PEMBERIAN MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI GRADE II DI RUANG ANYELIR RUMAH SAKIT Dr.SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
DISUSUN OLEH : ELLYASTIKA DINOVA
NIM. P.12 082
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP TEKANAN DARAH PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI GRADE II DI RUANG ANYELIR RUMAH SAKIT Dr.SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH : ELLYASTIKA DINOVA
NIM. P.12 082
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ”Pemberian Massage Punggung Terhadap Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Hipertensi Grade II Di Ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Program studi DIII Keperawatan sekaligus sebagai penguji II yang telah memberikan kelancaran untuk dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Joko Kismanto, S.Kp., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 5. Anissa Cindy N.A, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji I yang telah memberikan masukan, saran, dan bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
v
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga
Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Mei 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ...................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR SKEMA .........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
4
TINJAUAN PUTAKA A. TinjauanTeori .........................................................................
5
1. Hipertensi ........................................................................
5
2. Tekanan Darah ................................................................
21
3. Terapi Masase Punggung ................................................
23
B. Kerangka Teori .......................................................................
25
C. Kerangka Konsep ...................................................................
26
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi ......................................................................
27
B. Tempat dan Waktu .................................................................
27
C. Media Dan Alat Yang Digunakan ..........................................
27
D. Prosedur Tindakan ..................................................................
27
E. Alat Ukur Evaluasi .................................................................
28
vii
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Pengkajian ..............................................................................
29
B. Rumusan Masalah Keperawatan ............................................
37
C. Perencanaan............................................................................
38
D. Implementasi ..........................................................................
41
E. Evaluasi ..................................................................................
50
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..............................................................................
55
B. Perumusan Masalah Keperawatan .........................................
61
C. Perencanaan............................................................................
68
D. Implementasi ..........................................................................
70
E. Evaluasi ..................................................................................
81
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................
86
B. Saran .......................................................................................
89
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah > 18 Tahun .....................................
ix
6
DAFTAR SKEMA
Halaman Skema 2.1 Skema Kerangka Teori ............................................................
25
Skema 2.2 Skema Kerangka Konsep ..........................................................
26
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Gambar Kerangka Teori ........................................................
25
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Konsep ....................................................
26
Gambar 4.1 Gambar Genogram ................................................................
31
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Usulan judul
Lampiran 2
: Lembar konsultasi
Lampiran 3
: Surat pernyataan
Lampiran 4
: Daftar riwayat hidup
Lampiran 5
: Jurnal
Lampiran 6
: Asuhan keperawatan
Lampiran 7
: Lembar observasi
Lampiran 8
: Log book
Lampiran 9
: Pendelegasian
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hipertensi merupakan hal yang sudah tidak asing lagi di masyarakat, banyak orang membicarakan hipertensi. Terkadang orang mengabaikan tanda dan gejala hipertensi, namun hipertensi merupakan salah satu penyebab terbesar dari stroke dan penyakit jantung. Hipertensi adalah kelainan jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Agro, 2009). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011, penderita hipertensi mencapai 40% di dunia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikedas, 2013), menunjukkan prevalensi penderita hipertensi di Indonesia yang berumur ≥18 tahun sebesar 25,8%, sedangkan penderita hipertensi di Jawa Tengah sebesar 77,8%. Berdasarkan data rekam medis RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso kota Wonogiri penderita hipertrensi mencapai 18,5% tahun 2014. Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan terapi non famakologis yaitu perubahan gaya hidup, menjaga berat badan, dan pengendalian stress dan terapi relaksasi (Kowalski, 2010:136). Relaksasi merupakan tindakan non farmakologis yang digunakan untuk terapi anti hipertensi, salah satunya dengan terapi massage (Dalimartha, 2008:28). Terapi massage punggung merupakan manipulasi jaringan lunak
1
2
yang berfungsi menenangkan stress psikologis dan mengeluarkan hormon endhorphin dan menurunkan kadar stress hormon (Arovah,2012) Hasil wawancara yang dilakukan pada perawat Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso didapatkan hasil bahwa belum pernah ada yang menggunakan massage punggung sebagai salah satu tehnik untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Hasil penelitian (Freddy, 2013) pengaruh pemberian massage punggung terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi menyatakan bahwa sebelum pemberian massage didapatkan tekanan darah rata rata sebesar 160,78/96,56 mmHg dengan nilai sistol tertinggi 185 mmHg dan terendah 140 mmHg dan nilai diastoliknya 96,56 mmHg dan terendah 90 mmHg. Kemudian setelah pemberian massage punggung diketahui bahwa responden rata rata tekanan darah sebesar 143,44 mmHg dengan nilai tertinggi pada sistoliknya 160 mmHg dan nilai terendah 125mmHg, sedangkan diastoliknya rata- rata 86,09 mmHg dengan nilai tertinggi 100 mmHg dan nilai terendah 75mmHg. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Retno & Prawesti (2012), tentang “Tindakan Slow Stroke Massage Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi” menyatakan bahwa apabila sistem saraf simpatis mengeluarkan neurotransmiter norepinephrine maka menyebabkan terjadinya vasodilatasi sistemik dapat menyebabkan penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan darah.terapi massage dapat menurunkan tekanan darah jika dilakukan dengan tepat.
3
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan tindakan keperawatan pemberian massage punggung sebagai bentuk aplikasi riset dalam pengelolaan kasus yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Massage Punggung pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan hipertensi grade II di RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri“
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan hasil Pemberian Massage Punggung pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan hipertensi grade II di RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. 2. Tujuan Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny.S dengan hipertensi.
b.
Penulis mampu melakukan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan hipertensi.
c.
Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny.S dengan hipertensi.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny.S dengan hipertensi.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny.S dengan hipertensi.
f.
Penulis mampu menganalisa hasil pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada asuhan keperawatan dengan Ny.S hipertensi di Ruang Anyelir.
4
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Memberikan wawasan tindakan keperawatan yang luas mengenai masalah keperawatan pasien pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. 2. Bagi Rumah Sakit Bahan masukan dan memberikan alternatif tindakan keperawatan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi 3. Bagi Profesi Keperawatan Menghadirkan laporan aplikasi hasil alternatif tindakan keperawatan khususnya tentang pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada Pasien hipertensi yang menjadi salah satu fokus permasalahan dalam profesi keperawatan. 4. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan wawasan dalam praktek keperawatan bagi pengembangan ilmu selanjutnya di institusi pendidikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Hipertensi a. Definisi Hipertensi merupakan kelainan jantung dan pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (Agro, 2009), menurut (Muhammad, 2012:53) Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg, sedangkan menurut (Herlambang, 2013: 11) Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya. b. Klasifikasi 1) Hipertensi dibagi menjadi dua sebagai berikut (Herlambang, 2013:13) : a) Hipertensi Primer
5
6
Adalah suatu peningkatan tekanan darah sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Faktor yang mempengaruhi salah satunya yaitu pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, hal tersebut merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula yang berada dalam lingkungan atau kondisi yang menimbulkan peningkatan stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi. b) Hipetensi Sekunder Adalah peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat dari mengalami atau menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan system hormon tubuh. Klasifikasi hipertensi pada usia ≥ 18 tahun sebagai berikut (Muhammad, 2012:63) : Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah ≥ 18 tahun. Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi : Tinggi 1 (ringan) Tinggi 2 (sedang) Tinggi 3 (berat) Tinggi 4 (sangat berat)
TDD (mmHg) < 85 85-89
TDS (mmHg) <130 130-139
90-99 100-109 110-119 ≥120
140-159 160-179 180-210 ≥21o
7
c. Etiologi Hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor (Prastyaningrum, 2014:12): 1) Usia Peningkatan hipertensi cenderung terjadi karena pertambahan usia. Biasanya hipertensi terjadi pada lansia. 2) Ras Setiap orang berpotensi mengalami hipertensi, tetapi ras afrika dan amerika lebih rentan terkena hipertensi. 3) Jenis Kelamin Laki-laki lebih beresiko terkena hipertensi saat usia 45 tahun dibandingkan dengan wanita, sedangkan wanita lebih rentan terkena hipetensi pada usia 65 tahun. 4) Obesitas Seseorang yang mengalami kegemukan akan lebih beresiko tmengalami hipertensi. Hal itu dapat diukur dari nilai indeks massa tubuh (IMT) yang menjadi salah satu faktor seseorang mengalami hipertensi. 5) Kurang Aktivitas Fasik Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk menggerakkan otot anggota tubuh yang memberikan manfaat terhadap jantung dan paru-paru. Kegiatan fisik contohnya bersepeda, mengerjakan pekerjaan rumah dll.
8
6) Kebiasaan merokok dan minuman berakohol Merokok merupakan salah satu pembunuh paling besar. Zat dalam rokok dapat menganggu fungsi jantung, pembuluh darah, paruparu, organ reproduksi, dan sistem pencernaan. 7) Genetik Faktor keluarga yang mengalami hipertensi juga merupakan salah satu faktor terbesar terjadinya hipertensi. d. Manifestasi Penderita hipertensi memiliki tanda dan gejala meliputi (Muhammad, 2012:66 ) : 1) Nyeri kepala kadang disertai mual muntah yang disebabkan oleh tekanan darah intrakranial. 2) Penglihatan kabur karena terjadi retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan. 3) Adanya kerusakan pada otak yang menyebabkan ayunan langkah kurang mantap yang disebabkan oleh kerusakan susunan sistem saraf pusat. 4) Adanya nokturia (sering berkemih dimalam hari) yang disebabkan oleh peningkatan aliran daah dari ginjal dan filtrasi glomerulus. 5) Adanya edema dan pembekakan yang terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler.
9
e. Patofisiologi Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output dengan total tahanan perifer. Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh saraf otonom dan sirkulasi hormon. Kemudian oleh sistem kontrol antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin, dan autoregulasi vaskuler yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah. Sistem baroreseptor menimbulkan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Hal tersebut menyebabkan reflex kontrol sirkulasi arteri sistemik sehingga menaikkan re-setting sensivitas baroreseptor, sehingga tekanan meningkat dan tidak ada penurunan. Perubahan volume cairan juga dapat mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh kelebihan air dan garam akan menyebabkan tekanan darah
meningkat
melalui
mekanisme
kompleks
yang
dapat
mempengaruhi ginjal dan meningkatkan tekanan arteri. Renin dan angiotensin juga memegang peranan penting dalam tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak memisahkan angiotensin I kemudian diubah oleh enzim pengubah di paru-paru yang menjadi angiotensin II, dan menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosterone. Aldosteron memiliki peran vital dalam hipetensi terutama aldosterone pimer. Autoregulasi vaskuler merupakan proses mempertahankan perfusi
10
jaringan dalam tubuh. Apabila aliran berubah maka proses autoregulasi akan menurunkan tekanan vaskuler dan mengakibatkan pengurungan aliran. Apabila terjadi sebaliknya jika tekanan vaskuler meningkat maka akan meningkatkan peningkatan aliran. Hal tersebut menjadi mekanisme penting dalam timbulnya gejala hipertensi (Muhammad, 2012:66). f. Komplikasi Menurut (Muhammad, 2012:67) : 1) Stroke 2) Infark miokardium 3) Gagal ginjal 4) Ensefalopati g. Penatalaksanaan Menurut (Muhammad, 2012:67) : 1) Farmakologis Obat-obatan antihipertensi. a) Non farmakmologis (1) Mengurangi berat badan. (2) Tidak merokok. (3) Tidak minum minuman keras. (4) Melakukan relaksasi, seperti relaksasi punggung.
h. Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian
11
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data pasien. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga kebutuhan perawatan pada klien dapat teridentifikasi (Rohmah & Walid, 2012 : 25) Dalam pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, didapatkan adanya riwayat peningkatan tekanan darah, adanya riwayat keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama, dan riwayat obat obatan yang dikonsumsi (Muhammad, 2012:70) 2) Dasar-dasar Pengkajian a) Aktivitas/Istirahat (1)Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. (2)Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, dan takipnea. b) Sirkulasi (1)Gejala : riwayat hipertensi, arteoskerosis, penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskuler. (2)Tanda
:
kenaikan
tekanan
darah
diperlukan
untuk
menegakkan diagnosis. (3)Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyutan. (4)Frekuensi/irama : takikardia, berbagai disritmia.
12
(5)Murmur stenosis valvuvar. (6)Desiran vascular terdengar di atas karotis, vemoralis atau epigastrium (stenosis arteri) (7)DVJ (distensi vena jugularis dan kongesti vena) (8)Ekstremitas : perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda. (9)Kulit pucat, sianosis, dan diaphoresis ( kongesti, hipoksemia). Kulit berwarna kemerahan (feokromositoma). c) Integitas Ego (1)Gejala :
riwayat
kepribadian,
marakronik
(dapat
ansietas,
depresi,
mengindikasi
atau
kerusakan
serebral) (2)Tanda : letupan suasana hati, gelisah, tangisan yang meledak, otot muka tegang, gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, dan peningkatan pola bicara. d) Eliminasi (1)Gejala : adanya gangguan ginjal saat ini atau yang telah lalu, seperti infeksi/obstruksi.
e) Mekanisme Cairan (1)Gejala
:
13
(a) Makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolestrol, gula, makanan yang tinggi kalori. (b) Mual dan muntah. (c) Perubahan berat badan (meningkat/menurun). (d) Riwayat penggunaan obat diuretik. (2)Tanda
:
(a) Berat badan obesitas. (b) Adanya edema, kongesti vena, DVJ, dan glikosuria. f) Neurosensori (1) Gejala
: keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala
subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam). g) Hipertensi (1)Gejala
:
(a) Kebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh. (b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur). (c) Epistaksis.
(2)Tanda
:
14
(a) Status mental : perubahan keterjagaan orientasi, pola atau isi bicara, afek, proses pikir atau memori. (b) Respon motorik : penuunan kekuatan genggaman tangan, reflek tendon dalam peubahan retinal optik (dari penyempitan arteri ringan sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papil edema, eksudat dan hemorogik tegantung pada berat atau lamanya hipertensi). h) Nyeri/Ketidaknyamanan (1)Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung) (2)Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). (3)Sakit kepala oksipetal berat. (4)Nyeri abdomen/massa (feokromositoma). i) Pernapasan (1) Gejala : (a) Dyspnea. (b) Takipnea, ortopnea. (c) Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum. (d) Riwayat merokok. (2) Tanda :
15
(a) Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan (b) Bunyi nafas tambahan (krakles/mengi). (c) Sianosis. j) Keamanan (1) Gangguan koordinasi/cara berjalan. (2) Parestesia unilateral transient. (3) Hipotensi postural. (4) Pembelajaran/penyuluhan (5) Faktor-faktor resiko keluarga. (6) Faktor-faktor resiko etnik. (7) Penggunaan pil KB. k) Pemeriksaan diagnostik (1) Hemoglobin. (2) Hematokrit. (3) BUN/kreatinin. (4) Glukosa. (5) Kalium serum. (6) Kolestrol. (7) Pemeriksaan tiroid. (8) Kadar aldosterone serum. (9) Urinalisa. (10) EKG (11) CT-Scan
16
3) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Rohmah & Walid, 2012 : 63) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hipertensi adalah sebagai berikut : a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. b) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang berlebihan, akibat kebutuhan metabolisme, pola hidup yang monoton, serta keyakinan budaya. c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, seperti ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. d) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekauan) ventrikel.
4) Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-
17
masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah & Walid, 2012 : 92) a) Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskule serebral. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama selama 3x24 jam diharapkan tekanan vaskular serebral tidak meningkat dengan Kriteria Hasil : (1) Nyeri berkurang dan menurunkan tekanan pembuluh darah otak. (2) Mampu
mengungkapkan
metode
yang
memberikan
pengurangan. (3) Mengikuti aturan farmakologi yang diberikan. Intervensi : (1) Kaji P, Q, R, S, T. Rasional : untuk mengetahui skala nyeri pasien. (2) Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung, tehnik relaksasi. Rasional : untuk menurunkan tekanan vaskuler serebral (3) Berikan pengetahuan tentang cairan, makanan. Rasional : untuk memberikan pengetahuan. (4) Kolaborasi pemberian analgesik, antiansietas.
18
Rasional : untuk menurunkan atau mengontrol nyeri dan mengurangi ketegangan dan ketidaknyamanan yang diperberat oleh stress. b) Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang berlebihan, akibat kebutuhan metabolism, pola hidup yang monoton, serta keyakinan budaya. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masukan nutrisi tidak berlebihan dan pola hidup tidak monoton dengan Kriteria Hasil : (1) Mampu mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan. (2) Menunjukan perubahan pola makan. (3) Mempertahankan berat badan yang diinginkan. (4) Melakukan atau mempertahankan program olahraga yang tepat secara individual. Intervensi : (a) Kaji pemahaman pasien tentang hubungan hipertensi dan kegemukan. Rasional : karena kegemukan menjadi factor tamahan dalam hipertensi. (b) Kaji masukan kalori.
19
Rasional : untuk mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dalam program diet terakhir. (c) Instruksikan dan bantu pasien memilih makanan yang tepat. Rasional : untuk menghindari makanan yang tinggi lemak jenuh dan kolestrol. (d) Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional : untuk memberikan konseling dan bantuan dalam memenuhi kebutuhan diet individu. c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, seperti ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan : setelah dilakukan tindakan kepeawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu beraktivitas tanpa keluhan yang beraksi dengan Kriteria hasil : (1) Dapat beraktivitas secara toleran yang dapat diukur. (2) Menunjukkan penurunan dalam tanda tanda intoleransi fisiologi. Intervensi : (a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas. Rasional :untuk mengetahui respon fisiologis pasien terhadap aktivitas. (b) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas. Rasional : untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
20
(c) Anjurkan istirahat/tidur tanpa gangguan. Rasional : memberikan keseimbangan dalam kebutuhan. (d) Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas dengan perlahan lahan. Rasional : untuk kemajuan aktivitas secara bertahap. d) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekauan) ventrikel. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan beban jantung tidak meningkat dengan Kriteria hasil : (1) Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat menurunkan tekanan darah. (2) Mampu mempertahankan tekanan darah dalam rentan individu yang dapat diterima. (3) Irama dan denyut jantung dalam atas normal. Intervensi : (a) Pantau TTV pasien. Rasional : untuk mengetahui TTV pasien. (b) Amati warna kulit, kelembaban, suhu. Rasional : untuk mengetahuan penurunan curah jantung. (c) Catat edema umum/tertentu.
21
Rasional : dapat mengidentifikasi gagal jantung, kerusakan ginjal, atau vaskuler. (d) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi. Rasional : dapat menurunkan rasangan yang menimbulkan stress dan membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah. (e) Berikan obat sesuai indikasi. Rasional : untuk proses penyembuhan.
2. Tekanan Darah a. Pengertian Tekanan darah merupakan kekuatan yang dibutuhkan agar darah dapat mengalir dalam pembuluh darah dan dapat menyebar keseluruh jaringan tubuh. Darah berguna untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh yang akan diedarkan ke setiap sel-sel dalam tubuh dan berguna untuk mengingkat metabolism dalam tubuh (Lany, 2007:7) b. Jenis Tekanan Darah Tekanan darah dibedakan menjadi dua yaitu (Lany, 2007:7) : 1) Tekanan Darah Sistolik Adalah tekanan darah saat jantung menguncup (sistol) 2) Tekanan Darah Diastolik Tekanan darah saat jantung mengendor (diastol). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
22
Menurut parsudi dalam Subagya (2007), tekanan darah sangat tergantung pada : 1) Olahraga yang menggunakan otot lengan. 2) Latihan kerja yang lama akan menurunkan tekanan sistolik sehingga menyebabkan mudah lelah. 3) Umur 4) Seks 5) Anemia berat 6) Emosi, cemas,takut 7) Penyakit ginjal 8) Merokok 9) Minuman alcohol 10) Kafein dapat meningkatkan tekanan daah secara cepat. 11) Pemakaian obat-obatan tertentu, misalnya kontasepsi. 12) Faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi tekanan darah, misalnya suhu ruangan dan kebisingan. d. Dampak tekanan darah Menurut Anggara (2012), tekanan darah dapat menyebabkan: 1) Hipotensi 2) Hipertensi 3. Terapi Massage Punggung a. Pengertian
23
Massage punggung adalah Tehnik pemijatan yang digunakan untuk meningkatkan kenyamanan, mengurangi stess dan menciptakan ketenangan (Lynn, 2006: 376) b. Tehnik massage punggung Ada 3 tehnik dalam massage punggung yaitu (Wijanarko.et al, 2010 dalam Hikayati, 2011) : 1) Menggosok Gerakan rapat mencakup otot, gosokan menuju arah jantung dan dilakukan secara berirama dan continue. Gerakan yang lembut, melebar mengikuti alur yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah dan fungsi otot kejantung. 2) Menggetarkan Gerakan ini diberikan melalui ujung jari, dua jari atau tiga jari dirapatkan. Caranya dengan membengkok siku, jari-jari ditekankan pada tempat yang dikehendaki kemudian kejangkan lengan tersebut. 3) Memijat Gerakan ini dilakukan dengan cara satu tangan atau dua tangan dengan gerakan bergelombang, berirama, dan tidak terputus-putus. Gerakan ini dilakukan dengan gerakan pendek dan tajam, menekan, tangan digerakan secara berulang dan cepat. Dan bertujuan untuk mendorong aliran darah kembali kejantung. Tehnik tersebut sesuai dengan teori Kozier & erb, 2012: 339 dalam Freddy (2013) tentang “Pengaruh Pemberian Massage
24
Punggung Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi” yang mengatakan bahwa Massage punggung merupakan tipe massage yang melibatkan gerakan yang panjang, perlahan, dan halus. Bedasarkan beberapa riset menunjukkan massage punggung memiliki kemampuan untuk menghasilkan respon relaksasi. Gosokan punggung sederhana selama 3-5 menit dapat meningkatkan kenyamanan dan relaksasi, serta memiliki efek positif pada parameter kardiovaskuler seperti tekanan darah, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan. Massage punggung bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah.
25
B. Kerangka Teori Faktor-faktor penyebab: 1. 2. 3. 4. 5.
Usia Jenis Kelamin Obesitas Ras Gaya hidup
Tanda dan gejala hip hipertensi : 1. Nyeri kepala kadang disertai mual. 2. Penglihatan kabur. 3. Adanya kerusakan pada otak. 4. Adanya nokturia 5. Adanya edema akibat peningkatan tekanan kapiler.
Terjadi adi gangguan pada jantung yang
Pemberian massage
mempengaruhi tekanan arteri
punggunng
Peningkatan Tekanan
Tekanan darah
Darah
menurun
Gambar 2.1. Gambar Kerangka Teori
26
C. Kerangka Konsep
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Dilakukan terapi massage punggung
serebral b.d hipertensi
Gambar 2.2. Gambar Kerangka Konsep
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset Tindakan dilakukan pada Ny.S di RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
B. Tempat dan waktu 1. Tempat : Di Ruang Anyelir 2. Waktu : Terapi diberikan sebelum pemberian obat siang.
C. Media dan alat yang digunakan Terapi ini menggunakan media pemijatan menggunakan tangan. Alat yang digunakan antaralain : 1. Minyak beraroma terapi atau minyak oles, lotion. 2. Handuk
D. Prosedur Tindakan Keperawatan 1. Fase Orientasi a. Mengenalkan diri b. Menjelaskan tujuan tindakan c. Menjelaskan langkah dan prosedur d. Menjaga privasi
27
28
e. Mencuci tangan 2. Fase Kerja a. Mempersiapkan tempat b. Menyiapkan alat (lotion/Minyak, handuk) c. Mengatur posisi/memposisikan pasien d. Memasang handuk e. Mengoleskan lotion/minyak f. Lakukan pemijatan/massage punggung selama 3-10 menit g. Bersihkan lotion/minyak 3. Fase Terminasi a. Evaluasi tindakan/keadaan pasien b. Akhiri tindakan dan membereskan alat c. Mencuci tangan d. Dokumentasi (Arovah, 2012)
E. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam tindakan keperawatan pemberian massage punggung ini adalah sphygmomanometer air raksa atau digital, manset, dan stetoskop.
BAB IV LAPORAN KASUS
Pada BAB ini penulis akan menuliskan laporan kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.S selama tiga hari mulai tanggal 10 Maret 2015 sampai 12 Maret 2015 dibangsal Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Laporan kasus yang akan dikemukakan pada bab ini adalah pada proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pengkajian yang dilakukan dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa melalui pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis, dan catatan perawat. A. Pengkajian 1. Identitas dan Penanggung Jawab Pasien Pasien masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2015 jam 07.00 WIB dan pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.00 WIB, didapatkan identitas pasien bernama Ny.S, umur 63 tahun, pendidikan SD, alamat Gambiran, Gambirananom, Wonogiri. Penanggung jawab Tn.M, umur 35 tahun, alamat Gambiran, Gambiranom, Wonogiri, pendidikan SMA, Hubungan dengan pasien adalah anak pasien. Diagnosa Medis Hipertensi, Stroke Infark Hemiplegia.
29
30
2. Riwayat Keperawatan dan Kesehatan Pasien Hasil pengkajian pasien ditemukan riwayat keperawatan yaitu keluhan utama adalah anggota badan sebelah kiri atas dan bawah lemah sulit digerakkan, bicara pelo. Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan pasien mengeluh badan sebelah kiri atas dan bawah terasa lemah dan lemes selama 15 hari dan bertambah lemah saat beraktivitas kemudian keluarga membawa pasien ke RSUD Dr.Soediran Mangun Soemarso dan pasien masuk keruang IGD pada jam 07.00 WIB tanggal 10 Maret 2015. Di IGD pasien mendapat terapi infus assering 20 tpm, ranitidine 1 ampul (25mg), citicoline 1g (250mg). Tekanan Darah: 180/110 mmHg, nadi: 100x/menit, suhu: 36,50C, pernapasan: 24x/menit. Kemudian dipindah kebangsal anyelir, setelah berada dibangsal didapatkan hasil pengkajian bahwa pasien sulit bicara, ekstremitas atas dan bawah sulit digerakkan. Riwayat penyakit dahulu keluarga mengatakan pasien saat kanakkanak pernah sakit batuk, pasien belum pernah mengalami kecelakaan, keluarga mengatakan pasien pernah dirawat dirumah sakit karena sakit hipertensi sekali, tidak sampai terjadi stroke pada tahun 2014. Pasien tidak mempunyai alergi terhadap obat, makanan maupun minuman, pasien sudah diimunisasi lengkap, pasien tidak mempunyai kebiasaan yang buruk. Riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien mengatakan didalam anggota keluarganya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi tetapi tidak mempunyai penyakit menurun lainnya seperti DM, Asma, Jantung,
31
dan lain-lain, adapun silsilah keluarga pasien dalam 3 generasi keturunan, sebagai berikut : Gambar 4.1 Genogam Ny.S
63
Keterangan: an: : Laki-laki : Perempuan :Meninggal 63
: pasien : tinggal dalam satu rumah
Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan lingkungan dalam keadaan bersih jauh dari polusi, ventilasi ada, jauh dari tempattempat kotor, terdapat air bersih, jauh dari pembuangan sampah, lingkungan tempat tinggalnya tidak banyak terdapat lalat dan nyamuk.
32
3. Pola Kesehatan Fungsional Pengkajian pola kesehatan fungsional menurut Gordon, pada pola dan persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting, maka apabila sakit pergi kedokter atau kepuskesmas. Pola nutrisi dan metabolik, sebelum sakit jenis nasi, lauk,sayur, frekuensi 3x sehari, porsi 1 porsi habis, tidak ada keluhan dan selama sakit jenis nasi, sayur, lauk, frekuensi 3x sehari, porsi 1porsi habis, tidak ada keluhan. Pola eliminasi, sebelum sakit frekuensi BAK 4-5x sehari, warna kuning, bau khas amoniak, tidak ada keluhan, BAB 1x sehari, warna kuning kecoklatan, konsistensi padat, tidak ada keluhan, sedangkan selama sakit frekuensi BAK 5-6x sehari, warna kuning jernih, bau khas amoniak, tidak ada keluhan, frekuensi BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, keluhan tidak ada. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien dapat melakukan semua aktivitas secara mandiri (nilai tingkat aktivitas 0), sedangkan selama sakit aktivitas pasien dibantu orang lain seperti makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, mobilitas ditempat tidur, dan ambulasi (ROM), (nilai aktivitas 2). Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur ±7 jam sehari, jarang tidur siang, tidur dengan nyenyak dan tanpa obat tidur sedangkan selama sakit dan dirawat dirumah sakit pasien mengatakan bisa tidur ± 4-10 jam sehari, tidur siang ± 1 jam, tidur dengan nyenyak.
33
Pola kognitif perseptual, pasien berbicara pelo dan lambat, katakatanya tidak terlalu jelas, melihat dan mendengar dengan jelas, dapat menjawab semua pertanyaan perawat dengan jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, dapat mengidentifikasi tes raba. Pola persepsi konsep diri, selama sakit gambaran diri pasien bisa menerima keadaan sakitnya sekarang yang mengalami stroke, dan bisa menerima keadaan fisiknya, ideal diri pasien mengatakan ingin cepat sembuh, harga diri pasien merasa diperhatikan dan dihargai oleh keluarga dan masyarakat atau tetangganya karena dijenguk, peran diri pasien mengatakan tidak dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagai ibu, nenek dan istri, identitas diri pasien adalah seorang perempuan sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Pola hubungan peran, selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya harmonis dan dengan masyarakat terjalin baik, selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan pasien lain dengan keluarga dan dengan petugas kesehatan sangat baik Pola seksual reproduksi, pasien mengatakan mempunyai suami, 3 orang anak dan 6 orang cucu, selama sakit pasien tidak penah melakukan hubungan suami istri. Pola mekanisme koping, pasien mengatakan selama sakit selalu membicarakan masalah kesehatan dengan keluaga dan perawat. Pola nilai dan keyakinan, selama sakit pasien hanya bisa berdoa dan sholat sambil berbaring. 4. Pemeriksaan Fisik
34
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan hasil kesadaran composmentis (kesadaran penuh), jumlah skor Glasgow coma scale (GCS) untuk respon eyes 4, verbal 3, motorik 6 total 13. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, rambut hitam, tidak berminyak. Muka pucat, palpebra tidak udem, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, reflek terhadap cahaya positif kanan dan kiri. Hidung simetris, tidak ada polip, mukosa bibir kering, gigi kekuningan, terdapat plak gigi, telinga simetris, daun telinga sedikit kotor, pasien tidak mengalami gangguan pendengaran, leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi tidak ada jejas, bentuk dada simetris, palpasi vocal fremitus kanan kiri sama, perkusi sonor pada seluruh lapang dada, auskultasi tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan jantung, inspeksi ictur cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba di sela intercosta ke lima, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung satu dan dua murni. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk datar, tidak ada jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus 36x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran, perkusi tymphani. Pada pemeriksaan genetalia(kemaluan) didapatkan hasil, tidak terpasang kateter (DC). Pada rectum (anus), rectum bersih, tidak ada keluhan, tidak ada hemoroid.
35
Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil, ekstremitas atas kekuatan otot kanan baik, kiri lemah, perabaan akral dingin, tangan kanan terpasang infus, tangan kiri sulit digerakkan, turgor kulit tidak elastis, kulit pucat, tidak ada edema, capillary refile kembali dalam 2 detik. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan baik, kiri lemah, menggerakkan anggota gerak bagian kiri tanpa gravitasi, perabaan akral dingin, tidak ada edema, tidak cacat, turgor kulit tidak elastis, capillary refile kembali dalam 2 detik, kulit pucat. 5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil hemoglobin 4,0 g/dl normal (12,0-18,0), gula darah sewaktu 388 mg/dl normal (76-120), ureum 43 mg/dl normal (10-50), kreatinin 0,69mg/dl normal (0,5-1,3), kolesterol total 208 mg/dl normal (50-200), SGPT 9 u/L normal (0-29), SGOT 9 u/L normal (0-25), WBC 12,6 k/uL normal (4,110,9), LYM 3,4 %L normal (0,6-4,1), MID 0,6 %M normal (0,0-1,8), GRAN 8,6 %G normal (2,0-7,8), RBC 2,32 M/uL normal (4,20-6,30) HCT 12,9 % normal (37,0-51,0), MCV 55,5 fL normal (80,0-97,0), MCH 17,2 Pg normal (26,0-32,0), MCHC31,0 g/dl normal (31,0-36,0), RDW 18,6 % normal (11,5-14,5), PLT 433 k/uL normal (140-440). Pemeriksaan CT-Scan tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil lanunar infark cerebri diperiventrikel kanan. Pemeriksaan gambaran darah tepi (GDT) tanggal 11 Maret 2015, didapatkan hasil anemia gravis. 6. Terapi
36
Pada tanggal 10 Maret 2015 terapi yang diberikan yaitu infus asseing dengan dosis 20 tpm termasuk golongan larutan elektrolit dan nutris yang berfungsi mengembalikan cairan pada tubuh dan mencegah dehidrasi, ranitidine dosis 1x25 mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi pengobatan jangka pendek tungkak duodenum aktif, tukang lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis, Citicoline dosis 1x125 mg golongan obat kardiovaskuler, berfungsi untuk kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala/operasi otak dan serebral infark percepatan rehabilitas ekstremitas atas pasien hemiplegia paksi, apopleksia serebral. Aspilet dosis 1x 1 (80mg) golongan analgesic,antiemetik, antipirai berfungsi untuk demam, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi, Simvastastin 1x1 (10mg) golongan obat kardiovaskuler berfungsi mengurangi kadar kolestrol total dan LDL sebagai anti kolestrol. Pada tanggal 11 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Antalgin dosis 1x500mg golongan analgesik non narkotik berfungsi untuk sakit kepala, skiatika mialgia, sakit gigi, neuralgia, berbagai jenis nyeri. Tanggal 12 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Prosogan dosis 1x15mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi untuk ulkus duodenum benigna, ulkus gaster, refluks esofagitis.
37
B. Rumusan Masalah Keperawatan Hasil analisa data dari data pengkajian yang diperoleh maka penulis berhasil merumuskan beberapa masalah keperawatan dengan dilanjutkan pada perumusan prioritas diagnosa keperawatan. Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas diagnosa keperawatan yang paling utama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Ditandai dengan data subyektif : pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah. Data obyektif didapatkan pasien sulit bicara, ekstremitas atas dan bawah kiri lemah, GCS: E: 4, V:3,M:6, hasil CT-Scan: lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, hb 4,0g/dl, Tanda tanda vital : tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C, GDS : 388 mg/dl, kolesterol : 208 mg/dl. Masalah keperawatan yang kedua yakni hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri sulit digerakkan. Data obyektif didapatkan pasien dibantui dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri terlihat lemah, kekuatan otot kanan atas 5 bawah 5, kiri atas 2 bawah 3. Masalah keperawatan yang ketiga yakni hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Ditandai dengan data subyektif keluarga mengatakan pasien berbicara pelo. Data obyektif didapatkan pasien bicaranya sulit, kata-katanya tidak jelas, GCS: E:4,V:3,M:6, tanda-tanda vital, tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36 derajat celcius.
38
Masalah keperawatan yang keempat yakni resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. Ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan badan terasa lemas. Data obyektif didapatkan pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hb: 4,0g/dl, tekanan darah 160/90mmHg, nadi 89x/menit, suhu 370C, pernafasan 24x/menit, umur pasien diatas 60 tahun, GDS 388 mg/dl, akral dingin, mukosa bibir kering.
C. Perencanaan Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan masalah keperawatan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria hasil menggunakaan metode SMART (Spesific, Measurable, Achieveble, Rasional, and Timing) dan intervensi keperawatan dengan metode ONEC (Observation, Nursing needed, Education, and Colaboration), intervensi keperawatan pada Ny.S adalah : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi, dengan kriteria hasil tekanan darah dapat mengalami penurunan, tidak ada tanda-tanda TIK (tekanan intra kranial), tidak ada penurunan kesadaran. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda
39
vital untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya yang akan diberikan, ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-45 derajat untuk menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan perfusi serebral, berikan massage punggung untuk pengeluaran hormon endhorpin sehingga memberikan efek tenang dan rileks pada pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat meningkatkan mobilitas fisik, dengan kriteria hasil dapat beraktivitas secara bertahap, dapat menggerakkan kaki dan tangan kiri secara bertahap, tangan dan kaki kiri dapat diangkat. Intervensi atau tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum untuk mengetahui keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui tanda-tanda vital setelah melakukan mobilitas, ajarkan pasien untuk melakukan kekuatan otot/ROM (Range Of Motion) agar tidak terjadi kekakuan otot, kolaborasi dengan fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat. Tujuanya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan komunikasi mengalami perubahan/perbaikan, dengan kriteria hasil dapat berkomunikasi secara verbal maupun isyarat, dapat mengekspresikan perasaannya. Intervensi atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum untuk mengetahui
40
keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui tandatanda vital pasien untuk menentukan tindakan selanjutnya, ajarkan metode alternative dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat yaitu tulisan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi pasien, anjurkan keluarga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien untuk meningkatkan komunikasi yang efektif, kolaborasi dengan fisioterapis untuk melatih komunikasi, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 2x 24 jam diharapkan tidak terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal, dengan kriteria hasil tidak terjadi penurunan tanda-tanda vital, akral hangat, Hb 5,0-7,0 g/dl, tidak terjadi kekurangan volume cairan, BAB tidak hitam. Intervensi atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien sehingga dapat menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, pantau Hb (hemoglobin) untuk mengetahui Hb sehingga dapat mengetahui kekentalan darah, tranfusi darah untuk meningkatkan Hb sehingga kebutuhan O2 dalam otak terpenuhi, ajarkan untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan.
41
D. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, tanggal 10 Maret 2015 yaitu pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.25 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif pasien rileks, pasien merasa nyaman. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.10 mengajakan posisi kepala lebih tinggi 30-450, respon subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 450, pasien terlihat nyaman, tidak mual. Pada hari rabu tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral
42
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.15 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 08.30 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 09.30 mengajarkan posisi kepala 30-45 derajat, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 45 derajat, pasien terlihat nyaman. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi dengan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.15 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien menganggukan kepala, respon obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 10.30 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR :
43
24x/menit. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tandatanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot/ROM (Range ofr Motion), respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tangan dan kaki kiri lemah sulit digerakkan, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang
44
diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul
45
10.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot (ROM), respon subyektif pasien bersedia dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan kanan dan kiri. Pukul 10.45 kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.05 mengajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi yaitu berkomunikasi dengan bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala
46
tanda setuju, respon obyektif pasien mulai belajar berkomunikasi dengan isyarat tulisan. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.25 menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, respon subyektif
keluarga
mengatakan
bersedia,
respon
obyektif
keluarga
melaksanakan anjuran. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.45 menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi kepada pasien, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran. Pukul 08.50 mengajarkan metode alternatif berkomunikasi dalam bahasa isyarat berupa tulisan, respon subyektif pasien menganggukikan kepala, respon obyektif pasien menggunakan tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline
47
1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.25 mengajarkan pasien metode alternatif dalam bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien mulai terbiasa dengan cara berkomunikasi dalam bahasa isyarat tulisan. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.45 kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal
48
berhubungan dengan stroke, pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran,
mengunmgkapkan
apa
GCS: yang
E:4,
V:3,
diinginkan
M:6,
pasien
dengan
mulai
tulisan,
bisa akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.35 memantau Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb: 4,0g/dl. Pukul 08.40 menganjurkan untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuyat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif pasien terlihat makan dan minum. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 14.00 memasang tranfusi darah kolf 1, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif daah masuk pukul 14.00, golongan darah O, tidak terjadi alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
49
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 09.10 memantau Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb : 5,0 g/dl. Pukul 10.00 memasang tranfusi kolf ke-2, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif darah masuk pukul 10.00, golongan darah O, tidak ada alergi. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.40 menganjurkan menjaga asupan cairan yang adekuat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran, pasien terlihat makan dan minum. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan pada hari itu juga, penulis melakukan evaluasi dengan metode wawancara dan observasi pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. Hasil evaluasi pada diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, hari selasa, 10 Maret 2015,
50
pukul 12.40 WIB diagnosa keperawatan kettidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi menggunakan metode SOAP diperoleh hasil data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah. Obyektif pasien sulit bicara, ekstremitas kiri lemah, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, hasil CT-Scan : lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, TD : 169 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hasil analisa masalah masalah belum teratasi karena kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi kepala 30-400, berikan massage punggung, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri mulai bisa digerakkan. Obyektif pasien bisa sedikit menggerakkan tangan dan kaki kiri, Hb: 4,0g/dl, TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit, GCS : E : 4, V :3, M : 6, tidak mual. Hasil analisa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian karena kriteria hasil belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tandatanda vital, berikan massage punggung, ajarkan posisi kepala 30-45 derajat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri bisa digerakkan. Obyektif Hb : 5,0 g/dl, GCS : E : 4, V : 4, M : 6, TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, R : 24x/menit, tidak mual. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipetahankan yaitu monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
51
Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada tanggal 10 Maret 2015, hasil subyektif pasien mengatakan kaki dan tangan kii sulit digerakkan. Obyektif pasien dibantu dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri lemah, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Hasil analisa masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan sebelah kiri lebih bisa digerakkan dan tidak berat. Obyektif pasien mulai menggerakkan tangan dan kaki kiri, pasien mulai beraktivitas secaraa bertahap. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai seluruhnya. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan untuk melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri bisa digerakkan. Obyektif pasien mulai bisa menganggkat tangan dan kaki kiri, pasien dapat beraktivitas secara mandiri dan bertahap, pasien bisa duduk sendiri. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipertahankan monitor tanda-tanda vital, ajarkan latihan kekuatan otot (ROM), kolaborasi dengan fisioterapis. Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan komu nikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat. Pada tanggal
52
10 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien bicaranya pelo, obyektif pasien bicaranya sulit, kata-kata tidak jelas, HCS : E : 4, V : 3, M : 6, TD : 169/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hasil analisa masalah hambatan komunikasi verbai belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutrkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan isyarat tulisan, anjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah mulai berkomunikasi. Obyektif pasien mulai mengeluarkan suara dan kata-kata yang sederhana, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, pasien mulai bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan bahasa isyarat tulisan, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah bisa berkomunikasi, obyektif pasien bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan untuk bekomunikasi, dapat mengeluarkan kata sederhana tetapi belum jelas, GCS : E : 4, V : 3, M : 6. Hasil analisa masalah teratasi. Intervensi dipertahankan yaitu monitor tanda-tanda vital, kolaborasi dengan fisioterapis. Hasil
evaluasi
untuk
diagnosa
yang
keempat
yaitu
resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan bdan
53
terasa lemas, obyektif pasien BAB 2x sehari hitam konsistensi lembek, pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis, hasil GDT : anemia gravis, Hb : 4,0 g/dl, TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24 x/menit, GCS : E :4, V : 3, M : 6 , GDS : 388, capillary refile kembali dalam 2 detik, akral dingin, mukosa bibir kering. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga kebutuhan cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan lemas, obyektif pasien BAB 1x sehari berwarna hitam, konjungtiva anemis, akral dingin, pasien terlihat pucat, Hb: 5,0 g/dl, TD : 149/80 mmHG, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit, mukosa bibir lembab. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sepenuhnya. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat.
BAB V PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang aplikatif “Pemberian Massage Punggung” terhadap Tekanan Darah pada Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Hipertensi di Ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. A. Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data pasien. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga kebutuhan perawatan pada klien dapat teridentifikasi (Rohmah & Walid, 2012 : 25) Hasil pengkajian yang dilakukan secara observasi dan wawancara, dari keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh badan sebelah kiri atas dan bawah terasa lemah dan lemas selama 15 hari dan bertambah lemah saat beraktivitas, pada saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil TD : 170/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hal tersebut sesuai dengan teori Harsono (1996) dalam Ariani (2012:43), yang menyebutkan bahwa hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah menyempit maka
54
55
aliran darah menuju otak akan terganggu dan sel-sel dalam otak akan mengalami kematian. Sedangkan teori Baughman (2000) dalam Ariani (2012:42), yang menyebutkan faktor yang menentukan tanda dan gejala stroke yang paling potensial atau yang paling berpengaruh adalah hipertensi. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan kerja jantung menjadi bekerja lebih keras, kondisi ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah jantung, otak, ginjal, dan mata, hipertensi merupakan penyebab terjadinya stroke(Herlambang, 2013:13). Riwayat kesehatan keluarga, keluarga mengatakan didalam anggota keluarganya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi tetapi tidak mempunyai penyakit menurun lainya seperti DM, asma, jantung, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan teori Muhammad (2012 :59) yang menyebutkan bahwa penyebab hipertensi salah satunya adalah faktor genetik atau keturunan apabila individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini ketimbang mereka yang tidak. Hampir sekitar 40% kejadian stroke disebabkan atau dialami oleh penderita hipertensi (Suiraoka, 2012 :106). Pola eliminasi saat sakit, BAK 5-6 x sehari, warna kuning jernih, bau khas amoniak, tidak ada keluhan, frekuensi BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, keluhan tidak ada. Hal tersebut sesuai dengan teori Camp (1976) dalam Anggraini (2010) yang menyebutkan bahwa hipertensi yang disebabkan oleh thrombosis akan
56
mengakibatkan sirkulasi hepar terbendung sehingga tidak lancar. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan masih yang terjadi di gastroinstestinal yang disebabkan luka pada duodenum yang akan menyebabkan melena (Wujoso (2000) dalam Anggraini (2010). Pola aktivitas dan latihan, selama sakit aktivitas pasien dibantu orang lain seperti makan/minum, toileting, berpakaian, berpindah, mobilitas ditempat tidur, dan ambulasi (ROM), (nilai aktivitas 2).Pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil, ektremitas atas dan bawah kekuatan otot kanan baik, kiri lemah. Hal tersebut sesuai dengan teori Susilo & Wulandari (2010 : 73) yang menyebutkan hipertensi yang tidak terkontrol dapat stroke yang menjurus pada kerusakan otak atau saraf, stroke biasanya disebabkan oleh suatu gumpalan darah (thrombosis) dari pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai darah keotak, stroke dapat menyebabkan kelemahan, kelumpuhan tangan dan kaki, kesulitan bicara, dan kondisi mata tidak normal. Demikian juga teori Farida & Amalia (2009 : 71), yang menyebutkan bahwa salah satu gejala stroke adalah mati rasa yang mendadak diwajah, lengan, atau kaki, dan terutama hanya terasa disalah satu sisi saja, kiri atau kanan sehingga dapat mempengaruhi aktivitas sehari hari. Pola kognitif perseptual, pasien bicara pelo, lambat, kata-kata tidak jelas, melihat dan mendengar dengan jelas, dapat menjawab semua pertanyaan perawat dengan jelas, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, dapat mengidentifikasi tes raba.
57
Hal tersebut sesuai teori Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012: 47), yang menyebutkan bahwa tanda dan gejala dari stroke salah satunya afasia yaitu kesulitan untuk menyampaikan pikiran melalui kata-kata, mampu bicara dalam respon kata tunggal. Hal tersebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2012: 54), yang menyebutkan bahwa factor resiko stroke salah satunya adalah tekanan darah tinggi (Hipertensi) , hipertensi mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) ditempat yang mengalami tekanan tinggi, maka akan mempengaruhi suplay oksigen ke otak dan dapat menyebabkan stroke akibatnya adalah gangguan komunikasi salah satunya adalah afasia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil muka pucat, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi bentuk datar, tidak ada jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus 36x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran, perkusi tympani. Hal tersebut sesuai dengan teori Oehadian (2012), yang menyebutkan bahwa pemeriksaan fisik pada anemia adalah pucat pada wajah, telapak tangan, kuku, dan konjungtiva anemis Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan hasil, ekstremitas atas bawah kanan kiri , kiri lemah , perabaan akral dingin, tangan kanan terpasang infus, tangan kiri dan kaki kiri sulit digerakkan, kulit pucat, tidak ada edema, capillary
58
refile kembali dalam 2 detik, menggerakkan anggota tubuh bagian kiri tanpa gravitasi. Hal tersebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2012 : 78), menyebutkan bahwa akibat atau dampak dari stroke salah satunya adalah lumpuh. Kelumpuhan sebelah bagian tubuh adalah cacat yang paling umum terjadi setelah seseorang terkena stroke. Bila yang terserang otak bagian kanan yang terjadi maka sebaliknya, yaitu kelumpuhan pada organ tubuh sebelah kiri. Pasien stroke hemiplegia akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, berpakaian, makan, atau mengendalikan buang air besar atau buang air kecil. Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil Hemoglobin 4,0 g/dl normal (12,0-18,0), kolesterol total 208 mg/dl normal (50-200), Gula darah sewaktu 388 mg/dl nomal (76-120). Pemeriksaan CTScan tanggal 10 Maret 2015 didapatkan hasil Lacunar Infark cerebri di Periventrikel kanan. Hasil GDT tanggal 11 Maret 2015, didapatkan hasil anemia gravis. Hal tesebut sesuai dengan teori Farida & Amalia (2009), menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya stroke adalah kadar kolestrol yang berlebihan, diabetes mellitus, Sedangkan menurut Bamford (1992) dalam Misbach (2011:60), yang menyebutkan bahwa klasifikasi klinis stroke yaitu total anterior Circulation Infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI), Lacunar Infarct (LACI) yang disebabkan oleh infark pada arteri otak (small deep infarct) yang lebih sensitif dengan MRI pada CT-Scan otak.
59
Pada tanggal 10 Maret 2015 terapi yang diberikan yaitu infus assering dengan dosis 20 tpm termasuk golongan larutan elektrolit dan nutrisi yang berfungsi mengembalikan cairan pada tubuh dan mencegah dehidrasi, ranitidine dosis 1x25 mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi pengobatan jangka pendek tungkak duodenum aktif, tukang lambung aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis. Citicoline dosis 1x125 mg golongan obat kardiovaskuler, berfungsi untuk kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, trauma kepala/operasi otak dan serebral infark percepatan rehabilitas ekstremitas atas pasien hemiplegia paksi, apopleksia serebral. Aspilet dosis 1x 1 (80mg) golongan analgesik,antiemetik, antipirai berfungsi untuk demam, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi. Simvastastin 1x1 (10mg) golongan obat kardiovaskuler berfungsi mengurangi kadar kolestrol total dan LDL sebagai anti kolestrol. Pada tanggal 11 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Antalgin dosis 1x500mg golongan analgesic non narkotik berfungsi untuk sakit kepala, skiatika mialgia, sakit gigi, neuralgia, berbagai jenis nyeri. Tanggal 12 Maret 2015 mendapatkan terapi infus assering 20 tpm, citicoline 1x125mg, Prosogan dosis 1x15mg golongan antasida dan ulkus antibusa berfungsi untuk ulkus duodenum benigna, ulkus gaster, refluks esofagitis (ISO 2012/2013).
60
B. Perumusan Masalah Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Rohmah & Walid,2012 : 63). Seseorang dikatakan hipertensi apabila terjadi peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik (Herlambang, 2012: 11). Klasifikasi tekanan darah berdasarkan usia dikatakan hipertensi jika tekanan darah diatas 160/110 mmHg (Muhammad, 2012: 63). Pada teori yang dijelaskan di BAB II diagnosa yang muncul pada pasien hipertensi antara lain : nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral, perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang berlebihanm akibat kebutuhan metabolisme, pola hidup yang monoton, serta keyakinan budaya, intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekakuan) ventrikel (Muhammad, 2012). Sedangkan penulis tidak mengambil diagnosa sesuai teori yang di jelaskan pada BAB II tersebut dikarenakan dilapangan tidak ditemukkan tanda dan gejala yang mengarah ke diagnosa yang disebutkkan diatas. Hal tersebut mengacu pada teori yang menjelaskan bahwa hipertensi merupakan faktor resiko utama pada stroke, hipertensi memegang peranan penting pada
61
pathogenesis arterosklerosis pembuluh darah besar yang selanjutnya akan menyebabkan stroke non hemoragik oleh karena trombotik arteri, emboli dari arteri ke arteri atau kombinasi keduanya. Hubungan yang jelas juga ditunjukkan antara hipertensi dan infark lacunar (Aritonang, 2012). Hal tersebut sesuai dengan teori Aritonang (2012), yang menyebutkan bahwa hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis (kerusakan vaskuler yang ditandai dengan hilangnya struktur arteri yang normal, sel busa dan adanya nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah merupakan sebuah proses dimana secara perlahan akan menyumbat pembuluh darah yang sudah menyempit lumennya) dan nekrosis fibrinoid (insudasi dari plasma protein). Hal tersebut sesuai dengan teori Prasetya (2012) yang meyebutkan bahwa lipohialinosis terjadi pada hipertensi kronis dan dapat mengalami penyumbatan dan menimbulkan sindroma klinis infark lacunar, Sedangkan menurut teori Aritonang (2012), menyebutkan bahwa lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid akan memperlemah dinding pembuluh darah sehingga penderita hipertensi dengan komplikasi stroke sudah tidak dapat merasakan nyeri kepala akibat dari peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik, sehingga penulis tidak mengambil diagnosa nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Obesitas merupakan suatu kondisi yang kronis dengan karakteristik kelebihan lemak tubuh dan hal itu merupakan masalah medik yang prevalensinya terus meningkat yang disebabkan oleh pola makan yang
62
berlebih, kelebihan gizi atau status gizi (Virgianto & Purwaningsih 2005 dalam Menampiring 2008). Hal ini sesuai dengan teori Hadju (2003) dalam Menampiring (2008), yang menyebutkan bahwa obesitas merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi meskipun mekanismenya belum dimengerti sepenuhnya, mereka yang mempunyai berat badan 20 % lebih dari normal mengalami resiko 2 kali lipat dibanding mereka yang mempunyai berat badan normal, sedangkan pada kasus ini pasien tidak mengalami kelebihan berat badan dan pola makan tidak berlebih sehingga penulis tidak mengambil diagnosa perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang berlebihan akibat kebutuhan metabolisme, pola hidup yang monoton, serta keyakinan budaya. Intoleran aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan seharihari yang harus atau yang ingin dilakukan dengan batasan kaakteristik respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aitmia, perubahan EKG yang mencerminkan iskemia, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, menyatakan merasa letih, menyatakan merasa lemah (Herdinan, 2012). Pada kasus ini penulis tidak mengambil diagnosa intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum karena tidak ada data yang mengarah dan memperkuat pada batasan karakteristik yang dijelaskan pada teori diatas.
63
Penurunan curah jantung terjadi akibat adanya kerusakan vaskuler pembuluh darah yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah sehingga terjadi vasokontriksi yang menimbulkan gangguan sirkulasi kemudian akan mempengaruhi pembuluh darah sistemik pada jantung dan jantung tidak bekerja secara maksimal (Nurarif & Kusuma, 2013). Hal tersebut sesuai dengan teori Herdinan (2012), yang menyebutkan bahwa resiko penurunan curah jantung adalah resiko ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh dengan batasan karakteristik perubahan frekuensi atau irama jantung, aritmia, bradikardi, palpitasi, takikardia, penurunan nadi perifer, edema, keletihan, murmur, distensi vena jugularis, kenaikan berat badan, dispnea, sedangkan pada kasus ini pasien tidak mengalami tanda dan gejala untuk memperkuat diagnosa yang dijelaskan pada teori diatas sehingga penulis tidak mengambil diagnosa resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja jantung, vasokontriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas. Menurut Muhammad (2012) menyebutkan komplikasi hipertensi antara lain : stroke, infark miokardium, gagal ginjal, ensefalopati. Hal tersebut sesuai dengan teori Muchid (2006), yang menyebutkan bahwa hipertensi dapat menimbulkan komplikasi antara lain : rusaknya organ tubuh, mata, otak, ginjal, pembuluh darah besar, penyakit serebrovaskuler yaitu stroke, penyakit arteri korone yaitu infark miokard, gagal ginjal, dementia, arterial fibrilasi, gagal jantung, penyakit perfusi, penyakit gastrointestinal.
64
Berdasarkan teori yang dijelaskan diatas, maka penulis mengambil diagnosa seperti dibawah ini : Diagnosa pertama kali ditemukan adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah. Data obyektif didapatkan pasien sulit bicara, ekstremitas atas dan bawah kiri lemah, GCS: E: 4, V:3,M:6, hasil CT-Scan: lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, hb 4,0g/dl, Tanda tanda vital : tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C, GDS : 388 mg/dl, kolestrol : 208 mg/dl. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan otak, dengan batasan karakteristik antara lain :arterosklerosis, embolisme, hipertensi, hiperkolesterolemia (Nanda, 2012: 330). Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah hipertensi (Nanda, 2012: 330). Penyakit ini dapat berbahaya dan merusak otak, otak dapat terganggu oleh adanya lepuh kecil pada pembuluh darah diotak sehingga menyebabkan stroke. Stroke biasanya terjadi karena pengumpalan darah (thrombosis) (Susilo & Wulandari, 2011: 73). Penulis mengambil diagnosa keetidakefektifan perfusi jaringan serebral karena pasien hipertensi dapat menimbulkan komplikasi salah satunya adalah kerusakan otak yaitu stroke (Herlambang, 2013: 30). Hipertensi akan mempercepat terjadinya arterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan
65
perlukaan secara mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) ditempat yang mengalami tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009: 54) Diagnosa kedua yang ditemukan adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri sulit digerakkan. Data obyektif didapatkan pasien dibantui dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri terlihat lemah, kekuatan otot kanan atas 5 bawah 5, kiri atas 2 bawah 3. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah, ditandai dengan batasan karakteristik kesulitan membolak balik posisi, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakkan sendi, pergerakkan lambat (Nanda, 2012: 30). Etiologi dari problem (masalah keperawatan)adalah penurunan kekuatan otot (Nanda, 2012: 30). Hal ini disebabkan oleh kekuatan otot atau muskular yang berkurang akibat penurunan sistem neuromuskular (Yulia T, 2013). Penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik karena dampak dari stroke salah satunya kelumpuhan sebelah bagian tubuh (hemiplegia) yang akan berpengaruh pada kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009: 78). Diagnosa ketiga yang ditemukan adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif keluarga mengatakan pasien berbicara
66
pelo. Data obyektif didapatkan pasien bicaranya sulit, kata-katanya tidak jelas, GCS: E:4,V:3,M:6, tanda-tanda vital, tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C. Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, kelambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem symbol, ditandai dengan batasan karakteristik kesulitan mengekspresikan
pikiran
secara
verbal
misalnya
afasia,
kesulitan
menggunakan ekspresi wajah, pelo, sulit bicara, bicara dengan kesulitan (Nanda, 2012: 366) Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah perubahan sistem saraf pusat (Nanda, 2012: 366). Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada pusat pengendalian bahasa disisi yang dominan yaitu didaerah broca (Farida & Amalia, 2009: 81). Penulis mengambil diagnosa hambatan komunikasi verbal karena tanda dan gejala stroke salah satunya adalah sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, rero, sengau, ngaco, dan kata-kata tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dipahami (afasia), bicara tidak lancar, hanya sepatah-sepatah kata yang terucap (Suiraoka, 2012: 102). Diagnosa keempat yang ditemukan adalah resiko keetidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke, karena pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil data subyektif pasien mengatakan badan terasa lemas. Data obyektif didapatkan pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT:
67
anemia gravis, Hh: 4,0g/dl, tekanan darah 160/90mmHg, nadi 89x/menit, suhu 37 derajat celcius, pernafasan 24x/menit, umur pasien diatas 60 tahun, GDS 388 mg/dl, akral dingin, mukosa bibir kering. Resiko keetidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal adalah resiko penurunan sirkulasi gastrointestinal, ditandai dengan batasan karakteristik usia 60 tahun, anemia, diabetes mellitus, stroke, jenis kelamin wanita (Nanda, 2012: 322). Etiologi dari problem (masalah keperawatan) adalah stroke (Nanda, 2012: 322). Hal ini disebabkan oleh hipertensi yang menjadi faktor resiko dari stroke dapat menyebabkan komplikasi pada hepar yang akan menyebabkan luka pada lambung (wujoso, 2000 dalam Anggraini, 2010). Penulis mengambil diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal karena adanya thrombosis pada vena yang mengakibatkan pembuluh darah menjadi tidak elastis dan rentan terjadi kebocoran sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada lambung (wujoso, 2000 dalam Anggraini, 2010).
C. Perencanaan Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan (Rohmah & Walid, 2012 : 92). Penulis menyusun intervensi atau perencanaan sesuai dengan kriteria NIC (Nursing Intervention Clasification). Berdasarkan diagnosa pertama penulis menyusun perencanaan antara lain: observasi keadaan umum pasien,
68
monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-450, berikan massage punggung, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:554). Berdasarkan diagnosa kedua, penulis menyusun perencanaan antara lain: observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan pasien untuk melakukan kekuatan otot/ROM (Range Of Motion), kolaborasi dengan fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:517). Berdasarkan
diagnosa
ketiga
penulis
menyusun
perencanaan
keperawatan antara lain: observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode alternative dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat yaitu tulisan, anjurkan keluarga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi dengan fisioterapis untuk melatih komunikasi, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:477). Berdasarkan diagnosa
keempat penulis menyusun perencanaan
keperawatan antara lain: observasi keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital, pantau Hb (hemoglobin), tranfusi darah, ajarkan untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan (Bulechek et,al, 2013:499). D. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data
69
bekelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid, 2012 : 99). Berdasarkan masalah keperawatan tersebut perawat melakukan implementasi selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. Dalam pembahasaan ini penulis berusaha menerangkan implementasi tentang pengaruh pemberian masase punggung terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi hasil riset yang terdapat dalam jurnal. Menurut Kozier (2002: 339) dalam Freddy (2013) pemberian massage punggung bermanfaat melancarkan peredaran darah, memberikan efek relaksasi pada tubuh, serta dapat mengeluarkan homon endhorpin hormon ini dapat memberikan efek tenang dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah akan rileks dan berpengaruh pada penurunan tekanan darah. Hal ini sesuai dengan teori Cassar (2004) dalam Prawesti Dian & Retno (2012), yang menyatakan bahwa pijat lembut pada punggung dapat meningkatkan relaksasi dengan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi diameter arterioral. Menurut Muttaqin (2009) dalam Prawesti & Retno (2012), menyatakan bahwa sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmiter asetilkolin untuk menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan kontraktilitas otot jantung, volume secungkup, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian penurunan tekanan darah.
70
Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah disusun sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam rentang yang diinginkan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh penulis antara lain observasi keadaan umum, monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-450, berikan massage punggung untuk pengeluaran hormon endhorpin sehingga memberikan efek tenang dan rileks pada pasien, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan. Dalam implementasi ini, penulis berusaha melaksanakan hasil riset tentang pengaruh pemberian massage punggung terhadap tekanan darah pada Ny.S, penulis memberikan massage punggung dengan cara menggosok, memijat, mengetarkan pada punggung selama 10 menit dengan diolesi minyak beraroma terapi atau lotion (Wijanarko.et.al, 2010 dalam Hikayati, 2011). Cara tersebut dilakukan untuk memberikan efek rileks pada tubuh sehingga akan berpengaruh pada pembuluh darah, memperlancar aliran darah kemudian akan berpengaruh pada penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi (Freddy, 2013). Selanjutnya, penulis melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, tanggal 10 Maret 2015 yaitu pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-tanda vital pasien, respon
71
subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.25 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif pasien rileks, pasien merasa nyaman. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.10 mengajakan posisi kepala lebih tinggi 30-450, respon subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 450, pasien terlihat nyaman, tidak mual. Pada hari rabu tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan
apa
yang
diinginkan
dengan
tulisan,
akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.15 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien setuju ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 08.30 memonitor tanda-
72
tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 09.30 mengajarkan posisi kepala 30-45 derajat, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien dalam posisi kepala 45 derajat, pasien terlihat nyaman. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi dengan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.15 melakukan massage punggung, respon subyektif pasien menganggukan kepala, respon obyektif pasien rileks, pasien terlihat nyaman. Pukul 10.30 memonitor tandatanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan pada masalah keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien
73
respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tandatanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot/ROM (Range ofr Motion), respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tangan dan kaki kiri lemah sulit digerakkan, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit.
74
Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.35 mengajarkan pasien untuk melakukan latihan kekuatan otot (ROM), respon subyektif pasien bersedia dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan kanan dan kiri. Pukul 10.45 kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline
75
125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada tanggal 10 Maret 2015 pukul 12.15 mengobservasi keadaan umum pasien respon subyektif -, respon obyektif pasien lemah, pasien dibantu orang lain dalam beraktivitas, pasien sulit bicara dan pelo. Pukul 12.20 memonitor tanda-tanda vital pasien, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 12.40 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD: 169/110mmHg, nadi 100x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit. Pukul 13.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat ranitidine 1x25mg, citicoline 1x125mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif obat masuk melalui IV (Intravena), tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 13.05 mengajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi yaitu berkomunikasi dengan bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju, respon obyektif pasien mulai belajar berkomunikasi dengan isyarat tulisan. Pada tanggal 11 Maret 2015, pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan kesadaran, GCS: E:4, V:3, M:6, pasien mulai bisa mengunmgkapkan apa yang diinginkan dengan tulisan, akral dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam.
76
Pukul 08.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.25 menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, respon subyektif
keluarga
mengatakan
bersedia,
respon
obyektif
keluarga
melaksanakan anjuran. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.45 menganjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi kepada pasien, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran. Pukul 08.50 mengajarkan metode alternatif berkomunikasi dalam bahasa isyarat berupa tulisan, respon subyektif pasien menganggukikan kepala, respon obyektif pasien menggunakan tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Pukul 09.00 kolaborasi denmgan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara dengan mengucapkan suara yang sederhana, penyinaran, respon subyektif, pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada
77
penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.25 mengajarkan pasien metode alternatif dalam bahasa isyarat tulisan, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien mulai terbiasa dengan cara berkomunikasi dalam bahasa isyarat tulisan. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.45 kolaborasi dengan fisioterapis latihan kekuatan otot, latihan bicara, penyinaran, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif pasien terlihat kooperatif. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada masalah keperawatan yang keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke, pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan tangan dan kaki kiri sedikit demi sedikit, tidak ada penurunan
kesadaran,
mengunmgkapkan
apa
GCS: yang
E:4,
V:3,
diinginkan
M:6,
pasien
dengan
mulai
tulisan,
bisa akral
dingin,konjungtiva anemis, pucat, BAB hitam. Pukul 08.10 memonitor tanda-
78
tanda vital, respon subyektif pasien mau diperiksa ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 160/90mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit. Pukul 08.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 158/89mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR 24x/menit. Pukul 08.35 memantau Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb: 4,0g/dl. Pukul 08.40 menganjurkan untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuyat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif pasien terlihat makan dan minum. Pukul 11.00 kolaborasi pemberian obat citicoline 1x125mg, antalgin 500mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala tanda setuju untuk diberikan obat, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi. Pukul 14.00 memasang tranfusi darah kolf 1, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif daah masuk pukul 14.00, golongan darah O, tidak terjadi alergi. Pada tanggal 12 Maret 2015, pukul 09.00 mengobservasi keadaan umum pasien, respon subyektif -, respon obyektif pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan kiri, pasien mampu mengeluarkan suara sederhana, pasien dapat berkomunikasi den gan isyarat tulisan, tidak ada penurunan kesadaan, konjungtiva anemis, akral dingin, mukosa bibir lembab, capillary refile kembali dalam 2 detik, BAB 1x hitam. Pukul 09.10 memantau Hb, respon subyektif -, respon obyektif Hb : 5,0 g/dl. Pukul 10.00 memasang tranfusi kolf ke-2, jenis darah fullblood, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif darah masuk pukul 10.00, golongan darah O, tidak ada alergi. Pukul 10.10 memonitor tanda-tanda vital, respon
79
subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 150/80mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.30 memonitor tanda-tanda vital, respon subyektif pasien bersedia ditandai dengan menganggukkan kepala, respon obyektif TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit. Pukul 10.40 menganjurkan menjaga asupan cairan yang adekuat, respon subyektif keluarga mengatakan bersedia, respon obyektif keluarga melaksanakan anjuran, pasien terlihat makan dan minum. Pukul 11.00 kolaborasi dengan dokter pemberian obat citicoline 125mg, prosogan 15mg, respon subyektif pasien menganggukkan kepala, respon obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada tanda-tanda alergi.
E. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012 : 105). Evaluasi terhadap Ny.S dilakukan dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Analysis, and Planning) untuk mengetahui keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan dengan memerhatikan pada tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai dengan rentang normal. Hasil evaluasi pada diagnosa yang pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi, hari selasa, 10 Maret 2015, pukul 12.40 WIB diagnosa keperawatan kettidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi menggunakan metode SOAP
80
diperoleh hasil data subyektif pasien mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah. Obyektif pasien sulit bicara, ekstremitas kiri lemah, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, hasil CT-Scan : lacunar infark cerebri diperiventrikel kanan, TD : 169 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit. Hasil analisa masalah masalah belum teratasi karena kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan posisi kepala 30-400, berikan massage punggung, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri mulai bisa digerakkan. Obyektif pasien bisa sedikit menggerakkan tangan dan kaki kiri, Hb: 4,0g/dl, TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24x/menit, GCS : E : 4, V :3, M : 6, tidak mual. Hasil analisa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian karena kriteria hasil belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tandatanda vital, berikan massage punggung, ajarkan posisi kepala 30-45 derajat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan anggota tubuh sebelah kiri bisa digerakkan. Obyektif Hb : 5,0 g/dl, GCS : E : 4, V : 4, M : 6, TD : 149/80 mmHg, N : 88x/menit, S : 360C, R : 24x/menit, tidak mual. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipetahankan yaitu monitor tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat. Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang kedua, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Pada tanggal 10 Maret 2015, hasil subyektif pasien mengatakan kaki dan tangan kii sulit
81
digerakkan. Obyektif pasien dibantu dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri lemah, kekuatan otot atas kanan kiri 5 2, bawah kanan kiri 5 3. Hasil analisa masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan sebelah kiri lebih bisa digerakkan dan tidak berat. Obyektif pasien mulai menggerakkan tangan dan kaki kiri, pasien mulai beraktivitas secaraa bertahap. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai seluruhnya. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan untuk melakukan latihan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri bisa digerakkan. Obyektif pasien mulai bisa menganggkat tangan dan kaki kiri, pasien dapat beraktivitas secara mandiri dan bertahap, pasien bisa duduk sendiri. Hasil analisa masalah teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan tercapai. Intervensi dipertahankan monitor tanda-tanda vital, ajarkan latihan kekuatan otot (ROM), kolaborasi dengan fisioterapis. Hasil evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, hambatan komu nikasi verbal berhubungan dengan perubahan system saraf pusat. Pada tanggal 10 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien bicaranya pelo, obyektif pasien bicaranya sulit, kata-kata tidak jelas, HCS : E : 4, V : 3, M : 6, TD : 169/110 mmHg, N : 100x/menit, S : 360C, RR : 20x/menit.
82
Hasil analisa masalah hambatan komunikasi verbai belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai. Intervensi dilanjutrkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan isyarat tulisan, anjurkan keluarga untuk menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah mulai berkomunikasi. Obyektif pasien mulai mengeluarkan suara dan kata-kata yang sederhana, GCS : E : 4, V : 3, M : 6, pasien mulai bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan sebagai alternative berkomunikasi. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan sebagian tercapai. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, ajarkan metode komunikasi dengan bahasa isyarat tulisan, kolaborasi dengan fisioterapis. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif keluarga mengatakan pasien sudah bisa berkomunikasi, obyektif pasien bisa menggunakan bahasa isyarat tulisan untuk bekomunikasi, dapat mengeluarkan kata sederhana tetapi belum jelas, GCS : E : 4, V : 3, M : 6. Hasil analisa masalah teratasi. Intervensi dipertahankan yaitu monitor tanda-tanda vital, kolaborasi dengan fisioterapis. Hasil
evaluasi
untuk
diagnosa
yang
keempat
yaitu
resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. Pada tanggal 11 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan bdan terasa lemas, obyektif pasien BAB 2x sehari hitam konsistensi lembek, pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis, hasil GDT : anemia gravis, Hb : 4,0 g/dl, TD : 158/89 mmHg, N : 89x/menit, S : 370C, RR : 24 x/menit, GCS : E :4, V :
83
3, M : 6 , GDS : 388, capillary refile kembali dalam 2 detik, akral dingin, mukosa bibir kering. Hasil analisa masalah belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sama sekali. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga kebutuhan cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat. Pada tanggal 12 Maret 2015, diperoleh hasil subyektif pasien mengatakan badan lemas, obyektif pasien BAB 1x sehari berwarna hitam, konjungtiva anemis, akral dingin, pasien terlihat pucat, Hb: 5,0 g/dl, TD : 149/80 mmHG, N : 88x/menit, S : 360C, RR : 24x/menit, mukosa bibir lembab. Hasil analisa masalah teratasi sebagian karena kriteria hasil dalam tujuan belum tercapai sepenuhnya. Intervensi dilanjutkan yaitu monitor tanda-tanda vital, pantau Hb, tranfusi darah, anjurkan menjaga cairan yang adekuat, kolaborasi pemberian obat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan Ny.S dengan Hipertensi Grade II di ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso dengan mengaplikasikan hasil pemberian massage punggung terhadap tekanan darah, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Hasil pengkajian pada Ny.S adalah keluhan utama yang dirasakan adalah anggota tubuh bagian kiri lemah dan sulit digerakkan. Ny.S mengatakan anggota tubuh bagian kiri lemah, Tanda tanda vital : tekanan darah 170/110mmHg, nadi 100x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 360C, GDS : 388 mg/dl, kolesterol : 208 mg/dl, pasien dibantui dalam beraktivitas, tangan dan kaki kiri terlihat lemah, kekuatan otot kanan atas 5 bawah 5, kiri atas 2 bawah 3, keluarga mengatakan pasien berbicara pelo, hasil pengkajian selanjutnya pasien mengatakan badan terasa lemas, pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hb: 4,0g/dl pasien BAB 2x sehari, warna hitam, konsistensi lembek, konjungtiva anemis, pasien terlihat pucat, hasil GDT: anemia gravis, Hh: 4,0g/dl, umur pasien diatas 60 tahun, GDS 388 mg/dl, akral dingin, mukosa bibir kering.
84
85
2. Diagnosa Berdasarkan
hasil
perumusan
diagnosa
keperawatan
yang
ditemukan pada Ny.S adalah pertama, ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipetensi, kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, dan diagnosa keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke. 3. Intervensi Dari diagnosa pertama sampai keempat penulis membuat intervensi atau rencana keperawatan yang dilakukan pada Ny.S yaitu observasi keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda, ajarkan posisi kepala lebih tinggi 30-45 derajat, berikan massage punggung, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan.ajarkan pasien untuk melakukan ROM, kolaborasi dengan fisioterapi, kolaborasi dengan dokter pemberian obat, ajarkan metode alternatif dalam berkomunikasi dengan bahasa isyarat yaitu tulisan, anjurkan keluarga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien, kolaborasi dengan fisioterapis, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan, pantau Hb (hemoglobin), tranfusi darah, ajarkan, kolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk proses penyembuhan. 4. Implementasi
86
Dalam asuhan keperawatan Ny.S dengan hipertensi di ruang Anyelir Rumah Sakit Dr.Soediran Mangun Soemarso telah sesuai dengan intervensi yang dibuat penulis menekankan pemberian massage punggung yang diyakini mampu mempengaruhi penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. 5. Evaluasi Berdasarkan
implementasi
yang
telah
dilakukan
penulis
memperoleh hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, Planning). Evaluasi pada masalah keperawatan pertama yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertensi didapatkan hasil masalah teratasi. Masalah keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot didapatkan hasil masalah teratasi. Masalah keperawatan yang ketiga yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat didapatkan hasil masalah teratasi. Masalah keperawatan yang keempat yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan stroke didapatkan hasil masalah teratasi sebagian. 6. Hasil Analisa Pemberian Massage Punggung Setelah penulis mengaplikasikan tindakan dari jurnal didapatkan hasil pemberian massage punggung terhadap Ny.S terbukti efektif dalam penurunan tekanan darah ditandai adanya perubahan pada tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan tindakan pemberian massage punggung.
87
Pada hari pertama sebelum dilakukan massage punggung didapatkan hasil tekanan darah 170/110 mmHg setelah dilakukan terapi tekanan darah menjadi169/110 mmHg, hari kedua sebelum diberikan terapi massage punggung tekanan darah 160/90 mmHg setelah diberikan terapi tekanan darah menjadi 158/89 mmHg, hari ketiga sebelum dilakukan terapi massage punggung tekanan darah 150/80 mmHg setelah diberikan terapi tekanan darah menjadi 149/80 mmHg. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Freddy (2013) dalam jurnal yang menerangkan bahwa massage punggung mampu menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang kesehatan antara lain : 1. Bagi Rumah Sakit Bagi instansi rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dengan salah satu alternatif pemberian massage punggung pada pasien hipertensi.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
88
Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien dengan hipertensi yang lebih berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya pemberian pengaruh pemberian massage punggung pada pasien hipertensi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan sehingga mampu menciptakan perawat yang profesional dan berkualitas dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai kode etik yang ada. Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam praktik klinik dan pembuatan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini R, (2010). Hubungan Antara Usia Dengan Prevalensi Mati Mendadak. Disertasi.Program Pasca Sarjana. Surabaya. Anastasi, N.R., & Dian P, (2012). Hipertensi Bukan Untuk di Takuti. Jakarta: FMedia. Ardiansyah Muhammad, (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press. Ariani, A.T., (2012). Sistem Narobehavior. Yogyakarta: Salemba Medika. Aritonang, S., (2012). Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke. Jurnal Kesehatan RSUD Sultan Immanudin. Kalimantan Tengah. Arovah, N. I., (2012). Masase Dan PrestasiAtlet. Jurnal Pendidikan dan FIK UNY. Dalimartha Dkk, (2008). Care Your Self HIpertensi. Jakarta: Penebar Plus. Dr. GunawanLany, (2007). Hipertensi, Yogyakarta: Kanisius Farida I & Amalia N, (2009). Mengantisipasi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru. Fauzi, K dkk., (2012). ISO (Informasi Spesialite Obat) Indonesia Volume 47 ISSN 0854-4492. Jakarta: PT.ISFI. Febby, H.D.A & Prayitno, N,. (2012). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah di Puskemas Telaga Murni Cikarang Barat. Jurnal Keperawatan. 12 (1). Freddy, D.S., (2013). Pengaruh Pemberian Terapi Masase Punggung Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi .Jurnal Keperawatan dan Kebidanan. 4 (1): 1-7. Gloria, M.B et,al, (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). USA. Herdinan H, (2012). NANDA. Jakarta: EGC. Herlambang, (2013).Menaklukakan Hipertensi Dan Diabetes, Jakarta Selatan: Tugu Publisher. Hikayati Dkk, (2011). Penatalaksanaan Non Farmakologis Terapi Komplementer Sebagai Upaya Untuk Mengatasi dan Mencegah Komplikasi Pada
Penderita Hipertensi Primer di Kelurahan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Junal Keperawatan Universitas Sriwijaya. Kowalsky, R. E., (2010). Terapi Hipertensi Program 8 Minggu. Bandung: Qanita Lynn, B, dkk., (1995). Theory and Practice of Nursing: An Integrated Approach to Patien Care, Edinburgh: Campion Press. Terjemahan W. Agung, dkk., (2006). Teori dan Praktik Keperawatan: Pendekatan Integral pada Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC. Medika, A, (2009). Solusi Sehat Mengatasi Hipertensi.Jakarta: Agromedia Pustaka. Menampiring, E.A., (2008). Hubungan Status Gizi Dan Tekanan Darah Pada Penduduk Usia 45 Tahun Keatas di Kelurahan Pakowa Kecamantan Wanea Kota Manado. Skripsi. Fakultas Kedokteran Sam ratulangi Manado. Misbach, J., (2011). Aspek Diagnostik, Patofisiologis, Manajemen Stroke. Jakarta: Perposi. Muchid, A,. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi. Jurnal Direktorat Bina Farmasi Departemen Kesehatan. Nurarif, H.A.C & Kusuma H., (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA Jilid 1 Edisi Revisi. Yogyakata: MediAction. Oehandin, A. (2012). Pendekatan Klinis Dan Diagnosis Anemia. Jurnal Continuing Medical Education. RS Hasan Sadikin Bandung. Prasetyaningrum, Y. A., (2014). Hipertensi Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: FMedia. Prasetya Y, (2012). Faktor Resiko yang Berpengauh Terhadap Stroke Non Hemoragik. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Retno, A. W &Prawesti, D, (2012). Tindakan Slow Stroke Massage dalam Menurunkan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi.Jurnal STIKes.5 (2):133-143. Rikedas, (2013).Riset Kesehatan Dasar. Jakarta Rohmah, N & Saiful W, (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC. Suiraoka, (2012).Penyakit Degeneratif, Yogyakarta: Nuha Medika.
Susilo Y & Wulandari A, (2010). Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi). Yogyakarta: ANDI. World Health Organization, (2012). A Global Brief on Hypertension.Silent Killer Global Health Crisis.Switzeland. www.scrib.com/terapimassage. diakses pada tanggal 13 April 2015 (15.00). Yulia T, (2013).Analisis Praktek Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada Ibu SM (87 tahun) dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik di Wisma Cempaka Sasana Tresna WredhaKarya Bakti Depok.Jurnal Kesehatan.Univesitas Indonesia