Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
ANALISIS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PELANGGAN PT. POS INDONESIA PERSERO KANTOR WILAYAH SURABAYA SELATAN DENGAN METODE SERVQUAL, METODE MODEL KANO, DAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) Lissa Rosdiana Noer1), Udisubakti Ciptomulyono2), dan Indung Sudarso3) Program Studi Magister Manajemen Teknologi – Manajemen Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember – ITS Surabaya e-mail :
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK PT. Pos Indonesia (Persero) mampu menunjukkan kreatifitasnya dengan memanfaatkan insfrastruktur jejaring yang dimilikinya. Perusahaan telah memiliki 3.700 Kantor Pos online, serta dilengkapi elektronik mobile pos. Pospay merupakan layanan unggulan PT. Pos yang memungkinkan masyarakat dapat melakukan pembayaran Rekening Telepon, Seluler, Listrik (PLN), Air Minum (PDAM), Pajak, Asuransi, Angsuran Kredit (Finance), Kartu Kredit dan Personal Loan, Pengisian Pulsa, Zakat, Sodakoh, Infak di Kantor pos yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Layanan ini didukung oleh Sistem Online Payment Point (SOPP). Analisis mengenai harapan dan persepsi pelanggan atas service quality di PT. Pos Indonesia (Persero) Kanwil Surabaya Selatan dapat diketahui dari tingkat kualitas pelayanan yang selama ini diberikan. Suatu kualitas pelayanan yang berorientasikan pada kepuasan pelanggan harus memenuhi lima dimensi pokok, yakni: (i) tangible, (ii) realibility, (iii) responsiveness, (iv) assurance¸dan (v) emphaty. Penilaian tingkat layanan diberikan dengan menggunakan kuesioner dan difokuskan pada pelanggan produk layanan POSPAY. Penelitian ini menggunakan gap 5 berdasarkan Model Konseptual Kualitas Jasa (Parasuraman, dkk, 1988). Dimana jasa yang baik adalah jasa yang diharapkan sama dengan jasa yang dirasakan, sehingga nantinya akan berdampak positif bagi perusahaan. Variabel yang lebih dominan dengan nilai gap tertinggi dari 25 variabel, dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut adalah variabel Emphaty. Dari hasil penilaian gap, selanjutnya akan diolah dengan menggunakan Metode model Kano. Dari hasil pengintegrasian metode Servqual dan metode model Kano, terdapat empat variabel layanan yang terdapat pada PT. Pos Indonesia Kanwil Surabaya Selatan yang masuk ke dalam kategori Must be. Dari hasil perbandingan antara nilai Final Weighted Importance PT.Pos Indonesia Kanwil Surabaya Selatan dengan PT. X, disimpulkan PT. X lebih unggul pada variabel tertentu yaitu Assurance dan Emphaty. Langkah berikutnya adalah menentukan halhal apa saja yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai respon teknis dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD). Berdasarkan hasil pembobotan respon teknis pada House of Quality, diketahui terdapat 4 (empat) respon teknis dengan nilai bobot paling tinggi dan cukup penting untuk diperhatikan yaitu: Adanya Inovasi Pospay Pada Waktu Tertentu (Minimal Ada Produk Baru +/- 6 Bulan (22,12%), Keluhan Dapat Disampaikan Pada PT. Pos Pusat Melalui POS Call 161 / SMS 9161 (17,65%) , dan Meningkatkan Kepedulian Karyawan Loket Terhadap Pelayanan Yang Diberikan (12,69%). Kata Kunci: Kualitas layanan, Kepuasan Pelanggan, servqual, Kano Model, Quality Function Deployment (QFD). ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
PENDAHULUAN Kualitas Pelayanan Menurut Kotler (2009), Kualitas Pelayanan (jasa) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan produk fisik. Lima gap yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990) dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1. Knowledge Gap (Gap 1). Pihak manajemen pada suatu perusahaan tidak selalu memahami betul apa yang diinginkan pelanggan. 2. Standards Gap (Gap 2). Manajemen kemungkinan benar dalam memahami keinginan pelanggan tetapi tidak dalam menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. 3. Delivery Gap (Gap 3). Karyawan umumnya tidak terlatih baik atau bekerja melampaui batas dan tidak mampu atau tidak bersedia memenuhi standar, atau dihadapkan pada standar yang berlawanan. 4. Communication Gap (Gap 4). Janji-janji yang diberikan oleh perusahaan memberikan janji-jani melalui media iklan tidak sesuai dengan kualitas jasa yang diberikan. 5. Service Gap (Gap 5). Apabila konsumen mengukur dengan cara yang berbeda kinerja perusahaan atau bisa juga keliru dalam mempersepsikan mengenai kualitas jasa tersebut. Pada penelitian ini, menggunakanGap 5. Berdasarkan Model Konseptual Kualitas Jasa (Parasuraman, dkk, 1988), jasa yang baik adalah jasa yang diharapkan sama dengan jasa yang dirasakan, sehingga nantinya akan berdampak positif bagi perusahaan. Sehingga gap ini dapat menjadi acuan dalam peningkatan pelyanan pada pelanggan.
Gambar 1 Model Konseptual Kualitas Jasa( Parasuraman, dkk, 1988)
Metode Service Quality Servqual merupakan alat untuk mengukur kualitas layanan. Nilai dari servqual dapat diperoleh dari selisih antara nilai persepsi pelanggan dengan nilai dari harapan pelanggan.
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Nilai servqual berfungsi untuk menunjukkan kesenjangan antara persepsi dengan harapan pelanggan. Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990), Kualitas suatu produk baik jasa maupun barang perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas dirangkum menjadi lima dimensi pokok, kelima dimensi kualitas jasa model sevice quality diantaranya: 1. Tampilan elemen fisik/berwujud (Tangible) Dimensi ini mencakup ketersediaan fasilitas fisik, peralatan, sumber daya manusia, materimateri untuk komunikasi yang merupakan bukti nyata dari pelayanan. 2. Keandalan (Reliabillity) Dimensi ini mencakup kemampuan perusahaan dalam memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. 3. Daya tanggap (Responsiveness) Dimensi ini mencakup kemampuan dan kesediaan para karyawan dalam membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan memberikan jasa secara cepat. 4. Jaminan/Keyakinan (Assurance) Dimensi ini mencakup perilaku karyawan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dari pelanggan terhadap perusahaan sehingga perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan ini berarti bahwa para karyawan menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan serta selalu bersikap sopan. 5. Empati (Emphaty) Hal ini mencakup pemahaman masalah oleh perusahaan kepada para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggannya dan juga jam operasi yang nyaman. Metode Model Kano Prof. Horiaki Kano (Tony Wijaya, 2011) mengembangkan Model Kano yang bertujuan untuk mengkategorikan atribut-atribut dari produk ataupun jasa berdasarkan seberapa baik produk atau jasa tersebut mampu memuaskan kebutuhan pelanggan. Metode model Kano merupakan metode yang berlandaskan atas beberapa atribut, diantaranya : a. Attractive atau Excitement needs Merupakan atribut yang menyebabkan kepuasan bagi pelanggan jika dilakukan peningkatan kinerja atribut dan apabila terjadi penurunan atribut, tidak akan menyebabkan penurunan tingkat kepuasan. b. One-dimentional atau Performance needs Merupakan atribut dengan perbandingan yang sama. Dengan kata lain, pelanggan akan meraa puas jika ada peningkatan pada atribut layanan dan apabila terjadi penurunan kinerja atribut, akan menurunkan kepuasan pelanggan. c. Must be atau basic needs Merupakan atribut yang apabila suatu layanan itu ada maka pelanggan tidak meningkatkan kepuasannya, akan tetapi apabila atribut layanan tersebut tidak ada, pelanggan akan merasa tidak puas. d. Indifferent Merupakan atribut yang sifatnya tidak berpengaruh terhadap baik atau buruknya suatu layanan. Pelanggan tidak akan merasa puas jika layanan ditingkatkan dan tidak akan merasa kecewa jika suatu layanan buruk. ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
e. Reverse Merupakan atribut yang sifatnya kebalikan dari suatu kondisi pada umumnya. Jika suatu layanan baik, pelanggan akan cenderung kecewa dan jika suatu layanan buruk, justru pelanggan akan merasa puas. f. Questionable Merupakan atribut yang sifatnya tidak valid/ dipertanyakan. Pada atribut ini, pelanggan akan merasa senang pada kondisi layanan baik dan juga buruk dan sebaliknya. (Tan dan Pawitra, 2001).
Gambar 2 Model Kano (Yang, 2010)
Perhitungan kuesioner dilakukan berdasarkan tabel evaluasi Kano. Dari masingmasing pertanyaan yang diajukan kepada responden ditentukan apakah jawaban dari kuesioner termasuk kategori A, M, O, R, Q, atau I. Setelah seluruh jawaban dari pertanyaan dikonversi ke dalam bentuk AMORQI, maka selanjutnya adalah melakukan penghitungan jumlah masing-masing komponen A, M, O, R, Q, dan I untuk setiap pertanyaan (Nurhayati, 2009). Dari hasil perhitungan, koefisien kepuasan konsumen dapat dicari dengan rumusan: 1. Tingkat kepuasan Koefisian tingkat kepuasan berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin dekat dengan nilai 1 maka semakin mempengaruhi kepuasan konsumen, sebaliknya jika nilai mendekati ke 0 maka dikatakan tidak begitu mempengaruhi kepuasan konsumen. +
+ +
+
2. Tingkat Kekecewaan. Jika nilai semakin mendekati angka -1 maka pengaruh terhadap kekecewaan konsumen semakin kuat, sebaliknya jika nilainya 0 maka tidak mempengaruhi kekecewaan konsumen. ( +
+
+
+ ) (−1)
Tanda minus yang disimpan di depan koefisien tingkat kekecewaan konsumen adalah untuk menegaskan pengaruh negatif dari kepuasan konsumen pada kualitas produk yang tidak dipenuhi.
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Quality Function Deployment (QFD) QFD merupakan metodelogi dalam menterjemahkan keinginan dan kebutuhan pelanggan kedalam suatu rancagan produk yang memiliki persyaratan teknis dan karakteristik kualitas tertentu. (Akao, 1991; Urban, 2000). Keunggulan yang dimiliki QFD menurut Cohen (1995) adalah : 1. Penerjemah keinginan pelanggan (Matzler and Hinterhuber, 1998; Garibay et al, 2010). QFD digunakan untuk menerjemahkan keinginan pelanggan ke dalam bahasa teknik perusahaan yang nantinya akan diwujudkan kedalam sebuah produk. 2. Decreasing Cost Penggunaan QFD dalam proses pengembangan produk maupun jasa akan mampu mengefisiensi proses yang dilakukan sehingga dapat mereduksi biaya yang dikeluarkan. Penggunaan QFD mampu mengurangi perubahan design yang diakibatkan proses yang dilakukan perusahaan terfokus pada apa yang diinginkan oleh pelanggan. 3. Increasing Revenue Penggunaan QFD membantu perusahaan dalam memprioritaskan effort yang ada pada pemenuhan kebutuhan pelanggan dengan akurat serta efektif kedalam karakteristik desain produk maupun jasa. Sehingga konsumen akan tertarik terhdap produk yang ditawarkan oleh perusahaan. 4. Cycle Time Reduction Perusahaan terfokus pada pemenuhan keinginan konsumen, proses pengembangan produk atau jasa dapat dilaksanakan dengan lebih cepat serta mengurangi kesalahan pada proses produksi. House of Quality (HOQ) House of Quality (HOQ) merupakan tahap pertama dalam menerapkan metodelogi QFD. Matriks ini adalah upaya untuk mengkonversi voice of customer langsung terhadap spesifikasi teknis atau persayaratan teknis dari suatu jasa atau produk yang dihasilkan.
Gambar 3 House of Quality (Cohen, 1995)
1. Bagian A (Matriks kebutuhan pelanggan/Customer needs and benefit) yaitu berisi data atau informasi yang diperoleh dari penelitian pasar atas keinginan dan kebutuhan pelanggan. 2. Bagian B (Matriks Perencanaan/Planning matrix) yaitu alat yang dapat membantu tim pengembangan dalam memprioritaskan kebutuhan pelanggan. ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
3. Bagian C (Matriks karakteristik teknis/Substitute quality characteristics) yaitu berisikan persyaratan-persyaratan teknis terhadap jasa baru yang akan dikembangkan. 4. Bagian D (Matriks hubungan/Relationship) yaitu berisikan kekuatan hubungan antara persyaratan teknis dari jasa atau produk yang dikembangkan (bagian C) dengan “suara pelanggan” (bagian A) yang mempengaruhinya. 5. Bagian E (Matriks korelasi karakteristik teknis/Technical correlation) yaitu berisikan keterkaitan antar persyaratan teknis satu dengan persyratan teknis yang lain yang terdapat pada bagian C. 6. Bagian F (Matriks teknis) yaitu berisikan tiga macam jenis data, yaitu : (i) Target kinerja persyaratan teknis dari produk yang dikembangkan, (ii) Technical benchmarking dari produk yang dibandingkan, (iii) tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis. METODE Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya, sedangkan banyaknya suatu anggota suatu sampel disebut dengan ukuran sampel (Sugiarto, 1999). Penelitian ini akan menggunakan Convenience Sampling (Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan) yaitu peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang dapat diambil sebagai sampel karena kebetulan berada ditempat itu atau kebetulan mengenal seseorang tersebut. (Tjiptono, 2001 dan Sugiyono, 2012). Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: n= ( ) Keterangan n : Perkiraan jumlah sampel N : Perkiraan Jumlah Populasi pelanggan e : Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel (10%)
Hasil uji validitas data sampel menunjukkan setiap pernyataan yang termuat dalam kuesioner telah valid. Pernyataan tersebut didasarkan hasil pengujian SPSS versi 20.0 yang menunjukkan bahwa nilai r memiliki signifikansi kurang dari 5% atau < 0,05 (Nazir, 1983). Hasil uji reliabilitas data sampel menunjukkan hasil yang reliable, nilai cronbach’s alpha () > 0,6. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner Servqual dari setiap dimensi baik persepsi dan harapan. (Malhotra, 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut hasil perbandingan nilai mean dan gap PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan dengan PT. X (Kompetitor) :
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Dari hasil perhitungan gap di PT. Pos Indonesia (Persero) Kanwil Surabaya Selatan, nilai gap tertinggi dari 25 variabel yang ada, dapat disimpulkan bahwa variabel yang lebih dominan adalah variabel Emphaty. Pada PT. X, terdapat variabel yang memiliki nilai gap terendah dari 25 variabel yang ada, variabel yang paling mendominasi adalah variabel Reliability. Berdasarkan hal tersebut, variabel Reliability dapat dijadikan acuan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Wilayah Surabaya Selatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan. Berdasarkan hasil perbandingan nilai mean dan gap antara PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan dengan PT. X, semakin jelas terlihat bahwa PT. X lebih unggul dibandingkan dengan PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan, hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan kedua perusahaan pada tabel diatas. Nilai gap dari beberapa variabel di PT. X jauh lebih kecil atau dapat dikatakan antara kenyataan sesuai dengan harapan pelanggan jika dibandingkan dengan PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan. Sehingga, pihak manajemen pada PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan sebaiknya lebih memperhatikan elemen yang terdapat dalam variabel Reliability untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang ada pada PT. Pos Kanwil Surabaya Selatan. Dari 25 variabel yang ada, telah terbagi dalam empat kategori yaitu Attractive, One dimentional, Must be, dan Indifferent. Terdapat empat variabel layanan yang masuk ke dalam kategori Must be, diantaranya : Proses pembayaran POSPAY melalui pos cepat/tidak ribet (Rel 1); Prosedur pelayanan dalam pembayaran rekening POSPAY teliti (Rel 3); Pelanggan merasa aman selama berada ditempat pelayanan (Ass3); dan Ruang pelayanan bersih (Tan 1). Dimana kategori ini merupakan kategori kebutuhan dasar yang harus ada pada suatu perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Penentuan respon teknis didasarkan pada kondisi performansi perusahaan, fungsi dan bisnis proses yang dimungkinkan. Technical response merupakan jawaban dari variabel pertanyaan. Satu respon teknis dengan respon teknis lainnya bisa jadi memiliki suatu tipe hubungan tertentu yang saling menunjang (berbanding lurus) atau bias juga bersifat kontradiktif (bertentangan). Respon teknis yang perlu mendapatkan perhatian pertama kali adalah Adanya Inovasi Pospay Pada Waktu Tertentu (Minimal Ada Produk Baru +/- 6 Bulan, sebesar 22,12%. Selanjutnya adalah Keluhan Dapat Disampaikan Pada PT. Pos Pusat Melalui ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
POS Call 161 / SMS 9161, sebesar 17,65% dan urutan ketiga adalah PT Pos Indonesia Kanwil Surabaya Selatan bersedia Meningkatkan Kepedulian Karyawan Loket Terhadap Pelayanan Yang Diberikan, sebesar 12,69%. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembatasan pengambilan sampel yang didasarkan pada intensitas kenaikan jumlah pelanggan pada tanggal tertentu dan diambil dengan cara Convenience Sampling (Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan), membuat penelitian tidak bersifat universal atau dengan kata lain hanya dapat diaplikasikan sebagai upaya perbaikan kualitas pelayanan pelanggan POSPAY pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Wilayah Surabaya Selatan saja. Variabel pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Wilayah Surabaya Selatan berdasarkan metode Servqual, terdapat lima variabel yang memiliki nilai gap tertinggi, yaitu pertama variabel Emphaty 5 sebesar 0,54 yaitu adanya kotak saran untuk menampung keluhan dan dapat menyelesaikan keluhan pelanggan. Kedua adalah variabel Emphaty 4 sebesar 0,53 yaitu PT.POS memahami apa yang menjadi kebutuhan pelanggan dengan adanya inovasi POSPAY. Ketiga adalah variabel Responsibility 2 sebesar 0,51 yaitu saat transaksi pembayaran rekening melalui POSPAY jaringan tidak offline (troble/mati). Keempat adalah variabel Emphaty 2 sebesar 0,51 yaitu kemudahan menyampaikan keluhan pada pelayanan POS. Terakhir adalah variabel Reliability 5 sebesar 0,49 yaitu Pembayaran rekening melalui POSPAY Online (Langsung tercatat pada perusahaan yang bersangkutan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang lebih dominan dari kelima variabel tertinggi tersebut adalah variabel Emphaty. Sedangkan hasil dari perhitungan Kano menunjukkan hanya terdapat empat kategori untuk 25 variabel dari kualitas layanan, yaitu kategori Must be, Onedimensional, Attractive, dan Indifferent. 2. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dalam House of Quality, maka dapat diketahui bahwa respon teknis tertinggi adalah Adanya Inovasi Pospay Pada Waktu Tertentu (Minimal Ada Produk Baru +/- 6 Bulan (22,12%), Keluhan Dapat Disampaikan Pada PT. Pos Pusat Melalui POS Call 161 / SMS 9161 (17,65%), Meningkatkan Kepedulian Karyawan Loket Terhadap Pelayanan Yang Diberikan (12,69%), dan Keluhan Dapat Disampaikan Langsung Kepada Customer Service (11,73%) . DAFTAR PUSTAKA Akao, Y (1991), Quality Function Deployment: Integrating Customer Requirements Into Product Design, Productivity Press. Portland, Oregon. Cohen, L (1995), Quality Function Deployment: How to Make QFD Work for You. United States of America: Addison Wisley Publishing. Garibay, C., Gutiérrez, H. & Figueroa, A (2010), Evaluation of A Digital Library by Means of Quality Function Deployment (QFD) and The Kano Model. The Journal of Academic Librarianship, 36, 125-132 Kotler, P., Keller, K.L (2009), Marketing Management, 13th Edition. New Jersey: Prentice Hall.
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Lin, S. P., Yang, C. L., Chan, Y.-H. & Sheu, C (2010), Refining Kano’s ‘Quality Attributes– Satisfaction’ Model: A Moderated Regression Approach. Intern. Journal Of Production Economics, 126, 255-263. Malhotra, N. K (1996). Marketing Research An Applied Oriented Second Edition, Prentice Hall, Inc., New jersey. Matzler, K., & Hinterhuber, H. H (1998), How to Make Product Development Projects More Successful by Integrating Kano's Model of Customer Satisfaction Into Quality Function Deploymenta. Technovation, 18(1), 25-38. Nazir, M (1983). Metode Penelitian. Penerbit Balai Aksara :Jakarta. Nurhayati, Sri (2009), Analisis Kebutuhan Proses Bisnis Menggunakan Metode Kano. Tesis Teknik Komputer, UNIKOM Bandung. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. dan Berry, L.L (1988), SERVQUAL: A Multiple item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality. Jurnal of Retailing. Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. dan Berry, L.L (1990), Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. NewYork: The Free Pass. Sugiarto, Endar (1999). Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sugiyono (2012), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta Press, Jakarta. Tan, K.C., Tan Pawitra.(2001), Integrating SERVQUAL and Kano’s Model into QFD for Service Excellence Development, Managing Service Quality, 11(6), pp. 418- 4310. Tjiptono, Fandy (2001). Strategi Pemasaran Edisi Kedua. Cetakan Kelima. ANDI OFFSET, Yogyakarta. Urban, G.L.; F. Sultan; and W.J. Qualls (2000), Placing Trust at the Center of Your Internet Strategy. Sloan Management Review, Vol 42, No 1, pp. 39-48. Wijaya, Tony. (2011), Manajemen kualitas Jasa: Desain Servqual, QFD, dan Kano disertai Contoh Aplikasi dalam Kasus Penelitian, PT. Indeks, Jakarta.
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-36-9