Universitas Pakuan, Bogor MODIFIKASI PATI TALAS BENENG (Xanthosoma undipes K.Koch) DENGAN OKTENIL SUKSINAT ANHIDRAT (OSA) DAN APLIKAISNYA DALAM MAYONAISE Fatihatus Saadah 1), Ade Heri Mulyati, M.Si 1), Nurdi Setyawan, S.TP,M.Agr 2) 1)
2)
Proram Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan, Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12 A, Cimanggu, Bogor, 16114. ABSTRAK
Talas beneng merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan pati tinggi. Pati alami yang dihasilkan memiliki beberapa kelemahan sehingga dibutuhkan suatu modifikasi. Hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa modifikasi OSA pati jagung dapat digunakan sebagai pengganti kuning telur sehingga menghasilkan mayonaise rendah lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati OSA terbaik terdapat pada konsentrasi 3% dan pH 8,5 dengan karakteristik nilai DS 0,0270; kadar amilosa 20,35%; daya cerna pati 187,39%; derajat kristalinitas 41,7%; puncak viskositas 4171 cP; daya pengembangan 7,2117 pada suhu 90˚C dan kelarutan 76,50% pada suhu 90˚C, ukuran granula 2,077 μm - 3,435 μm dengan bentuk poligonal yang berpori dan kasar, memiliki struktur kristal pola A, ΔH 132 (J/g) pada puncak temperatur 96,38˚C, serta viskositas puncak 4171 cP pada suhu akhir 79,90 ˚C. Mayonaise terbaik terdapat pada perlakuan 1% pati oktenil suksinat anhidrat dan 4% kuning telur dengan nilai pH 3,1; kadar lemak 37,57%; stabilitas emulsi 64,69%; viskositas emulsi 44625 cP; dan kecerahan warna 94,325. Kata Kunci: Talas beneng, Oktenil suksinat anhidrat (OSA), Mayonaise. PENDAHULUAN Talas merupakan salah satu tanaman yang mengandung kadar pati tinggi pada umbinya. Kadar pati dalam umbi talas lebih tinggi dibandingkan dengan kadar pati umbi singkong (Noviana et al. 2015). Pati talas mempunyai karakteristik khusus yaitu meliputi tekstur yang lemah, kohesif atau lengket, pasta bersifat rubbery ketika dimasak, dan sifat gel tertentu. Kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas penggunaannya dalam industri pangan maupun non pangan, sehingga dibutuhkan modifikasi agar dihasilkan pati dengan karakteristik yang sesuai (Koswara, 2009). Modifikasi pati dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu: fisika, kimia, enzim dan kombinasi (Yui et al. 2008). Berdasarkan pertimbangan keragaman sifat fungsional produk yang diperoleh, maka cara modifikasi yang paling banyak dilakukan adalah secara kimia (John dan
Raja, 1999). Modifikasi pati secara kimia dapat dilakukan seperti eterifikasi, esterifikasi, cross-linking, grafting, dekomposisi kimia, hidrolisis dengan menggunakan enzim, dan oksidasi (Hermansson and Svegmark, 1996). Pati modifikasi OSA dihasilkan melalui proses esterifikasi yang melibatkan penambahan oktenil suksinat anhidrat. Menurut Adebowale (2005) gugus hidroksil (OH-) pada pati digantikan dengan oktenil suksinat anhidrat (OSA). Modifikasi ini dapat meningkatkan viskositas dari fase kombinasi dengan kemampuan adsorpsi pada permukaan, yang memungkinkan pati OSA untuk bertindak sebagai stabilisator dan sebagai emulsifier di sistem emulsi o/w (Tesch et al., 2002). Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi dan pH optimum OSA dalam proses modifikasi pati talas yang dapat menghasilkan pati OSA terbaik, menentukan karakteristik pati
Universitas Pakuan, Bogor termodifikasi, dan menentukan formula terbaik dalam proses pembuatan produk mayonaise dengan menggunakan pati OSA sebagai emulsifier yang dapat menghasilkan mayonaise berkualitas tinggi. METODE
Kelebihan alkali di titrasi dengan HCl 0,5 N menggunakan PP sebagai indikator. Titrasi blanko juga dilakukan menggunakan pati yang tidak dimodifikasi. DS di hitung sebagai berikut:
Ekstrasi Pati
Keterangan: 𝑉blanko = volume HCl yang diperlukan untuk titrasi blanko; 𝑉sampel = volume HCl yang diperlukan untuk titrasi sampel; W = berat (gram) dari sampel; dan N = normalitas larutan HCl.
Ditimbang 50 g umbi talas kemudian diparut halus menjadi bubur dengan perbandingan talas : air (1:5) dan disaring dengan kain saring. Lalu, didiamkan sampai mengendap selama 12 jam. Cairan diatas endapan dibuang selanjutnya pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 22 jam. Serbuk pati kasar dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Nursalimah et al., 2014). Modifikasi Pati dengan OSA Pati terpilih sebanyak 50 g ditempatkan dalam 200 ml aquades dan diaduk dengan stirrer. Ditambah NaOH 2% untuk pengaturan pH 7,5; 8,5 dan 9,5. OSA dengan konsentrasi 1%, 3% dan 5% ditambahkan pertetes selama 2 jam. Selama penambahan OSA, pH dipertahankan. Reaksi diakhiri dengan penambahan HCl 2% sampai pH 6,5. Kemudian larutan pati dicuci berkali-kali dengan aquades dan etanol lalu di sentrifuge pada 4000 rpm selama 15 menit. Pati hasil modifikasi dikumpulkan dalam penyaringan dengan kertas saring whatman no.1 dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 35˚C selama 24 jam. Setelah kering, pati OSA diblender dan diayak dengan ayakan 200 mesh dan disimpan dalam wadah yang kedap udara, Wang X et al. (2011).
substitusi OSA(%) =
DS =
Vblanko −Vsampel x0,1xN x100% W
162xOSA substitution (%) 21000 − [209xOSA sustitution % ]
Keterangan:162 = berat molekul unit glukosa; 21000 = 100 x berat molekul dari kelompok oktenil suksinil; 209 = berat molekul kelompok oktenil suksinil dikurangi berat molekul dari atom hidrogen. Penentuan Kadar Amilosa Metode IRRI (AOAC 1995) Sebanyak 100 mg sampel pati talas beneng dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 1,0 ml etanol 95% dan 9,0 ml larutan NaOH 1 N. Labu takar ini lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 ˚C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan aquades sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dari labu takar ini dipipet 5,0 ml larutan gel pati dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1,0 ml larutan asetat 1 N dan 2,0 ml larutan iod, lalu ditambah aquades hingga tanda tera. Larutan sampel ini dibiarkan selama 20 menit pada suhu ruang sebelum diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 625 nm. Abs
Penentuan DS OSA Pati Termodifikasi (Bhosale and Singhal, 2006) Sekitar 25 ml larutan NaOH 0,5 N ditambahkan ke suspense pati OSA (5 gram dalam 50 ml aquades) yang terus dikocok selama 24 jam pada suhu kamar.
x
Vol
Bobot Kadar Amilosa (%) = Slope1000000
xfp
x 100%
Keterangan, Abs = Absorbansi sampel; Slope = Slope standar amilosa; Vol = volume sampel (mL); Bobot = Bobot contoh (g); Fp = faktor pengenceran
Universitas Pakuan, Bogor Uji Daya Cerna Pati (Sopade dan Gidley, 2009) Sebanyak 0,5 g pati talas beneng dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 0,1 gram enzim alfa-amilase dan 5 ml enzim pepsin (0,05 gram pepsin dilarutkan ke 50 ml HCl 0,02 M). Sampel diinkubasi pada suhu 37˚C selama 30 menit dalam water bath dan dinetralisasi dengan 5 ml NaOH 0,02 M. Sebelum pH mencapai 6, sampel ditambahkan 25 mL 0,2 M buffer Na-asetat, 5 ml pankreatin ( 0,2 gram dalam 100 ml buffer asetat), dan 5 ml AMG ( 28 unit/ml buffer asetat). Larutan diinkubasi dan dilanjutkan dengan pengukuran konsentrasi glukosa dengan menggunakanglukometerGlucoD𝑟 𝑇𝑀 pada menit-ke 30. Daya cerna pati dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Daya cerna pati (g/100g) =
0,9 x G x fp x 0,0555 x 180 x V W x S(100 −M)
Dimana; 0,9 = Konstanta stoikiometri dari gula ke pati; G = Angka terbaca pada glukometer (mg/dl); 180 = Berat molekul glukosa; 0,0555 = Konversi satuan mg/dl menjadi mmol/l; FP = Faktor pengenceran; V = Volume total sampel (mL); W = Berat sampel (g); S = Total pati (%); M = Kadar air (%) Pengujian Daya Pengembangan (Leach dkk, 1959) Sebanyak 0,1 g pati talas beneng dilarutkan dalam 10 ml aquades, kemudian larutan dipanaskan menggunakan water bath dengan temperature 25˚C, 60˚C, 70˚C, 80˚C dan 90˚C selama 30 menit. Supernatant dipisahkan menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Berat pasta (g)
Daya pengembangan = Berat
sampel kering (g)
Pengujian Kelarutan (Leach dkk, 1959) Sebanyak 0,1 g pati talas beneng dilarutkan dalam 10 ml aquades, kemudian larutan dipanaskan menggunakan water bath dengan temperature 25˚C, 60˚C, 70˚C, 80˚C dan 90˚C selama 30 menit. Supernatant dipisahkan menggunakan
sentrifuge dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Kelarutan (%) =
Berat endapan kering (g) Berat sampel kering (g)
x 100%
Penentuan Kapasitas Emulsi (Sathivel et al. 2009) 5 g pati OSA ditambahkan 20 mL air dan 20 mL minyak jagung, kemudian dihomogenisasi selama 1 menit dan disentrifugasi pada 4000 rpm selam 5 menit. Kapasitas emulsi (%) =
volume emulsi setelah disentrifugasi volume awal
x 100%
Karakterisasi Pati OSA Karakterisasi pati OSA diuji dengan menggunakan SEM, XRD, DSC dan RVA. Pembuatan Mayonaise Menurut Ghazaei et al. (2015) sampel mayonaise rendah lemak dirumuskan sebagai campuran dari 40% minyak kedelai, 2% gula, 1% garam, 0,8% mustard, 0,01% asam sitrat, 0,2% lada, 2% ekstrak air jeruk lemon dan 49% air hangat. Jumlah kuning telur dan pati OSA yang digunakan dalam formulasi mayonaise ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi kuning telur dan pati OSA Kode Sampel
Pati OSA (%)
Kuning telur(%)
F1
0
5
F2
0,25
4,75
F3
0,5
4,5
F4
0,75
4,25
F5
1,00
4
Mula-mula telur dan asam sitrat dicampur sampai homogen, lalu dimasukkan gula, garam, mustard, ekstrak air jeruk lemon dan lada, dicampur. Ditambahkan minyak sedikit demi sedikit, diaduk dengan mixer selama 5 menit. Selanjutnya, ditambahkan CMC sedikit demi sedikit sambil dikocok dengan mixer. Kemudian ditambahkan air hangat dan dikocok sampai homogen. Sebelum di uji emulsi disimpan dalam kantong plastik selama 1 hari dengan suhu kamar.
Universitas Pakuan, Bogor Pengukuran pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter. Uji Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Ditimbang 2 g sampel, dimasukkan kedalam selongsongan kertas yang dialasi dengan kapas. Disumbat selongsongan kertas yang berisi sampel tersebut dengan kapas, dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih 80˚C selama 1 jam, kemudian dimasukkan kedalam alat soxhlet yang dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Diekstrak dengan heksana selama 6 jam. Disulingkan heksana dan dikeringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105˚C. Didinginkan dan ditimbang. Diulangi pengeringan hingga tercapai bobot tetap. 𝑤 −𝑤 % Lemak = 1𝑤 2 x 100% Keterangan: W = Bobot sampel (gram); W1 = Bobot lemak sebelum ekstraksi (gram); W2 = Bobot lemak setelah ekstraksi (gram). Stabilitas Emulsi (Nikzade et al., 2012) Sampel, masing-masing seberat 15 g, dipanaskan dalam tabung centrifuge pada 80 ºC selama 30 menit dan kemudian disentrifugasi pada 5000 rpm selama 30 menit. Stabilitas emulsi ( % ) = (F1/F0) x 100 Keterangan: F0 = Berat awal dari setiap sampel; F1 = Berat fraksi endapan. Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan Viscometer dengan kecepatan 500 rpm pada suhu ruang (25˚C). Uji warna Pengukuran warna mayonaise dengan menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 200). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, b, dan h.
Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui respon panelis terhadap produk mayonaise. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji henodik (uji kesukaan). Uji henodik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu uji rating dan uji ranking. Pada pengujian ini terdapat 20 orang panelis yang akan memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap produk, meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Pati OSA Tabel 2 Hasil uji sifat kimia pati OSA Perlakuan
Uji Sifat Kimia Derajat Substitusi Kadar Amilosa (%)
M1
0,0167a ± 0,00
17,28c ± 0,00
M2
0,0251
b,c,d
± 0,00
17,25c ± 0,05
M3
0,0237b,c ± 0,00
16,80b ± 0,00
M4
0,0226b ± 0,00
16,40a ± 0,00
M5
0,0270d ± 0,00
20,35d ± 0,32
M6
0,0237b,c ± 0,00
16,80b ± 0,00
M7
0,0244b,c,d ± 0,00
20,00d ± 0,00
M8
0,0262c,d ± 0,00
16,64b ± 0,00
M9
0,0247b,c,d ± 0,00
17,36c ± 0,00
Berdasarkan (Tabel 2) nilai DS tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan pH 8,5 dengan konsentrasi 3% dengan nilai sebesar 0,0270. Sedangkan nilai DS terendah terdapat pada kombinasi perlakuan pH 7,5 dengan konsentrasi 1% dengan nilai 0,0167. Hal ini menunjukkan bahwa hasil nilai DS yang diperoleh dapat diaplikasikan kedalam makanan. Pada pH 7,5 dengan konsentrasi OSA yang sama kelompok hidroksil (𝑂𝐻 − ) yang terdapat pada pati tidak cukup diaktifkan untuk serangan nukleofilik dari gugus anhidrida. Sedangkan pada pH 9,5 dengan konsentrasi OSA yang sama, konsentrasi anhidrida mulai habis dan terjadi hidrolisis anhidrida sehingga menyebabkan DS menjadi turun. Begitupun dengan konsentrasi OSA 1%, 3%, dan 5% dengan
Universitas Pakuan, Bogor pH yang sama. Pada konsentrasi 5% dengan pH yang sama DS turun. Berdasarkan penelitian (Tabel 2) menunjukkan bahwa kadar amilosa tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan pH 8,5 dengan konsentrasi 3% dengan kadar sebesar 20,35%. Kandungan amilosa yang terdapat pada sampel berpengaruh terhadap nilai DS yang didapatkan. Semakin besar kandungan amilosa maka semakin besar pula nilai DS yang diperoleh. Hal ini berhubungan dengan penyerangan gugus anhidrida saat proses modifikasi. Gugus anhidrida akan menyerang daerah amorf pati, dimana daerah amorf pati didominasi di bagian amilosa. Semakin banyak gugus hidroksi pati yang diserang maka semakin semakin besar DS yang didapatkan. Sifat Fungsional Pati OSA Tabel 3 Hasil uji sifat fungsional pati OSA
Perlakuan
Uji Fungsional Daya Cerna Pati Kapasitas (g/100g) Emulsi (%)
M1
115,57a ± 0,65
32,75a ± 0,90
M2
129,38d ± 0,65
33,00a ± 0,87
M3
126,62c ± 0,65
31,67a ± 5,80
M4
122,93b ± 0,65
33,38a ± 0,62
M5
187,39i ± 0,65
34,58a ± 4,73
M6
181,87h ± 0,65
33,58a ± 1,23
M7
162,99g ± 0,00
32,92a ± 1,91
M8
150,10f ± 0,00
34,42a ± 3,71
M9
145,96e ± 0,65
33,50a ± 2,38
Daya cerna pati adalah kemampuan enzim pemecah pati dalam menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih kecil (gula-gula sederhana). Semakin tinggi daya cerna suatu pati, maka akan semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai daya cerna pati alami lebih rendah jika dibandingkan dengan pati OSA. Tingginya nilai yang diperoleh oleh pati OSA membuktikan bahwa pati OSA
memiliki tingkat kemudahan yang lebih tinggi untuk dicerna oleh pencernaan. Daya cerna pati dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan nilai DS yang diperoleh. Semakin tinggi kandungan amilosa dan nilai DS maka semakin tinggi daya cerna pati. Kapasitas emulsi merupakan kemampuan larutan untuk mengemulsi minyak dan menyatakan jumlah lemak yang masih dapat diikat yang tidak menyebabkan emulsi pecah. Berdasarkan penelitian (Tabel 3) kapasitas emulsi tertinggi terdapat pada sampel M5 sebesar 34,58% dan kapasitas emulsi terendah terdapat pada sampel M3 sebesar 31,67%. Semakin besar nilai kapasitas emulsi, maka semakin banyak lemak yang dapat diiikat sehingga kemungkinan emulsi pecah akan berkurang. Kekuatan dalam pembentukan emulsi ini bergantung pada banyaknya gugus hidrofilik-lipofilik dalam membentuk emulsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati alami ketika dipanaskan pada suhu 25˚C, 60˚C, 70˚C, 80˚C dan 90˚C menghasilkan daya pengembangan lebih rendah dibandingkan dengan daya pengembangan pati OSA. Hal ini disebabkan karena adanya gugus anhidrat yang menggantikan gugus hidroksil sehingga ikatan hidrogen menjadi lemah dan akhirnya menyebabkan air menjadi lebih mudah masuk kedalam granula pati. Kemudian pati tersebut menjadi mengembang sehingga daya mengembang meningkat. Daya pengembangan ditentukan oleh kandungan amilosa dan ukuran granula pati, makin tinggi kadar amilosa dan ukuran granula yang besar dapat meningkatkan daya mengembang (Wattanachant dkk., 2002). Daya mengembang menunjukkan seberapa besar granula pati dapat mengembang yang ditunjukkan dengan pertambahan berat karena adanya penyerapan air oleh granula pati. Granula pati akan mengembang dengan adanya suhu tinggi pada kondisi
Universitas Pakuan, Bogor cukup air. Saat kondisi tersebut dilanjutkan granula pati akan pecah dan amilosa akan terdispersi keluar dan larut kedalam larutan. Kemampuan untuk larut tersebut menunjukkan daya larut pati (Damat dkk., 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelarutan pati alami dan pati OSA mengalami kenaikan dengan bertambahnya suhu. Pomeranz (1991) melaporkan bahwa kelarutan pati akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Morfologi Granula Pati
Penyelidikan SEM (Gambar 2) menunjukkan bahwa modifikasi dengan OSA menyebabkan beberapa perubahan struktur granula pati. Granula pati OSA memiliki permukaan yang kasar, berpori dan banyak terdapat rongga. Hal ini terjadi karena pertama-tama OSA menyerang permukaan dan kemudian membentuk pori-pori dipermukaan. Ukuran granula pati OSA dalam ukuran mikro yaitu berkisar antara 2,077 μm – 3,435 μm (Tabel 4). Song et al., (2006) melaporkan pati OSA dari beras indica memiliki granula berpori dan berongga, kerusakan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi OSA. Pola Kristalinitas Pati
Gambar 1 Hasil analisis SEM terhadap pati alami perbesaran 1000x
Gambar 3 Pola kristalinitas pati alami
Gambar 2 Hasil analisis SEM terhadap pati OSA perbesaran 5000x
Gambar 4 Pola kristalinitas pati OSA
Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa granula pati alami (Gambar 1) mempunyai bentuk poligonal, tidak teratur. Ukuran granula pati alami dalam ukuran mikro yaitu berkisar antara 1,344 μm – 4,695 μm (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan penelitian Jane et al., (1992) melaporkan bahwa pati pati talas memiliki bentuk yang tidak teratur, poligonal dan ukuran butiran kecil dengan diameter berkisar antara 1 – 5 μm. Tabel 4 Diameter ukuran granula pati alami dan pati OSA
Sampel
Diameter Ukuran Granula (μm)
Pati alami
1,344 – 4,695
Pati OSA
2,077 – 3,435
Hasil penelitian (Gambar 3 dan 4) menunjukkan bahwa pati alami dan pati OSA mempunyai derajat kristalinitas masing-masing sebesar 44,1% dan 41,7% yang ditandai dengan puncak 2θ yaitu 15˚C, 17˚, 18˚C, dan 23˚C. Hal ini menunjukkan bahwa pati alami dan pati OSA memiliki kristalin tipe A. Hasil ini menunjukkan bahwa esterifikasi tidak mengubah pola kristal pati OSA, meskipun butiran pati OSA telah rusak oleh proses modifikasi. Pengamatan ini sesuai dengan temuan Wang et al..yang menyebutkan bahwa esterifikasi terjadi pada daerah amorf dan tidak mengubah pola kristal pati.
Universitas Pakuan, Bogor Sifat Termal Pati Tabel 5 Sifat termal pati alami dan pati OSA Sampel Pati alami Pati OSA
Parameter ΔH (J/g)
Puncak Temperatur (˚C)
41
92,3
132
96,38
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa suhu dan entalpi pati alami lebih rendah daripada pati OSA. Suhu pati alami dan pati OSA berturut-turut sebesar 93,3˚C dan 96,38˚C serta ΔH sebesar 41 J/g dan132 J/g. ΔH merupakan energi panas yang dibutuhkan untuk melepaskan ikatan double heliks amilosa dan merusak bagian kristalin selama proses gelatinisasi. Profil Gelatinisasi Tabel 6 Profil gelatinisasi pati alami dan pati OSA Parameter Pati Alami Pati OSA Viskositas puncak (cP) 3017 4171 Viskositas breakdown (cP) Viskositas akhir (cP)
2352
2193
3515
2774
Viskositas setback (cP) Waktu puncak (menit)
1091
796
5
4,20
Suhu viskositas puncak (˚C) Suhu akhir viskositas (˚C)
93
99
78,95
79,90
Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa viskositas puncak pati OSA lebih tinggi daripada pati alami.Viskositas puncak pati meningkat dari 3017 cP menjadi 4171 cP. Begitupun dengan suhu viskositas puncak pati OSA yang lebih tinggi dari pati alami yaitu dari suhu 93˚C ke 99˚C. Suhu viskositas puncak merupakan suhu dimana terbentuk gelatinisasi. Sebaliknya, waktu puncak (waktu yang diperlukan untuk viskositas puncak) menurun dari 5 menit menjadi 4,20 menit. Hal ini dikarenakan penggabungan dari sebuah grup besar seperti peningkatan kapasitas pasta OSA dari pati dan penghancuran struktur pati,
sehingga pati OSA cenderung membentuk pasta pada waktu yang lebih singkat (Song et al., 2006). Karakteristik Mayonaise Dengan Penambahan Pati OSA dan Kuning Telur Sebagai Emulsifier Karakterisasi mayonaise meliputi; pH, stabilitas emulsi, kadar lemak, dan viskositas. Hasil karakterisasi mayonaise disajikan di Tabel 7. Tabel 7 Hasil karakteristik mayonaise Kadar Lemak (%)
pH
Stabilitas Emulsi (%)
Viskositas (Cp)
F1
44,57e ± 0,36
3,4a ± 0,00
60,65a ± 0,44
38250a ± 353,55
F2
43,66d ± 0,14
3,3a ± 0,00
61,16a ± 0,45
38875a ± 176,78
F3
42,65c ± 0,17
3,2a ± 0,00
62,18b ± 0,47
40250b ± 353,55
F4
41,05b ± 0,18
3,2a ± 0,00
63,01c ± 0,22
43375c ± 176,78
F5
37,57a ± 0,07
3,1a ± 0,00
64,69d ± 0,19
44625d ± 176,78
Sampel
Berdasarkan penelitian (Tabel 7) kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel F1 sebesar 44,5695% dan kadar lemak terendah terdapat pada sampel F5 sebesar 37,5698%. Perolehan kadar lemak menurun dari F1 sampai F5. Hal ini sesuai dengan penelitian Ghazaei et al., (2015) menyatakan bahwa semakin berkurangnya telur kuning yang digunakan maka semakin berkurang kadar lemak yang diperoleh, kadar lemak yang diperoleh berkisar 40-42%. Sikorski & Kolakowska (2003) melaporkan hasil yang sama dengan perolehan kadar lemak berkisar 31,8-35,5%. Dudina, dkk (1992) melaporkan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada mayonaise rendah kalori adalah berkisar 30-40%. Berdasarkan penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa kisaran pH semua sampel adalah 3,1 – 3,4. Hasil ini sesuai dengan USDA, kisaran pH untuk mayonaise berkisar 3,1-4,1 (Departemen Pertanian Amerika Serikat, 2005). Hasil menunjukkan bahwa dengan meningkatkan pengganti kuning telur (pati
Universitas Pakuan, Bogor OSA) dari 0,25-1%, pH sampel mayonaise berkurang. Kuning telur dan OSA memiliki pH sekitar 6 (Blitz et al., 2009), tapi karena jumlah bobot dari kuning telur dan pati OSA yang digunakan dalam berbagai formulasi mayonaise menurun dengan peningkatan jumlah kuning telur yang diganti dengan tepung OSA, nilai pH menjadi rendah. Berdasarkan penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa stabilitas tertinggi terdapat pada sampel F5 sebesar 64,6867 % dan stabilitas terendah terdapat pada sampel F1 sebesar 60,6548 %. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi pati OSA nilai stabilitas emulsi semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya nilai stabilitas emulsi dari F1 ke F5. Berdasarkan penelitian (Tabel 7) menunjukkan bahwa viskositas tertinggi terdapat pada sampel F5 sebesar 44625 cp sedangkan viskositas terendah terdapat pada sampel F1 sebesar 38250 cp. Peningkatan viskositas mayonaise sesuai dengan meningkatnya konsentrasi pati OSA, karena permukaan molekul minyak dapat dilapisi dengan baik, sehingga dapat bersatu dengan air. Le Hsich and Regeastein (1992) menyatakan bahwa jumlah fase internal yang lebih besar daripada fase eksternal dapat meningkatkan viskositas emulsi, karena partikel-partikelnya terdesak dalam sistem emulsi. Hal ini sejalan dengan penelitian Shen et al., (2011) melaporkan viskositas mayonaise meningkat dengan meningkatnya oat dekstrin. Warna Mayonaise Tabel 8 Hasil analisis warna mayonaise Nilai
Sampel L
A
b
h (˚)
WI
F1
93,97b
3,80a
21,62a
99,98a
77,24b,c
F2
93,44a
3,84a
21,88a
99,94a
76,84b
F3
93,34a
3,01b
23,12b
97,41b
75,76a
93,60a
2,91b
23,54b
97,06b
75,43a
94,33c
3,01b
21,11a
98,13b
77,94c
F4 F5
Berdasarkan penelitian (Tabel 8) menunjukkan bahwa nilai L berkisar antara 93,34 – 94,33 yang menandakan bahwa sampel memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Sampel F1 sampai sampel F5 memiliki kisaran nilai hue (h) sebesar 97˚ – 100˚ dan nilai WI sebesar 75,43 – 77,94. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka mayonaise memiliki warna kuning kecerahan. Hal ini sesuai dengan warna standar yang terdapat dipasaran yang menunjukkan nilai hue (h) mendekati 100. Bortnowska and Grzegoorz (2009) melaporkan perolehan nilai WI sekitar 76 – 80. Hasil Organoleptik Tabel 9 Hasil pengolahan data uji rating dan ranking hedonik mayonaise Samp el
Warn a
Uji Rating Arom Tekst a ur
F1
5,3a
4,9a
5,5a
F2
5,1a
4,6a
5a
F3
5,5a
5a
5,6a
F4
5,2a
4,7a
5,2a
F5
5,1a
4,4a
4,9a
ras a 4,1 a
Uji Ranking
3,3a
3,9 a
3,3a
4,6 a
2,4a
4,2 a
3,1a
3,9 a
3a
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan antara pati OSA dan kuning telur tidak ada pengaruh interaksi terhadap uji rating yang memiliki parameter berupa warna, aroma, rasa dan tekstur ataupun uji ranking. Berdasarkan hasil yang didapatkan, perlakuan apapun yang diberikan terhadap sampel, akan memberikan hasil yang sama. Berdasarkan hasil ranking yang didapatkan sampel mayonaise F3 (pati OSA 0,5% dan kuning telur 4,5%) yang paling disukai oleh panelis. Kesimpulan Penelitian “Modifikasi Pati Talas Beneng (Xanthosoma undipes K. Koch) dengan Oktenil Suksinat Anhidrat dan
Universitas Pakuan, Bogor Aplikasinya dalam Mayonaise” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pati oktenil suksinat anhidrat terbaik hasil dari uji sifat kimia dan fungsional terdapat pada konsentrasi 3% dan pH 8,5 yang memiliki DS 0,0270; kadar amilosa 20,35%; daya cerna pati 187,39%; kapasitas emulsi 34,58%; daya pengembangan 7,2117 pada suhu 90˚C dan kelarutan 76,50% pada suhu 90˚C. 2. Karakteristik pati oktenil suksinat anhidrat terbaik memiliki ukuran granula 2,077 μm - 3,435 μm dengan bentuk poligonal yang berpori dan kasar, memiliki struktur kristal pola A, ΔH 132 (J/g) pada puncak temperatur 96,38˚C, serta viskositas puncak 4171 cP pada suhu akhir 79,90 ˚C. 3. Mayonaise terbaik terdapat pada perlakuan 1% pati oktenil suksinat anhidrat dan 4% kuning telur dengan nilai pH 3,1; kadar lemak 37,57%; stabilitas emulsi 64,69%; viskositas emulsi 44625 cP; dan kecerahan warna 94,325. Saran Perlu dilakukan uji lanjut analisis FTIR spektrofotometer untuk mengetahui ada tidaknya perubahan didalam struktur kimia molekul pati setelah melalui proses modifikasi. Daftar Pustaka Adebowale, K. O. O. –O., B.I., Olawumi, E. K., Lawal, O. S. 2005. Functional properties of native, physically and chemically modified breadfruit (Artocarpus Artilis) starch. Industrial Crops and Product. 21: 343-351. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association Analytical Chemistry. AOAC International, Maryland. Belilz, K. M. W and Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag: Berlin. Bhosale, R and Singhal, R. 2006. Process optimization for the synthesis of
octenyl succinyl derivative of waxy corn and amaranth starches. Carbohydrate Polymers. 66(4): 521-527. Bortnowska, G., Grzegorz. G. 2009. Comparison of the physical and sensory properties of model low-fat mayonnaise depending on emulsifier type and xanthan gum concentration. Food Science and Technology. 12(3): 11. Damat. Haryadi, Y. Marsono. Nur, M. C. 2008. Efek pH dan konsentrasi butirat anhidrat selama butirilisasi pati garut. Jurnal Agritech. Universitas Muhammadiyah Malang. Vol 28 (2): 63-69. [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Protein dan Lemak (SNI 01-2892-1992). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Ghazaei, S., Maryam, M., Zahra, P. V., & Mazdak, A. 2015. Particle size and cholesterol content of a mayonnaise formulated by OSAmodified potato starch. Food Science and Technology. 35(1):150-156. Hermansson, A.-M., and Suegmark, K., 1996. Developments in the inderstanding of functionality: Trends in Food Science & Technology. 7: 345-353. Jane, J., Shen, L., Chen, J., Lim, S., Kasemsuwan, T., and Nip, W. K., 1992. Physical and chemical studies of taro starches and flours. Cereal Chemistri. 69 (5): 528-535. John, J. K and K. C. M. Raja, K. C. M. 1999. Properties of cassava starchdicarboxylic acid complexes. Carbohydrate Polimer. 39: 181186. Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati: Ebook pangan. Le Hsich, Y. T and J. M. Regeastein. 1992. Storage stability of fish oils, soy oil and corn oil mayonnaise as measured by various chemical
Universitas Pakuan, Bogor indices. Journal of Aquatic Food Product Technology. 1(1): 97-106. Leach, H.W., Mc Cowen, L.D. dan SCHOCH, T.J. (1959). Structure of the starch granules. Di dalam: swelling and solubitity patterns of various starches. Cereal Chemistry Nikzade, V., Mazaheri Tehrani, M.& Saadatmand-Tarzjan, M. 2012. Optimization of low-cholesterollow-fat mayonnaise formulation: Effect of using soy milk and some stabilizer by a mixture design approach. Food Hydrocolloids. 28(2): 344-352. Noviana. W. S. Deni Anggraini dan N Endri, Novtafia. 2015. Pembuatan dan evaluasi pati talas (Colocasia Esculente Shoot) termodifikasi dengan bakteri asam laktat (Lactobacillus sp). Jurnal Sains Farmasi Klinis. Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi. Vol 1 (2): 207-214. Nursalimah, T, Herla R, Mimi N. 2014. Pengaruh rasio tepung talas pati talas dan tepung terigu dengan penambahan CMC terhadap sifat kimia dan organoleptik mie instan. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. Vol. 2(3): 30-39. Pomeranz, Y. 1991. Functional properties of food components. Academic Press, Inc, New York. Sathivel, S, Huaixia Y, Peter J B, Joan M K. 2009. Physical and nutritional properties of catfish roe spray dried protein powder and its application in an emulsion system. Journal of Food Engineering. 95: 76-81. Shen, R., Shuanggun, L., Jilin, D. 2011. Application of oat dextrin for fat substitute in mayonnaise. Food Chemistry. 126: 65-71. Sikorski, Z. E & Kolakowska, A. 2003. Chemical and functional properties of food lipids. New York: CRC. Song, X., Guoqing Hc., Hui, R., Qihe, C. 2006. Preparation and properties of octenyl succinic anhydride
modified early indica Rice Starch. Starch. 58: 109-117. Sopade, P.A., Gidley, M. J. 2009. A rapid in-vitro digestibility assay based on glucometry for investigating kinetics of starch digestion. Starch. 61: 245-255. Tesch, S., Gerhards, Ch., & Schubert, H. 2002. Stabilization of emulsions by OSA starches. Journal of Food Engineering. 54(2): 167-174. Wang, X, Xiaoxi Li, Ling C, Fengwei X, Long Y, Bing Li. 2011. Preparation and characterisation of octenyl succinate starch as a delivery carrier for bioactive food component. Food Chemistry. 126: 1218-1225. Wattanacant, S., Muhammad, S. K. S., Hasyim, D. M dan Rahman, R. A. 2002. Characterization of hydroxypropylated crosslinked sago starch as compared to commercial modified starches songklanakarin. Journal Science and Technology. 24(3):439-450. Yui, P. H., Loh, S. L., Rajan, A., Wong, S. C and Bong, C. F. 2008. Physiochemical properties of sago starch modified by acid treatment in alcohol. Am. J. Appl. Sci., 5(4): 307-311. Zhu, J. Li, l., Chen, L., & Li. X. 2013. Nano-structure of ectenyl succinic anhydride modified starch micelle. Food Hydrocolloids. 32(1): 1-