Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
Public Relations (PR) dan Kesalahpahaman Publik Atas Pemaknaan Sebuah Profesi
Prida A.A.A1
Abstract Practice of public relations have recently led to negative concepts and tended to blur the original concept launched by PR founders. But actually the case is PR is about reputation, taking form of a num ber of im ages given to organizations by its public. Im age itself has a definition as a reflection of organization’s reality, a reality that is seen from organizational public standpoint. Therefore, it can be stated that PR is im possible to be a profession that only sells appearance, sm iles and accompanies guests, due those are just a few of activities that should be done by PR. If it is only a part of the activities, it is not PR. Essentially the article wanted to discuss about, whether PR would die and new term s spring up that m ost of them were related to m arketing activities? The Writer resolutely say: no! PR would rem ain to be prim ary approach to see how to m anage relationship between a com pany and all of interest holders, relation m anagem ent with various publics that had pertinence to the organization. Meanwhile term s that have sprung up recently, m ost of have only prioritized on activities in one or several PR publics only. Or em ergence of term corporate communication, approach of the new term rem ain based on PR concept, due to corporate corporation that was carried out by organization kept on being focused on relation m anagem ent with stakeholders through com m unication activities. Keywords: PR function, negative image Latar Belakang Akhir‐akhir ini banyak prakte k public relations yang menjurus pada konse p yang ne gatif dan ce nde rung me ngaburkan konsep awal yang dilansir ole h para pe ndiri PR. Bagaimana tidak? Coba saja kita ce rmati kiprah para praktisi public relations di Indone sia se karang ini, jika me re ka tidak hanya dibe ri pe ke rjaan dalam hal publisitas atau bagaimana caranya mendapatkan pe mbe ritaan gratis di me dia massa, me re ka hanya me njadi bagian yang me ndukung ke giatan pe masaran, bahkan ada yang me nggunakan istilah
1
Prida A.A.A,S.Sos.,M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fikom UK P etra Surabaya.
27
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
public relations se bagai posisi yang se ke dar me njual tampang, senyum atau me ne mani tamu. Sungguh ironis! Konsep Awal Public Relations Pada awalnya, istilah public relations me miliki konse p yang sama pe ntingnya de ngan konse p‐konse p lainnya se pe rti pe masaran, produksi, ke uangan, dll. Coba saja kita lihat de finisi te ntang public relations (PR), dari se kian banyak de finisi te ntang PR, salah satu diantaranya se pe rti diungkapkan ole h British Institute of Public Relations (IPR) menyatakan bahwa “PR is about reputation (the result of what you do, what you say & what others say about you). PR Practice is the d iscipline which looks after reputation with the aim of earning understanding & support, & influencing opinion & behavior”. Me nurut IPR, PR te rkait de ngan re putasi, me skipun tampaknya mudah namun pe nge rtian tugas dan ke wajiban yang harus dilakukan ole h se orang PR sangatlah be rat, kare na re putasi positif tidaklah te rbe ntuk be gitu saja. Re putasi positif hanya dapat dipe role h de ngan pe rjuangan dan kerja keras yang harus dilakukan organisasi. Pe rjuangan dan kerja keras ini meliputi apa yang dilakukan organisasi, apa yang dikatakan ole h organisasi, dan apa yang dikatakan publik te ntang organisasi. Bukan suatu pe ke rjaan yang mudah. Me nurut Charle s Fombrun, se orang profe ssor di Stre n School of Busine e s, Ne w York Unive rsity yang juga se orang ke pala e ditor jurnal Corporate Reputation Review, me nyatakan “reputation as the sum of the images the various constituencies have of an organization” (Fombrun, 1996), dari sini dapat dilihat bahwa re putasi te rbe ntuk dari se jumlah citra yang diberikan kepada organisasi ole h publiknya. Se me ntara citra me miliki pe nge rtian se bagai re fle ksi dari re alitas suatu organisasi, se buah re alitas yang dilihat dari sudut pandang publik organisasi (Arge nti, 2007, p.66). Be ragam citra se buah organisasi akan te rbe ntuk te rgantung pada siapa publik yang te rlibat. Citra dibe ntuk dari ide ntitas organisasi atau korporasi (corporate identity). Ole h kare na itu ide ntitas adalah manife stasi visual dari citra yang disampaikan me lalui logo, produk, layanan, bangunan, alat tulis, seragam, dan be nda‐be nda lain yang tampak (tangible), yang dibuat ole h organisasi untuk be rkomunikasi de ngan khalayaknya. Se lanjutnya khalayak akan me mpe rse psi citra se buah organisasi be rdasarkan pada pe san yang dikirimkan organisasi dalam be ntuk ide ntitas organisasi yang te rlihat te rse but (Arge nti, 2007, p.79). Jika ide ntitas ini be nar‐be nar me rupakan bayangan nyata organisasi, maka program ide ntitas ini bisa dinyatakan sukse s. Dan jika pe rse psi khalayak te rnyata be rbe da de ngan realitas yang ingin ditampilkan organisasi, maka bisa dikatakan strate ginya tidak efektif atau pe mahaman organisasi akan dirinya se ndiri pe rlu untuk dimodifikasi.
28
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
Dari sini dapat dilihat ke te rkaitan antara budaya organisasi, identitas organisasi, citra, dan re putasi. Budaya organisasi seringkali dikatakan sebagai se suatu yang tidak be rwujud (intangible), ole h kare na itu untuk me ngukur bagaimana imple me ntasi budaya organisasi akan dimanife stasikan secara visual me lalui ide ntitas organisasi yang wujudnya dapat dilihat pada nama, me re k, simbol, dan pe nampilan organisasi. Ke nyataan yang tampak pada nama, me re k, simbol, dan pe nampilan organisasi inilah yang akan me nimbulkan citra pada publik organisasi. Publik se lanjutnya akan me ne rima re alitas dari organisasi te rse but me lalui ide ntitas yang ditampilkan. Kumpulan citra organisasi yang dibe rikan ole h publik inilah yang ke mudian me njadi re putasi organisasi. Apakah positif atau ne gatif te rgantung pada bagaimana organisasi te rse but me nampilkan re alitasnya ke pada publik. De finisi lain te ntang PR adalah me nurut International Public Relations Association (IPRA), yang me rupakan wadah PR Inte rnasional, me nyatakan bahwa PR me rupakan fungsi manaje me n yang direncanakan dan dijalankan se cara be rke sinambungan ole h organisasi, lembaga umum maupun pribadi untuk me mpe role h dan me mbina saling pengertian, simpati dan dukungan publik de ngan cara me nilai opini publik, yang be rtujuan untuk me nghubungkan ke bijaksanaan dan prose dur, guna me ncapai kerja sama yang le bih produktif dan untuk me me nuhi ke pe ntingan bersama yang le bih e fisie n, de ngan ke giatan komunikasi yang te re ncana dan tersebar luas. Me ngacu pada de finisi di atas dapat dilihat bahwa pada intinya se orang PR harus me mahami 5 hal utama yaitu (1) paham bahwa PR me rupakan fungsi manaje me n, (2) se mua ke giatannya dilakukan se bagai upaya untuk me mpe role h dan me mbina saling pe nge rtian, simpati dan dukungan publik, (3) de ngan cara me nilai opini publik, (4) untuk mencapai ke rja sama dan ke pe ntingan be rsama, (5) me lalui ke giatan komunikasi yang te re ncana dan te rse bar luas. Se karang coba kita ce rmati satu pe r satu, (1) PR merupakan fungsi manaje me n, ole h kare na itu manaje me n di se mua organisasi harus me me rhatikan PR dan dalam upaya me njalankan fungsi manaje me n ini, se orang PR harus me ndasarkan ke giatannya pada pe rumusan masalah (fact finding), pe re ncanaan, aksi dan komunikasi, se rta e valuasi atau yang dipe rke nalkan ole h Cutlip dan Ce nte r de ngan istilah Prose s PR. Proses PR se lalu diawali dan diakhiri de ngan pe ne litian kare na didalamnya mencakup pe rumusan masalah dan e valuasi yang se muanya hanya dapat dijawab me lalui pe ne litian. Dari hasil pe ne litian ini ke mudian se orang PR sudah me ne mukan pe nye bab timbulnya masalah dan sudah siap dengan langkah‐
29
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
langkah pe me cahan atau pe nce gahan. Langkah‐langkah tersebut dirumuskan dalam be ntuk re ncana dan program. Se ringkali ke giatan pe rencanaan lupa dilakukan ole h se orang PR dan langsung masuk ke tahap se lanjutnya. Me skipun tidak jarang tindakan ini me mbawa hasil yang tidak buruk, namun langsung masuk ke tahap aksi tidak disarankan untuk dilakukan kare na te rlalu tinggi risikonya bagi re putasi pe rusahaan. Dari pe re ncanaan, ke mudian me langkah ke tahap aksi dan komunikasi yang be rusaha untuk me njawab pe rtanyaan “how do we do it and say it”. Dan tahapan yang terakhir adalah e valuasi dimana pada tahap ini PR pe rlu me lakukan e valuasi atas langkah‐langkah yang te lah diambil. Tahap ini me libatkan pengukuran atas hasil tindakan di masa lalu. Prose s PR yang juga te rkait de ngan fungsi manaje me n ini dilakukan se bagai upaya untuk me mpe role h dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan publik. Me ngapa saling pe nge rtian, simpati, dan dukungan publik pe nting bagi se buah organisasi? Jika mengacu pada definisi me nurut British Institute of Public Relations, PR te rkait de ngan re putasi. Bagaimana re putasi yang baik akan te rbe ntuk jika tidak ada saling pe nge rtian, tidak ada simpati, dan tidak ada dukungan publik te rhadap se buah organisasi. Disinilah PR be rpe ran untuk me mbe ntuk opini publik yang positif se hingga re putasi positif pun akan te rbe ntuk de ngan adanya ke samaan pe nge rtian, munculnya simpati, dan adanya dukungan publik te rhadap apa yang dilakukan se rta dikatakan ole h organisasi. Se ringkali PR juga dikaitkan de ngan opini publik, dan ini penting dike lola ole h se orang PR. Opini publik me mang me rupakan hal yang me ndasar bagi pe ke rjaan se orang praktisi PR. Bahkan hubungan yang dilakukan ole h organisasi mana pun di dunia tidak le pas dari munculnya opini di dalam masyarakat. Me ngapa opini ini ke mudian me njadi suatu hal yang pe nting, te ntu dapat dilihat dari sifat komunikasi yang dilakukan manusia dalam ke dudukannya se bagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat se cara luas. Ke dua pe ran ini te ntu me nye babkan pe rlu dilakukannya pe nge lolaan opini publik agar te tap te rcipta saling pengertian, simpati, dan dukungan publik. Khalayak PR Publik, siapa se be narnya publik PR? The term public (active audiences) encom passes any group of people tied together, however loosely, by some com m on bond of interest or concern and who have conseq uences on an organization (Ne wsome , 2003, p.90). Pe nge rtian publik dalam PR bukanlah mengacu pada publik se cara luas (general public), te tapi publik di sini adalah khalayak aktif
30
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
dari se kumpulan orang yang te rikat be rsama ole h adanya ke samaan pe rhatian dan ke butuhan se rta adanya saling ke te rgantungan antara se kumpulan orang te rse but de ngan organisasi. Jadi se kali lagi di sini publik, bukanlah publik umum, kare na antara organisasi de ngan publiknya selalu ada ke te rgantungan satu sama lain. Dalam PR dike nal adanya 2 publik yaitu publik e kste rnal yang be rada di luar organisasi dan publik inte rnal yaitu publik yang saling berbagi ide ntitas organisasi. Kare na ke luasan publik PR ini sehingga terkadang tidak se mua publik dapat dike lola de ngan baik, maka sebagai seorang PR dia harus dapat me ne ntukan prioritas publik yang paling pe nting bagi organisasi kare na me re kalah yang paling be rpote nsi me mbe rikan pe ngaruh pada organisasi. Publik ini me nja di prioritas bukan hanya kare na organisasi me ngatakan de mikian te tapi kare na publik ini be rpe ngaruh te rhadap ke sukse san atau ke gagalan ide yang dice tuskan oleh organisasi, berpengaruh te rhadap ke bijakannya, ke giatan, ke putusan bahkan be rpengaruh terhadap produk organisasi. De ngan pe nge lolaan publik yang baik diharapkan akan tercapai ke rja sama yang le bih produktif de mi me me nuhi ke pe ntingan bersama yang le bih e fisie n de ngan ke giatan komunikasi yang te re ncana dan tersebar luas. Se kali lagi, publik praktisi PR adalah me re ka yang me miliki ke te rikatan de ngan organisasi, jadi antara publik de ngan organisasi me miliki saling ke te rgantungan. Ole h kare na itu de ngan adanya PR, yang me lakukan ke giatan komunikasi yang te re ncana dan te rse bar luas, diharapkan dapat te rcipta ke rja sama yang saling me nguntungkan antara publik de ngan organisasi se hingga ke pe ntingan be rsama yang le bih e fisie n dapat tercipta. Dalam me lakukan ke giatan komunikasi, se orang praktisi PR pun wajib me nge tahui karakte ristik publik yang dituju dalam ke giatan komunikasi te rse but se hingga tujuan pe laksanaan ke giatan komunikasi PR tersebut dapat te rcapai. 10 Prinsip Dasar Fungsi dan Peran PR Organisasi me mang harus me nampilkan se buah re alitas kepada publik dan publik se lanjutnya akan me mpe rse psi organisasi te rse but be rdasarkan re alitas yang me re ka te rima. Ole h kare na itu, be rdasarkan de finisi PR te rse but di atas, dapat disimpulkan bahwa PR sebuah organisasi akan me njalankan pe ran untuk me nge lola manaje me n komunikasi, manaje me n re putasi, dan manaje me n hubungan antara publik de ngan organisasi (Ne wsome , 2003, p.3). Dari pe ran inilah maka gambaran 10 prinsip
31
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
dasar yang harus dilakukan dan dimiliki praktisi PR dalam me njalankan fungsi dan pe rannya adalah sbb. : 1. PR be ke rja de ngan re alitas (fakta), dan bukan fiksi. 2. PR be ke rja de ngan publik (khalayak aktif) dan tidak didasarkan pada hubungan se cara pribadi. Se orang praktisi PR me mang harus pandai me mbangun personal relations te tapi orie nta si layanan yang dibe rikan didasarkan pada ke pe ntingan publik dan bukan pe rse orangan. 3. Ke pe ntingan publik harus me njadi acuan utama pe nye le nggaraan se buah program atau ke bijakan, ole h kare na itu se orang PR harus bisa me ngatakan ”tidak” pada program dan ke bijakan yang hanya me nguntungkan orang‐ orang te rte ntu saja. 4. Kare na PR be rke wajiban untuk dapat me ncapai be ragam publik maka digunakan me dia massa, ole h se bab itu inte gritas me dia massa te rse but harus dapat dipe rtanggung jawabkan. 5. Kare na PR me nje mbatani hubungan antara organisasi de ngan publiknya, maka praktisi PR harusnya se orang komunikator yang handal hingga pe nge rtian antara organisasi da n publiknya dapat te rcapai. 6. PR harus bisa me nggunakan rise t opini publik yang dapat dipe rtanggungjawabkan se cara ke ilmuan, dalam upaya me ncapai komunikasi dua arah dan me njalankan tanggung jawabnya se bagai se orang komunikator. 7. Se orang PR juga harus mampu me nggunakan pe nde katan ke ilmuan te rutama ilmu sosial se pe rti psikologi, sosiologi, psikologi sosial, opini publik, komunikasi, dan se mantik, untuk dapat me mahami publik organisasi. 8. Bidang ke rja PR me mbutuhkan aplikasi multidisiplin ilmu, ole h kare na itu praktisi PR wajib me nguasai beragam disiplin ilmu. 9. Se orang praktisi PR juga harus waspada te rhadap masalah yang te rjadi se hingga masalah te rse but tidak akan berubah me njadi krisis. 10. Praktisi PR harus bisa dinilai be rdasarkan ethical performance‐ nya. Aktivitas PR
32
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
Ke salah pahaman yang lain yang saat ini marak dime nge rti masyarakat adalah se bagian orang me ngacaukan PR de ngan aktivitas dan bagian‐bagiannya. Se bagai contoh misalnya publisitas atau lobbying yang se ringkali dikatakan se bagai nama lain dari PR. Padahal se be narnya publisitas atau ke giatan lobbying hanyalah salah satu aktivitas PR dari sekian banyak strate gi dan taktik yang dilakukan PR. Aktivitas yang me rupakan ke giatan praktisi PR berlandaskan pada 10 prinsip dasar PR adalah ke giatan press agentry , aktivitas ini me rupakan ke giatan untuk me narik pe rhatian publik dan te rkait de ngan publisitas. Publisitas adalah strate gi utamanya, kare na de ngan banyaknya liputan media massa akan me ne ntukan pe rse psi publik te rhadap organisasi. Cara menarik pe rhatian ini dilakukan me lalui praktik press agentry de ngan pe nciptaan be rita dan pe ristiwa yang me miliki nilai be rita untuk me narik pe rhatian me dia massa dan me ndapatkan pe rhatian publik. Publisitas se ndiri diartikan se bagai informasi yang disediakan oleh sumbe r luar yang digunakan ole h me dia kare na informasi tersebut memiliki nilai be rita. Me tode pe ne mpatan pe san di me dia ini adalah me tode yang tidak dapat dikontrol se bab sumbe r informasi tidak memberi bayaran kepada me dia untuk pe muatan informasi te rse but. Aktivitas yang ke tiga adalah promosi. Promosi me rupakan salah satu aktivitas PR dan bukan nama lain dari PR. Promosi me nggunakan praktik press agentry se bagai upaya me mbe ntuk opini. Ke giatan promosi adalah usaha untuk me mpe role h dukungan bagi pe rse orangan, produk, organisasi, atau ide . Jika publisitas me rupakan aktivitas PR yang me ne mpatkan pesan di me dia dan tidak me mbe ri bayaran ke pada me dia untuk pe muatan informasi te rse but, maka pe riklanan be rbe da. Pe riklanan dapat mengontrol isi, pe ne mpatan, dan tim ing de ngan me mbayar me dia untuk mendapatkan waktu dan ruang pe ne mpatan iklannya. Pe riklanan adalah metode terkontrol dalam me ne mpatkan pe san di me dia massa dan ini merupakan aktivitas PR yang ke e mpat. Public affair juga me rupakan salah satu ke giatan PR, public affair adalah ke giatan PR yang me nangani ke bijakan publik dan publik yang me mpe ngaruhi ke bijakan te rse but. Public affair adalah bagian khusus dari PR yang me mbangun dan me mpe rtahankan hubungan pe me rintah dan komunitas lokal dalam rangka me mpe ngaruhi ke bijakan publik. Selanjutnya adalah aktivitas rise t, kare na prose s PR se lalu diawali dan diakhiri dengan rise t maka praktisi PR harus me nguasai rise t. Rise t adalah landasan bagi pe nge lolaan strate gi PR yang baik. Disamping rise t, praktisi PR juga wajib me nge lola graphics se bagai upaya me njalin hubungan yang baik antara
33
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
organisasi de ngan publiknya. Kare na visualisasi pe san yang me narik me rupakan taktik strate gi dalam me ngupayakan komunikasi yang e fektif. Se lain itu PR juga pe rlu me nge lola m erchandising, ke giatan ini memfokuskan pada pe nge masan se buah produk, ide , atau bahkan seorang kandidat politik. Ke giatan pe nge masan ini me ncakup ke giatan dalam graphics, warna, respon, dan re aksi e mosional atas tampilan fisik produk, ide atau se se orang. Dari be ragam aktivitas yang dilakukan ole h praktisi PR di atas dapat disimpulkan bahwa jika PR hanya me njalankan salah satu diantara se kian banyak aktivitasnya, bisa dikatakan bahwa itu bukan PR. Se bagai contoh misalnya, ke banyakan PR hote l be rada di bawah divisi pemasaran dan hanya me rupakan bagian yang me ndukung usaha pe masaran, ole h kare na itu pe ran, fungsi se rta aktivitasnya tidak le pas dari kegiatan publisitas atau promosi, dan divisi yang hanya me njalankan ke giatan promosi atau publisitas te rse but dikataka n se bagai se buah divisi PR. Padahal me re ka hanya dibe ri tanggung jawab untuk me njalankan se bagian kecil aktivitas PR. Bisakah divisi te rse but dikatakan divisi PR? Atau de ngan analogi lain, bisakah jari te lunjuk dikatakan tangan? Atau hanya jari? PR dan Pemasaran Se lain pe nge rtian, aktivitas, dan pe mahaman akan khalayak PR yang se ring disalahartikan, banyak orang se cara ke liru sering menyamakan PR de ngan fungsi manaje me n lainnya se pe rti kegiatan pemasaran. Lowongan pe ke rjaan yang dite mukan di be rbagai surat kabar nasional se ring kali dite mukan posisi PR yang te rnyata pe ke rjaanya tidak lain adalah posisi sales me lalui te le pon. Bahkan di be be rapa organisasi be sar masih dite mukan adanya pe nyamaan fungsi PR dan pe masaran. Kare na ke rancuan ini, be be rapa orang se cara ke liru me ngatakan bahwa kedua bidang tersebut tidak ada be danya. Ke rancuan PR de ngan pe masaran se makin dipe runcing de ngan se ringnya pihak manaje me n organisasi me ngubah nama De parte men PR me njadi De parte me n Komunikasi Pe masaran dan me nganggap bahwa hal te rse but bukan masalah. Praktisi PR juga se ringkali menambah kerancuan ini de ngan me ncantumkan ke te rangan pada kartu nama bahwa dia menduduki posisi se bagai komunikasi pe masaran te rpadu. Pada intinya pe masaran adalah fungsi manaje me n yang me ngide ntifikasi ke butuhan dan ke inginan manusia, me nawarkan produk dan jasa untuk me muaskan pe rmintaan, dan me nye babkan te rjadinya transaksi di mana pe mbe rian produk atau jasa itu akan ditukar de ngan se suatu yang be rharga bagi si pe nye dia (Cutlip). Jadi disini pemasaran adalah
34
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
me nge lola hubungan antara pe rusahaan dan konsume n, dan me rupakan disiplin ilmu yang le bih se mpit ke timbang PR yang me nge lola hubungan antara pe rusahaan de ngan se mua stakeholder. Hal ini dipe rtajam ole h Ne wsome (2004) yang me ngatakan bahwa m arketing dan integrated marketing com m unications adalah sala h satu bagian dari aktivitas‐aktivitas yang dilakukan PR, te rutama ke tika PR te rse but harus me nge lola hubungan de ngan konsume n. Me skipun tidak se lalu dide finisikan se cara je las dalam praktiknya, pe masaran dan PR dapat dibe dakan se cara konse ptual dan hubungannya dapat dije laskan. Pe rtama, ke inginan dan ke butuhan orang adalah aspek fundame ntal bagi konse p pe masaran. Apa yang orang inginkan atau butuhkan akan dite rje mahkan se bagai pe rmintaan konsume n. Pe masar me nawarkan produk dan jasa untuk me muaskan pe rmintaan te rse but. Konsume n me milih produk dan jasa yang me mbe rikan ke gunaan nilai, dan ke puasan paling be sar. Dan pe masar pada akhirnya akan me nye rahkan produk atau jasa ke pada konsume n untuk ditukar de ngan se suatu yang be rnilai. Philip Kotle r se ndiri me ne gaskan bahwa pe rtukaran yang me rupakan inti dari konse p pe masaran, adalah proses mendapatkan produk yang diinginkan se se orang de ngan me nawarkan sesuatu sebagai imbalannya. Transaksi inilah yang me mbe dakan fungsi pe masaran de ngan PR karena pada pe masaran, ke dua pihak saling me nukar se suatu yang bernilai (Kotler, 2003, p. 12). Hubungan antara PR dan pe masaran diwarnai adanya kontribusi e fe ktif yang dibe rikan PR pada upaya pe masaran de ngan me njaga lingkungan se kitar korporasi atau organisasi agar te tap ramah se hingga me mungkinkan bagi organisasi te tap e ksis di lingkungan te rse but. Masing‐ masing bidang me mbe rikan kontribusi unik te tapi saling me le ngkapi untuk me mbangun dan me mpe rtahankan hubungan‐hubungan yang pe nting bagi pe rtumbuhan dan ke langsungan hidup organisasi. Me ngabaikan satu bidang akan me mbahayakan bidang lainnya. Me skipun banyak pakar yang me mpe rde batkan ke rancuan istilah PR dan pe masaran dan tidak me nye tujui pe nggabungan pe nggunakan ke duanya, namun fakta di la pangan banyak dite mui posisi atau peran pada organisasi yang me lakukan pe nggabungan antara ke duanya. Be lajar dari de finisi, pe ran, fungsi, aktivitas, dan hal‐hal lain te rkait dengan PR sebaiknya se be lum me nggunakan istilah PR pada se buah de parte me n, divisi atau bagian lain, pe rlu dipe rtimbangkan apa yang me njadi harapan supaya dihasilkan ole h de parte me n te rse but dan siapa yang menjadi prioritas publik dari de parte me n te rse but. Kare na jika tidak dilakukan upaya e valuasi
35
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
te rhadapnya, te ntunya ini akan be rpe ngaruh te rhadap re putasi organisasi te rse but. Kare na ke salahan pe nye butan ini me nandakan ke tidaktahuan me re ka yang me mbuat de parte me n te rse but te rhadap konsep sesungguhnya dari PR. Marilah kita be lajar untuk me nge valuasi diri dan le bih me najamkan apa yang me njadi tujuan dari adanya de parte me n te rse but, apakah nantinya hanya me nge lola hubungan dengan konsumen saja, ataukah de parte me n te rse but harus me nge lola hubungan de ngan semua pemangku ke pe ntingan (stakeholders) pada organisasi te rse but? Thomas L. Harris (1991) me lalui bukunya yang The Marketer’s Guide to Public Relations me nawarkan se buah solusi pe me cahan dari kerancuan ini, me skipun be liau juga me nyatakan bahwa munculnya istilah marketing public relations pada awalnya hanya digunakan untuk me nggambarkan bagaimana praktisi PR bisa me ngaplikasikan pe nge tahuan dan ke ahlian mereka untuk me mbantu pe masaran. Guru be sar Journalism pada Ke llog School of Journalism ini ke mudian me nge mbangkan konse p yang se lanjutnya dikenal de ngan m arketing public relations. De ngan me lihat praktik PR pada kegiatan pe masaran, Harris me nyarankan agar praktisi PR memisahkan kegiatan yang me njadi bagian dari pe masaran me njadi m arketing public relations (MPR) dan ke giatan yang me njadi bagian dari tingkat korporat me njadi corporate public relations (CPR). Untuk me nghindari ke rancuan be rpikir dan be rdasarkan pada konse p Harris ini maka MPR me rupakan bagian dari ke giatan pemasaran, pe nanggung jawab te rtingginya adalah manaje r pe masaran dan objective dari ke giatan MPR adalah me ndukung objective di bidang pe masaran. Untuk me njalankan ke giatannya, orang‐orang pe masaran bisa me minta bantuan CPR yang me mang murni di bidang PR. CPR adalah staf khsus yang berada di bawah CEO atau dire ktur utama atau pre side n pe rusahaan. Le ve lnya adalah le ve l korporat, maka di sini hubungan antara MPR de ngan CPR dinyatakan dalam garis putus‐putus ke arah CPR (ke atas). De ngan me nggunakan konse p pe mikiran Harris, maka tugas se orang CPR akan me njadi le bih ringan kare na se bagian pe ke rjaannya yang me nyangkut consum erconfidence and trust te lah dide le gasikan ke pada bagian pemasaran. Rhe nald Kasali dalam bukunya Manaje me n Public Relations me ngungkapkan te rdapat 20 ruang lingkup pe ke rjaan MPR yaitu me mposisikan pe rusahaan se bagai leader atau expert, me mbangun ke pe rcayaan konsume n, me mpe rke nalkan produk baru, me nghapus, me luncurkan ke mbali produk yang sudah de wasa, me ngkomunikasikan ke untungan‐ke untungan produk lama, me mpromosikan cara‐cara pemakaian
36
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
bagu atas produk yang sudah dike nal. Me libatkan atau me ngge rakkan masyarakat te rhadap produk organisasi, me njangkau secondary m arkets, me ne kan pasar yang le mah, me mpe rluas jangkauan iklan, me nye barkan be rita se be lum be riklan, me mbuat iklan le bih ”berbunyi”, menjelaskan produt story , me mpe role h publisitas atas produk‐produk yang tidak bole h diiklankan, me mpe role h pe mbe ritaan te le visi atas produk‐produk yang tabu diiklankan di TV, me nge te s konse p pe masaran, me ngidentifikasikan produk de ngan nama pe rusahaan, me ndapatkan dukungan konsume n de ngan me nje laskan misi pe rusahaan, me ndorong motivasi te naga ‐tenaga penjual, dan me mpe role h dukungan dari para pe nyalur (pe nge ce r). Kesimpulan Jika de mikian, apakah PR akan mati dan be rmunculan istilah‐ istilah baru yang hampir se muanya te rkait de ngan kegiatan pemasaran? Saya rasa tidak! PR akan te tap me njadi se buah pe nde katan utama untuk melihat bagaimana me nge lola hubungan antara pe rusahaan de ngan se mua pe mangku ke pe ntingan, pe nge lolaan hubungan de ngan beragam publik yang me miliki ke te rikatan de ngan organisasi. Se me ntara istilah‐istilah yang muncul be lakangan, ke banyakan hanya me nitikbe ratkan aktivitas pada salah satu atau be be rapa publik PR saja. Ataupun jika muncul istilah corporate com m unication te taplah pe nde katan istilah baru ini didasarkan pada konsep PR, kare na corporate com m unication yang dilakukan organisasi te taplah difokuskan pada pe nge lolaan hubungan de ngan stakeholder melalui kegiatan komunikasi. Daftar Pustaka Arge nti, Paul A. 2007. Corporate Com m unication. Fourth Edition. Singapore : McGraw‐Hill Inte rnational Edition. Cutlip, Scott M., Ce nte r, Alle n H., dan Broom, Gle n M. 2006. Effective Public Relations. Jakarta : Ke ncana Pre nada Me dia Group. Doorle y, John, dan Garcia, He lio Fre d. 2007. Reputation Managem ent. Ne w York : Routle dge Harris, Thomas L. 1991. The Marketer’s Guide to Public Relations. New York : Jonh Wile y and Sons. Kasali, Rhe nald. 2000. Manajem en Public Relations : Konsep dan Apllikasinya di Indonesia. Jakarta : Grafiti.
37
Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X
Vol. 1 No.2 Juli 2007
Kotle r, Philip.2000. Marketing Managem ent. 11th e dition. Uppe r Saddle River, NJ: Pre ntice Hall. Ne wsome , Doug, Turk, Judy Vanslyke , dan Krucke be rg, De an. 2004. This Is PR : The Realties of Public Relations. 8th Edition. Be lmont, CA : Wadsworth.
38