RUANG UTAMA
PERAN DAN FUNGSI DPRD DALAM PELAKSANAAN PILKADA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004
Oleh : Abdul Muis
Abstract Many positive things from the last direct election, that is more legitimate because the couple elected directly elected by the people and communities are free to determine their choice. Then the pair selected is also more liberal remedy perform a variety of policies for the progress of the region and its people. But behind the good of direct elections are also a lot of ugliness, which cost very much either fund the Regional Budget and fund candidates. So many couples elect to deviations during running since the publication of the law No.32 of 2004, the General Election is no longer done by the House of Representatives, but through the Electoral Commission duties. As for using the wrong budget expenditures that are not efficient. This is done because of their debt at the time of nomination. It's a lot happening in various places. So many local leaders who lodged the legal problems because of corruption Regional Budget. This needs to be thinking of the decision maker to take the best of direct elections in the future. Keywords: House Representatives Function, Regional Election, Constitution number 32 in 2004 Peran dan fungsi DPRD dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, tidak begitu signifikan semenjak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak lagi memiliki tugas dan wewenang memilih kepala
daerah berdasarkan Undang-undang No.22 Tahun 1999. Dimana poses pemilihan dari awal sampi akhir dilksanakan oleh DPRD. DPRD begitu sibuk membentuk kepanitiaan untuk pendaptaran para calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Kemudian menyeleksi sampai akhirnya memilih satu pasang calon dari sejumlah pasang calon yang mendaftar. DPRD begitu memiliki otoritas penuh, setidaknya Kepala daerah dan wakil kepal daerah yang akan lolos menjadi pemenang sepenuhnya berada di tangan DPRD. Selanjutnya di bawah UU No. 32 Tahun 2004, kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD, melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung ini, penyelenggaraannya berada di tangan KPUD. Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan Pilkada adalah hanya sebatas yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (3), yaitu :
Daerah dan Wakil Kepala Daerh tidak lagi dipilih oleh DPRD, melainkan dipilih langsung oleh masyarakat. Tinggal kini bagaimana DPRD dan pemerintah daerah menterjemahkan hal itu dalam tataran praktik agar pemerintahan daerah dapat berfungsi secara efektif bagi pelaksanaan demokrasi di daerah. Hal ini sangat bergantung dan terpulang kembali kepada dua institusi pemerintahan daerah tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, bahwa hubungan eksekutif dan legislative perlu saling memahami dari masing-masing tuntutan yang i dihadapi. sehingga dapat mengurangi ketegangan-ketegangan yang yang terjadi pada masing-masing lembaga yaitu harmonisasi hubungan antara eksekutif dengan legislative. (Samugyo) secara teoritis dipahami bahwa dalam formatnya legislative berorientasi pada terjaganya hak-hak politik rakyat, sementara eksekutif berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Dari teori ini sehingga dapat dipahami dari masing-masing format kedua lembaga tersebut yang akhirnya dapat menimbulkan sikap-sikap toleran antar kedua lembaga tersebut. Untuk memahami lebih jauh mengenai hubungan eksekutif dan legislative, maka akan diuraikan pada poin berikut ini. Pertama hubungan kesetaraan yang diakui oleh segenap pihak dilembaga eksekutif dan legislative. Hal ini sangat penting mengingat rekonstruksi selama ini tidak menunjukkan hal tersebut, yaitu bahwa eksekutif selama era Orde Baru merasa paling kuat di antara
a. Memberitahukan kepala daerah mengenai akan berakhirnya masa jabatan; b. Mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih; c. Melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan; d. Membentuk panitia pengawas; e. Menyelenggarakan rapat paripurna untuk mendengarkan, menyampaikan visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah Dengan lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004, maka Kepala
2 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009
lembaga-lembaga yang ada, seperti muspida (musyawarah pimpinan daerah). Dan selama orde reformasi legislative juga merasa paling kuasa dimana puncak kekuasaannya yaitu sampai pada pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan oleh DPRD berdasarkan Undangundang Nomor 22 tahun 2003 sampai pada munculnya undang-undang Nomor 32 tahun 2004 undang-undang tersebut merubah bahwa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Dengan demikian maka banyak terjadi perubahan atau pergeseran kekuasaan dari yang dominan eksekutif kemudian menjadi beralih kepada legislative, yang kemudian beralih kembali kepada eksekutif karena dipilih oleh masyarakat langsung, maka kemenangannya dianggap lebih legitimate dibanding pada saat dipilih oleh anggota DPRD. Kedua, Kesetaraan eksekutif dan legislative juga ditujukkan pada terbukanya ruang publik dalam hal mana eksekutif bertindak sebagai fasilitator atau pelaku. Sementara legislative bertindak sebagai moderator atau perantara. Hal ini penting karena keberadaan kelambagaan ini mengacu pada asasasas demokrasi yang tidak dapat diinterpretasi ganda (dostanuble dard) adanya pemisahan yang tegas antara fungsi dan perannya antara lembaga eksekutif dan legislative. Dengan demikian tidak mengakibatkan terjadinya kerancuan peran ataupun penumpukan peran di dalam satu lembaga. Oleh sebab itu masingmasing lembaga perlu memiliki
tenaga ahli sehingga dapat membantu dalam setiap melaksanakan tugas sehari-hari yang mengusai dibidang politik. Ketiga, harus dipahami bahwa masing-masing anggota DPRD merupakan aktivitas-aktivitas partai politik/masyarakat yang dibesarkan dari berbagai latar belakang budaya dalam memandang bidang politik pemerintahan. Pandangn tersebut tentunya juga sangat beragam. Dari sisi ini diharapkan adanya persamaan persepsi mengenai cara pandang tentang sesuatu antar anggota DPRD. Segingga hubungan baik antar anggota DPRD dapat terjalin dengan baik. Untuk lebih jauhnya , maka berikut ini penulis memberikan sedikit gambaran mengenai kelebihan serta kekurangan dari pelaksanaan pemilukada langsung sebagai bahan renungan kita semua. Kelebihan dan kekurangan Pilkada langsung : Kelebihannya a. Setiap warga negara berhak untuk menentukan pilihannya secara langsung, karena kedaulatan berada di tangn rakyat. Sehingga proses penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pilkada diserahkan kepada pemiliknya. b. Pilkada langsung merupakan ajang yang paling, bebas dan adil untuk menentukan tokoh mana yang paling berhak mewakili rakyatnya. Karena dalam pilkada langsung setiap orang dihargai sama. Dengan demikian, siapapun yang terpilih paling
3 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009
c.
banyak, maka dianggap memiliki sumber dukungan yang juga lebih banyak di bandingkan yang lain. Terlepas dari pertimbanganpertimbangan salah atau tidak, kawan atau bukan, hasil pilkada harus dihormati oleh seluruh pemilih. Karena prosesnya berpegang pada prinsip bebas dan adil, maka siapapun yang memenangkan pilkada langsung memiliki keabsahan (legitimate) dalam menjalankan roda pemerintahan selanjutnya. Melaui pilkada langsung ini kepala daerah beserta wakil kepala daerah terpilih pada gilirannya dapat melakukan berbagai keputusan. Artinya kepada merekalah nasib masyarakat daerah dan masa depan daerah ditentukan. Apakah masyarakat semakin maju dan sejahtera atau malah sebaliknya, masyarakat tentunya dapat menilai.
penggabungan antara pemilu presiden, pemilukada gubernur dan pemilukada Bupati/Walikota. Ini masih sebatas harapan beberapa tokoh seperti Yusuf Kala (Kompas). b. Orang yang dipilih oleh banyak masyarakat, justru orang atau pasangan yang tidak memiliki kemampuan dalam pemerintahan. Karena latar belakang pendidikan dan latar belakang pengalaman mereka yang tidak menunjang. Ini banyak terjadi. Hal ini disebabkan beberapa faktor di antaranya karena pasangan ini memiliki cukup banyak uang sehingga Partai Politik mau mencalonkannya, dan kedua adalah pasangan ini cukup dikenal di masyarakat, sehingga mudah untuk mempromosikannya kepada masyarakat, dan akhirnya pasangan tersebut terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk masa lima tahun. Karena kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, ketersediaan waktu, dan fokus kerja sangat terbatas termasuk dalam hal mengelola organisasi pemerintahan daerah, maka pembangunan sulit untuk berkembang. c. Pemilukada langsung yang seharusnya menjadi ajang sebuah proses pendidikan politik masyarakat, namun yang terjadi hanyalah penggalangan masa atau mobilisasi masa. Jadi partisipasi masyarakat kurang mendapat perhatian para calon. Yang akhirnya terjadi jual beli suara. Ini yang menghambat bagi proses
Kekurangannya a. Biaya pilkada langsung cukup besar, baik anggaran daerah maupun anggran yang dikeluarkan dari tiap-tiap pasang calon Lebihlebih jika pelaksanaan pilkada dua putaran. Jelas ini banyak menguras tenaga dan dana serta waktu yang tidak sedikit jumlahnya. Hal ini sudah banyak dikeluhkan dari beberapa kalangan, bahwa pilkada langsung banyak memakan dana. Sehingga perlu dicari solusi yang lebih efisien tetapi efektif hasilnya. Misalnya dengan dilakukan
4 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009
d.
e.
f.
g.
pendidikan politik masyarakat dalam pilakada langsung. Sering terjadinya konflik setelah selesainya pelaksanaan pemilukada, baik antara kelompok pendukung salah satu pasangan calon atau konflik antar pasangan calon yang tidak terpilih. Ini akan menimbulkan konflik berkepanjangan kalau tidak dapat diselesaikan dengan baik. Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) hampir tidak ada daerah yang melakukan pemilukada yang tidak memiliki masalah DPT. Sehingga DPT sering menjadi alat untuk menyandera kelompok politik untuk dipersoalkan keabsahan hasil pemilukada atau kemenangannya. Masalah DPT yang tadinya persoalan teknis kemudian bergeser menjadi persoalan yang bernilai politis. Banyak terjadi kegagalan Kepala Daerah seperti dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daera (LKPD) yang semakin memburuk. Hal ini seperti yang disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa yang mendapatkan opini terburuk semakin tahun semakin bertambah dari LKPD. Sedangkan LKPD yang mendapat opini terbaik semakin merosot (Sri Mulyani). Ini terjadi karena kemampuan kepala daerah yang kurang dalam memanage atau mengelola keuangan daerah yang efektif dan efisien. Banyaknya Peraturan Daerah (Perda) bermasalah, dimana sepanjang tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 mencapai
angka 1.878 Perda bermasalah yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Diah Anggraeni). Perda tersebut umumnya terkait dengan Pajak dan Retribusi Daerah, seperti contoh pajak yang dikenakan untuk tandan buah sawit segar di wilayah penghasil sawit atau pajak yang dikenakan pada pipa gas yang melewati daerahnya. Dan masih banyak lagi perda-perda bermasalah di tahun-tahun berikunya (Gamawan Pauzi). Jadi Kepala Daerah hanya semangat untuk menggalang dana sebanyakbanyaknya tanpa memperhatikan kemampuan masyarakat. h. Untuk melanggengkan kekuasaannya, maka tidak sedikit keluarga para politisi untuk terjun dan mencalonkan diri menjadi calon Bupati/Walokota, bahkan di jawa timur dari 18 kabupaten yang menyelenggaran Pilkada terdapat 12 perempuan yang ikut mencalonkan diri.. Di Sulawesi Utara dari tujuh kabupaten yang menyelenggarakan pilkada hanya satu kabupaten saja yang tidak memiliki calon perempuan. Ini terjadi semata-mata hanya karena dorongan keluarga dan upaya untuk melanggengkan kekuasaan keluarga. Bukan kerena kemampuan dan keinginan masyarakat (Unair). Termasuk Bupati/Walikota yang sudah menjabat dua periode dan tidak dapat mencalonkan untuk menjadi Bupati/Walikota, maka mereka mencalonkan untuk menjadi wakil Bupati/Walikota. Hal ini banyak
5 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009
terjadi yang tujuannya adalah untuk melanggengkan kekuasaannya. i. Dengan pilkada langsung ini hubungan antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah semakin merenggang. Hal ini terjadi karena masing-masing bersaing untuk mendapatkan wilayah kekuasaan yang lebih besar. Mengingat banyak hutang yang mungkin belum dibayar yang dilakukan pada saat pilkada. Sehingga meninggalkan hutang di sana sini. Ini banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. j. Banyaknya kasus pejabat yang bermasalah, dimana hampir sebanyak 1.565 pejabat yang bermasalah sebagian besar adalah Bupati/Walikota. Jadi hampir separuh provinsi di Indonesia pejabatnya bermasalah (Kompas). Mereka melakukan pencurian uang Negara melalui APBD. Dengan berbagai cara pengeluaran anggaran dilakukan. Seperti dana untuk pembangunan fisik, maupun untuk pembangunan yang non fisik, dana hibah bagi berbagai lembaga, organisasi, atau yayasan yang kenyataan tidak dilakukan atau piktif. Pembelian sejumlah barang seperti kendaraan dinas, pemadan kebakaran (damkar) yang harganya di mark up. Ini banyak terjadi karena sebagaian besar pemilukada langsung yang banyak membutuhkan dana. Dengan keadaan tersebut maka perlu adanya suatu langkah maju dalam rangka pilkada langsung yang hemat biaya. Sehingga tidak lagi terjadi kesalahan yang berulang-
ulang yang dapat merugikan semua pihak.Seperti pemilukada langsung dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan proses penjaringan pasangan calon dari masing-masing perwakilan wilayah. Setelah selesai proses penjaringan oleh tim kemudian di ajukan kepada Fraksifraksi di DPRD untuk memilih pasangan calon tersebut. Jika Fraksi-fraksi telah memilih pasangan calon maka selanjutnya pasangan calon diserahkan ke KPU untuk dilakukan pemilihan sebagaimana mestinya. Dengan sistem ini masyarakat dilibatkan sejak awal pencalonan sehingga biaya akan lebih kecil yang dikeluarkan oleh para pasangan calon. Dengan demikian maka pasangan yang terpilih nanti diharapkan tidak akan melakukan penyimpangan atau korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
6 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009
Daftar Pustaka : Alatas, Jakarta.
1987,
Korupsi,
LP3ES,
Islamy, Irfan, 1997, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanan Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Panca Astawa, I Gde, 2006, Hubungan DPRD dengan Pemerintah Daerah Dalam Krangka UU No.32 Th. 2004, Makalah, Bandung. Samego, Indria, 2003, Pemilu dan Pembangunan Dmokrasi, Makalah, Bandung. Ibnu Redjo, Samugyo, Hubungan Legislatif-Eksekutif Daerah, Makalah, 2006, Bandung Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta..
7 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2009