PEMBERIAN TINDAKAN ALIH BARING TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN MENINGITIS DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Disusun oleh : ANTONIUS RANGGA L NIM P.12 070
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
KARYA TULIS ILMIAH
PEMBERIAN TINDAKAN ALIH BARING TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN AN. A DENGAN MENINGITIS DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun oleh : ANTONIUS RANGGA L NIM P.12 070
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PROPOSAL
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Antonius Rangga L
NIM
: P.12 070
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul Karya Tulis
: “Pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
kejadian
dekubitus pada asuhan keperawatan An. A dengan meningitis di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta’’
Menyatakan yang sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa proposal ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 23 Mei 2015 Yang membuat pernyataan
Antonius Rangga L NIM. P.12 070
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Antonius Rangga L
NIM
: P.12 070
Program Studi
: D III Keperawatan
Judul Karya Tulis
: “Pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
kejadian
dekubitus pada asuhan keperawatan An. A dengan meningitis di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta’’
Telah disetujui oleh dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta Hari/Tanggal : Sabtu/23 Mei 2015
Pembimbing : Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep. NIK. 200981037
iii
iv
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: :“ PENGARUH PERAWATAN KULIT BERDASARKAN
SKOR SKALA BRADEN Q TERHADAP
KEJADIAN LUKA TEKAN PADA AN. A DENGAN MENINGITIS DI RUANG MELATI II RUMAH SAKIT Dr. MEOWARDI” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti,M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta 2. Ibu Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Program studi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Sekertaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat membina ilmu STIKes Kusuma Husada Surakarta. 4. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam bimbingan, sehingga membantu penulis dalam penyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
v
5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih atas segala kasih saying selama ini, selalu memberikan semangat, do’a, pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga putramu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Rumah Sakit Dr. Moewardi yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan pengelolaan kasus. 7. Kedua orang tuaku yang terhormat, saya haturkan beribu-ribu Terima kasih atas segala kasih saying selama ini, selalu memberikan semangat, do’a, pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga putramu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Teman-teman mahasiswa prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan semua pihak yang terkait didalamnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam menyusun studi kasus ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Suraka kart ka rta, rt a, 23 Mei 2015 Surakarta,
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 6 C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 7
BAB II
TINJAUAN TEORI A. Meningitis .................................................................................. 9 B. Konsep Askep ............................................................................ 14 C. Konsep Luka tekan atau dekubitus ............................................ 21 D. Konsep Skala Braden Q ............................................................. 24 E. Konsep Alih baring .................................................................... 29 F. Kerangka Teori .......................................................................... 32 G. Kerangka Konsep ....................................................................... 33
vii
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................. 34 B. Tempat dan Waktu ..................................................................... 34 C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 34 D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ........................ 36 E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset .............................. 37 BAB IV LAPORAN KASUS A. Pengkajian ................................................................................... 38 B. Asuhan Keperawatan .................................................................. 45 C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................ 46 D. Intervensi Keperawatan .............................................................. 46 E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 48 F. Evaluasi ...................................................................................... 50 BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ................................................................................... 52 B. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 57 C. Intervensi Keperawatan .............................................................. 60 D. Implementasi Keperawatan ........................................................ 63 E. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 65 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ 67 B. Saran ........................................................................................... 71
viii
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
: Alat Ukur Skor Skala Braden Q ................................................ 28
Tabel 3.1
: Instrument tindakan perawatan kulit (alih baring) ................... 36
Table 3.2
: Alat Ukur Skor Skala Braden Q ............................................... 37
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 : Pathway .................................................................................... 13 Gambar 2.2 : Kerangka Teori ........................................................................ 29 Gambar 2.3 : Kerangka Konsep ..................................................................... 30
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
: Loog Book
Lampiran 3
: Lembar Konsultasi Karya Ilmiah
Lampiran 4
: Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 5
: Lembar Observasi
Lampiran 6
: Asuhan Keperawatan
Lampiran 7
:“ PEMBERIAN PERAWATAN KULIT BERDASARKAN SKOR SKALA BRADEN Q TERHADAP KEJADIAN LUKA TEKAN PADA AN. A DENGAN MENINGITIS DI RUANG MELATI II RUMAH SAKIT Dr. MEOWARDI”
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Meningitis terjadi paling sering pada individu dewasa yang berusia 19 sampai 59 tahun. Pada kelompok usia ini, penyebab meningitis bakterial yang paling sering adalah streptococcus pneumonia (meningitis pneumokokous). Insiden terbesar berikutnya adalah anak yang berusia 2 sampai 18 tahun, dan penyebab yang paling sering adalah Neisseria meningitidis (meningitis miningokokus). Pada neonates, penyebab yang paling sering adalah streptokokus grup B ; pada bayi yang berusia 1 sampai 23 bulan, penyebabnya terbagi hampir sama antara S. pneumonia dan N. meningitides (Elizabeth J, 2009). Menurut WHO (2010), bakteri penyebab meningitis menginfeksi lebih dari 400 juta orang, dengan tingkat kematian 25%, terbanyak di Afrika dan Asia, khususnya di Negara-negara dengan tingkat kebersihan lingkungan yang belum memadai, angka di Indonesia pada tahun 2014-2015 sebanyak 200 juta orang meski masih sulit mendapatkannya , salah satunya karena kematiannya disangka karena infeksi penyakit lainnya. Namun meningitis dapat dicegah, asalkan faktor risikonya dikenali, berdasarkan rekam medis di rumah sakit Dr. Moewardi pada tahun 2014-2015 didapatkan hasil prefelensi kasus meningitis sebanyak 102 pasien rawat inap. Meningitis adalah infeksi serius yang paling umum pada SSP (Susunan Saraf Pusat), penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang 1
2
tidak spesifik (satu jenis tertentu seperti penyakit typus). Mikroorganisme yang sering menyebabkan adalah : Pneumokkokus, Haemofilus influenzae, Stapilokokus, Streptokokus, Escherichia coli, Meningokokus Salmonella Bakteri tersebut diatas dikenal sangat toksik karena dapat mengakibatkan jaringan rusak dan menghasilkan pustula sehingga sering disebut penyakitnya dengan meningitis purulenta. dan sampai menginfeksi otak setelah didahului infeksi pada penyakit lain seperti bronchitis, tonsillitis, pneumonia. Perpindahan tersebut yang terbanyak melalui system hematogen, dan mengakibatkan penurunan kesadaran dan kelumpuhan ekstremitas sehingga terjadi imobilisasi yang menimbulkan resiko terjadinya luka dekubitus (Sumitro, 2010). Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat mengakibatkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemia jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Kusuma, 2013). Luka tekan adalah suatu lesi iskemik pada kulit dan jaringan di bawahnya yang disebabkan oleh adanya tekanan yang merusak aliran darah dan limfe. Keadaan iskemia ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akan menimbulkan luka. Luka tekan ini bisa terjadi pada pasien yang berada dalam suatu posisi dalam jangka waktu lama baik posisi duduk maupun berbaring. yang mengatakan bahwa luka tekan merupakan suatu jaringan neksrosis pada
3
area yang terlokalisasi dan cenderung untuk terus meluas jika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dan permukaan luar tertekan dalam jangka waktu yang lama (Porth, 2005). Terjadinya dekubitus akibat dari tertekannya daerah tertentu yang menjadi tumpuan beban tubuh dalam waktu yang relatif lama (lebih dari 2 jam) penekanan daerah tersebut
menyebabkan gangguan sirkulasi cairan
tubuh dan oksigen kejaringan sehingga daerah tersebut mengalami kemerahan. Penderita meningitis
yang mengalami resiko dekubitus
membutuhkan program rehabilitasi. Mobilisasi dengan alih baring merupakan rehabilitasi
awal
yang
dapat
mengurangi
semua
komplikasi
yang
berhubungan dengan tempat tidur diantaranya adalah dekubitus, kekakuan sendi dan kontraktur. Mobilisasi alih baring merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat dan pentingnya untuk kemandirian (Sari dan Sitorus, 2013). Alih baring mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Pasien yang dilakukan alih baring setiap 2 jam sekali mempunyai tingkat kejadian dekubitus sangat rendah, alih baring merupakan perubahan posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien untuk merubah posisi tidurnya sendiri. Perubahan posisi tidur ini dilakukan untuk merubah adanya tekanan tubuh pada daerah-daerah tertentu sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan beban tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah yang tertekan tersebut. Alih baring ini adalah
4
pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek, alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali dan untuk lebih mengetahui resiko terjadinya dekubitus maka dilakukan pengukuran
dengan
alat
ukur
Skala
Braden
Q
(Perry & Potter 2005). Skala Braden Q adalah suatu cara pengkajian atau alat ukur yang digunakan untuk memprediksi risiko luka tekan pada anak sekaligus sebagai baseline untuk menentukan tindakan pencegahan. Trend analysis dengan pendekatan kualitatif menunjukkan perawatan kulit berdasarkan skor Skala Braden Q efektif untuk mengetahui nilai resiko dan mencegah kerusakan kulit lebih lanjut, skala Braden Q mempunyai nilai antara 1 sampai dengan 4, total score antara 6 sampai dengan 23, penilaian bila score 18-15 resiko ringan, score 14-13 resiko sedang, score 12-10 resiko tinggi, dan score 9 atau kurang sangat beresiko Menurut Braden (2002) dalam pujiarto (2011), Penelitian yang dilakukan oleh (Purwaningsih dkk, 2013) sebelumnya mengatakan semakin tidak dilakukan alih baring maka kejadian dekubitus semakin tinggi, untuk mencegah terjadinya dekubitus perlu pengobatan dan perawatan yang intensif, hal ini bisa dilakukan tindakan alih baring. Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, penulis mendapatkan pasien Meningitis yang mengalami imobilisasi di ruang Melati II. Penulis mendapatkan data pasien mengalami imobilisasi
dan
5
beresiko terjadi luka tekan atau dekubitus. Hasil penelitian (Purwaningsih dkk, 2013) ada pengaruh pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus, sehingga penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan judul “Pemberian Tindakan Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus pada Asuhan Keperawatan An. A dengan Meningitis di Ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan 1.
Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan Meningitis di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2.
Tujuan Khusus a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Meningitis.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Meningitis.
c.
Penulis
mampu menyusun intervensi pada pasien dengan
Meningitis. d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan Meningitis.
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Meningitis.
f.
Penulis mampu menganalisis hasil pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan Meningitis.
6
C. Manfaat Penulisan 1.
Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi bidang keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
2.
Bagi tenaga kerja kesehatan Hasil penulis ini diharapkan dapat menjadi refrensi tindakan keperawatan bagi para perawat untuk diaplikasikan pada pasien yang mengalami imobilisasi.
3.
Bagi institusi pendidikan Memberikan refrensi bagi mahasiswa dan institusi mengenai pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
4.
Bagi Penulis Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
5.
Bagi masyarakat Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya luka tekan dekubitus dengan menggunakan metode pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1.
Meningitis a.
Definisi Meningitis Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi saraf yang serius bahkan kematian. Penyakit
ini
disebabkan
oleh
bakteri
maupun
virus.
(Pudiastuti, 2011). Meningitis adalah suatu infeksi purulent lapisan otak yang pada orang dewasa biasanya cenderung meluas sampai kerongga subdural
sebagai
suatu
efusi
atau
empyema
subdural
(leptomeningitis), atau bahkan kedalaman otak (meningoensefalitis) (Satyanegara, 2010). b.
Etiologi Penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang tidak spesifik ( atu jenis tertentu seperti penyakit typus). Mikroorganisme yang sering menyebabkan adalah : 1). Pneumokkokus 2). Haemofilus influenza 3). Stapilokokus 4). Streptokokus
7
8
5). Escherichia coli 6). Meningokokus 7). Salmonella Bakteri tersebut diatas dikenal sangat toksik karena dapat mengakibatkan jaringan rusak dan menghasilkan pustula sehingga sering disebut penyakitnya dengan meningitis purulenta. Biasanya
mikroorganisme
tersebut
di
atas
sampai
menginfeksi otak setelah didahului infeksi pada penyakit lain seperti bronchitis, tonsillitis, pneumonia. Perpindahan tersebut yang terbanyak melalui system hematogen (Sumitro, 2010). c.
Gambaran Klinis Gambaran Klinis yang sering muncul pada anak dengan meningitis antara lain : 1) Pada fase akut gejala yang muncul antara lain : a). Lesu b). Mudah terangsang c). Hipertermi d). Anoreksia e). Sakit kepala 2) Peningkatan tekanan intrakranial. Tanda- tanda tekanan intrakranial : a). Penurunan kesadaran b). Muntah yang sering proyektil ( menyembur )
terjadinya
9
c). Tangisan yang merintih d). Sakit kepala 3) Kejang baik secara umum maupun lokal 4) Kelumpuhan ekstremitas ( paresis atau paralisis ) 5) Gangguan frekuensi dan irama pernafasan ( cepat dengan irama kadang dangkal dan kadang dalam ) 6) Munculnya tanda-tanda rangsangan meningeal seperti ; kaku kuduk, regidita umum, reflex kernng dan Brudzinky positif. (Sumirto, 2010). d.
Patofisiologi Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus seperti
strepkokus, stapilokokus, meningokokus, pneumokokus dan
dari golongan lain seperti tersebut diatas menginfeksi tonsil, bronkus, saluran cerna. Mikroorganisme tersebut mencapai otak mengikuti aliran darah. Di otak mikroorganisme berkembang biak membentuk koloni. Koloni mikroorganisme itulah yang mampu menginfeksi lapisan otak (meningen). Mikroorganisme, jaringan meningen yang rusak, cairan sel berkumpul menjadi satu membentuk cairan yang kental yang disebut pustule. Karena sifat cairannya tersebut penyakit ini popular disebut dengan meningitis purulenta. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme melalui hematogen
sampai
ke
hipotalamus.
Hipotalamus
kemudian
10
menaikkan suhu sebagai tanda adanya bahaya. Kenaikan suhu di hipotalamus dan diikuti dengan peningkatan mediator kimiawi akibat peradangan sepertti prostaglandin, epinefrin, neropinefrin. Kenaikan
mediator
tersebut
dapat
merangsang
peningkatan
metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikan suhu di seluruh tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan respon gastrointestinal yang memunculkan rasa mual dan muntah. Volume pustua yang semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan desakan di dalam intracranial. Desakan terebut dapat meningkatkan rangsangan gastrointestinal sehingga merangsang munculnya muntah dengan cepat, juga dapat terjadi gangguan pusat pernafasan. Peningkatan tekanan intracranial tersebut juga dapat menggangu fungus sensorik maupun motorik serta fungsi memori yang terdapat pada serebrum sehingga penderita mengalami penurunan respon kesadaran terhadap lingkungan (penurunan kesadaran) dan mempengaruhi mobilitas ditempat tidur sehingga dapat terjadinya imobilisasi yang akan menyebabkan resiko terjadinya luka tekan Dekubitus. Penurunan kesadaran ini dapat menurukan pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berakibat pada penumpukan secret ditrakea dan bronkial. Kondisi ini berdampak pada penumpukan secret trakea dan bronkus sehingga bronkus dan trakea menjadi sempit. Peningkatan tekanan intrakranial jua dapat berdampak pada munculnya fase eksitasi yang terlalu cepat pada neuron sehingga
11
memunculkan kejang. Respon saraf perifer juga tidak bisa berlangsung secara kondusif, ini yang secara klinis dapat memunculkan respon yang patologis pada jaringan tersebut seperti munculya tanda kerning dan Brudinsky. Kejang yang terjadi pada anak dapat mengakibatkan spasme pada otot bronkus. Spasme dapat mengakibatkan penyempitan jalan nafas (Sumirto, 2010). e.
Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain : 1)
Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intracranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural
2) Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai kejaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupum hematogen termasuk ke ventrikuler. 3) Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi liquor cerebo spinal ( LCS ). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak trtahan intracranial.
12
4) Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. 5) Epilepsi. 6) Retardasi mental. Retardasi mental
kemungkinan terjadi
karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori. 7) Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resinten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan (Sumitro, 2010). f.
Pencegahan Vaksin dapat membantu mencegah meningitis yang disebabkan neiseseria meningitidis. Vaksin digunakan jika terjadi wabah. Populasi yang terancam wabah dan pada anggota penderita meningitis karena Neisseria meningitides juga diberikan antibiotic ( misalnya rifampin atau minosiklin ). Anak-anak harus mendapatkan imunisasi rutin dengan vaksin hemophilus influenza tipe B, yang membantu mencegah terjadinya meningitis. Perlu kita ketahui penyakit meningitis sangat sering terjadi pada anak-anak (Suriadi, 2006).
13
G. Pathway Meningitis Reaksi inflamasi Infeksi mikroorganisme Menginfeksi tonsil, bronkus, Mikroorganisme mencapai Otak mengikuti aliran darah diotak mikroorganisme Berkembang biak Membentuk koloni menginfeksi lapisan otak mikroorganisme menghasilkan Toksik
mikroorganisme melalui hematogen sampai ke hipotalamus
merusak meningen
hipotalamus menaikan suhu
membentuk cairan pustula
suhu diikuti peningkatan mediator kimiawai akibat peradangan seperti prostaglandin merangsang metabolisme
volume pustula
suhu tubuh
desakan didalam intrakranial
hipertemi nyeri mengganggu fungsi sensorik maupun motorik
rangsangan di korteks serebri penurunan kesadaran yang terdapat di pusat pengaturan system gastrointestinal pengeluaran sekresi trakeobronkial merangsang mual muntah muncul fase eksitasi yang terlalu cepat pada neuron
sakit kepala
penumpukan sekret ditrakea, bronkus bronkus dan trakea menjadi sempit
penurunan kendali otot imobilisasi fisik Resiko dekubitus Gangguan mobilitas fisik
ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak mampu makan kejang Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
intake tidak adekuat
Gambar 2.1 Pathway Sumber: Ginsbreg (2008), Perry dan Potter (2005).
14
h.
Pengobatan Diberikan antibiotik intravena dan kortikosteroid intravena untuk menekan peradangan. Pemberian cairan untuk menggantikan hilangnya cairan karena demam, muntah, berkeringat, dan nafsu makan yang buruk. Bila cepat diberikan pengobatan, jumlah penderita meninggal kurang akan berkurang. Tetapi jika tertunda, bias terjadi kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama pada anak kecil dan usia lanjut. Gejala sisanya adalah kelainan mental yang menetap serta kelumpuhan (Suriadi, 2006).
i.
Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah tindakan yang beruntut yang dilakukan secara sistemik untuk menentukan masalah klien dengan membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan recana itu atau
menugaskan
orang
lain
untuk
melaksanakannya
dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya tersebut (setiadi, 2012). Proses keperawatan di Indonesia ada 5 standar yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 1) Pengkajian Menurut Iyer dalam Nursalam (2008), pengkajian adalah proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data secara yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien,
15
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai
dengan
kebutuhan
individu
(klien).
Pengkajian keperawatan Meningitis meliputi anamnesa riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial (Mutaqin, 2008) a) Anamnesa (1) Meliputi identitas nama, usia (kebanyakan terjadi pada lanjut usia), jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer registrasi, dan diagnose medis. (2) Keluhan utama sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak
sebelah,
tidak
dapat
berkomunikasi
dan
penurunan tingkat kesendirian. 2) Riwayat penyakit saat ini Serangan meningitis biasanya demam, menggigil, sakit kepala, muntah, perubahan pada sensorium, kejang, koma, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kelumpuhan ekstremitas. 3) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat kejang demam, infeksi pernafasan atas, telinga, sinus. 4) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita
16
5) Pengkajian
psikologis
klien
meningitis
ada
beberapa
kemungkinan yaitu dalam pengkajian koping penting untuk mengetahiu respon. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk beraktivitas akibat kelemahan ekstremitas. Pola persepsi dan konsep diri yang didapatkan klien tidak berdaya, tidak kooperatif. Pola nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang beribadah spiritual karena tingkah laku tidak stabil, kelemahan ekstremitas. 6) Pemeriksaan fisik (a) Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital : suhu : 40 C, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi : 96x/menit, pernafasan :24x/menit, GCS E:2 V:3 M:4 :9 tingkat kesadaran somnolen BB : 45 kg TB : 165 cm (b) Pemeriksaan fisik ( head to toe) kepala : inspeksi : bentuk kepala oval, rambut kusam, sedikit pembengkakan pada bagian kepala. Palpasi : nyeri tekan pada bagian kepala. Mata : inspeksi : ketika dilakukan pemeriksaan reaksi pupil menggunakan senter klien memejamkan matanya dengan kuat, konjungtiva pucat, warna sclera putih, terdapat lingkaran hitam disekitar mata. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada mata. Hidung inspeksi : simetris kiri dan kanan, warna hidung sama dengan kulit sekitar wajah. Palpasi :
17
tidak ada nyeri tekan. Mulut : inspeksi mukosa bibir kering dan pucat (Suriadi, 2006). 7) Diagnosa keperawatan Menururt north American nursing diagnosis association (Nurarif & Kusuma) diagnosa keperwatan adalah keputusan klinis mengenai respon individu ( klien dan masyarakat ) tentang masalah kesehatan actual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan
untuk
mencapai
tujuan
asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat, semua diagnosa harus didukung oleh data. (a) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. (b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekut asupan makanan. (c) Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik, status mental. (d) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan (Nugroho, 2011). 8) Intervensi (NIC) Rencana keperawatan/ intervensi adalah tindakan yang dilakukan
oleh
perawat
untuk
memperoleh
hasil
yang
diharapkan seperti telah diidentifikasi untuk keperluan pasien (Vaughans, 2013). (a) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
18
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi hipertermi Kriteria hasil (NOC): (1) Suhu tubuh dalam rentang normal : 36- 36,7 C, nadi : 60 – 100x/ menit (2) Respirasi rentang normal : 16 – 20x/ menit, (3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman Intervensi (NIC) (1) Kaji penyebab hipertemi (2) Monitor tanda-tanda vital (3) Ajarkan/ lakukan upaya mengatasi hipertermi : Asupan cairan 2-2,5 liter/hari bila tidak ada kontra indikasi, kompres, pakaian longgar dan kering (4) Jelaskan pada klien/keluarga pentingnya mempertahankan
masukan
cairan
yang
adekuat
untuk
mencegah dehidrasi. (5) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi dan pemeriksaan laboratorium. (b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nutrisi dapat terepenuhi Kriteria hasil (NOC) :
19
(1) adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan, (2) mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, (3) tidak ada tanda-tanda malnutrisi, (4) tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. Intervensi (NIC) (1) Kaji adanya alergi makanan (2) Monitor adanya penurunan berat badan (3) Monitor kalori dan intake nutrisi (4) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsutasikan dengan ahli gizi ) (5) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c (6) Kolaborasi
dengan ahli
gizi
untuk
menentukan
pemberian asupan makanan. (c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisai fisik, status nutrisi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi kerusakan intregitas kulit Kriteria hasil (NOC): (1) Integritas
kulit
yang
baik
bias
dipertahankan
(sensasi, elastisitas, temperature, pigmentasi), (2) Tidak ada luka/ lesi dikulit, perfusi jaringanyang baik,
20
(3) Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahankan
kelembapan kulit dan perawatan alami Intervensi (NIC): (1) Monitor aktivitas dan moblitas pasien (2) Monitor status nutrisi pasien (3) Monitor kulit akan adanya kemerahan (4) Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat (5) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering (6) Oleskan lotien atau minyak/ baby oil pada daerah yang tertekan (7) Hindari kerutan pada tempat tidur (8) Berikan terapi alih baring (9) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar (d) Cemas berhubungan dengan perubahan status mental Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien sudah tidak cemas lagi Kriteria hasil (NOC): (1) klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, (2) vital sign dalam batas normal, (3) postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangna kecemasan
21
Intervensi (NIC) (1) Identifikasi tingkat kecemasan (2) Dorong keluarga untuk menemani anak (3) Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis (4) Bantu
pasien
untuk
mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan (5) Berikan obat untuk menguragi kecemasan. 2.
Luka tekan / Dekubitus a. Definisi Dekubitus adalah kerusakan/ kematian kulit
sampai
jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terusmenerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Area yang cepat dan sering terjadi decubitus adalah diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi cukup dengan lemak subkutan, misalnya daerah tonjolan tulang dibokong sisi kanan kiri tonjolan pangkal paha, tumit dan siku (Ginsberg, 2008). b. Etiologi 1)
Faktor instrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit
yang
underweight
menimbulkan
atau
seperti
kebalikannya
DM,
status
overweight,
gizi,
Anemia,
Hipoalbumin, Penyakit-penyakit neurologic dan penyakit-
22
penyakit
yang
merusak
pembuluh
darah,
Keadaan
hidrasi/cairan tubuh. 2)
Faktor Ekstrinsik: kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medic yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang kurang.
c. Klasifikasi Derajat dekubitus Ada 4 derajat dekubitus yaitu sebagai berikut : 1)
Tingkat I : Adanya eritema atau kemerahan pada kulit setempat yang menetap, atau bila ditekan dengan jari tanda eritema atau kemerahan tidak kembali putih
2)
Tingkat II : Adanya kerusakan pada epitel kulit yaitu lapisan epidermis atau dermis. Kemudian dapat ditandai dengan adanya luka lecet atau melepuh.
3)
Tingkat III : adanya kerusakan pada semua lapisan kulit atau sampai jaringan subkutan dan mengalami nekrosis dengan tanpa kapasitas yang dalam
4)
Tingkat IV : adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan nekrosis higga sampai ke jaringan otot bahkan tulang atau tendon dengan kapasitas yang dalam (Aini, 2013).
23
d. Tanda- tanda dekubitus Tanda-tanda dekubitus berupa : eritema, pucat, lesi ulkus, ulkus
superficial, abrasi, lecet, adanya lubang yang dangkal,
jaringan nekrotik, terdapat lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya, nekrosis jaringan, kerusakan otot, tulang, atau tendon (Aini, 2013). e. Faktor resiko 1) Mobilitas dan aktivitas 2) Penurunan sensori persepsi 3) Kelembapan 4) Tenaga yang merobek (shear) 5) Pergesekan (friction) 6) Nutrisi 7) Usia 8) Tekanan arteriolar yang rendah 9) Stress emosional 10) Merokok 11) Temperature kulit (Kusuma, 2013). 3. Alih baring a.
Definisi Perubahan posisi atau alih baring sangat direkomendasikan untuk menghindari pasien dari dampak tekanan yang berlebihan
24
diatas tempat tidur atau kursi dan untuk mencegah oklusi kapiler, iskemik pada jaringan dan pressur ulcer. Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek, alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali (Perry & Potter 2005). Alih baring mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Pasien yang dilakukan alih baring setiap 2 jam sekali mempunyai tingkat kejadian dekubitus sangat rendah, alih baring merupakan perubahan posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien untuk merubah posisi tidurnya sendiri (Perry & Potter 2005). b.
Tujuan alih baring Tujuan terapi alih baring/Perubahan posisi tidur ini dapat mencegah dekubitus pada bagian tulang yang menonjol yang bertujuan untuk mengurangi penekanan akibat tertahannya klien pada satu posisi tidur tertentu yang dapat mengakibatkan lecet sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan beban tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah yang tertekan tersebut (Perry & Potter 2005).
25
4. Skala Braden Q Skala Braden Q untuk memprediksi luka dekubitus, faktor yang mempengaruhi luka dekubitus dan nilai skala Braden Q : a. Penilaian dalam pengkajian skor Skala Braden Q sebagai berikut : 1)
Persepsi sensori a)
Nilai 1: Keterbatasan penuh, klien tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri.
b)
Nilai 2: Sangat terbatas, klien hanya merespon rangsang nyeri.
c)
Nilai
3:
Keterbatasan
ringan,
klien
hanya
dapat
menyampaikan respon tidak nyaman untuk merubah posisi yang membatasinya untuk dapat merasakan nyeri atau rasa tidak bnyaman pada salah satu atau kedua ekstremitas. d)
Nilai: Tidak ada gangguan, klien dapat merespon panggila dan tidak memiliki penurunan persepsi sensori sehingga dapat menyatakan rasa tidak nyaman.
2)
Kelembaban a) Nilai 1: Selalu lembab, kulit selalu dalam keadaan lembab oleh keringat, urun dan lainnya, keadaan lembab dapat dilihat pada setiap kali pasien digerakkan atau dibalik b) Nilai 2: Umumnya lembab, karena kulit sering terlihat lembab akan tetapi tidak selalu. Pakaian pasien atau alas tempat tidur haus diganti satu kali setiap dinas.
26
c) Nilai 3: Kadang- kadang lembab, karena sulit kadang – kadang lembab ganti seprai dan baju minimal satu kali sehari. d) Nilai 4: Jarang lembab,
karena kulit keadaan kering
pakaian atau alas tempat tidur diganti sesuai dengan jadwal rutin penggantian. 3)
Aktivitas a)
Nilai 1: Total ditempat tidut, klien hanya berbarig ditempat tidur.
b)
Nilai 2: Dapat duduk, kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau sama sekali tidak bias dan tidak mampu menahan beat badan.
c)
Nilai 3: Berjalan kadang – kadang, pasien hanya berjalan disiang hari saja
d)
Nilai 4: Sering jaan – jalan, klien sering jalan – jalan keluar.
4)
Mobilisasi a)
Nilai 1: Tidak mampu bergerak sama sekali, klien tidak dapat merubah badan atau ekstremitas.
b)
Nilai 2: Sangat terbatas, kadang – kadang klien dapat merubah posisi badan atau ekstremitas.
c)
Nilai 3: Tidak ada masalah, klien bergerak secara mandiri.
27
d)
Nilai 4: Tanpa keterbatasan, klien dapat meruah posisi badan secara tepat dan sering merubah posisi badan.
5)
Nutrisi a)
Nilai 1: Sangat buruk, tidak pernah menghabiskan makanan, jarang menghabiskan makan lebih dari 1/3 porsi yang telah diberikan.
b)
Nilai
2:
Kurang
mencukupi,
jarang
sekali
klien
menghabiskan makanan dan biasanya menghabiskan ½ porsi makanan yang diberikan c)
Nilai 3: Mencukupi, satu hari makan tiga kali sehari dan mengkonsumi lebih dari ½ porsi.
d)
Nilai 4: Sangat baik, klien mampu menghabiskan makanan yang diberikan, tidak pernah menolak makanan.
6)
Pergerakan dan pergeseran a)
Nilai 1: Bermasalah, memerlukn bantuan sedang sampai maksimal untuk bergerak.
b)
Nilai 2: Potensial bermasalah, bergerak atau memerlukan bantuan minimal.
c)
Nilai 3: Keterbatasan ringan, sering merubah posisi badan atau ekstremitas secara mandiri meskipun hanya bergerak ringan.
28
b. Alat ukur skala Braden Q Menurut Braden (2002) dalam Pujiarto (2011) Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan pasien beresiko berkembangnya pressur ulcur dengan menggunakan pengkajin skala Braden Q (Ekaputra, 2013), Untuk mengkaji dan mengetahui ada tidaknya resiko atau sudah terjadi luka tekan/ dekubitus pada klien yang mengalami imobilisasi fisik dan alat ukurnya sebagai berikut : Table 2.1 Alat ukur luka tekan pada pasien meningitis skala Braden Q Keterangan
Nilai 1
2
3
Keterbatasan total
Sangat terbatas
Sedikit terbatas
Tidak terjadi gangguan
Kelembaban kulit yang konstan
Kulit sangat lembab
Kulit kadang lembab
Kulit jarang lembab
Aktivitas
Beraktifitas terbatas
Tidak mampu berjalan sendiri
Mampu berjalan hanya sebentar saja
Dapat beraktifitas dengan lancar
Mobilisasi
Imobilisasi total
Sangat terbatas
Agak terbatas
Tidak memiliki keterbatasan
Nutrisi
Asupan gizi yang sangat buruk
Kurang asupan nutrisi
Cukup asuhan nutrisi
Asupan nutrisi baik
Friksi dan gesekan
Memerlukan bantuan sedang sampai maksimum untuk bergerak
Bergerak dengan lemah dan membutuhkan bantuan minimum
Tidak memiliki masalah
Persepsi sensori
Kelembapan
4
Keterangan : >18
: tidak berisiko,
15-18
: mempunyai risiko ringan,
13-14
: mempunyai risiko sedang,
10-12
: mempunyai risiko tinggi
<9
: mempunyai risiko sangat tinggi.
29
B.
Kerangka teori
Virus dan bakteri
Meningitis
Penurunan kesadaran
Muntah proyektil
Pasien bedrest
hilangnya nutrisi
Resiko dekubitus (alat ukur Skala Braden Q)
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
kelumpuhan ekstremitas imobilisasi fisik
gangguan mobilitas fisik
Pemberian tindakan alih baring
Gambar 2.2 Kerangka teori. (Ginsbreg, 2008, Perry dan Potter, 2005)
30
C. Kerangka konsep
Pasien meningitis
Bedrest
Resiko keruakan dekubitus
Pemberian tindakan alih baring
Gambar 2.3 Kerangka konsep. (Aini, 2013, Purwaningsih, 2013).
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek yang digunakan dalam aplikasi ini pada pasien An. A umur 13 tahun dengan meningitis yang mempunyai resiko dekubitus/ luka tekan.
B. Tempat dan Waktu Aplikasi penelitian ini direncanakan : 1. Tempat : di ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi 2. Waktu
: Pada tanggal 10-12 Maret 2015
C. Media dan Alat Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan antara lain : 1.
Alat ukur skor skala Braden Q
2.
Perawatan kulit dengan Alih baring menggunakan bantal dan guling
3.
Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat identitas dan hasil pengukuran skor skala Braden Q.
D. Prosedur Caranya direposisi selama 2 jam sekali dan menentukan skor skala Braden Q, skala Braden Q terdapat 6 (enam) subskala untuk menentukan tingkatan risiko terjadinya dekubitus. Subskala tersebut antara lain adalah; 1.
31
32
Persepsi Sensorik, 2. Kelembapan, 3. Aktivitas, 4. Mobilisasi, 5. Nutrisi, 6. Friksi dan Gesekan (Aini, 2013). 1. Pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit, dan tindakannya sebagai berikut : Tabel 3.1 Instrument tindakan alih baring
NO
ASPEK ORIENTASI
A
FASE ORIENTASI
1
Memberi salam.
2
Memperkenalkan diri.
3
Menjelaskan tujuan.
4
Menjelaskan langkah prosedur
5
Menanyakan kesiapan klien
B
FASE KERJA
1.
Mencuci tangan
2.
Menempatkan alat didekat klien dengan benar
3.
Menjaga privacy klien
4.
Merubah posisi dari miring kiri ke kanan
5.
Menata beberapa bantal disebelah klien
6.
Memiringkan klien kearah bantal yang disiapkan
7.
Menekuk lutut kaki yang atas
8.
Memastikan posisi klien aman
9.
Merubah posisi dari miring kanan ke kiri
10.
Menata beberapa bantal disebelah kiri
11.
Menelentangkan klien kearah bantal yang disisipkan
instrument
33
12.
Meluruskan kedua lutut
13.
Memastikan posisi klien aman
14.
Merubah posisi dari miring ke terlentang
15.
Memastikan posisi klien aman
16.
Merapikan klien
C.
TAHAP TERMINASI
1.
Mengevaluasi hasil tindakan
2.
Berpamitan dengan klien/keluarga
3.
Menginformasikan akan datang 2 jam lagi untuk merubah posisi selanjutnya
4.
Mencuci tangan
5.
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
2. Alat ukur Menurut Braden (2002) dalam Pujiarto (2011) Skala Braden Q adalah salah satu cara alat ukur untuk mengkaji dan mengetahui ada tidaknya resiko atau sudah terjadi luka tekan/ dekubitus pada klien yang mengalami imobilisasi fisik dan alat ukurnya sebagai berikut :
34
Table 3.2 Alat ukur luka tekan pada pasien meningitis skala Braden Q Keterangan
Nilai 1
2
3
Keterbatasan
Sangat
Sedikit
Tidak terjadi
total
terbatas
terbatas
gangguan
Kelembaban
Kulit sangat
Kulit kadang
Kulit jarang
kulit yang
lembab
lembab
lembab
Beraktifitas
Tidak
Mampu
Dapat
terbatas
mampu
berjalan
beraktifitas
berjalan
hanya
dengan lancer
sendiri
sebentar saja
Imobilisasi
Sangat
Agak
Tidak memiliki
total
terbatas
terbatas
keterbatasan
Asupan gizi
Kurang
Cukup
Asupan nutrisi
yang sangat
asupan
asuhan
baik
buruk
nutrisi
nutrisi
Friksi dan
Memerlukan
Bergerak
Tidak
gesekan
bantuan
dengan
memiliki
sedang
lemah dan
masalah
sampai
membutuhka
maksimum
n bantuan
untuk
minimum
Persepsi sensori
Kelembapan
4
konstan Aktivitas
Mobilisasi
Nutrisi
bergerak
Keterangan : >18
: tidak berisiko,
<9
15-18
: mempunyai risiko ringan,
13-14
: mempunyai risiko sedang,
10-12
: mempunyai risiko tinggi
: mempunyai risiko sangat tinggi.
BAB IV LAPORAN KASUS
Asuhan keperawatan An. A dengan Meningitis di Ruang Melati II Rumah Sakir Dr. Moewardi mulai dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan muai dari identifikasi klien, pengkajian, perumusan masalah, intervensi, implementasi, dan evaluasi. A. Identitas klien Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2014, jam 09.00 WIB, pada kasus ini dilakukan metode pengkajian adalah alloanamnesa pasien masuk 07 Maret 2015. Pengkajian tersebut didapatkan hasil identitas pasien, bahwa pasien bernama An. A, umur 13 Tahun, agama Islam, pendidikan SMP, pelajar, alamat ngawi, nomer registrasi 012xxx, diruang Melati II Rumah Sakit D. Moewardi. Sejak pasien dirawat dokter mendiagnosa bahwa An. A menderita penyakit Meiningitis. Penanggung jawab pasien adalah Tn. T umur 45 tahun, pendidikan SD, pekerjaan Petani, alamat ngawi, hubungan dengan pasien adalah ayah. B. Pengkajian Hasil dari pengkajian tentang riwayat keperawatan, keluhan utama keluarga mengatakan An. A mual tidak nafsu makan, lemas dan hasil dari pengkajian skor Skala Braden Q skor skala braden 13 ( persepsi sensori : 2 sangat terbatas, kadang-kadang lembab 3, beraktivitas terbatas 1, mobilisasi sangat terbatas 2, nutrisi cukup 3, friksi dan gesekan 2 bantuan minimum,
35
36
termasuk resiko sedang. Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan pada
tanggal 04 Maret 2015 keadaan An. A mengeluh pusing, muntah 5x ½
gelas belimbing isi makanan dan minuman yang dikonsumsi, nafsu makan menurun, lalu orang tua membawa klien kebidan desa dan diberi obat siruf tetap tidak ada perubahan, kemudian pasien dibawa ke RS terdekat, saat di RS tersebut pasien kejang 3x siklus 5 menit, kejang seluruh tubuh, badan kaku, kejang disertai demam lalu pasien dirujuk ke RS Widodo, ngawi dan pasien dirawat selama 3 hari, saat dirawat pasien kejang 4x 5 menit kejang disertai demam, belum ada perubahan keluarga membawa anak ke RS Dr. Moewardi saat di IGD pasien tampak lemah, kejang 1x siklus 2 menit, kaku seluruh tubuh, pasien telah terpasang infus RL 0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Melati II pada tanggal 10 Maret 2015. Dibangsal pasien mendapatkan terapi infus RL0,5 %
dan
mendapat terapi O2 2L/menit pasien tampak lemah sudah tidak terjadi kejang dan penurunan kesadaran, pasien tidak nafsu makan dan mual. Riwayat penyakit dahulu, keluarga mengatakan An. A tidak mempunyai riwayat Meningitis dan kejang demam sebelumnya , keluarga mengatakan pasien pernah sakit tapi tidak separah ini, pernah dirawat di bidan desa dan RS ngawi bulan Maret selama 2 hari, An. A pernah mengalami jatuh dari sepeda sebelumnya dan tidak mempunyai riwayat alergi. Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Riwayat kesehatan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular seperti : diabetes militus,
37
hepatitis, asma, meningitis, jantung coroner. Pertumbuhan An. A antropometri BB: 30 kg, PB: 110 cm Pola nutrisi selama sakit An. A, antropometri sebelum masuk RS BB: 30 kg, TB: 110 cm, saat dirawat 30 kg, TB: 110 cm, IMT 24,7 ( termaksut berat normal ), biochemical data : Hemoglobin : 12,7 g/dl, Hematokrit : 40%, clinical sign : rambut berminyak, berwarna hitam, kulit : turgor kulit kurang baik/ lembab, mata : konjungtiva tidak anemis, kardiovakuler : pasien tidak mengalami hipertensi, otot-otot : tidak terlalu kuat, lemah, gastrointestinal : keluarga mengatakan nafsu makan pasien berkurang, aktivitas : pasien tampak lemah hanya berbaring di tempat tidur, neurologis : irritable reflek ada tapi lemah dietary history, problem diet : nafsu makan klien berkurang, pemasukan cairan : pasien minum air putih 7-8 gelas sehari Pola eleminasi, BAB : sebelum sakit, frekuensi 1x sehari, konsistensi lunak berbentuk, warna kuning kecoklatan, tidak ada keluhan, selama sakit, frekuensi 1x sehari, konsistensi lunak, warna kuning, keluhan memakai pempes, BAK : sebelum sakit, frekuensi 6-8 x/ hari, jumlah urin 800 cc, warna kuning jernih, tidak ada keluhan, selama sakit, frekuensi 6-8x/hari jumlah urin 755cc, warna kuning jernih, keluhan memakai pempes. Balance cairan selama 8 jam intake : total 900cc (minum 200cc, makan 200cc, infus 500cc), output: total : 800cc ( urin 600cc/8jam, insensible water loss (IWL) dengan berat badan 30 kg, rumus IWL 15cc x kgBB ( berat badan )= ( 15 x 30 ) : 2 = 200cc, 200cc/ 8 jam), balance cairan ( input – output ) = 900cc – 800cc = +100cc.
38
Pemeriksaan fisik : kesadaran somnolent dengan GCS 9 (V2 E3 M4), pemeriksaan tanda-tanda vital suhu 36,4˚C, pernafasan 22x/menit, nadi 96x/menit, tekanan darah 120/80 mmHg, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak ada luka, rambut berwarna hitam ikal, tidak berketombe. Pemeriksaan mata sclera tidak ikterik, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, ada reflek terhadap cahaya. Hidung bersih, tidak ada secret, tidak ada polip, letak simetris, warna kecoklatan, tidak ada jejas. Mulut mukosa bibir basah/ lembab, warna bibir merah kehitaman. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Pemeriksaan fisik paru inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada simetris, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, palpasi : vocal premitus kanan dan kiri sama, tidak ada luka, perkusi : terdengar sonor pada suara lapang paru, auskultasi : vesikuler diseluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan. Jantung inspeksi : bentuk dada simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada jejas, dada berwarna kuning kecoklatan, palpasi : ictus cordis teraba di intercostal V, perkusi : pekak, auskultasi : tidak ada bising, jantung regular, abdomen, inspeksi : bentuk simetris, umbilicus bersih, warna kuning kecoklatan, auskultasi : peristaltic usus 12x/menit, perkusi : kuadran I pekak dan kuadran II,III,IV timpani, palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa. Genetalia : bersih, tidak terpasang dower caeter ( DC ), rectum bersih. Ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri : terpasang infus RL pada tangan kiri dan tangan kanan tidak bias digerakkan, tidak ada odema, ROM kanan dan kiri : tangan kanan dan kiri
39
ekstensi tidak mampu digerakan perabaan akral hangat, pitting edema +1. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri tidak mampu digerakan, kondisi lemah tidak ada odema. ROM kanan dan kirir, kaki kanan dan kirir ekstensi, perubahan bentuk tulang : tidak ada kelainan, perabaan akral : hangat, pitting edema : +1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015, jenis pemeriksaan Hematologi rutin, hemoglobin : 12,7 g/dl, hematokrit 40%, leukosit 6,5 ribu/ul, trombosit 447 ribu/ul, eritrosit 4,67 jutal/ul. Pemeriksaan indek eritrosit MCV 84,8 /um, MCH 27,2 pg, MCHC 32,1 g/dl, MPV 7,2 fl, PDW 16 %. Pemeriksaan hitung jenis eosinofil 1,30 %, basofil 0,40 %, netrofil 57,30 %, limfosit 30,00 %, monosit 11,00 % ( high ). Pemeriksaan kimia klinik GDS 85 mg/dl, creatinine 0,6 mg/dl, ureum 32 mg/dl, natrium darah 140 mmol/l, kalium darah 4,3 mmol/l, calcium ion 1,28 mmol/l Terapi tanggal 10 Maret 2015, cefriaxon 1gr/12jam untuk mengobati dan mencegah infeksi, infus RL 0,5 % untuk menambah cairan/nutrisi mencegah dehidrasi, dexametason 5mg/6jam untuk mencegah pelepasan zatzat didalam tubuh yang menyebabkan peradangan, diazepam 10gram untuk penenang, ampicillin 500mg/6jam untuk mengobati infeksi akibat bakteri tertentu, chloramphenicol 500mg/6jam untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri, midazolam 48mg/24jam dalam Nacl untuk penenang, ranitidine 1 ampul/12 jam untuk mengatasi gastritis.
40
C. Perumusah Masalah Keperawatan Analisa data pada hari selasa, 10 Maret 2015 jam 09.00 WIB didapatkan data subyektif pasien tidak nafsu makan dan mual didapatkan data subyektif keluarga mengatakan An. A tidak nafsu makan data obyektif pasien hanya makan setengah porsi rumah sakit, Antropometri BB : 30 kg, TB: 110 cm, IMT: 24,7( normal), biochemical hemoglobin 12,7 g/dl, hematokrit 40 %, clinical sign : turgor kulit kurang baik lembab, dietary history : nafsu makan berkurang, dari data tersebut diambil diagnosa keperawatan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat. Analisa data pada hari selasa, 10 Maret 2015 jam 09.10 WIB data subyektif keluarga mengatakan pasien susah untuk beraktivitas, data obyektif Pasien tampak lemah, hanya berbaring ditempat tidur saja, aktivitas sehari-hri dibantu keluarga tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,4C, respirasi pernafasan 22x/menit, dari data tersebut diambil diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Analisa data pada hari selasa 10 Maret 2015 jam 09.15 WIB data subyektif keluarga mengatakan pasien hanya tidur atu berbaring saja, data obyektif pasien tampak lemah, hanya mampu berbaring ditempat tidur saja, turgor kulit kurang baik, lembab, skor skala Braden Q : persepsi sensori 2: sangat terbatas, kelembapan 3: kulit kadang lembab, aktivitas 1: beraktivitas terbatas, mobilisasi 2: sangat terbatas, nutrisi 3: kurang asupan nutrisi, friksi dan gesekan 2: bantuan sedang sampai maksimum untuk bergerak, nilai skor
41
skala Braden Q 13 : mempunyai resiko sedang, dari data tersebut diambil diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik. D. Perencanaan Keperawatan Perencanaan untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : nafsu makan bertambah, pasien bias menghabiskan porsi makan dari rumah sakit. Intervensi yang akan dilakukan adalah pantau intake nutrisi pada anak rasional untuk mengetahui masukan/intake nutrisi pada klien, bantu perawatan diri makan rasional membantu dalam pemenuhan nutrisi klien, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat rasional tindakan ini dapat meningkatkan masukan nutrisi meskipun nafsu makan mungkin lambat kembali, berikan informasi tentang pentingnya nutrisi pada anak rasional agar keluarga mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan anak,diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi klien rasional agar klien mendapatkan diit yang tepat untuk memenuhi nutrisinya. Perencanaan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan mobilisasi dapat terpenuhi dengan baik, dengan kriteria hasil : klien dapat membolak-balik
42
posisi dengan mudah, pasien sudah tidak lemah lagi, pergerakan sendi aktif. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji mobilitas pasien secara terusmenerus rasional mengetahui perkembangan kekuatan sendi klien, latih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot rasional membantu mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot klien, ajarkan pada keluarga pemberian asuhan dalam proses berpindah rasional mempermudah pergerakan klien, kolaborasi dengan ahli terapi fisik dan okupasi rasional untuk
mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas. Perencanaan untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria hasil kulit tidak lembab, turgor kulit baik, tidak terdapat luka dikulit, nilai skor skala Braden Q menjadi 15 : resiko ringan. Intervensi yang akan dilakukan adalah observasi keadaan kulit klien rasional untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda luka tekan, lakukan terapi alih baring setiap 2 jam sekali rasional untuk mencegah kelembapan pada kulit yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan, ajarkan keluerga untuk melakukan alih baring pada pasien secara mandiri rasional agar keluarga dapat tetap melakukan alih baring pada pasien saat diluar pengawasan perawat jaga, anjurkan keluarga untuk menggunakan pakaian pada pasien yang longgar rasional untuk menghindari terjadinya penumpukan keringat hawa panas dan kelembapan yang dapat menimbulkan kerusakan integritas kulit, kolaborasi
43
dengan dokter dalam pemberian obat rasional untuk membantu proses penyembuhan. E. Implementasi Keperawatan Implementasi untuk mengatasi diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat hari selasa 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB memantau nutrisi, pasien tampak belum nafsu makan, sisa makan ½ porsi rumah sakit, membantu perawatan diri makan, aktif saat dibantu saat makan, menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat keluarga tampak paham dan akan melakukannya, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi pada anak, keluarga paham dan jelas, 10.10 WIB mengkaji tanda-tanda vital dengan respon obyektif tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu 36,4 C, respirasi 20 x/menit mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi pasien keluarga menerima makanan yang sudah ditentukan oleh ahli gizi rumah sakit. Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.00 WIB memantau nutrisi pasien dengan respon obyektif belum nafsu untuk makan, makan habis setengah porsi rumah sakit, jam 10.05 WIB membantu perawatan diri makan aktif saat dibantu untuk makan, 10.10 WIB mengkaji tanda-tanda vital dengan respon obyektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 94 x/menit, suhu 36,6 C, respirasi 20 x/menit. Pada hari Kamis, 12 Maret 2015 jam 10.00 WIB memantau nutrisi pasien dengan respon obyektif pasien sudah nafsu untuk makan, makan habis
44
satu porsi rumah sakit, jam 10.05 WIB membantu perawatan diri makan aktif saat dibantu untuk makan, 10.10 WIB mengkaji tanda-tanda vital dengan respon obyektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,4 C, respirasi 22 x/menit. Implementasi untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yaitu hari selasa 10 Maret 2015 jam 10.30 WIB mengkaji
mobilitas pasien secara terus-menerus dengan
respon obyektif pasien tampak hanya mampu berbaring ditempat tidur, pergerakan sendi masih pasif, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif dengan respon
obyektif pasien mengikuti
gerakan
yang diajarkan,
mengajarkan pada keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik dengan respon obyektif keluarga paham dan jelas dan akan menerapkan pada pasien. Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.20 WIB, mengkaji mobilitas pasien secara terus-menerus dengan respon obyektif pasien tampak hanya mampu berbaring ditempat tidur, Jam 10.25 WIB, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif dengan respon obyektif pasien tampak mengikuti gerakan yang diajarkan tetapi masih pasif. Pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 10.20 WIB, mengkaji mobilitas pasien dengan respon obyektif pasien tampak berpindah posisi ditempat tidur secara mandiri, duduk, miring, menggerakan tangan dan kaki. Implementasi untuk mengatasi diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisai fisik pada hari selasa 10 Maret 2015 jam
45
10.40 WIB mengobservasi keadaan kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat resposisi setiaaap
hari dengan respon obyektif
turgor kulit kurang baik, tidak ada luka dan lembab, nilai skala Braden Q 13. Jam 10.45 WIB melakukan terapi alih baring 2 jam sekali dengan respon obyektif posisi miring kiri. Jam 10.50 WIB menganjurkan keluarga untuk melakukan alih baring pada pasien secara mandiri dengan respon obyektif keluarga tampak mengerti dan paham, 11.00 WIB mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason 5mg/6 jam, midazolam 48 mg/24 jam dalam Nacl dengan respon obyektif obat sudah masuk, tidak ada tanda-tanda alergi dan tidak menangis, 12.45 WIB melakukan terapi alih baring dengan respon obyektif posisi miring kekanan. Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.35 WIB, memgobservasi keadaan kulit pasien diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif turgor kulit kurang baik, tidak ada luka, lembab, nilai skala Braden Q 14. Jam 10.40 WIB, melakukan terapi alih baring 2 jam sekali dengan respon obyektif posisi miring kekanan selama 2 jam, 10.45 WIB memberikan terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason 5mg/6 jam, dengan respon obyektif obat sudah masuk, tidak ada tanda-tanda alergi dan tidak menangis, 12.40 WIB melakukan terapi alih baring dengan respon obyektif posisi miring kekiri. Pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 10.30 WIB, memgobservasi keadaan kulit pasien diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif turgor kulit sudah baik, tidak
46
ada luka, tidak lembab, nilai skala Braden Q 18. Jam 10.40 WIB, melakukan terapi alih baring 2 jam sekali dengan respon obyektif posisi miring kekiri, 10.50 WIB memberikan terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason 5mg/6 jam, dengan respon obyektif obat sudah masuk, tidak ada tanda-tanda alergi dan tidak menangis, 12.40 WIB melakukan terapi alih baring dengan respon obyektif posisi miring kekanan. F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan hari selasa, 10 Maret 2015 jam 10.25 WIB diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake dengan metode SOAP, didapatkan pasien makan hanya setengah porsi rumah sakit, tidak nafsu makan, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu 36,4 C, respirasi 20 x/menit, masalah belum teratasi, plenning lanjutkan intervensi : pantau nitrisi pasien, pantau tandatanda vital, bantu perawatan diri makan, diskusikan dengan ahli gizi dalam pemberian kebutuhan nutrisi. Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.15 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien makan hanya setengah porsi rumah sakit, tidak nafsu makan, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 94 x/menit, suhu 36,6 C, respirasi 20 x/menit, masalah belum teratasi, plenning lanjutkan intervensi : pantau nutrisi pasien, pantau tanda-tanda vital, bantu perawatan diri makan. Pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 10.15 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak lahap makan habis satu
47
porsi rumah sakit, sudah nafsu makan, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,6 C, respirasi 22 x/menit, masalah sudah teratasi, plenning hentikan intervensi. Pada hari Selasa, 10 Maret 2015 jam 10.35 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien hanya mampu berbaring saja, pergerakan sendi massif pasif, masalah belum teratasi planning lanjutkan intervensi : kaji mobilitas pasien, , latih rentang pergerakan sendi. Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.35 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien hanya mampu berbaring saja, nilai kekuatan otot tersebut dengan respon obyektif pasien hanya mampu berbaring ditempat tidur saj, pergerakan sendi masih pasif, masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi : kaji mobilitas pasien, latih rentang pergerakan sendi. Pada hari Kamis, 12 Maret 2015 jam 10.25 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak berpindah posisi dari tempat tidur secara mandiri, duduk, miring kanan dan kiri, menggerakan tangan dan kaki dengan aktif, masalah sudah teratasi, planning hentikan intervensi. Selasa 10 Maret 2015 jam 10.55 WIB diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, dilakukan evaluasi dengan metode SOAP didapatkan data obyektif turgor kulit kurang baik, tidak ada luka, lembab, pasien masih bedrest total, skor skala Braden Q 13 ( persepsi sensori : 2 sangat terbatas, kadang-kadang lembab 3, beraktivitas
48
terbatas 1, mobilisasi sangat terbatas 2, nutrisi cukup 3, friksi dan gesekan 2 bantuan minimum, masalah belum teratasi, planning lanjutkan inervensi : observasi keadaan kulit, lakukan terapi alih baring 2 jam sekali, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat. Pada hari rabu 11 Maret 2015 jam 10.50 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP didapatkan data obyektif turgor kulit kurang baik, tidak ada luka, lembab, pasien masih bedrest total, skor skala Braden Q 14 ( persepsi sensori : 2 sangat terbatas, kadang-kadang lembab 3, beraktivitas terbatas 1, mobilisasi agak terbatas 3, nutrisi cukup 3, friksi dan gesekan 2 bantuan minimum, masalah belum teratasi, planning lanjutkan inervensi : observasi keadaan kulit, lakukan terapi alih baring 2 jam sekali, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat. Pada hari Kamis, 12 Maret 2015 jam 10.40 WIB dilakukan evaluasi dengan metode SOAP didapatkan data obyektif turgor kulit kurang baik, tidak ada luka, lembab, pasien masih bedrest total, skor skala Braden Q 18 : resiko ringan (persepsi sensori sedikit terbatas skor 3, kelembapan kulit jarang lembab skor 4, aktivitas mampu berjalan dabantu skor 2, mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi asupan baik skor 4, friksi dan gesekan memerlukan bantuan minimum skor 2, masalah sudah teratasi, planning hentikan inervensi.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini Penulis akan membahas tentang “Pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan Meningitis di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta” yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015. Asuhan keperawatan yang dilakukan melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi, penulis dalam bab ini membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil aplikasi pada kasus. A. Pengkajian Menurut Potter & Perry (2005) bahwa pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan dan komunikasi data tentang klien yang bertujuan menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan nilai gaya hidup yang dilakukan. Hasil pengkajian pada Tn. P yang dilakukan tanggal 10 maret jam 09.00 WIB keluhan utama keluarga mengatakan An. A keluarga mengatakan mual tidak nafsu makan, lemas, data didapat melalui dengan metode alloanamnesa
(mendapat
data
dari
keluarga).
Dokter
mendiagnosa
Meningitis. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa keluhan utama pada penderita meningitis yaitu penurunan kesadaran disertai kejang (Pudiastuti, 2011).
49
50
Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan pada
tanggal 04
Maret 2015 keadaan An. A mengeluh pusing, muntah 5x ½ gelas belimbing isi makanan dan minuman yang dikonsumsi, nafsu makan menurun, lalu orang tua membawa klien kebidan dan diberi obat siruf tetap tidak ada perubahan, kemudian pasien dibawa ke RS terdekat, saat di RS tersebut pasien kejang 3x siklus 5 menit, kejang seluruh tubuh, badan kaku, kejang disertai demam lalu pasien dirujuk ke RS Widodo, ngawi dan pasien dirawat selama 3 hari, saat dirawat pasien kejang 4x 5 menit kejang disertai demam, belum ada perubahan keluarga membawa anak ke RS Dr. Moewardi saat di IGD pasien tampak lemah, kejang 1x 2 menit, kaku seluruh tubuh, pasien telah terpasang infus RL 0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Melati II pada tanggal 10 Maret 2015. Dibangsal pasien mendapatkan terapi infus RL0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit pasien tampak lemah sudah tidak terjadi kejang dan penurunan kesadaran, pasien mual tidak nafsu makan. Dalam teori menyebutkan penderita meningitis awalnya menunjukan gejala seperti Lesu, Mudah terangsang, Hipertermi, Anoreksia, Sakit kepala, penurunan kesadaran, mual, Muntah yang sering proyektil (menyembur), Tangisan yang merintih (Sumirto, 2010). Meningitis bukan penyakit yang menurun, penyakit ini disebabkan karna virus, bakteri, jamur (mikroorganisme). Pengkajian riwayat kesehatan keluarga, An. A merupakan anak kedua tinggal bersama kedua orang tua dan satu kaka laki-lakinya, dalam anggota keluarga belum pernah ada yang
51
mengalami penyakit meningitis dan tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun seperti hipertensi, diabetes militus, jantung koroner. Dalam pengkajian pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada klien, di dapatkan yaitu : keadaan umum lemah, kesadaran somnolent. Skor skala Braden Q yang didapatkan dari pengkajian penulis diperoleh persepsi sensori 2: sangat terbatas, kelembapan 3: kulit kadang lembab, aktivitas 1: beraktivitas terbatas, mobilisasi 2: sangat terbatas, nutrisi 3: kurang asupan nutrisi, friksi dan gesekan 2: bantuan sedang sampai maksimum untuk bergerak, nilai skor skala Braden Q, menurut Braden skor, skala Braden Q mencapai 13 adalah mempunyai resiko sedang terjadinya luka tekan, didapatkan antropometri yaitu BB: 30 kg, PB: 110 cm. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
suhu 36,4˚C, pernafasan
2p2x/menit, nadi 96x/menit, tekanan darah 120/80 mmHg,Pemeriksaan mata sklera tidak ikterik, pupil isokor, konjungtiva pucat, ada reflek terhadap cahaya. Mulut mukosa bibir kering dan pucat, warna bibir merah kehitaman. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa, status penampilan kesehatan pada pasien meningitis lemah, tingkat kesadaran kesehatan somnolent, pemeriksaan tanda-tanda vital frekuensi nadi dan tekanan darah normal, pemeriksaan pupil isokor kunjungtiva pucat, ada reflek terhadap cahaya dan mulut mukosa bibir kering dan pucat (Suriadi, 2006). Pada pemeriksaan GCS kesadaran klien yang didapatkan oleh penulis didapatkan hasil yaitu GCS E:2 V:3 M:4 :9 tingkat kesadaran somnolen. Pada pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kiri terpasang infus RL
52
pada tangan kiri dan tangan kanan tidak bias digerakkan, tidak ada odema, ROM kanan dan kiri : tangan kanan dan kiri ekstensi tidak mampu digerakan perabaan akral hangat, pitting edema +1. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri tidak pmampu digerakan, kondisi lemah tidak ada odema. ROM kanan dan kirir, kaki kanan dan kirir ekstensi, perubahan bentuk tulang : tidak ada kelainan, perabaan akral : hangat, pitting edema : +1. Menurut Suriadi (2006) pada pemeriksaan meningitis didapat GCS kesadaran klien adalah E:2 V:3 M:4 :9 tingkat kesadaran somnolent, dan kelemahan umum pada ekstremitas (Suriadi, 2006). Gambaran klinis pada meningitis dimulai dengan Volume pustula yang semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan desakan di dalam intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan penurunan kesadaran (Suriadi, 2006). Berdasarkan uraian data pengkajian di atas didapatkan data An. A tampak mual tidak nafsu makan, makan hanya habis ½ porsi. Pengkajian ABCD , antropometri saat dirawat 30 kg, TB: 110 cm, IMT 24,7 ( berat normal ), biochemical data : Hemoglobin : 12,7 g/dl, Hematokrit : 40%, clinical sign : rambut berminyak, berwarna hitam, kulit : turgor kulit kurang baik/ lembab, mata : konjungtiva tidak anemis, diet: nafsu makan klien berkurang, klien makan 3x sehari hanya habis ½ porsi rumah sakit dengan menu nasi bubur, sayur, lauk dan the hangat satu hari 7-8 gelas belimbing jumlahnya kurang lebih sehari 1500-1700cc.
53
Tujuan dari mengkaji kebutuhan nutrisi yaitu mengidentifikasi adanya defisiensi nutrisi dan pengaruhnya terhadap status kesehatan, mengumpulkan informasi khusus guna menetapkan rencana asuhan keperawatan yang berkaitan dengan nutrisi. Pengkajian nutrisi dinilai dari status gizi dimana perawat menggunakan ‘ABCD’ (Antropometri, Biokimia Clinical Sign, Dietary Histori) Antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan, biokimia clinical meliputi indicator hemoglobin dan hematokrit, clinical sign yaitu gejala klinis, Dietary yaitu latar belakang diet (Siegar, 2005). Pada anak yang
mengalami
kekurangan
nutrisi
ditandai
dengan
anoreksia
(tidak nafsu makan) yaitu dengan gangguan makan yang dicirikan oleh penolakan untuk mempertahankan berat badan yang parah tanpa adanya penyebab fisik yang jelas. Kebiasaan anak memilih makanan ringan atau makanan yang berperasa kuat akan menyebabkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi anak kecil bervariasi sehingga kebersihan dan kualitas makanan tidak terjamin (Wong, 2008). Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015, jenis pemeriksaan Hematologi rutin, hemoglobin : 12,7 g/dl, hematokrit 40%, leukosit 6,5 ribu/ul, trombosit 447 ribu/ul, eritrosit 4,67 jutal/ul. Pemeriksaan indek eritrosit MCV 84,8 /um, MCH 27,2 pg, MCHC 32,1 g/dl, MPV 7,2 fl, PDW 16 %. Pemeriksaan hitung jenis eosinofil 1,30 %, basofil 0,40 %, netrofil 57,30 %, limfosit 30,00 %, monosit 11,00 % ( high ). Pemeriksaan kimia klinik GDS 85 mg/dl, creatinine 0,6 mg/dl, ureum 32 mg/dl, natrium darah 140 mmol/l, kalium darah 4,3 mmol/l, calcium ion 1,28 mmol/l, sel
54
darah putih (PMN) di atas 100/mm3, kadar protein meningkat (0,8-4 g/l) dan kadar gula rendah )<15 mmol/liter). Untuk pemeriksaan penunjang menurut teori sudah sesuai
karna untuk penderita meningitis dipastikan dengan
lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS), hasil CSS keruh dan reaksi Nonne dan Pandy positif, menunjukan jumlah sel darah putih (PMN) di atas 100/mm3, kadar protein meningkat (0,8-4 g/l) dan kadar gula rendah (<15 mmol/liter) (Eduka, 2013). Terapi yang didapatkan klien yaitu terapi cefriaxon 1gr/12jam untuk mengobati dan mencegah infeksi, infus RL 0,5 % untuk menambah cairan/nutrisi mencegah dehidrasi, dexametason 5mg/6jam untuk mencegah pelepasan zat-zat didalam tubuh yang menyebabkan peradangan, diazepam 10gram untuk penenang, ampicillin 50mg/6jam untuk mengobati infeksi akibat bakteri tertentu, chloramphenicol 500mg/6jam untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri, midazolam 48mg/24jam dalam Nacl untuk penenang, ranitidine 1 ampul/12 jam untuk mengatasi gastritis. Terapi pemberian perawatan kulit dengan alih baring berfungsi untuk mencegah terjadinya resiko luka tekan/ dekubitus. Menurut teori terapi pengobatan sudah sesuai tidak ada kesenjangan mendapatkan sefriakson 100mg/kg BB/12jam, sefotaksim 50mg/kg BB/6jam, kloramfenicol 25 mg/kg BB/6jam, ampicillin 50mg/kg BB/6jam, dexametazon 0,6mg/kg BB/hari IV selama 2-3 minggu (Eduka, 2013).
55
B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/ proses kehidupan yang actual/ potensial klien terhadap masalah kesehatan yang
perawat
mempunyai
lisensi
dan
kompeten
mengatasinya
(Potter & Perry, 2005). Diagnosa pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inake yang tidak adekuat karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif ibu mengatakan pasien tidak nafsu makan dan didapatkan data obyektif didapatkan antropometri saat dirawat 30 kg, TB: 110 kg, IMT 24,7 ( berat normal ), biochemical data : Hemoglobin : 12,7 g/dl, Hematokrit : 40%, clinical sign : rambut berminyak, berwarna hitam, kulit : turgor kulit kurang baik/ lembab, mata : konjungtiva tidak anemis, diet: nafsu makan klien berkurang, klien makan 3x sehari hanya habis ½ porsi rumah sakit dengan menu nasi bubur, sayur, lauk dan the hangat satu hari 7-8 gelas belimbing jumlahnya kurang lebih sehari 15001700cc.
Kondisi
tersebut
akan
menyebabkan
An.
A
mengalami
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang disebabkan oleh intake tidak adekuat akibat mual, mutah, atau anoreksia (Riyadi & Yuliana, 2010). Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan karakteristiknya adalah kram abdomen, menghindari makanan,
56
kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut berlebih, kurang makanan, kurang informasi, kurang minat makanan, penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat, membrane mukosa pucat, ketidakmampuan makan makanan, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily allowance), sariawan dirongga mulut, kelemahan otot pengunyah, staetorea (Herdman, 2012). Diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subyektif ibu mengatakan klien tubuhnya lemas sekali, data obyektif Pasien sulit untuk beraktifitas, pasien tampak lemah, hanya berbaring ditempat tidur saja, aktivitas sehari-hri dibantu keluarga tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,4C, respirasi pernafasan 22x/menit. Kondisi tersebut akan menyebabkan An. A mengalami
hambatan mobilitas fisik yang
disebabkan oleh kelemahan fisik (Wilkinson, 2012). Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
satu
atau
lebih
ekstremitas
secara
mandiri
dan
terarah
(Wilkinson,2012). Batasan karakteristik penurunan waktu reaksi, kesulitan membolak-balik posisi/bergerak, keterbatasan untuk melakukan keterampilan motoric halus, keterbatasan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan
rentang
pergerakan
sendi
(range
of
motion/
ROM),
melambatnya pergerakan (Wilkinson, 2006). Diagnosa ketiga yaitu resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data
57
subyektif ibu klien mengatakan klien hanya tidur dan berbaring saja, data obyektif klien tampak lemah, turgor kulit kurang baik, lembab, skor skala braden q : persepsi sensori 2: sangat terbatas, kelembapan 3: kulit kadang lembab, aktivitas 1: beraktivitas terbatas, mobilisasi 2: sangat terbatas, nutrisi 3: kurang asupan nutrisi, friksi dan gesekan 2: bantuan sedang sampai maksimum untuk bergerak, nilai skor skala Braden Q 13 : mempunyai resiko sedang. Kondisi tersebut akan menyebabkan An. A mengalami terjadinya resiko kerusakan integritas kulit yang disebabkan karena kelembapan kulit dan imobilitas fisik (Wilkinson, 2012). Resiko kerusakan integritas kulit adalah suatu keadaan seseorang yang
beresiko
terjadi
perubahan
secara
yang
tidak
diinginkan
(Wilkinson, 2006). Batasan karakteristik pada pasien tidak memiliki tandatanda tetapi beresiko mengalami gangguan pada permukaan kulit atau kerusakan lapisan kulit, adanya kemerahan, kelembapan dan terjadinya imobilisasi fisik. Diagnosa keempat yaitu cemas berhubungan dengan
perubahan
status mental adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang samar disertai respon autonom, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya.
Hal
ini
merupakan
isyarat
kewaspadaan
yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Wilkson, 2012). Diagnosa ini tidak diangkat karena saat pengkajian didapatkan hasil pasien tidak tampak cemas terlihat tenang karna selalu ditemani oleh keluarganya.
58
Dalam menyusunan diagnosa keperawatan penulis menggunakan hirarki maslow yang menyebutkan bahwa dalam memprioritaskan masalah, kebutuhan kedua harus terpenuhi dari kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang memiliki prioritas tertinggi dibandingkan dengan kebutuhan lain seperti kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas tidak terjadi masalah maka kebutuhan nutrisi dan cairan menjadi kebutuhan yang utama, lalu kebutuhan mobilisasi dan tirah baring (Mubarak, 2007). C. Intervensi Intervensi atau perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam
menggambarkan
diagnosis
sejauh
mana
keperawatan. perawat
Desain
mampu
perencanaan
menetapkan
cara
menyelesaikan perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien (Rohmah & Walid, 2012). Rencana keperawatan ini disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan keperawatan dapat dilakukan dengan prinsip ONEC, observasi (rencan tindakan untuk mengkaji atau melakukan observasi terhadap kemajuan klien untuk memantau secara langsung yang dilakukan secara terus-menerus), nursing treatment (rencan tindakan yang dilakukan untuk mrngurangi dan mencegah perluasan masalah), education (rencana tindakan yang berbentuk pendidikan kesehatan), colabirasi (tindakan medis yang dilimpahkan kepada perawat) (Sholeh, 2012).
59
Dalam refrensi intervensi dituliskan sesuai dengan kriteria intervensi NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification) dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), rasional dan time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012). Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, penulis mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet, menoleransi diet yang dianjurkan,nafsu makan bertambah, pasien bisa menghabiskan porsi makan dari rumah sakit, klien tidak mual (Wilkinson, 2012). Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam karena jika nutrisi klien buruk maka dapat mengakibatkan asupan protein dan nutrisi lain tidak adekuat sehingga akan menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan menghambat penyembuhan (Potter & Perry, 2005). Rencana tindakan dalam diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat adalah : pantau intake nutrisi pada anak rasional untuk mengetahui masukan/intake nutrisi pada klien, bantu perawatan diri makan rasional membantu dalam pemenuhan nutrisi klien, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat rasional tindakan ini dapat meningkatkan masukan nutrisi meskipun nafsu makan
60
mungkin lambat kembali, berikan informasi tentang pentingnya nutrisi pada anak rasional agar keluarga mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan anak,diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi pasien rasional agar klien mendapatkan diit yang tepat untuk memenuhi nutrisinya (Nurarif, 2013). Diagnosa yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kendali otot, penulis mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilisasi dapat terpenuhi dengan baik, dengan kriteria hasil : klien dapat membolakbalik posisi dengan mudah, klien sudah tidak lemah lagi, pergerakan sendi aktif (Wilkinson, 2012). Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, karena hambatan mobilitas fisik merupakan keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah sehingga jika tidak diatasi dapat menyebabkan resiko kerusakan integritas kulit (Wilkinson, 2012). Rencana tindakan untuk
diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah : kaji mobilitas pasien secara terus-menerus rasional mengetahui perkembangan kekuatan sendi klien, latih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot rasional membantu mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot klien, ajarkan pada keluarga
61
pemberian
asuhan
dalam
proses
berpindah
rasional
mempermudah
pergerakan klien (Wilkinson, 2012). Pada diagnosa yang ketiga resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria hasil kulit tidak lembab, turgor kulit baik, tidak terdapat luka dikulit, nilai skor skala Braden Q menjadi 15 : resiko ringan (Wilkinson, 2012). Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan sela 3x24 jam, karena jika masalah tidak teratasi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit, luka tekan/ dekubitus (Potter & Perry, 2005). Rencana tindakan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik adalah : observasi keadaan kulit klien rasional untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda luka tekan, lakukan terapi alih baring setiap 2 jam sekali rasional untuk mencegah kelembapan pada kulit yang dapat
menyebabkan
kerusakan
jaringan,
anjurkan
keluarga
untuk
menggunakan pakaian pada pasien yang longgar rasional untuk menghindari terjadinya penumpukan keringat hawa panas dan kelembapan yang dapat menimbulkan
kerusakan
integritas
kulit,
kolaborasi
dengan
dokter
dalam pemberian obat rasional untuk membantu proses penyembuhan (Wilkinson, 2012).
62
D. Implementasi Implementasi atau tindakan keperawatan satu catatan tentang yang di berikan perawat kepada pasien yang berisikan catatan pelaksanaan rencan perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari rencana tindakan keperawtan mandiri dan tindakan kolaboratif (Rohmah & Walid, 2012). Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat pada hari pertama yaitu tanggal selasa 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah memantau intake nutrisi pada anak, membantu perawatan diri makan, menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat, memberikan informasi tentang pentingnya nutrisi pada anak, mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi klien (Wilkinson, 2012). Untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penulis melakukan pemantauan intake nutrisi. Berguna dalam juga
mendefiniskan derajat/luasnya
keseimbangan masalah
dan
antara pilihan
input
dan
intervensi
output yang
dan tepat
(Potter & Perry, 2006). Pada hari kedua tanggal 11 Maret 2015 memantau nitrisi pasien (masukan nutrisi pasien), membantu perawatan diri makan aktif saat dibantu untuk makan, mengkaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan). Pada hari kedua penulis dapat melakukan tindakan keperawatan
63
membantu
perawatan
diri
makan
aktif
dan
klien
kooperatif
(Wilkinson, 2012). Pada hari ketiga tanggal 12 Maret 2015 memantau nutrisi pasien, membantu perawatan diri makan aktif saat dibantu untuk makan mengkaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan). Pada hari ketiga penulis tidak lagi membantu perawatan makan aktif pada klien karna keluarga sudah membantu klien dalam pemenuhan makan klien, tetapi klien masih mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi klien (Wilkinson, 2012). Implementasi keperawatan untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yaitu hari pertama senin tanggal 10 Maret 2015, mengkaji mobilitas pasien secara terusmenerus, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot, mengajarkan pada keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik. Penulis belum melakukan tindakan keperawatan melakukan kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam perencanaan aktivitas klien karena keterbatasan waktu (Wilkinson, 2012). Pada hari kedua tanggal 11 Maret 2015 penulis melakukan tindakan keperawatan mengkaji mobilitas pasien, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif. Pada hari kedua penulis sudah tidak lagi mengajarkan pada keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik, karna keluarga sudah paham dan dapat melakukannya (Wilkinson, 2012).
64
Pada hari ketiga tanggal 12 Maret 2015 penulis melakukan tindakan keperawatan, mengkaji mobilitas fisik. Pada hari ketiga penulis tidak lagi melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif, karena klien tampak berpindah posisi dari tempat tidur secara mandiri, duduk, miring kanan dan kiri (Wilkinson, 2012). Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. A untuk megatasi diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik salah satunya adalah melakukan perawatan kulit alih baring. Tahap dalam perawatan kulit alih baring adalah pemberian posisi miring / sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, pemberian posisi terlentanng. Penelitian yang dilakukan Sari, (2007), terjadinya dekubitus pada posisi tubuh lateral dengan sudut maximum 30 derajat juga akan mencegah kulit dari gesekan (friction) dan perobekan jarigan (shear). Pergesekan akan mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit, sedangkan perobekan jaringan bias mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam, seperti otot
(Sari 2007).
Alih baring berpengaruh terhadap pencegahan dekubitus pada klien bedrest total Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit (Perry & Potter 2005). Tujuan dari pengaruh alih baring adalah untuk merubah adanya tekanan
tubuh
pada
daerah-daerah
tertentu
sehingga
tidak
terjadi
ketidakseimbangan beban tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah yang tertekan tersebut (Perry
65
& Potter 2005). Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan, jaringan yang membelok dan konstriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit sehingga respirasi seluler terganggu dan sel menjadi mati (Fundamental keperawatan, 2005). Faktor yang mempengaruhi dekubitus salah satunya adalah imobilisasi dan keterbatasan aktivitas (Suriadi, 2005). Pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.40 WIB sebelum tindakan alih baring dilakukan pada An. A, penulis menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat resposisi setiap hari dengan respon obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan, eritema atau luka, dan skor skala Braden Q: 13 (resiko sedang). Jam 10.45 WIB melakukan alih baring yaitu pemberian posisi miring/ sim kanan, (Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif pasien tampak miring kekanan tidak ada tanda-tanda kemerahan, eritema, luka pada daerah yang menonjol seperti punggung, bokong, tumit kaki, skala Braden Q 13, Jam 12.45 WIB melakukan alih baring yaitu pemberian posisi miring/ sim kiri, (Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif pasien tampak miring kekanan tidak ada tanda-tanda kemerahan, eritema, luka pada daerah yang menonjol seperti punggung, bokong, tumit kaki, skala Braden Q 13 (Wilkinson, 2012). Pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dan kepucatan kulit dan melakukan alih baring dengan pemberian posisi miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, pemberian posisi terlentang
66
(Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan, tidak ada luka dibagian yang menonjol seperti punggung, bokong tumit dan skala Braden Q 14 dimana An. A persepsi sensori 2 sangat terbatas, kelembapan skor 4 jarang lembab, aktivitas total ditempat tidur skor 1, mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi cukup terpenuhi skor 3, friksi dan gesekan
memerlukan
bantuan
sedang
sampai
makimum
skor
1
(Wilkinson, 2012). Pada tanggal 12 Maret 2015 penulis menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat resposisi setiap hari dan kepucatan kulit dan melakukan alih baring dengan pemberian posisi miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, pemberian posisi terlentang (Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan, tidak ada luka dibagian yang menonjol seperti punggung, bokong tumit dan skala Braden Q 18 dimana An. A persepsi sensori sedikit terbatas skor 3, kelembapan kulit jarang lembab skor 4, aktivitas mampu berjalan dabantu skor 2, mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi asupan baik skor 4, friksi dan gesekan memerlukan bantuan minimum skor 2 (Wilkinson, 2012). Jam 10.50 WIB penulis mengubah posisi 2 jam sekali, kelembapan terjaga, tidak ada luka. Jam 12.50 WIB penulis mengubah posisi 2 jam sekali dengan respon posisi supinasi, tidak ada tanda-tanda eritema atau kemerahan dan luka, dan skor braden17. Setiap hari pasien melakukan tindakan alih baring mring kanan dan kiri 2 kali, Pada hari ketiga penulis mampu menganjurkan dan mengajarkan pada keluarga untuk menjaga kebersihan dan
67
kelembapan kulit karena klien perlu pengawasan dari anggota keluarganya dan kelembapan kulit klien yang tertekan terjaga dan melakukan alih baring oleh keluarga dengan mandiri (Wilkinson, 2012). Setelah penulis melakukan implementsi/ tindakan keperawatan maka penulis melakukan evaluasi keperawatan. Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lannya (Setiadi, 2012). E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai suatu catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai. Pernyataan yang menyatakan status kesehatan sekarang dan menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada pasien (Rohmah & Walid, 2012). Evaluasi yang dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksa-nakan dengan
SOAP
(Subyective,
obyektif,
analisa,
planning)
(Dermawan, 2012). Evaluasi keperawatan diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake, masalah teratasi sebagian, masih ada tujuan dari kriteria hasil yang belum berhasil dan keterbatasan waktu. Pasien belum nafsu makan karena pada pasien meningitis tidak mampu makan setelah klien mampu makan maka nafsu sehingga akan meningkatkan nafsu makan klien. Evaluasi untuk asupan nutrisi pada An. A
68
yaitu terjadi pasien nafsu makan dan makan dapat habis 1 porsi RS, pda pasien meningitis (Sumirto, 2010). Hal ini menyatakan masalah keperawatan teratasi karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka planning dihentikan. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot masalah teratasi.
Terjadi
peningkatan otot pasien dapa berpindah posisi ditempat tidur secara mandiri, duduk, miring menggerakan tangan dan kaki dengan aktif ternyata pada tindakan melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif
dapat
meningkatkan kekuatan otot klien pada ekstremitas penderita meningitis (Maimurahman dan Cemy, 2012). Hal ini menyatakan masalah keperawatan teratasi karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka planning dihentikan. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, menurut observasi penulis didapatkan data klien tidak ada luka tekan/ dekubitus, tidak terjadi eritema atau kemerahan pada bagian yang menonjol (Seperti punggung, bokong, tumit kaki) dan terjadi peningkatan skor skala braden dari skor 13 menjadi 18 skala Braden Q 18 dimana persepsi sensori sangat terbatas skor 3, kelembapan kulit jarang lembab skor 4, aktivitas mampu berjalan dabantu skor 2, mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi asupan baik skor 4, friksi dan gesekan memerlukan bantuan minimum skor 2. Ternyata dalam melakukan alih baring dapat mencegah terjadinya luka tekan atau decubitus, tetapi penulis
69
dalam melakukan alih baring hanya dapat melakukan tindakan alih baring 2 kali selama satu shift tidak dapat melakukannya selama 24 jam dikarnakan keterbatasan waktu jaga di bangsal Melati II, tetapi perawat sudah mendelegasikan dan mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan tindakan alih baring terhadap An. A secara mandiri dan hasilnya selama tiga hari keluarga mengatakan dapat melakukan tindakan alih baring selama 2-4 jam sekali pada An. A secara mandiri, Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit, dengan tindakan alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali ( Perry & Potter, 2005). Terjadinya dekubitus akibat tertekannya daerah tertentu yang menjadi tumpuan beban tubuh dalam waktu yang relative lama atau lebih dari 2 jam penekanan daerah tersebut menyebabkan gangguan sirkulasi cairan tubuh dan oksigen jaringan sehingga darah tersebut akan menunjukan tanda kemerahan (Aini, 2013). Menurut Perry dan Potter (2005) dalam Aini (2013) pemberian posisi terlentang dan posisi miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan pada saat ubah posisi 2 jam merupakan perubahan posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien untuk merubah posisi tidurnya sendiri. Perubahan posisi tidur ini dilakukan untuk merubah adanya tekanan tubuh pada daerah-daerah tertentu sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan beban tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah yang tertekan (Aini, 2013).
70
Alih baring atau pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit dan memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka atau mencegah dekubitus. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya gesek, alih posisi/ atau alih
baring/
tidur
selang
seling
dilakukan
setiap
2
jam
sekali
(perry & potter 2005). Hal ini menyatakan masalah keperawatan teratasi karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka plenning dihentikan. Hasil akhir yang didapatkan oleh penulis dalam mengaplikasikan hasil penelitian yang terkait dengan pengaruh alih baring terhadap dekubitus dalam pengelolaan kasus, didapatkan hasil dalam pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya dekubitus pada An. A dengan Meningitis di ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi.
71
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Setelah
penulis
melakukan
pengkajian
penentuan
diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Meningitis di Ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi dengan mengaplikasikan hasil pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus , maka dapat ditarik simpulan: 1.
Pengkajian Hasil pengkajian pada pasien meningitis, pasien mengalami Hasil dari pengkajian tentang riwayat keperawata, keluhan utama keluarga mengatakan An. A mual tidak nafsu makan. Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan pada tanggal 04 Maret 2015 keadaan An. A mengeluh pusing, muntah 5x ½ gelas belimbing isi makanan dan minuman yang dikonsumsi, nafsu makan menurun, lalu orang tua membawa klien kebidan dan diberi obat siruf tetap tidak ada perubahan, kemudian pasien dibawa ke RS terdekat, saat di RS tersebut pasien kejang 3x siklus 5 menit, kejang seluruh tubuh, badan kaku, kejang disertai demam lalu pasien dirujuk ke RS Widodo, ngawi dan pasien dirawat selama 3 hari, saat dirawat pasien kejang 4x 5 menit kejang disertai demam, belum ada perubahan keluarga membawa anak ke RS Dr. Moewardi saat di IGD pasien tampak lemah, kejang 1x 2 menit, kaku
71
72
seluruh tubuh, pasien telah terpasang infus RL 0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Melati II pada tanggal 10 Maret 2015. Dibangsal pasien mendapatkan terapi infus RL0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit pasien tampak lemah sudah tidak terjadi kejang dan penurunan kesadaran, pasien mual tidak nafsu makan. 2.
Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan pada pasien dengan meningitis adalah diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
3.
Intervensi keperawatan Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Meningitis untuk diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat adalah pantau intake nutrisi pada anak, bantu perawatan diri makan, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat, berikan informasi tentang pentingnya nutrisi pada anak, diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi klien. Intervensi yang akan dilakukan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
73
adalah kaji mobilitas pasien secara terus-menerus, latih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot, ajarkan pada keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik. Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik adalah observasi keadaan kulit klien, lakukan terapi alih baring setiap 2 jam sekali, anjurkan keluarga untuk menggunakan pakaian pada pasien yang longgar, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. 4.
Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien meningitis untuk tindakan keperawatan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat adalah memantau intake nutrisi pada anak, membantu perawatan diri makan, menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat, memberikan
informasi
tentang
pentingnya
nutrisi
pada
anak,
mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi klien. Tindakan keperawatan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot adalah mengkaji mobilitas pasien secara terus-menerus, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot, mengajarkan pada keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik.
74
Tindakan keperawatan pada diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik adalah mengobservasi keadaan kulit klien, melakukan terapi alih baring setiap 2 jam sekali, menganjurkan keluarga untuk menggunakan pakaian pada pasien yang longgar, mengkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. 5.
Evaluasi Keperawatan Evaluasi yang dilakukan pada pasien meningitis, masalah keperawatan yang belum teratasi tidak ada, masalah keperawatan yang sudah teratasi adalah ketidakseimbangan nutrisi, hambatan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit karena terjadi peningkatan skala Braden dari skor 13 menjadi 18 dan tidak terdapat tanda-tanda luka tekan dekubitus.
6.
Analisa aplikasi tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus penulis menyimpulkan aplikasi pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan meningitis sangat efektif. Setelah 3x 24 jam diberi tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan masalah resiko kerusakan integritas kulit dengan menggunakan alat ukur skor skala Braden Q terjadi penurunan kejadian luka tekan dari skor 13 menjadi 18.
75
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang kesehatan antara lain: 1.
Pasien dan keluarga Diharapkan keluarga dan pasien aktif untuk mengetahui informasi perawatan alternatife dalam mencegah terjadinya dekubitus dengan pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
2.
Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan menerapkan secara optimal pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada pasien meningitis yang biasanya mengalami bedrest total dan beresiko terjadi luka tekan atau dekubitus.
3.
Pendidikan Institusi pendidikan agar meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan dilakukan penelitian yang lebih lanjut dibidang keperawatan
tentang
pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
pencegahan dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan meningitis.
76
4.
Profesi Keperawatan Perawat mempunyai tanggungjawab dan keterampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien meningitis, sehingga perawat dan tim kesehatan lainnya dapat membantu dalam mengatasi kejadian luka atau dekubitus.
5.
Penulis Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien meningitis diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang cara pencegahan luka tekan atau dekubitus pada pasien meningitis dengan bedres total.
DAFTAR PUSTAKA
Gonce Morton, Patricia, dkk. 2012. Keperawatan Kritis. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC. Le Mone, P., & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing ; Critical thinking in client care.4th edition. USA ; Pearson prentice hall (Braden & Maklebust, 2005). Potter, P . A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa: Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Weinstock, Doris, 2013. Rujukan Cepat diRuang ICU/CCU. Alih Bahasa: Titiek Resmisari. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J (2009). Buku Saku : patofisiologi Meningitis Edisi 3. Alih Bahasa: Nike Budhi SubektiAjar Keperawatan Pada Anak, Edisi 1. Jakarta: EGC, 2009. Bryant. R.A. (2005). Acute & chronic wounds. Nursing management.2nd edition. USA. Mosby Inc. Sumirto (2010). Buku Asuhan Keperawatan Pada Anak Meningitis. Edisi 1. Yogyakarta 2010. WHO. (2009). Buku saku: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta : WHO 2008. Suriadi. 2005. Perawatan luka. Edisi 1. Perpustakaan Nasional RI. Jakarta. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: dengan intervensi dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7 . Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Nursalam. 2008. Proses dan dokumentasi keperawatan: konsep, proses dan praktik. Salemba medika. Jakarta Mubarak , Wahit I. & Nurul Chayatin. 2007. Buku ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktek. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Aini, Faridah, dkk. 2013. Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus.
Gisbreng. 2008. Definisi Alih Baring dan pengaruh terhadap kejadian dekubitus, Jakarta : penerbit Erlangga. Riyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Edisi 2. Yogyakarta 2010. Nugroho. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Nuha Medika. Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis. EGC, Jakarta. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed.6, EGC, Jakarta. Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis edisi 8. EGC, Jakarta. Yuliana elin, Andradjati Retnosari, dkk. ISO Farmakoterapi. ISFI, Jakarta, 2009. Pudiastuti. 2011. Waspadai Penyakit Anak. Edisi 1. EGC, Jakarta. Arif, Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta. T.Heather Herdman, PhD, Rn. Nanda internasional diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta. Nanda.2009-2011,”Diagnosis Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 20092011”.Jakarta : EGC.