SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176
PROGRAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENGAWASAN TENAGA NUKLIR DALAM RANGKA INTRODUKSI PLTN DI INDONESIA* Nanang Triagung, Edi Hermawan Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Jalan Gajah Mada No. 8 Jakarta Pusat 10120 email:
[email protected]
ABSTRAK PROGRAM PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENGAWASAN TENAGA NUKLIR DALAM RANGKA INTRODUKSI PLTN DI INDONESIA. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah. Salah satu aspek yang diragukan publik adalah kesiapan sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia dimaksud meliputi tenaga operator, sumber daya manusia di badan litbang dan promotor, maupun badan pengawas. Generasi SDM yang menekuni teknologi nuklir mengalami kesenjangan usia maupun kemampuan penguasaan keilmuan yang cukup lebar antara generasi pendahulu dan generasi penerusnya. Keadaan ini juga terjadi dengan SDM pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir yang ada di Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Introduksi PLTN harus disikapi dengan penyusunan program peningkatan dan pengembangan kualitas SDM yang terencana, terstruktur, dan tersistematisasi dengan baik. Program tersebut harus dimulai dengan pemetaan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan SDM secara kelembagaan untuk mendukung introduksi PLTN. Pengembangan dan peningkatan SDM pengawasan PLTN harus memadukan peningkatan jenjang pendidikan, penyelenggaraan pelatihan, fasilitasi kegiatan pertemuan ilmiah, dukungan dan pembinaan jabatan fungsional yang terkait, serta penanaman nilai moralitas dan budi pekerti yang luhur. Dengan terwujudnya SDM pengawasan PLTN yang kompeten dan profesional, maka masyarakat akan lebih mudah untuk diyakinkan bahwa pemanfaatan PLTN dijamin aman dan selamat, serta sangat berguna bagi kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Kata kunci: SDM, SDM pengawasan, kesenjangan generasi, introduksi PLTN.
ABSTRACT REGULATORY HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT PROGRAM FOR NUCLEAR POWER PLANT INTRODUCTION IN INDONESIA. The Nuclear Power Plant planning program in Indonesia is facing challenges that are not easy. One aspect denied by public is the readiness of human resources. Human resources personnel reffered to include operator, research and development agencies, promotors, as well as the regulatory agency. There are knowlegde and skill gab on human resources generation that study and make reseacrh in nuclear technology intensifly. This condition also occurs with the regulatory human resources in our Nuclear Energy Regulatory Agency. Nuclear power plant introduction must be addresed with the preparation program for improvement and development of human resources quality are planned, structured, and systemized well. The program should begin by mapping the strengths, weaknesses, opportunities and challenges of institutional human resources to support the introduction of nuclear power plants. Development and improvement of human resources of nuclear energy regulatory agency should incorporate increased levels of education, training, facilitation of activities of scientific meetings, support and guidance related functional position, and the cultivation of morality and moral values. By the realization of human resources of nuclear energy regulatory agency that are competent and professional, the public will easier to be convinced that the use of nuclear power plant safe and secure, as well as very useful for people, nation and state. Keywords: human resources, human resources of regulatory body, generation gap, nuclear power plant introduction.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
68
Nanang Triagung dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 1. PENDAHULUAN Berdasarkan Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, telah ditetapkan mengenai skenario pemenuhan kebutuhan energi nasional antara tahun 2005 – 2025. Di dalam peraturan tersebut telah dicantumkan target penyediaan energi baru dan terbarukan sebesar 17%, dengan 2% diantaranya merupakan kontribusi energi nuklir.[1] Berdasarkan roadmap tersebut kemudian disusun perencanaan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebanyak empat unit dimana masing-masing berkapasitas 1000 MW. Untuk dapat memastikan pemanfaatan tenaga nuklir guna pembangkitan energi tersebut berlangsung dengan aman dan selamat maka diperlukan adanya pengawasan dari lembaga yang independen dan profesional. Aspek keselamatan (safety), keamanan (security), dan seifgard (safeguards) harus terpenuhi. Sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran ditegaskan bahwa lembaga yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan terhadap segala pemanfaatan tenaga nuklir di dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).[2] Dalam melakukan tugas pengawasan sebagaimana tersebut di atas, BAPETEN mempunyai kewenangan untuk menyusun peraturan perundang-undangan yang terkait, menyelenggarakan sistem perizinan, dan melaksanakan kegiatan inspeksi. Untuk melaksanakan tugas utama pengawasan, International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam General Safety Requirement No.1 (GS-R-1) merekomendasikan mengenai tugas, tanggung jawab dan kewenangan Badan Pengawas yang dilengkapi dengan struktur dan organisasi yang diperlukan dalam pengawasan pemanfaatan ketenaganukliran.[3] Selain ketiga fungsi pengawasan yang telah diatur dalam UU No. 10 tahun 1997, Badan Pengawas juga harus didukung oleh unit kerja yang melakukan pengkajian, keteknikan dan kedaruratan, serta tindakan intervensi. Menjawab tantangan introduksi PLTN yang akan dibangun di Indonesia, maka segala perangkat pendukung pengawasan ketenaganukliran harus berbenah dan menyiapkan diri. Tersedianya peraturan perundang-undangan yang terkait, penyiapan sistem evaluasi perizinan, serta prosedur inspeksi PLTN harus segera dikembangkan. Sebagai penopang utama penyelenggaraan program dalam rangka introduksi PLTN, tentunya dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan profesional.
Nanang Triagung dkk
Persiapan pembangunan PLTN untuk mendukung penyediaan energi listrik sesungguhnya telah dilakukan semenjak tahun 70-an. Namun demikian perubahan situasi politik di dalam negeri serta adanya krisis moneter pada tahun 1997 menjadikan rencana tersebut mengalami pengunduran jadwal. Setelah era tahun 2000-an pemerintah kembali menggagas untuk membangun PLTN mengingat pertumbuhan kebutuhan listrik yang semakin meningkat mencapai 7% per tahun. SDM yang semasa pemerintahan orde baru telah dididik dan dibekali dengan berbagai keahlian dan ketrampilan pada saat ini kebanyakan telah memasuki usia lanjut, bahkan banyak diantaranya yang sudah purna tugas. Kondisi ini mencakup SDM pada semua lini persiapan PLTN, mulai dari para peneliti hingga tenaga pengawasnya. Akibatnya pada masa saat ini terdapat kesenjangan kompetensi diantara generasi pendahulu dengan generasi penerus yang sangat lebar. Dengan demikian untuk menjawab tantangan introduksi PLTN yang sudah di depan mata, BAPETEN harus melakukan percepatan alih teknologi pengawasan kepada generasi yang lebih muda. Tujuan dibuatnya Program Pengembangan SDM Pengawasan Tenaga Nuklir adalah untuk, antara lain: a. sebagai acuan dalam pembentukan dan pengembangan SDM yang kompeten dan profesional; b. sebagai acuan pemercepatan alih teknologi pengawasan dari generasi pendahulu kepada generasi penerus; c. sebagai salah satu program persiapan introduksi PLTN. Dalam pemaparan makalah ini hanya dilakukan pembahasan khusus mengenai program pengembangan SDM BAPETEN dalam rangka menjawab tantangan introduksi PLTN. Pembahasan lebih difokuskan pada pemgembangan SDM pada unit kerja teknis.
2.
PROGRAM INTRODUKSI PLTN
Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 telah digariskan bahwa kontribusi nuklir untuk listrik mencapai 2% pada tahun 2025. Berdasarkan skenario roadmap tersebut, maka pada tahun ini seharusnya proses konstruksi sudah dimulai. Berkenaan dengan kenyataan mundurnya tahapan tender dan konstruksi berakibat mundurnya tahapan kegiatan yang lain. Roadmap pengembangan PLTN di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.
69
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Start
+10
+5
Rencana Energi Nas
Tender
Operasi +25
+20
Konstruksi
+17
+18
+23
PLTN
PLTN
+1 1
PLTN
+9
+6
Operasi
PLTN
0 tahun
“Go Nuclear” “Owner”
+15
+24
Izin Komisioning +16
Izin Tapak +8
Izin Konstruksi +10
Izin Operasi +17
Gambar 1. Roadmap perencanaan pembangunan PLTN di Indonesia [4]
Roadmap dia atas memperlihatkan kerangka waktu yang dibutuhkan dalam pembangunan PLTN, dimulai dari perencaaan nasional hingga beroperasinya sebuah PLTN. Hitungan angka-angka menunjukkan periode waktu yang diperlukan semenjak perencaan maju ke depan (dalam tahun). Dari sisi pengawasan ketenaganukliran maka skenario di atas merupakan tantangan bagi BAPETEN untuk mempersiapkan segala aspek pengawasan untuk memperkuat kapabilitas lembaga, baik infrastruktur peraturan, sistem evaluasi perizinan, mekanisme inspeksi, dan tentu saja peningkatan kompetensi SDM yang menunjang. Kapanpun PLTN akan dibangun, bahkan jadi atau tidak, BAPETEN harus siap dengan SDM-nya. 3.
dilaksanakan oleh DPIBN dan DPFRZR, serta pelaksanaan inspeksi oleh DIIBN dan DIFRZR. Di samping ketiga pilar utama pengawasan tersebut di atas, struktur tersebut juga menunjukkan satuan pendukung yang terdiri unit kerja pendukung teknis dan administrasi Unit kerja pendukung teknis terdiri atas unit kerja pengkajian yang dilaksanakan oleh P2STPIBN dan P2STPFRZR, serta unit kerja keteknikan dan kedaruratan yang dilaksanakan oleh DKKN. Adapun unit kerja pendukung administrasi adalah kesekretariatan yang terdiri atas Biro Umum, Biro Perencanaan, dan Biro Hukum dan Organisasi 4.
Untuk menjalankan organisasi dalam rangka mengemban tugas dan mencapai tujuannya, maka dibutuhkan perencanaan, pengorganisasian, pemberdayaan, dan pengendalian. Dalam rangka itu dibutuhkan pelaku organisasi yang disebut SDM. Berdasarkan unit kerjanya, SDM BAPETEN dapat dipetakan sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1. Selanjutnya ditampilkan profil keadaan SDM BAPETEN berdasarkan pangkat/golongan, tingkat pendidikan dan usia, serta jenjang jabatan fungsional yang diikuti, masing-masing pada Gambar 3 dan 4, serta Tabel 2
STRUKTUR ORGANISASI BAPETEN
BAPETEN merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pendirian BAPETEN sebagai amanat Undangundang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, ditetapkan dalam Keputusan Presiden No. 76 tahun 1998.[5] Penjabaran lebih lanjut dari Keppres tersebut kemudian dituangkan ke dalam Perka BAPETEN mengenai Organisasi dan Tata Kerja BAPETEN.[6] Perka ini disusun dengan memperhatikan rekomendasi IAEA dalam dokumen G-S-R.1 mengenai Badan Pengawas dalam kegiatan pemanfaatan nuklir. Struktur organisasi BAPETEN selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2. Struktur organisasi sebagaimana tampak pada Gambar 2 sebenarnya merepresentasikan tiga pilar utama tugas pengawasan, yaitu: pembuatan peraturan yang dilaksanakan oleh DP2IBN dan DP2FRZR, penyelenggaraan sistem perizinan yang
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SDM BAPETEN
70
Nanang Triagung dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Kepala BAPETEN Inspektorat Sestama
Deputi PI
Deputi PKN
Dir. Perizinan FRZR
Dir. Pengaturan FRZR
Biro Perencanaan
Dir. Perizinan IBN
Dir. Pengaturan IBN
Biro Hukum dan Organisasi
Dir. Inspeksi FRZR
Pusat Kajian FRZR
Dir. Inspeksi IBN
Pusat Kajian IBN
Biro Umum
Dir. Keteknikan dan Kesiapsiagaan Nuklir
Badiklat
Gambar 2. Struktur Organisasi BAPETEN [6]
Tabel 1. Peta SDM BAPETEN menurut unit kerja [7] No.
Unit Kerja
Jumlah PNS
1.
Kedeputian Perizinan dan Inspeksi Direktorat Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir Direktorat Inspeksi Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Direktorat Keteknikan dan Kedaruratan Nuklir Kedeputian Pengkajian Keselamatan Nuklir Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Pusat Pengkajian Sistem Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Pusat Pengkajian Sistem Teknologi Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Sekretariat Utama Biro Umum Biro Perencanaan Biro Hukum dan Organisasi Inspsktorat Balai Pendidikan dan Pelatihan Sekretariat Korpri TOTAL
145 27 37 33 19 28 80 18 17 24 20 190 125 36 28 12 16 4 448
2.
3.
4. 5. 6.
Nanang Triagung dkk
71
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176
Data Kepegaw aian berdasarkan Golongan
Jumlah Pegawai
250 193
200 150 100 50
65 37 4
17
31
23
20
12
22
14
7
3
IIID
IVA
IVB
IVC
IVD
IVE
0 IIA
IIB
IIC
IID
IIIA
IIIB
IIIC
Golongan Pegaw ai Gambar 3. Peta SDM BAPETEN menurut Kepangkatan/Golongan [7]
Jumlah Pegawai
Data Kepegawaian berdasarkan Usia 160 140 120 100 80 60 40 20 0
145
87
74 35
48 28
13
9
1
21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 Usia Pegawai
Gambar 4. Peta SDM BAPETEN menurut tingkat usia [7]
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
72
Nanang Triagung dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Di samping dari tinjauan di atas, dapat dilihat keikutsertaan pegawai BAPETEN dalam suatu
jabatan fungsional tertentu sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Peta SDM BAPETEN menurut jabatan fungsional No. Fungsional Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Analisis Kepegawaian Arsiparis Auditor Peneliti Pengawas Radiasi Perencana
Dari tampilan data menurut tinjauan kepangkatan/golongan, usia dan keikutsertaan dalam jabatan fungsional tertentu dapat diamati secara jelas bahwa terdapat kesenjangan yang cukup mencolok antara jajaran pegawai senior dan pegawai yang relatif masih muda. Realitas inilah yang harus dicermati dan dijadikan acuan dalam setiap perencanaan program peningkatan dan pengembangan kualitas dan kompetensi SDM. 5.
tantangan maupun peluang yang dihadapi, serta tindakan antisipasi perencanaan pengembangan SDM yang harus dilakukan ke depan. Selengkapnya hasil analisis SWOT terhadap kondisi SDM BAPETEN dapat dilihat pada Tabel 3. Salah satu tantangan penolakan publik terhadap rencana dibangunnya PLTN di Indonesia adalah kompetensi dari SDM yang akan terlibat secara langsung dalam persiapan maupun operasional PLTN. SDM yang dimaksudkan tidak hanya SDM operator, para peneliti di balitbang Badan Tenaga Nuklir (BATAN), namun yang jauh lebih mendapatkan sorotan utama adalah SDM pengawas di BAPETEN. BAPETEN sebagai lembaga yang independen harus mampu memposisikan dirinya secara tepat dan proporsional mengenai kesiapan SDM dalam rangka pengawasan PLTN. Untuk itu pemetaan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pengembangan SDM harus dibuat dengan cermat dan tepat sebagai acuan untuk benar-benar mewujudkan SDM yang profesional, kompeten dan berkualitas dengan landasan sikap, perilaku, serta moralitas yang tinggi. Dengan demikian harapannya bahwa PLTN yang nantinya ada dapat dijamin beroperasi secara aman dan selamat sehingga menjadi manfaat bagi segenap rakyat.
ANALISIS SWOT SDM BAPETEN
SWOT merupakan kepanjangan dari strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Metode SWOT merupakan cara melakukan analisis secara sederhana, namun cukup akurat dan tepat guna untuk memetakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari sebuah sistem yang ditinjau. Sistem yang dimaksud dapat meliputi sebuah organisasi, program, ide, gagasan, rencana, produk, kegiatan bahkan sesesorang. Dari data-data yang telah ditampilkan dalam Tabel 1-2 dan pada Gambar 2-4 , dapat dilakukan analisis SWOT untuk memetakan sejauh mana peluang dan tantangan, serta kelemahan dan hambatan yang ada dalam rangka pengembangan SDM pengawasan untuk menyongsog introduksi PLTN pertama di Indonesia. Analisis secara sederhana ini menggambarkan sisi kekuatan, kelemahan,
Nanang Triagung dkk
1 1 8 6 23 3 42
73
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Tabel 3. Analisis SWOT SDM BAPETEN INTERNAL
KEKUATAN
EKSTERNAL
KELEMAHAN
a. Komitmen pimpinan yang tinggi b. Dukungan anggaran dan prasarana yang memadai c. SDM muda yang potensial PELUANG a. Kewenangan yang dimiliki untuk menjalin kerja sama, baik dalam maupun luar negeri dalam rangka pendidikan dan pelatihan b. Beasiswa pendidikan dari intansi lain
TANTANGAN Introduksi PLTN membutuhkan SDM Pengawasan yang kompeten dan profesional
1. 2. 3. 4.
a. Sistem ANJAB belum sempurna b. Sistem dan program diklat yang belum terpadu c. Gab antar generasi yang lebar ACTION PLAN Meningkatkan peran dan fungsi 1. Memetakan ANJAB untuk Balai Pendidikan dan Pelatihan masing-masing unit kerja lebih Mengadakan kerja sama program komprehensif rintisan pendidikan 2. Penyusunan dan penetapan Mengadakan kerja sama pelatihan ANJAB lebih sempurna Mengadakan kerja sama 3. Menyusun program pendidikan penyelenggaraan OJT dan pelatihan 4. Menyusun penjenjangan pendidikan dan pelatihan 5. Program alih pengetahuan dari senior ke junior melalui berbagai forum diskusi ilmiah 6. Program sosialisasi dan pendampingan jabatan fungsional
1. Menyelenggarakan berbagai pelatihan internal 2. Pengiriman staf yang berpotensi untuk melanjutkan pendidikan 3. Pengiriman staf untuk mengikuti pelatihan eksternal 4. Pengiriman staf untuk mengikuti OJT
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
74
1. Penyelenggaraan forum ilmiah(seminar, lokakarya, pertemuan ilmiah). 2. Program pendampingan penyusunan karya tulis ilmiah kepada staf junior 3. Program pembinaan kerohanian
Nanang Triagung dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 6.
pada masing-masing unit kerja, baik pada unit kerja teknis maupun pendukungya. IAEA melalui TECDOC 1254 merekomendasikan kualifikasi personil yang harus dimiliki oleh Badan Pengawas untuk setiap unit kerja. [8] Berpijak dari sini kemudian dapat dikembangkan program pengembangan SDM yang diperlukan untuk menyusun peraturan perundang-undangan, evaluasi perizinan, penyelenggaraan inspeksi dan kajian dalam rangka pembangunan dan pengoperasian PLTN. Tabel 4 hingga 7 memperlihatkan spesifikasi tugas masing-masing unit kerja teknis. Program pengembangan SDM yang terstruktur dan sistematis harus mengacu kepada tantangan kelembagaan yang dihadapi dalam jangka pendek, menengah, serta jangka panjang dengan sasaran terwujudnya SDM berkualitas. Dengan konsistensi terhadap perencanaan yang bagus maka sasaran untuk membentuk dan mengembangkan SDM pengawas PLTN yang profesional dan kompeten akan tercapai sesuai dengan jangka waktu yang telah disusun.
PENGEMBANGAN SDM
Pengembangan SDM BAPETEN bertujuan untuk membentuk SDM yang kompeten dan profesional dalam rangka menyongsong introduksi PLTN ditempuh melalui berbagai cara atau jalur, diantaranya: a. rintisan program pendidikan lanjutan; b. penyelenggaraan pelatihan; c. penyelenggaraan pertemuan ilmiah (seminar, lokakarya, pameran); d. penggalakan jabatan fungsional; e. program alih pengetahuan; f. pembinaan kerohanian/mental spiritual. Untuk mewujudkan cita-cita di atas perlu disusun perencanaan pengembangan SDM BAPETEN secara terpadu, menyeluruh, dan berkelanjutan sebagai bagian visi dan misi lembaga secara keseluruhan. Visi dan misi lembaga diturunkan menjadi visi dan misi khusus dalam lingkup pengembangan SDM untuk menjawab tantangan introduksi PLTN di Indonesia. Berdasarkan visi dan misi pengembangan SDM, dapat disusun kebutuhan SDM dan kompetensinya
Tabel 4. Spesifikasi Tugas Penyusunan dan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam rangka introduksi PLTN [8] No. Waktu rata-rata Pengelompokan Tugas Tugas (OJ/tugas) 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10
No. Tugas 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10
Mengidentifikasi kebutuhan peraturan atau pedoman baru; Mengidentifikasi persoalan keselamatan yang memerlukan pedoman baru atau bila ada dampak tentang cara pelaksanaan peraturan yang ada; Melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk menentukan peraturan dan pedoman yang diperlukan; Melakukan konsultasi publik dan mengkoordinasikan tanggapan-tanggapan yang diterima; Mencari dan menggunakan pendapat para ahli untuk mengembangkan pedoman; Memproyeksikan pengelolaan produk peraturan dan pedoman sesuai dengan skala waktu yang telah disetujui; Menetapkan penyertaan praktik-praktik di negara lain dan standar internasional yang sesuai; Menyiapkan bahan draf dan mengkoordinasikan pembuatan dokumen akhir; Menetapkan masa berlaku peraturan dan pedoman dan mengidentifikasi setiap permasalahan praktik, dan bila perlu mengembangkan pedoman tentang intrepetasi atau perlunya amandemen; Apabila perlu menguji dampak dan instruksi regional.
350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
Tabel 5. Spesifikasi Tugas Perizinan dalam rangka introduksi PLTN [8] Waktu rata-rata Pengelompokan Tugas (OJ/tugas) Memproyeksikan pengelolaan kegiatan perizinan; Menilai persoalan teknis hasil review; Berinterakasi dengan operator untuk menilai persoalan kebijakan; Menetapkan parameter unjuk kerja untuk digunakan dalam evaluasi keselamatan; Mengelola review dan pemrosesan perubahan izin dan permintaan lain yang memerlukan persetujuan badan pengawas; Mengkoordinasikan tugas-tugas lain, seperti evaluasi informasi yang diterima dari pemohon izin sebagai jawaban atas permintaan-permintaan yang diminta badan pengawas; Menyiapkan tanggapan terhadap petisi dan surat menyurat kepada masyarakat; Memproyeksikan pengelolaan kegiatan perizinan dekomisioning dan pembongkaran; Menetapkan standar untuk pemrosesan usulan rumusan perizinan dan pembuatan keputusan perizinan; Membuat database dan analisis kecenderungan.
Nanang Triagung dkk
75
350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 Tabel 6. Tugas Spesifikasi Inspeksi dalam rangka introduksi PLTN [8] No. Tugas 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17
Waktu rata-rata (OJ/tugas)
Pengelompokan Tugas Mengembangkan kebijakan dan menyediakan program perencanaan dan pengelolaan inspeksi reaktor dan program penilaian kerja; Mengembangkan dan mengawasi seifgard, kesiapsiagaan, dan program inspeksi proteksi radiasi; Menganalisis dan mengevaluasi efektivitas program dan pelaksanaannya; Mereview dan mengevaluasi PJM pemegang izin; Mereview dan mengevaluasi pengendalian administrasi PLTN untuk komisi keselamatan, audit, rancang bangun, prosedur dan rekaman; Mereview dan mengevaluasi program pengujian awal, operasional awal dan restart instalasi nuklir; Memproses, mengendalikan, mereview, mengelola dan memutuskan dugaan-dugaan dan mengambil atau merekomendasikan tindakan yang berhubungan dengan keselamatan; Melaksanakan inspeksi sebagai jawaban atas dugaan-dugaan dan melaporkan komponen peralatan dan jasa yang cacat atau di bawah standar; Mengidentifikasi ketidakpatuhan terhadap prosedur atau peraturan dan mengambil tindakan yang sesuai; Mengidentifikasi keperluan perbaikan keselamatan dan mencari tindakan koreksi; Melaporkan tindakan koreksi dan menginformasikan tindakan penegakan hukum secara tertulis kepada pemegang izin; Menyiapkan laporan inspeksi atau melaporkan kegiatan lain yang penting dan memastikan unpan balik untuk menginformasikan keputusan yang diambil; Merencakan dan melakukan inspeksi fasilitas tanpa pemberitahuan; Mengorganisasi tim inspeksi terkait dengan persoalan kinerja spesifik fasilitas atau dengan menggunakan penilaian risiko yang diberitahukan; Mengidentifikasi persoalan umum yang menyangkut fasilitas lain dan mengorganisir tindakan yang konsisten dengan praktik badan pengawas; Menginisiasi sanksi hukum sesuai dengan batas kewenangan; Mengumpulkan bukti dimana sanksi hukum diantisipasi dan menyiapkan dokumentasi sesuai praktik badan pengawas;
350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
Tabel 7. Spesifikasi Tugas Pengkajian dalam rangka introduksi PLTN [8] No. Tugas 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24
Pengelompokan Tugas
Waktu rata-rata (OJ/tugas)
Penilaian persoalan teknis (pengajuan operator); Pelaksanaan evaluasi keselamatan; Pelaksanaan dan evaluasi penilaian keselamatan probabilistik; Pelaksanaan dan evaluasi konsekuensi pelapasan zat radioaktif dan membandingkan dengan kriteria dan standar; Evaluasi persoalan kecelakaan parah; Penerapan pengertian risiko dan metode secara mendalam untuk mereview aplikasi perubahan izin; Pelaksanaan analisis risiko untuk menentukan makna temuan inspeksi dan kejadian operasi; Penerapan metode risiko yang terinformasi untuk memutuskan persoalan pengawasan; Mereview pengajuan PRA/PSA; Analisis deterministik fasilitas dan dokumentasi keselamatan yang menyertainya; Pelaksanaan penilaian dan kalkulasi dosis; Review dosis-dosis operasional; Menganalisis kejadian operasi reaktor; Review dan evaluasi aspek nuklir dan termohidrolik teras reaktor dalam kondisi tunak, transien dan kecelakaan; Penyelesaian evaluasi keselamatan terkait rekayasa atas implementasi pemegang izin terhadap persayaratan badan pengawas, perubahan izin, termasuk perpanjangan izin, dan pengajuan izin baru; Review dan evaluasi sifat-sifat komponen metalurgi, review efek penuaan, dan program manajemen penuaan; Review dan evaluasi persoalan terkait keteknikan kimia, termasuk pembangkitan hidrogen, penarikan sampel paska kecelakaan, kimia air, korosi, dan dekontaminasi; Review kriteria desain; Review dan evaluasi kelayakan seismik dan dinamik; Review dan evaluasi kondisi-kondisi eksternal, seperti gempa bumi, bahaya terkait ulah manusia, banjir, dan ancaman terhadap integritas fungsi sistem dan komponen; Review kemampuan pengujian in-service pompa dan katup terkait keselamatan dan dalam metode inspeksi in-service untuk komponen pengungkung; Evaluasi informasi terinformasi prakarsa operasi terkait dengan desain, pengujian dan inspeksi komponen PLTN; Review dan evaluasi kondisi-kondisi transien dan kecelakaan dan dampak terhadap fasilitas terkait; Review dan evaluasi persyaratan kinerja fungsi operasi atau sistem proteksi, sistem penggerak fitur keselamatan, penggerak instrumentasi untuk sistem penumpu pendukung penting, dan instrumentasi dan sistem kontrol yang disediakan untuk memulai dan mengatur pengoperasian sistem penutupan yang aman.
350 350 350 350
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
76
350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350
Nanang Triagung dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 7.
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN DIKLAT
Pendidikan dan pelatihan direncanakan dan dikembangkan berdasarkan peta analiasi spesifikasi tugas tiap unit kerja teknis terkait. Secara garis besar
kompetensi SDM yang dibutuhkan dalam rangka introduksi PLTN dapat digambarkan ke dalam kuadran kompetensi SDM sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.
4. Kompetensi Efektivitas Personal dan Interpersonal 4.1. Analisis pemecahan masalah dan pengambilan keputusan 4.2. Efektivitas Personal 4.3. Komunikasi 4.4. Kerja sama tim 4.5. Manajemen
1. Kompetensi Dasar Perundang-undangan dan Pengawasan 1.1. Dasar Peraturan Perundang-undangan 1.2. Proses Pengawasan 1.3. Dokumen Juknis Pengawasan dan Regulasi 1.4. Proses Penindakan
3. Kompetensi Praktek Pengawasan 2. Kompetensi Disiplin Teknik 3.1. Teknik analisis berbasis keselamatan 2.1. Teknologi Dasar 3.2. Teknik Inspeksi 2.2. Teknologi Aplikasi 3.3. Teknik Audit 2.3. Teknologi Khusus 3.4. Teknik Investigasi Gambar 5. Kuadran Kompetensi SDM dalam rangka introduksi PLTN [9] Kuadran di atas memperlihatkan kompetensi dasar hingga teknis untuk SDM pengawas PLTN. Dari sisi kanan atas terlihat pengetahuan dasar yang sangat penting terdiri atas aspek peraturan perundangundangan, sistem dan proses pengawasan, pemahaman dokumen juknis pengawasan serta proses penindakan terhadap ketidakpatuhan hukum. Pengetahuan dasar harus didukung dengan penguasaan penerapan teknologi di lapangan yang meliputi teknologi dasar, terapan, dan hal-hal yang bersifat khusus. Selanjutnya SDM pengawas juga harus memipiki kualifikasi dan kompetensi dalam menunjang tugas di lapangan, diantaranya teknik analisis keselamatan, tata cara inspeksi, audit dan investigasi. Kompetensi dasar, teknis, dan praktik pengawasan akan lebih sempurna bila dipadu dengan kemampuan personal yang matang dalam hal pemecahan masalah, komunikasi personal, kerja sama tim dan manajemen.
4.
DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional 2005 – 2025; 2. Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran; 3. IAEA, Legal and Governmental Infrastructure for Nuclear, Radiation, Radioactive Waste, and Transport Safety, G-S-R.1, IAEA, Vienna, 2000; 4. DESDM, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, Departemen ESDM, 2005; 5. Keputusan Presiden No. 76 tahun 1998 jo.103 tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir; 6. Peraturan Kepala BAPETEN No. 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BAPETEN No.01 Rev.2/K-OTK/V-04 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Tenaga Nuklir;
KESIMPULAN 1. Tantangan introduksi PLTN harus dijawab dengan penyiapan SDM Pengawasan yang kompeten dan profesional; 2. Perencanaan dan pengembangan SDM Pengawasan harus didasarkan peta kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan SDM secara kelembagaan untuk jangka pendek, menengah, dan panjang; 3. Pengembangan dan peningkatan SDM pengawasan PLTN harus memadukan peningkatan kompetensi dan kemampuan dasar, teknis, personal dan interpersonal, serta
Nanang Triagung dkk
penanaman nilai moralitas dan budi pekerti yang luhur; Pengembangan kompetensi dan profesionalisme SDM dilakukan melalui beberapa program, yaitu: a. rintisan program pendidikan lanjutan; b. penyelenggaraan pelatihan; c. penyelenggaraan pertemuan ilmiah(seminar, lokakarya, pameran); d. penggalakan jabatan fungsional; e. program alih pengetahuan; f. pembinaan kerohanian/mental spiritual.
77
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 7.
8.
9.
BAPETEN’s Licensing dan Inspection System, http://www.bapeten.net/peg2007/index.php?mo dul=peg2007; IAEA, Training Staff of Regulatory Body for Nuclear Facilities: A competency framework, TECDOC 1254, IAEA, Vienna, 2001; IAEA, Organization and Staffing of the Regulatory Body for Nuclear Facilities, G-SG.1.1, IAEA, Vienna, 2002.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
78
Nanang Triagung dkk