Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN1) Amil Mardha, Khoirul Huda dan Anri Amaldi Ridwan Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi Dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Jl. Gajah Mada No.8, Jakarta Pusat 10120
ABSTRAK PROGRAM PERATURAN DALAM PENGAWASAN PLTN UNTUK MENYONGSONG PEMBANGUNAN PLTN. Pada Pasal 13 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 1997 mengamanatkan bahwa reaktor nuklir komersial berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat dibangun dan dioperasikan di Indonesia yang sebelumnya ditetapkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk itu peraturan dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning untuk PLTN harus disusun oleh BAPETEN berdasarkan tahapantahapan yaitu tahapan tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Peraturan sebagai pelaksanaan dari UndangUndang adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). PP ini berisi tata cara proses perizinan dan persyaratan keselamatan yang dianggap penting untuk menjamin keselamatan dan kesehatan personil, masyarakat dan lingkungan hidup, baik sejak tapak, konstruksi, operasi, maupun dekomisiong. Sedangkan untuk pengaturan yang lebih terperinci biasanya disusun pada pedoman atau ketentuan dalam bentuk Peraturan Kepala Bapeten.
ABSTRACT REGULATION PROGRAM OF NUCLEAR POWER PLANT CONTROL FOR CONSTRUCTION OF NUCLEAR POWER PLANT (NPP). Article 13 paragraph 4, Act Number.10 of 1997 stipulated that the development of nuclear power plant in Indonesia is established by the Government after consultation with the house of representative of the Republic of Indonesia. Consequently, BAPETEN must establish NPP regulatory for construction, operation and decommissioning based on siting, construction or design, commissioning, operation and decommissioning stages. Government Regulation, as implementation of the Act, initiated and drawn up by BAPETEN, prepared by the relevant minister, department, or nondepartment, and signed by the President. The Government regulations contain the licensing process and safety requirements essential to assure the safety and health of personnel, and the public and the protection of the environment during the siting, construction or design, commissioning, operation and decommissioning of NPP. The requirements in details are generally provided in guides and chairman of BAPETEN decree.
613
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
PENDAHULUAN Salah satu aspek pengawasan ketenaganukliran adalah peraturan. Hal ini diamanatkan dalam Pasal 14 ayat 2 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Kegiatan pembuatan peraturan bukan saja hanya membuat peraturan yang baru, juga dilakukan revisi peraturan yang ada agar sesuai dengan aturan yang terkini baik nasional maupun internasional. Pada Pasal 13 UU No. 10/1997 disebutkan bahwa pembangunan reaktor nuklir komersial yang berupa Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu maksud dan tujuan tersebut didukung dengan himbauan oleh Presiden Republik Indonesia pada pidato pembukaan konvensi nasional keselamatan nuklir tanggal 8 Mei 2002 di Istana Presiden, yang menyatakan : “…….. tenaga nuklir akan kita manfaatkan sebesar dan sejauh mungkin bagi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat kita. Sejalan dengan itu pula adalah sesuatu yang sudah semestinya bila kita terus membangun dan mengembangkan kemampuan dalam pengusaan pengetahuan dan teknologi nuklir serta aplikasinya. Kita tidak boleh menutup diri atau bahkan berhenti dalam upaya ini hanya karena kekhawatiran akan ancaman yang ditimbulkan…….…”. Kemudian dipertegas pada pertengahan tahun 2005, pemerintah telah menyusun suatu bentuk blue print Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 20052025, Kebijakan Energi Nasional tahun 2006 dan Rencana Umum Kelistrikan Nasional (RUKN) 20052025, dimana program energi nuklir masuk dalam dokumen tersebut yaitu PLTN pertama diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2016, guna memenuhi kebutuhan energi listrik nasional. Untuk mengantisipasi program energi nuklir, BATAN pada tahun 2002, telah membentuk program Landmark nasional/milestone PLTN dengan mengintrodusir program PLTN dan menetapkan pengoperasian PLTN pada tahun 2016. Disamping itu BAPETEN menyiapkan infrastruktur peraturan yang mencakup tata cara perizinan dan inspeksi dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN serta komponen sumber daya pengawasan lainnya yang perlu ditumbuh kembangkan. Peraturan ketenaganukliran perlu disusun dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir berdasarkan tahapantahapan yaitu tahapan tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Pada langkah pertama sebagai peraturan tingkat tinggi setelah UndangUndang Ketenaganukliran, disusun Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir, kemudian peraturan pelaksananya yang lebih terperinci dalam bentuk Peraturan Kepala Bapeten dan pedoman. Perumusan peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah difokuskan pada perumusan ketentuan dan pedoman keselamatan nuklir yang mendukung perizinan untuk tahap tapak pada
614
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
tahun 2004. Pada tahun 2005 dan 2006 dilakukan perumusan/penyusunan (legal drafting) untuk tahap desain/konstruksi. Sedangkan peraturan yang mengandung pengoperasian reaktor nuklir (tahap operasi) akan disusun pada tahun 2007, 2008 dan 2009.
PROGRAM STRATEGIS PENGATURAN PLTN Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi. Untuk itu diharapkan dalam pelaksanaan tugasnya BAPETEN dapat memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat dan lingkungan hidup, baik pada tingkat nasional maupun internasional dengan memperhatikan aspek keselamatan (safety), keamanan (security), dan safeguards. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya disusunlah kebijakan strategis pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir yang tertuang dalam Rencana Strategis BAPETEN Tahun 20052009. Renstra ini memuat arah kebijakan dan program strategis lima tahun kedepan, dan sebagai acuan unit kerja dilingkungan BAPETEN. Oleh karena itu renstra ini harus diuraikan/dijabarkan oleh unit kerja dalam bentuk Rencana Kinerja Jangka Menengah (RKJM) program lima tahunan dan rincian rencana kerja tahunan dengan memperhatikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada. Dalam kurun waktu lima tahun, terdapat 3 tantangan yang harus dihadapi yaitu : introduksi PLTN, keselamatan dan keamanan radiologi, dan keselamatan dan keamanan nuklir. Dalam menghadapi tantangan introduksi PLTN, BAPETEN telah menyusun peraturan keselamatan nuklir untuk pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN pada tahun 2004 sampai 2009, sebagai berikut: A. Kegiatan penyusunan dan pembahasan Peraturan PLTN pada tahap Tapak, Tahun 2004 1.
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir
2. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Evaluasi Tapak PLTN 3. Pedoman tentang Evaluasi Bahaya Seismik terhadap PLTN 4. Pedoman tentang Aspek Vulkanologi dalam Evaluasi Tapak PLTN 5. Pedoman tentang Penentuan Kejadian Meteorologi dalam Evaluasi Tapak PLTN 6. Pedoman tentang Aspek Geoteknik Pada Evaluasi Tapak Dan Pondasi PLTN 7. Pedoman tentang Penentuan Dispersi Zat Radioaktif Di Udara Dan Air, Serta Pertimbangan Distribusi Penduduk Dalam Tapak PLTN
615
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
8. Peraturan Kepala tentang Jaminan Mutu Keselamatan PLTN Dan Instalasi Nuklir Pendukungnya
9. Pedoman tentang Jaminan Mutu Keselamatan PLTN Pada Tahap Penentuan Tapak B. Kegiatan penyusunan dan pembahasan Peraturan PLTN pada tahap Konstruksi/desain, Tahun 2005
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan Reaktor Nuklir 2. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya 3. Peraturan Kepala tentang Keselamatan Operasi Reator Daya 4. Pedoman tentang Desain untuk Keselamatan Teras Reaktor pada Reaktor Daya 5. Pedoman tentang Desain pengungkung reaktor pada Reaktor Daya 6. Pedoman tentang desain seismik dan kualifikasi pada Reaktor Daya Untuk Tahun 2006
1. Pedoman tentang Evaluasi bahaya external akibat ulah manusia dalam evaluasi tapak PLTN
2. Pedoman tentang aspek kejadian eksternal selain gempa dalam desain PLTN 3. Pedoman tentang Analisis Bahaya Banjir pada lokasi tepi sungai dan pantai dalam evaluasi tapak PLTN
4. Pedoman tentang Verifikasi dan Penilaian Keselamatan PLTN 5. Pedoman tentang Jaminan Mutu Desain/Konstruksi PLTN
C. Kegiatan penyusunan dan pembahasan Peraturan PLTN pada tahap Operasi, Tahun 2007
1.
Rancangan Peraturan Presiden tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir
2.
Peraturan Kepala tentang Keselamatan Komisioning PLTN
3.
Peraturan Kepala tentang Ketentuan Penyusunan LAK PLTN
4.
Pedoman tentang Aspek Proteksi Radiasi pada desain PLTN
5.
Pedoman tentang sistem pendingin reaktor dan sistem penunjang pada PLTN
616
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
Untuk Tahun 2008
1.
Rancangan Peraturan Presiden tentang Pertanggungjawaban Kerugian Nuklir
2.
Pedoman tentang sistem instrumentasi dan kendali yang utama untuk keselamatan PLTN
3.
Pedoman tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kecelakaan Nuklir dan Radiasi
4.
Pedoman tentang Review dan Penilaian Keselamatan PLTN oleh Badan Pengawas
5.
Pedoman tentang Manajemen Teras Reaktor dan Penanganan Bahan Bakar pada PLTN
6.
Peraturan Kepala tentang Batasan dan Kondisi Operasi serta Prosedur Pengoperasian PLTN
Untuk Tahun 2009
1.
Pedoman tentang Review Keselamatan PLTN secara Berkala
2.
Pedoman tentang Perawatan, Surveilan dan Inspeksi pada PLTN
3.
Pedoman tentang Sistem Penanganan dan Penyimpanan sementara Bahan Bakar Nuklir
4.
Pedoman tentang proteksi radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif dalam pengoperasian PLTN
5.
Pedoman tentang Keselamatan terhadap bahaya kebakaran selama pengoperasian PLTN
6.
Pedoman tentang rekruitmen, kualifikasi dan training personil untuk PLTN Jadi peraturan keselamatan nuklir pada pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN yang akan disusun dari tahun 20042009: 1. Rancangan Peraturan Pemerintah sebanyak 1 judul 2. Rancangan Peraturan Presiden sebanyak 1 judul 3. Peraturan Kepala Bapeten sebanyak 7 judul 4. Pedoman Bapeten sebanyak 26 judul
Bentuk pohon peraturan keselamatan nuklir pada pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN disajikan pada lampiran1. PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
617
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
1. UndangUndang Ketenaganukliran UndangUndang merupakan peraturan perundangundangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia, yang secara langsung berlaku dan mengikat umum. Landasan yuridis pemanfaatan tenaga nuklir pertama kali di Indonesia adalah Undang Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuanketentuan Pokok Tenaga Atom. Namun pada tanggal 10 April 1997 pemberlakuan undangundang tersebut dicabut dan digantikan dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Pengertian ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Penggantian itu dilakukan atas pertimbangan untuk mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan teknologi nuklir yang makin maju dan meluas. Meskipun Indonesia belum menggunakan nuklir untuk alternatif pembangkit energi, tetapi tetap harus dipikirkan dan dipersiapkan perangkat hukumnya (regulation framework) agar tidak terjadi kekosongan hukum kelak. Selain itu, penggantian undangundang tersebut sesuai saran dunia internasional dalam bidang ketenaganukliran yang mensyaratkan pemisahan antara kegiatan pengawasan dengan pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir, sehingga dapat dihindarkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan. Sebagaimana diamanatkan pada Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, menyatakan setiap pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir dan instalasi nuklir lainnya serta dekomisioning reaktor nuklir wajib memiliki izin. Selanjutnya dalam Pasal 17 ayat (3) berbunyi syaratsyarat dan tata cara perizinan dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Perizinan itu juga berlaku untuk petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu yang bekerja di instalasi nuklir lainnya serta di instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi pengion, hal ini dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (1). Berdasarkan acuan dalam Pasal 17 UndangUndang tentang ketenaganukliran tersebut, maka pengaturan pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah harus dibentuk.
2. Peraturan Pemerintah Pengaturan pelaksanaan dari undangundang adalah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). PP yang disusun berdasarkan amanat dari Pasal 17 ayat (2) UU ketenaganukliran yaitu berisi persyaratan dan tata cara proses perizinan baik sejak tapak, konstruksi, operasi, maupun sampai dekomisiong, artinya perizinan dilaksanakan selama kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning PLTN. Pengertian pembangunan adalah kegiatan yang dimulai dari penyiapan tapak terpilih sampai dengan
618
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
penyelesaian konstruksi, sedangkan pengoperasian adalah kegiatan yang mencakup komisioning nuklir, operasi, dan dekomisioning. Peraturan Pemerintah yang disusun berjudul Perizinan Reaktor Nuklir. Selain RPP tentang perizinan reaktor nuklir yang sedang disusun, juga RPP tentang Sistem Keamanan dan Kesiapsiagaan Nuklir yang tahun 2006 dalam bentuk naskah akademik. Sebelum izin tapak reaktor nuklir diberikan, pemohon izin terlebih dahulu harus menyelesaikan dan memiliki izin lain yang terkait dengan Instansi Yang Bertanggung jawab lainnya seperti :Hak Pengelolaan atas tanah dan lainlain. Selain itu pemohon juga harus melaksanakan kegiatan evaluasi tapak sebelum melakukan kegiatan pembangunan dan selama pengoperasian PLTN. Setelah persyaratan terpenuhi maka BAPETEN dapat melanjutkan proses pemberian izin dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN dengan melakukan penilaian pada tiap tahap perizinan. Proses perizinan hendaknya dipandang sebagai proses yang berkelanjutan (berkesinambungan), dimulai dari tahap kegiatan evaluasi tapak dan seterusnya sampai dengan pada tahap dekomisioning reaktor nuklir. Penilaian dalam proses pemberian izin oleh BAPETEN mencakup evaluasi tapak, desain dan konstruksi, komisioning, operasi, dan dekomisioning. Jenis izin dalam pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir yang rencana diatur oleh BAPETEN pada RPP yaitu terdiri atas: Izin Tapak, Izin Konstruksi, Izin Komisioning, Izin Operasi dan Izin Dekomisioning. Pemohon Izin dapat mengajukan permohonan izin dan kemudian dapat menerima izin apabila hasil review dan penilaian terhadap kriteria persyaratan telah terpenuhi dan ditambah dengan dipunyainya sertifikat desain dari Badan Pengawas negara pemasokk untuk pemohon izin operasi gabungan. Izin Operasi Gabungan merupakan gabungan dari izin konstruksi, izin komisioning dan izin operasi. Dalam Peraturan Pemerintah ini pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir berupa reaktor daya dan non daya yang pengoperasiannya bertujuan untuk komersial dan non komersial. Reaktor daya/PLTN bertujuan komersial yang dibangun di Indonesia hanya reaktor nuklir yang didesain berdasarkan teknologi teruji (proven technology). Dalam proses pembuatan peraturan pemerintah, BAPETEN tidak melaksanakan sendiri, namun dilakukan proses pembahasan bersama antar institusi, departemen dan LPND atau institusi lainnya yang terkait. Untuk menghasilkan suatu rancangan peraturan pemerintah, disajikan terlebih dahulu naskah akademik yang merupakan konsep naskah ilmiah, sebagai acuan atau bimbingan dalam pembuatan batang tubuh peraturan. Naskah
619
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
akademik RPP berisi pokokpokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan serta sasaran yang ingin diwujudkan.
PERATURAN PELAKSANA Setelah terbitnya peraturan pemerintah, pengaturan dibawahnya yaitu yang sifatnya sebagai peraturan pelaksana, harus disiapkan yang berupa peraturan Kepala Bapeten. Peraturan Kepala ini digunakan oleh pelaksana (user) sebagai tuntunan, pedoman, bimbingan dan petunjuk untuk memenuhi persayaratan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir. Bentuk peraturan pelaksana yang dikeluarkan Bapeten berupa Peraturan Kepala Bapeten yang sifatnya mengikat secara umum dengan judulnya ketentuan yang memuat persyaratanpersyaratan untuk memenuhi kriteria keselamatan dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir. Selain itu, yaitu berupa pedoman yang sifatnya sebagai tuntunan atau petunjuk untuk memenuhi persyaratan yang diperintahkan atau yang diamanatkan oleh peraturan kepala Bapeten. Penyusunan pedoman, ketentuan peraturan Kepala Bapeten dilaksanakan melalui penyelenggaran rapat intern di direktorat DP2IBN dan unit terkait, dan untuk rapat koordinasi diselenggarakan rapat bersama dengan unit terkait dan instansi lain seperti BATAN, BMG. Seperti telah disebut di atas bahwa PLTN pertama akan dioperasikan pada tahun 2016, maka BAPETEN harus mempunyai program strategi untuk menyusun regulasi pengawasan PLTN terutama pembentukan peraturan PLTN. Oleh karena itu sejak tahun 2004 DP2IBN telah membuat program kegiatan pembentukan peraturan PLTN. Pembentukan peraturan PLTN berdasarkan tahapan perizinan dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomisioning reaktor nuklir yaitu tahap tapak (20042005), konstruksi/desain (20052006), komisioning (20062007), operasi (20072009) dan dekomisioning. Pada tahun 2004, DP2IBN telah menyelesaikan draft peraturan kepala dan pedoman yang tahap tapak mengenai evaluasi tapak sebanyak 8 judul peraturan. Sedangkan pada tahun 2005, draft peraturan kepala dan pedoman sebanyak 5 judul peraturan mengenai desain PLTN.
KESIMPULAN 1. Perlu menyiapkan sistem regulasi pengawasan PLTN yang jelas (predictable and timely), efisien, efektif dan stabil, sebagai bentuk komitmen atas KEN Tahun 2006.
620
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
2. Agar drafting pembentukan peraturan PLTN dapat berjalan dengan baik dan lancar maka diperlukan rencana strategis pengaturan pengawasan PLTN yang integrasi, komprehensif dan berkesinambungan serta bekerja sama dengan para pengguna sesuai bidangnya. 3. Sampai saat ini Bapeten telah selesai menyusun dan membahas pembentukan RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir, dan sedang menunggu disahkan RPP tersebut oleh Presiden Republik Indonesia.
621
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
DAFTAR PUSTAKA
1. Rencana strategis Badan Pengawas Tenaga Nuklir Tahun 20052009. 2. UndangUndang Nomor 10/1997 tentang Ketenaganukliran. 3. Draft RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir. 4. Nuclear Power Plants, IAEA publications.
622
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
Lampiran1
2004 -
2004
Peraturan Kepala BAPETENDS-305 tentang
2005
Peraturan Kepala BAPETENNS-R-1 tentang Ketentuan Keselamatan Desain NS-G-1.12 2005 Pedoman Desain untuk Keselamatan Teras Reaktor Pada Reaktor Daya NS-G-1.10 2005 Pedoman Desain Pengungkung Reaktor Pada
2004 NS-G-3.3 Pedoman Evaluasi Bahaya Seismik Terhadap 2004
Pedoman
Provisional SS No.1/Juli-97
NS-G-3.4 Pedoman Penentuan Kejadian Meteorologi dalam Evaluasi Tapak PLTN 2004 NS-G-3.6 Pedoman Aspek Geoteknik pada Evaluasi Tapak dan Pondasi PLTN 2004 NS-G-3.2 P edoman Penentuan Penyebaran Zat
2004
NS-G-3.1 Pedoman Evaluasi Bahaya Eksternal Akibat Ulah Manusia Dalam Evaluasi Tapak 2006 NS-G-3.5 Pedoman Analisis Bahaya Banjir pd Lokasi tepi sungai & Pantai Dalam Evaluasi 2006
2007
PERPRES Tentang Pertanggungjawaba 2008
PP tentang Sistem Kesiapsiagaan
RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir
2005 NS-G-1.6 Pedoman Desain Seismik dan Kualifikasi Pada
2008
NS-G-1.3 Pedoman Sistem Instrumentasi dan Kendali yang Utama untuk Keselamatan PLTN 50-SG-D9 2007 Pedoman Aspek Proteksi Radiasi Pada Desain PLTN 2007 NS-G-1.9 Pedoman Sistem Pendingin Reaktor dan Sistem Penunjang Pada PLTN NS-G-1.4 2007 Pedoman Sistem Penanganan dan Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir NS-G-1.5 2006 Pedoman Aspek Kejadian Eksternal Selain NS-G-1.2 2006 Pedoman Verifikasi dan Penilaian Keselamatan 79 Pedoman Desain Sistem Pengelolaan Limbah Radioaktif Pada PLTN
2009
Pedoman Sistem Penanganan dan Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Nuklir
623
2005
NS-R-2 Peraturan Kepala BAPETEN tentang Ketentuan Keselamatan Operasi 2007 Peraturan Kepala BAPETEN NS-G-2.9 tentang Ketentuan Keselamatan 2008 NS-G-2.5 Pedoman Pedoman Manajemen Teras Reaktor dan Penanganan Elemen NS-G-2.7 2007 Pedoman Proteksi Radiasi dan Pengelolaan Limbah Radioaktif Dalam NS-G-2.1 2009 Pedoman Keselamatan Terhadap Bahaya Kebakaran Selama Pengoperasian NS-G-2.8 2009 Pedoman Rekruitment, Kualifikasi dan Training Personil untuk PLTN 2008 NS-G-2.2 Pedoman Batasan Kondisi Operasi serta Prosedur Pengoperasian PLTN 2009 NS-G-2.6 Pedoman Perawatan, Survailan dan Inspeksi Tidak Rutin pada PLTN 2008 GS-R-2 Pedoman Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kecelakaan Nuklir 2009/ GS-G-4.1 Pedoman Pembuatan LAK PLTN
2004
Peraturan Kepala BAPETEN 50-C/SG-Q tentang Ketentuan Jaminan Mutu
50-C/SG-Q9 Pedoman Jaminan Mutu Pada Tapak PLTN
2004
2006 50-C/SG-Q10 Pedoman Jaminan Mutu Konstruksi/Desain 50-C/SG-Q11 2007 50-C/SG-Q12 Pedoman Jaminan Mutu Komisioning PLTN 50-C/SG-Q13 Pedoman Jaminan Mutu Operasi PLTN
2007
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
624
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
HASIL DISKUSI DAN TANYA JAWAB Penanya: Djibun Sembiring ( BAPETEN ) Pertanyaan: a.Kapan P.P. nya keluar? Jawaban: a.Sampai hari ini RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir sudah dikirim Ke Presiden RI untuk dapat ditetapkan atau diundangkan. Penanya: Ato S ( PT. LPPPI Jambi ) Pertanyaan: a. Apakah untuk membangun PLTN cukup hanya mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia dan IAEA atau ada campur tangan negara adi kuasa? b. Sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan sampai sekarang untuk pembangunan PLTN tersebut? Dan bagaimanakah biayanya? Jawaban: a. IAEA secara langsung tidak mempunyai wewenang untuk mengeluarkan izin tetapi IAEA hanya memberikan rekomendasi berupa ketentuan keselamatan nuklir yang tidak mengikat bagi negara peserta ( member state ). Di Indonesia kewenangan memberi izin adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir ( BAPETEN ). b. BAPETEN sesuai tugasnya membuat peraturan untuk reaktor nuklir ( PLTN ) sudah mempersiapkan diri sejak tahun 2003 atau 2004. Biaya perizinan sudah diatur pada Peraturan Pemerintah yang sudah terbit. Penanya: Hafni LN ( PPGN BATAN ) Pertanyaan: a. Studi tapak calon PLTN gunung muria telah selesai dilakukan sebelum tahun 2004, padahal BAPETEN mengeluarkan peraturan tahun 2004. Terus bagaiman tindak lanjutnya? b. Berapa lama perizinan untuk mengesahkan suatu PLTN layak dibangun? Jawaban: a. BAPETEN sesuai tugasnya mengevaluasi dokumen – dokumen sebagi pemenuhan persyaratan izin dari pemohon izin. Untuk permohonan izin tapak terlebih dahulu, hal ini BAPETEN telah mengatur. b. Untuk mendapatkan izin dalam pembangunan, pengoperasian dan dekomising reaktor nuklir, pemohon harus memenuhi oersyaratan administrasi dan tehnis
625
Seminar Keselamatan Nuklir 2 3 Agustus 2006
ISSN: 14123258
sesuai tahapan jenis izin dalam RPP tentang perizinan reaktor nuklir yang saat ini sudah berada di sekretariat negara untuk disahkan oleh Presiden mengatur semua persyaratan dan periode waktu evaluasi dokumen untuk pengesahan izin.
626