Modul ke:
Etika Profesi Public Relations KODE ETIK PROFESI HUMAS: PERHUMAS, IPRA DAN APPRI
Fakultas
FIKOM Program Studi
Public Relations www.mercubuana.ac.id
Syerli Haryati, S.S, M.IKom
PERHUMAS • Perhimpunan Humas Indonesia diprakasai oleh Marah Joenoes setelah menghadiri “World Public Relations Conggress” ke-6 di Jenewa. • Forum untuk membentuk Asosiasi humas berhasil mengadakan pertemuan pertama di Gedung Wisma Internasional Pertamina, jl. Diponegoro No. 53 yang dihadiri oleh praktisi humas pemerintahan baik sipil dan militer, Badan Usaha Milik Negara, swasta dan konsultan, langsung disepakati untuk pendirian organisasi humas nasional
• Marah Joenoes bersama Tommy Graciano dan Wisaksono Nuradi ditunjuk sebagai tim perumus anggaran dasar dan nama asosiasi. • 15 Desember 1972. Menjadi tonggak sejarah berdirinya PERHUMAS Indonesia.
PERHUMAS INDONESIA berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan berasas independensi, profesionalisme dan non partisan, dengan menganut prinsip : • Keanggotaaan bersifat sukarela • Pengelolaan dilakukan secara demokratis
Tujuan Perhumas: • Meningkatkan kemampuan & keterampilan para anggota • Menyelenggarakan hubungan dengan organisasi-organisasi yang serumpun di bidang hubungan masyarakat dan oraganisasiorganisasi yang lainya di dalam maupun di luar negri.
Kode Etik Perhumas • Terdiri dari empat pasal yaitu mengatur etika berkaitan dengan : 1. Komitmen pribadi, 2. Perilaku terhadap Klien dan Atasan 3. Perilaku terhadap Masyarakat dan Media Massa 4. Perilaku terhadap Sejawat
Komitmen Pribadi Anggota Perhumas 1. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan 2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatan kepentingan Indonesia 3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga Negara Indonesia yang serasi daln selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa
INTERNASIONAL PUBLIC RELATIONS ASSOCIATION (IPRA) • Sejarah berdirinya Internationsl Public Relations Association dipelopori oleh pertemuan di London pada November 1949 antara Hans Hermans dan Jo Brongers, Ketua dan Sekretaris Klub Public Relations Belanda dengan, empat anggota dan Pendiri Institut PR di Inggris yaitu R S Forman (President), Roger Wimbush (Chairman), Tom Fife Clark (ViceChairman) and Norman Rogers (Honorary Secretary).
• 1950, kembali diadakan pertemuan antara PR dari negara Inggris, Belanda, Perancis, Norwegia dan Amerika Serikat di Belanda. Pada pertemuan tersebut disepakati untuk mendirikan asosiasi Humas Internasional . • 1 Mei 1955, menjadi tonggak sejarah berdirinya Internasional Public Relations Association (IPRA) berkedudukan di Inggris
Kode Etik IPRA • Kode etik IPRA telah diperbaharui tahun 2011. Penyempurnaan dari Code of Venice tahun 1961, Code of Athens tahun 1965 an Code of Brussels tahun 2007. Kode etik IPRA yang baru berisi: 1. Ketaatan terhadap Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Integritas • Bertindak secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk menyakinkan dan mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa saja praktisi berhubungan; 3. Berusaha membentuk moral, kultural dan intelektual untuk melakukan dialog, dan mengakui hak semua pihak yang terlibat untuk mengemukakan pendapatnya;
4. Keterbukaan • Berlaku Jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan kepentingan yang diwakili; 5. Konflik • Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut kepada pihak pihak yang terkait jika diperlukan;
6. Kerahasiaan • Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka; 7. Ketepatan • Melakukan langkah langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran dan ketepatan dari semua informasi yang diberikan;
8. Kebohongan • Mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah atau menyesatkan, melakukan secara hati-hati untuk menghindari hal tersebut dan memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan; 9. Penipuan • Dilarang mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak jujur;
10. Pengungkapan • Dilarang membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai suatu wahana terbuka yang sebenarnya mengandung kepentingan tersembunyi; 11. Keuntungan • Dilarang menjual dokumen kepada pihak ketiga salinan dokumen yang diperoleh dari pejabat publik;
12. Remunerasi • Dalam memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari pihak yang terkait; 13. Pembujukan • Dilarang baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau memberikan • imbalan dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat pemerintah atau media, atau pihak lain yang berkepentingan;
14. Pengaruh • Dilarang menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum untuk hal yang dapat mempengaruhi pejabat publik, media dan pihak lain yang berkepentingan; 15. Persaingan • Dilarang melakukan hal hal yang secara sengaja untuk merusak reputasi praktisi yang lain; 16. Pemburuan • Dilarang mengambil klien dari praktisi lain dengan cara cara yang tidak jujur;
17. Pekerjaan • Ketika mempekerjakan seseorang dari pejabat publik atau pesaing perlu memperhatikan aturan dan kerahasiaan yang disyaratkan oleh organisasi tersebut; 18. Rekan sejawat • Mengamati Kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA dan praktisi public relations di seluruh dunia.
ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA APPRI dibentuk pada 10 April 1987di Jakarta oleh beberapa tokoh PR yang memiliki perusahaan konsultan PR seperti Inke Maris, Maria Wongsonagoro, Miranty Abidin, Edowati Sudjono, Srikandi Hakim, Sayono, Ida Sudoyo. APPRI merupakan organisasi yang berbentuk asosiasi dari perusahaan – perusahaan public relations nasional yang independen.
• MISI APPRI 1. Memberikan layanan yang inovatif, handal dan berkualitas tinggi dalam bidang usaha jasa kehumasan (komunikasi pada umumnya). 2.Berupaya mewujudkan lingkungan organisasi yang menantang, apresiatif, kompetitif, suportif dan berlandaskan pengetahuan bagi para anggota.
3.Menciptakan nilai bagi para anggota dan berkontribusi kepada lingkungan bisnis, perekonomian dan masyarakat di tempat kami beroperasi. 4. Membentuk sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, independen, kewirausahaan, integritas, kreativitas, dan profesionalitas dengan berpegang pada kode etik organisasi.
KODE ETIK APPRI 1. Norma perilaku professional yaitu wajib menghargai kepentingan umum, menjaga harga diri setiap anggota masyarakat. Bersikap adil dan jujur terhadap klien, juga terhadap sesama anggota asosiasi. 2. Tidak akan menyebarluaskan secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau menyesatkan dan sebaliknya justru berusaha untuk mencegah hal tersebut terjadi dengan menjaga integritas dan ketepatan informasi
3. Tidak melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi. 4. TIdak terlibat secara sengaja dalam kegiatan apa pun yang dapat memecah belah, menyesatkan atau memajukan kepentingan lain yang tersembunyi. 5. Menjaga kerahasiaan informasi dan kepercayaan yang diberikan oleh klien baik di masa lalu, kini atau di masa depan, dan tidak berupaya memperoleh keuntungan pribadi tanpa persetujuan dari klien.
6. TIdak mewakili kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan atau saling bersaing tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan. 7. TIdak menerima gratifikasi atau imbalan yang diluar persetujuan klien atas jasa pelayanan konsultasi kehumasan. 8. Tidak akan bernegosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR tertentu di masa depan.
9. Tidak mengambil pekerjaan atau melakukan pendekatan langsung secara pribadi kepada calon atasan/calon klien yang potensial dari anggota asosiasi lainnya. 10. Tidak akan beritikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek professional anggota asosiasi lainnya. 11. Tidak akan merusak nama baik asosiasi dan profesi public relations
12. Dalam bekerja berhubungan dengan profesi lainnya maka anggota APPRI wajib mematuhi kode etik yang berlaku bagi profesi lain tersebut dan tidak akan turut serta dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan kode etik tersebut.
Terima Kasih Syerli Haryati, S.S, M.IKom