Proposal Penelitian Kelompok
Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Learning Outcome dan Self Regulated Learning Skills pada Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta
Oleh Sukanti, M.Pd Sumarsih, M.Pd Andian Ari Istiningrum, M.Com Annisa Ratna Sari, M.S.Ed Yolandaru Septiana
JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN KELOMPOK
1. Judul Penelitian
2. Ketua Penelitian a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin c. NIP d. Golongan e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan 3. Jumlah Tim Peneliti a. Ketua b. Anggota 4. Lokasi Penelitian 5. Jangka Waktu Pelaksanaan
: Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Learning Outcome dan Self Regulated Learning Skills pada Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta : : : : : : : : : : :
Sukanti, M.Pd Perempuan 195401011979032001 IV/b Lektor Kepala Ekonomi/Pendidikan Akuntansi 5 orang 1 orang 4 orang Fakultas Ekonomi, UNY 6 bulan
Yogyakarta, 11 April 2014 Ketua Tim
Sukanti, M.Pd NIP 195401011979032001 Mengetahui
Dekan FE UNY
Ketua Jurusan Pendidikan Akuntansi
Dr. Sugiharsono, M.Si NIP 19550328 198303 1 002
Sukirno, M.Si, Ph.D NIP 19690414 199403 1 002
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan perlunya evaluasi hasil belajar dilakukan terhadap peserta didik. Evaluasi ini bertujuan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Atas dasar inilah, maka Ujian Nasional (UN) dilaksanakan dengan tujuan utama sebagai upaya pengendalian mutu pendidikan. Sejumlah praktisi dan pengamat pendidikan yang menyetujui kebijakan penyelenggaraan UN menyatakan bahwa UN merupakan alat untuk mengetahui gambaran prestasi belajar peserta didik secara nasional. Dengan adanya UN, masyarakat memperoleh informasi akurat tentang prestasi yang dicapai oleh peserta didik secara nasional dimana masyarakat bisa menggunakan informasi itu untuk membuat perbandingan prestasi belajar antar sekolah, antar kabupaten, dan antar propinsi (Karso, u.d.) Akan tetapi, pelaksanaan UN ternyata juga menyisakan masalah yang tidak kalah penting dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. UN hanya bisa digunakan untuk mengukur keberhasilan peserta didik dari sisi intelektual (kognitif) dan belum bisa digunakan sepenuhnya untuk mengukur ranah afektif dan psikomotorik. Karena evaluasi akhir yang dilakukan hanya menyasar aspek kognitif, sekolah cenderung berusaha mengantarkan peserta didik untuk mencapai target intelektual. Kemampuan peserta didik seperti kemampuan motorik, sosial, spiritual, moral menjadi terabaikan. Hakikat pendidikan yang semestinya mengacu pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dipersempit ke ranah kognitif saja. Akibatnya, pembelajaran di sekolah lebih mengutamakan pada kemampuan peserta didik untuk mengingat informasi, menyimpan
3
informasi, dan memproduksi ulang informasi sehingga peserta didik sanggup mengerjakan soalsoal UN dengan baik. Tipe pembelajaran seperti ini menurut O’Kelly (2005) disebut surface learning dan merupakan metode yang tidak cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Pembelajaran bersifat surface learning menjadikan peserta didik menjadi peserta yang pasif dalam pembelajaran. Peserta didik tidak terbiasa untuk mencari informasi dari berbagai sumber referensi dan hanya mengandalkan informasi dari satu sumber, yaitu guru. Peserta didik yang pasif tidak termotivasi untuk mencapai tujuan. Tujuan yang ingin diraih peserta didik tidak datang dari dirinya sendiri, tapi datang dari pihak sekolah dan tekanan lain yang muncul karena UN. Schunk (1985) dalam studinya berhasil membuktikan bahwa peserta didik mampu mencapai kinerja yang tinggi jika peserta didik memiliki tujuan yang ditetapkan sendiri oleh peserta didik. Peserta didik yang demikian akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tujuannya ditetapkan oleh pihak lain dan peserta didik yang sama sekali tidak memiliki tujuan. Selain itu, peserta didik yang pasif hanya akan memanfaatkan waktu untuk menghafalkan materi. Saat ini fenomena menunjukkan banyak peserta didik yang mengikuti bimbingan belajar dengan tujuan mendapatkan solusi cara singkat dan cepat dalam menjawab soal. Kesemuanya ini mengakibatkan self regulated learning skills peserta didik menjadi tidak terasah. Self Regulated Learning adalah kemampuan peserta didik untuk secara aktif berusahan mendapatkan keahlian metacognitive, meningkatkan motivasi, dan memilih tindakan yang sesuai dalam pembelajaran (Zimmerman, 1986; Zimmerman, 1989). Peserta didik yang lulus UN dan masuk ke lingkup perguruan tinggi masih terbiasa dengan pembelajaran pasif yang hanya mengandalkan informasi dari guru. Mahasiswa pada semester pertama seringkali masih memiliki self regulated learning skills yang rendah. Mahasiswa tidak terbiasa untuk membuat rencana belajar bagi dirinya sendiri, tidak mengetahui
4
bagaimana cara mengelola proses belajar, tidak mampu memandu dan memantau dirinya sendiri untuk belajar, dan tidak mampu mengevaluasi apakah pelaksanaan proses belajar sudah sesuai dengan perencanaan. Tingkat kemandirian mahasiswa dalam mencari berbagai informasi yang relevan dengan materi yang dipelajari juga masih rendah, dimana mahasiswa canderung hanya menggunakan buku teks wajib yang ada di silabus. Demikian juga dengan tingkat pemanfaatan waktu yang masih belum optimal, dimana mahasiswa seringkali tidak mampu menyelesaikan penugasan dari dosen dengan tepat waktu Mahasiswa dengan self regulated learning skills yang rendah cenderung mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada fenomena nyata. Hal ini bertentangan dengan keinginan pihak dunia kerja yang menginginkan agar lulusan perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dunia kerja. Oleh karena itu, perguruan tinggi dihadapkan pada tantangan besar untuk dapat mengelola input berupa peserta didik yang pasif menjadi output yang siap dalam menyelesaikan permasalahan di dunia kerja. Salah satu hal yang bisa dilakukan perguruan tinggi untuk menjawab tantangan dari para pemberi kerja adalah dengan mendesain dan menerapkan strategi pembelajaran yang mampu mengubah surface learning menjadi deep learning dan dari passive learning menjadi active learning. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi lulusan yang siap menyelesaikan permasalahan dalam dunia kerja yaitu problem based learning. Problem-based learning menurut Barrow (1980) adalah pembelajaran dimana hasil belajar diperoleh dari serangkaian proses memahami dan menyelesaikan masalah. Pembelajaran dengan strategi problem based learning akan menghasilkan mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dalam menganalisis dan menyelesaikan permasalahan yang kompleks sebagaimana permasalahan yang timbul pada dunia nyata, kemampuan untuk
5
bekerja sama dalam kelompok, dan kemampuan berkomunikasi efektif baik secara lisan dan tertulis (Dutch et al., 2001). Atas dasar permasalahan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah implementasi problem based learning dapat meningkatkan learning outcome dan self regulated learning skills pada mahasiswa Akuntansi semester pertama. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan sistematika sebagai berikut: (i) perumusan masalah dan tujuan penelitian, (ii) mencari kajian literature baik dari buku teks maupun dari penelitian yang relevan, (iii) menentukan metode penelitian, (iv) membahas hasil penelitian, dan (v) menarik kesimpulan dan memberikan saran.
1.2.Identifikasi Masalah Masalah-masalah yang berhasil diidentifikasi dari latar belakang masalah di atas antara lain: 1. Masih adanya pro dan kontra mengenai kebijakan UN sebagai alat evaluasi hasil belajar peserta didik. 2. UN menyebabkan pihak sekolah menyasar pendidikan hanya pada ranah kognitif sehingga learning outcome berupa kemampuan afektif dan psikomotorik tidak terasah. 3. Pembelajaran di sekolah bersifat surface learning dan passive learning dimana peserta didik hanya berfungsi untuk menerima informasi, menyimpan informasi, dan memproduksi ulang informasi. 4. Self regulated learning skills peserta didik menjadi tidak terasah.
6
5. Kesenjangan tinggi antara input perguruan tinggi berupa peserta didik yang pasif dengan output perguruan tinggi berupa lulusan yang memiliki kemampuan menyelesaikan permasalahan nyata di dunia kerja.
1.3. Batasan Masalah Kebijakan pemerintah yang melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan sistem UN telah mengkerdilkan hakikat pendidikan. Sekolah menghadapi target kelulusan peserta didik sehingga fungsi sekolah semata-mata hanya pada bagaimana meluluskan peserta didik. Pendidikan hanya mengarah pada aspek kognitif dan melupakan aspek afektif dan psikomotorik. Akibatnya, kemampuan self regulated learning peserta didik menjadi tidak terasah. Kedua masalah tersebut menjadi sorotan utama pada penelitian kali ini karena kedua masalah tersebut sangat bertentangan dengan keinginan dunia kerja untuk mendapatkan lulusan yang siap kerja yang ditandai dengan kemampuan menyelesaikan masalah. Peserta didik yang tidak terbiasa mengasah kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik (atau dengan kata lain learning outcome-belum menyeluruh) serta tidak terbiasa mengasah self regulated learning skills dikhawatirkan tidak mampu menjawab tantangan dalam dunia kerja. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi pembelajaran yang mampu mengeliminasi dua permasalahan utama tersebut. Strategi yang bisa diterapkan antara lain problem based learning.
1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu
7
1. Apakah implementasi problem based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar I dapat meningkatkan learning outcome mahasiswa Akuntansi FE UNY? 2. Apakah implementasi problem based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar I dapat menanamkan self regulated learning mahasiswa Akuntansi FE UNY?
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah 1.
Implementasi problem based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar I dapat meningkatkan learning outcome pada mahasiswa Akuntansi FE UNY.
2.
Implementasi problem based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar I dapat menanamkan self regulated learning skills pada mahasiswa Akuntansi FE UNY.
1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik itu manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan metode pembelajaran yang mampu mengubah passive learning menjadi active learning. b) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan metode pembelajaran untuk menanamkan self regulated learning skills. c) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana dan acuan bagi penelitian sejenis di kemudian hari.
8
2. Manfaat Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana bagi pihak perguruan tinggi dalam mendesain kurikulum Akuntansi sehingga self regulated learning skills bisa tertanam dalam diri mahasiswa sedini mungkin. b) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana bagi pihak perguruan tinggi dalam mendesain metode pembelajaran Akuntansi sehingga mahasiswa Akuntansi terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang timbul di dunia nyata.
9
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1. Kajian Teori dan Penelitian Relevan 2.1.2. Learning Outcome Dalam suatu kegiatan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dalah hal yang wajib dilakukan oleh tenaga pengajar. Osters dan Tiu mendefinisikan evaluasi hasil belajar sebagai berikut: “Learning outcomes describe what students are able to demonstrate in terms of knowledge, skills, and values upon completion of a course, a span of several courses, or a program” (2003). Sudijono (2011) dalam bukunya mengemukakan bahwa dalam melakukan evaluasi hasil belajar, pengajar perlu memperhatikan beberapa prinsip. Salah satunya adalah prinsip kebulatan yang mempunyai
arti
bahwa
pendidik
dalam
mengevaluasi
kemampuan
siswanya
perlu
memperhatikan keseimbangan tiga domain belajar siswa. Ketiga domain tersebut adalah: domain kognitif (pemahaman), afektif (penghayatan) dan keterampilan (pengamalan). Saat menjabarkan hasil belajar yang dapat diukur, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini (Oster dan Tiu, 2003): 1. berfokus pada tingkah laku peserta didik 2. menggunakan kata kerja operasional yang mudah dan spesifik 3. memilih metode penilaian yang sesuai 4. menyatakan kriteria tingkah laku yang diharapkan Lebih lanjut Oster dan Tiu (2003) menyatakan bahwa hasil belajar ditunjukkan melalui rangkaian tingkah laku yang peserta didik mampu tunjukkan setelah mengikuti pembelajaran dalam suatu waktu, dan bukan merupakan apa yang sudah pengajar berikan kepada peserta didik.
10
Kata kerja operasional yang mudah dan spesifik perlu dipilih ketika merumuskan hasil belajar peserta didik. Kata kerja operasional tersebut diturunkan dari jabaran aspek kognitif, afektif, dan psikomotor karena sejatinya dalam pembelajaran, siswa harus mampu menunjukkan ketiga hal tersebut dalam bentuk rangkaian tingkah laku. Berikut ini merupakan contoh daftar kata operasional aspek kognitif, afektif, dan psikomotor:
Gambar 1. Contoh kata operasional aspek kognitif (sumber: http://mgmpmatematikasmakepri2013.blogspot.com/2013/05/analisis-skl.html)
11
Gambar 2. Contoh kata operasional aspek afektif (sumber: http://mgmpmatematikasmakepri2013.blogspot.com/2013/05/analisis-skl.html)
Gambar 3. Contoh kata operasional aspek psikomotor (sumber: http://mgmpmatematikasmakepri2013.blogspot.com/2013/05/analisis-skl.html) Metode penilaian menurut Zainal Arifin (2011) dapat dilakukan melalui 2 macam cara, yaitu tes dan non tes. Cara tes meliputi tes obyektif dan tes uraian, sedangkan cara non tes meliputi angket penilaian diri, observasi, wawancara, penilaian teman sebaya, pemeriksaan dokuman, dan lain sebagainya. Tes merupakan cara atau prosedur pengukuran dan penilaian pembelajaran yang berbentuk penugasan atau perintah sebagai presentasi tingkah laku peserta didik untuk perbandingan satu dengan yang lainnya (Sudijono, 2011), sedangkan cara non tes dilakukan dengan tujuan bukan untuk menguji peserta didik.
12
Kriteria tingkah laku sebagai salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menjabarkan hasil belajar perlu dilakukan dengan hati-hati. Kriteria tingkah laku bisa diambil dari rumusan indikator yang tercantum dalam silabus pembelajaran yang dibuat oleh pengajar. Kriteria tingkah laku tersebut meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2.1.2. Self Regulated Learning Skills Pengertian Self Regulated Learning Skills Self Regulated Learning didefinisikan sebagai kemampuan siswa untuk secara aktif berusahan mendapatkan keahlian metacognitive, meningkatkan motivasi, dan memilih tindakan yang sesuai dalam pembelajaran (Zimmerman, 1986; Zimmerman, 1989). Keahlian metacognitive menurut Cobb (2003) merupakan keahlian siswa untuk membuat rencana belajar, mengelola proses belajar, memerintah, memantau, dan mengevaluasi diri sendiri terhadap rencana dan proses belajar tersebut. Meningkatkan motivasi bisa diartikan sebagai bagaimana siswa memandang dirinya sendiri sebagai individual yang memiliki kompetensi, efikasi diri, dan kemandirian (Cobb, 2003). Sedangkan, memilih tindakan berarti bagaimana siswa memilih, menciptakan, dan membangun lingkungan untuk mencapai pembelajaran yang optimal. Siswa yang memiliki self regulated learning skill yang tinggi maka siswa tersebut akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta rajin mencari berbagai sumber informasi yang relevan dalam pembelajaran (Cobb, 2003). Kemampuan self regulated tidak bisa secara instan diperoleh siswa, tetapi membutuhkan serangkaian proses untuk mengasah kemampuan tersebut. Butler dan Wine (1995) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kemampuan self regulated, siswa harus mendapat sebuah penugasan. Siswa mengevaluasi pokok permasalahan dari penugasan yang diberikan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai dalam penugasan. Siswa
13
menyusun strategi untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam proses mengerjakan penugasan tersebut, siswa memantau kemajuan yang diperoleh dalam usaha mencapai tujuan dan mengevaluasi apakah strategi yang ditetapkan telah berjalan dengan baik. Setelah siswa selesai melaksanakan penugasan, siswa mengevaluasi hasil dari penugasan dengan menggunakan umpan balik yang diperoleh dari pengajar maupun dari siswa lain. Zimmerman (1998) mengungkapkan bahwa proses untuk mendapatkan self regulated learning skills merupakan proses yang berupa siklus (perputaran) yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: forethought, volition (performance), dan reflection. Forethough merupakan langkah pertama dalam proses mendapatkan self regulation learning skills. Merumuskan tujuan dan menyusun strategi merupakan dua hal utama yang dilakukan pada tahap ini (Zimmerman, 1998). Tujuan dirumuskan berdasarkan sasaran yang hendak dicapai pada setiap penugasan yang diberikan. Untuk memastikan bahwa tujuan dapat tercapai, siswa harus menyusun strategi. Penelitian dari Schunk (1985) memberikan hasil bahwa siswa yang mampu merumuskan tujuan memperoleh pencapaian hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tujuannya dirumuskan oleh guru dan siswa yang sama sekali tidak memiliki tujuan. Cobb (2003) menambahkan bahwa efikasi diri dan ketertarikan terhadap penugasan juga dibangun dalam tahap ini. Tahap kedua dalam proses mencapai self regulated skills yaitu volitional (performance control). Tahap ini muncul dalam proses belajar dimana siswa yang bisa melalui tahap ini dengaan baik akan memiliki konsentransi dan kinerja yang baik. Untuk bisa meraih kemampuan tersebut, siswa dilatih untuk terbiasa fokus, memerintah diri sendiri, dan memantau diri sendiri. Siswa dilatih untuk mampu memutuskan bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga tujuan yang telah ditetapkan pada tahap forethough dapat dicapai. Salah satu
14
keputusan penting yang perlu diambil siswa adalah bagaimana siswa berusaha untuk meminimalisir gangguan-gangguan yang dapat menghambat siswa dalam melaksanakan pembelajaran (Kuhl, 1985; Corno, 1993; Zimmerman, 1998). Cobb (2003) menyatakan bahwa guru memang memiliki tugas untuk dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk belajar, akan tetapi keputusan untuk bisa fokus dalam melaksanakan pembelajaran tetap berada di tangan siswa. Selain itu, siswa dalam tahap ini juga dilatih untuk bisa memandu diri sendiri dalam melaksanakan serangkaian aktivitas belajar. Siswa yang mampu memandu diri sendiri terbukti mampu meraih kinerja yang lebih baik daripada siswa yang tidak memiliki kemampuan tersebut (Berk & Diaz, 1992; Bivers & Berk, 1990). Siswa juga dilatih untuk mampu memantau dirinya sendiri dalam usahanya mencari informasi. Siswa memantau apakah informasi yang diperoleh relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Tahap ketiga dalam proses mendapatkan self regulated learning skills yaitu self reflection. Tahap ini dilaksanakan ketika siswa telah selesai melaksanakan penugasan belajar. Self reflection meliputi beberapa tindakan sebagai berikut: evaluasi, atribut, reaksi, dan adaptasi. Evaluasi diri merupakan proses yang dilakukan mahasiswa untuk membandingkan informasi yang diperoleh dari pemantauan diri dengan kriteria yang ditetapkan oleh guru. Dari hasil perbandingan ini, sisa dengan cepat bisa menyimpulkan atribut apa yang mereka peroleh, apakah mereka sukses atau gagal dalam memenuhi kriteria guru. Siswa kemudian akan memberikan reaksi dimana reaksi yang diberikan bisa berupa reaksi positif maupun negatif. Jika siswa mampu untuk menghubungkan kesuksesan/kegagalan dengan strategi yang mereka rumuskan dan melakukan review terhadap strategi, maka reaksi yang diberikan siswa merupakan reaksi positif. Akan tetapi, jika siswa menghubungkan kesuksesan/kegagalan dengan tingkat kemampuan siswa, maka reaksi yang diberikan adalah reaksi negatif. Reaksi positif akan
15
mendorong siswa untuk menggunakan berbagai pendekatan sehingga siswa bisa menyusun strategi yang lebih baik dikemudian hari. Penggunaan berbagai pendekatan ini menunjukkan bahwa siswa sudah beradaptasi dengan berbagai metode belajar yang ada di dunia pendidikan (Cobb, 2003; Zimmerman, 1998).
Pengukuran Self Regulated Learning Skills Self regulated learning skills diukur dengan menggunakan The Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). MSLQ dikembangkan oleh Deming et al. (1994) dan telah banyak digunakan dalam berbagai studi untuk mengukur self regulated learning skills. Dua indikator utama yang digunakan untuk mengukur self regulated learning skill pada MSLQ adalah bagaimana siswa memotivasi dirinya sendiri dan bagaimana siswa memilih strategi belajar bagi dirinya sendiri (Cobb, 2003; Deming et al., 1994) Motivasi diri yang dikembangkan dalam MSLQ meliputi item-item untuk mengukur efikasi diri (keyakinan diri siswa untuk mencapai hasil yang ditetapkan), orientasi siswa dalam mencapai tujuan internal, orientasi siswa dalam mencapai tujuan eksternal, dan keyakinan siswa akan nilai-nilai yang tertanam dalam suatu penugasan. Strategi belajar yang dikembangkan dalam MSLQ digunakan untuk mengukur bagaimana siswa mengimplementasikan strategi yang menunjang tingkat metakognitif dan tingkat kognitif siswa. Siswa dikatakan memiliki kemampuan metakognitif jika siswa mampu membuat perencanaan, melaksanakan pemantauan, dan pengaturan proses belajar; sedangkan siswa dikatakan memiliki kemampuan kognitif jika siswa mampu mengerjakan latihan-latihan, melakukan elaborasi, dan menerapkan strategi. Aspek kedua yang diukur dalam MSLQ adalah bagaimana siswa mengelola berbagai sumber belajar. Siswa dikatakan dapat mengelola berbagai
16
sumber belajar jika siswa mampu memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk melaksanakan aktivitas belajar dan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Selain itu, usaha-usaha yang dilakukan siswa dalam belajar termasuk di dalamnya belajar dengan rekanrekannya dan mencari bantuan jika mengalami kesulitan juga turut serta diukur pada aspek kedua ini.
2.1.3. Problem-Based Learning Definisi Problem-Based Learning Problem-based learning pertama kali dikembangkan atas dasar pemikiran dari Barrows dan Tamblyn (1980) yang menerapkan strategi pembelajaran tersebut di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster (Kanada). Barrows (2000) mengemukakan bahwa mahasiswa kedokteran mengalami kebosanan selama mengikuti perkuliahan. Mahasiswa tersebut merasa ketertarikan mereka pada materi yang dipelajari justru timbul di akhir masa kuliah yaitu pada saat mahasiswa melaksanakan residency training. Disini, mahasiswa berhadapan langsung dengan pasien untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pasien. Barrows (2000) mengemukakan bahwa problem-based learning sebaiknya diperkenalkan sejak mahasiswa menempuh perkuliahan pada tahun pertama sehingga hal ini akan mengasah kemampuan mahasiswa untuk belajar secara mandiri dan berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu masalah. Problem-based learning menurut Barrow (1980) adalah pembelajaran dimana hasil belajar diperoleh dari serangkaian proses memahami dan menyelesaikan masalah. Pemberian masalah untuk diselesaikan oleh mahasiswa menjadi titik pertama dalam proses pembelajaran. Hal ini bukan berarti mengindikasikan bahwa input kurikulum yang lain, seperti dosen, laboratorium, textbook menjadi tidak penting. Barret (2005) menjelaskan bahwa input kurikulum
17
yang lain tetap digunakan dalam proses pembelajaran, hanya saja kedudukannya sebatas sebagai fasilitator yang akan menunjang mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, Barret (2005) mendukung pemikiran dari Barrow (1980) bahwa input yang pertama kali harus diberikan kepada mahasiswa adalah pemberian masalah. Savery (2005) mendefinisikan problem-based learning sebagai pendekatan instruksional yang berpusat pada siswa dimana siswa akan belajar untuk melakukan riset, mengintegrasikan teori dan praktik, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan solusi atas suatu permasalahan. Savery (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa dua faktor kunci dalam melaksanakan problem-based learning yaitu pemilihan masalah dimana masalah yang digunakan adalah masalah yang memiliki berbagai solusi yang rasional (ill structure problems) dan tutor yang akan memandu jalannya proses belajar. Pendapat dari Savery (2005) didasarkan pada pandangan dari Hmelo-Silver (2004) yang mendefinisikan problem-based learning sebagai metode instruksional dimana mahasiswa belajar dengan menggunakan permasalahan yang tidak hanya memiliki solusi tunggal. Problem-based learning bisa bermakna sebagai suatu kurikulum dan sebagai suatu proses (Barret, 2005). Problem-based learning bisa diartikan sebagai suatu kurikulum karena dosen dihadapkan pada kejelian dan kehati-hatian dalam memilih dan mendesain kurikulum yang mengutamakan pada pemberian masalah untuk bisa digunakan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill), kemampuan menyelesaikan permasalahan (problem solving skills), kemampuan belajar mandiri (self regulated learning skill), dan kemampuan bekerja dalam kelompok (team participation skill). Selain itu, problem-based learning juga merupakan suatu proses untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi masalah dan tantangan yang akan mereka hadapi kelak ketika mereka bekerja.
18
Manfaat Problem-Based Learning Dutch et
al. (2001)
mengemukakan bahwa problem-based learning
mampu
mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam: 1. Berpikir kritis dalam menganalisis dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam dunia nyata. 2. Bekerja sama dalam suatu kelompok kecil. 3. Berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. O’Kelly
(2005)
mengemukakan
bahwa
problem-based
learning
sebaiknya
diimplementasikan sejak mahasiswa masuk tahun pertama perkuliahan karena strategi pembelajaran ini mampu mengubah pembelajaran yang bersifat teacher center ke student center dan mampu mengasah kemampuan mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap apa yang mereka butuhkan dalam mengikuti perkuliahan. O’Kelly (2005) menjelaskan bahwa pembelajaran pada tingkatan sekolah menengah selama ini di Irlandia ditekankan pada bagaimana agar siswa bisa bisa meraih nilai yang baik sehingga mereka mendapat tempat aman untuk melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih mengarah pada kemampuan siswa untuk mengingat, menyimpan, dan memproduksi ulang suatu informasi. Problem-based learning, oleh karena itu, diperlukan dalam perkuliahan karena output yang dihasilkan dari perguruan tinggi adalah mahasiswa yang akan bekerja dan akan menyelesaikan masalah nyata yang muncul pada dunia kerja. Pendapat dari Dutch et al. (2011) dan O’Kelly (2005) ini sejalan dengan Tan (2000) yang menjelaskan bahwa problem-based learning mampu mengubah pembelajaran yang sifatnya pasif (passive learning) menjadi pembelajaran yang sifatnya aktif (active learning). Tan (2000)
19
menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran kurikulum dimana dosen tidak lagi berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada mahasiswa. Dosen akan menjadi fasiliator bagi mahasiswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. White (2001) menyatakan bahwa problem-based learning merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa mampu membangun hubungan antara konsep yang mereka dapatkan dalam proses mempelajari masalah dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah aktual. Mahasiswa secara aktif akan bekerja untuk mencari informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah (Gallagher, 1997; Resnick & Klopfer, 1989; White, 2001). White (2001)
lebih lanjut
menjelaskan bahwa problem-based learning akan
meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa bahwa mahasiswa mampu untuk menyelesaikan masalah dan mampu untuk belajar secara mandiri. Keahlian ini tidak datang dengan dengan tibatiba, tetapi keahlian ini diperoleh mahasiswa dari serangkaian proses. Oleh karena itu, dosen sebagai fasilitator hendaknya membangun lingkungan kondusif di kelas yaitu dengan menciptakan komunikasi positif antara mahasiswa dengan dosen dan antar mahasiswa sendiri. Kesemuanya ini akan menciptakan kondisi dimana siswa merasa terlibat sepenuhnya dalam proses pembelajaran dan siswa memiliki kemampuan untuk berpikir kritis menyelesaikan masalah. Pada akhirnya, motivasi mahasiswa untuk selalu belajar dan mempeluas keahlian akan meningkat (MacKinnon, 1999).
Karakteristik Problem-Based Learning Problem-based learning memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: 1.
Mahasiswa memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan proses belajar.
20
Problem-based learning merupakan pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa. Mahasiswa terlibat penuh dalam proses belajar dengan menyelesaikan suatu masalah. Motivasi mahasiswa akan meningkat ketika tanggung jawab untuk mencari solusi dari suatu permasalahan dan tanggung jawab untuk melaksanakan serangkaian proses belajar berada di tangan mahasiswa (Savery & Duffy, 1995). Dengan problem-based learning, mahasiswa akan secara mandiri berusaha untuk mencari informasi mengenai apa yang ingin mereka ketahui dan apa yang mereka butuhkan untuk memecahkan permasalahan. Mahasiswa secara individu akan bertanggung jawab untuk mencari informasi yang relevan dan membawa informasi yang diperoleh ke dalam kelompok untuk bersama-sama dengan anggota lain mencari solusi dari permasalahan tersebut. 2.
Masalah yang digunakan dalam problem-based learning adalah masalah yang memiliki beberapa alternatif solusi (ill-structured) dan memungkinkan siswa untuk mengajukan pertanyaan terkait dengan usahanya dalam memecahkan masalah. Masalah yang timbul dalam dunia nyata adalah mahasiswa yang memiliki beberapa alternatif pemecahan masalah. Kemampuan untuk berpikir kritis akan dikembangkan melalui
penggunaan
ill-structured
problem
karena
mahasiswa
terasah
untuk
mengidentifikasi masalah yang sebenarnya terjadi dan mengembangkan solusi yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah. Ketika masalah hanya memiliki satu solusi tunggal, mahasiswa akan kurang termotivasi dan kurang berkontribusi dalam upayanya memberikan solusi. 3.
Pembelajaran diintegrasikan dari berbagai disiplin ilmu. Selama mahasiswa belajar secara mandiri, mahasiswa diharapkan bisa mendapatkan akses dan informasi dari berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan masalah yang dihadapi dan
21
solusi yang diberikan. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi di dunia nyata yaitu bawa orang harus mencari informasi dari berbagai sumber untuk memecahkan masalah pada dunia kerja. Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat memungkinkan ide-ide dari berbagai ilmu disatukan untuk menghasilkan pemahaman menyeluruh mengenai suatu masalah dan menghasilkan ide yang relevan untuk menyelesaikan masalah. 4.
Kolaborasi merupakan hal esensial dalam pelaksanaan problem-based learning. Ketika kelak mahasiswa bekerja, mahasiswa akan menemukan bahwa informasi yang mereka peroleh harus dikomunikasikan kepada rekan kerjanya sehingga produktivitas organisasi bisa tercapai. Oleh karena itu kolaborasi merupakan kemampuan penting yang harus dikuasai oleh mahasiswa. Problem-based learning memfasilitasi mahasiswa untuk memiliki kemampuan ini. Selama pelaksanaan proses belajar, fasilitator akan memberi pertanyaan untuk menegaskan bahwa semua informasi telah dikomunikasikan kepada seluruh anggota kelompok.
5.
Apa yang mahasiswa pelajari secara mandiri (self-directed learning) harus dapat diaplikasikan kembali dalam kelompok untuk memecahkan masalah. Inti dari self-directed learning adalah bahwa informasi yang diperoleh dari proses belajar secara individu harus disampaikan kepada seluruh anggota kelompok. Informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar bagi kelompok untuk memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi kelompok tersebut.
6.
Self assessment dan peer assessment harus dilakukan setelah masalah selesai dibahas. Penilaian harus dilakukan sebagai sarana refleksi bagi mahasiswa atas pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan dari proses menghasilkan solusi atas suatu permasalahan.
22
7.
Aktivitas yang dilaksanakan pada pembelajaran harus diarahkan pada aktivitas aktual yang terjadi dalam dunia kerja. Masalah yang disajikan dalam problem-based learning adalah masalah yang dekat dengan masalah yang terjadi dalam dunia kerja (Savery & Duff, 1995; Stinson & Milter, 1996; MacDonald, 1997; Bransford, Brown, & Cocking, 2000).
8.
Tes harus dilakukan untuk mengukur kemajuan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari problem-based learning didasarkan pada pencapaian pengetahuan dan proses yang dijalani untuk menghasilkan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, evaluasi mengenai kemajuan mahasiswa juga dilaksanakan pada kedua aspek tersebut. Evaluasi dilaksanakan untuk memastikan bahwa mahasiswa memperoleh manfaat dari problem-based learning.
Problem-Based Learning sebagai Strategi Pembelajaran Menyeluruh Sebagai suatu strategi pembelajaran menyeluruh, Barrett (2005) memperkenalkan empat komponen penting dalam melaksanakan problem-based learning (PBL), yaitu PBL curriculum design, PBL tutorials, PBL compatible assessment, dan PBL philosophical principles. Berikut akan dibahas masing-masing komponen tersebut: PBL Curriculum Design Desain kurikulum pada PBL berfokus pada penggunaan masalah (problem) yang tersusun secara sistematis (Barret, 2005). Coplan dalam White (2001) meyakini bahwa menemukan masalah yang mampu memberi manfaat bagi mahasiswa merupakan faktor kritis dalam menentukan kesuksesan implementasi PBL. Menurut Barret (2005) masalah yang digunakan tidak selalu berupa masalah yang memiliki tingkat kesulitan tinggi untuk dipecahkan, tetapi
23
masalah bisa berupa fenomena sehari-hari, dilema dalam membuat keputusan etis, halangan dan kendala, dan juga tantangan. Dalam mendesain kurikulum berbasis pada PBL, Barret (2005) menekankan pada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, yaitu (i) mengidentifikasi hasil belajar yang ingin dicapai pada setiap unit/modul, (ii) menyusun problem yang akan mendorong mahasiswa untuk mencapai hasil belajar, (iii) menyusun matriks kurikulum untuk menyesuaikan problem dengan hasil belajar yang hendak dicapai. Sockalingan dam Schmidt (2011) menjelaskan bahwa masalah yang baik adalah masalah yang memenuhi beberapa karakteristik sebagai berikut: 1.
Masalah harus mengarah pada isu-isu pembelajaran yang hendak dipelajari. Masalah harus berisi kata kunci yang jelas sehingga mahasiswa bisa mencari sumber secepatnya. Kata kunci akan memandu mahasiswa untuk menemukan kata kunci yang lain dan bahkan bisa membantu mahasiswa dalam menemukan konsep utama yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
2.
Masalah harus mendorong ketertarikan dan keingintahuan mahasiswa. Masalah yang bisa mendorong ketertarikan mahasiswa adalah masalah yang terjadi dalam kehidupan kerja sehari-hari.
3.
Masalah harus disajikan dalam format yang wajar, seperti teks tidak terlalu panjang. Masalah yang baik adalah masalah yang disajikan dengan tidak bertele-tele dan tidak terlalu panjang. Masalah yang ditulis hingga beberapa halaman akan membunuh semangat mahasiswa untuk mencari solusi.
4.
Masalah harus mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis.
24
Masalah yang baik adalah masalah yang mendorong mahasiswa untuk berpikir. Masalah tersebut hendaknya tidak terlalu mudah tetapi juga tidak terlalu sulit untuk dicari solusinya. 5.
Masalah harus mendorong mahasiswa untuk belajar secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajar yang dilakukan. Masalah yang tidak terlalu mudah akan mendorong mahasiswa untuk membuka pikiran, mencari informasi, dan tidak membuang waktu untuk melakukan hal lain yang tidak bermanfaat. Semakin tinggi tingkat kesulitan suatu masalah, asalkan masih dalam tataran normal, maka akan semakin memacu mahasiswa untuk bekerja keras.
6.
Masalah harus jelas dan bisa diklarifikasi oleh mahasiswa. Masalah yang baik adalah masalah yang berisi kata petunjuk mengenai topik yang akan dipelajari pada hari ini sehingga mahasiswa bisa memfokuskan diri untuk menemukan solusi walaupun tanpa diberi penjelasan oleh dosen.
7.
Masalah harus memiliki tingkat kesulitan yang wajar (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit). Masalah yang diberikan hendaknya tetap memiliki tingkat kesukaran tersendiri karena hal ini akan mendorong mahasiswa untuk berpikir out of the box untuk menemukan pokok permasalahan yang sebenarnya terjadi. Masalah yang terlalu mudah dan terlalu straightforward menyebabkan mahasiswa tidak berpikir keras dan mampu menyelesaikan dalam jangka waktu sangat singkat. Di sisi lain, masalah yang terlalu sulit juga tidak baik karena mahasiswa memiliki waktu terbatas untuk melakukan pencarian berbagai referensi yang komprehensif.
8.
Masalah harus memungkinkan aplikasi dari berbagai metode untuk menghasilkan beberapa alternatif solusi.
25
Masalah harus disusun sedemikian rupa sehingga akan mendorong mahasiswa untuk berpikir kreatif. Jika suatu masalah memiliki lebih dari satu solusi, maka masalah tersebut akan menjadi tantangan sendiri bagi mahasiswa untuk dipecahkan. Masalah yang diberikan kepada mahasiswa harus mampu menjadi jembatan antara apa yang diperoleh mahasiswa di bangku kuliah dengan praktik yang terjadi di dunia kerja. 9.
Masalah harus relevan dengan masalah aktual yang terjadi di dunia nyata. Masalah harus disajikan dalam konteks dimana mahasiswa terbiasa/familiar dengan bahasa yang digunakan.
10. Masalah harus mendorong mahasiswa untuk melakukan elaborasi. Masalah harus disusun sedemikian rupa sehingga masalah tersebut dapat dipahami oleh mahasiswa. Agar dapat dipahami, masalah harus berisi kata kunci mengenai topik yang dipelajari hari itu. Hal ini akan mempermudah mahasiswa untuk segera memulai mencari referensi dan melakukan brainstorming mengenai berbagai konsep yang akan dipelajari hari itu. 11. Masalah harus mendorong mahasiswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Jika masalah memiliki tingkat kesulitan yang masih dalam batasan normal, maka mahasiswa akan bekerja keras dalam mencari informasi dan pada saat yang sama akan terjadi diskusi yang menarik baik itu diskusi kelompok maupun diskusi di kelas. Masalah yang digunakan dalam PBL adalah masalah yang terjadi dalam dunia nyata dan memungkinkan mahasiswa untuk memberikan beberapa alternatif solusi (ill-structured atau open-ended problems).
Ill-structured problems adalah masalah yang memiliki beberapa
alternatif solusi dan mendorong mahasiswa untuk menggunakan berbagai metode sebelum membuat satu solusi yang paling tepat (Shelton & Smith, 1998). Penggunaan Ill-structured
26
problems akan memacu mahasiswa untuk mempelajari konsep, ide, dan teknik dalam satu waktu. Ill-structured problem juga akan mendorong mahasiswa untuk melakukan diskusi kelompok dan memberi pengalaman pada mahasiswa untuk menyelesaikan masalah yang sama dengan masalah yang dialami para manajer di dunia kerja. Mahasiswa mendapat kesempatan untuk bertindak sebagai manajer dan hal ini tentu saja akan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk berusaha memecahkan masalah yang diberikan dosen. Allen, Duch, dan Groh (1996) serta Gallagher (1997) memberi panduan mengenai beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun ill-structured problem, yaitu: 1. Mahasiswa membutuhkan lebih banyak informasi untuk dapat memahami pokok permasalahan. 2. Masalah memiliki beberapa alternatif solusi. 3. Solusi yang diberikan bisa berubah seiring dengan munculnya informasi baru. 4. Masalah yang diberikan mampu mencegah mahasiswa untuk meyakini dalam jangka waktu singkat bahwa solusi yang diberikan sudah tepat. 5. Masalah tersebut mampu membangkitkan ketertarikan dan kontroversi diantara mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk bertanya lebih mendetail. 6. Masalah tersebut cukup kompleks sehingga membutuhkan kolaborasi dan pemikiran keras. 7. Masalah berisi konsep yang relevan dengan disiplin ilmu. Menyusun ill-structured problems merupakan hal yang tidak mudah dilakukan dan merupakan proses yang memakan waktu dan energi. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menyusun ill-structured problems adalah dengan melihat kembali pada soal-soal ujian pada periode sebelumnya (Rhem, 1998). Soal ujian yang berupa soal essay bisa disempurnakan menjadi sebuah kasus yang membuthkan integrasi dari beberapa informasi. Cara lain yang bisa
27
dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi pro dan kontra yang timbul dalam dunia kerja dan meminta mahasiswa untuk mengeksplorasi perdebatan tersebut (White, 2001). PBL Tutorials Setelah dosen memberikan masalah yang harus diselesaikan oleh mahasiswa, dosen kemudian membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 5-8 mahasiswa (Barret, 2005). Mahasiswa bekerja sama dalam satu kelompok untuk menyelesaikan permasalahan dengan dipandu oleh seorang tutor (Barret, 2005). Jika tidak memungkinkan, dosen bisa bertindak sebagai tutor (Barret, 2005). Fungsi dari tutor disini adalah sebagai fasilitator dalam melaksanakan PBL dan memandu mahasiswa dalam mencari pokok permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tutor memfasilitasi mahasiswa dengan memberikan penjelasan singkat mengenai konteks permasalahan dan mengidentifikasi kesulitan yang akan dihadapi mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan (Rangachari, 1996). Tutor sama sekali tidak diperkenankan untuk memberikan informasi ataupun memberikan kuliah singkat kepada mahasiswa mengenai topik yang berhubungan dengan masalah yang dikerjakan mahasiswa (Barret, 2005). Selain itu, tutor harus memotivasi mahasiswa untuk terlibat sepenuhnya dalam proses memecahkan masalah dan mendorong mahasiswa untuk terbiasa mengakses sumber referensi, seperti perpustakaan (Arambula-Greenfield, 1996) Schmidt dan Moust (2000) memperkenalkan pendekatan yang dikenal dengan nama seven jump approach. Pendekatan ini hendaknya diperhatikan oleh tutor dan dosen dalam melaksanakan PBL tutorial, yaitu: 1. Tutor diperkenankan untuk membantu mahasiswa mengklarifikasi istilah-istilah yang tidak dimengerti mahasiswa.
28
2. Tutor mendorong mahasiswa untuk bisa menemukan pokok permalahan yang sebenarnya terjadi yaitu dengan memandu mahasiswa untuk membuat daftar mengenai fenomena yang harus dicari informasinya lebih lanjut. 3. Tutor mendorong mahasiswa untuk melakukan analisis dengan cara brainstorming. Tutor memandu mahasiswa untuk mendapatkan berbagai penjelasan terhadap fenomena yang terjadi. 4. Tutor mendorong mahasiswa untuk mengkritisi penjelasan atas suatu fenomena. 5. Tutor memandu mahasiswa untuk merumuskan isu utama dan mendorong mahasiswa untuk belajar secara mandiri (self-directed learning). 6. Tutor mendorong mahasiswa untuk mengisi kesenjangan pengetahuan dengan lebih banyak melakukan belajar mandiri. 7. Tutor memandu mahasiswa untuk membagi informasi yang diperoleh dari belajar mandiri kepada seluruh anggota kelompok dan memandu kelompok untuk bisa menyatukan berbagai informasi menjadi satu solusi atas fenome yang terjadi. Setelah mahasiswa melakukan pencarian informasi melalui self-directed learning dan berbagi informasi dalam diskusi kelompok, kelompok menyusun laporan tertulis dan mempresentasikan laporan tersebut di kelas. Diskusi kelas bisa dilaksanakan di akhir pelaksanaan PBL atau di awal perkuliahan pada pertemuan berikutnya (Dion, 1996). Sesi perkuliahan di kelas tidak dilakukan dengan ceramah oleh dosen, akan tetapi dilakukan dengan diskusi dan tanya jawab. Mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang masih dirasa kompleks dalam proses mennyelesaikan permasalahan kepada dosen. Dosen kemudian bisa meneruskan pertanyaan ini kepada kelompok lain sehingga akan terjadi diskusi
29
kelas. Dosen disini juga diperkenankan untuk mempertegas konsep dan meluruskan konsep yang masih belum tepat (Barrett, 2005). PBL Compatible Assessment Penilaian terhadap kinerja mahasiswa selama proses belajar dengan menerapkan PBL perlu dilakukan. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mahasiswa mampu mencapai learning outcome yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, penilaian dilakukan untuk mengevaluasi tingkat mahasiswa dalam menguasai materi (MacDonald, 2005). Yang tidak kalah penting untuk dinilai dalam PBL yaitu kenaikan keahlian, sikap, dan nilai yang diperlukan mahasiswa ketika kelak mahasiswa bekerja (Mac Donald, 2005). Penilaian bisa dilakukan dengan memberikan grading (Biggs, 2003; Knight, 2001). MacDonald (2005) secara mendetail memberikan beberapa metode yang bisa dilakukan pada PBL Assessment: 1.
Presentasi kelompok Mahasiswa diminta untuk bekerja dengan skenario/konteks tertentu. Presentasi kelompok seringkali sulit untuk dinilai dan dosen perlu membuat indikator yang dijadikan dasar untuk menilai. Indikator bisa berupa isi presentasi, performa kelompok atau kombinasi antara keduanya.
2.
Presentasi individu Mahasiswa diminta untuk mempresentasikan komponen yang menjadi bagian dari tugas individu mahasiswa. Dalam PBL mahasiswa secara individual akan mencari informasi dari berbagai referensi. Informasi ini kemudian disampaikan di kelas dan dinilai oleh dosen.
3.
Penilaian tripartis
30
Penilaian tripartis meliputi penilaian pada tiga komponen. Pertama, kelompok menyerahkan laporan tertulis yang akan dinilai oleh dosen. Kedua, setiap mahasiswa menyerahkan laporan berupa informasi apa saja yang mereka peroleh dari proses PBL dan laporan individu ini juga akan dinilai oleh dosen. Ketiga, setiap mahasiswa menulis kontribusi dari kinerja individual terhadap upaya pencapaian pemberian solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi kelompok. Penilaian tripartis dipandang sebagai penilaian yang adil karena setiap individu akan dinilai dengan bobot 2/3. Anggota kelompok yang kontribusinya rendah akan mendapat nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan anggota kelompok yang memberikan kontribusinya pada kelompok. 4.
Essay individu berupa studi kasus Setiap mahasiswa akan diberi suatu permasalahan, kemudian mahasiswa menuliskan solusi pemecahan masalah dalam bentuk essay.
5.
Proyek Setiap mahasiswa diberi kasus nyata dalam dunia kerja kemudian mahasiswa diminta untuk memecahkan masalah dan melaporkannya dalam bentuk essay.
6.
Portofolio Penilaian dengan portofolio jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan skor yang dicapai mahasiswa. Mahasiswa diminta untuk menyerahkan portofolio yang didalamnya berisi laporan. Kuantitas laporan yang diserahkan bukan menjadi bahan utama untuk dinilai. Penilaian diarahkan pada kualitas laporan yang diberikan. Selain itu, mahasiswa juga memberikan essay berisi kesimpulan dan sintesis konsep dari berbagai laporan yang ada di dalam portofolio.
7.
Triple jump
31
Penilaian ini dilakukan dengan cara ujian lisan. Mahasiswa diberi sebuah kasus, kemudian mahasiswa mengemukakan secara lisan bagaimana mahasiswa akan menyelesaikan kasus tersebut. Mahasiswa diberi kesempatan untuk mencari beberapa referensi dalam batas waktu yang telah ditetapkan penguji. Setelah itu, mahasiswa memecahkan masalah dengan memberikan solusi secara lisan kepada penguji. Kelemahan dari metode penilaian ini adalah memakan banyak waktu. 8.
Self-assessment Penilaian dengan cara ini bekerja dengan baik memberikan penilaian dan
mahasiswa
jika mahasiswa tahu bagaimana cara
benar-benar
memberikan kontribusi pada
kelompoknya. 9.
Peer-assessment Penilaian dengan metode ini merefleksikan pentingnya kolaborasi dalam PBL. Kelemahan dari peer-assessment yaitu sulit diterapkan oleh mahasiswa karena mahasiswa dihadapkan pada lingkungan dengan tingkat kompetisi yang tinggi.
10. Reflective (online) journal Laporan tertulis dari mahasiswa dipublikasikan secara online atau dipublikasikan melalui jurnal maupun konferensi. Peer-assessment juga dipublikasikan dengan online sehingga hal ini akan memicu mahasiswa untuk bersikap jujur dalam memberikan penilaian 11. Penyusunan laporan Penyusunan laporan akan mengasah keterampilan mahasiswa dalam menulis. Metode ini efektif dilakukan pada saat ujian akhir jika laporan yang disusun adalah laporan singkat. Alternatif lainnya, mahasiswa diminta menyusun ringkasan eksekutif pada saat ujian akhir
32
dimana portofolio mahasiswa selama mengikuti PBL juga dikumpulkan untuk dijadikan bahan pelengkap yang akan dinilai. 12. Ujian / Tes Tes/ujian bisa diberikan asalkan soal yang diberikan mengarah pada pemecahan masalah dan bukan berupa soal yang menuntut mahasiswa untuk mengingat, menyimpan, dan mereproduksi kembali informasi. 13. Electronic Assessment Mahasiswa bekerja pada suatu permasalahan pada kurun waktu tertentu. Setiap tahap dalam penilaian dilakukan secara elektronik, mulai dari mahasiswa mencari pokok permasalahan, mencari referensi, hingga menemukan solusi. Evaluasi untuk menilai kinerja mahasiswa selama mengikuti PBL harus disesuaikan dengan perubahan mindstream dari passive learning menjadi active learning. Penggunaan tes/ujian sebagai metode untuk menilai learning outcome dilakukan dalam beberapa studi (Gallagher, 1997; O’Kelly, 2005, Reynolds, 1997); Oleh karena itu, evaluasi bisa dilakukan dengan memberikan tes formatif (O’ Kelly, 2005). Tes formatif berisi soal-soal yang meminta mahasiswa untuk menganalisis permasalahan dan mengaplikasikan informasi yang relevan dengan permasalahan tersebut (Gallagher, 1997; Reynolds, 1997). Soal pilihan ganda dann soal jawaban pendek tidak tepat digunakan sebagai instrumen penilaian dalam PBL. Penilaian mengenai kinerja mahasiswa dengan menggunakan peer assessment dilakukan oleh Allen et al. (1996) . Dalam studi mereka, Peer assessment dilakukan untuk menilai kinerja mahasiswa dilihat dari tingkat kehadiran dan kesiapan dalam melaksanakan diskusi kelompok, kemampuan mendengar dan berkomunikasi, kemampuan untuk membawa informasi terbaru dan
33
relevan, kemampuan untuk mendukung kinerja kelompok secara menyeluruh. Peer assessment memiliki bobot 10% untuk menentukan nilai akhir mahasiswa. Evaluasi untuk menilai kesuksesan implementasi PBL menurut White (2001) dilakukan dengan membandingkan nilai akhir pada mahasiswa yang mengikuti PBL dengan nilai akhir mahasiswa yang menggunakan metode konvensional (passive learning). PBL Philosophical Principles Prinsip yang mendasari munculnya PBL didasarkan atas prinsip yang dikemukakan oleh Margeston (2001) mengenai post modern philosophy of PBL. Prinsip tersebut menggarisbawahi bahwasanya: 1. Mahasiswa tidak hanya membutuhkan pengetahuan-yaitu solusi dari permasalahan-tetapi juga memahami bagaimana permasalahan tersebut menimbulkan pertanyaan lebih lanjut dan membuka pengetahuan bagi mahasiswa. 2. Mahasiswa membutuhkan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman mengenai bagaimana pengetahuan diperoleh-yaitu melalui serangkaian proses dalam memecahkan permasalahan. 3. Permasalahan harus menjadi masalah bagi mahasiswa, walaupun mungkin bagi pihak lain seperti dosen dan peneliti yang telah memiliki pengetahuan merasa bahwa permasalahan bukan menjadi masalah bagi mereka. 4. Proses belajar itu sendiri harus menggambarkan aspek (1), (2), dan (3) di atas. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa melaksanakan proses belajar dengan cara dimana mereka bisa memperoleh jawaban mengapa suatu permasalahan dipandang cukup untuk menjustifikasi proses belajar, bagaimana permasalahan ini diselesaikan, dan bagaimana mengevaluasi pengetahuan yang mereka peroleh dari menyelesaikan permasalahan.
34
2.2. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Tindakan Penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) menimbulkan permasalahan yang cukup pelik, yaitu peserta didik yang memiliki learning outcome hanya pada aspek kognitif saja dan tingkat self regulated learning skills yang rendah. Perguruan tinggi menghadapi tantangan untuk bisa mengelola input peserta didik yang pasif menjadi output lulusan yang siap kerja dan mampu menyelesaikan permasalahan di dunia kerja. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu mengimplementasikan stratagi pembelajaran yang bisa digunakan untuk mengubah surface learning menjadi deep learning dan passive learning menjadi active learning. Salah satu strategi pembelajaran yang bisa digunakan yaitu problem-based learning. Problem-based learning menurut Barrow (1980) adalah pembelajaran dimana hasil belajar diperoleh dari serangkaian proses memahami dan menyelesaikan masalah. Pemberian masalah untuk diselesaikan oleh mahasiswa menjadi titik pertama dalam proses pembelajaran. Permasalahan
yang
diberikan adalah permasalahan
yang
bersifat
ill-structure
yang
memungkinkan mahasiswa untuk mengaplikasikan berbagai metode untuk dapat menghasilkan solusi yang tepat (Allen, Duch, & Groh, 1996; Gallagher,1997; Shelton & Smith, 1998; Sockalingan dam Schmidt, 2011). Dengan adanya permasalahan yang bersifat terbuka, mahasiswa akan berusaha untuk menemukan pokok permasalahan, mencari berbagai sumber yang relevan dengan pokok permasalahan, melaksanakan diskusi dengan anggota kelompok untuk mencari solusi permasalahan tersebut, hingga pada akhirnya mahasiswa akan membentuk pengetahuan berdasarkan serangkaian proses yang telah dijalani (Barrow, 1980, Barret 2005, O’Kelly, 2005, Savery, 2006). Dengan serangkaian proses tersebut, mahasiswa diasah untuk berpikir kritis dalam menganalisis dan menyelesaikan masalah (Dutch et al., 2001) yang
35
kesemuanya ini akan mengasah ranaf kognitif mahasiswa. Selain itu, ranah afektif mahasiswa juga diasah karena mahasiswa dalam problem-based learning akan belajar untuk bekerja sama dalam kelompok kerja (Dutch et al., 2001). Pada akhirnya, mahasiswa akan menyusun laporan tertulis dan mempresentasikan hasilnya di kelas sehingga kemampuan psikomotorik mahasiswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis akan meningkat. Oleh karena itu, hipotesis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah: H1
: Implementasi problem-based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar 1 dapat meningkatkan learning outcome Mahasiswa Akuntansi FE UNY. Implementasi problem-based learning yang dimulai dengan pemberian masalah kepada
mahasiswa akan memacu mahasiswa untuk menciptakan tujuan sendiri. Mahasiswa yang menciptakan tujuan sendiri akan memiliki kinerja yang lebih baik daripada mahasiswa yang tujuannya diciptakan oleh pihak lain dan mahasiswa yang tidak memiliki tujuan (Schunk, 1985). Mahasiswa mampu untuk menciptakan strategi untuk meraih tujuan tersebut (Cobb, 2003). Mahasiswa akan berusaha untuk meminimalisir gangguan-gangguan yang menghambat proses dalam memecahkan permasalahan (Corno, 1993; Kuhl, 1985). Selain itu mahasiswa mampu untuk memandu dirinya sendiri dengan mamanfaatkan waktu dengan seoptimal mungkin dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mencari informasi dan memecahkan permasalahan (Berk, 1992; Bivens & Berk, 1990). Pada akhirnya, mahasiswa mampu melakukan refleksi atas serangkaian aktivitas yang dilakukan. Ketika mahasiswa mampu merumuskan tujuan dan strategi, mampu mengendalikan diri, dan mampu merefleksikan diri, maka self regulated learning skills mahasiswa akan meningkat. Dengan demikian, hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah
36
H2
: Implementasi problem-based learning pada perkuliahan Akuntansi Pengantar I dapat meningkatkan self regulated learning skills mahasiswa Akuntansi FE UNY.
37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama bulan September 2014 dan dilakukan dalam 4 kali pertemuan dimana masing-masing pertemuan berlangsung selama 150 menit.
3.2. Desain Penelitian Jenis Penelitian Penelitian ini jika dilihat dari tingkat kealamiahan tempat penelitian termasuk dalam lingkup penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2011). Bentuk desain eksperimen yang digunakan adalah quasi experimental. Bentuk desain ini dipilih karena penelitian ini menggunakan kelompok kontrol akan tetapi kelompok kontrol tersebut tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengendalikan variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011). Hal ini terjadi karena pengambilan subyek penelitian tidak bisa dilakukan secara acak. Mahasiswa Akuntansi angkatan 2014 dengan sendirinya telah tersaing dan terbagi menjadi dua kelas. Satu kelas akan digunakan sebagai kelompok eksperimen, sedangkan kelas lain sebagai kelompok kontrol. Bentuk quasi experimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Penelitian ini akan menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok
38
kontrol yang tidak dipilih secara acak. Masing-masing kelompok akan mendapat pretest dan post test dengan desain sebagai berikut: O1 x O2 ……….. O3 O4
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan problem based learning dapat meningkatkan learning outcome dan menanamkan self regulated learning skills pada mahasiswa Akuntansi. O1 dan O3 merupakan tingkat learning outcome dan self regulated learning skills mahasiswa sebelum ada perlakuan problem based learning. O2 adalah tingkat learning outcome dan self regulated learning skills mahasiswa setelah diberi perlakuan problem based learning. O4 adalah learning outcome dan self regulated learning skills yang tidak diberi perlakuan problem based learning.
Operasionalisasi Problem-Based Learning Problem-based learning dalam penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pada tahap PBL Curriculum Design, dosen menyusun permasalahan dengan memperhatikan kesesuaian antara permasalahan dengan learning outcome (berupa standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang akan dicapai. Standar kompetensi yang hendak dicapai dalam PBL kali ini adalah mahasiswa mampu menganalisis transaksi-transaksi yang dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, ada beberapa kompetensi dasar yang diharapkan dapat dicapai, yaitu :
39
a. Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa akun digunakan untuk mencatat dan mengikhtisarkan pengaruh transaksi terhadap laporan keuangan (Learning Outcome 1 – LO 1). b. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik suatu akun – LO 2. c. Mahasiswa mampu menjabarkan kaidah debit dan kredit serta saldo normal akun – LO 3. d. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengikhtisarkan pengaruh transaksi terhadap laporan keuangan – LO 4. e. Mahasiswa mampu menyusun neraca saldo dan menjelaskan penggunaannya untuk menemukan kesalahan – LO 5. f. Mahasiswa mampu menemukan kesalahan dalam pencatatan transaksi dan mengoreksinya – LO 6. Atas dasar learning outcome yang telah ditetapkan, matriks kurikulum kemudian disusun sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Matriks Kurikulum Learning Outcome LO – 1; LO – 2; LO – 3
Ranah Kognitif
Nama Permasalahan Sprocket
Costruction
Co.
(Lampiran 1) LO – 1; LO 2; LO – 3; LO - 4
Kognitif, Afektif, dan Helena Golf and Country Club Psikomotorik
(Lampiran 2)
LO – 5; LO – 6
Kognitif dan Afektif
Hokey Company (Lampiran 3)
LO 4; LO-5; LO-6
Kognitif
Hollin
Riding
Academy
(Lampiran 4) LO – 1; LO – 2; LO – 3; LO – 4; Kognitif
40
Dansin Music (Lampiran 5)
LO-5
dan Psikomotorik
Sumber: Kieso et al. (2013); Warren et al. (2006) 2. Kelima permasalahan diberikan kepada mahasiswa sebelum input kurikulum lain diberikan. 3. Pada tahap PBL Tutorial, mahasiswa mendiskusikan permasalahan dalam suatu kelompok kecil dengan dipandu oleh tutor. Dosen membagi kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas 5 mahasiswa. Tutorial akan dilaksanakan oleh tutor yang dipilih dari mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2011 dengan dasar pemilihan bahwa mahasiswa telah menempuh dan lulus micro teaching dan PPL. Pada tahap ini, mahasiswa akan mengklarifikasi fakta-fakta yang terjadi dalam permasalahan tersebut. Mahasiswa dipandu oleh tutor melakukan brainstorming dimana brainstorming dilakukan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh pada pertemuan sebelumnya. Mahasiswa mengidentifikasi apa saja yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan permasalahan, dan kemudian mahasiswa menyusun action plan untuk menyelesaikan masalah. Berikut ini disajikan Barrows PBL Tutorial Model yang dapat digunakan mahasiswa pada tahap ini: Tabel 2. Barrow PBL Tutorial Model Ide
Fakta
Isu/Fenomena
Rencana Tindakan
Sumber: Barrow (1989) 4. Mahasiswa belajar secara individu untuk mencari informasi (referensi) yang relevan dengan permasalahan. 5. Mahasiswa dan tutor bertemu kembali dalam fase PBL Tutorial untuk mengkomunikasikan hasil dari pencarian informasi. Setelah itu, mahasiswa bekerja bersama untuk menyelesaikan permasalahan.
41
6. Mahasiswa mempresentasikan solusi yang berhasil ditemukan pada perkuliahan di kelas yang dipandu oleh dosen. 7. Mahasiswa mereview mengenai apa yang mereka dapatkan dari hasil PBL.
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Learning Outcome, Self Regulated Learning Skills dan Problem Based Learning. Definisi operasional dari kedua variabel tersebut adalah: 1. Learning Outcome Learning outcomes adalah pengetahuan, keahlian, dan nilai yang ditunjukkan mahasisa setelah mengikuti proses belajar. Pengukuran terhadap learning outcome mahasiswa dalam mengikuti problem based learning didasarkan pada kemampuan mahasiswa untuk mencapai learning outcome yang telah ditetapkan dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar. Learning outcome yang diukur mengarah pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengukuruan pada aspek kognitif diarahkan pada kemampuan mahasiswa untuk menganalisis transaksi yang dihadapi perusahaan; sedangkan aspek psikomotorik akan mengukur kemampuan mahasiswa untuk memindahbukukan setiap ayat jurnal ke buku besar dan mempersiapkan neraca saldo sebelum penyesuaian. Ranah afektif diukur dengan menggunakan permasalahan yang mengarah pada implementasi etika pada dunia kerja, sebagai contoh apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa jika ketika kelak bekerja, mahasiswa mendapat tugas untuk mengelola penerimaan kas kas dan sekaligus pengeluaran kas. Contoh yang lain, apa yang harus dilakukan mahasiswa jika menemukan neraca saldo tidak seimbang padahal jatuh tempu penyerahan neraca saldo hanya tinggal beberapa menit
42
lagi. Ketiga aspek pendidikan tersebut akan diukur dengan tripartite assessment dan examination. Pengukuran ranah afektif juga dilakukan dengan menggunakan peer assessment untuk mengukur aspek perilaku mahasiswa selama mengikuti proses pembelajaran. Berikut disajikan perincian dari learning outcome tersebut adalah sebagai berikut: Standar Kompetensi
: Mahasiswa
mampu
menganalisis
transaksi
yang
dihadapi
perusahaan. Kompetensi dasar a.
:
Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa akun digunakan untuk mencatat dan mengikhtisarkan pengaruh transaksi terhadap laporan keuangan.
b.
Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik suatu akun.
c.
Mahasiswa mampu menjabarkan kaidah debit dan kredit serta saldo normal akun.
d.
Mahasiswa mampu menganalisis dan mengikhtisarkan pengaruh transaksi terhadap laporan keuangan.
e.
Mahasiswa mampu menyiapkan neraca saldo dan menjelaskan penggunaannya untuk menemukan kesalahan.
f. Mahasiswa mampu menemukan kesalahan dalam pencatatan transaksi dan mengoreksinya. 2. Self Regulated Learning Skills Self Regulated Learning Skills didefinisikan sebagai kemampuan siswa untuk secara aktif berusahan mendapatkan keahlian metacognitive, meningkatkan motivasi, dan memilih tindakan yang sesuai dalam pembelajaran (Zimmerman, 1986; Zimmerman, 1989). Self regulated learning skills dalam penelitian diukur dengan menggunakan empat indikator, yaitu: orientasi untuk mencapai tujuan internal, orientasi untuk mencapai tujuan eksternal, kemampuan metakognitif, serta pengelolaan waktu dan lingkungan belajar.
43
3. Problem Based Learning adalah pembelajaran dimana hasil belajar diperoleh dari serangkaian proses memahami dan menyelesaikan masalah. Definisi ini mengacu pada definisi yang dirumuskan oleh Barrow (1998) sebagai pencetus problem-based learning.
3.4. Subyek dan Obyek Penelitian Penelitian ini akan dilakukan terhadap mahasiswa Program Studi Akuntansi Angkatan 2014 pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang mengambil mata kuliah Akuntansi Pengantar 1. Pemilihan mahasiswa semester 1 dilakukan karena mahasiswa sedini mungkin perlu diperkenalkan dengan pembelajaran yang bersifat aktif (active learning). Mahasiswa perlu sesegera mungkin mengubah pembelajaran bersifat passive learning yang selama ini digunakan pada tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah menjadi pembelajaran bersifat active learning. Mahasiswa perlu dibiasakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang mirip dengan permasalahan yang terjadi di dunia nyata sehingga mahasiswa memiliki bekal untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang nantinya akan mereka hadapi ketika bekerja. Seluruh mahasiswa pada kelas tersebut akan dijadikan subyek penelitian. Sedangkan obyek penelitian ini adalah Problem based learning untuk menanamkan self regulated learning skills.
3.5. Teknik Pengambilan Data Learning Outcome Data mengenai learning outcome dikumpulkan dengan menggunakan kombinasi dari tripartite assessment, examination, dan peer assessment. Nilai akhir (NA) yang diperoleh mahasiswa dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang sebagai berikut:
44
NA = (50% x skor tripartite assessment) + (40% x examination) + (10% x peer assessment) Berikut akan disampaikan penjelasan mengenai teknik pengumpulan data learning outcome: Tripartite Assessment Penilaian dengan menggunakan metode ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja mahasiswa dalam melaksanakan problem based learning. Metode tripartite assessment dipilih karena dosen ingin menilai keseluruhan proses yang telah dijalani mahasiswa dalam usahanya memecahkan permasalahan yang dihadapi suatu perusahaan. Ada 3 hal yang akan dinilai dengan menggunakan tripartite assessment, yaitu : 1. Laporan kelompok yang menyajikan bagaimana kelompok bisa mendapatkan suatu solusi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi perusahaan. 2. Laporan individu yang menyajikan bagaimana setiap mahasiswa berusaha mencari informasi yang relevan dengan pokok permasalahan. 3. Laporan individu mengenai bagaimana informasi yang dihasilkan setiap mahasiswa mampu memberi kontribusi untuk memecahkan permasalahan. Keseluruhan laporan tertulis tersebut mengacu pada learning outcome berupa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Examination Examination dilakukan untuk mengukur apakah mahasiswa mampu mencapai learning outcome. Teknik ini dilakukan untuk mengukur kemampuan mahasiswa untuk membentuk pengetahuan selama mengikuti proses problem based learning. Soal-soal yang digunakan berisi permasalahan (berdasarkan learning outcome) yang harus diselesaikan mahasiswa dalam jangka waktu 150 menit.
45
Peer Assesment Peer assessment dilakukan dengan cara setiap mahasiswa memberi penilaian atas kinerja mahasiswa lain dalam kelompok yang sama. Peer assessment ini terutama dilakukan untuk mengukur ranah afektif mahasiswa selama mengikuti proses dalam problem based learning. Indikator yang digunakan dalam peer assessment mengacu pada indikator yang dikembangkan oleh Allen, Duch, dan Groh (1996), yaitu: 1. Tingkat kehadiran mahasiswa dalam diskusi kelompok. 2. Tingkat kesiapan mahasiswa dalam mengikuti diskusi kelas. 3. Kemampuan mahasiswa untuk mendengarkan pendapat dari anggota lain. 4. Kemampuan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan anggota lain. 5. Kemampuan mahasiswa untuk membagi informasi yang diperoleh kepada anggota lain. 6. Kemampuan untuk mendukung dan mengembangkan kinerja kelompok secara keseluruhan Skala yang digunakan dalam peer assessment yaitu skala likert dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 3. Skala Likert pada Peer Assessment Skala
Keterangan
1
Sangat Rendah
2
Rendah
3
Moderat
4
Tinggi
5
Sangat Tinggi
Sumber: Allen, Duch, dan Groh (1996),
46
Self Regulated Learning Skills Data mengenai self regulated learning skills dikumpulkan dengan menggunakan angket. Angket yang digunakan merujuk pada modifikasi terbaru dari The Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ). MSLQ yang digunakan dalam penelitian ini adalah MSLQ yang dikembangkan oleh Cobb (1983). Pernyataan dalam angket menggunakan pernyataan tertutup dan penilaian dengan skala Likert dari 1-5. Berikut disajikan deskripsi skala Likert dan kisi-kisi angket: Tabel 4. Skala Likert pada Kuesioner Self Regulated Learning Skills Skala
Keterangan
1
Sangat tidak sesuai untuk saya
2
Tidak sesuai untuk saya
3
Cukup sesuai untuk saya
4
Sesuai untuk saya
5
Sangat sesuai untuk saya
Sumber: Cobb (2003) Tabel 5. Kisi-kisi Kuesioner Self Regulated Learning Skills Indikator
Nomor Pernyataan
Sumber Data
Orientasi untuk mencapai tujuan internal
1, 5, 6, 7
Mahasiswa
Orientasi untuk mencapai tujuan eksternal
2, 3, 4, 8
Mahasiswa
Metakognitif
9, 11, 12, 14, 16, 17, Mahasiswa 18, 19, 20, 24, 26, 27
Pengelolaanwaktu dan lingkungan belajar
10, 13, 15, 21, 22, 23, Mahasiswa 25, 28
47
3.6. Teknik Analisis Data Karena desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen, maka akan dilakukan dua kali analisis. Analisis yang pertama adalah menguji perbedaan kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (O1 : O3) dengan menggunakan t-test independent. Hasil yang diharapkan adalah tidak terdapat perbedaan antara kemampuan awal kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yaitu antara O1 dan O3 (Sugiyono, 2011). Analisis yang kedua adalah menguji hipotesis yang diajukan. Dalam hal ini hipotesis yang diajukan adalah implementasi problem based learning akan meningkatkan learning outcome dan menanamkan self regulated learning skills. Teknik statistik yang digunakan untuk menguji kedua hipotesis tersebut adalah t-test untuk 2 sampel related. Yang diuji adalah perbedaan antara O2 dan O4. Kriteria untuk menguji hipotesis adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari α = 0,05 maka hipotesis ditolak. Selanjutnya, jika terdapat perbedaan dimana O2 lebih besar dari O1 maka problem based learning memiliki pengaruh positif terhadap learning outcome dan/atau self regulated learning skills, sedangkan jika O2 lebih kecil dari O4 maka problem based learning memiliki pengaruh negatif terhadap learning outcome dan/atau self regulated learning skills (Sugiyono, 2011). Uji statistik dengan menggunakan t-test bisa dilakukan jika persyaratan normalitas dan homogenitas variaannya dipenuhi. Oleh karena itu, kedua persyaratan tersebut harus diuji terlebih dahulu. Uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Cara yang digunakan yaitu dengan analisis grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Jika grafik histogram menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi
48
normalitas. Sebaliknya jika grafik histogram memberikan pola distribusi yang menceng ke kiri atau ke kanan dan tidak normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Imam Ghozali, 2011). Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokesdastisitas dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokesdastisitas atau tidak terjadi heteroskesdastisitas. Ada atau tidaknya heteroskesdastisitas dapat dideteksi dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual yang telah di-studentized. Dasar analisis yang digunakan, yaitu: a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskesdastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskesdastisitas (Iman Ghozali, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Allen, D.E., Duch, B.J., & Groh, S.E. (1996). The power of problem-based learning in teaching introductory science courses. In L. Wilkerson & WH Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and practice (pp. 43-52). San Fransiscp: Jossey-Bass. Arambula-Greenfield, T. (1996). Implementing problem-based learning in college science class: Testing problem solving methodology as a viable alternative to traditional science-teaching techniques. Journal of College Science Teaching, 26 (1), 26-30. 49
Barret, T. (2005). Understanding problem-based learning. In T. Barret, I.M. Labhrainn, & H. Fallon (Eds.), Handbook of enquiry and problem-based learning: Irish case studies and international perspectives (pp 13-25).Galway: CELT. Barrow, H.S. (1996). Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview. In L. Wilkerson & W.H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and practice (pp. 3-12). San Fransisco: Jossey-Bass. Barrows, H. & Tamblyn, R. (1980). Problem-based learning: An approach to medical education. New York: Springer Berk, L. (1992). Children’s private speech: An overview of theory and status of research. In L. E. Berk & R. Diaz (Eds.) Private speech: From social interaction to selfregulation (pp. 17-54). New Jersey: Erlbaum. Bivens, J. & Berk, L. (1990). A longitudinal study of the development of elementary school children’s private speech. Merrill-Palmer Quarterly, 36, 443-463. Biggs, J. (2003). Teaching for quality learning at university. 2nd edition. Buckingham: SRHE/Open University Press. Bransford, J.D., Brown, A.L., & Cocking, R.R. (2000). How people learn: Brain, mind, experience, and school. Washington, DC: National Academy Press. Butler, D. & Winne, P. (1995). Feedback and self-regulated learning: A theoretical synthesis. Research of Educational Review, 65, 245-281. Cobb, R. (2003). The relationship between self regulated learning behaviors and academic performance in web-based courses. Ph.D Dissertation. Faculty of Virginia Polytechnic Institute and State University. Corno, L. (1993). The best-laid plans: Moderm conceptions of volition and educational research. Educational Researcher, 22, 14-22. Deming, M., Valeria-Gold, M., & Idleman, L. (1994). The reliability and validity of the learning and study strategies inventory (LASSI) with college development students. Research and Instruction, 33 (4), 309-318. Dion, L. (1996). But I teach a large class. Diunduh dari http://www.udel.edu/pbl/cte/spr96bisc2.html. Duch, B.J., Groh, S.E., & Allen, D.E. (2001). The power of problem-based learning. Stylus: Virginia.
50
Gallagher, S.A. (1997). Problem-based learning: where did it come from, what does it do, and where is it going? Journal for the Education of the Gifted, 20 (4), 332-362. Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hmelo-Silver, C.E. (2004). Problem-based learning: Whay and how students learn? Educational Psychology Review, 16 (3), 235-266. Kieso, D.E., Weygandt, J.J., & Warfield, T.D. (2011). Intermediate Accounting: IFRS Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Knight, P.T. (2001). A brieving on key concepts: Formative and summative, criterion, and norreferenced assessment. LTSN Generic Centre Assessment. 7. Kuhl, J. (1985). Volitional mediators of cognitive behavior consistency: Self-regulatory processes and action versus state orientation. In J. Kuhl & J. Beckman (Eds.), Action control (pp. 101-128). New York: Springer. MacDonald, P.J. (1997). Selection of health problem for a problem based curriculum. In D. Boud & G. Felleti (Eds.), The challenge of problem-based learning (pp. 93-102). London: Kogan Page. MacDonald, R. (2005). Assessment strategies for enquiry and problem-based learning. In T. Barret, I.M. Labhrainn, & H. Fallon (Eds.), Handbook of enquiry and problem-based learning: Irish case studies and international perspectives (pp 85-93). Galway: CELT. MacKinnon, M.M. (1999). CORE elements of students motivation in problem-based learning. In M. Theall (Ed.), Motivation from within: Approaches for encouraging faculty and students to excel (pp. 49-58). San Fransisco: Jossey-Bass. Margeston, D. (2001). Can all education be problem-based: can it afford not to be? Problembased Learning Forum, Hong Kong Centre for Problem-Based Learning. MGMP Matematika SMA Kepulauan Riau.(2013). Analisis SKL. :http://mgmpmatematikasmakepri2013.blogspot.com/2013/05/analisis-skl.html
Diunduh
dari
O’Kelly, J. (2005). Designing a hybrid problem-based learning (PBL) course: A case study of first year computer science in NUI, Maynooth. In T. Barret, I.M. Labhrainn, & H. Fallon (Eds.), Handbook of enquiry and problem-based learning: Irish case studies and international perspectives (pp. 45-53). Galway: CELT. Osters, S. & Simone T.T. (2003). Writing Measurable Learning Outcomes. The 3rdAnnual Texas A&M Assessment Conference. Diunduh dari http://www.gavilan.edu/research/spd/WritingMeasurable-Learning-Outcomes.pdf 51
Rangachari, P.K. (1996). Twenty up: Problem-based learning with a large group. In Wilkerson & W.H. Gijselaers (Eds.), Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (pp. 63-71). San Fransisco: Jossey-Bass. Resnick, L.B. & Klopfer, L.E. (1989). Toward the thinking curriculum. In L.B. Resnick & L.E. Klopfer (Eds.), Toward the thinking curriculum: current cognitive research (pp. 1-18). Reston, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Reynolds, F. (1997). Studying psychology at degree level: Would problem-based learning enhance students’ experience? Studies in Higher Education, 22 (3), 263-275. Rhem, J. (1998). Problem-based learning: http://www.ntlf.com/html/pi/9812/pbl_1.htm.
An
introduction.
Diunduh
dari
Savery, J.R. (2006). Overview of problem-based learning: definitions nd distinctions. Interdisiplinary Journal of Problem-based Learning, 1 (1). Savery, J.R., & Duffy, T.M. (1995). Problem-based learning: An instructional model and its constructivist framework. In B. Wilson (Ed.), Constructivist learning environment: Case studies in instructional design (pp. 135-148). Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publication. Schunk, D. H. (1985). Participation in goal setting: Effects on self-efficacy and skills on learning disabled children. Journal of Special Education, 19, 307-317. Shelton, J.B., & Schmidt, R.F. (1998). Problem-based learning in analytical science undergraduate teaching. Reseacrh in Science and Technological Education, 16 (1), 19-29. Socklingam, N., & Schmidt, H.G. (2011). Characteristics of problem for problem-based learning: The students’ perspective. Interdisiplinar Journal of Problem-based Learning, 5 (1) Stinson, J.E., & Milter, R.G. (1996). Problem-based learning in business education: Curriculum design and implementation issues. In L. Wilkerson & W.H. Gijselaers (Eds.), Bringing problembased learning to higher education: Theory and practice (pp. 32-42). San Fransisco: JosseyBass. Sudijono, A. (2011.) Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Tan, O.S. (2000). Reflecting on innovating the academic architecture for the 21st century: A Singapore perspective. Educational Developments. 1 (3), 8-11. Warren, C.S., Reeve, J.M., & Fess, P.E. (2005). Financial accounting. US: Thomson.
52
White, H. (2001). Problem-based learning. Standford University Newsletter on Teaching, 11 (1), 1-8. Zimmerman, B. (1986). Becoming a self-regulated learner: Which are the key subprocesses? Contemporary Educational Psycholigy, 11, 307-313. Zimmerman, B. (1989). A social cognitive view of self regulated learning. Journal of Educational, 81, 329-339. Zimmerman, B. (1998). Self-regulated learning : from teaching to self-reflective practice. New York: Guilford Press.
53
RENCANA BIAYA PENELITIAN
Biaya Operasional Penyusunan Proposal
Rp
50.000,00
Operasional seminar proposal
Rp
100.000,00
Operasional Pengambilan Data
Rp 4.650.000,00
Penyusunan Laporan
Rp
200.000,00
Operasional seminar hasil
Rp
250.000,00
Total Biaya Operasional
Rp 5.250.000,00
Honorarium
Rp 2.250.000,00
Total Biaya
Rp 7.500.000,00
54
CURRICULUM VITAE
o
Nama: Sukanti, M.Pd NIP: 195401011979032001 Jenis Kelamin: Perempuan Agama: Islam Riwayat Pendidikan: N Jenjang Bidang
Asal Sekolah
Tahun Lulus
1
Sarjana Muda
Ekonomi Perusahaan
IKIP Yk.
1976
2
Sarjana
Ekonomi Perusahaan
IKIP Yk.
1978
3
Master
--
IKIP Jakarta
1991
Jurusan: Pendidikan Akuntansi Golongan: IV/B Jabatan: Lektor Kepala Sebagai dosen sejak tahun 1979 sampai sekarang. A. Mata Kuliah yang diampu dalam 4 tahun terakhir adalah sebagai berikut: N Seme Mata Kuliah Tempat o ster 1
Evaluasi Pembelajaran Akuntansi 4 S
Gena p
1 Pebruari - 30 Juni 2009
Gena
1 Pebruari - 30 Juni 2009
Gena
1 Pebruari - 30 Juni 2009
2
Etika Profesi Keguruan 2 SKS
3
Metode Penelitian Bisnis 2 SKS
4
Manajemen Pemasaran 3 SKS
Gasal
5
Pendidikan Karakter 2 SKS
Gasal
1 Sept 2009-31 Jan 2010
6
Manajemen Pemasaran 3 SKS
Gena
1 Pebruari - 30
p
p
55
1 Sept 2009-31 Jan 2010
p 7
8
9
1 0
Juni 2011 Gasal
1 Sept 2011-31 Jan 2012
Evaluasi Pembelajaran Akuntansi 3 Gena SKS p
1 Pebruari - 30 Juni 2012
Gena
1 Pebruari - 30 Juni 2012
Manajemen Pemasaran 3 SKS
Manajemen Pemasaran 3 SKS
Penelitian Tindakan Kelas 2 SKS
p
Gena p
1 Pebruari - 30 Juni 2012
Dengan ini saya menyatakan bahwa CV ini menggambarkan kondisi dan keadaan saya yang sesungguhnya.
Yogyakarta, 11 April 2014
Sukanti, M.Pd
56
CURRICULUM VITAE Nama: Sumarsih, M.Pd NIP: 195208181978032001 Jenis Kelamin: Perempuan Agama: Islam Riwayat Pendidikan: N Jenj Bidang o ang
o
1
S-1
Akuntansi
2
S-2
Tek. Pembelajaran
3
-
IKIP Yogyakarta
1977
UNY
2013
-
-
-
Jurusan: Pendidikan Akuntansi Golongan: III/D Jabatan: Lektor N Mata Kuliah A
.
Tahun Lulus
Asal Sekolah
Ke t.
MENGAJAR DAN MENGUJI
1
Akuntansi Biaya 2 SKS
2
Manajemen SDM 2 SKS
3
Manajemen Produksi 2 SKS
4
Dasar-dasar Bisnis S2 KS
5
Pengantar Bisnis 3 SKS
6
Pengantar Ekonomi Perusahaan 3
7
PPL I 1 SKS
57
Dengan ini saya menyatakan bahwa CV ini menggambarkan keadaan saya yang sesungguhnya. Yogyakarta, 11 April 2014
Sumarsih, M.Pd
58
CURRICULUM VITAE
A. Identitas 1. Nama, Gelar, dan NIP
: Andian Ari Istiningrum, M.Com NIP 19800902 200501 2 001
2. Tempat & Tanggal lahir
: Yogyakarta & 2 September 1980
3.
: Lektor 300
Jabatan fungsional
4. Pangkat,Gol/Ruang
: Penata, III/c
5. Mata Kuliah/bidang Ilmu
: Akuntansi Pengantar
6. Jurusan/Fakultas
: Pendidikan Akuntansi/Ekonomi
7.
Kantor/Telp./Fax/Email Akuntansi,
Fakultas
Yogyakarta,
: Jurusan Pendidikan Ekonomi,
Universitas
Negeri
Karangmalang, Yogyakarta, 55281 Telp.
0274-586168 psw. 296
B. Riwayat Pendidikan. N o. 1
Universitas/Institut
Universitas Gadjah Mada
Program (S1, S2, S3) S1
Bidang Ilmu
Akuntansi
. 2 . 3
Universitas Negeri Yogyakarta University of Queensland
S1 S2
.
Pendidikan Matematika Commerce Professional Accounting
in
Ta hun lulus 20 04 20 06 20 10
C. Mata kuliah yang diampu. N
Mata kuliah
Tahun
Strata
o 1
Matematika Bisnis
2
Matematika Ekonomi
2005 sekarang 2005 sekarang
. . 59
s/d
S1
s/d
S1
3
Akuntansi Pengantar 1 dan 2
2006 s/d S1 sekarang D3 2006 s/d 2007 D3
4
Praktikum Akuntansi Pengantar
5
Analisis Laporan Keuangan
6
Teori Akuntansi
7
Studi Kelayakan Bisnis
8
Statistik
9
Akuntansi Manajemen
2008
D3
1
Akuntansi Keuangan Menengah 1 dan 2
2011 s/d 2013
S1
1
Bahasa Inggris
.
dan
. 2006 s/d sekarang 2007 s/d 2008
.
S1 S1
. 2007 sekarang 2006
.
s/d
S1 D3 S1
dan
. . 0 2011 sekarang
1
s/d
S1 D3
dan
D. Training, Short Visit, dan sejenisnya 1. Pelatihan Penulisan Proposal PPM Program DPPM untuk Dosen FISE-UNY pada tanggal 7 Maret 2011 oleh FISE UNY. 2. Pelatihan Introduction To ICT-Based English Language Teaching pada tanggal 1 - 4 Maret 2011 oleh Higher Learning International. 3. Pelatihan Auditor Kantor Audit Internal UNY pada tangal 9 April 2011 oleh Kantor Audit Internal UNY. 4. TOT Pendirian Business Center untuk Dosen pada tanggal 1-2 Oktober 2011 oleh EEC UNY. 5. Pelatihan Peningkatan Layanan Kinerja Dosen dan Pegawai di Lingkungan FIS dan FE UNY pada tanggal 29 Oktober 2011 oleh FIS dan FE UNY. 6. Pendidikan dan Pelatihan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah bagi pegawai Instansi Vertikal se-Wilayah DIY pada tanggal 24 – 28 Oktober 2011 oleh BPKP. 7. Pelatihan Dosen Pembimbing Lapangan KKN-PPL pada tanggal 19 April 2011 oleh LPMP UNY.
60
8. Pelatihan Peningkatan Kualitas Auditor SPI UNY 2012 Dalam Bidang Pengadaan Barang dan Jasa pada tanggal 23 Juni 2012 oleh SPI UNY.
E. Karya ilmiah dalam jabatan/pangkat terakhir, yang relevan dengan Bidang Ilmu. 1. Artikel: “ The Importance of Moving to International Financial Reporting Standards for Indonesian Companies ”, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia Volume IX Nomor 1 Tahun 2011. ISSN 0853 – 9472. 2. Artikel : “Implementasi Penilaian Risiko Dalam Menunjang Pencapaian Tujuan Instansi Pendidikan” , Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Volume IX No. 2 Tahun 2011. ISSN 0853 - 9472 3. Penelitian : “ Analisis Profitabilitas Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Manajemen Hotel (Studi Kasus UNY-Hotel Yogyakarta”, Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Volume IX No. 2 Tahun 2011. ISSN 0853 – 9472 4. Artikel : “Experiential Learning in Introducing IFRS at Universities in Indonesia”, Jurnal Economia, Volume 8 Nomor 1 Tahun 2012.
F. Pengabdian kepada masyarakat dalam jabatan/pangkat terakhir. 1. Evaluator Keefektifan Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang pada CV Artha Yogyakarta, bulan November – Desember 2011. 2. Pelatihan Implementasi PSAK 16 Tentang Aset Tetap Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Bagi Guru-Guru Akuntansi Keuangan pada SMK Mitra UNY di DIY. 3. Pelatihan Akuntansi UMKM Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Untuk Meningkatkan Kinerja Keuangan UMKM 4. Pelatihan Penentuan Harga Pokok Penjualan bagi UMKM
G. Kegiatan seminar ilmiah/ lokakarya/ workshop/ pegelaran/ pameran/ peragaan dalam jabatan/pangkat terakhir, yang relevan dengan Bidang Ilmu. 1. Workshop Audit Command Language pada tanggal 20 – 24 Juni 2011 oleh Badan Audit Internal Universitas Negeri Semarang.
61
2. Workshop Pengembangan Kantor Audit Internal UNY pada tanggal 14 Mei 2011 oleh Kantor Audit Internal UNY. 3. Workshop on How to Write Journal Articles in English pada tanggal 26 Juli 2011 oleh Board of Journal Education YSU Research Institute. 4. Lokakarya Penulisan Artikel Ilmiah pada tanggal 10 Oktober 2011 oleh FISE UNY. 5. Seminar Ilmiah Peningkatan Kualitas Lulusan Pendidikan Akuntansi dan Kontribusinya terhadap Pembangunan Karakter pada tanggal 10 September 2011 oleh FISE UNY. 6. Diskusi Ilmiah dan Temu Ilmiah Membangun Jaringan Alumni untuk Membentuk Lulusan yang Kompeten dan Berkarakter pada tanggal 6 Mei 2012 oleh FE UNY
H. Tugas tambahan yang pernah di pegang: 1. Pemimpin Redaktur Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia periode 2011 – sekarang 2. Anggota Redaktur Jurnal Nominal periode 2012 - sekarang 3. Bendahara 2 Jurusan Pendidikan Akuntansi FE UNY periode 2012 – sekarang 4. Auditor Ad Hoc Satuan Pengendalian Intern UNY periode 2011 – sekarang 5. Tim penyusun pedoman Sistem Pengendalian Intern Pemerintah untuk UNY – 2011. 6. Tim penyusun pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi Untuk Mahasiswa Prodi Pendidikan Akuntansi Kelas Internasional - 2012
Dengan ini saya menyatakan bahwa CV ini menggambarkan kondisi saya yang sesungguhnya.
Yogyakarta, 11 April 2014
Andian Ari Istiningrum, M.Com
62
CURRICULUM VITAE IDENTITAS DIRI Nama GelarAkademik NIP NIDN BidangKeahlian TempatdanTanggalLahir Golongan JabatanAkademik PerguruanTinggi Alamat Telp./Faks. Alamat e-mail
: Annisa Ratna Sari : M.S.Ed : 19800912 200501 2 002 : 0012098003 : Komputer Akuntansi : Yogyakarta/12 September 1980 : III/b : Asisten Ahli : Universitas Negeri Yogyakarta : Kampus Karangmalang Yogyakarta 55281 : (0274) 586168 psw 296 :
[email protected]
2
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI JenjangPendidik TempatPendidikan Lulus an Tahun SD SD Muhammadiyah Sapen 1992 Yogyakarta SMP SLTPN 5 Yogyakarta 1995
3
SMA
N o. 1 . .
SMUN 6 Yogyakarta
1998
Universitas Gadjah Mada
2001
. 4 .
Pendidikan D Tinggi 3 S 1 S 2 S 3
Tahun 2004 2004 2004 2006
Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta Instructional System Technology Indiana University Bloomington -
PELATIHAN PROFESIONAL JenisPelatihan (Dalam/LuarNegeri) Penyelenggara Kuliah Non Kurikuler Ekonomi FE UGM Islam (Dalam Negeri) BahasaJepang Level 1 Lembaga (DalamNegeri) Indonesia Jepang TOEFL Preparation (DalamNegeri) P3B UNY IELTS Preparation (DalamNegeri) P3B UNY 63
2004 2011
JangkaWaktu 4 bulan 3 bulan 2 bulan 5 bulan
2008
2010
English as a Second Language (LuarNegeri) Pelatihan MS. Access 2010
Mata Kuliah KomputerAkuntansi Pengantar Aplikasi Komputer Pengantar Aplikasi Komputer Komputer I Perencanaan Pengajaran Akuntansi Sistem Akuntansi Sistem Manajemen Basis Data Perencanaan Pembelajaran Akuntansi Komputer Akuntansi Komputer Akuntansi Komputer I Pengantar Aplikasi Komputer Strategi Belajar Mengajar Akuntansi Evaluasi Pembelajaran Akuntansi
MCCSC Adult Education di Amerika Serikat IT Training IUB USA
PENGALAMAN MENGAJAR Progr Institusi/Jurusan/Program am Studi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/Akuntansi D3 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi D3 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi S1 UNY/P. Akuntansi/P. Akuntansi
64
1 tahun
4 hari
Sem./Tahun Akademik Gasal/20052007 Gasal/20052007 Genap/20052007 Gasal/20052007 Gasal/20052007 Gasal/20072008 Gasal/20072008 Gasal/20112012 Gasal/20112012 Gasal/20112012 Genap/20112012 Genap/20112012 Genap/20112012 Genap/20112012
Mata Kuliah Tehnik Pemrograman Akuntansi Komputer I Pengantar Aplikasi Komputer
Tahu n 2004 2007
2010
2011
Tahu n 2005 2005 2006
Tahun 2006
PRODUK BAHAN AJAR Program JenisBahan Ajar Pendidikan (cetakdannoncetak) S1 Diktat
D3 S1
Sem./TahunAkade mik 2005-2007
Diktat Diktat
2005-2007 2005-2007
PENGALAMAN PENELITIAN Judul Penelitian Ketua/Anggota Analisis Sistem Akuntansi Pembelian Pada Quality Hotel Yogyakarta Evaluasi Struktur Pendanaan Perusahaan Go Publik di BEJ pada Masa Kepemimpinan Megawati dan SBY Needs Analysis Report: Communication in the School of Education IST Distance Program at IU The Evaluation of IST Residential Master's Graduation Process KARYA ILMIAH Judul Moralitas dan Profesionalisme Guru Dalam Kependidikan di Indonesia Six Sigma As A Means To Enhance Quality Of The Company Pengembangan Software Aplikasi Komputer Berbasis Expert System Technology dalam Pembelajaran Akuntansi
Sumber Dana Mandiri
Anggota
DIPA FISE UNY
Anggota
Mandiri
Ketua
Mandiri
Penerbit/Jurnal JPAI JEP JPAI
KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/Peserta/ Penyaji Simposium On Education Alumni Univ Kyushu Peserta Development 65
2006 2005 2005 2006 2011
Semnas Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru Seminar On The European Union Seminar Aplikasi WLAN & ELearning Seminar –Lokakarya Metodologi Penelitian 11th Annual IST Conference
FISE UNY
Peserta
Uni-Eropa
Peserta
UNY
Peserta
Lemlit UNY
Peserta
Departemen IST Indana University Bloomington
Penyaji
KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Tahun Jenis/NamaKegiatan Tempat 2007 Upaya Mahasiswa, Dosen Dan Pihak Universitas Dalam UNY Pembentukan Karakteristik Mahasiswa Yang Ideal 2007 Pelatihan Metode Presentasi Untuk Pelaporan Rapat DIY Anggota Tahunan Dengan Program Aplikasi Ms Powerpoint JABATAN DALAM PENGELOLAAN INSTITUSI Peran/Jabatan Institusi
Tahun … s.d. … 2007 2006
Anggota Tim EvaluasiDiri Jurusan P. Akuntansi UNY Staf Keuangan Program Peningkatan Jurusan P. Akuntansi UNY Kompetensi BahasaInggris Bendahara Program Peningkatan Jurusan P. Akuntansi UNY 2007 Kompetensi Bahasa Inggris Koordinator Lab Komputer P. Jurusan P. Akuntansi UNY 2012, 2013 Akuntansi FE UNY Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam curriculum vitae ini adalah benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.
Yogyakarta, 20 Maret 2014 Yang menyatakan,
(AnnisaRatna Sari) NIP 19800912 200501 2 002 66
67