Prospek Pengawasan DI ERA PEMERINTAHAN BARU Fokus Pengawasan, Nomor 4Tahun 1 Triwulan IV 2004
Daftar Isi
Fokus Pengawasan Diterbitkan oleh Proyek Penyebaran Pengertian dan Kesadaran Pengawasan Melalui Jalur Agama (PPKPMJA) Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2004 Dewan Penyunting: Pembina: Slamet Riyanto Pengarah: Masyhuri AM, S. Saidi, Ahmad Ghufron, Chamdi Pamudji, Abdul Halim Penanggung jawab: Ahmed Ketua: Muhaimin Luthfie Sekretaris: Nur Arifin Anggota: Mudjimah, Ali Hadiyanto, Abdul Malik, Ahmad Zainuddin, Arif Nurrawi Tata Usaha: Aris Krido Halim, M. Machfudz, Sugina, Jumhadi Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Jalan M.H. Thamrin No.6, Jakarta 10340 Telp. (021) 3192-4509, 3193-0565 Telefax: (021) 314-0135, 3192-6803 e-mail:
[email protected]
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Surat Pembaca . . . . . . . . . . . . . . . 3 Editorial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 Fokus Utama - Prioritas program 100 hari . . . . . . 5 - Pengawasan program . . . . . . . . . .8 - Kiprah Departemen Agama . . . . .11 - Reorientasi peran pengawasan . .14 Opini - Pengukuran & Penilaian Kinerja . 19 - Diklat sertifikasi JFA & Realisasi Audit . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24 - Integritas Auditor Dalam Melakukan BAP. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .27 - Membangun Paradigma Baru . . 32 PPA - Peran Guru Dalam Merealisasikan PPA . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . .34 Randang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .37 EYD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .4 Teknologi Informasi . . . . . . . . . ..47 AMO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .50 Hikmah - Shalat Jama’ . . . . . . . . . . . . . . . .54 Renungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59 Relaksasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . .60
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, diutamakan dalam bentuk soft copy. ........................................................... ...................................................................................................................
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV
Surat Pembaca In’am,Citayam Tentang Auditor
Menag baru Sehubungan dengan perubahan dalam jajaran kabinet, saya ingin mengetahui biodata dan perjalanan karir Menteri Agama yang baru. Agus Salim, Kanwil Depag Makassar Jawaban Redaksi : Menteri Agama yang baru adalah Muhammad Maftuh Basyuni, lahir di Rembang, 4 November 1939. Jabatan terakhir sebelum diangkat menjadi Menag adalah sebagai Duta Besar RI untuk Saudi Arabia dan Oman. Beliau pernah menjadi Karo Protokol dan Karo Rumah Tangga Kepresidenan pada masa Presiden Soeharto.
Ketika membaca FP edisi III, saya begitu antusias karena FP edisi III memuat hal-hal yang saya ingin ketahui tentang “Auditor”, walau belum seluruhnya. Penulisnya kebanyakan auditor yang hanya saya ketahui namanya saja, tapi paling tidak itu membuat saya mengetahui seperti apa sebenarnya tugas dan pekerjaan auditor. Semoga FP terus maju dengan isi yang lebih baik. Siti Nurjannah, Gunung Kidul Ingin kenal petinggi Depag Sebagai pegawai Depag yang berdomisili di daerah, saya ingin mengenal para petinggi Depag khususnya pejabat eselon I karena selama ini kami hanya mengetahui jabatannya tapi orangnya tidak tahu. Untuk itu kami mohon agar FP memuat profil para pejabat eselon I di lingkungan Departemen Agama.
Reportase Udin, Kanwil Depag Serang Redaksi terhormat, Setelah membaca FP pada beberapa edisi yang lalu, saya menyarankan agar pada edisi yang akan datang FP menyajikan reportase tentang kegiatan Itjen dan juga laporan tentang kasus-kasus penyelewengan yang berhasil diungkap.
Jawaban Redaksi: Terimakasih atas tanggapan dan koreksinya semoga harapan Anda dapat kami wujudkan. Insya Allah keinginan anda menjadi bahan pertimbangan kami pada edisi yang akan datang, tentunya akan disesuaikan dengan jenis rubrik yang ada.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV
Editorial
angan coba-coba korupsi. Kalimat ini sekarang menjadi akrab di telinga masyarakat Indonesia, karena setiap hari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menayangkan iklan demikian di pesawat televisi. Sebagai back ground iklannya adalah pelantikan anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Memang, pemberantasan korupsi menjadi agenda utama KIB di bawah kepemimpinan Presiden SBY. Bahkan hal ini dikokohkan lagi dalam program 100 hari pemerintahan SBY, dengan agenda utama ‘pemberantasan korupsi’. Artinya tingkat keberhasilan dalam melakukan pemberantasan korupsi dijadikan ‘taruhan’ sebagai ukuran tingkat keberhasilan pemerintahan SBY. Kebijakan pemerintah (presiden) ini kemudian ditindaklanjuti oleh para anggota kabinetnya. Para anggota Kabinet Indonesia Bersatu berlomba-lomba membuat berbagai program pemberantasan korupsi. Tak terkecuali Departemen Agama. Dalam acara perkenalan dan pengarahan terhadap pegawai di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama beberapa waktu lalu, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni menyatakan komitmennya terhadap
J
pemberantasan korupsi. “Saya tidak pandang bulu dalam pemberantasan korupsi di lingkungan Departemen Agama. Kalau perlu saya tidak segansegan melakukan pemecatan. Walau saya baru beberapa hari jadi Menteri Agama, saya telah menandatangani pemecatan seorang pegawai negeri di lingkungan Departemen Agama karena perilaku korupsi.” katanya. Salah satu fokus program 100 hari Menteri Agama dalam pemberantasan korupsi adalah meniadakan kebijakan pelaksanaan ibadah haji bagi pejabat atas biaya dinas (abidin) mulai tahun ini. Menurut Menteri Agama, selama ini jamaah haji Indonesia di tanah suci sering ‘kurang terurus’ karena para petugas haji bukan melayani jemaah haji, melainkan melayani rombongan pejabat dari Jakarta. Diperkirakan tidak kurang dari 5 miliar rupiah tiap tahunnya uang jamaah haji yang disetor dalam bentuk BPIH diambil untuk membiayai haji abidin ini. Di sisi lain sebenarnya ada hal yang aneh bagi umat Islam berkaitan dengan ibadah haji. Semestinya kalau rukun Islam yang ke lima dapat gegap gempita dilaksanakan, sampai-sampai harus antre karena terbatasnya kuota, mestinya rukun Islam sebelumnya yang bernama ‘zakat’ juga lebih gegap gempita. Namun yang terjadi, pengelolaan zakat, terutama zakat mal belum maksimal dilaksanakan.Akibatnya, masih banyak umat Islam yang terlantar terjerat dalam lembah kesulitan dan kemiskinan, Demikian juga lembagalembaga dakwah Islam, masih banyak yang kesulitan dana. Kesalihan individual kelihatannya masih jauh lebih dominan diburu oleh umat Islam dibanding kesalihan sosial. Wallahu a’lam.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Redaksi,
Fokus Utama
PRIORITAS PROGRAM 100 HARI KABINET INDONESIA BERSATU epat 20 Oktober 2004, Kabinet Indonesia Bersatu dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Begitu banyak harapan masyarakat ditumpukan pada jajaran kabinet tersebut. Memang menurut analisis beberapa pakar politik, ekonomi, dan hukum komposisi kabinet belum memenuhi harapan publik, namun menurut Presiden "sulit untuk memenuhi keinginan banyak pihak pada saat ini". Pernyataan Presiden tersebut sebenarnya sungguh bijaksana, karena secara riil memang sulit untuk dapat mengikuti keinginan masyarakat yang mewakili banyak kepentingan, yang mungkin lebih urgen adalah kita lihat dahulu kinerja kabinet dalam waktu 100 hari ini. Masyarakat nantinya akan dapat menilai bagaimana para Menteri/Pimpinan LPND melaksanakan tugas seoptimal mungkin. Dengan memperhatikan situasi dan kondisi ekonomi makro saat ini, maka kinerja Kabinet Indonesia Bersatu harus benar-benar solid, mempunyai kebijakan dan mungkin terobosan yang sesuai dengan kebutuhan riil publik dan bersikap transparan. Namun inti dari semua kerja kabinet untuk era saat ini adalah bagaimana mensukseskan program kerja 100 hari, khususnya dalam rangka pemberantasan KKN.
T
Pemberantasan KKN Masalah pemberantasan KKN terus menjadi diskursus, bahkan menjadi topik hangat dalam setiap kesempatan seminar/diskusi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (LSM). Namun hasil (outcomes) dan manfaat (benefit) sampai saat ini masih saja belum memuaskan masyarakat. Adalah suatu kewajaran berharap banyak kepada jajaran kabinet mengingat masyarakat mendambakan situasi dan kondisi yang aman, tertib, damai dan sejahtera. Kondisi tersebut saat ini dapat dikatakan masih sering mengalami gangguan/hambatan di lapangan. Masyarakat sangat berharap pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu agar masalah pemberantasan KKN mendapat perhatian serius. Sudah saatnya kita semua bersama-sama untuk menyukseskan program tersebut, karena dengan adanya KKN selama ini ternyata telah melemahkan kerja birokrasi pemerintah. Masyarakat tidak saja sebatas mengidamkan pemerintah yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance). Lebih dari itu masyarakat ingin ada kesungguhan dari para penyelenggara negara dapat merealisasikannya sesegera mungkin karena memang kebutuhan mendesak. Berbagai himpitan kehidup-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama an telah menyebabkan banyak warga masyarakat yang hidup di batas garis kemiskinan, bahkan angka pengangguran makin bertambah. Untuk itu harus ada i’tikad baik dari segenap anak bangsa, khususnya para pejabat pemerintah sebagai penyelenggara negara yang peduli pada pemberantasan KKN. Masyarakat lebih membutuhkan bukti ketimbang berbagai janji yang jika tidak teralisir justru akan membuat sakit hati. Niat baik dan tulus program 100 hari pemerintah harus pula disupport semaksimal mungkin oleh publik. Kontrol harus dilaksanakan secara terus menerus dengan komitmen kuat dalam rangka tercapainya tujuan utama dari program pemerintah yaitu pemberantasan KKN. Dalam kaitan itu pula, Presiden Susilo antara lain telah memberikan 9 instruksi kepada para gubernur yang harus dijalankan dan dijabarkan di daerahnya masing-masing. Adapun isi dari 9 instruksi tersebut adalah agar para gubernur : Pertama, melaksanakan konsolidasi, normalisasi, dan rekonsiliasi. Kedua, merespon harapan masyarakat dengan sungguh-sungguh bekerja dan memberikan hasil nyata. Ketiga, memahami dan mengimplementasikan kebijakan dan program pemerintah 2004-2009. Keempat, mengembangkan inisiatif, inovasi dan aksi nyata sesusai kondisi daerah masing-masing. Kelima, memberi contoh sebagai pejabat yang bersih dari KKN dan menegakkan hukum di daerahnya.
Keenam, seluruh waktu gubernur, bupati dan walikota berada di daerahnya masing-masing, dan membatasi kunjungan ke luar negeri. Ketujuh, membatasi kunjungan ke luar negeri, kecuali memberi manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Kedelapan, meningkatkan komunikasi langsung dengan rakyat untuk memecahkan masalah dan mengukur taraf hidup masyarakat. Kesembilan, melakukan langkah-langkah antisipatif dan proaktif untuk mencegah membesarnya masalah di daerah. Instruksi Presiden tersebut sebenarnya penegasan kesungguhan pemerintah dalam rangka pemberantasan KKN. Secara formal mungkin untuk para Gubernur, namun substansinya bisa juga untuk seluruh pejabat pemerintah pusat dan daerah. Khusus untuk pemberantasan KKN, pada instruksi ke-5 jelas dinyatakan bahwa setiap pejabat harus memberi contoh sebagai pejabat yang bersih dari KKN dan menegakkan hukum di daerahnya masing-masing. Prioritas program Tentunya dalam rangka melaksanakan tugas pemberantasan KKN, semua pihak harus terlibat, begitu pula halnya dengan masyarakat. "Aktor utama" sebenarnya ada pada para penyelenggara negara (pejabat negara). Untuk itu harus ada contoh figur pejabat yang khususnya bersih dari KKN, sekaligus dapat memberi contoh riil bagi para pejabat lainnya di negeri ini.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama Di era transparansi ini, kiranya figur pejabat yang bersih dari KKN merupakan kebutuhan. Eksistensi mereka sangat dibutuhkan untuk menjadi motor penggerak roda pemerintahan yang sedang mengarah pada upaya pemberantasan KKN. Memang hal tersebut memerlukan proses yang rumit dan lama, namun tetap harus diupayakan seoptimal mungkin demi kepentingan bangsa dan negara. Semuanya jelas memerlukan pengorbanan yang tidak sedikit, baik dari segi waktu, tenaga dan bahkan finansial untuk dapat turut mensukseskan program pemberantasan KKN secara utuh dan terpadu. Selain penekanan pada figur pejabat yang bersih dari KKN yang sekiranya akan dapat diikuti oleh para penyelenggara negara, para pejabat juga diharapkan dapat mengupayakan dengan seoptimal mungkin bagaimana mengupayakan penegakan hukum (law enforcement). Apa yang terjadi selama ini mungkin hanya penegakan hukum dalam artian semu, sehingga aspek hakikinya belum tertangani dengan baik. Penegakan hukum pada masa yang akan datang harus konkrit, terpadu dan komprehensif. Sudah pada waktunya para penyelenggara negara melaksanakan proses penegakan hukum secara profesional, artinya dilaksanakan oleh para ahlinya dan hasilnya juga optimal; serta harus secara proporsional, artinya hasil dari suatu proses hukum dapat memenuhi rasa ke-
adilan. Dalam konteks pemberantasan KKN ini, maka institusi-institusi terkait, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan institusi-institusi pengawasan (BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen, Satuan Pengawasan Inernal,dan Bawasda) harus lebih meningkatkan perannya sesuai dengan tujuan utama program 100 hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Seluruh lapisan masyarakat sebenarnya sangat menunggu langkah konkrit dari jajaran Kabinet Indonesia Bersatu. Untuk itu jangan sampai dikecewakan dengan alasan tertentu yang sekiranya kurang dapat diterima publik. Tingkat kesolidan tim kerja dimanapun instansinya harus menjadi faktor utama dan penentu. Dalam konteks "good governance", maka peran riil masyarakat harus terus dihidupkan agar dapat juga melaksanakan fungsi kontrol terhadap jalannya tugas-tugas pemerintahan secara proporsional. Masyarakat dapat ikut mengawasi melalui kotak pos 5000 atau laporan tertulis lainnya, dengan persyaratan dapat dibuktikan kebenarannya. Kita semua berharap terhadap suksesnya program pemberantasan KKN yang saat ini didengungkan pemerintah. Tugas semua dari "anak bangsa" adalah turut mensukseskan dengan niat baik untuk kebaikan negeri tercinta ini. Semoga semua terwujud dengan komitmen dan kebersamaan kita semua. 3 (Arif Nurrawi)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama
PENGAWASAN PROGRAM 100 HARI DEPARTEMEN AGAMA angan coba-coba korupsi!.
J
Slogan ini kita dengar ketika pemerintahan baru di bentuk oleh Presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono. Kontrak politik dengan para pembantunya (baca: Kabinet Indonesia Bersatu) pun salah satunya adalah bila terbukti melakukan korupsi maka bersedia untuk langsung dipecat dan diproses sesuai hukum. Hal ini bukan tanpa alasan. Karena korupsi di Indonesia memang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Negara dengan 200 juta penduduk ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai Negara ke-5 terkorup di dunia dari 146 negara. Peringkat yang baru dikeluarkan oleh transparansi internasional tersebut menunjukkan bahwa Indonesia satu tingkat lebih buruk dari peringkat tahun lalu. Karena itu banyak pihak menaruh harapan besar pada pemerintah baru agar membawa negara ini menjadi negeri yang bersih dari koruptor. SBY diharapkan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Salah satunya muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dimuat dalam pernyataan persnya nomor: 17/PR/ICW/X/2004 yaitu: …1)Menteri terpilih harus menunjukkan contoh perilaku bersih jujur, dan bersahaja bagi bawahannya. Seluruh menteri harus memiliki komitmen dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi serta bertindak tegas terhadap segala bentuk penyimpangan yang ter-
jadi di lingkungannya…. Dukungan nyata dari para menteri dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi menjadi teramat penting mengingat menteri merupakan bagian dari pemerintah eksekutif. Dengan kata lain, pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab dari presiden semata, namun juga merupakan tanggung jawab dari para menteri yang telah ditunjuk oleh SBY, khususnya upaya pemberantasan korupsi di setiap instansi/departemen yang dipimpinnya. Oleh karena itu Departemen Agama, sebagai bagian dari jajaran Kabinet Indonesia Bersatu, dengan menteri barunya, dituntut pula untuk membenahi diri, membersihkan para koruptor dari departemennya. Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni, dalam satu pernyataannya mengatakan bertekad membersihkan Depag dari korupsi dan akan menyelidiki penyelewengan penyelenggaraan ibadah haji. Penyelenggaraan ibadah haji ini adalah urutan pertama dalam program 100 hari Departemen Agama, karena memang penyelenggaran ibadah haji sangat disoroti dan disinyalir banyak terjadi penyelewengan dalam pelaksanaannya dari tahun ke tahun. Program 100 hari Dep. Agama Adapun program 100 hari Departemen Agama dalam kabinet Indonesia Bersatu adalah sebagai berikut: Pertama, peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Memberi-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV 2004
Fokus Utama kan jaminan kepastian berangkat bagi calon jemaah haji yang telah melunasi BPIH, penyediaan makan bagi jemaah haji selama 9 hari di Madinah, penerbangan langsung ke Madinah sebanyak 3 kali sehari bekerja sama dengan GIA dan Saudia Airlines. Kedua, pembinaan kerukunan hidup beragama. Membangun kehidupan beragama yang harmonis, dengan melakukan tindakan on the spot sehingga terselesaikan dan terkendalinya kasus-kasus yang timbul di masyarakat. Selain dari itu telah dilakukan kegiatan: (a)Pembekalan bagi guru-guru Agama, dilaksanakan di Ambon (300 guru), Malang (100 guru), dan Palangkaraya (100 guru); (b)Pembekalan bagi Lembaga Keagamaan Pemuda, dilaksanakan di DKI Jakarta (100 peserta), dan Palembang (100 peserta); (c)Pembekalan bagi para tokoh agama/penyuluh agama. Dilaksanakan di Mataram (35 peserta), Padang (35 peserta), Banjarmasin (35 peserta), Ujung Pandang (35 peserta), Kendari (35 peserta), Pekanbaru (35 peserta). Ketiga, peningkatan kualitas pendidikan agama. Membangun kembali madrasah yang rusak akibat konflik melalui anggran ABT (khusus provinsi NAD). Keempat, program peningkatan pelayanan kehidupan beragama: (a)Memberikan bantuan untuk merehab tempat ibadah yang rusak akibat bencana alam; (b)Meningkatkan pelayanan KUA. Telah ditandatangani MoU Depag dengan Bank BNI 46, BRI dan PT. Pos Indonesia untuk penyetoran biaya Nikah Rujuk (NR). Kemudian, telah diterbitkan Instruksi Menteri Aga-
ma Nomor 2/2004 tentang Peningkatan Pelayanan KUA. Kelima, Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama. Melakukan bimbingan dan penyuluhan keagamaan bagi masyarakat. Hasil yang dicapai adalah penurunan konflik di masyarakat yang bernuansa keagamaan. Keenam, Pemberdayaan Umat. Mengoptimalkan pengelolaan zakat, wakaf, dan infak serta shadaqah. Sedang kemajuan yang sudah dicapai adalah terealisasinya pilot project pengelolaan wakaf produktif di Cirebon yang merupakan hasil kerjasama dengan Pemuda, MUI, BPN, BAZ, dan LAZ. Ketujuh, Membangun aparatur Departemen Agama yang bersih dan berwibawa. a)Sosialisasi akuntabilitas Kinerja di lingkungan Departemen Agama yakni di Kanwil dan Kandepag (sosialisasi AKIP/LAKIP); b)Terselenggaranya proses penerimaan CPNS yang transparan dan akuntabel dengan melibatkan aparat pengawas. (Informasi program 100 hari Departemen Agama ini juga dapat di lihat pada situs resmi milik Departemen Agama, yaitu: http://www.depag.go.id) Khusus untuk penyelenggaran haji, Dep. Agama berupaya memperbaiki pelayanan ibadah haji tahun 2005, salah satunya dengan mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa, Menteri Maftuh Basyuni beserta pejabat eselon I dan II memutuskan untuk tidak ikut beribadah haji tahun ini. Diharapkan langkah ini juga diikuti oleh menteri dan pejabat di instansi lain.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV 2004
Fokus Utama Pengawasan Internal Sebagai bagian dari Departemen, Inspektorat Jenderal (Itjen) pun dituntut untuk mengambil bagian dalam usaha mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Sesuai dengan tugasnya yaitu melakukan pengawasan fungsional di lingkungan departemen, seperti tercantum dalam pasal 31 ayat (7) Keppres No. 177 tahun 2000 disebutkan "Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan departemen." Begitu pula dengan Itjen Dep. Agama seperti tercantum dalam Keputusan Menteri Agama No. 01 Tahun 2001 pasal 618 disebutkan "Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Agama berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku". Karena itu maka Inspektorat Jenderal (Itjen) Dep.Agama harus melakukan pengawasan terhadap segala kebijakan yang diambil oleh Menteri Agama, termasuk program 100 hari ini dan tentunya tidak berhenti di sini saja, namun tetap mengawasi kebijakan menteri agama selanjutnya seperti yang telah biasa dilaksanakan. Itjen Dep. Agama pun secara mandiri harus membenahi dirinya ke arah lebih baik dan memperkuat pengawasan internal di Dep. Agama, karena dengan memperkuat pengawasan internal di Dep. Agama dan memberikan reward kepada pegawai yang memiliki
prestasi kerja serta menjatuhkan punishment yang tegas kepada mereka yang terbukti melakukan penyimpangan akan mendorong terciptanya kinerja aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa. Kerja-kerja Inspektorat atau bidang pengawasan internal harus lebih dioptimalkan dan para pengawas haruslah dijabat oleh orang-orang yang berintegritas dan berani. Diharapkan bila Itjen Dep. Agama dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka Dep. Agama mampu tampil lebih bersih dan berwibawa dalam membawa perubahan negara yang bebas dari korupsi, sehingga apa yang dikatakan oleh Syafi’i Ma’arif “Negara kita tidak akan pernah bisa maju karena Departemen Agama, Departemen Pendidikan, dan Departemen Kesehatan–tiga departemen yang mengurusi pendidikan hati, pendidikan otak, dan pendidikan fisik–justru tiga departemen yang paling korup kinerjanya” tidak terbukti lagi. Itjen Dep. Agama harus mampu mengawal roda pemerintahan dalam menjalankan asas/prinsip penyelenggaraan negara yang baik dalam setiap tugas dan wewenangnya berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Penyelenggaraan Negara haruslah berasaskan pada: Kepastian Hukum; Tertib Penyelenggaraan Negara; Kepentingan Umum; Keterbukaan; Proporsionalitas; Profesionalitas; dan Akuntabilitas.3(nugraha s)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV 2004
Fokus Utama
KIPRAH DEPARTEMEN AGAMA PASCA PROGRAM 100 HARI PERTAMA eratus menjadi angka penting di awal pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB). Hal ini seperti penetapan 100 hari pertama sebagai periode pencapaian target tertentu. Menurut editorial Media Indonesia (26/10/2004), ada beberapa alasan 100 hari pertama menjadi amat penting. Pertama, ini adalah akibat dari publik yang semakin cerewet terhadap kinerja pemerintah. Kedua, belajar dari pengalaman masa lalu, publik menuntut janji-janji kampanye ke dalam komitmen. Dan, ketiga, masyarakat kita umumnya memiliki memori pendek sehingga lebih gampang mengingat target dan pencapaian 100 hari daripada lima tahunan. Karena itu, dalam 100 hari pertama pemerintahan KIB diharapkan terdapat titik temu. Pertemuan antara rakyat yang semakin kritis dan pemerintah yang mau tidak mau harus taat pada janji-janjinya. Presiden sendiri bersifat proaktif dalam mewujudkan titik temu tersebut. Hal ini seperti dilakukannya dengan mengadakan pertemuan beserta 100 ulama pada Ramadlan yang lalu. Pertemuan tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal secara bersama antara pemerintah dengan masyarakat, khususnya umat Islam, dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Dalam hal ini, Departemen Agama yang memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bi-
S
dang agama, memiliki peran yang strategis dalam mengatasi permasalahan bangsa tersebut. Namun, terlebih dahulu Depag dituntut untuk melakukan perubahan internal di lingkungan Depag sendiri. Berkenaan dengan hal ini, Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, Depag harus diubah dari citranya yang sekarang menjadi sebaliknya dan menjadi contoh bagi departemen lainnya. Sebagai departemen yang mengurusi agama, maka itu berarti mengajak orang untuk berbuat kebaikan. (Pelita, 25/10/2004). Sebagai konsekuensi dari usaha perbaikan internal tersebut, Menag pun siap melakukan tindakan tegas kepada pegawai Depag berdasarkan perbuatan yang dilakukan. "Saya ahli memecat orang. Waktu menjadi Dubes 9 orang saya pecat". Tutur Menag usai serah terima jabatan. (Tempointeraktif.com, 22/10/2004) Adapun dalam tugasnya sebagai penyelenggara pembangunan di bidang agama, menurut Thoifuri dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Kudus, Depag dihadapkan pada problematika keagamaan dan keberagamaan yang sangat berat. Problematika keagamaan dapat dimaknai bahwa para pemeluk agama, terutama Islam, masih banyak yang belum menjalankan ajaran Islam. Sedangkan problematika keberagamaan adalah masih sedikit umat Islam yang menjalankan interaksi sosial antar sesamanya dalam mewujudkan kehidupan berbang-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama sa dan bernegara yang kondusif (Rakyat Merdeka, 1/10/ 2004). Dengan demikian, Depag dituntut bersifat proaktif dan responsif terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat, khususnya umat Islam dalam mengatasi problematika keagamaan dan keberagamaan tersebut. Pemberlakuan Kembali Sistem Keuangan Islam Salah satu kegiatan di masyarakat yang menuntut respon dan dijadikan perhatian Depag saat ini adalah gerakan untuk memberlakukan kembali sistem keuangan Islam. Sistem keuangan yang dimaksud adalah diberlakukannya kembali dinar (uang emas) dan dirham (uang perak). 1 Dinar merupakan emas seberat 4,25 gram dan dirham adalah perak seberat 3 gram. Kedua mata uang ini, di samping sebagai alat penyimpan nilai dan alat tukar dalam jual beli, juga penentu nisab zakat, hudud (batasan pemberlakuan hukuman), ongkos naik haji, dam (denda), dan sebagainya. Sosialisasi penggunaan kedua mata uang tersebut juga berlangsung bertepatan dengan periode Program 100 hari pertama KIB (sejak 20 Oktober 2004). Hal ini seperti melalui acara "Ceramah Ilmiah Dinar dan Dirham" yang diadakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Depok, 24 Oktober 2004. Pada acara ini hadir sebagai pembicara Direktur Wakala Dinar dan Dirham "Adina", Zaim Saidi. Dua minggu kemudian (7 November 2004), dalam salah satu segmen acara Ramadhan di Metro TV "Gema Syariah", berlangsung diskusi dengan tema "Dinar Se-
bagai Alat Pembayaran". Nara sumber dalam acara ini mantan Menteri Koperasi dan mantan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Adi Sasono dan Muhammad Syafi'i Antonio. Tidak ketinggalan, setelah Idul Fitri 1425 H, Forum Penggerak Dinar dan Dirham Indonesia (Forindo) mengadakan acara "Silaturrahim dan Halal Bihalal" di Jakarta, 25 November 2004. Dalam acara ini hadir para tokoh penggerak dinar dan dirham dari Indonesia dan Malaysia. Acara ini juga dihadiri General Manager UBPP Logam Mulia PT Antam, Rinanti Agnes. Meskipun penganut Katolik, Rinanti mendukung diberlakukannya kembali dinar dan dirham. Pada tahun yang lalu, ia menyampaikan makalah yang berjudul "Prospek Pertukaran Dinar Dirham Secara Fisik dan Elektronik" pada Seminar Prospek dan Implementasi Pertukaran Dinar Dirham Indonesia-Malaysia" di Jakarta, 17 Desember 2003. Pada makalah tersebut ia menyatakan, perlu dilakukan usaha intensif melalui sosialisasi sistem pemasaran yang lebih giat lagi agar pertumbuhan penggunaan dinar dan dirham lebih cepat perkembangannya. Dalam hal ini, Malaysia dapat melakukan pertumbuhan penggunaan dinar dan dirham secara pesat karena kiprah mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (Republika, 26/ 11/2004). Mahathir sendiri pernah menyatakan, sistem keuangan dunia yang didasari uang kertas dan cek bukan sistem Islam (Ismail, 2003: 3). Sedangkan menurut Menteri Negara BUMN Sugiharto selaku Koordinator Presidi-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama um Forindo, dalam tataran implementatif penggunaan dinar dan dirham mempunyai prospek yang cukup signifikan bila dilihat dari naiknya beberapa indikator ekonomi makro di Indonesia. Sosialisasi penggunaan dinar dan dirham juga dilakukan kaum Muslimin di Jerman melalui tabloid Islamische Zeitung. Pada edisi November 2004 (II), tabloid ini menampilkan judul "Riba verstehen" (Memahami Riba) yang ditulis Prof. Umar Ibrahim Vadillo. Menurut Vadillo, penggunaan uang kertas merupakan riba al Fadhl (riba dalam jual beli). Di samping itu, tabloid Islam terpopuler di Jerman ini juga memberitakan wafatnya Syekh Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani. Ulama Makkah yang muridnya sebagian besar dari Indonesia ini wafat pada 15 Ramadhan 1425 H. Syekh Alawi juga merupakan sahabat Syekh Abdulqadir as-Sufi yang mempelopori pemberlakuan kembali dinar dan dirham sejak tahun 1992. Menurut Zaim Saidi, potensi pasar dinar dan dirham sendiri sangatlah besar. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai negara penghasil emas. Kapasitas produksi emas di Indonesia sekitar 3,8 juta ons pertahun, belum termasuk pertambangan rakyat. Ini setara dengan 30,3 juta dinar. Bila kuota jemaah haji sebesar 200 ribu orang dengan ONH senilai 350 gram emas (78 dinar), maka dinar yang akan beredar adalah 15,6 juta dinar, ditambah nilai Zakat, Infak, dan Shodaqah sekitar Rp 5 trilyun pertahun atau senilai 12,5 juta dinar. Total potensi peredaran dinar pertahun adalah di atas 28
juta dinar. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dari produksi emas dalam negeri. Dinar emas dan dirham perak juga dapat diperoleh dari hasil berdagang dengan bangsa lain. Sedangkan secara politis, menurut CEO Alami Vegetable Oil Malaysia Radhwan Alami, penggunaan dinar dan dirham mendesak karena dunia saat ini hanya mengenal satu alat tukar yakni dolar AS. "Mereka menyedot kekayaan negara lain dan menukarkannya hanya dengan kertas", tutur Radhwan pada acara Halal Bihalal Forindo (Republika, 26/11/ 2004). Gambaran pernyataan Radhwan ini seperti menimpa Indonesia yang dilanda berbagai bencana alam akibat sekian hektar hutan menjadi gundul setelah ditukar dengan hanya setumpuk kertas bertuliskan dolar. Dengan demikian, jika dulu penjajah Portugis, Belanda, dan Jepang mengerahkan pasukannya untuk mengambil seluruh kekayaan alam di Indonesia. Maka, para penjajah saat ini cukup dengan hanya mencetak uang kertas dolar. Kemudian, mereka menukarkannya dengan segala sesuatu yang mereka inginkan. Karena itu, di sinilah salah satu esensi pentingnya kembali kepada sistem keuangan Islam. Dowes Dekker pernah berkata, "Kalau tidak ada Islam, sudah lama kebangsaan yang sebenarnya lenyap dari Indonesia." (Alkisah, No. 23/ 8-21 Nov. 2004, hal. 115). Semoga pemberlakuan kembali dinar dan dirham menjadi bagian dari kiprah Depag pasca Program 100 hari pertama. Amin...Wallahu a'lam bisshowab. 3 (Nurman Kholis)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama
REORIENTASI PERAN PENGAWASAN DEP. AGAMA DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR BARU ada era reformasi, penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan dituntut semakin transparan sejak penyusunan kebijakan dan pelaksanaannya. Termasuk upaya menanggulangi praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), antisipasi terhadap pemborosan dan pembocoran keuangan negara, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan pemberantasan pungutan liar. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas Dep. Agama telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No. 01 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama. Inspektorat Jenderal Dep.Agama, di dalam Keputusan Menteri Agama tersebut termasuk mengalami restrukturisasi, dimana para Inspektur bidang menjadi Inspektur Regional, sementara jabatan struktural eselon III (Inspektur Pembantu) dan pejabat eselon IV (pemeriksa) menjadi jabatan fungsional yaitu Auditor. Dengan struktur yang baru diperlukan reorientasi tugas agar berjalan lebih efektif dalam rangka memberikan dukungan terhadap terselenggaranya pemerintahan yang bersih, terpercaya dan bertanggungjawab di lingkungan Dep.Agama.
P
Pelaksanan Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Agama menyelenggarakan pengawasan fungsional berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Agama dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengawasan oleh atasan langsung/pengawasan melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat pengendalian terus-menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara prefentif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan berjalan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (KMA 120 tahun 1995). Adapun Pengawasan ekstern dilakukan oleh BPKP dan BPK-RI. Tugas dan fungsi BPKP meliputi perumusan kebijakan pengawasan, koordinasi, dan pembinaan APFP, lain serta menyelenggarakan pengawasan keuangan dan pembangunan pada semua satuan organisasi/satuan kerja dan unit kerja yang lain yang sebagian atau seluruhnya menggunakan dana pemerintah. (Keputusan Kepala BPKP No. 80 Tahun 2001). Sedangkan tugas dan fungsi BPK-RI meliputi pemeriksaan terhadap tanggungjawab pemerintah tentang keuangan negara dan pelaksanaan APBN (U.U. R.I. Nomor 5 Tahun 1973).
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama Hasil audit dan tindaklanjutnya Pelaksanaan audit di lingkungan Departemen Agama semula didasarkan pada konsep ketaatan pada peraturan perundang-undangan, prosedur kerja, aspek administratif dan teknis serta bersifat uji petik dengan suatu asumsi bahwa setiap personil pada satuan kerja sudah memahami dan menguasai prosedur atau tata laksana kegiatan secara benar. Apabila ditemui penyimpangan saat audit berlangsung, keadaan yang demikian adalah suatu pengecualian karena ketidaktaatan dari oknum pelaksana di jajaran satuan kerja. Atas dasar konsep tersebut, maka terdapat kecenderungan hasil audit lebih banyak pengulangan temuan di berbagai tempat dan bersifat kasuistik. Kondisi demikian diperlukan upaya peningkatan pemeriksaan yang mampu menyelesaikan sebab hakiki dari berbagai temuan. Dengan struktur organisasi yang baru Inspektorat Jenderal Dep.Agama perlu menetapkan kebijakan pengawasan yang mampu mendorong terselengaranya pemerintahan yang baik (Good Gavernance). Melalui pengembangan sistem pengawasan, pelaksanaan audit secara komprehenship diharapkan dapat memberikan saran (rekomendasi) kepada Obyek terperiksa sehingga mampu menjamin terlaksananya tertib hukum, tertib administrasi sehingga dapat tugas pokok dan fungsi berjalan secara optimal. Pelaksanaan audit komprehensif yang berjalan selama ini masih ditemui berbagai kendala baik dari segi teknis
maupun dalam pembuatan pelaporan. Kendala yang bersifat teknis selama ini disebabkan belum adanya sistem yang baku atas audit komprehensif sehingga terjadi berbedaan persepsi antar para auditor dalam penerapan di lapangan, disamping sarana prasarana, keterbatasan dana, dan perangkat lunak lainnya. Kendala lain menyangkut struktur organisasi adalah belum adanya persamaan pemahaman dan penerapan struktur baru yang mengacu pada wilayah kerja pengawasan. Keberhasilan tugas aparat pengawasan selain terlihat dari kualitas hasil audit juga ditentukan oleh efektivitas penyelesaian tindak lanjut. Indikator keberhasilan pelaksanaan pengawasan antara lain berupa temuan hasil audit yang semakin berkurang dan tindak lanjut hasil audit yang tepat, cepat dan tuntas sehingga dapat meningkatkan konstribusi kepada manajemen obyek terperiksa dan jajarannya baik vertikal maupun horisontal. Oleh karena itu perlu penertiban sanksi bagi pimpinan obyek terperiksa yang lalai atau tidak menindaklanjuti/pelaksanaan saran tindaklanjut hasil audit Itjen Dep. Agama/aparat pengawasan fungsional pemerintah lainnya sesuai dengan KMA 203 Tahun 2002 poin I huruf C.nomor 13. Reorientasi Peran Pengawasan dalam Struktur Baru Struktur Itjen Dep. Agama yang baru perlu disikapi dengan berbagai kebijakan pengawasan dan mutu pelaporan. Beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai upaya reorientasi peran
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama pengawasan dalam struktur baru, antara lain:
an tindak pidana korupsi (UU.3 Tahun 1971 jo. 31 Tahun 1999).
Sebagai Pembina Pengawasan Itjen sebagai pengawas intern harus pro aktif melakukan perbaikan manajemen pengelolaan instansi/lembaga dan budaya kerja aparatur. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan perlu kiranya diperhatikan paradigma baru yaitu: a)Pengawasan, tidak mencaricari kesalahan melainkan identifikasi kesalahan/penyimpangan untuk perbaikan; b)Pengawasan, mengandung makna pemberian bimbingan pada kinerja organisasi dan bukan hanya proses administrasi; c)Pengawasan, tidak berorientasi pada jumlah, tapi mutu temuan dan pelaporan; d)Pengawasan kurang bermakna jika tidak ditindaklanjuti. Maka pemantauan tindak lanjut merupakan sub sistem dalam siklus kegiatan pengawasan.
Sebagai Evaluator Inspektorat Jederal dalam menyelenggarakan pengawasan fungsional harus dapat memberikan penilaian terhadap prestasi kerja pimpinan satuan organisasi; mengkaji peraturan perundang-undangan; mengevaluasi manfaat proyek-proyek yang telah selesai. Disamping itu juga dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil audit dan laporan pertanggungjawaban (akuntabilitas) pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Departemen di lingngungan Dep. Agama (Inpres No. 7 Tahun 1999/KMA 489 Tahun 2001). Untuk mendukung tugas tersebut, telah dikeluarkan Keputusan Inspektur Jenderal No.IJ/71/2002 tentang Standar Umum penilaian Indikator Kinerja pada Inspektorat Jenderal Dep. Agama dan Instansi Departemen Agama di Daerah.
Sebagai Pelaksana Pengawasan Dalam melakukan tugas pengawasan telah disusun kebijakan pengawasan yang diarahkan pada pelaksanaan audit yang terfokus pada pengukuran kinerja satuan organisasi bersangkutan sebagai implementasi dari akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Substansi sasaran audit diprioritaskan pada penilaian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta aspek pendukung lainnya. Disamping itu dilaksanakan pemeriksaan khusus/kasus sebagai tindaklanjut dari berbagai pengaduan masyarakat dan atau kelanjutan audit operasional/reguler karena adanya duga-
Sebagai Katalisator Dalam rangka mengembangkan mitra kesejajaran antara Pengawas dan Pelaksana maka dalam pelaksanaan tugas pengawasan Inspektorat Jenderal menetapkan visinya sebagai katalisator terselengaranya pemerintahan yang bersih dan terpercaya di lingkungan Dep. Agama. Katalisator dimaksud sebagai unsur yang senantiasa melakukan peran aktif dalam menyakinkan, menimbulkan dan mempercepat proses perubahan. Sedangkan pemerintahan yang berrsih dan terpercaya dimaksudkan
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama sebagai pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemantapan Peran Pengawasan Tercapainya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di bidang agama yang efektif, efisien, dan ekonomis sangat tergantung pada peran pengawasan. Untuk itu Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam struktur baru perlu melakukan langkah-langkah pemantapan peran sebagai berikut: Penataan Pola Pengawasan Penataan revalidasi pola pengawasan diupayakan melalui koordinasi yang terus-menerus baik intern pejabat eselon I pusat maupun antar aparat pengawasan fungsional terkait. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam Penyusunan Rencana Strategik Inspektorat Jenderal, Penyusunan Kebijakan Pengawasan dan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Kaitannya dengan penataan pola pengawasan, maka Itjen Departemen Agama saat ini perlu melakukan penajaman obyek/sasaran audit pada masingmasing Inspektur Regional dengan memperhatikan perkembangan dan permasalahan di wilayah yang sarat dengan praktik-praktik KKN, pemborosan keuangan negara, hambatan pelayanan masyarakat, dan pungutan liar. Peningkatan Mutu Aparat Pengawasan Keberhasilan tugas pengawasan
sebagai salah satu fungsi manajemen sangat terkait dengan kualitas aparat pengawasan. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua orang mampu menjadi auditor yang handal. Maka diperlukan persyaratan yang khusus untuk menjadi auditor. Lebih-lebih dengan terbitnya KMA 1 tahun 2001 di mana auditor merupakan jabatan fungsional, maka perlu peningkatan profesionalisme karena setiap auditor harus menguasai semua bidang kegiatan. Dengan demikian untuk melakukan audit di suatu satuan organisasi tidak perlu harus 5 orang, sesuai dengan aspek/bidang yang diaudit. Untuk menjadi auditor yang handal, diperlukan kemampuan berkomunikasi dengan baik, percaya diri, dan sanggup mempertahankan temuan berdasarkan bukti-bukti yang cukup dan relevan dari pihak auditan. Di samping itu harus mampu mengungkap penyebab dari masalah yang ditemukan dalam waktu singkat, guna memberikan rekomendasi yang tepat. Oleh karena itu, rekrumen calon auditor perlu dilakukan secara cermat dan terencana sejak penerimaan calon pegawai sebagaimana penerimaan calon hakim atau calon dosen dan tenaga fungsional lainnya. Disamping itu, perlu pembinaan kepada para pemeriksa secara terus menerus melalui beberapa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), motivasi, iklim kerja yang kondusif, dan keteladanan dari pimpinan sehingga para pemeriksa menjadi profesional, berdedikasi, dan memiliki integritas yang tinggi.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Fokus Utama Pengembangan Sistem Pengawasan Pengembangan sistem pengawasan merupakan program pokok dan terus diupayakan dalam rangka peningkatan kualitas pengawasan dan mutu pelaporan. Bentuk kegiatan yang telah dihasilkan yaitu KMA 101 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Dep. Agama, KMA 120 Tahun 1995 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, IMA Nomor 3 Tahun 1992, KMA 155 Tahun 2002 tentang Uraian Pekerjaan Inspektorat Jenderal, KMA 203 Tahun 2002 Standar Hukuman Disiplin Pegawai PNS berdasarkan PP.30 Tahun 1980,KMA Nomor IJ/87/2001 tentang Mekanisme Kerja Inspektorat Jenderal, KMA 3 tahun 1992 tentang Koordinator Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Fungsional di Lingkungan Departemen Agama di Daerah, IMA Nomor 03 Tahun 2002 tentang Koordinator Tindak Lanjut,Petunjuk Pelaksanaan yang berhubungan dengan pelaksanaan audit terpadu sebanyak 2 buah, pemeriksaan komprehensif 3 buah, desk audit 5 buah dan Pelaporan 1 buah. Adapun tata cara pelaksanaan pengawasan dan pelayanan administrasi pengawasan yang telah dihasilkan sebanyak 415 buah. Hal ini menunjukan perhatian dan komitmen pimpinan Inspektorat Jenderal dalam mengembangkan sistem
pengawasan guna menjadi pedoman dalam pelaksanaan pengawasan yang berdaya guna dan berhasil guna. Peningkatan Kemampuan Waskat Pada dasarnya pengawasan yang pertama dan utama adalah pengawasan dan pengendalian atasan langsung secara berjenjang. Untuk itu Waskat perlu terus ditingkatkan dengan menerapkan Sarwaskat melalui penggarisan struktur organisasi, perincian kebijakan, pelaksanaan rencana kerja, prosedur kerja, pencatatan hasil kerja, dan pembinaan personil yang dilakukan secara terus menerus. Sebagai aparat pengawasan intern Departemen Agama, Inspektorat Jenderal dalam struktur yang baru harus senantiasa meningkatkan perannya, tidak saja sebagai pelaku pengawasan, melainkan juga sebagai pembina dan penilai laporan akuntabilitas dalam rangka peningkatan kinerja di masa yang akan datang.3(Sugina)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini
PENGUKURAN DAN PENILAIAN KINERJA Oleh Nur Arifin ejak Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) diterapkan dalam pengelolaan negara kita istilah kinerja menjadi sesuatu yang ‘utama’. Sebab tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu instansi pemerintah diukur dari kinerjanya. Bahkan anggaranpun diberikan kepada instansi pemerintah berdasarkan rencana kinerja yang disusunnya. Hal ini karena orientasi kerja penyelenggaraan negara telah berubah. Selama ini orientasinya adalah ‘kegiatan apa’ yang dilakukan instansi negara. Saat ini orientasi berubah menjadi ‘hasil apa’ yang diberikan oleh negara. Hal inilah yang menyebabkan penyusunan anggaranpun berdasarkan kinerja atau hasil kerja yang direncanakan. Sistem seperti ini kemudian akrab dikenal dengan istilah anggaran berbasis kinerja (ABK). Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Dalam bahasa SAKIP "prestasi kerja" dikenal dengan istilah hasil kerja atau "kinerja".
S
Kinerja Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan - Balai Pustaka
(1996), kinerja diartikan sebagai suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja (peralatan). Dengan menggunakan arti dasar tersebut dan dimasukkan ke dalam konteks manajemen, kinerja dapat diartikan sebagai prestasi atau perilaku yang ditunjukkan seseorang atau suatu lembaga/organisasi pada saat ia melaksanakan tugas atau fungsinya. Indra Bastian (2001) mengatakan bahwa kinerja organisasi adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Sedangkan menurut John Suprihanto (1998) kinerja diartikan sebagai hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian atau hasil kerja suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi dengan cara membandingkannya dengan standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sebagai contoh, kinerja seorang dosen pada saat melaksanakan tugasnya sebagai pengajar mahasiswa antara lain berupa perilaku atau berbagai tindakan mengajar di ruang kelas. Do-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini sen tersebut mungkin menjelaskan suatu materi, menjawab pertanyaan yang diajukan mahasiswa, mengecek pemahaman, memberi tugas tertentu, atau menilai mahasiswanya. Kualitas prestasi atau perilaku yang ditunjukkan, baik dalam konteks kinerja individu ataupun lembaga/organisasi, dapat saja memenuhi sepenuhnya, sebagian, atau tidak sama sekali harapan dari para pelanggan (customer) atau mereka yang berkepentingan (stakeholders). Guna mengetahui sejauhmana kinerja seseorang atau lembaga/organisasi memenuhi harapan tertentu, perlu dilakukan proses penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan kegiatan membandingkan kinerja suatu lembaga/organisasi atau seseorang dengan suatu standar atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun, untuk dapat dibandingkan kinerja harus diukur lebih dulu. Pengukuran kinerja merupakan proses pengumpulan data atau informasi mengenai perilaku atau prestasi obyek yang diukur. Pengukuran dan Penilaian Kinerja Banyak orang yang menyamakan kedua kata ini dalam pengertian yang sama. Akan tetapi sesungguhnya kedua kata tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Untuk memahami apa perbedaan kedua kata tersebut, dapat digambarkan melalui contoh-contoh sebagai berikut. Seorang anak disuruh memilih satu dari dua pensil yang tidak sama panjangnya. Maka anak tersebut akan memilih pensil yang panjang, bukan yang pendek, kecuali ada alasan ter-
tentu. Ketika kita pergi ke toko buahbuahan, dan akan membeli buah jeruk sebagai misal, maka kita akan memilih jeruk yang besar, kuning, dan kulitnya halus. Hal tersebut dipertimbangkan berdasarkan pengalaman buah jeruk yang demikan memiliki rasa yang manis. Sedangkan jeruk yang kecil, hijau dan kulitnya kasar biasanya asam. Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, kita melakukan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Dari contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang, sedangkan contoh kedua kita menentukan mana jeruk yang baik dan manis. Untuk dapat menilai sesuatu perlu dilakukan sebuah pengukuran. Untuk mengukur panjang kedua pensil di atas, seorang anak bisa menggunakan dengan sebuah penggaris misalnya. Setelah diperoleh perbandingan panjang kedua pensil tersebut dilakukanlah penilaian, ‘ini pensil panjang dan ini pensil pendek’. Mana pensil yang panjang, itulah yang diambil. Untuk menilai mana jeruk yang manis, kita tidak menggunakan ‘ukuran manis’, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning dan kulitnya yang halus. Di sini kita membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu. Setelah itu kita menilai, menentukan pilihan mana jeruk yang paling memenuhi ukuran, itu yang kita ambil. Dengan demikian kita mengenal dua macam ukuran, yakni ukuran yang terstandar (meter, kilo meter, takaran, dan sebagainya), atau tidak terstandar (depa, jengkal, langkah) dan ukuran
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini perkiraan berdasarkan hasil pengalaman, contohnya, jeruk manis biasanya besar, kuning serta kulitnya halus. Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum memilih barang atau suatu benda, itulah yang disebut evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat melakukan penilaian sebelum melakukan pengukuran. Jadi mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (pengukuran bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (penilaian bersifat kualitatif) sedangkan evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai (Suharsimi Arikunto 2002:1-3). Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja adalah proses mengkuantifikasikan secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang telah dilaksanakan dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan. Efektivitas merupakan tingkat pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi menunjukkan seberapa ekonomis pemanfaatan sumberdaya untuk mencapai tujuan. Tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk mendapatkan informasi tentang tingkat efektivitas, efisiensi dan kesesuaian terhadap standar yang ingin direalisasikan. Konsep pengukuran kinerja meliputi: apa yang diukur, apa tujuan pengukuran, siapa yang mengukur, siapa yang menggunakan hasil pengukuran, kapan pengukuran dilakukan, di mana pengukuran dilakukan, bagaimana cara pengukurannya, dan apa pemanfaatan hasil pengukuran.
Sebagai bagian dari proses manajemen, audit kinerja yang dilakukan melalui proses pengukuran memiliki manfaat sebagai berikut. Pertama, pengecekan posisi kinerja. Mengetahui posisi kinerja organisasi sangat penting dalam rangka menetapkan langkah-langkah lanjutan menuju posisi kinerja yang akan dituju. Kedua, mengkomunikasikan posisi kinerja. Hasil pengukuran kinerja merupakan informasi berharga bagi berbagai pihak yang mempunyai kepentingan terhadap organisasi baik pihak internal maupun stakeholders. Ketiga, menetapkan prioritas tindakan. Posisi kinerja akan digunakan sebagai dasar penetapan tindak lanjut dengan mempertimbangkan aspek kinerja yang mempunyai nilai tambah paling besar agar dampak perbaikannya memberikan kontribusi signifikan.Keempat, memacu prestasi. Informasi kineja merupakan pemacu semangat berprestasi dan semangat perbaikan kinerja secara berkesinambungan. Keberhasilan pengukuran kinerja sangat ditentukan seberapa tepat sistem pengukuran telah ditetapkan. Prinsip utama dalam pengukuran kinerja adalah mengukur hal yang tepat dengan cara yang benar. Mengukur hal yang tepat berarti bahwa substansi yang diukur telah dirancang dan dipastikan kesesuaiannya dengan kontek organisasi baik dari segi tujuan, sasaran, ruang lingkup, lingkungan, program kerja dan hal-hal lain yang relevan. Sedangkan dengan cara yang benar berarti bahwa teknik pengukuran telah mengikuti kaidah-kaidah umum
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini cara pengukuran meliputi tersedianya standar, instrumen, petugas, penilaian yang memenuhi syarat akademik dan kewajaran. Oliver (1985) dalam Akhmad S Ruky (2002:30) memberikan gambaran penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan dan harus dihindarkan dalam mengembangkan sistem audit kinerja. Pertama, tidak adanya standar. Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi pengukuran kinerja yang obyektif. Sehingga yang terjadi hanyalah penilaian yang bersifat subyektif dengan mengandalkan perkiraan dan perasaan. Kedua, standar yang tidak relevan dan bersifat subyektif. Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa untuk menetapkan output atau outcome (hasil) yang diharapkan. Ketiga, standar yang tidak realistis. Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi merangsang motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih berpotensi untuk merangsang motivasi. Keempat, ukuran kinerja yang tidak tepat. Kelima, kesalahan penilai. Termasuk dalam kesalahan penilai adalah keberpihakan, perasaan sak wasangka, halo effect (terpengaruh oleh yang dinilai), kecenderungan untuk pelit atau sebaliknya, kecenderungan untuk memilih nilai tengah dan takut untuk menghadapi responden/auditan. Keenam, pemberian umpan balik secara buruk. Pada awal proses audit kinerja, standar harus dikomunikasikan kepada pihak yang diaudit untuk diketahui dan disepakati. Demikian pula seluruh proses dan hasil penilaian harus dikomunikasikan pula kepada pi-
hak yang dinilai. Ketujuh, komunikasi yang negatif. Proses penilaian ternyata terganggu oleh komuniksi yang didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan kekakuan pada pihak penilai dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai. Kedelapan, kegagalan untuk memanfaatkan data hasil penilaian. Kegagalan dalam menggunakan seluruh data yang diperoleh melalui proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan dapat menurunkan kredibilitas program audit yang telah ditetapkan. Kondisi kritis dalam setiap audit kinerja adalah implementasi tindak lanjut hasil audit. Penilaian kinerja Penilaian kinerja merupakan kegiatan membandingkan kinerja suatu lembaga/organisasi atau seseorang dengan suatu standar atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun untuk dapat dibandingkan kinerja harus ‘diukur’ lebih dulu. Larry D. Stout menyatakan bahwa penilaian kinerja sebagai proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses . Sedangkan James B. Whittaker menyatakan bahwa penilaian kinerja organisasi adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Mulyadi dan Johny Setyawan (2000:253) menyatakan penilaian kinerja diartikan sebagai ‘penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi,
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya’. Tujuan umum penilaian kinerja adalah untuk mengetahui gambaran kinerja suatu organisasi. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk mengetahui gambaran kinerja pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang organisasi, dan untuk mengetahui gambaran kinerja karyawan atau pimpinan organisasi. Manfaatnya adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana stratejik, program dan anggaran organisasi. Penilaian kinerja memiliki peran yang amat penting dalam rangka mengetahui apakah tujuan organisasi telah tercapai atau belum. Secara spesifik penilaian kinerja memerankan beberapa fungsi dan memberikan sejumlah manfaat. Penilaian kinerja akan memberi informasi yang sahih (valid) tentang kinerja organisasi secara menyeluruh. Baik berkaitan dengan kebijakan, strategi, program, ataupun kegiatan-kegiatan operasional organisasi. Tingkat keberhasilan masing-masing komponen organisasi tersebut dapat
terungkap melalui penilaian kinerja. Disamping itu penilaian kinerja dapat digunakan sebagai ‘sinyal’ tingkat kepuasan pelanggan organisasi, dapat berfungsi untuk kritik dan klarifikasi terhadap berbagai dasar pertimbangan dalam pengembangan organisasi, dan sebagai salah satu dasar pembuatan kebijakan organisasi. Penilaian kinerja juga dapat menjadi alat komunikasi antarkomponen organisasi dalam rangka perbaikan kinerja organisasi, dan atau antara organisasi dengan pihak eksternal tentang prestasi organisasi selama ini. Penilaian kinerja juga dapat digunakan sebagai petunjuk peningkatan atau perbaikan yang perlu dilakukan organisasi terhadap kinerja. Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh pihak eksternal maupun pihak internal organisasi. Penilaian oleh pihak eksternal cenderung akan memberikan obyektivitas yang lebih tinggi daripada bila dilakukan oleh pihak internal. Penilaian oleh pihak eksternal dapat dilakukan oleh lembaga independen dan profesional atau oleh pihak supra struktur/supra sistem dari organisasi yang bersangkutan. Sementara, penilaian oleh pihak internal cenderung lebih valid, karena penilai memahami permasalahan atau kondisi organisasi dengan baik. Permasalahan penilaian kinerja oleh pihak internal umumnya berupa ‘konflik kepentingan’.3
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini
DIKLAT SERTIFIKASI JABATAN FUNGSIONAL AUDITOR DAN REALISASI AUDIT Oleh Yati Nurhayati abatan Fungsional Auditor merupakan salah satu dari jabatan fungsional yang ada di lingkungan pemerintahan. Setiap jenis jabatan fungsional, memiliki aturan dan kode etik tersendiri. Pejabat fungsional dituntut profesional dalam profesinya tersebut. Seorang dokter harus profesional dibidangnya, seorang guru harus profesional dibidangnya. Salah satu perbedaan jabatan fungsional dengan jabatan struktural adalah bahwa kalau jabatan fungsional harus dilakukan oleh orang yang profesional dibidangnya, sedangkan jabatan struktural bisa dikerjakan tanpa tuntutan profesionalisme tertentu. Contoh, kegiatan audit hanya bisa dilakukan oleh pejabat fungsional auditor, tidak bisa dilakukan oleh seorang pejabat struktural, begitu juga jabatan fungsional guru, tidak bisa dilakukan oleh orang yang bukan berlatar belakang guru, kalaupun ada itu hanya pengecualian saja. Seorang fungsional peneliti, hanya bisa dilakukan oleh para peneliti, tidak bisa dilakukan oleh orang bukan peneliti. Akan tetapi untuk jabatan struktural bisa dilakukan oleh siapa saja asalkan memenuhi aturan yang berlaku. Sebagai yuridis formal, jabatan fungsional auditor diatur dalam Keputusan Menpan No. 19 tahun 1996 ten-
J
tang Jabatan Fungsional Auditor, Keputusan Presiden No. 87 tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil, Kepmenpan No. 17/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 9 April 2002 tentang Penyesuaian Penamaan Jabatan Fungsional Auditor, dan Keputusan Presiden No. 23 tahun 2002 tanggal 23 April 2002 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Auditor. Berdasarkan ketentuan tentang jabatan fungsional Auditor tersebut, ditetapkan jenjang jabatan fungsional auditor dan tunjangan jabatan berdasarkan jenjang jabatan tersebut. Setiap jenjang jabatan fungsional auditor, untuk kenaikan pangkatnya harus memenuhi angka kredit yang disyaratkan. Selain harus memenuhi angka kredit yang dipersyaratkan, untuk jabatan tertentu dipersyaratkan pula harus melalui sertifikasi yang ditentukan. Untuk bisa menjadi auditor, harus lulus sertifikasi jabatan auditor untuk anggota tim. Untuk bisa naik dari Jabatan Auditor Ahli Muda (III/c) menjadi Auditor Ahli Muda III/d, harus lulus sertifikasi Tk Ketua Tim. Untuk kenaikan dari Auditor Ahli Muda (III/d) menjadi Auditor Ahli Madya (IV/a) harus memiliki sertifikasi tingkat pengendali teknis (Dalnis). Dan dari Auditor Ahli Madya untuk bisa menjadi Auditor Ahli Utama harus lulus sertifikasi pengendali mutu (Daltu). Proses untuk bisa mendapatkan
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini sertifikasi dari masing-masing jenjang jabatan auditor tersebut, tidaklah mudah. Karena harus melalui ujian yang sulit dan tidak mudah untuk lulus. Pengalaman menunjukkan bahwa dari seluruh peserta yang mengikuti ujian utama, tidak lebih 10% dari peserta ujian yang langsung lulus semua mata ujian. Dan tidak mustahil kalau sudah mengikuti ujian ulangan sampai 3 kali pun juga masih ada yang tidak lulus dan akhirnya harus kena penalti atau tereliminasi untuk ikut diklat yang sama lagi. Suatu kenyataan bahwa dari 7 mata pelajaran yang diujikan dalam diklat sertifikasi untuk tingkat ketua tim, ternyata ada peserta yang tidak lulus sama sekali satu mata ujianpun. Kondisi ini terjadi pada semua tingkat diklat. Ini adalah realita yang harus jadi pertimbangan untuk bagaimana keberadaan diklat sertifikasi untuk masa mendatang. Selain kendala sulitnya untuk lulus, untuk bisa ikut diklat juga harus berkompetisi dari auditor lainnya yang juga berebut untuk mengikutinya, karena kesempatannya yang sangat terbatas. Permasalahan lainnya adalah bahwa substansi yang diperoleh selama diklat, baik itu diklat pembentukan sebagai anggota, sebagai ketua tim, sebagai pengendali teknis dan sebagai pengendali mutu, sangat sedikit sekali yang bisa diaplikasikan dalam pelaksanaan audit dilapangan. Substansi yang diajarkan dalam diklat sertifikasi jabatan fungsional auditor menurut tingkat diklat adalah sebagai berikut: Pertama, Tingkat Trampil anggota tim, materi diklatnya adalah: a)Dasar-dasar Audit; b)SAKN 1, SAKD 1 dan
SAKN 2, SAKD 2; c)Pengantar SPM; d)Akuntabilitas Instansi Pemerintah; e)Teknik Komuikasasi Audit; f)Kode Etik dan Standar Audit; g)pedoman Pelaksanaan anggaran. Kedua, Tingkat pindah jalur dari trampil menjadi ahli, materi diklatnya sebagai berikut: a)Auditing; b)SAKN 1, SAKD 1 dan SAKN 2, SAKD 2; c)Pengantar SPM. Ketiga, Tingkat Ahli anggota tim, materi diklatnya sebagai berikut: a)Auditing; b SAKN 1, SAKD 1 dan b)SAKN 2, SAKD 2; c)Pengantar SPM; d)Akuntabilitas Instansi Pemerintah; e)Teknik Komuikasasi Audit; f)Kode Etik dan Standar Audit; g)Pedoman Pelaksanaan anggaran. Keempat, Tingkat Ketua tim, materi diklatnya sebagai berikut: a)Reviu Kertas Kerja Audit; b)Sistim Informasi Manajemen; c)Kepemimpinan; d)Sampling Audit; e)Fraud Auditing; f)Teknik Penilaian SPM dan penyusunan PKA; g)Penulisan Laporan Hasil Audit. Kelima, Tingkat Pengendali Tekhnis, materi diklatnya sebagai berikut: a)Interpersonal skill; b)Ekonomi Makro; c)Manajemen Pengawasan; d)Supervisi Audit; e)Perencanan penugasan audit; f)Audit berpeduli Risiko; g)Etika dan Fraud dalam Audit. Keenam, Tingkat Pengendali Mutu, materi diklatnya sebagai berikut: a)Manajemen Pengawasan Stratejik; b)Kendali Mutu; c)Filosofi Audit; d)Kebijakan Pengawasan Dari seluruh tingkatan diklat sertifikasi Jabatan fungsional auditor, dikaitkan antara materi yang diajarkan dalam diklat dengan realisasi audit di lapangan, tidak banyak memberi kontri-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini busi dalam pencapaian tujuan dan fungsi audit. Hal ini karena dalam materi diklat lebih banyak bersifat teoritis yang kurang relefan untuk diaplikasikan dalam pelaksanaan audit, khususnya pada Departemen Agama. Suatu contoh, materi diklat Sistim Informasi Manajemen, materi ini boleh dibilang tidak ada yang bisa diaplikasikan dengan tugas auditor di lingkungan Dep. Agama. Untuk bisa menerapkan Sistim Informasi Manajemen, harus didukung dengan sarana komputer yang terakses di seluruh unit di lingkungan Dep. Agama mulai dari pusat sampai ke seluruh daerah, yakni akses yang bukan hanya bersifat Lokal Area Network (LAN), atau Metropolitan Areal Network (MAN), akan tetapi bersifat Wide Areal Network (WAN). Apabila dibandingkan antara hasil audit yang dilakukan oleh para auditor yang sudah mengikuti Sertifikasi Jabatan Auditor dengan yang belum mengikuti, kenyataannya tidak begitu membawa perubahan besar akan hasil audit, hal ini karena substansi materi diklat terlalu teoritis, sedangkan dalam praktek audit lebih banyak bersifat tek-
nis dan substansi bidang audit. Pada akhirnya diklat sertifikasi jabatan fungsional auditor hanya berfungsi sebagai upaya legalisasi profesi auditor dan persyaratan untuk kenaikan jenjang jabatan auditor. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi auditor, karena untuk mendapatkan legalisasi melalui sertifikasi tersebut sangat sulit untuk didapatkan. Justru hanya menghambat jenjang karir auditor dengan dijadikannya sertifikat itu sebagai persyaratan dalam kenaikan jenjang jabatan dan kepangkatan auditor. Salah satu penyebab sulitnya merealisasikan materi diklat adalah alokasi waktu audit yang sangat terbatas. Sementara mekanisme dan prosedur audit menurut ilmu audit dalam sertifikasi sangat prosedural dan butuh waktu yang sangat panjang. Sementara alokasi waktu yang disediakan dalam proses audit yang dilakukan pada Itjen Dep. Agama sangat terbatas. Dan faktor lain yang menyebabkan sulitnya untuk bisa merealisasikan materi diklat sertifikasi jabatan fungsional auditor dalam segala tingkatan dengan realisasi audit. 3
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni (kiri) dan Inspektur Jenderal Slamet Riyanto (kanan) saat memberikan pengarahan kepada pejabat eselon Itjen Dep. Agama. (doc.fp)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini
INTEGRITAS AUDITOR DALAM MELAKUKAN BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) Oleh Khairunnas, SH. Melakukan Berita Acara Pemeriksaan, bukanlah suatu tugas yang mudah, karena membutuhkan naluri untuk menilai orang dalam waktu yang sangat singkat, membutuhkan keberanian dan penguasaan substansi apa yang dipermasalahkan. Integritas Auditor dalam melakukan Berita Acara Pemeriksaan adalah integrasi dari berbagai unsur dalam profesi audit berkenaan dengan pekerjaan melakukan berita acara pemeriksaan.
etiap manusia dilahirkan berbeda satu dengan yang lainnya. Walaupun dilahirkan kembar sekalipun, tetap memiliki perbedaan antara keduanya. Perbedaan itu merupakan suatu hal yang pasti diciptakan Tuhan. Dari prinsip perbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, ada hal tertentu yang dituntut sama dalam suatu komunitas. Dari berbagai perbedaan tersebut, ada yang harus diintegrasikan menjadi suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu. Integritas adalah integrasi dari berbagai keberagaman dan unsur dalam suatu tugas dan fungsi tertentu. Auditor adalah suatu profesi yang memerlukan integritas dari berbagai unsur dalam mencapai tujuan audit. Salah satu bagian dari kegiatan audit adalah melakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Integritas auditor dimaksud di sini adalah integrasi dari berbagai unsur dalam profesi audit oleh auditor dalam melakukan BAP berkenaan dengan pembuktian suatu penyimpangan dan atau kesalahan, dalam rangka memenuhi standard audit dan pencapaian tujuan audit. Suatu jabatan profesi, dituntut profesionlisme dari pemangku jabatan profesi tersebut. Seseorang
S
bisa dikatakan profesional, apabila dia menguasai profesi tersebut. Untuk bisa mengusai profesi itu, harus mampu mengintegrasikan berbagai unsur dalam profesi itu. Unsur yang perlu dalam suatu profesi audit, kaitan dengan melakukan BAP, adalah kemampuan substansi audit, skil, kemampuan fisik, keberanian, komitmen, kejujuran, objektifitas, dan independen. Banyak hal yang mempengaruhi untuk bisa mencapai kesempurnaan integrasi auditor dalam melakukan BAP tersebut, seperti sifat/watak seseorang yang diperiksa belum kita ketahui, kemampuan auditor yang berbeda, pengaruh dan intervensi berbagai pihak. Sementara tujuan yang dicapai dari suatu kegiatan audit khususnya dalam BAP, sangat dituntut dari semua unsur tersebut bisa di integrasikan. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) BAP adalah proses kegiatan pemeriksaan untuk mendapatkan pembuktian atas dugaan suatu kesalahan, untuk mengetahui sebab atau yang melatarbelakangi terjadinya suatu penyimpangan. Dalam aturan kepegawaian, BAP merupakan salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman kepada seseorang apabila hukuman yang dijatuhkan tingkat sedang dan
Fokus Pengawasan, Nomor4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini berat. Hal ini diatur dalam PP No. 30 tahun 1980 pasal 9 ayat (2) huruf b;"pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan: secara tertulis (berita acara) apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) dan ayat (4)". Apa yang tertulis disini maksudnya adalah dalam BAP secara tertulis. Adapun jenis hukuman sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) adalah tingkat hukuman disiplin sedang, yang terdiri atas: a)Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun. b)Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun; dan c)Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4); terdiri atas: a)Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun; b)Pembebasan dari jabatan; c)Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; d)Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sebagai pedoman untuk mengetahui pertimbangan dari pejabat yang berwenang disini (kaitan dengan jenis hukuman), dapat berpedoman pada KMA No. 203 tahun 2002. Dalam KMA No. 203 tahun 2002 tersebut terdapat standar tingkat kesalahan dengan tingkat hukuman atas kesalahan tersebut. Suatu contoh apabila kesalahannya berupa tindak pemalsuan yang merugikan keuangan Negara, maka hukumannya dalam KMA 203 tahun 2002, pe-
lakunya dapat diberhentikan. Kalau sudah tahu akan diberhentikan, maka yang bersangkutan harus di BAP sebagai prosedur dan persyaratan proses penjatuhan hukuman pemberhentian tersebut. Apabila yang bersangkutan sudah diindikasikan untuk diberhentikan, namun tidak di BAP, maka auditor sudah menyalahi prosedur audit serta penjatuhan sangsi atas pelakunya tersebut bisa dibatalkan. Apabila prosedur tersebut tidak ditempuh, maka pejabat yang menjatuhkan hukuman bisa dituntut di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Tujuan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) adalah untuk mengetahui apakah PNS yang bersangkutan benar atau tidak melakukan pelanggaran disiplin serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan ia melakukan pelanggaran disiplin itu. Pemeriksaan harus dilakukan dengan objektif dan lengkap, sehingga dengan demikian pejabat yang berwenang menghukum (sebagaimana pada KMA No. 489 tahun 2003) dapat mempertimbangkan dengan seadil-adilnya tentang jenis hukuman disiplin yang akan dijatuhkan. Selain itu BAP dapat digunakan setiap saat apabila diperlukan. Proses pemeriksaan dengan BAP ini dilakukan secara tertutup, karena azas praduga tidak bersalah, PNS yang diperiksa tersebut belum tentu terbukti bersalah. BAP ini hanya dapat dikatahui oleh pejabat yang berwenang dan berkepentingan karena sifatnya rahasia. Dalama melakukan BAP, ada dua substansi pertanyaan yang harus dapat diungkap. Pertama pengakuan atas dugaan yang dituduhkan (benar atau tidak benar) telah terjadi penyimpangan. Kedua sebab terjadinya perbuatan penyimpangan tersebut. Dari
Fokus Pengawasan, Nomor4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini dua hal yang harus diketahui dari BAP tersebut, akan mempengaruhi berat ringannya hukuman seseorang. Apabila diakui telah melakukan perbuatan penyimpangan atau pelanggaran, kemudian terjadinya disebabkan karena bukan kesalahannya, maka ini jadi pertimbangan untuk jenis hukuman yang akan diberikan dapat ringan. Apabila terjadinya penyimpangan tersebut karena murni kesalahan dan kelalaian dari pelaku penyimpangan, maka kondisi ini bisa memperberat jenis hukuman yang akan dijatuhkan. Selain dari substansi yang harus diungkap melalui BAP tersebut, juga ada pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya wajib ditanyakan. Ini maksudnya adalah untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi setelah dilakukan BAP. Pertanyaan-pertanyaan yang wajib ditanyakan dalam BAP tersebut terdapat pada pertanyaan pembukaan dan pertanyaan penutup, disamping pertanyaan yang menyangkut dugaan substansi penyimpangan. Jadi paling tidak ada tiga kelompok pertanyaan dalam BAP, yaitu: 1)Pertanyaan pembukaan; 2)Pertanyaan substansi dugaan penyimpangan; dan 3)Pertanyaan penutup. Pada pertanyaan pembukaan ada beberapa pertanyan yang harus ditanyakan, yaitu menyangkut kesehatan dari orang yang diperiksa, kesediaan diperiksa untuk kepentingan dinas, sumpah/janji sebagai PNS. Pertanyaan mengenai sumpah/janji ini maksudnya adalah bahwa jawaban yang disampaikan berada dibawah sumpah yang bersangkutan sebagai PNS. Dengan kata lain apabila dia tidak memberikan keterangan jujur, berarti dia sudah melangar sumpah. Selain pertanyaan diatas, pertanyaan pembuka lainnya adalah tentang riwayat pekerjaan dari yang bersangkutan. Ini maksudnya
adalah untuk menentukan berat ringannya hukuman. Apabila yang bersangkutan sudah pernah berpengalaman disuatu bidang tugas pekerjaan, dan terjadi penyimpangan, berarti kesalahannya ada unsur sengaja. Dari masing-masing pertanyaan dalam BAP, baik pertanyaan pembuka, pertanyaan penutup dan pertanyaan menyangkut substansi, memiliki arti dan makna yang sangat besar. Integritas auditor dalam melakukan BAP Pekerjaan audit merupakan profesi yang menghasilkan perubahan dari kondisi kurang baik menjadi baik. Menyelaraskan suatu keadaan menyimpang kepada yang semestinya atau seharusnya menurut aturan yang ditetapkan. Proses dan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam audit tersebut, harus sesuai dengan prosedur dan standar audit yang telah ditetapkan serta kode etik audit itu sendiri. Dalam menetapkan hasil audit juga dituntut bukti dan data yang relevan, kompeten, materil serta nilai yang cukup. Salah satu rangkaian kegiatan audit dalam mendapatkan alat bukti yang sah atau kompeten adalah dituangkan dalam bentuk BAP. Dalam melakukan BAP tersebut, sangat dituntut beberapa unsur yang harus diintegrasikan guna mencapai kesempurnaan proses dan hasil audit. Unsur-unsur yang harus diintegrasikan oleh seorang auditor dalam melakukan BAP sebagaimana yang disebutkan diatas, adalah sebagai berikut: Pertama, kemampuan substansi Audit. Setiap auditor dalam melakukan BAP, harus menguasai dan mengetahui substansi tentang dugaan penyimpangan yang telah dilakukan. Adalah suatu keharusan dan modal utama bagi seorang auditor sebelum melaku-
Fokus Pengawasan, Nomor4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini kan BAP untuk menguasai kasus atau penyimpangan yang dilakukan. Seorang auditor akan mengatakan suatu kondisi tidak sesuai atau salah apabila dia telah mengetahui yang benar atau yang seharusnya. Dengan telah diketahui dan dipahaminya substansi penyimpangan yang dilakukan, maka dari sanalah sorang auditor akan mempertanyakan kepada orang yang akan diperiksa. Upaya yang harus dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan bukti dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang adalah dengan menelusuri kepada berbagai pihak yang terkait dengan penyimpangan yang telah terjadi. Atau dengan kata lain mendapatkan data dan bukti atas perbuatan penyimpangan yang dilakukan. Setelah dimilikinya bukti penyimpangan yang dilakukan, maka baru dilakukan pemeriksaan dengan berita acara pemeiksaan. Kedua, kemampuan fisik auditor. Selain meguasai substansi audit, seorang auditor juga harus memiliki fisik yang kuat, dan tidak sakit-sakitan. Hal ini terkait dengan pencarian alat bukti di lapangan yang harus dilakukan. Tidak semua alat bukti dan data pendukung dugaan penyimpangan yang dilakukan seseorang dengan mudah didapatkan, mungkin kita harus mendatangi masyarakat yang lokasinya jauh dari pusat kota, untuk menuju lokasi yang jauh tersebut sangat dibutuhkan kondisi fisik yang kuat. Suatu contoh dalam kasus penipuan terhadap calon pelamar CPNS, dimana lokasi pelamar atau orang yang ditipu tersebut berada di pedesaan. Untuk itu kita butuh bukti dan keterangan dari orang tersebut, dan kita sebelum melakukan BAP kepada tersangka, kita harus mendatangi korban tersebut yang berada di daerah pede-
saan. Ketiga, keberanian. Keberanian seorang auditor sangat diperlukan dalam segala hal, baik yang menyangkut dengan resiko tugas keauditoran maupun keberanian menghadapi kondisi daerah yang berbeda satu sama lain. Keberanian dalam melaksanakan tugas keauditoran disini maksudnya berani menghadapi resiko atas pekerjaan audit, karena dari hasil audit yang dilakukan adakalanya berdampak pada pribadi seseorang, umpamanya dari hasil audit seseorang harus diberhentikan dan atau dibebaskan dari jabatan. Hasil ini pasti tidak disenangi oleh pihak yang diberhentikan atau dibebaskan dari jabatan. Kemungkinan yang timbul adalah komflik personal dan atau tuntutan melalui jalur hukum (PTUN). Seorang auditor harus berani menghadapi kemungkinan resiko seperti ini. Keberanian dalam menghadapi kondisi daerah yang asing bagi seorang auditor, resiko kemungkinan seperti ini kecil terjadi, namun tetap dituntut keberanian jika menghadapi kondisi yang membahayakan. Contoh berkenaan dengan ini adalah melaksanakan tugas pada daerah komplik seperti Ambon, Irian Jaya dan NAD. Melaksanakan tugas pada daerah-daerah tersebut butuh keberanian seorang auditor. Disamping itu keberanian menghadapi seseorang yang memiliki watak dan kepribadian yang keras. Banyak penulis temui di daerah orang yang diperiksa memiliki watak dan sikap mental yang keras. Tidak mau diperiksa dan kalau diperiksa auditornya diancam untuk dicelakai. Selain keberanian untuk menghadapi hal diatas, juga sangat dituntut keberanian dalam menghadapi orang yang akan di BAP tersebut apabila dia adalah seorang pejabat tinggi. Ini merupakan kendala atau kesulitan yang harus
Fokus Pengawasan, Nomor4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini dapat diatasi. Keempat, komitmen. Auditor dituntut komitmen dalam menjalankan tugas sesuai dengan fungsi dan tujuan tugasnya. Seorang auditor harus berpegang pada idealisme yang tinggi, sepanjang ada dasarnya. Tidak mudah goyah dan pengaruh oleh keadaan. Kaitan dengan melakukan BAP adalah adanya peluang dan godaan untuk bisa terpengaruh dengan orang yang diperiksa. Tidak mudah terpengaruh dengan segala hal yang mempengaruhi, harus senantiasa berpegang pada prinsip bahwa tujuan tugas adalah yang utama. Kelima, kejujuran. Selain memiliki komitmen, seorang auditor harus jujur dalam menjalankan tugasnya. Jangan melaksanakan tugas atau melakukan BAP karena adanya target yang harus dipenuhi. Dalam melakukan BAP sangat mungkin terjadi kolusi antara yang di BAP dengan yang melakukan BAP. Bisa saja dia akan memperjual belikan temuan, negosiasi dengan auditan. Seorang auditor, baik kaitan dengan melakukan BAP terhadap pelaku penyimpangan ataupun dalam kegiatan audit lainnya sangat dituntut kejujurannya dalam menjalankan tugas profesi audit. Keenam, objektivitas. Objektifitas berarti tidak memihak. Seorang auditor harus objektif dalam melaksanakan tugas. Apabila tidak objektif dalam bersikap, pasti ada pihak yang akan dirugikan. Seorang auditor harus berpedoman pada aturan dan ketentuan yang berlaku, tidak memihak, baik kepada auditan maupun pihak lain. Dengan kata lain bahwa auditor harus bersikap netral, hanya mengacu pada ketentuan yang berlaku. Ketujuh, independen. Seorang
auditor harus independent, artinya tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun. Melaksanakan tugas tanpa tekanan dan misi tertentu selain tujuan audit itu sendiri. Kalau auditor melakukan BAP dibawah tekanan atau pengaruh pihak tertentu, hasilnya pasti tidak objektif. Oleh karena itu seorang auditor benar-benar harus independen dalam melaksnakan tugasnya. Bekerja tidak dibawah intervensi dan tekanan dari manapun. Kedelapan, selain 7 unsur diatas yang harus diintegrasikan dalam melakukan BAP oleh seorang auditor, yang juga penting dimiliki adalah skiil atau keterampilan untuk membaca dan menilai orang yang di BAP tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Pada waktu awal melihat dan bertemu dengan orang yang akan di BAP, kita harus bisa membaca dan menilai bagaimana kondisi orang tersebut dan harus bagaimana kita menghadapinya. Jangan sampai seorang auditor berada di bawah kendali dan tekanan orang yang diperiksa. Secara psikologis seorang auditor harus merasa diatas orang yang diperiksa, walaupun dia seorang pejabat atau pimpinan kantor. Setelah kita mengetahui kondisi psikologis seseorang yang akan di BAP, kita harus menentukan sikap bagaimana kita harus menghadapinya, adakalanya kita harus bersikap tegas dan keras dan adakalanya kita harus dengan lemah lembut, sepanjang sesuai dengan kode etik dan norma kesopanan. Perlakuan kita terhadap orang yang di BAP tersebut, harus selalu pada prinsip praduga tidak bersalah, karena hal ini akan berpengaruh pada emosional dari orang yang diperiksa. 3
Fokus Pengawasan, Nomor4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini
Membangun Paradigma Baru Pengawasan Oleh Feriantin Erlina enyelenggaraan pemerintahan yang bersih merupakan prasyarat untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam tujuan berbangsa dan bernegara. Good and Clean Goverment (GCG) merupakan sistem pengelolaan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip transparasi, partisipasi dan akuntabel. Untuk mewujudkan hal tersebut maka setiap bagian dalam organisasi pemerintahan harus dapat menyajikan kinerja yang dapat di ukur dan di nilai oleh segenap masyarakat. Menyikapi tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, Inspektorat Jenderal sebagai fungsi pengawasan fungsional di lingkungan Departemen Agama, perlu melakukan perubahan pola pikir (mind set) dari jajarannya untuk lebih memahami dan memaknai fungsi pengawasan secara lebih luas dan modern. Berbeda dengan fungsi pengawasan tradisional, fungsi pengawasan modern tidak hanya terpaku pada bagaimana menemukan kesalahan auditan sebanyak mungkin (hanya dilihat dari aspek kuantitas temuan oleh pihak internal auditor), tetapi menurut Eddie M Gunadi, Chairman Forum for Coorporate Governance in Indonesia (FCGI) fungsi pengawasan diupayakan untuk lebih mengacu kepada kedua aspek yaitu; pertama pemeriksaan dan konsultasi. Kedua efektivitas penge-
P
lolaan resiko melalui risk based auditing, control and governance process. Assurance dan consulting dalam konsep pengawasan modern lebih menekankan kepada bagaimana memberikan pelayanan kepada organisasi secara menyeluruh, mulai dari atas sampai yang paling bawah. Sedangkan aspek pengelolaan resiko melalui risk based auditing, control dan governance processes, lebih kepada fungsi kontrol dalam pelaksanaan Good and Clean Goverment. Pemahaman atas kedua aspek tersebut terutama dalam era yang mengedepankan transparansi, dimata penulis sangatlah essential dan saling berkaitan satu sama lain, terutama untuk menciptakan Good and Clean Goverment. Assurance and consulting dalam konsep pengawasan menunjukkan bahwa praktik yang menjadi tugas internal auditor semakin luas dan lebih luas daripada istilah “pemeriksaan” semata sebagaimana dalam konsep pengawasan tradisional, sedangkan consulting services merupakan added value. Seperti di Inspektorat Jenderal Departemen Agama yang dalam melakukan audit tidak hanya berperan sebagai pengawas jalannya roda organisasi Depag baik pusat maupun daerah (watch dog), melainkan lebih kepada peran consultant dan katalis yang me-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Opini ngacu pada SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi) Dengan demikian, adanya penambahan aspek yang tanpa mengurangi makna dari pengawasan itu sendiri, menjadikan indikator keberhasilan internal auditor bukan semata dari jumlah temuan melainkan dari ukuran sejauh mana internal auditor dapat membantu rekan sekerjanya mengatasi permasalahan atau resiko (counselling patner) yang timbul seperti praktik suap, mark up dan korupsi. Paradigma baru pengawasan adalah konsep yang saat ini diyakini sangat tepat dan bagus untuk memberantas maraknya praktek suap dan korupsi yang merasuk di banyak birokrasi pemerintahan. Untuk membangun paradigma baru tersebut menurut hemat penulis tidaklah mudah serta merta dapat dilakukan. Dibutuhkan waktu dan komitmen bersama untuk memaknai kembali hakekat fungsi pengawasan. Apalagi untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal sebagai tempat bernaungnya para auditor sehingga mencapai kinerja yang optimal, selain diperlukan komitmen bersama di antara jajaran Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan, mulai dalam hal perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring, diperlukan pula sarana dan prasarana teknologi informasi (IT) yang mampu menunjang fungsi koordinasi, kolaborasi dan informasi pengawasan baik secara horisontal maupun vertikal. Namun lebih dari itu, yang terpenting dan menjadi tantangan di Inspek-
torat Jenderal Departemen Agama adalah kesiapan dan pemantapan sumber daya manusianya, SDM dalam era informasi ini merupakan aset yang diharapkan mampu merubah sesuatu yang statis menjadi dinamis, hal tersebut menunjukkan pada semakin pentingnya peran karyawan dalam instansi pemerintahan, dimana diharapkan mereka mampu meningkatkan secara terus menerus pengetahuan dan kreatifitasnya untuk memajukan instansi tersebut. Untuk menciptakan SDM tangguh dan profesional, yang dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab, Menpan Taufik Effendi dalam waktu dekat ini akan memberlakukan kontrak kerja bagi PNS, kontrak kerja ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menghilangkan kesan negatif masyarakat terhadap kinerja aparat dan pegawai. Kontrak kerja nanti diharapkan mampu menampilkan performance yang baik dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, kontrak kerja tersebut berisikan tentang kesediaan dari para pejabat dan pegawai pemerintahan untuk mentaati semua aturan kerja, serta sumpah untuk tidak melakukan tindakan yang terkait dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Pelanggaran terhadap kontrak kerja ini akan dikenai sanksi teguran sampai dengan pemberhentian. Selamat berjuang, semoga kita dapat menjadikan Departemen Agama menjadi Departemen terbaik di Indonesia. 3
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
PPA
PERAN GURU TERHADAP SISWA DALAM MEREALISASIKAN PPA Oleh Nurman Kholis
“Sesungguhnya nasehat guru dan dokter tidak akan berguna bila keduanya tidak dimuliakan. Bersabarlah terhadap penyakitmu saat berobat kepada dokter, dan akuilah kebodohanmu saat belajar kepada guru" erdasarkan kata-kata hikmah ini, peran guru kepada murid seperti peran dokter kepada pasien. Guru menjadi penyembuh penyakit ruhani (mental) sedangkan dokter untuk penyakit jasmani (fisik). Seperti dinyatakan dalam katakata hikmah tersebut, guru disebut terlebih dahulu sebelum dokter. Ini menunjukkan bahwa pendewasaan ruhani harus didahulukan sebelum pendewasaan jasmani. Karena itu, Rasulullah saw bersabda, "carilah ilmu dari mulai buaian hingga ke liang lahat". Hadits ini tentu tidak dimaksudkan agar bayi yang baru lahir harus segera mencari ilmu. Karena belum bisa berbuat apaapa, kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab orang tuanya untuk mencarikan ilmu bagi anaknya. Menurut Syekh az-Zarnuji dalam kitab Ta'limul Muta'alim, kewajiban menuntut ilmu bagi stiap Muslim bukan mempelajari segala macam ilmu. Ilmu yang paling utama adalah ilmul hal dan amal yang paling utama adalah menjalankan amal yang diwajibkan pada saat itu. Karena itu, setiap muslim wajib menuntut ilmu sesuai kondisi yang dibutuhkannya. Bila ia telah berkewajiban menjalankan salat maka berarti ia
B
wajib mengetahui ilmu tentang salat sehingga ia benar dalam melaksanakan salatnya. Maka menjadi wajib memahami ilmu tentang puasa karena kewajban hukum puasa, wajib menguasai ilmu zakat jika dia berharta, wajib mengetahui manasik haji jika ia mampu berhaji, dan wajib menguasai ilmu perdagangan jika dia berdagang. Namun, sebelum mempelajari ilmu-ilmu yang lain, seorang guru harus mengajarkan terlebih dahulu niat yang benar dalam mencari ilmu. Syekh az-Zarnuji dalam kitab yang sama juga menyatakan, ketika menuntut ilmu hendaklah berniat mencari ridha Allah ta'ala, mengharap kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan dalam diri dan orang lain, menghidupkan din (agama), dan melestarikan Islam. Sebab, keabadian Islam adalah dengan ilmu. Dengan demikian, ilmu yang pertama kali wajib dipelajari seorang murid adalah Ilmu Tauhid (mengenal Allah disertai dalil-dalilnya). Bila ilmu tauhid ini dipahami dengan benar oleh seorang murid, maka ia akan menyadari dirinya hanyalah sebagai makhluk (yang dicipta). Ia pun akan merasa diawasi kholik (pencipta) yang diwujud-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
PPA kan dengan akhlak (perbuatan) yang benar. Karena itu, akhlak terjadi melalui sejauhmana hubungan antara makhluk dengan khaliknya. Dalam hal ini, Abu Hanifah yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi merupakan salah satu sosok seorang murid yang berakhlak mulia. Hal ini seperti yang pernah dikatakannya, "Aku dapat memperoleh ilmu dengan bersyukur mengucapkan alhamdulillah. Setiap kali aku paham dan menguasai fiqih dan hikmah pastilah aku ucapkan alhamdulillah. Maka ilmuku selalu bertambah." Dengan demikian, bila seorang guru berhasil mendidik dan memberi keteladanan kepada muridnya dengan baik dan benar, maka muridnya akan mampu bersyukur baik dengan lisan, hati, perbuatan dan hartanya. Ia pun benar-benar akan menyadari, bahwa kepahaman, ilmu, dan taufik adalah dari Allah ta'ala. Si murid pun akan mengakui bahwa hanya Allah Yang Maha Kuasa. Ia pun sekali-kali tidak akan berpegang teguh kepada kemampuan diri dan akalnya saja tetapi menyerahkan segalanya kepada Allah dan memohon kebenaran dari-Nya. Berdasarkan paparan di atas, pengenalan terhadap Allah akan menentukan sejauh mana akhlak seorang manusia. Bila seseorang, sekelompok orang, atau seluruh manusia memilki akhlak yang baik dan benar, maka ia akan mengenal Allah itu adalah satusatunya rabbul 'alamin (pengatur semesta alam). Mereka pun akan diberi kemampuan oleh Allah untuk mengatur alam ini. Sebaliknya, bila manusia tidak mau mengenal Allah atau salah
dalam mengenal-Nya, maka manusia tidak akan mampu mengatur bahkan justru akan menjadi perusak alam ini. Dalam hal ini, segelintir ulama yang datang ke Nusantara pada abad ke-7 yang silam merupakan salah satu dari sekelompok orang yang mampu mengenal Allah dengan baik dan benar. Mereka pun mewariskan ilmu tauhid yang mereka pelajari kepada generasi selanjutnya secara turun-temurun. Hingga secara bertahap, mereka dapat mewujudkan ajaran Islam yang berisi rahmat bagi semesta alam. Selanjutnya, mereka berhasil mempersatukan penduduk Nusantara yang terdiri dari sekian pulau, budaya, dan bahasa serta berbagai keanekaragamaan lainnya ke dalam satu wilayah. Mereka juga tidak memaksakan kehendaknya kepada penganut agama lain untuk memasuki agama Islam, sebagaimana perintah Allah, "Tidak ada paksaan dalam agama (Islam)." Pada akhirnya Islam menjadi agama yang dianut sebagian besar penduduk di Nusantara, meskipun letaknya sangat jauh dari Arab yang penduduknya kemudian terpecah ke dalam berbagai negara meskipun satu bahasa dan satu daratan. Para ulama berjuang selama tiga setengah abad lamanya untuk mempertahankan Nusantara ini dari penjajah Portugis, Belanda, dan Jepang yang berusaha mengambil kekayaan alam di Nusantara ini dengan cara yang bathil. Semua itu mereka lakukan demi mempertahankan ajaran Islam yang memberi rahmat, bukan hanya kepada umat Islam saja juga kepada umat lainnya, kepada binatang, dan pepohonan, khususnya yang ada di
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Randang Nusantara. Demikian gambaran jasa para ulama dan murid-muridnya yang mampu mengenal Allah dengan benar. Mereka mampu menjalankan Alquran dan asSunnah dengan bimbingan para ulama. Para ulama ini merupakan murid para ulama sebelumnya yang bersambung hingga Rasulullah saw. Mereka mampu berbuat adil atau meletakan sesuatu pada tempatnya. Semua itu bermula dari pengenalan mereka terhadap Allah. Ketika nama Allah disebut maka bergetarlah hati mereka. Mereka pun mampu menggetarkan hati para penduduk di Nusantara ini hingga memeluk Islam secara sukarela. Mereka juga sangat paham betul, Nusantara merupakan kepulauan. Bahkan sebagian besar adalah kepulauan yang kecil-kecil. Karena itu mereka berusaha agar populasi pepohonan di wilayah Nusantara ini terjaga. Hal ini mereka lakukan dengan memprioritaskan pertanian sebagai mata pencarian bagi penduduk Nusantara. Mereka juga memahami, keadaan alam di Nusantara berbeda dengan Arab, Afrika, dan Eropa. Ketiga kawasan ini merupakan tanah daratan sehingga bila dijadikan lahan industri tidak mengganggu keseimbangan alam di sana. Hal ini berbeda dengan Nusantara. Bila pepohonan yang ada di pulaupulau di Nusantara yang kecil-kecil ini ditebang maka pepohonan yang berfungsi sebagai pasak bagi bumi menjadi berkurang. Akibatnya, pulau-pulau
tersebut akan rentan terhadap banjir, kemarau, gempa bumi, dan sebagainya. Karena itu mereka mengembangkan sektor pertanian. Di samping dapat menjaga kebutuhan primer penduduk Nusantara, hal ini juga dapat menjaga kelestarian alam. Lalu, bagaimana yang terjadi sejak 100 tahun, 10 tahun dan 1 tahun belakangan ini? Apakah kaum muslimin di Nusantara dapat menjaga kelestarian alam atau sebaliknya selalu ditimpa bencana alam? Bagaimana niat dalam belajar para generasi mudanya? Apakah seperti dinyatakan Syekh az-Zarnuji yang mengatakan, "ketika menuntut ilmu hendaklah berniat mencari ridha Allah ta'ala, mengharap kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan dalam diri dan orang lain, menghidupkan din (agama), dan melestarikan Islam. Sebab, keabadian Islam adalah dengan ilmu". Atau para generasi mudanya selalu dirangsang untuk memiliki niat mencari ilmu untuk "mengejar ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat" sementara yang dikejar semakin tidak terkejar? Atau para generasi kaum Muslimin selanjutnya sudah menganggap kuno, kolot atau kampungan terhadap kitab Ta'limul Muta'alim? Bukankah kitab ini merupakan salah satu kitab yang memasyarakat sekian abad lamanya di Nusantara ini? Selanjutnya, lihatlah lahan-lahan subur di Nusantara saat ini. Dimiliki siapa dan dinikmati siapa lahan-lahan tersebut? 3
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Randang
INSTRUKSI MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENINGKATAN PELAYAAN PERNIKAHAN PADA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang berlaku Pada Departemen Agama, dipandang perlu mengeluarkan instruksi pelaksanaannya.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk (Lembaran Negara Tahun 1946 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 694); 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk di seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura (Tambahan Lembaran Negara Nomor 694); 3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019); 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3250); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Agama (Lembaran Negara Tahun 2000 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3979); 7. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Randang
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2004; Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2004; Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Departemen Agama yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2002; Keputusan Bersama Menteri Agama dengan Menteri Luar Negeri Nomor 589 Tahun 1999 dan Nomor 182/OT/X/99/01 Tahun 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perkawinan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri; Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama; Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penetaan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan; Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 480 Tahun 2003; Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/42/M-PAN/4/2004 tentang Jabatan Fungsional Penghulu; Keputusan Menteri Agama Nomor 301 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penghulu. MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada
:
Untuk Pertama
: :
Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi seluruh Indonesia Memerintahkan kepada Kepala KUA lingkungannya masing-masing untuk:
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Kecamatan
di
Randang 1. tidak memungut biaya tambahan terhadap pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan sebesar Rp30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) sebagaimana ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2000; 2. tidak memungut biaya tambahan terhadap biaya bedolan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan; 3. membebaskan biaya pencatatan nikah bagi pasangan calon pengantin yang tidak mampu dengan menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desa/Lurah; 4. mendorong pertumbuhan kreativitas masyarakat di bidang perkawinan dan mengoptimalkan fungsi BP-4 dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat yang kurang mampu; 5. menyerahkan akta nikah kepada kedua mempelai sesaat setelah ijab dan qabul; 6. memberikan duplikat akta nikah kepada pasangan pengantin yang karena sesuatu hal akta nikahnya hilang atau rusak dengan menyerahkan bukti surat keterangan kehilangan dari kepolisian; 7. meningkatkan transparansi biaya pencatatan nikah dengan mencantumkan tarif biaya nikah dan standar pelayanan nikah pada tempat yang mudah diketahui oleh umum disetiap Kantor Urusan Agama Kecamatan dan sosialisasi kepada masyarakat. Kedua
:
Melaporkan pelaksanaan instruksi ini kepada Menteri Agama dan mengambil langkah-langkah penertiban dan penerapan sanksi terhadap pelanggar sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga
:
Instruksi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Nopember 2004 MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA ttd MUHAMMAD M. BASYUNI
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD
PEMAKAIAN TANDA BACA A. Tanda Titik (.) 1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973. Marilah kita mengheningkan cipta. 2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a. III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jenderal Agraria 1. . . . b. 1. Patokan Umum 1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 Gambar tangan 1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. 3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya: 1.35.20 (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 (20 menit, 30 detik) 0.0.30 (30 detik) 5. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka. 6a.
Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6b.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Nomor gironya 5645678.
7. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya: Acara Kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD ‘45) Salah Asuhan 8. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD Misalnya: Jalan Diponegoro 82 Jakarta 1 April 1985 Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif 43 Palembang Atau: Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta B. Tanda Koma (,) 1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. Satu, dua, ... tiga! 2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim. 3a.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
3b.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya: Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. 4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya: ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. ... Jadi, soalnya tidak semudah itu. 5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh. 6. Tanda koma dipakai untk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik) Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.” 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagianbagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta. Surabaya, 10 Mei 1960 Kuala Lumpur, Malaysia
8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat. 9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4. 10.
11.
12.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m Rp12,50 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah) Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang memakan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma: Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
13.
Tanda koma dapat dipakai --untuk menghindari salah baca-- di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
14.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.
C. Tanda Titik Koma (;) 1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.
D. Tanda Titik Dua (:) 1a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau peme-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD rian. Misalnya:
Misalnya: Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco, 1968.
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
1b.
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: a.
Ketua Sekretaris Bendahara
Amir Ibu
4.
: Ruang 104 : Bambang : Senin : 09.30
Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ibu
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya: Beberapa pendapat menganai masalah itu telah disampaikan .... Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....
: Ahmad Wijaya : S. Handayani : B. Hartawan
b. Tempat Sidang Pengantar Acara Hari Waktu
3.
E. Tanda Hubung (-) 1. Tanda hubung menyambung sukusuku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara-cara lama itu juga cara yang baru.
: ( m e l e t a k k an beber a p a kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk) : Jangan lupa, Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
atau Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan .... walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....
bukan Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan .... Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak ....
2.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas. Senjata ini merupakan alat pertahanan yang canggih.
Akhiran i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris. 3.
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD Misalnya:
1.
anak-anak, berulang-ulang, kemerahmerahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan. 4.
5.
Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagianbagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai– diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2.
be-revolusi, dua-puluh lima ribuan (1 x 25000), tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya: se-Indonesia, hadiah ke-2, tahun 50an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara
7.
Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash, pen-tackle-an
F. Tanda Pisah (–)
Tanda pisah menegaskan adanya keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3.
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000), tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau nama kota dengan arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’. Misalnya: 1910–1945 tanggal 5–10 April 1970 Jakarta–Bandung
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. G. Tanda Elipsis (...) 1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
2.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan: jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati....
3. H. Tanda Tanya (?) 1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kata cocaine diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan?
2.
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
4.
Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya! Merdeka!
J. Tanda Kurung ((...)) 1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
2.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Tanda kurung mengapit kata atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?). Uangnya sebanyak 10 juta (?) hilang.
I.
Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks bisa dihilangkan. Misalnya:
K. Tanda Kurung Siku ([...]) 1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
L. Tanda Petik (“...”) 1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya: “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
EYD sebentar!” Pasal 36 UUD “Bahasa Negara Indonesia.”
2.
1945 berbunyi, adalah bahasa
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat. Karangan Andi Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo.
3.
5.
Tanya Nurman, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” “Waktu kubuka pintu depan, ku dengar anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
2.
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
4.
M. Tanda Petik Tunggal (‘...’) 1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya: Kata Tono, “Saya juga minta satu.” Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung) Misalnya: feed-bac ‘balikan’
N. Tanda Garis Miring (/) 1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya: No. 7/PK/1973 Jalan Kramat III/10 tahun anggaran 1985/1986
2.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut ‘dikirimkan lewat darat atau lewat laut’ harganya Rp25,00/lembar ‘harganya Rp25,00 tiap lembar’
O. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘) Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan) Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah) 1 Januari ‘88 (‘88 = 1988)
3(ns/nk)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Teknologi Informasi
Sistem Informasi Manajemen Hasil Pengawasan Itjen Depag Ahmed ada tahun 2003 Itjen Depag membangun sistem yang dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil kinerja. Sistem yang dibangun adalah SIM-HP, yaitu Sistem Informasi Manajemen Hasil Pengawasan. SIM-HP mengolah hal-hal yang terkait dengan pengawasan di lingkungan Departemen Agama sejak dari perencanaan audit, penugasan auditor/pemantau, pembuatan SPPD, pembuatan laporan, sampai pengelolaan temuan dan penyelesaiannya. Pada semester awal 2004 sistem ini telah disosialisasikan kepada semua pengguna dan telah dilakukan pelatihan untuk penggunaannya, semacam training of trainers kepada 10 orang dari Sekretariat Itjen dan 10 orang auditor. Pelatihan dimaksudkan agar dari mereka dapat memberikan “diklat di tempat kerja”, semacam penetrasi ilmu dan ketrampilan kepada pegawai pada Sekretariat Itjen lainnya dan kepada sesama auditor. Dengan demikian diharapkan pihak sekretariat dan auditor sebagai pengguna SIM-HP dapat memanfaatkan teknologi berbasis komputer tersebut untuk menyelesaikan tugas dengan cepat tanpa halangan ruang dan waktu, karena dapat diakses melalui internet di mana saja dan kapan saja. Pembangunan SIM-HP dimulai
P
dari pembuatan dokumen perencanaan strategis sistem informasi 20032008. Dokumen tersebut antara lain berisi profil dan lingkup organisasi Itjen Depag, lingkup teknologi informasi yang telah ada, portofolio aplikasi, arsitektur dan infrastruktur sistem informasi, manajemen sumber daya manusia, dan jadwal pelaksanaan rencana srategis. Profil dan lingkup organisasi antara lain penjelasan tentang wawasan kegiatan Itjen Depag yang berhubungan dengan sistem informasi, yaitu: (1)membuat suatu pusat informasi yang memudahkan pemantauan dan manajemen perencanaan dan keuangan, kepegawaian, pelaporan, dan infrastruktur/perlengkapan; (2)mengkomputerisasikan proses pelaporan ke dalam suatu sistem yang mempermudah pengawasan di daerah; (3)membuat suatu sistem informasi yang dapat menampilkan informasi yang proporsional kepada masyarakat tentang hasil pengawasan dengan situs utama milik Depag www.depag.go.id sebagai bagian dari PIKDA (Pusat Informasi Keagamaan Departemen Agama); (4)seluruh komponen organisasi Itjen Depag saling terhubung dan terintegrasi dalam melaksanakan tugas rutin; dan (5)membuat sistem yang dapat memberikan gambaran tentang fungsi atau organ yang terdapat dalam Itjen Depag. Critical success facor antara
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Teknologi Informasi lain: (a)ketepatan pelaksanaan RKAT (Rencana Kinerja Audit Tahunan) sesuai dengan jadwal; (b)pembuatan laporan yang dapat diselesaikan dalam waktu 1 minggu, baik laporan hasil audit (LHA) maupun laporan hasil pemantauan (LHP); (c)semua tim yang diterjunkan dapat ikut berperanserta dalam pembuatan laporan; (d)temuan harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 tahu sesuai dengan jangka waktu terlama SKTM (Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak); dan (e)penyajian data dan laporan secara cepat, tepat, dan akurat. Lingkup teknologi informasi yang telah ada antara lain perangkat hardware dan software yang dipergunakan di Itjen Depag berikut jaringan komputer berupa LAN (Local Area Network) yang menghubungkan 13 titik tersebar di 5 lantai dan terhubung melalui 2 buah hub dan sebuah switch. Jaringan ini tidak terhubung dengan internet. Kendala penerapan teknologi informasi antara lain: (1)sikap dan mental sebagian pegawai belum kondusif untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi yang tersedia secara optimal seperti kebiasaan bermain game bukan pada waktunya, penggunaan komputer untuk keperluan di luar dinas, dan sinyalemen mengenai wawasan sebagian pegawai yang sulit diajak maju; (2)belum ada tenaga ahli yang dapat diandalkan untuk melakukan maintenance rutin terhadap aset teknologi informasi; (3)tataruang kurang mendukung penempatan komputer. Kendala tersebut menimbulkan masalah: (a)utilisasi aset teknologi informasi rendah; (b)masa pakai teknologi informasi ter-
batas; (c)tataruang yang kurang mengakomodasi penambahan komputer; dan (d)data/informasi belum dapat disajikan secara cepat, tepat, dan akurat. Meskipun demikian, terlihat beberapa manfaat, antara lain: (1)dokumentasi yang lebih tertib dan teratur; (2)informasi dapat lebih cepat disiapkan; (3)potensi yang mendorong pegawai untuk belajar komputer; dan (4)pembagian tugas dan tanggung jawab yang lebih jelas karena pembagian fungsi komputer yang jelas, e.g. untuk pelaporan regional tertentu. Portofolio aplikasi antara lain membahas target aplikasi yang dikembangkan, yaitu (1)EIS (executive information system) untuk pemindaian dan pemantauan lingkungan guna memberikan gambaran secara cepat mengenai perubahan serta status aktivitas yang terjadi dalam organisasi yang berguna dalam mendukung pengambilan keputusan; (2)SIM-HP untuk membantu para personil Itjen dalam melakukan kegiatan pelaporan audit/pemantauan dan mengelola laporan hasil audit/pemantauan agar mudah dilakukan pendataan dan pelacakan yang mendukung kegiatan penyusunan dan manajemen program pengawasan, surat tugas, SPPD, dan LHA/STL; dan (3)SIMAI (sistem informasi manajemen administrasi internal yang terdiri dari susb-subsistem: (a)Sistem Informasi Perencanaan dan Keuangan; (b)Sistem Informasi Ortala dan Kepegawaian; dan (c)Sistem Informasi Umum. Bagian arsitektur dan infrastruktur sistem informasi antara lain memuat arsitektur aplikasi, arsitektur jaringan
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Teknologi Informasi komputer, arsitektur keamanan, dan infrastruktur sistem informasi. Arsitektur aplikasi diimplementasikan secara thin client dan berbasis web. Arsitektur thin client membagi aplikasi menjadi 2 sisi, front end (aplikasi yang dioperasikan pengguna) dan back end (aplikasi yang menyimpan dan mengolah perintah atau data menjadi informasi). Aplikasi berbasis web merupakan jenis yang sedang popular dan pengoperasiannya sama dengan cara menjelajah internet. Ditinjau dari arsitektur jaringan komputer, Itjen Depag menggunakan topologi bintang (star) yang memudahkan penanggulangan densitas aliran data, peningkatan skala kemampuan, dan kapasitas jaringan. Peralatan hub diganti dengan switch untuk mengantisipasi resiko penurunan kinerja jaringan karena operasional server diakses oleh banyak komputer lain. Arsitektur keamanan menitikberatkan kepada penyimpanan komputer server pada keamanan fisik dan memenuhi syarat suhu dan kelembaban udara. Keamanan jaringan dijaga dengan firewall dan aplikasi antivirus. Infrastruktur sistem informasi yang diperlukan antara lain barisdata, perangkat server, dan perangkat jaringan berikut spesifikasi minimal. Manajemen sumber daya manusia berkaitan dengan kemampuan pegawai Itjen Depag. Karena itu rekrutmen pegawai baru mempersyaratkan kemampuan ketrampilan di bidang komputer. Untuk staf teknologi informasi minimal faham tentang konsep perangkat keras komputer, terutama server dan pengoperasiannya, serta ja-
ringan komputer lulusan perguruan tinggi atau sekolah tinggi komputer. Staf ini diarahkan untuk pendayagunaan aset agar dapat melayani kebutuhan dalam mengolah informasi, sekaligus memberikan pelatihan melalui “diklat di tempat kerja”. SIM-HP yang sudah siap pakai saat ini dapat diakses oleh authorized person (auditor dan pegawai tertentu) dengan password melalui (021) 2303081. Dengan demikian pekerjaan yang terkait dengan pengawasan, utamanya audit dan pemantauan dapat dikelola melalui teknologi informasi berbasis komputer yang pada gilirannya akan mempermudah, mempercepat, dan meringankan pekerjaan pengawasan di lingkungan Departemen Agama. Dokumen yang melengkapi pembangunan SIM-HP antara lain (alphabetical order) Bisnis-Client Assesment, Bisnis-Data Identification, BisnisGlosary, Bisnis-Rules, Bisnis-Use Case Specification (Pengaduan Masyarakat), Bisnis-Vision, System Conceptual Model, System-System Sequence, System-Use Case Specification, System-User Interface Specification, dan User Manual dan beberapa CD untuk software pendukung sistem. Ketika SIM-HP sudah siap, kini giliran pertanyaan bagi pengguna: “Siapkah mereka menggunakan SIM-HP? Ataukah biaya mahal yang telah dipakai untuk pembangunan SIM-HP perlu dibikin sia-sia?” Kita tunggu respon jawaban ini melalui kinerja dan kiat auditor serta staf sekretariat dalam memanfaatkannya. 3
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
AMO
ALIRAN INFORMASI DALAM ORGANISASI Oleh Ispawati Asri rganisasi terdiri dari orangorang dalam berbagai jabatan. Pada saat mereka berkomunikasi satu sama lain, berkembanglah keteraturan dan kontak siapa berbicara dengan siapa. Kedudukan setiap individu dalam pola dan jaringan yang terjadi memberi peranan pada orang tersebut. Pertukaran pesan melalui jalan tertentu itulah yang dinamakan jaringan komunikasi. Peranan individu dalam sistem komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu dengan individu lainnya dalam organisasi. Hubungan ini ditentukan oleh pola hubungan interaksi individu dengan arus informasi dalam jaringan komunikasi. Untuk mengetahui jaringan komunikasi serta peranannya dapat digunakan analisis jaringan. Hasil analisis jaringan dapat diketahui bentuk hubungan antar individu dalam organisasi. Ada tujuh peranan jaringan komunikasi yaitu: Pertama, klik. Sebuah kelompok yang paling sedikit. Kebanyakan anggota klik relatif akrab satu dengan lain dalam hirarki formal organisasi. Syarat bagi anggota klik bahwa individu harus mampu melakukan kontak satu sama lain. Dalam berkomunikasi mereka cenderung bertatap muka meski harus menempuh jarak tertentu. Kedua, penyendiri (Isolate/Loners). Melakukan sedikit atau bahkan
O
tidak melakukan kontak sama sekali dengan anggota kelompok lainnya. Konsep diri mereka umumnya kurang termotivasi oleh cita-cita, kurang berinteraksi dengan orang lain, kurang berpengalaman dalam sistem, lebih jarang menduduki posisi yang kuat dalam organisasi, cenderung menahan daripada melancarkan aliran informasi, relatif tidak puas dengan sistem dan beranggapan sistem komunikasi tertutup bagi mereka. Ketiga, jembatan (Bridge). Sebagai pengontak langsung antara dua kelompok pegawai. Keempat, penghubung. Mengaitkan satuan-satuan organisasi bersama-sama dan menggambarkan orangorang yang bertindak sebagai penyaring informasi dalam organisasi. Pada umumnya mereka memiliki kontak komunikasi lebih besar, memiliki jumlah informasi berkenaan dimensi isi pesan, berpartisipasi dalam sistem komunikasi yang lebih terbuka dan memiliki pengaruh lebih besar. Kelima, penjaga gawang (gate keepers). Orang yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui sistem tersebut. Keenam, pemimpin pendapat (opinion leader). Orang tanpa jabatan formal dalam sistem sosial yang membimbing pendapat atau mempengaruhi
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
AMO orang-orang dalam keputusan mereka. Mereka merupakan orang-orang yang mengikuti permasalahan dan dipercayai oleh orang lain untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ketujuh, kosmopolit. Individu yang melakukan kontak dengan individu di luar organisasi. Menghubungkan anggota organisasi dengan peristiwa di luar batas-batas struktur organisasi. Mereka memiliki kontak dengan sumber-sumber di luar organisasi dan bertindak sebagai saluran bagi gagasan baru yang akan diadopsi organisasi. Sifat Aliran Informasi Aliran informasi sangat berpengaruh terhadap efisiensi organisasi. Berpengaruh juga terhadap iklim dan moral organisasi. Informasi tidak mengalir dan bergerak begitu saja. Yang bergerak adalah proses penyampaian pesan, interpretasi terhadap penyampaian dan penciptaan penyampaian lainnya. Aliran informasi merupakan proses pendistribusian pesan ke seluruh organisasi yang meliputi penciptaan, penyampaian/ditampilkan, interpretasi pesan merupakan proses yang dinamik terjadi sepanjang waktu. Aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi dengan cara (1)Penyebaran pesan secara serempak, informasi yang disampaikan kepada lebih dari satu orang; anggota organisasi menerima suatu informasi dalam waktu bersamaan; misalnya penyebaran jadwal kerja, penjelasan mengenai prosedur baru, aplikasinya dapat berupa terbitan khusus, umumnya diterima dalam waktu yang sama.
(2)Penyebaran pesan secara berurutan, penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama yang pasti terjadi dalam organisasi. Dalam hal ini ada pola "Siapa berbicara kepada Siapa". Penyebaran tersebut mempunyai suatu pola yang berlangsung dalam waktu yang tidak berurutan. Informasi tiba pada waktu yang berbeda pula. meliputi perluasan bentuk penyebaran diadik (A ke B ke C ke D dan ke E). Individu cenderung menyadari adanya informasi pada waktu berlainan. Karena adanya perbedaan dalam menyadari informasi, mungkin timbul masalah dalam koordinasi. Akibat keterlambatan informasi pada individu tertentu menyebabkan informasi sulit digunakan untuk membuat keputusan. Jika orang yang harus diberi informasi jumlahnya cukup banyak, maka memerlukan waktu yang lama. Pola Aliran Informasi Ada dua jenis pola aliran informasi yaitu (1)Pola Roda, pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota organisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. (2)Pola Lingkaran, memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan. Tidak seorang anggota pun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya. Tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terha-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
AMO dap seluruh informasi yang diperlukan dalam memecahkan persoalan. Hasil penelitian pada pola roda dan lingkaran menyatakan bahwa ke-
dua pola ini menghasilkan konsekuensi yang amat berbeda ( Bavelas, 1950; Bavelas & Barrett, 1951; Burgess, 1969; Leavitt, 1951; Shaw, 1958 ).
Pengaruh dua pola komunikasi atas sepuluh proses komunikasi organisasi VARIABEL KOMUNIKASI ORGANSASI
POLA RODA
Aksesibilitas para anggota satu dengan lainnya Pengawasan aliran pesan Moral atau kepuasan Kemunculan pemimpin Kecermatan solusi Kecepatan kinerja Jumlah pesan yang dikirimkan Kemunculan organisasi yang stabil Penyesuaian dalam penyusunan kerja Kecenderungan beban berlebih
Rendah Tinggi Sangat Rendah Tinggi Baik Cepat Rendah Cepat Lambat Tinggi
Arah Aliran Informasi Ada empat arah formal aliran komunikasi yaitu: Pertama, komunikasi ke bawah. Berarti informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Jenis informasi yang biasanya dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan yaitu: bagaimana melakukan pekerjaan, dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, kebijakan dan praktek organisasi, kinerja pegawai, pengembangan rasa memiliki tugas. Kriteria yang sering digunakan dalam menyampaikan informasi kepada bawahan antara lain keahlian, respon, relevansi dan pengaruh. Kedua, komunikasi ke atas. Ber-
POLA LINGKARAN
Tinggi Rendah Tinggi Sangat Rendah Buruk Lambat Tinggi Sangat Lambat Cepat Rendah
arti informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Hal-hal yang harus dikomunikasikan ke atas adalah memberitahukan apa yang dilakukan bawahan mengenai prestasi, kemajuan, dan rencana masa depan, menjelaskan persoalan kerja yang belum dipecahkan dan mungkin memerlukan bantuan, memberikan saran untuk perbaikan dalam unit-unit atau dalam keseluruhan organisasi, mengungkapkan rasa dan pikiran tentang pekerjaan mereka, rekan kerja dan organisasi. Pada kenyataannya komunikasi ke atas tidak mudah, alasannya kecenderungan pegawai menyembunyikan pikiran mereka; perasaan bahwa atasan tidak tertarik pada masalah yang di-
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
AMO hadapi pegawai; kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai; perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan. Untuk mengatasinya setiap program komuniksai organisasi harus didasarkan pada iklim kepercayaan. Bila ada kepercayaan, pegawai mungkin lebih berani mengemukaan gagasan dan perasaannya secara bebas dan atasan dapat menafsirkan lebih cermat. Ketiga, komunikasi horizontal. Berarti penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Tujuannya adalah mengkordinasikan penugasan kerja, berbagi informasi, memecahkan masalah, memperoleh pemahaman bersama, mendamaikan, berunding dan menengahi perbedaan serta menumbuhkan dukungan antar personal. Keempat, komunikasi lintas saluran. Berarti informasi yang diberikan melewati batas-batas fungsional atau batasan unit kerja. Di antara orang satu sama lainnya tidak terjadi posisi atasan atau bawahan. Komunikasi Informal, Pribadi atau Selentingan Salah satu ciri komunikasi yang paling nyata adalah konsep hubungan yang meliputi hubungan antar personal, hubungan posisional, hubungan atasan-bawahan dan hubungan berurutan. Bila pegawai berkomunikasi tanpa mengindahkan posisinya dalam organisasi, lebih bersifat pribadi, arah ali-
ran informasi kurang stabil mengalir dari arah yang tidak dapat diduga, maka jaringan komunikasi ini digolongkan sebagai komunikasi selentingan. Selentingan digambarkan sebagai metode penyampaian laporan rahasia dari orang ke orang. Sifat selentingan biasanya melalui interaksi mulut ke mulut; bebas dari kendala organisasi dan posisi; informasi tersebar dengan cepat; jaringan kerjanya digambarkan sebagai suatu rantai kelompok kerena setiap orang akan menyampaikan informasi kepada kelompok orang; semakin cepat seseorang mengetahui suatu peristiwa yang baru terjadi dan menyangkut masalah yang menarik perhatian, semakin besar kemungkinannya untuk menceritakan kepada orang lain. Aliran utama informasi dalam selentingan cenderung terjadi dalam kelompok fungsional dan umumnya rincian pesan tidak lengkap karena telah terjadi erosi fakta sehingga bisa menimbulkan kesalahan interpretasi meskipun rinciannya cermat dan dapat mempengaruhi organisasi (kebaikan dan keburukan). Jumlah dan akibat pesan yang mengganggu dapat dikendalikan dengan menjaga saluran komunikasi formal tetap terbuka yang memberi kesempatan berlangsungnya komunikasi ke atas, ke bawah, horizontal dan lintas saluran yang terus terang, cermat dan sensitif. 3
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Hikmah
Shalat Jama’ Disadur dari Kitab al-Muhadzab: Syekh Imam Abi Ishaq Ibrahim bin Ali Ibnu Yusuf al-Fairuz Abadiy asy-Syairozy, Juz I hal.104-105 elakukan shalat jama’ (mengumpulkan) dua waktu salat ke dalam satu waktu salat seperti antara dhuhur-ashar dan antara maghrib-isya' dalam perjalanan yang jaraknya mencapai masafatul qashri (jarak yang diperbolehkan melakukan salat qashar dapat dilihat pada FP edisi 3) hukumnya boleh. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan salat jama' antara maghrib dan isya' dalam perjalanan. Dan juga telah diriwayatkan oleh Anas ra, bahwa beliau pernah melakukan salat jama' antara dhuhur dan ashar dalam perjalanan yang mencapai masafatul qashri. Adapun untuk perjalanan yang tidak mencapai masafatul qashri ada dua pendapat : (1) boleh melakukan salat jama' karena statusnya dalam perjalanan (musafir) (2) tidak boleh melakukan salat jama' karena melakukan salat tidak pada waktunya tanpa syarat-syarat yang mencukupi. Pendapat kedua adalah yang lebih benar. Salat jama' boleh dilakukan pada waktu pertama (jama' taqdim) apabila keberadaan seseorang ketika akan melakukan salat jama' masih berada dalam waktu yang pertama. Juga boleh melakukannya pada waktu yang kedua (jama' takhir), apabila ketika masuk waktu yang pertama, perjalan-
M
annya tidak berhenti dan berhenti ketika sudah masuk waktu salat yang kedua. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa ketika Rasulullah SAW ingin melakukan salat jama' antara dhuhur dan ashar masih berada dalam waktu dhuhur, maka beliau menjalankan salat asharnya di waktu salat dhuhur (jama' taqdim) dan sebaliknya ketika beliau berada di suatu tempat dan sudah melewati waktu dhuhur maka beliau melakukan salat dhuhur di waktu ashar (jama' takhir). Syarat-syarat melakukan salat jama' antara lain: (1) niat, menurut pendapat pertama, niat dilakukan ketika takbiratul ihram pada salat yang pertama karena niat hukumnya wajib dan tidak boleh mengakhirkannya, tetapi menurut pendapat kedua niat boleh dilakukan tidak di awal salat dengan syarat dilakukan sebelum salam pada salat yang pertama. (2) Tertib yaitu mendahulukan salat yang pertama dari pada yang kedua, karena pada dasarnya waktu berjalan mulai dari yang awal. (3) Tatabu' yaitu tidak memisahkan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain dalam tempo yang lama karena keduanya seperti satu salat, sehingga apabila antara salat yang satu dengan yang lain terpisah, maka salat jama'nya menjadi batal, seperti batalnya salat ketika memisahkan
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Hikmah antara rakaat yang satu dengan rakaat yang lain. Melakukan salat jama' (taqdim) juga diperbolehkan apabila dalam kondisi hujan. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan salat jama' antara dhuhur-ashar dan maghrib-isya' tidak dalam keadaan perang maupun dalam perjalanan. Imam Malik rahimahullah menafsirkan hadist tersebut bahwa Rasullulah SAW melakukan salat jama' tidak dalam keadaan perang maupun dalam perjalanan ini adalah pada waktu turun hujan. Adapun apabila dalam kondisi tersebut seseorang juga ingin melakukan salat jama' takhir, ada dua pendapat Imam Syafi’i: (1) dalam Kitab al-Imla, beliau berpendapat bahwa boleh melakukan salat jama' takhir karena adanya udzur (halangan) yaitu hujan sebagaimana dibolehkannya melakukan salat jama' taqdim pada kasus orang musafir. (2) dalam kitab al-Umm, beliau berpendapat bahwa tidak boleh melakukan salat jama' takhir karena kemungkinan hujan akan berhenti di tengah-tengah waktu salat, dengan demikian salat jama' yang dilakukannya tanpa udzur. Apabila sudah masuk waktu dhuhur kondisi tidak hujan kemudian turun hujan, maka dalam kondisi demikian tidak dibolehkan melakukan salat jama', karena datangnya rukhsah (keringanan) setelah masuk waktu salat. Sehingga salat jama' yang dilakukan tidak didasarkan pada sebab-sebab diberikannya rukhsah. Ini sama halnya
ketika sudah masuk waktu salat lalu melakukan perjalanan padahal cukup waktu untuk melakukan salat pada waktu tersebut. Apabila seseorang sedang melakukan salat jama' dan ketika takbiratul ihram pada salat yang pertama dalam kondisi hujan kemudian hujan berhenti dan di tengah-tengah salatnya hujan turun lagi sampai ketika ia melakukan takbiratul ihram pada salat yang kedua, maka hukum salat jama'nya sah, karena keberadaan udzur dalam kondisi melakukan salat jama'. Diperbolehkannya melakukan salat jama' pada waktu hujan tersebut adalah khusus dalam kondisi hujan lebat (yang membasahi) sehingga apabila hujannya tidak demikan, maka tidak diperbolehkan melakukan salat jama', demikian juga untuk hujan salju, lumpur, kondisi gelap dan kondisi ketika sakit. Apabila seseorang melakukan salat di rumahnya atau di masjid yang jalan menuju rumahnya tidak terkena hujan, Imam Syafi'i berpendapat: (1) dalam Qaul Qadim beliau berpendapat bahwa baginya tidak boleh melakukan salat jama' karena dalam kondisi yang demikian tidak ada masyaqah (kesulitan) baginya untuk melakukan salat pada waktunya. (2) dalam kitab al-Imla' beliau berpendapat bahwa baginya boleh melakukan salat jama' karena Rasulullah SAW pernah melakukan salat jama' di rumah para isterinya yang berada di dekat masjid.3 (ms/ns)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Hikmah
Keutamaan La Ilaha Illa Allah (Wejangan Syekh Abdulqadir Al Jailani qaddasallahu sirrahu) abi saw bersabda: "Payahkanlah setan-setanmu dengan ucapan La Ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah, sesungguhnya setan akan kepayahan dengannya, sebagaimana salah seorang kalian meletihkan tunggangannya dengan banyak menungganginya sambil mengangkutkan beban-beban bawaan di atasnya". Wahai manusia! Letihkanlah setan kalian seraya mengucap, "La ilaha illa Allah" dengan segala keikhlasan, dan bukan hanya lapal bibir saja. Kalimat tauhid akan membakar setan manusia dan jin, sebab kalimat tersebut merupakan api bagi setan dan cahaya bagi pentauhid. Bagaimana engkau dapat mengucap "La ilaha illa Allah" namun ada beberapa ilah di hatimu. Segala sesuatu selain Allah yang engkau jadikan sandaran dan pegangan adalah berhalamu. Tauhid bibir yang disertai kesyirikan hati tidak akan bermanfaat sedikit pun. Demikian pula tidak bermanfaat kebersihan fisik (qalib) bersama kenajisan hati (qalb). Pentauhid meletihkan setannya, sementara penyekutu malah diletihkan oleh setannya. Ikhlas adalah isi ucapan dan tindakan, sebab jika ucapan dan tindakan tidak mengandung keikhlasan, maka ia hanya menjadi kulit tanpa isi dan kulit tidak bisa dipakai apa-apa kecuali dimasukkan ke dalam api. Dengarkanlah ucapanku ini dan kerjakan, karena ia dapat memadamkan api ketamakanmu dan memecahkan duri nafsumu. Jangan hadir di sua-
N
tu tempat yang diterangi api tabiatmu, niscaya ia akan merobohkan rumah agama dan imanmu. Tabiat, hawa nafsu, dan setanmu akan semakin bersinar, sementara agama, iman, dan keyakinanmu akan hilang memudar. Jangan dengarkan ucapan orang-orang munafik yang berlagak dan berhias diri sebagai orang alim, sebab ketamakan akan bermukim pada ucapan manis yang dibuat-buat sebagaimana adonan roti tanpa garam yang akan menyakitkan perut pemakannya dan menghancurkan rumahnya. Ilmu harus diambil dari perkataan tokoh, bukan dari lembaran-lembaran. Termasuk di antara tokoh tersebut adalah tokoh-tokoh (rijal) al-Haqq 'Azza wa Jalla yang bertakwa, meninggalkan dunia, mewarisi (para nabi), srif, mengamalkan ilmu, dan ikhlas, serta tidak berbuat hal lain selain ketakwaan. Kewalian hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa, di dunia dan akhirat. Pondasi dan bangunan hanya milik mereka, di dunia dan akhirat. Allah 'Azza wa Jalla pun hanya mencintai hamba-hamba-Nya yang muttaqin (bertakwa), muhsin (berbuat kebajikan), lagi penyabar. Jika engkau memang benar-benar memilki memiliki pikiran yang sehat, maka pastilah engkau akan mengenal mereka, mencintai dan berkhidmat menemani mereka. Sebuah pikiran akan menjadi sehat, jika hati disinari dengan makrifat (mengenal) Allah 'Azza wa Jalla. Jangan percaya pada pikiranmu sebelum
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Hikmah makrifatmu benar-benar sehat dan jelas pula bagimu kebaikan dan kesehatannya. Tundukkan pandanganmu dari hal-hal yang haram, cegah dirimu dari melampiaskan syahwat, dan biasakanlah dengan mengkonsumsi makanan yang halal. Peliharalah batinmu dengan muraqabah (sikap mengawasi dan diawasi Allah 'Azza wa Jalla) dan jagalah lahirmu dengan mengikuti sunnah. Dengan menjalankan hal ini, pikiranmu akan menjadi sehat. Wahai pemuda! Pelajarilah ilmu dan ikhlaslah, sehingga engkau akan bisa lolos dari jaring kemunafikan dan jerat-jeratnya. carilah ilmu karena Allah 'Azza wa Jalla, jangan demi makhluk atau dunia-Nya. Tanda mencari ilmu karena Allah 'Azza wa Jalla adalah ketakutan dan kecemasan terhadap-Nya saat turun perintah dan larangan. Engkau terus mengawasi-Nya, menistakan dirimu di hadapan-Nya, dan merendah di hadapan makhluk tanpa maksud apa pun, bukan karena ketamakan mendapatkan kekayaan di tangan mereka, serta menjalin persahabatan dan memusuhi karena Allah 'Azza wa Jalla. Persahabatan karena selain Allah adalah permusuhan. Juga konsistensi dalam hal selain-nya adalah kesesatan. Pemberian karena selain-Nya adalah ketertolakan. Nabi saw bersabda: "Iman adalah dua bagian, setengahnya sabar dan setengahnya lagi syukur." Jadi, jika engkau tidak bisa bersabar menghadapi penderitaan dan tidak bersyukur atas kenikmatan, maka engkau bukanlah orang yang beriman. Temasuk hakikat Islam adalah penyerahan diri (istislam). Ya Allah, hidupkanlah hati
kami dengan kepasrahan kepada-Mu, dengan ketaatan pada-Mu dan zikir mengingat-Mu, serta dengan menuruti dan mengesakan-Mu. Jikalau tidak ada orang-orang yang memiliki kehidupan di hati mereka, sebagai penahan bumi, niscaya kalian akan binasa, sebab al-Haqq 'Azza wa Jalla menunda siksa-Nya pada penghuni bumi karena doa permintaan mereka. Bentuk kenabian (surah annubuwwah) akan terus meningkat dan substansinya juga akan terus kekal hingga Hari Kiamat. Jika tidak karenanya, lalu atas dasar apa bumi masih bisa bertahan. Di bumi ada 40 sosok laki-laki seperti ini, di antaranya ada yang memiliki satu makna dari beberapa makna nubuat, sehingga hatinya seperti hati salah seorang nabi. Ada juga yang menjadi wakil-wakil Allah dan rasul-rasul-Nya di bumi. Allah mengangkat asisten-asisten untuk menggantikan posisi guru mereka. Karena itu Nabi SAW bersabda: "Ulama adalah pewaris para nabi." Wahai pemuda! Bangunan dirimu harus berpondasikan pada Alquran dan Sunnah, pengamalan keduanya, dan keikhlasan. Kepercayaan pada selain al-Haqq 'Azza wa Jalla adalah penyebab laknat. Nabi bersabda: "Terlaknatlah orang yang menggantungkan kepercayaannya kepada makhluk sepertinya." Celakalah! Jika engkau keluar dari (komunitas) makhluk, maka engkau akan bersama Sang Khaliq. Dia akan mengajarimu apa yang baik dan buruk bagimu, membedakan apa yang menjadi milikmu dan yang menjadi milik selainmu. Engkau harus selalu konsisten
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Hikmah dan terus menerus (berdiri) di pintu alHaqq 'Azza wa Jalla serta memutus sarana-sarana (duniawi) di hatimu, niscaya cepat atau lambat engkau akan melihat kebaikan. Hal ini tidak akan terwujud sempurna selama masih ada makhluk dan riya di hatimu, juga Akhirat dan segala selain Allah 'Azza wa Jalla, meskipun seberat biji sawi. Jika engkau tak bisa bersabar, berarti engkau tidak memiliki agama dan tidak memiliki akar bagi keimananmu. Nabi SAW bersabda: "Sabar bagi iman seperti kepala bagi badan." Sabar berarti engkau tidak mengeluh pada siapa pun, tidak terkait pada sarana, tidak membenci adanya bencana dan tidak menyukai kepergiannya. Ketika seorang hamba bersimpuh merendahkan diri pada Tuhannya 'Azza wa Jalla di saat fakir dan melarat, sabar bersama-Nya dalam menjalani kehendak-Nya dan tidak meremehkan sifat yang mubah, serta terus menerus menyinari kegelapan dengan ibadah dan bekerja, maka Allah akan memandangnya dengan mata kasih, mengayakan dirinya dan keluarganya dari arah yang tidak ia sangka-sangka. Allah berfirman: "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya dari arah yang tidak disangka-sangkanya" (Q.S. 65:2-3). Engkau seperti tukang bekam. Engkau mengeluarkan penyakit dari diri orang lain, namun di dalam tubuhmu sendiri ada penyakit yang tidak
kaukeluarkan. Kulihat pengetahuan lahirmu semakin bertambah, namun kebodohan batinmu semakin bertambah. Tertulis dalam kitab Taurat, "Barang siapa yang bertambah pengetahuannya, maka haruslah ia bertambah merana". Merana di sini berarti ketakutan pada Allah 'Azza wa Jalla, merendah di hadapan-Nya dan di hadapan hamba-hamba-Nya. Jika engkau tidak memiliki pengetahuan, maka belajarlah, dan jika engkau tidak memiliki ilmu, amal, ikhlas, sopan santun, dan prasangka baik pada para syekh (ulama yang mengamalkan Al Quran dan Sunnah dan memiliki pengajaran yang bersambung hingga Rasulullah SAW), lalu apa yang bisa diambil darimu? Jika engkau menjadikan dunia dan puing-puingnya sebagai konsentrasi pikiranmu, maka sebentar lagi engkau akan dipisahkan darinya. Apalah arti dirimu dibanding kaum (saleh) yang konsentrasi pikiran mereka hanya satu. Mereka selalu mengawasi Allah 'Azza wa Jalla dalam batin mereka sebagaimana mereka mengawasi-Nya dalam lahiriah mereka, bahkan ketika hal ini belum sempurna mereka jalankan, maka Dia mencukupkan mereka dari pikiran tentang syahwat secara total, sehingga hanya ada satu syahwat saja dalam hati mereka, yaitu mencari Allah 'Azza wa Jalla, kedekatan dengan-Nya, dan cinta-Nya. 3 (nk/ns) Sumber: Fathurrabani (Pencerahan Sufi)
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Renungan
Prospek Dinar dan Dirham di Indonesia anyak orang -juga para ekonombiasanya mencurahkan perhatian pada berhentinya pasar bebas dan mata uang. Mereka menegaskan, mata uang mempunyai masalah yang berbeda karena harus disuplai dan dibuat regulasinya oleh pemerintah. Mereka tidak berfikir bahwa sebenarnya kontrol negara terhadap uang justru merupakan bentuk interfensi di dalam pasar bebas, bahkan mungkin pasar bebas mata uang itu sendiri pun tidak pernah terpikirkan oleh mereka. Dan, sekaranglah waktunya untuk kembali kepada yang sangat fundamental dalam ekonomi yakni mata uang. Mari kita tanyakan pada diri sendiri "dapatkah uang diatur berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan? Dapatkah kita mempunyai mata uang sebagai trading currency yang bebas, seperti bebasnya pasar barang dan jasa? Lalu seperti apa bentuk mata uang tersebut? Serta efek apa yang terjadi disebabkan berbagai kontrol pemerintah? Bila kita menginginkan trading currency menuju arah yang lain, maka tugas terpenting kita adalah menggali dan menemukan mata uang sebagai alat trading currency secara bebas. Pada aspek teori August Frederick Von Hayek seorang penasehat ekonomi kenamaan Margareth Tathcher mengatakan, uang dimulai dari pertukaran-pertukaran tanpa paksaan di pasar. Tidak ada kontral sosial atau keputusan pemerintah yang membuat uang bernilai beli. Semua terjadi secara alami dikarenakan pertumbuhan individu-individu dalam pencapaian mo-
B
tif-motif ekonomi yang tentu saja lebih kompleks dari sekedar barter. Uang hanya bermanfaat melalui definisi yang fiks dan berakar pada komoditi yang paling pas untuk kepentingan moneter ditambah dengan sistem hukum yang melindungi kontrakkontrak transaksi perdagangan serta memberi hukuman terhadap pencurian dan penipuan. Hingga di dalam pasar bebas meniscayakan kecenderungan menggunakan kembali standar emas dan perak sebagai mata uang. Kedudukan Indonesia dengan potensi cadangan emas yang menjanjikan, maka program memasyarakatkan emas kepada masyarakat sebagai tanda kemakmuran suatu bangsa patut terus digalakkan antara lain dengan penggunaan uang emas dinar. Emas masih tetap dipercayai tahan terhadap inflasi dan sangat likuid. Kapan saja kita memerlukan dana segar, bisa segera dicairkan. Secara implementatif bisnis dinardirham mempunyai prospek yang signifikan bila dilihat dari naiknya beberapa indikator ekonomi makro di Indonesia. Oleh karenanya, suatu pengelolaan bisnis yang profesional mutlak diperlukan guna sustainability dari investasi dan goodwill dinar-dirham. 3 (nk) Dirangkum dari sambutan Menteri Negara BUMN Sugiharto selaku Koordinator Presidium Forum Penggerak Dinar-Dirham Indonesia (Forindo) pada "Silaturrahim dan Halal Bihalal Forindo", di Jakarta, 25 November 2004.
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun 1 Triwulan IV 2004
Relaksasi
Kata Mutiara Jangan sekali-kali kita meremehkan sesuatu perbuatan baik walaupun hanya sekadar senyuman Dunia ini umpama lautan yg luas. Kita adalah kapal belayar di lautan yang telah ramai kapal karam di dalamnya. Andai muatan kita adalah iman, dan layarnya takwa, niscaya kita akan selamat dari tersesat di lautan hidup ini. Hidup tak selalunya indah tapi yang indah itu tetap hidup dalam kenangan Setiap yang kita lakukan biarlah jujur karena kejujuran itu terlalu penting dalam sebuah kehidupan. Tanpa kejujuran hidup sentiasa menjadi mainan orang. Hati yg terluka umpama besi bengkok walau diketuk sukar kembali kepada bentuk asalnya. Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi. Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa. Dalam kesempitan hidup ada kekuasaan ilmu. Ikhlaslah menjadi diri sendiri agar hidup penuh dengan ketenangan dan keamanan
Anton Bukan 'Antum' Seorang atasan memberi pengarahan kepada pegawai baru. Setelah memperkenalkan diri, ia pun mempersilakan para pegawai baru untuk memperkenalkan namanya masing-masing. Salah satu dari mereka ada yang bernama Anton. Dalam pengarahannya, atasan tersebut selalu menggunakan kata 'antum' meskipun sebagian dari pegawai baru ada yang tidak mengerti bahasa Arab. Secara kebetulan, saat mengucapkan kata 'antum', wajah atasan ini sering mengarah ke posisi tempat duduk si Anton. Salah seorang pegawai baru yang tidak mengerti bahasa Arab pun berfikir, atasannnya salah mendengarkan nama si Anton yang terdengar menjadi 'Antum" saat si Anton memperkenalkan diri. Saat atasannya mengucapkan kata 'antum' yang ke sekian kali, ia pun langsung mengangkat tangannya dan berkata, "Pak, maaf..., nama dia bukan Antum tapi Anton..." Atasan dan sebagian teman-temannya yang mengerti bahasa Arab langsung tersenyum. Kemudian, atasan menjelaskan, kata 'antum' yang diucapkannya merupakan kata dalam bahasa Arab yang berarti "kalian semua".
Nailil F
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004
Kholis, Sukabumi
Relaksasi
Bule Item Bejo, 8 tahun, bocah kelahiran Purwokerto diajak orang tuanya berkunjung ke rumah bulenya (tantenya) di Kendari. Sebagaimana lazimnya anak lelaki seusianya, Bejo cepat beradaptasi dan dalam waktu yang singkat ia sudah kenal dengan anak-anak seusianya di sekitar rumah tantenya. Suatu hari setelah lelah bermain seharian, ia dan teman-teman barunya pulang ke rumah tantenya. Karena haus mereka hendak meminta minum pada tantenya itu. Ketika sampai di rumahnya, Bejo langsung mencari tantenya dan berkata: Bule, bule.., bejo haus nih, minta minum dong! Teman-temannya yang semua orang Kendari itu serentak kaget dan bingung, kok ada bule item yach. (kebetulan kulit tentenya Bejo berwarna hitam). Arief, Jepara
Boneka Hidup Saat Key berulang tahun yang ke empat 25 April 2004 yang lalu, ia mendapat hadiah istimewa dari ayah dan bundanya. Pasalnya hari bahagia itu ia diajak ke sebuah mal. Key dibebaskan untuk bermain apa saja dan membeli mainan yang diinginkan. Meski Key tergolong anak pendiam
tapi memiliki naluri ingin tahu yang kuat. Selama di mal ia terus bertanya tentang benda-benda yang dipajang di etalase. Key juga tertarik pada penakin (boneka pajangan) yang memakai wig (rambut palsu) lengkap dengan busana yang menyerupai manusia. Key: Di kepala boneka kok bisa tumbuh rambut yah? Ayah: Itu bukan rambut asli. Pegang deh rambut ayah, lembut kan? Sekarang pegang rambut boneka itu, pasti keras (kasar red) Key: Boleh gak Key pegang-pegang rambut boneka yang lain? Ayah: Boleh. Bunda: Kita ke tempat pakaian anak yuk! Di sana bonekanya kecil-kecil kayak Key. Key pun berlari-lari menghampiri penakin. Satu demi satu wig yang melekat di kepala penakin ia pegangi. Tiba-tiba ia berteriak memanggil kedua orangtuanya. “Ayah, bunda, boneka yang ini hidup, bisa marah-marah. Ternyata yang dipegang kepalanya adalah anak perempuan berambut pir a n g , m i r i p r a m b u t boneka. Raniah Alim, Jakarta Selatan,
Fokus Pengawasan, Nomor 4 Tahun I Triwulan IV 2004