PROFIL DARAH, PERSENTASE BOBOT KARKAS DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER YANG DIBERI JUS SILASE JAGUNG
SISCA CHINTIA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Sisca Chintia NIM D24100013
ABSTRAK SISCA CHINTIA. Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung. Dibimbing oleh NAHROWI dan SUMIATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian jus silase jagung terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broiler. Dua ratus DOC dibagi kedalam 4 perlakuan yaitu R0 (Ransum kontrol + air minum kontrol), R1 (Ransum mengandung 0.01% zinc bacitracin + air minum kontrol), R2 (Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum), dan R3 (Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 ulangan. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Uji Duncan digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan perlakuan satu dengan yang lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jus silase dengan taraf 0.2% dalam air minum mampu meningkatkan (p<0.05) nilai hemoglobin, serta menurunkan (p<0.05) nilai eosinofil, persentase bobot hati, dan bobot duodenum. Jus silase dengan taraf 0.2% dalam air minum efektif menurunkan tingkat stres pada ayam broiler dan memiliki kemampuan yang sama dengan penggunaan antibiotik dalam meningkatkan bobot hidup broiler. Kata kunci: bobot karkas, broiler, jus silase, organ dalam, profil darah
ABSTRACT SISCA CHINTIA. Blood profiles, Percentage of Carcass Weight and Internal Organs Broilers of Giving Corn Silage Juice. Supervised by NAHROWI and SUMIATI. This research aimed to evaluate the effect of giving corn silage juice on blood profile, percentage of carcass weight and internal organs of broilers. Two hundred DOC were divided into four treatments, those were R0 (control feed + control drinking water), R1 (feed contained 0.01% zinc bacitracin + control drinking water), R2 (control feed + 0.2% silage juice in drinking water), and R3 (control feed + 0.4% silage juice in drinking water). A completely randomized design (RAL) which consists of 5 replications was used in this experiment. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The Duncan test is used to determine the difference of the treatments mean from one to another. The results showed that addition of juice silage with a level of 0.2% in the drinking water increased (p<0.05) the value of hemoglobin, as well as reduced (p<0.05) value of eosinophils, percentage of liver weights, and weight of the duodenum. Juice silage with a level of 0.2% in drinking water effectively reduce the level of stress in broiler and have the same efficacy to the application of antibiotic in diet in term of increasing live weight of broiler. Key words: blood profile, broiler, carcass weight, internal organs, silage juice
PROFIL DARAH, PERSENTASE BOBOT KARKAS DAN ORGAN DALAM AYAM BROILER YANG DIBERI JUS SILASE JAGUNG
SISCA CHINTIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Profil Darah, Persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung Nama : Sisca Chintia NIM : D24100013
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Pembimbing I
Dr Ir Sumiati, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah jus silase sebagai probiotik, dengan judul Profil Darah, persentase Bobot Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Jus Silase Jagung. Ayam broiler memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging. Namun pertumbuhan yang cepat tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan organ limfoid/kekebalan yang cepat pula sehingga menyebabkan ayam mudah terserang penyakit dan stress. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memberikan bahan pakan tambahan (feed additive). Umumnya feed additive ini berasal dari produk komersial (sintetis) yang kurang terjamin aspek keamanannya, sehingga sering terjadi kasus munculnya residu. Residu antibiotik dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen dan resiko penyakit degeneratif. Terkait dengan hal tersebut perlu dicari feed additive alternatif antibiotik agar dapat menghasilkan ternak yang sehat dan produk ternak yang lebih aman. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat diperbaiki dalam tulisantulisan selanjutnya. Penulis juga berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2014 Sisca Chintia
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
METODE PENELITIAN
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Materi
2
Prosedur Percobaan
3
Penyiapan Silase dan Produksi Jus Silase
3
Pelaksanaan Pemeliharaan
4
Pengambilan Darah
4
Analisis Persentase Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam
4
Analisis Kadar Air Karkas
5
Peubah yang Diamati
5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Ayam Broiler Jantan dan Betina
6 6
Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas
10
Persentase Organ Dalam
12
Persentase Organ Pencernaan
14
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
29
UCAPAN TERIMA KASIH
30
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian Waktu pemberian ransum berdasarkan umur ayam Nilai profil darah ayam broiler jantan dan betina Rataan bobot hidup (gram ekor-1), persentase bobot karkas (%), dan persentase kadar air karkas (%) ayam broiler umur 35 hari 5 Persentase bobot organ dalam ayam broiler umur 35 hari 6 Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari
2 4 7 10 13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Analisis ragam profil darah ayam broiler jantan Analisis ragam profil darah ayam broiler betina Analisis ragam persentase bobot karkas dan kadar air karkas Analisis ragam persentase organ dalam dan organ pencernaan Prosedur evaluasi profil darah
19 20 22 23 27
1
PENDAHULUAN Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah, dapat dipotong pada umur muda, dan menghasilkan kualitas daging yang berserat lunak (Bell dan Weaver 2002). Pertumbuhan broiler yang begitu cepat tidak diimbangi dengan pertumbuhan organ limfoid/kekebalan yang cepat pula sehingga menyebabkan ayam mudah terserang penyakit dan stress. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memberikan bahan pakan tambahan (feed additive). Umumnya feed additive ini berasal dari produk komersial (sintetis) yang kurang terjamin aspek keamanannya, sehingga sering terjadi kasus munculnya residu bahan kimia, antibiotik, hormon dan lain-lain pada produk hasil ternak tersebut. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik dapat menyebabkan resistensi bakteri patogen yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia (Dibner dan Richards 2005). Residu antibiotik dalam daging atau telur unggas juga dapat menyebabkan resiko penyakit degeneratif (Donoghue 2003). Disisi lain banyak feed additive yang belum termanfaatkan secara optimal seperti jus silase. Produk hasil fermentasi silase tidak hanya menghasilkan pakan silase yang awet namun juga disertai dengan produk asam-asam organik dan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat telah banyak dilaporkan berperan penting dalam menghambat bakteri-bakteri patogen. Pengunaan bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba melalui aktifitas metabolitnya, seperti: produk asam-asam organik, hidrogen peroksida (H2O2) dan reuterin (Finnegan et al. 2010; Schaefer et al. 2010). Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan tersebut berguna untuk menurunkan pH. Bakteri asam laktat juga mampu menstimulasi kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan konsentrasi antibodi immunoglobulin. Brooks et al. (2001) melaporkan bahwa pakan yang difermentasi oleh bakteri asam laktat mampu mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Pada pakan silase, bakteri asam laktat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri perusak bahan pakan seperti Clostridia (McDonald et al. 1991) dan mampu memutus siklus rantai penyebaran bakteri Escherichia coli dalam pakan (food born patogen) (Duniere et al. 2011). Jus silase yang dihasilkan dari silase jagung umur 70 hari dengan jumlah BAL 10.32 ± 9.84 Log10 CFU/ml mampu menghambat bakteri E. coli dan Salmonella sp. (Gurning 2013). Berdasarkan hasil kajian penelitian sebelumnya penggunaan feed additive asal silase mampu memberikan hasil positif pada ternak unggas. Sampai saat ini informasi dan data mengenai kajian tentang pengaruh penggunaan jus silase terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broiler masih terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian jus silase jagung terhadap profil darah, persentase bobot karkas dan organ dalam ayam broiler.
2
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014 di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, dan Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Ternak dan Kandang Penelitian ini menggunakan ayam broiler strain Ross Jumbo sebanyak 200 ekor. Ayam broiler tersebut dipelihara dari umur satu hari (DOC) sampai 35 hari. Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem litter yang beralaskan sekam padi sebanyak 20 petak (150 cm x 100 cm). Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum, dan lampu pijar 100 watt sebagai pemanas. Perlengkapan yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, pressan hidrolik, timbangan digital, karung, plastik ransum, thermometer ruang, dan kipas angin. Analisis Profil Darah Alat yang digunakan untuk analisis profil darah adalah tabung vacumtainer yang mengandung antikoagulan EDTA, syringe, pipa kapiler, sumbat, mikrosentrifuse, crestaseal, alat baca mikrohematokrit, tabung sahli, pipet sahli, standar warna hemoglobinometer, pipet eritrosit, kamar hitung, gelas objek, dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah methanol 75%, kertas isap, minyak imersi, HCl 0.1 N, cairan Rees Ecker, dan aqudes. Analisis Bobot Organ Dalam, Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas Alat yang digunakan adalah pisau, gunting operasi, nampan, pinset, meteran, jangka sorong digital, timbangan digital, plastik, oven 60 oC dan 105 oC. Ransum Perlakuan Ransum yang digunakan adalah ransum yang diformulasikan sendiri dan dibuat dalam bentuk crumble. Ransum disusun sesuai dengan kebutuhan broiler berdasarkan SNI 01-3930-2006 untuk pakan starter (1-21 hari) dan SNI 01-39312006 untuk pakan finisher (22-35 hari). Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Ransum seluruh perlakuan memiliki komposisi yang sama, namun pada ransum R1 ditambahkan 0.01% Zinc Bacitracin.
3
Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian Bahan Jagung Dedak padi Bungkil kedelai 42% Tepung ikan 55% Crude palm oil (CPO) Meat and bone meal (MBM) Dl-Methionine 99% CaCO3 38% Dicalcium phosphate (DCP) NaCl Premix Jumlah Kandungan nutiren Hasil perhitungan Bahan kering (%) Energi metabolis (kkal kg-1) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Ca (%) P tersedia (%) Na (%) Cl (%) Methionine (%) Cystine (%) Lysine (%) Methionine+cystine (%) Hasil analisis* Bahan kering (%) Energi bruto (kkal kg-1) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Abu (%)
Komposisi (%) Starter (1-21 hari) Finisher (22-35 hari) 57.14 59.40 3.52 10.00 28.00 18.96 6.76 5.00 2.50 3.26 1.60 0.19 0.09 0.40 1.25 1.01 0.15 0.12 0.10 0.10 100 100 Starter (1-21 hari) 87.15 3062.88 20.55 5.60 2.74 0.83 0.65 0.13 0.15 0.62 0.55 1.34 0.97 89.84 4157.50 21.49 3.89 2.59 7.54
Finisher (22-35 hari) 86.97 3058.72 18.08 6.38 3.29 0.69 0.66 0.13 0.15 0.68 0.49 1.09 0.96 89.14 4207.50 18.82 4.73 3.35 7.20
* Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2014).
Prosedur Percobaan Penyiapan Silase dan Produksi Jus Silase Fermentasi silase dalam penelitian ini dilakukan tanpa perlakuan pelayuan dan penambahan bahan additive. Silase dibuat dari jagung muda yang ditandai dengan warna biji yang belum kuning. Seluruh jagung yang terdiri atas batang,
4
daun dan biji dipanen dan dipotong ukuran 1-2 cm dengan menggunakan chopper. Bahan kemudian diaduk hingga merata dan dimasukkan kedalam kantong plastik setebal 0.35 mm dan dilapis double. Setelah itu, kantong plastik divakum dan diikat kencang dengan karet pengikat. Kantong plastik yang telah terikat dimasukkan kedalam tong-tong penampung dan ditutup rapat. Kemudian tongtong penampung tersebut didiamkan dalam suhu ruang penyimpanan 25-28 oC untuk melangsungkan fermentasi silase (ensilase) (Gurning 2013). Silase yang telah mengalami proses ensilase dikeluarkan dari tong. Kemudian wadah plastik dilubangi pada semua bagian. Setelah itu dipress menggunakan pressan hidrolik untuk diambil cairannya. Pengepresan dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian air minum. Persiapan Kandang Kandang yang digunakan terlebih dahulu disucihamakan dengan cara dibersihkan dengan detergen dan karbol. Kemudian dilakukan pengapuran pada seluruh dinding maupun lantai kandang dan sekat serta penyemprotan desinfektan pada sekam dengan tujuan menghambat dan membunuh pertumbuhan bibit penyakit. Tempat pakan dan air minum dibersihkan dengan sabun dan air. Pelaksanaan Pemeliharaan DOC yang digunakan sebanyak 200 ekor. DOC tersebut ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot badan awal. DOC dibagi secara acak dan ditempatkan ke dalam 20 kandang perlakuan. Ayam pada masing-masing kandang diberi salah satu dari 4 perlakuan, yaitu : R0 = Ransum kontrol + air minum kontrol R1 = Ransum mengandung 0.01% zinc bacitracin + air minum kontrol R2 = Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum R3 = Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum Perlakuan mulai diberikan pada umur 8 hari. Pemberian pakan dilakukan sesuai dengan umur ternak (Tabel 2) yang mengacu pada manajemen brooding Medion (2010) dan setelah umur 14 hari pakan diberikan tiga kali sehari pada pukul 07.00 WIB, 13.00 WIB dan 19.00 WIB. Air minum diberikan ad libitum. Tabel 2 Waktu pemberian ransum berdasarkan umur ayam Umur (hari) 1-3 4-6 7-10 11-14
Frekuensi Pemberian (kali) 9 8 7 5
Waktu Pemberian (pukul) 6 6 7 7
8 8 10 10
10 10 13 13
12 12 15 16
14 14 17 19
16 16 19 -
19 19 21 -
21 21 -
23 -
Sumber: Medion (2010)
Pengambilan Darah Pengambilan sampel darah dilakukan pada setiap ulangan perlakuan setelah ayam diberi perlakuan selama 5 minggu. Sampel darah diambil sebanyak 3 cc dari vena Axillaris (pada sayap) menggunakan syringe kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacumtainer yang mengandung antikoagulan EDTA untuk
5
memperoleh whole blood. Pemeriksaan darah meliputi jumlah hematokrit, eritrosit, hemoglobin, jumlah leukosit, dan differensiasi leukosit (Jain 1986). Analisis Persentase Bobot Karkas dan Bobot Organ Dalam Pada akhir masa pemeliharaan pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing ulangan sebanyak 2 ekor berdasarkan rataan bobot hidup ayam broiler terdekat. Ayam dipuasakan selama 12 jam sebelum dipotong, kemudian ditimbang untuk memperoleh bobot hidup. Ayam yang telah dipotong sebanyak 40 ekor dicelupkan ke dalam air bersuhu 70 0C selama 30 detik untuk mempermudah dalam pencabutan bulu. Ayam yang telah dibului diproses lebih lanjut menjadi karkas dengan memisahkan kepala, leher, shank dan jeroan. Organ dalam dipisahkan untuk dilakukan penimbangan. Setelah itu bobot karkas dan bobot organ dalam dihitung persentasenya terhadap bobot hidup. Analisis Kadar Air Karkas Bagian dada dan paha sebelah kanan karkas dipisahkan antara daging dan tulang. Daging ayam bagian dada dan paha digunakan untuk mengukur kadar air karkas menggunakan metode oven (AOAC 2005). Tahap pertama pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 1 gram ditimbang setelah terlebih dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus: ( ) Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)
Peubah yang Diamati 1. Profil darah a. Hematokrit (%) b. Jumlah Eritrosit (106 mm-3) c. Hemoglobin (g%) d. Jumlah Leukosit (103 mm-3) e. Differensiasi Leukosit (%) 2. Persentase bobot karkas dan kadar air karkas a. Bobot hidup (gram ekor-1) b. Bobot karkas (gram ekor-1) c. Persentase bobot karkas (%) d. Persentase kadar air karkas (%)
6
3. Persentase bobot organ dalam dan organ pencernaan a. Persentase bobot hati (%) b. Persentase bobot jantung (%) c. Persentase bobot limpa (%) d. Persentase bobot ginjal (%) e. Persentase kelenjar timus (%) f. Persentase bursa fabricius (%) g. Presentase bobot lemak abdominal (%) h. Persentase bobot gizzard (%) i. Persentase seka dan bobot usus halus (duodenum, jejunum, ileum) (%) j. Panjang seka dan usus halus (cm 100g-1 dari bobot hidup) Rancangan Percobaan dan Analisa Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan, dan setiap ulangannya terdiri dari 10 ekor ayam. Model matematik dari Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):
Yij μ τ εij
Yij = μ + τ + εij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = Rataan umum = Pengaruh pemberian perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4) = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j ( j = 1, 2, 3, 4, 5 )
Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Sebelum dilakukan analisis, data ditransformasi terlebih dahulu ke dalam arcsin √x. Jika didapatkan hasil berbeda nyata (p<0.05) dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Darah Ayam Broiler Jantan dan Betina Persentase sel darah merah dalam 100 ml darah dinamakan hematokrit atau packed cell volume (PCV). Jain (1993) menyatakan bahwa presentase hematokrit broiler penelitian ini masih berada dalam kisaran normal (Tabel 3). Hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai hematokrit. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian jus silase sampai taraf 0.4% tidak berpengaruh negatif terhadap persentase hematokrit darah. Cunningham (2002) menyatakan bahwa hematokrit mempengaruhi viskositas darah. Semakin besar persentase sel dalam darah (hematokrit) akan semakin besar gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah, dan gesekan ini membentuk viskositas. Jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan kadar hemoglobin berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan (Meyer dan Harvey 2004).
7
Tabel 3 Nilai profil darah ayam broiler jantan dan betina Perlakuan
Peubah
Standar
R0
R1
R2
R3
Jantan Hematokrit (%) Hemoglobin (g%) Eritrosit (106 mm-3) Leukosit (103 mm-3)
26.6 0± 1.82 9.00 ± 1.58 3.00 ± 0.52 27.60 ± 10.48
25.6 ± 3.51 8.60 ± 1.52 2.47 ± 0.36 27.20 ± 6.17
25.6 ± 3.78 11.4 ± 2.17 2.96 ± 0.52 27.40 ± 6.68
24.2 ± 1.79 10.00 ± 0.00 2.64 ± 0.57 21.60 ± 2.48
22.0-35.0x 7.0-13.0x 2.0-3.2y 16.0-40.0y
Heterofil (%)
33.25 ± 6.67
31.40 ± 5.50
29.80 ± 10.47
25.60 ±6.69
9.0-56.0y
Limfosit (%)
60.25 ± 5.45
63.80 ± 6.18
65.00 ± 9.30
69.60 ± 7.70
24.0-84.0y
Eosinofil (%)*
2.40 ± 0.55a
2 .00 ± 0.71ab
1.40 ± 0.55b
1.00 ± 0.71bc
0-7.0y
Rasio H/L
0.53 ± 0.15
0.50 ± 0.14
0.49 ± 0.17
0.38 ± 0.15
0.2-0.8z
26.00 ± 1.41
23.40 ± 6.66
28.20 ± 2.28
27.60 ± 3.85
22.0-35.0x
9.4 ± 0.55ab
9.00 ± 0.71b
10.2 ± 0.45a
9.6 ± 0.55ab
7.0-13.0x
Eritrosit (10 mm )
2.74 ± 0.13
3.03 ± 0.73
2.77 ± 0.71
2.42 ± 0.68
2.0-3.2y
Leukosit (103 mm-3)
27.30 ± 5.25
37.60 ± 13.81
25.40 ± 6.44
29.30 ± 8.06
16.0-40.0y
Heterofil (%)
33.40 ± 3.91
33.20 ± 7.95
29.40 ± 7.92
29.6 ± 7.09
9.0-56.0y
Limfosit (%)
60.60 ± 5.13
61.80 ± 8.58
64.40 ± 8.96
64.20 ± 5.72
24.0-84.0y
Eosinofil (%)
2.20 ± 1.30
2.00 ± 1.00
2.00 ± 0.71
2.00 ± 0.00
0-7.0y
Rasio H/L
0.56 ± 0.11
0.56 ± 0.22
0.48 ± 0.19
0.47 ± 0.16
0.2-0.8z
Betina Hematokrit (%) Hemoglobin (g%)* 6
-3
x
Sumber: Jain (1993); ySumber: Mangkoewidjojo dan Smith (1988); zSumber: Gross dan Siegel (1983); *superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.
Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan komplek antar protein dan Fe yang menimbulkan warna merah pada darah. Sintesis asam asetat dan glycine menghasilkan porphyrin. Porphyrin yang berkombinasi dengan besi menghasilkan satu molekul heme. Jika empat molekul heme dikombinasikan dengan molekul globin maka terbentuk hemoglobin (Rastogi 2007). Jain (1993) menyatakan bahwa persentase nilai hemoglobin broiler penelitian ini masih berada pada kisaran normal (Tabel 3). Nilai hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan R2. Tetapi hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai hemoglobin broiler jantan. Nilai hemoglobin ayam broiler betina perlakuan R2 berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap perlakuan R1 tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan R0 dan R3. Penambahan jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum nyata meningkatkan nilai hemoglobin broiler betina. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus silase dalam air minum sebanyak 0.2% memberikan pengaruh positif terhadap nilai hemoglobin broiler jantan dan betina. Ali et al. (2013) menyatakan bahwa sintesis hemoglobin berhubungan dengan proses pembentukan eritrosit. Faktor lain yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah umur hewan, spesies, lingkungan, pakan, ada tidaknya kerusakan eritrosit, dan penanganan darah pada saat pemeriksaan.
8
Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi darah. Eritrosit pada unggas intinya terletak di tengah dan berbentuk oval. Eritrosit pada unggas yang mempunyai nukleus, dan berperan membawa hemoglobin dengan mengikat oksigen ke seluruh tubuh. Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai eritrosit broiler jantan dan betina. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa nilai eritrosit pada broiler jantan dan betina masih berada di dalam kisaran normal (Tabel 3). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Talebi et al. (2005) dan Jain (1993) bahwa nilai eritrosit ayam broiler adalah 1.97-2.83 x106 mm-3 dan 2.50-3.50 x106 mm-3. Jus silase dapat dikategorikan sebagai probiotik yang bermanfaat sebagai feed additive dengan beberapa kelebihan yaitu dapat meningkatkan ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, mampu memperbaiki resistensi penyakit akibat stimulasi dan peningkatan natural immunity, serta dapat meningkatkan kandungan vitamin B komplek melalui proses fermentasi (McDonald et al. 1991). Nilai hemoglobin R2 yang tinggi diduga akibat konsumsi protein nutrien (Lampiran 42) dan produksi vitamin B komplek yang dihasilkan oleh jus silase. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piliang dan Djojosoebagio (2006) bahwa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi pembentukan hemoglobin dan eritrosit adalah protein, vitamin B2, vitamin B12, dan asam folic. Protein berperan sebagai komponen sel darah merah. Vitamin B2 berperan dalam mengaktifkan asam folat menjadi koenzim. Vitamin B12 berperan dalam pematangan sel darah merah, serta asam folat berperan dalam sintesis DNA (Deoxyribonucleatide acid) dan pematangan sel darah merah. Leukosit merupakan sel darah putih dengan jumlah lebih sedikit daripada eritrosit. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa Nilai leukosit ayam jantan dan betina pada penelitian ini masih berada di dalam kisaran normal (Tabel 3). Hasil sidik ragam tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai leukosit. Hasil tersebut membuktikan bahwa pemberian jus silase sampai 0.4% tidak berpengaruh negatif terhadap jumlah leukosit. Peningkatan nilai leukosit dari jumlah normal menandakan terjadinya infeksi sedangkan penurunan leukosit menandakan depresi sumsum tulang, yang diakibatkan oleh infeksi viral atau reaksi toksik terhadap agen kimia (Rastogi 2007). Heterofil berisi enzim-enzim perusak dan menyulut inflamasi terhadap mikroorganisme dengan cara migrasi ke daerah-daerah yang sedang diserang oleh bakteri (Frandson 1992). Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai heterofil broiler jantan dan betina. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) menyatakan bahwa persentase heterofil hasil penelitian masih berada pada kisaran normal (Tabel 3). Nilai heterofil broiler jantan dan betina perlakuan R0 dan R1 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normal menurut Swenson (1984) yaitu sebesar 25-30%. Nilai heterofil yang meningkat di atas normal ini diduga akibat adanya infeksi atau stres pada broiler. Khan et al. (2002) melaporkan bahwa stres terjadi saat persentase heterofil di atas 31.95%. Persentase heterofil yang tinggi karena dalam aliran darah terjadi peningkatan produksi heterofil atau penurunan jumlah limfosit. Kondisi ini mengindikasikan broiler terkena stres disertai rendahnya organ pembentuk limfosit. Heterofil merespon, diproduksi, serta bekerja sangat cepat akibat gangguan internal maupun eksternal fisiologis (penyebab stres). Heterofil dikenal sebagai garis pertahanan tubuh pertama (Day dan Schultz 2010) dan
9
sering dikaitkan dengan penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri, fungi (seperti Aspergillus spp.) dan klamidia (Campbell 1995). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan R2 dan R3 dapat meningkatkan daya tahan tubuh broiler terhadap infeksi dan stres. Patterson dan Burkholder (2003) menyatakan bahwa mengkonsumsi makanan yang difermentasi dapat meningkatkan kesehatan dan bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai agen yang dapat meningkatkan kesehatan. Selain itu, beberapa asam organik memiliki sifat antibakteri (Gauthier 2002). Day dan Schultz (2010) menyatakan bahwa sejumlah limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, kelenjar limpa, timus dan bursa fabrisius. Persentase nilai limfosit broiler jantan dan betina menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Persentase limfosit hasil penelitian masih berada pada kisaran normal (Tabel 3) menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988). Tizard (1988) menyatakan bahwa limfosit memiliki fungsi kompleks dengan fungsi utama memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel efektor khusus ketika menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T). Limfosit berperan dalam merespon antigen dan pengembangan imunitas. Pemberian jus silase sampai taraf 0.4% tidak memberikan efek negatif terhadap jumlah limfosit ayam broiler jantan dan ayam broiler betina. Persentase nilai eosinofil hasil perlakuan pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal (Tabel 3) menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988). Hasil sidik ragam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata perlakuan terhadap nilai eosinofil broiler betina. Sedangkan nilai eosinofil broiler jantan dengan perlakuan R0 berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap perlakuan R2 dan R3 tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap R1. Penambahan jus silase sebanyak 0.2 dan 0.4% dalam air minum nyata menurunkan nilai eosinofil broiler jantan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus silase dalam air minum sampai taraf 0.4% memberikan pengaruh positif terhadap nilai eosinofil ayam broiler jantan. Perlakuan jus silase diduga lebih tahan terhadap infeksi parasit serta alergi. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (1992) bahwa sel eosinofil dapat meningkat saat tubuh terkena penyakit kronis seperti terinfeksi parasit atau saat reaksi alergi. Rasio H/L berguna dalam menunjukkan tingkat stres yang terjadi pada broiler. Semakin tinggi angka rasio tersebut maka makin tinggi pula tingkat stresnya. Rasio H/L pada hasil penelitian masih berada pada kisaran normal menurut Gross dan Siegel (1983). Hasil tersebut menunjukkan bahwa broiler mengalami stres dalam tingkat sedang (Tabel 3). Gross dan Siegel (1983) menyatakan bahwa rasio H/L dengan nilai 0.2, 0.5, dan 0.8 secara berturut-turut memiliki tingkat stres rendah, medium, dan tinggi. Perlakuan R2 dan R3 broiler jantan memiliki rasio H/L lebih rendah 7.55% dan 28.30% dibandingkan kontrol, sedangkan pada broiler betina memiliki rasio H/L lebih rendah 14.29% dan 16.07% dibandingkan kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian jus silase sampai taraf 0.4% dalam air minum mampu menurunkan rasio H/L. Menurunnya rasio H/L diakibatkan oleh peningkatan jumlah limfosit. Peningkatan jumlah limfosit dapat disebabkan oleh meningkatnya bobot organ limfoid yang dibentuk dalam sumsum tulang, kelenjar limpa, timus dan bursa fabrisius (Day dan Schultz 2010).
10
Perlakuan R3 menurunkan jumlah eritrosit dan rasio H/L paling besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian jus silase sampai taraf 0.4% dapat menurunkan tingkat stres pada broiler dengan cara menurunkan jumlah patogen yang dapat menimbulkan stres. Mekanisme kerja bakteri asam laktat yang dikemukakan oleh Lopez (2000), yaitu menekan kemampuan hidup mikroorganisme patogen karena mampu memproduksi komponen antibakteria seperti hidroksi peroksida dan asam-asam organik seperti asam laktat. Asam organik dalam saluran pencernaan dapat melakukan proses ionisasi dengan mudah yaitu dengan cara melepaskan ion hidrogen. Peningkatan jumlah ion hidrogen tersebut akan menurunkan pH saluran pencernaan sehingga mikroorganisme yang tidak tahan terhadap kondisi asam akan terhambat pertumbuhannya (Hardy 2003). Pada bakteri yang sensitif terhadap perubahan pH, asam organik menembus dinding sel bakteri sehingga asam organik akan terurai (H+ dan RCOO-), mengakibatkan pH dalam sel akan turun. Pada kondisi tersebut bakteri berusaha melepaskan H+ dari dalam sel agar pH dalam sel menjadi normal, namun proses ini membutuhkan energi yang besar sehingga mengakibatkan bakteri akan berhenti tumbuh dan mati.
Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas Penambahan jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum (R2) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rataan bobot hidup broiler umur 35 hari dibandingkan dengan perlakuan R0 dan R3 tetapi tidak tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan R1 (Tabel 4). Ayam broiler dengan perlakuan R2 memiliki rataan bobot hidup lebih tinggi dibandingkan R0 dan R3 tetapi lebih rendah dari R1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus silase dalam air minum sebanyak 0.2% memberikan pengaruh positif terhadap nilai rataan bobot hidup broiler. Tabel 4 Rataan bobot hidup (gram ekor-1), persentase bobot karkas (%), dan persentase kadar air karkas (%) ayam broiler umur 35 hari Peubah Bobot Hidup (g ekor-1)* Bobot Karkas (g ekor-1) Bobot Karkas (%) Bobot Bulu (%)** Kadar Air Karkas (%)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
1501.68 ± 84.59b
1663.86 ± 122.06a
1597.79 ± 168.78ab
1525.43 ± 151.85b
1009.37 ± 78.20
1132.08 ± 104.07
1092.62 ± 131.76
1050.82 ± 122.96
67.15 ± 2.02
66.94 ± 2.62
68.28 ± 1.82
68.79 ± 2.04
2.95 ± 0.54B
4.15 ± 0.86A
3.35 ± 0.85B
3.43 ± 0.57B
75.01 ± 2.59
73.84 ± 1.73
74.32 ± 2.25
72.43 ± 3.06
*superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); **superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (p< 0.01); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.
11
Silase dapat menghasilkan asam organik yang dapat berfungsi sebagai growth promotor yang dapat digunakan untuk menstabilkan mikroflora pada saluran pencernaan dan meningkatkan performa secara umum pada unggas (Gauthier 2002). Selain itu silase juga mengandung bakteri asam laktat yang dapat berperan sebagai probiotik. Jus silase jagung yang digunakan sebagai hasil pengepresan dari silase jagung memiliki kandungan bakteri asam laktat (BAL) 10.32 ± 9.84 log10 CFU ml-1 dengan kandungan asam laktat 7.71 ± 0.73 mg ml-1 (Gurning 2013). Rendahnya rataan bobot hidup ayam broiler dengan perlakuan R3 (jus silase 0.4%) diakibatkan oleh rendahnya konsumsi ransum. Rasyaf (2003) mengemukakan bahwa faktor pendukung pertumbuhan ayam adalah kualitas dan kuantitas makanan, suhu serta manajemen pemeliharaannya.. Menurunnya konsumsi ransum akan mengakibatkan rendahnya konsumsi nutrien atau energi yang dibutuhkan sehingga produktivitas ternak dalam hal ini bobot badan akan terhambat. Penurunan konsumsi ransum tersebut diduga terdapat dua penyebab. Penyebab pertama adalah akibat mekanisme dari beberapa fungsi probiotik yaitu memperbaiki saluran pencernaan serta merangsang produksi enzim untuk mencerna ransum. Proses pencernaan dalam usus menjadi semakin baik dan makanan yang dikonsumsi akan lebih lama tinggal di dalam usus atau laju ransum tersebut menjadi lebih lambat sehingga konsumsi ransum akan menurun. Penyebab kedua yaitu pH air minum yang rendah sehingga akan mengakibatkan palatabilitas terhadap konsumsi pakan menjadi menurun. Amrullah (2003) menyatakan bahwa lidah unggas juga memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa makanannya, sementara indera penciumannya kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan. Perlakuan jus silase dalam air minum tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap bobot karkas ayam broiler umur 35 hari (Tabel 4). Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Soerparno (1994) bahwa persentase karkas meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup, tetapi persentase bagian non karkas seperti darah, usus halus, dan organ vital menurun. Bobot hidup tertinggi pada penelitian ini terdapat pada ayam broiler dengan perlakuan R1, namun persentase karkas tertinggi terdapat pada ayam broiler dengan perlakuan R2. Hal tersebut disebabkan oleh persentase bobot bulu pada perlakuan R1 yang sangat nyata (p<0.01) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Persentase bulu pada perlakuan R1 mencapai 4.15% yang merupakan persentase tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Tetapi persentase karkas yang dihasilkan pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bell dan Weaver (2002) yang melaporkan bahwa persentase karkas ayam pedaging bervariasi antara 65-75% dari bobot hidup. Persentase bobot bulu terbesar pada perlakuan R1 diduga akibat konsumsi protein kasar yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Konsumsi protein kasar perlakuan R0 sebesar 599.51 gram, perlakuan R1 sebesar 617.78 gram, perlakuan R2 sebesar 615.97 gram, dan perlakuan R3 sebesar 604.23 gram. Persentase konsumsi protein kasar perlakuan R1 1.001% lebih besar dibandingkan dengan konsumsi protein kasar kontrol. Konsumsi protein kasar yang lebih besar tersebut mengakibatkan proses pertumbuhan bulu lebih banyak pula. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Scott et al. (1982) bahwa protein merupakan zat
12
makanan yang penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, kolagen, kulit, rambut, kuku, dan pada ayam untuk bulu, kuku, dan bagian paruh. Kandungan protein kasar (%) tepung bulu ayam sebesar 81% menurut NRC (1994). Perlakuan jus silase sebanyak 0.2% dan 0.4% tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap persentase kadar air karkas (Tabel 4). Nilai kadar air karkas tertinggi terdapat pada perlakuan R0 yaitu 75.01% dan kadar air karkas terendah terdapat pada perlakuan R3 yaitu 72.43%. Nilai kadar air yang didapat masih berada pada kisaran normal sesuai hasil yang didapatkan oleh Anggorodi (1980) yaitu berkisar antara 70–77% terhadap bobot badan. Hasil tersebut menggambarkan bahwa pemberian jus silase tidak memberikan efek negatif terhadap kandungan kadar air karkas. Nilai kadar air perlakuan R3 rendah diduga akibat pH air minum yang lebih rendah sehingga palatabilitas terhadap konsumsi air minum menjadi menurun. Amrullah (2003) menyatakan bahwa lidah unggas juga memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa makanannya, sementara indera penciumannya kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan. Kadar air yang tinggi dapat dijadikan indikasi daya mengikat air yang baik. Hal ini berarti bahwa air yang terikat oleh protein lebih banyak pada daging perlakuan R0, sehingga kadar airnya relatif lebih tinggi. Soeparno (1994) menyatakan bahwa kemampuan daging mengikat air salah satunya disebabkan oleh protein otot. Daya mengikat air daging tergantung dari banyaknya gugus reaktif protein. Sekitar 34% dari protein ini larut dalam air. Berdasarkan hal tersebut maka kualitas daging pada perlakuan R0 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Persentase Organ Dalam Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap organ dalam kecuali bobot hati. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemberian jus silase dan antibiotik tidak mengandung bahan-bahan berbahaya yang dibuktikan dengan persentase bobot organ dalam yang tidak berbeda nyata dan masih dalam kisaran normal (Tabel 5). Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung. Aktivitas limpa dapat mengakibatkan limpa membesar ukurannya atau bahkan mengecil apabila limpa terserang penyakit atau benda asing (Ressang 1984). Ressang (1984) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah untuk menyaring racun yang masuk kedalam darah. Pemberian jus silase sebanyak 0.2% dan 0.4% berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap persentase bobot hati ayam broiler. Perlakuan R1, R2, dan R3 memiliki persentase bobot hati yang lebih rendah dibandingkan dengan R0. Persentase bobot hati yang diperoleh pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal sesuai pendapat Putnam (1991) yaitu 1.7–2.8% dari bobot hidup (Tabel 5). Penelitian Hasanah (2002) menghasikan rataan persentase bobot hati dengan pemberian silase ikan-tape ubi kayu pada taraf 30 % adalah 2.88 % dari bobot hidup.
13
Tabel 5 Persentase bobot organ dalam ayam broiler umur 35 hari Peubah
Perlakuan
Standar
R0
R1
R2
R3
Bobot Hati (%)*
2.61 ± 0.36a
2.32 ± 0.14b
2.32 ± 0.27b
2.29 ± 0.23b
1.7–2.8k
Bobot Jantung (%)
0.49 ± 0.08
0.46 ± 0.04
0.48 ± 0.07
0.49 ± 0.12
0.42-0.70k
Bobot Ginjal (%)
0.68 ± 0.14
0.76 ± 0.10
0.68 ± 0.14
0.74 ± 0.09
Bobot Limpa (%)
0.19 ± 0.12
0.16 ± 0.09
0.14 ± 0.06
0.14 ± 0.07
0.43-0.84l 0.18-0.23k 0.10–0.13m
0.31 ± 0.09
0.30 ± 0.06
0.32 ± 0.13
0.32 ± 0.09
0.21-0.40n
0.07 ± 0.04
0.09 ± 0.02
0.06 ± 0.02
0.07 ± 0.03
0.09o
1.23 ± 0.13
1.24 ± 0.23
1.30 ± 0.28
1.25 ± 0.26
2.64-3.30p
1.65 ± 0.29
1.52 ± 0.28
1.83 ± 0.28
1.59 ± 0.23
1.6-2.3k
Bobot Kelenjar Timus (%) Bobot Bursa Fabricius (%) Bobot Lemak Abdominal (%) Bobot Gizzard Bersih (%) k
Sumber: Putnam (1991); lSumber: Hermana et al. (2008); mSumber: Ihsan (2006); nSumber: Umam (2010); oSumber: Toghyani (2010); pSumber: North dan Bell (2002); *superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.
Rendahnya persentase bobot hati perlakuan jus silase dibandingkan kontrol diakibatkan oleh fungsi dari bakteri asam laktat (BAL) dan asam organik di dalam jus silase yang dapat menurunkan pH sehingga mikroorganisme yang tidak tahan tehadap kondisi asam akan mengalami perlambatan pertumbuhan atau mati (Hardy 2003). Kondisi tersebut menguntungkan ternak sehingga salah satu fungsi organ hati yang digunakan untuk menyaring racun yang dihasilkan oleh bakteri patogen dapat diminimalkan dengan keberadaan BAL tersebut. Apabila tubuh mengandung racun, hati bekerja keras untuk menetralisirnya sehingga hati membesar. Hasil pengamatan terhadap sifat fisik hati menunjukkan tidak adanya kelainan fisik yang ditandai dengan tidak adanya perubahan konsistensi hati serta organ hati berwarna coklat kemerahan. Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu (Ressang 1984). Kontrol deposisi lemak abdominal pada ayam broiler bertujuan untuk efisiensi pembentukan jaringan otot atau daging yang lebih menguntungkan. Penurunan lemak abdominal merupakan hal yang menguntungkan, karena akan memperbaiki kualitas karkas dengan menghasilkan daging yang rendah lemak (Sanz et al. 2000). Perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bobot lemak abdominal ayam broiler. Rataan persentase lemak abdomen seluruh perlakuan berada dibawah kisaran normal menurut North dan Bell (2002) yaitu berkisar antara 2.64-3.30% dari bobot hidup. Hal tersebut disebabkan oleh ransum memiliki kandungan protein kasar yang tinggi sedangkan energi rendah (Fontana et al. 1993). Perlakuan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap persentase bobot rempela ayam broiler. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler yang diperoleh pada penelitian masih berada pada kisaran normal menurut Putnam
14
(1991) yaitu berkisar antara 1.6-2.3% dari bobot hidup (Tabel 5). Hasil tersebut menyatakan bahwa rempela masih dapat bekerja secara normal dan pemberian jus silase tidak memberikan efek negatif terhadap fungsi rempela. Tidak adanya perbedaan bobot rempela antar perlakuan diakibatkan oleh kandungan serat kasar ransum pada setiap perlakuan relatif sama sehingga aktivitas rempela untuk mencerna makanan tidak mengakibatkan penebalan urat daging rempela yang dapat menyebabkan pembesaran ukuran rempela. Akoso (1993) menyatakan bahwa bobot rempela dipengaruhi oleh kadar serat kasar ransum. Semakin tinggi kadar serat kasar ransum, maka aktifitas rempela juga semakin tinggi, sehingga bobotnya juga semakin besar. Proses pemecahan partikel ransum dapat dibantu oleh adanya kerikil (grit) yang ada dalam rempela.
Persentase Organ Pencernaan Perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan panjang organ pencernaan kecuali bobot duodenum. Hal tersebut menggambarkan bahwa pemberian jus silase dan antibiotik tidak mempengaruhi bobot dan panjang organ pencernaan broiler. Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Persentase bobot dan panjang saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari Perlakuan
Peubah
R0
R1
R2
R3
0.73 ± 0.28a
0.55 ± 0.10b
0.59 ± 0.15ab
0.53 ± 0.09b
0.32 ± 0.03
0.31 ± 0.03
0.33 ± 0.03
0.31 ± 0.03
1.27 ± 0.22
1.15 ± 0.19
1.19 ± 0.17
1.10 ± 0.22
0.78 ± 0.13
0.84 ± 0.10
0.84 ± 0.09
0.79 ± 0.08
0.91 ± 0.12
0.91 ± 0.11
0.94 ± 0.19
0.93 ± 0.20
Panjang Ileum (cm 100g BH)
0.83 ± 0.04
0.84 ± 0.83
0.87 ± 0.11
0.84 ± 0.10
Bobot Seka (%)
0.38 ± 0.08
0.37 ± 0.09
0.33 ± 0.05
0.34 ± 0.06
0.18 ± 0.01
0.19 ± 0.03
0.17 ± 0.03
0.17 ± 0.02
Bobot Duodenum (%)* Panjang Duodenum (cm 100g-1 BH) Bobot Jejenum (%) Panjang Jejenum (cm 100g-1 BH) Bobot Ileum (%) -1
-1
Panjang Seka (cm 100g BH)
*superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p< 0.05); R0: Ransum kontrol + air minum kontrol; R1: Ransum mengandung 0.01% Zinc Bacitracin + air minum kontrol; R2: Ransum kontrol + 0.2% jus silase dalam air minum; R3: Ransum kontrol + 0.4% jus silase dalam air minum.
Perlakuan R0 berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap persentase bobot duodenum ayam broiler perlakuan R1 dan R3 tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap R2. Perlakuan R3 memiliki bobot duodenum paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa penyerapan zat makanan di dalam usus halus ayam broiler yang mendapat perlakuan jus silase lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini diduga karena mekanisme probiotik yaitu memperbaiki saluran pencernaan serta merangsang produksi enzim untuk mencerna ransum, yang menyebabkan proses pencernaan dalam usus
15
menjadi semakin baik (Seifert dan Gessler 1997). Proses pencernaan yang semakin baik oleh probiotik akan meringankan kerja duodenum dalam mencerna zat makanan terutama pati sehingga makin kecilnya bobot duodenum. Ransum yang banyak mengandung serat, atau bahan berserat seperti serbuk gergaji dan bahan lainnya yang tidak tercerna menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan, sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal. Perubahan ini juga diikuti dengan jumlah villi usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-enzim pencernaan (Amrullah 2003). Luas permukaan usus dapat meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat makanan (Frandson 1992). Dinding duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan pH zat makanan yang masuk, sehingga kelarutan dan penyerapan di jejunum dan ileum akan lebih meningkat. Selain itu, duodenum merupakan pusat terjadinya lipolisis dalam tubuh, sedangkan jejunum merupakan tempat penyerapan zat makanan terbesar. Ileum merupakan tempat pertumbuhan bakteri saluran pencernaan (Anggorodi 1995). Duodenum memiliki kelenjar pankreas didalamnya. Kelenjar ini mensekresi enzim-enzim pemecah polimer pati, lemak, dan protein yaitu amilase, lipase dan tripsin. Cairan pankreas dan empedu masuk ke dalam usus halus sehingga masing-masing dicerna dan dapat diserap sebagian besar di jejunum (Amrullah 2003). Hasil tersebut didukung dengan bobot seka perlakuan R3 yang rendah pula (Tabel 6). Bobot seka perlakuan R0 yang paling tinggi diduga akibat banyaknya bahan pakan yang belum terproses di usus halus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat McLelland (1990) bahwa usus buntu (seka) merupakan saluran pencernaan setelah usus yang berfungsi membantu absorpsi air, pencernaan karbohidrat dan protein dengan bantuan mikroorganisme di dalam usus buntu (seka). Seka berperan dalam pencernaan makanan yang tidak tercerna pada organ pencernaan sebelumnya terutama serat kasar dengan bantuan bakteri (fermentasi). Persentase bobot dan panjang seka secara berturut-turut adalah 0.33-0.38% dan 0.17-0.19 cm 100g-1 dari bobot hidup. Sekum memiliki panjang berkisar antara 12-25 cm (Nickle et al. 1977).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian jus silase sebanyak 0.2% dalam air minum efektif menurunkan tingkat stres pada ayam broiler dan memiliki kemampuan yang sama dengan penggunaan antibiotik dalam meningkatkan bobot akhir broiler. Saran Pemberian jus silase dalam air minum disarankan dengan taraf 0.2%.
16
DAFTAR PUSTAKA Akoso BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius. Ali AS, Ismoyowati, Diana I. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik dalam ransum. J Ilmiah Petern. 1(3):1001-1013. Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunung Budi. Anggorodi HR. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta (ID): Gramedia. Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official method of analysis of the association of official analytical of chemist. Arlington, Virginia (USA): AOAC Inc. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3930-2006, Pakan anak ayam ras pedaging (broiler starter). Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01-3931-2006, Pakan ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher). Jakarta (ID): BSN. Bell DD, Weaver WD. 2002. Commercial Chickhen Meat and Egg Production. Ed ke-5. Amerika (US): Kluwer Academic. Brooks PH, Beal JD, Niven S. 2001. Liquid feeding of pigs: potential for reducing environmental impact and for improving productivity and food safety. RAAN.13:49-63. Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Ed ke-2. Iowa (US): Iowa State Pr. Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Amerika (US): Saunders Company. Day MJ, Schultz RD. 2010. Veterinary Immunology: Principles and Practice. London (GB): Manson. Dibner JJ, Richards JD. 2005. Antibiotics growth promot-ers in agriculture: history and mode of action. Poultry Sci. 84:634-643. Donoghue DJ. 2003. Antibiotic residues in poultry tissues and eggs: human health concerns?. Poultry Sci. 82:618–621. Duniere L, Gleizal A, Chaucheyras-Durand F, Chevallier I, Thevenot-Sergentet D. 2011. Fate of Escherichia coli O26 in corn silage experimentally contaminated at ensiling, at opening or after aerobic exposure and protective effect of various bacterial inoculants. Applied and Environment Microbiol. 77(24):8696–8704. doi:10.1128/AEM.0632011. Finnegan M, Linley E, Denyer SP, McDonnell G, Simons C, Maillard J. 2010. Mode of action of hydrogen peroxide and other oxidizing agents: differences between liquid and gas forms. J Antimicrobiol Chemoter. 65:2108-2115.doi:10.1093/jac/ dkq308. Fontana EA, Weaver JR, Denbaow DM, Watkins WA. 1993. Early feed restricition of broiler: Effect on abdominal fat pad, liver, and gizzard weight, fat deposition and carcass composition. Poultry Sci. 72:243–250. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono, Koen Praseno, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.
17
Gauthier R. 2002. Intestinal health, the key to productivity (The case of organic acid). XXVII Convencion ANECA-WPDC. Puerto Vallrta. Jal. Mexico. Gross WB, Siegel HS. 1983. Evaluation of the heterophil/lymphocyte ratio as a measure of stress in chickens. Avian Dis. 27:972–979. Gurning FN. 2013. Profil jus silase jagung dan kemampuannya dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. yang diisolasi dari feses pedet diare [tesis]. Bogor (ID): IPB. Hasanah S. 2002. Pengaruh pemberian silase ikan-tape ubi kayu terhadap persentase berat karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Hardy B. 2003. Nutraceutical concepts fo gut health in pigs [internet]. NutriVicion Inc. Fairmont, Minnesota. [diunduh 2014 Mei 20]. Tersedia pada: www.nutrivisioninc.com. Hermana W, Puspitasari DI, Wiryawan KG, Suharti S. 2008. Pemberian tepung daun salam (Syzygium polyanthum (wight) walp.) dalam ransum sebagai bahan antibakteri Escherichia coli terhadap organ dalam ayam broiler. Med Pet. 31(1):63-70. Ihsan FN. 2006. Persentase bobot karkas, lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler dengan pemberian silase ransum komersial [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Jain NC. 1986. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-4. Philadelphia (AS): Lea and Febiger. Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (AS): Lea and Febiger. Khan WA, Khan A, Anjum AD, Rehman ZU. 2002. Effects of induced heat stress on haematological values in broiler chicks. J Agriculture Biol. 4(1):1560–8530. Lopez J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asian-Australian. J Anim Sci. Special Issue. 13:12-26. Mangkoewidjojo S, Smith JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. McDonald P, Henderson AR, Heron SJE. 1991. The Biochemistry of Silage. Ed ke-2. Aberystwyth (GB): Cambrian Printers. McLelland J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. London (GB): Wolfe Publishing Ltd. Medion. 2010. Manajemen brooding [internet]. [diunduh 2014 Februari 20]. Tersedia pada: http://info.medion.co.id. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. Ed ke-3. Amerika (US): Saunders. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrients Requirement of Poultry. Ed ke-9. Washington (US): National Academy Pr. Nickle RA, Schummer E, Seifrle WG, Siller, Wight PHL. 1977. Anatomy of Domestic Bird. Berlin (DE): Verlag Paul Parey. North MO, Bell DD. 2002. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York (US): Chapman and Hall. Patterson JA, Burkholder KM. 2003 Application of prebiotics and probiotics in poultry production. Poultry Sci. 82:627-631.
18
Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Bogor (ID): IPB Pr. Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. San Diego (US): Academic Pr. Rastogi SC. 2007. Essentials of Animal Physiology. Ed ke-4. New Delhi (IN): New Age International (P) Ltd. Rasyaf M. 2003. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Denpasar (ID). NV Percetakan Bali. Sanz MAF, Lopez-Bete CJ, Carmora JM. 2000. Effect of the inclusion time of dietary saturated and unsaturated fats before slaughter on the accumulation and composition of abdominal fat in female broiler chickens. Poultry Sci. 79:1320-1325. Schaefer L, Auchtung TA, Hermans KE, Whitehead D, Borhan B, Britton RA. 2010. The antimicrobial compound reuterin (3-hydroxypropionaldehyde) induces oxidative stress via interaction with thiol groups. 156:15891599.doi10.1 099/mic.0.035642-0. Scott ML, Neshin JMG, Young R. 1982. Nutrition of Chicken. Ed ke-3. New York (US): Scott Association. Seifert HSH, Gessler F. 1997. Continous oral application of probiotic B. Cereus an alternative to the prevention of enteroxomia. Animal Research and Development. 46:30-38. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. M. Syah, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Swenson MJ. 1984. Dukes' Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Itacha and London (GB): Cornell Univ Pr. Talebi A, Asri-Rezaei S, Rozeh-Chai R, Sahraei R. 2005. Comparative studies on haematological values of broiler strain (Ross, Cobb, Arbor-acres and Arian). Poultry Sci. 4(8):573-579. Tizard I. 1988. Pengantar Immunologi Veteriner. Ed ke-3. M. Partodiredjo, penerjemah. Surabaya (ID): Airlangga Univ Pr. Toghyani M, Tohidi M, Gheisari AA, Tabeidian SA. 2010. Performance, immunity, serum biochemical and hematological parameters in broiler chicks fed dietary thyme as alternative for an antibiotic growth promotor. J Biotechnol. 9(40):6819-6825. Umam AAC. 2012. Hematologi, malondealdehida plasma darah, dan bobot organ limfoid broiler yang diberi ransum mengandung biji ketumbar (Coriandrum sativum l.) [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
19
LAMPIRAN Analisis Ragam Profil Darah Ayam Broiler Jantan Lampiran 1 Analisis ragam persentase hematokrit ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 14.600 132.400 147.000
Kuadrat tengah 4.867 8.275
Fhit
Signifikansi
0.588
0.632
Lampiran 2 Analisis ragam persentase hemoglobin ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 20.200 38.000 58.200
Kuadrat tengah 6.733 2.375
Fhit
Signifikansi
2.835
0.071
Lampiran 3 Analisis ragam persentase eritrosit ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 0.983 4.005 4.988
Kuadrat tengah 0.382 0.250
Fhit
Signifikansi
1.309
0.306
Lampiran 4 Analisis ragam persentase leukosit ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 126.550 804.400 930.950
Kuadrat tengah 42.183 50.275
Fhit
Signifikansi
0.839
0.492
Lampiran 5 Analisis ragam persentase heterofil ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 125.000 917.200 1042.200
Kuadrat tengah 41.667 57.325
Fhit
Signifikansi
0.727
0.551
20
Lampiran 6 Analisis ragam persentase limfosit ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 185.000 854.800 1042.200
Kuadrat tengah 61.667 53.425
Fhit
Signifikansi
1.154
0.358
Lampiran 7 Analisis ragam persentase eosinofil ayam broiler jantan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 5.800 6.400 12.200
Kuadrat tengah 1.933 0.400
Fhit
Signifikansi
4.833*
0.014
Lampiran 8 Uji lanjut Duncan persentase eosinofil ayam broiler jantan Perlakuan* R3 R2 R1 R0 Signifikansi
Jumlah perlakuan 5 5 5 5
1 1.000 1.400
0.332
Subset 2 1.400 2.000 0.153
3
2.000 2.400 0.332
Analisis Ragam Profil Darah Ayam Broiler Betina Lampiran 9 Analisis ragam persentase hematokrit ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 69.000 265.200 334.200
Kuadrat tengah 23.000 16.575
Fhit
Signifikansi
1.388
0.283
Lampiran 10 Analisis ragam persentase hemoglobin ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 3.750 5.200 8.950
Kuadrat tengah 1.250 0.325
Fhit
Signifikansi
3.846*
0.030
21
Lampiran 11 Uji lanjut Duncan persentase hemoglobin ayam broiler betina Perlakuan* R1 R0 R3 R2 Signifikansi
Subset
Jumlah perlakuan
1 9.000 9.400 9.600
5 5 5 5
2 9.400 9.600 10.200 0.050
0.133
Lampiran 12 Analisis ragam persentase eritrosit ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 2.693 6.109 8.802
Kuadrat tengah 0.898 0.382
Fhit
Signifikansi
2.351
0.111
Lampiran 13 Analisis ragam persentase leukosit ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 433.300 1298.500 1731.800
Kuadrat tengah 144.433 81.156
Fhit
Signifikansi
1.780
0.192
Lampiran 14 Analisis ragam persentase heterofil ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 72.400 766.400 838.800
Kuadrat tengah 24.133 47.900
Fhit
Signifikansi
0.504
0.685
Lampiran 15 Analisis ragam persentase limfosit ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 51.750 852.000 903.750
Kuadrat tengah 17.250 53.250
Fhit
Signifikansi
0.324
0.808
22
Lampiran 16 Analisis ragam persentase eosinofil ayam broiler betina Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 16 19
Jumlah kuadrat 0.150 12.800 12.950
Kuadrat tengah 0.050 0.800
Fhit
Signifikansi
0.063
0.979
Analisis Ragam Persentase Bobot Karkas dan Kadar Air Karkas Lampiran 17 Analisis ragam bobot hidup ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah Kuadrat Fhit Signifikansi kuadrat tengah 215575.161 71858.387 3.905* 0.016 662393.010 18399.806 877968.171
Lampiran 18 Uji lanjut Duncan bobot hidup ayam broiler Perlakuan* R0 R3 R2 R1 Signifikansi
Subset
Jumlah perlakuan
1 1.502 1.525 1.598
10 10 10 10
2
1.598 1.690 0.137
0.143
Lampiran 19 Analisis ragam bobot karkas ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah Kuadrat kuadrat tengah 84034.821 28011.607 444792.729 12355.354 528827.550
Fhit
Signifikansi
2.267
0.097
Lampiran 20 Analisis ragam persentase bobot karkas ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 23.642 165.714 189.356
Kuadrat tengah 7.881 4.503
Fhit
Signifikansi
1.712
0.182
23
Lampiran 21 Analisis ragam persentase bobot bulu ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 7.543 18.692 26.234
Kuadrat tengah 2.514 0.519
Fhit
Signifikansi
4.842**
0.006
Lampiran 22 Uji lanjut Duncan persentase bobot bulu ayam broiler Perlakuan** R0 R2 R3 R1 Signifikansi
Subset
Jumlah perlakuan
1 2.949 3.348 3.432
10 10 10 10
2
4.153 1.000
0.165
Lampiran 23 Analisis ragam persentase kadar air karkas ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 35.673 217.253 252.926
Kuadrat tengah 11.891 6.035
Fhit
Signifikansi
1.970
0.136
Analisis Ragam Persentase Organ Dalam dan Organ Pencernaan Lampiran 24 Analisis ragam bobot hati ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.063 0.254 0.317
Kuadrat tengah 0.021 0.007
Fhit
Signifikansi
2.997*
0.043
Lampiran 25 Uji lanjut Duncan bobot hati ayam broiler Perlakuan* R3 R1 R2 R0 Signifikansi
Jumlah perlakuan 10 10 10 10
Subset 1 1.514 1.522 1.522 0.843
2
1.611 1.000
24
Lampiran 26 Analisis ragam bobot jantung ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.003 0.112 0.115
Kuadrat tengah 0.001 0.003
Fhit
Signifikansi
0.306
0.821
Lampiran 27 Analisis ragam bobot limpa ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.017 0.350 0.367
Kuadrat tengah 0.006 0.010
Fhit
Signifikansi
0.574
0.636
Lampiran 28 Analisis ragam bobot ginjal ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.019 0.191 0.211
Kuadrat tengah 0.006 0.005
Fhit
Signifikansi
1.215
0.318
Lampiran 29 Analisis ragam bobot kelenjar timus ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.001 0.286 0.287
Kuadrat tengah 0.000 0.008
Fhit
Signifikansi
0.035
0.991
Lampiran 30 Analisis ragam bobot bursa fabricius ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.011 0.104 0.116
Kuadrat tengah 0.004 0.003
Fhit
Signifikansi
1.314
0.285
Lampiran 31 Analisis ragam bobot lemak ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.004 0.394 0.398
Kuadrat tengah 0.001 0.011
Fhit
Signifikansi
0.118
0.949
25
Lampiran 32 Analisis ragam bobot gizzard bersih ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.077 0.417 0.494
Kuadrat tengah 0.026 0.012
Fhit
Signifikansi
2.228
0.102
Lampiran 33 Analisis ragam bobot seka ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.003 0.034 0.037
Kuadrat tengah 0.001 0.001
Fhit
Signifikansi
1.040
0.386
Lampiran 34 Analisis ragam panjang seka ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.000 0.005 0.005
Kuadrat tengah 0.000 0.000
Fhit
Signifikansi
1.139
0.346
Lampiran 35 Analisis ragam bobot duodenum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.037 0.140 0.176
Kuadrat tengah 0.012 0.004
Fhit
Signifikansi
3.147*
0.037
Lampiran 36 Uji lanjut Duncan bobot duodenum ayam broiler Perlakuan* R3 R1 R2 R0 Signifikansi
Jumlah perlakuan 10 10 10 10
Subset 1 1.237 1.244 1.258 0.483
2
1.258 1.314 0.052
26
Lampiran 37 Analisis ragam panjang duodenum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.001 0.006 0.007
Kuadrat tengah 0.000 0.000
Fhit
Signifikansi
1.307
0.287
Lampiran 38 Analisis ragam bobot jejenum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.019 0.172 0.191
Kuadrat tengah 0.006 0.005
Fhit
Signifikansi
1.315
0.285
Lampiran 39 Analisis ragam panjang jejenum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.004 0.052 0.057
Kuadrat tengah 0.001 0.001
Fhit
Signifikansi
1.027
0.392
Lampiran 40 Analisis ragam bobot ileum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.001 0.117 0.118
Kuadrat tengah 0.000 0.003
Fhit
Signifikansi
0.060
0.980
Lampiran 41 Analisis ragam panjang ileum ayam broiler Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 3 36 39
Jumlah kuadrat 0.002 0.037 0.038
Kuadrat tengah 0.001 0.001
Fhit
Signifikansi
0.545
0.655
*berbeda nyata dengan taraf kesalahan 5% (α = 0.05); **beda nyata dengan taraf kesalahan 1% (α = 0.01).
27
Lampiran 42 Perhitungan konsumsi total nutrien ransum ayam broiler Perlakuan R0 R1 R2 R3
Konsumsi protein kasar (gram) 599.51 617.78 615.97 604.23
Konsumsi lemak kasar (gram) 117.81 121.29 121.08 118.85
Konsumsi serat kasar (gram) 93.28 95.87 95.91 94.26
Prosedur Evaluasi Profil Darah Hematokrit (% volume sel darah merah) dengan Metode Mikrohematokrit Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian pipa kapiler. Ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal. Pipa-pipa kapiler ditempatkan dalam alat pemusing (mikrosentrifuse), kemudian diputar dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit. Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (Jain 1986). Kadar Hemoglobin dengan Metode Sahli Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0.1 N sebanyak 2 ml (garis paling bawah pada tabung). Darah dihisap menggunakan pipet Sahli beserta aspiratornya sampai batas angka 20 (0.02 ml) secara perlahan-lahan. Ujung pipet dibersihkan dan darah yang ada di dalamnya segera dikeluarkan ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli diletakkan di antara kedua bagian standar warna dalam alat hemoglobinometer. Pencampuran antara darah dan HCL 0.1 N dibiarkan selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna cokelat. Kemudian setetes demi setetes aquades ditambahkan ke dalam tabung sambil diaduk sampai warnanya sama dengan warna standar. Nilai hemoglobin ditentukan dengan melihat skala g% tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli (Jain 1986). Jumlah Eritrosit Darah dihisap dengan pipet eritosit sampai batas 0.5. Kemudian dicampur dengan pelarut Rees and Ecker sampai dengan batas 101 yang tertera pada pipet. Isi pipet dikocok dengan membuat gerakan angka 8 atau alat pengocok, agar yang tercampur hanya larutan yang berada pada bagian pipet yang membesar saja. Cairan dimasukkan ke kamar hitung kemudian dilakukan penghitungan di bawah mikroskop. Untuk menghitung eritrosit dalam hemocytometer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kiri bawah dan satu kotak pojok kanan bawah. Untuk mengetahui eritrosit dalam 1 mm3 misalnya jumlah eritrosit yang terhitung adalah sebanyak a, maka a dikalikan 10.000 (Jain 1986). Jumlah Eritrosit per mm3 darah = a x 104 butir
28
Jumlah leukosit Darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tisu, lalu laruatan pengencer Rees and Ecker dihisap hingga tanda 11. Kemudian diputar dengan membentuk angka 8. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet ke tisu. Setetes cairan dimasukkan ke dalam kamar hitung dan biarkan butirbutir yang ada di dalam kamar hitung mengendap. Butir darah putih dihitung dengan mikroskop pada pembesaran 400 kali. Untuk menghitung leukosit dalam hemocytometer neubeur, digunakan kotak leukosit yang berjumlah 4 buah dari 9 kotak utama dengan mengambil bagian sebagai berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu pojok kiri atas, satu kotak pojok kanan bawah dan satu pojok kiri bawah. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dengan mikroskop (b) dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah. Angka 50 merupakan perkalian dari tebal kamar hitung 1/10 mm, panjang kamar 1 mm, lebar 1 mm dan 4 kotak kamar hitung dalam mm3 kemudian dikalikan dengan faktor pengencer sebesar 200. Jumlah eritrosit dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Jain 1986): Jumlah Leukosit per mm3 darah = b x 50 butir Differensiasi leukosit Darah dibuat preparat ulas ±2 cm dari ujung gelas objek. Preparat ulas difiksasi dengan methanol 75% selama 5 menit kemudian diangkat sampai kering udara. Ulasan darah direndam dengan larutan giemsa 10% selama 30 menit, diangkat dan dicuci dengan menggunakan air kran yang mengalir untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan, kemudian dikeringkan dengan kertas isap. Preparat ulas diletakkan dibawah mikroskop pembesaran 1000 kali dan ditambahkan minyak imersi kemudian dihitung limfosit, heterofil, monosit, basophil, dan eosonofil secara zigzag dengan pembesaran 1000 kali sampai jumlah total 100 butri leukosit (Jain 1986).
30
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Sumiati, MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, MSc. Selaku penguji sekaligus panitia seminar, Ibu Dr. Sri Suharti, SPt. MSi. selaku dosen penguji sidang dari departemen INTP sekaligus panitia sidang dan Bapak Dr. Jakaria, SPt. MSi selaku dosen penguji sidang dari departemen IPTP yang telah memberikan banyak kritik dan saran untuk perbaikan skripsi. Kemudian terima kasih penulis ucapkan kepada Rahayu Asmadini Rosa dan Anisa Octa Arifa selaku teman satu penelitian dan bimbingan yang telah memberikan banyak bantuan dan kerja sama. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Wardi dan staf Laboratorium Lapang Blok A, Ibu Eneh dan staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Ibu Lanjarsih dan staf Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, serta Bapak Jajat dan staff Laboratorium Patologi Klinik, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB atas bantuannya selama pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data. Terakhir, terima kasih penulis sampaikan kepada Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda Icing, Ibunda Aisyah, Kakanda Rudi, Adinda Aditya atas doa dan kasih sayangnya, Beasiswa Bidik Misi, keluarga besar Senior Resident Asrama TPB IPB, temanteman INTP angkatan 47, Gedung A1 angkatan 49 dan 50, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang telah memberi motivasi dan warna kehidupan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis serta bagi semua pihak yang membutuhkan.