PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS GALUR Sprague-Dawley Indri Widyasari 1, Moerfiah 2 dan Ike Yulia.W 3 1,3 Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor. 2) Program Studi Biologi. FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang potensi, dosis dan lama waktu pemberian Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) sebagai penurun kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang telah diinduksi aloksan. Hewan uji yang digunakan sejumlah 20 ekor tikus putih jantan yang di bagi dalam 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 ekor tikus. Kelompok dosis I yaitu 0,325 g/200 g BB, dosis II yaitu 0,65 g/200 g BB dan dosis III (dosis awal) yaitu 1,3 g/200 g BB. Kontrol positif diberi obat metformin 6,42 mg/200 g BB, dan kontrol negatif diberi aquades. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dosis I (0,325 g/200 g BB) dan dosis III (1,3 g/200 g BB) efektif dapat menurunkan kadar gula darah tikus selama pengobatan 14 hari. Kata Kunci : Diabetes mellitus, Serat makanan, Indeks Glikemik, Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). ABSTRACT This research aims to test the potency, dose and length of time periode of Red Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.) to decreased of blood glucose levels in rats white male Sprague Dawley strains that have induced with aloxan. Animal test used number of 20 rats white males divided 5 groups. Each group consists of 4 rats. Dose I groups 0,325 g/200 g BB, dose II 0,65 g/200 g BB and dose III (initial dose) 1,3 g/200 g BB. Positive controls were given the drug metformin 6,42 mg/200 g BB, and negative controls were given aquadest. The results showed that giving of Red Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.) dose I (0,325 g/200 g BB) and dose III (1,3 g/200 g BB) can effectively decreased the blood glucose levels of rats during treatment 14 days. Keywords: Diabetes mellitus, Dietary fiber, Glycemic Index, Red Bean Flour (Phaseolus vulgaris L.).
PENDAHULUAN Pergeseran gaya hidup akibat pengaruh urbanisasi, globalisasi, dan industrialisasi menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia cenderung mengkonsumsi makanan siap saji yang kandungan gizinya tidak seimbang, pada umumnya makanan siap saji ini mengandung lemak dan garam tinggi dengan kandungan serat yang rendah. Pola makan yang salah akan menimbulkan penyakit degeneratif antara
lain adalah diabetes mellitus (Khomsan dan Anwar, 2008). Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik, dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif, sehingga menyebabkan kelebihan gula dalam darah (Misnadiarly, 2006). Gula darah diatur oleh hormon insulin yang diproduksi oleh sel-sel langerhans
i
dari kelenjar pankreas (Jusuf dan Kusito, 1993). Pilar utama pengobatan diabetes mellitus adalah edukasi, olahraga, pengaturan pola makan, dan penggunaan obat penurun gula darah. Penderita diabetes mengkonsumsi 20 - 25 g serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan (Cahyono, 2008). Bahan makanan yang merupakan sumber serat dan berindeks glikemik rendah adalah Kacang merah. Kandungan serat dalam Kacang merah yaitu 26,3 g per 100 g bahan (Rusilanti dan Kusharto, 2007). Nilai indeks glikemik (IG) pangan juga perlu dipertimbangkan, khususnya dalam pemilihan makanan. Makanan yang mempunyai Indeks Glikemik rendah akan lebih menguntungkan dalam pengendalian gula darah dibandingkan makanan yang mempunyai Indeks Glikemik tinggi. Indeks glikemik pada Kacang merah yaitu 26 (Marsono dkk., 2002). Pemberian pakan Kacang merah selama 4 minggu menurunkan glukosa darah tikus diabetes sebesar 69%. Serat pangan dan pati resisten dalam Kacang merah, berpengaruh pada viskositas dan absorpsi gula sehingga dapat berpotensi terhadap penurunan gula darah (Marsono dkk., 2003). Pembuatan tepung bertujuan untuk memudahkan aplikasi Kacang merah sebagai ingredient pangan. Penelitian tentang Tepung Kacang merah juga telah diaplikasikan secara luas, misalnya dalam pembuatan cookies Kacang merah (Phaseolus vulgaris. L) sebagai makanan pendamping ASI (Air Susu Ibu) (Ekawati, 1999) serta pengaruh substitusi tepung tapioka dengan tepung dan pasta Kacang merah sebagai bahan pengisi dan pengikat terhadap karakteristik sosis ikan lele (Cahyani, 2012). METODE PENELITIAN Pengumpulan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang diperoleh dari Pasar Bogor.
Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI), Jalan Ir. H. Juanda No.13, P.O.BOX 309 Bogor 16003, Indonesia. Pembuatan Tepung Kacang merah Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) yang terkumpul disortasi basah, kemudian dicuci dengan air hingga bersih dan ditiriskan. Kacang merah direndam selama 24 jam menggunakan air dengan perbandingan 1:10 (b/v), lalu dikupas dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Kacang merah kemudian digiling setelah disortasi, kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mesh 80. Hasil yang diperoleh ditimbang beratnya dan ditempatkan pada wadah tertutup rapat (Ayuningtyas dkk., 2013). Rendemen total tepung dihitung dengan rumus :
x 100%
Pengujian Karakteristik Tepung Kacang merah Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air dilakukan dengan cara, memasukkan 1 g sampel ke dalam plat lempengan alat moisture balance. Alat ditutup, kemudian waktunya disetting selama 10 menit. Alat secara otomatis akan memunculkan angka presentase kadar air. Hasilnya dicatat pada saat angka presentase kadar air konstan. Penentuan kadar air dilakukan duplo. 3.3.4.2 Penetapan Kadar Abu Sebanyak 2 g sampel ditimbang secara seksama, kemudian dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah ditara sebelumnya. Krus porselen yang berisi sampel dipijarkan pada suhu 700ᵒC perlahan-lahan hingga menjadi abu. Krus porselen dikeluarkan dari tanur, didinginkan, kemudian ditimbang. Apabila kadar abu pada sampel belum memenuhi persyaratan, maka harus dipijarkan 2
kembali hingga berat tetap (DepKes, 1995). Kadar Abu (%) dihitung dengan rumus :
× 100 %
Uji Fitokimia a) Uji Alkaloid Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan uap, ditambahkan 1 mL HCl 2 N dan aquades 9 ml, dipanaskan di penangas air, diangkat dan dibiarkan mendingin. Larutan disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 1 tetes filtrat direaksikan dengan masing-masing 1 ml pereaksi Dragendrof, pereaksi Mayer, dan perekasi Bouchardat. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada penambahan pereaksi mayer, endapan coklat pada penambahan pereaksi dragendrof dan pereaksi bouchardat (DepKes RI, 1995). b) Uji Flavonoid Sebanyak 0,5 g sampel dilarutkan dalam 5 ml etanol 95 %. Larutan sampel diambil 2 ml, dan ditambahkan sedikit 0,1 g serbuk Mg, selanjutnya ditambahkan 10 tetes HCl pekat dari sisi tabung serta dikocok perlahan - lahan. Warna merah atau jingga yang terbentuk menunjukkan adanya flavanoid, jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron (DepKes RI, 1995). c) Uji Tanin 1. Sebanyak 1 g sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 5 menit, disaring 10 ml filtrat ditambahkan FeCl3 1 %, jika terbentuk warna hitam kehijauan atau biru menunjukkan adanya tanin. 2. Sebanyak 200 mg sampel dilarutkan dalam 5 ml air panas dan diaduk, setelah dingin disentrifugasi dan bagian cair didekantisir, diberi larutan NaCl 10 % kemudian disaring. 1 ml filtrat
ditambahkan 3 ml larutan gelatin 10 %, diperhatikan adanya endapan (Fransworth, 1996). d) Uji Saponin Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 1 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepKes, 1995). Penentuan Kadar Serat Metode Enzimatik Sejumlah sampel yang akan dianalisis dihancurkan dengan blender dan ditambahkan beberapa tetes isoamil alkohol sebagai anti buih dan kristal timol sebagai pengawet. Suspensi yang diperoleh ditambahkan hingga 1 L. Sebanyak 50 ml dari suspensi tersebut (mengandung tidak lebih dari 1 g pati) dipipet ke dalam gelas piala, lalu ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N dan 100 mg pepsin. diaduk sampai rata, lalu diinkubasi pada suhu 400C selama 18 jam. Campuran dinetralkan dengan larutan NaOH 4 N dan 50 ml larutan buffer (pH 6,8), ditambahkan 100 mg pankreatin dan 300 mg sodium dodesilsulfat, kemudian diinkubasi pada suhu 400C selama 1 jam sambil diaduk. Campuran tersebut diasamkan dengan HCl 4 N sampai mencapai pH 4-5. Suspensi disentrifusi selama 30 menit pada 3000 rev/menit. Supernatan disaring dengan filter gelas 1- G -3 yang berisi pasir setebal 15 mm. Endapan dicuci dengan aquades dan disentrifusi kembali. Residu yang diperoleh dicuci dan disaring dengan filter gelas 1- G -3. Residu dibilas tiga kali dengan air dan tiga kali dengan aseton. Filter gelas yang mengandung residu dikeringkan pada suhu 1050C semalam. Berat residu kering menyatakan 3
kandungan serat makanan dari sampel (Hellendoorn et al., 1975) Kadar serat (%) = Bobot akhir sampel − Bobot awal sampel × 100 % bobot awal sampel
Pemeliharaan Hewan Coba Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan dengan bobot sekitar 200-250 g. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Tikus ditempatkan ke dalam kandang berbentuk kotak plastik dengan tutup kawat. Pencucian box kandang dan penggantian sekam dilakukan dua kali dalam seminggu. Selama penelitian semua kelompok tikus diberi pakan pellet BR-21E dan minum secara ad libitum. Induksi Aloksan pada Hewan Coba Tikus diinduksi dengan menggunakan aloksan (dosis 150 mg/kg BB) secara intraperitoneal (i.p). Kadar glukosa darah tikus diukur (setelah 3 hari pemberian aloksan). Hanya tikus dengan kadar glukosa ≥200 mg/dl yang digunakan dalam penelitian ini. Pemberian Tepung Kacang merah Sebanyak 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dibagi menjadi 5 kelompok. Tiap kelompok tikus terdiri dari 4 ekor tikus putih jantan, dengan pembagian kelompok perlakuan : 1. Kelompok I : Tepung Kacang merah dosis 0,325 g/ 200 g BB 2. Kelompok II : Tepung Kacang merah dosis 0,65 g/ 200 g BB 3. Kelompok III :Tepung Kacang merah dosis 1,3 g/ 200 g BB 4. Kelompok IV : Kelompok kontrol positif yang diberi tablet metformin
dosis 6,42 mg/200 g BB secara oral 5. Kelompok V :Kelompok kontrol negatif yang hanya diberi aquades. Tepung Kacang merah dicampurkan ke dalam air hingga homogen, kemudian dilakukan pemberian perlakuan secara oral pada tikus selama 14 hari berturut-turut, dimulai dari terlihatnya peningkatan kadar glukosa darah tikus paska induksi. Prosedur pengukuran kadar glukosa darah Pengujian antidiabetes pada tikus dilakukan dengan cara mengambil darah tikus dari ekornya dan mengukur kadar glukosa darah menggunakan alat Easy Touch®. Darah diteteskan pada strips dan dipasang pada alat Easy Touch® untuk dilihat kadar glukosa darahnya. Pengamatan kadar glukosa darah dilakukan setelah aklimatisasi selama 7 hari, pada hari ke-0 pengukuran kadar gula darah normal sebelum induksi, hari ke 3 pengukuran kadar gula darah setelah induksi, hari ke 7 dan 14 setelah pemberian perlakuan. Prosedur pengukuran kadar gula darah dengan alat Easy Touch® adalah alat disiapkan dan strip kode blood glucose yang berwarna kuning dimasukkan ke dalam alat untuk kode kadar gula darah, apabila pada layar muncul "OK" berarti alat pengecek kadar glukosa darah siap digunakan. Ekor tikus dilukai dengan menggunakan jarum lanset yang telah disterilkan, lalu darah yang keluar disentuh dengan stripnya, sehingga darah langsung meresap sampai ujung strip dan bunyi beep. Hasil ditunggu beberapa detik, dan akan terlihat nilai kadar glukosa pada layar. Ekor tikus yang terluka diobati dengan alkohol 70% dan obat merah. Rancangan Penelitian Data-data yang diperoleh dianalisa dengan analisis sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 4
menggunakan program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Determinasi Tanaman Hasil determinasi yang dilakukan di Kebun Raya Bogor (LIPI) menyatakan bahwa sampel penelitian ini adalah Kacang merah, yang termasuk ke dalam suku Leguminosae dengan jenis Phaseolus vulgaris L. Hasil Pembuatan Tepung Kacang merah Biji Kacang merah 1 kg menghasilkan Kacang merah kering tanpa kulit sebanyak 875 g, sehingga diperoleh susut pengeringan Kacang merah sebesar 12,5%. Nilai susut pengeringan merupakan perbandingan antara bobot sampel yang telah dikeringkan dengan bobot sampel yang masih segar. Kacang merah kering tanpa kulit selanjutnya dihaluskan, dan didapatkan tepung sebanyak 450 g. Rendemen Tepung Kacang merah yang dihasilkan yaitu 45 %. Karakteristik Tepung Kacang merah yang dihasilkan adalah berbentuk serbuk halus, berwarna putih, aroma khas kacang merah dan memiliki rasa yang sepat. Hasil Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam suatu bahan, hasil rata-rata kadar air Tepung Kacang merah yaitu 9,27 %. Hasil tersebut memenuhi persyaratan karena menurut SNI 01-3751-2006 (kadar air tepung terigu) tidak lebih dari 14,5%. Standarisasi nasional untuk Tepung Kacang merah belum ada, sehingga digunakan standarisasi nasional tepung terigu sebagai ketentuan untuk sediaan tepung. Kadar air menunjukkan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen dan merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan. Air dapat mempengaruhi
penampilan, tekstur dan rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, karena kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang,dan khamir untuk berkembang biak (Atmarita, 2009). Hasil Penetapan Kadar Abu Bahan makanan sebagian besar, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur - unsur mineral. Unsur mineral disebut sebagai zat anorganik, dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1997). Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Hasil rata –rata kadar abu yang diperoleh dari Tepung Kacang merah yaitu 2,6%.. Kadar abu Tepung Kacang merah lebih tinggi daripada kadar abu tepung terigu (0,6%), karena pada dasarnya biji Kacang Merah memiliki kandungan mineral yang tinggi. Proporsi kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti spesies, keadaan unsur hara tanah, keadaan kematangan tanaman, iklim, daerah tempat tumbuh dan perlakuan penanaman (Muchtadi, 1997). Hasil Uji Fitokimia Pengujian fitokimia dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa fitokimia secara kualitatif yang terkandung pada Tepung Kacang merah. Senyawa fitokimia tersebut adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Pereaksi – pereaksi spesifik yang digunakan kebanyakan bersifat polar sehingga bisa berinteraksi dengan sampel berdasarkan prinsip ” like dissolve like”. Hasil uji fitokimia menyata kan bahwa Tepung Kacang merah memiliki kandungan alkaloid, flavanoid, tanin, dan saponin. 5
Pada penapisan alkaloid, terbentuknya endapan putih (penambahan pereaksi Mayer) endapan coklat (penambahan pereaksi Dragendorff), endapan coklat (penambahan pereaksi Bouchardat) disebabkan nitrogen pada alkaloid bereaksi dengan ion logam K+ membentuk kompleks kalium alkaloid yang mengendap. Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Tepung Kacang merah mengandung senyawa flavanoid yang dibuktikan dengan terbentuknya warna kuning jingga pada suspensi. Pada uji tanin, penambahan menghasilkan warna hijau FeCl3 kecoklatan dan penambahan gelatin menghasilkan endapan putih, hal ini membuktikan adanya kandungan polifenol. Senyawa tanin akan mengendapkan protein (gelatin) membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air (Harborne, 1996). Tepung Kacang merah juga mengandung senyawa saponin, yang dibuktikan dengan terbentuknya buih yang mantap dengan tinggi 1-10 cm selama 1 menit. Busa yang terbentuk menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih di dalam air. Glikosida akan terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990) Hasil Uji Serat Pengujian serat bertujuan untuk mengetahui kandungan serat dalam Tepung Kacang merah. Efek dari serat atas indeks glikemik makanan tergantung dari tipe serat. Kacang merah memiliki indeks glikemik rendah (<55). Serat dapat digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Serat dalam keadaan utuh dapat memberikan dampak sebagai penghambat fisik pada pencernaan dan
menyebabkan indeks glikemik cenderung rendah. Viskositas dari serat memberikan sifat merekat atau kekentalan dari campuran sistem pencernaan, sehingga menurunkan perjalanan makanan dan membatasi gerakan enzim ,yang menyebabkan lambatnya proses pencernaan. Hasil akhirnya adalah rendahnya respon glukosa darah (Rusilanti, 2008). Kadar serat Tepung Kacang Merah sebesar 6,84%. Hasil uji serat Tepung Kacang merah tersebut menyatakan bahwa setiap 100 g Kacang merah mengandung 6,84 g serat. Peningkatan Kadar Gula Darah Tikus Setelah Induksi Aloksan Penelitian ini menggunakan zat diabetogenik aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB, yang diberikan melalui intraperitoneal. Kadar glukosa darah awal tikus diukur pada hari ke nol, yang bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah normal. Tikus dipuasakan selama 10 jam, sebelum dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, hal ini bertujuan untuk menghindari peningkatan kadar glukosa darah akibat makanan yang masuk. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke 3 (setelah diinduksi aloksan) untuk melihat apakah tikus sudah mengalami diabetes, dimana kadar glukosa darah tikus ≥ 200 mg/dL, dianggap hewan uji tersebut telah mengalami diabetes. Pemberian induksi aloksan menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dengan signifikan (Akbarzadeh et al., 2007). Aloksan sering digunakan sebagai penginduksi diabetes terhadap hewan uji karena bekerja secara selektif merusak sel beta pankreas, namun untuk melihat hasil peningkatan glukosa darah yang signifikan, maka ditunggu tiga hari setelahnya (Lenzen, 2008). Diagram ratarata kadar glukosa darah tikus sebelum dan sesudah induksi aloksan disajikan pada Gambar 1
6
350 289.25
Glukosa Darah (mg/dL)
300 250
251.25
266.5 235.25
216.5
200 150 100
103.5 95.5
96.25 102.75
81.25
50 0 Kel. I Kel. II Kel.III Kel. IV Kel. V Sebelum Induksi Perlakuan Setelah Induksi
Gambar 1. Diagram Rata-rata Kadar Glukosa Darah Tikus Sebelum dan Sesudah Induksi Aloksan
Peningkatan kadar glukosa darah tikus dalam setiap kelompok tidak sama rata, namun tetap dalam keadaan hiperglikemia. Nilai rata-rata ± SD (Standar Deviasi) presentase peningkatan pada setiap kelompok perlakuan bervariasi,dimana kelompok 3 (183,08 ± 48,26%) mengalami peningkatan kadar glukosa lebih besar dibanding kelompok 1 (173,19 ± 59,28%) dan kelompok 2 (179,18 ± 30,19 %). Kelompok 4 (128,81 ± 26,46 %) mengalami peningkatan kadar glukosa paling kecil dibanding kelompok 5 (173,39 ± 46,39 %). Faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar glukosa adalah keadaan fisiologis setiap tikus yang berbeda (Setiawan, 2010). Rata-rata presentase peningkatan (%) disajikan pada Tabel 1. Perlakuan
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V
Rata-rata ± SD Presentase Peningkatan Kadar Glukosa Darah (%)
173,19 ± 59,28 179,18 ± 30,19 183,08 ± 48,26 128,81 ± 26,46 173,39 ± 46,39 Tabel 1. Rata-rata ± SD Presentase Peningkatan Kadar Glukosa Darah (%)
Aloksan telah digunakan secara luas untuk menginduksi diabetes melitus pada hewan percobaan. Mekanisme kerja aloksan terhadap sel beta pankreas yaitu aloksan dalam darah akan berikatan dengan GLUT-2 (pengangkut glukosa) yang memfasilitasi masuknya aloksan ke dalam sitoplasma sel beta pankreas. Aloksan menimbulkan depolarisasi berlebih pada mitokondria sebagai akibat pemasukan ion Ca2+, yang diikuti dengan penggunaan energi berlebih sehingga terjadi kekurangan energi dalam sel. Mekanisme ini mengakibatkan kerusakan baik dalam jumlah sel maupun massa sel beta pankreas sehingga terjadi penurunan pelepasan insulin yang mengakibatkan terjadinya diabetes mellitus (Szkudelski, 2001; Walde et al., 2002). Aktivitas Serat dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Pengujian serat dilakukan terhadap tikus yang mengalami diabetes. Kelompok pertama, kedua dan ketiga merupakan kelompok pemberian Tepung Kacang merah, dengan tingkatan dosis yang terdiri dari dosis I (1/4 dosis awal) yaitu 0,325 g/200 g BB, dosis II (1/2 dosis awal) yaitu 0,65 g/200 g BB dan dosis III (dosis awal) yaitu 1,3 g/200 g BB. Kontrol positif diberi obat metformin 6,42 mg/200 g BB, dan kontrol negatif diberi aquades. Pemberian dosis Tepung Kacang merah berdasarkan konsumsi serat bagi penderita diabetes 25 g/ hari yang dikonversikan dengan dosis tikus. Pemberian Tepung Kacang merah diberikan secara oral setiap hari selama 14 hari, dan kadar glukosa darah tikus diukur pada hari ke 7 dan hari ke 14 sesudah perlakuan. Nilai penurunan kadar glukosa darah tikus didapatkan dari selisih kadar glukosa darah tikus pada hari ke 3 (setelah induksi) dengan hari ke 7 dan selisih kadar glukosa darah tikus pada hari ke 3 (setelah induksi) dengan hari ke 14. Pada hari ke-7 nilai rata-rata penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol negatif (85,25 mg/dL) lebih kecil 7
dibandingkan nilai rata-rata penurunan kadar glukosa darah kelompok kontrol positif (99,5 mg/dL). Nilai rata-rata penurunan kadar glukosa darah pada kelompok dosis 3 (116 mg/dL) lebih besar bila dibanding kelompok dosis 1 (91,5 mg/dL) dan dosis 2 (45,75 mg/dL). Pada hari ke-14 nilai rata-rata penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol negatif (86 mg/dL) lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata penurunan kadar glukosa darah kelompok kontrol positif (158,75 mg/dL) . Nilai ratarata penurunan kadar glukosa darah pada kelompok dosis 3 (181,25 mg/dL) lebih besar bila dibanding kelompok dosis 1 (158,5 mg/dL) dan dosis 2 (127,75 mg/dL). Grafik Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus disajikan pada Gambar 2. 200
181.25
Kadar Glukosa Darah (%)
180
158.75
160
158.5
140
127.75
120
DI Tepung kacang merah 0,325 g/200 g BB DII Tepung kacang merah 0,65 g/200 g BB
116
100
99.5
80
91.5 85.25
86
D III Tepung kacang merah 1,3 g /200 g BB
60 45.75
40
K (+) Metformin 6,42 mg/200 g BB
20 0
0 0
K (-) aquades
7
14
Gambar 2. Grafik Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Keterangan : hari ke 0
: Sebelum pemberian Tepung Kacang merah hari ke 7 dan ke 14 : Setelah pemberian Tepung Kacang merah
Kelompok kontrol (-) mengalami penurunan yang perlahan, terlihat pada hari ke 7 nilai rata-rata kadar glukosa darah tikus sebesar 85,25 mg/dL dan di hari ke 14 nilai penurunan tidak jauh berbeda yaitu 86 mg/dL. Penurunan kadar glukosa darah dapat terjadi karena pemberian pakan, pengaruh pencahayaan,
penggantian sekam dan tempat adaptasi yang kurang memadai. Kelompok kontrol positif juga mengalami penurunan kadar glukosa darah yang signifikan, yaitu pada hari ke 7 sebesar 99,5 mg/dL dan hari ke-14 sebesar 158,75 mg/dL. Hal ini membuktikan bahwa obat metformin berpotensi sebagai antidiabetes. Metformin memiliki mekanisme kerja yaitu merangsang penggunaan glukosa pada jaringan perifer atau meningkatkan sensitasi jaringan dan menghambat pembentukan glukosa (glukoneogenesis) dari protein atau lemak di hepar. Penurunan kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan pemberian Tepung Kacang merah, disebabkan adanya kandungan serat yang dapat menurunkan kadar gula darah. Mekanisme serat dalam penyembuhan diabetes adalah memperlambat penyerapan glukosa, meningkatkan kekentalan isi usus yang secara tidak langsung dan menurunkan kecepatan difusi permukosa usus halus. Kondisi tersebut menyebabkan kadar glukosa dalam darah mengalami penurunan secara perlahan, sehingga kebutuhan insulin juga berkurang (Sulistijani, 2001). Serat pangan dalam tepung kacang merah yang dapat memberikan fungsi tersebut adalah serat yang larut, seperti pektin dan guar gum. Senyawa lain dalam Tepung Kacang merah yang berpotensi dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah senyawa alkaloid, flavanoid, tanin dan saponin. Saponin mampu meregenerasi pankreas yang menyebabkan adanya peningkatan jumlah sel β pankreas dan pulau-pulau Langerhans sehingga sekresi insulin akan mengalami peningkatan. Peningkatan sekresi insulin tersebut akan membantu penurunan kadar glukosa darah (Firdous et al., 2009). Senyawa alkaloid, dan tanin dapat bertindak sebagai antioksidan. Antioksidan terlibat dalam proses perbaikan sel yang rusak. Kerusakan sel 8
yang diakibatkan oleh adanya radikal bebas dapat diatasi dengan adanya antioksidan, yang berfungsi sebagai agen penurun oksidator sehingga kerusakan sel dapat dikurangi (Mediana dan Bambang, 2014). Flavonoid diduga berperan secara signifikan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mampu meregenerasi selsel beta pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi, sehingga adanya flavonoid memberikan efek yang menguntungkan pada keadaan diabetes mellitus (Abdelmoaty et al., 2010). Data penurunan kadar glukosa darah setelah pengobatan hari ke 7 dan hari ke 14 diuji statistik dengan program SPSS menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dan dilakukan uji Duncan yang bertujuan untuk melihat perbedaan antar perlakuan dan lama pemberian pada P<0,05. Data hasil uji statistik penurunan kadar glukosa darah menyatakan bahwa pemberian dosis dan lamanya waktu pemberian tepung kacang merah mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah tikus, dimana Sig waktu = 0,000 < 0,05 (Tolak H0, terima H1 yang berarti ada pengaruh sangat nyata lama pemberian terhadap kadar glukosa darah tikus) dan Sig dosis = 0,000 < 0,05 (Tolak H0, terima H1 yang berarti ada pengaruh sangat nyata dosis terhadap kadar glukosa darah tikus). Hasil uji tersebut juga menyatakan ada keterkaitan yang sangat nyata antara lama pemberian dan dosis terhadap kadar glukosa darah tikus, dimana Sig dosis* waktu = 0,024 < 0,05. Hasil uji lanjut Duncan kadar glukosa darah tikus menyatakan bahwa perlakuan kontrol (-) berbeda nyata dengan kontrol (+), dimana nilai penurunan kadar glukosa darah kontrol negatif lebih kecil dibandingkan dengan kontrol positif. Pemberian dosis 3 tidak berbeda nyata dengan dosis 1 dan kontrol positif, namun berbeda nyata dengan dosis 2. Hasil uji lanjut duncan interaksi antara dosis dengan lama waktu pemberian menyatakan bahwa
pemberian tepung kacang merah selama 14 hari terhadap kelompok kontrol positif mempunyai pengaruh yang sama dengan dosis 1 dan dosis 3 dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa pemberian dosis tepung kacang merah yang paling efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah tikus adalah dosis 1 (0,325 g/200 g BB) dan dosis 3 (1,3 g/200 g BB) selama pengobatan 14 hari. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Tepung Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) berpotensi sebagai penurun kadar glukosa darah pada tikus. 2. Pemberian Tepung Kacang merah dosis 1 (0,325 g/200 g BB) dan dosis III (1,3 g/200 g BB) selama pengobatan 14 hari efektif dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Saran 1. Perlu diperhatikan pemeliharaan hewan percobaan pada setiap kelompok perlakuan, karena hal ini akan berpengaruh pada penurunan kadar glukosa darah tikus. 2. Perlu dibuat sediaan Tepung Kacang merah untuk digunakan dalam uji efektifitas penurunan kadar glukosa darah tikus. DAFTAR PUSTAKA Abdelmoaty, M. A., Ibrahim., N. S. Ahmed.,M. A. Abdelaziz. 2010. Confirmatory Studies on the Antioxidant and Antidiabetic Effect of Quercetin in Rats. Journal Indian of Clinical Biochemistry 25(2).
9
Atmarita, S. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Ayuningtyas, H., D. Rachmawanti., D. Ishartani. 2013. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Kacang (Phaseolus vulgaris L.) Merah dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan.Jurnal Teknologi Ilmu Pangan, Vol. 2, No. 1, Th 2013. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Cahyani, K. D. 2012. Kajian Kacang Merah ( Phaseolus vulgaris ) sebagai Bahan Pengikat dan Pengisis Sosis ikan lele. Skripsi Jurusan Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Cahyono, S.B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Kanisius. Yogyakarta.DepKes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Ekawati, D. 1999. Pembuatan cookies dari Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) sebagai Makanan Pendamping Asi (MP-ASI). Skripsi Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Firdous, M., R. Koneri., C. H. Sarvaraidudan and K. H. Shubhapriya. 2009. NIDDM Antidiabetic Activity Of Saponins Of Momordica Cymbalaria In Streptozotocin - Nicotinamide NIDDM Mice. Journal of Clinical and Diagnosis Research 3: 14601465.
Fransworth, N. R. 1996. Biological and Phytochemical Screening Of Plants. Journal Of Pharmaceutical Science.55.(3).http://www.research gate.net./publication/227978906 Biological and Phytochemical Screening of Plants. Diakses Kamis 10 Maret 2016 Pukul 11.30 WIB. Harborne. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan ke dua. Penerjemah : Padmawinata dan I. Soediro. Penerbit ITB. Bandung. Hellendoorn, E. W., M. G. Noordhoff and J. Siagman. 1975. Enzymatic determination of the undigestable residue (dietary fiber) content of human food. Journal Science of the Food and Agricultural 26. Jusuf, D dan S. Kusito. 1993. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit. Bagian Kesehatan Urusan Sumber Daya Manusia Bank Indonesia. Khomsan, A dan F. Anwar. 2008. Sehat itu Mudah Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Hikmah. Jakarta. Lenzens, S. 2008. The Mechanisme of Aloksan and Streptozotocin Incuded Diabetes. Diabetologi. Vol 51 hal. 216-226. . dalam Ilham, C. H. 2014. Uji Efek Ekstrak Etanol 70 % Kulit Batang Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Aloksan. Naskah Publikasi
10
Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014. Marsono, Y., P. Wiyono dan Z. Noor. 2002. Indeks Glikemik KacangKacangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No. 3, Th 2002. Marsono, Y., Z. Noor dan F. Rahmawati. 2003. Pengaruh Diet Kacang Merah Terhadap Kadar Gula Darah Tikus Diabetik Induksi Alloxan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIV, No. 1, Th. 2003. Meidiana, O., P dan S. W. Bambang. 2014. Uji Ekstrak Air Daun Pandan Wangi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Tikus Diabetes Mellitus. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 2, No 2, Th 2014. McMurry and R. C. Fay. 2004. Mc Murry Fay Chemistry. 4th Edition. CA. Person Education. Belmont. Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus: Gangren,Ulcer, Infeksi, Mengenal gejala, Menanggulangi, dan Mencegah Komplikasi. Pustaka Populer Obor. Jakarta. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor dalam Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas dan Kuantitas
Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi danIndustri Pertanian Indonesia. Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Vol. (4) No.3, 2012. Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang. Rusilanti dan C. M. Kusharto. 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. PT Agro Medika Pustaka. Jakarta. Rusilanti. 2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Mellitus. PT Kawan Pustaka, Jakarta. Szkudelski, T. 2001. The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin Action In β Cells Of The Rat Pancreas. Physiology Research 50: 536-54. Setiawan, R. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan. Skripsi Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010. Sulistijani, D. A. 2001. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwijaya. Jakarta. Walde, S. S., C. Dohle., P. Schott – Ohly., H. Gleichmann. 2002. Molecular target structures in alloxan induced diabetes in mice. Life Sciences. 71, 1681–1694. Winarno, F. G. 1997. Pangan, Gizi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
11
12