1
KAJIAN PENGARUH JENIS PELARUT DAN WAKTU EKSTRAKSI SENYAWA ALKALOID TOTAL DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) Neneng Sartika1), Sri Wardatun 2), Husain Nashrianto 3) 1), 2) 3)
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan Program Studi Kimia, FMIPA, Universitas Pakuan ABSTRAK
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang bisa digunakan sebagai obat. Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi harus diketahui dalam memilih pelarut pengekstraksi. Alkaloid dapat diisolasi dengan pelarut etanol menggunakan metode maserasi, yang merupakan cara ekstraksi dingin. Berdasarkan penelitian-penelitian yang terdahulu, dapat disimpulkan bahwa jenis pelarut dan waktu ekstraksi dapat mempengaruhi rendemen alkaloid total. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pelarut dan waktu ekstraksi senyawa alkaloid total dari daun pepaya. Simplisia daun pepaya diekstraksi dengan menggunakan etanol 96% dan etil asetat dengan variasi waktu yang berbeda yaitu 1, 3, dan 5 jam. Ekstrak kemudian diisolasi untuk mendapatkan kadar alkaloid total (%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar alkaloid total terbanyak dihasilkan pada waktu ekstraksi 5 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96% yaitu sebesar 0,1728 % sedangkan dengan pelarut etil asetat kadar alkaloid total yang dihasilkan sebesar 0,0930 %. Kata kunci : Daun pepaya, rendemen, alkaloid total, etanol 96%, etil asetat ABSTRACT Plant papaya (Carica papaya L.) is a plant that can be used as medicine. Carica papaya (Carica papaya L.) contain alkaloids karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamins C and E, choline, and karposid. The nature of the chemical constituents of secondary metabolites will be isolated should be known in choosing a solvent extraction. Alkaloids can be isolated with ethanol using maceration method, which is a cold extraction method. Based on previous studies, it can be concluded that the type of solvent and extraction time can affect the yield of total alkaloids. This study aims to determine the effect of the type of solvent and extraction time total alkaloid compounds from papaya leaves. Simplicia papaya leaves extracted using 96% ethanol and ethyl acetate in a variable period of time, namely 1, 3, and 5 hours. Extract then isolated to obtain a total alkaloid concentration (%). The results showed that the highest levels of total alkaloid produced in the extraction time 5 hours using 96% ethanol in the amount of 0.1728%, while the solvent ethyl acetate produced a total alkaloid content of 0.0930% Keywords: Papaya leaves, yield, total alkaloids, 96% ethanol, ethyl acetate PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber tanaman obat yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional atau obat herbal. Tanaman yang bisa digunakan sebagai obat herbal salah satunya adalah tanaman pepaya (Carica papaya L.) yang termasuk dalam famili Caricaceae. Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium,
tembaga, zat besi, zink, dan mangan (Milind dan Gurdita, 2011). Obat asli Indonesia dalam bentuk ekstrak dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi berbagai produk farmasi, baik yang digunakan sebagai makanan kesehatan (health food), makanan tambahan (food supplement) ataupun sebagai obat (natural medicine) (Pramono, 2002). Ekstraksi dapat diartikan sebagai proses penarikan komponen atau zat aktif menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut seperti etanol, metanol, etil asetat, heksana dan air mampu memisahkan senyawa - senyawa yang penting dalam suatu bahan. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada tekstur,
2
kandungan air dan jenis senyawa kimia yang diisolasi dari suatu tumbuhan, sehingga senyawa kimia yang diekstraksi dapat tertarik sempurna tanpa mengalami perubahan sifat dan strukturnya. Ekstraksi tumbuhan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Sifat kandungan kimia metabolit sekunder yang akan diisolasi harus diketahui dalam memilih pelarut pengekstraksi. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam pelarut non polar (Harborne, 1987). Alkaloid dapat diisolasi dengan pelarut etanol menggunakan metode maserasi, yang merupakan cara ekstraksi dingin. Penggunaan metode dengan cara dingin dimaksudkan agar alkaloid dalam daun tersebut tidak mengalami kerusakan karena pemanasan yang dapat menguraikan struktur kimia dari alkaloid tersebut (Cordel, 1981). Etanol memiliki rumus molekul C2H5OH, dimana C2H5 merupakan gugus yang bersifat non polar dan OH merupakan gugus yang bersifat polar, sehingga pelarut etanol dapat menarik kandungan kimia yang bersifat polar maupun non polar. Selain itu, ekstraksi dengan pelarut etanol lebih aman dibandingkan dengan pelarut metanol (Voight 1995). Pelarut etil asetat merupakan pelarut yang baik digunakan untuk ekstraksi karena dapat dengan mudah diuapkan, tidak higroskopis, dan memiliki toksisitas rendah (USP, 2007; Rowe et al, 2009; Wardhani dan Sulistyani, 2012). Sifat etil-asetat yang semipolar dapat mengekstrak komponen glikon yang polar dan juga komponen aglikon yang nonpolar (Harwood dan Moody, 1989). METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, tabung reaksi, penangas air, oven, grinder, ayakan mesh 20, neraca analitik, waterbath, rotary evaporator, alat-alat gelas meliputi erlenmeyer, gelas ukur, corong pemisah, labu takar, pipet volume. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun pepaya, etanol, etil asetat, kloroform, asam klorida, natrium hidroksida, pH indikator, metanol, akuades. Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Pepaya Daun pepaya yang telah dikumpulkan dari Desa Cibungur Kabupaten Bogor, masingmasing dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel (sortasi basah) lalu dicuci dengan air
mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian. Daun pepaya yang telah bersih dan bebas air pencucian, dikeringkan di dalam oven pada suhu 500C sampai dengan kadar air tidak lebih dari 5%, lalu dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang saat sortasi kering. Simplisia kering tersebut selanjutnya digrinder hingga menjadi simplisia serbuk lalu diayak dengan ayakan mesh 20 lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir simplisia. Disimpan dalam wadah yang kering dan bersih. Karakterisasi Serbuk Simplisia Daun Pepaya Penetapan kadar air Prosedur penentuan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance, yaitu dengan cara menyalakan tombol on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan diletakan di tengah dan penahan punch di atasnya. Kemudian diset program, akurasi dan temperatur sesuai dengan simplisia yang akan diuji, lalu ditara. Ditimbang simplisia sebanyak 1 gram (akurasi rendah) atau 5 gram (akurasi sedang), simplisia disimpan di atas punch, diratakan sampai menutupi permukaan punch lalu ditutup, setelah 10 menit proses selesai maka persen kadar air dari simplisia akan tertera secara otomatis (penentuan dilakukan duplo). Kadar air simplisia pada umumnya yaitu tidak lebih dari 5 %. Penetapan kadar abu Ditimbang kurang lebih 2 g – 3 g sampel yang telah digerus dan ditimbang saksama, masukkan dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara, diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (DepKes RI, 1989). Kadar abu (%) (Bobot krus + abu simplisia) − Bobot krus kosong = x 100% Bobot sampel simplisia serbuk
Uji Fitokimia Serbuk Simplisia Daun Pepaya Uji Fitokimia pada simplisia daun pepaya meliputi identifikasi saponin, tanin, flavonoid dan alkaloid secara kualitatif.
3
a.
Uji Alkaloid Sebanyak 0,5 g simplisia ditambah dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan kemudian disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan pereaksi Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol dan dengan pereaksi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid. Percobaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter p dan 1 bagian volume kloroform P. Diambil fase organik, ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring. Filtrat diuapkan diatas penangas air,sisa dilarutkan dalam sedikit asam klorida 2 N. Percobaan dilakukan dengan keempat golongan larutan percobaan, ekstrak mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (DepKes RI, 1979). b.
Uji Flavonoid Sebanyak 0,5 gram simplisia ditambahkan dengan serbuk Mg dan asam klorida 2N kemudian dipanaskan di atas penangas air. Setelah itu ditambahkan dengan amil alkohol, dikocok hingga tercampur rata. Hasil positifnya adalah tertariknya warna kuning-merah pada lapisan alkohol (DepKes RI, 1989). c.
Uji Tanin Sebanyak 0,5 gram simplisia ditambahkan 50 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan besi(III)klorida 1%. Terbentuknya warna kehijauan menunjukkan adanya tanin (DepKes RI, 1989). d.
Uji Saponin Sebanyak 0,5 g simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuatkuat selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan dikocok kuat-kuat selama 10 menit). Reaksi positif jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10
menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepKes RI, 1979). Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi dengan meragamkan 2 peubah, yaitu jenis pelarut antara etanol 96% dengan etil asetat dan waktu maserasi dengan ragam waktu yaitu 1 jam 3 jam dan 5 jam sehingga keseluruhan terdapat 6 perlakuan, dengan menggunakan suhu maserasi 400. Kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Sebanyak 50 gram simplisia dimaserasi dengan jumlah pelarut 500 ml sesuai perlakuan pada suhu 400C menggunakan waterbath. Setelah ekstraksi selesai, maserat disaring, maserat didiamkan selama 24 jam lalu dienaptuangkan. Filtrat dikentalkan sampai diperoleh ekstrak kental lalu dihitung kadar air ekstrak dan rendemen ekstrak. Alur penelitian pembuatan ekstrak daun Pepaya dapat dilihat pada Lampiran 1. Selanjutnya ekstrak kental digunakan untuk analisis rendemen alkaloid total dan dilakukan identifikasi serta karakterisasi alkaloid total. Tabel 3. Kombinasi perlakuan yang dicobakan No. Waktu ( jam ) Pelarut Percobaan 1 1 Etanol 96% 2 3 Etanol 96% 3 5 Etanol 96% 4 1 Etil Asetat 5 3 Etil Asetat 6 5 Etil Asetat Analisa Kuantitatif Alkaloid Total Daun Pepaya a. Analisa Kuantitatif Alkaloid Total Ekstrak Etanol Ditimbang sekitar 25 gram ekstrak etanol lalu dilarutkan dalam 125 ml etil asetat, kemudian disaring. Residu disiapkan untuk isolasi alkaloid total. Residu dilarutkan dengan 125 ml metanol dan ditambahkan HCl 2N sampai pH 2, kemudian dipartisi dengan 125 ml kloroform, dan 10 ml akuades, lapisan kloroform dipisahkan lalu diidentifikasi keberadaan alkaloid. Lapisan metanol ditambahkan dengan NaOH 1N hingga pH 12 kemudian dipartisi lagi dengan 125 ml kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan lalu diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kloroform (alkaloid total) lalu dikeringkan dan ditimbang. Total alkaloid diuji fitokimia untuk memastikan adanya alkaloid (Ginting dkk, 2013).
4
b.
Analisa Kuantitatif Alkaloid Total Ekstrak Etil Asetat Ekstrak etil asetat dipartisi menggunakan campuran kloroform-air (1:1) dengan melarutkan ekstrak terlebih dahulu dalam 125 ml kloroform. Lapisan kloroform (bagian bawah) dipisahkan dan diekstraksi dengan asam asetat 5% sebanyak 125 ml hingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan asam (bagian atas) dipisahkan dan dibasakan dengan NH4OH pekat hingga pH 9−10, lalu diekstraksi kembali dengan 125 ml kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak alkaloid total (Chang et al. 2000). Identifikasi Keberadaan Alkaloid Ekstrak Alkaloid Total Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambah dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan kemudian disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan pereaksi Mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol dan dengan pereaksi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid. Percobaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter p dan 1 bagian volume kloroform P. Diambil fase organik, ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring. Filtrat diuapkan diatas penangas air,sisa dilarutkan dalam sedikit asam klorida 2 N. Percobaan dilakukan dengan keempat golongan larutan percobaan, ekstrak mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (DepKes RI, 1979). Kadar alkaloid total (%) Berat alkaloid = x 100% Berat simplisia HASIL DAN PEMBAHASAN Determinasi Tanaman Daun pepaya yang digunakan dalam proses penelitian ini telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Lembaga Penelitian Biologi-LIPI untuk mengetahui
tanaman yang digunakan dalam penelitian benar adanya. Hasil Determinasi menyatakan bahwa daun yang digunakan dalam proses penelitian ini yaitu daun pepaya dengan nama ilmiah Carica papaya L, yang termasuk ke dalam suku Cariceae. Hasil Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Pepaya Daun pepaya segar yang diperoleh dari Desa Cibungur Kabupaten Bogor sebanyak 7 kg selanjutnya disortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan daun dari kotoran-kotoran yang tidak diperlukan dalam proses penelitian. Setelah sortasi basah dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk mencegah adanya perusakan pada simplisia. Daun papaya yang telah kering digrinder dan diayak menggunakan mesh 30, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyeragamkan ukuran serbuk simplisia yang dihasilkan. Serbuk simplisia yang didapatkan sebanyak 980 gram. Rendemen simplisia yang didapat adalah 14 %. Serbuk daun pepaya dapat dilihat pada Gambar 14
Gambar 14. Serbuk Simplisia Daun Pepaya Hasil Uji Karakteristik Daun Pepaya Penetapan Kadar Air Simplisia Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam suatu bahan. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu semakin kecil kadar air yang terkandung dalam simplisia makan akan semakin kecil resiko kerusakan oleh mikroorganisme. Hal ini akan memperpanjang daya tahan simplisia selama dalam proses penyimpanan. Data kadar air digunakan untuk menentukan kadar zat aktif dalam bahan kering. Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance, alat ini akan menunjukan persentase kadar air secara otomatis setelah proses selesai. Rata-rata nilai kadar air dalam simplisia daun papaya adalah sebesar 4,77 %. Data penetapan kadar air dapat dilihat pada Tabel 7.
5
Tabel 7. Data Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Pepaya Bobot Serbuk Kadar air (%) Simplisia 5,008 gram 4,76 5,009 gram 4,78 Rata-rata 4,77 Hasil tersebut memenuhi persyaratan dimana syarat kadar air suatu simplisia pada umumnya tidak lebih dari 5 % (Voight, 1994). Kadar air akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme lain dalam simplisia. Semakin besar kadar air maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang dapat tumbuh dan hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada simplisia tersebut selama dalam proses penyimpanan. Penetapan Kadar Abu Simplisia Parameter lain dalam pembuatan simplisia bahan alam adalah penetapan kadar abu dimana penetapan kadar abu ini bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Komposisi dari bahan pangan atau tanaman 96 % adalah air dan bahan organik, sisanya adalah unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi bahan anorganiknya tidak, sisanya yang terbakar merupakan abu (Winarno, 1997). Penetapan kadar abu dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri, prinsipnya berdasarkan selisih hasil penimbangan serbuk sebelum dan sesudah dipijarkan. Nilai rata-rata kadar abu yang diperoleh dari simplisia daun pepaya adalah 9,3432 %. Hasil tersebut memenuhi syarat seperti yang tertulis dalam Materia Medika Indonesia Edisi V (Depkes RI, 1989) yaitu tidak lebih dari 12%. Hasil Uji Fitokimia Serbuk Simplisia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Uji Fitokimia Serbuk Simplisia Daun Pepaya Uji Hasil Flavonoid + Alkaloid + Tanin + Saponin +
Berdasarkan hasil uji fitokimia terhadap serbuk simplisia daun pepaya menunjukkan bahwa serbuk simplisia mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Pengujian senyawa alkaloid pada serbuk simplisia daun pepaya menunjukkan hasil positif dimana pada saat direaksikan dengan pereaksi Bouchardat LP membentuk endapan berwana coklat kehitaman, dan ketika direaksikan dengan pereaksi Mayer LP terbentuk endapan yang menggumpal berwarna putih atau kuning karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Sangi dkk, 2008). Pengujian senyawa flavonoid pada serbuk simplisia daun pepaya menunjukkan hasil yang positif dengan terbentuknya warna kuning pada larutan amil alkohol, hal ini terjadi karena reduksi flavonoid dengan Mg menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah atau jingga pada flavonol, flavonon dan xanton (Marliena et al, 2005). Hasil pengujian senyawa tanin pada serbuk simplisia daun pepaya positif ditandai dengan adanya warna kehijauan setelah ditambahkan dengan besi(III)klorida 1% (DepKes RI, 1989). Terjadinya perubahan warna disebabkan oleh penambahan besi(III)klorida yang bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa tanin. Warna hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin terkondensasi (Sangi dkk, 2008). Pengujian senyawa saponin pada serbuk simplisia daun pepaya menunjukkan hasil positif yaitu pada saat dikocok dengan kuat selama 10 detik menimbulkan buih dan busa. Saponin adalah senyawa aktif dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air sehingga bersifat seperti sabun (Robinson, 1995). Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya Pembuatan ekstrak daun pepaya pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode maserasi yang merupakan cara ekstraksi dingin. Penggunaan metode dengan cara dingin dimaksudkan agar alkaloid dalam daun tersebut tidak mengalami kerusakan karena pemanasan yang dapat menguraikan struktur kimia dari alkaloid tersebut (Cordel, 1981). Metode maserasi dilakukan dengan meragamkan 2 peubah, yaitu jenis pelarut antara etanol 96% dengan etil asetat dan waktu maserasi dengan
6
ragam waktu yaitu 1 jam 3 jam dan 5 jam sehingga keseluruhan terdapat 6 perlakuan, dan dilakukan 3 kali pengulangan. Terdapat perbedaan kekentalan antara ekstrak etanol 96 % dan ekstrak etil asetat, hal ini dapat dipengaruhi oleh kadar air dari masing-masing ekstrak tersebut. Penetapan kadar air ekstrak dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Besarnya kandungan air pada ekstrak akan mempengaruhi kualitas ekstrak, yaitu mempermudah pertumbuhan mikroba jamur yang dapat menurunkan aktivitas biologis ekstrak. Hasil penetapan kadar air ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Kadar Air Ekstrak Etanol dan Ekstrak Etil Asetat Waktu Kadar air (%) Maserasi (jam) Ekstrak Ekstrak Etanol Etil Asetat 1 10,7330 11,9693 3 11,8219 11,8105 5 11,1844 11,5941 Menurut Farmakope Herbal Indonesia syarat kadar air yang diperbolehkan dalam ekstrak kental yaitu 5-30 %, hal ini menujukkan kadar air ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat memenuhi persyaratan. Penetapan kadar air ini kemudian digunakan untuk mengetahui bobot total ekstrak dalam keadaan kering. Bobot total serta rendemen esktrak etanol dan ekstrak etil asetat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Bobot Total serta Rendemen Ekstrak Etanol dan Ekstrak Etil Asetat Waktu ekstraksi (jam) 1 3 5
Bobot Total (g) Ekstrak Etil asetat 5,6006 4,1655 6,3474 4,6598 7,3206 4,9583
Ekstrak Etanol
Rendemen (%) Ekstrak Etil asetat 11,7242 8,7066 13,2939 9,7339 15,3433 10,3689
Ekstrak Etanol
Perbedaan hasil rendemen yang diperoleh dari ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat dapat disebabkan karena penarikan senyawa oleh masing-masing pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar mudah larut dalam pelarut non polar (Harborne, 1987). Ekstrak etanol menunjukkan jumlah rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak etil asetat, hal ini dapat dikarenakan senyawa aktif dalam daun pepaya lebih banyak yang bersifat polar sehingga akan terekstraksi lebih banyak pada pelarut etanol yang lebih polar dibandingkan
dengan pelarut etil asetat. Alkohol juga merupakan pelarut organik yang umum digunakan dalam proses maserasi karena dapat melarutkan komponen polar maupun nonpolar (Harborne, 1987). Hasil bobot total dan rendemen ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat berdasarkan waktu ekstraksi yang telah dilakukan juga menunjukkan perbedaan, waktu ekstraksi 5 jam menghasilkan rendemen paling besar. Menurun Arrasyid (2013), semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak senyawa yang tertarik. Jadi semakin lama waktu ekstraksi maka semakin banyak pula ekstrak yang dihasilkan sehingga hasil rendemen ekstrak juga menjadi semakin besar. Hasil Isolasi Alkaloid Total Ekstrak Daun Pepaya Alkaloid diisolasi berdasarkan prinsip ekstraksi asam-basa. Alkaloid memiliki sifat basa dari atom nitrogen penyusunnya. Umumnya alkaloid di dalam tumbuhan sebagian besar sebagai garam-garam dari asam-asam organik (Bahl, 1979). Garam alkaloid ini yang kemudian diekstraksi dengan pelarut organik yang sesuai. Garam-garam alkaloid lebih mudah larut dalam pelarut polar. Isolasi alkaloid dari ekstrak etanol dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak ke dalam etil asetat kemudian disaring, lalu diperoleh residu yang selanjutnya akan dipartisi. Pelarutan dengan menggunakan etil asetat dimaksudkan agar senyawa-senyawa yang bersifat semipolar dapat larut dalam etil asetat dan keberadaannya tidak menganggu proses isolasi selanjutnya. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam metanol dan ditambahkan asam klorida 2N hingga pH 2. Penambahan asam klorida 2N sampai pH 2 dimaksudkan agar kondisi larutan ada dalam suasana asam sehingga kelarutan alkaloid dalam metanol meningkat. Selanjutnya sistem dipartisi dengan menggunakan kloroform. Pelarut kloroform yang digunakan dalam proses ini bertujuan untuk memisahkan metabolitmetabolit sekunder lain yang ikut terekstraksi agar tidak mengganggu isolasi alkaloid selanjutnya. Setelah proses partisi dilakukan, akan terbentuk dua lapisan dimana lapisan atas merupakan lapisan asam dan lapisan bawah merupakan lapisan kloroform. Lapisan asam berada di atas karena lapisan asam merupakan lapisan air yang berat jenisnya lebih rendah dari kloroform. Alkaloid terdapat pada lapisan atas dan senyawa lain terdapat pada lapisan kloroform, lapisan kloroform ini kemudian disisihkan. Ammonium
7
Gambar 15. Proses Partisi Alkaloid Total Kadar alkaloid total yang diperoleh dari masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Tabel 11. Perhitungan kadar alkaloid total dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 11. Kadar Alkaloid Total Ekstrak Etanol dan Ekstrak Etil Asetat Waktu Kadar Alkaloid Total (%) Maserasi Ekstrak Ekstrak Etil (jam) Etanol Asetat 1 0,0685 0,0496 3 0,1211 0,0693 5 0,1728 0,0930 Menurut Pranata (1997), alkaloid dengan kondisi terikat asam organik dapat larut baik dalam etanol 96%. Demikian halnya dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa kadar alkaloid total dalam ekstrak etanol menunjukkan jumlah yang lebih besar bila dibandingkan dengan kadar alkaloid total dalam ekstrak etil asetat. Hal ini karena alkaloid yang terikat dalam asam organik membentuk garam yang mudah larut dalam pelarut polar atau etanol dibandingkan dalam pelarut etil asetat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat adanya perbedaan kadar alkaloid total antar ragam waktu ekstraksi, dimana semakin lama waktu ekstraksi maka semakin besar kadar alkaloid total
yang diperoleh karena menurut Arrasyid (2013) waktu ekstraksi berpengaruh terhadap ekstraksi. Untuk mengetahui adanya pengaruh jenis pelarut dan waktu ekstraksi terhadap kadar alkaloid total maka dilakukan pengolahan data secara statistik. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Klorofor (Alkaloid Total) Daun Pepaya Hasil uji fitokimia pada ekstrak kloroform menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid dimana pada saat direaksikan dengan pereaksi Bouchardat LP membentuk endapan berwana coklat kehitaman, dan ketika direaksikan dengan pereaksi Mayer LP terbentuk endapan yang menggumpal berwarna putih atau kuning karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Sangi dkk, 2008). Hasil uji fitokimia pada ekstrak kloroform menunjukkan hasil negatif terhadap senyawa flavonoid, tanin dan saponin. Hal ini terjadi karena senyawa-senyawa ini sudah dipisahkan pada saat proses isolasi dengan ekstraksi cair-cair. Selain itu senyawa flavonoid, tanin dan saponin merupakan senyawa polar sehingga tidak dapat larut dalam kloroform. Hasil Analisis Data Data dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk pengetahui pengaruh faktor jenis pelarut (etanol 96% dan etil asetat) dengan waktu esktraksi (1 jam, 3 jam, 5 jam) yang dinyatakan sebagai kadar alkaloid total. Hasil data SPSS disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata antara jenis pelarut dengan waktu ekstraksi terhadap kadar alkaloid total dimana nilai Fh > F.01. Uji lanjut dilakukan untuk membandingkan antar perlakuan. Berdasarkan uji lanjut, diperoleh nilai subset yang berbeda yang menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Histogram kadar alkaloid total berdasarkan waktu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 16. 0,2 0,15 0,1 0,05 0
Kadar Alkaloid Total
hidroksida ditambahkan ke dalam lapisan asam yang bertujuan untuk melepaskan ikatan alkaloid dengan asamnya sehingga alkaloid kembali berada dalam kondisi bebas. Penambahan ammonium hidroksida dihentikan pada pH 12. Ammonium hidroksida akan bereaksi dengan asam klorida yang membentuk garam yang larut air sedangkan alkaloid akan kembali menjadi bentuk basa dan tidak terlarut dalam air tetapi mudah larut dalam kloroform. Alkaloid dalam keadaan bebas dapat diekstraksi dengan pelarut kloroform, sehingga dihasilkan ekstrak kloroform yang merupakan alkaloid total. Gambar proses partisi alkaloid total dapat dilihat pada Gambar 15.
Etanol 96% Etil asetat
1 jam
3 jam
5 jam
Waktu Ekstraksi
8
Gambar 16. Histogram Kadar Alkaloid Total Berdasarkan Waktu Ekstraksi Berdasarkan diagram kadar alkaloid total pada Gambar 15, dapat dilihat bahwa nilai kadar alkaloid terbanyak dihasilkan dengan menggunakan pelarut etanol 96% dengan waktu ekstraksi 5 jam yaitu sebesar 0,1728 % disusul dengan waktu ekstraksi 3 jam sebesar 0,1211 % dan waktu ekstraksi 1 jam sebesar 0,0685 % yang memberikan nilai kadar alkaloid total yang lebih baik dibandingkan dengan etil asetat, dimana kadar alkaloid total ekstrak etil asetat dengan waktu ekstraksi 5 jam sebesar 0,0930 % disusul dengan waktu ekstraksi 3 jam sebesar 0,0693 % dan waktu ekstraksi 1 jam sebesar 0,0496 %. KESIMPULAN Pada proses ekstraksi daun pepaya selama 5 jam diperoleh kadar alkaloid total tertinggi yaitu : 1. Kadar alkaloid total dalam ekstrak etanol 96% sebesar 0,1728 %. 2. Kadar alkaloid total dalam ekstrak etil asetat sebesar 0,0930 %. DAFTAR PUSTAKA Arrasyid, H. 2013. Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Perbandingan Penyari Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap Kadar Polifenol. Universitas Pakuan. Bogor. Bahl, B.S., Bahl A. 1979. Advanced Organic Chemistry. S. Chand & Company Ltd. Lam Nagar. New Delhi. Chang, F.R., Chen CY, Hsieh TJ, Cho CP, Wu YC. 2000. Chemical constituents from Annona glabra III. J Chinese Chem Soc. 47:913-920. Cordel, A. 1981. Introduction to Alkaloids Approach. John Willey and Sons. New York. Vol 112-113. DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal.65, 673, 706. ________. 1986. Sediaan Galenik. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. _________. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Hal 549-552. _________. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Gamse, T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. University of Technology. Graz. Ginting, B., Tonel B., Marpaung L., Simanjuntak P. 2013. Isolasi Dan Penentuan Aktivitas Antioksidan Total Alkaloid Daun Pala (Myristica fragrans Houtt). Universitas Sumatera Utara. Medan. Hal :278-282. Gritter, RJ., Bobbits J.M., Schwarting A.E. 1987. Introduction Chomatography (Pengantar Komatografi ),Edisi ke 2 di terjemahkan oleh K. Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal 43-48. Hanafi, M., Wahyu E.W., Dyah A.P. 2004. Pengaruh Daun Pepaya Segar (Carica papaya folium) Terhadap Kadar Trigliserida Serum Tikus Putih Betina Galur Wistar Dengan Diet Lemak Tinggi. Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K, Soediro I, Niksolihin S. Terbitan Pertama. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Harwood, L.M., Moody C.J. 1989. Experimental Organic Chemistry, Principles and Practice. Blackwel Scientific Publications : Oxford, UK. Kartika, B., Guritno A.D., Ismoyowati. 1997. Petunjuk Evaluasi Produk Industry Hasil Pertanian. PAU-Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.\Karyani, D. 2001. Buku Pintar Terapi Pepaya. Ladang Pustaka dan Intimedia. Jakarta. Marliena, S.D., Suryanti, V., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz) Dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-36. Jurusan Biologi FMIPAUNS. Surakarta Milind, P and Gurditta. 2011. Basketful Benefits of Papaya. IRJP, 2(7): 6-12. Montgomery, DC. 2001. Design and Analysis of Experimental Ed ke-5. New York: JWiley. Pranata, F.S. 1997. IsolasiAalkaloid dari Bahan Alam. Biota. 2(2):96-99. Pramono, E. 2002. Perkembangan dan prospek industri obattradisional Indonesia. Prosiding seminar nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI. F. Farmasi Ubaya, Surabaya : 18- 27.
9
Rachmanto, S. 2015. Isolasi dan Penentuan Aktivitas Antioksidan Alkaloid Total Daun Pepaya (Carica Papaya L.). Universitas Pakuan. Bogor. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan: Kosasih Padwawinata. ITB. Bandung. Sangi, M., M. R. J.Runtuwene., H. E. I. Simbala dan V. M. A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. Chem prog. Vol 1, No. 1. Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Sukardi, Mulyarto, A.R., Safera, W. 2007. Optimasi Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Tanin Pada Bubuk Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidii folium) Serta Biaya Produksinya. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 8 No.2.
USP
Convention. 2007. United States of Pharmacopeia National Formulary, USP 30/NF 25. Twinbrook Parkway: United States Pharmacopeial Convention. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penterjemah Sundani Noerono. Edisi V. Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Wardhani, L. K. Dan N. Sulistyani. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera Scandens (L.) Moq.) Terhadap Shigella Flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol. 2(1): 1-16. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yanti, M. 2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Ekstrak Daun Sirsak Hutan (Annona Glabra). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
10