PROFIL DARAH DAN BERAT ORGAN VITAL AYAM PEDAGING YANG DIBERI AIR MINUM MENGANDUNG CAMPURAN HERBAL
SHABRINA DYAH WIBAWANTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Darah dan Berat Organ Vital Ayam Pedaging yang Diberi Air Minum Mengandung Campuran Herbaladalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Shabrina Dyah Wibawanti NIM D24110036
ABSTRAK SHABRINA DYAH WIBAWANTI. Profil Darah dan Berat Organ Vital Ayam Pedaging yang Diberi Air Minum Mengandung Campuran Herbal. Dibimbing oleh NAHROWI dan DWI MARGI SUCI. Penggunaan antibiotik sebagai feed additive mulai ditinggalkan karena meninggalkan residu pada daging. Kini penggunaan herbal organik mulai digunakan sebagai pengganti antibiotik. Ternak yang digunakan dalam penelitian sebanyak 20 ekor ternak dari total 360 ekor ayam.Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dan 9 ulangan dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Perlakuan yang digunakan adalahR0 = Kontrol (ransum tanpa campuran herbal), R1 = Ransum mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal, R2 = Ransum mengandung antibiotik + air minum tanpaadditive herbal, R3 = Ransum tanpa mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal. Pakan dan air minum diberikan adlibitum selama 35 hari. Peubah yang diamati adalah profil darah dan persentase berat organ vital.Data dianalisis menggunakan ANOVA dan hasil signifikan (P<0.05) diuji lanjut menggunakan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotik dan herbal dalam air minum tidak mempengaruhi eritrosit, leukosit, hemoglobin, hematokrit, limfosit (L), monosit, eosinophil, basophil, dan berat organ vital. Namun, heterofil (H) dan rasio H L-1 menunjukkan hasil yang lebih rendah pada perlakuan pemberian herbal sebanyak 5 ml ekor-1 (R3). Kesimpulan penelitian ini bahwa pemberian herbal dalam air minum menghasilkan profil darah yang sama baik dengan pemberian antibiotik dalam pakan.
Kata kunci:antibiotik, broiler, herbal, organ vital, profil darah
ABSTRACT SHABRINA DYAH WIBAWANTI. Hematological and Vital Organs of Broilerwith Herbs Additive. Supervised by NAHROWI and DWI MARGI SUCI. Antibiotic use as feed additive began to be restricted due to residue in meat. Organicfeed additive such as herbs begin to be used as the replacement for the antibiotics. This research used 20 chicken from 360 chicken. This research used a completerandomized design with 4 treatments and 9 replications.The treatments were R0=ration without antibiotic andwithout herbs in the drink, R1= ration with antibiotic and herbs, and R2 = ration with antibiotic and without herbs mixing in the drink, R3= ration without antibiotic and with herbs. Feed and water were given ad-libitum for 35 days. The variables observed were hematological and percentages of vital organs. Data were analyzed using ANOVA and if different (p<0.05), the data were further analyzedusing Duncan’s multiple. The results showed that antibiotics in feed also herbs in the drinking water did not affect erythrocyte, leukocyte, hematocrit hemoglobin, lymphocyte (L), monocyte, eosinophil, basophil, and percentages of vital organs, however R3 (without
antibiotics+herbs in the drinking water) delivered lower HL-1 ratio and heterophil (H) compared to other treatments. It is concluded that the herbs in the drinking water produce blood profile as well as antibiotic. Keywords: antibiotic, broiler, hematological, herbs, vital organs
PROFIL DARAH DAN BERAT ORGAN VITAL AYAM PEDAGING YANG DIBERI AIR MINUM MENGANDUNG CAMPURAN HERBAL
SHABRINA DYAH WIBAWANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah judul “Profil Darah dan Organ Vital Ayam Pedaging yang diberi Air Minum”. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang yang telah dilaksanakan penulis pada bulan Oktober hingga Desember 2014 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini memuat informasi tentang status fisiologi ayam broiler yang ditunjukkan dengan profil darah dan berat organ vital ayam broiler. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2015 Shabrina Dyah Wibawanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN METODE Materi Ternak Peralatan Perkandangan Ransum Perlakuan Air Minum Perlakuan Lokasi dan Waktu Prosedur Persiapan Kandang Pemberian Air Minum Pelaksanaan Pemeliharaan Penimbangan Organ Vital Analisis Darah Pengambilan Darah Jumlah Eritrosit. Hematokrit (% Volume Sel Darah Merah) Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli Jumlah Leukosit Differensial Leukosit Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Analisis Data Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Ayam Broiler Umur 35 Hari Diferensial Leukosit Berat Organ Vital SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMA KASIH
xii xii 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 8 10 11 12 15 177 17
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Kandungan nutrien pakan penelitian (As Fed) Rataan profil darah ayam umur 35 hari Rataan persentase diferensiasi leukosit ayam umur 35 hari Persentase berat organ vital ayam broiler umur 35 hari
2 7 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap hemoglobin Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap hematocrit Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap butir darah merah Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap butir darah putih Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap limfosit Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap heterofil Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap heterofil Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap monosit Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap eosinophil Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap basophil Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio H L-1 Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap rasio HL-1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persentase berat jantung Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persentase berat bursa fabricius
14 14 14 14 14 14 15 15 15 15 15 15 16 16
PENDAHULUAN Daging ayam merupakan salah satu produk ternak yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Permintaan akan protein hewani ini terus meningkat. Hal ini didorong oleh pertambahan populasi penduduk Indonesia yang cukup pesat. Menurut BPS (2014), data produksi daging unggas sendiri dari tahun ke tahun meningkat. Pada tahun 2013, produksi daging unggas sebesar 319.599 ton dan pada tahun 2014, produksi daging unggas mencapai 332.095 ton. Produksi daging unggas sendiri didominasi oleh produksi daging ayam broiler. Sejalan dengan peningkatan akan permintaan produksi daging unggas, para produsen daging ayam melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Salah satu upaya yang ditempuh ialah dengan cara memaksimalkan nilai guna pakan, yaitu dengan menambahkan feed additive.Antibiotik adalah salah satu feed additive yang banyak ditambahkan ke dalam pakan adalah antibiotik. Antibiotik dapat mengurangi tingginya angka mortalitas pada industri perunggassan, terutama pada industri ayam pedaging Kini banyak negara di dunia yang sudah mengurangi bahkan melarang penggunaan antibiotikini dikhawatirkan unggas.Pengurangan bahkan pelarangan penggunaan antibiotik tersebut dapat menimbulkan residu bahan kimia yang terakumulasi dalam daging sehingga membahayakan kesehatan konsumen. Zinc Bacitracin merupakan salah satu jenis antibiotik yang berfungsi sebagai growth promotor yang dapat meningkatkan nilai efiseinsi pakan dan pertambahan bobot badan. Namun, Uni Eropa sendiri telah melarang penggunaan Zinc Bacitracin, Carbodox, Olaquin-Dox, Tylosin, Virginiamycin, Avilamycin, Flavophospholipol, Natrium Lasalocid, Monensin Natrium, dan Salinomycin pada tahun 2009 (Sinaga et al.2010). Isu tentang residu antibiotik pada daging ayam broiler kini semakin marak. Oleh karena itu, perlu dicari bahan pakan alternatif yang memiliki fungsi sama dengan antibiotik. Herbal merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik.Tanaman herbal yang sering digunakan ialah kunyit dan temulawak yang memiliki bahan aktif berupa kurkumin. Fahrurozi et al. (2014) menyatakan, bahwa senyawa kurkumin memiliki fungsi sebagai antioksidan. Napirah et al. (2013) menyatakan bahwa pemberian kunyit 1.0% menunjukkan aktivitas imunodulator terhadap puyuh pedaging. Lebih lanjut Napirah et al. (2013) menyatakan bahwa kondisi kesehatan ternak dapat diamati melalui pemeriksaan darah. Gambaran keadaan darah dapat menunjukkan keadaan fisiologis maupun patologis seekor ternak. Kelainan-kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk tubuh ternak dapat diketahui melalui pemeriksaan darah (Guyton dan Hall 1996). Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian yang mengkaji mengkaji efek pemberian antibiotik dengan campuran herbal terhadap profil darah dan persentase berat organ vital ayam pedaging.
2
METODE Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam pemeliharaan sebanyak 360 ekor ayam strain Rose dibagi 9 ulangan dari 4 perlakuan terdiri dari 10 ekor ayam. Sedangkan, untuk analisis profil darah, ayam yang digunakan sebanyak 20 ekor ayam yang diambil secara acak dari 4 perlakuan, dimana setiap perlakuan diambil 5 ekor ayam. Peralatan Perkandangan Kandang yang digunakan berupa kandang dengan sistem liter yang beralaskan sekam padi sebanyak 36 petak yang berukuran 100 x 100 cm dengan 4 perlakuan dan 9 ulangan. Setiap petak diisi oleh 10 ekor ayam.Petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum. Lampu pijar 60 watt sebagai pemanas digunakan hingga ayam berumur 35 hari. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, karung, plastik ransum, termometer, ember besar, ember kecil, gelas ukur, dan kipas angin. Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan adalah ransum perusahaan X. Ransum yang digunakan dua macam, yaitu ransum dengan penambahan antibiotik dan ransum tanpa penambahan antibiotik. Antibiotik yang ditambahkan ialah Zinc Bacitracin yang berfungsi sebagai growth promotor dengan dosis 50 ppm. Tabel 1 Kandungan nutrien pakan penelitian (As Fed) Nutrien Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%) Energi bruto (kkal kg-1)
Periode Starter Antibiotik Tanpa Antibiotik 88.85 88.68 22.22 21.85 4.66 3.26 3.92 2.60 8.28 5.77 4418 4202
Periode Finisher Antibiotik Tanpa Antibiotik 88.15 93.17 21.19 22.13 3.78 5.76 3.34 2.66 5.06 4.82 4146 4600
Hasil analisis laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan IPB (2014) Air Minum Perlakuan Air minum yang digunakan adalah tanpa dan dengan kandungan herbal. Herbal didapatkan dari perusahaan X yang merupakan hasil ekstraksi.Komposisi dari campuran herbal yang diberikan diantaranya temulawak dan kunyit. Lokasi dan Waktu Penelitian berlangsung pada bulan Oktober hingga Desember 2014 di laboratorium lapang blok C, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
3 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Prosedur Persiapan Kandang Kandang yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan detergent dan karbol. Kemudian dilakukan pengapuran pada seluruh dinding maupun lantai kandang dan sekat serta penyemprotan desinfektan dengan tujuan menghambat pertumbuhan dan membunuh bibit penyakit. Tempat pakan dan air minum dibersihkan dengan sabun dan air. PemberianAir Minum Air minum baik dengan ataupun tanpa campuran herbal diberikan ad libitum dengan pemberian setiap hari. Sisa pemberian air minum diukur setiap hari pada pagi hari dengan menggunakan gelas ukur. Feed additive herbal dibuat setiap minggunya dengan 2 liter ramuan dicampur dengan 360 liter air putih. Pelaksanaan Pemeliharaan DOC yang digunakan sebanyak 360 ekor, dibagi secara acak dan ditempatkan ke dalam 36 kandang perlakuan. Ayam pada masing-masing kandang diberi salah satu dari 4 perlakuan ransum yaitu R0 (Ransum tanpa mengandung antibiotik dan air minum mengandung herbal), R1 (Ransum antibiotik dan air minum ber- feed additive herbal dalam air minum), R2 (Ransum antibiotik dan air minum tanpa feed additive herbal dalam air minum) atau R3 (Ransum tanpa antibiotik dan air minum ber- feed additive herbal dalam air minum). Pemberian pakan dilakukan sesuai dengan umur ternak yang mengacu pada manajemen brooding), Pengukuran konsumsi air minum dilakukan setiap pagi hari. Pemberian pakan pada hari ke-1 hingga hari ke-3 dilakukan setiap 2 jam dan dimulai pukul 06.00 hingga 23.00. Pemberian pakan pada hari ke-4 hingga ke-6 dilakukan setiap 2 jam dimulai pukul 06.00 WIB hingga 21.00 WIB. Pada hari ke7 hingga hari ke-10, pemberian pakan dilakukan setiap 3 jam yang dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Ayam yang berumur 11-35 hari, pakan diberikan setiap 3 jam yang dimulai pukul 07.00 WIB hingga 19.00 WIB. Pakan periode starter diberikan mulai hari ke-0 hingga hari ke-21. Pakan periode grower mulai diberikan pada hari ke-22 hingga hari ke-35. Pergantian pakan dilakukan secara bertahap. Penimbangan Organ Vital Ayam yang berumur 35 hari ditimbang dan kemudian diambil secara acak sejumlah 5 ekor dari setiap perlakuan. Ayam yang sudah diambil kemudian dipotong untuk didapatkan karkasnya. Karkas yang sudah bersih kemudian ditimbang berat karkas. Organ jantung dan bursa fabrisius diambildari karkas dan kemudian ditimbang secara terpisah.
4 Analisis Darah Pengambilan Darah.Sampel darah diambil secara acak dari lima ulangan pada setiap perlakuan pada umur 35 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan pada pukul 06.00 WIB sebelum diberi pakan dan air minum. Sampel darah diambil sebanyak 1 cc dari vena Axillaris (pada sayap) menggunakan syringe kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacumtainer yang mengandung antikoagulan EDTA untuk memperoleh darah. Pemeriksaan darah meliputi jumlah eritrosit, hematocrit (PVC), hemoglobin, jumlah leukosit, dan differensiasi leukosit. Jumlah Eritrosit. Darah diambil dari tabung menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan alat penghisap (aspirator) yang dipasang pada pipet tersebut sampai batas 1.0. Ujung pipet dihisap terlebih dahulu menggunakan tisu. Setelah dibersihkan kemudian dihisap larutan Rees dan Ecker hingga tanda 101 pada pipet. Kedua pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk. Larutan dihomogenkan dengan menggerakan angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan pipet ke kertas tisu. Darah diteteskan di atas kamar hitung kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Perhitungan eritrosit dengan cara mengambil 5 kotak kecil yang terletak di bagian tengan kamar hitung yang terletak satu di pojok kanan atas, satu di pojok kiri atas, satu di pojok kanan bawah, satu pojok kiri bawah dan satu kotak tenga. Hasil perhitungan BDM dikali 104 untuk mengetahui eritrosit dalam 1mm3 darah (Gandasoebrata 2007). Jumlah eritrosit per mm3 darah = a x 104 Hematokrit (% Volume Sel Darah Merah). Nilai hematokrit ditentukan dengan metode mikrohematokrit. Darah dihisap ke dalam pipa mikrokapiler dengan cara memiringkan tabung yang berisi darah. Darah diisi kedam tabung hingga 4/5 bagian yang kemudian disumbat dengan crestaseal. Pipa mikrokapiler yang sudah disumbat kemudian diputar dengan mikrocentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Setelah disentrifugasi, akan terbentuk beberapa lapisan yang terdiri dari lapisn plasma, lapisan putih abu, dan lapisan merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan cara mengukur % volume eritrosit dari darah menggunakan alat baca mikrohematokrit (Gandasoebrata 2007). Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0.1 N sampai dengan angka 10 (garis paling bawah pada tabung). Darah dihisap menggunakan pipet Sahli beserta aspiratornya sampai batas angka 20 (0,02 ml) secara perlahan-lahan. Ujung pipet dibersihkan dan darah yang ada di dalamnya segera dikeluarkan ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer. Pencampuran antara darah dan HCL 0.1 N dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna cokelat. Kemudian setetes demi setetes aquades ditambahkan ke dalam tabung sambil diaduk sampai warnanya sama dengan warna standar. Nilai hemoglobin ditentukan dengan melihat skala g% tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli (Gandasoebrata 2007).
5 Jumlah Leukosit. Darah yang sudah siap dihisap ke dalam pipet leukosit dengan bantuan aspirator hingga batas 0.5, yang kemudian ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Larutan Rees dan Ecker dihisap hingga tanda 11. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian isi pipet dikocok dengan membentuk gerakan angka 8, dan cairan yang tidak ikut dikocok dibuang. Setetes cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dan biarkan butir-butir yang ada di dalam kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 400 kali. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer neubeur, digunakan kotak leukosit yang berjumlah 5 buah dari 9 kotak utama dengan mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu pojok kiri bawah. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dengan mikroskop (b) dikalikan 200 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah. Angka 200 merupakan perkalian dari tebal kamar hitung 1/10 mm, panjang kamar 1 mm, lebar 1 mm dan 5 kotak kamar hitung dalam mm3 kemudian dikalikan dengan faktor pengencer sebesar 100 (Gandasoebrata 2007). Jumlah leukosit dapat dihitung dengan rumus di bawah ini : Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 2 x 103 butir Differensiasi Leukosit. Untuk perhitungan diferensial leukosit perlu dibuat preparat ulas terlebih dahulu. Sampel darah diteteskan di atas gelas objek yang kemudian difiksasi dengan methanol 75% selama 5 menit. Setelah difiksasi diangkat hingga mongering. Selanjutnya, preparat direndam dalam larutan giemsa sela 30 menit untuk pewarnaan. Kemudian diangkat, dan dicuci di bawah air kran secara perlahan untuk menghilangkan zat warna yang berlebih. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan tisu atau kertas hisap. Preparat ulas yang sudah kering diletakkan di bawah mikroskop dan ditambahkan dengan minyak imersi kemudian dihitung jumlah limfosit, heterofil, monosit, eosinophil, dan basophil secara zigzag dengan perbesaran 1000x (objek 100x dan okuler 10x) (Gandasoebrata 2007). Rancangan Percobaan dan Analisis Data Perlakuan Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: R0= Kontrol (Ransum tanpa mengandung antibiotik+air minum tanpaadditive herbal) R1 = Ransum mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1 R2 = Ransum mengandung antibiotik + air minum tanpaadditive herbal R3 = Ransum tanpa mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1 Perlakuan terdiri atas 9 ulangan dimana setiap ulangannya terdiri dari 10 ekor ayam. Untuk, analisis darah 20 ekor ayam masing-masing diambil dari 4 perlakuan dengan setiap ulangan diambil 5 ekor ayam.
6 Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 9 kali ulangan dengan menggunakan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993): Yij = μ + αi + εij Keterangan: Yij = Perlakuan pengolahan ke-i dan ulangan ke-j μ = Rataan umum αi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j Data yang terkumpul di analisis dengan sidik ragam dan jika berbeda nyata (p<0.05) dilanjutkan dengan uji DUNCAN (Steel dan Torrie 1993). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah : 1. Profil darah Profil darah ayam yang dianalisis antara lain eritrosit, hematokrit, kadar hemoglobin, dan leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinophil, dan basophil dan rasio heterofil limfosit-1 2. Persentase berat Organ Vital Berat organ vital yang diamati antara lain adalah berat jantung dan berat bursa fabrisius. Persentase berat organ vital didapatkan dari berat organ vital dibagi dengan berat karkas yang dihasilkan dan kemudian dikalikan dengan 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Ayam Broiler Umur 35 hari Semua perlakuan yaitu pemberian antibiotik dalam pakan sebanyak 50 ppm dan herbal dalam air minum sebanyak 5ml ekor-1 memberikan pengaruh tidak berbeda terhadap hemoglobin, hematokrit, butir darah merah, dan butir darah putih. Hasil pada penelitian diperoleh nilai hemoglobin berada antara 9.86-12.10 g 100ml-1. Nilai hemoglobin penelitian ini berada pada kisaran normal yaitu 9.016.5 g 100 ml-1 (Park et al. 2014). Penambahan herbal pada R3 menghasilkan nilai hemoglobin yang sama baik dengan R0 yang tanpa menambahkan herbal maupun antibiotik. Herbal yang dipakai mengandung senyawa aktif diantaranya kurkumin yang berfungsi sebagai antioksidan yang berguna untuk melindungi sel darah merah dari bahaya oksidan (Venkatesan 2003). Pemakaian antibiotik pada pakan (R2 dan R1) juga menghasilkan nilai hemoglobin yang tidak berbeda dengan kontrol (R0) yang tidak menggunakan antibiotik. Ali dan Ahmed (2005) menyatakan bahwa nilai hemoglobin tidak mengalami peningkatan dengan penambahan antibiotik. Nilai hemoglobin yang tidak berbeda nyata dapat
7 disebabkan peran antibiotik Zinc Bacitracin 50 ppm dan penambahan herbal dalam air minum sama di dalam fungsi fisiologis Kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah, semakin tinggi jumlah sel darah merah, semakin tinggi pula kadar hemoglobin dalam sel darah merah tersebut (Haryono 1978). Tabel 2 Rataan profil darah ayam umur 35 hari Kondisi darah normal* Hemoglobin 9.86±1.58 11.86±0.19 12.10±1.65 11.60±1.49 9.00(g 100ml-1) 16.50 Hematokrit 24.40±3.56 27.40±2.92 28.30±3.13 27.30±1.60 24.00(%) 29.00 Eritrosit 2253±112.73 1811±653.63 2723±283.33 2656±153.95 2000(103 mm-3) 2700 Leukosit 16.96±3.35 16.16±3.09 18.12±3.45 19.62±2.75 8.00(103 mm-3) 20.00 R0 = Kontrol (Ransum tanpa mengandung antibiotik dan air minum mengandung herbal), R1 = Ransum mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1, R2 = Ransum mengandung antibiotik + air minum tanpa additive herbal, R3 = Ransum tanpa mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1 *) Sumber: Park et al. (2014) Peubah
R0
R1
R2
R3
Nilai hematokrit penelitian berkisar antara 24.40%-28.30%. Nilai hematokrit penelitian ini berada dalam kisaran normal (Park et al. 2014), yaitu 24.00%-29.00%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidah berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit ayam broiler, yang artinya pemberian herbal dalam air minum saja maupun kombinasi penggunaan herbal dalam air minum maupun antibiotik dalam pakan secara bersama-sama tidak mengganggu nilai hematokrit. Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah eritrosit dan hemoglobin ayam yang dalam keadaan normal. Satyaningtijias et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian suplemen kunyit tidak mempengaruhi nilai hematokrit ayam broiler. Nilai total butir darah merah pada perlakuan penelitian berkisar antara 1811-2656 ribu mm-3. Angka ini berada pada kisaran normalmenurut Park et al. (2014), yaitu berkisar antara 2000-2700 103 mm-3. Nilai butir darah merah perlakuan menunjukkan hasil yang tidak signifikan.Hal ini menandakan bahwa proses metabolisme dalam tubuh berlangsung normal dan zat nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah terutama protein, vitamin, dan zat mineral sudah mencukupi kebutuhan ayam sehingga kesehatan tubuh ayam optimal. Menurut Frandson (1992), ransum merupakan bahan yang penting untuk metabolisme darah, karena dibutuhkan protein, vitamin dan mineral dalam pembentukan sel darah merah. Menurut Johnson (1994), pembentukan eritrosit membutuhkan banyak proses sehingga perlu adanya suplai protein, zat besi, tembaga dan cobalt dalam jumlah yang cukup.Penambahan campuran herbal dalam air minum maupun penggunaan antibiotik dalam pakan dan herbal dalam air minum secara bersama-sama tidak mengganggu pembentukan eritrosit, sehingga jumlah eritrosit masih dalam keadaan normal. Herbal yang dipakai mengandung senyawa aktif kurkumin yang berfungsi sebagai antioksidan yang berguna untuk melindungi sel darah merah dari bahaya oksidan (Venkatesan et al. 2003).
8 Nilai total butir darah putih perlakuan berkisar antara 16.16-19.62 103 mm-3. Nilai yang didapat masih berada pada kisaran normal antara 8-20 ribu mm-3 (Park et al. 2014). Pada perlakuan dengan penggunaan herbal (R3) menghasilkan nilai leukosit yang sama baik dengan perlakuan R0 yang tidak menggunakan tambahan herbal dalam air minum. Kumari et al. (2007) mengemukakan bahwa penambahan kunyit dalam pakan tidak memberikan efek negatif pada total leukosit pada ayam broiler. Kurkumin sendiri memiliki fungsi sebagai antibakteri yang menghambat β-lactamase dari mikroorganisme yangpathogen untuk membentuk dinding sel. Nilai leukosit pada R1, yang menggunakan herbal dan antibiotik secara bersama-sama juga mengahasilkan nilai leukosit yang normal. Hal ini menandakan bahwa herbal dan antibiotik secara bersama-sama dapat berfungsi meningkatkan imunitas ayam. Penggunaan antibiotik Zinc Bacitracin mampu mempertahankan jumlah leukosit dan tubuh ayam menjadi lebih tahan terhadap serangan penyakit. Antibiotik Zinc Bacitracin merupakan obat sintetik yang digunakan untuk membunuh bakteri terutama bakteri gram positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sturkie dan Griminger (1976) bahwa leukosit dipengaruh oleh jenis kelamin, stress, pakan, umur, lingkungan, dan obat-obatan.
Diferensiasi Leukosit Sel darah putih normal dikelompokkan menjadi granulosit dan agranulosit. Sel darah putih terdiri dari heterofil, eosinophil, basofil, limfosit, dan monosit.Semua perlakuan yaitu pemberian antibiotik dalam pakan sebanyak 50 ppm dan herbal dalam air minum sebanyak 5ml ekor-1 memberikan pengaruh nyata (P<0.05) pada heterofil dan rasio HL-1 ayam broiler berumur 35 hari.Perlakuan tidak memberikan pengaruh berbeda (P>0.05) terhadap limfosit, monosit, eosinophil, dan basofil. Tabel 3 Rataan persentase diferensiasi leukosit ayam umur 35 hari Peubah
R0
R1
R2
R3
Kondisi darah normal* 24.0-78.5
Limfosit 69.20±5.97 65.20±4.04 74.20±2.17 76.20±3.65 (%) Heterofil 28±5.52ab 33.60±3.79a 24.40±2.61ab 21.20±3.56b 17.00(%) 30.00 Monosit 3.00±1 1.33±0.58 2.33±0.58 2.33±0.58 1.00-8.00 (%) Eosinophil 0.67±1.15 0±0.00 0.25±0.50 0.25±0.50 0.0-3.00 (%) Basophil 0 0 0 0 0.0-0.07 (%) H L-1 0.42±0.14ab 0.55±0.26a 0.32±0.04b 0.27±0.06b 0.32-0.50 R0 = Kontrol (Ransum tanpa mengandung antibiotik dan air minum mengandung herbal), R1 = Ransum mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1, R2 = Ransum mengandung antibiotik + air minum tanpa additive herbal, R3 = Ransum tanpa mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1 *) Sumber: Park et al. (2014).
9 Nilai limfosit percobaan berkisar antara 65.20%-67.20%. Persentase limfosit ini berada pada kisaran normal yaitu 24%-78.5% (Park et al. 2014). Herbal yang ditambahkan pada perlakuan R3 menghasilkan nilai limfosit yang sama dengan perlakuan R0 yang tanpa penambahan herbal dalam air minum, hal ini menandakan bahwa kurkumin dalam herbal yang digunakan dalam air minum mampu merangsang respon kebal dengan membentuk antibodi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurkumin yang merangsang sekresi hormon glukortikoid yang berperan menekan timbulnya infeksi. Nilai heterofil ayam broiler pada penelitian berkisar dengan nilai 21.20%33.60%. Nilai ini berada pada kisaran normal yaitu 17.00%-30.00% (Park et al. 2014). Nilai heterofil pada perlakuan R1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0, R2, dan R3. Nilai heterofil yang tinggi pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa penambahan herbal dalam air minum dan juga antibiotik dalam pakan secara bersamaan akan meningkatkan jumlah heterofil dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh penambahan zat aktif dua kali lipat dari herbal maupun antibitotik yang dapat merangsang peningkatan heterofil darah. Nilai heterofil R3 yang rendah dibandingkan nilai R2 menunjukkan bahwa zat aktif herbal yang ditambahkan pada air minum, menghasilkan nilai heterofil yang lebih rendah bila menambahkan antibiotik pada pakan. Jumlah heterofil yang meningkat sebagai garis pertahanan pertama dalam merespon peradangan menyebabkan peran monosit sebagai garis pertahanan kedua menurun. Rataan eosinophil dan basophil berada pada 0%-0.67% dan 0%. Angka tersebut masih menunjukkan angka normal yaitu 0%-3% dan 0%-0.07% (Park et al. 2014). Herbal pada R3 menghasilkan nilai basophil yang sama baik dengan perlakuan R0 yang tidak menggunakan herbal dalam air minum maupun antibiotik dalam pakan. Pemberian feed additif ini tidak memberikan efek negatif terhadap fisiologis ayam, hal ini ditunjukkan oleh nilai basophil yang berada pada kondisi normal dan tidak menunjukkan alergi atau infeksi.Menurut Guyton dan Hall (1996), basofil berperan dalam berbagai macam reaksi alergi dan akan melepaskan heparin ke dalam darah yang dapat mencegah koagulasi darah. Basofil juga memiliki fungsi membangkitkan perdarahan akut pada tempat deposit antigen. Jain (1993), reaksi alergi dan peradangan merangsang keluarnya eosinophil dari sumsum tulang (meningkatkan eosinophil) untuk menetralkan faktor radang. Dan penggunaan herbal serta antibiotik secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap nilai basofil. Terdapat nilai eosinofil dan basofil yang menunjukkan angka 0, hal ini dikarenakan eosinophil san basophil pada perlakuan tersebut memang tidak dapat dan sulit untuk ditemukan. Park et al. (2014) menyatakan bahwa jumlah monosit dalam darah ayam normal berkisar1%-8%. Rataan persentase yang didapatkan dalam penelitian antara 1.33%-3.33%, angka ini masih berada pada kisaran normal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidah berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit ayam broiler, yang artinya pemberian herbal dalam air minum maupun penggunaan herbal dalam air minum maupun antibiotik dalam pakan secara bersama-sama menghasilkan nilai yang sama baik, yang ditunjukkan dengan ayam broiler pada semua perlakuan tidak mengalami infeksi. Hal ini dapat disebabkan karena memiliki fungsi sebagai immunostimulan (Anthony dan Kuttan 1999). Perbandingan jumlah H L-1merupakan indikator stress pada unggas (Murrani et al. 1997). Rasio perbandingan heterofil dengan limfosit menunjukkan
10 perubahan fisiologis. Nilai rasio H L-1 pada penelitian berkisar antara 0.27-0.55. Nilai rasio H L-1 percobaan menunjukkan bahwa rasio H L-1 pada R1 lebih tinggi dibandingkan R0, R2, dan R3. Nilai rasio H L-1 pada R1 berada diatas normal.Tingkat stress yang dihasilkan pada perlakuan R3 lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan R0. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktivitas antioksidan dari kurkumin yang dapat menekan tingkat stress ayam. Johan (2010) menyebutkan, bahwa suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan ayam berkisar 23oC. Suhu lingkungan pada saat penelitian memiliki nilai rata-rata 30oC pada siang hari. Hal ini dapat menunjukkan bahwa suhu kandang saat penelitian berlangsung, jauh berada di atas suhu nyaman ayam. Tingginya suhu lingkungan merupakan salah satu penyebab terjadinya stress oksidatif yakni keadaan pada saat aktivitas oksidan (radikal bebas) melebihi antioksidan. Selain tingginya suhu lingkungan, kelembapan kandang yang digunakan untuk penelitian juga dapat menyebabkan broiler menjadi kurang nyaman dan dapat menyebabkan broiler menjadi stress. Cekaman panas sendiri dapat membentuk CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) di hipotalamus dan CRH ini akan menstimulasi pemberntukan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) pada hipofisa anterior yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks. Pelepasan glukokortikod menimbulkan efek terhadap metabolisme normal tubuh (Sugito 2007). Cekaman panas dapat menyebabkan gangguan pada proses metabolisme yang menyebabkan terbentuknya Spesies Oksigen Reaktif (SOR). Kurkumin dapat berperan sebagai antioksidan karena memiliki unsur fenolik OH dalam struktur kimianya. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) untuk meredam dampak negatif dari SOR. Peran antioksidan terhadap radikal bebas yaitu mendonorkan elektronnya ke radikal bebas yaitu mendonorkannya elektronnya ke radikal bebas untuk meredam dampak negatif dari radikal bebas (Fahrurozi et al. 2014). Nilai rasio H L-1 pada perlakuan R1 yang tinggi menunjukkan bahwa pemberian antibiotik dan additif herbal secara bersama-sama akan meningkatkan tingkat stress pada ayam broiler. Hal ini dapat disebabkan paparan zat aktif dua kali lipat dari antibiotik maupun dari herbal.
Berat Organ Vital Hasil analisis statistik pada Tabel 5 menunjukkan hasil yang tidak nyata (P>0.05) terhadap persentase berat jantung maupun persentase berat bursa fabrisius.Nilai persentase berat bursa fabrisius berkisar antara 0.09%-0.12%. Nilai ini berkisar pada kisaran normal yaitu 0.09%-0.15% (Risnajati 2012). Bursa fabrisius adalah organ limfoepitelial yang terdapat pada unggas, tetapi tidak pada mamalia. Pemberian campuran herbal tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat organ bursa fabrisius ayam pedaging umur 35 hari. Pemberian herbal pada perlakuan R3 menghasilkan persentase berat bursa fabricius dan berat jantung yang sama baik dengan tanpa pemberian herbal maupun antibiotik pada R0. Bursa fabrisius berfungsi sebagai tempat pendewasaan dan diferensiasi bagi sel dari sistem pembentukan antibodi. Berat bursa fabrisius antara perlakuan menunjukkan bahwa pemberian additif herbal pada air minum sama baik dengan pemberian antibiotik pada pakan. Zenudin
11 (2013), ekstrak temulawak mampu memperlambat degenarasi sel limfosit lebih lama. Ekstrak temulawak juga menginduksi lebih cepat terbentuknya limfosit B dalam folikel bursa fabrisius dan terjadi pemadatan jumlah sel. Selain itu limfosit B yang mengalami peningkatan dalam folikel juga disirkulasikan ke pembuluh darah. Peningkatan tersebut menyebabkan sistem kekebalan tubuh juga dapat meningkat. Pemberian ekstrak temulawak mampu meningkatkan limfosit dari bursa fabricius untuk membentuk antibodi. Hal ini diduga akibat aktivitas imunostimulan dari kandungan kurkumin pada rimpang temulawak (Barclay 2000). Tabel 4 Persentase berat organ vital ayam broiler umur 35 hari Peubah R0 1387.6±106.58
Perlakuan R1 R2 1445.2±162.24 1500±182.12
Normal* R3 1317.6±121.65
Berat karkas 1300(gram) 1500 Persentase 0.72±0.13 0.80±0.06 0.74±0.13 0.82±0.08 0.60berat jantung 0.90 (%) Persentase 0.10±0.05 0.11±0.02 0.09±0.01 0.12±0.04 0.09berat bursa 0.15 fabrisius (%) R0 = Kontrol (tanpa perlakuan), R1 = Ransum mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1, R2 = Ransum mengandung antibiotik + air minum tanpa additive herbal, R3 = Ransum tanpa mengandung antibiotik + air minum dengan additive herbal 5ml ekor-1 *) Sumber : Risnajati D 2012.
Nilai persentase berat jantung berkisar antara 0.72%-0.82%. Nilai ini berada pada kisaran normal yaitu 0.60%-0.90% (Risnajati 2012). Herbal pada R3 mengasilkan persentase berat jantung yang sama baik dengan perlakuan R0 (tanpa antibiotik maupun herbal). Perlakuan R1 (dengan penambahan herbal maupun antibiotik) menghasilkan persentase jantung yang sama baik dengan R2 (penambahan antibiotik). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan campuran herbal dalam air minum kemungkinan tidak mengandung racun sehingga tidak menyebabkan kontraksi yang berlebihan, sedangkan pemakaian antibiotik dan herbal secara bersama-sama tidak menyebabkan kontraksi berlebih pada jantung. Reesang (1984) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi persentase jantung ialah jenis, umur, besar serta aktifitas ternak tersebut. Semakin berat jantung maka aliran darah yang masuk maupun keluar semakin lancar, dan berdampak pada metabolisme yang terjadi pada tubuh ternak. Proses metabolisme terjadi setelah pakan masuk ke tubuh unggas. Proses metabolisme ini akan mempengaruhi aktivitas kerja, ampela, hati, dan jantung. Unggas akan meningkatkan kemampuan metabolismenya untuk mencerna serat kasar sehingga meningkatkan ukuran ampela, hati, dan jantung.
SIMPULAN Profil darah ayam yang mendapatkan air minum herbal sama baik dengan profil darah ayam diberi antibiotik dalam ransum. Tingkat stress ayamyang diberi herbal dalam air minum dan antibiotik dalam ransum lebih ringan dibandingkan ayam yang tidak diberikan campuran herbal dalam air minum maupun ransum yang mengandung antibiotik.
12
DAFTAR PUSTAKA Ali A, Ahmed J. 2005. Influence of antbiotics treatment on haematological aspect in chicken. Int J Poult Sci. 4(5): 323-325 Anthony SR, Kuttan GA. 1999. Immunodulatory activity of curcumin. Immunol Invest. 28:5-6 Barclay LR. 200. Antioxidant mechanism or curcumin: classical methods are needed to determine antioxidant mechanism and activity. Org Lett. 2(18):2841-2843 BPS. 2014. Produksi Daging Unggas Menurut Provinsi Tahun 2007-2014. http://www.bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1509. (25 Januari 2015) Fahrurozi N, Tantalo S, Santosa PE. 2014. Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak melalui air minum terhadap gambaran darah pada air minum. Seminar Nasional Peternakan. Lampung (ID): Universitas Negeri Lampung. hlm 39-46 Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan 13. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Guyton AA, Hall JE. 1996. Textbook of Medical Physiology. Ed Ke-11. Philadelphia (US): Elsevier Inc. Haryono B. 1978. Hematologi Klinik. Yogyakarta (ID): UGM Press Jain NC. 1993. Essential of Veteriner Haematology. New York (USA): Lea and Febiger. Johan KP. 2010. Performa ayam broiler dalam kondisi kandang dengan suhu yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Johnson KE.1994. Seri Kapita Selekta Histologi dan Biologi Sel. A. Gunawijaya, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Kumari P, Gupta MK, Ranjan R, Singh KK, Yadava R. 2007. Curcuma longa as feed additive in broiler birds and its pathophysiological effects. Indian J Exp Biol. 45(3):271-277. Murrani WK, Sam HZ. Athari AM. 1997. Heterophil/lymphocyte ratio as selection criterion for heat resistance in domestic fowl. Brit Poult Sci. 38:159-163. Napirah A, Supadmo, Zuprizal. 2013. Pengaruh penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Valet) dalam pakan terhadap parameter hematologi darah puyuh (Coturnix-coturnix japonica) pedaging. Bul Pet. 37 (2):114119. Park JH, Kang SN, Chu GM.2014.Growth performance, blood cell profiles, and meat quality properties of broilers fed with Saposhnikovia divaricata, Lonicera japonica, and Chelidonium majus extracts. J Livest Sci. 165:8794. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi ke-2. NV. Bali (ID): Percetakan. Bali. Risnajati D. 2012. Perbandingan bobot akhir, bobot karkas, dan persentase organ vital berbagai strain broiler. Sains Peternakan. 10(1): 11-14.
13 Satyaningtijas As, Widhyari SD, Natalia RD. 2010. Jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin dayam pedaging umur 6 minggu dengan pakan tambahan. JKH. 4(2):69-73. Sinaga S, Sihombing, DTH, Bintang M, Kartiarso. 2010. Pemberian curcumin dalam ransum babi sebagai pengganti antibiotik sintetis untuk perangsang pertumbuhan. Forum Pascasarjana. 33(2):123-131 Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisis ke-2. Terjemahan: Sumantri B. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Sturkie PD, Griminger P. 1976. Blood: Physical Characteristics, Formed Elements, Hemoglobin and Coagulation. Dalam: Sturkie, P. D. (Editor). Avian Physiology. 3rd Edition. Berlin (FR): Springer-Verlag. Sugito 2007. Kajian penggunaan kulit jaloh sebagai anti stress pada ayam broiler yang diberi cekaman panas. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Vankatesan, Unnikrishnan MK, Kumar, MS. 2003. Effect of curcumin analogues on oxidation of haemoglobin and lysis of erythrocytes. 2003. Curr Sci. 84 (1): 74-77 Zenudin R. 2013. Gambaran sel darah putih ayam broiler yang diberi suplemen ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Plus. [skripsi] Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
14 Lampiran 1 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap hemoglobin ANOVA Komponen Perlakuan Error Total
JK 14.886 29.787 2613.411
Db 3 16 19
KT 4.962 1.862
Fhit 2.665
Sig .083
Lampiran 2 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap hematokrit Komponen Perlakuan Error Total
JK 43.050 134.500 14596
Db 3 16 19
KT 14.350 8.406
Fhit 1.707
Sig .206
Lampiran 3 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap butir darah merah Komponen Perlakuan Error Total
JK 2661163.750 6538750.000 1.207E8
Db 3 16 19
KT 887054.583 408671.875
Fhit 2.171
Sig .131
Lampiran 4 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap butir darah putih Komponen Perlakuan Error Total
JK 33.906 160.160 6470.490
Db 3 16 19
KT 11.302 10.010
Fhit 1.129
Sig .
Lampiran 5 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap limfosit Komponen Perlakuan Error Total
JK 137.033 299.467 96797.000
Db 3 16 19
KT 126.717 244.975
Fhit 2.817
Sig .072
Lampiran 6 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap heterofil Komponen Perlakuan Error Total
JK 424.000 685.200 15474.000
Db 3 16 19
KT 141.333 42.825
Fhit 3.300
Sig .047
15 Lampiran 7 Uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap heterofil Perlakuan
Subset
N
4 3 1 2 Sig
5 5 5 5
1
2
21.2000 24.4000 28.0000
24.4000 28.0000 33.6000 .050
.1380
Lampiran 8 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap monosit Komponen Perlakuan Error Total
JK 7.000 18.800 98.000
Db 3 16 19
KT 2.333 1.175
Fhit 1.986
Sig .157
Lampiran 9 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap eosinophil Komponen Perlakuan Error Total
JK .400 4.800 6.000
Db 3 16 19
KT .133 .300
Fhit .444
Sig .725
Lampiran 10 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap basophil Komponen Perlakuan Error Total
JK .000 .000 .000
Db 3 16 19
KT .000 .000
Fhit .000
Sig ..000
Lampiran 11 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio H L-1 Komponen Perlakuan Error Total
JK .216 .349 3.679
Db 3 16 19
KT .072 022
Fhit 3.302
Sig .047
Lampiran 12 Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan terhadap rasio HL-1 Perlakuan 4 3 1 2 Sig
N 5 5 5 5
1 .27952 .32982 .41553 .186
Subset 2
.41553 .55365 .158
16 Lampiran 13 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persentase berat jantung Komponen Perlakuan Error Total
JK .034 .173 11.994
Db 3 16 19
KT .011 .011
Fhit 1.054
Sig .396
Lampiran 14 Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persentase berat bursa fabrisius Komponen Perlakuan Error Total
JK .003 .021 .024
Db 3 16 19
KT .001 .001
Fhit .866
Sig .479
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 September 1993 di kota Maros, Sulawesi Selatan. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Happy Diptiandito dan Ibu Titik Ekowati. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1999 di Sekolah Dasar Negeri Pekayon 12 Pagi dan selesai pada tahun 2005, selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Pertama dimulai pada tahun 2005 sampai tahun 2008 di SLTPN 147 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 39 Jakarta dimulai pada tahun 2008 sampai tahun 2011. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui SNMPTN Undangan, di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis mengikuti organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan tahun periode 2012/2013 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) 2013/2014. Penulis juga menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Integrasi Proses Nutrisi pada semester genap TA 2014/2015. Penulis juga mengikuti Winter Course Adelaide University dan juga menjadi delegasi pada kegiatan Intercolligiate Meat Judging Competition di Australia pada Juni-Juli 2015.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Ibunda Titik Ekowati dan Ayahanda Happy Diptiandito yang sangat penulis sayangi atas segala yang telah diberikan baik kasih sayang yang tulus, nasihat, do’a, kesabaran, dukungan, pengorbanan dan bimbingan selama ini serta dukungan moril dan materil dengan ikhlas diberikan pada penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan Ir. Dwi Margi Suci, MS. selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik. Terimakasih pula kepada Dr. Ir. Lilis Khotijah, M.Si selaku dosen penguji seminar pada 26 Juni 2015.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Widya Hermana, M.Si dan Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr selaku dosen penguji sidang pada tanggal 18 Agustus 2015. Terimakasih kepada teknisi Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Unggas yang turut membantu selama proses berjalannya penelitian. teman-teman INTP 48 yang telah membantu dan mendukung penulis selama penelitian, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, semoga kebaikan dibalas oleh Allah SWT, karena hanya Allah SWT Yang Maha Pengetahui, Pemurah dan Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.