Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
UJI ORGANOLEPTIK TERHADAP DAGING PAHA AYAM PEDAGING YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BERBAGAI TARAF CACING TANAH (Lumbricus rubellus) (Organoleptic Test on Broiler Thigh Meat Fed on Ration Containing Lumbricus rubellus Earthworm) HETI RESNAWATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Lumbricus rubellus earthworms are one of animal protein sources regarded as an alternative for unconventional feedstuff. The objective of this experiment was to determine the effect of dietary earthworm levels in the ration on organoleptic test of broiler thigh meat. Eighty day-old chicks of broiler were randomly divided into four dietary treatments in five replications. The treatments were level of earthworm 0, 5, 10 and 15% in the ration. The chickens were reared for a 5 weeks period, then 10 chicken of each treatment were slaughtered to evaluate thigh meat organoleptically. Parameters measured were texture, color, flavor, taste and tenderness. The average panelist score on thigh meat were 2.95 – 4.0 (texture), 2.03 – 3.09 (color), 2.04 – 2.07 (flavor), 2.07 – 3.03 (taste) and 3.01 – 3.05 (tenderness), respectively. Results shows that all parameters were not significantly (P > 0.05) affected by the earthworm levels in the broiler ration. It is concluded that consumers tend to prefer thigh meat of broiler fed by the dietary earthworms similar to control diet. Key words: Organoleptic test, thigh meat, earthworm, broiler ABSTRAK Cacing tanah Lumbricus rubellus merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pakan lokal nonkonvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh taraf pemberian cacing tanah dalam ransum terhadap uji organoleptik daging paha ayam pedaging. Delapan puluh ekor anak ayam pedaging secara acak dibagi menjadi empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan terdiri dari 0, 5, 10 dan 15% cacing tanah dalam ransum. Ayam pedaging dipelihara selama 5 minggu, kemudian setiap 10 ekor dari masing-masing perlakuan dipotong untuk penilaian uji organoleptik daging paha. Parameter yang diukur adalah tekstur, warna, aroma, rasa dan keempukan. Rata-rata nilai dari panelis terhadap daging paha berturut-turut adalah 2,95 – 4,0 (tekstur), 2,03 – 3,09 (warna), 2,04 – 2,07 (aroma), 2,07 – 3,03 (rasa) dan 3,01 – 3,05 (keempukan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter tidak nyata (P > 0,05) dipengaruhi oleh taraf cacing tanah dalam ransum ayam pedaging. Kesimpulan mengindikasikan bahwa konsumen cenderung menyukai daging paha ayam yang diberi ransum mengandung cacing tanah sama dengan ransum kontrol. Kata kunci: Uji organoleptik, daging paha, cacing tanah, ayam pedaging
PENDAHULUAN Ayam pedaging merupakan salah satu produk peternakan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Kendala yang dihadapi sampai saat ini untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitasnya selama pemeliharaan adalah penyediaan bahan pakan yang relatif masih mahal dan sebagian masih diimpor, seperti tepung ikan, jagung dan bungkil kedele.
Cacing tanah Lumbricus rebellus merupakan bahan pakan sumber protein hewani yang belum didayagunakan secara optimal. Beberapa keunggulan dari cacing tanah sebagai bahan pakan antara lain mudah dalam budidayanya dan mengandung zat-zat nutrisi yang tinggi. Komposisi zat nutrisinya terdiri dari 64 – 76% protein, 7 – 10% lemak, 0,55% kalsium, 1,0% fosfor dan 1,08% serat kasar. Selain itu cacing tanah mengandung dua
599
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
puluh asam amino yang dibagi menjadi asam amino esensial dan asam amino nonesensial (RUKMANA, 2003). Sementara cacing tanah juga mengandung asam lemak esensial (ASTUTI, 2001), omega-6 yang berkisar 1,64 – 2,47% dan omega-3 antara 2,34 – 2,88% (RESNAWATI, 2003). Sebagai bahan pakan ayam pedaging, cacing tanah dapat digunakan sampai 15% dalam ransum dan menghasilkan performans dan produksi karkas yang baik (RESNAWATI, 2006). Kualitas daging ayam sangat dipengaruhi oleh faktor makanan, umur, jenis kelamin, galur (strain) dan cara pemeliharaan (TAYLOR dan BIGBEE, 1973; LESSON dan SUMMERS, 1980). Sejalan dengan uraian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya kesukaan konsumen terhadap daging paha ayam pedaging yang diberi ransum mengandung cacing tanah. MATERI DAN METODE Penelitian ini merupakan rangkaian uji kualitas daging yang sudah dilaporkan oleh RESNAWATI (2005). Jumlah anak ayam pedaging yang digunakan adalah sebanyak 80 ekor yang terdiri dari 40 ekor jantan dan 40 ekor betina. Semua ternak ayam ditempatkan dalam 20 unit kandang kawat berukuran 60 x 35 x 35 cm, masing-masing unit diisi 4 ekor anak ayam.
Setiap ransum mengandung 20% protein kasar dan 2800 kkal energi metabolis (EM). Ransum perlakuan selama penelitian seperti tercantum pada Tabel 1. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Sampel yang digunakan untuk uji organoleptik dari masing-masing perlakuan sebanyak 10 ekor ayam pedaging terdiri dari 5 ekor jantan dan 5 ekor betina berumur 5 minggu. Bagian potongan tubuh yang diambil adalah daging paha, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 4 x 5 cm. Potongan daging dimasak dalam air mendidih (98°C) selama 5 menit dan ditiriskan selama 5 menit. Jumlah panelis sebanyak 20 orang mahasiswa umurnya berkisar 18 – 20 tahun.Masing-masing panelis mendapat sampel daging dari semua perlakuan, satu gelas air dan satu lembar kuesioner. Peubah yang diamati adalah tekstur, warna, aroma, rasa dan keempukan. Metode uji yang digunakan adalah metode skala hedonik untuk tekstur (1=tidak menarik, 2=kurang menarik, 3=sedang, 4=menarik, 5=sangat menarik) ;warna (1=sangat merah, 2=merah, 3=sedang, 4=kuning, 5=pucat); aroma (1=sangat amis 2=amis, 3=sedang, 4=kurang amis, 5=tidak amis); rasa (1= tidak gurih, 2= kurang gurih, 3= sedang, 4= gurih,5= sangat gurih); dan keempukan (1 = tidak empuk, 2 = kurang empuk, 3 = sedang, 4 = empuk, 5 = sangat empuk). Sifat fisik daging paha diukur berdasarkan nilai rata-rata dari sampel ayam pedaging jantan dan betina yang dianalisis dengan Uji Kruskal Wallis (GASPERSZ, 1989).
Tabel 1. Kandungan zat-zat nutrisi ransum selama penelitian (0-5) minggu *) Perlakuan ransum**) Zat-zat nutrisi S-0
S-5
S-10
S-15
Protein kasar (%)
20,83
20,62
20,40
20,26
Lemak (%)
5,25
3,69
3,23
3,39
Serat kasar (%)
5,05
4,89
4,72
4,82
Ca (%)
2,00
1,55
1,21
0,87
P (%)
0,80
1,07
0,44
0,37
Energi Metabolis (kkal/kg)
2831
2840
2847
2869
*) Kandungan zat-zat nutrisi ransum dihitung berdasarkan hasil analisis bahan pakan **) S-0 (tanpa cacing tanah), S-5 (5% cacing tanah), S-10 (10% cacing tanah), S-15 (15% cacing tanah)
600
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
HASIL DAN PEMBAHASAN Daging dada dan daging paha merupakan bagian potongan karkas yang banyak disukai konsumen. Kedua komponen karkas tersebut dijadikan sebagai salah satu ukuran untuk menilai kualitas perdagingan pada ayam pedaging (JULL, 1979). Penilaian panelis terhadap cita rasa (uji organoleptik) dari daging paha ayam pedaging yang diberi ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap daging paha ayam pedaging diukur berdasarkan tekstur, warna, aroma, rasa dan keempukan. Tekstur Tekstur daging merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kekerasan dan keempukan daging. Menurut AUNAN dan KOLARI (1965), bahwa struktur daging sebagian besar terdiri dari protein muskulus (aktin dan miosin) dan jaringan pengikat (kolagen dan rekulin). Rata-rata nilai tekstur paha ayam pada masing-masing perlakuan berturut-turut 4,00 (S-0), 3,04 (S-5), 3,03 (S-10) dan 2,95 (S-15). Ada kecenderungan makin tinggi pemberian taraf cacing tanah dalam ransum, nilai tekstur pada ayam makin menurun. SWATLAND (1984) mengemukakan bahwa komponen-komponen yang menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging adalah lemak,jaringan adipose, tulang, tulang rawan,jaringan ikat dan tendo. Tekstur daging dipengaruhi oleh umur, aktivitas, jenis kelamin dan makanan. Pada pemberian cacing
tanah sampai 15% dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) terhadap tekstur daging paha ayam pedaging. Hal ini kemungkinan disebabkan tidak berbedanya cara pemeliharaan dan umur ayam pedaging yang digunakan pada semua perlakuan. Tekstur daging menunjukkan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh septum-septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang besar dan tekstur halus dengan ikatan-ikatan serabut yang kecil. Tingkat kekasaran tekstur meningkat dengan bertambahnya umur. Otot ternak jantan mempunyai tekstur yang lebih besar daripada otot ternak betina. Bangsa ternak juga mempengaruhi tekstur otot (BENDALL, 1973). Warna Warna daging merupakan salah satu parameter spesifik dalam menentukan kualitas daging. Konsumen akan memilih suatu produk makanan sesuai selera dan dilihat secara visual. Nilai rata-rata warna daging paha ayam adalah 3,09 (S-0), 3,04 (S-5), 3,03 (S-10) dan 2,30 (S15). Warna daging paha makin kuning sejalan dengan meningkatnya jumlah pemberian cacing tanah dalam ransum. Berdasarkan Uji Kruskal Wallis penambahan cacing tanah dalam ransum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap warna daging. Hal ini berarti daya kesukaan konsumen terhadap warna daging paha ayam pedaging yang diberi ransum mengandung cacing tanah
Tabel 2. Rataan nilai uji organoleptik daging paha ayam pedaging*) Perlakuan ransum**) Sifat fisik S-0
S-5
S-10
S-15
Tektur
4,00
3,04
3,03
2,95
Warna
3,09
3,04
3,03
2,30
Aroma
2,07
2,08
2,07
2,04
Rasa
3,03
3,03
3,01
2,67
Keempukan
3,02
3,05
3,05
3,01
*) Secara analisis statistik tidak berbeda nyata (P > 0,05) **) S-0 (tanpa cacing tanah), S-5 (5% cacing tanah), S-10 (10% cacing tanah), S-15 (15% cacing tanah)
601
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
sampai 15% sama dibandingkan dengan tanpa pemberian cacing tanah. Sedangkan faktor umur, jenis kelamin dan cara pemeliharaan ayam pedaging selama penelitian adalah sama pada setiap perlakuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi warna daging antara lain adalah pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, pH dan oksigen. Semua faktor tersebut merupakan penentu utama konsentrasi pigmen mioglobin daging (SOEPARNO, 1994). Aroma Aroma daging adalah sensasi yang kompleks dan saling terkait dengan bau, rasa, tekstur, temperatur dan pH. Faktor-faktor yang mempengaruhi aroma daging adalah umur ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama waktu dan kondisi penyimpanan daging setelah pemotongan (FORREST et al., 1975). Rata-rata nilai aroma daging paha pada masing-masing perlakuan adalah 2,07 (S-0), 2,08 (S-5), 2,07 (S-10) dan 2,04 (S-15). Berdasarkan Uji Kruskal Wallis, penambahan cacing tanah dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap aroma daging paha ayam pedaging. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kadar perlemakan dan umur yang tidak berbeda pada daging paha ayam masing-masing perlakuan. Seperti yang dikemukakan AMERINE et al. (1965), bahwa kadar lemak dan umur banyak mempengaruhi aroma. Umur ternak yang lebih tua mempunyai aroma yang lebih kuat daripada daging ternak muda. Rasa Rasa merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih jenis makanan. Berbagai jenis daging ternak, masing-masing mempunyai perbedaan rasa dan sifat yang khas. Rasa daging paha ayam pedaging pada berbagai taraf pemberian cacing tanah dalam ransum masing-masing adalah 3,03 (S-0), 3,03 (S-5), 3,01 (S-10) dan 2,67 (S-15). Penilaian terhadap rasa daging paha tidak berbeda nyata (P > 0,05) pada semua perlakuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemberian cacing tanah sampai 15
602
persen dalam ransum tidak mempengaruhi rasa daging paha. Selain itu pada masing-masing perlakuan digunakan strain dan umur ayam yang sama selama pemeliharaan. Proses pemotongan, penyimpanan dan pemasakan daging juga dilakukan dengan cara yang tidak berbeda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh SNYDER dan ORR (1964), bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi rasa daging antara lain perlemakan, bangsa, umur dan pakan. Selain itu, faktor lain yang juga mempengaruhi adalah proses pemasakan sebelum daging disajikan (SUHERMAN, 1988). Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasi kualitas daging masak. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit (SOEPARNO, 1994) Keempukan Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Uji organoleptik cita rasa keempukan berhubungan dengan kesan jus daging dan merupakan indikasi komponen serabut otot dan jaringan ikat (AUNAN dan KOLARI, 1965). Penilaian panelis terhadap keempukan daging paha ayam dari masing-masing perlakuan berturut-turut adalah 3,02 (S-0), 3,05 (S-5), 3,06 (S-10) dan 3,06 (S-15). Berdasarkan Uji Kruskal Wallis, pemberian cacing tanah dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap keempukan daging paha ayam pedaging. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak berbedanya strain,umur, cara pemeliharaan, penanganan waktu pemotongan serta pasca pemotongan. Menurut DESROIER (1977), faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan daging adalah faktor sebelum pemotongan (ante mortem) dan faktor sesudah pemotongan (post mortem). Ante mortem, yaitu genetik, sifat-sifat biologis, umur, pemberian makan dan pemeliharaan hewan. Post mortem adalah cara pemotongan, lama penyimpanan, suhu penyimpanan, pH, penambahan zat-zat pelunak, metoda pengolahan, jumlah lemak yang terdapat diantara jaringan pengikat otot.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KESIMPULAN Berdasarkan uji organoleptik terhadap daging paha ayam pedaging yang diberi ransum mengandung cacing tanah, karakteristiknya adalah tekstur sedang, warna kuning, aroma tidak amis, rasanya gurih dan keempukan sedang. Karakteristik tersebut tidak berbeda dibandingkan dengan daging paha ayam pedaging yang diberi ransum tanpa cacing tanah. Keadaan ini berarti bahwa cacing tanah dapat digunakan sebagai alternatif bahan pakan lokal sumber protein DAFTAR PUSTAKA AMERINE, M.A., R.M. PANGBORN dan E.B. ROESSLER. 1965. Principles of Sensory Evaluationof Food. Academic Press, New York. ASTUTI, A.A. 2001. Kandungan Lemak Kasar Cacing Tanah Lumbricus rebellus dengan Menggunakan Pelarut. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. AUNAN, W.J. and C.E. KOLARI. 1965. Meat and Meat Products, Encyclopedia of Chemical Technology. Ed. By Kirk. Othmer. John Wiley Sons, Inc., New York. pp. 167 – 184. BENDALL, J.R. 1973. The Structure and Function of Muscle. Vol. 2 Ed. G.H. Bourne. Academic Press, New York. pp. 244 – 309. DESROIER, N.W. 1977. Meat Technology. Elements of Food Technology, AVI Publidhing Compaby, Inc., Westport, Connecticut. pp. 314 – 353. FORREST, C.J., E.D. ABERLE, H.B. HEDRICK, M.D. JUDGE dan R.A. MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company, San Francisco. GASPERSZ. 1989. Statistika. Armico, Bandung JULL, M.A. 1979. Poultry Husbandry. Tata Mc. Graw Hill Publishing Co., new Delhi.
RESNAWATI, H. 2003. Pertumbuhan dan komposisi asam lemak cacing tanah (Lumbricus rebellus) yang diberi pakan ampas tahu pada media serbuk sabut kelapa. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 387 – 390. RESNAWATI, H. 2005. Karakteristik karkas dan preferensi konsumen terhadap daging dada ayam pedaging yang diberi ransum mengandung cacing tanah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pasca Panen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Bogor, 7 – 8 September 2005. hlm. 424 – 431. RESNAWATI, H. 2006. The effect of dietary earthworm Lumbricus rebellus levels on performance of broiler chicken. The 4th Proc. International Seminar on Tropical Animal Production. Animal Production and Sustainable Agriculture in the Tropic. November 8 – 9, 2006. Faculty of Animal Science. Gadjah Mada University, Yogyakarta. pp. 396 – 400. RUKMANA, R. 2003. Budidaya Cacing Tanah. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Cetakan ke-3, Yogyakarta. SNYDER, E.S. and H.L. ORR. 1964. Poultry Meat. Ontario Department of Agriculture. Parliament Buildings. Toronto. SOEPARNO. 1944. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SUHERMAN, D. 1988. Cara pemasakan terhadap rasa daging ayam broiler. Majalah Poultry Indonesia 104: 26 – 27. SWATLAND, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. TAYLOR, M.H. and D.E.BIGBEE. 1973. Poultry and Egg products. In: Quality control for the food industry. Third Ed. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut
LESSON, S. and D.J. SUMMERS. 1980. Production and carcass characteristics of broiler chicken. Poult. Sci. 59: 562 – 567.
603