Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
STATUS KESEHATAN AYAM PEDAGING YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG AMPAS BUAH MERAH (Pandanus conoideus) (Health Status of Broilers Fed on Pandanus conoideus Juice) SRI MURTINI1, IMAN RAHAYU H.S.2 dan I. YUANITA3 1
Departemen Kitwan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2 Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Institut Pertanian Bogor 3 Pascasarjana Ilmu Ternak Universitas Palangka Raya, Kampus Tunjung Nyaho, Palangka Raya
ABSTRACT The experiment was carried out to study of adding red fruit (Pandanus conoideus) waste in broiler diets with different level on health status of chicken by blood profiles and ND titer of chicken. Red fruit waste is by-product of red fruit extraction process. The data were analyzed by a Completely Randomized Design and continued with Duncan’s Multiple Range Test for differences. The experiment used 200 strain Ross day old chicken which were randomly devided into 5 groups and each group had repeated 4 times and each consisted of 10 chicks. The groups were T0 (basal diet as a control), T1 (basal diet + 0.5% red fruit waste), T2 (basal diet + 1.0% red fruit waste), T3 (basal diet + 1.5% red fruit waste) and T4 (basal diet + 2.0% red fruit waste). Diets and water were offered ad libitum. Data were collected during 35 days to obtain the data of total amount of leukocyte, leukocyte differential and antibody titer. The results showed that there was no significant different (P > 0.05) on all variables. Conclusion of this research was no effect of red fruit waste until 2.0% in broiler diets to health status of broiler. Key Words: Red Fruit Waste, Broiler, Health Status, Blood Profile, ND Titer ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ampas buah merah (Pandanus conoideus) dalam ransum terhadap status kesehatan ayam pedaging. Status kesehatan ayam dapat diketahui dengan melihat kadar gambaran darah dan titer ND. ABM merupakan produk samping dari proses ekstraksi buah merah. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji lanjut bila terdapat perbedaan diantara perlakuan. DOC (day old chicken) sebanyak 200 ekor dibagi kedalam 5 perlakuan dan 4 ulangan yang setiap ulangan terdiri atas 10 ekor. Ransum perlakuan T0 (ransum basal sebagai kontrol), T1 (ransum basal + ABM 0,5%), T2 (ransum basal + ABM 1,0%), T3 (ransum basal + ABM 1,5%) dan T4 (ransum basal + ABM 2,0%). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari untuk data hemoglobin, hematokrit, leukosit dan turunannya serta titer ND. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan tidak berbeda secara signifikan (P > 0,05) terhadap semua variabel yang diamati. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaruh dari pemberian penambahan ampas buah merah sampai 2,0% dalam ransum ayam pedaging terhadap status kesehatan ayam pedaging. Kata Kunci: Ampas Buah Merah, Ayam Pedaging, Status Kesehatan, Gambaran Darah, Titer ND
PENDAHULUAN Pakan tambahan (feed additive) dalam pakan ternak mempunyai tujuan pencegah infeksi patogen. Pakan tambahan yang sejak lama telah digunakan adalah antibiotika namun penggunaannya saat ini mulai memberikan masalah serius yaitu dengan ditemukannya
residu antibiotika pada karkas ternak. Residu antibiotika pada daging yang dikonsumsi akan meningkatkan resistensi bakteri patogen terhadap antibiotika (REVINGTON, 2002). Berbagai alternatif mulai dikembangkan untuk mencari bahan pakan tambahan yang lebih aman, antara lain dengan penggunaan enzim, probiotik, prebiotik, asam-asam organik,
641
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
rempah-rempah dan ekstrak tanaman obat (WENK, 2000). Penambahan bahan pakan tambahan pada ternak unggas merupakan salah satu usaha untuk ketahanan kesehatan. Salah satu bahan pakan tambahan yang dapat diberikan dan mulai diteliti pada broiler yaitu ampas buah merah (Pandanus conoideus), yang merupakan hasil samping proses ekstraksi buah merah dalam pembuatan sari atau minyak buah merah. Zat aktif yang terkandung dalam ampas buah merah diantaranya senyawa tokoferol dan karotenoid yang berperan sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Upaya pencegahan penyakit pada ayam dapat dilakukan dengan vaksinasi, atau yang paling alamiah adalah dengan meningkatkan kekebalan tubuh. Seiring dengan kemajuan teknologi, ada beragam cara dan penemuan terbaru untuk meningkatkan kekebalan tubuh ternak. Penelitian terhadap buah merah membuktikan bahwa buah merah mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh, dan banyak digunakan untuk menunjang faktor kesehatan manusia. Hasil samping (waste) dari ekstraksi buah merah yaitu ampas buah merah masih memiliki senyawa aktif ayam yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh ayam. Hal ini dibuktikan analisis laboratorium PAU IPB (2009) yaitu ampas buah merah mengandung zat aktif karotenoid (70,34 ppm) dan tokoferol (9,924 ppm). Sampai saat ini belum dilaporkan percobaan ampas buah merah yang diberikan pada ayam broiler, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya meningkatkan performa serta kesehatan ayam broiler. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian ampas buah merah (ABM) sebagai pakan tambahan terhadap status kesehatan ayam pedaging. MATERI DAN METODE
Ampas buah merah Kandungan zat aktif yang terkadung dalam ABM seperti tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan zat aktif ABM Zat aktif
Ampas buah merah (ABM)
Total karotenoid (ppm)
70,3401
Total tokoferol (ppm)
9,9237
Asam lemak jenuh Asam laurat
0
Asam miristat
0
Asam palmitat
3081,3
Asam stearat
173,5
Asam lemak tidak jenuh Asam oleat (mg AL/100 g)
5162,9
Asam linoleat (mg AL/100 g)
438,0
Asam palmitoleat (mg AL/100 g)
103,3
Asam linolenat (mg AL/100 g)
201,0
Sumber: Laboratorium PAU IPB (2009)
ABM berasal dari produk samping dari proses ekstraksi buah merah dalam pembuatan sari atau minyak buah merah. Proses pembuatannya yaitu buah merah matang dipisahkan dari empulurnya (bagian kayu di tengah buah) kemudian dipotong-potong dan dicuci sampai bersih. Daging buah dikukus atau direbus di atas api sedang selama 1-2 jam, setelah itu dipisahkan dari biji buah dengan cara dikucek dan diperas. Air ditambahkan hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan bahan dan diperoleh sari buah merah yang menyerupai santan, kemudian masak kembali dengan api sedang selama 5-6 jam sambil diaduk sampai muncul minyak berwarna kehitaman di permukaan bahan. Setelah didiamkan selama satu hari, akan terbentuk tiga lapisan, yaitu air di lapisan bawah, ampas di lapisan tengah dan minyak di lapisan atas.
Ayam Penelitian menggunakan 200 ekor day old chick broiler strain Ross. Jumlah ayam tersebut dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing 10 ekor.
642
Ransum percobaan dan vaksinasi Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak, kalsium fosfat, CaCO3, asam amino, vitamin
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Lengkap (RAL) dengan 5 (lima) perlakuan dan 4 (empat) ulangan, sehingga model matematis yang digunakan adalah:
dan mineral. Ransum pada penelitian ini terdiri dari ransum basal ayam pedaging (3200 kcal/kg EM dan 20 % PK) komersial yang ditambah dengan ampas buah merah (ABM) sebagai feed additive pada beberapa konsentrasi, yaitu: T0 = Ransum basal (kontrol)
Yij = µ + τi + εij Dimana: i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1,2,3,4 Yij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh ransum ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Perlakuan galat
T1 = Ransum basal + ABM 0.5% T2 = Ransum basal + ABM 1.0% T3 = Ransum basal + ABM 1.5% T4 = Ransum basal + ABM 2.0% Ransum dianalisa di laboratorium dan diberikan secara ad libitum. Vaksinasi yang diberikan selama penelitian ini adalah vaksinasi ND strain La-Sota, vaksin ND I diberikan pada umur 4 hari (tetes mata) dan vaksin ND II pada umur 21 hari (injeksi intramuskular). Pada umur 14 dilakukan pula vaksin IBD melalui tetes mata.
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam dan apabila ada perbedaan diantara perlakuan, diuji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN
Peubah yang diamati
Pemberian ampas buah merah terhadap status kesehatan ayam broiler
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah jumlah hemoglobin dengan metode Sahli, kadar hematokrit dengan metode mikrohematokrit, jumlah leukosit dengan hemositometer, diferensiasi leukosit (heterofil dan limfosit) dengan membuat preparat ulas dan pewarnaan Giemsa menggunakan metode BENJAMIN (1980), dan titer ND dengan uji penghambatan aglutinasi berdasarkan OIE (2000).
Kadar hemoglobin dan hematokrit Kadar hemoglobin (g%) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar hemoglobin (g%) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Rataan kadar Hb sebelum diberikan perlakuan adalah 6,549 g%. Hasil penelitian menunjukkan kadar hemoglobin tidak berbeda antar kelompok penelitian (P > 0,05). Menurut MANGKOEWIDJOJO dan SMITH (1988), kadar
Rancangan percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Tabel 2. Rerata kadar hemoglobin ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan
Hari ke7
14
21
28
T0
8,300 ± 1,049
7,532 ± 0,645
8,740 ± 0,507
8,060 ± 0,990
T1
9,120 ± 1,021
9,220 ± 1,958
8,623 ± 0,164
8,167 ± 0,846
T2
7,810 ± 0,263
8,243 ± 0,370
8,022 ± 0,855
9,000 ± 0,688
T3
8,682 ± 0,392
8,177 ± 0,565
9,627 ± 1,050
9,100 ± 1,005
T4
8,335 ± 0,631
8,287 ± 0,743
9,402 ± 0,857
8,195 ± 0,584
643
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
perlakuan kontrol. Semakin besar hematokrit berarti semakin besar persentase sel dalam darah dan semakin banyak gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah, gesekan ini menunjukkan viskositas. Hematokrit merupakan persentase sel eritrosit dari total volume darah. Menurut TALEBI et al. (2005) rataan kadar hematokrit broiler strain Ross adalah 30,73% (28,28 – 35,43%). Faktor yang mempengaruhi gambaran darah unggas diantaranya kondisi fisiologis, lingkungan, kandungan pakan, umur dan suplementasi vitamin E (TRAS et al., 2000).
hemoglobin normal berkisar antara 7,30 – 10,90 g%, sehingga secara umum kadar hemoglobin semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Sintesis hemoglobin dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi dalam pakan, seperti keberadaan zat besi dan protein. Kadar hemoglobin yang tidak berbeda diantara perlakuan disebabkan zat gizi dalam ransum percobaan tidak berbeda. Kadar hematokrit (%) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan hematokrit sebelum diberikan perlakuan adalah 20,733%. Tidak terdapat perbedaan (P > 0,05) terhadap kadar hematokrit pada perlakuan ABM maupun kontrol, kecuali pada umur 10 hari terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ABM selama 7 hari pertama memberikan peningkatan hematokrit yang lebih tinggi dari pada
Jumlah butir darah putih, heterofil dan limfosit Jumlah butir darah putih (ribu/mm3) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Rerata kadar hematokrit ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan
Hari ke7
14
21
28
T0
8,300 ± 1,049
7,532 ± 0,645
8,740 ± 0,507
8,060 ± 0,990
T1
9,120 ± 1,021
9,220 ± 1,958
8,623 ± 0,164
8,167 ± 0,846
T2
7,810 ± 0,263
8,243 ± 0,370
8,022 ± 0,855
9,000 ± 0,688
T3
8,682 ± 0,392
8,177 ± 0,565
9,627 ± 1,050
9,100 ± 1,005
T4
8,335 ± 0,631
8,287 ± 0,743
9,402 ± 0,857
8,195 ± 0,584
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) Tabel 4. Jumlah butir darah putih ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan T0
Hari ke7 17,950 ± 8,319
14
21 a
26,050 ± 2,798
ab
28 A
22,000 ± 2,800
AB
29,450 ± 4,822
T1
37,450 ± 7,327
21,800 ± 3,766
23,133 ± 5,367
22,067 ± 5,144
T2
30,750 ± 11,501
17,750 ± 9,314ab
16,350 ± 4,055BC
15,333 ± 2,510
T3 T4
26,267 ± 1,087 23,550 ± 8,087
b
14,350 ± 1,982
b
12,900 ± 3,612
C
16,600 ± 2,271
BC
18,500 ± 6,077
9,600 ± 2,786
16,050 ± 3,456
Superskrip yang berbeda dengan huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05), sedangkan superskrip yang berbeda dengan huruf besar pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)
644
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Jumlah butir darah putih (ribu/mm3) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan jumlah BDP sebelum diberikan perlakuan adalah 27,834 ribu/mm3. Jumlah butir darah putih ayam broiler selama penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) pada hari ke-14 dan terdapat perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) pada hari ke-21 perlakuan. Ada indikasi perlakuan ABM hanya mampu meningkatkan jumlah butir darah putih pada 7 hari pemberian ABM, sedangkan pemberian ABM secara terus-menerus menekan pembentukan butir darah putih. Kemungkinan disebabkan zat dari ABM yang terakumulasi yang mengganggu pembentukan butir darah putih. Jumlah BDP semua perlakuan ABM berada dalam kisaran normal, yang menurut HODGES (1977) jumlah butir darah putih normal pada ayam berkisar antara 12.000 – 30.000 per mm. Jumlah heterofil (ribu/mm3) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 5. Rataan jumlah heterofil sebelum diberi perlakuan adalah 4,388 ribu/mm3. Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh nyata pada taraf 5% akibat perlakuan yang diberikan. Diduga hal
ini terjadi karena ayam tidak mengalami infeksi bakteri patogen yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah heterofil. Ada kecenderungan pemberian ABM disemua dosis dalam jangka waktu 7 hari mampu meningkatkan jumlah heterofil. Jumlah heterofil semua perlakuan masih dalam kisaran normal, yaitu menurut TALEBI et al. (2005) yang menyatakan rataan jumlah heterofil pada ayam strain Ross adalah 7,78 x 103/µL (5,53 x 103/µL - 10,6 x 103/µL). Jumlah limfosit (ribu/mm3) ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama 35 hari dapat dilihat pada Tabel 6. Rataan jumlah limfosit sebelum diberi perlakuan adalah 16,324 ribu/mm3. Tabel 6 menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05) pada hari ke-21 setelah perlakuan. Pemberian ABM 0,5% (T1) selama 7 hari pertama perlakuan dapat meningkatkan proliferasi limfosit. Pemberian ABM secara terus-menerus cenderung menurunkan jumlah limfosit, kemungkinan karena terjadinya akumulasi zat aktif ABM yang menyebabkan efek imunosupresan. Senyawa antioksidan betakaroten mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limpa (HAQ et al. 1996) dan
Tabel 5. Jumlah heterofil ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan
Hari ke7
14
21
28
T0
6,625 ± 4,861
7,305 ± 3,698
5,034 ± 1,658
11,784 ± 1,608
T1
12,712 ± 7,969
5,712 ± 0,693
7,846 ± 3,877
11,709 ± 3,592
T2
13,534 ± 5,812
5,036 ± 2,530
5,186 ± 2,771
6,429 ± 0,772
T3
10,333 ± 2,144
3,133 ± 0,842
3,803 ± 2,644
10,818 ± 2,304
T4
7,968 ± 2,222
1,992 ± 0,580
6,366 ± 2,283
9,858 ± 3,256
Tabel 6. Jumlah limfosit ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan T0 T1 T2
Hari ke7 9,708 ± 3,484 21,085 ± 8,540 15,781 ± 6,047
14 17,249 ± 2,337 15,885 ± 5,768 15,712 ± 5,147
21
28 a
8,512 ± 1,408
ab
9,497 ± 2,029
b
8,255 ± 1,761
b
17,626 ± 1,907 11,895 ± 4,904 8,607 ± 4,091
T3
10,759 ± 2,794
9,842 ± 0,826
4,949 ± 0,387
4,745 ± 2,317
T4
14,028 ± 5,896
9,584 ± 3,450
7,421 ± 4,980b
7,819 ± 3,301
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
645
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
vitamin E mampu meningkatkan kekebalan humoral (BOA-AMPONSEM et al., 2001) serta meningkatkan status antioksidan ayam (SURAI et al., 1999). Jumlah limfosit pada semua perlakuan masih dalam kisaran normal sehingga dapat dikatakan bahwa dengan perlakuan ABM ayam menunjukkan status kesehatan yang baik. TALEBI et al. (2005) menyatakan rataan jumlah limfosit pada ayam strain Ross adalah 12,58 x 103/µl (6,67 x 103/µl – 20,36 x 103/µl).
kekebalan terhadap ND. Seperti penelitian yang dilakukan QURESHI et al. (1993) yang melaporkan bahwa penambahan vitamin E (100 atau 250 IU/kg pakan) tidak berpengaruh terhadap produksi antibodi ayam meskipun meningkatkan jumlah makrofag. Beberapa faktor yang menyebabkan hasil yang beragam diantaranya genetik, tingkat stres dan jumlah vitamin E (YANG et al., 2000).
Respon kebal ayam broiler terhadap newcastle disease (ND)
Perlakuan ampas buah merah dalam ransum ayam pedaging selama 7 hari pemberian mampu meningkatkan pembentukan butir darah putih, heterofil dan limfosit, sedangkan pemberian jangka panjang dan secara terus-menerus dapat menekan produksi butir darah putih, heterofil dan limfosit. Penambahan ampas buah merah sampai dosis 2,0% dalam ransum tidak memberikan pengaruh terhadap titer kekebalan terhadap ND.
KESIMPULAN
Titer ND ayam broiler yang diberi ampas buah merah dapat dilihat pada Tabel 7. Rataan titer ND sebelum diberi perlakuan adalah 4,9. Titer antibodi pada hari ke-7 setelah perlakuan terdapat perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) antara T1 dengan dengan T2 namun tidak berbeda dengan kontrol, T3 dan T4. Data titer ND menunjukkan bahwa ayam dengan perlakuan ABM yang divaksin ND melalui tetes mata maupun injeksi belum mampu menginduksi kekebalan mukosa maupun kekebalan humoralnya. Pada beberapa kasus, pertahanan imun meningkat dengan penambahan vitamin E sehingga meningkatkan ketahanan ayam terhadap infeksi virus ND Menurut ERF et al. (1998) menyatakan kandungan vitamin E sebesar 87 ppm dalam ransum dapat memberikan dampak terhadap imunomodulator. Buah merah merupakan sumber vitamin E alami yang baik (SURONO et al., 2008). Dalam penelitian ini, secara umum pemberian ampas buah merah dalam ransum basal ayam broiler tidak memberikan pengaruh terhadap titer
DAFTAR PUSTAKA BENJAMIN,M.M. 1980. Outline of Veterinary Clinical Pathology. The Iowa State University, Iowa. BOA-AMPONSEM, K., S.E. PRICE, P.A. GERAERT, M. PICARD and P.B. SIEGEL. 2001. Antibody responses of hens fed vitamin E and passively acquired antibodies of their chicks. Avian Dis. 45: 122 – 127. BOREN, B. and P. BOND. 1996. Vitamin E and immunocompetence. Broiler Industry. November pp. 26 – 33. BUDI, I.M. dan F.R. PAIMIN. 2005. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabel 7. Titer ND ayam broiler yang diberi ampas buah merah selama penelitian Perlakuan
Hari ke14
21
28
T0
A
4,25 ± 0,741
4,42 ± 0,501
4,33 ± 0,471
4,25 ± 0,833
T1
4,42 ± 0,321A
4,00 ± 0,471
3,58 ± 0,685
4,25 ± 0,568
T2
B
4,25 ± 0,634
4,25 ± 0,320
3,41 ± 1,066
AB
4,75 ± 0,833
3,58 ± 0,737
3,83 ± 0,641
AB
4,50 ± 0,791
4,33 ± 0,608
4,83 ± 0,430
T3 T4
7
2,81 ± 0,554 3,00 ± 0,547 3,16 ± 0,838
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)
646
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ERF, G.F., W.G. BOTTJE, T.K. BERSITK, M.D. HEADRICK and C.A. FRITTS. 1998. Effect of dietary vitamin E on the immune system in broilers: altered proportion of CD4 T cells in the thymus and spleen. Int. J. Poult. Sci. 77: 529 – 537.
STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Penerjemah: Bambang Sumantri. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics. PT Gramedia Pusaka Utama, Jakarta.
HAQ, A.U., C.A. BAILEY and A. CHINNAH. 1996. Effect of beta-carotene, canthaxanthin, lutein, and vitamin E on neonatal immunity of chicks when supplemented in the broiler breeder diets. Poult. Sci. 75: 1092 – 1097.
SURAI, P.F., R.C. NOBLE and B.K. SPEAKE. 1999. Relationship between vitamin E content and susceptibility to lipid peroxidation in tissues of the newly hatched chick. Br. Poult. Sci. 40: 406 – 410.
HODGES, R.D. 1977. Normal Avian (Poultry) Haematology. Comparative Clinical Haematology. Blackwell Scientific Pub., Oxford.
TALEBI, A, S. ASRI-REZAEI, R. ROZEH-CHAI and R. SAHRAEI. 2005. Comparative studies on haematological values of broiler strains (rass, cobb, arbor-acres and arian). International J. Poult. Sci. 4(8): 573 – 579.
MANGKOEWIDJOJO, S. dan J.B. SMITH. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia, Jakarta. MCILLROY, S.G., E. GOODALL, D. RICE, M. MCNULTY and KENNEDY DG. 1993. Improved performance in commercial broiler flocks with subclinical infectious bursal disease of vitamin E. Avian Pathol. 22: 81 – 94. OIE (OFFICE INTERNATIONAL DES EPIZOOTIES). 2000. Manual of standards for diagnostic tests and vaccines. pp. 212 – 219. PARAKKASI, A. 1988. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Volume 1B. Jakarta: UI Press. PILIANG, W.G. dan D. SOEWONDO. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume 1. Institut Pertaian Bogor Press, Bogor. QURESHI, M.A., F.R. FERKET and J.D. GARLICH. 1993. Effect of dietary supplementation of vitamin E on the immune function of turkey poults. Poult. Sci. 72: 56.
TRAS, B., F. INAL, A.L. BAS, V. ALTUNOK, M. ELMAS and E. YAZAR. 2000. Effects of continuous supplementations of asorbic acid, aspirin, vitamin E and selenium on some haematological parameters and serum superoxide dismutase level in broiler chickens. Poult. Sci. 41: 664 – 666. WENK, C. 2000. Herbs, spices and botanicals: “old fashioned” or the new feed additives for tomorrow’s feed formulation? Concepts for their successful use. In: Biotechnology in Feed Industry. Proc. of Altech’s 16 th. Annual Symposium pp. 79 – 96. YANG, N., C.T. LARSEN, E.A. DUNNINGTON, P.A. GERAERT, M. PICARD and P.B. SIEGEL. 2000. Immune competence of chicks from two lines divergently selected for antibody response to sheep red blood cells as affected by supplemental vitamin E. Poult. Sci. 79: 799 – 803.
REVINGTON B. 2002. Feeding Poultry In The PostAntibiotic Era. Cambridge: New-Life mills Limited. 1400 Bishop street. Suite 201. Onario. NIR 6W8.
647