BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
E-Learning E-learning menurut Effendi dan Zhuang (2005, P6) adalah semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi. Menurut Henderson (2003, P2), E-Learning is learning at a distance that uses
computer technology (usually the Internet). Menurut Turban,E.,et all. (2004, P 358) e-learning is the online of information for
purposes of educaion, training, or knowledge management. Jadi, dapat disimpulkan e-learning adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui jaringan internet untuk tujuan pendidikan, pelatihan, dan pengetahuan dengan mendapatkan dukungan layanan belajar.
2.1.1
Tipe-tipe E-learning Karena ada bermacam penggunaan e-learning saat ini, maka ada pembagian atau pembedaan e-learning. Pada dasarnya, e-learning mempunyai dua tipe, yaitu Synchronous dan Asynchronous.
Synchronous Training Menurut Effendi dan Zhuang (2005,P7) Synchronous berarti “pada waktu
yang sama”. Jadi, Synchronous Training adalah tipe pelatihan, dimana proses pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar dan murid sedang belajar. Hal tersebut memungkinkan inteaksi langsung antara guru dan murid, baik melalui internet maupun intranet. Pelatihan e-learning
Synchronous lebih banyak digunakan pada seminar yang pesertanya berasal dari beberapa Negara. Penggunaan tersebut sering juga dinamakan web conference dan sering digunakan dikelas atau kuliah universitas online.Synchronous Training
6
7 mengharuskan guru dan semua murid mengakses internet bersamaan. Pengajar memberikan makalah dengan slide presentasi dan peserta web conference dapat mendengarkan
presentasi
melalui
hubungan
internet.
Pesertapun
dapat
mengajukan pertanyaan atau komentar melalui chat window. Jadi Synchronous
Training sifatnya mirip pelatihan diruang kelas. Tetapi kelasnya bnersifat maya (virtual ) dan peserta tersebar diseluruh dunia dan terhubung melalui internet. Oleh karena itu, Synchronous Training sering pula dinamakan virtual classroom.
Asynchronous Training Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P7) Asynchronous Training berarti
”tidak pada waktu yang bersamaan”. Jadi seseorang dapat mengambil pelatihan pada waktu yang berbeda dengan pengajar memberikan pelatihan. Pelatihan ini lebih populer didunia e-learning karena memberikan keuntungan lebih bagi para peserta pelatihan, dapat mengakses pelatihan kapanpun
dan dimanapun.
Pelatihan berupa paket pembelajaran yang dapat dijalankan dikomputer manapun dan tidak melibatkan interaksi dengan pengajar atau pelajar lain. Oleh karena itu, pelajar dapat memulai pelajaran dan menyelesaikannya setiap saat. Paket pelajaran berbentuk bacaan dengan animasi, simulasi, permainan yang
edukatif, maupun latihan atau tes dengan jawabannya. Akan tetapi, ada pelatihan Asynchronous Training yang terpimpin, dimana pengajar memberikan materi pembelajaran lewat internet dan peserta pelatihan mengakses materi pada waktu yang berlainan. Pengajar dapat pula memberikan latihan atau tugas dan peserta mengumpulkan tugas lewat email . Peserta dapat berdiskusi atau memberikan komentar dan bertanya melalui bulletin board.
8 2.1.2
Keuntungan E-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005,P9-15)
Keuntungan
yang
ditawarkan e-learning adalah dalam hal:
Penghematan
biaya: kelebihan pertama e-learning adalah ia mampu
mengurangi biaya pelatihan. Dengan adanya e-learning, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa pelatih dan ruang kelas serta transportasi peserta pelatihan atau pelatih.
Fleksibilitas waktu : e-learning membuat karyawan dapat menyesuaikan waktu belajar. Mereka dapat menyisipkan waktu belajar setelah makan siang, setelah kantor selesai dan menunggu jemputan atau ketika sedang menunggu laporan rekan dan tidak ada pekerjaan mendesak.
Fleksibilitas tempat: adanya e-learning membuat karyawan santai mengakses pelatihan e-learning dikantor, bahkan dimeja kerja. Selama komputer terhubung dengan komputer yang menjadi server e-learning, mereka dapat mengakses dengan mudah. Terlebih lagi, bila server e-
learning terhubung dengan internet, maka karywan dapat mengakses pelajaran dari rumah.
Fleksibilitas kecepatan pembelajaran: e-learning dapat disesuaikan dengan
kecepatan
belajar
masing-masing
karyawan.
Karyawan
mengatur sendiri kecepatan pelajaran yang diikuti. Apabila belum mengerti, ia dapat tetap mempelajari modul tertentu dan mengulanginya nanti. Apabila seorang karyawan dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi maka ia dapat mengisi waktu dengan belajar topik lain. Hal ini berbeda sekali dengan sistem pembelajaran dikelas, karena semua pelajar mulai dan berhenti di waktu yang sama.
9
Standarisasi pengajaran: pelajaran e-learning selalu memiliki kualitas yang sama setiap kali diakses dan tidak tergantung suasana hati pengajar.
Efektivitas pengajaran: e-learning yang didesain dengan instructional
design mutakhir membuat karyawan atau pelajar lebih mengerti isi pelajaran. Penyampaian pelajaran e-learning dapat berupa simulasi dan kasus-kasus,
menggunakan
bentuk
permainan
dan
menerapkan
teknologi animasi canggih. Bentuk-bentuk pembelajaran tersebut dapat membantu proses pembelajaran dan mempertahankan minat belajar.
Kecepatan distribusi: e-learning dapat cepat menjangkau karyawan yang berbeda di luar wilayah pusat. Tim desain pelatihan hanya perlu mempersiapkan bahan pelatihan secepatnya dan mengistal hasilnya di
server pusat e-learning. Jadi, semua komputer yang terhubung ke server dapat langsung mengakses. Apabila terdapat cabang yang tidak memiliki sambungan network ke server, pelajaran hanya perlu disimpan di
compac disc (CD) dan dikirim melalui pos. Dengan e-learning, suatu pelatihan baru dapat langsung diterima oleh semua karyawan kurang lebih
satu
bulan.
Apabila
terjadi
perubahan
materi
pelatihan,
administrator hanya perlu mengubah di server e-learning, tanpa mendatangi semua kantor cabang.
Ketersediaan On-Demand : e-learning dapat sewaktu-waktu diakses, karyawan dapat menganggapnya sebagai ”buku saku” yang membantu pekerjaan setiap saat.
Otomatisasi proses administrasi: e-learning menggunakan suatu LMS (learning
management
system
)
yang
dapat
menyimpan
dan
memberikan laporan tentang kegiatan belajar karyawan, mulai dari pelajaran yang telah diambil, tanggal akses, berapa persen pelajaran
10 diselesaikan, dengan adanya laporan didalam sistem, administrator pelatihan sangat terbantu.
2.1.3
Keterbatasan E-Learning Meskipun e-learning menawarkan banyak keuntungan bagi organisasi, praktik ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus diwaspadai oleh pengelola pelatihan sebelum memutuskan menggunakan e-learning. Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P15-17) keterbatasan e-learning adalah:
Budaya: beberapa orang merasa tidak nyaman mengikuti pelatihan melalui komputer. Penggunaan e-learning menuntut budaya self-
learning, dimana seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Sebaliknya, pada sebagian besar budaya pelatihan di indonesia, motivasi belajar lebih banyak tergantung pada pengajar. Apabila pengajarnya terasa cocok dan menyenangkan, motivasi pelajar bertambah, begitu pula sebaliknya. Dalam pelatihan diruang kelas, 60% energi dari pengajar, sedangkan pelajar hanya mendengar dan mencatat. Namun, dalam e-learning, 100% energi dari pelajar. Oleh karena itu, beberapa orang merasa segan berpindah dari pelatihan di kelas ke pelatihan e-
learning. Adapun harus melihat budaya dan kebiasaan penggunaan teknologi pelajar. Apabila mereka tidak terbiasa menggunakan komputer, implementasi e-learning akan memakan waktu lebih lama.
Investasi: walaupun e-learning menghemat banyak biaya, tetapi suatu organisasi harus mengeluarkan investasi awal cukup besar untuk mulai mengimplementasikan e-learning. Investasi dapat berupa biaya desain dan pembuatan program e-learning management
system, paket
pelajaran dan biaya-biaya lain, seperti promosi dan change management
system. Apabila infrastuktur yang dimiliki belum memadai, organisasi
11 harus mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli komputer, jaringan, server dan lain sebagainya.
Teknologi: karena teknologi yang digunakan beragam, ada kemungkinan teknologi tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada sehingga e-
learning tidak berjalan dengan baik.
Infrafrastruktur: internet belum menjangkau semua kota di Indonesia. Layanan broadband baru ada di kota-kota besar. Akibatnya, belum semua orang atau wilayah dapat merasakan e-learning dengan internet.
Materi: walaupun e-learning menawarkan berbagai fungsi, ada beberapa materi yang tidak dapat diajarkan melalui e-learning. Pelatihan yang memerlukan banyak kegiatan fisik, seperti olahraga dan instrumen musik, sulit disampaikan melalui e-learning secara sempurna. Akan tetapi, e-learning dapat digunakan untuk memberikan dasar-dasar pelatihan sebelum masuk ke praktik.
2.2
Strategi e-learning 2.2.1
Definisi Strategi Rangkuti (2005, P3),menurut Chandler, pengertian strategi adalah ” alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya.” ( Rangkuti (2005,P4), menurut Argyris, Mintzberg, Steiner dan Miner, strategi adalah ” respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. ”
12 2.2.2
Pentingnya Strategi Banyak kasus kegagalan menerapkan e-learning terjadi diorganisasi seluruh dunia karena organisasi tidak mempersiapkan strategi penerapan elearning yang handal. Seperti halnya penerapan teknologi baru, peluncuran produk baru di pasar, perlu memformulasikan strategi yang jelas sebagai acuan sebelum menerapkan e-learning. Oleh karena itu, penuyusunan strategi e-
learning berguna untuk: 1. Memperjelas tujuan pelatihan atau pendidikan yang ingin dicapai Tujuan pelatihan atau pendidikan dapat bermacam-macam dan berbedabeda untuk masing-masing departeman atau organiasi. Akan tetapi tujuan pelatihan harus menopang dan selaras dengan tujuan organisasi. Misalnya, saat perusahaan membutuhkan peningkatan service kepada pelanggan, pelatihan customer service sangat dibutuhkan, bukan pelatihan memakai komputer atau pelatihan cara memberikan presentasi. Adanya strategi penerapan e-learning yang baik membuat jenis pelatihan untuk anggota orgaisasi lebih terencana dan terarah kepada peningkatan kinerja anggota supaya tujuan organisasi lebih cepat tercapai. 2. Mengetahui sumber daya yang dibutuhkan Strategi yang baik harus menggambarkan kondisi sekarang, kondisi yang akan dicapai, dan hal-hal yang harus dilakukan. Perumusan strategi yang lengkap memperlihatkan secara jelas sumber daya yang dibutuhkan, baik dalam bentuk sumber daya manusia, keuangan, infrastruktur dan lain-lain. Setelah mengetahui sumberdaya yang dibutuhkan, perencanaan kegiatan perusahaan menjadi lebih teratur. 3. Membuat semua pihak yang terlibat untuk tetap mengacu pada tujuan yang sama
13 Tidak dapat di pungkiri bahwa kesuksesan sebuah proyek bergantung pada kerjasama pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek terdiri atas
orang-orang
dari
berbagai
departemen
di
organisasi.
Mereka
mempunyai tujuan yang berbeda, dengan adanya strategi yang jelas membuat seluruh pihak yang terlibat melihat dan mengerti apa yang sebenarnya diinginkan proyek. Kemudian, mereka dapat mengesampingkan tujuan pribadi dan memfokuskan usaha terhadap tujuan yang tertera pada strategi penerapan e-leaning. 4. Mengetahui pengukuran keberhasilan Tanpa strategi yang jelas, akan sulit menentukan berhasil atau tidaknya penerapan e-leaning, dan akan sulit mengetahui apakah semua usaha berjalan sesuai rencana. Strategi penerapan e-learning yang baik akan mengikut sertakan pengukuran. Strategi memiliki tujuan akhir berupa target pelaksanaan. Target tersebut dapat menjadi ukuran. Apabila target tercapai, maka penerapan e-learning dapat dikatakan sukses. Target dapat berupa jumlah orang yang mengikuti e-learning, jumlah orang yang mengerti pelajaran yang disampaikan, atau jumlah orang yang kinerjanya meningkat.
2.2.3 Struktur Strategi E-learning Menurut Effendi dan Zhuang (2005, P 25 – 32) Strategi e-learning melibatkan empat tahap: 1.
Analisa, faktor-faktor yang dibahas dalam analisa yaitu a.
Kebutuhan organisasi: dengan melihat keadaan organisasi
sekarang dan apakah keberadaan e-learning dapat memberikan dampak positif. Dalam melakukan analisa kebutuhan organisasi , ada beberapa hal yang perlu dicermati
14
tujuan perusahaan, tujuan pelatihan organisasi adalah membantu organisasi mencapai tujuannya. Yaitu, meningkatkan kemampuan kerja karyawan sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Oleh karena itu perlu terlebih dahulu mengetahui tujuan organisasi untuk menyelaraskan dan menganalisa kebutuhan oganisasi. Yaitu dengan mengetahui visi dan misi organisasi serta mengetahui target yang ingin dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang
perubahan teknologi, sekarang ini, perubahan teknologi berjalan begitu cepat sehingga organisasi perlu bertindak cepat pula bila tidak ingin ketinggalan, apabila organisasi yang bergerak dalam industri yang mengalami perubahan teknologi yang luar biasa cepat, maka perusahaan harus memikirkan cara yang cepat meluncurkan dan
menerapkan
teknologi
tersebut.
Kecepatan
organisasai
menerapakan teknologi baru sangat vital peranannya dalam menentukan keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, kepala pelatihan di organisasi harus memikirkan cara memperkenalkan teknologi baru kepada karyawan dengan cepat. Akan tetapi, cara konvensional
dengan
menggunakan
pelatihan
dikelas
akan
memperlambat proses pelatihan, terutama bila organisasi memiliki karyawan yang jumlahnya sangat besar dan tersebar diberbagai pulau. Pada keadaan seperti ini, pemakaian e-learning yang memiliki kelebihan yang menonjol dalam hal penyebaran informasi dengan cepat, akan sangat membantu kebutuhan pelatihan perusahaan. E-
learning dapat ditempatkan di server pusat dan semua karyawan di kantor
cabang
dapat
segera
mengikutinya. E-learning dapat
digunakan pula dalam bentuk CD-ROM yang hanya perlu dikirimkan kekantor-kantor cabang melalui pos.
15
Struktur organisasi, merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan strategi pelatihan atau strategi e-learning yang akan diterapkan perusahaan. ¾
Indonesia
yang
memiliki
banyak
pulau
dan
propinsi
menyebabkan suatu perusahaan nasional harus memiliki banyak kantor cabang. Masalahnya adalah cara kantor-kantor cabang berkomunikasi ¾
Apabila perusahaan memiliki srtuktur organisasi yang sangat dalam, dimana antara karyawan tingkat bawah dan pihak manajemen terdapat banyak sekali tingkatan, akan semakin sulit pula dilakukan pelatihan.
¾
Struktur fisik organisasi pun dapat mempengaruhi keputusan implementasi pelatihan dan e-learning. Apabila dilihat dari segi ini, suatu organisasi yang telah memiliki
pusat pelatihan
(training center) tidak begitu membutuhkan e-learning jika dibandingkan dengan organisasi yang belum memiliki pusat pelatihan atau ruangan kelas mencukupi. ¾
Organisasi yang memiliki kantor cabang diluar negri sangat membutuhkan e-learning yang menggunakan multi bahasa. Materi pelatihan yang dikembangkan melalui teknologi e-learning dapat relatif mudah disusun atau diterjemahkan keberbagai bahasa, dengan standar isi pelatihan tetap.
¾
Struktur dana atau budgeting organisasi berpengaruh pula. Apabila organisasi memiliki dana minim untuk pelatihan, maka elearning dapat menjadi alternatif.
16
Lingkungan perusahaan, disamping faktor-faktor internal, faktorfaktor eksternal juga dapat mempengaruhi keputusan penggunaan
e-learning disuatu organisasi. b.
Kebutuhan pelatihan: analisa kebutuhan pelatihan akan melihat
kebutuhan organisasi dari segi pelatihan secara lebih spesifik dan hubungannya dengan e-learning. Sehingga dapat dilihat perbedaan anatara kinerja yang dibutuhkan organisasi dengan kinerja sumberdaya manusia yang sebenarnya. Dalam analisa ini, akan berhubungan dengan pihak karyawan dan atasannnya agar mengetahui kondsi dan masalah pelatihan. Langkah-langkah yang diambil dalam analisa kebutuhan pelatihan ini adalah:
Menentukan kinerja yang
diinginkan, seorang praktisi bagian
pelatihan harus dapat menentukan pekerjaan dan keahlian yang dperlukan untuk mencapai tujuan atau target organisasi. Lebih baik lagi, jika bisa membuat deskripsi pekerjaan (job description) mengenai pekerjaan yang diperlukan sehingga akan lebih mudah melakukan perbandingan dan pengamatan terhadap kinerja para karyawan, kemudian tentukan juga standar kinerja keahlian.
Mentukan kinerja saat ini dan melihat perbedaan (Gap Analysis), setelah mengetahui standar kinerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, seorang praktisi pelatihan perlu melihat kinerja organisasi yang sebenarnya. Setelah melakukan pengukuran, lalu membandingkan antara tingkat kinerja yang diinginkan dan tingkat kinerja yang benar-benar terjadi di organisasi.
Mencari penyebab perbedaan, adanya perbedaaan antara kinerja yang diinginkan dengan kinerja yang sebenarnya membuat seorang praktisi pelatihan harus mencari penyebab terjadinya perbedan.
17 Lebih lanjut, seorang praktisi pelatihan perlu melihat dan menggali sampai keakar penyebabnya sehingga tindakannya lebih efektif.
Pemecahan masalah non-pelatihan, apabila akar permasalahan yang ditemukan tidak berhubungan dengan pengetahuan, keahlian dan sikap karyawan, pemecahan masalah nonpelatihan akan lebih efektif.
Meskipun
akar
masalah
yang
ditemukan
menuntut
pemecahan masalah nonpelatihan, tetapi pemakaian sistem seperti
e-learning masih berperan penting. E-learning dalam hal ini berfungsi tidak hanya sebagai sarana pelatihan, tetapi dapat pula sebagai alat penyebaran informasi atau komunikasi.
Pemecahan masalah pelatihan, apabila akar permasalahan yang ditemukan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, keahlian, dan sikap karyawan, maka para karyawan sebaiknya diberikan pelatihan.
c.
Budaya organisasi: analisa terhadap budaya perusahaan dan
apakah budaya tersebut cocok dan kondusif untuk menerapkan e-
learning. Berikut ini adalah hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa budaya organisasi:
Motivasi pelatihan, pelatihan yang diadakan sering tidak dianggap serius oleh para anggota organisasi. Karyawan perusahaan seringkali menganggap pelatihan sebagai waktu untuk istirahat. Dalam keadaan seperti ini, e-learning akan lebih sulit untuk diperkenalkan karena menuntut komitmen tinggi karyawan. Didalam suatu ruangan kelas, energi yang keluar sebagian dari pengajar. Sebaliknya dalam
e-learning, seratus persen tenaga yang dikeluarkan dari karyawan sendiri. Jadi, dapat dimengerti mengapa karyawan dalam kasus ini sering menolak penggunaan e-learning
18
Persepsi
terhadap
departemen
pelatihan,
setelah
mengetahui
persepsi anggota organisasi terhadap pelatihan di organisasi, kita harus mengetahui pula persepsi mereka terhadap departemen pelatihan. Sering terjadi seorang anggota organisasi sebenarnya memiliki motivasi tinggi untuk belajar, tetapi tidak mempercayai departemen pelatihan diorganisasi sehingga ia memilih mencari program palatihan diluar.
Dukungan manajemen, harus mengetahui bagaimana dukungan manajemen tingkat atas tehadap pelatihan dan e-learning. Mereka harus ikut serta dalam pelatihan, prosse pengambilan keputusan, merekomendasikan pelatihan dan lain-lain.
Demografi peserta, dengan melihat kondisi anggota organisasi yang akan menjadi peserta pelatihan. Melihat mayoritas umur, struktur pendidikan , jenis kelamin. Apabila karakeristik karyawan kurang lebih sama, penerapan e-learning akan lebih mudah.
Budaya kerja, apabila suatu organisasi terbiasa memberikan kesibukan sangat tinggi bagi semua anggotanya, maka kegiatan pelatihan dapat dianggap mengganggu
d.
Infrastruktur: menganalisa keadaan teknologi dan infrastruktur
organisasi dari segi pelaksanaan e-learning. Harus menganalisa teknologi dan infrastruktur yang tersedia untuk proses pembelajaran. Pertanyaan yang paling sederhana adalah apakah karyawan memiliki fasilitas untuk mengakses e-learning. Dalam hal ini kita perlu bekerjasama dengan staf bidang Teknologi Informasi (IT) di organisasi. 2.
Perencanaan, yang ditinjau adalah: a.
Teknologi dan Network: sebagus apapun program e-learning
yang dimiliki, tidak akan ada artinya bila orang-orang tidak bisa
19 mengakses dan memainkannya di komputer mereka. Apabila ingin menggunakan akses internet atau intranet untuk e-learning, kita harus melihat keandalan network. Jika network tersebut selalu rusak atau
down, maka orang-orang akan frustasi dan menolak e-learning. b.
learning management system (LMS), ada dua bagian utama e-
learning, yaitu learning manajemen system (LMS) dan learning content atau materi pelajaran e-learning yang akan dipelajari oleh pemakai.
learning management system (LMS): adalah sistem yang membantu administrasi dan berfungsi sebagai platform e-learning content. Apabila memiliki banyak materi memerlukan banyak materi palajaran e-learning, kita tidak hanya meletakkannya pada layar desktop komputer dalam bentuk icon. Oleh karena itu, kita perlu memiliki LMS sebagai sistem yang mengatur e-learning content atau mata pelajaran e-learning. e-learning dapat membantu administrasi kegiatan pelatihan. LMS inilah yang berperan banyak dalam membantu administrasi. LMS pun mengatur semua kegiatan e-learning. Beberapa fungsi LMS adalah:
Katalog, LMS yang baik harus dapat menunjukkan materi pelatihan yang dimiliki. Materi-materi dapat berupa pelajaran e-learning, artikel, tesis, hasil diskusi. Katalog yang baikpun harus membedakan materi berdasarkan jenis materi, departemen yang memerlukan. Misal: Marketing Mix untuk departemen marketing dan penjualan. Katalog yang baik harus dapat menampilkan informasi tentang suatu pelajaran dengan lengkap, meliputi judul, tujuan, cakupan atau outline, durasi, target pelajar, tanggal tersedia, materi pendahuluan, tes yang harus diikuti, dan lain sebagainya.
20
Registrasi dan persetujuan, fungsi ini memungkinkan seorang calon peserta pelatihan mendaftarkan diri secara online, baik untuk pelajaran online maupun di kelas
Menjalankan dan memonitor e-learning, LMS harus menjalankan materi pelajaran e-learning dengan baik. Setelah materi pelajaran e-
learning dijalankan, LMS harus mempunyai kemampuan merekam kegiatan agar dapat dibuat laporan. LMS harus dapat merekam tentang berapa lama peserta latihan mengakses materi pelatihan atau pelajaran, berapa kali, tanggal dan jamnya.
Evaluasi, harus dapat mengukur seberapa jauh peserta pelatihan menyerap
materi,
LMS
secara
otomatis
menyarankan
untuk
mengulang kembali pelajaran, membaca beberapa artikel tambahan
Komunikasi, LMS dapat menyajikan atau memberikan pengumuman kepada para pelajar tertentu. Pengumuman dapat dari pengajar atau administrator pelatihan. Komunikasi disini dapat berarti pengajar memberikan materi bacaan tambahan kepada peserta pelatihan melalui sistem. Pengajar dapat pula memasukkan atau meng-upload sebuah artikel yang ditujukan kepada beberapa pelajar tertentu dan LMS dapat menginformasikannya kepada mereka, agar mengakses dan men-download artikel melalui LMS.
Laporan,
melalui
LMS
para
administrator
pelatihan
dapat
memperoleh laporan berisi data pelatihan. Atasan dan manajemen harus dapat mengakses sistem dan mencetak laporan langsung, tanpa meminta bantuan administrator
Rencana
pelatihan,
berdasarkan
dapat
rencana
diikutsertakan
pelatihan,
LMS
dalam secara
LMS.
Jadi
otomatis
merekomendasikan program pelatihan yang sesuai dan mengatur
21 jadwalnya. Jadi, karyawan dapat melihat pelatihan yang dia butuhkan melalui LMS, kapan karyawan tersebut dapat mengikuti dan harus menyelesaikan.
Integrasi, dalam suatu organisasi ada beberapa sistem komputer. Misalnya, bagian SDM memiliki sistem personalia (PeopleSoft, SAP) dan bagian keuangan memiliki sistem akuntansi (Accpac, MyOB) LMS yang baik dapat berkomunikasi dan berintegrasi dengan sistemsistem yang ada.
Selain kedelapan fungsi dasar, dapat pula menambahkan fungsi-fungsi penunjang lain, misalnya forum diskusi atau chatroom agar pengajar dan pelajar dapat berdiskusi mengenai topik pelatihan, dan lain-lain. Oleh karena itu, tim e-learning harus berdiskusi tentang fungsi-fungsi yang diperlukan.
Learning Content Management System (LCMS): adalah sistem yang fungsi utamanya menyusun dan mengatur materi atau content e-
learning. Jadi, dalam LCMS seorang pengembang materi e-learning dapat menciptakan storyboard, menggabungkan materi, mengubah isi materi dan lain sebagainnya. LCMS dan LMS memiliki perbedaan. Fungsi LMS lebih fokus kepada proses pembelajaran, sedangkan fokus pada LCMS adalah pembuatan materi atau content. c.
Materi: hasil analisa kebutuhan pelatihan yang dilakukan pada
tahap sebelumnya berhubungan erat dengan merencanakan materi pelajaran e-learning. Materi tersebut harus sesuai dengan hasil analisa kebutuhan pelatihan. Yang harus diperhatikan dalam desain materi pelajaran e-learning adalah:
Tampilan
22 ¾
Latar belakang yang ditampilkan harus menarik secra visual, tetapi jangan sampai menggangu konsentrasi belajar.
¾
Grafik yang ditampilakan dapat berupa 2D atau 3D.
¾
Gunakan foto untuk menambah kedekatan dengan dunia nyata
¾
Animasi akan membuat pelajar tidak bosan. Namun, gunakan seperlunya. Animasi berlabihan akan mengganggu konsentrasi belajar
¾
Suara akan melibatkan indera lain dari pelajar
¾
Jika
memungkinkan,
dapat
menggunakan
video
untuk
memberikan hasil terbaik, terutama bila pelajaran e-learning perlu menggunakan demonstrasi
Interaksi, pada e-learning pelatihan diperlukan agar materi lebih mudah diserap dan dimengerti, serta menghindari kebosanaan.
Kontrol, agar dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan kecepatan belajarnya
sendiri,
seorang
pelajar
harus
dapat
mengontrol
kecepatan materi pelajaran e-learning melalui beberapa mekanisme berikut: ¾
Menu: dalam suatu pelajaran, pelajar dapat melihat menu babbab didalam pelajaran. Pelajar dapat memilih bab yang akan diikuti, dilewati atau diulangi
¾
Panel: digunakan untuk mengontrol maju mundurnya halaman pelajaran. Materi pelajaran harus dilengkapi pula dengan kontrol panel, dimana pelajar dapat berhenti sementara dan keluar dari pelajaran kapanpun
¾
Help: apabila pelajar tidak mengetahui tombol yang harus ditekan, ia dapat melihat menu pertolongan dengan menekan tombol help atau tanda tanya.
23
Bentuk: suatu materi pelajaran e-learning dapat memiliki banyak bentuk dan metodologi. Dia dapat berupa simulasi, permainan dan lain-lain
Susunan: hal lain yang harus diperhatikan adalah instructional
design untuk materi e-learning berbeda dengan pelatihan dikelas. Pada
pelatihan
dikelas,
dapat
menyusun
materi
pelajaran
berdasarkan penjelasan konsep besarnya dahulu lalu masuk detil pembahasan, atau terbalik dari topik yang detil kecil menuju topik yang lebih besar, atau gabungan kedua susunan. Penyusunan berdasarkan materi sendiri disebut content-centric Sebaliknya, bila penyusunan materi e-learning hanya berdasarkan materi yang ada, pelajar akan sulit mencerna materi, merasa bosan dan meninggalkan pelajaran. Dalam e-leaning, pelajar harus menggunakan energi sendiri yang lebih besar untuk menyerap pelajaran sehingga materi harus semenarik mungkin. d.
Marketing: agar mencapai hasil maksimal, perusahaan harus
membuat karyawan tertarik, berminat mencoba dan dapat menerima e-
learning. Oleh karena itu, harus merencanakan cara pemasaran dan promosi yang cocok 3.
Pelaksanaan, tahapnya dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan waktu pelaksanaan: a.
Pre-Launch: melaksanakan kegiatan yang harus dipersiapakn
sebelum peluncuran e-learning di organisasi. Harus memastikan bahwa produk tidak memiliki kelemahan atau kekurangan b.
Launch: yaitu peluncuran atau perkenalan e-learning kepada
seluruh anggota organisasi
24 c.
Post-Launch: yaitu melakukan beberapa kegiatan untuk menjaga
tingkat keikut sertaan anggota dalam program e-learnig dan cara menjaga kepuasan pembelajaran peserta pelatihan. 4.
Evaluasi, dilakukan untuk menilai keberhasilan pogram. Pelatihan dapat dilakukan secara beringkat sebagai berikut:
Level 1: mengukur kepuasan peserta pelatihan dari segi interaksi dan tampilan program e-learning
Level 2: mengukur hasil pembelajaran, apakah peserta pelatihan dapat menyerap materi
Level 3: mengukur apakah materi pembelajaran benar-benar digunakan oleh peserta pelatihan ketika melakukan kegiatan peruahaan sehingga kinerja meningkat
Level 4: mengukur berapa banyak hasil yang didapati oleh organisasi dengan adanya pelatihan e-learning sehingga kinerja sumber daya manusia perusahaan meningkat. Hasil tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah investasi agar dapat mendapatkan hasil return on investment (ROI) dari penerapan
e-learning. Hasil evaluasi yang dilakukan akan enjadi bahan analisa untuk mengembangkan strategi berikutnya.
2.3
Pelatihan Menurut Budi, Sri (2005, P73), istilah pelatihan (training) mengacu pada serangkaian kegiatan yang memberikan peluang untuk mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan. Program pelatihan diberikan baik kepada karyawan yang baru diterima maupun kepada karyawan yang telah ada, dengan maksud untuk menghadapi situasi-situasi yang berubah.
25
2.3.1
Menentukan kebutuhan pelatihan Budi, Sri (2005, P74) Goldstein dan bukton, mengemukakan ada tiga analisis kebutuhan pelatihan. a.
Analisis organisasi Dalam hal ini manager perlu menganalisis tujuan dari organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan organisasi. Analisis organisasi dapat dilakukan dengan cara survei mengenai sikap karyawan terhadap kepuasan kerja, persepsi dan sikap karyawan. Disamping itu dapat juga menggunakan, turn over, absensi, kartu pelatihan, daftar perkembangan karyawan dan data perencanaan karyawan.
b.
Analisisi persyaratan kerja Keterampilan dan pengetahuan yang dipersyaratkan dalam uraian pekerjaan diperiksa kembali, jika ditemukan karyawan yang tidak memenuhi persyaratan maka mereka merupakan peserta bagi program pelatihan
c.
Analisis karyawan Analisis ini difokuskan pada identifikasi khusus kebutuhan training bagi karyawan yang bekerja pada jobnya. Kebutuhan pelatihan karyawan dapat dianalisa secara individu maupun kelompok.
2.3.2
Prinsip-prinsip Pelatihan Mengembangkan dan mengimplementasikan program pelatihan tidaklah mudah. Untuk mencapai keberhasilan dan terpenuhinya sasaran pelatihan, maka diperlukan
pedoman-pedoman.
Budi,
sri
(2005,
P77)
Dale
Yode,
Mengembangkan prinsip-prinsip dasar dalam program pelatihan. Prinsip-prinsip
26 dasar tersebut merupakan hasil penyelidikan dan pengalaman yang telah dilakukan menyangkut pendidikan dan pelatihan: a.
Perbedaan Individu (Individual difference principles) Prinsip utama dalam merencanakan pelatihan adalah pemahaman yang mendalam
akan
adanya
perbedaan-perbedaan
dalam
individu.
Perbedaan individu disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya latar belakang pendidikan, keluarga, wilayah tempat tinggal, dan pengalaman b.
Hubungan dengan analisa jabatan (relation to job analysis) Program-program
apa
saja
yang
akan
dilatih
tergantung
pada
kesesuaian kebutuhan kerja yang tercermin dalam analisa jabatan, baik menyangkut deskripsi jabatan maupun spesifikasinya. Misalnya karyawan yang pelu dilatih adalah karyawan bagian pergudangan, maka pelatihan harus diarahkan pada penguasaan tentang prosedur pembelian barang. c.
Motivasi (motivation) Untuk meningkatkan semangat karyawan dalam mengikuti program pelatihan, maka perlu diberikan rangsangan baik secar fisik (materi) maupun non fisik (moril). Pemberian ransangan dimaksudkan untuk menghindari adanya ketidak jelasan maksud dan arah pelatihan.
d.
Partisipasi aktif (active partisipation) Ketika program pelatihan dilaksanakan, peserta pelatihan harus dapat ikut terlibat secara langsung dan aktif dalam mengambil bagian. Dalam hal ini metode pelatihan harus dikembangkan untuk menarik minat dan kemampuan peserta didalam setiap kegiatan.
e.
Seleksi peserta (selection of trainess) Perbedaan individu menyebabkan ada sebagian peserta yang sulit menerima materi pelatihan, sedangkan yang lainnya dengan mudah dapat memahami materi yang diberikan. Oleh karena itu, setiap calon
27 peserta perlu dilakukan pemilihan (seleksi) agar memiliki standar-standar tertentu f.
Seleksi pelatih (selection of trainer) Tidak hanya peserta pelatihan, pelatih juga harus diseleksi. Tujuannya adalah menjamin bahwa mereka dapat memberikan materi pelatihan secara mudah sehingga dapat diterima secara baik oleh peserta.
g.
Sertifikasi pelatih (trainer certification) Pelatih yang baik merupakan pelatih yang telah memiliki pengalaman dan pengakuan oleh kelompok tertentu. Cara mudah untuk menilai adalah dengan melihat penghargaan yang diperolehnya.
h.
Metode pelatihan (training methods) Metode pelatihan harus dipilih sehingga sesuai dengan tujuan pelatihan.
i.
Prinsip pembelajaran (prinsiples of learning) Harus disadari bahwa pelatihan merupakan proses pembelajaran. Jika terdapat kekurangan, adalah suatu kewajaran yang perlu ditolerir tetapi memiliki komitmen untuk diperbaiki. Oleh karena itu pelaksanaan dari program pelatihan harus betul-betul
dipersiapkan sebaik mungkin. Hal-hal pokok yang perlu mendapat perhatian sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan antara lain menyangkut tujuan pelatihan, siapa yang dilatih, kapan (jadwal) pelatihan, tempat atau lokasi pelatihan, jumlah dan kualitas peserta, instruktur, dan metode pelatihan.
2.3.3
Tahap-tahap pelatihan Budi, sri (2005, P79-81) menurut Shuler et all, merumuskan tahap pelatihan dalam tiga tahap, yaitu a.
Tahap penilainan
28 Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam proses pelatihan dimana kebutuhan terhadap pelatihan ditentukan atau diidentifikasi terlebih dahulu. Tahap ini akan menjadi pedoman bagi tahap-tahap berikutnya. Identifikasi kebutuhan pelatihan dapat ditinjau dari tiga variabel utama, yaitu
Menganalisis kebutuhan organisasi (organization variabel)
Kecenderungan penyesuaian terhadap tugas-tugas (task variabel)
Kemampuan dan keterampilan karyawan (personal variabel)
Setelah pengidentifikasian selesai, proses berikutnya dalam tahap penilaian adalah menetapkan tujuan pelatihan b.
Tahap implementasi Berdasarkan hasil penilaian tahap pertama, proses implementasi tentunya dpat dimulai. Dua kegiatan utama dalam tahap implementasi adalah pemilihan dan perancangan program pelatihan serta pelaksanaan terhadap program itu sendiri. Jika terdapat sejumlah alternatif kegiatan pelatihan yang akan dikembangkan, tentunya manager harus dapat memilih metode pelatihan mana yang efektif dikembangkan sesuai dengan tujuan pelatihan. Selanjutnya dirancang sedemikian rupa sesuai dengan program yang dikembangkan tersebut.
c.
Tahap evaluasi Tahap evaluasi dapat juga disebut sebagai tahap yang krusial. Karena pada tahap ini program pelatihan diukur efektifitasnya. Dengan demikian dapatlah dipastikan bahwa pelatihan yang dilaksanakan sudah mencapai target yang ditentukan. Tolak ukur dari tahap evaluasi adalah kesesuaian antara tujuan pelatihan dengan hasil nyata yang diperoleh. Tahap evaluasi ini juga dapat menjadi pedoman dasar dalam menetapkan program pelatihan untuk periode berikutnya.
29 2.3.4
Metode pelatihan
Metode On The Job Training
a.
Metode ini memungkinkan para pekerjanya untuk terus melakukan tugas dengan menyisihkan waktu mereka sambil belajar. Manfaat dari metode on the job
training adalah peserta belajar dengan perlengkapan yang nyata dan dalam lingkungan pekerjaan yang jelas. Sebaliknya, pelatihan on the job seringkali menciptakan suasana jenuh karena peserta pelatihan tidak mendapatkan suasana
baru
dalam
lingkungan
kerjanya.
Kelemahan
lainnya
adalah
terlambatnya proses kerja yang disebabkan oleh kurang lancarnya karyawan yang dilatih dalam menangani sebuah persoalan kerja. Beberapa teknik yang bisa dilakukan dalam metode on the job training adalah: a. Coaching, yaitu pelatihan yang terjadi ketika seorang yang berpengalaman memberikan saran teknis spesifik kepada orang lain. Cara ini dapat terjadi secara lebih informal dalam bentuk bantuan secara spontan diberikan dalam tim. Teknik ini dapat diterapkan apabila jumlah karyawan yang dilatih relatif sedikit dan memiliki cukup pengetahuan untuk itu. Contoh, karyawan yang berpengalaman (sebagai pelatih) mendampingi karyawan baru (yang dilatih) dalam operasi komputer. Kelebihan dari sistem coaching ini adalah adanya perhatian yang lebih besar dari karyawan yang dilatih dan tingginya tanggung jawab seorang instruktur karena
mereka
terlibat
secara
langsung
dalam
pembimbingan
itu.
Sebaliknya, kelemahan sistem coaching adalah diperlukannya instruktur yang banyak apabila jumlah pesertanya banyak juga. b. Magang atau understudy training adalah melibatkan suatu penugasan kerja dimana seseorang berfungsi sebagai seorang yang sedang belajar atau asisten bagi seorang yang telah memiliki keterampilan pekerjaan yang diperlukan. Dalam hal ini proses pemagangan tetap dilakukan didalam
30 lingkungan kerja itu sendiri. Contoh, untuk meningkatkan kemampuan mengajar dosen baru, mereka pelu mengikuti beberapa senior mereka untuk melihat secara langsung praktek mengajar yang sebenarnya. c.
Pemodelan (modeling), yaitu proses dimana seseorang memperlihatkan melalui perilaku personal apa yang diharapkan dari orang lain. Contoh, adalah dengan mengamati dan memperaktekkan teknik-teknik dari para manajer yang baik.
b.
Metode off the job training metode pelatihan ini menggunakan tempat diluar organisasi, tetapi
menggambarkan kondisi yang ada dalam organisasi. Pelatihan ini dapat juga dilakukan didalam organisasi yang bersangkutan atau fasilitas pelatihan yang terpisah. Contoh, karyawan diikut sertakan dalam program pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh lembaga lain, misal universitas, departemen tenaga kerja, dan instansi terkait lainnya. Keuntungan metode ini adalah mengurangi kejenuhan dan stres kerja akibat suasana yang monoton.
2.4
Evaluasi Melakukan evaluasi terhadap program pelatihan yang telah dilaksanakan adalah penting untuk mengukur seberapa jauh program pelatihan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan organisasi. Dengan kata lain bagaimana organisasi dapat memastikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan telah berhasil meningkatkan kemampuan pesertanya.
2.4.1
Krikpatrick: an evergreen valuation model Banyak teori yang beredar di industri e-learning membahas apa yang harus diukur dan dapat diukur. Akan tetapi, dunia pelatihan dan e-learning saat ini terus berubah sehingga kita sulit menentukan dan mendefinisikan dengan
31 tepat ukuran yang harus dipakai. Teori paling sederhana tentang pengukuran atau evaluasi e-learning adalah menggunakan ukuran yang sama dengan yang digunakan untuk mengukur pelatihan di kelas. Menurut Morrison (2003, P59) Krikpatrick dalam an evergreen evaluation
model, evaluasi pelatihan menurut Krikpatrick terdiri dari 4 (empat) level, yaitu:
Level 1 Reaction : a measure of learner satisfaction Mengukur efektivitas pelatihan berdasarkan persepsi dan reaksi pelajar
Level 2 learning: a measure of learning Mengukur keberhasilan pelatihan berdasarkan pencapaian tujuan pelatihan yang telah ditetapkan
Level 3 Behaviour: a measure of behaviour change Mengukur keberhasilan pelatihan berdasarkan peningkatan kinerja pelajar di lingkungan pekerjaan
Level 4 Result: a measure of results Mengukur keberhasilan pelatihan berasarkan perubahan pada organisasi atau bisnis yang disebabkan pelatihan.
4 RESULT 3 BEHAVIOUR 2 LEARNING 1 SATISFACTION
Gambar 2.1 Hierarchy of Krikpatrick ’s model Sumber: Morrison (2003, P61) dalam buku e-learning strategies.
32 2.4.2
Penilaian Kinerja Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja. http://id.wikipedia.org Jadi kinerja adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan bagi suatu perusahaan. Menurut Budi, sri (2005, P85), pada umumnya ukuran yang dapat digunakan untuk menilai sesuatu cara latihan adalah dengan melihat tujuan dari masing-masing yang bersangkutan. Bilamana tujuan pelatihan dapat direalisir petugas yang mengikuti latihan, maka cara latihan dinyatakan efektif. Jika tolak ukur keberhasilan pelatihan diperinci lagi maka terdapat beberapa aspek utama yang menjadi perhatian dalam evaluasi atas keberhasilan pelatihan. Aspek-aspek itu meliputi antara lain:
2.5
Produktivitas sebelum dan sesudah pelatihan dilaksanakan
Adanya perubahan cara atau metode kerja
Loyalitas terhadap pekerjaan
Semangat dan motivasi kerja
Kecenderungan penghematan biaya atau anggaran
Dampak pelatihan terhadap stamina atau fisik
Lancarnya sistem komunikasi
Minimalisasi konflik
Internet 2.5.1
pengertian internet
Internet sebagai sebuah jaringan yang besar antar komputer merupakan gabungan dari jaringan-jaringan komputer yang ada diseluruh dunia dan menyebabkan komputer-komputer yang terhubung dengan internet dapat saling
33 berkomunikasi, tukar menukar informasi, dengan penggunaan internet lainnya diseluruh dunia. Menurut McLeod (2004,P222), internet adalah kumpulan jaringan yang dapat saling berhubungan. Jika anda memiliki Local Area Network (LAN) di satu kantor dan LAN di kantor lain, anda dapat menggabungkan keduanya dan itu akan menciptakan suatu internet. Menurut Diana (2001, P3) yang diterjemahkan oleh Tjiptono, internet merupakan jaringan komputer yang sangat besar yang terbentuk dari jaringanjaringan kecil yang ada diseluruh dunia yang saling terhubung satu sama lain. Jadi, internet merupakan jaringan yang berisi kumpulan infomasi yang tersebar diseluruh dunia dan saling berhubungan antara jaringan yang satu dengan yang lainnya
2.5.2
Sejarah Internet Internet pertama kali dibuat oleh Advance Research Projects Agency (ARPA) dari pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1969 dan mula-mula dikenal sebagai ARPANet. Ide dari ARPANet ini awalnya adalah untuk menghubungkan komputer riset anta universitas. ARPANet pertama kali terhubung dengan
University of California at Los Angeles (UCLA). Solusi yang ditawarkan oleh ARPANet pada waktu itu adalah apabila terjadi kerusakan pada sebuah jaringan akibat perang atau bencana alam, maka paket data yang dikirim tetap dapat sampai ketujuan. Sekarang internet telah berkembang dengan pesat. Kini internet bisa diakses oleh orang-orang diseluruh dunia dan sudah menjadi salah satu media komunikasi yang modern. Selain itu, faktor pendorong perkembangan internet adalah tiga daya tarik utama internet yang meliputi:
Communication:meliputi beberapa kapabilitas internet, seperti
34 ¾
Email : mengirim pesan (surat elektornik)antar pribadi
¾
Usenet newsgroup: kelompok diskusi di electronic bulletin boards
¾
LISTSERV: kelompok diskusi menggunakan e-mail mailing list servers
¾
Chatting: percakapan interaktif melalui internet
¾
Telnet: masuk ke sistem komputer tertentu dan bekerja pada sistem komputer yang lain
Information Retrieval ¾
FTP (File Transfer Protocol): transfer file dari satu komputer ke komputer lain
¾
Gophers: menempatkan informasi yang disimpan pada internet servers dengan menggunakan hirarki menu
Information Search ¾
WWW (World Wide Web): mengambil, memformat, dan menampilkan informasi (termasuk teks, audio, grafik, dan video) dengan menggunakan hypertext link.
Daya tarik lain yang berhasil membuat internet sangat populer sebagai media komunikasi, hiburan, dan bisnis adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan keunggulan internet, diantaranya hal kenyamanan (bisa akses kapanpun, oleh siapa pun dan dimanapun), konektivitas dan jangkauan global, efisiensi, interaktivitas, fleksibilitas.
2.5.3
Pengertian Intranet Organisasi dapat membatasi akses ke jaringan mereka hanya bagi anggota organisasinya dengan menggunakan intranet. Intranet menggunakan protokol jaringan yang sama dengan internet tetapi membatasi akses
35 kesumberdaya komputer hanya bagi sekelompok orang pilihan didalam organisasi. Bagaimana intranet berbeda dengan Local Area Network (LAN), yaitu LAN tidak memiliki koneksi fisik kejaringan lain. Intranet memiliki koneksi kejaringan lain tetapi menggunakan piranti lunak, hardware, atau kombinasi keduanya.
2.5.4
Pengertian Ekstranet
Ekstranet (Extended intranet) menggunakan jaringan protokol TCP/IP internet untuk menghubungkan berbagai intranet pada lokasi berbeda. Ekstranet bermanfaat dalam mewujudkan konektivitas yang aman antara intranet perusahaan dan intranet mitra bisnis, pemasok bahn menah, penyedia jasa
finansial, pemerintah dan pelanggan. Lingkungan ekstranet yang terproteksi memungkinkan setiap kelompok untuk berkolaborasi, berbagi informasi secara
ekslusif dan saling bertukar informasi secara aman.
2.6.
E-business 2.6.1
Pengertian e-business Menurut Turban (2004,P3), e-business mengacu pada lingkup yang lebih luas dan mencakup pula layanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis, dan transaksi elektronik internal dalam sebuah organisasi. Jadi, e-business dapat diartikan sebagai transaksi jual beli produk, jasa dan informasi, yang mencakup layanan pelanggan, kolaborasi dengan mitra bisnis, dan transaksi elektronik internal dalam sebuah organisasi
2.6.2
Aplikasi e-business ada banyak sekali aplikas e-business, diantaranya home banking, berbelanja di online stores dan online malls, membeli saham, mencari pekerjaan,
36 mencari
jodoh,
melelang
barang
memesan
tiket
pesawat,
menelusuri
perpustakaan maya dan sebagainya. Aplikasi e-business tersebut ditunjang oleh beberapa pilar dan infrastruktur 2.6.2.1
Empat Pilar E-business Menurut Diana (2001, P15) yang diterjemahkan oleh Tjiptono, empat pilar utama yang ada meliputi : •
Orang
(People),
meliputi
pembeli,
penjual,
perantara,
managemen, dan staf sistem informasi •
Kebijakan Publik (Public Policy), meliputi pajak, perundangundangan, nama domain
•
Standar Teknis, baik untuk dokumen, keamanan, protokol jaringan, maupun pembayaran
•
Organisasi, yaitu mitra bisnis, pesaing, asosiasi, dan instansi pemerintah
2.6.2.2
Infrastruktur Pendukung E-business Sedangkan infrastruktur pendukung e-business meliputi: ¾
Common business services infrastructure, seperti security smart cards / authentication, pembayaran elektronis, direktori dan katalog
¾
Messaging
and
information
distribution
infrastructure,
diantaranya EDI, e-mail, dan Hypertext Transfer Protocol ¾
Multimedia content and network publishing infrastructure, seperti HTML, java, World Wide Web dan VRML
¾
Network infrastructure, diantaranya jasa Telkom, TV kabel, wireless, Internet, WAN, LAN, Intranet, dan Extranet
37 ¾
Interfacing infrastructure, baik unuk data base, pelanggan, maupu aplikasi.
2.6.3
E-commerce Menurut Turban (2004, P3) yang sudah diterjemahkan e-commerce adalah proses dari membeli, penjualan, pertukaran dari satu produk, servis dan informasi menggunakan jaringan komputer khususnya dengan menggunakan internet. Menurut Kienan (2001, P4) yang suda diterjemahkan e-commerce adalah membuat, mengelola, dan meluaskan hubungan komersial secara online. Jadi dapat disimpulkan bahwa e-commerce adalah
proses membeli,
menjual, pelayanan dan informasi secra elekronik dan kegiatan ini dilakukan dlamjaringan internet.
2.6.3.1 Tipe-tipe e-commerce Menurut Turban, Rainer, Potter (2003, P 275) yang sudah diterjemahkan, jenis-jenis e-commerce terdiri dari: ¾
Collaborative commerce (c-commerce): merupakan tipe dari e-commece, rekan bisnis berkolaburasi secara electronic. Dimana frekuensi kolaburasi terjadi antara rekan bisnis dalam melakukan supply chain.
¾
Business-to-consumers (B2C): dimana penjualnya adalah organisasi, dengan pembelinya adalah individu. Atau dapat diartikan sebagai transaksi ritel dengan pembeli individual.
¾
Consumer-to-business (C2B): meliputi individu yang menjual produk ataujasa kepada organisasi, serta indiviu yang mencari penjual, berinteraksi dengan penjual tersebut, dan melakukan transaksi.
38 ¾
Consumer to consumer (C2C): dimana individu menjual produk (atau jasa) kepada individu lain
¾
Intrabusiness (intraorganiational) commerce: meliputi semua aktivitas internal organisasi yang biasanya dilakukan melalui intranet dan meliputi pertukaran
barang,
bermacam-macam,
jasa mulai
atau dari
informasi. menjual
Aktivitas
produk
internal
korporat
bisa
kepada
karyawan hingga aktivitas pelatihan online. ¾
Government to citizen (G2C) and to others: pemerintah menyediakan pelayanan jasa atai servis kepada warganegara melalui teknologi
electronic commerce. Selain itu e-government berfungsi sebagai sarana kegiatan bisnis dengan pemerintah lainnya. ¾
Mobile commerce (m-commerce): adalah transaksi yang dilakukan dengan teknologi Wireless.
2.6.4
Strategi Membangun Web E-commerce adapun strategi untuk membangun web e-commerce adalah antara lain:
Menarik (Attract)
Attrack meliputi kegiatan promosi dan pemasaran dengan cara membuat pelanggan merasa tertarik untuk memasuki web perusahaan dan melihat katalog barang yang hendak dijual ataupun sekedar memberi informasi kepada pelanggan. Oleh karena itu, web yang dibuat hendaknya komunikatif, interaktif dan menarik.
Interaktif Membuat pelanggan dari sekedar merasa tertarik sampai ingin membeli barang atau jasa yang ditawarkan
Aksi (Action)
39 Merupakan tahap pengelolaan pesanan (order management), antara lain berisi
¾
Proses pemesanan (Order processing)
¾
Pembayaran (Payment)
¾
Penyelesaian (Fulfillment)
Reaksi (React) Tahap ini merupakan tahap layanan purna jual (after sales service) yang meliputi pelayanan kepada pelanggan terhadap pertanyaan-pertanyaan, usul, kritik yang mungkin diajukan pelanggan. Selain hal diatas, masi banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam
membangun suatu Web E-commerce, seperti tujuan yang hendak dicapai, barang yang akan dijual, pangsa pasar, harga jual yang komprtitif dan keuntungan yang didapat.
2.7
Efisiensi dan Efektifitas Managemen Efisiensi mengacu pada hubungan antara keluaran dan masukan (output / input). Menurut Drucker, “efisiensi berarti mengerjakan sesuatu dengan benar (doing
things right), sedangkan efektif adalah mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right things).(Budi C, 2005, P5) Dalam bahasa yang lebih sederhana efisiensi menunjukkan kemampuan organisasi dalam menggunakan sumber daya dengan benar dan tidak ada pemborosan. Setiap peruahaan akan berusaha mencapai tingkat output dan input yang seoptimal mungkin. Sedangkan, Efektifitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasaran (hasil akhir) yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektifitas operasionalnya. Dengan demikian antara efektifitas dan efisiensi itu saling
40 terkait. Organisasi tdak hanya dituntut mengejar tujuan semata, akan tetapi bagaimana tujuan itu bisa dicapai dengan cara efektif dan efisien.
2.8
Lembaga Keuangan Bankan 2.8.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “bidang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyrakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” Kasmir (2004, P 23). Dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai bank tidak lepas dari masalah keuangan. 2.8.1.1
Menghimpun Dana dari Masyarakat(Funding) Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah dunia perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat deposito dan deposito berjangka. Agar masyarakat mau menympan uangnya dibank maka pihak perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si
41 penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang
diberikan,
akan
menambah
minat
masyarakat
untuk
menyimpan uangnya. Oleh karena itu pihak perbankan harus memberikan berbagai
rangsangan dan
kepercayaan
sehingga
masyarakat berminat untuk menamamkan dananya. 2.8.1.2
Menyalurkan Dana (Lending) Setelah
memperoleh
dana
dalam
bentuk
simpanan
dari
masyrakat, maka oleh perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau dijualkan kembali kemasyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (Lending)
2.8.1.3
Jasa-jasa Perbankan Lainnya (Services) Bank
selain
melakukan
kegiatan
menghimpun
dana,
memyalurkan dana, bank juga memberikan pelayanan jasa lainnya seperti:
Kiriman uang (Transfer)
Inkaso (Collection)
Kliring (Clearing)
Safe Deposit Box
Bank Card
Bank Notes (Valas)
Bank Garansi
Referensi Bank
Bank Draft
Letter of Credit (L/C)
42
Cek Wisata (Travellers Cheque)
Jual beli surat-surat berharga
Menerima setoran- setoran seperti:
2.8.2
¾
Pembayaran pajak
¾
Pembayaran telpon
¾
Pembayaran air
¾
Pembayaran listrik
¾
Pembayaran uang kuliah
Melayani pembayaran-pembayaran seperti: ¾
Gaji/ pensiun/ honorarium
¾
Pembayaran deviden
¾
Pembayaran kupon
¾
Pembayaran kupon
¾
Pembayaran bonus/ hadiah
Sejarah Perbankan Usaha perbankan dimulai dari zaman Babylonia kemudian dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno dan Romawi. Namun pada saat itu tugas utama bank hanyalah sebagai tempat tukar menukar uang. Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia maka perkembangan perbankanpun semakin pesat karena perkembangan
dunia
perbankan
tidak
terlepas
dari
perkembangan
perdagangan. Perkembangan perdagangan semula hanya didaratan eropa akhirnya menyebar ke Asia Barat. Sejarah perbankan di indonesia tidak terlepas dari Zaman penjajahan Hindia Belanda. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah yaitu:
Bank sentral
43 Bank sentral di indonesia adalah bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No. 13 tahun 1968. kemudian ditegaskan lagi dengan undang-undang no.23 tahun 1999. bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang dinasionalir tahun 1951.
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Bank ini berasal dari De Algemene Volkcrediet Bank, kemudian dilebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) unit II yang bergerak dibidang rural dan eksim dipisahkan lagi menjadi: 1. Yang membidangi rural menjadi bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan undang- undang no 21 tahun 1968 2. Yang membidangi Exim dengan UU no.22 tahun 1968 menjadi bank Ekspor Impor Indonesia
Bank negara Indonesia 1946 (BNI) Bank ini menjalankan fungsi BNI unit III dengan UU no.17 tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia 1946
Bank Dagang Negara (BDN) BDN berasal dari Esompto Bank yang dinasionalir dengan PP no 13 tahun 1960, namun PP ini dicabut dan diganti dengan UU no. 18 tahun 1968 menjadi abnk Dagang Negara. BDN satu-satunya bank pemerintah yang berada di luar Bank Negara Indonesia Unit.
Bank Bumi Daya (BBD) BBD semula berasal dari Nederlandsh Indische Handles Bank kemudian menjadi National Handlesbank, selanjutnya bank ini menjadi bank negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU no. 19 tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO)
44 BAPINDO Didirikan dengan UU no 21 tahun 1960 yang merupakan kelanjutan dari Bank Industri Negara (BIN) tahun 1951
Bank pembangunan Daerah (BPD) Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukum pendiriannya adalah UU no 113 tahun 1962
Bank Tabungan Negara (BTN) BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudia menjadi bank Tabungan Pos tahun 1950. selanjutnya menjadi bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU no.20 tahun 1968
Bank Mandiri Bank ini merupakan hasil merger antara Bank Bumi daya (BBD), bank Daganag Negara (BDN), bank pembangunan Indonesia (BAPINDO) dan Bank Ekspor Impor (Bank Eksim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan tahun 1999.
2.8.3
Jenis-jenis Kantor Bank Yang dimaksud dengan jenis-jenis kantor bank dapat dilihat dari luasnya kegiatan jasa-jasa bank yang ditawarkan dalam suatu cabang bank. Luasnya kegiatan ini tergantung dari kebijaksanaan kantor pusat bank tersebut. Disamping itu besar kecilnya kegiatan cabang bank tersebut tergantung dari wilayah operasinya. Menurut Kasmir (2004, P45)Jenis-jenis kantor bank yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Kantor Pusat Merupakan kantor dimana semua kegiatan perencanaan samapi kepada pengawasan terdapat dikantor ini. Setiap bank memiliki satu kantor pusat dan kantor pusat tidak melakukan kegiatan operasional sebagaimana kantor bank lainnya akan tetapi mengendalikan jalannya kebijaksanaan kantor
45 pusat terhadap cabang-cabangnya. Dapat diartikan pula bahwa kegiatan kantor pusat tidak melayani jasa bank kepada masyarakat umum. 2. Kantor cabang penuh Merupakan salah satu kantor cabang yang memberikan jasa bank paling lengkap. Dengan kata lain semua kegiatan perbankan ada dikantor cabang penuh dan biasanya kantor cabang penuh membawahi kantor cabang pembantu. 3. Kantor cabang pembantu Merupakan kantor cabang yang berada dibawah kantor cabang penuh dimana kegiatan jasa bank yang dilayani hanya sebagian saja. Perubahan status dari cabang pembantu ke cabang penuh di mungkinkan apabila memang cabang tersebut sudah memenuhi kriteria sebagai cabang penuh dari kantor pusat 4. Kantor kas Merupakan kantor bank yang paling kecil dimana kegiatannya hanya meliputi teller atau kasir saja. Dengan kata lain kantor kas hanya melakukan sebagian kecil dari kegiatan perbankan dan berada di bawah cabang pembantu atau cabang penuh.
46 2.9
Analisis Porter Lima Elemen Kekuatan Persaingan Dalam Industri Pendatang Baru Potensial (Ancaman Mobilitas)
Pemasok (Kekuatan Pemasok)
Pesaing-pesaing Industri (Rival Segmen)
Pengganti atau Substitusi (Ancaman Substitusi) Gambar 2.2 Lima Elemen Kekuatan Persaingan Dalam Industri Sumber: (Kotler, 2002)
Pembeli (Kekuatan Pembeli)
47 2.10
Kerangka Pemikiran Teoritis PT Bank X (Persero), Tbk
Learning Center Group PT. Bank X
E-Learning PT.Bank X
Variabel X Independent
Internal
Variabel Y Dependent
Eksternal
Regresi
Analisis SWOT Strategi e-learning yang efektif
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis Sumber: Penulis
48 2.11
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakuakan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Validitas data hasil penelitian dapat diperoleh dengan menggunakan instrumen yang valid, menggunakan sumber data tepat dan cukup jumlahnya, serta metode pengumpulan dan analisa data yang benar. Untuk mendapat data yang reliabel, maka instrumen harus reliabel dan penelitiannya dilakukan dengan berulang-ulang. Selanjutnya untuk mendapatkan data yang objektif, maka sampel sumber data jumlahnya mendekati jumlah populasi.
2.11.1 Jenis dan Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode asosiatif, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus, yaitu penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya.
49 2.11.2 Teknik Pengumpulan Data Jenis dan macam data dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Didapat dari sumber utama, dalam hal ini penulis melakukan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan pada PT Bank X yang mengetahui masalah yang dibahas. Selain dengan wawancara, penulis juga mendapat data dari para responden yaitu karyawan di LCG (Learning Center Group) PT Bank X yang menggunakan e-learning dengan cara menyebarkan kuesioner. b. Data Sekunder Merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer maupun pihak lain. Penulis mendapat data sekunder dari data yang telah disediakan oleh PT Bank X. Untuk memperoleh data primer dan sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa cara dalam memperolehnya, yaitu:
Penelitian kepustakaan Penelitian kepustakaan yaitu penelitian untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan mempelajari literatur yang memuat teori-teori, konsep-konsep dan informasi yang diperlukan sebagai landasan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, serta melalui media internet.
Penelitian lapangan Penelitian lapangan digunakan untuk memperoleh data primer mengenai permasalahan yang ada dan langsung mengadakan hubungan dengan objek penelitian. Penelitian yang dilakuakn dengan dua cara, yaitu: 9
Wawancara (Interview)
50 Dalam hal ini peneliti melakukan tanya jawab langsung dengan pihakpihak bersangkutan yang mengetahui mengenai masalah-masalah yang dibahas 9
Daftar pertanyaan (kuesioner) Dilakukan dengan menyebarkan atau memberikan daftar pertanyaan kepada responden dalam hal ini karyawan LCG PT Bank X . Dalam penelitian ini, penulis menyediakan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan pembahasan, kemudian menyebarkan kuesioner tersebut kepada karyawan di LCG PT Bank X yang menggunakan metode belajar dengan e-learning sebanyak 101 responden, dengan derajat kesalahan 1%. berikut ini diberikan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael, untuk tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Rumus untuk menghitung ukuran sampel dari populasi yang diketahui jumlahnya. Sugiyono (2004, P79)
S=
λ². N. P. Q d² (N-1)+ λ². P. Q
Rumus 2.1
Keterangan: λ² dengan dk (derajat kebebasan) = 1, taraf kesalahan 1%,5%,10%. P= Q = 0,5. d= 0,05 S= jumlah sampel
2.11.3 Uji Validitas dan Reabilitas Pengujian validitas sering dilakukan dalam suatu penelitian terhadap suatu alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian tersebut untuk memastikan bahwa alat tersebut valid. Sedangkan yang dimaksud dengan alat
51 ukur yang valid. Menurut sugiono (2004, P 109), instrumen yang valid adalah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Untuk mengukur validitas adalah dengan menggunakan r poduct moment 0.213 (lihat lampiran). Menurut Sugiyono (2004, P 110), instrumen yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberpa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Pada penelitian ini, uji reliabilitas alat ukur yang
digunakan
adalah
dengan
menggunakan
cronbach
alpha.
Untuk
memeperoleh hasil uji digunakan perhitungan dengan SPSS versi 12. statistik ini berguna untuk mengetahui apakah pengukuran yang kita buat reliable. Jika nilai dari cronbach alpha, mendekati 1. ini menunjukkan bahwa pengukuran yang kita gunakan reliable atau jawaban responden akan cenderung sama walaupun diberikan kepada orang dan bentuk pertanyaan yang berbeda.
2.11.4 Uji Normalitas Pengujian
hipotesis
dalam
penelitian
ini
menggunakan
statistik
parametris karena data yang akan diuji berbentuk ratio. Karena akan mengggunakan statistik parametris, maka stiap data pada setiap variabel harus terlebih dahulu diuji normalitasnya. Bila data setiap variabel tidak normal, maka pengujian hipotesis tidak bisa menggunakn statistik parametris dengan signifikansi 0.025.
52 2.11.5 Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran a.1
Variabel
Definisi Operasional untuk Krikpatrik Evaluation
Indikator
Reaction
Krikpatrick Evaluation
Learning
Behaviour
Result
Sub Indikator a. Ketertarikan terhadap tampilan e-learning b. Interaktif c. Kecepatan d. Aksi a. Materi a. kultur lingkungan terhadap penerimaan perubahan teknologi b. Dukungan Manajemen c. Kesempatan untuk menerapkan materi d. Penerapan materi pelatihan e. Implementasi pelatihan a. b. c. d. e. f. g. h.
Produktifitas(kecepatan, kecermatan kuantitas,kualitas) Perubahan cara atau metode kerja Loyalitas terhadap pekerjaan semangat atau motivasi dalam bekerja peningkatan knowledge peningkatan skill kemampuan (menyelesaikan masalah, menghadapi persaingan) kemandirian
Tabel 2.1 Krikpatrick Evaluation Sumber: Morrison (2003,P61), E-learning Strategi a.2
Instrumen Pengukuran Instrumen pengukuran yang digunakan untuk menjawab identifikasi
masalah efektifitas pemanfaatan sistem e-learning pada karyawan PT Bank X digunakan analisa statistik dengan regresi linear sederhana, yaitu apakah data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabelvariabel dalam populasi asal sampel.
53 Adalah tidak mungkin untuk memperkirakan hubungan antara dua varabel tanpa membuat asumsi terlebih dahulu mengenai bentuk hubungan yang dinyatakan dalam fungsi tertentu. Fungsi linear, mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut: Rumus 2.2
Y= A + BX
Dimana: Y’ =subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan A =harga Y bila x = 0 (harga konstan) B =angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan atau pun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, bila (-) maka terjadi penurunan. X =subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Sy
Harga b = r
Sx
Harga a = Y - b
Rumus 2.3
Rumus 2.4
Dimana: r
= koefisien korelasi product moment antara variabel X dengan variabel Y
S y = simpangan baku variabel Y S x = simpangan baku variabel X Jadi variabel b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga besar. Sebaliknya jika koefisien korelasi rendah maka harga b juga rendah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi negatif
54 maka harga juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b juga positif. Selain itu harga a dan b dapat dicari dengan rumus:
a=
( ∑ Yi ) ( ∑ Xi ² ) – ( ∑ Xi) ( ∑ Xi Yi )
Rumus 2.4
n ∑ Xi ² - ( ∑ Xi ) ²
b=
n ∑ Xi Yi – ( ∑ Xi ) ( ∑ Yi )
Rumus 2.5
n ∑ Xi ² - ( ∑ Xi ) ² Sumber sugiyono (2002, P 204-206) b.1
Definisi Operasional untuk Strategi e-learning
Variabel
E-learning Strategi
Indikator Materi
Sub indikator kebutuhan Dapat dipahami Sesuai target Waktu update Interaktif
Teknologi
Internet & Ekstranet Kecepatan LMS (Learning Managemen System)
Kebutuhan Bisnis
karyawan yang membutuhkan pelatihan Secara terus menerus, tetapi jauh dari Tempat pelatihan
Budaya
Dukungan managemen terhap e-learning Mudah menerima perkembangan teknologi
Komputer Literate
Self learning Proaktif Pandangan karyawan terhadap e-learning Tabel 2.2 E-learning strategi, Sumber: Morrison (2003, P113), e-learning Strategi Sedangkan untuk menjawab kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman digunakan analisis SWOT yaitu dengan menggunakan matrik EFAS dan IFAS.
55 Dalam skripsi ini, data-data dari setiap variabel yang akan dianalisa dikumpulkan kemudian di input dan dihitung menggunakan bantuan microsoft
excel, yang mana hasil dari perhitungan ini akan di tampilkan pada diagram kartesius. Data-data dari setiap variabel ini didapat dari hasil kuesioner yang disebarkan. Dalam pembuatan kuesioner penelitian, penulis menggunakan
Ranting Scale, yaitu skala yang dapat memperlihatkan tanggapan konsumen terhadap karakteristik suatu produk atau jasa.dalam ranting scale data mentah yang berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Dalam skripsi ini skor yang diberikan adalah: 4= sangat menarik, sangat baik, sangat merasakan, sangat cepat, sangat ingin,sangat lengkap, sangat sesuai, sangat mengerti, sangat uptodate, sangat meningkat, sangat mudah menerima, sangat mendukung, sangat membantu, sangat dapat. 3= menarik, baik, merasakan, cepat, ingin, lengkap, sesuai, mengerti, uptodate, meningkat, mudah menerima, mendukung, membantu, dapat. 2= tidak menarik, tidak baik, tidak merasakan, lambat, tidak ingin, tidak sesuai, tidak mengerti, tidak uptodate, tidak meningkat,sulit menerima, tidak mendukung, tidak membantu, tidak dapat 1= sangat tidak menarik, sangat tidak baik, sangat tidak merasakan, sangat lambat, sangat tidak ingin, sangat tidak lengkap, sangat tidak sesuai, sangat tidak mengerti, sangat tidak uptodate, sangta tidak meningkat, sangat sulit menerima, sangat tidak mendukung, sangat tidak membantu, sangat tidak dapat.
56 2.11.6 Teknik Analisis SWOT Setelah semua informasi terkumpul, maka tahap berikutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut kedalam model-model kuantitatif yang umum digunakan untuk perumusan strategi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dalah dengan menggunakan matrik EFAS (External Factor
Analysis Summary) dan matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary). Dan untuk menentukan posisi perusahaan saat ini digunakan diagram analisis SWOT, dimana dengan diagram ini dapat ditentukan pula strategi apa yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan 1.
Matrik EFAS (External Factor Analysis Summary) Berikut ini tahap-tahap untuk menyusun matrik EFAS a. Buatlah daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai dampak penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha). Untuk aspek eksternal yang mencakup perihal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) bagi perusahaan b. Tentukan bobot (weight) dari critical sucess factors dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berpretasi tinggi, dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata industrinya. c.
Tentukan rating pada setiap critical sucess factors antara 1 sampai 4, dimana: 4= peluang utama 3= peluang kecil 2= ancaman kecil 1= ancaman utama Ranting ditentukan berdasarkan efektifitas strategi perusahaan. Dengan demikian, nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan
57 d. Kalikan bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan skor semua critical sucess factors. e. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai. Skor total 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman dipasar
industrinya.
Sementara
itu,
skor
total
sebesar
1,0
menunjukkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peluangpeluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Faktor-faktor Strategis Eksternal I Peluang (O): Ancaman (T) -
Bobot II
Rating III
B*R IV
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
Tabel 2.3 Matrik EFAS
Sumber: Rangkuti, Freddy (2005, P24), analisis SWOT:Teknik Membedah Kasus Bisnis
2.
Matrik Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) Berikut ini adalah tahap-tahap intuk menyususn matrik IFAS: a. buatlah daftar critical sucess factors untuk aspek internal kekutan (strengths) dan kelemahan (weakness) b. tentukan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala yang lebih tinggi bagi yang berpretasi tinggi, dan begitu pulal sebaliknya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata industrinya.
58 c.
Beri rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai: 4= kekuatan utama 3= kekuatan kecil 2= kelemahan kecil 1= kelemahan utama Jadi, rating mengacu pada kondisi perusahaan. Sedangkan bobot mengacu pada kondisi perusahaan berada.
d. kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya e. jumlahkan
semua
skor
untuk
mendapatkan
skor
total
bagi
perusahaan yang dinilainya. Nilai rata-rata adalah 2. Jika nilainya dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal, perusahaan adalah lemah. Sedangkan nilai yang berada diatas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Seperti halnya pada matrik EFAS, matrik IFAS terdiri dari cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah bobot karena ia selalu berjumlah 1,0. Tabel 2.4 Matrik IFAS Faktor-faktor Strategis internal I
Bobot II
Kekuatan (S): Kelemahan (W): -
Rating III
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
1,00 Sumber:
Rangkuti,
Freddy
Membedah Kasus Bisnis.
B*R IV
(2005,P25),
xxx analisis
SWOT:Teknik
59 Keterangan: Pada kolom I, merupakan identifikasi dari faktor-faktor strategis
eksternal dan internal Pada kolom II, pengisisan bobot didapat dengan menggunakna
metode perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons) yang mana setiap faktor-faktor yang ada di perbandingkan satu dengan yang lain lalu diberi penilaian dengan menggunakan ukuran yang lebih ditetapkan yaitu ukuran relatif perbandingan. Hal ini diperoleh dengan cara di diskusikan dengan pihak perusahaan. Ukuran relatif kepentingan dengan perbandingan berpasangan adalah : 4= pengaruhnya sangat besar 3= pengaruhnya cukup besar 2= pengaruhnya sedikit besar 1= pengaruhnya kecil
Tabel 2.5
Diagram Perbandingan Berpasangan faktor Internal – eksternal E-learning PT Bank Mandiri
No
perbandingan berpasangan
1
1
2
x
1.0
2
1.0
X
1.0 Total
…
…
…
Setelah diperandingkan, lalu dicari bobot masing-masing elemen dengan cara membagi setiap nilai pada kolom perbandingan dengan nilai total dari masing-masing kolom. Seperti
yang terlihat pada
60 tabel 2.6 Normalisasi Bobot Faktor internal- eksternal e-learning pada PT. Bank.X Tabel 2.6 Normalisasi Bobot Faktor Internal- Eksternal Bank X No
Normalisasi Bobot
1
2
X
1.0
1.0
1.0
Bobot
1 2 X Total
1.0
Setelah semua kolom terisi, barulah mencari beberapa bobotnya masing-masing dengan cara menjumlahkan masing-masing baris lalu dibagi dengan jumlah variabel.
Pada kolom III, pengisian rating diisi dengan skala peringkat, yaitu: 4= kekuatan/ peluang utama 3= kekuatan/ peluang kecil 2= kelemahan/ ancaman kecil 1= kelemahan/ ancaman utama
Pada kolom IV, merupakan perkaitan antara kolom I dan kolom III / bobot dikalikan rating
Setelah mendapatkan hasil dari tabel IFAS dan EFAS, nilainya dimasukkan ke dalam analisis SWOT untuk melihat strategi apa yang diterapkan oleh PT. Bank X dalam menerapkan e-learning
3.
Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat
memaksimalkan
kekuatan
(Strengths)
dan
peluang
61 (Opportunities),
namun
secara
bersamaan
dapat
meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaa. Dengan demikian perencana strategi (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Berdasarkan analisis SWOT, maka kita dapat menentukan dimana posisi perusahaan saat ini, apakah perusahaan berada pada kuadran I, Kuadran II, kuadran III, atau berada pada kuadran IV, dimana masing-masing kuadran tersebut memiliki
alternatif-alternatif
perusahaan
(lihat
gambar
strategi 2.6).
yang
harus
berikut
ini
dijalankan
oleh
masing-masing
penjelasannya: Kuadran I: merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki kekuatan, dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy) KuadranII: meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/ pasar) KluadranIII:perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran III ini
62 hampir sama dengan Questin Mark pada BCG matriks. Faktor
strategi
perusahaan
masalah-masalah
internal
ini
adalah
perusahaan
meminimalkan
sehingga
dapat
merebut peluang pasar yang lebih baik. KuadranIV: merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Berbagai peluang 3. mendukung strategi
1. Mendukung Strategi
Turn- Around
Kelemahan Internal
Agresif
2,5 4.
Mendukung Strategi Defensif
kekuatan 5. mendukung strategi
Internal
Diversifikasi
Berbagai Ancaman Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT Setelah mengetahui strategi apa yang harus diterapkan pada PT Bank X dalam diagram analisis SWOT diatas, disusunlah penentuan alternatif strategi yang sesuai bagi PT Bank X dengan cara membuat matrik SWOT. Matrik ini menggambarkan secara jelas berbagai peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk membuat strategi yang tepat. Berdasarkan matrik tersebut, dapat disusun 4 (empat) strategi utama, yaitu:
SO (Strength, Opportunities); strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya
ST (Strength, Threats); ini adalah strategi
dalam menggunakan
kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.
63
WO (Weakness, Opportunities); strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
yang
ada
dengan
cara
meminimalkan
kelemahan yang ada.
WT (Weakness, Threats); strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat depensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta mengatasi ancaman.
Tabel 2.7 Matriks SWOT STRENGTH (S)
WEAKNESS (W)
tentukan faktor kekuatan Internal
tentukan faktor kelemahan Internal
OPPORTUNITIES
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan faktor Peluang eksternal
ciptakan straegi yang mengunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktor
Ciptakan strategi yang menggunakan
ciptakan strategi yang meminimalkan
Ancaman eksternal
kekuatan untuk mengatasi ancaman
kelemahan dan menghindari ancaman
IFAS EFAS
Sumber: Freddy Rangkuti, (2005, P31), analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis 2.11.7 Kelemahan Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang penulis gunakan di dalam penelitian ini hampir sebagian besar cenderung bersifat subjektif, oleh karena itu hasil yang didapat (dalam hal ini strategi yang disarankan) sepenuhnya juga belum dapat dikatakan sempurna.