1
Kusmarwanti Nugroho Widiyantoro
DAKWAH SEKOLAH ERA BARU Dan kematian itu akan datang kepadamu dalam waktu yang sangat dekat ….
2
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil‟alamin. Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah swt. atas hidayah, taufiq, karunia, dan kenikmatan-kenikmatan yang berlimpah, yang tiada sesuatu makhluk pun mampu memberinya. Juga kenikmatan atas ketentraman hati dan balasan-balasan kenikmatan pahala dan surga kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memperjuangkan kalimat-Nya. Shalawat dan salam terhatur pada junjungan mulia Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap setia pada kebenaran Islam. Pemuda memiliki potensi yang luar biasa sebagai penerus generasi yang akan menghasung perbaikan di bumi Allah. Maka, tidak berlebihan jika Allah memberikan penghargaan atas kehadirannya. Tidak berlebihan juga jika Rasulullah saw. senantiasa menyeru para pemuda dan membina mereka dengan sungguh-sungguh hingga terbangun sebuah generasi pemuda yang tangguh di masanya. Allah swt. berfirman, “Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi 13) Salah satu bagian dari pemuda yang menjadi harapan umat itu adalah para pemuda yang saat ini tengah duduk di bangku sekolah. Mereka adalah para pemuda yang memiliki karakteristik yang menonjol. Mereka semangat, dinamis, kreatif, agresif, spontan, energik, pantang menyerah, selalu ingin menunjukkan kiprahnya, militan, memiliki rasa ingin tahu yang besar, memiliki tingkat emosi yang labil, dan umumnya belum memiliki kematangan jiwa. Berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya itu akan menjelma menjadi kekuatan yang besar bagi umat dan dunia jika mendapat pengolahan yang optimal. Namun, kelebihan dan kekurangannya itu dapat juga menjelma menjadi hantu-hantu dunia yang akan memprakarsai kerusakan dunia jika tidak mendapat pengolahan yang benar. Pengolahan secara optimal berbagai potensi pelajar itu dapat dilakukan di berbagai kesempatan, tempat, dan wahana. Namun, sekolah sebagai lingkungan hidup mereka dengan suasana keilmiahan dan keformalannya akan menjadi ajang yang sangat strategis untuk proses pengolahan potensi itu. Berangkat dari kemungkinan-kemungkinan itulah, dakwah di sekolah menjadi lahan yang harus disentuh. Dakwah sekolah bukan lahan yang pantas dinomorduakan karena kestrategisannya dalam pembinaan umat. Penggarapan dakwah sekolah menjadi prioritas yang harus diperhatikan dalam agenda dakwah. Kesuksesan penggarapan dakwah sekolah tidak pernah lepas dari penguasaan berbagai hal yang diperlukan dan dijumpai dalam perjalanannya. Selain pengenalan medan, penggarapan dakwah sekolah memerlukan pedoman langkah dan gerak, serta strategi yang lebih spesifik. Karena itulah, kami
3
mencoba menuangkan berbagai hal yang berkaitan dengan penggarapan dakwah sekolah itu, dengan bekal pengalaman selama kami berkecimpung dalam dunia dakwah sekolah ini. Kami berharap buku ini dapat menjadi pegangan untuk penggarapan dakwah sekolah, yang dapat diterapkan di berbagai sekolah dengan berbagai kondisi yang melingkupinya. Pengalaman menjadi bekal penyusunan buku ini. Karena itu, kekayaan pengalaman akan menjadi kunci sempurnanya buku ini. Dan semoga ini bukan karya terakhir dari dakwah sekolah. Ada banyak konsep yang harus digali dan terus digali yang akan menjaga keaktualan perjalanan dakwah sekolah dan produktifitasnya. Karena itu, masukan yang konstruktif sangat kami harapkan demi memperbesar nilai kemanfaatan dan kebarokahan buku ini. Kesempurnaan hanya milik Allah. Kepada-Nya kami senantiasa mengharap balasan yang tiada balasan lebih sempurna kecuali dengan balasan-Nya. Kepada-Nya juga kami senantiasa mengharap ampunan atas kekhilafan dan kesalahan dalam menyusun buku ini. Astaghfirullahal‟adzim. Wallahu alam bish shawab. Yogyakarta, 18 Maret 2002 Penulis
4
DAFTAR ISI Satu, REMAJA, PELAJAR, DAN SEKOLAH REMAJA, YANG MUDA DAN BERGELORA REMAJA KITA HARI INI MEREKA ADALAH PELAJAR ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN SEKOLAH PENDIDIKAN ISLAM PERAN STRATEGIS DAKWAH SEKOLAH Dua, DAKWAH SEKOLAH SEBAGAI KEWAJIBAN Tiga, URGENSI DAKWAH SEKOLAH PENYELAMATAN GENERASI MUDA FASE PEMBENTUKAN MASA YANG SANGAT BERKESAN DAN BERPENGARUH WAHANA BERAMAL PRODUKTIF EFEKTIFITAS DAKWAH PEMASOK SDM YANG SHALIH PENOPANG UTAMA SDM PEMIMPIN MASA DEPAN PERIODE EMAS TARBIYAH NUKHBAWIYAH LADANG DAKWAH YANG DIPEREBUTKAN Empat TUJUAN DAN SASARAN DAKWAH SEKOLAH TUJUAN DAKWAH SEKOLAH SASARAN DAKWAH SEKOLAH Tumbuh Suburnya Barisan Kader Tumbuh Suburnya Pendukung dan Simpatisan Dakwah Tumbuhnya Potensi Kepemimpinan Tumbuhnya Kualitas Ilmiah, Moral, dan ketrampilan Terwujudnya Kebangkitan Islam Lima, PILAR KOMPETENSI DAKWAH SEKOLAH KOMPETENSI IMAN (IMANI) KOMPETENSI KEILMUAN (ILMIYAH) KOMPETENSI KETRAMPILAN-KEKUATAN FISIK (FANNI JASADI) KOMPETENSI SOSIAL-POLITIK (SYA‟BI SIYASI) Enam, OBJEK DAKWAH SEKOLAH MACAM OBJEK DAKWAH SEKOLAH Siswa
5
Kepala Sekolah, Guru, dan Pegawai Sekolah Orang Tua dan Wali Siswa Sesama Pelajar di Lingkungan Sekitar REMAJA PELAJAR SEBAGAI OBJEK DAKWAH Mengenal Karakter Model Pendekatan Membangun Kepercayaan Demam Inqilab Tujuh, AKTIFIS DAKWAH SEKOLAH SISWA ALUMNI GURU KEPALA SEKOLAH PEMBINA (MUROBBI) LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) ORMAS PELAJAR BIMBINGAN BELAJAR PEMILIK ATAU PENGURUS YAYASAN SEKOLAH SWASTA Delapan, PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN DAKWAH SEKOLAH PRINSIP UMUM Merujuk pada Al Qur‘an dan Sunnah Mengacu pada Siroh Rasulullah dan Sahabat Sarana dan Program yang Kreatif, Fleksibel, dan Realistis Kesesuaian Program dengan Tahapan Dakwah Ajakan yang Simpatik Memiliki Keunggulan Keseimbangan Ruhiyah, Fikriyah, Ijtima‘iyah, dan Jasadiyah Prioritas Objek Dakwah Mengutamakan Pengkaderan Menyentuh Seluruh Lapisan Dakwah Regenerasi Dakwah Aktifis Dakwah Permanen Koordinasi yang Rapi PRINSIP KHUSUS Dakwah Ammah dalam Dakwah Sekolah Dakwah Khashshah dalam Dakwah Sekolah Keterpaduan Dakwah Ammah dan Khashshah Sembilan, TAHAPAN, PARAMETER, DAN STRATEGI DAKWAH SEKOLAH TAHAP PEMBENTUKAN Parameter Utama Strategi Umum
6
TAHAP PERTUMBUHAN Parameter Utama Strategi Umum TAHAP PEMATANGAN Parameter Utama Strategi Umum TAHAP PERLUASAN Parameter Utama Strategi Umum Sepuluh, PROGRAM-PROGRAM DAKWAH SEKOLAH Sebelas, PERNIK-PERNIK DAKWAH SEKOLAH HARAKAH DALAM DAKWAH SEKOLAH Memahami Perbedaan Sikap yang Bijak DAKWAH FARDIYAH DALAM DAKWAH SEKOLAH Kenapa Dakwah Fardiyah? Memilih Sasaran Memenuhi Perbekalan Tips Sukses Dakwah Fardiyah DEMAM INQILAB Dua belas, MEMBENINGKAN HATI MEMBANGUN GENERASI (PENUTUP) Katakan dengan Cinta Mengasah Hati
TENTANG PENULIS KOESMARWANTI, S.S., lahir 23 September 1977 di Sukoharjo (Solo). Pengalaman menulis dimulainya sejak SMA dengan buletin Al-Khuwarizmi di SMAN 3 Padmanaba Yogyakarta. Pernah bergabung sebagai staf pembinaan Balai Jurnalistik Islam (BJI) Keluarga Alumni Jamaah Shalahuddin (Kajasha) dan redaktur majalah ‘Shaliha’ Yogyakarta. Saat ini ia bergabung bersama Forum Lingkar Pena (FLP) wilayah Yogyakarta. Alumnus Fakultas Sastra UGM yang saat ini tercatat sebagai guru di SLTP-IT Abu Bakar Yogyakarta dan MAN Yogyakarta I ini pernah mempublikasikan karya-karyanya di berbagai media. Sampai saat ini ia telah menerbitkan empat buku, yaitu Catatan Seorang Ukhti (Asy Syaamil, 2001), Menyongsong Cahaya Allah, Perjalanan Hidayah Maria Anastasia Nurul Ikhsani (Era Intermedia, 2001), kumpulan cerpen Derai-derai Kamboja (Fatahillah Press, 2001), dan Lembar Biru Guru Seruni yang terpilih
7
sebagai pemenang nasional lomba penulisan buku cerita keagamaan tingkat SLTP yang diselenggarakan oleh Departemen Agama RI pada tahun 2002. Pada tahun yang sama dengan karyanya ‘Aku Harus Pulang’, ia juga meraih juara 2 Lomba Penulisan Cerpen Remaja Islami (LMCRI) yang diselenggarakan oleh Tabloid Manajemen Qalbu Bandung. Berbekal pengalaman di dakwah sekolah yang dimulainya sejak ia aktif di Kerohanian Islam di SMA-nya, saat ini ia meluncurkan karyanya yang kelima Dakwah Sekolah Era Baru yang ditulis bersama Nugroho Widiyantoro. Selepas SMA, dakwah sekolah dijalaninya dengan bergabung bersama Keluarga Muslim Alumni Padmanaba (KMAP) sebagai wadah alumni di SMAnya juga. Aktivis dakwah sekolah yang pernah terlibat sebagai pemimpin redaksi bulletin pelajar SMART, yang bikin orang cerdas …. dan buletin dakwah sekolah Iltizam ini ikut merintis terbentuknya wadah dakwah sekolah yang bernama Sahabat Remaja Bertaqwa (SMART) di bawah Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Saat ini penulis yang juga menjadi salah satu personil team nasyid muslimah RONDA, Rona Nada dan Dakwah, ini tinggal di Kotagede Yogyakarta. Kontak dengan penulis bisa melalui
[email protected]. NUGROHO WIDIYANTORO, S.T.,
Satu REMAJA, PELAJAR, DAN SEKOLAH REMAJA, YANG MUDA DAN BERGELORA Sejarah telah memberi kesimpulan yang sama kepada penghuni bumi, bahwa remaja/pemuda selalu menjadi ujung tombak sebuah zaman. Di tangannya tergenggam masa depan. Di tangannya pula jawaban sebuah peradaban akan bermula. Rasulullah saw. sendiri telah membuktikannya. Di awal perjuangannya, para pemudalah yang beringan tangan menerima risalahnya. Mereka orang yang pertama kali menerima, sekaligus orang yang pertama kali memperjuangkannya. Tidak berlebihan jika beliau berpesan, “Saya wasiatkan
8
para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati halus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedang kaum tua menentangnya.” Perhatian Rasulullah saw. terhadap para pemuda tentu saja bukanlah isapan jempol semata. Beliau memiliki analisa yang matang atas peran dan posisi strategis dalam diri pemuda. Sebagaimana sejarah mencatat kisah Usamah yang dalam usia masih delapan belas tahun telah memimpin sebuah peperangan, padahal di sekitar mereka ada sahabat-sahabat lain yang lebih senior, baik dari sisi usia maupun pengalaman. Keberanian dan kepemimpinan yang dimiliki Usamah tentu saja muncul melalui pembentukan dan pembinaan diri yang sungguh-sungguh dari tangan-tangan dan kerja keras orang-orang yang berkompeten dengan pendidikannya, termasuk Rasulullah saw. sendiri. Sejarah juga telah mencatat kebesaran seorang anak kecil yang datang bersama rombongannya ke hadapan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Anak kecil itu ditunjuk mewakili mereka meskipun banyak orang yang lebih tua di hadapan mereka. Hingga sang khalifah berkata, “Tunggu sebentar anakku, hendaklah berbicara orang yang lebih tua dari engkau.” Si anak itu pun tersenyum dan berkata, “Wahai Amirul Mu‟minin, sesungguhnya orang itu diukur oleh dua hal yang kecil yang ada pada dirinya. Dua hal itu adalah lidahnya dan hatinya. Maka kalau seseorang itu dikaruniai oleh Allah lisan yang tajam dan hati yang besar, maka sungguh ia telah berarti dalam hidupnya. Wahai Amirul Mu‟minin, sekiranya segala sesuatu didahulukan atas dasar usia, maka di sana ada orang yang lebih tua dari engkau yang lebih berhak memangku jabatan khilafah ini.” Uqbah bin Nafi, seorang pemuda yang semangatnya bergelora, pun ketika kaki kudanya telah sampai di lautan Atlantik yang membentang, dengan lantang berseru, “Ya Allah, Tuhannya Muhammad, seandainya bukan karena lautan, tentu kubuka benua itu untuk meninggikan kalimat-Mu. Ya Allah, saksikanlah diriku!” Itulah tekad yang membara dari seorang pemuda yang telah terbentuk aqidah, pola pikir (fikrah), dan amaliyahnya dengan Islam. Tidak sia-sia mereka memiliki semangat yang membara karena mereka mampu menatanya dengan ketaatan kepada Allah swt. Kebesaran sejarah pemuda itulah yang disimpulkan oleh ulama besar Hasan Al-Bana bahwa sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Mereka adalah para remaja yang beruntung karena mereka pandai memanfaatkan masa mudanya sebagaimana isyarat Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Raihlah lima perkara sebelum datangnya yang lima, yaitu masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum masa sakitmu, kayamu sebelum datangnya miskinmu, kesempatanmu sebelum datangnya kemiskinanmu, dan hidupmu sebelum matimu.” Masa remaja adalah masa memuncaknya potensi, baik potensi kekuatan fisik maupun potensi akalnya. Masa remaja juga menjadi masa yang penuh idealisme. Mengarahkan idealisme yang ada dalam benak remaja menjadi tugas penting bagi orang-orang yang berkompeten terhadap
9
perkembangannya. Hal ini didukung oleh karakter remaja yang semangat berapi-api, emosional, pantang menyerah, dan kadang tidak realistis. Adakalanya remaja mudah dimanfaatkan untuk penyebaran suatu isme tertentu. Keberhasilan penanaman isme dan prinsip itulah yang akan diperjuangkan oleh remaja. Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh tantangan, yang dengan tantangan itulah mereka akan mencapai kedewasaan, kematangan, dan kepribadian yang benar-benar tangguh. Hal ini terkait dengan cara mereka memahami tantangan. Ada di antara mereka yang memahami tantangan sekedar untuk menjadikan dirinya mampu meraih simbol status yang akan diperhitungkan di tengah kelompoknya, tanpa disertai pemahaman tantangan yang sesuai dengan nilai syar‘i. Akhirnya, mereka menjadi remaja yang bersemangat tetapi bebas nilai. Hal ini sangat berbeda dengan mereka yang memahami tantangan dengan sesuatu yang bermakna bermanfaat bagi sekitar dan sesama. Remaja seperti inilah yang akan tampil di tengah-tengah masyarakat dengan nilai yang berharga. Masa remaja sebagai masa tantangan ini didukung oleh kecenderungan remaja untuk memisahkan diri dari ketergantungan orang tua. Upaya ini dilakukan untuk menemukan identitas dirinya. Remaja memiliki individualitas yang mantap untuk menjadi dirinya sendiri dengan kebesaran yang mereka miliki. Kebesaran diri ini akan terbentuk dengan bingkai prinsip yang dipegangnya. Lebih lanjut, Abdullah Nashih Ulwan juga mengatakan bahwa gelora remaja adalah romantisme perjuangan. Mereka selalu menunjukkan dirinya sebagai manusia berarti yang dapat memikul tanggung jawab besar. Mereka berusaha memunculkan diri sebagai manusia yang memiliki kekuatan (power) sehingga eksistensi jiwa mudanya benar-benar memancar dan diperhitungkan oleh lingkungannya. Kembali, hal ini terkait dengan pemahaman objek perjuangan itu, yaitu apa yang diperjuangkannya. Remaja tidak segan-segan berusaha sekuat tenaga dan berkorban dengan segala yang dimilikinya untuk memperjuangkan apa yang diingininya. Maka, merugi sekali jika kita membiarkan mereka memperjuangkan sesuatu yang tidak bermanfaat atau mungkin malah sesuatu yang salah. Pemuda memiliki kekuatan dan semangat. Kekuatan dan semangat memungkinkan mereka menjadi basis operasional dalam perjalanan dakwah. Energi yang melimpah dari semangat yang memancar dari dirinya mampu menghasung beban dakwah yang senantiasa berkembang. Namun, perlu kita sadari, di balik kekuatan dan semangatnya, pemuda memiliki kepolosan. Sifat inilah yang memungkinkan para pemuda menjadi basis kaderisasi dalam dakwah. Mereka mudah dibentuk dengan menanamkan nilai-nilai yang akan memotivasi dan mengarahkan gerakannya. Berangkat dari fenomena dan kondisi itu, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa tanggung jawab orang-orang yang berkompeten terhadap perkembangannya harus dimaknai dengan benar dan sungguh-sungguh. Tugas mereka adalah mengarahkan kepada jalan yang benar. Ini menjadi bagian dari rekayasa peradaban. Rekayasa dini terhadap para remaja ini menjadi bagian dari percepatan pembangunan generasi, yang berarti mempercepat
10
kemanfaatan potensi mereka untuk peradaban yang dibentuk. Satu hal lagi, bahwa rekayasa pembangunan generasi ini juga harus dilakukan secara integratif (terpadu) dari berbagai aspeknya. Pembinaan yang dilakukan Rasulullah saw. terhadap para sahabat yang masih sangat muda ini pun bagian dari rekayasa pembangunan generasi secara dini dan integratif. Ali bin Abi Thalib dibina sejak usia delapan tahun. Zubair bin Awwam delapan tahun. Arqam bin Abi Arqam sebelas tahun, Ja‘far bin Abi Thalib delapan tahun, Shahih Ar Rumy sembilan belas tahun, Zaid bin Haritsah dua puluh tahun. Saad bin Abi Waqqash tujuh belas tahun, Utsman bin Affan tujuh belas tahun, Usamah bin Zaid bin Haritsah masih berusia belasan tahun ketika terpilih menjadi pemimpin pasukan muslim yang dikirim ke wilayah perbatasan Arab-Romawi pada detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah saw. Rekayasa dini ini pun mendapatkan hasil yang tidak sia-sia. Dalam sejarah berikutnya pun kita dapat melihat sosok-sosok yang tidak kalah hebat. Asy-Syahid Abdullah Azzam telah terjun ke medan jihad sejak usia tujuh belas tahun. Dalam usianya yang sangat muda ini, beliau juga telah ikut serta membina para mujahiddin. Asy-Syahid Hasan Al-Bana dengan kematangan pribadinya telah menjadi penggerak kebangkitan Islam dengan pendirian Jama‘ah Ikhwanul muslimin pada usia yang masih sangat muda, yaitu dua puluh dua tahun. Subhanallah ....
REMAJA KITA HARI INI DAN BERBAGAI TANTANGAN Namun sayang, generasi sahabat dan para pendahulu yang hebat itu tidak mudah kita temui pada zaman ini. Banyak hal terjadi dalam pergeseranpergeseran zaman yang membuat kita sulit mendapatkan gelora semangat yang luar biasa seperti yang mereka miliki itu. Bukan saja untuk para remaja, tetapi juga untuk semua umat Islam, termasuk diri kita. Pergantian zaman telah memperlihatkan kepada kita bahwa ada sederet kondisi yang sangat tidak kondusif untuk mengoptimalkan peran remaja sebagai basis operasional dan basis kaderisasi. Kondisi yang tidak kondusif itu menjadi bagian dari problematika umat yang harus segera ditangani.
Masalah Demoralisasi Tantangan globalisasi muncul dengan menderasnya infiltrasi budaya asing melalui berbagai media cetak dan elektronik yang sarat dengan nilainilai perang pemikiran (ghazwul fikri) dan demoralisasi (pergeseran moral). Remaja menjadi bagian dari sasaran ini. Dengan kondisi psikologis dan perkembangannya, remaja menjadi objek pasar yang paling besar. Harian ibu kota baru-baru ini melaporkan bahwa program televisi MTV (Music Television) telah mengalahkan popularitas soft drink Coca Cola di mata remaja. Siaran televisi musik global yang dikelola jaringan Yahudi Internasional dengan membidik segmen remaja ini telah memiliki kawasankawasan yang lebih spesifik seperti MTV Amerika Latin, MTV Eropa, MTV Asia Tenggara, bahkan MTV Indonesia. Dari syair lagu-lagunya, tampilan penyanyi dan penari latarnya yang erotis, sampai dengan iklan-iklannya, program musik
11
ini menawarkan nilai-nilai destruktif (merusak) kepada remaja. Program ini mencari celah melalui selera remaja yang pada dasarnya suka hura-hura, mengikuti trend, seks, kebebasan, simbol status, dan konsumtif. Anehnya, para remaja justru bangga dengan julukan generasi MTV ini. Selain karena alasan suka musik, kebanggaan remaja atas julukan itu sebenarnya menjadi wujud keinginan mereka untuk masuk dalam komunitas yang mereka ciptakan. Para remaja sangat peduli terhadap lingkungan teman sebaya (peer group) sehingga mereka akan mengikuti sesuatu yang dianggap trend saat itu. Mereka merasa malu atau khawatir jika mendapat julukan kurang pergaulan (kuper) karena tidak bisa mengikuti perkembangan dan arus trend itu. Hal itulah agaknya yang melatarbelakangi meluapnya para penonton, yang pada umumnya remaja, pada setiap pertunjukan artis musik yang tengah naik daun dan dianggap trend oleh remaja. Histeria para remaja terjadi di kalangan mereka saat berjumpa dengan para artis idola. Ironisnya, karena artis idola ini mereka tidak segan-segan mempertaruhkan nyawanya. November 2000 silam pertunjukan Sheila On 7 di Lampung merenggut lima nyawa remaja putri. Dan belum lama ini 18 Maret 2001 jumpa penggemar a1 di Mal gerai Disk Tarra, Mal Taman Anggrek Jakarta Barat merenggut nyawa 4 remaja putri yang berusia 13, 15, 17, dan 20 tahun. Selain musik, narkoba juga menjadi penyakit remaja yang merusak. Dalam Warta Kota 24 Januari 2000 disebutkan bahwa di Jakarta, 60% dari 1 – 1,5 juta pecandu narkoba adalah remaja di mana setiap harinya 1 orang tewas karena over dosis. Lebih khusus lagi, dalam Kompas Cyber Media 10 Agustus 2000, Depdiknas DKI Jakarta melaporkan kepada Menteri Pendidikan Nasional, Yahya Muhaimin, bahwa 1015 siswa di 166 SMU di Jakarta selama tahun 1999/2000 telah terlibat tindak pidana narkoba. Di Surabaya, empat puluh enam pelajar digaruk saat ajojing di diskotek Bandara. Mereka baru saja pulang dari sekolah. Seragam sekolah dimasukkan ke dalam tas dan mereka berganti baju tank top. Untuk melakukan ini mereka harus membolos pelajaran terakhir. Tidak hanya disko, saat digerebek ditemukan ceceran obat terlarang/narkoba dan gelas-gelas minuman keras bergeletakan di meja. Seks pun menjadi lahan empuk untuk menggiurkan remaja. Melalui berbagai media, seks diekspos sebagai daya tarik utama. Media cetak, baik yang memproklamirkan dirinya sebagai majalah seks maupun majalah biasa saja, memampang gambar-gambar dan bahasan-bahasan seks bebas yang bisa menggoda para remaja. Seks pun bukan menjadi benda mahal karena ia bisa dinikmati di setiap tempat, bahkan di jalan-jalan di warung penjaja majalah jalanan. VCD menjadi pelengkap media seks ini. Dengan harga yang sangat murah, para remaja bisa menikmati tontonan seks bebas. Internet pun begitu. Berbagai situs, baik lokal maupun internasional, menjadi langganan tetap para remaja. Tanpa malu-malu lagi mereka memberondong warnet-warnet (warung internet) sepulang sekolah masih dengan seragam kebesarannya untuk menyaksikan adegan-adegan pemuas syahwat mereka. Lalu, muncullah berbagai kasus yang melibatkan para remaja itu. Belum lama di Bandung heboh dengan munculnya ‗dokter‘ Fajrul yang
12
menggarap tujuh anak perempuan. Lelaki kecil 16 tahun itu mengaku meniru pelajaran seks yang dilihatnya di VCD. Akhirnya, dengan dalih bermain dokterdokteran, ia pun mencari korban. Kasus seperti itu sebenarnya bukan yang pertama. Sebelumnya banyak ditemukan kasus yang menjerat perilaku seks bebas. Seorang lelaki muda akhirnya membunuh seorang gadis mahasiswi berjilbab yang melawannya saat ia mau membuktikan kehebatan dirinya. Film import murahan dari Hongkong, Gigolo In Murder, memberi pemahaman yang salah atas kehebatan seorang lelaki. Ia ingin hebat seperti gigolo itu karena ia selalu berhasil mengajak kencan perempuan dan membunuhnya. Data penelitian pun berbicara tentang hal ini. Republika 16 September 2000 menulis bahwa Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Wonosobo melaporkan 1/3 remaja putri telah hamil di luar nikah. Sementara itu, Kompas 3 Juli 2000 menulis bahwa PKBI cabang Jogjakarta melaporkan setiap bulan ada anak kost yang hamil di luar nikah. Kompas 9 Maret 2000 juga menulis hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu. Dari survei itu ditemukan 42% remaja menyatakan pernah berhubungan seks dan 52% di antaranya masih aktif menjalaninya. Survei yang dilakukan di Rumah Gaul Blok M ini melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13-20 tahun. Sementara itu, dari laporan UNICEF tentang situasi anak dunia tahun 2000 diketahui bahwa setiap menit ada 6 remaja tertular HIV/AIDS di dunia. Kompas Cyber Media 13 Juli 2000 lebih lanjut mengatakan bahwa di Indonesia sedikitnya ada 1235 orang penderita HIV dan 611 atau sekitar 50%-nya adalah para remaja berusia 15-29 tahun. Selain seks, tawuran juga menjadi bagian problematika remaja kita. Dengan alasan yang sepele mereka mudah meluapkan amarah dan emosi. Kejantanan mereka uji di tengah medan tawuran. Senjata tajam dan makian pun menjadi bagian dari kehidupan remaja ini. Frekuensi tawuran di DKI Jakarta tidak pernah turun. Kompas 11 Oktober 2000 menyebutkan bahwa dalam sehari terjadi berbagai peristiwa tawuran di Jakarta dengan senjata tajam dengan korban tewas dan luka-luka berat. Sedikitnya 5 pelajar tewas dalam tawuran selama tiga minggu pertama tahun ajran 1999/2000. Pada penelitian Dr. Winarini Wildan Mansoer, dosen Fakultas Psikologi UI pada tahun 1997 tawuran melibatkan 137 sekolah (10% SLTP), 247 titik rawan di jalanan, dan 11 titik rawan di terminal. Upaya kekerasan pada tingkat pelajar ternyata telah lebih seru terjadi di Amerika. Penembakan yang dilakukan seorang siswa telah terjadi berulang kali. Misalnya pada April 1999, dua siswa menembali 12 siswa dan seorang gurunya di SMU Columbine di Litleton, Colorado, yang akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka. Lalu, sekitar Desember 1997, seorang bocah laki-laki berusia 14 tahun melakukan tindak kekerasan serupa. Siswa SMU Heath di West Paducah, Kentucky, membunuh tiga orang siswa yang tengah menghadadiri misa. Dan terakhir SMU Pearl, Mississippi, seorang siswa berusia 16 tahun tanpa ampun menikam ibunya di rumah. Setelah itu ia melanjutkan aksinya ke sekolah itu. Di tempat itu ia membunuh dua siswa termasuk mantan pacarnya.
13
Namun, bukan hanya masalah besar seperti ini sebenarnya yang menjadi sumber problematika remaja. Penanaman nilai yang paling mendasar justru menjadi masalah utama: materialisme, hedonisme, konsumerisme, sekularisme, dan mungkin anarkhisme. Misi ideologis yang salah telah menjadi racun bagi para remaja sehingga orientasi hidup menjadi kabur. Data-data yang telah disebutkan di atas memang tidak bisa disamaratakan untuk semua remaja. Bisa saja kita melegitimasi bahwa perbandingan remaja yang terlibat dalam kasus itu dengan remaja yang tidak memiliki keterlibatan sama sekali, masih terlalu kecil untuk mengatakan itu sebagai masalah. Toh, masih banyak para remaja yang baik-baik saja. Toh, masih banyak para remaja yang berperan sebagai pengamat saja. Toh, masih ada remaja yang khusyu di pojok-pojok masjid, meskipun hanya segelintir saja. Namun, upaya solutif tetap menjadi langkah yang paling baik. Peluang remaja untuk terlibat di dalamnya pun ada dan itu bukan sesuatu yang mustahil. Apalagi jika konsumsi perangsang itu terus mengalir. Kita boleh memprediksi, apa yang terjadi dua tahun mendatang atau malah sepuluh tahun mendatang. Adakah banyak bisa ditemukan remaja yang bersih dan bebas dari pencemaran demoralisasi itu? Kita yakin, jawaban ‗iya‘ hanya dapat kita peroleh jika kita mampu memerankan diri dengan memberi lingkungan yang kondusif untuk pendidikan mereka.
Tantangan Globalisasi dan Krisis Nasional Multidimensi Pada saat ini, para remaja sebagai generasi muda Indonesia sedang menghadapi tantangan globalisasi yang dahsyat di tengah warisan krisis multidimensi bangsa yang parah. Tantangan global tidak saja dalam masalah derasnya infiltrasi budaya asing melalui berbagai media cetak dan elektronik yang sarat membawa nilai-nilai deislamisasi, tetapi juga tantangan persaingan kerja global dan regoinal, perdagangan bebas melewati batas-batas negara (borderless) tanpa ada lagi regulasi proteksi bagi industri-industri lokal dalam negeri dari serangan produk-produk luar. Gajah dan semut bertarung menjadi satu, yang kuat menjadi pemenang dan yang kalah menjadi pecundang. Tidak mustahil di masa mendatang akan muncul era kolonialisme baru dalam dimensi yang lebih canggih, modern, dan ‗berbudaya‘.
Persaingan SDM Krisis Ekonomi Disintegrasi Bangsa Bisa bantu mbahas ini?
MEREKA ADALAH PELAJAR Ironisnya, di antara para remaja yang terdata dalam demoralisasi itu adalah para pelajar yang tengah duduk di bangku sekolah, yang tengah dipersiapkan menjadi generasi pengganti perbaikan. Berbagai upaya yang
14
dilakukan sekolah sebagai tempat tinggalnya, ternyata tidak cukup mempan menjawab problematika remaja ini. Padahal, sebenarnya remaja sebagai pelajar memiliki peran yang sangat potensial. Mereka memiliki potensi intelektualitas yang memadai dan lingkungan yang semestinya lebih kondusif karena berbagai kontrol sekolah yang melingkupinya.
ORANG TUA, MASYARAKAT, DAN SEKOLAH Setidaknya ada tiga elemen yang memegang kunci jawaban atas permasalahan remaja ini. Ketiga elemen yang secara langsung berhubungan dengan proses pembentukan dan pendidikan pelajar ini adalah orang tua, masyarakat, dan sekolah. Orang tua menjadi pelaku pendidikan remaja yang memegang peran besar. Orang tua menjadi pendidik, pemantau, dan pengarah sejak mereka kecil, bahkan sejak mereka bayi. Hal ini menjadi realisasi kewajiban orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Sebagaimana Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim 6) Rasulullah saw. juga mewasiatkan kewajiban ini dengan sabdanya, “Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu, dan didiklah mereka.” (HR. Abdur Razzaq dan Sa‘id bin Manshur) Perhatian para pendahulu atas kewajiban mendidik anak ini juga tampak nyata dalam kehidupannya. Kesungguhan mereka dapat dilihat dari nasihat Abdul Malik bin Marwan ketika menasihati seorang sahabatnya, “Ajarkanlah kebenaran kepada mereka sebagaimana kamu mengajarkan Al Qur‟an kepada mereka. Bawalah mereka kepada akhlaq yang baik. Riwayatkanlah syi‟ir (syair) kepada mereka sehingga mereka berani. Berilah mereka teman-teman dari orang-orang yang mulia dan ahli ilmu. Jauhkanlah mereka dari orang-orang yang rendah dan tercela, karena mereka itu orangorang yang tidak baik budi pekertinya. Besarkanlah mereka jika mereka berterus terang, dan celalah mereka jika mereka sembunyi-sembunyi. Pukullah mereka jika mereka berdusta. Sesungguhnya dusta itu akan membawa kepada perbuatan dosa dan dosa itu akan membawa kepada api neraka ....” Orang tua harus memberikan identitas diri anaknya sejak kecil. Tiada identitas yang paling sempurna kecuali identitas bahwa mereka adalah seorang muslim yang harus patuh kepada Allah. Penanaman identitas ini menjadi bekal yang akan dibawanya sampai kehidupannya berakhir, sehingga pada masa remaja mereka tidak lagi mencari identitas lain, kalaupun masa remaja dikenal sebagai masa pencarian identitas diri. Kalaupun mereka berada pada masa pencarian ini, bukanlah identitas yang dikejarnya, tetapi potensi dan minatlah yang akan digalinya. Namun, bukan berarti orang tua boleh mengabaikan perkembangan fisik dan psikologis anak pada masa remaja itu. Orang tua justru menjadi pendamping anak saat mereka menghadapi perubahan fisiknya, pergaulannya dengan sesama maupun lawan jenisnya, kebebasan emosionalnya dan
15
mengarahkan kepada stabilitas emosi yang mantap, serta saat mereka menggali potensi dan kemampuan dirinya. Orang tua juga berkewajiban memperkuat penguasaan diri anak saat remaja dengan menanamkan nilai-nilai dien (agama) sebagai pedoman untuk menentukan sikap. Bekal dien bagi seorang remaja akan menjadi bekal yang abadi, yang akan dibawanya seumur hidupnya. Sebagaimana Abu bakar meninggalkan Allah dan Rasul-Nya kepada anak-anaknya. Semua peran yang dimainkan orang tua, seperti telah disebutkan di depan, hanya akan bisa terlaksana dengan baik jika ada komunikasi yang lancar dengan anak. Dengan pemahaman dan pengetahuan yang memadai tentang perkembangannya saat remaja, orang tua akan memberi perlakuan dan sikap yang sesuai. Selain orang tua, masyarakat pun menjadi bagian dari elemen yang bertanggung jawab terhadap pendidikan remaja pelajar ini. Kontrol sosial masyarakat dipertegas dengan memberikan pemantauan atas berbagai upaya demoralisasi itu. Kontrol sosial ini dapat dibangun melalui kelompok-kelompok masyarakat maupun aparat birokrasi. Tuntutan ketegasan terhadap aparat birokrasi ini pun harus senantiasa dibangun. Kerjasama yang baik antara keduanya dalam menciptakan kontrol sosial ini akan mewujudkan terciptanya lingkungan yang sehat untuk remaja pelajar. Sekolah sebagai bagian dari pendidikan dan tempat hidupnya, memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian remaja. Hal ini sangat signifikan dengan posisi sekolah bagi pelajar. Sekolah merupakan tempat hidup yang tetap bagi pelajar. Dari pagi sampai siang –sekitar 7 jam untuk pelajaran di kelas- selama enam hari dalam seminggu, mereka ada di sekolah. Hal ini berarti minimal 30% waktunya dalam sehari mereka habiskan di sekolah, dan akan bertambah jika pelajar aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah –sekitar 2,5-3 jam untuk satu kegiatan. Selain karena intensitas keberadaan pelajar tersebut, sekolah memegang peran yang besar dalam pembentukan dan pendidikan pelajar karena posisinya sebagai lembaga formal pendidikan. Di dalamnya terdapat proses pendidikan, proses belajar mengajar. Proses pendidikan antara pengajar dengan pelajar dengan instrumen dan sarana pendidikan yang memadai seharusnya mampu menjadi pendukung keberhasilan perannya. Namun sayang, tidak selamanya fenomena berbicara demikian. Peran sekolah tidak semuanya bisa berjalan secara optimal. Sering kita jumpai para pengajar hanya transfer ilmu kepada pelajar saja. Mereka sekedar menjalankan tugas menyampaikan target materi. Ikatan yang erat antara pengajar dengan siswanya kadang tidak terbentuk. Pantauan terhadap pembinaan dan perkembangannya pun menjadi terbengkalai. Tidak optimalnya peran pengajar ini kadang dilengkapi juga dengan masalah rendahnya kualitas pengajar. Kreativitas pengajar tidak terbentuk. Lebih panjang lagi, hal ini terkait dengan penghargaan (reward) yang tidak cukup layak untuk tenaga pengajar dan pendidik di sekolah. Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Prof. Dr. Mohammad Surya, mengatakan bahwa kondisi ini terjadi sebagai akibat adanya suatu sistem yang tidak memberikan posisi sentral kepada tenaga kependidikan. Tidak ada penghargaan yang wajar buat pengajar. Melengkapi pendapat ini Direktur
16
Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Eddy Suwarni, mengatakan bahwa masalah kesejahteraan memiliki kaitan erat dengan rendahnya kualitas guru. Kemampuan finansial yang minim mengakibatkan guru kurang bisa mengembangkan kreativitasnya. Kesejahteraan dan kemampuan finansial ini menjadi bagian dari penghargaan itu. Terlepas dari penghargaan sistem itu, rendahnya kualitas guru muncul juga dikarenakan oleh pemahaman bahwa pengajar merupakan pusat sistem pendidikan. Pengajar merupakan pelaku utama yang langsung berhubungan dengan pelajar. Mereka memiliki tanggung jawab yang besar terhadap proses pendidikan pelajar. Oleh karena itu, mereka tidak hanya dituntut pandai tetapi mereka juga harus memiliki kualitas moral yang baik. Proses pendidikan tidak hanya proses penyampaian materi. Namun, pendidikan juga merupakan proses pembentukan sosok. Generasi yang diharapkan muncul untuk memegang masa depan bukan saja generasi yang cemerlang otaknya, tetapi mereka adalah generasi yang memiliki moral. Oleh karena itu, seorang pengajar juga berkewajiban menanamkan nilai moral dan etika kepada pelajar. Bagi seorang muslim, moral dan etika itulah yang akan membentuk pelajar memiliki kepribadian Islam yang mantap. Selain pengajar, dalam lingkup sekolah, kurikulum menjadi unsur pendidikan yang tidak bisa diabaikan. Pada sekolah menengah, porsi moral dan etika yang terbingkai dalam pelajaran agama hanya mendapat bagian dua jam dalam seminggu, meskipun bagian ini masih lumayan dibanding pada saat kuliah yang mungkin hanya mendapat porsi empat SKS selama kuliah yang mungkin sampai 150-an SKS. Hal ini masih didukung dengan sistem pendidikan kita yang masih berpijak pada sekularisme (pemilahan agama dan keduniaan). Hal yang demikian sebenarnya akan melahirkan problem ke tubuh umat Islam sendiri. Dalam moral, sistem pendidikan itu tidak memberikan landasan yang kuat tentang baik dan buruknya atau benar dan salahnya, berdasarkan ajaran Islam. Menuntut pola pendidikan Islam memang tidak mungkin dalam kondisi kita sekarang ini, apalagi dengan berbagai label sekolah yang berbeda. Ada madrasah, muhammadiyah, sekolah umum, pesantren, dan sebagainya. Namun, perintisan tetap menjadi bagian dari upaya islamisasi pendidikan yang bersumber pada penerapan Islam sebagai pedoman hidup (minhajul hayah). Pengajar, kurikulum, dan perangkat pendidikan lainnya tetap menjadi bagian dari medan dakwah yang harus disentuh. Pengkondisian atas beberapa hal tersebut diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk mendukung dakwah sehingga kasus-kasus yang berkaitan dengan dakwah dan penerapan Islam, pemenuhan kebutuhan pelajaran agama, dapat terselesaikan dengan baik.
PENDIDIKAN ISLAM Berangkat dari fenomena di atas, ada satu pekerjaan besar yang harus segera digarap, yaitu menciptakan perubahan. Perubahan dalam berbagai aspek harus digulirkan segera untuk mengatasi penyakit umat yang telah menunjukkan gejala keparahan ini: perubahan kepribadian menuju kepribadian yang Islami hingga terterapkan Islam sebagai pedoman hidup
17
(minhajul hayah) dan perubahan sistem yang menjadi kunci perubahan kepribadiannya. Banyak metode dan cara bisa diterapkan untuk mewujudkan perubahan itu. Namun, pendidikan menjadi metode yang paling tepat dan berhasil guna untuk mengubah sikap generasi itu. Melalui pendidikanlah perubahan itu bergulir. Maka, mengubah sikap generasi pun harus dimulai dari sistem pendidikan yang melingkupinya. Secara sederhana, pendidikan tidak pernah lepas dari empat unsur, yaitu baca (iqra‟), manusia (insaan), pengajaran („allama), dan pena (qalam). Dalam bingkai pendidikan Islam, dasar dan orientasi keempat unsur ini akan kembali kepada Islam itu sendiri. Iqra‟ (baca) diterjemahkan sebagai aktivitas kajian atas berbagai fenomena yang tertulis dalam firman Allah (qauliyah) maupun lembaran alam (kauniyah). Firman Allah menjadi tempat kembalinya ilmu pengetahuan yang digalinya karena hanya ilmu itu hanya milik Allah dan bersumber dari Allah. Lembaran alam dalam bingkai pendidikan Islam tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian yang nyata dari ilmu Allah, yang kedudukannya harus diseiringkan dengan firman Allah. Melepaskan keduanya seperti melepaskan lidi dari ikatannya. Satu lidi tidaklah berarti bahkan bisa menyebabkan bahaya. Begitu pun dengan lembaran sosial yang ada dalam materi pendidikan. Sistem Islam akan tegak dengan pesan-pesan seoran g pengajar yang paham dengan sistem Islam itu sendiri. Dengan demikian pendidikan akan berjalan secara terpadu. Unsur insaan (manusia) dalam bingkai pendidikan ini menduduki peran sebagai subjek (pelaku) dan objek (penerima). Dalam bingkai da‘wah, subjek berkedudukan sebagai da‘i, sedangkan objek berkedudukan sebagai mad‟u. Subjek yang dimainkan oleh guru dan pihak-pihak yang terlibat dalam perangkat-perangkatnya memegang peranan yang sangat penting. Guru tidak sekedar menjadi pensuplay materi, tetapi ia menjadi sosok ilmu itu sendiri. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan Al Qur‘an, maka Rasulullah adalah Al Qur‘an itu sendiri, seperti kata Aisyah ra., ―Rasulullah adalah Al Qur‘an berjalan.‖ Rasulullah tidak hanya menjadi penyampai. Guru pun demikian sehingga ia menjadi penyampai ilmu kepada muridnya sekaligus membentuk ilmu itu pada diri muridnya. Ia tidak sekedar menjual ilmu sebagai profesi, tetapi ia memainkan peran pembentukan generasi yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. „Allama (pengajaran) merupakan proses transfer ilmu pengetahuan dari sumbernya ke penerima ilmu. Proses transfer yang melibatkan unsur insaan (subjek dan objek) pun harus dilakukan dengan metode-metode pengajaran yang tepat dan efektif. Metode selalu berkembang dalam setiap waktu sesuai dengan evaluasi dan perkembangan media pengajarannya. Kreativitas pelaku pendidikan dituntut untuk mendapatkan metode yang tepat yang tetap sesuai dalam bingkai syar‘i dengan adab-adabnya. Qalam (pena) merupakan media pengajaran yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk mengetahui sesuatu yang disepakati. Media pengajaran pun berkembang seiring dengan kreativitas para pelakunya. Dalam pendidikan Islam, keempat unsur itu akan bertumpu pada unsur yang sangat esensial, yaitu Rabb. Pendidikan Islam adalah pembinaan ketuhanan (tarbiyah rabbaniyah). Dari Allah ia bermula dan dalam bingkai
18
Allah jugalah ia berjalan. Orientasi nilai yang melandasinya tidak pernah menyimpang dari jalan Allah sehingga ia senantiasa menjadikan aqidah sebagai azasnya. Motivasi yang dibangun dalam pendidikan Islam pun selalu terarah dalam motivasi ruhiyah. Pendidikan Islam menyeimbangkan qalb (hati), fikrah (pola pikir), dan jasad (fisik) sebagai sasarannya. Ia tidak akan membiarkan muridnya memiliki tubuh yang kekar dengan berbagai latihan fisiknya dan kepandaian yang mengagumkan tanpa dilengkapi dengan kesehatan jiwa/hatinya. Bahkan, pendidikan atas jiwa/hati bukan sekedar sebagai pelengkap, tetapi ia adalah ruh yang akan menggerakkan kekuatan akal dan fisiknya sehingga generasi yang dididik pun tampil sebagai generasi yang memiliki kepribadian utuh. Namun sayang, sistem pendidikan yang demikian tidak kita jumpai dalam sistem pendidikan kita. Sistem pendidikan yang berkembang di sekitar kita di berbagai instansi sekolah masih berorientasi pada terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan materi. Hal ini tentu saja tidak lepas dari ideologi yang dianut oleh bangsa kita. Paradigma sekuler-materialistik (pemilahan agama dan dunia dengan mengedepankan materi yang secara konkret terlihat) telah memutar orientasi pendidikan Islam. Bukan saja di Indonesia. Paradigma ini pun mulai berkembang di berbagai negara, bahkan di negara yang selama ini terlihat kental keislamannya. Di Universitas Harvard pada tahun 1957, para ketua unversitasuniversitas di Amerika mengadakan pertemuan pendidikan dan merumuskan ilmu pengetahuan dalam tiga bidang, yaitu ilmu-ilmu sastra, ilmu-ilmu alam, dan ilmu-ilmu sosial. Sementara itu, ilmu keagamaan yang semestinya melandasi keberadaan ilmu-ilmu lainnya justru dikesampingkan. Mereka tidak menganggap penting peranan agama dalam pendidikan. Lalu, terumuslah kurikulum pendidikan dengan proporsi kebutuhan yang timpang. Ilmu agama dianggap menjadi pelengkap. Dalam kurikulum sekolah menengah, ilmu agama hanya mendapat porsi dua jam dalam seminggu. Jika dalam seminggu mereka harus menyelesaikan pelajaran dalam lima puluh jam, maka porsi pendidikan agama hanya 4% saja. Dalam kurikulum perguruan tinggi, porsi pendidikan agama hanya mendapat porsi 4 SKS dari sekitar 150 SKS yang harus ditempuh. Hal ini berarti hanya 2,7% saja.
POSISI STRATEGIS DAKWAH SEKOLAH Berangkat dari fenomena inilah dakwah sekolah menduduki posisi yang sangat penting. Dakwah sekolah menjadi bagian dari proses pendidikan sekolah dalam memenuhi kebutuhan pendidikan Islam dan pembentukan generasi Islam yang tangguh seperti generasi pendahulu. Melalui aktivitasnya, dakwah sekolah memadukan bentuk pembinaan jiwa (tarbiyah ruhiyah), pembinaan akal (tarbiyah aqliyah), dan pembinaan fisik (tarbiyah jasadiyah). Dengan demikian diharapkan para pelajar atau objek dakwah dapat menyerap ilmu-ilmu, baik yang disampaikan di kelas maupun ilmu-ilmu yang terdapat dalam lembaran alam, dengan bingkai pemahaman Islam. Dari bentuk pendidikan yang demikianlah kita mengharapkan out-put yang berefek positif bagi masyarakat yang siap menggulirkan perubahan.
19
Dakwah sekolah memiliki peran strategis dalam mempersiapkan SDM di masa depan karena akan mempersiapkan masyarakat shalih di berbagai segmen sekaligus. Sekolah kejuruan akan memberikan suplai SDM buruh dan pekerja yang siap menghadapi dan memberikan nilai yang positif dalam lingkungan kerjanya. Jalur sekolah menengah umum dan universitas akan memberikan suplai SDM wiraswasta dan profesional yang juga mampu memberikan warna Islam dalam dunianya. Para pelajar yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi pun tengah bersiap mengisi lapisan pemimpinpemimpin bangsa dengan berbagai pengalaman dan wahananya di dakwah kampus. Insya Allah.
20
Dua, DAKWAH SEKOLAH SEBAGAI KEWAJIBAN Tiada jalan yang harus ditempuh oleh seorang muslim kecuali jalan untuk menyeru manusia kepada jalan Allah. Bahkan, Allah telah menunjukkan jalan ini melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad saw, sebagaimana firman-Nya. “Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf 108) Itulah jalan manusia hidup manusia di dunia. Tiada lepas aktivitas seorang manusia yang mengaku mengikuti jalan Nabi Muhammad dari aktivitas mengajak manusia di sekitarnya kepada jalan Allah dengan hujah yang nyata. Dan inilah yang selalu diserukan orang-orang yang menghendaki perbaikan di muka bumi ini.
21
Nilai dan dampak dari menyeru (berdakwah) bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Sebagai pribadi seorang penyeru akan mendapatkan pahala dan kebaikan yang akan menyelamatkannya dari adzab Allah. Lebih dari itu, dakwah akan berimbas pada kepentingan umat, yaitu menyelamatkan umat dari adzab dan kehancuran. Sebagai seorang khalifah, dakwah menjadi jalan untuk menegakkan kebenaran Allah. Orang-orang yang berdakwahlah yang akan menjadi penjaga Islam di muka bumi. Sebagaimana nilai dan dampaknya yang bukan hanya untuk kepentingan pribadi, menyeru manusia kepada jalan Allah pun bukan saja menjadi tanggung jawab segelintir orang. Dakwah adalah proyek besar dari sebuah upaya menyelamatkan umat yang menjadi tanggung jawab seluruh umat. Sebagai proyek besar, dakwah bukan pekerjaan yang mudah. Jalan dakwah penuh liku-liku. Hal ini bisa disaksikan sejak zaman Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Banyak rintangan yang menghadang. Begitu pun banyak pengorbanan yang harus dikerahkan: pengorbanan tenaga, waktu, harta, pikiran, dan sebagainya. Karena mulianya dakwah ini, maka tidak berlebihan jika Allah memberikan penghargaan kepada para penyeru ini sebagai manusia pilihan dan generasi terbaik dari generasi-generasi yang sudah ada. Allah swt. berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran 110) Abu Hurairah mengatakan bahwa sebaik-baik manusia untuk sesama manusia adalah mereka yang membawa mereka dengan rantai di lehernya sampai mereka masuk Islam (mereka berusaha keras untuk menyampaikan manusia kepada hidayah Allah). Mereka dikatakan sebaik-baik manusia karena mereka menjadi manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya, yaitu mereka melakukan amar ma‘ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Di ayat yang lain, Allah juga memberikan penghargaan kepada para penyeru ini dengan sebutan orang yang paling baik perkataannya. “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang-orang yang berdakwah/mengajak manusia kepada Allah dan ia mengatakan bahwa sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS Fushilat 33) Artinya, tidak ada perkataan yang lebih baik kecuali perkataan yang mengandung misi mengajak manusia kepada jalan Allah. Perkataan para penyeru adalah rahmat bagi seluruh alam semesta. Tiada misi lain yang dimilikinya kecuali misi perbaikan untuk diri dan orang lain. Di dalam berdakwah para penyeru memerlukan perangkat metode dan cara-cara yang hikmah yang bertumpu pada kekuatan dalil (hujjah) kebenaran, bukan di atas dalil (hujjah) kebatilan. Seruan yang disampaikan dalam dakwah adalah seruan yang ma‘ruf (baik) yang telah ditentukan kebenarannya oleh Allah. Segala cara yang digunakan dalam berdakwah ini pun bukan cara-cara yang emosional, tetapi dengan kelembutan sehingga seruan-seruan itu bukan saja sampai di telinga tetapi sampai juga ke dalam relung hati pendengarnya. Begitu pun jika dakwah harus menemui perdebatan. Dakwah tetap harus didasari dengan kelembutan dan adab yang baik. Allah swt. berfirman,
22
“Serulah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan jalan yang terbaik.” (QS. An Nahl 125) Berangkat dari medan dan sasaran dakwah yang berbeda, para remaja yang tinggal di sekolah memiliki karakteristik yang mempengaruhi cara dan pengemasan program dakwah. Memunculkan berbagai paket program dakwah yang menarik dan kreatif sebagai pembanding kegiatan-kegiatan yang tidak islami (jahiliyah) dengan sendirinya akan menjadi alternatif positif sekaligus agen transformasi nilai-nilai kebenaran dalam jiwa pemuda. Mereka akan melihat sesuatu yang sama dalam kemasan dan nuansa yang berbeda, yang lebih hakiki dan lebih kuat dalil (hujjah) kebenarannya dan sesuai dengan fitrah manusia yang suci. Pengemasan alternatif program itu misalnya nasyid islami sebagai alternatif pengganti musik-musik yang isinya tidak karuan, cerita islami sebagai alternatif pengganti novel-novel yang melambungkan romantisme semata tanpa adanya nilai yang berarti bagi kehidupan mereka, tafakur alam sebagai alternatif pengganti acara hiking hura-hura, VCD dan film-film islami sebagai alternatif pengganti film-film destruktif, dan sebagainya. Dakwah di sekolah menjadi wahana yang tepat untuk memunculkan lahirnya tunas-tunas baru generasi dakwah dari kalangan pemuda karena mereka adalah pelopor perubahan di berbagai zaman. Mengenalkan tarbiyah sedari dini memiliki keuntungan yang berlipat-lipat –meskipun idealnya mengenalkan tarbiyah dimulai dari anak-anak. Selain masa pembentukan lebih cepat -yang berarti menambah masa produktivitas-, semangat dan potensi masa muda lebih membara dibanding masa-masa selepas sekolah. Beban dan tuntutan hidup dari lingkungan dan keluarga pada saat mereka duduk di bangku sekolah pun lebih kecil sehingga mampu mengoptimalkan pembentukan karakter dengan kepribadian islami (sahsiyah islamiyah). Sejarah mencatat kisah kepahlawanan sekelompok pemuda penyeru kebenaran dan reformis yang meyelamatkan diri dari represi kaumnya yang kafir di dalam sebuah gua yang diabadikan dalam sebuah surat Al Qur‘an surat Al Kahfi. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya mereka (ashabul kahfi) adalah pemuda yang beriman kepada Rabbnya dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk/hidayah.” (QS Al Kahfi 13) Allah juga memberi pelajaran melalui Luqman yang nasihatnya kepada anaknya diabadikan dalam Al Qur‘an. Di dalam nasihatnya, Luqman tidak saja menyuruh anaknya untuk taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, berbuat kebaikan, merendahkan diri di hadapan manusia, atau bersikap sederhana saja. Namun, Luqman juga mengajarkan kepada anaknya untuk berbuat amar ma‘ruf nahi munkar dan bersikap sabar atas musibah yang menimpanya karena kewajiban ini. Dari nasihat ini terlihat bahwa seorang anak yang telah akil baligh memiliki tanggung jawab dan kemandirian atas sebuah hukum. Begitu juga untuk para pelajar di sekolah. Mereka pun memiliki kewajiban beramar ma‘ruf nahi munkar dengan kemampuan yang mereka miliki. Mereka sadar dengan kewajiban dan adzab yang menimpanya jika ia meninggalkan kewajiban itu. Allah swt. berfirman,
23
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah.” (QS Luqman 17) Dalam ayat yang lain, Al Qur‘an memberikan isyarat bahwa perubahan di kalangan pemuda terdidik identik dengan perubahan calon-calon pemimpin masyarakat. Seorang pemimpin bukan saja berasal dari kalangan pemuda yang memiliki harta kekayaan atau materi semata –sebagaimana paham materialistik yang lebih mendominasi sistem pendidikan kita selama ini. Namun, seorang pemimpin adalah mereka yang telah dikaruniai Allah dengan ilmu dan kekuatan fisik, di mana kedua bekal itu mencapai puncaknya pada usia remaja. Begitulah Allah memberikan kelebihan kepada Thalut yang diangkat-Nya di tengah-tengah kaumnya untuk menjadi raja pemimpin kaum. Allah swt. berfirman, “Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memerintah kami padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan ia tidak memiliki kekayaan yang cukup banyak.” Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih mereka menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” (QS Al Baqarah 247) Begitulah kehidupan dakwah selalu berpacu dengan zaman. Persiapan generasi muda harus segera dipikirkan untuk menerima estafet perjuangan. Zaman menawarkan hidup yang lebih bervariasi dengan bentuk dan nilai yang bervariasi pula, yang lebih banyak menawarkan nilai yang destruktif dan tidak terarah. Variasi zaman ini menuntut manusia untuk segera mempersiapkan diri dengan kekuatan yang dimilikinya. Seorang penyeru kebaikan selalu berpikir akan hal ini. Musuh –dalam bentuk apa pun- bukan saja milik para nabi dan rasul juga para sahabat zaman dahulu. Musuh dakwah tidak bersifat temporer karena ia ada di setiap zaman dengan bentuk yang berbeda-beda. Allah swt. berfirman, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi ….” (QS Al Anfal 60) Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi zaman, salah satunya kualitas SDM. Di era globalisasi dan persaingan bebas ini kualitas SDM akan menjadi ujung tombak pertempuran ideologi dan peradaban. Berbagai negara maju di dunia telah lama menjadikan konsep rekayasa SDM sejak dini sebagai bagian utama dari rekayasa sejarah mereka. Oleh karena itu, dakwah sekolah hendaknya dapat mengambil porsi yang sangat penting dalam penyiapan dasar SDM-SDM umat di masa depan. Akhirnya, keberhasilan sebuah upaya perbaikan harus didukung dengan kekuatan dan kerapian barisan. Dalam dakwah sekolah, pengorganisasian yang solid menjadi prasyarat keberhasilan ini. Pengorganisasian yang rapi dari berbagai sisi, terutama para pelakunya (aktivis dakwah sekolah), menjadi kekuatan besar yang akan mewujudkan tujuan yang mulia dari dakwah ini. Bercecernya para pelaku dakwah sekolah dengan gerak dan manuver dakwah yang tidak rapi hanya akan membuang potensi tanpa hasil yang jelas.
24
Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur bagaikan bangunan yang sangat kokoh.” (QS Ash Shaf 4) Begitulah produktivitas dakwah sekolah akan terjaga dengan kekuatan para penyerunya. Adalah mereka yang mencintai dan dicintai Allah karena mereka para pemuda yang senantiasa mengarahkan hidupnya dengan beribadah kepada Allah, sebagai penyeru dan yang diseru untuk kembali kepada Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari kiamat, yakni hari di mana tidak ada naungan selain naungan-Nya, … (di antaranya) seorang pemuda yang senantiasa rajin beribadah kepada Rabbnya.” (HR Syaikhani) Wallahu alam bish shawab.
Tiga, ARTI PENTING DAKWAH SEKOLAH Dakwah sekolah diserukan karena nilai kestrategisannya dalam upaya pembinaan masyarakatnya. Sebagai sebuah institusi pendidikan formal dengan masyarakat yang khas (pelajar), dakwah di sekolah memiliki peluang yang memungkinkan untuk dikembangkan. Beberapa arti penting penggarapan dakwah sekolah dijabarkan dalam uraian berikut.
PENYELAMATAN GENERASI MUDA Sekolah dengan masyarakat remaja pelajar memiliki peluang yang besar untuk mendapatkan pengaruh negatif dari perkembangan zaman. Remaja pelajar ini menjadi sasaran yang cukup strategis untuk pemasaran nilai-nilai
25
baru yang dikemas dalam berbagai bisnis hiburan dan sarana dekadensi moral lainnya. Maka, jadilah para remaja pelajar itu sebagai manusia yang bebas nilai dan membebaskan dirinya dari nilai kebaikan untuk masa depannya. Remaja pelajar juga menjadi sasaran yang strategis untuk pemasaran ideologi baru yang destruktif (merusak). Pengaruh ideologi memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pelajar dan pembentukan generasi muda. Ideologi yang baik akan menyelamatkan dan menjadikan mereka sebagai penghasung masa depan. Sebaliknya, ideologi yang merusak akan membentuk mereka menjadi generasi yang salah langkah. Karena, ideologi menjadi dasar gerak generasi. Dakwah sekolah memiliki peluang dalam hal ini. Dengan berbagai program dan aktivitasnya, dakwah sekolah berupaya mengarahkan para pelajar dan objek lainnya untuk mendapatkan lingkungan dan suasana yang kondusif bagi pembentukan mereka. Tidak berlebihan jika dakwah sekolah ini dikatakan menjadi upaya penyelamatan generasi masa depan.
FASE PEMBENTUKAN Masa remaja bagi pelajar merupakan masa memuncaknya potensi. Hal ini didukung oleh iklim pendidikan yang harus mereka hadapi di sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal pendidikan pun memiliki andil bagi pembentukan mereka. Ironis, jika sekolah yang berlabel sebagai wahana pendidikan justru membuat para remaja ini menjadi tidak terdidik sehingga sia-sia masa yang penuh potensi ini. Masa sekolah ini merupakan fase pembentukan pemikiran, keyakinan, bakat, dan ketrampilan yang paling efektif. Dengan memuncaknya berbagai potensi, para pelajar mampu membentuk dirinya secara optimal. Mereka memiliki minat yang tinggi terhadap pendidikan. Minat ini mendorong mereka untuk belajar berbagai hal yang dapat membuat mereka maju. Dengan berbagai sarana mereka mengolah pemikirannya, keyakinannya, bakatnya, dan ketrampilannya yang akan dijadikan sebagai modal di masa mendatang. Minat ini juga mendorong mereka untuk berprestasi dalam hidup, baik prestasi yang mereka raih dalam bidang akademik di sekolah maupun prestasi lain dalam bidang yang lain. Dakwah sekolah memiliki peran mengarahkan mereka menggali potensi itu dengan berbagai aktivitas, program, dan sarananya.
MASA YANG SANGAT BERKESAN DAN BERPENGARUH Masa sekolah merupakan masa yang sangat berkesan dan masa yang paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang, apalagi sekolah di masa remaja. Berkesan dan berpengaruh bisa jadi terjadi karena kondisi psikis yang dialaminya. Masa sekolah menjadi masa puncak potensi dan semangat. Di masa itu mereka berusaha keras membangun cita-cita dengan kecenderungan dan bakat yang mulai mereka rasakan. Lebih dari itu, pada masa itu mereka belajar akan kemandirian. Mereka belajar menjadi orang dewasa yang bisa bertanggung jawab dengan hidupnya. Kemandirian dan tanggung jawab itu mereka lakukan dengan coba-coba hingga mereka menemukan pola yang akan dibawanya kelak di masa mendatang. Pola hidup yang dicetaknya dari remaja,
26
yang didapatnya setelah ia mengenal tarbiyah menjadi masa yang tidak akan pernah terlupakan. Suasana saat itu menjadi sangat berarti, apalagi jika mereka mendapatkannya dengan teman-teman dekat mereka. Pergaulan pada masa remaja pun menjadi sangat berarti.
WAHANA BERAMAL PRODUKTIF Melakukan pembinaan pelajar dalam dakwah sekolah berarti memulai langkah lebih awal pemberdayaan mereka dalam amal islami. Dengan berbekal semangat dan kekuatan fisik, remaja pelajar selalu mengasah kreativitas melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas yang terarah dalam bingkai tarbiyah tentu saja terbentuk dalam aktivitas ibadah yang bermanfaat. Mereka senantiasa melakukan amal ibadah untuk dirinya dan senantiasa berpikir kreatif untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya. Hal ini tentu saja akan bertolak belakang dengan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak remaja tidak memiliki tujuan yang jelas. Mereka melakukan banyak hal yang semata-mata mereka lakukan untuk memenuhi kesenangan dan hura-hura. Parahnya, aktivitas yang tidak jelas ini banyak menimbulkan masalah bahkan kerusakan bagi lingkungannya. Di sinilah dakwah sekolah memiliki peran. Ia memberikan kesempatan dan arahan atas wahana beramal produktif sejak dini.
EFEKTIFITAS DAKWAH Di sekolah, intensitas interaksi antar pelaku atau aktivis dakwah sekolah (ADS) siswa dengan objek dakwah yang relatif lama menjadi kesempatan yang tidak boleh disiakan. Intensitas interaksi ini akan membuat dakwah semakin efektif jika dimanfaatkan dengan baik. Alumni yang memiliki hubungan dengan almamaternya tidak sekedar datang, memantau perkembangan, atau malah sekedar bernostalgia, tetapi ia memiliki kewajiban dengan posisinya untuk melakukan manuver dakwah. Kedatangannya ke sekolah bertemu dengan adik-adik kelasnya juga guru-guru memiliki arti penting untuk mengenalkan Islam. Begitu juga dengan interaksi antara aktivis dakwah sekolah (ADS) siswa dengan objek dakwahnya yang relatif lama. Mereka tidak sekedar beraktivitas untuk ekstrakurikuler tetapi mereka pun memiliki cita-cita untuk mengislamkan lingkungan sekolahnya dengan menciptakan suasana yang kondusif bagi pelaksanaan Islam. Di sekolah mereka belajar sekaligus memenuhi kewajiban beramar ma‘ruf nahi munkar.
PEMASOK SDM YANG SHALIH SDM yang berkualitas merupakan potensi yang selalu ditunggu-tunggu dalam upaya pembangunan zaman. SDM itu salah satunya lahir dari produk sekolah, bahkan produk inilah yang paling memenuhi kriteria kualitas SDM. Mereka bisa sekolah sampai tingkat menengah lalu terjun ke dunia kerja, tetapi mereka juga bisa meneruskan belajar ke jenjang yang lebih tinggi untuk mendapatkan bekal yang lebih menunjang kualitasnya. Dakwah sekolah memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas ini. Dakwah sekolah dengan berbagai tujuan, sasaran, dan programnya membentuk objek dakwah siswa menjadi shalih. Modal
27
keshalihan menjadi modal yang sangat besar dalam pembangunan zaman. Zaman yang dibentuk oleh orang-orang yang shalih akan terbentuk dengan kualitas yang shalih. Jika SDM yang shalih dari produk dakwah sekolah ini terjun ke masyarakat, mereka pun memiliki misi untuk membangun keshalihan sosial di berbagai tempat: di lingkungan kerja, di keluarga, atau di masyarakat tempat mereka hidup. Kehadiran mereka selalu membawa manfaat untuk ketentraman hidup.
PENOPANG UTAMA SDM PEMIMPIN MASA DEPAN Objek dakwah sekolah (siswa) yang memiliki kesempatan melanjutkan pendidikan ke kampus merupakan aset penting dalam penyiapan generasi berikutnya. Dengan berbagai bekal yang diperolehnya di sekolah –iman, ilmu, dan amal- mereka memasuki dunia yang lebih menuntut kiprah mereka hingga akhirnya mereka lepas dari dunia kampus. Di kampus mereka menjadi aktivis dakwah kampus. Mereka mendalami spesialisasi ilmu sekaligus berkiprah dalam dakwah. Mereka juga belajar berorganisasi, memimpin, negosiasi, juga memperbaiki lingkungan. Pengalaman yang diasahnya di kampus akan menjadi bekal untuk kiprah di masa berikutnya. Mereka adalah pemimpin masa depan yang memiliki iman dan kemampuan.
PERIODE EMAS PENGKADERAN Pada dasarnya aktivitas dakwah sekolah lebih menekankan pada aktivitas pengkaderan. Dengan berbagai programnya, dakwah sekolah lebih banyak melakukan pembentukan sosok muslim. Peluang dakwah sekolah –dari intensitas interaksi pelaku dan objek dakwah, potensinya sebagai pemuda yang memiliki semangat, dunianya yang masih lebih sedikit mendapat tawaran nilai dan ideologi, kebersamaan dengan teman-temannya, dan keseragaman dalam aturan sekolah-, ia akan menjadi pintu rekruitment yang efektif, massal, dan strategis. Maka tidak berlebihan jika dakwah sekolah akan menjadi periode emas tarbiyah nukhbawiyah (pengkaderan) yang produktif membentuk SDM-SDM yang memiliki perbekalan.
LADANG DAKWAH YANG DIPEREBUTKAN Remaja pelajar di sekolah menjadi ladang yang diperebutkan oleh berbagai ideologi. Kestrategisan dalam potensinya yang energik dan mudah digerakkan menjadi ladang yang tidak disia-siakan bagi semua kalangan yang berkepentingan menanamkan ideologi ini. Ada banyak pelajar yang tiba-tiba menganut paham kebebasan yang bisa mengekspresikan segala keinginan dan cita-citanya dengan cara apa pun. Mereka tidak peduli dengan lingkungannya, bahkan dengan kerusakan dan keresahan yang diciptakannya. Ada juga banyak pelajar yang tiba-tiba memiliki kepedulian terhadap keimanan mereka dan melakukan banyak hal untuk perbaikan lingkungannya. Mereka tidak pernah berpikir sesuatu kecuali sesuatu yang memberikan manfaat. Produk pelajar yang kedua inilah yang dihasilkan dakwah sekolah.
28
Empat, TUJUAN DAN SASARAN DAKWAH SEKOLAH TUJUAN DAKWAH SEKOLAH Dakwah adalah kewajiban yang diberikan Allah untuk menjamin tegaknya nilai-nilai kebenaran di muka bumi. Dakwah yang menjadi kewajiban semua muslim bergerak secara estafet sehingga keberadaan penyeru itu akan tetap ada dalam setiap zaman. Dengan konsep ini, maka semua orang akan dibentuk menjadi pendukung dan pelopor tegaknya nilai-nilai kebenaran itu. Begitu juga dalam dakwah sekolah. Dakwah sekolah membina para siswa sebagai objek dakwahnya (siswa) agar mereka dapat mengisi barisan
29
pelopor penegak nilai-nilai kebenaran itu sehingga secara estafet dan lebih dini dapat bergabung dalam melaksanakan kewajiban dakwah. Oleh karena itu, mereka dipersiapkan juga untuk ikut memikul beban dakwah. Mempersiapkan siswa menjadi pemikul beban dakwah bukan hanya untuk mengagungkan dakwah tetapi juga untuk memenuhi kewajiban mereka atas dakwah. Sebagaimana Allah swt. berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran 3:104) Bukan hanya itu, objek dakwah sekolah yang telah dipersiapkan dengan berbagai perbekalan itu diharapkan mampu menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks. Pada saat ini pun tantangan itu sudah kita hadapi, baik itu berupa munculnya isme-isme baru yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Islam yang telah kita yakini sebagai jalan yang menyelamatkan, tersebarnya sarana-sarana dekadensi moral, maupun tantangan teknologi yang menuntut umat Islam untuk bisa berpacu menghadapinya. Stimulus (rangsangan) dan motivasi yang diberikan kepada mereka diharapkan mampu menggerakkan mereka untuk berpacu dengan berbagai persiapan dan manuver. Kemandirian yang mereka miliki sejak dini membuat mereka tidak bergantung dan tidak mudah terpengaruh dengan berbagai tawaran dunia yang menyesatkan itu. Generasi produk dakwah sekolah yang seperti inilah yang akan menjadi aset yang sangat berharga untuk mengharumkan peradaban. Generasi yang demikian mampu menjadi batu bata yang baik sehingga terbangun pondasi bangunan masyarakat Islam yang kokoh di masa mendatang. Dengan demikian, Islam telah memiliki pondasi yang kuat berupa penerima dakwah yang memiliki ilmu dan berkualitas yang mampu mengarungi zaman. Lebih lanjut, Islam memiliki pendukung yang akan menjaga Islam tersebut dengan tangannya.
SASARAN DAKWAH SEKOLAH Tumbuh Suburnya Barisan Kader Sebagaimana dakwah pada umumnya, dakwah sekolah berorientasi pada terbentuknya sosok pelajar yang berkepribadian Islam yang terpancar dari akhlaqnya yang bersih. Hal ini terwujud melalui pembentukan aqidah yang bersih juga. Penekanan atas pengenalannya pada Allah dan Rasul-Nya serta Islam itu sendiri diharapkan menjadi pedoman dalam setiap langkahnya. Ia bukan pelajar yang tidak memiliki orientasi, tetapi ia menjadi pelajar yang mampu menjiwakan pengabdiannya pada Allah dalam setiap aktivitasnya. Ia berakhlaq islami di dalam maupun di luar kelas, bahkan di luar sekolah pun. Bukan hanya kepribadian Islami, tetapi dakwah sekolah juga berorientasi membekali objek dakwahnya dengan kemampuan ilmiah dan dakwah. Dua kemampuan ini menjadi salah satu kunci pembekalan generasi yang bisa diperankan oleh sekolah melalui pelajaran formalnya di sekolah dan aktivitas dakwah sekolah yang dilakukan di luar kelasnya.
30
Menuntut ilmu dilakukan bukan saja untuk menggugurkan kewajiban Allah –sebagaimana Nabi saw. bersabda, ―Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim‖-, tetapi lebih jauh lagi ilmu itulah yang nanti akan digunakan untuk membesarkan Islam. Seorang muslim, begitu juga dalam dakwah sekolah, menuntut ilmu yang dianggap fardhu ‗ain dan fardhu kifayah. Yang dianggap fardhu ‗ain adalah ilmu yang harus dimiliki manusia untuk kepentingan agama dan dunianya, yang jika tidak dipenuhi maka beban dosanya akan ditanggung secara individu. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu dien (agama seperti ilmu tentang shalat dan Al Qur‘an sudah pasti menjadi bagian dari ilmu ini yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Untuk ilmu yang berkaitan dengan kehidupan dunia yang tidak semuanya bisa didalami oleh setiap muslim, paling tidak ia harus memilikinya sedikit pengetahuan tentangnya. Ilmu yang hukumnya fardhu kifayah ialah semua ilmu yang diperlukan masyarakat dan umat. Kewajiban terhadap ilmu ini akan gugur jika sudah ada sebagian umat Islam yang memenuhinya. Namun, jika ada kesempatan tidak menjadi alasan untuk tidak menseriusi ilmu ini seandainya sudah ada yang memenuhinya. Dakwah sekolah dengan objeknya yang memiliki potensi besar dalam menuntut ilmu harus mengoptimalkan bidang ini sehingga mereka memiliki kemampuan-kemampuan lain yang akan digunakan untuk kehidupan yang lebih panjang lagi. Namun, kemampuan ilmiah untuk menghadapi era teknologi tidak lepas dari perhatian para aktivis dakwah sekolah. Mereka akan memberikan motivasi. Begitu juga dengan kemampuan dakwah. Dalam aktivitasnya, dakwah sekolah juga akan memberikan bekal tentang dakwah ini. Dimulai dengan memberi pemahaman atas dakwah hingga pengetahuan dan bekalbekal apa saja yang harus mereka persiapkan untuk memenuhi kewajiban dakwah itu. Ketrampilan pun –baik ketrampilan individu maupun ketrampilan kolektif- menjadi perhatian dalam dakwah sekolah. Ketrampilan individu yang dimiliki secara personal dan ketrampilan kolektif dalam kelompok kerja (team work) bagi objek dakwah sekolah tidak hanya digunakan dalam aktivitas dakwahnya di lingkungan sekolah. Dua ketrampilan ini akan digunakan sampai nanti mereka memasuki dunia baru yang menuntut perannya. Selanjutnya, membekali objek dakwah dengan ketrampilan dan kemampuan bermasyarakat menjadi satu orientasi dakwah sekolah yang tidak dapat diabaikan. Dalam lingkup sekolah, mereka menghadapi masyarakat sekolah dengan berbagai karakternya. Mereka belajar peka dengan lingkungan dan mencari peluang untuk mengislamisasi sekolahnya. begitu juga nanti dalam kehidupan pasca sekolah. Masyarakat adalah komunitas yang bakal ditemui setiap manusia, meskipun memiliki bentuk yang berbeda-beda. Tanpa pemahaman, kemampuan, dan ketrampilan menghadapinya, mustahil dakwah dapat ditanamkan dalam masyarakat.
31
Tumbuh Suburnya Pendukung dan Simpatisan Dakwah Dakwah sekolah juga berorientasi pada terbentuknya pendukung nilainilai kebenaran. Dimulai dari objek dakwah siswa, dakwah sekolah akan terus melebarkan sayapnya hingga ia mampu mendapatkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat dakwah sekolah itu: kepala sekolah, guru, pegawai sekolah, dan semua unsur yang melingkupinya. Perangkat-perangkat sekolah itu bukan unsur yang berdiri sendiri. Pun dakwah sekolah yang digerakkan oleh siswa dan para alumni. Oleh karena itu, keberhasilannya pun didukung oleh semua perangkat yang ada di sekolah itu. Hal ini menjadi sesuatu yang wajar jika semua perangkat memahami bahwa perbaikan sekolah adalah menjadi tanggung jawab bersama. Memulai pemahaman ini dilakukan dengan berbagai cara. Aktivis dakwah sekolah dapat mengadakan diskusi, melibatkan mereka dalam aktivitas dakwah sekolah, kerja sama dalam program dakwah sekolah, dan menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Dukungan yang baik dari berbagai perangkat ini menjadi kunci keberhasilan dakwah sekolah. Sebenarnya bukan hanya dukungan saja yang diperlukan dalam keberhasilan ini, tetapi juga partisipasi dalam amal nyata sehingga semuanya bergerak bersama untuk perbaikan bersama, secara individu maupun kolektif. Dari sinilah batu bata yang kokoh dalam piramida bangunan dakwah sekolah dapat teralisasi.
Tumbuhnya Potensi Kepemimpinan Dakwah sekolah juga menjadi ajang yang tepat untuk menumbuhkan bakat kepemimpinan dari objek dakwahnya. Pemberdayaan secara dini dalam dakwah bagi objek sekolah akan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki banyak pengalaman. Mereka belajar dari pengalaman dan membaca zaman dengan pengalamannya serta berbuat dengan pengalamannya. Bagi seorang calon pemimpin masa depan, potensi ini menjadi sangat berarti bagi objek dakwah sekolah. Kehadiran pemimpin dalam suatu peradaban menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan proses pembangunan masyarakat. Rasulullah saw. adalah sosok pemimpin yang bisa diteladani. Belajar dari kepemimpinan beliau tidak saja membuat kita mendapatkan bekal managerial semata, tetapi juga akan mendapatkan bekal syar‘i sehingga kita mengetahui kaidah kepemimpian yang sesuai syariat. Dengan pengalaman yang didapatnya di sekolah, objek dakwah ini mampu mengkoordinir tenaga operasional, mengarahkan mereka sesuai dengan tugas masing-masing, dan mengevaluasi gerak yang telah mereka lakukan. Di sinilah mereka belajar menjadi pemimpin yang memiliki leadership skill (keahlian memimpin) dan managerial skill (keahlian mengorganisasi). Dua kemampuan ini harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Melalui berbagai sarana dan aktivitas dakwahnya, mereka menemukan wahana yang tepat untuk mengasah potensinya itu.
32
Tumbuhnya Kualitas Ilmiah, Moral, dan Ketrampilan Seperti diuraikan di depan, dakwah sekolah juga akan mengarahkan geraknya pada tumbuhnya kualitas ilmiah, moral, dan ketrampilan bagi objek dakwahnya. Dalam memenuhi kriteria ini, mereka tidak sekedar memiliki tetapi mereka memiliki dengan kualitas yang akan mengarahkan mereka pada spesialisasi. Dengan bekal-bekal ini mereka diharapkan memiliki kemauan dan mampu meraih pendidikan lanjutan yang lebih tinggi dan berkualitas serta berdaya saing global. Masa depan yang lebih maju hanya bisa dihadapi dengan bekal-bekal demikian.
Terwujudnya Kebangkitan Islam Selanjutnya, dakwah sekolah tidak hanya berorientasi pada terbentuknya individu pelajar yang memiliki berbagai kelebihan dengan kualitas ilmiah, moral, dan ketrampilannya. Dalam wilayah yang lebih luas, dakwah sekolah juga berorientasi pada terbentuknya atmosfer kehidupan pelajar yang islami baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat pelajar umumnya. Dakwah sekolah diharapkan mampu mengubah budaya (culture) yang tidak islami (jahiliyah) yang menjadi sentral masalah para remaja dengan menciptakan trend baru yang islami di kalangan mereka. Sebut saja di sini free seks, narkoba, tawuran pelajar, VCD porno, pergaulan bebas, dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan ini tidak dipungkiri menjadi suatu masalah besar dalam sekolah. Melalui dakwah sekolah, budaya jahiliyah itu diharapkan akan tereduksi menjadi budaya yang islami sehingga akan terbentuk lingkungan yang nyaman, yang sangat mendukung optimalisasi potensi dan amaliyah para pelajar. Dengan terwujudnya iklim masyarakat yang demikian, kebangkitan Islam secara massal di lingkungan sekolah –khususnya- dan lingkungan masyarakat pun dapat terwujud. Kebangkitan Islam bukanlah kewajiban segelintir orang yang keberhasilannya juga hanya dapat dilihat dari segelintir orang itu. Namun, kebangkitan Islam menjadi kewajiban semua umat Islam – termasuk semua elemen dakwah sekolah- yang keberhasilannya juga harus dilihat dari semua umat Islam itu.
Lima, KOMPETENSI PEMBINAAN DAKWAH SEKOLAH
Islam yang dibawa lewat dakwah ini bersifat syumul (sempurna). Karena itu, dakwah yang diserukan juga berorientasi pada kesempurnaan Islam tersebut. Keahlian yang diberikan kepada objek dakwah sekolah –dalam hal ini siswa- bukan hanya keahlian yang bersifat ruhani (agama) saja. Rasulullah saw. sebagai teladan dalam melaksanakan manhaj dakwah telah
33
memberikan banyak contoh. Beliau mengajarkan pengikutnya mengenal dan mencintai Allah, tetapi beliau juga mengajarkan amar ma‘ruf nahi munkar, cara memanah, strategi perang, cara memimpin, motivasi belajar, cara berobat, dan mencintai sesama. Rasulullah saw. juga mengasah kepekaan terhadap lingkungannya. Dakwah pun mengacu pada kesempurnaan ini. Dakwah sekolah ini menggunakan empat pilar kompetensi dalam pembinaan (tarbiyah) objek dakwahnya, yaitu kompetensi iman (imani), kompetensi keilmuan (ilmiy), kompetensi ketrampilan-kemampuan fisik (fanni-jasadi), dan kompetensi kemasyarakatan-politik (sya‟bi-siyasi).
KOMPETENSI IMAN (IMANI) Sebagaimana manhaj dakwah Rasulullah saw., kompetensi iman menjadi dasar pembinaan (tarbiyah) objek dakwah sekolah. Pada perjalanan dakwah Rasulullah, fokus tarbiyah (at-tarkiz at-tarbiyah) terlihat pada dua periode, yaitu Makkah dan Madinah. Periode Makkah sebagai periode awal terfokus pada upaya penumbuhan kekuatan (ruhul) aqidah. Kekuatan aqidah menjadi masalah yang sangat mendasar karena ia akan membentuk cara pandang dan cara sikap seorang muslim dalam seluruh kehidupannya. Penanaman aqidah dalam hal ini bukan saja pembahasan tentang sifatsifat Allah atau sekedar ulasan konsepsional tentang nabi dan rasul, alam akhirat, alam kubur, para malaikat, dan sebagainya. Lebih dari itu, penanaman aqidah dalam proses tarbiyah akan memunculkan perasaan yang luhur dan jiwa yang agung. Hal ini tampak pada Usamah kecil yang menangis karena semula tidak mendapat izin berjihad dari Rasulullah saw., hingga akhirnya ia pun melompat kegirangan karena Rasulullah saw. menghargai kesungguhannya. Ia memahami arti kewajiban jihad bukan sekedar mengetahui ilmunya, tetapi ia memahami jihad dengan langsung turun ke medan perang –sebagai tuntutan jihad saat itu- dengan segala konsekuensi yang akan dihadapinya. Selanjutnya, fokus ibadah menyertai fokus aqidah ini. Seorang objek dakwah diarahkan pada kecintaan melakukan ibadah dalam rangka ketaatan kepada Allah. Tujuan ini ditempuh dengan latihan (tadribat) secara berjenjang/bertahap (taddaruj) dan kontinue (dawam). Begitupun dalam proses tarbiyah objek dakwah ini. Dengan berpusat pada objek pelajar, dakwah ini berkompeten terhadap pembentukan individu muslim yang kuat, yang bersih aqidahnya dengan pengenalannya kepada Allah, Rasul, dan Islam. Bersihnya aqidah ini akan menjadi dasar terbentuknya kepribadian muslim yang utuh. Ia akan lahir sebagai sosok muslim yang benar ibadahnya dengan bertumpu pada tuntunan Rasulullah saw., teguh akhlaqnya sehingga mampu memunculkan perilaku yang terpuji, terdidik akalnya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, kuat fisiknya, mandiri dan mampu mengambil sikap, ikhlas berkorban untuk perbaikan diri sendiri dan orang lain, sanggup memerangi hawa nafsu, disiplin dalam segala urusannya, dan mampu memanfaatkan waktu untuk aktivitas yang bermanfaat. Kompetensi iman dalam sebuah tarbiyah meliputi kesempurnaan iman, yaitu dengan hati dan amal, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Bukanlah
34
iman itu hanya berangan-angan, tetapi adalah keyakinan yang terhujam dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.” Pesan Rasulullah saw. ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan tarbiyah. Tarbiyah dalam dakwah sekolah tidak hanya menekankan pada materi atau pesan-pesan lisan dalam pengajian, tetapi juga menekankan pada praktek yang tersampaikan lewat program kerja-programnya. Tarbiyah dakwah sekolah mengajak dan mengajari objek dakwahnya untuk beramal nyata. Mewujudkan generasi dari objek dakwah yang berkualitas memerlukan kerja keras dan usaha-usaha yang serius. Dengan memanfaatkan berbagai sarana --fasilitas fisik sekolah, masjid mushola/sekitar sekolah, ruang kelas, iklim kebebasan beragama, lembaga siswa, alumni-- dakwah sekolah mampu menterjemahkan arahan-arahan itu ke dalam program yang terencana dan target yang jelas. Program-program yang bisa dilaksanakan untuk memenuhi kompetensi iman ini antara lain, ceramah/tabligh, pesantren kilat, rihlah/tafakur alam, pengajian kelas, bazaar dan pameran islami, VCD rental untuk film-film islami, perlombaan yang dapat memacu peningkatan iman, penerbitan buletin atau majalah yang sarat dengan nilai-nilai keimanan, dakwah fardiyah, mentoring agama, kursus membaca Al Qur‘an, perpustakaan, shalat Jum‘at berjamaah, advokasi masalah remaja yang membawa solusi islami, dan sebagainya.
KOMPETENSI KEILMUAN (ILMIY) Rasulullah saw. dalam sabdanya mengatakan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Allah swt. secara retoris juga berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), samakah kedudukan orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak berpengetahuan?” (QS. Az Zumar 9) Islam memberikan penghargaan yang sangat tinggi kepada orang-orang yang berilmu, apa pun ilmu yang dikuasainya. Dengan ilmu, manusia menjalankan tugasnya sebagai khalifah (pemimpin) sehingga ia dapat mengelola bumi yang diamanahkan Allah kepadanya. Dengan ilmu juga manusia mencapai keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat. Imam Syafi‘i -semoga Allah swt. senantiasa merahmatinya- memberikan pelajaran yang sangat berharga dengan semangatnya menuntut ilmu. Ketika ia mendapatkan pertanyaan, ―Bagaimana Anda menuntut ilmu?‖ Ia menjawab, ―Saya mendengarkan huruf demi huruf seakan-akan huruf-huruf itu belum saya temukan selama ini. Karena itu, saya akan mengerahkan seluruh anggota tubuh saya untuk menyimaknya.‖ Ketika sang penanya berkata, ―Bagaimana minat Anda terhadap ilmu?‖ Ia menjawab, ―Minat saya laksana orang mengumpulkan makanan yang berambisi menikmati kelezatannya secara sempurna.‖ Selanjutnya, ―Bagaimana cara Anda mencarinya?‖ Ia menjawab, ―Saya mencarinya bagaikan seorang wanita yang kehilangan anak satu-satunya yang di dunia ini ia tidak memiliki apa pun selain dia.‖
35
Dakwah sekolah pun berkompeten terhadap kemampuan ilmiah objek dakwahnya. Hal ini didukung oleh posisi sekolah sebagai sarana pendidikan yang formal. Karena itu, penggarapan wilayah akademik pun menjadi satu bagian pilar kompetensi dakwah sekolah yang tidak boleh ditinggalkan. Rasulullah saw. memberikan pelajaran besar dalam memenuhi kompetensi ilmiah ini. Pernah Rasulullah saw. menawan beberapa orang kafir Quraisy. Mereka memiliki kepandaian dalam menulis dan berhitung yang tidak dimiliki oleh kaum muslimin. Dalam keadaan demikian, Rasulullah saw. meminta setiap tawanan mengajari sepuluh anak muslim sehingga terbentuklah kelas-kelas kecil pada waktu itu. Dan Rasulullah saw. berkata, ―Kami adalah kaum yang ummi. Kami tidak bisa menulis dan berhitung.‖ Setiap zaman menuntut kemampuan yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan zamannya. Pada masa sekarang dengan kemajuan teknologi ini menuntut objek dakwah sekolah lebih memacu diri untuk meningkatkan kemampuan ilmiah ini. Dakwah sekolah tidak bertugas memenuhi tuntutan ini. Namun, ia bertugas memberikan motivasi, bimbingan, arahan, dan latihan sehingga objek dakwahnya memiliki kemauan, semangat, kemampuan, disiplin belajar yang tinggi, dan rencana (planning) yang terarah untuk masa depannya. Semangat (ghirah) yang meluap-luap pada kompetensi iman tanpa diimbangi dengan semangat memperbaiki kualitas akademik -yang biasanya dimiliki objek dakwah pada awal tarbiyah- harus dihindari. Konsep keilmuan dan penerapannya sebagai sebuah sistem harus ditanamkan dengan baik sebagai bekal mereka dalam memanfaatkan ilmunya. Berbagai sarana dapat dimanfaatkan untuk penggarapan akademik ini, misalnya dana, fasilitas dan sistem pendidikan, perpustakaan, bimbingan belajar swasta, alumni, dan sebagainya. Berbagai sarana ini bisa didapatkan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Beberapa program yang bisa dilaksanakan untuk penggarapan ini antara lain, kelompok belajar dengan sesama siswa, perpustakaan khusus, sistem kontrol dari pelaku dakwah sekolah, try out, informasi Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan sebagainya.
KOMPETENSI KETRAMPILAN-KEKUATAN FISIK (FANNI-JASADI) Penerapan kompetensi ini tidak pernah lepas dari penerapan Islam yang sempurna (syumul). Islam mewajibkan profesional dalam setiap pekerjaan, apalagi pekerjaan yang bernilai ibadah. Dalam hadits shahih disebutkan, “Sesungguhnya Allah mewajibkan profesional dalam setiap pekerjaan.” Dalam hadits yang lain juga disebutkan, “Sesungguhnya Allah menyukai seseorang dari kamu yang jika mengerjakan suatu pekerjaan, ditekuninya.” Selain karena landasan syar‘i tersebut di atas, kompetensi ketrampilan (fanniyah) menjadi prioritas dalam aktivitas dakwah sekolah karena dalam jangka panjang para objek dakwah ini akan terbentuk menjadi generasi yang memiliki berbagai spesialisasi dan keahlian. Spesialisasi dan keahlian ini didukung dengan tarbiyah sehingga mereka mampu tercetak sebagai generasi pendukung dakwah yang siap mengagungkan Islam. Kepintaran saja tidak cukup menjadikan mereka sebagai khalifah, salah satu tugas manusia di dunia. Oleh karena itu, paduan tarbiyah dan spesialisasi
36
dalam bidang-bidang tertentu ini menjadi bagian penting dalam arahan pembentukan objek dakwah ini. Kompetensi ketrampilan menjadi bagian dari penunjang keprofesionalan aktivitas ini. Mengarahkan objek pelajar dalam pengembangan ketrampilan (skill) secara optimal sesuai dengan minat dan bakatnya, baik ketrampilan dasar maupun ketrampilan operasional. Ketrampilan dasar yang harus dimiliki objek pelajar ini antara lain mega skill, yaitu confidence, motivation, effort, responbility, initiative, pervererance, caring, teamwork, common sense, problem solving. Ketrampilan operasional yang harus mereka dapatkan antara lain meliputi dasar-dasar manajemen dan keorganisasian, kepemimpinan, teknik komunikasi efektif, kemampuan bahasa asing, komputer, dan sebagainya. Spesialisasi atas kemampuan, bakat, dan minat objek pelajar ini juga harus ditumbuhkan sejak dini. Melalui berbagai kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah, objek pelajar dapat memulai mengasah kemampuan, bakat, dan minatnya. Dakwah pelajar juga berkompeten terhadap kekuatan jasadiyah (kekuatan fisik) objek dakwahnya. Sebagaimana Rasulullah Saw telah berpesan, ―Orang-orang mu‟min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang-orang mu‟min yang lemah.” Dengan dasar inilah pembentukan kader yang memiliki fisik yang kuat (qowwiyul jism) menjadi bagian yang harus diperhatikan para aktivis dakwahnya. Karena, hanya dengan fisik yang kuatlah para kader ini dapat memikul tugas hidup dan dakwah. Berbagai program yang bisa dijalankan untuk memenuhi kompetensi ini antara lain pelatihan ketrampilan (skill) dengan berbagai sasaran, kursus bahasa asing dan komputer, pelibatan kegiatan organisasi dan ekstrakurikuler, kepanduan, olah raga, dan sebagainya.
KOMPETENSI SOSIAL POLITIK (SYA’BI SIYASI) Dakwah sekolah berkompeten terhadap pengasahan kemampuan sosial dan politik objek dakwahnya. Pelajar dilatih memiliki kepekaan dan jiwa sosial melalui berbagai kegiatan, program, dan materi keilmuan untuk menghadapi masyarakat di lingkungannya. Mereka dilatih berbuat baik pada lingkungan sebagai bekal penerimaan masyarakat kepadanya –menolong teman, bersilaturahmi dengan tetangga, berbuat baik pada ibu/bapak guru, dan menjadi pelopor kebaikan di lingkungannya, khususnya remaja lingkungannya. Isu-isu sosial pun dapat digunakan sebagai sarana mengasah kepekaan itu. Pelajar dilatih menanggapinya dan dipantau untuk berkiprah memberikan kontribusi sesuai kemampuan dan kondisi mereka. Lingkungan sosial yang konkret dihadapi para pelajar itu adalah lingkungan sekolah, meskipun tidak dipungkiri para pelajar pun banyak yang aktif di lingkungan masyarakat kampungnya. Oleh karena itu, pengasahan kepekaan sosial pelajar dapat dibentuk melalui pelibatan dalam aktivitas sosial sekolah, baik dalam kegiatan organisasi sekolah (OSIS, Rohis, dan sebagainya) maupun dalam menanggapi isu-isu (masalah) siswa dan sekolah. Pengasahan kepekaan sosial ini diperlukan sebagai persiapan menghadapi
37
masyarakat yang lebih luas, yang pasti akan dijumpai pelajar pasca sekolahnya. Selain itu, kesadaran dan kepekaan politik dalam batas-batas tertentu harus ditumbuhkan sejak dini pada pelajar untuk mempercepat pematangan fikriyah dan mentalitasnya sebagai pengemban amanah dakwah dan calon pemimpin di masyarakat. Pelajar mulai dilatih peduli pada permasalahan umat Islam, dimulai dari permasalahan lokal di lingkungan masyarakat, lingkungan sekolahnya, dan lingkungan remajanya, dan lebih lebar lagi pada permasalahan umat Islam yang bersifat regional dan internasional. Dengan pengenalan permasalahan umat ini, diharapkan tumbuh kesadaran untuk bergerak dan berpartisipasi dengan kesanggupan mereka. Kompetensi politik bagi pelajar juga dapat dimulai dari berbagai organisasi yang mereka geluti, baik organisasi di sekolah maupun organisasi yang dibentuk oleh para pelajar antarsekolah. Organisasi ini menjadi sarana yang cukup potensial untuk berlatih bernegosiasi, mengolah isu, menentukan langkah dan strategi, serta menggariskan kebijakan (policy) yang pasti akan mereka hadapi juga dalam lingkungan berikutnya.
Enam, OBJEK DAKWAH SEKOLAH Dakwah sekolah merupakan aktivitas dakwah yang melibatkan seluruh unsur sekolah sebagai institusi yang melingkunginya, baik sebagai objek dakwahnya maupun sebagai pelakunya. Seluruh unsur sekolah ini menjadi pendukung keberhasilan dakwah sekolah. Oleh karena itu, keberhasilan dakwah ini juga tergantung dengan dukungan dan peran aktif setiap unsur dan perangkat yang ada di sekolah.
38
MACAM OBJEK DAKWAH SEKOLAH Objek dakwah sekolah adalah para objek dakwah yang terdapat di lingkungan sekolah dan sekitarnya yang punya andil dan komunikasi dalam aktivitas dakwah sekolah, baik yang beragama Islam maupun yang beragama non-Islam. Objek dakwah sekolah ini antara lain siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, orang tua dan wali siswa, serta sesama pelajar di lingkungan sekitar sekolah.
Siswa/Pelajar Siswa merupakan objek dakwah sekolah yang utama. Oleh karena itu, ruang gerak dakwah sekolah lebih ditekankan pada proses pembinaan siswa ini. Sebagai objek dakwah sekolah yang utama, pendekatan terhadap siswa pun harus menjadi prioritas. Pengenalan terhadap medan dakwah yang berlabel siswa ini menentukan keberhasilan pendekatannya. Secara umum, pelajar memiliki karakter psikologis yang sama. Namun, lingkungan yang berbeda dari setiap sekolah akan membentuk kekhasan dalam hal-hal tertentu. Kekhasan ini juga menjadi pertimbangan bagi para aktivis dakwah sekolah untuk menentukan metode pendekatan dan program-program dakwahnya.
Kepala Sekolah, Guru, dan Pegawai Sekolah Keberadaan siswa di sekolah tidak bisa dipisahkan dengan perangkat sekolah yang lain, yaitu kepala sekolah, guru, dan pegawai sekolah. Objek dakwah sekolah pun akan meluas pada perangkat-perangkat ini. Melalui berbagai pendekatan, perangkat-perangkat sekolah ini juga diharap peran aktif dan dukungannya dalam aktivitas dakwah sekolah. Bukan hanya sebagai pendukung, dalam jangka panjang, perangkat-perangkat sekolah ini juga diharapkan berjalan bersama dalam aktivitas dakwah di sekolah. Guru dan kepala sekolah sebagai bagian dari objek dakwah sekolah yang memiliki peran besar dalam dakwah ini. Guru memiliki posisi sebagai pemimpin dalam aktivitas belajar mengajar. Ia adalah orang yang mendidik, mengajar, dan membimbing para siswanya karena ialah yang menguasai ilmu itu. Kedudukan guru dalam hal ini akan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki nilai tambah di mata siswa, apalagi jika ia memiliki kelebihankelebihan dan teladan yang baik. Dengan demikian, suara arahan dari guru akan banyak didengar oleh siswa. Kepala sekolah adalah pemimpin dan penaggung jawab utama sekolah, pengatur hubungan internal dan antarsekolah serta antara sekolah dengan pihak lain atau luar sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan kebijakan sekolah. Kepala sekolah sangat berpengaruh bagi keseluruhan aktivitas dan budaya suatu sekolah. Dukungan dan respon positifnya menjadi kekuatan yang melicinkan program-program dakwah di sekolah. Oleh karena itu, pendekatan terhadap medan dakwah ini –guru dan kepala sekolah- pun harus mendapat perhatian yang besar. Melalui berbagai
39
silaturahmi, para aktivis dakwah sekolah berusaha mengkomunikasikan dakwah ini sehingga kelancaran dakwah bisa terwujud. Pegawai sekolah adalah pegawai penunjang aktifitas sekolah antara lain pegawai tata usaha, koperasi, satpam, petugas kebersihan, petugas perlengkapan, dan sebagainya. Di antara para pegawai sekolah ini terlibat dalam urusan sarana sekolah yang juga menjadi bagian dari keberhasilan dakwah sekolah. Sarana sekolah dengan berbagai kelengkapan fasilitasnya ini akan menjadi penunjang pelaksanaan program dakwah sekolah ini: masjid atau mushola yang memadai menjadi tempat yang nyaman untuk aktitas dakwah, kelengkapan sound system, karpet atau tikar, auditorium atau aula, halaman yang nyaman, dan sebagainya. Pendekatan terhadap pihak-pihak yang berkompeten terhadap urusan ini pun harus diperhatikan. Selain sebagai bagian dari objek dakwah, mereka juga akan menjadi mitra yang mendukung berlangsungnya aktivitas dakwah sekolah.
Orang Tua dan Wali Siswa Orang tua atau wali siswa yang mewakili orang tua siswa dalam hubungannya dengan pihak sekolah menjadi bagian dari proses pembinaan objek dakwah sekolah. Mereka memiliki tanggung jawab dan kontrol secara informal pada mereka di samping tanggung jawab dan kontrol sekolah. Keberhasilan pembinaan (tarbiyah) siswa itu menjadi tanggung jawab mereka. Aktivis dakwah sekolah memiliki kepentingan dalam penggarapan objek dakwah ini, yaitu memperoleh dukungan sekaligus membantu mengontrol anak-anak mereka yang menjadi objek dakwah. Oleh karena itu, orang tua atau wali siswa juga menjadi bagian objek dakwah sekolah yang perlu mendapat perhatian. Pengelolaan dakwah sekolah kepada orang tua atau wali siswa seringkali mengalami kendala, terutama komunikasi yang masih sulit ditempuh. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk penggarapan objek dakwah ini adalah dakwah fardiyah (pendekatan personal) melalui silaturahmi. Model dakwah seperti ini hanya menyentuh beberapa personal yang terbatas. Penggarapan objek dakwah ini secara luas lebih memungkinkan dilakukan oleh pihak sekolah –dalam hal ini aktivis dakwah sekolah guru. Kerjasama antara aktivis dakwah sekolah dengan pihak sekolah menjadi cara lain yang bisa ditempuh untuk penggarapan objek dakwah ini. Dengan cara ini dukungan sekaligus –dari pihak sekolah dan orang tua atau wali siswa- dapat diperolah.
Sesama Pelajar di Lingkungan Sekitar Sekolah Pelajar di lingkungan sekolah adalah para pelajar dari sekolah lain yang berlokasi di sekitar sekolah dan sering berinteraksi dalam berbagai kesempatan dan kegiatan. Kehadiran mereka dalam aktivitas dakwah sekolah tidak bisa dipungkiri karena mereka pun menjadi bagian dari pergaulan para objek dakwah yang dapat memberikan pengaruh meskipun interaksi hanya dilakukan di luar sekolah. Fenomena merebaknya gank yang sering terlibat dalam tawuran di kalangan pelajar menjadi bukti adanya pengaruh itu. Oleh
40
karena itu, keberhasilan dakwah sekolah pun sangat ditunjang oleh lingkungan yang kondusif sebagai tempat hidup yang nyaman bagi objek dakwah siswa tersebut. Motivasi membangun lingkungan itu dapat diberikan kepada siswa sehingga mereka memiliki kemauan untuk mengubah iklim yang tidak potensial untuk pembinaan menjadi iklim yang baik itu. Salah satunya dengan membangun komunikasi antarsiswa antarsekolah dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan positif. Membentuk sebuah forum silaturahmi atau forum bersama yang lain pun menjadi alternatif aktivitas dakwah sekolah ini.
REMAJA PELAJAR SEBAGAI OBJEK DAKWAH SEKOLAH Mengenal Karakter Salah satu tugas seorang penyeru dakwah sebelum menjalankan kewajibannya adalah mengenal objek dakwahnya (mad‟u). Oleh karena itu, keberhasilan dakwah seorang dai juga terkait dengan pengenalan karakter objek dakwahnya tersebut. Perlakuan dan pendekatan yang dilakukan terhadap orang tua berbeda dengan anak-anak, begitu juga berbeda dengan remaja. Lebih luas lagi, perlakuan dan pendekatan pun tidak hanya terkait dengan masalah usia, tetapi juga sifat dan karakter dari setiap individu objek dakwah tersebut. Pelajar berada pada masa remaja sering dikatakan berada pada periode yang penting. Pentingnya masa ini bagi beberapa orang disebabkan oleh adanya perkembangan fisik dan mental yang penting bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan ini terjadi sangat cepat sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dari peralihannya di masa sebelumnya. Dengan perkembangan ini terbentuk sikap, nilai, dan minat baru bagi mereka. Masa pelajar sering juga dikatakan sebagai masa mencari identitas. Bagi mereka, penyesuaian diri dengan standart kelompok sangat penting. Namun, lambat laun mereka mulai mendambakan identitas dirinya dan tidak puas menjadi sama dengan teman-temannya yang lain. Identitas dirinya inilah yang akan menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam lingkungan, dan sebagainya. Dengan karakter yang seperti ini, sebenarnya dakwah sekolah memiliki peluang untuk menawarkan bentuk identitas diri yang akan mereka bawa sampai akhir hayatnya, yaitu identitas seorang muslim yang selalu beramal nyata. Dalam usaha mencari identitas diri ini, mereka melakukan proses meniru (imitasi) dan menjadi sama dengan idolanya (identifikasi). Proses ini pun menjadi peluang bagi dakwah sekolah. Pada saat kepercayaan dan keterikatan itu antara aktivis dakwah sekolah dan objeknya sudah terbentuk, proses transfer tarbiyah itu pun menjadi mudah. Hal ini tampak dari berbagai pengalaman tarbiyah, yaitu pada saat mereka ingin sama seperti murobbinya (pendidik), mulai dari cara berpakaian, menata karakter, bacaan, dan kebiasaan yang dilakukan oleh murobbinya. Kematangan emosi pada masa ini juga mengalami proses yang cukup unik. Pada mulanya remaja memiliki ketegangan emosi yang tinggi sebagai reaksi perubahan fisik dan kelenjar, serta perubahan perlakuan sosial dari
41
lingkungannya. Salah satu cara yang mereka gunakan untuk mencapai kematangan emosi ini adalah membicarakan masalahnya kepada orang yang dia percaya dan mau menerimanya. Pada saat itu ia akan memilih orang yang bisa memenuhi kebutuhan itu. Aktivis dakwah sekolah pun memiliki peluang yang besar untuk memainkan peranan ini. Selain mencapai kematangan emosi, cara ini dilakukannya untuk mendapatkan rasa aman yang mereka rasakan pada saat ia berdekatan dengan orang yang dipercayanya. Secara umum remaja memiliki karakter dan perkembangan yang sama. Namun, perbedaan-perbedaan kecenderungan akan membentuk mereka menjadi tidak sama. Berdasarkan kecenderungan akhlaqnya, remaja dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian. Pertama, remaja berakhlaq islami. Remaja seperti ini dapat dilihat dari ibadahnya yang rajin, kehanifan dan kecepatannya menerima da‘wah. Kedua, remaja berakhlaq asasi. Remaja pada bagian ini tidak taat beragama tetapi tidak juga mau terang-terangan dalam berbuat maksiat karena masih menghormati harga dirinya. Ketiga, remaja berakhlaq jahiliyah. Remaja seperti ini tidak peduli dengan harga diri dan agamanya. Perbedaan karakter tersebut mempengaruhi prioritas pendekatannya. Hal ini terkait dengan efektifitas pembentukan kader. Pendekatan terhadap ketiga tipe remaja tadi diprioritaskan secara berurutan, yaitu dari nomor satu, kedua, dan ketiga. Berdasarkan aktivitasnya remaja di sekolah juga dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian. Pertama, aktivis lembaga keagamaan (Rohis misalnya). Tipe pelajar seperti ini dinomorsatukan dalam pendekatan karena kecenderungannya pada agama sudah bisa dilihat. Semangat untuk bergerak dakwah pun mulai terlihat. Kedua, aktivis lembaga umum (OSIS, KIR, Pramuka, dan sebagainya). Secara umum pelajar yang masuk pada tipe ini adalah pelajar yang dinamis dan lebih siap menerima perubahan dalam dirinya. Mereka siap diajak berdiskusi dan berpikir. Ketiga, pelajar yang tidak terlibat dalam aktivitas apa pun. Pelajar tipe ini adalah pelajar yang melakukan rutinitas aktivitas sekolahnya: berangkat sekolah, mengikuti pelajaran, lebih suka tinggal di kelas, dan pulang. Prioritas pendekatan pada ketiga tipe ini dilakukan secara berurutan. Berbagai tipe yang dimiliki pelajar ini akan menjadi pertimbangan yang penting dalam proses perekrutan untuk tarbiyah nukhbawiyah (pengkaderan). Terhadap objeknya, tarbiyah ini memprioritaskan kriteria, yaitu yang paling siap menerima dakwah dan yang potensial bagi dakwah. Dalam konteks dakwah sekolah, para 10 besar juara kelas masing-masing, perwakilan dari masing-masing kelas, dan para pemimpin formal (ketua kelas, pengurus OSIS, organisasi ekstrakurikuler) adalah segmen yang sangat penting dan strategis untuk digarap. Selain mempertimbangkan karakter, dakwah dalam objek dakwah ini juga mempertimbangkan posisinya sebagai pelajar yang terikat oleh institusi sekolah. Pelajar hanya menjadi bagian kecil dari medan dakwah sekolah yang lebih luas. Posisinya terikat dengan peraturan/kebijakan sekolah, saranasarana sekolah, sehingga pelaksanaan dakwah sekolah pun harus bergerak pada pusaran ikatan itu, sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah sekolah pun harus menyesuaikan dengan peraturan/kebijakan sekolah yang bersangkutan.
42
Model Pendekatan Pengenalan karakter dan posisi pelajar tersebut akan menentukan model pendekatan yang tepat untuk mereka. Dari pendekatan inilah komunikasi awal antara dai dan objek dakwahnya akan berlangsung. Pelajar dengan kondisi fisik, mental, dan sosialnya yang masih labil, sangat membutuhkan teman untuk sharing atau berbagi cerita. Pada umumnya, pelajar memiliki kebiasaan cur-hat. Mereka akan memperoleh rasa aman dan tenang dengan menceritakan masalah dan keadaan dirinya kepada orang yang dipercayanya, yang mau mengerti dan menerimanya. Bahkan, terbawa oleh perasaan egoismenya, pelajar sering mendominankan kepentingan untuk didengar daripada mendengar. Karakter ini memungkinkan para pelaku dakwah sekolah memanfaatkan metode dakwah fardhiyyah (dakwah personal) kepada objek dakwahnya. Metode dakwah fardhiyyah ini menjadi dasar penerapan model pendekatan untuk pelajar. Model pendekatan untuk pelajar sendiri secara sederhana dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan potensi dan pendekatan problem. Karakter yang khas dan unik pada pelajar dapat dilihat dari semangatnya yang tinggi dan penuh gejolak serta segudang potensi yang dimilikinya. Semangat dan potensi ini menjadi perpaduan yang unik bagi objek dakwah sekolah yang akan berestafet menjadi penggerak dakwah dan pembangun peradaban di masa mendatang. Potensi yang dimilikinya – akademik, olah raga, karya ilmiah, dan sebagainya- akan optimal pengembangannya jika dilakukan dengan semangat yang tinggi itu sehingga menjadi prestasi yang gemilang. Berbagai potensi yang dimiliki pelajar tersebut memungkinkan para dai mengadakan pendekatan melalui sarana-sarana seperti kelompok belajar, klub-klub olah raga, kelompok ilmiah remaja, Pramuka, OSIS, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Bukan semata menjadi sarana pendekatan, berbagai potensi tersebut menjadi harta yang mahal bagi tumbuhnya peradaban Islam. Namun, di balik segudang potensi itu, pelajar sebagai bagian dari remaja juga memiliki segudang problematika yang menuntut penyelesaian bijaksana. Problematika pelajar ini bisa datang dari dirinya, keluarganya, ataupun lingkungannya. Problematika pelajar pun menjadi bagian dari pendekatan ini, di samping pendekatan potensi. Pendekatan problem ini mengedepankan penyelesaian permasalahan pelajar, misalnya melalui lembaga konsultasi problem remaja. Kedua pendekatan ini –potensi dan problem- memiliki beberpa keunggulan dan kelemahan yang saling menutup. Pendekatan potensi akan memunculkan produk yang memiliki keunggulan atau prestasi di bidang tertentu sesuai dengan potensi yang dikembangkannya. Namun, kelalaian atas problematika pelajar pun menjadi masalah baru dalam kelahiran produk tersebut. Problematika-problematika pelajar yang tidak terungkap dan terpecahkan akan menjadi bom waktu yang akan menghambat potensinya di masa mendatang.
43
Begitu juga, pembinaan dengan pendekatan problem pun memiliki keunggulan, yaitu pada sisi jangkauan yang lebih luas dan kemampuan menterapi problematika remaja. Namun, pada umumnya pendekatan yang hanya mengedepankan prolem akan berhenti jika problem dimiliki pelajar tersebut telah terselesaikan. Seringkali pengembangan potensi pada pelajar yang seperti ini terlalaikan. Kedua pendekatan itu saling melengkapi. Oleh karena itu, kedua pendekatan ini harus dilakukan secara serempak, seimbang, dan proporsional sesuai dengan kondisi objeknya.
Membangun Kepercayaan Dalam rentang perkembangan manusia, masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit, baik bagi remaja sendiri, orang tua, maupun lingkungannya. Mengapa demikian? Jawaban pertama dan paling jelas adalah karena masa ini --khususnya pada masa awal remaja-- adalah masa perubahan, baik perubahan fisik, perubahan seksual, perubahan psikologis, maupun perubahan tuntutan peran. Kesulitan bagi remaja muncul pada saat ia masih mencari jati diri. Bagi orang tua dan lingkungan –termasuk para pelaku dakwah sekolah-, kesulitan muncul pada saat ia harus memilih perlakuan yang tepat untuk mereka. Perlakuan yang salah pada remaja akan melahirkan permasalahan baru yang akan berakhir pada remaja juga. Pada masa perubahan ini, lingkungan harus sadar bahwa remaja telah meninggalkan masa kanak-kanaknya. Perlakuan pada masa remaja ini pun harus berubah. Teguran-teguran dan peringatan-peringatan yang diberikan bukan menjadi sarana mendekte. Penambahan kadar nilai kepercayaan dan tanggung jawab lambat laun harus diberikan kepada mereka. Inilah salah satu masalah yang muncul atas perlakuan lingkungan terhadap remaja. Dalam kehidupan, ternyata kepercayaan ini tidak selalu utuh diberikan kepada remaja. Namun perlu diingat bahwa kepercayaan yang diberikan kepada remaja bukan dalam rangka meraih peluang kebebasan. Pemberian kepercayaan pada remaja tentu saja juga harus diikuti dengan kewajiban bertanggung jawab. Kepercayaan tanpa tanggung jawab akan mudah disalahgunakan. Sebaliknya, tuntutan tanggung jawab membuat remaja akan lebih hati-hati dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pemberian kepercayaan ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Sejarah mencatat nama agung Usamah bin Zaid. Ia-lah seorang sahabat Rasulullah saw. yang dalam usia yang relatif muda sudah terlibat dalam ajang jihad. Suatu hari Rasulullah saw. hendak berangkat ke medan jihad. Usamah kecil –saat itu usianya belum genap sepuluh tahun—datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, ―Izinkan saya ikut bersamamu, ya Rasulullah!‖ Rasulullah saw. menolaknya dan mengatakan bahwa ia belum mendapat kewajiban berjihad. Usamah kecewa sekali dengan jawaban Rasulullah saw. itu. Ia pulang dan menangis, tetapi ia pantang menyerah. Datanglah ia kembali
44
kepada Rasulullah saw. untuk meminta izin ikut dalam jihad itu. Rasulullah saw. kembali menolaknya. Ia pulang dan menangis sedih. Ia masih tidak menyerah. Datanglah ia kepada Rasulullah saw. untuk ketiga kalinya. Kali ini Rasulullah saw. mengizinkannya tetapi ia hanya diberi tugas mengurusi para korban perang yang terluka. Berkembang hati Usamah mendengar izin dari Rasulullah saw. itu. Bergegas ia pulang dan mempersiapkan bekal untuk mengikuti Rasulullah saw. menuju medan jihad. Inilah sebuah pelajaran kepercayaan yang sangat berharga dari Rasulullah. Melihat kesungguhan di hati Usamah kecil, beliau tidak berat hati memberikan kepercayaan kepadanya, meskipun dengan porsi yang ringan: merawat orang terluka. Tugas yang diberikan Rasulullah saw. pun tugas yang terjangkau oleh kemampuannya. Rasulullah saw. tidak memberikan tugas yang muluk-muluk. Tapi, itulah penghargaan yang tepat buat Usamah. Kepercayaan yang terlampau berat untuk remaja bukan langkah yang bijaksana, meskipun menghambat kepercayaan untuk mereka juga bukan langkah yang tepat. Kepercayaan kepada remaja harus dibangun dengan melihat kondisinya sehingga proporsional dengan kemampuan dirinya. Dukungan dari lingkungan akan memberikan rasa percaya diri kepada remaja. Sebaliknya, tidak adanya kepercayaan pada remaja dapat mengakibatkan munculnya krisis identitas. Begitu juga, kepercayaan yang diberikan akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan bagi remaja. Ia memiliki gambaran yang utuh tentang dirinya. Ia mampu menangkap potensi dan kekuatan yang dimilikinya, juga daya dukung dan penghalang kelemahan dirinya sehingga ia mampu membawa diri dengan baik. Kesempatan yang diberikan lingkungan juga akan mengoptimalkan kiprahnya di masyarakat. Dengan kiprahnya itulah ia dapat membuktikan keberadaan dirinya di lingkungannya. Maka, tidak bijaksana lingkungan menuntut perannya sementara mereka tidak pernah diberi kesempatan berkiprah. Lingkungan yang lebih banyak menuntut daripada mempercayai seperti ini akan membuat remaja mendapat beban yang berat dan tidak membuatnya bergerak untuk memenuhi tuntutan itu. Begitu juga dengan lingkungan yang lebih banyak mendekte daripada mengarahkan. Remaja akan terhambat kreativitas akal dan amalnya. Dan akan lebih parah kemudian jika terjadi kesalahan, ia akan mudah mengkambinghitamkan lingkungan. Lingkungan yang mendektenyalah yang salah. Sebaliknya, remaja yang diberi kepercayaan untuk mengolah dirinya maka ia pun akan lebih bebas mencurahkan kreativitasnya. Ia akan lebih percaya diri. ia juga pandai merencanakan langkah dan aktivitasnya. Ia tidak takut salah karena kesalahan-kesalahan yang telah ia lakukan akan dijadikan pelajaran hidup yang sangat berharga. Penelitian yang dilakukan C. Kagitcibasi –seorang psikolog kebangsaan Turki-dapat sedikit membantu memahami kesalahan ini. Dalam penelitiannya yang melibatkan 20.403 orang tua dari seluruh dunia, ternyata didapatkan hasil bahwa ibu-ibu dari suku Jawa dan Sunda sangat mengharapkan anaknya mengikuti keinginannya (Jawa 88%, Sunda 81%). Begitu juga dengan para bapak (Jawa 85%, Sunda 76%). Berbeda dengan orang tua dari Korea, Singapura, dan Amerika (ibu Korea 62%, ibu Singapura 60%, ibu
45
Amerika 51% serta bapak Korea 68%, bapak Singapura 69%, bapak Amerika 43%). Terlepas dari baik tidaknya remaja dalam ketergantungan orang tuanya, karena kita juga tidak bisa mengatakan remaja yang lepas dari ketergantungan orang tua akan lebih baik dibanding remaja yang berada dalam ketergantungan pada orang tua, tetapi sebuah hasil penelitian mengatakan bahwa remaja yang berprestasi tinggi justru mendapat latihan untuk mandiri dan mengurus dirinya sejak kecil. Meskipun penelitian itu menekankan pada perlakuan subjek orang tua, tetapi tetaplah dapat menjadi gambaran bagi para aktivis dakwah sekolah. Apalagi pada posisi aktivis da‘wah pelajar sebagai murobbi yang harus mendidik objek da‘wahnya. Hasil didikannya sangat terkait erat dengan perlakuan dan cara mendidik yang diberikannya kepada objek dakwah, para pelajar itu. Tidak jauh berbeda juga dengan lingkungan yang lebih banyak menakut-nakuti daripada memberi tantangan. Ketakutan-ketakutan yang ditanamkan dibenaknya akan menjadi momok atau hantu sebelum ia melangkah. Kepesimisan-kepesimisan yang ditanamkan di benaknya juga akan membuatnya ragu-ragu. Lain jika tantangan dengan kepercayaan yang disodorkan pada mereka. Mereka akan tumbuh dengan optimisme yang besar bahwa mereka mampu menjadi manusia dewasa yang mampu berkiprah di lingkungannya. Remaja juga cenderung menempatkan dirinya sesuai citra yang diberikan lingkungannya. Bagaimana lingkungan memandang dirinya, itulah yang akan membentuk dirinya. Citra ―manja‖ pada remaja, akan membuat remaja menjadi manja. Citra ―seperti anak kecil‖ pada remaja juga akan membuat remaja bersikap seperti anak kecil. Sebaliknya, kepercayaan bahwa ―kamu bisa‖ pada remaja, Insya Allah juga akan membuat remaja mewujudkan tuntutan itu. Dalam dakwah sekolah, pemberian kepercayaan ini akan berpengaruh pada kemandirian objek dakwahnya. Objek dakwah yang lebih sering ditakuttakuti, lebih sering dimaklumi –meskipun salah- tanpa pembenaran letak kesalahannya, lebih sering dituntun tanpa memberi kesempatan untuk bergerak sendiri, dan lebih sering didengar tanpa memberi kesempatan untuk mendengar, akan cenderung manja. Kemandirian mereka tidak terasah. Generasi pemberani dan pantang menyerah yang dicita-citakan pun kandas. Ingat, bahwa membina objek dakwah ini bukan hanya dalam rangka memperbaiki kepribadiannya (sahsiyah) saja. Lebih dari itu, membina objek dakwah juga dalam rangka mempersiapkan mereka menjadi pelaku dakwah yang kreatif, pemberani, dan militan, dengan segala potensi dan kemampuannya. Begitu. Para aktivis dakwah sekolah yang mempunyai kepercayaan pada kemampuan dan kesungguhan membina objek da‘wahnya akan menggerakkan objek da‘wahnya itu untuk mengolah dirinya dengan perilaku yang matang, mandiri, dan bertanggung jawab. Insya Allah. Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
46
yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu‟min, yang bersikap kasar terhadap orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orangorang yang mencela. Itulah karunia Allah, diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Maidah 54) Wallahu alam bish-shawab.
Tujuh, AKTIFIS DAKWAH SEKOLAH Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk melakukan dakwah dengan objek apa pun. Begitu juga dalam dakwah sekolah. Namun, karakter dan peran yang diembannya memberikan peluang yang lebih besar pada
47
orang-orang kriteria tertentu sehingga mereka lebih optimal bergerak untuk melaksanakan strategi dan program di dalam aktivitasnya. Pelaku dakwah dalam dakwah sekolah dapat disebut aktifis dakwah sekolah. Untuk menjadi aktifis dakwah sekolah yang aktif, para pelaku dakwah ini harus telah menjadi peserta dakwah khashshah. Mereka adalah para aktifis dakwah baik dari kalangan siswa, guru, alumni, nonalumni, maupun siapa saja yang memberikan kontribusinya secara langsung bagi kebaikan dan kelangsungan dakwah di suatu sekolah. Beberapa orang yang dapat menjadi pelaku dakwah sekolah ini di antaranya siswa, alumni, guru, kepala sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Ormas pelajar yang berkompeten terhadap objek dakwah remaja -khususnya pelajar- atau berkompeten terhadap dunia pendidikan, bimbingan belajar, dan pemilik atau Pengurus Yayasan Sekolah Swasta (PYSS).
SISWA Dalam dakwah sekolah, selain sebagai objek dakwah, siswa juga dapat berperan sebagai subjek atau pelaku dakwah. Sebagai subjek dakwah, siswa memiliki posisi yang sangat strategis karena kedekatan mereka dengan totalitas objek dan medan dakwah di sekolah. Secara kuantitas interaksi, siswa juga memiliki peluang yang lebih besar karena ia tidak dibatasi oleh waktu. Setiap saat mereka ada di dalam lingkungan sekolah. Secara struktural, siswa pun memiliki peluang yang lebih besar karena mereka berada dalam koordinasi sekolah yang langsung berhubungan dengan sekolah. Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya di sekolah, siswa memerlukan wadah untuk berekspresi, baik wadah formal keagamaan (Kerohanian Islam/Rohis), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), maupun dan kegiatan ekstrakurikuler. Wadah yang paling strategis untuk berdakwah adalah Kerohanian Islam. Kerohanian Islam menjadi organisasi yang langsung berkompeten terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah, melalui program-program -baik formal maupun informal- yang dikoordinir oleh pengurusnya. Siswa memainkan peran dengan menduduki posisi sebagai penggerak atau pengurus, baik sebagai pengurus inti maupun staff di dalamnya. Mengoptimalkan peran Kerohanian Islam ini dapat dimulai dengan mengoptimalkan kemampuan pelakunya. Oleh karena itu, pembekalanpembekalan untuk penggarapan wadah ini harus dipenuhi, baik oleh siswa sendiri, alumni, maupun pihak lain. Selain semangat berdakwah yang terus ditanamkan pada mereka, kemampuan managerial (pengelolaan) organisasi menjadi penunjang kemampuan operasional program-program dakwah yang akan digulirkan. Berbagai wadah formal siswa dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Karya Ilmiah Remaja (KIR), Palang Merah Remaja (PMR), Pramuka, bela-diri, dsb- juga menjadi wadah cukup strategis bagi para pelaku dakwah siswa ini. Wadah ini lebih berfungsi sebagai wadah pengembangan dakwah ‗ammah (umum) untuk menjaring simpatisan dakwah yang lebih luas lagi, yang akhirnya akan mendekatkan mereka pada aktivitas keagamaan dan menjadi pendukung yang baik atas dakwah di sekolah. Lebih dari itu, wadah formal dan kegiatan ekstrakurikuler ini akan menjadi sarana
48
untuk meningkatkan kemampuan managerial, ketrampilan, dan kepemimpinan siswa yang akan menjadi modal untuk pengembangan dakwah yang lebih luas lagi di masa mendatang. Terlepas dari berbagai wadah tersebut –karena tidak semua sekolah sudah memiliki wadah yang mapan untuk mengekpresikan dakwah ini-, para pembina (murobbi) pelaku dakwah siswa ini harus menekankan kewajiban dan posisi mereka sebagai individu yang memiliki kewajiban berdakwah. Kesadaran ini akan memunculkan kreativitas berdakwah meskipun sekolah belum memiliki wadah-wadah tersebut sebagai wasilah atau sarana yang memadai untuk dikembangkan. Seorang siswa akan menyadari kewajibannya untuk mengajak orang lain kepada jalan kebenaran, pada berbagai kesempatan dan peluang. Dalam hal ini siswa dapat melakukan dakwah fardiyah (pendekatan personal) terhadap sesama siswa atau guru sebagai pendukung aktivitas dakwahnya di sekolah. Terhadap sesama siswa –siswa setingkat atau adik kelas- siswa dapat juga berperan sebagai pembina (murobbi) melalui berbagai aktivitas formal –misalnya mentoring- dan aktivitas informal.
ALUMNI Alumni sebagai pelaku da‘wah pelajar memiliki kelebihan yang khas terhadap medan daKwahnya: kedekatan dengan siswa, guru, dan birokrasi sekolah, pegawai, satpam, petugas kantin, dan sebagainya. Kehadiran alumni ke sekolahnya kembali menjadi penghargaan sendiri bagi pihak sekolah, apalagi jika alumni mampu menunjukkan kesungguhannya dalam membangun almamaternya kembali, baik dengan masukan-masukan yang menunjang kualitas sekolah, peran aktif dalam menjalankan proses pendidikannya –dalam mentoring pelajaran agama dan bantuan tambahan pelajaran secara informal dalam bentuk kelompok belajar-, sampai bantuan fisik material. Kepercayaan yang diberikan sekolah terhadap alumni menjadi pintu pembuka aktivitas dakwah sekolah. Posisi alumni di sekolah pada masanya dulu juga akan memperlancar pendekatan ke sekolah. Seorang mantan ketua OSIS, mantan ketua Rohis, mantan ketua ekstrakurikuler, mantan juara kelas, atau mungkin alumni yang telah berhasil di universitasnya akan mudah masuk ke sekolah dengan nilai kepercayaan yang tinggi dari sekolah. Bukan hanya dalam pendekatan, posisi ini juga akan menambah dukungan pihak sekolah terhadap pelaksanaan program dakwah. Dalam pengelolaan dakwah sekolah, alumni memiliki peran yang sangat beragam. Alumni memiliki peran yang strategis dalam pelaksanaan dakwah fardiyah, baik kepada siswa, alumni, maupun pihak sekolah. Selain itu, alumni juga dapat berperan sebagai murobbi (pembina) bagi objek dakwahnya (siswa). Alumni sebagai murobbi memiliki nilai tambah karena mereka memiliki pengetahuan medan yang lebih kuat dan spesifik. Hal ini berbeda dengan murobbi dari orang luar yang memiliki pengetahuan yang terbatas tentang medan dakwah siswa yang dibinanya. Peran murobbi bagi alumni ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya sehingga ia bisa segera mengkader objek siswa itu untuk memainkan peran sebagai murobbi di tahun mendatang untuk menangani pembinaan adik kelasnya. Arti penting mengkader adik kelasnya –
49
dalam dakwah ammah maupun khashshah- yang ditanamkan sejak dini akan memunculkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan mengkader secara lebih dini juga. Dengan bekal ini regenerasi dan pewarisan dakwah di sekolah dapat berjalan lancar. Untuk melapangkan gerak dakwahnya di sekolah, alumni dapat membentuk lembaga dakwah sekolah alumni, baik formal maupun informal. Wadah alumni ini menghimpun segenap potensi alumni aktivis dakwah sekolah dan alumni yang tidak aktif dalam dakwah sekolah bagi kepentingan dakwah sekolahnya. Wadah ini menjadi sarana koordinasi dakwah di sekolahnya. Alumni dapat menjalin hubungan dengan pelaku dakwah siswa melalui komunikasi dan kerja sama yang baik, misalnya untuk pembekalan manajerial Kerohanian Islam, pelatihan akademis siswa, konsultasi dakwah bagi siswa dan sekolahnya, dan sebagainya. Melalui komunikasi dan kerjasama ini juga alumni dapat menjalankan fungsi pembinaan dan kaderisasi bagi objek dakwahnya. Kehadiran alumni di sekolah semestinya mendapat penghargaan dan sambutan yang hangat dari sekolah karena tidak banyak alumni yang peduli dengan almamaternya, apalagi tanpa mendapat imbalan sepeser pun. Dan ini dilakukan dengan tulus oleh para pelaku dakwah sekolah. Namun, tidak selalu niat tulus itu mendapat sambutan yang hangat dari sekolah. Kecurigaan dari sekolah kadang-kadang tidak bisa dihindari sehingga mereka melakukan pengawasan terhadap kerjasama siswanya dengan alumni. Alumni tidak bisa menyalahkan pihak sekolah, begitu pun sebaliknya. Dalam kondisi yang demikian, alumni harus menjalin hubungan yang baik dengan sekolah. Alumni dapat berkunjung dan bersilaturahmi ke guru, kepala sekolah, atau pembina OSIS/Kerohanian Islam, guru agama, dan sebagainya. Alumni harus pandai memanfaatkan moment-moment untuk menunjukkan perhatian kepada mereka. Alumni harus mampu menunjukkan itikad baiknya untuk membantu pihak sekolah menjalankan program dakwah di sekolah.
GURU Guru memiliki peran yang yang khas dan penting karena kedudukan dan peranannya yang berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Guru memiliki kemampuan dan peluang yang lebih tinggi dalam berdakwah kepada guru dan birokrasi sekolah yang merupakan medan dakwah struktural dalam dakwah sekolah. Kepada siswa pun guru memiliki posisi yang lebih memungkinkan untuk diterima secara dekat karena secara kuantitatif mereka sering berinteraksi dan posisi memberikan kepercayaan dan penghormatan tersendiri bagi guru. Guru secara tidak langsung memainkan fungsi tarbiyah dalam proses belajar mengajarnya di kelas. Guru bisa menyelipkan pesan-pesan dakwah baik secara langsung maupun tidak langsung. Guru bisa memberi nasihat dalam perkataan di sela-sela pelajaran atau di sela-sela waktu senggangnya saat sang murid berkonsultasi kepadanya. Lebih dari itu, sikap guru pun menjadi bentuk dakwah yang tidak bisa disepelekan. Murid akan melihat guru dari sosoknya dan mereka akan meniru dan mendengarkan nasihatnya. Guru juga harus memiliki pemahaman yang lebih utuh atas pelajaran yang disampaikan, sehingga proses pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan siswa semakin paham atas konsep ilmu yang terpadu.
50
Guru secara struktural memiliki peluang untuk menjadi pembina Rohis atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Posisi sebagai pembina tentu saja sangat strategis dalam mengarahkan gerak wadah yang dibinanya termasuk siswa penggeraknya. Selain itu, guru dapat memainkan peran sebagai pelaku dakwah fardiyah dan pembina (murobbi) bagi siswanya, guru, maupun pihakpihak lain yang secara struktural sekolah memiliki posisi yang lebih tinggi dari siswa dan alumni sebagai aktivis dakwah sekolah. Guru dapat melakukan upaya rekruitmen di sekolah melalui kerjasama dengan aktivis dakwah sekolah. Memainkan peran dakwah di sekolah seorang diri pun bagi guru memiliki peluang yang kecil karena waktu yang ia miliki di sekolah sudah banyak terpakai untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dan tugas-tugasnya sebagai guru. Maka, seorang guru tetap membutuhkan mitra dalam gerak dakwahnya di sekolah.
KEPALA SEKOLAH Kepala sekolah menjadi aktifis dakwah sekolah yang memiliki peran yang sangat strategis. Selain sebagai pelaku dakwah fardiyah, seorang kepala sekolah memiliki peluang yang besar karena beliaulah penyokong utama segenap program dakwah sekolah. Hal ini akan mempercepat proses islamisasi sekolah. Selain itu, kekuatan struktural ini juga akan memperlebar pengaruh dakwah ke semua kalangan dan unsur sekolah. Sosok kepala sekolah memberikan dorongan dan dukungan bagi bawahannya.
PEMBINA (MUROBBI) Pembina (murobbi) dalam dakwah sekolah ini adalah aktifis dakwah dari kalangan alumni dan non-alumni yang memiliki peran secara khusus untuk mentarbiyah atau membina objek dakwah sekolah dalam dakwah khashshah (khusus). Dakwah khashshah ini berperan sebagai wahana pembinaan yang lebih intensif bagi objek dakwah sehingga menghasilkan out-put yang khusus pula, yaitu objek dakwah yang siap melakukan dakwah. Pada dasarnya setiap orang memiliki peluang untuk melakukan aktivitas da‘wah pelajar. Bukan saja siswa, alumni, atau guru yang secara struktural memiliki hubungan dengan sekolah. Lahan da‘wah pelajar dapat digarap oleh orang luar yang tidak memiliki hubungan dengan sekolah. Orang luar lebih memiliki peluang yang kecil untuk memasuki da‘wah pelajar. Namun, bukan berarti tertutup kemungkinan mereka ikut berpartisipasi di dalamnya. Pendekatan pertama yang harus dilakukan pun semestinya pendekatan yang wajar dan logis sehingga ia bisa diterima oleh sekolah dengan baik, jika ia harus memainkan peran operasional yang menuntut ia terjun langsung ke sekolah. Namun, jika ia hanya memainkan peran sebagai murabbi yang melakukan aktivitasnya di luar sekolah, itu pun tidak harus menuntut ia menyusun sederet agenda untuk memulai perkenalan dengan sekolah. Peran sebagai murabbi ini sangat memungkinkan dilakukan oleh siapa pun.
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM)
51
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam dakwah sekolah merupakan aktifis dakwah dari kalangan alumni maupun non-alumni yang mengelola LSM yang berkaitan langsung dengan aktivitas dan proses dakwah sekolah. LSM sebagai aktifis dakwah sekolah bisa memfokuskan sasarannya kepada pelajar sekolah dan atau dunia pendidikan sekolah. LSM yang berkompeten terhadap objek sekolah ini merupakan wadah amal umum (‗ammah) yang sangat strategis untuk mengimplementasikan segenap strategi dan program dakwah sekolah secara formal dan meluas. Melalui program-program yang formal dan profesional yang disusunnya, LSM memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memperkenalkan dakwah dan bentuknya ke berbagai sekolah, lalu menjalankan dakwah itu sendiri ke sekolah. Dengan langkah ini, LSM bisa membantu mempercepat proses rekruitment dakwah khashshah yang ada di setiap sekolah. Dengan asumsi ini, aktifis dakwah sekolah LSM tidak bisa melepaskan komunikasi dengan aktifis dakwah sekolah lain dalam tingkat lokal masing-masing sekolah maupun dalam tingkat sekolah secara umum. Komunikasi dan kerjasama aktifis dakwah sekolah LSM dengan aktifis dakwah sekolah yang lainnya dapat juga digunakan sebagai wahana untuk menggali permasalahan pelajar dan menyusun program untuk penyelesaiannya. Sebaliknya, aktivis dakwah sekolah lain pun dapat mengefektifkan programnya karena penyelesaian dan kebutuhan objek dakwahnya dapat tertutupi oleh aktifitas LSM. Kerjasama yang seperti ini akan mempercepat proses peningkatan kualitas kader melalui berbagai perangkat program pendidikan dan pelatihan yang digali bersama. Dalam rangka memperluas dan meningkatkan simpatisan dakwah, LSM dapat mengoptimalkan peran dakwah ammah dengan mengorientasikan geraknya pada pemenuhan kebutuhan pelajar. Pada bidang pendidikan, LSM dapat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan ketrampilan (skill), mentoring agama, program pemberantasan buta huruf Alquran, dan sebagainya. Pada bidang pelayanan (charity), LSM dapat menjalankan program pemberian beasiswa, adik asuh, bantuan sosial, dan sebagainya. Tidak kalah penting dalam hal ini LSM dapat menjadi fasilitator untuk advokasi seputar masalah pelajar, misalnya masalah seks, HIV/AIDS, narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya. Begitu juga dengan bidang-bidang yang lain, yang memungkinkan tergarap oleh LSM tersebut.
ORMAS PELAJAR Dalam rangka peningkatan peran dakwah ammah siswa dalam lingkungan eksternal sekolah, pembentukan ormas pelajar dianggap memiliki peluang yang besar untuk berkembang. Hal ini terkait juga dengan peningkatan kuantitas dan kualitas kader aktifis dakwah sekolah siswa. Dengan berbagai tuntutan pengembangan kemampuan dan potensi serta pemenuhan kebutuhan dalam lingkungannya, ormas pelajar dapat dibentuk secara mandiri melibatkan siswa-siswa dari berbagai sekolah. Organisasi ini dapat menjadi wahana koordinasi dakwah sekolah antarsekolah dengan membahas perkembangan dan permasalahan masing-masing sekolah dan berusaha mencari penyelesaian bersama. Bukan hanya solusi, tetapi semangat kebersamaan pun akan memunculkan semangat baru untuk mengembangkan dakwah sekolah di masing-masing sekolah.
52
Organisasi ini dapat juga menjadi wahana untuk menanggapi isu-isu sekitar pelajar dan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pelajar, misalnya demoralisasi di kalangan pelajar, tarif angkutan pelajar, tidak terpenuhinya jam salat Jum‘at di sekolah, dan sebagainya. Di dalam ormas ini para penggeraknya dituntut belajar peka terhadap lingkungan dan permasalahannya. Mereka juga berlatih berani memperbaiki lingkungan yang tidak kondusif untuk pengembangan dirinya. Dengan berbagai gerak dan programnya, organisasi ini memiliki peran yang sangat strategis dalam penumbuhan bakat kepemimpinan sejak dini bagi para aktifisnya. Untuk penumbuhan bakat ini secara merata ke seluruh sekolah, organisasi antarsekolah ini dapat meluaskan geraknya dengan membangun wilayah kerja pada peningkatan kemampuan organisasi yang melibatkan seluruh sekolah. Melalui organisasi ini pelajar dapat menyusun program pelatihan manajerial dan kepemimpinan atau program aksi bersama.
LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR Adalah para aktifis dakwah yang menjadi pengurus atau pengajar dalam suatu bimbingan belajar swasta untuk siswa baik yang diadakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Di luar lingkungan sekolah, bimbingan belajar menjadi satu lingkungan baru yang perlu digarap, apalagi dengan maraknya bimbingan belajar akhir-akhir ini. Lingkungan bimbingan belajar adalah lingkungan yang lain dari siswa setelah sekolahnya. hal ini didukung oleh intensitas interaksi dengan mereka. Lingkungan itu –sekolah dan bimbingan belajar- bukanlah lingkungan yang terpisah. Kedua lembaga belajar ini menuntut kesungguhan dari aktifis dakwahnya sehingga mampu mendukung proses pembinaan dirinya (tarbiyah). Berangkat dari inilah bimbingan belajar yang lebih banyak berperan dalam kompetensi ilmu (ilmiy) pun harus mendapat sentuhan dakwah. Aktifis dakwah sekolah dalam bimbingan belajar berperan seperti guru di sekolah. Mereka dapat menyelipkan pesan-pesan dakwah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam segenap proses belajar mengajar. Selain itu, seorang aktifis dakwah sekolah dari bimbingan belajar juga dapat berperan sebagai pelaku dakwah fardiyah dan pembina (murobbi). Dengan berbagai pendekatan dan programnya, lembaga bimbingan belajar dapat membuka pintu menuju dakwah khashshah. Aktifis dakwah sekolah dalam lembaga bimbingan belajar memiliki peran yang besar juga dalam mempercepat proses peningkatan kualitas kader dan simpatisan, baik dalam bidang akademis, moral, maupun wawasan keislaman. Peran ini dapat dijalankan dalam suasana formal di dalam kelas maupun suasana non-formal yang dilakukan di luar kelas. Peningkatan akademis dilakukan melalui pelajaran-pelajaran yang disampaikannya. Peningkatan moral dan wawasan keislaman dapat dilakukan dengan contoh atau teladan, program khusus (suplemen) yang disepakati lembaga untuk peserta bimbingan, pendekatan-pendekatan personal terhadap beberapa kasus yang terjadi pada peserta bimbingan itu, serta menciptakan suasana yang islami dalam lingkungan lembaga. Dengan peran yang diemban itu, aktifis dakwah sekolah dalam lembaga bimbingan belajar sekaligus memainkan perannya dalam mempercepat proses
53
rekruitmen kader dan perluasan jumlah simpatisan dengan berbagai program yang memungkinkan dan dengan lingkungan islami yang diciptakan. Namun, untuk memainkan semua peran ini sebuah lembaga bimbingan belajar harus memenuhi syarat, yaitu memiliki kredibilitas yang tinggi sehingga menarik siswa untuk memasuki lembaga bimbingan belajar tersebut. Para pengelola dalam hal ini tidak hanya dituntut memiliki kemampuan berdakwah tetapi juga harus memiliki kemampuan manajerial lembaga yang mantap.
PEMILIK ATAU PENGURUS YAYASAN SEKOLAH SWASTA Aktifis dakwah sekolah ini adalah pemilik atau pengurus yayasan sekolah swasta tingkat SLTP dan SLTA baik sekolah Islam maupun sekolah umum. Dalam dakwah sekolah, pemilik atau pengurus yayasan sekolah swasta ini memiliki peran yang hampir sama dengan kepala sekolah. Selain sebagai pelaku dakwah fardiyah, aktifis dakwah sekolah ini juga menjadi penyokong utama segenap program dakwah sekolah dengan menggunakan kekuatan strukturalnya.
Delapan, PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN DAKWAH SEKOLAH Aktifitas dakwah merupakan aktifitas menyeru manusia kepada jalan kebenaran. Jalan ini bukanlah jalan yang pendek dan sesaat (temporer). Sejak Nabi Adam as., Rasulullah saw., dan sampai sekarang bahkan sampai nanti menjelang kehidupan dunia berakhir, jalan ini masih juga tertapaki. Namun, bukan berarti dakwah ini tidak pernah berhasil. Keberlangsungan dakwah dalam waktu yang panjang merupakan bukti bahwa kebenaran Allah tetap tegak oleh pergantian generasi yang selalu memperjuangkannya.
54
Keberlangsungan jalan dakwah di muka bumi ini bukanlah semata berjalan begitu saja. Pada setiap zaman dakwah terdapat pelajaran-pelajaran yang akan menjadi cermin bagi zaman berikutnya. Rasulullah saw. telah mengukir kejayaan dakwah itu pada zamannya. Bercermin pada keberhasilan dakwah Rasulullah berarti bercermin pada prinsip dakwah beliau. Jalan dakwah memegang kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip yang akan menjadi pedoman geraknya hingga mencapai tujuan. Secara umum prinsip-prinsip penyelenggaraan dakwah tidak berbeda. Namun, kekhususan medan dan objek akan menciptakan beberapa hal yang khusus pula. Salah satunya di sini adalah dakwah sekolah.
PRINSIP UMUM Merujuk pada Al Qur’an dan Sunnah Dakwah menyeru manusia pada Islam yang menetapkan sumber hukumnya pada Al Qur‘an dan sunnah Rasulullah. Dua wasiat ini menjadi kunci keberhasilan hidup manusia di dunia yang menginginkan kenikmatan surga di akhirat. Al Qur‘an merupakan cahaya yang akan mengantarkan manusia kepada jalan yang terang. Inilah pedoman untuk mencapai keselamatan dan keridhaan Allah. Allah swt. berfirman, “Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS Al Maidah 5:16) Nilai Al Qur‘an ini telah dibuktikan oleh generasi pertama di zaman Rasulullah saw. Generasi pada saat itu adalah generasi teladan yang unik. Interaksi mereka dengan Al Qur‘an telah mencetak diri mereka menjadi manusia yang kuat rasa penghambaannya pada Allah, yang kuat rasa pengorbanannya untuk Allah, dan yang kuat rasa pembelaannya untuk Allah. Tidak lain karena mereka menjadikan Al Qur‘an dan sunnah Rasulullah sebagai sumber petunjuk utama pembinaan aqidah, fikriyah, ibadah, dan akhlak mereka.
Mengacu pada Siroh Rasulullah dan Sahabat Siroh Rasulullah saw. dan sahabatnya merupakan petunjuk abadi bagi operasional dakwah yang asasi di berbagai kondisi dan zaman. Keberhasilan dakwah Rasulullah dan para sahabat hingga masa Khulafaur Rasyidin bukanlah perjalanan yang tanpa arti untuk masa sekarang. Allah telah memberikan contoh dan teladan lewat perjalanan sejarah kehidupan dan perjuangan mereka. Menyandarkan perjalanan dakwah pada siroh Nabi dan sahabat akan menguatkan hati dan menghidupkan semangat jihad (ruhul jihad) bagi para aktifis dan objek dakwahnya. Begitu Rasulullah dan para sahabat selalu menanamkannya dalam diri mereka. Selain itu, peristiwa-peristiwa,
55
keputusan-keputusan yang diambil, serta tahapan dakwah yang dilalui Rasulullah dan para sahabat menjadi catatan penting yang menyejarah, yang akan menjadi rujukan bagi pelaksanaan dakwah pada masa berikutnya. Pun dalam aktifitas dakwah sekolah. Salah satu arti penting mempelajari siroh Nabi dan para sahabat yang lain adalah memahami kepribadian (sahsiyah) mereka. Nabi dan para sahabat terkenal sebagai generasi yang memiliki kepribadian unggul. Mereka memenuhi karakter seorang pemuda pejuang yang memiliki akhlak mulia, cita-cita, semangat, serta kesiapan mental dan ruhiyah dalam menapaki hidupnya. Rasulullah saw. sendiri memiliki sifat shiddiq (benar), jujur (al amin), dan amanah. Begitu juga para sahabatnya. Dakwah sekolah menyandarkan pembinaan aktifis dan objek dakwahnya pada teladan mereka. Allah swt. berfirman, ―Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswah hasanah) bagimu, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut nama Allah.‖ (QS Al Ahzab 21) Mempelajari siroh Nabi dan para sahabat juga akan memperkaya wawasan keislaman (tsaqofah islamiyah), baik itu berkenaan dengan aqidah, syariah, maupun akhlaq. Kehidupan Rasulullah dan para sahabat adalah kehidupan yang konkret, utuh, dan integral dalam kaitannya dengan prinsip dan hukum Islam.
Sarana dan Program yang Kreatif, Fleksibel, dan Realistis Sebagaimana dakwah pada umumnya, program dakwah sekolah harus mengacu pada kaidah-kaidah syar‘i yang telah ditetapkan oleh syariat. Dalam mewujudkan tujuan dan sasaran dakwah sekolah, diperlukan berbagai program yang kreatif, fleksibel, dan realistis dengan memperhatikan karakteristik medan dan sumber daya dakwah. Program yang kreatif seiring dengan objek dakwah yang dinamis. Untuk pelajar yang dekat dengan dunia remaja, program itu pun harus dikemas sesuai dengan dunia mereka. Perkembangan trend pun boleh jadi ikut dipertimbangkan untuk menyusun program kerja untuk mereka. Saat dulu dunia remaja dihebohkan dengan dunia gaul, maka isu lewat majalah, koran, seminar, dan diskusi-diskusi pun merebak. Lalu, pelajar menjadi bagian komunitas yang merasa akan percaya diri jika ia bisa bergabung dengan kelompoknya. Maka, tidak salah jika dakwah pelajar pun mencoba mengemas isu itu dalam gaul ala Islam dengan diskusi, kajian, ataupun seminar. Kreatifitas menyusun program juga menjadi daya tarik tersendiri bagi objek dakwah sekolah. Kemonotonan program yang terasa tidak menyenangkan tidak akan dilirik, apalagi dalam program dakwah ammah (umum). Sesuai dengan karakter remaja yang suka hiburan, pelajar remaja menyukai aktifitas yang menyenangkan. Oleh karena itu, kreatifitas aktifis dakwah sekolah menjadi tuntutan. Program dakwah juga harus realistis dengan kondisi yang ada, terutama kondisi sumber daya dakwah yang menjadi penggeraknya. Keterbatasan sumber daya dakwah harus dikelola secara kreatif, cermat, dan efisien agar menghasilkan dakwah yang produktif (muntijah) sesuai dengan tahapannya.
56
Dengan demikian diperlukan keseriusan dan profesionalisme yang tinggi dalam mengelola aktifitas dakwah sekolah (ihsanul „amal). Seperti halnya program mentoring yang selama ini cukup efektif untuk pengkaderan. Program mentoring yang harus dilakukan untuk siswa yang jumlahnya tidak sedikit dan dilakukan dalam waktu yang sama, tentu saja harus dipertimbangkan kembali jika melihat potensi sumber daya dakwahnya tidak memungkinkan. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan sumber daya dakwah yang jumlahnya banyak dan harus rutin minimal satu minggu sekali sehingga komitmen pun harus dimiliki oleh setiap aktifis dakwah sekolah.
Kesesuaian Program dengan Tahapan Dakwah Memperhatikan sunnah taddaruj (penahapan) dalam mendesain dan melaksanakan program-program dakwah sekolah yang bersangkutan. Pentahapan adalah sunnah ilahiyah bagi aktifitas dakwah dan bagi amal islami pada umumnya. Pentahapan ini memudahkan untuk bergerak dan berguna dalam menentukan prioritas-prioritas program untuk mencapai hasil yang optimal. Kisah Abdul Malik –putra Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sering disebut juga sebagai khalifah ar-rasyid kelima dan sebagai Umar kedua- dapat dijadikan teladan. Suatu hari ia bertanya kepada ayahnya, ―Wahai Ayahanda, mengapa engkau tidak melaksanakan urusan-urusanmu? Demi Allah, aku tidak peduli seandainya periuk-periuk itu merebusku dan merebusmu dalam kebenaran!‖ Abdul Malik menginginkan ayahnya menumpas pelaku kezaliman, kejahatan, kerusakan, dan penyelewengan secara drastis bukan secara pelanpelan dengan resiko apa pun. Dengan bijak ayahnya menjawab, ―Jangan tergesa-gesa, wahai anakku. Sesungguhnya Allah mencela khamr dalam Al Qur‘an melalui dua tahapan, dan baru pada tahap ketiga khamr itu diharamkan. Jika aku memaksakan kebenaran kepada manusia dengan sekaligus, aku khawatir mereka akan menolaknya sekaligus juga, sehingga hal ini menjadi fitnah.‖ Dalam dakwah sekolah hal ini dirumuskan dalam perencanaan yang matang atas program dan target dalam setiap caturwulan dan setiap jenjang kelas. Dengan memperhatikan pentahapan dalam penyusunan program ini, perkembangan objek dakwah akan lebih mudah terpantau.
Ajakan yang Simpatik Berdakwah harus dilakukan dengan cara yang simpatik dan profesional. Ajakan yang simpatik memunculkan citra yang positif. Aktifis dakwah tidak akan berhasil menyentuh hati objek dakwahnya jika ia selalu mengesankan sosoknya yang eksklusif dan sulit bergaul dengan berbagai kalangan. Ia juga harus tampil secara rapi, bersih, ramah, bergaul secara wajar sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Aktifis dakwah sekolah pun memiliki tuntutan itu, apalagi objek pelajar remaja yang dihadapinya memiliki bentuk pengidolaan atas kesempurnaan performance dan penampilan ini. Remaja memiliki idealisme dalam menilai seseorang yang itu akan mempengaruhi
57
penerimaannya terhadap orang itu. Kepada aktifis dakwah penyeru kebaikan pun dituntut demikian. Dakwah itu harus dilakukan dengan meringankan dan tidak memberatkan, memudahkan dan tidak mempersulit, memberi kabar gembira dan tidak menakut-nakuti. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, ―Permudahlah dan janganlah kamu sekalian mempersulit. Gembirakanlah dan janganlah kamu membuat mereka menjadi lari.‖ (Muttafaq ‗Alaih) Mempermudah dan tidak mempersulit bukan berarti tidak memiliki target. Begitu juga menggembirakan dalam mensikapi objek dakwah. Ramburambu ini digunakan untuk memberi semangat kepada objek dakwah karena mereka gembira dengan Islamnya. Rasa gembira ini akan lebih memacunya menjadi lebih baik. Memberikan beban dengan penciptaan suasana yang tegang dan menakutkan hanya akan membuat objek dakwah lari. Oleh karena itu, sikap lemah lembut –sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw.- kepada objek dakwah wajib dimiliki setiap aktifis dakwah, selain juga memperhatikan tahapan penerimaan objek dakwah tersebut sesuai dengan marhalahnya. Tanpa bekal ini seorang aktifis dakwah akan lebih sering memvonis objek dakwahnya sebagai orang yang tidak pernah memiliki kemajuan. ―Sesungguhnya agama itu mudah, dan seseorang tidak akan memberatkan diri karena agama kecuali ia akan dikalahkannya. Maka luruskanlah, saling mendekatlah, gembirakanlah dan gunakanlah pagi dan sore hari, serta sesaat pada akhir malam (sebelum fajar).‖ (HR Bukhari dan Nasa‘I dalam Jami‘ ash-Shagir 1611)
Memiliki Keunggulan Para aktifis dakwah sekolah siswa hendaknya memiliki citra yang positif, berakhlaq unggul secara akademis dan sifat kepemimpinan di kalangan pelajar. Citra positif bagi seorang muslim pun dicontohkan Rasulullah saw. Dari sisi akhlaq tidak ada yang meragukan kemuliannya sekalipun mereka benci dengan ajaran yang dibawanya dari Allah. Dari sisi kecerdasan dan kepemimpinannya pun tidak pernah diragukan kaum muslimin maupun musuhmusuhnya. Dengan bimbingan-Nya, beliau pandai menterjemahkan ayat-ayat Allah yang ada di dalam Al Qur‘an maupun alam, membuat strategi perang meskipun awalnya beliau seorang yang ummi (bodoh), dan selalu bersemangat meningkatkan keahliannya di bidang keilmuan. Sifat kepemimpinannya pun tidak diragukan lagi, bahkan diakui di kalangan orang-orang besar pada masa sekarang. Bukan untuk riya‘ jika setiap aktifis dakwah sekolah diwasiatkan untuk memiliki keunggulan-keunggulan ini. Namun, semata karena efektifitas dakwahlah yang menjadi tujuan. Keunggulan-keunggulan ini akan menjadi suri tauladan yang sangat baik bagi objek dakwah sekolah dan meningkatkan efektifitas dakwah fardiyah khususnya dan dakwah sekolah pada umumnya. Dengan demikian, mereka memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima objek dakwahnya.
Keseimbangan Ruhiyah, Fikriyah, Ijtima’iyah, dan Jasadiyah
58
Keseimbangan aspek ruhiyah (spiritual), fikriyah (pola pikir), ijtima‟iyah (kemasyarakatan), dan jasadiyah (kekuatan fisik) harus diperhatikan dalam aktifitas dakwah sekolah, terutama dalam pembinaan objek dakwah –secara khusus- yang akan dikader sebagai aktifis dakwah sekolah. Keseimbangan yang dibangun ini akan menghasilkan kader-kader yang memiliki kualitas unggul. Begitu juga yang dilakukan Rasulullah saw. dalam mengkader pengikut-pengikutnya. Rasulullah saw. tidak menghendaki seorang yang timpang di salah satu aspeknya sehingga menghambat potensi yang mestinya bisa lebih optimal. Seperti halnya seorang kader yang memiliki aspek ruhiyah, fikriyah, dan ijtima‘iyah yang bagus, tetapi ia tidak memiliki kekuatan fisik. Ia akan lebih mudah jatuh meskipun ia memiliki potensi yang lain untuk membesarkan dakwah. Aspek ruhiyah untuk mengokohkan aktifis dakwah sekolah dari sisi pemahaman dan kekuatan ruhaninya sebagai persiapan asasi yang sangat penting dalam perjuangan dakwah yang panjang, berliku, dan penuh ujian dan cobaan. Imam Ahmad meriwayatkan perkataan Aisyah ra., ―Sesungguhnya Allah mewajibkan qiyamullail pada awal surat (Al Muzammil) ini. Kemudian Rasulullah saw. dan para sahabatnya melaksanakannya selama satu tahun sampai kaki-kaki mereka bengkak. Allah menahan penutup surat ini di langit selama dua belas bulan kemudian Allah menurunkan keringanan di akhir surat ini sehingga qiyamullail menjadi sunat setelah diwajibkan.‖ Demikian tarbiyah Ilahiyah dalam membentuk kualitas generasi sahabat yang terbaik demi mempersiapkan mereka menghadapi beratnya tantangan dan panjangnya dakwah sebagaimana diabadikan dalam siroh nabawiyah. Qiyamullail menjadi isyarat wajibnya komunikasi yang kuat dengan Allah bagi para penggerak dakwah. Karena dakwah untuk Allah, maka mengkomunikasikannya pun harus dengan Allah, yaitu dengan kekuatan ruhiyah itu. Selain kekuatan ruhiyah, kekuatan fikriyah menjadi salah satu pendamping keseimbangan itu. Aspek ini berorientasi pada terbentuknya pola pikir yang islami sehingga ia akan mampu berusaha menyelesaikan segala permasalahan dengan menginteraksikannya dengan Islam, meskipun secara tekstual permasalahan tersebut tidak terdapat dalam Al Qur‘an dan hadits. Aspek pemikiran ini merupakan asas bagi tegaknya dakwah. Bahkan, dakwah itu pun ditegakkan untuk mengubah pola pikir jahiliyah kepada pola pikir Islam. Allah swt. berfirman, ―Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya adalah orang-orang dalam kesesatan yang nyata.‖ (QS. Al Jumuah 2) Aspek ijtima‘iyah juga menjadi penting dalam memenuhi keseimbangan itu. Objek dakwah yang sesungguhnya adalah masyarakat atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Mengenal mereka menjadi satu hal yang wajib. Begitu pun dalam dakwah sekolah. Mengenal masyarakat sekolah, kemudian bergerak
59
memasuki masyarakat itu dan melakukan perbaikan adalah aktifitas bagi semua penyeru dakwah sekolah. Yang tidak kalah penting juga adalah aspek jasadiyah (kemampuan fisik). Allah swt. berfirman, ―Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.‖ (QS. Al Anfal 60) Membina jasad dalam dakwah bisa dilakukan dengan banyak cara. Olah raga, menjaga makanan yang bergizi, menjaga kebersihan, tidak membebani fisik melebihi kesanggupannya, adalah beberapa di antaranya. Rasulullah saw. memberi penekanan yang kuat atas pembinaan jasad ini. Hal ini tampak pada doa yang sering beliau panjatkan, ―Ya Allah, sehatkanlah badanku. Ya Allah, sehatkanlah pendengaranku. Ya Allah, sehatkanlah penglihatanku.‖
Prioritas Objek Dakwah Proses perekrutan dan pengkaderan dalam dakwah sekolah memiliki prioritas pemilihan objek dakwah. Prioritas pertama diberikan kepada objek dakwah yang paling siap menerima dan menyambut seruan dakwah, baru kemudian diberikan kepada objek yang potensial bagi dakwah. Rasulullah saw. pernah ditegur dalam surat Abasa, yaitu ketika beliau lebih memprioritaskan objek yang lebih potensial karena kedudukannya di mata manusia dibandingkan dengan seorang buta yang kurang potensial – Abdullah bin Umi Maktum- padahal ia lebih memiliki kesiapan penuh untuk menerima dakwah. Namun demikian, apa yang dilakukan Rasulullah saw. tersebut tidaklah bertentangan dengan pemilihan objek berdasarkan kedudukan strategisnya di masyarakat, selama mereka juga memiliki kesiapan penuh untuk menerima dakwah. Prioritas dakwah kepada objek yang memiliki kedudukan strategis ini dilakukan untuk memudahkan dan mempercepat perkembangan dakwah. Abu Bakar ra. -salah seorang sahabat yang pertama direkrut oleh Rasulullah saw. untuk masuk Islam- adalah orang yang sangat potensial dan berpengaruh di masyarakatnya waktu itu. Dilihat dari akhlaqnya, Abu Bakar adalah seorang lelaki yang dicintai dan disayangi karena ia akrab dengan kaumnya. Ia juga seorang Quraisy yang paling mengerti dan tahu tentang nasab (keturunan) suku Quraisy serta masalah kebaikan atau keburukan yang ada pada suku itu. Dari sisi pekerjaan dan status sosialnya pun ia dikenal sebagai seorang pedagang besar yang memiliki akhlaq mulia dan sering didatangi oleh tokoh-tokoh kaumnya untuk dimintai pendapat mengenai banyak hal. Dalam konteks dakwah sekolah, objek yang siap menerima dan menyambut seruan dakwah itu tampak orang-orang yang sungguh-sungguh dan bersemangat menyambut program-program dakwahnya. Orang-orang yang seperti ini akan mendekat kepada aktifis dakwah tanpa melalui proses ajakan yang panjang. Selanjutnya, para 10 besar juara kelas masing-masing perwakilan dari masing-masing kelas, para pemimpin formal (ketua kelas, pengurus OSIS, organisasi ekstra), pemimpin informal, guru dan kepala sekolah adalah segmen yang strategis dan potensial untuk menjadi objek perekrutan dan pengkaderan.
60
Mengutamakan Pengkaderan Pengkaderan menjadi prioritas dalam dakwah sekolah karena memiliki peluang yang strategis dalam masa sekolah menengah. Oleh karena itu, prientasi pengkaderan harus menjadi program utama yang akan menjadi penggerak dakwah ammah dan khashshah. Program ammah dan khashshash pun menjadi program yang terpadu dalam dakwah sekolah. Sebuah aktifitas ammah menjadi pintu aktifitas khashshah, bahkan bisa menjadi sarana khashshah dengan pola yang terpadu itu.
Menyentuh Seluruh Lapisan Dakwah Dakwah menjadi hak semua manusia, seperti Rasulullah saw. selalu melebarkan sayap dakwahnya ke berbagai lapisan masyarakat. Begitu juga, dakwah sekolah harus menyentuh seluruh lapisan objek dakwah sekolah. Oleh karena itu, dakwah harus meluas menjadi bersifat ammah dan formal. Sifat ini memberi peluang pada legalitas program dakwah sehingga dukungan dari seluruh masyarakat sekolah pun besar. Dengan demikian, penguasaan dan pengelolaan lembaga formal, baik dalam lingkup intra maupun ekstra sekolah termasuk LSM dan ormas pelajar, sesuai dengan prinsip dakwah ammah dan harokah dhahiroh menjadi parameter penting kemajuan dakwah sekolah.
Regenerasi Dakwah Masalah regenerasi pengelola dakwah sekolah harus mendapat penekanan yang sangat kuat, baik di kalangan aktifis dakwah siswa maupun aktifis dakwah alumni mengingat usia pengelolaan dakwah sekolah yang relatif terbatas. Regenerasi dalam sebuah aktifitas dakwah adalah satu hal yang niscaya, sebagaimana Rasulullah saw. dan para sahabat telah meninggalkan warisan dakwah ini kepada kita bahkan kepada para pewarisnya di masa mendatang. Prestasi dalam dakwah sekolah dapat dilihat dari berbagai sisi, baik dari aktifis dakwahnya maupun dari objek dakwahnya. Prestasi dari aktifis dakwah antara lain terlihat dari terjaminnya pewarisan amanah dakwah sekolahnya dari angkatan ke angkatan. Dengan jaminan ini, ancaman kemandegan generasi telah terlampaui. Dengan kata lain, prestasi dakwah sekolah bagi aktifis dakwahnya antara lain terlihat pada proses kaderisasinya. Keberhasilan dakwah sekolah juga dapat terlihat dari produk kader yang dihasilkan. Dalam dakwah ini, keterlambatan pertumbuhan jumlah binaan dari objek dakwahnya (dalam hal ini siswa) sangat berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan sekolah yang digarap. Hal ini semakin terasa mencemaskan jika kita mengingat bahwa masa tarbiyah di sekolah menjadi masa pembentukan, sebelum ia diberdayakan dan terjun ke dalam kancah dakwah yang lebih luas. Maka, sedikitnya jumlah binaan dalam dakwah sekolah ini bisa menjadi prediksi keberlangsungan dakwah berikutnya. Mengingat pentingnya posisi jumlah binaan yang akan menjadi kader dakwah ini, maka tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa tolok ukur pertama penilaian terhadap rangking (prestasi) dakwah sekolah adalah jumlah binaan yang tercetak dalam aktifitas dakwahnya. Namun, besarnya jumlah
61
binaan dalam sebuah aktivitas dakwah sekolah tidak akan menjamin keberlangsungan regenerasi dan pewarisan dakwah tanpa diikuti kontinuitas produksi binaan tersebut dari angkatan ke angkatan. Maka, kontinuitas dalam produksi binaan ini pun menjadi tolok ukur rangking yang lain. Prestasi dakwah sekolah bagi aktifis dan objeknya sebenarnya tidak dapat dipisah karena kesinambungan geraknya yang melingkar. Aktifis dakwah sekolah pembina (murobbi) membina objek dakwah siswa. Setelah lulus, siswa yang terbina itu akan menjadi aktivis dakwah yang akan menghasilkan binaan. Begitu seterusnya. Regenerasi dakwah juga memperhatikan kualitas generasi yang ditinggalkan. Latihan dan pengawasan serta pembebanan secara bertahap dari generasi lama kepada generasi baru termasuk salah satu cara menjaga kualitas generasi itu. Dengan cara ini kesinambungan pewarisan visi dan misi dakwah serta kesinambungan langkah dan tahapan dakwahnya dapat terkomunikasikan dengan baik. Kesalahan dan kekeliruan dalam proses regenerasi adalah satu hal yang wajar. Yang salah dalam proses ini adalah kesalahan dan kekeliruan yang tidak terevaluasi sehingga ia tidak memiliki peluang menjadi lebih baik. Dalam regenerasi ini juga, generasi lama harus memberikan kesempatan kepada generasi yang dikadernya untuk berkreasi dalam pengemasan program dan strateginya. Generasi lama harus menyadari bahwa setiap generasi akan menemui pengalaman dan pelajaran baru di zaman yang dihadapinya yang berbeda dengan zaman pendahulunya.
Aktifis Dakwah Permanen Aktifis dakwah sekolah guru dan kepala sekolah harus mendapat prioritas dalam pengkaderannya karena mereka selanjutnya akan menjadi aktifis dakwah sekolah yang permanen. Keberadaan guru dan kepala sekolah biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Untuk kesinambungan dakwah, waktu ini memiliki peluang yang besar. Seringkali kepala sekolah dan guru justru diakhirkan, atau bahkan tidak disentuh sama sekali. Ini kesalahan besar, apalagi jika mengingat sebenarnya guru dan kepala sekolah memiliki keterbukaan atas dakwah. Oleh karena itu, dengan berbagai program dan peluang, aktifis dakwah sekolah ini harus mendapat perhatian yang besar.
Koordinasi yang Rapi Aktifis dakwah sekolah harus senantiasa mengaktifkan syuro yang dibangun berlandaskan akhlaq, profesionalisme, dan ukhuwah islamiyah dalam mengemban tugasnya. Syuro memiliki adab (tatacara) yang menjadi akhlaq dalam pelaksanaannya. Syuro yang produktif juga harus dilakukan secara profesional dan tentu saja dilandasi dengan rasa ukhuwah antaraktifis dakwah. Rasulullah saw. telah memberi contoh dalam sejarah tentang arti kekuatan persaudaraan dalam sebuah aktifitas dakwah. Adanya perselisihan dan rasa tidak nyaman atas kehadiran sesama aktifis yang lain. Syuro menjadi sarana untuk melakukan koordinasi dakwah. Menjadi sunnah Allah, sebuah gerakan perubahan hanya akan terbangun dengan adanya koordinasi yang rapi. Bahkan, sebuah kebenaran pun gaungnya bisa
62
terkalahkan oleh kemungkaran yang terkoordinir rapi. Koordinasi bukan semata menjadi forum menyusun perencanaan (planning) dakwah, tetapi juga menjadi forum mengatur gerak dan langkah, serta mencari solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan. Setiap aktifis dakwah harus memiliki kepemilikan atas syuro itu sehingga mereka memiliki tanggung jawab atas berdirinya syuro. Selain itu, setiap aktifis dakwah pun harus memiliki komitmen terhadap hasil syuro itu dengan melaksanakannya sesuai kesepakatan bersama. Dalam tingkat lokal sekolah, syuro harus terbentuk. Anggota syuro ini bisa melibatkan para aktifis dakwah sekolah yang dianggap mampu menganalisa gerak di lapangan dan intens mengikuti perkembangan dakwah di sekolahnya. Syuro juga harus terbangun di tingkat yang lebih luas sebagai sebuah forum koordinasi antaraktifis dakwah sekolah. Dengan forum ini diharapkan permasalahan-permasalahan dalam aktifitas dakwah sekolah dapat diantisipasi bersama, begitu juga dengan pengembangan potensi masingmasing sekolah. Allah swt. berfirman, ―Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka.‖ (QS. Asy Syuura 18)
PRINSIP KHUSUS Dakwah Ammah dalam Dakwah Sekolah Dakwah Islam pada hakikatnya merupakan upaya perubahan (taghyir). Allah swt. menyebutnya perubahan dari kegelapan kepada cahaya. Perubahan yang dikehendaki dakwah Islam bukan perubahan dari segelintir orang saja. Namun, Islam menghendaki perubahan secara massal dari semua manusia tanpa memandang suku, bangsa, atau golongan. Dakwah Islam menghendaki perubahan realita yang mencakup seluruh dimensi kehidupan umat manusia. Perubahan ini bersifat integral (menyeluruh) dari seluruh aspek kehidupan manusia. Karena dakwah itu bersifat massal, maka ia pun bergerak secara massal melibatkan seluruh unsur masyarakat. Dakwah ini bersifat terang-terangan (jahriyatu da‟wah). Beginilah Nabi dan Rasul terdahulu selalu memberikan acuan dalam berdakwah. Sifat massal bagi dakwah tidak hanya berlaku untuk objeknya. Sifat massal ini berlaku juga untuk subjeknya. Hal ini dapat tergali dengan wajibnya hukum berdakwah bagi semua kaum muslimin, tanpa satu alasan pun bisa melepaskan sifat wajibnya. Allah swt. berfirman, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS Fushilat 33) Karena sifatnya yang demikianlah aktivitas ini dikatakan sebagai dakwah ammah (umum). Dalam dimensi ini dakwah berorientasi untuk
63
menyebarkan nilai Islam seluas-luasnya ke segenap lapisan umat. Dakwah ini dilakukan dengan cara-cara yang umum dengan dukungan seluruh lapisan masyarakat. Dakwah ammah dalam dakwah sekolah adalah proses penyebaran fikrah islamiyah dalam rangka menarik simpati, menumbuhkan cinta dan meraih dukungan dari medan dakwah sekolah. Karena sifatnya yang demikian, dakwah ammah harus dibuat dalam bentuk yang menarik sehingga memunculkan keinginan bagi objek dakwah yang banyak sekali itu untuk mengikutinya. Keberhasilan dakwah ini menyentuh seluruh lapisan masyarakat sekolah akan mewujudkan terbentuknya basis masyarakat Islam (qoidah ijtima‟iyah). Mereka adalah basis pendukung dakwah meskipun mereka bukan termasuk penggerak dakwah. Dalam diri mereka terbangun sebuah kepribadian Islam yang mapan sehingga alur kehidupan masyarakat menjadi sangat kondusif untuk menumbuhkan budaya (culture) Islam di sekolah. Dalam rangka membentuk basis itu jugalah, strategi penguasaan lembaga formal harus dipikirkan oleh dakwah pelajar, meskipun dakwah ini dapat diselenggarakan juga secara non-formal. Penguasaan lembaga formal menjadi parameter penting kemajuan dakwah sekolah. Legalitas sekolah dalam lembaga formal menjadi dukungan yang sangat besar bagi dakwah ini. Dakwah ammah di sekolah juga menjadi pintu gerbang menuju dakwah khashah. Keberhasilan dakwah khashah ini akan mendukung terwujudnya basis penggerak (qoidah harakiyah) –tidak sekedar pendukung- yang akan memperkuat pondasi Islam. Sesuai dengan sifatnya -sebagaimana diuraikan di depan bahwa dakwah ammah berupaya menyentuh seluruh lapisan masyarakat sekolah- maka dakwah ini pun berobjekkan seluruh lapisan masyarakat sekolah itu tanpa terpilah-pilah. Beragamnya objek dakwah dengan berbagai perbedaan karakter dan posisinya tentu saja menuntut metode penggarapan yang berbeda. Aktivis dakwah sekolah harus pandai mengolah kondisi di setiap medan dakwahnya agar mampu mengemas program dakwahnya dengan lebih produktif. Bukan hanya berbeda dalam objeknya, dakwah ammah juga memiliki program dan sarana dakwah yang agak berbeda. Program dakwah sekolah harus bertumpu pada empat pilar kompetensi pembinaannya. Penyusunan program-program dakwah ammah memerlukan kreativitas dan penyegaranpenyegaran baru sehingga dapat menarik objek dakwahnya. Dakwah ammah memerlukan kemampuan managerial sehingga aktivis dakwah ini pun harus menguasai perbekalan-perbekalan managerial. Dakwah ini juga memerlukan penggerak yang tidak sedikit, karena itu penyelenggaraan program ini harus menyesuaikan kemampuan dan ketersediaan SDM aktivis penggeraknya. Selain itu, penyusunan program dakwah ammah ini juga harus disesuaikan kemempuan dan kondisi masyarakat sekolah. Oleh karena itu, -sekali lagiaktifis dakwah sekolah harus pandai mengenal medan serta menyusun program dan strategi untuk meraih keberhasilan dakwah ini.
Dakwah Khashshah dalam Dakwah Sekolah
64
Perjalanan dakwah ini ibarat sebuah kehidupan. Ia harus terus hidup secara dinamis atau terjaga kestabilannya. Mempertahankan hidup yang demikian, bagi dakwah, tidak bisa ditempuh kecuali dengan menjaga kehidupan para penggeraknya. Kehidupan dakwah itu jauh lebih panjang dari kehidupan manusia penggeraknya. Oleh karena itu, manusia perlu mengupayakan strategi untuk melanggengkan perjalanannya, yaitu dengan melanggengkan kehidupan penggeraknya melalui regenerasi pengkaderan. Dakwah khashah memiliki kepentingan dalam upaya ini. Dalam dimensi ini, dakwah berorientasi membentuk kader-kader dai yang siap memikul dan melanjutkan estafet dakwah. Dakwah ini dilakukan secara selektif dan terbatas. Dalam aktivitas ini, dakwah menuntut kreativitas para penggeraknya untuk melakukan segala upaya tarbiyah dengan bekal-bekal „aqidah, ibadah, akhlaq, tsaqafah (wawasan) dan sebagainya dengan baik sehingga dapat membentuk objek dakwahnya menjadi kader dakwah (rijaludda‟wah) yang unggul. Dakwah khashah dalam dakwah sekolah adalah proses pembinaan dalam rangka pembentukan kader-kader dakwah di lingkungan medan dakwah sekolah. Dakwah ini diselenggarakan secara formal dan non-formal. Dakwah khashah dalam dakwah sekolah memegang peranan yang sangat penting karena kerja dakwah sekolah sesungguhnya lebih berorientasi kepada pengkaderan (takwiniyah) objek dakwahnya. Orientasi pemberdayaan yang dilakukan objek dakwah dalam dakwah pelajar ini tidak sekaya dakwah yang lainnya (kampus, kampung, dan sebagainya). Dakwah sekolah menjadi tempat pembentukan kader yang selanjutnya akan diberdayakan dalam lingkungan dan wilayah dakwah yang lebih luas. Orientasi pembentukan (takwiniyah) dalam dakwah sekolah memiliki peluang yang besar. Hal ini disebabkan oleh objek dakwah yang terdiri dari para siswa itu berada pada masa remaja atau belum matang sehingga memiliki peluang pembentukan ke arah tertentu, selain juga interaksi siswa sebagai objek dakwah juga relatif panjang. Interaksi yang panjang ini memungkinkan mereka membentuk kelompok yang akan memudahkan pendekatannya. Selain itu, dalam banyak hal siswa dipaksa untuk seragam sehingga peluang untuk membingkai kegiatan yang melibatkan semua siswa menjadi lebih mudah dengan pendekatan kepada guru atas legalitas kegiatan perekrutan itu. Untuk meraih keberhasilan perekrutan ini, para penggerak dakwah pelajar dituntut memiliki keahlian (kafaah) takwiniyah, baik dari sisi penguasaan materi, penguasaan forum, pemahaman orientasi, dan sebagainya. Pemenuhan kafaah takwiniyah ini dapat diusahakan secara bersama dengan berbagai pelatihan dan pembekalan. Dakwah khashah bersifat selektif dan terbatas. Oleh karena itu, objek dakwah ini pun menjadi memiliki karakter yang khusus juga. Untuk mendapatkan objek dakwah ini harus melalui proses pemilihan dan penyeleksian. Proses pemilihan dan penyeleksian dalam perjalanan dakwah sesungguhnya bukan sesuatu yang asing. Untuk memilih Nabi dan Rasul pun, Allah memberlakukan proses ini. Sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya
65
Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segala umat.” (QS Ali Imran 33-34) Rasulullah saw. pun dalam perjalanan dakwahnya tidak selalu disibukkan dengan manuvernya ke masyarakat luas. Beliau melakukan dua metode yang berimbang. Metode pengkaderan terpilih (tarbiyah ishthifa‟iyah) dilakukannya di rumah Arqam bin Abil Arqam, sehingga tercetaklah manusia sekaliber Abu bakar dan Ali bin Abi Thalib. Proses pemilihan dan penyeleksian dalam dakwah sekolah dapat dilakukan dengan pemantauan intensif terhadap objek dakwah. Pemantauan itu dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria objek dakwah sehingga seorang aktifis dakwah sekolah mampu memasukkannya ke dalam forum khashshah. Rekruitmen dakwah khashshah dalam dakwah sekolah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu rekruitmen fardhi (individual) dan rekruitmen jama‘i (massal). Rekruitmen fardhi adalah upaya individual yang dilakukan oleh aktifis dakwah sekolah melalui dakwah fardhiyah. Dengan proses dakwah fardhiyah secara terus menerus diharapkan objek dakwah itu dapat menjadi peserta dakwah khashshah. Rekruitmen jama‘i adalah upaya kolektif yang dilakukan oleh aktifis dakwah sekolah untuk merekrut objek dakwahnya, baik langsung maupun tidak langsung, melalui kegiatan yang diselenggarakan secara kolektif pada momen-momen tertentu. Rekruitmen langsung dilakukan melalui program atau kegiatan kolektif yang secara khusus ditujukan untuk merekrut objek dakwah dalam dakwah khashshah. Kegiatan dalam rekruitmen langsung ini memiliki peserta yang terbatas yang dipilih secara selektif dengan muatan acara yang lebih khusus mengarah kepada muatan Islam yang lebih dalam. Berbagai kegiatan yang dapat dijadikan sarana untuk rekruitmen langsung ini antara lain berbagai dauroh, pesantren kilat, studi dasar Islam, mentoring, dan sebagainya. Sebaliknya, rekruitmen tidak langsung dapat dilakukan melalui program atau kegiatan kolektif yang tidak secara langsung merekrut peserta. Peserta dalam kegiatan kolektif ini bersifat massal dengan kondisi yang bervariasi, materi bersifat umum, dan biasanya merupakan kegiatan-kegiatan dakwah ammah yang bersifat umum, formal, dan massal. Rekruitmen dakwah khashshah dilakukan dengan pemantauan beberapa peserta yang telah dianggap berpotensi untuk memasuki forum khashshah atau dengan upaya tindak lanjut (follow-up) atas acara massal itu.
Keterpaduan Dakwah Ammah dan Khashshah Semaraknya berbagai program dakwah ammah dalam dakwah sekolah tidak semestinya melikuidir berlangsungnya dakwah khashah. Serangkaian aktivitas dakwah dalam kedua dimensi tersebut harus dilakukan secara seimbang dan seiring. Berkembangnya wilayah dan pendukung dakwah akan menjadi beban tersendiri bagi dakwah tanpa dibarengi pembangunan pondasi dakwah, yaitu penumbuhan pelaku dakwahnya. Kuatnya manuver (ammah) dengan lemahnya rekruitment (khashah) akan menghambat kaderisasi. Tenaga para penggeraknya akan habis di tengah perjalanan tanpa bekas kader penerus yang akan memegang tongkat dakwah
66
berikutnya. Dalam jangka panjang, hal ini pun akan melemahkan keduaduanya, dan lebih mengenaskan lagi akan melemahkan gerak dakwah. Generasi penerus yang diharapkan mampu melakukan manuver ammah pun tidak terbentuk, begitu pun yang akan melakukan rekruitment, karena generasi penerus itu tidak pernah ada. Agaknya ketidakseimbangan orientasi ammah dan khash menjadi masalah tersendiri dalam perjalanan dakwah sekolah. Secara langsung hal ini terlihat pada saat kita mendapat banyak peluang, lalu kita hanya mampu menampungnya karena pertanyaan ―Siapa yang akan menggarap?‖ belum juga bisa terjawab. Manuver dalam dakwah ammah yang luar biasa dengan menghabiskan tenaga, pikiran, dan waktu yang terjadi dalam dakwah sekolah kadang terlihat tidak diimbangi dengan upaya-upaya rekruitment dan pembinaan secara khusus (khashah). Kesibukan dakwah ammah telah mengurangi perhatian para aktifis dakwah sekolah dalam melakukan rekruitment ini. Akibatnya, jumlah binaan yang membutuhkan banyak perhatian dari para aktifis dakwah sebagai murobbi, tidak sebanding dengan manuver yang telah dilakukan. Tenggelamnya aktivis dakwah dalam hingar bingarnya manuver dengan berbagai kegiatan yang dilancarkan ini akan lebih mengenaskan lagi jika manuver kegiatan itu dirancang dengan jumlah yang seabreg tanpa target yang jelas. Menanggapi hal ini, Syaikh Mustafa Masyhur mengatakan bahwa penjagaan keseimbangan antara sarana (wasilah) manuver dan sarana (wasilah) rekruitment dilakukan untuk menyelaraskan hasil manuver dakwah dengan kemampuan mentarbiyah. Hal ini bertujuan agar peningkatan pembinaan (mustawa tarbiyah) tidak mengalami penurunan disebabkan banyaknya hasil manuver yang tidak tertangani pentarbiyahannya. Masih berkaitan dengan ini, Syaikh Mustafa Masyhur sangat menekankan aktivitas tarbiyah dalam dakwah. Bahkan, menurutnya, lebih baik melakukan pengurangan volume manuver dakwah untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan antara hasil manuver dengan kemampuan mentarbiyah, daripada menumpuk hasil manuver yang banyak dan rendah kualitasnya disebabkan oleh rendahnya mustawa tarbiyah. Sesungguhnya, dakwah sekolah mencakup dakwah ammah dan dakwah khashshah sekaligus yang saling menunjang dan terkait. Dalam operasionalnya, dakwah ammah dan dakwah khashshah akan menjadi satu sistem yang integral, meliputi seluruh kegiatan dakwah yang diselenggarakan. Program dakwah ammah dapat pula menjadi bagian dari perangkat dakwah khashshah apabila dilakukan dengan peserta yang terbatasdan selektif serta ditargetkan untuk mencapai kriteria tertentu. Kadang-kadang keterpaduan dakwah ammah dan dakwah khashshah ini tidak diperhatikan oleh para aktifis dakwah sekolah. Mereka cenderung memisahkan dua hal ini dalam program yang berbeda sehingga tidak jarang para aktifis dakwah sekolah ini terkuras tenaga dan waktunya untuk pengembangan dakwah ammah yang memang membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih banyak. Permasalahan seperti ini harus segera dihindari untuk mengantisipasi tidak efektifnya sebuah aktifitas dakwah. Wallahu alam bish shawab.
67
Sembilan, TAHAPAN, PARAMETER, DAN STRATEGI DAKWAH SEKOLAH Salah satu karakteristik dakwah yang manhaji adalah adanya pentahapan (marhaliyah). Tanpa penetapan sebuah tahapan maka mustahil sebuah kerja akan tertata rapi. Target yang ditetapkan dalam setiap aktifitas pun pasti tidak jelas. Pentahapan ini sangat kita perlukan agar dapat menentukan strategi program yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan dan kekuatan sumber daya yang ada. Sebuah aktifitas yang dilakukan dengan
68
tenaga dan waktu yang banyak akan sia-sia jika ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan objek dakwahnya. Begitu juga dengan kekuatan sumber daya. Aktifitas yang besar dengan persiapan yang matang tanpa mempertimbangkan kekuatan sumber daya juga akan membuat aktifitas itu tidak optimal. Sebaliknya, sumber daya yang melimpah tanpa disertai optimalisasi geraknya, pun tidak akan menghasilkan sesuatu yang besar. ‗Pengangguran‘ sumber daya dalam situasi yang demikian sesungguhnya hanya akan membuat kelambanan dalam pencapaian target. Tahapan dalam dakwah sekolah adalah fase-fase dalam dakwah sekolah yang harus dicapai meliputi aspek-aspek umum perkembangan dakwah dengan parameter-parameter yang telah ditentukan guna menentukan status perkembangan suatu dakwah di sekolah, yaitu tahap pembentukan, pertumbuhan, pematangan, dan perluasan. Tahapan ini berjalan secara berurutan. Dalam setiap sekolah, masing-masing tahapan ini tidak berjalan dalam rentang waktu yang sama. Ia akan berjalan sesuai pencapaian parameternya. Parameter-parameter yang ditetapkan dalam tahapan-tahapan ini antara lain kondisi dakwah khashshah dan dakwah ammah, kualitas akademis, pengelola dakwah sekolah, dan ekspansi dakwah. Dakwah khashshah dalam setiap tahapan dianggap menjadi parameter penting karena ia menjadi sumber kaderisasi di sekolah. Dakwah ammah pun demikian. Ia dianggap penting karena penguasaan terhadap dakwah ammah di sekolah menunjukkan adanya dukungan sekolah, aktifis dakwah, dan objek dakwahnya. Selain itu, dakwah ammah di sekolah akan menjadi pintu yang baik bagi semua objek dakwah. Kualitas akademis dalam sebuah tahapan dakwah sekolah menunjukkan keberhasilannya mencapai kompetensi keilmuannya. Dakwah sekolah tidak hanya bertujuan mencetak kader-kader yang memiliki keahlian keagamaan, tetapi juga mempersiapkan kader-kader masa depan yang memiliki bekal pembangunan peradaban. Mereka calon pemimpin yang harus keimanan yang mantap, cerdas dan berilmu, serta jasad yang kuat. Parameter kualitas akademis pada setiap tahap dilihat dari pengembangan aktifis dakwah siswa dan simpatisannya. Khusus untuk kelas tiga, ada parameter masuk Perguruan Tinggi Negeri. Khusus parameter terakhir hanya diterapkan untuk sekolah unggulan pemerintah karena dianggap lebih kompetitif dan memiliki berbagai daya dukung. Perjalanan dakwah di sekolah juga ditunjang dengan gerak para pengelolanya atau aktifis dakwahnya dan lembaga dakwah yang berperan di dalamnya. Aspek regenerasi pengelola dakwah sekolah mendapat penekanan yang besar untuk menjamin kelangsungan jalannya dakwah sekolah. Peningkatan terhadap setiap parameter ini mengikuti peningkatan tahapan dakwah sekolah. Ekspansi dakwah sekolah dijadikan parameter pada dua tahap terakhir, yaitu tahap pematangan dan perluasan. Pada dua tahap ini aktifis dakwah sekolah dianggap telah matang dan mampu memantapkan kelangsungan dakwah di sekolahnya masing-masing. Ekspansi dakwah ini menjamin semakin massif dan meratanya dakwah sekolah pada seluruh segmen objek dakwah sekolah.
69
Untuk mencapai parameter-parameter itu disusunlah sebuah strategi yang merupakan sekumpulan perangkat ide dan langkah untuk mewujudkan keberhasilan pencapaian dakwah di setiap tahapannya. Penjelasan masingmasing tahapan dengan parameter dan strateginya akan dijabarkan sebagai berikut.
TAHAP PEMBENTUKAN Tahap ini merupakan fase mulai terbentuknya embrio dakwah dan pengelola dakwah di suatu sekolah. Dikatakan demikian karena fase ini menjadi tahap ‗tidak ada‘ menjadi ‗ada‘ atau dari status sekolah yang tidak memiliki pengelola dan aktifis dakwah sekolah sama sekali menjadi sekedar ‗ada‘ sebagai bibit awal pertumbuhan dan embrio dakwah sekolah.
Parameter Utama Berangkat dari kondisi ini, parameter utama dalam dakwah khashshah pada tahapan ini dapat dilihat dari terbentuknya minimal satu halaqah siswa. Halaqah siswa ini dapat direkrut melalui berbagai kesempatan yang memungkinkan, terutama dari pendekatan fardiyah yang dilakukan secara non-formal. Keberhasilan dakwah ammah pada tahapan ini dapat dilihat dari efektifnya dakwah ammah ini untuk menjaring dan merekrut peserta untuk pengkaderan. Dakwah ammah ini dapat dikemas dalam berbagai bentuk. Karena belum ada lembaga yang menangani langsung kegiatan keislaman di sekolah seperti Kerohanian Islam, maka aktifis dakwah sekolah dapat berkreasi mengadakan kegiatan yang mampu mengundang minat para siswa sebagai objek dakwah. Parameter yang lain adalah kualitas akademik. Pada tahapan ini aktifis dakwah sekolah siswa harus menjadikan kesuksesan akademisnya sebagai bagian integral kesuksesan dakwahnya sehingga ia tidak meremehkan kualitas akademisnya dengan alasan apa pun, termasuk kesibukan dalam berdakwah. Hal ini dapat dimaklumi karena semangat mereka yang menggebu pada saat pertama mereka mengenal Islam. Kondisi seperti ini tidak jarang dijumpai pada objek dakwah sekolah yang baru mengenal Islam. Dari aspek personil dakwahnya, pada tahap pembentukan ini diharapkan mulai tumbuh para aktifis dakwah sekolah dari kalangan siswa sebagai pelaku utama dakwah sekolah. Hal ini bisa dimaklumi karena pusat objek aktifitas dakwah sekolah pada tahap ini adalah para siswa yang lebih memiliki peluang menjadi embrio pelaku dakwah di sekolahnya. Peningkatan aspek personil dakwah ini juga harus diiringi dengan aspek kelembagaan dakwah sebagai sarana untuk mewadahi berbagai aktifitas dakwah sekolah, yaitu mulai terkelolanya lembaga dakwah yang bersifat khusus seperti Kerohanian Islam (Rohis) dan masjid sekolah. Program-progam rutin yang sangat mungkin dijadikan sebagai dakwah ammah dan pintu dakwah khashshah pada tahap ini akan lebih formal jika mendapat wadah dalam lembaga ini. Di sini para aktifis dakwah sekolah –biasanya alumni- memiliki peran yang besar untuk memberikan semangat dan pembekalan manajerial atas keberadaaan lembaga sekolah tersebut.
70
Strategi Umum Untuk mewujudkan target-target pada tahap pembentukan ini, diperlukan strategi-strategi umum yang akan menjadi langkah berbagai elemen dakwah sekolah. Beberapa strategi itu antara lain: Strategi utama pada tahap ini adalah penekanan pada pertumbuhan horisontal atau rekruitmen. Program rekruitmen menjadi fokus utama pada tahap ini yang selanjutnya objek dari rekruitmen ini akan dibentuk menjadi para aktifis dakwah di sekolahnya. dengan fokus ini maka berbagai program dakwah sekolah mengacu pada perekrutan objek dakwah baik dilakukan secara fardhi (personal) maupun jama‘i (kelompok) dengan tetap memfokuskan pada objek dakwah siswa. Melakukan pemberdayaan semua peserta dakwah khashshah di berbagai tingkat yang memiliki kemampuan, peluang, dan kesempatan untuk turut serta mengelola dakwah khashshah dalam dakwah sekolah. Di sini mereka berperan sebagai pembina (murobbi) untuk menangani objek dakwah siswa. Persiapan SDM mubalighah dan murobbi untuk dakwah sekolah. Strategi ini bisa dilakukan oleh lembaga yang secara struktural membawahi aktifitas dakwah sekolah sehingga mereka dapat melakukan pendataan, penataan, dan pelatihan. Penyusunan alternatif program rekruitmen. Rekruitmen bisa dilakukan dengan berbagai sarana misalnya dauroh yang bisa juga dilakukan oleh yayasan, remaja masjid, sekolah tertentu dengan mengundang sekolah yang lain, dan sebagainya. Satu lagi sarana program rekruitmen yang tidak bisa dilihat sebelah mata, yaitu dakwah fardiyah. Dakwah fardiyah menjadi bagian dari kehidupan setiap aktifis dakwah sekolah. Di mana pun dan dalam suasana apa pun dakwah fardiyah ini harus selalu mendapat penekanan. Jika perlu, ada pemantauan yang intensif antarsesama aktifis dakwah sekolah. Optimalisasi berbagai LSM terkait jika memungkinkan ada. LSM yang bergerak pada sektor remaja pelajar dapat dimanfaatkan untuk kelancaran program dakwah sekolah dalam tahapan pembentukan ini.
TAHAP PERTUMBUHAN Setelah memenuhi parameter dalam tahap pembentukan, masuklah ia pada tahap pertumbuhan. Tahap pertumbuhan merupakan fase mulai tumbuhnya kuantitas dan kualitas kader aktifis dakwah sekolah sebagai akibat mulai berhasilnya dakwah sekolah pada tahap pembentukan. Kuantitas dan kualitas kader menjadi parameter penting karena pada tahapan ini dibutuhkan penggerak yang akan mewujudkan parameter utama keberhasilan tahapan ini untuk mencapai tahapan berikutnya.
71
Parameter Utama Target dakwah khashshah pada tahapan ini meningkat hingga mencapai 10% dari jumlah siswa muslim dengan berbagai tingkatannya (marhalahnya). Jumlah ini dapat dicapai melalui berbagai program yang dilakukan di sekolah secara formal ataupun non-formal maupun pendekatan fardiyah yang dilakukan oleh aktifis dakwah siswa dan alumni. Selain kuantitas, kualitas dakwah khashshah pada tahapan ini juga harus mendapat perhatian besar. Dakwah ini harus mulai berjalan efektif untuk mencapai karakteristik pengkaderan (muwashafat nukhbawiyah) dengan pengeloalaan berbagai program khashshah. Dengan berbagai perangkat yang telah ada di dalamnya, peningkatan kualitas aktifis dakwah sekolah siswa pun harus mendapat perhatian. Pada tahapan ini mereka harus mulai memiliki keseimbangan bekal diniyah, fikriyah, dakwiyah, jasadiyah, dan fanniyah. Ini pun dapat diwujudkan dengan berbagai program dan sarana yang ada di dalamnya. Keberhasilan dakwah ammah pada tahapan ini dapat dilihat dari gerak aktifis dakwah sekolah siswa dalam memainkan peranan penting dalam perluasan dakwah pada lembaga-lembaga formal siswa: OSIS, ekstrakurikuler, dan sebagainya. Pengaruh siswa pada lembaga-lembaga formal ini secara tidak langsung akan menjadi corong pengembangan rekruitmen, selain untuk dukungan berbagai pihak baik dukungan moral maupun material. Simpatisan aktifitas dakwah sekolah pun dapat diperkirakan kenaikannya hingga mencapai 20% dari jumlah objek dakwah sekolah. Dukungan dari simpatisan ini menjadi keberhasilan dakwah ammah pada tahap ini. Pencapaian kualitas akademis aktifis dakwah sekolah siswa pada tahap ini dapat dilihat pada rata-rata pencapaian rangking 20 besar di kelasnya masing-masing. Bahkan, target ini dapat meningkat dengan keberhasilan aktifis dakwah sekolah siswa dan simpatisannya dalam mulai mendominasi 10 besar di kelas masing-masing. Untuk SMU unggulan pemerintah, pemenuhan parameter ini juga dapat dilihat dari keberhasilan 40 % dari aktifis dakwah sekolah siswa kelas tiga dalam memasuki Perguruan Tinggi Negeri. Parameter terakhir ini tidak dapat diterapkan untuk semua sekolah, tergantung dengan kemampuan dan kualitas sekolah. Parameter keberhasilan pengelola dakwah sekolah pada tahap ini dapat dilihat dari penguasaan dan optimalisasi pengelolaan Kerohanian Islam dan masjid sekolah dalam menjalankan berbagai program dakwah selama minimal tiga tahun berturut-turut. Jangka waktu tiga tahun ini ditetapkan sebagai ……. Dengan kemapanan para aktifisnya, pada tahap ini forum koordinasi sekolah mulai difungsikan secara mandiri atau tidak bergabung dengan sekolah lain. Forum koordinasi sekolah ini akan menata, mengkoordinasikan, dan mengatur berbagai elemen operasional dakwah di sekolah sehingga setiap program untuk pencapaian target terpantau dengan baik.
72
Strategi Umum Untuk mewujudkan target-target pada tahap pembentukan ini, diperlukan strategi-strategi umum yang akan menjadi langkah berbagai elemen dakwah sekolah. Beberapa strategi itu antara lain: Optimalisasi program kaderisasi atau dakwah khashshah dengan memanfaatkan perangkat pedoman tarbiyah dan dukungan berbagai elemen yang ada Memperkuat kaderisasi dan regenerasi calon aktifis dakwah sekolah (pembina) murobbi, baik dari kalangan siswa maupun alumni. Untuk memberikan pembekalan dan meningkatkan kemampuan rekruitmen dan membina, dapat diprogramkan pelatihan untuk para aktifisnya. Mulai memperhatikan perekrutan kader dakwah dari kalangan guru dan kepala sekolah Memperbanyak variasi program intensifikasi kader Mengadakan berbagai pelatihan-pelatihan Memperhatikan prestasi akademik dan bakat para aktifis dakwah sekolah siswa dan simpatisan Perambahan dakwah pada lembaga formal siswa untuk meningkatkan peran dakwah ammah Optimalisasi berbagai LSM terkait Pemfungsian secara optimal forum koordinasi dakwah sekolah di tingkat sekolah masing-masing
TAHAP PEMATANGAN Munculnya kader dakwah aktifis dakwah sekolah di sekolah menjadi catatan penting pada tahap pertumbuhan. Berbeda dengan tahap itu, tahap pematangan lebih menekankan pada semakin banyaknya produk kader dakwah dan simpatisan yang massal sebagai akibat kematangan individu aktifis dakwah sekolah maupun lembaga dakwahnya. Produk kader dakwah dan simpatisan yang massal itu adalah hasil manuver dari aktifis dakwah sekolah yang telah dipersiapkan pada tahap pertumbuhan. Penekanan-penekanan ini menunjukkan adanya langkah-langkah yang berjalan secara alami dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Parameter Utama Dakwah khashshah pada tahap ini diharapkan mencapai pertumbuhan 15% dari jumlah siswa muslim dengan berbagai tingkatannya (marhalah). Penambahan ditentukan bukan tanpa pertimbangan, tetapi disesuaikan juga dengan perkembangan-perkembangan dakwah di sisi yang lain. Dakwah khashshah pada tahap ini juga diharapkan berjalan efektif untuk mencapai karakteristik pengkaderan (muwashafat nukhbawiyah). Kualitas aktifis dakwah siswa dalam dakwah khashshah ini juga mulai ditingkatkan dengan memperhatikan kematangan potensi kepemimpinannya. Potensi ini dapat dikembangkan melalui pembekalan dan pelatihan, latihan mengelola institusi dakwahnya di sekolah, pemantauan dari aktifis dakwah
73
sekolah yang lain, dan sebagainya. Selain itu, pada tahap ini keseimbangan bekal diniyah, fikriyah, dakwiyah, jasadiyah, dan fanniyah juga tetap harus dikembangkan. Parameter keberhasilan dakwah ammah pada tahap ini dapat dilihat dari kemampuan aktifis dakwah sekolah siswa dalam menguasai dan mengoptimalkan dakwah ammah pada lembaga-lembaga formal siswa selama minimal tiga tahun berturut-turut. Pada tahap ini juga semestinya mulai terlihat fenomena kebangkitan Islam secara signifikan dalam sekolah tersebut yang tampak dari mulai maraknya jilbab, salam, shalat, kegiatan Islam dengan berbagai tampilan akhlak islami lainnya, selain turunnya kuantitas dan kualitas demoralisasi di sekolah. Fenomena ini menunjukkan adanya semangat para objek dakwah untuk membangun lingkungannya dengan kebiasaankebiasaan yang islami. Tentu saja perkembangan ini tidak lepas dari perkembangan pemenuhan karakteristik pengkaderan (muwashafat nukhbawiyah) yang harus dicapai pada dakwah khashshah ini. Simpatisan yang memberi dukungan pada aktifitas dakwah sekolah pun meningkat menjadi 40% dari jumlah objek dakwah sekolah siswa. Kualitas akademis pada tahap ini dapat tercapai jika rata-rata aktifis dakwah sekolah siswa memiliki rangking 15 besar di kelasnya masing-masing. Selain itu, aktifis dakwah sekolah siswa dan simpatisan juga dapat mendominasi 10 besar di kelas masing-masing, bahkan mendominasi 10 besar sekolah. Untuk SMU unggulan pemerintah, 50% dari aktifis dakwah siswa diharapkan berhasil lulus memasuki Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Parameter keberhasilan pengelola dakwah sekolah dapat dilihat dari pematangan pengelolaan lembaga dakwah khusus seperti masjid sekolah dan Kerohanian Islam dengan program yang cermat dan efektif serta struktur dan personil yang kuat dan regeneratif. Dengan perkembangan ini diharapkan struktur dan program berbagai lembaga pendampingan dakwah sekolah seperti lembaga alumni, LSM, dan Ormas juga mulai berjalan efektif dan harmonis. Forum koordinasi dakwah sekolah di setiap sekolah juga tetap dipertahankan perannya sehingga dapat optimal mengkaji kemajuan-kemajuan sekolah. Dakwah sekolah pada tahap ini mulai mengembangkan ekspansi dakwah ke SLTP atau SLTA sekitarnya sebagai embrio-embrio dakwah sekolah. Ekspansi dakwah ditetapkan sebagai parameter dengan asumsi bahwa dakwah di sekolahnya sendiri mulai dianggap mapan, baik dari sisi aktifisnya maupun objeknya. Embrio dakwah sekolah di sekitar ini akan memasuki tahap pembentukan.
Strategi Umum Untuk mewujudkan target-target pada tahap pembentukan ini, diperlukan strategi-strategi umum yang akan menjadi langkah berbagai elemen dakwah sekolah. Beberapa strategi itu antara lain: Optimalisasi program dakwah khashshah dengan memanfaatkan perangkat pedoman tarbiyah dan dukungan berbagai elemen yang ada Memperkuat kaderisasi dan regenerasi calon aktifis dakwah sekolah pembina (murobbi), baik dari kalangan siswa maupun alumni
74
Memperbanyak variasi program intensifikasi kader Manajemen SDM aktifis dakwah sekolah yang optimal Pengarahan SDM aktifis dakwah sekolah siswa dalam berbagai aktifitas dakwah formal Pelatihan-pelatihan penunjang Penekanan pada berbagai variasi dakwah ammah Penggunaan parameter terukur dalam mengevaluasi perkembangan dakwah ammah Optimalisasi LSM dan Ormas Optimalisasi forum koordinasi dakwah sekolah di setiap sekolah
TAHAP PERLUASAN Tahap perluasan merupakan tahap ekspansi dakwah ke berbagai aktifis dakwah sekolah non-siswa seperti guru, kepala sekolah, pegawai, kurikulum, remaja lingkungan, dan para pelajar sekolah lain yang berdekatan.
Parameter Utama Dakwah khashshah pada tahap ini diharapkan mencapai pertumbuhan 20% dari jumlah siswa muslim dengan berbagai tingkatannya (marhalah). Parameter lain dalam dakwah khashshah ini pada tahap ini masih merupakan kelanjutan dari parameter tahap pematangan, yaitu berjalan efektif untuk mencapai karakteristik pengkaderan (muwashafat nukhbawiyah) dan semakin matangnya potensi kepemimpinannya, serta keseimbangan bekal diniyah, fikriyah, dakwiyah, jasadiyah, dan fanniyah pada aktifis dakwah sekolah siswa. Parameter keberhasilan dakwah ammah pada tahap ini berkembang. Aktifis dakwah siswa menguasai dan mengoptimalkan dakwah ammah pada lembaga-lembaga formal siswa tidak hanya dalam waktu tiga tahun, tetapi minimal lima tahun berturut-turut. Fenomena kebangkitan Islam semakin meningkat secara signifikan dalam sekolah tersebut yang tampak dari semakin maraknya jilbab, salam, salat, kegiatan Islam dan berbagai tampilan akhlak Islami lainnya, selain turunnya kuantitas dan kualitas demoralisasi di sekolah pun masih menjadi parameter keberhasilan dalam tahap ini. Peningkatan dari tahap yang lalu tentu saja menjadi tuntutan. Tumbuhnya simpatisan pada tahap ini juga meningkat menjadi 60% dari jumlah objek dakwah sekolah siswa. Parameter keberhasilan kualitas akademis siswa pada rata-rata siswa memiliki rangking 15 besar di kelasnya masing-masing. Selain itu, aktifis dakwah siswa mendominasi 10 besar di kelas masing-masing dan 10 besar sekolah. Untuk SMU unggulan pemerintah, diharapkan 60% dari aktifis dakwah siswa berhasil lulus memasuki Perguruan Tinggi Negeri. Masih menjadi kelanjutan pada tahap sebelumnya, parameter keberhasilan pengelola dakwah sekolah dapat dilihat dari pematangan pengelolaan lembaga dakwah khusus seperti masjid sekolah dan Kerohanian Islam dengan program yang cermat dan efektif serta struktur dan personil yang kuat dan regeneratif. Dengan perkembangan ini diharapkan struktur dan
75
program berbagai lembaga pendampingan dakwah sekolah seperti lembaga alumni, LSM, dan Ormas juga mulai berjalan efektif dan harmonis. Forum koordinasi dakwah sekolah di setiap sekolah juga tetap dipertahankan perannya sehingga dapat optimal mengkaji kemajuan-kemajuan sekolah. Parameter ekspansi dakwah dapat dilihat dari mulai matangnya dakwah kepada SLTP dan SLTA sekitarnya. Dengan berbagai program dan sarana diharapkan juga ekspansi dakwah ke guru, kepala sekolah, orang tua, dan pelajar sekitar, dan sebagainya berjalan semakin efektif.
Strategi Umum Untuk mewujudkan target-target pada tahap pembentukan ini, diperlukan strategi-strategi umum yang akan menjadi langkah berbagai elemen dakwah sekolah. Beberapa strategi pada tahap ini secara umum sama dengan strategi umum tahap pematangan. Namun, inovasi berbagai manuvermanuver ekspansi dakwah harus terus dikembangkan. Penggarapan sekolah hasil ekspansi ini akan berjalan sesuai tahapan ini.
Sebelas, PERNIK-PERNIK DAKWAH SEKOLAH HARAKAH DALAM DAKWAH SEKOLAH Aktivitas dakwah bukanlah aktivitas yang tanpa liku-liku. Masalah, tantangan, dan rintangan yang datang dari berbagai musuh Islam yang selalu berusaha menghambat dakwah Islam adalah sunnatullah yang akan menjadi bagian dinamika dakwah. Sebagaimana Nabi Muhammad saw. dan para sahabat juga menemui dalam perjalanannya, bahkan sejak Nabi Adam.
76
Namun, kadang dinamika dakwah datang dari sesama para penggeraknya karena perbedaan-perbedaan yang diterima dengan cara yang tidak bijaksana. Dinamika dakwah yang demikian tidak terkecuali terjadi dalam aktivitas dakwah sekolah. Dalam bahasa lain, dinamika tersebut datang dari munculnya berbagai fikrah/harakah/gerakan lain di sekolah. Datangnya harakah lain dengan metode dakwah yang lain dalam dakwah sekolah secara otomatis akan memunculkan sikap-sikap dari berbagai pihak, baik dari objek dakwah maupun pelaku dakwahnya. Objek dakwah membuat sikap tersendiri sesuai dengan metode dakwah yang diterimanya dari harakah lain tersebut. Terkadang sikap itu berlanjut pada pertentangan yang tidak cukup baik (ahsan) antara sesama objek dakwah. Didukung semangat, gejolak jiwanya untuk mempertahankan prinsip yang dipegangnya, dan sikap yang kadang emosional, datangnya harakah lain menjadi masalah tersendiri dalam aktifitas dakwah sekolah. Sikap objek dakwah pun berimbas pada para pelaku dakwahnya, apalagi jika permasalahan itu sampai pada pihak sekolah, yang membuat mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru yang akan menghambat manuver dakwahnya. Kecemasan atas datangnya harakah lain dalam medan dakwahnya membuatnya bersikap reaksioner. Apa pun akan dilakukan untuk memprotect objek dakwahnya. Militansinya tiba-tiba melambung, diikuti tindakan-tindakan heroik yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya. Haruskah begitu?
Memahami Perbedaan Seorang aktifis dakwah sekolah yang bergerak di sekolah dituntut untuk memahami kondisi objek dakwahnya, termasuk di dalamnya memahami berbagai model pemikiran yang berkembang di sekitarnya. Selain itu, ia juga dituntut untuk memahami latar belakang keragaman gerakan tersebut. Dengan pemahaman ini, seorang aktifis dakwah sekolah diharapkan mampu bersikap bijak menghadapi objek dakwahnya, seperti apa pun keadaannya. Pemahaman terhadap gerakan dapat dimulai dari pemahaman latar belakang munculnya berbagai gerakan tersebut. Beragamnya gerakan dalam rimba harakah muncul setelah runtuhnya kekhilafahan sebagai sendi pengikat persatuan umat. Keruntuhan ini menyebabkan tokoh-tokoh yang peduli dengan nasib umat berupaya menghimpun diri untuk melakukan gerakan penyelamatan umat. Perbedaan pensikapan dan cara pandang dalam menyelamatkan umat telah melahirkan berbagai gerakan yang berbeda tersebut. Ada gerakan yang berbeda secara substansial atau dalam masalah „ushul (akar/mendasar), yaitu masalah aqidah yang menyimpang dari Al Qur‘an dan sunnah. Perbedaan seperti ini jelas tidak bisa ditolerir. Ada pula gerakan yang berbeda dalam cara pandang dan prioritas amal. Menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, perbedaan sebenarnya tidak menjadi masalah sepanjang perbedaan itu hanya variasi yang akan mendukung kesuksesan pembinaan umat, dan bukan perbedaan yang kontradiktif. Yang tidak diinginkan adalah ketika perbedaan-perbedaan itu menimbulkan berbagai friksi di lapangan, bahkan berbenturan satu dengan lainnya sehingga kontraproduktif bagi pembinaan umat.
77
Islam menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan yang berdampak pada model aktifitas dakwah juga dihargai oleh Islam. Namun, perlu diingat bahwa dakwah Islam mengedepankan substansi perbaikan umat. Islam mengharamkan perpecahan yang akan melemahkan kekuatannya karena perbedaan tersebut. Kewajiban persatuan dengan pesan Allah ―wa‟tashiimu bihablillahi jami‟a” tetap menjadi prioritas utama. Dalam perbedaan tersebut, tekad yang satu harus selalu dijaga, yaitu menyatukan seluruh perhatian, pikiran, dan potensi agar kerja dakwah lebih bermanfaat dan menghasilkan sesuatu yang besar. Pekerjaan ini jauh lebih besar dari hanya sekedar saling bertentangan dan saling menonjolkan perbedaan. Pemahaman yang seperti inilah yang harus dipegang oleh para pelaku dakwah dan harus ditanamkan pada obek dakwahnya.
Sikap yang Bijak Dampak adanya perbedaan berbagai gerakan itu sangat terasa di lapangan dakwah, terlebih jika tidak disertai sikap yang bijak. Dalam dakwah sekolah, dampak tidak hanya tampak dari sikap reaksioner para aktifis dakwah sekolah, tetapi dampak ini juga tampak pada sikap emosional para pelajar yang menjadi objek dakwahnya. Tanpa disertai pemahaman, para pelajar tidak segan-segan memunculkan pertentangan secara vulgar. Bila salah satu pihak dari gerakan tersebut cukup dominan di organisasi kegiatan siswa –Rohis misalnya- yang lain akan menjadi oposan yang tidak segan-segan melakukan boikot, secara individual ataupun kelompok. Bentuk lain dari dampak itu adalah munculnya klaim-klaim yang dilakukan untuk memojokkan pihak lain. Hal ini pernah terjadi di sebuah sekolah. Satu pihak gerakan yang kebetulan dominan di Rohis mengundang orang-orang yang dianggap berbeda dengan mereka, mengatasnamakan undangan Rohis, surat berkop resmi, dan menuliskan satu agenda ‗konsultasi‘, kemudian secara terang-terangan menyidang dan menghakimi ide-ide dan pemikiran dari gerakan yang berbeda. Inikah bentuk konsultasi karena perbedaan itu? Sikap-sikap emosional dan tidak bijak para objek dakwah yang seperti ini tentu saja tidak diharapkan oleh para aktifis dakwah sekolah. Dampak sikap itu sangat bisa jadi akan merembet ke pihak sekolah. Keresahan pihak sekolah pun akan berpulang ke aktifis dakwah sekolah yang bergerak membina siswa-siswanya. Beruntung jika pihak sekolah mampu membedakan satu model dengan model yang lain. Bila ternyata tidak dan pihak sekolah menyamaratakan para pelakunya, maka tak pelak kita pun akan mendapat getahnya. Dampak jangka panjang tentu saja hilangnya akses hubungan baik dengan pihak sekolah. Kita dan siapa pun mendapat larangan untuk ikut terlibat dalam aktifitas dakwah di sekolahnya. Boleh jadi, kekhawatiran yang terakhir itulah yang membuat para aktifis dakwah sekolah bersikap reaktif. Sebagian berprinsip, lebih baik mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, dengan memprotect objek dakwahnya secara ketat terhadap gejala-gejala invasi gerakan lain. Ada beberapa hal yang akan membantu para aktivis dakwah sekolah bersikap bijak menghadapi masalah ini. Pertama, pemahaman atas hakikat
78
dakwah. Dakwah dilakukan dalam rangka membangun umat dan mengajak mereka ke jalan Islam. Allah swt-lah satu-satunya orientasi dakwah, bukan karena gerakan juga bukan karena kelompok. Jika pemahaman yang demikian dibangun oleh setiap penggerak dakwah maka perpecahan akan bisa teratasi karena mereka selalu berorientasi meninggikan kalimat Allah dalam setiap geraknya. Rasulullah saw. bersabda, “Serulah mereka supaya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu Rasulullah.” Kedua, pemahaman tentang keberagaman. Berbeda adalah sesuatu yang biasa bagi manusia. Sungguh bijak perkataan Syaikh Hasan Al Bana, ―Kita bekerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati, dan bertoleransi dalam hal-hal yang berbeda.‖ Namun, perbedaan yang secara tegas dan qoth‟i menyimpang dari Al Qur‘an dan sunnah tetap tidak bisa ditolerir. Sikap yang bijak tetap menjadi pegangan. Mengatur sikap sehingga tidak akan terjadi sikap menghilangkan kemungkaran dengan kemungkaran yang lebih besar dan mafsadat yang lebih dahsyat. Seorang aktifis dakwah sekolah harus mengambil tindakan dengan penuh pertimbangan dan kebijakan. Ketiga, konsistensi aktifis dakwah sekolah terhadap manhaj dan tujuantujuan dakwah sekolah. Mereka harus menghindarkan diri dari penyimpanganpenyimpangan langkah yang telah terumuskan dan selalu berpegang pada tahapan-tahapan dakwahnya. Perhitungan terhadap semua kemungkinan dan langkah antisipasi perlu dirumuskan. Tindakan preventif dan kuratif yang muncul karena adanya suatu kasus dalam dakwah sekolah diambil bukan karena sikap reaksioner saja, tetapi didasarkan pada pertimbangan yang matang. Keempat, membangun komunikasi dan hubungan baik dengan pihak sekolah. Para aktifis dakwah sekolah datang ke sekolah secara resmi, bukan dengan kucing-kucingan, seperti kata pepatah datang tampak muka pulang tampak punggung. Klarifikasi dan jelaskan dengan baik jika terjadi permasalahan yang seperti ini. Kelima, memupuk ikatan hati dengan objek dakwah sekolah. Ikatan hati ini menumbuhkan komunikasi yang baik sehingga para aktifis dakwah sekolah bisa melakukan klarifikasi dan mampu menjelaskan duduk permasalahan dengan baik. Pihak sekolah pun akan lebih dapat diharapkan bersikap objektif. Para siswa pun tidak akan lari begitu saja ketika mendengar isu-isu miring yang berhembus tentang aktifis dakwah sekolah. Tidak ada hambatan bagi mereka untuk melakukan klasrifikasi. Kepercayaan siswa adalah sesuatu yang sangat berharga bagi para aktifis dakwah sekolah. Kesungguhan aktifis dakwah sekolah di dalam medan dakwah tanpa harus menunggu terjadinya kasus-kasus adalah langkah preventif yang paling baik. Heroisme aktifis dakwah sekolah dibangun tidak hanya dalam rangka mengantisipasi permasalahan perbedaan, tetapi heroisme adalah tuntutan dakwah yang harus dibangun sejak awal. Jadi, haruskah reaktif? Wallahu alam bish shawab.
79
DAKWAH FARDIYAH DALAM DAKWAH SEKOLAH Dalam terminologi dakwah kita mengenal dua pola, yaitu dakwah massal dan dakwah fardiyah. Dakwah massal merupakan aktifitas mengajak manusia kepada Islam dengan pendekatan massal. Sebaliknya, dakwah fardiyah merupakan aktivitas mengajak manusia kepada Islam dengan pendekatan personal. Kedua pola dakwah ini memiliki posisi yang sama penting dalam menghasung kesuksesan dakwah. Tanpa bermaksud memandang sebelah mata atas peran dakwah massal, --toh dakwah fardiyah hanya menjadi salah satu bagian dari beberapa model dakwah, kalaupun bukan karena dakwah dakwah fardiyah, masih banyak cara bisa ditempuh untuk menjalankan dakwah tersebut-- perjalanan dakwah telah membuktikan bahwa aktivitas dakwah fardiyah memiliki posisi yang sangat strategis dalam membidik kader. Membentuk kader tidak cukup hanya digarap dalam forum massal, tetapi lewat forum yang intensiflah kader itu bisa dibidik. Pengenalan forum yang intensif pun tidaklah mudah. Ia memerlukan jembatan yang akan menjadi sarana/media pada pengenalan tersebut. Jembatan itulah yang akan kita bangun dengan pendekatan dakwah fardiyah ini.
Kenapa Dakwah Fardiyah? Seperti terurai di atas, dalam perjalanan dakwah –istimewa di sini dalam dakwah sekolah—dakwah fardiyah menjadi sorotan penting dalam membidik kader. Oleh karena itu, para aktivis dakwah sekolah harus memasang kaca mata kuda demi suksesnya pembidikan ini. Beberapa alasan dapat diungkap di sini berkenaan dengan pentingnya dakwah fardiyah. Pertama, dakwah fardiyah mampu menumbuhkan ikatan hati yang lebih kuat dan awet dibandingkan dengan dakwah massal. Pendekatan pada objek dakwah secara perorangan akan lebih terasa dampaknya. Bertemu, tersenyum, mengenal nama, berkunjung ke rumah, memahami sifat, menaruh perhatian, akan membuat seorang objek dakwah merasa menjadi orang yang penting dan spesial di mata kita. Pada saat itulah kepercayaan itu mulai tumbuh. Seorang objek dakwah akan meletakkan harapannya pada sang dai agar ia bisa membimbingnya ke arah yang lebih baik. Seorang objek dakwah pun akan mudah mengungkapkan kesulitan dan permasalahannya kepada sang dai hingga terbentuklah sosok sang dai sebagai sosok yang sangat dibutuhkan kehadirannya dan sosok yang didengar kata-katanya. Kenangan yang terekam di benak sang dai maupun objek dakwah tentang interaksi khusus mereka akan menciptakan SKSDSP (saling kenal, saling dekat, saling percaya) yang bakalan terus diingat sepanjang masa. Bandingkan, mungkinkah masa-masa yang seperti ini dapat terbentuk dalam pengajian umum, khotbah Jum‘at, atau seminar? Kedua, dakwah fardiyah murah meriah dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Interaksi fardiyah entah lewat telepon, surat, kunjungan ke rumah, memberi salam, memberi hadiah, menjenguk di saat sakit, tentu lebih murah biayanya dibanding persiapan seminar yang harus menghadirkan peserta
80
puluhan bahkan ratusan orang. Dakwah fardiyah bisa dilakukan secara spontan di sela-sela aktifitas lain. Tidak banyak dibutuhkan kemampuan khusus dalam dakwah ini selain kemauan dan kesungguhan berempati. Ketiga, terbatasnya waktu interaksi dalam lingkungan sekolah. Pertemuan antara aktifis dakwah sekolah sebagai penggerak dakwah dengan objek dakwah di sekolah tidak seperti di kampus yang setiap saat bisa bertemu –saat praktikum, shalat di mushola, ngisi perut di kantin, saat kuliah. Intensitas pertemuan aktifis dakwah sekolah dengan objek dakwah sekolah secara resmi di sekolah terbatasi dengan waktu. Maka, tiada jalan lain bagi aktifis dakwah sekolah untuk lebih mendekat kepada objek dakwah kecuali dengan dakwah fardiyah ini.
Memilih Sasaran Pada dasarnya dakwah ditujukan kepada semua orang sebagaimana Rasulullah saw. selalu menyebarkan Islam kepada manusia dari berbagai kalangan: orang kaya, bangsawan, orang miskin, orang kulit putih, orang kulit hitam, laki-laki, wanita, anak kecil, orang dewasa, orang tua, orang yang gagah, bahkan orang yang buta. Namun, dalam aktifitas dakwah fardiyah menetapkan prioritas akan menentukan keefektifannya. Objek dakwah yang tidak menunjukkan kecenderungan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip kebaikan umum dalam aqidah, pemikiran, maupun prilaku merupakan sasaran dakwah fardiyah yang utama. Begitu pun dalam aktifitas dakwah sekolah. Objek dakwah itu tidak terlibat narkoba, gank, tawuran, pergaulan bebas, perjudian, dan sebangsanya. Dalam bahasa yang lebih mudah dicerna, mereka adalah orang-orang yang hanif. Orang yang memiliki kecenderungan lurus-lurus saja lebih mudah diajak berislam dibanding objek dakwah yang telah terwarnai oleh berbagai pola hidup yang jauh dari Islam. Bukan dalam rangka mengabaikan golongan kedua ini tetapi dalam rangka efektifitas tenaga. Objek dakwah yang memiliki banyak potensi merupakan bidikan yang tidak boleh ditinggalkan. Mereka adalah objek dakwah yang memiliki pengaruh di sekolah –ketua OSIS, ketua Rohis, pradan, pentolan gank--, objek dakwah yang memiliki prestasi akademis –pelajar teladan, juara kelas--, objek dakwah yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus –juara menyanyi, juara menulis, olahragawan, ahli komputer--, juga objek dakwah yang memiliki potensi sosial ekonomi yang istimewa –anak tokoh masyarakat, anak guru, anak kepala sekolah--. Pada mereka dapat kita letakkan harapan menjadi penggerak dakwah pada massa atau pengagum yang dimilikinya.
Memenuhi Perbekalan Bekal utama dan pertama dalam aktivitas dakwah ini adalah keikhlasan dan kesabaran. Sebagaimana Umair bin Hubaib pernah berwasiat, ―Apabila salah seorang di antara kamu hendak beramar ma‘ruf nahi munkar maka hendaklah engkau perkokoh jiwamu sebelum menghadapi tantangan dan hendaklah engkau yakin dengan pahala dari Allah. Barang siapa yakin akan datang pahala dari Allah, maka ia tidak akan pernah merasa mendapat tantangan.‖
81
Keikhlasan dalam dakwah fardiyah ini juga mendapat penekanan oleh Syeikh Mushtafa Masyhur dengan pesannya, ―Barakah, taufiq, dan hasil dalam dakwah dapat diperoleh sesuai dengan kadar keikhlasan, kesungguhan, sikap lapang dada, dan kesabaran sang dai.‖ Oleh karena itu, kebersihan hati seorang dai harus selalu terjaga dari penyakit dan kemaksiatan. Setiap aktifis dakwah sekolah hendaknya merasa terpanggil kepada dakwah fardiyah untuk siswa menurut kadar kemampuannya. Mengasah kemampuan kita dalam mendekati objek dakwah haruslah selalu diperhatikan meskipun sering mengalami kegagalan, dicuekin, dikacangin, merasa tidak dibutuhkan, atau malah ditolak. Disitulah perbekalan yang bernama kesabaran itu harus dimiliki para dai fardiyah. Bukan kesabaran dengan kepasrahan yang pasif, tetapi kesabaran yang berujung pada kemauan untuk mencoba, mencoba, dan mencoba lagi dengan belajar dari pengalaman. Seorang aktifis dakwah sekolah harus juga ingat bahwa objek dakwah adalah manusia unik yang sedang mencari jati diri. Bisa jadi ucapan dan tindakan mereka yang seolah-olah menolak ajakan kita atau kengeyelan mereka merupan cermin dari kebutuhan akan pengakuan jati diri yang belum terpenuhi. Maka, pemaksaan atas nilai yang kita tawarkan –yang bagi mereka kadang dicap kuno-- seringkali menjadi penghambat besar dalam dakwah ini. Maka, mengemas muatan dakwah sehingga tidak tercap kuno di benak mereka pun harus dilakukan. Kenalilah kondisi psikologis, permasalahan, dan hal-hal yang sedang ngetrend di mata mereka (mode, info, lagu, da sebagainya) sebagai sarana mengemas Islam yang kita tawarkan sehingga cap kuno atau kuper bagi aktifis dakwah sekolah itu tidak terlontar di benak mereka. Namun, kadang kengeyelan mereka menjadi sarana memenuhi kebutuhan kasih sayang tanpa pamrih. Mereka ingin mendapat perhatian dan kelembutan dengan kesabaran kita. Kita ikhlas memberinya, mereka pun bahagia menerimanya. Kekuatan doa agar Allah menjadikan dia dan kita sebagai saudara seperjuangan dalam Islam janganlah dianggap sepele. Tiada daya dan upaya, keberhasilan dan kegagalan, pertolongan dan kemampuan, kecuali atas kehendak Allah semata. Seandainya semua upaya telah kita lakukan –variasivariasi pendekatan sudah kita terobos—sedang objek dakwah itu tidak kunjung mendekat, maka kembalikan semuanya pada Allah. Kalaupun banyak yang mendekat, itu tidak pernah lepas dari kehendak Allah yang tidak semestinya sang dai sombong dan bangga diri karenanya. Allah swt. berfirman, ―Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan bisa memberi hidayah kepada orang yang engkau cintai, namun Allah akan memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendakinya.‖ (QS. Al Qashash 56) Kesuksesan menjaring satu kader secara lebih dini dengan dakwah fardiyah dalam dakwah sekolah berarti menambah satu generasi dai yang akan selalu membawa kebaikan. Semakin banyak kader yang kita jaring melalui dakwah fardiyah ini, semakin banyak juga generasi dai yang kita ciptakan. Karena, kita akan mengajak mereka berislam dan membentuk mereka seperti kita sebagai seorang pendakwah hingga dia dapat menjadi saudara kita di jalan Allah. Dan pada saat itulah kita tengah membentuk sebuah kekuatan yang besar. Ingat, kekuatan yang besar.
82
Wallahu alam bish shawab.
Tips Sukses Dakwah Fardiyah Beberapa tips sukses berdakwah fardiyah bagi aktifis dakwah sekolah dapat dijabarkan sebagai berikut. 1. Ikhlaslah karena Allah. 2. Daftar objek dakwah yang engkau prioritaskan sesuai prioritas sasaran, lalu pilihlah objek dakwah yang sesuai dengan karaktermu, kalau tidak ada yang sesuai dengan karaktermu, tetap berusahalah mendekatinya. 3. Kembangkan senyum di hadapan mereka, berikan hak-haknya sebagai saudara, kasih salam, jabat tangannya, tanyakan kabarnya, beri hadiah meski itu hanya sebuah pembatas buku, kunjungi rumahnya, kenali lingkungan dan keluarganya, pinjami buku-buku yang bisa mengubah pola pikirnya, dengarkan ceritanya, beri alternatif-alternatif solusi, bangunkan saat dia atau beri semangat saat lengah dan lemah, ajak dia ke acara-acara yang sesuai dengan dunianya tetapi tetap sesuai syar‘I (misalnya parade nasyid), dan jangan sungkan-sungkan menyampaikan kata ―Saya bahagia bertemu denganmu‖ atau ―Kangen lama tak jumpa‖ yang akan membuatnya menjadi istimewa. 4. Asah terus kemampuan komunikasi efektifmu. 5. Jangan ada kata menyerah. Mencoba, mencoba, dan mencoba terus. 6. Bersabarlah dan dengarkan saat dia curhat. Itu tanda dia mulai dekat dan percaya padamu. 7. Jangan tunjukkan pilih kasihmu di depan yang lain dan jangan hanya mendekat pada satu orang saja pada saat berada di pertemuanpertemuan atau forum besar. 8. Lebih efektif jika kau bidikkan dakwah fardiyahmu tidak hanya pada satu orang saja, tetapi beberapa orang yang tergabung dalam sebuah kelompok persahabatan. Ibarat mengail ikan, sekali berangkat memancing tidak hanya satu ikan kita dapat tapi seekor ikan dengan ikan-ikan di dekatnya. 9. Lakukan pengecekan dan evaluasi proses pendekatanmu. Jika dalam jangka waktu tertentu dia tidak juga tertarik dengan Islam yang kau bawa, pertimbangkan lagi apakah dia masih harus diprioritaskan untuk objek rekruitment. 10. Jika engkau anggap sudah layak dimasukkan dalam halaqah, undang dalam sebuah forum untuk pengelompokan dengan melihat apakah mereka sudah memiliki kecenderungan yang islami dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip umum, percaya (tsiqah) dengan kita, mulai menampakkan identitas sebagai muslim/muslimah, semangat mengikuti forum-forum keislaman di sekolah, dan semangat melakukan ibadah-ibadah. Itu beberapa parameter kesiapan dikelompokkan. 11. Saling berbagi pengalamanlah dengan sesama aktifis dakwah fardiyah. Siapa tahu engkau akan mendapat formula yang jitu untuk sasaranmu. 12. Jaga sikapmu dan jangan sampai dia kecewa denganmu. Ingat seorang dai dituntut bisa menjadi contoh (qudwah) yang baik, apalagi ini dalam dakwah fardiyah.
83
13. Sertakan mereka dalam doa-doamu, semoga mereka dapat menjadi saudaramu di jalan Allah.
DEMAM INQILAB Pelajar sebagai seorang remaja, sesuai dengan kondisi psikologisnya, memiliki karakter yang berbeda dengan objek dakwah lainnya. Mereka tengah berada pada proses pencarian jati diri. Emosinya masih labil. Ia pun memiliki semangat yang meluap untuk bersegera menampakkan jati diri yang ditemukannya. Dalam proses tarbiyah, proses inqilab (pembalikan) manjadi satu parameter keberhasilannya, yaitu adanya perubahan mutarobbi dari jahiliyyah ke islami dalam berbagai aspek hidupnya. Namun, inqilab harus melalui proses yang bijaksana, sebagaimana Rasulullah Saw selalu memotivasi dan mengubah para pengikutnya dengan jalan yang bijaksana juga. Inqilab bermula dari ghiroh (semangat) mutarobbi merespon tarbiyah yang dijalaninya. Meskipun tidak semua mengalaminya, dalam hal ini kadangkadang mereka (kasuistik) menunjukkan semangat yang luar biasa. Ekskalasi semangat ini biasa teramati setelah tarbiyah berjalan beberapa waktu. Mereka tiba-tiba bersikap sangat militan. Ibarat anak kecil mendapat mainan baru, mereka menjadi ‗sangat gembira‘. Mereka bersikap cenderung overacting dan ekstrim, melihat segala sesuatu dengan hitam putih. Bahkan, mereka bisa juga kemudian menilai dan menghakimi fenomena di sekitar mereka, termasuk orang tua dan keluarga mereka. Mereka cenderung mengambil jarak dengan keluarga dan memposisikan diri sebagai oposan ketika dinilainya keluarga tidak islami karena jauh dari nilai-nilai yang diperolehnya dalam tarbiyah: keluarganya masih bersedia berjabat tangan dengan non-muhrim, mereka masih suka melihat acara televisi yang seharusnya tidak ditonton, mereka tidak bisa shalat tepat waktu, dan sebagainya. Berbeda dengan di rumah, di sekolah mereka memberikan kritik yang pedas atas kebijakan dan aktivitas sekolah yang tidak islami. Mereka mencitrakan diri sebagai seorang yang islami dengan tindakan-tindakan, misalnya menulisi setiap papan tulis dengan bismillah, menulis namanya dengan tulisan Arab meskipun terkesan dipaksakan, menulis di buku dari belakang seperti Al Qur‘an, bahkan tidak mengikuti upacara bendera. Pergaulannya pun menjadi sangat kaku, terutama dengan teman lawan jenisnya. Tiba-tiba mereka memasang hijab di kelas dan membagi-bagi tempat duduk dengan dalih hijab ini, lalu teman-temannya yang lain pun menjadi bermasalah. Mereka memasang hijab kain dalam setiap rapat Rohis, termasuk rapat dengan gurunya. Mereka ‗melaknat‘ semua temannya yang diketahuinya mencontek, kemudian melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang sangat dibenci teman-temannya yang lain (misalnya melaporkan ke guru pada saat itu juga, melaknat dengan dosa-dosa, dan sebagainya). Inilah demam inqilab. Pada kasus-kasus yang relatif parah, biasanya orang tua akan melaporkan perkembangan itu ke sekolah, yang bisa jadi akan memberikan kontribusi masalah baru pada da‘wah pelajar di sekolah itu. Oleh karena itu, meskipun demam inqilab bersifat kasuistik, sebaiknya para murobbi da‘wah
84
pelajar tanggap terhadap kemungkinan munculnya masalah ini pada diri binaannya. Para murobbi da‘wah pelajar perlu memperhatikan beberapa hal berikut. Pertama, selalu melakukan evaluasi (mutaba‟ah) atas perkembangan sikap-sikap mereka setelah mengikuti tarbiyah. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan menanyakan perkembangan sikapnya kepada orang yang dekat dengannya atau keluarganya, selain juga dengan melihat langsung dari diri si mutarobbi. Kedua, memahamkan mereka tentang cara bersikap yang benar dan bijak terhadap lingkungan keluarga dan mayarakat. Seorang murobbi harus mengenalkan pentingnya lingkungan (bi‟ah) islami bagi pembentukan kepribadian mutarobbi. Namun, hal ini pun harus diimbangi dengan pengenalan atas realitas hidup, yang seringkali -atau malah sama sekali- tidak mencerminkan lingkungan yang islami. Mutarobbi pelajar ini mendapat penekanan pentingnya lingkungan yang baik, tetapi juga dilatih untuk peduli melakukan perbaikan pada lingkungan yang tidak baik (tidak islami). Ketiga, mengimbangi materi-materi yang bersifat memompa militansi dengan materi-materi hubungan manusia dengan manusia (hablumminannaas), misalnya berbakti pada orang tua (birul walidain). Dengan pengimbangan ini diharapkan seorang mutarobbi dapat bersikap proporsional dalam menghadapi realitas hidupnya. Keempat, melakukan pendekatan personal dan pengarahan (taujih) khusus tentang tarbiyah itu sendiri dan tentang kearifan bersikap. Langkah ini dilakukan untuk mutarobbi yang menunjukkan gejala demam inqilab yang relatif parah. Untuk kasus-kasus yang sampai ke tingkat konfrontasi dengan orang tua, sebaiknya murobbi membangun komunikasi dan kerjasama dengan orang tua mutarobbi sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih terarah. Langkah ini juga menjadi upaya menghindari munculnya persepsi yang salah tentang tarbiyah, baik dalam pandangan orang tua maupun masyarakat umum. Hal ini dapat dimaklumi karena munculnya berita dan sikap yang ‗aneh‘ pada diri mutarobbi pelajar akan lebih mudah tersebar ke lingkungan sekitarnya.
Penutup, MEMBENINGKAN HATI MEMBANGUN GENERASI Aktivitas dakwah adalah aktivitas yang mulia. Seorang penggerak dakwah sekolah berjalan karena Allah, maka dengan Allah jugalah keberhasilan dan kegagalan menyertainya. Perjalanan itu tidak hanya berlangsung sesaat dalam tempo waktu terbatas. Namun, perjalanan itu adalah perjalanan panjang yang hanya akan berakhir pada saat hembusan nafas kita tidak bertiup lagi. Hal ini sejalan dengan pesan Abbas As Sisi dalam bukunya At Thariq ila al Quluub. Beliau mengingatkan bahwa perputaran waktu adalah bagian dari pengobatan dan pembentukan (al waqtu juz‟un minal „ilaaj wat takwiin). Maka, tidak
85
semestinya seorang muslim menunda-nunda waktu untuk memenuhi tujuan ini: mengobati dan membentuk manusia, apalagi didukung posisi strategis pengkaderan dalam dakwah sekolah. Sedetik kelengahan seorang muslim terhadap tugas ini berarti kerugian yang besar karena tercecer seorang hamba Allah dari nilai hidayah. Merugilah manusia yang diam dan tidak tergeser hatinya sedikit pun untuk berpartisipasi dalam perbaikan sementara banyak potensi manusia tidak tergarap dan kemaksiatan merajalela di sekitarnya. Meruginya manusia bukan saja karena jauhnya manusia lain dari nilai hidayah, tetapi juga karena ia mendapat dosa dari Allah sebab kelalaiannya dari perintah amar ma‘ruf nahi munkar. Rasulullah saw. sebagai panutan kita pun senantiasa mentauladankan tugas mengobati dan membentuk manusia ini. Dalam setiap langkah beliau menebar hikmah. Dalam setiap pertemuan juga beliau senantiasa mengajak pada kebenaran Allah. Dan dalam setiap perjumpaan beliau senantiasa menebar aroma keteduhan. Dari mana keteduhan itu akan tertangkap jika bukan dari keteduhan hati beliau. Inilah kunci keberhasilan dakwah beliau, tentu juga semua itu juga tidak lepas dari keuletan dan kesabaran serta tekad (azzam) yang kuat, yang beliau tanamkan di dalam hati. Bagaimana kita mengambil pelajaran dari keberhasilan beliau? Sasaran pengobatan dan pembentukan umat adalah hati umat tersebut. Hati hanya bisa dihadapi dengan hati. Hati yang dihadapi dengan musuhnya – yaitu nafsu—pasti akan lari. Maka, seorang penggerak dakwah sekolah pun harus menghadapi objek dakwahnya dengan hati: dengan keikhlasan, kesucian, dan ketulusannya. Seorang penggerak dakwah sekolah yang tidak memfungsikan dan menyertakan hati dalam mengajak manusia kepada kebaikan sudah pasti akan menemui kegagalan. Allah swt. berfirman, “Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras lagi berhati kasar, tentu mereka akan menjauh dari sekelilingmu.” (QS Ali Imran 159) Inilah proyek muhasabah bagi aktifis dakwah sekolah. Dakwah itu dari hati, maka bicarakan ia dengan hati, niscaya komunikasi itu akan berlangsung. Kekasaran sikap maupun ucapan seorang dai yang bermula dari kekerasan hati akan membuat si objek dakwah lari. Bukan kewibawaan dan kharisma yang ia dapat tetapi caci dan maki dari objek dakwah tersebut. Seperti sabda Rasulullah saw, “Agama ini adalah kokoh kuat, maka bimbinglah orang lain ke dalamnya dengan lembut, karena sesungguhnya kuda yang terus menerus dicambuk, maka ia tidak akan sampai pada tujuannya dan ia sendiri akan mati.” Syaikh Mustafa Masyhur juga berpesan agar bersikap lembut dan berakhlaq mulia, penyabar, serta dapat menahan diri (tidak emosional). Segala kesulitan di jalan dakwah serta perhitungannya langsung diserahkan kepada Allah. Sikap lembut, akhlaq mulia, penyabar, serta dapat menahan diri (tidak emosional) hanya dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang hatinya bersih. Allah-lah yang menggerakkan hati mereka untuk senantiasa tunduk dan tawadhu‘. Dan inilah jiwa-jiwa para dai.
86
Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang terhalang untuk bersikap lemah lembut, berarti ia terhalang untuk berbuat berbagai macam kebaikan. “ (HR Muslim) Dan tiada pernah seorang aktifis dakwah sekolah menuai hasil dakwah itu jika ia masih saja bertahan dengan kekerasan hatinya. Keterpautan hatinya dengan Allah maupun objek dakwah menghalangi nikmat hidayah Allah yang semestinya bisa dirasakan oleh semua manusia yang haus dan dahaga dengan kesejukan dan kenikmatan Islam. Maka, bolehlah kita bertanya pada hati jika keberhasilan dakwah itu belum juga mampu kita raih.
KATAKAN DENGAN CINTA Cinta adalah satu hal yang fitri bagi setiap makhluk Allah. Jika binatang saja membutuhkan dan senantiasa bernaung dalam kecintaan dengan sesamanya, apalagi manusia yang disempurnakan dengan hati. Bukan hanya dalam muamalah, bertemunya seorang dai dengan seorang objek dakwah sekolah dalam mentransfer kebaikan pun selalu membutuhkan cinta. Maka, katakan dengan cinta niscaya dakwah yang engkau sampaikan menjadi lebih bermakna. Kecintaan yang tulus dari hati akan tampak secara dzahir (nyata) dalam bentuk ekspresi wajah yang cerah, sikap simpatik, dan respon yang positif terhadap objek dakwah. Wajah cerah senantiasa dimiliki Rasulullah saw. dan beliau sangat mewasiatkan para pengikutnya untuk berhias dengannya. Wajah yang cerah terasa menyejukkan dan menarik untuk menikmatinya. Objek dakwah sekolah akan mendekat dan senang bersahabat dengan penyeru dakwah yang demikian. Sebaliknya, seorang penyeru dakwah sekolah yang selalu memasang wajah sangar dan menjual mahal senyumnya akan dijauhi objek dakwahnya. Bermula dari tidak adanya ketertarikan terhadap penyeru dakwah yang seperti ini, seorang objek dakwah akan menjauh dan menghindar dari Islam –nilainilai yang akan ditawarkannya. Dari Abu Dzar ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan kebaikan meskipun itu berupa keceriaan wajah tatkala bertemu saudaramu.” (HR Muslim) Ketulusan cinta seorang penyeru dakwah sekolah juga akan memunculkan sikap yang simpatik. Seorang objek dakwah akan terkesan dengan akhlaqnya yang mulia, sinar ketawadhuannya, binar matanya, kelemahlembutannya, kesabarannya, dan ketenangannya. Dari sinilah objek dakwah sekolah mulai menebar benih cinta untuk aktifis dakwah yang giat menebar program di sekolah. Selain itu, cinta tulus seorang penyeru dakwah kepada objek dakwahnya akan membuatnya bersabar terhadap gangguan yang diberikannya. Seorang penyeru dakwah bisa menghilangkan rasa dendam dan bencinya jika objek dakwahnya menyakiti hatinya. Ia mudah membuka hati dan berlapang dada memaafkan kesalahan objek dakwahnya. Ia juga akan membalas kejahatan dengan kebaikan. Seperti Rasulullah saw. tidak pernah menaruh dendam terhadap seorang kafir yang mengencingi beliau sehingga si kafir tunduk dan luruh hatinya untuk menerima apa yang dibawanya.
87
Respon yang positif terhadap objek dakwah juga akan terbangun dengan adanya kekuatan cinta ini. Seorang penyeru dakwah sekolah akan lebih bijaksana menghadapi kesalahan-kesalahan objek dakwahnya. Umar bin Khattab ra. memberi teladan yang sangat mulia. Saat itu beliau menanyakan seseorang dan beliau mendapat jawaban bahwa seseorang tersebut berada di luar kota bersama para pemabuk. Lalu, Umar pun mengirim surat, “Sungguh saya memanjatkan puji syukur ke hadirat-Mu, ya Allah yang tiada ilah melainkan Dia, Dzat Yang Maha Pengampun dosa, Dzat Maha Penerima Taubat dan Dzat yang Maha Dahsyat siksaan-Nya.‖ Seseorang itu berulang kali membaca surat tersebut sambil menangis dan akhirnya bertaubat. Sentuhan kata-katanya mengembalikan orang tersebut untuk mengingat Allah. Kebijaksanaan Umar terlihat dari tanggapannya yang lembut ini ketika mendengar seseorang itu bersama para pemabuk. Beliau tidak marah, mencaci, dan memvonisnya karena kesalahan-kesalahnanya. Sebaliknya, Umar malah mengambil kertas dan memberi pesan yang sangat menggugah. Umar tidak memvonis kesalahan-kesalahan itu seperti seorang hakim memvonis dakwaannya. Seorang penyeru dakwah mestinya berusaha mempelajari latar belakang kesalahan objek dakwahnya, dan yang penting adalah menghargai setiap peningkatan objek dakwah tersebut meskipun itu kecil -dalam dakwah sekolah kita sering menjumpai masalah-masalah pelajar yang kadang terasa sangat sepele (mencontek misalnya). Seorang objek dakwah yang sering dicaci sebagai orang yang tidak pernah mempunyai peningkatan akan membuatnya putus asa. Penghargaan yang tulus dari penyeru akan memberi semangat tersendiri buatnya. Begitu posisi hati dan arti cinta bagi seorang seorang penyeru untuk memikat objek dakwahnya. Seorang penyeru senantiasa menyematkan rasa cinta dalam setiap interaksinya terhadap objek dakwahnya demi memenuhi tugas mengobati dan membentuknya menjadi hamba yang dicintai-Nya karena ia senantiasa tulus mencintai-Nya. Pahala yang berlipat ganda dari Allah akan dipersembahkan Allah untuk para penyeru dakwah sekolah yang seperti ini. Jika Allah memberikan hidayah kepada seseorang saja lantaran dakwahnya, -kata Rasulullah saw.- nilainya lebih baik daripada humurrun na‟am (onta merah), dalam riwayat yang lain, lebih baik daripada dunia seisinya, dalam riwayat yang lain, lebih baik dari terbitnya matahari. Maka, tidakkah kita beruntung mendapat kesempatan bergerak dalam dakwah sekolah.
MENGASAH HATI Hati merupakan perangkat dakwah sekolah. Salah satu faktor internal (dahiliy) kegagalan dakwah adalah jauhnya hati sang penyeru dari Allah. Hati yang kesat, kotor, hitam, sakit, jauh dari Allah tidak akan bersinar. Maka, bagaimana mungkin sang penyeru dakwah mampu menyinarkan Islam sedang hatinya padam dari sinar tersebut? Sebagaimana Rasulullah saw. memberi isyarat dengan hidup dan mati, maka bagaimana mungkin yang mati akan menghidupkan sedang yang hidup saja belum tentu mampu menghidupkan. Rasulullah saw. bersabda,
88
“Perumpamaan orang yang selalu berdzikir (mengingat) Allah dengan orang-orang yang tidak mengingat-Nya adalah seperti yang hidup dan yang mati.” (HR Bukhari) Maka, mengasah hati menjadi kewajiban bagi seorang penyeru dakwah sekolah, yaitu dengan pembersihan jiwa (tazkiyatunnafs). Pembersihan jiwa ini merupakan asas dasar pembentukan kader (rijal) yang dalam geraknya senantiasa berorientasi meraih ridha Allah. Dan Allah memberi pelajaran tentang ini dengan turunnya surat Al Muzammil pada awal periode Mekkah. Hal ini memberi isyarat persiapan tarbiyah ruhiyah bagi generasi muslim setelah pengokohan aqidah. Dan seperti itu juga Nabi saw. dan para pengikutnya menanamkan kekuatan dakwah pada kedekatannya pada Allah swt. Itulah salah satu rahasia keberhasilan dakwah beliau. Interaksi jiwa dan perasaan yang kuat kepada Allah akan memunculkan kepekaan objek dakwah sekolah terhadap sosok penyeru. Wajah yang bersinar dan keteduhan akan memancar karena kekuatan cinta-Nya pada Allah sehingga membuat objek dakwah jatuh cinta dan ingin berdekatan terus dengan sang penyeru ini. Ia akan mencari sang penyeru yang bisa meneduhkan dan melembutkan hatinya. Dan ia akan mengejar sang penyeru itu yang akan meruntuhkan kesombongannya karena ia selalu mengajaknya berlari mengejar Allah yang Mahabesar. Seperti kata Hasan Al Bana, “Dari seorang mujahid, Anda dapat membaca pada raut wajah dan kilauan matanya, dan mendengar dari gerakan lidahnya semua yang bergelora di dalam hatinya, kesengsaraan yang ada di dalam hati, semua tujuannya benar dan bersungguh-sungguh pelaksanaannya, cita-citanya tinggi dan sasarannya jauh untuk memenuhi jiwanya.” Bagaimana objek dakwah sekolah tidak luluh jika wajah dan mata sang penyeru selalu bercerita tentang cintanya kepada Allah dan kerendahannya di depan Sang Penguasa? Bagaimana objek dakwah tidak luluh jika gerakan lidah sang penyeru selalu bertutur tentang kebenaran. Tiada yang dapat menandingi kharisma seorang penyeru yang seperti ini, kecuali orang-orang yang thaat dan takut kepada Allah. ―Tidakkah engkau demikian, wahai para penggerak dakwah sekolah?‖ Wallaahu alam bish shawab
TENTANG PENULIS
KOESMARWANTI, S.S., lahir 23 September 1977 di Sukoharjo (Solo). Pengalaman menulis dimulainya sejak SMA dengan buletin Al-Khuwarizmi di SMAN 3 Padmanaba Yogyakarta. Pernah bergabung sebagai staf pembinaan Balai Jurnalistik Islam (BJI) Keluarga Alumni Jamaah Shalahuddin (Kajasha) dan redaktur majalah ‗Shaliha‘ Yogyakarta. Saat ini ia bergabung bersama Forum Lingkar Pena (FLP) wilayah Yogyakarta. Alumnus Fakultas Sastra UGM yang saat ini tercatat sebagai guru di SLTP-IT Abu Bakar Yogyakarta dan MAN Yogyakarta I ini pernah mempublikasikan karya-karyanya di berbagai media. Sampai saat ini ia telah menerbitkan tiga buku, yaitu Catatan Seorang Ukhti (Asy Syaamil, 2001), Menyongsong Cahaya Allah, Perjalanan Hidayah Maria Anastasia Nurul Ikhsani (Era Intermedia, 2001), kumpulan cerpen Derai-derai Kamboja (Fatahillah Press, 2001). Satu bukunya yang lain, Lembar Biru Guru
89
Seruni, yang terpilih sebagai pemenang nasional lomba penulisan buku cerita keagamaan tingkat SLTP yang diselenggarakan oleh Departemen Agama RI pada tahun 2002 akan diterbitkan oleh Depag. Pada tahun yang sama dengan karyanya ‗Aku Harus Pulang‘, ia juga meraih juara 2 Lomba Penulisan Cerpen Remaja Islami (LMCRI) yang diselenggarakan oleh Tabloid Manajemen Qalbu Bandung. Berbekal pengalaman di dakwah sekolah yang dimulainya sejak ia aktif di Kerohanian Islam di SMA-nya, saat ini ia meluncurkan karyanya yang kelima Dakwah Sekolah Era Baru yang ditulis bersama Nugroho Widiyantoro. Selepas SMA, dakwah sekolah dijalaninya dengan bergabung bersama Keluarga Muslim Alumni Padmanaba (KMAP) sebagai wadah alumni di SMA-nya juga. Aktifis dakwah sekolah yang pernah terlibat sebagai pemimpin redaksi bulletin pelajar SMART, yang bikin orang cerdas …. dan buletin dakwah sekolah Iltizam ini juga ikut merintis terbentuknya wadah dakwah sekolah di yogyakarta yang bernama Sahabat Remaja Bertaqwa (SMART) di bawah Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS). Saat ini penulis yang juga menjadi salah satu personil nasyid muslimah RONDA, Rona Nada dan Dakwah, ini tinggal di Kotagede Yogyakarta. Kontak dengan penulis bisa melalui
[email protected].