Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD
September 2014
Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada Oleh DPRD •
Bandul RUU Pilkada kini di tangan SBY sebagai presiden dan ketua umum Partai Demokrat. Sebagai Presiden, SBY memiliki kewenangan untuk menarik kembali sebuah RUU yang telah diajukan ke DPR. Jika pun tetap dibahas oleh DPR, SBY masih punya peluang “menyelamatkan” perjalanan demokrasi lokal di Indonesia karena posisinya sebagai figur utama di Partai Demokrat, partai yang akan menjadi penentu koalisi pendukung pilkada langsung atau pilkada DPRD yang akan menang di DPR.
•
Mayoritas publik menyalahkan SBY jika RUU Pilkada oleh DPRD disahkan. Sebesar 83.07 % menyatakan bahwa presiden paling bersalah jika hak politik warga untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD. Hanya 13.41 % publik yang menyatakan SBY tidak dapat disalahkan.
•
Demikian salah satu temuan survei Lingkaran Survei Indonesia. LSI kembali mengadakan survei kedua khusus untuk merespon “Polemik RUU Pilkada”. Survei ini dilakukan melalui quick poll pada tanggal 14 – 16 September. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.
•
Karena Undang-Undang adalah persetujuan bersama pemerintah dan DPR. Survei LSI pun menanyakan dari kedua institusi tersebut (DPR dan Presiden), manakah yang paling disalahkan publik. Sebesar 60.68% menyatakan Presiden SBY yang paling bersalah. Yang menyalahkan DPR hanya 32.72 %. Publik lebih menyalahkan presiden SBY karena RUU Pilkada awalnya merupakan inisiatif pemerintah. Dan saat ini SBY merupakan penentu, baik sebagai presiden maupun sebagai ketua umum, berlaku tidaknya UU Pilkada DPRD tersebut.
•
Mereka yang menyatakan Presiden SBY bersalah merata di semua segmen masyarakat. Namun demikian, mereka yang pria, tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berstatus ekonomi menengah atas, lebih tinggi prosentasenya menyatakan Presiden SBY bersalah dibanding dengan dengan mereka yang wanita, tinggal di pedesaan dan berekonomi bawah.
•
Tingginya prosentase kelas menengah perkotaan menyalahkan SBY jika Pilkada oleh DPRD karena pemahaman mereka terhadap pentingnya posisi SBY sebagai presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat yang saat ini merupakan partai peraih kursi terbanyak di Parlemen periode 2009-2014.
•
Mengapa publik menyalahkan SBY? Dan apa yang menjadi harapan publik terhadap SBY di sisa masa jabatannya sebagai Presiden? . Dari hasil riset kualitatif, LSI menemukan ada empat alasan yang mendasari sikap publik terhadap SBY.
•
Pertama, publik saat ini memahami (dari berita media yang massif) bahwa undangundang adalah produk bersama antara pemerintah dan DPR. Dengan skala resistensi publik yang terus menanjak, publik berharap SBY harus mengambil sikap yang sesuai dengan kehendak mayoritas publik yaitu menolak pilkada oleh DPRD dan tetap konsisten dengan system pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah berjalan 9 tahun.
•
Publik pun menyadari bahwa jika RUU Pilkada akan diputuskan oleh DPR maka pihak pendukung pilkada oleh DPRD (Koalisi Merah Putih) akan menang, karena komposisi kursi di parlemen terbanyak. Oleh karena itu, publik berharap SBY harus mengambil sikap tegas dalam kapasitasnya sebagai presiden. Sikap tegas yang diharapkan publik adalah presiden menarik kembali RUU yang tengah dibahas di DPR karena undangundang tersebut berawal dari inisiatif pemerintah. Jika presiden menarik kembali RUU tersebut maka pembahasan RUU di DPR tidak dapat dilanjutkan.
•
Kedua, Sebesar 74.04 % berharap presiden SBY dapat menarik kembali RUU yang tengah di bahas di DPR. Harapan publik terhadap SBY untuk menarik RUU Pilkada didasari pada pengalaman sebelumnya dimana SBY pernah menarik RUU KUHAP karena adanya resistensi yang besar terhadap RUU tersebut. Resistensi yang besar terhadap RUU KUHAP datang dari publik dan kalangan civil society.
•
Ketiga, publik berharap SBY melalui Partai Demokrat menjadi motor utama mempertahankan hak politik warga untuk memilih secara langsung. Sebesar 76.90 % publik setuju partai Demokrat harus kembali mendukung Pilkada langsung. Dengan kekuatan partai Demokrat sebagai peraih kursi terbanyak di DPR yaitu 26.79 % maka jika bergabung dengan partai-partai yang lebih dulu mendukung pilkada langsung maka secara matematis voting di DPR akan dimenangkan oleh koalisi pendukung pilkada langsung.
•
Partai yang telah mendukung pilkada langsung adalah PDIP (16.96 %), PKB (4.82 %), dan Partai Hanura (3. 21 %). Perolehan kursi ketiga partai ini baru mencapai 25 %. Jika ditambah dengan dukungan penuh partai Demokrat maka perolehan dukungan dari partai pendukung pilkada langsung mencapai 51.79 %.
•
Keempat, karena Presiden baru telah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi, publik berharap di sisa masa jabatannya, presiden SBY bisa meninggalkan legacy yang baik dan tidak lagi membuat kebijakan yang strategis. Publik menilai bahwa kebijakan yang sifatnya strategis diserahkan kepada pemerintahan yang baru sehingga tidak menjadi sebuah “beban” di awal pemerintahan Jokowi-JK.
•
Menurut publik, jika kebijakan menaikan BBM saja bisa diserahkan kepada pemerintahan baru, mengapa kebijakan tentang Pilkada yang juga penting untuk penataan system pemerintahan ke depan, tidak diserahkan saja kepada pemerintah yang baru.
•
Presiden SBY telah tercatat dalam memori publik sebagai tokoh penting yang mendukung demokrasi lokal dengan partisipasi langsung masyarakat dalam memilih kepala daerahnya. Karena Pilkada langsung pertama terjadi di masa awal pemerintahannya (tahun 2005 dimulainya era pilkada langsung).
•
Jika pada akhir masa jabatannya presiden SBY kemudian mendukung kembalinya pilkada oleh DPRD artinya bahwa SBY sendirilah yang merusak kepercayaan dan penghargaan masyarakat terhadap dirinya. Padahal posisi presiden SBY saat ini adalah tokoh kunci untuk menghentikan upaya mengebiri hak politik masyarakat tersebut. Sebesar 81.54 % publik akan mencatat SBY sebagai tokoh yang merusak perjalanan demokrasi lokal Indonesia yang telah dimulai pada masa awal kepemimpinannya
•
Bukan hanya di hukum oleh publik domestik, sebesar 79.28 % publik pun meyakini bahwa SBY akan dihukum oleh publik internasional sebagai aktor utama dalam kemunduran demokrasi Indonesia.
kamis, 18 September 2014 Lingkaran Survei Indonesia Narasumber : Ardian Sopa (0819.88.20.20 / 0856.858.36.94) Moderator : Fitri Hari (0813.8014.0260) Tim Riset LSI: Adjie Alfaraby, Ardian Sopa, Ade Mulyana, Rully Akbar, Fitri Hari, Dewi Arum.
Track Record LSI Prediksi Survei Yang Diiklankan Sebelum PILEG 2014 NAMA PARTAI PDIP GOLKAR GERINDRA DEMOKRAT PKB PAN PKS NASDEM PPP HANURA PBB PKPI
PREDIKSI LSI*
HASIL KPU
TERBUKTI/TIDAK TERBUKTI
DIATAS 16% DIATAS 16% 8-16% 8-16% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% 3,5%-8% TIDAK LOLOS PT TIDAK LOLOS PT
18.95% 14.75% 11.81% 10.19% 9.04% 7.59% 6.79% 6.72% 6.53% 5.26% 1.46% 0.91%
TERBUKTI *Selisih 1,3% TERBUKTI TERBUKTI * Selisih 1.05% TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI TERBUKTI
Rakyat Merdeka 8 April 2014, hal 12
Dimuat, antara lain di Sehari Sebelum PILEG Hanya 2 partai dari 12 partai yang selisih 1.3%
8
Track Record LSI Prediksi Survei Yang Diiklankan Sebelum PILPRES 2009 DUKUNGAN PEMILIH
SURVEI LSI AWAL JUNI 2009
SURVEI LSI AKHIR JUNI 2009
PREDIKSI PEMENANG PILPRES 2009
HASIL KPU
DI ATAS 50%
SBYBOEDIONO
SBYBOEDIONO
SBY-BOEDIONO
TERBUKTI
30%-50%
-
-
-
DI BAWAH 30%
MEGAMEGAPRABOWO PRABOWO JK-WIRANTO JK-WIRANTO
-
-
TERBUKTI
Dimuat di KOMPAS pada tanggal 3 Juli 2009 halaman 3. Tepat 5 hari sebelum Pemilihan Presiden 2009. 9
Track Record LSI Quick Count Paling Akurat Pasangan CapresCawapres Prabowo-Hatta Jokowi-JK
Quick Count LSI (Data 100 %)
Hasil Resmi KPU 22 Juli 2014
46. 70 %
46. 85 %
53. 30 %
53. 15 %
*Simpangan baku antara hasil KPU vs LSI hanya 0. 15 %
METODOLOGI SURVEI Pengumpulan Data : 14– 16 September 2014 • • • •
Quickpoll (smartphone LSI) Metode sampling : multistage random sampling Jumlah responden : 1200 responden Margin of error : ± 2.9 % Survei dilengkapi dengan Riset Kualitatif • FGD di tujuh ibu kota propinsi terbesar • In Depth Interview • Analsis media nasional
Semua pemilih di Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi responden 11
Mayoritas Publik Salahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Ya, bisa dipersalahkan
Tidak bisa dipersalahkan
Tidak Tahu/Tidak Jawab
83,07%
13,41%
3,52%
SBY disalahkan publik karena publik menyadari pentingnya posisi SBY sebagai presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat yang menjadi penentu suara di DPR. 12
SBY Paling Disalahkan Dibanding DPR Q : Saat ini di DPR tengah dibahas RUU Pilkada. Jika RUU Pilkada oleh DPRD disahkan oleh DPR. Menurut bapak ibu siapakah yang paling bertanggung jawab atau paling bisa disalahkan antara Presiden/pemerintah dan DPR?
Kategori
%
Presiden SBY
60. 68 %
DPR
32. 72 %
TT / TJ
6.60 %
Publik Meyakini Peran Terbesar adalah Presiden SBY.
Pemilih Laki-Laki Maupun Perempuan Mayoritas Salahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Gender
Base
Presiden Bersalah
Presiden Tidak Bersalah
TT/ TJ
Laki-laki
50 %
88,64%
8,18%
3,18%
Perempuan
50 %
77,73%
18,64%
3,64%
Prosentase pemilih pria lebih besar karena umumnya kaum pria lebih perhatian dengan isu politik
Publik di Kota Maupun Desa Mayoritas Salahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Status Wilayah
Base
Presiden Bersalah
Presiden Tidak Bersalah
TT/TJ
Desa
76.36 %
80,95%
15,48%
3,57%
Kota
23.63 %
88,46%
7,69%
3,85%
Publik di Kota Lebih Banyak Mengakses Media
Makin Tinggi Status Ekonominya, Makin Tinggi Prosentase Publik Yang Menyalahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Tingkat Pendapatan
Base
Presiden Bersalah
Presiden Tidak Bersalah
TT/TJ
78,22%
17,82%
3,96%
Menengah – Bawah
45.89 %
Menengah
29.11 %
86,72%
9,38%
3,91%
Menengah Atas
24.63 %
88,18%
10,00%
1,82%
Makin Tinggi Pendidikan, Makin Tinggi Prosentase Publik Yang Salahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Tingkat Pendidikan
Base
Presiden Bersalah
Presiden Tidak Bersalah
TT/TJ
Tamat SLTP ke bawah
48.13 %
81,13%
15,09%
3,77%
Tamat SLTA ke bawah
38.43 %
83,43%
13,61%
2,96%
Tamat D3/S1/diatasnya
13.44 %
89,83%
7,55%
50,00%
Pemilih Partai Demokrat Pun Salahkan SBY Q : Saat ini DPR dan Pemerintah tengah merancang sebuah Undang-Undang (UU) yang mengubah cara pemilihan kepala daerah. Jika sebelumnya kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat menjadi dipilih oleh anggota DPRD. Seandainya Undang-Undang tersebut disahkan, apakah presiden SBY bisa dipersalahkan atau tidak dapat dipersalahkan atas keluarnya UU tersebut?
Partai Politik
Presiden Bersalah
Presiden Tidak Bersalah
TT/TJ
PDIP
94,12%
5,88%
0,00%
GOLKAR
78,95%
15,79%
5,26%
GERINDRA
75,00%
25,00%
0,00%
DEMOKRAT
74,55%
21,82%
3,64%
PKB
84,09%
13,64%
2,27%
PAN
77,14%
20,00%
2,86%
PKS
76,92%
19,23%
3,85%
NASDEM
81,82%
13,64%
4,55%
PPP
76,00%
20,00%
4,00%
HANURA
81,58%
15,79%
2,63%
84,51%
8,45%
7,04%
Lupa/TJ
Alasan Publik Salahkan SBY (1) Publik Menilai SBY Bisa Menghentikan RUU Pilkada
Publik paham bahwa undangundang adalah produk bersama antara pemerintah dan DPR. Kuatnya resistensi publik harus dijadikan referensi Presiden SBY menghentikan pembahasan RUU Pilkada.
Alasan Publik Salahkan SBY (2) Publik Ingin SBY Menarik RUU Pilkada dari DPR Q : Ada pendapat yang mengatakan, Presiden SBY bisa menggagalkan lahirnya UU Pilkada oleh DPRD tersebut dengan posisinya sebagai presiden. UU hanya bisa disahkan jikalau disetujui oleh DPR dan Pemerintah. Apakah Anda setuju atau tidak jika SBY sebagai pihak dari Pemerintah menarik diri dari proses pembahasan UU tersebut, sehingga UU itu tidak berhasil disahkan?
Ya, setuju
Tidak setuju
Tidak Tahu/Tidak Jawab
74,04%
16,40%
9,55%
SBY sebagai presiden memiliki kewenangan menarik RUU dengan persetujuan bersama DPR.
Alasan Publik Salahkan SBY(3) Publik Ingin Partai Demokrat Menjadi Pendukung Utama Pilkada DPRD Jika tetap dibahas oleh DPR, publik berharap melalui SBY, partai Demokrat menjadi pendukung utama pilkada langsung. PD (26.79 %) + PDIP (16.96 %) + PKB (4.82 %) + Hanura (3.21 %) =
51. 79 % (Mayoritas).
Mayoritas Publik Setuju Partai Demokrat Balik Arah Dukung Pilkada Langsung Q : Ada pendapat yang mengatakan Presiden SBY bisa menggagalkan lahirnya UU Pilkada oleh DPRD karenanya posisinya sebagai ketua umum Partai Demokrat. Jika Partai Demokrat tidak setuju dengan UU itu, suara yang tidak setuju akan UU terebut menjadi mayoritas di DPR. Apakah Anda setuju atau tidak jika Partai Demokrat kembali mendukung pilkada langsung?
Ya Setuju
Tidak setuju
Tidak Tahu/Tidak Jawab
76,90%
8,74%
14,37%
22
Alasan Publik Salahkan SBY(4) Publik Tak Ingin SBY Membuat Kebijakan Strategis di Akhir Masa Jabatannya Publik berharap SBY tak membebani pemerintahan baru Jokowi-JK dengan membuat kebijakan strategis. Jika kebijakan strategis seperti kenaikan BBM saja bisa diserahkan kepada pemerintahan baru, publik menilai harusnya RUU Pilkada pun diserahkan kepada pemerintahan baru.
Mayoritas Publik Menilai Jika RUU Pilkada Disahkan Catatan Buruk Bagi Kepemimpinan SBY
Sebesar 81.54 %
publik akan mencatat SBY sebagai tokoh yang merusak perjalanan demokrasi lokal Indonesia yang telah dimulai pada masa awal kepemimpinannya (pilkada dimulai tahun 2005).
Mayoritas Publik Meyakini Jika RUU Pilkada Disahkan SBY Akan Dihukum oleh Publik Internasional
Sebesar 79.28 % publik meyakini bahwa SBY pun akan dihukum oleh publik internasional sebagai aktor utama dalam kemunduran demokrasi Indonesia.