BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
BAB
3
PROSES DI SHORE APPROACH
3.1
Pendahuluan
Dalam disain stabilitas pipa (on-bottom stability) yang sebelumnya telah disinggung bahwa untuk dapat menghitung stabilitas pipa maka perlu diketahui beberapa parameter gaya lingkungan yang akan digunakan untuk menghitung gaya-gaya hidrodinamik yang bekerja pada pipa. Secara singkat pendekatan perhitungan stabilitas hidrodinamik pada pipa bawah laut terdiri atas beberapa langkah perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Pendefinisian kriteria lingkungan untuk kondisi instalasi (periode ulang 1 tahun) dan kondisi life time/oprasional (periode ulang100 tahun). Kriteria-kriteria ingkungan tersebut mencakup : •
Kedalaman air
•
Spektrum gelombang
•
Karakteristik arus laut
•
Properties tanah
•
Kondisi dasar laut (seabed)
2. Penentuan koefisien hidrodinamik yang mencakup koefisien seret/drag (CD), inersia (CI), dan angkat/lift (CL), nilai dari koefisien ini ditentukan dengan nilai bilangan Reynolds, bilangan Keulegan-Carpenter, dan nilai rasio gelombang terhadap arus (M). 3. Perhitungan gaya-gaya hidrodinamik yang meliputi gaya seret/drag (FD), gaya inersia (FI), dan gaya angkat (FL). 4. Masukan gaya statik dalam perhitungan stabilitas dan hitung tebal lapisan selimut pipa (concret coating) dengan kombinasi antara gaya-gaya hidrodinamik. Stabilitas hidrodinamik ditentukan dengan menggunakan persamaan Morrison dimana persamaan tersebut menyatakan hubungan antara gaya seret, inersia dan angkat yang
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 1
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
diakibatkan oleh kecepatan dan percepatan partikel air daerah yang ditinjau. Gaya-gaya ini tidak secara penuh dikenakan pada pipa yang dikubur di parit. Untuk menentukan kecepatan partikel kecepatan gelombang, persamaan yang digunakan bergantung pada tinggi gelombang, kedalaman perairan, dan periode galombang. Untuk menentukan kecepatan dan percepatan partikel gelombang dikenal beberapa teori gelombang. Diantaranya adalah
teori gelombang Airy, Stokes, Cnoidal, dan tunggal
(solitary). Masing-masing dari teori gelombang diatas mempunyai batasan keberlakuan yang berbeda. Untuk banyak keadaan perairan dapat digunakan persamaan teori gelombang Airy yang sederhanan untuk menentukan karakterisitik gelombang yang diperlukan. Namun untuk keadaan dimanan rasio antara tinggi gelombang dan kedalaman (H/d) meningkat maka persamaan stokes orde 5 dirasa lebih cocok digunakan, sementara untuk kondisi gelombang di perairan dangkal maka dapat digunakan teori gelombang tunggal (solitary wave) dan Cnoidal.
3.2
Gelombang
Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan secara matematis karena tidak linier dan bentuknya yang acak/random. Beberapa teori yang ada hanya menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam.
3.2.1 Teori Gelombang Linier (Airy) Teori sederhana untuk menggambarkan gelombang adalah teori gelombang linier, teori ini diturunkan dari persamaan Laplace untuk aliran tak berotasi (irrotational flow) dengan kondisi batas (boundary condition) permukaan air dan dasar laut. Kondisi permukaan air didapat dengan melinierkan persamaan Bernoully untuk aliran tak mantap. Penyelesaian persamaan ini akan menghasilkan potensial kecepatan periodik untuk aliran irrotational. Potensial kecepatan ini yang kemudian diturunkan untuk menghasilkan persamaan dari berbagai karakteristik gelombang seperti kecepatan rambat dan panjang gelombang, fluktuasi muka air, kecepatan dan percepatan partikel air, dan lain-lain. Sketsa karakteristik gelombang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 2
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
L
Y
C SWL
η
H
X
0
u Orbit Partikel v
d
=d+y
y=-d Seabed Gambar 3. 1 Sketsa definisi gelombang.
3.2.2 Persamaan Gelombang Teori gelombang Airy dapat diturunkan dari persamaan kontinuitas untuk aliran tak berotasi (persamaan Laplace) yaitu:
∂ 2 ϕ ∂ 2ϕ =0 + ∂x 2 ∂y 2
(3. 1)
Dengan :
u=
∂ϕ ∂ϕ dan v = ∂y ∂x
(3. 2)
Kondisi batas di dasar laut untuk persamaan tersebut adalah kecepatan arah vertikal sama dengan nol.
v=
∂ϕ = 0 di y = −d ∂y
(3. 3)
Kondisi batas pada permukaan diperoleh dengan persamaan Bernoully untuk aliran tak mantap.
∂ϕ 1 2 p + u + v 2 + gy + = 0 ∂t 2 ρ
(
)
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
(3. 4)
III - 3
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Dimana: g
= percepatan grafitasi
p
= tekanan
ρ
= rapat massa zat cair
Apabila persamaan Bernaulli diatas dilinierkan, yaitu dengan mengabaikan nilai u 2 dan
v 2 , dan pada permukaan y = η , serta mengambil nilai tekanan dipermukaan adalah nol, maka persamaan tersebut menjadi:
η=−
1 ∂ϕ g ∂t
(3. 5) y =η
Dengan anggapan bahwa gelombang adalah kecil terhadap kedalaman maka kondisi batas y=0 adalah kira-kira sama dengan di y = η . Dengan anggapan tersebut maka kondisi batas pada permukaan adalah:
η=−
1 ∂ϕ g ∂t
(3. 6) y =0
Dengan dua syarat batas diatas maka persamaan Laplace dapat diselesaikan menjadi :
ϕ=
ag cosh k (d + y ) sin (kx − σt ) σ cos kd
(3. 7)
Dengan:
ϕ
= potensial kecepatan
σ
= frekwensi gelombang
k
= bilangan gelombang
d
= kedalaman laut
y
= jarak vertikal ditinjau dari SWL
x
= jarak horizontal
t
= waktu
Persamaan potensial kecepatan diatas digunakan untuk mencari sifat-sifat gelombang yang lain.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 4
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
3.2.3 Kecepatan Rambat dan Panjang Gelombang Airy Gelombang biasanya terbentuk di laut dalam dan umumya dibentuk oleh gaya angin, perambatan gelombang dari daerah pembentukanya ke arah laut dengan kedalaman yang bervariasi. Perambatan gelombang dari daerah pembentukanya ketempat lain mempunyai kecepatan rambat. Rumus cepat rambat dan panjang gelombang umum kita ketahui sebagai persamaan dispersi, yaitu:
σ 2 = g.k . tanh (k .d ) dimana, σ = k.C
(3. 8)
Maka persamaan kecepatan rambat gelombang, adalah.
C2 =
g .T g .L 2πd tanh(kd ) atau C = tanh( ) L 2π 2π
(3. 9)
Dengan memasukan nilai C=L/T maka didapatkan persamaan panjang gelombang Airy yaitu:
L=
g .T 2 2πd tanh( ) L 2π
(3. 10)
Dengan,
2.π L
k
= bilangan gelombang =
C
= cepat rambat gelombang
d
= kedalaman perairan/laut
L
= panjang gelombang
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air dan panjang gelombang, maka gelombang dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: 1. Gelombang di laut dangkal, jika
d / L ≤ 1 / 20
2. Gelombang di laut intermedet, jika
1 / 20 < d / L ≤ 1 / 2
3. Gelombang di laut dalam, jika
d / L ≥ 1/ 2
Dari
klasifikasi
daiatas
apabila
kedalaman
relatif
lebih
dari
0.5,
maka
nilai
tanh(2 π d/L)=1.0 maka persamaan cepat rambat gelombang di laut dalam (C0) dan panjang gelombang untuk perairan dalam (L0) adalah :
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 5
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
C0 =
g .T 2π
(3. 11)
L0 =
g .T 2 2π
(3. 12)
Sedangakan apabila nila kedalam relatif adalah kurang dari 1/20, maka nilai tanh(2 π d/L)= 2 π d/L, sehingga persamaan kecepatan dan panjang gelombangnya menjadi:
C = gd
(3. 13)
L = gd .TP
(3. 14)
Dimana : TP= periode gelombang puncak Sedangkan untuk perairan transisisi persamaan panjang cepat rambat dan panjang gelombang adalah:
2πd C = C0 tanh L
(3. 15)
g .T 2 2πd 2πd L = L0 tanh atau tanh L = 2π L L
(3. 16)
Sehingga kalau panjang gelombang periode gelombang di laut dalam, diketahui maka panjang gelombang untuk perairan yang lebih dangkal dapat dicari.
3.2.4 Kecepatan dan Percepatan Air Dalam memperajari gaya gelombang, perlu diketahui kecepatan dan percepatan partikel gelombag untuk berbegai kedlaman dan waktu. Komponen kecepatan dan percepatan mempunyai dua arah yaitu arah horizontal dan vertikal, namun kita hanya menggunakan kecepatan dan percepatan arah horizontal.
•
Kecepatan partikel air
Persamaan kecepatan partikel air baik itu arah horizontal (u) maupun vertical (v) diturunkan berdasarkan persamaan potensial kecepatan ( ϕ ), yaitu:
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 6
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
u=
∂ϕ ∂ϕ dan v = ∂y ∂x
(3. 17)
Persamaan kecepatan partikel air untuk gelombang linier adalah:
πH cosh k (d + y ) u= cos(kx − σt ) ( kecepatan arah horizontal) T sinh kd
(3. 18)
Dan,
πH sinh k (d + y ) v= sin (kx − σt ) ( kecepatan arah vertikal) T sinh kd
•
(3. 19)
Percepatan partikel air
Percepatan partikel air baik arah horizontal ( a x ) maupun arah vertikal ( a y ) merupakan turunan dari kecepatan partikel air terhadap waktu, persamaannya adalah sebagai berikut:
ax =
du dv dan a y = dt dt
(3. 20)
Persamaan percepatan partikel air adalah sebagai berikut:
2π 2 H cosh k (d + y ) sin (kx − σt ) ( percepatan arah horizontal) a x = 2 T sinh kd
(3. 21)
Dan,
2π 2 H cosh k (d + y ) cos(kx − σt ) ( percepatan arah vertikal) a y = − 2 T sinh kd
(3. 22)
3.2.5 Gelombang Acak (Random Wave) Pada kenyataanya gelombang yang terdapat dialam ini adalah tidak linier, dan metode yang digunakan untuk menganalisa kecepatan dan percepatan gelombang adalah menggunakan analisis spektral. Metode analisis spektral yang umum digunakan adalah: •
Pierson-Moscowitz (P-M)
•
Bretsneider (Bret)
•
Join Nort Sea Wave Project (JONSWAP)
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 7
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Dalam DNV RPE 305 diberikan rumusan spektrum JONSWAP, yaitu : −4 ω a Sηη (ω ) = αg (ω ) exp− 1.25 γ ω p 2
−5
− (ω − ω p ) 2 a = exp 2 2 2σ ω p
(3. 23)
(3. 24)
Dimana:
ω
= frekwensi angular
ωp
= frekwensi angular puncak spektrum
g
= percepatan grafitasi
α
= Konstanta Philips
σ
= parameter lebar spektrum
σ = 0.007 jika ω ≤ ω p σ = 0.009 jika ω > ω p γ
= peakedness parameter
Nilai kecepatan gelombang (Us) dan periode zero up crossing (Tu) dengan mentransformasikan spektrum elevasi muka air ke dasar dan mengaplikasikan faktor reduksi ( R) untuk arah gelombang yang ditentukan. 2
ω Sηη (ω ) S uu (ω ) = sinh(kh)
(3. 25)
Dimana:
S uu (ω ) = spektrum elevasi muka air K
= bilangan gelombang
ω
= frekwensi sirkular
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 8
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Us * = 2 m0
(3. 26)
∞
mn = ∫ ω n S uu (ω ) dω 0
m Tu = 2π 0 m2
(3. 27)
0.5
(3. 28)
Us = Us * .R
(3. 29)
Dimana : R = adalah koefisien reduksi akibat arah gelombang Hubungan antara kecepatan arus signifikan, periode zero up crossing dan faktor reduksi dapat digambarkan dengan grafik pada Gambar 3.2-3.4.
Gambar 3. 2 Kecepatan arus signifikan (Us*).
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 9
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Gambar 3. 3 Periode zero up crossing (Tu).
Gambar 3. 4 Faktor reduksi gelombang (R).
3.3 Transformasi Gelombang Suatu deretan gelombang bergerak menuju pantai, maka gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk/transformasi yang disebabkan oleh proses refraksi dan pendangkalan (shoaling), difraksi, refleksi, dan gelombang pecah. Kalau kita bisa sederhanakan bahwa bentuk gelombang laut di perairan dalam adalah bebentuk sinusoidal, maka ketika gelombang tersebut mecapai perairan transisi dan dangkal puncak gelombang menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang semakin landai. Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 10
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Pada suatu kedalaman tertentu gelombang tersebut akan mengalami pecah karena puncak gelombang sudah tidak stabil. Pengaruh refraksi, shoaling, difraksi, refleksi gelombang dan gelombang pecah akan menentukan tinggi gelombang. Tinggi dan arah gelombang di dekat pantai adalah penting untuk menentukan arus dan transport sediment.
3.3.1 Refraksi Gelombang Kecepatan rambat gelombang tergantung pada kedalaman perairan dimana gelombang menjalar. Apabila cepat rambat gelombang berkurang dengan kedalaman, panjang gelombang juga berkurang secara linier. Variasi cepat rambat gelombang terjadi sepanjang garis puncak gelombang yang bergerak membentuk suatu sudut terhadap suatu garis kedalaman laut, karena bagian dari gelombang dilaut dalam bergerak lebih cepat dari pada bagin laut yang lebih dangkal. Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan berusaha sejajar dengan garis kontur dasar laut. Refraksi dan pendangkalan gelombang akan dapat menentukan tinggi gelombang dari suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang disepanjang pantai. Perubahan arah gelombang karena refraksi tersebut menghasilkan konvergensi (penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi disuatu tempat di daerah pantai. Gambar 3.3 menunjukkan contoh refraksi gelombang di daerah pantai yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak teratur. Suatu deretan gelombang yang di laut dalam mempunyai panjang gelombang L0 dan garis puncak gelombang sejajar bergerak menuju pantai. Terlihat dalam gambar bahwa garis puncak gelombang berubah bentuk dan berusaha sejajar garis kontur dan garis pantai. Garis ortogonal gelombang membelok dalam arah menuju tegak lurus garis kontur. Pada lokasi 1, garis ortogonal gelombang menguncup sedang dilokasi 2 garis ortogonal gelombang menyebar. Karena energi diantara dua garis ortogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang tiap satuan lebar dilokasi 1 adalah lebih besar daripada dilokasi 2 ( jarak antara garis ortogonal dilokasi 1 lebih kecil dari laut dalam sedang dilokasi 2 lebih jarak tersebut lebih besar).
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 11
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Gambar 3. 5 Refraksi gelombang.
Anggapan-yang digunakan dalam studi refraksi adalah sebagai berikut : 1. Energi gelombang antara dua ortogonal adalah konstan. 2. Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang yaitu dalam arah ortogonal gelombang. 3. Cepat rambat gelombang yang mempunyai periode tertentu disuatu tempat hanya tergantung di kedalaman tempat tersebut. 4. Perubahan topografi dasar adalah berangsur-angsur. 5. Gelobang mempunyai puncak yang panjang, periode konstan, amplitudo kecil dan monokromatik. 6. Pengaruh arus, angin dan refleksi dari pantai dan perubahan topografi dasar laut diabaikan. Pada dasarnya proses refraksi pada gelombang sama perinsipnya dengan refraksi pada cahaya, dengan kesamaan tersebut maka pemakaian hukum Snellius pada optik dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pada refraksi gelombang yang disebabkan oleh perubahan kedalaman.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 12
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Hukum Snell’s pada gelombang dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Gambar 3. 6 Hukum Snell’s gelombang.
sin α 2 C 2 = sin α1 C1
(3. 30)
Dimana:
α1
=sudut datang gelombang
α2
=sudut gelombang stelah melewati kontur
C1
=kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama
C2
=kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua
Dai persamaan Snellius untuk laut dalam, maka didapatkan nilai koefisien refraksi sebagai akar dari perbandingan antara nilai cosinus dari sudut datang ( α 0 ) dengan sudut setelah refraksi( α ).
Kr =
cos α 0 cos α
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
(3. 31)
III - 13
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
3.3.2 Shoaling Dengan asumsi bahwa energi gelombang menjalar kearah pantai dan tanpa kehilangan energi akibat terjadinya friksi atau turbulen, maka :
P E.cg =1= Po Eo cg 0
(3. 32)
Subtitusi terhadap persamaan :
E=
ρgH 2 8
(3. 33)
Maka :
H P = 1 = Po H 0
2
H cg 0 cg = atau cg 0 H 0 cg
1/ 2
= Ks
(3. 34)
Dengan memasukan persamaan kecepatan gelombang grup, nilai Ks dapat dituliskan dalam: 1/ 2
C0 2 Ks = c 1 + 2kh 2 sinh 2kh
cg 0 atau Ks = cg
Dimana kecepatan grup, Cg =
1/ 2
(3. 35)
1 2kh 1 + .C 2 sinh (2kh )
3.3.3 Kombinasi Refraksi dan Shoaling Untuk mengetahui kombinasi dari tejadinya shoaling dan rafraksi gelombang,dapat digambarkan melalaui sketsa perambatan gelombang yang terdapat pada Gambar 3.7.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 14
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Ortogonal gelombang
L0
b0 α0 x
L
Kontur kedalaman
b α x
Pantai
Gambar 3. 7 Sketsa gelombang melewati kontur sejajar.
Dari gambar dapat dilihat bahwa,
b cos α 0 b0 b atau 0 = = cos α 0 cos α b cos α
(3. 36)
Dengan mengasumsikan bahwa transmisi energi konstan, maka:
P E.b.cg =1= Po E o .b0 .cg 0
(3. 37)
Dengan mensubtitusikan nilai persamaan b dan E maka didapatkan:
H H0
2
cos α cg 0 =1 cos α cg
(3. 38)
Atau
H cos α = H 0 cos α
2
cg 0 cg
2
(3. 39)
Persamaan diatas sama dengan:
H = Kr.Ks H0
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
(3. 40)
III - 15
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
3.3.4 Gelombang Pecah
•
Gelombang Pecah di Laut Dalam
Di laut dalam, gelombang pecah karena tambahan energi yang berlebihan dari luar, terutama dari angin. Secara teoritis Stokes (1880) memperkirakan bahwa gelombang akan tetap stabil hanya jika kecepatan pada puncak gelombang sama dengan kecepatan gelombangnya. Jika tinggi gelombang menjadi sangat tinggi hingga kecepatan partikel air di puncaknya melebihi kecepatan gelombangnya sendiri, gelombang menjadi tidak stabil dan pecah. Stokes menjelaskan penemuannya bahwa gelombang mulai tidak stabil dan pecah jika sudut ketajaman puncaknya lebih kecil dari 120o. Berdasarkan hasil temuan Stokes ini, Michell (1893) menemukan batasan kemiringan untuk gelombang di laut dalam yaitu:
Ho = 0.142 Lo
•
(3. 41)
Gelombang Pecah di Daerah Shoaling
Ketika gelombang mulai shoaling diperairan yang lebih dangkal, batasan kemiringan gelombang semakin berkurang, menjadi suatu fungsi antara rasio kedalaman h/L dengan kemiringan pantai (m), tegak lurus terhadap arah pergerakan gelombang. Gelombang dengan karakteristik laut dalam yang diketahui akan bergerak menuju pantai hingga mencapai kedalaman yang cukup untuk mulai pecah; kedalaman ini biasanya didefinisikan sebagai kedalaman pecah hb. Kriteria gelombang pecah pertama kali diberikan oleh McCowan (1894) yang menetapkan bahwa gelombang akan pecah ketika tingginya sama dengan suatu fraksi tertentu dari kedalamannya Hb = κ hb
(3. 42)
dimana κ = 0.78 dan subscript b menandai keadaan saat pecah (breaking). Weggel (1972) kemudian menurunkan hubungan empiris antara hb/Hb terhadap kemiringan pantai m untuk berbagai kecuraman. Hasil temuannya dapat didekati secara analitis dengan persamaan berikut
κ = b(m ) - a(m )
Hb gT 2
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
(3. 43)
III - 16
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
dimana a dan b adalah fungsi kelandaian pantai m, nilai a dan b dapat didekati dengan persamaan a = 43.75(1 – e-19m)
(3. 44)
1.56 1 + e 19.5 m
(3. 45)
b=
(
)
yang akan mendekati κ = 0.78 saat kemiringan pantai mendekati nol (US Army Coastal Engineering Research Center, 1984). Sementara itu Goda (2000) menyatakan persamaan batas gelombang pecah sebagai berikut:
1.5πd Hb = 0.171 − exp − 1 + 15 tan 4 / 3 β L0 L0
(
)
(3. 46)
dengan tan β =slope pantai Untuk kasus gelombang yang acak, Goda (2000) menyatakan pesamaan untuk menentukan tinggi gelombang untuk daerah surfzone, persamaan tersebut adalah:
H = Kr.Ks.kd .H s untuk d / L0 ≥ 0.2
(3. 47)
H = min{(β 0 H '0 + β1h ), β maks H '0 , KsH 'o } untuk d / L0 < 0.2
(3. 48)
Dimana,
H '0 = Kd .Ks.Hs H' β 0 = 0.028 0 L0
(3. 49) −0.38
[
exp 20 tan1.5 β
]
(3. 50)
β1 = 0.52 exp[4.2 tan β ]
β maks
H' = maks 0.92 ,0.32 0 L0
(3. 51)
−0.29
exp[2.4 tan β ]
(3. 52)
3.3.5 Difraksi Gelombang Difraksi adalah fenomena di mana energi dialihkan secara lateral sepanjang puncak gelombang apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau. Pada Gambar 3.8a ditunjukkan apabila tidak terjadi difraksi Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 17
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
gelombang maka daerah di belakang rintangan akan tenang. Bila terjadi difraksi Gambar 3.8b, maka daerah di belakang rintangan akan terpengaruh oleh gelombang datang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan akan membelok dan mempunyai busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Pada daerah ini, tinggi gelombang akan berkurang, semakin jauh dari ujung rintangan maka berkurangnya tinggi gelombang akan semakin besar. Sedangkan untuk daerah di depan rintangan akan terjadi superposisi antara gelombang datang dan gelombang balik yang dikenal dengan short crested waves (gelombang hasil superposisi beberapa gelombang yang sudut datang/perginya tidak sama).
Puncak gelombang
Puncak gelombang
Arah Gelombang
Arah Gelombang
K' Titik tinjau
r Perairan tenang
L
θ
L
P
β
P Rintangan
a. Tidak Terjadi Difraksi
Rintangan
b. Terjadi Difraksi
Gambar 3. 8 Pola gelombang di belakang rintangan.
Untuk mendapatkan model difraksi, maka perlu digunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1.
Fluida adalah ideal (tidak mempunyai kekentalan dan tidak mampu mampat).
2.
Gelombang amplitudo kecil (Teori Gelombang Linier).
3.
Aliran tidak berputar.
4.
Kedalaman di belakang rintangan adalah konstan.
5.
Gelombang dipantulkan sempurna oleh rintangan.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 18
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
3.4
Metode Numerik untuk Gelombang Pecah (William R. Dally, 1980)
Saat gelombang mulai pecah, ia akan melepaskan sejumlah energi. Kecepatan transfer energi dalam gelombang disebut dengan flux energi ECg, dan untuk teori gelombang linier keadaan ini didefinisikan sebagai keadaan ketika kerja sedang diberikan fluida pada satu sisi dari bagian vertikal pada fluida pada sisi yang lain. Dally (1980) menurunkan suatu formula untuk menghitung pengurangan tinggi gelombang akibat pelepasan energi gelombang saat pecah. Dia menghubungkan perubahan dalam flux energi dalam arah x (disipasi energi) terhadap perbedaan antara flux energi yang sesungguhnya dengan flux energi saat stabil (tinggi gelombang sesungguhnya dengan tinggi gelombang stabil),
∂EC g ∂x
=-
[
Κ EC g (x ) - EC gs h'
]
(3. 53)
dimana К adalah koefisien tak berdimensi dan h’ adalah kedalaman muka air tenang. Dengan menerapkan teori gelombang linier dan dengan asumsi bahwa kontur dasar lautnya datar, integrasi selanjutnya akan memberikan
K ( H 2 − Hs 2 ) 2 = ( H 2 − Hs 2 )1 exp − ∆x h'
(3. 54)
Model diatas dapat diterapkan untuk kontur dasar laut dengan kedalaman dan kemiringan yang bervariasi dengan melakukan pendekatan terhadap konturnya melalui profil dasar laut yang meningkat. Data laboratorium Horikawa diambil untuk menghitung tinggi gelombang stabil dan faktor К.
Di daerah sekitar pantai, tahanan friksi yang diberikan dasar laut dapat memberikan penurunan yang signifikan terhadap tinggi gelombang. Rata-rata kecepatan pelepasan energi per luas daerah akibat friksi di dasar laut dapat digambarkan dengan T
E LOSS =
1 τ B u B dt T ∫0
(3. 55)
dimana τB tegangan geser dasar laut, diberikan sebagai
τB = ρ
f uB uB 2
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
(3. 56)
III - 19
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
dan uB adalah kecepatan partikel air didasar laut, dimana untuk laut dangkal dapat dihitung dengan persamaan uB =
H 2
g cos σt h
(3. 57)
f adalah koefisien drag bergantung terhadap karakteristik sedimen, σ adalah frekuensi gelombang, dan h adalah rata-rata kedalaman. Persamaan (3.55) dapat ditulis kembali menjadi
E LOSS
4 f g = ρ H 3 T 16 h
3 T /4 2
∫ cos
3
σtdt
(3. 58)
0
dan integrasi lebih lanjut memberikan
E LOSS
ρ f H3 g = 12π h
3
2
(3. 59)
Persamaan (3.54) dan (3.59) kini dapat kita ubah menjadi suatu model persamaan elemen hingga yang dapat diterapkan untuk perairan dangkal.
Sekarang perhatikan untuk sebuah tangga yang menggambarkan profil dasar laut pada gambar 3.8. Jika tinggi gelombang, kedalaman muka air tenang, dan beda elevasi muka air rata-rata diketahui di awal elemen tangga (dimana kedalaman rata-rata juga diketahui), bentuk elemen hingga dari persamaan (3.54), HB I =
(H
2 I
Κ∆x + HS I2 - HS I2 exp − hI
)
(3. 60)
diterapkan untuk menghitung tinggi gelombang setelah pecah, HBI, di ujung elemen tangga. Tinggi gelombang rata-rata sepanjang elemen digunakan untuk menghitung “kehilangan” akibat tahanan friksi di dasar,
HAV I =
H I + HB I 2
(3. 61)
Tinggi gelombang diujung elemen setelah gelombang pecah dan pengurangan akibat tahanan friksi (HBFI) didapat dengan menerapkan persamaan (3.59) dan pertimbangan terhadap flux energi, menjadi
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 20
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Gambar 3. 9 Potongan melintang sebuah profil ideal dengan parameterparameter gelombangnya (Dally 1980).
2 f HAV I3 ∆x HBFI = HB 3π hI2 2 I
(3. 62)
Jika gelombang tidak pecah diawal elemen tangga, hanya tahanan friksi dasar yang berpengaruh terhadap penurunan tinggi gelombang sepanjang elemen (HBI = HI). Aplikasi hukum Snellius mengenai refraksi gelombang dan rumusan Dean mengenai shoaling kemudian dapat diterapkan untuk menghitung tinggi gelombang di awal elemen tangga berikutnya HI+1 = (HBFI) Kr Ks.
(3. 63)
Gelombang kemudian di chek terhadap kemungkinan terjadinya pecah di awal elemen tangga berikutnya. Untuk selanjutnya langkah perhitungan berulang kembali ke persamaan (3.60), berlanjut terus sampai dengan kedalaman laut yang kita inginkan.
3.5 Pasang Surut Air Laut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya pengaruh dari gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap masa air laut di bumi. Pengetahuan tentang pasang surut air laut adalah penting dalam perencanaan suatu struktur baik di daerah nearshore maupun daerah offshore. Dalam
perencanaan
pembangunan struktur pipa bawah laut, pengetahuan pasang surut digunakan untuk
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 21
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
mengetahui muka air laut tertinggi yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hidrodinamik terhadap struktur. Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan berdasarkan data pasang surut, yang dapat digunakan sebagai pedoman didalam perencanaan suatu bangunan/struktur. Beberapa elevasi penting yang digunakan dalam perencanaan yaitu: 1. Muka air tinggi (high water level, HWL), adalah muka air tertinggi yang dicapai pada saat pasang dalam satu siklus pasang surut. 2. Muka air rendah (low water level, LWL), adalah kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut. 3. Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), adalah rata-rata muka air laut dalam waktu 19 tahun. 4. Muka air laut rata-rata (mean sea level, MSL) adalah muka air laut rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rencah rata-rata. Elevasi ini digunakan untuk referensi untuk elevasi di daratan. 5. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL) adalah air pasang tertinggi pada saat pasang surut punama. 6. Muka air rendah terendah (lowest low water level, HHWL) adalah air surut terendah pada saat pasang surut punama. 7. Lowest astronomical tide (LAT), MSL= 0.55 m sampai 0.66 m diatas LAT.
Dalam suatu perencanaan struktur di laut perlu dilakukan pengamatan pasang surut untuk mengetahui elevasi-elevasi penting yang akan digunakan sebagai data untuk menenukan kedalaman perairan rencana. Pengukuran pasang-surut dilakukan minimal selama 15 hari secara beturut-turut. Dengan pengamatan selama 15 hari tersebut dianggap telah mencukupi untuk mengetahui parameter-parameter pasang surut yang dibutuhkan.
3.6 Pantai dan Daerah Disekitarnya Pantai adalah suatu daerah dimana gelombang dan arus menghempaskan energinya ke daratan. Karenanya daerah yang paling besar terkena dampak hempasan energi dari laut adalah pantai dan daerah perairan disepanjang pantai.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 22
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Daratan di pantai dapat terdiri dari material dengan berbagai bentuk dan ukuran. Pada kebanyakan pantai, sedimen bervariasi mulai dari pasir halus hingga bongkahanbongkahan kasar. Karakteristik fisik dari sedimen dan kemiringan pantai sangat berhubungan dengan besarnya gaya gelombang yang menghempas di pantai dan jenis material yang menyusun pantai. Material yang menyusun pantai bisa berasal dari tempat yang sangat jauh dari garis pantai, material ini bisa juga merupakan hasil pelapukan batuan pegunungan yang terbawa oleh sungai dan arus. Ketika material-material ini sampai di pantai dalam bentuk pasir, material ini terdistribusi disepanjang pantai oleh gelombang dan arus sejajar pantai. Karena keadaan ini merupakan suatu proses yang konstan, material dalam jumlah yang besar kemungkinan besar telah ditransportasikan. Bagaimanapun, di kebanyakan tempat erosi dari pegunungan granit dan transportasi langsung dari produk erosi ini kearah pantai oleh sungai menyebabkan sebagian besar material (sekitar 70%) yang terdapat di sekitar pantai terdiri dari quartz dan sekitar 20% merupakan feldspar. Material-material ini sangat keras dan karenanya berhasil bertahan terhadap abrasi disepanjang perjalanannya dari pegunungan hingga ke pantai, sementara material-material lainnya telah habis terkikis abrasi. Di daerah tropis, pembentukan pasir oleh aktivitas biologi bisa lebih besar daripada pembentukannya oleh pelapukan atau pengendapan. Pasir biologis dapat merupakan hasil dari abrasi pada endapan kerang laut atau pecahan-pecahan karang laut. Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat sediment, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta batimetri pantai. Pantai bisa terbentuk dari material dasar seperti pasir, lumpur maupun krikil. Pada pantai berpasir umumnya mempunya bentuk yang serupa seperti ditunjukan pada Gambar 3.7. Dalam gambar tersebut profil dibagi menjadi backshore, nearshore dan offshore.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 23
BAB 3 PROSES DI SHORE APPROACH
Nearshore zone Breaker zone
Surf zone
Swash zone
Longshore bar offshore
inshore
foreshore
backshore
Gambar 3. 10 Profil pantai berpasir.
Pada jenis pantai berlumpur terjadi pada daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang dipantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam. Bisanya pantai jenis ini datar dan dangkal serta memiliki kemiringan pantai yang kecil. Umumnya pantai berlumpur merupakan daerah yang subur untuk tumbuhan bakau, dan merupakan darah yang terendam apabila ada pasang tinggi. Sedimen didaerah pantai berlumpur adalah sedimen kohesif dengan butiran yang sangat kecil.
Laporan Tugas Akhir Analisis On-Bottom Stability dan Instalasi Pipa Bawah Laut Di Daerah Shore Approach
III - 24