MODUL 1 POKOK BAHASAN Sejarah dan Perkembangan Public Relations (PR), serta Pelopor dan Tokoh PR di Dunia DESKRIPSI Sejarah dan perkembangan public relations (PR) atau hubungan masyarakat (Humas), serta pelopor dan tokoh PR di dunia, membahas tentang sejarah dan perkembangan PR di negara Inggris dan Amerika Serikat (AS), perkembangan PR di negara berkembang, perkembangan PR di Indonesia, kepeloporan para tokoh PR dalam menggunakan teknik PR di dunia, dan para tokoh PR di dunia dalam mengembangkan konsep kehumasan di dunia. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti mata kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan dan memberikan contoh perbedaan situasi dan kondisi PR yang bersifat khusus di negara-negara Barat/maju dan di negara-negara berkembang. 2. Menjelaskan dan memberikan contoh perkembangan PR di Indonesia. 3. Mengetahui kontribusi pemikiran para tokoh PR pada bidang kehumasan.
2 Sejarah public relations (PR) tidak bisa dilepaskan dari teknik dan metode PR yang telah digunakan di negara-negara Eropa dan Amerika sejak 200 tahun yang lalu. Perkembangan media komunikasi dan informasi serta kemajuan tingkat pendidikan turut serta mengembangkan strategi PR di lembaga pemerintah maupun swasta. Lebih lanjut, sejarah PR di negara Barat dan negara berkembang banyak bersumber dari buku Frank Jefkins berjudul “Public Relations” (2004: 4-7 dan 303-317).
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PUBLIC RELATIONS DI INGGRIS DAN AMERIKA SERIKAT Taktik PR yang cukup rinci dan terarah mulai digunakan oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1912. Pada waktu itu, Llyod George yang menjabat sebagai Chancellor of the Exchequer atau Bendahara Negara, mengorganisasikan sebuah tim tersendiri yang bertugas untuk memberi penjelasan perihal rancangan program pensiun bagi kaum lanjut usia yang pertama di dunia kepada masyarakat luas. Kemudian, antara tahun 1926 hingga 1933, di Inggris berlangsung suatu upaya PR terpadu yang terbesar pada zamannya. Ketika itu, Sir Stephen Tallents, atas nama Dewan Pemasaran Kerajaan (Empire Marketing Board) telah mengeluarkan satu juta poundsterling untuk menjadikan buah-buahan serta berbagai macam produk Inggris lainnya lebih dikenal oleh rakyatnya sendiri. Usaha PR besar-besaran tersebut dilakukan melalui serangkaian film, poster-poster dan pameran. Tahun 1948, Sir Stephen Tallents menjadi presiden yang pertama bagi sebuah lembaga formal pertama yang bertujuan mengembangkan bidang PR, yakni Institute of Public Relations (IPR). Namanya lantas diabadikan menjadi suatu tanda penghargaan tahunan (Sir Stephen Tallents Medal) yang disampaikan secara langsung oleh presiden IPR kepada tokoh-tokoh tertentu yang dinilai berjasa dalam bidang PR. Pada tahun 1948 juga terbentuk Public Relations Society of America (PRSA) di Amerika Serikat (AS). Perkembangan PR di AS diikuti dengan terbentuknya biro konsultan PR pertama oleh seorang jurnalis bernama Ivy Ledbetter Lee. Lee pernah menangani PR di sebuah perusahaan yang bergerak di sektor industri batubara dan di sebuah perusahan kereta api, yakni Pennsylvania Railroad. Tahun 1914, ia menjadi salah seorang penasehat utama raja minyak Amerika, John D. Rockefeller. Pekerjaan PR di masa itu benar-benar berat. Lee selalu dituntut untuk memastikan adanya liputan pers yang adil atas sepak terjang perusahaan batubara dan kereta api dimana ia bekerja, terutama pada saat krisis. Ia melakukannya dengan menciptakan dan memelihara hubungan yang baik antara perusahaan dengan pihak luar, terutama media massa. Untunglah Lee begitu tekun mengerjakan segala pekerjaannya. Ia bahkan beranjak Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
3 lebih jauh dengan merintis perumusan prinsip-prinsip dasar untuk menciptakan suatu hubungan yang baik dengan lembaga pers. Kumpulan prinsip pokok itu dimuat dalam pernyataannya yang sangat termashyur yang ia lontarkan pada tahun 1906, yaitu: “menyediakan berbagai macam informasi yang cepat dan akurat, khususnya mengenai segala sesuatu yang bernilai tinggi dan menyangkut kepentingankepentingan umum sehingga memang perlu diketahui oleh segenap lapisan masyarakat”. Fungsi PR pada lembaga pemerintahan memang sudah berlangsung di Inggris sejak 200 tahun sebelumnya. Akan tetapi pelaksanaan fungsi-fungsi PR oleh kalangan swasta serta tumbuhnya bisnis konsultasi PR, harus diakui lebih dulu terjadi di AS. Perkembangan PR dalam bentuk yang paling dasar yang dikembangkan di AS pada awal 1800-an ketika surat kabar memberikan "publisitas gratis" (“advertorial”) di kolom berita. Kegiatan ini merupakan elemen penting dalam evolusi PR yang terus berlangsung di zaman modern. Teknik-teknik PR juga berkembang pesat serta melahirkan berbagai macam bentuk perangkat PR yang baru, seperti jurnal internal, presentasi slide, film dokumenter, dan juru bicara keliling (travelling lecturers). Seiring dengan kemajuan-kemajuan PR selama 200 tahun terakhir ini, berkembang pula sejumlah wahana dan alat komunikasi modern. Selama periode yang cukup panjang tersebut, pers media cetak, radio dan bioskop memainkan peranan yang sangat besar sebelum munculnya alat-alat komunikasi dan informasi yang lebih baru serta lebih canggih seperti televisi, video dan satelit. Perkembangan penting lain yang turut menyertainya adalah semakin majunya tingkat pendidikan dan tingkat melek huruf di kalangan masyarakat luas. Signifikansi sejarah PR modern dapat dilihat pada kontribusi Edward L. Bernays, menciptakan istilah "counsel on PR". Bernays yang disebut sebagai “Fathers of Spin" memimpikan industri modern PR. Ia menulis buku tentang PR dan mengajarkan PR pertama kali di universitas. Selama karirnya yang panjang, Bernays memberikan saran kepada klienkliennya, seperti Thomas Edison, Henry Ford dan Eleanor Roosevelt. Dia juga memberi saran kepada para mantan presiden, seperti Woodrow Wilson, Calvin Coolidge dan Dwight D. Eisenhower.
PERKEMBANGAN PUBLIC RELATIONS DI NEGARA BERKEMBANG PR merupakan suatu subjek studi dan kegiatan yang sangat diminati di negaranegara Dunia Ketiga karena mereka menghadapi kebutuhan yang begitu mendesak untuk menyebarluaskan berbagai macam pengetahuan dan pemahaman kepada penduduknya, baik di sektor swasta maupun sektor pemerintah. Komunikasi
seringkali menjadi masalah pelik sehubungan dengan terbatasnya
media-media modern, jauhnya jarak antara satu kota dengan kota lainnya, masih tingginya
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
4 tingkat buta huruf di kalangan penduduk, sangat bervariasinya suku-suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya sendiri, serta masih begitu banyaknya hal yang dianggap terlarang atau tabu. Di negara-negara Dunia Ketiga, situasi PR-nya sama sekali berbeda dengan yang ada di Barat. Di sini dibutuhkan teknik-teknik PR yang serba khusus sehingga siapa saja yang ingin menjalani kegiatan PR di negara-negara berkembang harus bekerja lebih keras. Pendidikan, yakni salah satu karakteristik utama PR, merupakan aspek pokok dalam perjuangan pembangunan yang tengah dilakukan oleh hampir semua negara berkembang. Banyak di antara mereka yang begitu ambisius untuk mencoba menciptakan lompatanlompatan kemajuan langsung menuju ke pola hidup serba modern ala abad 20.
Perkembangan Public Relations di India India adalah negara terpadat kedua dan negara demokrasi terbesar di dunia. India mengalami kemajuan dalam bidang komunikasi, informasi, transportasi, dan perubahan infrastruktur lainnya. The Indian Postal Service sekarang menangani lebih dari 14 miliar lembar surat setiap hari. Media ini merupakan media populer untuk kalangan bisnis karena, antara lain, sepertiga dari penduduk India berbicara dalam bahasa Inggris. Kelas menengah yang tumbuh pesat di India saat ini jumlahnya lebih dari 300 juta—kurang lebih sama dengan seluruh penduduk AS. Ini jelas memberikan peluang ekonomi dalam skala besar, baik sebagai basis global maupun sebagai pasar domestik. India memiliki budaya dan bahasa yang berbeda-beda. Pertumbuhan ekonomi kadangkala bentrok dengan tradisi budaya. Penyebarluasan informasi melalui televisi telah meningkatkan kesadaran akan dunia Barat, yang kemudian menciptakan konflik. Sebagai contoh, meningkatnya popularitas mesin cuci modern yang konflik dengan tradisi yang kuat untuk mencuci dan menyetrika pakaian dengan tangan. Demikian pula, waralaba makanan cepat saji seperti McDonald menyebabkan mereka masih harus menyediakan makanan vegetarian yang cukup baik. Orang India sering pergi berlama-lama dan mengunjungi keluarga mereka dan menikmati makanan mereka. Penyebaran akses internet memfasilitasi tradisi budaya dengan mengizinkan pernikahan yang diatur secara online. Perubahan utama adalah bahwa ibu rumah tangga tidak bisa lagi distereotipkan sebagai orang yang tidak menyadari pendidikan. Majalah dan surat kabar berkembang baik sehingga praktisi PR mempunyai saluran yang sangat baik untuk menyebarluaskan informasi lembaga. Media massa umumnya telah berkembang di India sejak kemerdekaan. Lebih dari 5.000 surat kabar harian diterbitkan dengan lebih dari 100 bahasa di seluruh negeri; kebanyakan diterbitkan dalam bahasa Hindi, tetapi bahasa Inggris adalah bahasa kedua yang paling umum untuk surat kabar. Surat kabar Hindi mendistribusikan lebih dari 23 juta eksemplar setiap hari. Meskipun media cetak mencapai 25% dari total penduduk India, angka itu melonjak 46% untuk daerah perkotaan. Untuk siaran televisi, penetrasi India keseluruhan adalah 53%, tapi 80% penerimanya adalah masyarakat urban. Untuk kabel dan televisi satelit adalah 20% untuk seluruh India, tetapi 46% di daerah perkotaan. Radio lebih merata, dengan 22% penetrasi untuk semua India dan 25% di kota-kota. Internet masih tertinggal jauh di belakang, dengan penetrasi keseluruhan 1%, dan 3% di kota-kota (angka 2003), meskipun hal tersebut kemungkinan akan meningkat drastis.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
5 Tidak ada diskusi tentang media India yang lengkap tanpa mengacu pada "Bollywood", industri film India yang fenomenal. Popularitas film-film India membuat pemimpin industri menciptakan tren fashion, hit musik dan status selebriti. Namun, film-film seperti Bend It Like Beckham dan Bride and Prejudice telah membantu untuk memperkenalkan ke seluruh dunia tentang budaya India dan bahkan mempopulerkannya. Perkembangan PR modern di India dapat dikaitkan dengan perluasan Indian Railways. Tidak hanya perusahaan kereta api tersebut yang melakukan kampanye mempromosikan pariwisata, tetapi Biro Publisitas The Great Indian Peninsular Railways juga memperkenalkan bioskop perjalanan (traveling cinema) dan menyelenggarakan pameran dan festival. Biro tersebut proaktif berpartisipasi dalam pameran di luar negeri untuk mempromosikan pariwisata di India, terutama dengan kereta api. Pada awal abad kedua puluh, pemerintah India membentuk The Central Publicity Board, kemudian berganti nama menjadi The Central Bureau of Information dan akhirnya bernama The Bureau of Press Information. Biro ini berfungsi sebagai penghubung antara pemerintah federal dan media. Biro ini hanya berjalan hingga tahun 1938, meskipun, biro tersebut dipimpin oleh India. Dengan kemerdekaan pada tahun 1947, pemerintah membentuk Kementerian yang menangani informasi yang lebih komprehensif dan penyiaran. Selain itu, semua pemerintah dan wilayah negara mengoperasikan biro serupa (Sardana n.d). India telah menarik perhatian beberapa sarjana PR, diantaranya adalah Sriramesh, yang telah menerbitkan banyak buku tentang PR di India. Sriramesh mengutip karya awal Kaul yang diterbitkan di India, yang menggambarkan empat tahap sejarah praktik PR di India: -‐ -‐
-‐
-‐
Tahap pertama, sebelum Perang Dunia II, praktek PR ditandai dengan hanya menyebarkan informasi, dengan fokus pada hubungan dengan masyarakat. Tidak ada fungsi terorganisir yang dapat dianggap sebagai PR formal. Selama dan setelah Perang Dunia II, PR India mengalami tahap kedua, PR didorong untuk memobilisasi opini publik guna mendukung upaya perang; pada saat yang sama ada pertumbuhan sirkulasi surat kabar dengan elevasi yang sepadan dalam pengaruh media pada umumnya. India, pada tahap kedua ini, melihat pembentukan pertama fungsi PR formal. Peristiwa besar dalam sejarah India dengan adanya kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947, memasuki tahap ketiga, yang ditandai dengan kebutuhan perusahaan multinasional, yang telah didirikan di India, secara tiba-tiba dihadapkan untuk membangun dan memelihara hubungan dengan para pemimpin pemerintah dan lembaga yang sangat berbeda dari pemerintahan sebelumya, yaitu Kerajaan Inggris. Demokrasi berakar tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat regional dan lokal. PR harus beradaptasi dengn struktur dan dinamika yang berubah secara radikal. Tahap keempat (kami tidak akan pernah mengatakan "akhir" karena perkembangan profesi PR terus berkembang) ditelusuri dengan pembentukan PR Society of India (PRSI) tahun 1958. Pada tahun 1968, praktisi PR India bertemu dalam konferensi professional PR pertama di New Delhi, yang kemudian menyepakati untuk mengembangkan kode etik.
Sumber: Freitag & Stokes. 2009. Hal. 122-124.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
6 Setiap orang yang berkecimpung dalam bidang PR di negara-negara berkembang memiliki dua tugas komunikasi yang bersifat khusus sebagai berikut. 1.
Di Sektor Pemerintah Lembaga-lembaga pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, bertanggung jawab untuk memberikan informasi kepada penduduknya mengenai segala macam kebijakan dan program mereka. Sebagai contoh, program wajib belajar pendidikan tingkat dasar baru dicanangkan di Nigeria sejak tahun 1977, atau seratus tahun lebih lambat dari program serupa yang dilaksanakan oleh Inggris melalui pemberlakuan Undang-Undang Pendidikan 1870. Contoh lain, Indonesia sempat mencatat puncak keberhasilan program pengendalian penduduk melalui Keluarga Berencana (KB) pada pertengahan tahun 1990. Berbagai upaya dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menekan tingkat pertambahan penduduk melalui kegiatan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi. Pemerintah telah meluncurkan program inovatif yang mendayagunakan dan mengoptimalkan semua jalur dan saluran komunikasi kampanye KB yang dirancang untuk membawa perubahan norma sosial dari norma banyak anak menjadi norma sedikit anak, yang disebut "norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera”. Diharapkan, norma tersebut dapat melembaga di masyarakat. Kampanye KB juga dilakukan dengan melatih 50.000 bidan desa. Program kemitraan dengan pihak swasta dilakukan untuk mendorong peningkatan program KB mandiri. Terbukti, tingkat kesertaan KB mandiri meningkat dari 18% pada 1980 menjadi 69% pada 2007. Sejak pertengahan 1990-an, pola penggarapan KB tidak hanya terfokus pada kuantitas, tetapi juga sudah diarahkan ke kualitas layanan. Pemerintah merancang program menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan klien dan memberdayakan mereka untuk membuat pilihan terbaik bagi diri mereka sendiri (http://2010.kemenkopmk.go.id/content/menko-kesra-keberhasilanprogram-kb-di-indonesia-berkat-kebersamaan). Dua contoh tersebut menunjukkan bahwa pemerintah negara-negara berkembang menghadapi tantangan PR yang sangat besar. Sehubungan dengan besarnya tantangan tersebut, maka wajar saja jika lembaga-lembaga pemerintah lebih membutuhkan para praktisi PR yang handal daripada sektor-sektor industri serta komersial swasta.
2.
Di Sektor Swasta Ruang lingkup PR yang ditangani oleh pihak swasta di negara-negara berkembang sangatlah luas. Pada awalnya, tradisi PR ini dibawa oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan perwakilan-perwakilan negara asing. Secara umum, para produsen, importir dan pemasok sama-sama memiliki kewajiban untuk menyediakan
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
7 informasi-informasi mengenai berbagai macam produk baru. Meskipun produkproduk tersebut sudah populer di negara Barat, mereka harus berusaha keras untuk memperkenalkannya kepada konsumen di negara-negara Dunia Ketiga. Mereka juga harus rajin mendidik pasar mengenai bagaimana cara pemakaian suatu produk. Ini bukanlah tugas yang mudah, karena pasar di negara-negara berkembang bisa diibaratkan seperti kanak-kanak yang belum tahu apa-apa dan cenderung bersikap masa bodoh. Hal itu sendiri merupakan akibat dari masih tingginya tingkat buta huruf, kesulitan komunikasi yang bersumber dari keragaman bahasa, dan jeratan kemiskinan. Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi oleh sektor (perusahaanperusahaan komersial) swasta di negara-negara berkembang adalah rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk buatan negaranya sendiri. Berkenaan dengan rendahnya kepercayaan konsumen terhadap kualitas dan prestise produk-produk buatan dalam negeri itu, salah satu tugas PR yang harus dikerjakan
oleh
sektor
swasta
di
negara-negara
berkembang
adalah
mempromosikan kepercayaan di kalangan konsumen domestik terhadap produkproduk buatan dalam negeri. Contoh, program corporate social responsibility (CSR) Danone Aqua dalam melestarikan lingkungan adalah menyelenggarakan program akses air bersih dan penyehatan lingkungan untuk meningkatkan kesehatan keluarga Indonesia. Danone berupaya mengatasi hambatan dalam penyediaan akses air bersih, karena jarak maupun waktu, serta pengadaan sarana sanitasi yang higienis untuk masyarakat. Danone juga berupaya meningkatkan kemampuan kapasitas air bersih, dan bertanggung jawab menjaga keberlanjutan sumber air. Mereka bekerja sama dan turut mendidik masyarakat agar berperan serta menjaga sumber air. Atas usahanya tersebut, Danone Aqua mendapatkan penghargaan Millennium Development Goals (MDG's
Award)
tahun
2010
di
bidang
pelestarian
lingkungan
(http://www.ampl.or.id/digilib/read/danone-aqua-didik-warga-menjaga-keberlanjutansumber-air/38788). Perkembangan media PR di negara-negara berkembang: 1.
Media pers Meningkatnya popularitas pers atau surat kabar menunjukkan membaiknya kondisi dan kemakmuran penduduk, mengingat pembelian surat kabar selalu bersifat sukarela. Selain masalah kemampuan baca tulis penduduk di negara Dunia Ketiga, masalah utama lainnya yang dihadapi oleh sirkulasi media adalah kurangnya cetakan berita (seperti yang dialami oleh Ghana dan Zambia), kondisi ekonomi,
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
8 masih banyaknya pengangguran, dan rendahnya daya beli penduduk (seperti di India). 2.
Radio Di negara-negara berkembang ada dua macam radio yang sangat populer, yakni radio transistor dan radio ‘kotak’ atau radio redifusi. Pelaksanaan siaran radio harus memperhitungkan
minat-minat
khusus
dan
kepentingan
khas
dari
para
pendengarnya di daerah pedesaan. Mereka biasanya ingin mendengarkan ulasan atas hal-hal yang erat dengan kehidupan mereka sehari-sehari. Mereka kurang tertarik untuk mendengarkan berita-berita yang mereka anggap asing atau aneh. 3.
Televisi Di sejumlah negara berkembang, televisi masih menjadi media eksklusif bagi kaum elit karena keterbatasan stasiun pemancar dan mengharuskan pemiliknya untuk membeli alat penerima khusus yang harganya cukup mahal1. Tetapi di beberapa negara, usaha penyewaan alat penerima ternyata cukup maju. Hambatan utama bagi berkembangnya media televisi adalah keterbatasan pasokan tenaga listrik, terutama sekali di daerah-daerah terpencil.
4.
Bioskop Ada dua macam bioskop yang populer di negara-negara berkembang, yakni bioskop statis (ditayangkan di dalam sebuah gedung tertutup) dan bioskop keliling2. Bioskop keliling ini, sesuai dengan namanya, dibawa ke berbagai tempat dengan kendaraan tertentu hingga ke desa-desa terpencil.
5.
Jurnal internal Jurnal internal yang diterbitkan oleh perusahaan cukup populer di kebanyakan negara berkembang. Hanya saja, pihak perusahaan acapkali justru mengalami kesulitan menjadikan jurnal internal tersebut sebagai sarana komunikasi dengan para pegawainya sendiri, karena di antara mereka masih banyak yang buta huruf. Majalah dinding yang dipenuhi gambar-gambar nampaknya menjadi salah satu alternatif yang cukup tepat guna menghadapi masalah buta huruf. Jurnal internal dan jurnal eksternal juga bisa dipakai sebagai alat yang cukup ampuh untuk mendidik pasar.
6.
Film-film Dokumenter dan Video Mengingat biaya pembuatan film cukup mahal, maka video yang biaya produksinya lebih murah itu menjadi lebih populer, apalagi perangkat pendukungnya cukup mudah diperoleh.
1
Sebagai contoh, di tahun 1970-an, warga desa di daerah Jawa Tengah yang ingin menonton TV harus pergi ke kantor Kecamatan, dan bila ingin mendengarkan lagu-lagu favoritnya harus pergi ke rumah tetangga. Saat itu, harga TV belum Bioskop keliling atau lebih dikenal sebagai layar tancap merupakan hiburan rakyat yang murah dan populer di era 1990-an di Indonesia. 2
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
9 7.
Pameran Penyelenggaraan pameran selalu disambut gembira oleh masyarakat di negaranegara Dunia Ketiga, karena acara tersebut juga merupakan ajang hiburan bagi mereka. Di pameran itu, dapat bersifat statis dan dinamis. Pameran dinamis bisa diwujudkan berupa pertunjukkan keliling yang disertai dengan serangkaian demonstrasi, film atau video, serta atraksi musik atau tarian.
8.
Media-media Tradisional Media tradisional adalah digunakannya tokoh-tokoh terkemuka untuk menyebarkan suatu pesan tertentu ke masyarakatnya. Di Indonesia, media tradisional banyak digunakan oleh praktisi PR untuk melakukan sosialisasi ataupun kampanye publik. Media tradisional yang digunakan dapat berupa, antara lain, pagelaran wayang, drama tarian, atau persembahan lagu-lagu lokal.
PERKEMBANGAN PUBLIC RELATIONS DI INDONESIA Secara kelembagaan, profesi Humas (hubungan masyarakat atau PR) diakui dengan berdirinya Badan Koordinasi Humas Pemerintah (Bakohumas) pada tanggal 13 Maret 1971. Secara yuridis formal, Bakohumas didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan (Menpen) No. 31/KEP/MENPEN/1971. Lahirnya SK Menpen dalam rangka Pembentukan Bakohumas yang merupakan kelanjutan dari hasil musyawarah antar HumasHumas Departemen/Lembaga Negara pada tanggal 6 Desember 1967. Musyawarah tersebut antara lain menyepakati, bahwa : ”untuk memperoleh daya guna dan tepat operasi penerangan setinggi-tingginya, maka dipandang
perlu
untuk
membentuk
suatu
badan
yang
bertugas
mengkoordinir,
mengintegrasikan dan mensinkronisasikan kegiatan Humas-Humas pemerintah.” Musyawarah
ini
menyetujui
diadakannya
koordinasi
antar
Humas
Departemen/Lembaga Negara, disingkat Bakor (Badan Koordinasi), yang dikoordinasikan oleh Departemen Penerangan (Deppen). Kemudian pada pertemuan pleno Bakor pada tanggal 1 Juli 1970, untuk membicarakan peningkatan dan efektivitasnya wadah ini, diperoleh kata sepakat untuk merubah Bakor menjadi Bakohumas (Badan Koordinasi Humas Pemerintah). Dalam perkembangan selanjutnya lahirlah SK Menteri Penerangan tersebut diatas yang beberapa pasalnya antara lain berbunyi: Pasal 1 : Perihal Kedudukan 1. Di tingkat Pemerintah Pusat dibentuk Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah disingkat Bakohumas. 2. Bakohumas Pusat berkedudukan di Departemen Penerangan.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
10 3. Keanggotaan Bakohumas terdiri dari Humas-Humas (Lembaga-Lembaga Pemerintah Negara/Non Departemen) pada tingkat Pemerintah Pusat yang diwakili oleh satu orang atau lebih. Adapun tugas Bakohumas ini adalah : 1. Membantu
Menteri
Penerangan
dalam
menetapkan
kebijaksanaan
pembinaan
hubungan yang lancar dan harmonis antara masyarakat dan pemerintah. 2. Mengadakan
koordinasi,
integrasi,
sinkronisasi
dan
kerjasama
antara
Humas
Departemen/Lembaga Negara. 3. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah. Perkembangan Humas Pemerintah di Indonesia cukup pesat dengan tiga faktor yang melatarbelakanginya: 1) cepatnya kemajuan teknologi; 2) pertumbuhan ekonomi; dan 3) hausnya masyarakat akan informasi yang akurat. Hal ini sejalan dengan tugas Bakohumas berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Negara
Komunikasi
dan
Informasi
No.
03A/SK/MENEG/I/2002 tentang Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah, yaitu: 1. Membantu Pemerintah dalam melancarkan arus informasi antar lembaga pemerintah dan antar pemerintah dengan masyarakat. 2. Mengadakan koordinasi dan kerjasama antar Humas Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara serta BUMN. 3. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan kehumasan. Bakohumas mempunyai kegiatan antara lain, sebagai berikut: 1. Ikut serta dalam berbagai kegiatan Pemerintah, khususnya di bidang layanan informasi. 2. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi kehumasan. 3. Meningkatkan fungsi dan kedudukan Humas dalam rangka menunjang kebijakan Pemerintah. 4. Memelihara hubungan kerjasama yang baik dan menciptakan hubungan yang efektif dan harmonis dengan organisasi dan lembaga resmi serta masyarakat. Selanjutnya, lembaga pertama di Indonesia yang menghimpun para praktisi Humas (individual) adalah Perhumas (Perhimpunan Hubungan Masyarakat). Berdirinya Perhumas didasari cita-cita akan adanya sebuah forum profesi kehumasan di Indonesia. Gagasan tersebut semakin menguat ketika salah seorang praktisi Humas, Marah Joenoes menghadiri World Public Relations Congress ke-6 di Jenewa. Akhirnya setelah melalui berbagai diskusi, pada tanggal 15 Desember 1972 secara resmi didirikanlah Perhimpunan Hubungan Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
11 Masyarakat Indonesia yang disingkat Perhumas sebagai organisasi profesi kehumasan di Indonesia. Para pendiri Perhumas, antara lain, adalah: M. Alwi Dahlan, Ph.D, Arifin Pasaribu, Augusto Thomas Graciano, D. Tahitoe, SH, Drs. Feisal Tamin, Drs. R.M. Hadjiwibowo, Kolonel Drs. Hoedioro, Mayor Drs. I Made Arisandi, R. Imam Sajono, Drs. Mahiddin, Marah Joenoes, Moestafa Kemal, Mohammad Jahja Daeng Nompo, Mohammad Ridwan, Nana Sutresna, MA, Roy Tjia Hen An, S.D. Pontoh, SH, Drs. Soemadi, Brigadir Jenderal
Soemrahadi,
Ir.
Wardiman
Djojonegoro,
dan
Wisaksono
Noeradi
(http://www.perhumas.or.id). Perhumas dibentuk dengan tujuan meningkatkan keterampilan profesional Humas, memperluas dan memperdalam pengetahuan teknis Humas, dan sebagai wahana pertemuan para praktisi Humas.
PELOPOR DAN TOKOH PUBLIC RELATIONS DI DUNIA Ivy Ledbetter Lee, lulusan dari Princeton, adalah wartawan yang meliput dunia bisnis. Setelah lima tahun menjadi wartawan, pada tahun 1903 Lee berhenti dari pekerjaannya yang bergaji kecil di World untuk bekerja pada kampanye Seth Low menjadi Walikota New York. Pekerjaan itu menuntunnya bekerja sama dengan George F. Parker di bidang biro pers bagi Komite Nasional Demokrat selama kampanye Presiden 1904 (Cutlip, Center & Broom, 2005: 96). Lee dan Parker sempat membentuk kemitraan The Parker and Lee, yang ditutup pada tahun 1908, karena Lee menjadi agen publisitas pertama bagi Jawatan Kereta Api Pensylvania. Lee, sewaktu dipekerjakan George F. Bear pada kasus pemogokan batubara anthracide (yang sulit panas) tahun 1906, menerbitkan "Deklarasi Prinsip-prinsip" yang dikatakan oleh Eric Golfman bahwa deklarasi ini "menandai kemunculan kehumasan tahap kedua. Publik tidak lagi diabaikan pada cara bisnis tradisional, tidak pula dibodohi pada cara agen pers yang tetap berlangsung hingga sekarang." Deklarasi Lee lalu dikirimkan melalui pos ke seluruh editor kota, yang bunyinya sebagai berikut: ”Ini bukan biro pers rahasia. Seluruh pekerjaan kami dilakukan dalam suasana keterbukaan. Tujuan kami memasok berita. Ini bukan agen periklanan; jika anda pikir jenis tulisan ini harus secara tepat masuk ke kantor anda, jangan gunakan tulisan itu. Tulisan kami akurat. Rincian lebih lanjut atas pokok bahasan apa saja yang dibahas akan disediakan dengan segera, dan editor siapa saja akan dibantu dengan sangat gembira, guna memverifikasi secara langsung pernyataan fakta apa saja ... Ringkas kata, secara sopan dan terbuka, atas nama permasalahan dunia bisnis dan lembaga publik, rencana kami adalah memasok ke pers dan publik AS informasi yang cepat dan akurat mengenai pokok masalah yang dianggap bernilai dan menarik perhatian publik untuk mengetahuinya.” Meskipun para wartawan diijinkan meliput pemogokan tersebut, Lee memberikan laporan baru setelah dilakukan rapat pemogokan. Lee adalah salah seorang yang pertama
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
12 menggunakan sistem handout (sekarang dinamakan press release atau news release) dalam skala besar. Selama periode ini, Lee menggunakan istilah "publisitas" untuk menggambarkan apa yang sekarang dinamakan hubungan masyarakat atau PR; konsep itu dan kesuksesan Lee tumbuh cepat. Pada Desember 1914, berdasarkan saran Arthur Brisbane, Lee dipilih sebagai penasihat pribadi John D. Rockefeller Jr. Kelompok Rockefellers sedang diserang keras karena kegiatan tetapbekerja pada saat terjadi pemogokan pada Colorado Fuel dan Iron Company milik mereka. Lee melayani Rockefeller hingga kematiannya pada 1934. Lee melakukan banyak pekerjaaan yang menjadi pekerjaan dasar praktek kontemporer. Meskipun dia tidak menggunakan istilah PR hingga setidaknya 1919, Lee menyumbangkan banyak teknik dan prinsip yang diikuti oleh para praktisi sekarang. Lee mendorong pertumbuhan departemen publisitas dan melatih penasihat publisitas di banyak lembaga. Selama 31 tahun dia berkecimpung di bidang kehumasan. Lee mengubah lingkup atas bidang yang dikerjakannnya dari "keagenan murni" ke menjadi "pemikir yang dipercaya untuk diajak bekerja sama oleh dunia bisnis." Rekor Lee, meskipun sangat besar, tidak bebas dari kritik. Sewaktu dia meninggal, dia diberhentikan dari pekerjaan sebagai perwakilan The German Dye Trust, yang dikendalikan oleh I. G. Farben. Lee menjadi penasihat kartel itu setelah Adolf Hitler berkuasa di Jerman dan Nazi mengambil alih kendali. Lee dibayar fee tahunan $25.000 dan ganti atas pengeluaran (jumlah yang besar pada saat itu) oleh perusahaan Farben dari ketika dia pensiun pada 1933 hingga perusahaannya menghentikan pelanggan itu segera setelah kematiannya pada 1934. Rex F. Harlow adalah orang yang berpengalaman dan mengetahui perlunya jasa publisitas di bagian lain AS. Harlow memulai karirnya pada 1912 di Oklahoma City ketika dia dipekerjakan oleh kakak laki-lakinya untuk mempromosikan Harlow's Weekly. Pada tahun 1980-an Harlow menjalani dan membantu membentuk praktek kehumasan sekarang ini. Sewaktu mengajar di Universitas Stanford pada 1939, dia mulai mengajar mata kuliah kehumasan dan mendirikan The American Council on Public Relations (ACPR). Pada 1945 dia membuat majalah bulanan Public Relations Journal, yang diterbitkan hingga 1995 oleh The Public Relations Society of America (PRSA). Organisasi ini dibentuk pada 1948 sewaktu ACPR milik Harlow merger dengan The National Association of Public Relations Council. Harlow meninggal tanggal 16 April 1993, pada usia 100 tahun. Praktik kontemporer kehumasan pertama kali muncul sebagai tindakan defensif, tetapi Perang Dunia I memberinya suntikan ofensif. Presiden Woodrow Wilson, yang sangat sadar akan pentingnya opini publik, membentuk The Committee on Public Information (CPI)—sering disebut sebagai The Creel Committee. The CPI harus memobilisasi opini publik dalam rangka mendukung upaya perang dan sasaran damai Wilson di negeri yang opininya cukup terpecah-pecah ketika perang diumumkan. George Creel dipilih sebagai pemimpinnya.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
13 George Creel beserta CPI memperlihatkan yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya mengenai kekuatan publisitas untuk memobilisasi pendapat. Creel tidak memiliki manual kampanye yang dapat dia jadikan pedoman. Dia berimprovisasi ketika dia melakukan tugas itu. Contohnya, dia tidak memiliki radio atau televisi nasional untuk menjangkau AS secara cepat, karenanya dia menciptakan the Four Minuteman, jaringan relawan yang meliput sejumlah 3.000 counties (kabupaten) di AS. Para relawan itu, yang disiagakan via telegram dari Washington, akan berpencar dalam rangka berbicara dengan sekolah, gereja, klub jasa, dan perjumpaan massa lainnya. Menjelang akhir perang mendekati 800.000 pesan empat menit itu telah dikirimkan ke sebanyak 400.000 orang. Upaya CPI yang dikepalai oleh Creel dan Carl Byoir ditulis riwayatnya secara urut pada karya Creel “How We Advertised America dan karya Mock dan Larson “Words That Won the War.” Creel menggabung-gabungkan dengan brilian dan terampil kelompok wartawan, cendekiawan, agen atau orang pers, editor, artis, dan juru manipulasi simbol opini publik lainnya menjadi Amerika bersatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam rangka mencapai sasaran tunggal. Lingkup yang menakjubkan atas keagenan besar beserta kegiatannya tidak akan tertandingi hingga kemunculan diktator totaliter setelah perang itu. Creel, Byoir dan para mitra kerja mereka merupakan penasihat kehumasan bagi pemerintah AS, yang lebih dahulu menyampaikan ke penduduk negeri itu dan kemudian ke orang di tempat yang jauh mengenai gagasan yang memberikan kekuatan motivasi atas keadaan perang yang dilaksanakan 1917-1918. Carl Byoir. The Creel Committee melatih banyak praktisi yang memanfaatkan pengalaman mereka sewaktu perang dan membuat mereka mampu memanfaatkan panggilan kerja yang menguntungkan. Di antara mereka adalah Carl Byoir dan Edward L. Bernays. Byoir, yang pada usia 28 telah menjadi mitra kerja yang memimpin The CPI, setelah perjalanan satu dasawarsa ke bentuk-bentuk usaha lain yang didirikan pada 1930 yang kemudian menjadi salah satu perusahaan kehumasan terbesar di AS hinga perusahaan itu diakuisisi oleh keagenan periklanan The Foote, Cone & Belding pada 1978. Bernays, yang memiliki peran kecil di The CPI, mulai 1920-an menjadi salah satu orang yang mendefinisikan bidang profesi kehumasan dan penganjur kehumasan yang tidak mengenal lelah. Edward L. Bernays dan Doris E. Fleischman. Salah satu pesaing Lee dalam mendapatkan pengaruh dan bisnis pada era 1920-an adalah Edward L. Bernays. Sebelum Perang Dunia I, Bernays pernah bekerja sebagai agen pers. Semasa bekerja untuk The Creel Committee selama perang, pikirannya selalu sarat dengan mimpi tentang kemungkinan mendapatkan pekerjaan tetap dari apa yang disebutnya sebagai "rekayasa persetujuan publik.” Bemays dianggap berjasa dalam menemukan istilah "public relations counsel" dalam “Crystalizing Public Opinion”, buku pertama tentang PR pada 1923. Ia merintis lebih banyak bidang baru ketika memberi kuliah PR pertama di New
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
14 York University. Bernays melanjutkan perannya sebagai pengarang, dosen, advokat, dan kritikus hingga memasuki dekade 1990-an. Majalah “Life mencanturnkan Bernays dalam edisi khusus 1990, "The 100 Most Important Americans of the 20th Century." Ia meninggal dunia pada 9 Maret 1995 pada usia 103 tahun. Bernays menikah dengan Doris E. Fleischman pada 1922. Mereka bersama-sama mengelola firma Edward L. Bernays, Counsel on Public Relations, hingga resmi pensiun dari praktek aktif pada 1962. Sang isteri meninggal pada 1980. Mereka memberi konsultasi bagi perusahaanperusahaan besar, badan pemerintahan, dan Presiden AS mulai dari Calvin Coolidge hingga Dwight Eisenhower, dengan Bernays sebagai bintang dalam sebagian besar tugas. Meski dipandang sebagai mitra sejajar Bernays dalam perusahaan, dengan menciptakan jurnal hubungan masyarakat pertama dan bekerja sama dengan Bernays dalam mengembangkan istilah public relations counsel, Fleischman berjuang untuk persamaan profesional karena ia seorang wanita. Sebagai contoh, dalam salah satu dari dua bukunya ia menulis, “Banyak pria tidak suka bila wanita mengatakan apa saja yang harus mereka lakukan dalam bisnis. Mereka juga tidak suka manakala sesama pria yang mengatakannya, tetapi nasihat dari wanita dianggap merendahkan. Saya belajar untuk menarik diri dari suatu situasi jika jenis kelamin konsultan hubungan masyarakat dipermasalahkan, atau jika usulan harus dipisahkan dari masalah jenis kelamin. Jika pertimbangan utama gagasan dikaitkan dengan jenis kelamin saya, mungkin gagasan itu tidak akan pernah dinilai demi gagasan itu sendiri.” Fleischman merupakan feminis muda yang setelah menikah dengan Bernays tetap memakai nama belakangnya sendiri jauh sebelum hal ini dapat diterima masyarakat. Selama tiga dekade Fleischman mendaftarkan diri di hotel, dan dua kali di rumah sakit bersalin, sebagai "Nona Doris E. Fleischman," dan pada 1925 ia menerima paspor AS untuk wanita menikah dengan nama belakangnya sendiri. Nama itulah yang dipakainya dalam buku 1928 yang disuntingnya untuk karier bagi wanita, juga di artikel tujuh majalah dan bab-bab buku yang diterbitkannya antara 1930 dan 1940. Buku Bernays terbit menyusul “Public Opinion” karya Walter Lippman yang terbit pada 1922, sebagai buku yang mencerminkan peningkatan perhatian terhadap kekuatan dan hakikat opini masyarakat. Pada tahun-tahun sebelum 1917, hanya ada 18 buku tentang opini masyarakat dan publisitas yang diterbitkan. Setidaknya ada 28 judul yang muncul antara 1917 dan 1925. Perhatian para cendekiawan juga bermuasal dari periode ini. Ilmuwan sosial mulai mengeksplorasi
hakikat
opini
masyarakat
dan
peran
komunikasi
massa
dalam
pembentukannya. Walaupun metode pengukuran opini belum muncul sebelum era 1930-an, karya pascaperang ilmuwan sosial banyak berperan dalam perkembangan riset pasar, jajak pendapat opini masyarakat dan ilmu komunikasi. John W. Hill. Meski terjadi ledakan ekonomi dan pertumbuhan media yang pesat, hanya ada enam firma PR dalam daftar pelanggan telepon Manhattan pada 1926. Pada 1927, John W. Hill, jurnalis dari Cleveland, membuka firma di kota itu. Pada 1933, ia Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
15 membentuk kemitraan dengan Don Knowlton, dan tidak lama setelah itu ia pindah ke New York untuk mendirikan Hill and Knowlton, Inc. Knowlton tetap mengelola kantor di Cleveland. Kedua firma yang hanya dihubungkan oleh kepemilikan yang tumpang tindih itu beroperasi secara independen hingga 1964, ketika Knowlton pensiun dan perusahaan di Cleveland dijual kepada perusahaan penerusnya. Hill meninggal dunia pada 1977. Pada 1980, JWT Group, perusahaan induk pemilik biro iklan J. Walter Thompson Company, mengakuisisi Hill and Knowlton sebesar US$28 juta. Kelompok usaha JWT diambil alih oleh konglomerat Inggris WPP Group, London, pada 1989. Hill lama dipandang sebagai perintis konsultan PR yang etis dan dihormati. Peran Hill dalam membantu perusahaan-perusahaan tembakau besar dari Komite Riset Industri Tembakau (FIRC) mengancam legalitasnya. Atas rekomendasi Hill, para presiden perusahaan
tembakau
besar
sepakat
untuk
mendanai
TIRC,
sementara
Hill
memperjuangkan perang tembakau mewakili industri rokok hingga ia pensiun dari Hill & Knowlton pada 1962. Selama kehidupan profesionalnya Hill menyadari dirinya sebagai manusia yang memiliki integritas dan prinsip dengan komitmen terhadap tulisannya, Kalau perusahaan klien yang ada mengadopsi kebijakan yang diyakini konsultan bukan merupakan kepentingan masyarakat, ia akan menasihati mereka untuk menentangnya. Jika integritas ada di tangannya, bersiaplah untuk kehilangan account apabila klien bersikap bertahan. Ketika ditanya langsung tentang perannya dalam pembentukan TIRC dan dalam PR tembakau, pada 1966 Hill menanggapi, "Saya menolak untuk mengomentari masalah ini mengingat account ini bersifat aktif dan sangat sensitif," dan tidak menutupi account tembakau Hill & Knowlton dalam riwayat hidupnya pada 1963, The Making of Public Relations Man. Tetapi lama setelah Hill meninggal dunia, ada sedikit keraguan akan perannya dalam menciptakan garis depan PR bagi industri tembakau. Meskipun John Hill sudah memenangkan pertarungan yang sangat duniawi itu, nyatanya ia memang merupakan kekuatan yang menuntun pembentukan Komite Riset Industri Tembakau yang kemudian menjadi Institut Tembakau. Dengan demikian Hill harus bertanggung jawab atas "rencana yang disusun dan dijalankan dengan brilian" yang dengan menggunakan biaya berjuta kesehatan warga Amerika membantu kepentingan egois industri tembakau. Arthur W. Page. Di antara para perintis yang membentuk praktek PR saat ini, Arthur W. Page ada di deretan terdepan. Page membangun tiga karier bisnis yang berhasil, namun ia masih punya waktu untuk menyumbang bakat bagi banyak upaya layanan publik. Ia menjadi penulis dan redaksi World's Work Magazine dan terbitan berkala lainnya dari Doubleday, Page and Company mulai 1905 hingga 1927. Lalu ia menerima tawaran Walter Gifford untuk menjadi Wakil Presiden American Telephone and Telegraph Co. menggantikan James D. Ellsworth. Sejak awal Page sudah menegaskan
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
16 bahwa ia hanya akan menerima jabatan itu dengan syarat tidak difungsikan sebagai orang publisitas, mempunyai suara dalam penentuan kebijakan, dan kinerja perusahaan menjadi penentu reputasi publiknya. Falsafah Page terangkum dalam pernyataannya, “Semua bisnis di negara demokratis diawali dengan izin dari masyarakat, dan ada karena persetujuan masyarakat. Jika benar, sudah selayaknya bisnis dengan sepenuh hati memberitahu masyarakat tentang kebijakan-kebijakan, apa yang tengah dilakukan, dan rencana yang akan dilakukannya. Dalam praktek agaknya hal ini merupakan kewajiban.” Page pensiun dari AT&T pada 1947, setelah mengintegrasi konsep dan praktek PR ke dalam Sistem Bell. Sejak saat itu hingga wafatnya pada 1960 dalam usia 77 tahun, ia memberikan layanan konsultasi bagi banyak perusahaan besar dan menyumbangkan banyak waktu untuk layanan pemerintah, pendidikan tinggi dan badan-badan lainnya. Tetapi jejaknya dalam PR merupakan karyanya ketika bekerja di AT&T. Ajaran dan prinsipnya tidak hanya bertahan pada perusahaanperusahaan yang dahulu merupakan bagian dari AT&T (pecah pada 1984), melainkan diperbaharui dan dimasyarakatkan oleh Arthur W. Page Society. Keanggotaan perhimpunan yang didirikan pada 1983 ini utamanya mencakup eksekutif hubungan masyarakat senior, konsultan terkemuka, dan tokoh-tokoh hubungan masyarakat lainnya. Menurut kepustakaan Page Society, Page mempraktekkan enam prinsip PR, 1. Katakan yang sebenarnya. Biarkan masyarakat tahu apa yang terjadi, dan berikan gambaran yang akurat tentang karakter, idealisme dan praktek perusahaan. 2. Buktikan dengan tindakan. Persepsi masyarakat tentang organisasi 90% ditentukan oleh perlakuan dan 10% oleh pembicaraan. 3. Dengarkan pelanggan. Untuk memberi layanan yang baik bagi perusahaan, pahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat. Berikan informasi terus-menerus kepada pengambil keputusan puncak dan karyawan lainnya tentang PR bagi produk, kebijakan dan praktek perusahaan. 4. Kelola untuk besok. Lakukan antisipasi PR dan kesampingkan praktek yang menciptakan kesulitan. Bangkitkan niat yang baik. 5. Terapkan PR seolah seluruh perusahaan bergantung padanya. Hubungan korporat merupakan fungsi manajemen. Tidak ada strategi korporat yang boleh diterapkan tanpa mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat. Profesional PR merupakan pengambil kebijakan yang cakap, menangani banyak sekali aktivitas komunikasi korporat. 6. Tetaplah tenang, sabar dan berselera humor baik. Buatlah landasan kerja bagi keajaiban PR dengan konsisten, tenang dan perhatian beralasan pada informasi dan kontak. Saat muncul krisis, ingatlah bahwa komunikasi terbaik dihasilkan oleh kepala dingin.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
17 Alice L. Beeman. Pada konvensi 1925, organisasi ini mengambil bentuk baru yang mencerminkan
pertumbuhan
praktek
ini
dalam
pendidikan
tinggi.
Lambang
pertumbuhannya pada tahun-tahun berikutnya adalah perubahan nama menjadi Asosiasi Publisitas Lembaga Pendidikan Tinggi Amerika pada 1930, menjadi Asosiasi Hubungan Masyarakat Lembaga Pendidikan Tinggi Amerika pada 1964, dan menjadi Dewan untuk Kemajuan dan Dukungan bagi Pendidikan (CASE) pada 1974 setelah bergabung dengan Dewan Alumni Amerika. Penggabungan ini mencerminkan adanya perubahan penekanan pada PR perguruan tinggi, dari publisitas menjadi pengembangan dan pengumpulan dana. CASE diluncurkan di bawah kepemimpinan presiden pertamanya, Alice L. Beeman. Sebelumnya ia merupakan direktur jenderal Asosiasi Amerika bagi Wanita Universitas yang berbasis di Washington D.C., dan Yayasan Pendidikan AAUW. Posisi barunya sebagai Presiden CASE menjadikan Beeman wanita pertama yang mengepalai badan PR nasional.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
18
Lampiran 1.1.
PERHUMAS Visi dan Misi Perhumas Misi tujuan Perhumas adalah ”mengembangkan kompetensi para profesional Humas di Indonesia untuk mendukung peningkatan citra positif organisasi dan bangsa Indonesia”. Tujuan Perhumas 1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para professional Hubungan Masyarakat di Indonesia. 2. Memperluas dan memperdalam ilmu pengetahuan mengenai Hubungan Masyarakat. 3. Meningkatkan komunikasi dan pertukaran informasi dan pengalaman diantara para anggotanya. 4. Menyelenggarakan hubungan dengan organisasi-organisasi yang serumpun dengan bidang Hubungan Masyarakat. Sasaran Strategis Perhumas Indonesia 2005-2007 1. Meningkatkan kemampuan bidang kehumasan melalui Pelatihan Pengembangan anggota dan masyarakat Humas di Indonesia. 2. Memperluas kerjasama dengan lembaga kehumasan baik didalam negeri maupun diluar negeri. 3. Mengembangkan organisasi kehumasan yang lebih profesional dengan memperjelas Arah Organisasi dan Sasaran Strategis Perhumas 3 tahun kedepan. 4. Berperan aktif dengan bekerja sama dengan lembaga swasta dan pemerintah untuk memperbaiki citra positif bangsa Indonesia baik didalam negeri dan diluar negeri. Sumber: http://www.perhumas.or.id.
Lampiran 1.2.
PR DI INDONESIA: PERISTIWA-PERISTIWA PENTING Dunia PR mulai berkembang pesat di awal abad 20. Aktivitas praktisi PR mulai diperhitungkan dan dibutuhkan di negara-negara industri. Dalam pandangan Noeradi (2005: 35), sejarah PR di Indonesia mulai dikenalkan oleh para pendiri republik ini. Ketika merumuskan konstitusi, ada banyak jurnalis atau wartawan yang menunggu kelanjutan peristiwa setelah proklamasi kemerdekaan sehari sebelumnya. Akhirnya pertemuan itu ditunda untuk memilih presiden dan wakil presiden pertama Indonesia dan diumumkan kepada para jurnalis yang ada. Itu, fase media relations yang penting. Ketika perang kemerdekaan, adalah Soedarpo Sastorsatomo yang mengelola media relations sebagai Menteri Penerangan. Ia mengelola media relations di dalam negeri hingga mendukung dipomasi di PBB, termasuk untuk mengemas citra Indonesia di luar negeri. RRI juga disebut sebagai bagian dari aktivitas PR ketika mengeluarkan program siaran luar negeri, yang kini pemancarnya ada di kawasan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Ada pula upaya untuk membantu India dalam mengatasi kelaparan dalam Program Rice for India, sekalipun Indonesia belum memiliki surplus beras.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
19 Istilah Purel Setelah perang kemerdekaan, mulai berdatangan beberapa perusahaan minyak diantaranya Shell, Stanvac dan Caltex. Sebagai perusahaan multinasional, mereka memiliki organ bernama PR. Sebut saja S. Maimoen, R Imam Sajono dan Soedarso yang di tahun 1950-an mulai dikenal sebagai PR Officer. Latar belakang mereka dari kalangan jurnalistik. Tahun 1954, Garuda Indonesian Airways mulai mengembangkan unit PR. Di tahun 1955, Mabes Polri menjadi institusi pemerintah pertama yang memiliki unit PR. Kemudian diikuti oleh RRI. Sekalipun demikian, beberapa angkatan bersenjata juga memiliki unit informasi yang dibawah kontrol presiden waktu itu. Di tahun 1960-an, istilah ”Purel” sebagai akronim public relations makin populer digunakan ketimbang term kehumasan. Konsultan PR “Pertama” Adalah PT. Inscore Zecha yang dipimpin M. Alwi Dahlan tercatat sebagai konsultan PR pertama yang berdiri di Indonesia tahun 1972. Kebanyakan mereka mengelola kepentingan publisitas dalam bentuk iklan. Sejak tahun 1970, sekitar 20 tahun National Development Information Office mendukung pengelolaan PR pemerintah RI untuk dunia internasional. Pendidikan PR Universitas Padjajaran menjadi universitas pertama yang membuka Fakultas Public Relations di tahun 1964. Ibu Oemi Abdulrachman yang menjadi dekannya. Setelah itu, banyak berkembang pendidikan PR dalam bentuk program studi hingga pendidikan di tingkat diploma. Tanggal 15 Desember 1972 merupakan momen deklarasi asosiasi PR Indonesia, Perhumas. ketika itu beberapa PRO perusahaan minyak dan konsultan serta akademisi termasuk Menteri Dalam Negeri menjadi anggota pendiri. Asosiasi PR Di tahun 1974 posisi unit PR dalam organisasi pemerintah sudah mulai dipegang pejabat eselon III. Beberapa tahun kemudian meningkat menjadi eselon II. Karena itulah di tahun 1974 ada Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) yang diketuai Direktur Humas Pembangunan Menteri Penerangan (anda bisa membaca Sejarah Departemen Penerangan). Dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 26 Oktober 1977, Perhumas bersama asosiasi Humas di negara-negara ASEAN bergabung dalam Federasi Organisasi PR ASEAN dan menggelar Kongres PR Asean pertama di tahun 1978 di Manila. 10 April 1987, Asosiasi Perusahaan PR Indonesia dibentuk. Kemudian, tanggal 11 November 2003, tercatat sebagai kelahiran PR Society of Indonesia. Sumber: http://rumakom.wordpress.com
LATIHAN 1. Jelaskan perkembangan PR di negara-negara Barat saat ini. 2. Jelaskan perkembangan PR di negara-negara berkembang saat ini. 3. Jelaskan perkembangan PR di negara Indonesia saat ini. 4. Berikan pendapat Anda mengenai teknik PR yang dikembangkan oleh Lee dan Harlow. 5. Jelaskan pengaruh tokoh-tokoh dunia lain (selain yang telah disebutkan pada modul ini) yang mengembangkan kehumasan di dunia.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.
20
Kepustakaan Cutlip, Scott M., Allen H. Center, dan Glen M. Broom. 2005. Effective Public Relations. PT. Indeks. Freitag, Alan R., and Stokes, Ashli Quesinberry. 2009. Global PR—Spanning Borders, Spanning Cultures. London and New York: Routledge. Jefkins, Frank. 2004. Public Relations. 5th edition. Jakarta: Erlangga. Rachmadi, F. 1992. Public Relations—dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Lain-lain: Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 31/KEP/MENPEN/1971 tentang Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah. Surat Keputusan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi No. 03A/SK/MENEG/I/2002 tentang Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah. Surat Keputusan Kepala Lembaga Informasi Nasional No. 38/SK/KA.LIN/2002 tentang Pedoman Tata Kerja Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah. http://www.perhumas.or.id. http://rumakom.wordpress.com. http://2010.kemenkopmk.go.id/content/menko-‐kesra-‐keberhasilan-‐program-‐kb-‐di-‐indonesia-‐ berkat-‐kebersamaan. http://www.ampl.or.id/digilib/read/danone-aqua-didik-warga-menjaga-keberlanjutan-sumberair/38788.
Modul Pengantar PR disusun oleh Emilia Bassar, M.Si.