Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
NERACA KEHIDUPAN TUNGAU PERAK JERUK Polyphagotarsonemus latus (BANKS) (ACARI:TARSONEMIDAE) PADA JERUK MANIS PACITAN Life Table Of Citrus Silver Mite Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae) On Pacitan Sweet Orange Susi Wuryantini Dan Otto Endarto Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Indonesian Citrus and Subtropical Fruits Research Institute Jl. Raya Tlekung No. 01 Junrejo, Batu, Jawa Timur. HP. 08164290375 Email:
[email protected] Abstrak Polyphagotarsonemus latus (Banks), yang mempunyai banyak tanaman inang umumnya disebut dengan broad mite. Tungau ini telah ditemukan dan menjadi hama pada tanaman jeruk. Pada tanaman jeruk di Indonesia tungau ini ditemukan pada tunas dan daun muda, yang menyebabkan tunas melengkung, warna daun berubah jadi keperakan atau seperti perunggu. Serangan parah mengakibatkan daun mengkerut, tunas keriting, tunas rontok, akhirnya kering dan mati. Penelitian dilakukan untuk mengetahui biologi dan neraca kehidupan tungau pada jeruk manis Pacitan. Percobaan dilakukan di laboratorium dengan mengamati 20 individu yang dipelihara pada tanaman jeruk manis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tungau ini mempunyai siklus hidup 5,16 hari. Umur telur, larva dan nimfa masing-masing adalah 1,96; 0,97; dan 0,94 hari. Lama hidup imago betina adalah 12,78 dan jantan 8,05 hari. Hasil analisis neraca kehidupan TPJ pada jeruk manis adalah laju reproduksi bersih (Ro) sebesar 25,40 individu per induk per generasi; laju pertumbuhan intrinsik (rm) 1,37 dan rataan masa generasi (T) adalah 5,68 hari. Kata kunci: Polyphagotarsonemus latus, neraca kehidupan, jeruk manis pacitan Abstract Polyphagotarsonemus latus (Banks), which has many host plants commonly called the broad mite. This mite has been found and become a pest in citrus. In Indonesian citrus planting, mites found on the buds and young leaves, which causes the curved shoots, silvery or like bronze leaves color changing. Heavy attacked resulting curly leaves, curly shoots, buds fall out and eventually dried and died. The study was conducted to determine the biological and life table of mites on Pacitan sweet orange. Experiments conducted in the laboratory by observing 20 individuals reared on sweet orange plants. The results showed that the mite life cycle was 5.16 days. Age of eggs, larvae and nymphs were respectively 1.96; 0.97; and 0.94 days. The longevity of female and male were 12,78 and 8,05 respectively. Result of life table analysis of mites on sweet oranges showed that the net reproductive rate (Ro) was 25,40; the intrinsic growth rate (rm) was 1.37 and the average generation time (T) was 6.7 days. Key words: Polyphagotarsonemus latus,, life table, pacitan sweet orange PENDAHULUAN Tungau perak jeruk (TPJ) Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Tarsonemidae) adalah satu diantara hama yang keberadaannya saat ini menjadi hama utama tanaman jeruk, terutama di pembibitan. Di Indonesia hama ini sudah banyak ditemukan menyerang beberapa tanaman diantaranya tomat, cabai, karet, teh wijen dan jarak pagar. TPJ ditemukan pada tanaman jeruk di California pada musim gugur tahun 1979 pada jenis 501
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
lemon (Brown dan Jones, 1983). Di Turki tungau ini ditemukan pada tanaman muda di pembibitan di rumah kasa pada tahun 1992 (Uygun et al. 1995). Tungau P. latus tersebar hampir di seluruh dunia. Tungau ini mempunyai banyak nama umum, di India dan Srilangka disebut tungau kuning teh, di Bangladesh disebut tungau kuning jute, di beberapa negara Eropa disebut broad spider, di bagian Selatan Amerika disebut tropical mite atau broad rust mite. Tungau ini juga populer dengan sebutan broad mite, citrus silver mite, chilli mite, white jute mite, rubber leaf mite (Anonymous, 2012, Fasulo, 2010). Affandi, 2009 menyatakan bahwa tungau jenis Tarsonemidae ditemukan pada pertanaman jeruk mandarin di Indonesia, namun spesies belum teridentifikasi. Serangan TPJ mengakibatkan pertumbuhan daun, bunga dan buah tidak normal. Gejala yang timbul diantaranya adalah daun melengkung, menyempit, klorotik dan berwarna seperti tembaga atau keunguan, ruas tanaman memendek, tunas lateral tumbuh tidak normal. Gejala pada bunga adalah kuncup yang menjadi cacat, bengkak, mengeras, bunga gugur dan pertumbuhan tanaman terhambat akibat racun dari salivanya (Baker, 1997; Tukimin 2007, Fasulo, 2010; Puspitarini, 2011). Observasi lapang pada tahun 2012 ditemukan serangan TPJ di rumah kasa pembibitan tanaman jeruk di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro). Beberapa jenis jeruk yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir terserang TPJ diantaranya adalah batang bawah Japanese Citroen (JC), Siam, Manis dan Keprok di rumah kasa pembibitan. Gejala yang ditemukan pada jeruk adalah tunas melengkung ke bawah dan keatas, daun kasar dan mengecil, mengkerut, keriting, warna daun berubah dan ujung tunas kering kemudian rontok. Akibat serangan tungau tersebut pertumbuhan tunas pada benih jeruk menjadi terganggu dan tanaman tidak dapat tumbuh optimal. Kondisi demikian mengakibatkan penurunan kualitas benih yang diproduksi. Jeruk manis Pacitan Citrus sinensis Osbeck, adalah satu dari jenis jeruk komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Jenis jeruk komersial, lainnya adalah jeruk siam C. nobilis Lour, jeruk keprok C. reticulata Blanco, jeruk besar C.maxima Herr dan lain-lain. Dengan ditemukannya gejala serangan TPJ pada tanaman jeruk, terutama pada jeruk komersial, antisipasi tindakan pengelolaan perlu diupayakan agar tidak terjadi kerugian yang semakin tinggi dan meluas. Pengetahuan tentang biologi, perkembangbiakan, inang dan lingkungan dari OPT termasuk TPJ diperlukan dalam menyusun strategi pengelolaan atau pengendalian yang akan dilakukan. Karenanya dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui biologi dan neraca kehidupan TPJ pada jeruk khususnya jenis manis Pacitan. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Entomologi dan rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Tlekung, Batu. Kondisi laboratorium dengan rerata suhu 25oC dan kelembaban 80% pada bulan Januari sampai dengan Mei 2013. Tungau dikoleksi dari rumah kasa pembibitan yang terserang. TPJ, hasil koleksi diperbanyak di rumah kassa pada jeruk manis Pacitan yang berumur 1–2 tahun dan dalam kondisi sedang bertunas. Tungau yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah hasil perbanyakan yang dilakukan di rumah kasa. Percobaan menggunakan arena daun yang berada dalam cawan 502
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Petri yang diberi alas spons basah atau terendam air dan dilapisi kertas tisu bagian atasnya. Daun yang digunakan sebagai arena percobaan dipilih dari tunas yang berumur antara 10 – 15 hari, kemudian di bagian pinggir daun diberi kertas tisu mengelilingi daun untuk mencegah TPJ agar tidak keluar dari arena percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap morfologi dan perkembangan pra dewasa hingga dewasa yang meliputi siklus hidup dan nisbah kelamin, lama hidup imago dan keperidian. Pengamatan fase pra dewasa dilakukan setiap 3 jam mulai dari telur yang baru diletakkan. Percobaan diulang 20 kali. Pengamatan yang sama dilakukan untuk mengetahui siklus hidup TPJ. Pengamatan dilanjutkan hingga saat betina pertama kali meletakkan telur. Nisbah kelamin dihitung dari imago yang muncul dari sedikitnya100 telur yang diletakkan pada waktu yang sama. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai telur menetas sampai menjadi imago, kemudian dihitung perbandingan jumlah jantan dan betina yang muncul. Dilakukan pula pengamatan terhadap lama lama hidup imago dan keperidian. Pengujian dilakukan dengan menempatkan satu ekor tungau betina yang baru muncul dan seekor tungau jantan. Perlakuan diulang 40 kali dari populasi tungau yang dipelihara secara bersama-sama dan muncul pada hari yang sama. Masing-masing ditempatkan di arena percobaan. Banyaknya telur yang diletakkan setiap hari dicatat, kemudian telur dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai tungau mati. . Pengukuran neraca kehidupan TPJ dilakukan berdasarkan parameter demografi menurut Birch (1948) yang meliputi : 1. laju Reproduksi Bersih (Ro), dihitung dengan rumus: Ro = ∑lxmx 2. Laju Reproduksi Kotor (GRR), dihitung dengan rumus : GRR = ∑mx 3. Laju Pertambahan Intrinsik (rm), dihitung dengan rumus : ∑lxmx e-mx = 1 Dengan r awal = (lnRo)/T 4. Rataan masa generasi (T), dihitung dengan rumus: T = ∑ xlxmx / ∑lxmx 5. Populasi berlipat ganda (DT), dihitung dengan rumus : DT = ln (2) / r Keterangan : x = kelas umur kohort (hari) lx = Proporsi individu yang bertahan phidup pada umur x mx = Keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur x atau jumlah keturunan betina per kapita yang lahir pada kelas x HASIL DAN PEMBAHASAN Fase hidup TPJ terdiri dari 4 yaitu telur, larva, nimfa dan imago (Gambar 1). Telur berbentuk bulat agak lonjong atau oval dengan ukuran panjang 107±5 μm dan lebar 77±6 μm. Pada telur terdapat tonjolan berwarna putih berbentuk baris sepanjang permukaan telur. Telur TPJ tidak berwarna atau tembus pandang. Telur yang baru diletakkan sangat transparan. Telur menjadi agak keruh menjelang waktu tetas, namun tetap tembus pandang dan barisan tonjolan putih mulai tidak teratur, kemudian retak dan menetas. (Gerson, 1992; 503
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Jayma et al. 2007) menyatakan bahwa pada daun jeruk, telur banyak dijumpai disepanjang tulang daun, atau diletakkan secara individu pada permukaan bagian bawah daun muda yang baru tumbuh atau tunas atau pada permukaan daun yang rata. Setelah lebih kurang dua hari telur menetas menjadi larva. Telur berukuran relatif besar dibandingkan dengan imago betina. Pada buah, telur diletakkan pada bagian yang terlindung atau pada cekungan kulit buah. Menurut Denmark (1980), Pena dan Campbell (2005) dan Baker (1997) pada penelitian yang sudah dilakukan terdahulu bahwa telur TPJ tidak berwarna dan berbentuk elips dengan ukuran 0,08 mm. Larva menetas dari telur yang berumur sekitar 2 hari. Larva yang baru menetas berwarna putih keruh, agak transparan dengan ukuran panjang 137±20 μm dan lebar 81±9 μm. Larva keluar dari cangkang telur untuk makan. Larva bergerak lambat dan bergerak tidak jauh. Stadium larva berlangsung selama 2 – 3 hari kemudian menjadi nimfa yang tidak bergerak (Uygun et al., 1995). Larva tungau ini mempunyai tiga pasang tungkai yang tidak berwarna dan bergerak lamban, Ukurannya bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Menjelang fase berikutnya, yaitu nimfa bentuk tubuh larva memanjang dan warna berubah menjadi semakin transparan dan tungkai merapat ke tubuh. Gerson 1992; Fasulo 2005; dan Fasulo 2010 menyatakan bahwa larva muncul dari telur yang berumur dua sampai tiga hari. Pada stadium nimfa ini tubuh tungau berada didalam kulitnya. Tungkai depan mengarah ke bagian depan atau bagian anterior, demikian juga tungkai belakang keduanya mengarah ke bagian posterior. Pada bagian posterior tubuh nimfa terdapat tanda putih menyerupai bentuk huruf T, tampak sangat jelas. Nimfa tampak seperti larva yang membesar. Nimfa berada didalam kulit larva sampai terbentuk menjadi dewasa, sehingga tidak bergerak dan tidak makan. Pada fase nimfa perbedaan kelamin hampir tidak ada, kecuali pada tungkai keempat yang terbentuk. Pada jantan tungkai keempatnya membesar sedangkan pada betina tereduksi dan berbentuk seperti cambuk (Jeppson,1975; Uygun et al.,1995; Baker, 1997; dan Jayma, 2007). Menjelang menjadi imago, nimfa betina dibawa oleh imago jantan dengan diangkat menggunakan tungkai belakangnya. Pada kondisi ini jantan berusaha membawa nimfa betina kemana dia bergerak sambil menunggu nimfa menjadi imago, setelah itu akan segera terjadi kopulasi. Perilaku seperti yang diuraikan diatas disebut sebagai ‗precopulation‘ atau pendampingan pra kopulasi ‗precopulatory guarding‘ yang berlangsung selama lebih kurang 24 jam, (Zhang 2003, Puspitarini 2011). Jantan yang belum mendapatkan betina sering mencoba untuk merampok betina yang dibawa oleh jantan yang lain, tetapi biasanya tidak berhasil (Gerson 1992; Vieira dan Chiavegato 1998). Imago TPJ muncul dari nimfa yang diselimuti kulit dan akan keluar dengan merobek bagian dorsal sebagai lubang untuk keluar. Imago TPJ mempunyai empat pasang tungkai. Imago betina yang baru terbentuk cenderung bulat. Betina baru yang belum bertelur transparan tetapi agak keruh, pada bagian posterior terdapat tanda putih berbentuk hampir segitiga. Imago jantan ukuran tubuh lebih kecil, bentuk tubuh lebih ramping dan memanjang dibandingkan dengan betina. Tungkai jantan lebih panjang dan menyebar dibandingkan betina, serta bergerak lebih cepat. Tubuh imago jantan berukuran panjang 159 ± 25 dan lebar 85 ± 2 μm. Denmark (1980) menyatakan bahwa imago betina yang masih muda berbentuk cenderung bulat. Pada tubuh betina terdapat tanda berwarna putih pada dorsalnya. Betina dewasa berukuran lebih besar, oval dan berwarna kekuningan. 504
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Dinyatakan pula oleh Gerson (1992) bahwa betina yang baru muncul transparan dan akan menjadi kuning atau kuning kehijauan. Imago jantan ukuran tubuh lebih kecil, bentuk tubuh lebih ramping dan tungkai jantan lebih panjang dan menyebar dibandingkan betina, membuat tungau dapat bergerak lebih cepat. Imago jantan tungkai bagian belakang membesar. Menurut Fasulo (2010), Pena dan Campbell (2005) bahwa jantan dan betina TPJ sangat aktif, namun jantan terlihat lebih aktif terutama perannya dalam penyebaran populasi dengan membawa nimfa betina ke daun muda yang baru. Kecenderungan warna dari TPJ dipengaruhi oleh warna atau bagian tanaman sebagai makanan atau inang dari tungau tersebut. Tabel 1. Parameter kehidupan pra dewasa dan imago TPJ pada jeruk manis Lama stadia pra dewasa Parameter kehidupan imago Lama masa pra oviposisi (jam) Telur (jam) 46,95 31,3 Lama masa oviposisi (hari) = (hari) 1,96 10,55 Lama hidup imago betina (hari) 23,10 Larva (jam) 12,78 Lama hidup imago jantan (hari) 0,97 = (hari) 8,05 Keperidian (butir/betina) 22,60 Nimfa (jam) 41,22 Lama masa pasca oviposisi (hari) 0,94 = (hari) 1,50 Nisbah kelamin 5,16 Siklus hidup (hari) 1 : 4,05 Hasil penelitian menunjukkan siklus hidup TPJ pada jeruk manis Pacitan berlangsung selama 5,16 hari (Tabel 1). Siklus ini lebih pendek dari TPJ yang dipelihara pada tanaman lada dan ketimun yang dinyatakan Montasser 2011, yang berlangsung antara 6 – 9 hari. Gerson (1992) menyatakan bahwa siklus hidup dari telur yang baru diletakkan sampai munculnya dewasa berlangsung selama 4-5 hari dalam cuaca hangat, lebih panjang hingga 7-10 hari dalam cuaca dingin. Nisbah kelamin TPJ pada tanaman jeruk lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Montasser (2011) pada tanaman lada dan ketimun dengan nisbah kelamin 27:76 atau 1: 3,17. .
Gambar 1. Kurva kesintasan P. latus Kurva kesintasan menggambarkan kemampuan bertahan hidup suatu organisme. Terdapat tiga jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III. Kurva tipe I menggambarkan laju kematian yang sangat rendah pada saat organisme masih muda dan kematian yang tinggi sewaktu populasi berumur tua. Kurva ini berbentuk cembung, umumnya dijumpai pada 505
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
manusi dengan kehidupan yang baik atau organisme di laboratorium (Wilson dan Bossert 1971). Kurva tipe II menunjukkan laju kematian konstan pada setiap umur dan tipe III menggambarkan kematian yang tinggi terjadi pada stadia awal dari suatu organisme. Pola seperti ini umum ditemukan pada spesies serangga (Begon et al. 1996; Price 1997). Neraca kehidupan merupakan suatu pendekatan dalam mempelajari dinamika populasi (Price, 1997). Analisis neraca kehidupan melalui pengamatan terhadap sekelompok stadia tertentu akan didapatkan nilai lx yaitu kesintasan spesifik umur dan mx yang menunjukkan jumlah keturunan betina spesifik umur yang selanjutnya digunakan untuk penghitungan statistik parameter populasi (Price, 1997) Tabel 2. Neraca kehidupan P. latus pada tanaman jeruk manis Pacitan Parameter populasi Nilai Satuan GRR 554,17 Individu/generasi Ro 25,40 Individu/induk/generasi 1,37 rm Individu/induk/hari 5,68 T Hari GRR = Laju Reproduksi Kotor; Ro= Laju Reproduksi Bersih; rm= Laju Pertumbuhan Intrinsik; T= Rataan Masa Generasi Berdasarkan analisis neraca kehidupan didapatkan bahwa Laju reproduksi kotor P. latus adalah 554,17 individu per generasi, laju reproduksi bersih adalah 25,40 individu/induk/generasi (Tabel 2). Banyaknya telur betina yang dihasilkan induk pada hari ke x (mx) dihitung setelah diketahui nisbah kelamin. Laju reproduksi dapat menggambarkan kesesuaian tanaman inang, karena hasil siklus hidup, lama hidup dan keperidian belum bisa menggambarkan (Birch, 1948). Laju reproduksi bersih adalah jumlah keturunan betina yang mampu dihasilkan oleh individu induk rata-rata tiap generasi. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada tanaman jeruk manis P. latus dapat meningkat populasinya sebanyak 25 kali dari populasi pada generasi sebelumnya. Laju pertumbuhan intrinsik (rm) menunjukkan banyaknya keturunan betina yang dihasilkan oleh induk betina per hari (Birch 1848; Price 1997). Dalam penelitian ini nilai rm adalah 1,37, Nilai rm adalah nilai yang paling menggambarkan kesesuaian inang bagi peningkatan populasi artropoda diantara berbagai parameter demografi (Tsai dan Wang 2001). sehingga dapat diartikan jeruk manis sesuai untuk perkembangan TPJ. Suatu populasi akan mencapai nilai r tinggi apabila individu tersebut mencapai dewasa dengan tingkat reproduksi yang lebih awal. Rataan masa generasi adalah rataan wakru yang dibutuhkan suatu individu sejak telur diletakkan hingga saat imago betina menghasilkan separuh keturunannya (Birch 1948). Pada penelitian ini rataan masa generasi P. latus pada jeruk manis adalah 5,68 hari. Nilai T yang semakin kecil maka semakin cepat waktu suatu organisme untuk tumbuh atau berkembangbiak. KESIMPULAN TPJ terdiri dari empat fase yaitu telur, larva, nimfa dan imago. Stadium telur berlangsung selama 46,95 jam, larva 23,10 jam, nimfa 22,60 jam. Imago betina berumur 12,78 hari dan jantan 8,05 hari. Neraca kehidupan TPJ P. latus pada tanaman jeruk manis 506
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Pacitan yaitu laju reproduksi bersih (Ro) adalah 25,40 individu/induk/generasi, laju pertumbuhan intrinsik (rm) 1,37 individu/induk/hari dan rataan masa genarasi (T) adalah 5,68 hari. DAFTAR PUSTAKA Affandi. 2009. Abundance of Predatory Mites Family Phytoseiidae in The Ecosystem of Mandarin Citrus. Agrivita 31 (2): 105-117. Anonymous, 2012. Polyphagotarsonemus latus. Diunduh dari http://www.caripestnetwork.org/vtt/docs/datasheets/acarina/polyphagotarsonemus_la tus.pdf. pada tanggal 10 Oktober 2012. Baker J.R. 1997. Cyclamen mite and broad mite. Ornamental and Turf Insect Information Notes. Diunduh dari http://www.ces.ncsu.edu/depts/ent/notes/O&T/ flowers/note28/note28. html pada tanggal 14 September 2012. Begon M, Harper JL., Townsend CR. 1996. Ecology individuals, populations and communities. Thrid editions. Blackwell Science Ltd. Birch LC. 1948. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. J Anim Ecol 17:15-26. Brown, R.D. dan V.P. Jones. 1983. The broad mite on lemons in suthern California. California Agriculture, 37 (7-8): 21-22. Denmark, H.A. 1980. Broad mite, Polyphagotarsonemus latus (Banks). FDACS-DPI Bureau of Entomology Circular No. 213. 2 p. Fasulo, T.R. 2010. Broad Mite, Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Arachnida: Acari: Tarsonemidae). Entomology and Nematology Department, Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Diunduh dari http://edis.ifas.ufl.edu pada tanggal 14 September 2012. Gerson U. 1992. Biology And Control Of The Broad Mite. Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari:Tarsonemidae). Experimental & Applied Acarology, 13(3), 163-178. Jayma LMK, RTonald FLM. Broad Mite Polyphagotarsonemus latus (Banks). Crop Knowledge Master. Departemen of Entomology, Honolulu, Hawaii, 2007. Jeppson L.R., H.H. Keifer dan E. W. Baker. 1975. Mites Injurious To Economic Plants. Berkeley, University of California, Jones, V.P, dan R.D Brown. 1993. Reproductive Responses of The Broad Mites, Polyphagotarsonemus latus (Acari:Tarsonemidae), to Constant TemperatureHumidity Regimes. Annals of The Entomological Society of America. 2 (76) : 3. 466-469. Montasser, A.A, A.M. Taha, A.R.I. Hanafy, dan G.M. Hassan. 2011. Biology and Control of the broad mite Polyphagotarsonemus latus (Banks, 1904) (Acari:Tarsonemidae). Int. Journal of Environtmental Science and Enginering (IJESE) 1: 26-34. Peña JE, C.W Campbell. 2005. Broad mite. Diunduh dari DIS. http://edis.ifas.ufl.edu/CH020 pada tanggal 14 September 2012. Price PW. 1997. Insect Ecology. 3th ed. New York: John Wiley & Sons, Inc. Puspitarini, R.D. 2005. Biologi dan Ekologi Tungau Merah Jeruk, Panonychus citri (McGregor) (Acari:Tetranychidae). Desertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Istitut Pertanian Bogor. 120 hlm. 507
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Puspitarini RD. 2011. Tungau Fitofag Pertanian dan Perkebunan di Indonesia. Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Penerbit Selaras. Tsai JH, Wang JJ. 2001. Effects of host plants on the biology and life table parameters of Aphis spiraecola (Homoptera:Aphididae). Environt Entomol 30:44-50. Tukimin SW. 2007. Beberapa Aspek Biologi Tungau Kuning Polyphagotarsonemus latus (Banks) pada Beberapa Aksesi Wijen (Sesamum indicum L.). Agritek. 15(2):448-452. Uygun, N., R. M.Ulusoy., I.Karaca. 1995. A citrus pest in East Mediteranean region of Turkey, Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acarina, Tarsonemidae). Turk. Entomol. Derg. 19 (1) : 1 – 4. Wilson EO, Bossert WH. 1971. A Promer of Population Biology. Stamford:Sinaver Associates. Vieira M.R. dan L.G. Chiavegato. 1998. Biologia de Polyphagotarsonemus latus (Banks, 1904) (Acari: Tarsonemidae) Em Algodoeiro. Pesq. Agropec. Bras. 33 (9):14371442. Zhang ZQ. 2003. Mites of Greenhouse. Cabi Publishing. USA
508