Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (Problem Based Learning) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN Problem Based Learning (PBL) As An Effort To Improve Cognitive Learning Outcomes And Environmental Cares Attitude Mardiana1, Mimien Henie Irawati2, Sueb3 Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang Jl.Gading Kasri No 257 Kec.Klojen. Hp.082353881010; Email:
[email protected] Abstrak Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun kecakapan hidup yang lebih baik. Dalam mencapai tujuan tersebut perlu adanya strategi yang harus dilakukan dalam penerapan pembelajaran di sekolah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL). Pembelajaran berbasis masalah ini adalah salah satu model pembelajaran yang direkomendasi oleh kurikulum 2013 untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran berbasis masalah bersifat konstruktivisme yang dapat membuat siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, meningkatkan penguasaan materi pembelajaran dan melatih keterampilan memecahkan masalah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap siswa dalam memecahkan masalah di kehidupan nyata yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, serta akan mampu menghasilkan solusi yang dapat memecahkan masalah tersebut. Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL), Hasil Belajar Kognitif, Sikap Peduli Lingkungan Abstrack Education is a human need that is always changing with the times. Functions and national educational goals set forth in Law No. 20 of 2003 is to develop skills and character development and civilization of the nation's dignity in the context of the intellectual life of the nation and to build a better life skills. In achieving these objectives need for a strategy that must be done in the application of learning in schools. One strategy that can be done is to apply the model of problem-based learning (PBL). Problem-based learning is a learning model which is recommended by the curriculum in 2013 to be applied in teaching and learning in schools. That is because for problem-based learning is constructivism which can make students actively construct their own knowledge, so as to develop students' thinking skills, improve the mastery of learning materials and practice problem-solving skills that will indirectly affect the attitudes of students in solving problems in real life happening in the environment around them, and will be able to produce a solution that can solve the problem. Key words: Problem Based Learning (PBL), Cognitive Learning Outcomes, Attitude Environmental Care.
156
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun kecakapan hidup yang lebih baik. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh manusia yang telah dipersiapkan secara matang melalui suatu pendidikan. Oleh karena itu dalam pendidikan harus memiliki tujuan untuk mengembangkan seluruh seluruh potensi yang di miliki oleh peserta didik baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam mencapai tujuan tersebut perlu adanya strategi yang harus dilakukan dalam penerapan pembelajaran di sekolah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBL). Pembelajaran berbasis masalah ini adalah salah satu model pembelajaran yang direkomendasi oleh kurikulum 2013 untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran berbasis masalah bersifat konstruktivisme yang dapat membuat siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, meningkatkan penguasaan materi pembelajaran dan melatih keterampilan memecahkan masalah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap siswa dalam memecahkan masalah di kehidupan nyata yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, serta akan mampu menghasilkan solusi yang dapat memecahkan masalah tersebut. Selain itu PBL adalah metode pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi aktif dan efektif siswa serta salah satu model pembelajaran yang direkomendasi oleh kurikulum 2013 untuk diterapkan di sekolah. Model pembelajaran ini diimplementasikan untuk mengajak siswa aktif dalam pembelajaran dan tentunya akan meningkatkan hasil belajar (El-Shaer & Gaber, 2014). Penggunaan PBL akan melibatkan seluruh siswa dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa, melatih keterampilan memecahkan masalah dan meningkatkan penguasaan materi pembelajaran (Corebima, 2006). PBL memiliki keunggulan sebagai model pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, menantang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru, meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa serta dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang sangat berpengaruh dengan sikap siswa dalam mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah tantangan, dan pendekatan pembelajaran menyenangkan yang merupakan hasil dari proses bekerja ke arah atau tujuan untuk memahami atau memecahkan masalah. Selain itu Jonassen (1997) (dalam Burris & Garton, 2007) mengatakan PBL adalah pendekatan konstruktivistik untuk pengajaran bahwa di sekeliling dunia nyata banyak terdapat masalah. Dalam PBL siswa tidak hanya menerima informasi dari guru saja ataupun mencari informasi tentang materi yang dipelajari, namun siswa terlibat langsung secara aktif dalam merumuskan masalah, mengumpulkan informasi atau data, menganalisis, hingga menemukan solusi terbaik, 157
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator demi terciptanya pembelajaran yang diinginkan. Akinoglu & Tandogan (2007) menjelaskan PBL merubah siswa dari penerima informasi yang pasif menjadi aktif, siswa belajar mandiri dan mampu memecahkan masalah. Dengan PBL siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri, sehingga diharapkan mereka mampu berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Selain itu, PBL juga diharapkan akan mampu meningkatkan pengetahuan konsep yang dipelajari siswa. Pada gilirannya siswa yang memiliki pengetahuan tinggi, sikap, dan keterampilan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan mereka akan terwujud. Pembelajaran berbasis masalah erat kaitannya dengan pendekatan kontekstual. Berdasarkan pendapat Arends (2008: 23), pada esensinya pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual. Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan konsep sains, siwa belajar tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual maupun dalam kelompok (Warsono & Hariyanto, 2014: 147). Hal senada diungkapkan pula oleh Amir (2009: 22) dalam proses PBL, masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Jika masalah semakin dekat dengan dunia nyata, ini akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pembelajar. Dari masalah yang diberikan ini, pebelajar, bekerja sama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi baru yang relevan untuk solusinya. Dengan pembelajaran seperti ini memberikan siswa pengalaman belajar langsung dengan lingkungan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep yang dipelajari, tidak hanya sekedar pemahaman konsep dasar saja. PBL merupakan cara belajar yang mendorong untuk memahami materi secara mendalam bukan sekedar pemahaman yang dangkal, dan juga pembelajaran yang berbasis masalah. Siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan dasar saat belajar, tetapi juga dapat pengalaman bagaimana menggunakan pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah pada dunia nyata (Bilgin et al., 2009). Savery (2006) mengungkapkan bahwa PBL merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada peserta didik yang memberdayakan peserta didik untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi yang benar untuk menyelesaikan masalah. Sehingga siswa akan merasa tertantang dan memperoleh pengalaman baru sebagai proses dari perkembangan pedagogis serta sosial yang dapat dibangun secara dinamis (Jun et al., 2015). Warsono & Hariyanto (2014: 147) menyimpulkan ada lima gambaran umum yang menjadi identifikasi pembelajaran berbasis masalah, sebagai berikut. a. Dikembangkan dari pertanyaan atau masalah. Daripada mengorganisasikan pelajaran di seputar prinsip atau kecakapan akademik tertentu, PBL mengorganisasikan pada sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, baik secara sosial maupun personal bermakna bagi siswa. Pendekatan ini mengaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata. 158
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
b. Fokusnya antar disiplin. Walaupun PBL dapat diterapkan memusat untuk membahas subjek tertentu, tetapi lebih dipilih pembahasan masalah aktual yang dapat diinvestigasikan dari berbagai sudut disiplin ilmu. Contohnya masalah pencemaran lingkungan dapat diivestigasikan dari aspek ekonomi, biologi, sosiologi, kimia, hubungan antar negara, dan lain sebagainya. c. Penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan dengan masalah yang timbul di kehidupan nyata yang langusng dapat diamati. Oleh karena itu, masalah yang timbul juga harus dicarikan penyelesaian secara nyata. Para siswa harus menganalisis informasi, bila perlu melaksanakan ekperimen, membuat inferensi dan menarik simpulan. Metode investigasinya tentu saja bergantung pada sifat masalah yang dikaji. d. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program komputer, naskah drama, dan lain-lain. e. Ada kolaborasi. Implementasi PBL ditandai oleh adanya kerja sama antara siswa satu dengan lainnya, biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas yang kompleks, meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta melakukan dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial. Arends (2008: 48) menjelaskan ciri PBL seperti berikut ini. a. Mengajukan pertanyaan atau masalah PBL mengorganisasikan pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan secara pribadi bermakna bagi peserta didik. Pertanyaan dan masalah tersebut hendaknya terkait dengan situasi kehidupan nyata, diupayakan menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk pertanyaan dan masalah tersebut. b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Masalah aktual hendaknya dipilih untuk dikaji pemecahannya dapat ditinjau dari berbagai segi, meskipun PBL berpusat pada mata pelajaran tertentu (seperti IPA, matematika, atau IPS). Sebagai contoh, masalah pencemaran, dapat ditinjau dari segi biologi, ekonomi, kesehatan, sosial, dan sebagainya. c. Penyelidikan autentik PBL menghendaki peserta didik melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian masalah yang nyata. Peserta didik hendaknya menganalisis dan menentukan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan simpulan. Model yang digunakan tergantung pada masalah yang sedang dikaji. d. Menghasilkan dan memamerkan produk atau hasil karya PBL menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam berbagai alternatif bentuk seperti presentasi laporan, transkrip debat, model fisik, video, program komputer, atau yang lain. Produk tersebut bertujuan untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan peserta didik pada peserta didik yang lain. e. Kerja sama PBL juga dicirikan oleh adanya kerja sama antar peserta didik, dalam bentuk berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama antar peserta didik dapat 159
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
memberikan motivasi untuk bekerja bersama dalam tugas yang lebih kompleks dan meningkatkan peluang untuk berbagi inkuiri dan berdialog untuk mengembangkan keterampilan sosial. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) adalah siswa dihadapkan pada permasalahan tertentu dan menuntut untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, karena siswa dituntut untuk menggali berbagai informasi baik melalui studi literatur, melakukan penyelidikan, dan menggali pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan penemuan solusi atau pemecahan terhadap masalah tertentu. Selain itu juga hasil simpulan akan dikomunikasikan ke orang lain. Dalam model ini, siswa melakukan kegiatan pemecahan masalah secara individu atau kelompok. Tahapan pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning mengharapkan siswa untuk menguasai pengetahuan yang relevan dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian, siswa memberikan saran kepada kelompok dan melakukan diskusi. Mereka saling bertukar dan berbagi informasi dengan semua masalah pembelajaran dan membuat hipotesis, dan harus mencapai makna yang dapat diterima dan disepakati oleh semua anggota kelompok (El-Shaher & Gaber, 2014). Menurut Warsono & Hariyanto (2012: 150) sintaks dalam PBL sebagai berikut. a. Orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menguraikan kebutuhan logistik (bahan dan alat) yang diperlukan bagai pemecahan masalah, memotivasi siwa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang telah dipilih siswa bersama guru, maupun yang dipilih sendiri oleh siswa. b. Mendefinisikan masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membentu siswa untuk mendefiniskan dan mengorganisasikan tugas siwa dalam belajar memecahkan masalah, menentukan tema, jadwal, tugas, dan lain-lain. c. Memandu investigasi mandiri maupun kelompok. Guru memotivasi siswa untuk membuat hipotesis. Mengumpulkan informasi, data yang relevan dan tugas pemecahan masalah, melakukan ekperimen untuk mendapatkan informasi dan pemecahan masalah. d. Mengembangkan dan mempresentasikan karya. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang relevan, misalnya membuat laporan. Kemudian siswa mempresentasikan karya sebagai bukti pemecahan masalah. e. Refleksi dan penilaian. Guru memandu siswa untuk refleksi, memahami kekuatan kelemahan kelompok mereka, mencatat dalam ingatan butir atau konsep penting terkait pemecahan masalah, menganalisis dan menilai proses dan hasil akhir investigasi masalah. Selanjutnya mempersiapkan penyelidikan lebih lanjut terkait hasil pemecahan masalah. Keunggulan model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Sanjaya (2013: 220) sebagai berikut. a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pembelajaran. b. Pemecahan masalah dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru bagi mereka. c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. d. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. 160
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
e. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik mengembangkan pengetahuannya serta dapat digunakan sebagai evaluasi diri terhadap hasil maupun proses belajar. f. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk berlatih berpikir dalam menghadapi sesuatu. g. Pemecahan masalah dianggap menyenangkan dan lebih digemari peserta didik. h. Pemecahan masalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan menyesuaikan dengan pengetahuan baru. i. Pemecahan masalah memberi kesempatan peserta didik untuk mengaplikasikan pengetauan mereka dalam kehidupan nyata. j. Pemecahan masalah mengembangkan minat belajar peserta didik. Hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa keterampilan dan prilaku baru sebagai akibat latihan atau pengalaman. Menurut Bloom hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik (Suprijono, 2011: 6). Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melalui proses belajar yang dapat dilihat dalam ranah kognitif pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual. Bloom dengan revisi dari Anderson dan Krathwohl mengklasifikasikan tingkatan ranah kognitif yaitu: mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Menurut Yilmaz (2011) karakteristik hasil belajar kognitif tidak hanya berfokus pada pemahaman tapi juga memiliki pengajaran secara timbal balik dari input dan output siswa setelah belajar, siswa mampu memiliki sikap inquiri, serta memiliki kemampuan memecahkan masalah. sehingga kemampuan kognitif siswa sangat penting untuk selalu ditingkatkan karena berguna untuk perkembangan peserta didik dalam pematangan pemahaman siswa. Melalui kemampuan kognitif dapat diketahui bakat dan kemampuan siswa untuk belajar karena dapat dilihat bagaiman siswa mengkonstruk atau membangun pemikirannya sendiri tentang suatu materi. Menurut Perry (1999) mengemukakan bahwa hasil belajar kognitif berasal dari adaptasi dan proses perkembangan pikiran pelajar dengan cara mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru ke dalam struktur kognitif yang ada yang berhubungan dengan matari pelajaran dan pengalaman yang telah diperoleh. Dengan demikian kemampuan kognitif ditandai dengan koherensi dan konsistensi dari proses perkembangan yang baik logis dan hierarkis terkait terbentuknya pengetahuan melalui pendekatan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Tolman (2013) menjelaskan bahwa belajar kognitif mencakup belajar hubungan antara dua stimulus yaitu pembelajaran insidental adalah belajar tanpa penguatan dan tidak segera ditunjukan pada saat itu juga. Selanjutnya pembentukan wawasan adalah cara baru untuk mengatur rangsangan atau pendekatan baru untuk memecahkan masalah. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif merupakan hasil pemikiran siswa dari mengkonstruk secara mandiri melalui pemahaman dari adaptasi dan proses perkembangan pikiran pelajar dengan cara mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru ke dalam struktur kognitif dan pengalaman yang telah siswa peroleh. Sikap peduli lingkungan merupakan bentuk reaksi yang timbul dari diri siswa untuk bertindak aktif dan bijak terhadap lingkungan sekitarnya. Reaksi tersebut dapat muncul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap 161
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
stimulus dalam bentuk nilai baik-baik, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan dari keadaan lingkungan yang ada di sekitar siswa (Kresnawati, 2013). Sedangkan menurut Aqib dan Sujak (2011: 8), sikap peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap peduli lingkungan dapat dijelaskan melalui afektif siswa, yang mana menurut Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono, (2009) mencakup kemampuan dala menghayati sesuatu hal yang meliputi lima indikator sikap peduli lingkungan yang dijelaskan sebagai berikut. a. Menerima (Receiving) merupakan kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar berupa permasalahan dan gejala di lingkungan siswa b. Menanggapi (Responding) merupakan penerapan yang harus dilakukan siswa dalam mengatasi berbagai masalah yang ada di lingkungannya c. Menghargai (Valuing) Menyakini bahwa Menyakini bahwa penerapan dapat meminimalkan kerusakan lingkungan. d. Mengatur diri (Organization) yaitu Berusaha untuk mengajak orang lain untuk menerapkan . e. Menjadikan Pola hidup (characterization) yaitu sikap dan sifat yang peka terhadap pemeliharaan lingkungan. PEMBAHASAN PBL merupakan model pembelajaran yang mampu merubah siswa dari penerima informasi yang pasif menjadi aktif, siswa belajar mandiri dan mampu memecahkan masalah. Dengan PBL siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan sendiri, sehingga mampu meningkatkan pengetahuan konsep yang dipelajari siswa dan menentukan sikap siswa. Dalam pembelajaran PBL siswa akan terdorong untuk membangun pengetahuan dan keterampilan secara mandiri, terdorong untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan, serta mampu menghasilkan produk yang berfungsi untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Krisnawati, (2014) menunjukkan hasil pada tabel 1. Berikut.
162
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 1. Rerata Nilai Pretest dan Posttest Pengetahan Tiap-tiap kelas Kelas Rerata Selisih N-Gain Pretest Posttest VII A 73,0 84,6 11,6 0,34 VII B 80,8 88,3 7,5 0,36 VII I 79,2 89,8 10,6 0,46 VII J 82,3 89,0 6,7 0,35 Rerata 78,8 88,0 9,2 0,4 Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa strategi Problem based learning(PBL) mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku siswa SMP N 2 Malang kelas VII dengan hasil tes pengetahuan melalui pretest dan posttest pada siklus 1 ditinjau dari presentasi siswa yang mencapai KKM > 75 adalah sebesar 82,2% meningkat menjadi 100 % dan selanjutnya pada siklus II meningkat sebesar 0,4 yang berkatagori sedang (0,7≥(
)≥0,3). Hasil tes sikap pada siklus I ditinjau dari nilai rerata siswa adalah sebesar 79,8 meningkat menjadi 88,5; pada siklus II meningkat dari 78,0 menjadi 91,7. Skor N-gain sikap pada siklus I sebesar 0,4 meningkat menjadi 0,6 pada sikls II dan berkatagori sedang (0,7≥()≥0,3). Hasil tes prilaku pada siklus I ditinjau dari nilai rerata siswa adalah sebesar 50,6 meningkat menjadi 56,2; pada siklus II meningkat dari 59,2 menjadi 81,9. Skor N-gain sikap pada siklus I sebesar 0,1 dengan kategori rendah, meningkat menjadi 0,6 pada siklus II yang berkategori sedang (0,7≥()≥0,3). Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi PBL mampu meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku siswa. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dewantara (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran model PBL yang dipadukan dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan hasil belajar dan mendorong semangat siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. siswa mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru melalui proses melihat, mendengar, diskusi, dan kerja kelompok. Indikator keberhasilan yaitu dengan meningkatnya kesiapan siswa mengikuti pelajaran, motivasi siswa meningkat, aktif bertanya, berusaha memecahkan masalah, terjalinnya kerjasama yang baik, penuh rasa percaya diri, berani mengeluarkan pendapat dan bertanggung jawab. Aktivitas siswa dari siklus I sampai siklus II selalu menunjukkan peningkatan dengan indikasi semakin banyak siswa melakukan aktivitas seperti yang disebutkan pada indikator yang ditentukan. Pada evaluasi siklus I sebanyak 60% atau 12 dari 20 siswa berhasil mendapatkan nilai sama atau diatas kriteria ketuntasan minimum dengan rentang nilai 70 s/d 100 dengan nilai rata-rata sebesar 69. Pada siklus II, hasil belajar mencapai 85% atau 17 dari 20 siswa berhasil memperoleh nilai 70 s/d 100 dengan nilai rata-rata sebesar 82. Jadi disimpulkan bahwa penerapan model PBL melalui pendekatan CTL di kelas V SDN Pengambangan 6 mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Fhatiyah (2011) dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase aktivitas siswa pada saat penerapan pembelajaran masalah dipadu peta konsep meningkat dari 83,16% pada siklus I menjadi 97,27% pada siklus II. Persentase aktivitas siswa pada saat membuat peta konsep meningkat dari 63,17% pada 163
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
siklus I menjadi 92,00% pada siklus II. Rata-rata skor kemampuan berpikir kritis meningkat dari 2,58 pada siklus I menjadi 3,3 pada siklus II. Nilai rata-rata hasil tes kemampuan kognitif meningkat dari 79,04 menjadi 90,00. Persentase ketuntasan klasikal meningkat dari 62,5% pada siklus I menjadi 91,67% pada siklus II. Persentase ketuntasan kemampuan kognitif tiap ranahpun meningkat dari 81,48% pada siklus I menjadi 89,36% pada siklus II. Rata-rata nilai membuat peta konsep meningkat dari 77,38 pada siklus I menjadi 92,97 pada siklus II. Respons siswa dalam bentuk perhatian, ketertarikan, keyakinan, dan kepuasan terhadap penerapan model PBM dipadu strategi belajar peta konsep menunjukkan sikap positif sehingga pembelajaran menjadi menyenangkan, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, siswa merasa dihargai, dan siswa berani mengeluarkan pendapat. Dengan adanya sikap positif tersebut maka akan meningkatkan motivasi belajar siswa yang selanjutnya tentu akan meningkatkan hasil belajarnya. Selanjutnya hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Restiono, (2013) Hasil analisis data pretest dan posttest menunjukan bahwa pemahaman konsep siswa pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen yang menggunakan model problem based learning dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran pembelajaran yang selama ini sudah dilaksanakan mengalami peningkatan. Pada kelas eksperimen, rata-rata nilai siswa pada pretest adalah 42,03 dan rata-rata nilai siswa pada posstest adalah 70,31 dengan nilai gain sebesar 0,49 yang termasuk dalam kategori sedang. Pada kelas kontrol, rata-rata nilai siswa pada pretest adalah 40,16 dan rata-rata nilai siswa pada posstest adalah 62,97 dengan nilai gain 0,38 yang termasuk dalam kategori sedang. Peningkatan rata-rata pemahaman konsep kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol karena pada kelas eksperimen menggunakan model PBL Siswa yang melakukan proses pembelajaran dengan model PBL akan lebih mudah memahami konsep yang dipelajari karena pada model PBL siswa lebih tertarik mempelajari permasalahan lingkungan yang sering dijumpai di kehidupan seharihari dari pada sekedar berdiskusi tentang materi yang sedang dipelajari. Ketertarikan ini akan membuat siswa semakin serius dan bersungguh-sungguh dalam usaha memahami suatu masalah dan memecahkannya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa PBL memiliki keunggulan sebagai model pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, menantang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru, meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa serta dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Handriani (2014) bahwa dalam prestasi belajar IPA, PBL juga mampu meningkatkan sikap peduli lingkungan yang dibuktikan dengan peningkatan secara signifikan dari siklus 1 ke siklus 2 dengan mampunya siswa memecahkan masalah secara ilmiah melalui perhatian dan tindakan mereka terhadap lingkungan. Selain itu Median (2012) menyimpulkan terdapat pengaruh penggunaan model PBL melalui metode Eksperimen di Laboratorium dan Lapangan terhadap Kemampuan Menganalisis, Sikap Peduli Lingkungan, dan interaksinya terhadap prestasi belajar ranah kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Berdasarkan penjabaran tersebut maka sebaiknya di dalam kegiatan pembelajaran PBL selalu diterapkan karena Dengan demikian dapat menuntut siswa aktif dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya menerima konsep atau materi pelajaran, namun siswa memecahkan masalah dengan menggali informasi dan menganalisisnya hingga dapat 164
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
menyimpulkan solusi, melalui aktivitas seperti ini kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir siswa diberdayakan. Harapannya nanti siswa akan mampu menghadapi segala permasalahan yang timbul dalam kehidupannya, artinya mampu mengaplikaiskan konsep yang telah dipahami saat pembelajaran di sekolah. Melalui PBL siswa diharapkan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dan memiliki karakter yang dibutuhkan dalam perkembangan global seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, gemar bekerja sama, bertanggung jawab, memiliki metakognitif yang tinggi, berani mengambil keputusan, beretika, dan sikap positif lainnya. Hal tersebut dikarenakan PBL memiliki keunggulan sebagai model pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, menantang kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan baru, meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa serta dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah yang sangat berpengaruh dengan sikap siswa dalam mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. PENUTUP Kesimpulan Pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan hasil belajar kognitif dan sikap peduli lingkungan Saran Guru perlu membiasakan proses pembelajaran dengan model problem based learning untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menemukan pengetahuan baru, memahami isi pelajaran serta sikap siswa dalam memecahkan masalah tentang lingkungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA Akinoglu. O., & Tandagon. R. O. 2007. The Effects Of Problem-Based Active Learning In Science Education On Students Academic Achievement, Attitude And Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vo.3(1), 71-81. Amir, T. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group. Arends, R. 2012. Learning to teach. New York: Mc-Graw Hill. Bandung: Yrama Widya Bilgin. I., Senocak. E., & Sozbilir. M. 2009. The Effect Of Problem-Based Learning Instruction On University Students Performance Of Conceptual And Quantitative Problems In Gas Concepts. Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Tecnhnology Edcation. Vol. 5(2), 153-164. Burris, S., & Garton, B. L. 2007. Effect of Instructional Strategy On Critical Thinking And Content Knowledge: Using Problem-Based Learning In The Secondary Classroom. Journal of Agricultural Education. Vo. 48(1) 106 –116. Corebima, A. D. 2006. Pembelajaran Biologi yang Memberdayakan Kemampuan Berpikir Siswa. Makalah disajikan pada Pelatihan Strategi Metakognitif pada Pembelajaran Biologi untuk Guru-guru Biologi SMA di Kota Palangakaraya, 23 Agustus 2006. 165
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Dewantara, D.2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Melalui Pendekatan CTL untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA (Studi pada Siswa Kelas V SDN Pengambangan 6 Banjarmasin). Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. El-Shaher, A., & Gaber, H. 2014. Impact of Problem-Based Learning on Students`Critical Thinking Dispositions, Knowledge Acquisition and Retention. Journal Of Education and Practice. Vol.5(14): 74-85. Fhatiyah, NR. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Dipadu dengan Strategi Belajar Peta Konsep untuk Meningkatkan Aktivitas, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Singosari Kabupaten Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Handriani, D. 2014. Implementasi kurikulum 2013 dengan model problem based learning untuk meningkatkan sikap peduli lingkngan dan prestasi belajar IPA materi lingkungan kelas VII H SMP Negeri 1 Surakarta Tahun pelajaran 2013/2014. Prosiding Seminar Biologi Vol 11(1). Jun, J. , Bridges, S. M. , Botelho, M. G. , & Chan, L. 2015. Online Searching in PBL Tutorials. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, vol 2(9): 12-17. Kemendikbud.2013a. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tahun 2007 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Krisnawati,Y. 2014. Penerapan Strategi Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Modul Pengelolaan Sampah berbasis 6M untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SMP Negeri 2 Malang.Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Median, A.2012. Pembelajaran Biologi menggunakan model problem based learning melalui metode ekperimen laboratorim dan lapangan ditinjau dari keberagam kemampuan berpikir analitis dan sikap peduli lingkungan. Prosiding Seminar Biologi. Vol 9, No 1 : Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi. Perry, W.1999. Forms of Ethical and Intellectual Development in the College Years. Jossey-Bass Publishers. Restiono, A. 2013. Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Mengembangkan Aktivitas Berkarakter Dan Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Kelas XI. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Savery, J. R. 2006. Overview of Problem-based Learning: Definitions and Distinctions. Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning.1(1). Suprijono, A. 2011. Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
166
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tolman, A.T. 2013. Behaviorism, Latent Learning, and Cognitive Maps.Needed Revisions in Introductory Psychology Textbooks. Association for behavior anlysis international. Vol. 29(2): 187–209. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional. Warsono & Hariyanto. 2013. Pembelajaran Aktif. Bandung: PT Remaja. Yilmaz, K.2011.The Cognitive Perspective on Learning: Its Theoretical Underpinnings and Implications for Classroom Practices. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas. Vol. 84 (5) : 204-212. Zainal Aqib & Sujak. (2011). Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter.
167