatan ini. Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari bentuk, isi, maupun teknik penyajiannya. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun agar penelitian ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................
i
SURAT PERNYATAAN .....................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................
vi
ABSTRAK ............................................................................................
viii
ABSTRACT ..........................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ..........................................................................
x
DAFTAR ISI .........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xv
DAFTAR BAGAN ................................................................................
xvi
DAFTAR TABEL .................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
5
C. Tujuan Penelitian
.....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian
...................................................................
6
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman B. Remaja
.............................................................................
8
....................................................................................
9
1. Pengertian
..........................................................................
9
2. Tahapan Masa Remaja .......................................................
10
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ...................................
11
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Perempuan .........
14
xii
C. Menarche
.................................................................................
24
1. Pengertian Menarche ..........................................................
24
2. Fisiologi Menstruasi ...........................................................
25
3. Siklus Menstruasi ...............................................................
26
D. Kerangka Teori
........................................................................
31
BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep .....................................................................
32
B. Definisi Istilah
33
.........................................................................
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian
.....................................................................
34
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................
35
C. Partisipan Penelitian .................................................................
36
D. Instrumen Penelitian
................................................................
36
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................
37
1. Pengumpulan Data ..............................................................
37
2. Proses Pengumpulan Data ...................................................
37
F. Keabsahan Data
.......................................................................
39
G. Teknik Analisis Data ................................................................
43
H. Etika Penelitian ........................................................................
46
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ........................................
47
B. Hasil Penelitian ...........................................................................
48
1. Karakteristik Partisipan………….……….…………….……
48
2. Hasil Analisis Tematik……………..…….………………….
49
BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ..................................
74
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................
99
xiii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
.............................................................................
100
.......................................................................................
102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi ..............................................................
xv
27
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Kerangka Teori ..................................................................
31
Bagan 4.1
Teknik Analisis Data .........................................................
45
xvi
DAFTAR TABEL
Bagan 5.1
Karakteristik Partisipan .....................................................
xvii
48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2. Surat Permohonan Persetujuan Partisipan Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam Lampiran 4. Matriks Analisis Tematik
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Populasi remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 miliar penduduk atau 1 dari 5 orang di dunia berusia 10-19 tahun menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012). Hasil sensus penduduk di Indonesia tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah remaja usia 10-24 tahun sebesar 63,4 juta jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.151.398 jiwa dan perempuan sebanyak 31.275.595 jiwa (BPS, 2010). Rentang usia remaja berada antara usia 10-19 tahun menurut World Health Organization (WHO, 2013). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak membatasi remaja sebagai individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010). BKKBN menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun (BKKBN, 2011). Remaja dalam masa perkembangannya akan mengalami perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Tanda dimulainya masa remaja ditentukan oleh dimulainya kematangan pubertas (Santrock, 2003). Pubertas merupakan titik pencapaian kematangan seksual, yang ditandai dengan keluarnya menstruasi pertama kali pada remaja perempuan (Wong, 2008). Menstruasi pertama dikenal dengan istilah menarche. Menarche memberi petunjuk bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah matur dan
1
2
memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak (Mar’at, 2010). Usia menarche pada remaja perempuan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Usia rata-rata untuk menarche pada perempuan Kaukasia adalah 12,8±1,2 tahun dan sekitar 4-8 bulan lebih awal pada perempuan Afrika-Amerika (Heffner dan Schust, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukkan bahwa rata-rata usia menarche di Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun. Menarche umumnya terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi. Menarche dikatakan sebagai peristiwa penting bagi kehidupan perempuan (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Studi literatur yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya. Perubahan fisik yang tampak jelas setelah menarche, yaitu tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembangnya payudara (Santrock, 2003). Perubahan bentuk tubuh dan distribusi lemak juga akan terjadi dan lemak banyak terbentuk di daerah payudara dan pinggul (Collins, 2011). Hurlock (2010) dalam bukunya mengungkapkan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami kateksis-tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih banyak dialami di beberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan mengalami kateksis–tubuh menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja.
3
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi (Yusuf, 2010). Peningkatan emosi dikaitkan dengan perubahan hormonal dalam tubuh remaja, sehingga remaja cenderung memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Hal ini tampak pada reaksi emosional remaja yang sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih tetapi di sisi lain akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah (Kusmiran, 2011). Suasana hati atau mood remaja pun dapat berubah-ubah dengan sangat cepat (Mahfiana, Rohmah, dan Widyaningrum 2009). Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche berbeda-beda satu sama lain. Mereka umumnya berespon negatif yang ditandai dengan rasa malu dan menyangkal. Hasil studi kualitatif yang dilakukan Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri, dan Hamzehgardeshi (2012) pada remaja perempuan di Iran mengungkapkan bahwa mayoritas reponden menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas yang sangat tidak menyenangkan. Studi analisis naratif yang dilakukan Lee (2009) di USA juga melaporkan bahwa terdapat responden yang menganggap menarche sebagai hal yang memalukan, yaitu sebesar 12%. Usia menarche juga dapat mempengaruhi kesehatan mental remaja, seperti pada studi yang dilakukan oleh Deng et.al. (2011) pada remaja SMP dan SMA kelas 1 dan 2 serta mahasiswa tingkat 1 dan 2 di Cina yang menyatakan bahwa hampir semua gejala psikopatologis, perilaku bunuh diri dan melukai diri, banyak terjadi pada murid SMA yang mengalami menarche dini dibandingkan dengan murid yang periode menarchenya tepat waktu atau terlambat. Hal itu dikaitkan dengan kemampuan penyesuaian psikologis yang
4
lebih baik pada mahasiswa dibandingkan dengan murid SMA. Deng et.al. (2011) pada penelitiannya itu menganalisis bahwa menarche dini merupakan faktor risiko yang menyebabkan gangguan mental. Studi terkait menarche yang juga dilakukan oleh Ruble and BrooksGunn (1982) dalam Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyatakan bahwa kurangnya persiapan remaja perempuan menghadapi menarche juga dapat menimbulkan reaksi negatif dalam diri remaja. Penelitian yang dilakukan di SLTP Charitas Jakarta pun melaporkan bahwa sebagian besar remaja perempuan yang belum mendapatkan persiapan yang baik, lebih banyak menampilkan perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung, dan merasa direpotkan) dibandingkan perasaan positif saat memasuki menarche (Indriyani, Limbong, dan R. Puspita, 2009). Studi yang dilakukan oleh Mulyani (2010) memberikan hasil bahwa remaja perempuan perlu mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga pada saat remaja perempuan menghadapi menarche. Remaja perempuan saat mengalami menarche biasanya takut membicarakan peristiwa tersebut kepada orang lain. Mayoritas remaja perempuan selektif untuk menceritakan dan mendiskusikan tentang pengalaman menarchenya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Rembeck dan Hermansson, 2008). Mereka cenderung menganggap menarche sebagai peristiwa pribadi (personal event) dan mereka hanya akan menceritakannya kepada orang yang mereka percaya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008). Menarche bagi remaja perempuan di Indonesia masih dianggap sebagai hal yang tabu dan enggan dibicarakan. Penelitian mengenai
5
pengalaman menarche di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi penelitian tentang pengalaman menarche di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi secara mendalam mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan, khususnya di rukun warga (RW) 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan jumlah remaja perempuan (usia 10-19 tahun) yang terbilang cukup banyak di kelurahan tersebut, yakni mencapai 8.156 orang.
B. Rumusan Masalah Menarche merupakan menstruasi pertama yang secara umum dialami oleh remaja perempuan dalam tahap perkembangan reproduksinya. Menarche dialami oleh remaja perempuan pada rentang usia yang berbeda-beda. Remaja perempuan yang mengalami menarche dapat berpengaruh terhadap perubahan fisik, diantaranya seperti perkembangan payudara, pinggul maupun perubahan pada aspek psikologisnya. Remaja perempuan yang kurang dapat menerima segala perubahan yang terjadi pada tubuhnya dapat menimbulkan harga diri yang rendah. Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche bermacam-macam namun secara umum berespon negatif yang ditandai dengan perasaan malu, kaget, ataupun menyangkal. Remaja perempuan yang mengalami kematangan seksual yang cepat pun dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya sehingga dapat mempengaruhi kehidupannya. Penyesuaian diri remaja perempuan saat menghadapi menarche tentu akan bervariasi.
6
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin menggali secara mendalam tentang bagaimana pengalaman menarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman menarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah a) Sebagai bahan kajian dan landasan untuk peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan. b) Memberikan informasi mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan sehingga dapat menjadi masukan dalam peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja. 2. Manfaat Praktis a) Bagi institusi pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi literatur bagi institusi pendidikan keperawatan maupun peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang remaja perempuan.
pengalaman menarche pada
7
b) Bagi pelayanan kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan tenaga kesehatan tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan sehingga dapat meningkatkan strategi dalam upaya promotif untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja perempuan. c) Bagi masyarakat Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Masyarakat diharapkan
dapat
mendukung
perkembangan
seksual
remaja
perempuan dan membantu mereka melewati masa tersebut dengan baik.
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam yang dibantu dengan alat pencatat, alat perekam (tape recorder), serta pembuatan catatan lapangan (field note). Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan yang telah mengalami menarche minimal 1 tahun dengan alasan agar pengalaman partisipan masih baru dan belum lama sehingga diharapkan mendapatkan pengalaman seperti yang diinginkan peneliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2013). Husserl (1970) dalam Smith (2009) mengungkapkan bahwa pengalaman merupakan suatu sistem makna-makna yang saling terkait yang terangkum dalam suatu totalitas yang disebut “dunia kehidupan”. Miler dan Boud (1994) mengartikan pengalaman sebagai totalitas dari cara-cara di mana manusia merasakan dunia dan membuat dunia merasakan apa yang mereka rasakan (Jarvis, 2004) Coon dan Mitterer (2010) menyatakan bahwa aliran humanisme salah satunya berfokus pada pengalaman manusia. Aliran ini menekankan tentang pengalaman subyektif. Pengalaman subyektif merupakan persepsi pribadi terhadap realita. Oakeshott (1933) dalam Jarvis (2004) juga mengartikan pengalaman sebagai hal yang subyektif dan merupakan bentuk pemikiran yang dibangun dan dipengaruhi oleh riwayat hidup seseorang dan kondisi sosial budaya di mana pengalaman tersebut terjadi. Pengalaman pun akan berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman, dengan demikian dapat disimpulkan sebagai persepsi pribadi seseorang terhadap suatu hal yang dialami pada situasi tertentu dan memiliki makna tersendiri bagi orang tersebut.
8
9
Pengalaman merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi persepsi seseorang (Notoatmodjo, 2005). Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan seseorang, walaupun seseorang dapat mempelajari suatu hal dengan menghafal, pengalaman sebelumnya dapat dijadikan pengalaman belajar bila dapat bermanfaat (Swansburg, 2001). Perilaku individu yang berbeda-beda pun juga salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman (Sunaryo, 2004). Pengalaman, di sisi lain, dapat dipengaruhi oleh memori/ingatan seseorang dalam variasi cara yang berbeda (Jarvis, 2004). Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Studi yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya. Mereka juga menjelaskan bahwa kesiapan menarche remaja perempuan dipengaruhi oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman sekelas laki-laki, serta dipengaruhi latar belakang sosial-budaya.
B. Remaja 1.
Pengertian Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan adolescent. Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yakni adalescere yang artinya “bertumbuh”. WHO (2013) menjelaskan arti remaja sebagai seseorang yang berada pada periode usia antara 10-19 tahun. BKKBN menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun (BKKBN, 2011). Bobak (2004) menyatakan masa remaja ialah periode
10
waktu individu beralih dari fase anak ke fase dewasa. Hall (1904), yang biasa disebut oleh para ahli sejarah sebagai Bapak studi ilmiah remaja, mengartikan remaja sebagai masa antara usia 12 sampai 23 tahun dan masa yang penuh dengan topan dan tekanan, yang ditandai dengan konflik dan perubahan nuansa hati (Santrock, 2003). Remaja, dengan demikian dapat disimpulkan sebagai suatu periode anak yang mulai meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa yang penuh perubahan, dengan rata-rata usia yaitu antara 10 hingga 24 tahun.
2.
Tahapan Masa Remaja Banyak sumber yang berbeda pendapat tentang batasan usia remaja dan penggolongan remaja. Monks, Knoers, dan Haditono (2001) dalam Mar’at (2010) membagi tahapan remaja menjadi 4 tahap, yaitu: 1) masa praremaja atau prapubertas (10-12 tahun), 2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), 3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan 4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir inilah yang disebut masa adolescent. Bobak (2004) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: a) Remaja tahap awal (usia 10-14 tahun) Tahap ini menjelaskan tentang awal mula remaja tertarik dengan lawan jenis, mulai berpikir konkrit, serta masih timbulnya konflik dengan orang tua.
11
b) Remaja tahap menengah (usia 15-16 tahun) Sikap mandiri dan ingin bebas dari orang tua merupakan ciri dari tahap ini. Remaja menjadi lebih sering bergaul dengan teman sebayanya dibandingkan bersama keluarga. Emosi remaja yang suka meledak-ledak atau biasa disebut labil juga turut mewarnai tahapan ini. c) Remaja tahap akhir (usia 17-21 tahun) Remaja pada rentang usia ini sering berpacaran. Remaja pun mulai mengembangkan pemikiran abstraknya. Pemikiran remaja tentang masa depannya kelak juga telah dipikirkannya karena pada tahapan ini mereka cenderung sudah bersikap dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan pemikirannya yang ingin dapat hidup mandiri baik secara emosional ataupun finansial. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Balitbankes RI) dalam Riskesdas (2010) membagi remaja menjadi 2 kelompok umur, yaitu usia praremaja (13-15 tahun) dan usia remaja (1618 tahun). Oleh karena itu, pembagian tahapan remaja dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu dimulai dari tahapan praremaja, remaja awal, remaja menengah, hingga remaja akhir.
3.
Tugas-tugas Perkembangan Remaja Manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing pada tiap tahapan usia. Tugas perkembangan anak, remaja, hingga dewasa pun berbeda-beda. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi
12
atau diberikan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial (Kusmiran, 2011). Remaja memiliki tugas perkembangannya
sendiri setelah
melewati masa kanak-kanak. Tugas perkembangan remaja menurut Bobak (2004) diantaranya, yaitu remaja dapat menerima citra tubuh maupun identitas seksualnya. Tugas perkembangan remaja yang lain, yaitu remaja diharapkan dapat belajar mandiri dan mengambil keputusannya sendiri. Remaja juga dituntut untuk dapat mengembangkan sistem nilai personal dan identitas seorang yang dewasa. Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Beberapa tugas perkembangan menurut Hurlock (2010) yang perlu dikuasai remaja, yaitu: a) Menerima keadaan fisiknya Para remaja terkadang sulit untuk menerima keadaan fisiknya karena pada masa kanak-kanak, mereka telah memiliki konsep tersendiri tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Remaja pada saatnya perlu untuk memperbaiki konsep tersebut dan mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan. b) Menerima peran sesuai jenis kelamin Remaja perempuan perlu mempelajari peran feminin agar sesuai dengan perannya sebagai perempuan. Hal ini seringkali merupakan
13
tugas pokok remaja yang memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun. c) Membina hubungan yang lebih matang kepada sesama jenis maupun lawan jenis Tugas perkembangan ini tergolong tidak mudah untuk dilalui karena pertentangan lawan jenis sering berkembang selama akhir masa kanakkanak dan masa puber, maka untuk mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis perlu dimulai dari nol. Pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah dilakukan. d) Mencapai kemandirian emosional dan mempersiapkan kemandirian ekonomi Tugas perkembangan ini menjadi mudah diperoleh bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain. Namun, masih banyak remaja yang ingin mandiri tetapi masih membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya kurang memiliki hubungan
yang
akrab
dengan
teman
sebaya
atau
anggota
kelompoknya. Tugas perkembangan yang lain pada masa remaja adalah
mempersiapkan
kemandirian
ekonomi.
Remaja,
secara
ekonomis masih bergantung kepada orang tuanya selama beberapa tahun sampai pada akhirnya mereka memiliki pekerjaan dan siap untuk bekerja.
14
e) Mengembangkan keterampilan intelektual Sekolah
dan
pendidikan
tinggi
menekankan
perkembangan
keterampilan intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial. Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilainilai yang sesuai dengan nilai-nilai dewasa dan orang tua berperan banyak dalam perkembangan ini. f) Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya tetapi hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab. g) Mempersiapkan perkawinan di kemudian hari Kecenderungan kawin muda menyebabkan persiapan perkawinan merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahuntahun remaja. Persiapan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab kehidupan keluarga yang persiapannya kurang merupakan salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja di bawa ke dalam masa dewasa.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Perempuan a) Pertumbuhan remaja perempuan Soetjiningsih (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa remaja mengalami pertumbuhan tubuh yang lebih cepat dibandingkan pada masa kanak-kanak. Kecepatan pertumbuhan antara remaja pun bervariasi satu sama lain karena terdapat remaja yang tumbuh lebih
15
cepat dan remaja yang tumbuh lebih lambat. Pertumbuhan melibatkan interaksi antara endokrin dan sistem tulang. Banyak hormon yang mempengaruhi pertumbuhan, termasuk hormon pertumbuhan (GH), tiroksin, insulin, dan kortikosteroid (semuanya mempengaruhi kecepatan pertumbuhan); leptin (mempengaruhi komposisi tubuh); dan hormon paratiroid, 1,25-dihidroxy vitamin D, dan calcitonin (semuanya mempengaruhi mineralisasi tulang). Pada masa pubertas, hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan berperan pada pacu tumbuh pubertas. Sebelum mulai pacu tumbuh, remaja perempuan tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5 cm). Sekitar 2 tahun setelah mulai pacu tumbuh, remaja perempuan mencapai kecepatan tinggi badannya dengan kecepatan sekitar 8 cm/tahun (6-10,5 cm). Kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum menarche dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa bulan. b) Perkembangan remaja perempuan Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia. Perkembangan biasanya digambarkan dalam periode-periode tertentu (Santrock, 2003). Konsep perkembangan remaja terbagi menjadi 2, yaitu: nature dan nurture. Nature berarti tekanan maupun gejolak yang banyak dijumpai oleh remaja atau biasa disebut dengan masa badai. Tekanan tersebut didapat baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Konsep nurture adalah kebalikan dari nature yang mengungkapkan bahwa tidak semua remaja akan mengalami suatu tekanan karena hal itu tergantung dari lingkungan di
16
sekitarnya
maupun
pola
asuhnya
(Kusmiran,
2011).
Aspek
perkembangan pada remaja dibagi menjadi: 1) Perkembangan biologis Perkembangan biologis perempuan yang memasuki masa remaja, pada awalnya ditandai pembesaran payudara atau mulai tumbuhnya rambut kemaluan kemudian tumbuh rambut ketiak. Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah dan pinggul menjadi lebih lebar dari bahu. Menstruasi pertama (menarche) datang di akhir siklus pubertas (Santrock, 2003). Hurlock
(2010)
pun
menjelaskan
bahwa
selama
pertumbuhan pesat masa pubertas, terjadi empat perubahan fisik penting di mana tubuh remaja perempuan mengalami: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsional tubuh, perkembangan ciriciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder. a. Perubahan ukuran tubuh Perubahan fisik utama masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Rata-rata peningkatan per tahun di antara remaja-remaja perempuan sebelum menstruasi adalah 3 inci tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Tingkat pertumbuhan setelah menstruasi menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar delapan belas tahun.
17
b. Perubahan proporsi tubuh Perubahan fisik yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, serta ukuran pinggang juga berkembang. Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan. Remaja yang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang sedikit lebih besar daripada remaja yang cepat matur. c. Ciri-ciri seks primer Petunjuk
pertama
bahwa
mekanisme
reproduksi
remaja
perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi. Pada saat ini, terjadi pertumbuhan pesat terhadap panjangnya uterus dan beratnya ovarium. d. Ciri-ciri seks sekunder Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada remaja perempuan diantaranya, yakni: bertambah lebarnya pinggul, pembesaran payudara, tumbuhnya rambut kemaluan, kulit menjadi lebih kasar dan lebih tebal, kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, otot semakin membesar dan kuat. Pertumbuhan payudara dapat terlihat ketika anak berusia antara 8-14
tahun.
Tahap-tahap
perkembangan
payudara
pada
perempuan menurut Marshall dan Tanner dalam Heffner dan Schust (2008) dibagi menjadi 5 tahap, yakni: 1) Praremaja: adanya papila yang terangkat
18
2) Tahap permulaan/pucuk payudara: payudara dan papila menonjol seperti gundukan kecil dan diameter areola membesar 3) Pembesaran lebih lanjut pada payudara dan areola tanpa perbedaan kontur 4) Areola dan papila menonjol untuk membentuk gundukan sekonder di atas payudara 5) Tahap matur: penonjolan hanya pada papila karena kembalinya areola ke kontur umum payudara Daniawati (2003) pun mengemukakan bahwa pada tahapan perkembangan payudara, puting susu setiap perempuan berbeda dalam bentuk, ukuran, dan warna. Hal ini karena faktor keturunan. Payudara juga akan terasa sakit (jika tersentuh sesuatu) dan gatal sebelum menjadi bentuk yang sempurna. Payudara yang sudah melewati masa sakit akan terlihat bulat penuh dan berisi. Ini berarti, lemak dan saluran susu sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Saluran-saluran penghasil susu pun sudah terbentuk sehingga sudah dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, seperti menyusui bayi jika telah siap. Selain perkembangan payudara, remaja perempuan juga akan mengalami pertumbuhan rambut kemaluan akibat dari peran kelenjar adrenal. Rambut kemaluan biasanya mulai muncul setelah payudara mulai berkembang, tetapi tidak selalu (Collins, 2011). Pertumbuhan rambut kemaluan pada remaja perempuan
19
juga dibagi menjadi 5 tahap menurut sistem yang dikembangkan oleh Marshall dan Tanner, yaitu: 1) Praremaja: tidak terdapat rambut kemaluan (tidak lebih tebal dari dinding abdomen). 2) Pertumbuhan yang tipis dari rambut halus, panjang, dan sedikit berpigmen terutama di sepanjang labia. 3) Rambut menghitam, menebal, dan sebagian besar keriting. 4) Rambut kini tampak seperti pada orang dewasa, namun areanya lebih kecil dari orang dewasa. Tidak ada penyebaran ke permukaan medial paha. 5) Penampakan dan jumlah rambut sepserti pada orang dewasa. Bentuk menyerupai segitiga terbalik seperti pada orang dewasa. Penyebaran ke permukaan medial paha namun tidak melebihi dasar segitiga (Heffner dan Schust, 2008). Semua perubahan ini terjadi karena perubahan hormonal dalam tubuh saat hipotalamus memulai memproduksi gonadotropinreleasing hormones yang merupakan sinyal bagi hipotalamus mulai memproduksi
hormon
gonadotropik.
Hormon
gonadotropik
menstimulasi sel ovarian untuk memproduksi estrogen. Hormon ini berperan dalam perkembangan karakteristik seks sekunder serta memainkan peran penting dalam reproduksi (Potter dan Perry, 2005). Progesteron juga bekerja pada semua organ dalam sistem reproduksi tetapi kerjanya hanya terjadi jika progesteron sedang atau
sudah
dipengaruhi
oleh
estrogen.
Progesteron
juga
20
mempengaruhi
jaringan
tubuh
lainnya
yang
menyebabkan
penumpukkan lemak (Farrer, 2001). 2) Perkembangan kognitif Teori perkembangan kognitif dari Piaget (1954) dalam Santrock (2003) memandang remaja berada pada tahap operasional formal. Remaja akan berpikir lebih abstrak serta logis pada tahap ini. Remaja mengembangkan citra tentang hal-hal yang ideal sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstraknya. Berkaitan dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku yang sering ditunjukkan dengan pemikiran yang kritis, rasa ingin tahu yang kuat, serta jalan pikir remaja yang mengarah pada tipe egosentris. Remaja pada perkembangan ini, memiliki perasaan selalu diperhatikan dan menjadi pusat perhatian orang lain (imagery audience) serta perasaan bahwa dirinya unik dan berbeda dengan orang lain (personal fables) (Kusmiran, 2011). 3) Perkembangan sosial Keinginan menjadi mandiri akan timbul dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua dan ketergantungan secara emosional pada orang tua. Remaja pun mulai mencari pengakuan dari luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya sehingga wajar jika tingkah laku dan norma yang dipegang remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Remaja, di sisi lain, masih tergantung pada orang tuanya
21
(Kusmiran, 2011). Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku, lebih besar dibandingkan pengaruh keluarga, hal itu dapat dimengerti karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah (Hurlock, 2010). 4) Perkembangan emosional Perkembangan emosi pada remaja awal menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental
(mudah
sedih/murung),
sedangkan
tersinggung/marah remaja
akhir
atau
mudah
sudah
mampu
mengendalikan emosinya. Pencapaian kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosioemosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan, atau ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2010). Hurlock (2010) juga menjelaskan perubahan emosi juga dipengaruhi oleh kondisi sosial. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
22
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Ketidakstabilan emosi tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku yang baru dan harapan sosial
yang
baru.
Hurlock
(2010)
dalam
bukunya
juga
menambahkan bahwa kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil juga merupakan ciri-ciri bagian awal masa pubertas. Remaja, pada masa ini merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa pramenstruasi dan awal periode menstruasi. 5) Perkembangan moral Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok. Remaja juga perlu membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan dapat mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 2010). Tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan anak melalui pengalaman atau interaksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Mereka sudah mengenal tentang nilai-nilai moral atau
23
konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya) (Yusuf, 2010). 6) Perkembangan kepribadian Masa remaja merupakan masa berkembangnya identity (jati diri). Jati diri ini dapat dikatakan sebagai aspek sentral bagi kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari tujuantujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. Faktorfaktor dan pengalaman yang tampak membuat terjadinya perubahan kepribadian, meliputi:
Perolehan pertumbuhan fisik seperti orang dewasa
Kematangan seksual yang disertai dorongan dan emosi baru
Kesadaran terhadap diri sendiri
Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual
Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi remaja (Yusuf, 2010).
7) Perkembangan heteroseksual Ciri penting dari perkembangan heteroseksual remaja, yaitu adanya minat terhadap lawan jenis yang semakin kuat disertai keinginan kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis.
24
Remaja juga mulai mencari-cari informasi tentang kehidupan seksual orang dewasa bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan keinginan bereksplorasi melakukannya. Adanya dorongan seksual dan ketertarikan terhadap lawan jenis membuat perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis (Kusmiran, 2011).
C. Menarche 1.
Pengertian Menarche Balitbankes RI dalam Riskesdas (2010) mengemukakan menarche sebagai tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi. Manuaba dkk (2007) mengungkapkan bahwa menarche adalah menstruasi pertama perempuan yang umumnya terjadi pada usia sekitar 10-11 tahun. Menarche dapat juga dikatakan sebagai onset menstruasi yang terjadi pada usia rata-rata 12 tahun, dengan kisaran normal 8-16 tahun (Norwitz dan Schorge, 2008), sedangkan di dalam kamus Mosby (2006) dijelaskan bahwa menarche sebagai permulaan siklus menstruasi dan biasanya terjadi antara usia 9-17 tahun. Oleh karena itu, menarche dapat disimpulkan sebagai onset menstruasi pertama yang dialami remaja perempuan yang dapat terjadi pada rentang usia 8-17 tahun. Bagi banyak perempuan, menarche terjadi tepat waktu tetapi bagi yang lain menarche terjadi lebih cepat atau lambat (Santrock, 2003). Remaja perempuan rata-rata mengalami menarche pada usia 12 tahun
25
namun ada kecenderungan bahwa menarche kini mulai lebih awal daripada 30 atau 40 tahun lalu. Usia menarche dan mungkin masa pubertas telah mengikuti tren sekuler, yaitu terjadi lebih awal rata-rata 23 bulan per dekade (Collins, 2011). Banyak remaja perempuan yang perkembangannya juga mengalami keterlambatan, seperti yang belum mengalami menstruasi sampai berusia 15 tahun, yang biasanya akan datang meminta pertolongan dokter (Santrock, 2003). Collins (2011) juga menjelaskan dalam bukunya bahwa remaja perempuan juga dapat mengalami menarche terlambat yang perlu diwaspadai bila menstruasi belum terjadi dalam jangka waktu 5 tahun setelah payudara tumbuh.
2.
Fisiologi Menstruasi Siklus menstruasi didorong oleh umpan balik antara kelenjar pituitari anterior dan ovarium (Murray dan McKinney, 2006). Siklus menstruasi pertama diyakini pada awal mulanya terjadi berkaitan dengan lepasnya generator denyut GnRH di hipotalamus dari inhibisi sistem saraf pusat. GnRH menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Pelepasan FSH dan LH pun mengalami peningkatan. Ovarium berespon terhadap gonadotropin tersebut sehingga memungkinkan pula terjadinya produksi estrogen dan progesteron. Pengaturan umpan balik positif pada kelenjar hipotalamus dan hipofisis oleh estrogen pada akhirnya akan terbentuk. Kombinasi peristiwa pematangan itu akan menyebabkan terjadinya ovulasi (Heffner dan Schust, 2008).
26
Sebagian besar menarche berlangsung tanpa diikuti ovulasi pada tahun pertama. Siklus menstruasi pada awalnya pun tidak teratur. Siklus tersebut akan menjadi teratur setelah satu tahun atau lebih hingga pada saatnya terjadi ovulasi. Proses ovulasi akan berlangsung terus menerus sepanjang tahun sejak menarche sampai menopause (Cunningham et.al., 2005).
3.
Siklus Menstruasi Hari pertama menstruasi didefinisikan sebagai hari pertama siklus menstruasi (Breslin dan Lucas, 2003; Norwitz dan Schorge, 2008). Lama siklus menstruasi umumnya 28 hari walaupun bervariasi pada tiap perempuan. Perbedaan siklus menstruasi tersebut disebabkan karena variasi perkembangan folikular (Breslin dan Lucas, 2003) Rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 hari (dengan range 36 hari) dan rata-rata kehilangan darah yaitu 50 ml (dengan range antara 20-80 ml) (Wilson dan Perry, 2006). Ovarium akan mengeluarkan 300.000 ovum (sel telur) selama masa perkembangan reproduksi remaja perempuan. Jumlah ovum yang matur pun hanya 500 ovum dan dikeluarkan 1 buah setiap siklus menstruasi (Setiadi, 2007). Siklus menstruasi, di samping memiliki durasi siklus yang berbeda-beda pada tiap remaja, juga akan menyebabkan perubahan fungsional dan morfologis pada endometrium dan ovarium. Siklus menstruasi dibagi menjadi 2 siklus, yaitu a) siklus ovarian dan b) siklus endometrium.
27
Gambar 2.1 Siklus Menstruasi Sumber: Encylopedia Britannica Inc, 2013
a) Siklus ovarian Siklus menstruasi berdasarkan perubahan ovarium (siklus ovarium) dibagi menjadi dua fase, yakni: 1) Fase folikuler Fase folikuler adalah suatu fase sepanjang pematangan ovum. Fase ini dimulai pada hari pertama menstruasi dan berakhir sekitar 14 hari setelahnya. Penurunan estrogen dan progesteron menstimulasi sekresi FSH dan LH oleh kelenjar pituitari anterior. Karena kadar FSH dan LH meningkat dengan cepat, 6-12 folikel de graaf (masing-masing mengandung sebuah ovum yang belum matang/imatur) mulai berkembang, akan tetapi hanya satu folikel yang matang. Folikel matang tersebut akan mensekresi estrogen yang akan menekan sekresi FSH. Penurunan FSH sebelum
28
ovulasi memblok pematangan lebih lanjut dari folikel yang kurang berkembang (Murray dan McKinney, 2006). 2) Fase luteal Fase luteal dimulai segera setelah ovulasi dan berakhir pada awal menstruasi. Fase pascaovulasi pada siklus ovarium ini biasanya berlangsung selama 14 hari (rentang 13 sampai 15 hari). Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi dan menyekresi hormon estrogen steroid maupun progesteron steroid. Bersamaan dengan waktu fungsi luteal puncak
ini,
ovum
yang dibuahi
akan
berimplantasi
di
endometrium. Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, korpus luteum akan mengalami regresi dan kadar hormon akan menurun. Lapisan fungsional endometrium pada rahim (uterus) akan luruh selama menstruasi (Bobak dkk, 2004). Penurunan estrogen dan progesteron menstimulasi kelenjar pituitari anterior kembali untuk mensekresi FSH dan LH yang menginisiasi siklus reproduksi perempuan yang baru (Murray dan McKinney, 2006). b) Siklus endometrium Siklus endometrium dibagi menjadi empat fase, yaitu: 1) Fase menstruasi Fase ini menunjukkan adanya peluruhan endometrium akibat vasokonstriksi periodik pada lapisan atas dari endometrium sehingga menimbulkan perdarahan menstruasi. Lapisan basal endometrium selalu dipertahankan dan regenerasi dimulai
29
menjelang akhir siklus (Bobak dkk, 2004). Durasi fase menstruasi ini sekitar 5 hari dan selama periode menstruasi, perempuan akan kehilangan darah sekitar 40 ml. Karena proses kehilangan darah terjadi berulang-ulang (recurrent), banyak perempuan yang mengalami anemia ringan saat masa reproduksi mereka, terutama jika diet mereka rendah asupan zat gizinya (Murray dan McKinney, 2006). 2) Fase proliferatif Permukaan endometrium pada fase ini secara lengkap kembali normal dalam waktu sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Fase ini berakhir dengan pematangan folikel ovarium (de graaf) dan ovulasi sekitar hari ke-14 (Brooker, 2008). 3) Fase sekretori Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004). Folikel de graaf berubah menjadi korpus rubrum setelah terjadi ovulasi dan dalam waktu singkat diikuti terbentuknya korpus luteum yang akan mengeluarkan dua hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron. Kedua hormon inilah yang mengubah fase proliferasi endometrium menjadi fase sekresi (Manuaba dkk, 2007). Endometrium akan mengalami penebalan dinding akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, dengan pencapaian maksimum ketebalannya sekitar 5-6 mm. Uterus pun dipersiapkan
30
untuk menerima ovum yang matang pada fase ini (Murray dan McKinney, 2006). 4) Fase Iskemik Korpus luteum akan menyusut dan sekresi estrogen dan progesteron ikut menurun jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi. Seiring penurunan kadar progesteron dan estrogen yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Suplai darah ke endometrium fungsional pun berhenti dan terjadi nekrosis selama fase ini. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004).
31
D. Kerangka Teori
Remaja perempuan
Perkembangan heteroseksual
Minat dan keinginan mendapatkan dukungan lawan jenis semakin kuat
Perkembangan kepribadian
Masa berkembangnya jati diri
Perkembangan moral
Nilai moral atau konsep moralitas sudah dikenal oleh remaja
Perkembangan emosi
Sensitif dan reaktif terhadap peristiwa, perubahan mood, gelisah, sedih, cepat marah
Perkembangan sosial
Banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya
Perkembangan kognitif
Berpikir abstrak dan logis, egosentris, imagery audience personal fables - Perubahan ukuran tubuh (TB dan BB) - Pinggul dan bahu mulai melebar - Pembesaran payudara, rambut pubis mulai tumbuh
Perkembangan biologis
- Menarche
Faktor yang mempengaruhi kesiapan menarche: dukungan keluarga, teman sekelas lakilaki, dan latar belakang sosial budaya Bagan 2.1 Kerangka Teori Dimodifikasi dari Hurlock (2010); Santrock (2003); Kusmiran (2011); Yusuf (2010); Chang, Hayter, dan Wu (2010)
Pengalaman menarche pada remaja perempuan
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep Definisi kerangka konsep menurut Hidayat (2008), yaitu kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, menarche merupakan peristiwa penting bagi kehidupan perempuan (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Remaja perempuan yang mengalami menarche akan mengalami berbagai perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial budaya (Chang, Hayter, dan Wu, 2010). Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche pun bermacam-macam. Remaja perempuan umumnya berespon negatif yang ditandai dengan rasa malu dan menyangkal saat menarche. Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja perempun yang dilihat baik dari segi persepsi, respon, perilaku, ataupun tindakan mereka saat menarche. Penelitian tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin mengekplorasi secara mendalam tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan.
32
33
B. Definisi Istilah 1. Pengalaman yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman menarche dalam kehidupan seorang perempuan. 2. Remaja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang yang memasuki periode masa remaja yang berjenis kelamin perempuan dan yang sedang pubertas. 3. Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menandakan remaja perempuan telah mengalami kematangan seksual.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010). Penelitian ini biasanya digunakan untuk menggali fenomena yang dibahas secara mendalam. Fenomenologi digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi penelitian kualitatif ini. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia dan
interpretasi-interpretasi
dunia
(Moleong,
2010).
Pendekatan
fenomenologi juga berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Pendekatan fenomenologi ini penting bagi praktik keperawatan karena keperawatan itu sendiri berhubungan dengan pengalaman kehidupan manusia. Fenomenologi merupakan pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert dan Carpenter, 2003). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenemenologi deskriptif untuk mengetahui pengalaman menarche secara mendalam dan menemukan makna
34
35
menarche yang terkandung dari pengalaman yang dialami oleh remaja perempuan. Spiegelberg
(1975)
dalam
Streubert
dan
Carpenter
(2003)
menjelaskan bahwa fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi tentang pengalaman hidup dengan menekankan pada kekayaan, keluasan, dan kedalaman pengalaman itu sendiri. Spiegelberg mengidentifikasi tiga tahapan proses untuk fenomenologi deskriptif, yaitu tahap intuisi, analisis, dan deskripsi. Langkah pertama, yaitu intuisi, menjadikan peneliti terlibat penuh dalam mengeksplorasi tentang fenomena mengenai pengalaman menarche remaja perempuan. Peneliti pada tahap ini sebagai instrumen melalui proses wawancara mendalam. Langkah kedua, yaitu analisis dan dalam langkah ini peneliti mendengarkan deskripsi individu tentang pengalamannya dari hasil transkripsi kemudian mengidentifikasi esensi fenomena berdasarkan data yang diperoleh. Peneliti kemudian mengeksplorasi hubungan dan keterkaitan antara elemen-elemen tertentu yang ada dalam fenomena tersebut. Tahap ketiga adalah deskripsi, yang bertujuan untuk mengkomunikasikan unsur penting fenomena ke dalam uraian tertulis maupun lisan yang berbeda. Peneliti menguraikan laporan penelitian dalam bentuk narasi dengan didasarkan pada pengklarifikasian dan pengelompokkan pada tiap fenomena.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember tahun 2013 di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Tempat itu menjadi lokasi penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang pengalaman
36
menarche di daerah tersebut dan jumlah remaja perempuan usia 10-19 tahun di kelurahan Cakung Barat tahun 2013 pun cukup banyak, yaitu mencapai 8.126 orang.
C. Partisipan Penelitian Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Partisipan pada penelitian ini yaitu remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini, yaitu: 1.
Remaja perempuan yang berdomisili di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
2.
Memiliki pengalaman menarche minimal satu tahun
3.
Bersedia menjadi partisipan
D. Instrumen Penelitian Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri dengan melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara mendalam.
37
E. Teknik Pengumpulan Data 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013. Peneliti melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data juga dilakukan peneliti menggunakan bantuan alat perekam, alat pencatat, dan membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.
2.
Proses Pengumpulan Data a) Tahap Persiapan Pengumpulan Data Rangkaian proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian kepada pihak-pihak terkait, seperti kepala kelurahan Cakung Barat. 2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak kelurahan, peneliti menemui pihak RW 07 untuk menjelaskan bahwa peneliti ingin melakukan penelitian di tempat tersebut serta mendapatkan persetujuan dari pihak RW. 3) Setelah mendapat persetujuan dari pihak RW 07, peneliti turun ke lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria lalu melakukan penelitian kepada remaja perempuan yang bersedia menjadi partisipan dengan terlebih dahulu melakukan inform consent.
38
4) Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada partisipan sesuai kesepakatan waktu dan tempat, setelah mendapat hasil rekaman wawancara mendalam, peneliti mentranskrip data yang diperoleh. b) Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
melakukan
wawancara
mendalam
kepada
partisipan
Wawancara mendalam (in-depth interview) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007). Pelaksanaan wawancara mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya berjalan lama dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya (Moleong, 2010). Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada partisipan berlangsung selama sekitar 30-50 menit. Peneliti juga tidak hanya melakukan satu kali wawancara dan rata-rata peneliti melakukan wawancara kepada partisipan sebanyak 2-3 kali pertemuan. Peneliti saat melakukan wawancara memperhatikan proses pelaksanaan wawancara, seperti memperhatikan penampilan, memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan peneliti dengan singkat dan jelas. Peneliti juga membuat kontrak waktu dan tempat sebelum memulai wawancara. Kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat perlu peneliti kembangkan agar apa yang didengar secara tepat dapat
39
menunjang pemecahan masalah penelitian (Moleong, 2010). Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai partisipan adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal (Saryono dan Anggraeni, 2010). Kemampuan yang dipersiapkan di atas dapat membuat partisipan lebih terbuka dan meningkatkan kepercayaannya untuk menceritakan pengalaman menarchenya.
F. Keabsahan Data Data yang peneliti peroleh dalam penelitian kualitatif perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan data. Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya (Sugiyono, 2010). Data yang valid mengandung arti bahwa data yang dilaporkan peneliti sesuai dengan data yang memang ada pada obyek penelitian. Reliabilitas data berkaitan dengan konsistensi data yang diperoleh, di mana data yang didapat akan selalu sama hasilnya walaupun dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Dengan demikian, keabsahan data dalam penelitian kualitatif penting diperhatikan agar mendapatkan hasil yang akurat dan obyektif. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif, meliputi: 1.
Kredibilitas (Credibility) Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif, dan pengecekan anggota
40
(member check). Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian menurut Saryono dan Anggraeni (2010), yaitu: a) Memperpanjang masa pengamatan Perpanjangan
pengamatan
memungkinkan
peningkatan
derajat
kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari partisipan serta untuk membangun kepercayaan para partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri. Perpanjangan pengamatan juga membuat peneliti dan partisipan semakin membentuk hubungan yang akrab, terbuka, dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi (Sugiyono, 2010). b) Pengamatan yang terus menerus (persistent observation) Pengamatan ini diperlukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsurunsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. c) Triangulasi Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin (1978) dalam Moleong (2010) membagi teknik triangulasi menjadi 4 macam, yaitu: menggunakan sumber, metode, penyidik, dan teori. Penggunaan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data bila dibandingkan dengan satu pendekatan (Sugiyono, 2010).
41
d) Diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing) Diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Rekan diskusi sebaiknya yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan, terutama tentang isi maupun metodologinya (Moleong, 2010). e) Mengadakan pengecekan anggota (member check) Cara ini yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data serta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono, 2010). Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, tetapi jika data tidak disepakati pemberi data maka peneliti perlu melakukan diskusi pada pemberi data. f) Analisis kasus negatif (negative casa analysis) Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding (Moleong, 2010). g) Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks) Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, seperti hasil
42
wawancara yang perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara (Sugiyono, 2010). Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peer debriefing, dengan cara berdiskusi kepada orang yang berpengalaman terhadap isi dan metodologi penelitian, yaitu kepada pembimbing. Peneliti juga melakukan member check, di mana peneliti kembali ke lapangan dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi terhadap data yang sudah diperoleh dengan menanyakan kembali kepada partisipan. 2.
Transferabilitas (Transferability) Uji ini mengandung arti bahwa data yang dilaporkan dapat diterapkan atau diberlakukan di tempat yang lain. Tempat lain tersebut juga harus memiliki karakter yang hampir sama dengan obyek penelitian sebelumnya (Lapau, 2012). Peneliti dalam melakukan uji transferabilitas harus memberikan uraiaan yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.
3.
Dependabilitas (Dependability) Pengujian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Tata cara itu dilakukan oleh auditor atau pembimbing yang sudah ahli di bidangnya untuk mengaudit keseluruhan aktivitas penelitian dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data sesuai hasil wawancara mendalam. Peneliti juga menyediakan segala macam pencatatan yang
43
diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia untuk dipelajari oleh pembimbing (auditor), dalam hal ini melibatkan pembimbing I dan II untuk mereview hasil penelitian. 4.
Konfirmabilitas (Confirmability) Pengujian ini disebut juga uji obyektivitas penelitian. Hasil penelitian dikatakan obyektif bila disepakati oleh banyak orang. Uji konfirmabilitas ini berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, hasil penelitian ditelusuri oleh pembimbing untuk memastikan bahwa hasil temuan sesuai dengan data, melihat derajat ketelitian peneliti, dan menelaah kegiatan peneliti dalam memeriksakan keabsahan data.
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data berdasarkan Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003), meliputi: 1.
Peneliti mengorganisasikan data atau gambaran tentang fenomena yang diteliti, yaitu mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
2.
Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada partisipan dan membuat transkrip dari hasil wawancara partisipan sesuai fenomena yang diteliti, yaitu mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
3.
Peneliti membaca semua hasil transkrip partisipan secara berulang-ulang dari fenomena yang dialami partisipan, yakni mengenai pengalaman menarche remaja perempuan.
44
4.
Peneliti membaca transkrip kembali dan mencari pernyatan-pernyataan penting dari setiap pernyataan partisipan.
5.
Peneliti menentukan makna dari setiap pernyataan penting dari semua partisipan.
6.
Peneliti
mengorganisasikan
data
yang
terkumpul
dan
mengelompokkannya ke dalam suatu kelompok tema. 7.
Peneliti menulis hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskriptif secara lengkap, dengan melakukan analisis detail tentang perasaan partisipan dan perspektif yang terkandung dalam tema.
8.
Peneliti kembali ke lapangan dan menanyakan partisipan kembali untuk validasi dari hasil deskripsi yang telah dibuat
9.
Jika terdapat data baru selama dilakukannya validasi, peneliti akan menggabungkan data tersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat peneliti.
45
Memiliki gambaran fenomena yang diteliti secara jelas
Mengumpulkan data melalui wawancara dan membuat transkrip hasil wawancara dengan partisipan
Membaca semua hasil transkrip partisipan secara berulang-ulang
Mencari pernyataan-pernyataan penting dari setiap pernyataan partisipan
Menentukan makna dari setiap pernyataan penting dari semua partisipan
Mengelompokkannya ke dalam suatu kelompok tema
Menulis hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskriptif secara lengkap
Kembali ke partisipan untuk validasi data deskripsi yang dibuat
Jika terdapat data baru saat validasi, gabungkan data tersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat
Bagan 4.1. Teknik Analisis Data Sumber: Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003)
46
H. Etika Penelitian Setiap
penelitian
harus
menjunjung
tinggi
etika
penelitian.
Notoatmojdo (2010) mengemukakan prinsip dasar etika penelitian, meliputi : 1.
Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Prinsip ini mengedepankan pemberian penjelasan agar partisipan mengetahui maksud, tujuan, maupun manfaat penelitian. Peneliti meminta ijin terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan partisipan (inform consent).
2.
Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality) Setiap individu memiliki hak privasi. dalam hal ini untuk menjaga kerahasiaan, peneliti akan merahasiakan identitas partisipan. Peneliti menggunakan inisial dalam penyajian data hasil penelitian.
3.
Keadilan dan inklusivitas (respect for justice/inclusiveness) Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memberikan perlakuan yang sama pada setiap partisipan dan tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, dsb. Prinsip keterbukaan (inklusivitas) dilakukan peneliti dengan terbuka menjelaskan prosedur penelitian.
4.
Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat maupun partisipan sendiri. Peneliti juga perlu berusaha untuk meminimalkan dampak yang merugikan.
BAB V HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang “Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur” yang telah dilakukan kepada enam partisipan melalui wawancara mendalam. Hasil wawancara kemudian diolah melalui proses analisis data sehingga ditemukan beberapa tema yang muncul. Hasil penelitian ini ditampilkan peneliti dengan mendeskripsikan tema-tema yang muncul dari hasil penelitian secara naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Cakung merupakan kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu berjumlah 503.174 jiwa. Kecamatan ini memiliki 7 kelurahan dengan jumlah RW sebanyak 84 RW. Kelurahan Cakung Barat merupakan salah satu kelurahan yang berada di bawah naungan kecamatan Cakung. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 612,43 Hektar. Jumlah penduduk di kelurahan Cakung Barat tahun 2013, yaitu sebanyak 66.083 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 21.393 KK. Kelurahan Cakung Barat terdiri dari 10 RW dan
RW 07
merupakan salah satu RW dengan jumlah RT terbanyak dibandingkan RW lainnya, yaitu sebanyak 18 RT. Jumlah penduduk remaja perempuan (usia 1019 tahun) di kelurahan Cakung Barat ini pun terbilang cukup banyak yaitu sebesar 8.256 jiwa (Laporan data kelurahan Cakung Barat, 2013).
47
48
B. Hasil Penelitian 1.
Karakteristik Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan yang bertempat tinggal di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur yang telah memiliki pengalaman menarche dengan karakteristik masingmasing partisipan yaitu: Karakteristik Partisipan
Usia
Agama
P1
16 tahun
P2
Islam
Pendidikan saat ini Kelas 2 SMK
Suku Bangsa Betawi
Usia menarche 13 tahun
17 tahun
Islam
Kelas 2 SMA
Batak
12 tahun
P3
16 tahun
Islam
Kelas 2 SMA
Batak
13 tahun
P4
13 tahun
Islam
Kelas 2 Mts
Betawi
9 tahun
P5
13 tahun
Islam
Kelas 2 Mts
Betawi
9 tahun
P6
13 tahun
Islam
Kelas 2 Mts
Jawa
12 tahun
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan
Partisipan pertama (P1) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMK, suku Betawi, usia pertama kali menarche 13 tahun Partisipan kedua (P2) berusia 17 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kali menarche 12 tahun Partisipan ketiga (P3) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kali menarche 13 tahun Partisipan keempat (P4) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kali menarche 9 tahun
49
Partisipan kelima (P5) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kali menarche 9 tahun Partisipan keenam (P6) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Jawa, usia pertama kali menarche 12 tahun
2.
Hasil Analisis Tematik Hasil analisis tematik mengidentifikasi sembilan tema pada penelitian ini. Berbagai tema yang didapat terkait pengalaman menarche remaja perempuan, yaitu: 1) makna menarche pada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi, serta 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan. Berikut penjelasan lebih rinci tentang tema-tema tersebut. Tema 1. Makna Menarche pada Remaja Perempuan Makna menarche pada remaja perempuan cukup bervariasi. Masing-masing remaja memiliki pandangannya tersendiri tentang arti menarche bagi kehidupannya. Hasil wawancara mendalam kepada enam partisipan dalam penelitian ini menemukan makna menarche, yaitu 1) peristiwa keluarnya darah, 2) peristiwa menuju masa kedewasaan, 3) menjadi seorang perempuan dewasa, 4) tanda fertilitas, dan 5) tanda
50
mulai memikul dosa. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing makna: a) Peristiwa keluarnya darah Empat dari enam partisipan memaknai menarche sebagai peristiwa keluarnya darah. Adapun salah satu ungkapan dari partisipan yang mengalami menarche di usia 12 tahun, yakni sebagai berikut: “...haid pertama itu ya pertama kali mengalami menstruasi… keluar darah, dari, dari situ, dari vagina...” (P2) b) Peristiwa menuju masa kedewasaan Semua partisipan berpendapat bahwa menarche merupakan peristiwa menuju masa kedewasaan. Partisipan mengungkapkan bahwa setelah mengalami menarche, merasa mulai menjadi orang dewasa karena sebelumnya menganggap bahwa diri mereka masih sebagai anak-anak, seperti yang diungkapkan partisipan berikut ini: “...ngerasa kayak udah bener-bener kayak orang dewasa, kayak kita udah ngelewatin masa kanak-kanak, masa kanak-kanaknya itu emang bener-bener ditinggalin kayak mau maen ama anak kecil lagi aja kayaknya udah ngerasa ga pantes aja, kayaknya udah dewasa gitu...” (P2) “Hmm, itu tanda-tanda mau dewasa kan jadi harus berubah… kan kalo, mungkin kalo belum itu (menstruasi) kan, hmm, masih kayak anak-anak terus kan setelah menstruasi kayak udah dewasa…” (P4) c) Menjadi seorang perempuan Satu partisipan mengatakan bahwa ia merasa menjadi seorang perempuan setelah ia mengalami menarche. Hal ini seperti yang diungkapkan partisipan berusia 17 tahun pada ungkapan berikut ini: “…cuma tau aja, kalo Aku tuh udah bener-bener cewe cuman dulu Aku rada-rada kecowo-cowoan tomboy gimana gitu (tampak
51
tersenyum) terus pas udah ngerasa lain (menstruasi) kayaknya ya bener-bener cewe banget gitu…” (P2) d) Tanda fertilitas Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa remaja perempuan memiliki risiko untuk hamil setelah mengalami menarche. Partisipan juga mengungkapkan bahwa hal itu terjadi akibat dari pergaulan yang bebas. Berikut adalah ungkapan partisipan: “…setau Aku kalo udah haid itu, maksudnya kalo pergaulannya udah itu, bisa hamil gitu kan, soalnya kita udah haid, setau Aku kalo pergaulannya terlalu bebas gitu kan bisa hamil...” (P3) “...biasanya sih harus jaga baik-baik gitu, jangan main-main yang bergaul sembarangan, nanti misalkan udah bergaul sembarangan takutnya hamil gitu...” (P6) e) Tanda mulai memikul dosa Lima dari enam partisipan mengungkapkan bahwa setelah mengalami menache,
segala
perbuatan
dan
dosa
yang
dilakukan
akan
dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. Salah satu partisipan pun ada yang mengungkapkan bahwa sebelum menarche dosa ditanggung oleh orang tua namun setelah menarche segala sesuatunya akan ditanggung diri sendiri. Adapun pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan terkait makna menarche ini, yaitu: “…udah nanggung jawab dosa sendiri, ga ditanggungjawabin lagi sama orang tua...” (P1) “...kalo udah haid itu kan dosanya udah ditanggung sendiri jadi sholatnya ga boleh ditinggalin...” (P3) “...haid ya tanda baligh seorang perempuan… kalo udah haid itu biasanya katanya sih dosanya kan udah nanggung sendiri…” (P5)
52
Tema 2. Dominasi Perasaan Remaja Perempuan saat Menarche Keadaan psikologis remaja perempuan saat mengalami menarche dihadapi dengan berbagai macam perasaan. Para partisipan penelitian ini mengungkapkan perasaannya saat menarche, didominasi dengan perasaan bingung, kaget, panik, takut, bad mood, dan hanya sebagian kecil yang merasa senang. Adapun ungkapan rinci partisipan sebagai berikut. a) Merasa bingung Lima dari enam partisipan menyatakan bahwa mereka merasa bingung saat mengalami menarche. Sebagian besar partisipan masih belum mengetahui apa yang harus dilakukannya pada saat itu. Berikut adalah beberapa ungkapan partisipan: “…kok keluar kayak gini gitu, terus pas itu kan bingung juga tuh, terus kalo keluar kayak gini pake apa, gitu kan… ” (P3) “...bingung hehe pertamanya… ya dikirain itu apaan, namanya juga anak kecil jadi dikiranya itu kayak apa ya, kan ada gumpalan darah gitu, kirain apa…” (P5) b) Merasa kaget Empat dari enam partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa pada saat mengalami menarche, mereka merasa kaget, seperti yang diungkapkan partisipan berusia 16 tahun dengan pengalaman menarchenya 3 tahun yang lalu, yaitu: “…terus tiba-tiba jam 9 eh jam setengah 9 lah bangun, terus abis itu kaget tiba-tiba keluar darah, ga tau kenapa...” (P1)
53
c) Merasa panik Dua orang partisipan dalam penelitian ini merasa panik saat mengalami menarche dan masih belum meyakini bawa dirinya sedang mengalami menarche, seperti yang dikemukakan salah satu partisipan berusia 17 tahun, dengan ungkapan sebagai berikut: “...pertama-tama itu kan ngerasa kayak... kayak ada yang keluar begitu aja terus ga tau itu apa, pas ke toilet pas mau berangkat sekolah kan langsung ke toilet, langsung kayak ada gitu kan, panik ya, terus langsung panik…” (P2) d) Merasa takut Empat dari enam partisipan menyebutkan bahwa mereka merasa takut saat menghadapi menarche. Salah satu dari partisipan merasa takut karena mengira jika darah yang keluar tersebut akibat adanya pendarahan atau luka di bagian dalam tubuhnya. Ungkapan yang diutarakan partisipan, antara lain: “...perasaannya takut sih…” (P6) “...takutnya tuh kayak yang pendarahan-pendarahan kayak gitu, takut luka dari dalemnya kan terus takut kayak apa ya namanya, kayak ga subur gitu lah (raut wajah tampak meringis), pokoknya takut ga subur gitu lah kesuburannya...” (P1) e) Merasa Bad mood Semua partisipan mengemukakan bahwa saat menarche, perasaan bad mood juga dirasakan partisipan sehingga membuat malas untuk beraktivitas. Partisipan cenderung memilih berdiam diri saja tanpa melakukan kegiatan apa-apa.
54
Beberapa ungkapan dari partisipan yang saat ini berada di kelas 2 SMA, yaitu: “...perasaannya itu kayak bête terus males ngapa-ngapain, rasanya ngeliat orang aja males gitu, makanya kalo sekolah waktu itu maunya tiduran aja di bangku, males keluar gitu kan...” (P2) “...pokoknya itu perasaannya ga enak, pokoknya kalo lagi haid gitu bad mood mulu, iya, semuanya tuh males, orang kalo udah duduk aja tuh berdiri males, maunya duduk, udah PW aja...” (P3) f) Merasa senang Salah seorang partisipan mengungkapkan bahwa ia turut senang ketika sudah mengalami menarche. Hal itu dikarenakan diantara temantemannya hanya dia saja yang belum menstruasi saat itu sehingga setelah merasakan bagaimana itu menarche ia pun merasa senang, seperti yang diungkapkan remaja yang bersekolah di SMK kelas 2 saat ini, sebagai berikut: “...iya seneng… udah kayak temen-temen, udah sama lah satu ituan, pokoknya diantara temen-temen Aku doang yang belum, ya makasih bangetlah gitu, udah, udah sama…” (P1)
Tema 3. Kesiapan Remaja Perempuan saat Menarche Lima dari enam partisipan dalam penelitian ini belum siap saat menghadapi menarche dan hanya satu partisipan yang menyatakan siap saat menghadapi menarche. Sebagian besar partisipan masih belum mengerti tentang menstruasi saat mengalami menarche. Adapun ungkapan, yang diutarakan partisipan, yakni: “...belum siap apa-apa, belum ngerti pokoknya, belum ngerti pengetahuan itunya, pokoknya masih polos lah” (P1) “...ga sama sekali (ada persiapan)… soalnya juga ga mikir kalo sampe kayak begini gitu, ga tau kalo cewe sampe kayak begini, kirain Aku tuh
55
cuma sedikit atau kayak gimana ternyata ampe beberapa hari kan ampe seminggu...” (P2) Dua diantara partisipan tersebut, ada yang mengalami menarche di umur 9 tahun dan merasa belum siap karena tidak menyangka akan mengalami menarche di usianya saat itu yang dianggap tergolong cepat, seperti yang diutarakan salah satu partisipan yang saat ini berada di jenjang pendidikan kelas 2 MTs, yakni: “...belum siap sih sebenernya, tapi ya udah, udah keluar, waktu itu kan ga, ga nyangka gitu kalo mensnya bakalan cepet banget...” (P4) Satu dari enam partisipan, di sisi lain mengatakan bahwa sudah merasa siap pada saat menarche. Partisipan tersebut mengatakan bahwa ia sudah siap karena sudah mengetahui informasi tentang menstruasi, seperti yang diutarakan partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, sebagai berikut: “...udah siap… ya karena udah pada.. hm.. soalnya udah tau gitu kalo.. kalo apa namanya, kalo haid itu bagaimana gitu... (P6)
Tema 4. Perubahan Remaja Perempuan setelah Menarche Remaja dalam tahap perkembangannya perlu menyesuaikan diri terhadap segala perubahan yang terjadi pada dirinya, salah satunya yaitu perubahan fisik yang turut mempengaruhi body image. Partisipan pada penelitian ini, umumnya mengungkapkan bahwa terdapat perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya setelah menarche. Hasil analisis wawancara mendalam yang dilakukan peneliti didapatkan dua subtema, antara lain: perubahan fisik dan perubahan emosional.
56
a) Perubahan fisik Semua partisipan mengemukakan bahwa mereka juga merasakan macam-macam perubahan fisik yang terjadi setelah menarche. Setiap partisipan mengungkapkan adanya perubahan pada bentuk tubuh yang dirasakan setelah menarche, meliputi badan bertambah besar atau gemuk, payudara bertambah besar, pinggul membesar, tumbuh rambut-rambut di sekitar kemaluan. 1) Badan bertambah besar atau gemuk Lima dari enam partisipan mengatakan tubuhnya bertambah besar atau gemuk secara perlahan setelah mengalami menarche hingga terjadi kenaikan pada berat badannya. Hal itu seperti ungkapan partisipan berusia 16 tahun dan 13 tahun, yakni: “...rada gemuk, ya gemuk banget, kayak gede di sini nih (sambil memegang paha), pake bajunya sempit, pake celana juga sempit…” (P1) “...badannya... lebih gemukan...tadinya 38 jadi 41...” (P6) 2) Payudara bertambah besar Lima partisipan menyebutkan payudaranya semakin lama turut mengalami perkembangan, seperti yang diutarakan oleh partisipan yang saat ini bersekolah di SMA kelas 2, yaitu: “...rasanya bentuk tubuh aja udah kayak ngebentuk… kayak payudaranya, mungkin dulu pas lagi SD kelas 4 kan masih kecilkecil biasa gitu rata, pas udah haid itu bener-bener perkembanganny,a emang bener gitu dari bentuknya…” (P2) Salah seorang diantara partisipan ada yang mengatakan bahwa ia kurang nyaman saat merasakan tahap perkembangan payudaranya
57
karena turut merasakan nyeri saat payudara tersentuh. Berikut adalah ungkapan partisipan berusia 16 tahun, yakni: “...kayaknya tuh berasa aneh juga jadinya… kayak misalkan ininya (payudara) lebih menonjol gitu ya tapi ga enak juga gitu waktu pertama-tamanya itu, kalo pertama-tamanya itu kalo kena bantal dikit aja sakit banget...” (P3) 3) Pinggul membesar Semua partisipan penelitian ini mengungkapkan bahwa pinggul pun mengalami perkembangan yang dirasakan semakin besar. Hal ini seperti yang dinyatakan salah satu partisipan yang mengalami menarche pada usia 9 tahun, yakni sebagai berikut: “…terus pinggul membesar, pinggulnya besar…” (P4) 4) Tumbuh rambut-rambut di sekitar kemaluan Salah seorang partisipan secara terbuka mengungkapkan bahwa ia juga merasakan perubahan lain yang dirasakan, yaitu tumbuhnya bulu-bulu di sekitar kemaluannya. Adapun pernyataan yang disampaikan partisipan yang memiliki pengalaman menarche satu tahun yang lalu, yaitu sebagai berikut: “...apa namanya, numbuhnya bulu-bulu sekitar tubuh di kemaluan...” (P6) Berdasarkan berbagai macam perubahan fisik yang terjadi, masing-masing
partisipan
memiliki
responnya
sendiri
dalam
menanggapi perubahan bentuk fisik yang dialami. Respon partisipan terhadap perubahan bentuk tubuhnya, diantaranya yaitu empat dari enam partisipan merasa malu terhadap perkembangan tubuhnya, baik merasa malu karena badan menjadi bertambah besar atau gemuk
58
maupun saat memakai baju yang ketat karena dapat memperlihatkan bentuk tubuhnya, seperti yang disampaikan partisipan pada ungkapan di bawah ini: “...ya malu kalo apa-apa gitu, pake celana ini juga malu (menunjuk ke arah celana pendek yang dipakai...)” (P1) “...ah mungkin pertama-tamanya, karena itu yak, bagian apa sih, payudaranya waktu itu, rasanya malu ga mau make kayak baju apa sih, yang ketat gitu kan jadinya biar ga terlalu keliatan…” (P2) Respon salah seorang partisipan juga ada yang menunjukkan ketidaksenangannya pada tubuh karena merasa badan bertambah besar atau gemuk. Adapun ungkapan partisipan berusia 13 tahun tersebut adalah sebagai berikut : “...ya kayak risih gimana gitu, kayak dibilang gemuk itu...” (P4) Satu dari enam partisipan selain merasa malu ia juga mengatakan bahwa ia merasa canggung dengan bentuk fisiknya yang merasa lebih besar dibandingkan teman-teman yang lain. Berikut ini adalah ungkapan dari partisipan yang mengalami menarche saat berusia 9 tahun dan saat ini menimba ilmu di MTs kelas 2: “...ya canggung kadang, kadang ada rasa malunya juga gitu kalo lagi ngumpul-ngumpul bareng, beda aja sendiri ama yang lain kalo lagi ngumpul-ngumpul…” (P5) Sebagian
kecil
partisipan
merespon
perubahan
bentuk
tubuhnya dengan menganggap aneh perubahan yang terjadinya pada dirinya. Berikut adalah ungkapan-ungkapan dari partisipan: “…iya kayaknya tuh berasa aneh juga jadinya...” (P3) “… ya bisa berubah gitu, kok bisa berubah...” (P6)
59
b) Perubahan emosional Peneliti mendapatkan partisipan dalam penelitian ini juga mengalami adanya perubahan pada aspek emosionalitasnya, yaitu menjadi lebih sensitif dan memiliki perasaan tertarik dengan lawan jenis. 1) Menjadi lebih sensitif Semua partisipan berpendapat bahwa mereka menjadi mudah marah saat menstruasi berlangsung. Adapun salah satu ungkapan dari partisipan yang saat ini menempuh pendidikan kelas 2 MTs dengan pengalaman menarchenya 4 tahun yang lalu, yaitu: “...jadi gampang marah, ya kan kalo, pas sebelum haid mungkin ga cepet marah tapi kalo setelah haid cepet banget marah…” (P4) Tiga dari enam partisipan pun mengemukakan bahwa perasaan menjadi mudah tersinggung setelah mengalami menarche. Adapun beberapa ungkapan dari partisipan, yaitu: “…mudah labil terus kalo, kalo temen ngomong dikit aja kadang juga sensitif, kayaknya perasaannya tuh sensitif banget...” (P3) “...pernah, bukan ga sengaja sih emang kayak reflek aja pas dia (temen) ngatain, Aku tampar (raut muka tampak marah) lagi kan kesel aja tiba-tiba dia ngomong kayak gitu, ‘ih cie cie lagi itu ya, lagi haid’... ” (P2) “...ya, pernah sih ampe ngedorong temen… lagian orang lagi kayak gini diledekin, yaudah didorong aja...” (P4) 2) Memiliki perasaan tertarik dengan lawan jenis Satu dari enam partisipan mengungkapkan bahwa setelah menarche, ia juga merasakan adanya ketertarikan terhadap lawan jenis.
60
Berikut adalah salah satu ungkapan partisipan kelas 2 SMA: “... udah mulai suka-suka gitu, biasanya kan kalo belum ngerasain haid kan ga begitu banget, waktu SMP tuh lebih sering dibandingkan yang sekarang... kalo sekarang biasa aja gitu ga, ga terlalu kayak waktu SMP, kalo SMP itu kan dulu labil banget...” (P3)
Tema 5. Ketidaknyamanan Remaja Perempuan saat Menarche Partisipan dalam penelitian ini melalui wawancara mendalam mengungkapkan adanya ketidaknyamanan yang dialami saat menarche. Adapun ketidaknyamanan dalam penelitian ini terbagi dalam dua subtema,
meliputi
ketidaknyamanan
fisik
dan
ketidaknyamanan
situasional. Penjabaran masing-masing subtema akan dijelaskan lebih rinci pada penjelasan berikut ini. a) Ketidaknyamanan fisik Semua
partisipan
mengeluhkan
ketidaknyamanan
fisik
saat
mengalami menarche dengan keluhan yang berbeda-beda. Adapun ketidaknyamanan yang dirasakan partisipan, diantaranya: 1) Badan terasa sakit Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa badan terasa sakit saat menarche, seperti yang diutarakan partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, seperti ungkapan di bawah ini: “...biasanya sih sakit-sakit badannya… kadang-kadang suka pegeeel banget gitu, kayaknya badannya tuh pegel-pegel aja, padahal, padahal kan dibawa duduk…” (P2) 2) Merasakan nyeri perut Semua partisipan mengungkapkan adanya nyeri perut saat menarche dan tiga dari enam partisipan merasakan nyeri perut
61
yang dirasa berlebihan hingga menyebabkan mereka menangis karena menahan nyeri tersebut. Adapun ungkapan dari salah satu partisipan berusia 16 tahun adalah sebagai berikut: “...pertamanya perutnya sakit-sakit, sakit perutnya juga aneh, agak berlebihan gitu, kadang sampe guling-guling, nangis-nangis, kayaknya tuh kayak dipelintir-pelintir gitu perutnya...” (P3) 3) Merasa pusing atau sakit kepala Empat partisipan menyatakan bahwa terkadang kepala terasa pusing saat menarche, seperti ngkapan yang dikatakan oleh salah satu remaja berusia 13 tahun, yakni: “…abis itu ya kadang palanya pusing… nyut-nyutan gitu...” (P5) 4) Merasa mual Satu dari enam partisipan mengungkapkan bahwa saat menarche merasa seperti mual. Adapun ungkapan yang dinyatakan partisipan yang saat ini menempuh pendidikan kelas 2 SMK, yaitu: “...terus kayak eneg… terus uwe uwe, kayak eneg, kayak muntah cuman ga keluar gitu...” (P1) 5) Nafsu makan menjadi berkurang Hasil dari wawancara mendalam kepada semua partisipan didapatkan lima dari enam partisipan merasa tidak nafsu makan saat sedang mengalami menarche. Sebagian besar partisipan mengemukakan bahwa saat sedang mentruasi cenderung tidak selera untuk makan, akan tetapi ada satu partisipan yang pada saat menarche tidak nafsu makan dikarenakan adanya perasaan mual.
62
Adapun pernyataan dari partisipan, antara lain: “…ga mood-mood makan, kalo makan maunya eneg gitu, yang biasanya tuh 1 piring cuma ga banyak juga sih cuma jadi setengahnya lah...” (P1) “Males makan juga, ga ada nafsu makan, kalo ga nafsu makan emang sesuai mood aja, kalo ga nafsu…” (P3) b) Ketidaknyamanan situasional Para partisipan penelitian ini, secara keseluruhan, menekankan bahwa mereka merasakan ketidaknyamanan pada situasi tertentu. Hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada semua partisipan didapatkan dua kategori dalam subtema ini. Adapun uraian secara rincinya, yaitu: 1) Ketidaknyamanan saat memakai pembalut Semua partisipan dalam penelitian ini merasa tidak nyaman saat menstruasi karena dirasa ada yang mengganjal ketika memakai pembalut sehingga kurang dapat bergerak bebas, seperti yang diungkapkan seorang partisipan berusia 17 tahun berikut ini: “…bergerak aja tuh ga bebas gitu karena ada, mungkin karena kayak pake pembalut, kayak gitu… kalo make pembalut itu kayak ngerasa ada yang ganjel-ganjel, kayaknya ga nyaman aja gitu kalo kita bergerak…” (P2) 2) Kekhawatiran saat menstruasi berlebih Empat dari enam partisipan menyampaikan bahwa mereka merasa tidak nyaman ketika merasakan darah menstruasi yang keluar banyak, terutama saat berpindah dari posisi duduk ke posisi berdiri.
63
Berikut ungkapan yang disampaikan oleh partisipan berusia 16 dan 13 tahun: “…kalo duduk ga enak banget, udah gitu berdirinya males, soalnya itu kalo pas berdiri, kalo kita udah berdiri itu kayaknya darahnya langsung serr gitu...” (P3) “...pas saat duduk itu risih, ama berdiri, kayak keluar gitu, darah haidnya itu keluar…” (P6)
Tema
6.
Upaya
Remaja
Perempuan
dalam
Mengatasi
Ketidaknyamanan saat Menarche Banyak hal yang dapat dilakukan oleh remaja perempuan untuk mengatasi berbagai macam keluhan yang dirasakan saat menarche. Hasil wawancara mendalam kepada partisipan didapatkan beberapa temuan upaya partisipan dalam mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan yang dibagi
ke
dalam
dua
subtema,
meliputi
upaya
mengatasi
ketidaknyamanan fisik dan upaya mengatasi pengeluaran darah menstruasi yang berlebih. a) Upaya mengatasi ketidaknyamanan fisik 1) Minum obat Tiga dari enam partisipan mengutarakan bahwa mereka meminum obat untuk mengurangi nyeri perut ataupun sakit kepala yang dirasakan saat menarche dan obat yang dikonsumsi masing-masing partisipan pun bebeda-beda jenisnya. Adapun beberapa pernyataan partisipan, yaitu: “...Saya minum obat, obat.... (tampak berpikir) ah iya, asam mefanat, iya, cuman itu, cuman ngilangin nyeri doang, nyerinya cuman sementara abis itu udah selesai, udah ga nyeri-nyeri sama sekali, sama udah bisa aktivitas...” (P1)
64
“…minum promag gitu, emang udah kalo minum promag itu rasanya perutnya ga begitu sakit lagi, padahal sih bukan lambungnya yang sakit, emang dari awalnya itu Aku udah andelannya promag...” (P3) “...ya minum bodrex, satu kali, ngilangin pusing...” (P5) 2) Minum jamu Salah seorang partisipan, di sisi lain, memilih untuk meminum jamu yang dibeli dari tukang jamu keliling dibandingkan meminum obat untuk mengurangi nyeri perut. Partisipan tersebut meminum jamu karena tidak suka mengkonsumsi obat untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan, seperti yang diungkapkan partisipan yang memiliki pengalaman menarchenya di usia 12 tahun, pada ungkapan di bawah ini: “...paling kan disuruh mama minum obat, kan Aku kan ga bisa obat gitu, ga suka gitu, paling ga suka minum-minum obat, paling kata mama, ‘Oyaudah, kalau ga minum obat minum jamu aja’ yaudah tukang jamunya dateng terus minum, perutnya jadi anget gitu kan terus jadi lancar gitu…” (P2) 3) Penggunaan air hangat Dua orang partisipan menggunakan air hangat yang ditempatkan di perutnya ketika merasakan nyeri saat menarche. Salah satu partisipan juga menggunakan air hangat dengan meminumnya untuk mengurangi nyeri perut yang dirasakan. Ungkapan partisipan-partisipan tersebut dapat dilihat pada ungkapan berikut: “...ya biasa tiduran, sambil megang botol diisiin air anget” (P5) “...paling banyak minum air anget...” (P3)
65
4) Mengoleskan minyak ke perut Hanya satu partisipan yang mengemukakan bahwa pada saat mengalami nyeri perut saat menarche, ia menggunakan minyak hangat ke area perut yang dirasa dapat mengurangi rasa nyeri, seperti yang diutarakan partisipan yang saat ini duduk di kelas 2 MTs, yakni sebagai berikut: “...ya kayak bilang ke mama, katanya suruh kasih minyak telon...” (P6) 5) Didiamkan saja Dua partisipan dalam penelitian ini tidak mengkonsumsi obat untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Partisipan cenderung untuk mendiamkannya saja. Berikut ini adalah salah satu ungkapan dari partisipan yang berusia 13 tahun, yaitu: “...ga pernah minum obat, ya diemin aja gitu...” (P4) 6) Mendistraksi rasa sakit dengan melakukan kegiatan yang disukai Setiap partisipan memiliki cara tersendiri untuk dapat melupakan ketidaknyamanan yang dirasakan, yaitu dengan melakukan kegiatan-kegiatan
yang
disenangi
yang
diharapkan
dapat
melupakan sejenak rasa sakit yang diderita. Dua dari enam partisipan memilih untuk jalan-jalan, baik sendiri atau bersama teman untuk mendistraksi rasa nyeri yang dirasakan. Selain itu, tiga partisipan lainnya ada yang memilih untuk mendengarkan musik dan empat partisipan juga menonton tv untuk melupakan rasa sakit yang dirasakan. Satu partisipan memilih untuk bercanda dengan teman-temannya saat merasakan nyeri perut. Adapun cara
66
distraksi yang diungkapkan partisipan dalam penelitian tersebut, dapat dilihat pada ungkapan di bawah ini, diantaranya: “…kadang jalan-jalan sendiri aja gitu biar ga sakitnya ampe terasa banget, kadang jalan-jalan, kadang minta, minta sama temen kan… ama dengerin-dengerin musik gitu biar ga terlalu, iya biar lupa ama sakitnya...” (P2) “...Dengerin musik juga iya, nonton tv… bercanda-canda sama temen itu dipikir bisa mengurangi daripada kita dibawa diem atau apa gitu, itu pasti kerasa banget...” (P1) b) Upaya mengatasi pengeluaran darah menstruasi yang berlebih a) Memakai dua pembalut Untuk
mengatasi
ketidaknyamanan
terutama
saat
sedang
mengalami pengeluaran menstruasi yang banyak, empat dari enam partisipan memilih untuk memakai pembalut lebih dari satu terutama saat menstruasi hari pertama pada permulaan siklus menstruasi. Adapun ungkapan partisipan beusia 16 tahun yang saat ini berada di jejang pendidikan kelas 2 SMK, yakni: “...kalo misalnya haid pertama, haid pertama sama haid kedua kan itu pasti banyak ya kan keluarnya, ya jadi kalo, jadi ya double, kalo misalnya udah agak-agak dikit yaudah makenya satu aja… ditumpuk terus kayak ada sayap-sayap gitu biar rada panjang gitu...” (P1) b) Memakai dua lapis celana Dua dari enam partisipan mengatakan tidak pernah memakai pembalut secara double melainkan memilih untuk memakai dua lapis celana.
67
Hal itu mereka lakukan sebagai antisipasi pada saat menstruasi hari pertama yang biasa dirasakan mengeluarkan darah menstruasi yang banyak, seperti yang diutarakan salah satu dari partisipan berikut: “…ga pernah ngelakuin juga kalo double- double gitu, cuman celananya, celana, celana itunya dua...” (P2)
Tema 7. Dukungan Remaja Perempuan saat Menarche Hasil wawancara dalam penelitian ini didapatkan bahwa dukungan remaja perempuan terbagi ke dalam tiga subtema, yaitu dukungan emosional, instrumental, dan informasional. Berikut ini adalah rincian lengkap dari masing-masing subtema. 1. Dukungan emosional Sebagian besar partisipan memperoleh dukungan emosional dari ibunya yang lebih berperan dalam lingkungan keluarga dibanding anggota keluarga yang lain. Lima dari enam partisipan mendapatkan dukungan emosional dari ibunya yang mana ibu dijadikan tempat untuk menceritakan pengalaman menarchenya dan satu partisipan merasa bahwa ibu lah yang terus mendampinginya saat ia mengalami menarche. Adapun ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni: “Mama… kan dia yang sering ada di rumah, setiap pulang... ada dia, setiap pulang sekolah ada dia, setiap berangkat ada dia, merasa didampingilah…” (P1) “Iya, langsung nanya ke mama… ya nanya, ‘Ma itu apaan sih?’ ‘Oh itu namanya haid, nah, berarti udah haid’ oyaudah, yaudah dijalanin aja… ya dari pada dipendem-pendem sendiri mending cerita sama mama… malu (cerita ke ayah) karena dia cowo, cowo ga pernah ngalamin gitu-gitu” (P5)
68
Akan tetapi, satu dari enam partisipan ada juga yang menyatakan bahwa yang lebih dipercaya untuk menceritakan pengalaman menarchenya adalah kakak sepupunya dibandingkan dengan ibunya, seperti yang diungkapkan oleh partisipan yang saat ini kelas 2 SMA: “...Aku paling ceritanya sama kakak sepupu Aku itu doang, soalnya sih emang udah akrab jadi emang ceritanya lebih berani ke dia, kalo ada apa-apa juga suka sama dia dibanding sama mama Aku, ga yang Aku berani cerita selain dia...” (P3) Dua dari enam partisipan pun lebih mempercayakan untuk menceritakan pengalaman menarchenya ataupun berbagi informasi seputar menstruasi kepada temannya, seperti yang diungkapkan partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, yaitu: “Sama teman... kayaknya kalo sama teman itu emang lebih bener, kita kan sama-sama baru, sama-sama baru tau juga kalo haid itu kayak gimana, mungkin jadi kayak curhat gitu kan, dia juga kayak curhat ke Saya, Saya curhat ke dia, jadi lebih plong aja...” (P2) 2. Dukungan instrumental Dukungan instrumental yang diperoleh partisipan pada penelitian ini, berupa penyediaan pembalut ataupun bantuan tindakan dalam menggunakannya. Lima dari enam partisipan mendapatkan dukungan instrumental yang mana pada saat menarche, partisipan mendapatkan bantuan tindakan tentang bagaimana memasang pembalut yang benar dari ibunya. Adapun salah satu ungkapan dari partisipan yang mengalami menarche pada usia 12 tahun, yakni: “…pas mama baru pulang, ‘Mama ini, kayaknya.. mens deh,’ terus katanya,’yaudah ini pake (pembalut), nih kayak gini caranya’....”(P2)
69
3. Dukungan informasional Semua partisipan dalam penelitian ini memperoleh dukungan informasional, baik dari sekolah, orang tua, dan teman. Informasi yang diberikan pun bermacam-macam, baik masalah seputar menstruasi ataupun cara memasang pembalut. Berikut ini adalah ungkapan-ungkapan dari partisipan: “...dari temen... nanya-nanya gitu sakit Aku ama dia sama ga sih... terus dari orang tua (ibu)… dikasih tau juga kan dari dari sekolah pas pelajaran IPA, tentang umurnya terus... tanda-tandanya kalo udah haid nanti kayak gimana perubahan fisiknya...” (P2) “Mama… diajarin tentang haid-haid gitu...” (P4) “(diajari oleh ibu tentang) cara mandi wajibnya terus ya pakai itu, apa pembalut...” (P5) Satu partisipan mengatakan bahwa ia juga mendapat dukungan informasional dari kakak sepupu dan neneknya, Satu partisipan yang lain juga mengungkapkan bahwa ia juga mendapatkan dukungan informasional dari bibinya dan turut mendapat informasi terkait menstruasi melalui pengajian. Hal tersebut seperti yang diungkapkan beberapa partisipan yaitu: “...pertama kali taunya itu dari pelajaran… terus… kakak sepupu… dari nenek... Sholatnya ga boleh ditinggalin, semuanya harus serba rajin ibadah...” (P3) “...diajarin (pasang pembalut) sama encing (bibi)... dari pengajian, setelah menstruasi, kalo mulai dari agama kan dosanya udah ditanggung sendiri...” (P4)
70
Tema 8. Perawatan Diri Remaja Perempuan saat Menstruasi Tema lain yang teridentifikasi dalam penelitian ini adalah mengenai perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi. Setiap partisipan memiliki pengalamannya tersendiri dalam merawat diri saat menstruasi. Perawatan diri yang dilakukan partisipan dalam penelitian ini yaitu menjaga kebersihan tubuh serta menjaga kebersihan pembalut. 1. Menjaga kebersihan tubuh Empat dari enam partisipan mengungkapkan bahwa frekuensi mandi pada masa menarche masih sama seperti biasanya, yaitu 2 kali sehari dan satu partisipan diantaranya mengatakan bahwa saat awalawal menstruasi, ia menghabiskan waktu yang lama ketika mandi. Beberapa ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni: “...mandinya ya, ya itu, pagi ama sore, kalo misalnya nembus, cuman ngebersiin sama ganti pembalut sama ganti daleman aja...” (P1) “...pertama haid kayaknya jadi lama bersih-bersihnya, setengah jam hehe...” (P4) Namun, dua partisipan lainnya mengatakan bahwa saat menstruasi, mereka menjadi lebih sering mandi karena merasa kurang nyaman jika tidak bersih. Berikut ini adalah ungkapan dari partisipan: “…pas udah haid itu rasanya mandi juga sering soalnya kalo haid kan ga enak gitu kalo ga bersih ya, pokoknya asal nembus aja, Aku langsung mandi, karena kan kalo lagi awal-awal itu, masih yang lima bulan awal-awal itu kan Aku rasanya ga nyaman yak, pokoknya pas itu kan nembus, nembus sedikit aja gitu di celana dalem belum keluar, rasanya udah langsung mau mandi aja…” (P2) “Hm.. 3 kali (mandi setiap hari) kalo itu… kadang risih aja gitu, rasanya ga enak aja gitu lengket...” (P5)
71
2. Menjaga kebersihan pembalut Hasil wawancara mendalam kepada partisipan didapat bahwa partisipan juga menjaga kebersihan pembalutnya dengan mengganti pembalut setiap harinya. Lima dari enam partisipan mengganti pembalut 3-4 kali saat awal-awal menstruasi. Adapun ungkapan yang disampaikan partisipan yang saat ini kelas 2 SMK, yaitu: “...kan dijaga kebersihannya jangan terlalu kotor kayak gitu… ya kalo misalnya emang lagi bener-bener banyak ya bisa 4 kali ganti kali yah per hari atau ga 3 gitu...” (P1) Salah satu partisipan, di sisi lain, mengutarakan bahwa di saat awal-awal menstruai, ia pernah mengganti pembalut sebanyak lima kali dalam sehari, seperti yang diungkapkan partisipan yang mengalami menarche saat usianya 13 tahun, yaitu sebagai berikut: “...awal-awalnya sering banget ampe 5 haha, iya waktu pertama kali ya, iya soalnya padahal tuh baru dikit yak tapi keluarnya tuh udah banyak gitu… pas udah terbiasa, eh ternyata dikit juga ya, jadi sehari tiga kali normalnya...’” (P3)
Tema 9. Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui Remaja Perempuan Mitos-mitos seputar menstruasi yang diketahui partisipan dalam penelitian ini, meliputi 1) tidak boleh gunting kuku dan menyisir rambut di depan kaca saat malam hari, 2) tidak boleh buang pembalut sebelum dicuci saat sedang menstruasi, 3) tidak boleh tidur siang saat sedang menstruasi, 4) minum soda saat menstruasi menyebabkan membuat darah menstruasi banyak keluar, 5) jika jempol kaki diinjak teman yang sedang menstruasi maka orang yang terinjak akan ikut menstruasi, dan 6) jika
72
buang air tidak bersih saat menstruasi nanti dijilat setan. Dua dari enam orang
partisipan
menyatakan
bahwa
saat
menstruasi
dilarang
menggunting kuku ataupun sisiran malam-malam saat sedang menstruasi karena beranggapan akan ada makhluk halus yang mengikuti. Dua dari partisipan juga mengatakan bahwa terdapat mitos yang menyebutkan bahwa meminum minuman bersoda saat menstruasi ajan membuat darah menstruasi keluar banyak. Adapun ungkapan mitos-mitos tersebut dari partisipan, yaitu sebagai berikut: “Oh, iya banyak itu, dari, dari, pernah baca katanya kalo misalnya minum-minum bersoda-soda itu lebih banyak... keluarin darahnya, bisa sering-sering... sering gantilah… terus katanya mitosnya lagi kalo misalnya lagi mens itu, jangan sisiran malem-malem terus gunting kuku… takut kali ada yang ngikut-ngikut gitu, hantu... Saya mah gunting kuku, kan kukunya panjang haha, jorok kan kalo ga...” (P1) Empat dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa mereka pernah mendengar mitos dari teman dengan mengungkapkan bahwa jika jempol kaki orang yang sedang menstruasi menginjak jempol kaki teman lainnya, maka temannya tersebut juga akan mengalami menstruasi. Satu partisipan diantaranya juga mengatakan bahwa saat sedang menstruasi tidak boleh tidur siang karena karena darahnya akan naik ke semua pembuluh darah di mata. Adapun ungkapan partisipan tentang mitosmitos itu, yaitu: “Katanya kalo jempolnya diinjek pasti kalo kena nanti akan, nantinya bakal haid, tapi kayaknya ga tuh… kalo lagi haid setau Aku dari orangorang ga boleh tidur siang.. katanya sih nanti darahnya itu naik semua ke pembuluh mata haha tapi kalo Aku pikir ga masuk akal juga...” (P3) Tiga partisipan juga mengemukakan bahwa mereka pernah mendengar mitos yang menceritakan bahwa seorang perempuan tidak
73
boleh membuang pembalut saat menstruasi sebelum dicuci karena dipercaya akan dijilat oleh setan. Berikut adalah satu ungkapan dari partisipan berusia 17 tahun, yaitu: “Katanya kan kalo orang haid mitosnya itu ga boleh buang pembalut kalo belum dicuci… diceritain ama orang-orang, apa sih, ama tementemen sebaya gitu, jangan dibuang dulu sebelum dicuci ntar masa ada tau yang buang terus tiba-tiba darahnya udah ga ada lagi di pembalut itu, katanya gara-gara, diituin ama makhluk-makhluk gitu lah... tapi lagian kalo dibuang kayak gini jorok juga kan, mikirnya gitu, akhirnya dicuci dulu” (P2) Mitos lainnya yang didapat dari penelitian ini disebutkan oleh salah seorang partisipan yang mengatakan bahwa jika buang air tidak bersih saat menstruasi kelak akan dijilat setan, seperti yang diungkapkan partisipan yang saat ini duduk di kelas 2 MTs, sebagai berikut: “He’em, misalkan kalo, misalkan kalo, buang airnya ga bersih bisa dijilat setan...” (P6)
BAB VI PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang interpretasi dari hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti. Peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi hasil penelitian dengan membandingkan berbagai macam penelitian sebelumnya maupun teori yang ada terkait penelitian ini untuk melengkapi dan memperkuat pembahasan dari hasil penelitian ini. Bab ini juga membahas tentang keterbatasan penelitian yang ada selama peneliti melakukan proses penelitian dengan membandingkan proses penelitian yang seharusnya dicapai.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi Penelitian ini menghasilkan sembilan tema di mana diantaranya memiliki subtema dengan kategori yang bermakna tertentu. Tema-tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut ini adalah pembahasan secara rinci dari masing-masing tema yang ada dalam penelitian ini. Tema 1. Makna menarche pada remaja perempuan Menarche memiliki makna tersendiri bagi remaja perempuan yang mengalaminya. Pada penelitian ini, menarche diartikan dengan makna yang bermacam-macam sesuai dengan apa yang dipersepsikan partisipan. Makna menarche dalam penelitian ini, meliputi peristiwa keluarnya darah, peristiwa menuju masa kedewasaan, menjadi seorang perempuan, tanda fertilitas, dan tanda mulai memikul dosa.
74
75
Menarche dianggap sebagai peristiwa keluarnya darah dari alat kelamin perempuan. Hal ini sesuai teori di mana 80% aliran menstruasi adalah darah dan kurang dari 25% mengandung jaringan endometrium, cairan jaringan, dan mukus (Andrews, 2009). Bila tidak terjadi kehamilan, perubahan endometrium mengalami regresi atau kemunduran pada akhir fase luteal dan menyebabkan terjadi peluruhan dan mulainya perdarahan (Greenstein dan Wood, 2010). Pengeluaran darah menstruasi berlangsung antara 3-7 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 50-60 cc tanpa bekuan darah. Permulaan perdarahan sering tidak teratur karena bentuk menstruasinya anovulatoir atau tanpa pelepasan telur (Manuaba dkk, 2009). Remaja perempuan pada penelitian ini juga mengartikan menarche sebagai peristiwa menuju masa kedewasan. Masa remaja menurut Soetjiningsih (2007) merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual, yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Hasil penelitian Goel dan Kundan (2011) yang dilakukan pada remaja perempuan yang berusia 1519 tahun di kota Rohtak sejalan dengan hasil penelitian ini yang melaporkan bahwa hampir 30% dari subyek penelitian mengetahui menstruasi sebagai tanda yang penting untuk mencapai kedewasaan Menarche juga dimaknai sebagai tanda menjadi seorang perempuan di mana bagi sebagian kecil remaja perempuan, menarche mengingatkannya bahwa ia adalah benar-benar seorang perempuan. Anak perempuan biasanya mulai memproduksi hormon seks antara usia 8 dan 11 tahun dengan usia ratarata mulai pubertas sekitar 11 tahun. Permulaan menstruasi atau menarche
76
biasanya terjadi menjelang akhir pubertas (Collins, 2011). Setelah 5 tahun sejak onset menarche, 90% anak perempuan akan mengalami siklus menstruasi yang teratur (Heffner dan Schust, 2008). Remaja perempuan pada penelitian ini ada yang menganggap bahwa menarche menyadarkannya sebagai seorang perempuan seutuhnya karena sebelumnya ia cenderung bersikap tomboy. Oleh sebab itu, remaja perempuan perlu diberi pengertian bahwa pada saatnya ia akan mengalami menstruasi pertama dan secara normal akan mengalami siklus menstruasi teratur setiap bulan. Remaja perempuan juga memaknai menarche sebagai tanda fertilitas yang mana remaja beranggapan bahwa setelah menarche maka mereka pun dapat mengalami kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan Liu dalam Kelleer (2013) yang menyatakan bahwa menarche adalah periode menstruasi pertama, terjadi selama pubertas dan menandai awal tahun reproduksi seorang perempuan. Hal itu juga sejalan dengan pernyataan Potter dan Perry (2005) dalam bukunya, yaitu meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama, fertilitas harus selalui diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Dengan demikian, risiko kehamilan dapat terjadi setelah remaja perempuan mengalami menstruasi pertama dan hal itu menunjukkan bahwa remaja perempuan sudah mulai aktif organ-organ reproduksi seksualnya. Makna lain yang diutarakan remaja perempuan yakni bahwa menarche merupakan tanda remaja perempuan mulai memikul dosanya sendiri. Berdasarkan kepercayaan agama Islam yang dianut remaja perempuan yang terlibat penelitian ini, mereka meyakini bahwa setelah
77
menarche, ibadah sholat, wajib untuk dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Muhammad (2007) yang yang dalam bukunya menyebutkan bahwa jika remaja telah mengalami menstruasi maka ia sudah baligh meskipun usianya kurang dari dari sepuluh tahun serta pada saat itu ia dibebani kewajiban menjalankan syari’at dan amalannya pun mulai dicatat. Munir dan Sudarsono (2001) menguatkan bahwa syarat-syarat wajib sholat fardhu, diantaranya islam, baligh, berakal sehat, seruan, dalam keadaan sadar, mampu melihat dan mendengar, serta suci dari menstruasi dan nifas. Adapun bagi laki-laki adalah ketika ia berumur 15 tahun atau telah keluar sperma atau mani dari kemaluannya sedangkan bagi wanita adalah ketika ia telah mengeluarkan darah menstruasi. Hal itu sesuai sabda Rasulullah saw, yaitu: “Suruhlah olehmu anak-anak itu untuk shalat apabila ia telah berumur tujuh tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun, maka hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan shalat” (Riwayat Tirmidzi). Makna menarche bagi remaja perempuan, dengan demikian bervariasi satu sama lain. Hal itu berkaitan dengan persepsi masing-masing remaja perempuan yang mengalaminya. Untuk itu, bimbingan ataupun pengarahan terhadap remaja perempuan yang telah mengalami menarche perlu diperhatikan. Bekal ilmu agama terhadap hal terkait menarche pun perlu diberikan kepada remaja perempuan sejak dini agar terpenuhi kewajiban yang harus dikerjakan setelah menarche sesuai ajaran agama masing-masing.
78
Tema 2. Dominasi Perasaan remaja perempuan saat menarche Masing-masing remaja perempuan menghadapi menarche dengan respon yang berbeda-beda. Perasaan bingung, kaget, takut, panik serta bad mood saat menarche teridentifikasi dalam penelitian ini. Perasaan senang turut diungkapkan remaja perempuan. Perasaan bingung, takut, dan kaget merupakan perasaan yang mendominasi remaja perempuan dalam penelitian ini saat mengalami menarche. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marvan, Morales, dan Iniestra (2006) di Meksiko dengan temuan bahwa perasaan takut dan bingung merupakan reaksi emosional yang lebih banyak dialami dan hal itu diungkapkan pada respondennya yang berusia 40 hingga responden di atas usia 65 tahun, yang tidak mengetahui tentang menstruasi sebelum mereka menarche. Penelitian kualitatif yang dilakukan pada 120 remaja perempuan di Kenya juga menguatkan hasil penelitian yang mana juga terdapat remaja yang merasa kaget saat menghadapi menarche (Mason, Nyotach, dan Howard, 2013). Remaja perempuan dalam penelitian ini juga cenderung merasa badmood sehingga malas untuk beraktivitas. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) yang melaporkan beberapa remaja yang berpartisipasi dalam penelitiannya juga mendeskripsikan efek emosional saat menstruasi, meliputi perasaan bosan, murung, merasa kesepian, malu, dan tidak ingin berbicara dengan orang lain. Perasaan badmood dalam penelitian ini salah satunya juga ditunjukkan dengan tidak ingin berbicara dengan orang lain dan remaja perempuan cenderung lebih
79
nyaman untuk berdiam diri tanpa melakukan hal apapun dibandingkan beraktivitas. Selain merasa bingung, takut, kaget, dll, remaja perempuan dalam penelitian ini juga ada yang merasa senang setelah merasakan menarche. Penelitian Marvan, Morales, dan Iniestra (2006) yang dilakukan di Meksiko juga menemukan adanya reaksi positif yang dilaporkan hanya pada responden wanita dewasa yang telah memiliki pengetahuan tentang menstruasi sebelum menarche. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini di mana terdapat remaja perempuan yang sebelumnya juga sudah memiliki pengetahuan seputar menstruasi namun perasaan senang yang dirasakan dikarenakan bahwa ia merasa sudah sama seperti teman-temannya yang telah merasakan menarche di mana sebelumnya hanya ia sendiri saja yang belum mengalami menarche di kelasnya. Remaja perempuan dalam penelitian ini, dengan demikian, umumnya berespon negatif saat mengalami menarche, yang didominasi perasaan bingung, takut, kaget, hingga bad mood. Perasaan yang dirasakan remaja perempuan pada penelitian ini cenderung dikarenakan masih kurangnya pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan serta adanya kekhawatiran saat menarche akibat masih kurang mengerti tentang kondisi yang terjadi pada dirinya. Remaja perempuan perlu dibekali pengarahan sejak dini tentang bagaimana tindakan yang sebaiknya dilakukan saat menarche serta diberi pengertian bahwa menarche secara normal terjadi karena proses fisiologis sehingga diharapkan remaja perempuan lebih dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat berespon positif saat mengalami menarche.
80
Tema 3. Kesiapan remaja perempuan dalam menghadapi menarche Mayoritas remaja perempuan dalam penelitian ini belum siap saat menarche. Hanya sebagian kecil yang sudah siap saat menarche. Ketidaksiapan tersebut tidak lain dikarenakan rata-rata remaja perempuan belum memiliki persiapan yang memadai saat menghadapi menarche. Ketidaksiapan saat menarche juga dikarenakan sebagian remaja perempuan mengalami menarche di usia 9 tahun dan merasa pada usia tersebut tergolong cepat bagi mereka untuk mengalami menarche. Mereka pun tidak menyangka akan mengalami menarche di usianya saat itu. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian terkait kesiapan anak dalam menghadapi menarche yang dilakukan oleh Jayanti dan Purwanti (2012) di Kabupaten Brebes yang melaporkan bahwa sebesar 48 anak (92,30%) tidak siap menghadapi menarche yang mana sebagian besar, yaitu 13 anak berumur 10 tahun, sedangkan yang siap menghadapi menarche sebesar 4 anak (7,69%) yang sebagian besarnya, yaitu 3 anak berumur 13 tahun. Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini juga belum memiliki pemahaman secara utuh tentang menstruasi karena terdapat remaja perempuan yang memiliki gambaran tersendiri tentang menarche. Penelitian kualitatif melalui Focus Group Disscussion (FGD) yang dilakukan di Kenya oleh Mason, Nyotach, dan Howard (2013) turut menguatkan hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa persiapan remaja saat menghadapi menarche masih kurang. Banyak orang tua yang terlibat dalam penelitian itu menyadari bahwa mereka juga tidak mempersiapkan anak perempuan mereka dalam menghadapi menstruasi.
81
Remaja perempuan pada penelitian ini secara umum masih memberikan gambaran dasar ataupun deskripsi yang membingungkan tentang menarche walaupun rata-rata sudah mendapatkan informasi tentang hal tersebut dari pelajaran sekolah. Pemahaman yang kurang tentang gambaran menstruasi dapat mempengaruhi kesiapan remaja perempuan dalam menghadapi menarche. Faktor usia juga dapat dikaitkan sebagai faktor yang mempengaruhi kesiapan remaja perempuan karena dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap kesiapan mental remaja perempuan saat menghadapi menarche. Dengan demikian, remaja perempuan perlu diberikan pemahaman mengenai gambaran menstruasi sejak dini agar mereka dapat siap saat menghadapi menarche.
Tema 4. Perubahan remaja perempuan setelah menarche Penelitian ini menghasilkan tema keempat tentang perubahan yang dirasakan remaja perempuan setelah menarche. Remaja perempuan yang telah mengalami menarche akan menghadapi perubahan fisik maupun perubahan emosional pada dirinya. Respon remaja perempuan terhadap perubahan tersebut pun bermacam-macam. Remaja perempuan dalam penelitian ini mengungkapkan berat badan mereka secara perlahan semakin meningkat sehingga merasa semakin besar atau gemuk dan rata-rata juga mengeluhkan adanya perubahan bentuk tubuh pada dirinya setelah mengalami menarche. Hal ini sejalan dengan penelitian tahun 2009 di Australia yang menyebutkan bahwa ada peningkatan berat badan pada remaja perempuan setelah menarche dengan kenaikan kecepatan
82
yang terjadi saat 7-12 bulan setelah periode menstruasi pertama remaja. Perubahan hormonal dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada berat badan dan bentuk tubuh (Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor, 2009). Penelitian itu juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja perempuan di Amsterdam tahun 2010 yang melaporkan bahwa adanya peningkatan massa lemak dari 12 kg pada saat menarche menjadi 14,9 kg saat satu tahun setelah menarche. Perbedaan massa lemak pada 3-4 tahun setelah menarche tampak lebih signifikan (Vink dkk, 2010). Perubahan fisik lain yang dirasakan remaja perempuan dalam penelitian ini, yaitu adanya perkembangan payudara, pertumbuhan rambut pubis, serta perubahan bentuk pinggul. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubin et.al. (2009) yang menunjukkan sebanyak 12% remaja perempuan pada usia 8 tahun dilaporkan telah mencapai tahap perkembangan payudara sementara 5% telah mencapai tahap pertumbuhan rambut pubis. Pada usia 13 tahun, lebih dari 95% remaja perempuan melaporkan bahwa mereka mengalami tahap perkembangan payudara dan rambut pubis dan mayoritas remaja melaporkan setidaknya berada dalam tahap Tanner keempat untuk perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut pubis. Informasi tersebut menguatkan hasil penelitian ini di mana rata-rata remaja perempuan pada penelitian ini yang berusia 13-17 tahun telah merasakan perkembangan pada payudaranya dan seorang partisipan yang saat ini berusia 13 tahun pun menyatakan telah mengalami pertumbuhan rambut pubisnya. Diantara remaja perempuan lainnya bahkan ada yang merasakan sakit pada payudaranya jika tersentuh.
83
Respon perubahan fisik pada remaja perempuan juga dihadapi dengan berbagai macam reaksi. Perasaan malu pada remaja perempuan pun muncul ketika memakai pakaian yang ketat karena dapat menampilkan bentuk tubuhnya. Selain itu, terdapat pula remaja perempuan yang terlibat penelitian ini yang merasa canggung ataupun merasa aneh terhadap perubahan bentuk tubuh pada dirinya. Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningsih (2007) yang menyatakan bahwa kematangan seksual mengakibatkan remaja mulai tertarik terhadap anatomi fisiologi tubuhnya, mulai muncul kecemasan-kecemasan dan pertanyaan-pertanyaan seputar menstruasi, ukuran payudara, dan lain sebagainya. Anak perempuan yang lebih dahulu mengalami kematangan seksual akan merasa bahwa dirinya terlalu besar bila berada di kelompok teman sekelasnya. Sebagian remaja ada yang berusaha melakukan diet dan sebagian lagi senam olahraga secara teratur. Penelitian yang dilakukan oleh Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor (2009) di Australia juga menyebutkan adanya perilaku mengurangi berat badan dan perasaan terkait body image yang meningkat secara signifikan pada remaja. Remaja perempuan pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya perilaku untuk mengurangi berat badan namun cenderung merasa malu saat memakai pakaian yang pas di tubuh dan remaja perempuan yang mengalami menache pada usia 9 tahun cenderung merasa canggung terhadap perkembangan tubuhnya yang lebih cepat dan besar dibanding teman-teman seusianya yang lain. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja memiliki kecepatan pertumbuhan berbeda-beda. Oleh karena itu, remaja perempuan akan sangat
84
baik bila mengetahui bahwa mereka akan mengalami perubahan fisik agar tidak terjadi kebingungan terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Selain itu, perlu diberikan pemahaman bahwa perkembangan pada tubuhnya merupakan proses alamiah akibat pubertas yang dialami sehingga remaja diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan menerima secara positif terhadap perubahan bentuk tubuh yang dialami. Remaja dalam tahap perkembangannya juga akan mengalami perubahan emosional dalam kehidupannya. Perubahan emosional yang dirasakan remaja perempuan cenderung menjadi lebih sensitif yang tampak dari sikap mudah marah dan mudah tersinggung. Graber, Brooks-Gunn, dan Warren (2006) menyebutkan dalam studinya bahwa kematangan dini remaja perempuan dengan kadar adrenal androgen yang tinggi menimbulkan dorongan emosional yang tinggi dan pengaruh depresi dibandingkan remaja perempuan yang lainnya (Santrock, 2008). Santrock (2008) di dalam bukunya juga menyebutkan bahwa para ahli menyatakan faktor hormon saja bagaimanapun tidak bertanggung jawab terhadap perilaku remaja. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hardie (1997) maupun McFarlane dan William (1994) dalam Wade dan Tavris (2008) dengan hasil bahwa para subyek perempuan dalam penelitian itu, mereka mengingat pada saat fase pramenstruasi dan menstruasi, merasa lebih mudah marah, terganggu, dan lebih depresif. Penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Kaur dan Thakur (2008) pun memperkuat hasil penelitian ini di mana gambaran premenstrual syndrome pada responden, beberapa diantaranya menunjukkan bahwa responden mudah tersinggung dan mengalami fluktuasi
85
mood. Remaja perempuan yang terlibat pada penelitian peneliti merasakan perubahan emosi yang tinggi saat menstruasi dibandingkan hari-hari sebelumnya bahkan diantara mereka ada yang melakukan tindakan agresif, seperti mendorong atau menampar temannya. Perasaan depresif akan tetapi tidak teridentifikasi pada remaja perempuan dalam penelitian ini. Perasaan tertarik dengan lawan jenis juga dirasakan remaja perempuan pada penelitian ini. Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningih (2007) yang menyebutkan bahwa selain tertarik kepada dirinya, juga mulai muncul perasaan tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan jenis, walaupun masih disembunyikan karena mereka menyadari masih terlalu kecil untuk pacaran. Pada remaja menengah, remaja banyak menggunakan waktunya untuk membuat dirinya lebih menarik sehingga mulai memperhatikan dandanannya, misalnya pakaian, model rambut dan alat-alat kecantikan. Remaja perempuan dalam penelitian ini terdapat juga yang merasakan adanya perasaan ketertarikan dengan lawan jenis terutama dirasakan saat berada di sekolah menengah pertama namun ia tidak membuat dirinya agar tampil lebih menarik dengan berdandan untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Dengan demikian, remaja perempuan cenderung memiliki perasaan yang sensitif, terutama saat masa pubertasnya. Remaja perempuan perlu memahami bahwa hal itu dapat dikaitkan karena adanya perubahan hormonal. Remaja
perempuan
pun
diharapkan
emosionalitasnya, terutama saat menstruasi.
dapat
mengontrol
aspek
86
Tema 5. Ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche Ketidaknyamanan yang dirasakan saat menjalani masa menarche banyak dialami oleh remaja perempuan. Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti menunjukkan bahwa secara umum semua remaja perempuan merasakan nyeri perut saat menarche. Beberapa remaja perempuan pun mengeluh badan terasa sakit dan nyeri pinggang. Beberapa perempuan mengalami nyeri tajam atau seperti kram. Dismenore merupakan menstruasi yang sangat nyeri. Banyak perempuan yang merasakan ketidaknyamanan pada awitan menstruasi tetapi tingkat ketidaknyamanan dismenore jauh lebih tinggi dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah dan menjalar ke bawah hingga bagian atas tungkai. Gejala yang terkait dismenore hebat, yakni adanya mual atau muntah, pucat atau lemas, sakit kepala atau migrain, gangguan usus, sertai iritabilitas kandung kemih (Andrews, 2009). Dismenore dibagi menjadi dua, yaitu dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer tidak berhubungan dengan patologi panggul dan dianggap sebagai akibat produksi prostaglandin yang berlebihan oleh uterus (Norwitz dan Schorge, 2008). Dismenor sekunder dikaitkan dengan gangguan yang didapat, seperti penyakit radang panggul, endometriosis, dan adenomiosis (endometriosis yang terjadi di miometrium). Pengobatannya bergantung pada temuan penyebab nyeri tersebut (Andrews, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eryilmaz dan Ozdemir (2009) pada siswa sekolah menengah atas di Turkey yang melaporkan nyeri menstruasi yang menginisiasi siswa saat onset menstruasi lebih besar
87
dibandingkan dengan satu hari sebelum menstruasi. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Adinma dan Adinma (2009) pada 1.408 remaja sekolah di Onitsha juga melaporkan bahwa masalah yang sering dijumpai saat menstruasi yaitu nyeri perut (66,2%) dan diikuti dengan nyeri pinggang (38,5%). Sakit kepala juga dialami oleh remaja perempuan dalam penelitian ini saat menarche. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aegidus et.al. (2011) di Norway menyatakan bahwa sakit kepala umum terjadi pada pada perempuan dengan usia menarche ≤12 tahun. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya juga menyebutkan bahwa gejala fisik yang dirasakan remaja pada penelitiannya meliputi sakit kepala, nyeri perut, sakit punggung, dan kelelahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di mana terdapat remaja perempuan yang mengalami sakit kepala namun hanya sebagian kecil yang mengalami menarche pada usia ≤12 tahun. Ketidaknyaman lain yang dialami oleh remaja perempuan yaitu adanya rasa mual saat menarche. Perasaan mual yang dirasakan pun akan tetapi tanpa disertai dengan muntah. Hasil yang serupa juga didapat pada penelitian yang dilakukan Eryilmaz dan Ozdemir (2009) di Turkey dengan responden sebanyak 252 orang melaporkan adanya rasa mual dan muntah yang dikaitkan dengan gejala akibat nyeri saat menstruasi. Berkurangnya nafsu makan saat masa awal mengalami menarche juga dirasakan oleh sebagian remaja perempuan pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Adinma dan Adinma (2009) di Onitsha melaporkan bahwa dalam penelitian tersebut masalah yang dijumpai saat menstruasi salah
88
satunya, yaitu peningkatan nafsu makan (1,1%). Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana remaja perempuan mengungkapkan bahwa nafsu makannya berkurang terutama saat masa awal menstruasi pertama. Ketidaknyamanan fisik saat mulai mengalami menarche merupakan kondisi fisiologis yang dikaitkan akibat hormon. Oleh karena itu, remaja perempuan perlu mengetahui bahwa ketidaknyamanan fisik yang dirasakan saat menarche, seperti adanya nyeri perut, sakit kepala, ataupun mual bukan merupakan kondisi patologis namun hal itu bisa merupakan suatu penyakit bila mengalami masalah pada organ reproduksi. Remaja perempuan pun perlu memeriksakan diri jika dirasa ketidaknyamanan yang dialami semakin mengganggu aktivitas. Remaja perempuan dalam penelitian ini, selain mengeluhkan ketidaknyamanan fisik, juga mengeluhkan perasaan tidak nyaman saat situasisituasi tertentu. Ketidaknyamanan situasional tersebut, salah satunya terjadi saat memakai pembalut yang menimbulkan ketidaknyamanan karena ada perasaan mengganjal. Di samping itu, ketidaknyamanan situasional dirasakan ketika darah menstruasi keluar berlebih, terutama dirasa saat berpindah posisi dari duduk ke berdiri. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian kualitatif di Kenya yang menunjukkan bahwa selain menggunakan pembalut, beberapa remaja diantaranya, menggunakan pakaian tua, selimut, kain, kapas, atau tisu sebagai item pengganti pembalut. Pemakaian alternatif item tersebut memberi kendala pada remaja karena ketidaknyamanan yang mempengaruhi mereka
89
untuk terlibat dalam kegiatan sekolah dan dilaporkan juga mempengaruhi saat sedang bermain dan bahkan berjalan (Mason, Nyotach, dan Howard, 2013). Ketidaknyamanan yang dirasakan remaja perempuan merupakan hal yang sering dikeluhkan, terutama saat mulai menstruasi. Remaja perempuan pun perlu beradaptasi terhadap kondisi atau situasi tertentu yang dirasakan setelah mengalami menarche. Remaja perempuan, seriring berjalannya waktu, diharapkan semakin dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap kondisi tersebut.
ema 6. Upaya Remaja Perempuan dalam Mengatasi Ketidaknyamanan saat Menarche Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam mengatasi suatu ketidaknyamanan yang dirasakan, begitu pula yang dilakukan remaja perempuan dalam penelitian ini. Mayoritas dari mereka mencari tindakan pengobatan
untuk
mengurangi
nyeri
perut
saat
menarche
dengan
mengkonsumsi obat. Selain itu, tindakan distraksi juga dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan. Tindakan untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis dan terapi nyeri farmakologis. Tindakan peredaan nyeri secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan distraksi, yaitu mengalihkan perhatian seseorang ke hal yang lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan. Selain itu, hipnosis diri dapat juga dilakukan dengan mengubah persepsi nyeri
90
melalui pengaruh sugesti positif. Terapi farmakologis dengan menggunakan beberapa agens farmakologi juga membantu menangani nyeri. Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri (Potter dan Perry, 2005). Dismenore primer dapat diobati menggunakan inhibitor antiprostaglandin sintetase, seperti asam mefenamat, asam fulfenamat, atau naproksen untuk mengurangi nyeri dan pengobatan pun harus dimulai segera setelah menstruasi mulai terjadi (Andrews, 2009). Remaja perempuan yang terlibat penelitin ini mengkonsumsi obat untuk mengurangi nyeri perut saat menarche, baik dari resep dokter ataupun inisiatif sendiri tanpa mengetahui kesesuaian obat yang diminum namun mereka merasa nyeri berkurang setelah mengkonsumsi obat tersebut. Selain itu, upaya distraksi juga dilakukan, diantaranya jalan-jalan, mendengarkan musik, menonton televisi, ataupun bercanda dengan teman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Erylmaz dan Ozdemir (2009) di Turkey yang melaporkan hanya 8,9% yang mengkonsultasikan diri ke dokter untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologi yang dilakukan subyek penelitian tersebut, meliputi penggunaan kompres air hangat (16,5%), tidur (31,0%), berjalan (11,3%), massaging (11,0%), mendengarkan musik (7,6%), penggunaan kompres air dingin (0,7%). Strategi lain yang digunakan yaitu menjaga diri tetap hangat, menggunakan aromaterapi, dan mengkonsumsi suplemen (24,4%). Upaya untuk mengatasi ketidaknyamanan terhadap pengeluaran darah menstruasi yang berlebih juga diatasi dengan memakai dua pembalut. Remaja perempuan lainnya memilih untuk memakai dua lapis celana dibanding
91
memakai dua pembalut. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya yang menyebutkan beberapa partisipan dalam penelitiannya selain menggunakan pembalut,
juga
menggunakan bahan penyerap lain, seperti pakaian tua, selimut, potongan kasur tidur, kaos kaki, handuk, kapas atau tisu, ataupun beberapa pasang celana yang dipakai saat menstruasi. Pemakaian pembalut double oleh remaja perempuan dalam penelitian ini dilakukan terutama pada saat menstruasi hari pertama karena dirasa lebih mengeluarkan darah menstruasi yang banyak dibandingkan hari-hari setelahnya. Upaya dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menstruasi berbedabeda antara remaja satu dengan yang lain. Upaya tersebut dilakukan, baik atas inisiatif diri sendiri maupun diperoleh dari orang tua. Ketidaknyamanan yang dirasakan remaja perempuan perlu dikomunikasikan juga dengan orang tua agar remaja perempuan dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat dalam mengatasi hal tersebut, sebagai contoh dengan berobat ke dokter dengan didampingi ibu pada saat merasakan dismenore hebat. Remaja perempuan sebaiknya mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter karena tidak semua obat juga dapat tepat berperan mengatasi nyeri perut saat menstruasi.
Tema 7. Dukungan Remaja Perempuan saat menarche Remaja perempuan dalam penelitian ini mendapatkan berbagai macam dukungan, seperti dukungan emosional maupun instrumental dari keluarga serta dukungan informasional yang didapat dari berbagai pihak. Rels dan Sprecher (2008) dalam bukunya yang berjudul Encyclopedia of Human
92
Relatioships menyebutkan pernyataan Schetter dan Brooks yang menyatakan bahwa para peneliti membagi dukungan sosial dengan fungsi atau tipe yang berbeda, yaitu sebagai sumber dukungan emosional, instrumental, dan informasional.
Dukungan
emosional
berhubungan
dengan
tindakan
mendengarkan, merasa empati dan memahami, serta menunjukkan kasih sayang. Dukungan yang paling sederhana dari semua bentuk dukungan yaitu dukungan instrumental yang juga dikenal sebagai tangible support yang mengacu pada penyediaan sumber daya material atau bantuan tindakan. Dukungan lain yaitu dukungan informasional yang berhubungan dengan informasi, bimbingan, atau nasihat sebagai bentuk dukungan dalam pemecahan masalah. Selain tiga jenis tipe tersebut, para peneliti telah mempelajari tipe dukungan lainnya, yaitu dukungan penghargaan yang juga dikenal sebagai esteem support dan didefinisikan sebagai penyediaan informasi tentang sesuatu yang berharga dan bernilai. Penegasan tersebut terkait erat dengan dukungan emosional dan sering dimasukkan ke dalam kategori yang sama. Penelitian ini menunjukkan adanya dukungan emosional dari ibu, yang tampak dari kepedulian sang ibu dalam mendengarkan pengalaman menarche partisipan serta mengarahkannya. Namun, partisipan cenderung hanya menceritakan pengalaman menarchenya. Selain itu, dukungan lainnya juga diperoleh dari kakak sepupu dan teman. Remaja perempuan dalam penelitian ini, beberapa diantaranya cenderung lebih suka untuk berdiskusi tentang menstruasi kepada temannya yang mana mereka dapat saling bertukar cerita terhadap pengalamannya masing-masing. Penelitian ini sejalan dengan
93
penelitian Goel dan Kundan (2011) pada institusi pendidikan di kota Rohtak yang juga melaporkan lebih dari setengah remaja membahas masalah menstruasi kepada ibu, sepertiga remaja suka berdiskusi dengan teman-teman mereka, dan enam remaja juga membahas masalah menstruasi kepada ayahnya. Penelitian kualitatif yang diteliti oleh Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya pun melaporkan bahwa pada beberapa remaja merasa dapat membagi cerita kepada perempuan lain, yaitu biasa bercerita kepada ibu atau kerabat terdekat (bibi, nenek), di samping guru perempuan dan teman. Salah seorang partisipan dalam penelitian itu juga ada yang merasa takut untuk menceritakan bahwa ia telah mengalami menstruasi kepada ayahnya karena takut ayahnya akan mempunyai pikiran negatif sehingga timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Remaja perempuan dalam penelitian ini tidak menceritakan pengalaman menarche kepada sang ayah karena menganggap bahwa ayahnya adalah seorang laki-laki dan tidak merasakan sendiri bagaimana menarche itu sehingga mereka pun malu untuk menceritakan pengalamannya. Dukungan informasional terkait menstruasi dalam penelitian ini, selain didapat dari ibu, kakak sepupu, dan teman juga didapat dari sekolah, nenek, bibi, serta dari pengajian. Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti dan Purwanti (2012) di SDN 1 Kretek, Paguyungan, memperkuat hasil penelitian ini, dengan melaporkan bahwa sumber informasi tentang menarche diperoleh dari teman dan keluarga namun dalam penelitian tersebut sebagian besar sumber informasi tentang menarche diperoleh dari kelompok teman sebaya yaitu sebanyak 27 anak (51,92%) sedangkan 9 anak (17,30%) didapat dari keluarga. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya juga
94
menyebutkan bahwa informasi tentang menstruasi biasanya didapatkan dari anggota keluarga perempuan. Namun, pada penelitiannya, salah satu partisipan mendapatkan informasi dari pamannya tentang usia menarche yang dimulai pada usia 8 tahun dan menjelaskan juga untuk membatasi bergaul dengan laki-laki karena dapat berisiko hamil. Remaja perempuan dalam penelitian ini memperoleh dukungan, baik dari keluarga, teman, kerabat (nenek, bibi, kakak sepupu), sekolah, dan tempat pengajian. Ibu merupakan anggota keluarga yang cukup berperan penting dalam membantu remaja perempuan saat menghadapi menarche. Bagi beberapa remaja perempuan pada penelitian ini, teman juga dianggap sebagai tempat curhat yang nyaman seputar menstruasi. Dengan demikian, orang tua, terutama ibu, berperan penting dalam memfasilitasi remaja perempuannya saat menghadapi menarche dengan pemberian informasi maupun bimbingan atau pengarahan. Dukungan dari teman, kerabat keluarga, maupun sekolah juga berperan penting agar remaja perempuan dapat melewati masa menarche dengan baik.
Tema 8. Perawatan Diri Remaja Perempuan saat Menstruasi Remaja perempuan perlu menjaga kebersihan dirinya saat sedang menstruasi. Perawatan diri yang teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu dengan menjaga kebersihan tubuh dan melakukan penggantian pembalut setiap hari. Sebagian besar remaja perempuan membersihkan tubuhnya (mandi) dengan intensitas yang sering pada saat masa awal menstruasi pertama dan durasi saat mandi pun cenderung menjadi bertambah lama. Hal
95
ini sesuai dengan penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) di Kenya yang melaporkan bahwa salah satu partisipan mengatakan bahwa ia sering mandi dan sulit menyembunyikan hal itu saat menstruasi. Beberapa remaja yang terlibat dalam penelitiannya pun disebutkan bahwa mereka bersaing dengan anggota keluarga mengenai penggunaan sabun dan air berlebih yang dapat menyebabkan konflik, bahkan dengan ibu. Kekurangan sabun dan air berdampak dalam menjaga kebersihan celana dalam atau pembalut. Perawatan lainnya, yaitu dilakukan dengan mengganti pembalut yang dipakai setiap harinya. Jumlah pembalut yang diganti setiap harinya terbilang cukup saat masa awal menstruasi pertama pada remaja dalam penelitian ini namun terdapat pula yang
mengganti pembalut hingga lima kali dalam
sehari. Hasil penelitian Mason, Nyotach, dan Howard (2013) pun mengungkapkan beberapa remaja mengakui bahwa mereka tidak selalu memiliki pembalut sehingga pada suatu kesempatan, mereka pun memakai kain. Hanya satu remaja menyatakan bahwa dia lebih menyukai memakai kain di mana dia bisa mencucinya setelah digunakan dari pada membuang pembalut yang diproduksi. Penelitian yang dilakukan Sumpter dan Torondel (2013) yang berjudul A Systematic Review of the Health and Social Effects of Menstrual Hygiene Managent melaporkan bahwa penggunaan pembalut sekali pakai dianggap sebagai praktik higienis yang baik. Kain yang dipakai dengan penggunaan berulang dianggap sebagai praktik yang buruk jika dibandingkan dengan pembalut sekali pakai pada beberapa studi yang diidentifikasi Sumpter dan Torondel. Satu studi yang juga diidentifikasi pada penelitian tersebut melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara
96
penggunaan pembalut dan infeksi saluran reproduksi, akibat efek negatif dari penggunaan pembalut atau praktik higienisitas saat menstruasi. Remaja perempuan dalam penelitian ini juga memperhatikan kebersihan pembalut yang dipakainya dan mayoritas memakai pembalut sekali pakai dengan ratarata mengganti pembalutnya sebanyak 3-4 kali per hari. Remaja perempuan perlu mengetahui bagaimana perawatan diri saat menstruasi karena dapat mempengaruhi kesehatannya, terutama kesehatan reproduksi. Perawatan diri yang penting untuk diperhatikan remaja perempuan adalah menjaga kebersihan pembalut. Remaja perempuan perlu mengetahui bagaimana managemen penggantian pembalut setiap harinya dan perlu jeli dalam memilih pembalut yang digunakan agar tidak memberikan efek negatif bagi kesehatannya.
Tema 9. Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui remaja perempuan Cremers (1997) dalam Endraswara (2009) menyatakan bahwa mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati, manusia, pahlawan, dan masyarakat. Salah satu mitos yang berkaitan dengan seorang perempuan adalah mitos mengenai menstruasi. Mitos yang terdapat pada penelitian ini, beberapa diantaranya berupa larangan. Beberapa mitos seputar menstruasi dalam penelitian ini, yaitu larangan untuk menggunting kuku dan menyisir rambut di depan kaca saat malam hari, larangan tidur siang saat sedang menstruasi. Mitos lain yang diungkapkan, yakni bahwa minum soda
97
saat haid dapat menyebabkan membuat darah menstruasi banyak keluar, serta jika jempol kaki diinjak teman yang sedang menstruasi maka orang yang terinjak akan ikut menstruasi. Hal itu sesuai dengan pernyataan Subhan (2004) dalam bukunya yang juga mengemukakan bahwa ada juga mitos pada golongan masyarakat kita yang mempunyai kepercayaan bahwa perempuan yang sedang menstruasi dilarang mencuci rambut atau memotong kuku, bahkan larangan-larangan semacam ini diyakini sebagai ajaran agama. Perempuan yang sedang menstruasi harus mengundurkan diri serta menjauhi aktivitas dan harus tinggal di dalam rumah saja. Kepercayaan yang telah berakar ini disebabkan keyakinan bahwa segala yang dikerjakan akan menjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Subhan (2004) dalam bukunya juga mengungkapkan bahwa dalam cerita tradisi keagamaan, pandangan filsuf, kebudayaan, bahkan biomedis Barat, perempuan yang sedang menstruasi banyak dicerca. Ia pun mengutip dalam buku Natural History karya Pliny yang mengungkapkan perempuan yang sedang menstruasi jika menyentuh anggur maka anggur tersebut akan menjadi busuk, tanaman menjelang panen yang didatanginya menjadi gabug, tanaman-tanaman cangkokkan mati, biji-biji di kebun mengering, buah-buahan di pohon berjatuhan, mata baja dan kilau gading menjadi buram, lebah madu mati, bahkan perunggu dan besi segera menjadi karat, dsb. Anggapan bahwa perempuan yang sedang menstruasi di atas tampak sebagai suatu kutukan. Penelitian yang dilakukan oleh Goel dan Kundan (2011) di kota Rothak juga melaporkan hasil penelitiannya yang menyebutkan anggapan remaja perempuan seputar menstruasi, yaitu lebih
98
dari 16% subyek penelitiannya berpikir bahwa menstruasi sebagai onset suatu penyakit dan tidak lebih dari 7% berpikir bahwa menstruasi merupakan sebuah kutukan. Empat puluh lima persen subyek tidak diperbolehkan masuk ke dapur dan hampir seperempatnya diikuti pembatasan diet. Mitos yang juga diungkapkan remaja perempuan dalam penelitian ini yaitu bahwa jika membuang pembalut sebelum dicuci saat sedang menstruasi maka kelak akan dihantui makhluk halus dan jika buang air tidak bersih saat menstruasi kelak dijilat setan. Subhan (2004) dalam bukunya juga menyatakan dalam Islam tidak ditemukan mitos atau takhayul menyangkut masalah menstruasi. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Sudiarja (2006) yang menyatakan bahwa mitos boleh dikata merupakan pengungkapan awal mengenai kenyataan sejauh dipersepsikan oleh manusia sederhana. Makna-makna mitos baru diketahui kemudian hari ketika ilmu agama mulai berkembang. Mitos-mitos diterima secara spontan, alamiah, dan turuntemurun. Mitos-mitos yang didapat remaja perempuan dalam penelitian ini pun dapat dipengaruhi oleh kepercayaan, tradisi atau kebudayaan yang mengakar di daerahnya. Remaja perempuan, oleh karena itu, perlu memahami secara utuh tentang proses menstruasi dan perlu menelaah mitos mengenai menstruasi. Mitos-mitos menstruasi yang telah disebutkan di atas perlu diketahui remaja bahwa hal itu merupakan anggapan-anggapan yang ada di masyarakat dan kebenaran akan hal tersebut belum tentu benar sehingga remaja perempuan perlu membentengi diri agar tidak terpengaruhi dengan mitos-mitos terkait menstruasi di masyarakat.
99
B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian berdasarkan pengalaman proses penelitian yang telah dilakukan, diantaranya peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian belum berpengalaman dan masih belum optimal dalam melakukan penggalian informasi secara mendalam melalui wawancara mendalam. Pengalaman seputar menarche juga merupakan persoalan yang cukup sensitif untuk dibicarakan sehingga sebagian partisipan diantaranya, banyak yang merasa malu dalam mengungkapkan pengalaman menarchenya. Hal-hal tersebut pun dapat mempengaruhi hasil penelitian ini.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan ini
menghasilkan
sembilan
tema
yang
teridentifikasi.
Tema
yang
teridentifikasi, yaitu: 1) makna menarche pada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi, dan 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan. Setiap remaja perempuan masing-masing memiliki arti menarche tersendiri dalam kehidupannya. Hal itu dikarenakan pengalaman menarche remaja perempuan berbeda-beda satu sama lain. Remaja perempuan dalam penelitan ini memaknai menarche sebagai peristiwa keluarnya darah, peristiwa menuju masa kedewasaan, menjadi seorang perempuan, tanda fertilitas, dan tanda mulai memikul dosa. Remaja perempuan saat mengalami menarche juga memiliki respon yang berbeda-beda dan dalam penelitian ini didominasi dengan perasaan bingung, kaget, takut, panik, serta bad mood saat mengalami menarche, di samping terdapat perasaan senang. Remaja perempuan yang terlibat
100
101
penelitian ini cenderung belum memiliki persiapan yang matang saat menghadapi menarche dan juga memiliki pemahaman yang kurang tentang menstruasi itu sendiri. Pada masa perkembangan repdroduksinya, remaja perempuan juga merasakan berbagai perubahan dalam dirinya, baik secara fisik maupun emosional. Remaja perempuan dalam penelitian ini umumnya merasa malu atau canggung terhadap perubahan bentuk tubuh yang dialaminya, di sisi lain terdapat juga yang merasa aneh terhadap proses perubahan bentuk tubuh pada dirinya. Mereka juga cenderung menjadi lebih sensitif dan mudah tersinggung hingga beberapa diantaranya pun bersikap agresif. Ketidaknyamanan saat menarche turut dirasakan oleh remaja perempuan dalam penelitian ini dan umumnya mengeluhkan adanya nyeri perut saat menarche hingga membuat sebagian remaja menangis menahan sakit. Mereka pun memiliki caranya masing-masing dalam mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan, baik meminum obat, menggunakan air hangat, hingga mendistraksi rasa nyeri dengan melakukan kegiatan yang disenangi. Remaja perempuan yang terlibat penelitian ini juga mengeluhkan adanya ketidaknyamanan saat situasi-situasi tertentu, seperti perasaan mengganjal saat menggunakan pembalut serta perasaan tidak nyaman saat merasakan pengeluaran darah menstruasi yang berlebih terutama saat berpindah posisi dari duduk ke posisi berdiri. Orang tua, terutama ibu berperan penting dalam keluarga untuk mengarahkan serta memberikan dukungan kepada remaja perempuannya. Remaja perempuan pada penelitian ini selain mendapatkan dukungan dari
102
ibunya, mereka juga mendapatkan dukungan dari sekolah, kerabat (nenek, bibi, kakak sepupu), teman, hingga tempat pengajian. Untuk itu, dukungan dari berbagai pihak, terutama orang tua, pun diperlukan untuk memberikan pengarahan sejak dini kepada remaja perempuan agar mereka dapat mempersiapkan diri mereka, terutama saat menghadapi menarche. Remaja perempuan yang terlibat penelitian ini, umumnya juga mengetahui mitos-mitos seputar menstruasi yang banyak tersebar di masyarakat. Mitos-mitos seputar menstruasi yang didapat secara umum berupa larangan-larangan saat menstruasi. Oleh sebab itu, remaja perempuan penting untuk menelaah mitos-mitos menstruasi agar tidak mudah terpengaruh anggapan di masyarakat yang belum teruji kebenarannya.
B. Saran 1. Institusi Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan menambah wawasan, mengembangkan kurikulum pembelajaran institusi keperawatan, dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa, khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja sehingga mahasiswa juga dapat lebih memahami tentang permasalahan pada remaja, terutama tentang menarche.
2. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini bagi pelayanan kesehatan dapat dijadikan sebagai landasan dalam memberikan promosi kesehatan tentang menstruasi dan informasi seputar kesehatan reproduksi remaja, baik bagi remaja itu sendiri,
103
orang tua, maupun pihak sekolah melalui penyuluhan untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan, terutama terkait menarche.
3. Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi peneliti selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan dapat turut melibatkan anggota keluarga yang lain, seperti ibu atau ayah sebagai informan pendukung. Peneliti selanjutnya juga dapat memperluas karakteristik partisipan dengan mengeksplorasi secara mendalam kepada remaja perempuan yang mengalami menarche terlambat agar didapatkan data yang lebih bervariasi dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Suzanne., Catherine Boyd., Maala Lal.,Georgina Luscombe., and Alan Taylor. Time since Menarche, Weight Gain and Body Image Awarness among Adolescents Girls: Onset of Eating Disorders?.Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology. DOI: 10.1080/01674820902950553. Informa Healthcare USA, Inc. 2009 Adinma, E.D dan J.I.B. Adinma. Menstrual Characteristics amongst SouthEastern Nigerian Adolescent School Girls.West African Journal of Medicine. Vol. 28, No. 2. 2009 Aegidus, K. L.,J. A. Zwart., K. Hagen., G. Dyb., T.L. Holmen., andL.J. Stovner.Increased Headache Prevalance in Female Adolescents and Adult Women with Early Menarche. The Head-HUNT Studies. European Journal of Neurology. DOI:10.1111/j.1468-1331.2010.03143.x. 2011 Andrews, Gilly. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Alih bahasa: Sari Kurnianigsih et.al. Jakarta: EGC. 2009 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. http://www.bkkbn.go.id/ViewBerita.aspx?BeritaID=534. Diakses tanggal 13 Januari 2013 jam 12.53 WIB. 2012 Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 tahun). http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Hasil%20Penelitian/Karakteristik%2 0Demografis/2011/Kajian%20Profil%20Penduduk%20Remaja%20%2810 %20-%2024%20tahun%29.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2013 jam 10.42 WIB. 2011 Badan Pusat Statistik. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. http://www.bps.go.id/booklet/Booklet_Agustus_2011.pdf. Diakses tanggal 15 Maret 2013 jam 11.14 WIB. 2010 Bobak, Irene M dkk. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC. 2004 Breslin, Eileen T. and Vicki A. Lucas. Women’s Health Nursing: Toward Evidence-Based Practice. USA: Saunders. 2003 Brooker, Chris. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa: Andry Hartono. Jakarta: EGC. 2008
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana. 2007 Chang, Yu-Ting., Yueh-ChihChen., MarkHayter., dan Mei-LingLin. Menstrual and Menarche Experience Among Pubescent Female Students in Taiwan: Implications for Health Educaction and Promotion Practice. Journal of Clinical Nursing. 2008 _____________, Mark Hayter., and Shu-Chen Wu. A Systematic Review and Meta-Etnography: Experience Menarche. Journal Council Nursing. 2010 Collins, Jane. Ensiklopedia Kesehatan Anak. Alih bahasa: Dyah Novieta Handayani. Jakarta: EGC. 2011 Coon, Dennis dan John O. Mitterer. Introduction to Psychology: Gateway to Mind and Behaviour. USA: Wadsworth. 2010 Cunningham, F. Gary et.al. Obstetri Williams. Alih bahasa: Andry Hartono, Y. Joko Suyono, & Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC. 2005 Deng, Fang et.al. Early Menarche and Psychopatological Symptoms in Young Chinese Woman. Journal of Women’s Health. 2011 Dianawati, Ajeng. Pendidikan Seks untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka. 2003 Encyclopedia Britannica Inc. Menstrual Cycle. http://www.britannica.com/EBchecked/media/48183/The-menstrual-cycle. Diakses tanggal 6 April 2013 jam 02.21 WIB. 2013 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Pressindo. 2009 Eryilmaz, Gulsen and Funda Ozdemir.Evaluation of Menstrual Pain Management Approaches by Northeastern Anatolian Adolescents. 2009 Farrer, Helen. Perawatan Maternitas. Alih bahasa: Andry Hartono. Jakarta: EGC. 2001 Golchin, Nayereh Azam Hagikhani., Zeinab Hamzehgardeshi., Moloud Fakhri., and Leila Hamzehgardeshi. The experience of puberty in Iranian Adolescent Girls: A Qualitative Content Analysis. 2012 Goel, Manish Kumar and Mittal Kundan.Psycho-Social Behaviour of Urban Indian Adolescent Girls during Menstruation. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3448126. 2011 Greenstein, Ben and Diana F. Wood. At Glance Sistem Endokrin. Alih bahasa: Elizabeth Yasmine dan Asri Dwi Rachmawati. Jakarta: Erlangga. 2010
Gunarsa, Singgih D. dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. 2008 Heffner, Linda J and Danny J Schust. At a Glance Sistem ReproduksiEdisi Kedua. Alih bahasa: Vidhia Umami. Jakarta: Erlangga. 2008 Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. 2008 Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: suatu Pendekatan sepanjang Rentang KehidupanEdisi Kelima. Jakarta: Erlangga. 2010 Indriyani., Theresia Limbong., dan Puspita S. R.Hubungan Pengetahuan dan Sikap Murid SD Kelas VI dengan Kesiapan Menghadapi Menarche di Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2008. Jurnal Media Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar Vol. IV No. 1. 2009 Jarvis, Peter. Adult Education and Lifelong Learning: Theory and Practice Third Edition. USA: Routledge Falmer. 2004 Jayanti, Nur Fitri dan Sugi Purwanti. Deskripsi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Anak dalam Menghadapi Menarche di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2011.Jurnal Ilmiah Kebidanan Vol. 3 No. 1. 2012 Kaur, Navdeep and Ramesh Thakur.A Descriptive Study to Assess the Premenstrual Syndrome and Coping Behaviour among Nursing Students, NINE, PGIMER, Chandigarh. 2008 Kelleer, Kathleen. Encyclopedia of Obesity. DOI: http://dx.doi.org/10.4135/9781412963862. SAGE Publications, Inc. 2013 Kemdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. diakses tanggal 4 April jam 12.26. 2013 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 265/Menkes/SK/II/2010. http://www.hukor.depkes.go.id./up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20265 %20ttg%20Komunikasi%20Otak.pdf. Diakses tanggal 14 Mei 2013 jam 23.06 WIB. 2010 Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika. 2011 Lapau, Buchari. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2012
Laporan Kelurahan Cakung Barat. Data Kependudukan. Jakarta: Kantor Lurah Cakung Barat. 2013 Lee, Janet. Bodies at Menarche: Stories of Shame, Concealment, and Sexual Maturation. 2009 Mahfiana, Layyin., Elfi Yuliani Rohmah., dan Retno Widyaningrum. Remaja dan Kesehatan Reproduksi. Jawa Timur: STAIN Ponorogo Press. 2009 Manuaba, Ida Bagus G; Manuaba I. A. Chandranita; Manuaba, I. B. G. Fajar. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 2007 Manuaba, Ida Ayu Chandranita., Ida Bagus Gde Fajar Manuaba., dan Ida Bagus Gde Manuaba. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC. 2009 Mar’at, Samsuniwiyati. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010 Marvan, Maria Luisa., Morales Claudia., and Sandra Cortes-Iniestra. Emotional Reactions to Menarche Among Mexican Women of Different Generations. Sex Roles 54: 323-330. DOI 10.1007/s11199-006-9002-6. 2006 Mason, Linda., Elizabeth Nyothach., Penelope A. Phillips Howard. ‘We Keep it Secret So No One Should Know’ – A Qualitative Study to Explore Young Schoolgirls Attitudes and Experiences with Menstruation in Rural Western Kenya. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3828248. 2013 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian KualitatifEdisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2010 Mosby’s Dictionary. Mosby’s Dictionary of Medicine, Nursing, & Health Professions. USA: Mosby Elsevier. 2006 Muhammad, Syaikh. Majelis Bulan Ramadhan Cetakan 2. Alih bahasa: AdniKurniawan. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2007 Mulyani, Sri. Hubungan antara Dukungan Psikososial Keluarga dengan Tingkat Kecemasa Remaja Putri Menghadapi Menarche di SMP Negeri I Suruh Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al Qur’an, Wonosobo. 2010 Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam Cetakan Kedua.Jakarta: PT Rineka Cipta. 2001 Murray, Sharon Smith and Emily SloneMcKinney. Foundations of MaternalNewborn Nursing. USA: Saunders Elsevier. 2006
Norwitz, Errol. R andJohn. O Schorge. At Glance Obstetri & GinekologiEdisi Kedua. Alih bahasa: Diba Artsiyanti E.P. Jakarta: Erlangga. 2008 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. 2005 ___________________. Cipta.2010
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Potter, Patricia A and Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Ed. 4. Alih bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: EGC. 2005 Rels, Harry and Susan Sprecher. Encyclopedia of Human Relatioships. DOI: http://dx.doi.org/104135/9781412958479. SAGE Publications. Inc. 2008 Rembeck, Gun I and Evelyn Hermansson. Transition Puberty as Experienced by 12-Years-Old Swedish Girls. The Journal of School Nursing. 2008 Riset
Kesehatan Dasar 2010. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_riskes das2010/Laporan_riskesdas_2010.pdf. Diakses tanggal 15 Maret 2013 jam 13.12 WIB. 2010
Rubin, Carol et.al. Timing of Maturation and Predictors of Menarche in Girls Enrolled in a Contemporary British Cohort. Journal Compilation of Paediatric and Perinatal Epidemiology. 2009 Santrock, John W. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Alih bahasa: Shinto B, Adelar,& Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga. 2003 ________________. Adolescene Twelfth Edition. New York: McGraw-Hill. 2008 Saryono dan Anggraeni, Mekar Dwi. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. 2010 Setiadi. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Surabaya: Graha Ilmu. 2007 Smith, Jonathan A. Psikologi Kualitatif: Panduan Praktis Metode Riset. Alih bahasa: Budi Santosa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009 Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan PermasalahannyaCetakan Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto. 2007 Streubert, Helen J. and Dona R. Carpenter. Qualitative Research in Nursing: Advancing the Humanistik Imperative. USA: Lippincott. 2003
Subhan, Zaitunah. Kodrat Perempuan: Takdir atau Mitos?. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2004 Sudiarja, A. Agama (di Zaman) yang Berubah. Yogyakarta: Kanisius. 2006 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. 2010 Sumpter, Colin and Belen Torondel.A Systematic Review of the Health and Social Effects of Menstrual Hygiene Managent. 2013 Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004 Swansburg, Russell C. Pengembangan Staf Keperawatan: suatu Komponen Pengembangan SDM. Alih bahasa: Agung Waluyo, Yasmin Asih. Jakarta: EGC. 2001 Vink, Eva E., Silvia C.C. M Van Coeverden., Edgar G. Van Mil., Bram A Felius., Frank J. M. Van Leerdam.,and Henriette A. Delemarre Van Waal. Changes and Tracking of Fat Mass in Pubertal Girls. Artikel Obestiy Vol. 18 No. 6. 2010 Wade, Carole dan Carol Tavris. Psikologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2008 WHO. http://www.who.int/topics/adolescent_health/en/. Diakses tanggal 15 Maret 2013 jam 12.44 WIB. 2013 Wilson, Wong Hockenberry and PerryLowdermilk. Maternal Child Nursing Care Third Edition. USA: Mosby Elsevier. 2006 Wong, Donna L. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Alih bahasa: Agus Sutarna, Neti Juniarti, H.Y. Kuncara. Jakarta: EGC. 2008 Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010
Lampiran 2 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA INFORMED CONSENT STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN MENARCHE PADA REMAJA PEREMPUAN DI RW 07 KELURAHAN CAKUNG BARAT JAKARTA TIMUR Assalamu’alaykum wr.wb. Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Saudari senantiasa mendapatkan rahmat dan ampunan dari Yang Maha Kuasa. Saya yang bernama Adelia Inggar Dewati selaku mahasiswi S1 Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian di RW 07 Kelurahan Cakung Barat, Jakarta Timur dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat, Jakarta Timur”. Saya bermaksud untuk mendapatkan penjelasan tentang pengalaman menarche/ menstruasi pertama kali Saudari melalui wawancara. Selama proses wawancara, saya akan mencatat dan merekam apa yang Saudari sampaikan. Saudari pun dapat dengan bebas menyampaikan segala pengalamannya dan diharapkan dapat terbuka dalam memberikan pernyataan karena informasi yang Saudari berikan sangat bernilai dalam penelitian ini. Wawancara pun akan berlangsung selama kurang lebih 1 jam dan nama Saudari tidak akan saya cantumkan pada hasil laporan penelitian ini dan. Saudari berhak untuk mengundurkan diri apabila merasa tidak nyaman selama proses wawancara. Jika Saudari bersedia, Saudari dapat mengisi pernyataan di bawah ini yang menyatakan bahwa: yang bertanda tangan di bawah ini: nama : alamat : no telp./HP : bersedia menjadi partisipan pada penelitian ini yang bertujuan untuk menggali pengalaman remaja perempuaan saat menghadapi menarche/menstruasi pertama. Jakarta, …………………….2013 Partisipan
Peneliti
………………………….
Adelia Inggar Dewati
(Nama Jelas)
NIM. 109104000029
Lampiran 3
Pedoman Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
A. Petunjuk Umum 1. Tahap perkenalan 2. Ucapkan terima kasih kepada partisipan yang bersedia menjadi informan 3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara B. Petunjuk Wawancara Mendalam 1. Wawancara mendalam akan dilakukan oleh peneliti 2. Informan/partisipan bebas menyampaikan segala pendapat, pengalaman, kritik, maupun saran 3. Pernyataan informan tidak bernilai benar atau salah 4. Semua hasil wawancara akan dijamin kerahasiaannya 5. Peneliti akan merekam hasil wawancara dengan tape recorder untuk membantu pencatatan hasil wawancara C. Identitas Informan Nama (Inisial)
:
Umur
:
Tanggal
:
Waktu
:
Tempat
:
D. Pertanyaan Wawancara 1. Apa yang Anda ketahui tentang menstruasi pertama kali atau menarche? a) Dari mana Anda mendapatkan informasi tentang hal itu? 2. Coba ceritakan bagaimana pengalaman Anda pada saat mengalami menstruasi pertama kali? a) Kapan pertama kali Anda mengalami menstruasi? b) Apa saja tanda-tanda dan gejala yang Anda rasakan saat mengalami menstruasi pertama kali? c) Apa yang Anda lakukan setelah Anda mengetahui bahwa Anda telah mengalami menstruasi pertama? d) Bagaimana persiapan Anda saat menghadapi menstruasi pertama kali? e) Saat mengalami menstruasi pertama, bagaimana aktivitas sehari-hari Anda waktu itu? 3. Coba Anda ungkapkan bagaimana perasaan Anda saat mengalami menstruasi pertama kali? a) Apakah makna atau arti menstruasi pertama bagi Anda? 4. Ada tidak mitos-mitos seputar menstruasi yang Anda ketahui? Jika ada, bisa Anda ceritakan? a) Bagaimana tanggapan Anda tentang mitos tersebut? 5. Setelah mengalami menstruasi yang pertama kali, apakah ada perubahan yang Anda rasakan? Jika ada, bisa Anda ungkapkan bagaimana perubahanyang Anda rasakan?
a) Bagaimana tanggapan Anda terhadap perubahan tersebut? b) Menurut Anda apakah ada kendala yang dihadapi saat menarche atau menstruasi pertama kali? Jika ada, bisa Anda ceritakan? 6. Bagaimana respon lingkungan sekitar Anda pada saat mengetahui Anda telah mengalami menstruasi pertama kali? a) Siapa orang yang pertama kali dalam keluarga Anda yang mengetahui Anda telah mengalami menstruasi pertama? Lalu bagaimana tanggapan orang tersebut waktu itu? b) Bagaimana tanggapan keluarga yang lain saat itu? Lalu bagaimana tanggapan Anda terhadap respon tersebut? c) Bagaimana respon teman sebaya Anda saat mengetahui Anda telah mengalami menstruasi pertama kali? dan bagaimana tanggapan Anda terhadap hal itu? d) Siapa orang yang Anda percaya untuk mendiskusikan seputar menstruasi? 7. Bagaimana perawatan diri Anda saat mengalami menstruasi? a) Seberapa sering Anda mengganti pembalut saat menstruasi? b) Seberapa sering Anda membersihkan diri (mandi) saat menstruasi?
Lampiran 4
Matriks Analisis Tematik
No
Pernyataan Signifikan
Kategori
Sub Tema
Tema
P P P P P P 1
1
Peristiwa keluarnya darah dari
Peristiwa keluarnya darah
kelamin perempuan 2
Makna Menarche pada Remaja
2
3 4 5 6
√ √ √
√
√ √ √ √ √
√
Perempuan
Tanda-tanda udah mau dewasa,
Peristiwa menuju masa
kalo belum haid masih kayak anak-
kedewasaan
anak setelah haid kayak udah dewasa 3
4
Ngerasa kayaknya bener-bener
menjadi seorang
cewe
perempuan
Harus bisa lebih jaga diri soalnya
Tanda fertilitas
kalo udah haid, pergaulannya terlalu bebas gitu bisa hamil
√
√
√
5
Kalo udah haid itu dosanya udah
Tanda mulai memikul dosa
√ √ √ √ √
ditanggung sendiri jadi sholatnya juga ga boleh ditinggalin 6
Bingung itu apa,
Merasa bingung
Ga tau kenapa
√ √ √
√
√
√ √
√
√
√
√ √ √ √ √
√
Perempuan saat Menarche
7
Agak panik juga pas pertamanya
Merasa panik
8
Kaget tiba-tiba keluar darah
Merasa kaget
9
Perasaannya takut sih
Merasa takut
10
Dominasi Perasaan Remaja
Takutnya tuh kayak pendarahan-
√ √ √ √
√
pendarahan gitu, takut luka dari dalemnya, terus takut kayak ga subur 11
Pokoknya itu perasaannya ga enak, kalo lagi haid gitu bad mood mulu semuanya tuh males, kalo lagi haid gitu males ngapa-ngapain, terus mau ngapa-ngapain gitu ga enak maunya kayak tiduran
Merasa bad mood
12
Iya seneng, udah kayak temen-
Merasa senang
√
temen, udah sama lah satu ituan, Pokoknya diantara temen-temen aku doang yang belum, ya makasih bangetlah udah sama 13
Belum siap apa-apa,
Belum siap
Kesiapan Remaja Perempuan
Belum ngerti pokoknya, masih
√ √ √ √ √
saat menghadapi Menarche
polos lah 14
Belum siap sebenernya tapi udah
√ √
keluar, ga nyangka kalo mensnya bakalan cepet banget, kirain masih lama 15
udah siap,
Siap
√
karena udah tau kalo haid itu bagaimana gitu 16
Badannya lebih gemukan
Badan bertambah besar
Perubahan fisik
Perubahan Remaja Perempuan setelah Menarche
√ √
√ √
√
17
Payudaranya dulu masih kecil-kecil
Payudara bertambah besar
√ √ √ √
√
gitu rata, pas udah haid bener-bener perkembangannya dari bentuknya 18
Ininya lebih menonjol (payudara)
√
gitu ya tapi ga enak juga waktu pertama-tamanya, kalo kena bantal dikit aja sakit banget 19
Pinggulnya membesar
Pinggul membesar
20
Numbuhnya bulu-bulu sekitar
Tumbuh rambut-rambut di
tubuh di kemaluan
sekitar kemaluan
Pertama-tamanya, rasanya malu ga
Merasa malu memakai baju Respon terhadap
mau make kayak baju yang ketat
ketat
Ya kayak risih gimana gitu,
Merasa risih dengan badan
dibilang gemuk
yang gemuk
21
22
23
Ya canggung kadang, Merasa canggung kadang ada rasa malunya juga gitu kalo lagi ngumpul-ngumpul bareng, beda aja sendiri ama yang lain kalo lagi ngumpul-ngumpul
√ √ √ √ √
√ √
√ √
√ √
perubahan bentuk tubuh √
√
24
Iya kayaknya tuh berasa aneh juga
Merasa aneh
√
jadinya 25 26
Ya bisa berubah gitu, kok bisa berubah Jadi gampang marah,
√ Menjadi lebih sensitif
Perubahan emosional
√ √ √ √ √
Pas sebelum haid mungkin ga cepet marah tapi kalo setelah haid cepet banget marah 27
Kadang suka labil gitu terus kalo
√ √ √
temen ngomong dikit aja kadang juga sensitif kayaknya perasaannya tuh sensitif banget, orang ngomong sedikit gitu kadang tersinggung 28
Udah mulai suka-suka gitu
Memiliki perasaan tertarik
biasanya kan kalo belum ngerasain
dengan lawan jenis
haid ga begitu banget, pada saat udah terbiasa haid kayak ada perasaan suka lawan jenis
√
√
29
Perutnya suka sakit
Merasakan nyeri perut
Ketidaknyamanan fisik
Ketidaknyamanan Remaja
√ √ √ √ √
√
Perempuan saat Menarche 30
Sakit perutnya agak berlebihan
√ √ √
sampe guling-guling nangis-nangis, Kayak dipelintir-pelintir 31
Pinggangya berasa sakit,
Merasakan nyeri pinggang
√ √
Kayak ususnya itu juga ikut diputar-putar gitu, jadi pinggangnya ikut sakit juga 32
Sakit-sakit badannya, kadang-
Badan terasa sakit
√ √
Merasa pusing atau sakit
√
kadang suka pegel banget 33
Kadang kepalanya pusing
√
√
√
Merasa mual
√
Males makan juga,
Nafsu makan menjadi
√ √ √ √ √
√
Ga ada nafsu makan,
berkurang
kepala 34
Kayak eneg, kayak muntah cuman ga keluar gitu
35
Kalo ga nafsu makan emang sesuai mood aja, kalo ga nafsu
36
Duduk kayak ga nyaman,
Ketidaknyamanan saat
Ketidaknyamanan
Kalo make pembalut itu kayak
memakai pembalut
situasional
√ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
ngerasa ada yang ganjel-ganjel, kayaknya ga nyaman aja gitu kalo kita bergerak 37
Pas saat duduk itu risih, ama berdiri Kekhawatiran saat
√
kayak keluar gitu, darah haidnya itu menstruasi berlebih keluar 38
Minum obat buat menghilangkan
Minum obat
rasa sakit kalau lagi mens
Upaya mengatasi
Upaya Remaja Perempuan
ketidaknyamanan fisik
dalam Mengatasi
√
Ketidaknyamanan saat Menarche 39
Ya minum bodrex, satu kali,
√
ngilangin pusing 40
Minum jamu aja
Minum jamu
41
Ga pernah minum obat, ya diemin
Didiamkan saja
√ √ √
aja gitu 42
Ya biasa tiduran, sambil megang botol diisiin air anget
Penggunaan air hangat
√
√
43
Paling banyak minum air hangat
44
Kasih minyak telon
√ Mengoleskan minyak
√
hangat 45
Kadang jalan-jalan sendiri aja gitu
Mendistraksi rasa sakit
biar ga sakitnya sampe terasa
dengan melakukan
banget, kadang jalan-jalan, kadang
kegiatan yang disukai
√ √
minta sama temen jalan-jalan gitu 46
Dengerin-dengerin musik biar lupa
√ √
√
ama sakitnya 47
Nonton tv
√
48
Bercanda-canda sama temen dipikir
√ √
√ √ √
bisa mengurangi daripada kita dibawa diem atau apa gitu, itu pasti kerasa banget 49
Kalo haidnya banyak, aku biasanya
Memakai dua pembalut
Upaya mengatasi
pakenya dua, kalo ke sekolah aku
pengeluaran darah
pakenya dua, cuma kalo misalkan
menstruasi yang berlebih
pake satu kayaknya takut banget nembus
√
√ √ √
50
Ga pernah ngelakuin juga kalo
Memakai dua lapis celana
√
√
double-double gitu, cuman celananya dua 51
Mama,
Dukungan emosional dari
Yang sering ada di rumah, setiap
ibu
Dukungan emosional
Dukungan Remaja Perempuan
√
saat Menarche
pulang sekolah ada dia, setiap berangkat ada dia, merasa didampingilah 52
Langsung nanya ke mama, ya dari pada dipendem-pendem sendiri mending cerita sama mama, malu (cerita ke ayah) karena dia cowo, cowo ga pernah ngalamin gitu-gitu
√ √
√ √
√
53
Kakak sepupu
Dukungan emosional dari
Soalnya sih emang udah akrab jadi
kakak sepupu
√
emang ceritanya lebih berani ke dia, emang sama dia juga udah deket, kalo ada apa-apa juga suka sama dia dibanding sama mama Aku, ga ada yang aku berani cerita selain dia 54
Sama teman,
Dukungan emosional dari
Kayaknya kalo sama teman emang
teman
√
√
√ √
√ √
lebih bener, kita sama-sama baru tau juga kalo haid itu kayak gimana, mungkin jadi kayak curhat gitu kan, dia juga kayak curhat ke saya, saya curhat ke dia 55
Pas mama baru pulang, “Mama ini,
Dukungan instrumental
kayaknya mens deh”, terus katanya, dari ibu “yaudah ini pake, nih kayak gini caranya,”
Dukungan instrumental
√
56
57
58
Pertama kali taunya itu
Dukungan informasional
(menstruasi) dari pelajaran
dari sekolah
Mama..
Dukungan informasional
Diajarin tentang haid-haid gitu
dari ibu
Mama,
Dukungan informasional
√ √ √ √ √
√
√
√ √
√
√
√ √ √ √ √
√
Cara mandi wajibnya terus pakai pembalut 59
60
61
62
Sholatnya ga boleh ditinggalin,
Dukungan informasional
semuanya harus serba rajin ibadah
dari nenek
Kakak sepupu,
Dukungan informasional
cara pakai pembalut
dari kakak sepupu
Diajarin (pasang pembalut) sama
Dukungan informasional
encing
dari bibi
Dari temen,
Dukungan informasional
Nanya-nanya gitu sakit Aku ama
dari teman
√
√
√
dia sama ga sih 63
Dari pengajian,
Dukungan informasional
Setelah menstruasi, kalo dari agama dari pengajian dosanya udah ditanggung sendiri
√
64
Mandinya ya pagi sama sore,
Menjaga kebersihan tubuh
kalo misalnya nembus, cuman
Perawatan diri Remaja
√
√ √
√
Perempuan saat Menstruasi
ngebersihin sama ganti pembalut sama ganti daleman aja 65
Mungkin lebih bersih aja ya, pas
√
√
udah haid itu rasanya mandi juga sering soalnya kalo haid ga enak kalo ga bersih 66
Pertama haid kayaknya jadi lama
√
bersih-bersihnya, setengah jam hehe 67
Dijaga kebersihannya jangan terlalu Menjaga kebersihan kotor, kalo misalnya emang lagi bener-bener banyak ya bisa 4 kali ganti kali yah per hari atau ga 3 gitu
pembalut
√ √
√ √
√
68
Awal-awalnya sering banget ampe
√
lima (ganti pembalut per hari), soalnya padahal baru sedikit tapi keluarnya udah banyak, pas terbiasa ternyata dikit, jadi sehari tiga kali normalnya 69
Ga boleh gunting kuku kalo lagi
Tidak boleh menggunting
Mitos-mitos Menstruasi yang
mens terus ga boleh nyisir-nyisir
kuku dan menyisir rambut
Menghantui Remaja
malem-malem depan kaca takut
malam hari di depan kaca
Perempuan
kali ada yang ngikut-ngikut gitu,
saat menstruasi
√
√
hantu 70
Kalo orang haid ga boleh buang
Tidak boleh membuang
pembalut kalo belum dicuci, ntar
pembalut sebelum dicuci
darahnya diituin ama makhluk-
saat sedang menstruasi
√ √
√
makhluk 71
Setau aku kalo lagi haid dari orang-
Tidak boleh tidur siang
orang, ga boleh tidur siang, katanya
saat sedang menstruasi
nanti darahnya naik semua ke
karena darahnya akan naik
pembuluh mata
semua ke pembuluh mata
√
72
73
Minum-minuman bersoda-soda
Minum soda banyak
lebih banyak keluarin darahnya dan
membuat darah menstruasi
bisa sering ganti (pembalut)
keluar banyak
Katanya kalo jempolnya diinjek
Jika jempol kaki seseorang
pasti kalo kena nanti bakal haid
diinjak teman yang sedang
√
√
√
√ √ √
menstruasi maka orang itu akan ikut menstruasi juga 74
Kalo buang airnya ga bersih bisa
Jika buang air tidak bersih
dijilat setan
saat haid nanti dijilat setan
√