PROFIL DARAH AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DIBERI PAKAN PLUS FORMULA HERBAL
RINALDY ARDANA HARAHAP
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher yang Diberi Pakan Plus Formula Herbal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Rinaldy A. Harahap NIM G84090005
ABSTRAK RINALDY A. HARAHAP. Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher yang Diberi Pakan Plus Formula Herbal. Dibimbing oleh HASIM dan EDY D. P. K. Curcuma xanthorrhiza Roxb., Phyllanthus niruri, Curcuma aeruginosa dan Andrographis paniculata Nees digunakan dalam formulasi pakan anti-virus flu burung dan dikhawatirkan mengubah profil darah ayam. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi profil darah ayam periode finisher yang diberi pakan plus formula herbal sebagai antibiotik alami. Evaluasi yang dilakukan adalah mengujian beberapa parameter seperti Feed Convertion Ratio (kg/kg), laju kematian (%), jumlah eritrosit (juta/mm3), nilai hematokrit (%), kadar hemoglobin (g%), jumlah (ribu/mm3) dan diferensiasi leukosit (%), serta total protein serum (mg/ml). Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dan uji lanjut Duncan dengan perlakuan yaitu kontrol, simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, ekstrak dosis 1, dan ekstrak dosis 0.5. Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan nilai monosit. Tidak ada pengaruh kelompok perlakuan terhadap jumlah leukosit, nilai heterofil, nilai limfosit, dan total protein serum. Eosinofil mengalami peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 1. Laju kematian tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5. Efisiensi pakan terendah terdapat pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik. Kata kunci: herbal, darah ayam, profil darah
ABSTRACT RINALDY A. HARAHAP. Chicken Blood Profile of Broiler Finisher Period Fed with Herbal Formula Plus. Supervised by HASIM and EDY DJAUHARI P.K. Curcuma xanthorrhiza Roxb., Phyllanthus niruri, Curcuma aeruginosa and Andrographis paniculata Nees are used in feed formulation of anti-virus of the bird flu, may change description chicken blood profile. This study aims to describe chicken blood profile fed finisher period plus herbal formula as a natural antibiotic. Experimental design that used was a randomized complete design with five treatment groups; were the control, simplicia dose 1 and dose 0.5, extract dose 1 and dose 0.5. The parameters tested were Feed Convertion Ratio (kg/kg), mortality rate (%), erythrocytes numbers (millions/mm3), hematocrit value (%), hemoglobin levels (g%), leukocyte numbers (thousands/mm3) and differentiation (%), serum protein total (mg/ml). The 0,5 extract dose showed a significant effect on decreasing the number of erythrocytes, hematocrit, hemoglobin levels, monocyte values. There was no effect of the treatment on leukocytes numbers, heterophile and lymphocytes value, serum protein total. Eosinophils increased significantly in the treatment group of extracts dose 1. Highest mortality is in the simplicia dose 0.5, lowest feed efficiency found in the extract dose 0.5. Keywords: herbal, chicken blood, blood profile
PROFIL DARAH AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DIBERI PAKAN PLUS FORMULA HERBAL
RINALDY ARDANA HARAHAP
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher yang Diberi Pakan Plus Formula Herbal Nama : Rinaldy Ardana Harahap NIM : G84090005
Disetujui oleh
Dr drh Hasim, DEA Pembimbing I
Drs Edy Djauhary PK, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher yang Diberi Pakan Plus Formula Herbal : Rinaldy Ardana Harahap Nama NIM : G84090005
Disetujui oleh
Tanggal Lulus:
22 JAN?
014
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia serta izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriringkan salam semoga tercurahkan kepada penutup para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr drh Hasim, DEA selaku pembimbing utama dan Drs Edy Djauhari P K, MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan serta kritik kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Orangtua dan keluarga, Peternakan Magroindustry, Louayy Alfarouqi serta Yunan NM selaku tim proyek penelitian, Gina Paradisa serta teman-teman Biokimia 46 yang telah memberikan dukungan. Penulis menyadari kekurangan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil lebih baik. Penulis juga berharap tulisan ini berguna bagi semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Rinaldy A. Harahap
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
6 6 12 17
Simpulan
17
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah rata-rata eritrosit ayam berdasarkan kelompok perlakuan Nilai rata-rata hematokrit ayam berdasarkan kelompok perlakuan Kadar rata-rata hemoglobin ayam berdasarkan kelompok perlakuan Jumlah rata-rata leukosit ayam berdasarkan kelompok perlakuan Total rata-rata protein serum ayam berdasarkan kelompok perlakuan Pertambahan bobot pakan dari umur DOC hingga hari ke-34 Perbandingan nilai FCR ayam dari DOC hingga hari ke-34 Sisa ayam dari umur DOC hingga hari ke-34 berdasarkan kelompok perlakuan 9 Laju kematian (%) ayam dari umur DOC hingga hari ke-34 berdasarkan kelompok perlakuan
6 7 7 8 9 10 10 11 11
DAFTAR TABEL 1 Nilai rata-rata heterofil dan limfosit ayam 2 Nilai rata-rata monosit dan eosinofil serta basofil ayam
9 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Analisis profil dan uji lanjut Duncan atas pengaruh pemberian formula herbal terhadap nilai FCR ayam pada hari ke-34 2 Analisis profil pengaruh pemberian formula herbal terhadap profil darah ayam 3 Uji lanjut Duncan terhadap profil darah ayam 4 Kandungan Nutrisi Pakan Komersil 5 Korelasi jumlah kematian terhadap nilai FCR, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai limfosit, nilai monosit, nilai eosinofil, jumlah protein serum 6 Pemberian simplisia dan ekstrak serta analisis profil darah
22 22 24 27
28 29
PENDAHULUAN Produksi rata-rata daging ayam broiler pertahun meningkat dari 1101765 ton (2009) hingga 1479811 ton (2013) (Deptan.go.id 2013). Terdapat berbagai kendala dalam usaha peningkatan produksi ayam, diantaranya infeksi bakteri dan virus (Ginting 2008). Berdasarkan catatan dari Balai Besar Veteriner, 150.866 ekor unggas mati di 50 kabupaten/kota akibat virus H5N1 Clade Bari 2.3.2 sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,5 milar (Jurnas.com 2012). Penurunan produktivitas ayam akibat infeksi bakteri dan virus dapat diatasi menggunakan antibiotik (Sinurat et al. 2001). Namun, penggunaan antibiotik pada ayam secara berlebihan beresiko terhadap kesehatan konsumen, yakni menyebabkan efek teratogenik dan efek karsinogenik (Rusiana dan Iswarawanti 2004). Sebanyak 85% daging dan 37% hati ayam broiler di Jabodetabek mengandung residu kelompok antibiotik penisilin (Depkes.go.id 2012). Penggunaan pakan plus formula herbal merupakan alternatif untuk mengurangi akumulasi residu tambahan pakan kimiawi dalam daging (Ahmad dan Elfawati 2008). Penelitian yang telah dilakukan oleh Mubin (2013) terhadap evaluasi profil daging ayam broiler periode finisher yang diberi pakan plus formula herbal sebagai antibiotik alami menunjukkan semua kelompok perlakuan memiliki profil daging yang sesuai dengan profil daging ayam normal. Profil daging yang dievaluasi adalah tekstur, warna, kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak, namun evaluasi profil darah ayam terhadap pemberian pakan plus formula herbal perlu dilakukan. Darah merupakan media yang berperan membawa hasil metabolit dan indikator sistem imun tubuh (Ginting 2008). Untuk itu, perlu dikaji pengaruh penggunaan pakan plus formula herbal sebagai pengganti antibiotik buatan terhadap perubahan profil darah ayam broiler periode finisher. Pemanfaatan pakan plus formula temulawak, meniran, temu hitam, dan sambiloto diharapkan mampu mengurangi residu tambahan pakan dalam daging disamping sebagai formula pakan antivirus flu burung. Pakan yang dicampur ekstrak temulawak mampu meningkatkan ketahanan anak ayam terhadap flu burung (Darusman et al. 2007 dalam Rahardjo 2010). Aktivitas antioksidan, antituberkolosis, dan hepatoprotektif terdapat pada meniran (Manjrekar et al. 2008). Ekstrak etanol temu hitam secara in vitro dapat dikembangkan menjadi bahan alternatif obat flu burung (Taha 2009). Sambiloto digunakan sebagai antivirus, pengobatan HIV, antiinfeksi, hepatoprotektif, antipiretik, dan analgesik (Spelman et al. 2006). Penelitian ini bertujuan menguji hipotesis nol (H0) menggunakan hipotesis alternatif (H1) dalam mengevaluasi profil darah ayam periode finisher. Hipotesis nol yang akan diuji adalah pakan plus formula herbal tidak mengubah profil darah ayam broiler periode finisher. Hipotesis alternatif yang akan menguji H0 adalah pakan plus formula herbal mengubah profil darah ayam broiler periode finisher. Parameter yang dievaluasi adalah Feed Convertion Ratio (kg/kg), laju kematian (%), jumlah eritrosit (juta/mm3), nilai hematokrit (%), kadar hemoglobin (g%), jumlah (ribu/mm3) dan diferensiasi leukosit (%), serta total protein serum
2 (mg/ml). Periode finisher merupakan periode ayam siap panen, yakni berumur 3 hingga 7 minggu atau periode ketika pertumbuhan bobot ayam telah melambat akibat faktor genetik dan usia, disamping pengaruh pemberian pakan (Yuwanta 2004). Keluaran yang diharapkan adalah dihasilkannya produk pakan formula herbal yang berfungsi sebagai antibiotik alami dalam upaya pencegahan produk dari residu berbahaya, disamping mempertahankan kondisi tubuh ayam secara fisiologis. Manfaat penelitian ini adalah diperoleh hasil evaluasi profil darah ayam yang diberi pakan plus formula herbal. Hal ini terkait upaya pemanfaatan sediaan tersebut oleh peternak sebagai upaya pencegahan produk dari residu berbahaya dan meningkatkan kekebalan tubuh ayam.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari September 2012 hingga April 2013 bertempat di Peternakan Magroindustri Cianjur dan Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, pakan ayam komersial, simplisia temulawak, simplisia meniran, simplisia sambiloto, simplisia temu ireng, ekstrak temulawak, ekstrak meniran, ekstrak sambiloto, ekstrak temu ireng, alkohol 70%, EDTA, zat warna gymsa, crestaseal, HCl 0.10 N, larutan Rees & Ecker (natrium sitrat 3.80 g, larutan formaldehida 2 ml, brillian cresylblue 30 mg, akuades hingga 100 ml), metanol 70%, ayam broiler, minyak imersi, Reagen Biuret (larutan CuSO4 1% dan NaOH 20%), dan protein standar. Simplisia berbentuk serbuk kering berukuran 100 mesh serta ekstrak kental disediakan oleh Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Alat Peralatan yang digunakan adalah pisau, penyaring 100 mesh, kandang, tempat pakan berukuran kecil, lampu pemanas 60 watt, timbangan digital, siring, vakuteiner, mikroskop, kotak pendingin, hemositometer, seperangkat alat analisis eritrosit, tabung Sahli, pipet Sahli, mikrosentrifus, microcapillary hematocrit reader, bak pewarna, spektrofotometer Hitachi U-2001, vortex, inkubator, hemoglobinometer, kuvet.
3 Prosedur Analisis Data Formulasi Sediaan Pakan Herbal Pakan diberikan pada ayam dari umur 1 hari hingga umur 35 hari. Bahan baku berbentuk simplisia dan ekstrak yang disediakan oleh Pusat Studi Biofarmaka dicampur melalui pengadukan dengan pakan komersial sesuai dosis optimal dalam bentuk halus. Bentuk halus diubah menjadi butiran secara mekanis di pabrik pakan. Simplisia kering yang digunakan berkadar air ≤ 10% dengan ukuran 100 mesh. Ekstraksi menggunakan teknik maserasi dengan pelarut etanol 70%. Pakan plus formula herbal sebanyak 606 kg tiap perlakuan diberikan selama 35 hari. Pakan komersil starter diberikan pada umur DOC hingga 14 hari dan pakan komersil finisher pada umur 15-34 hari. Pembedaan penggunaan pakan komersil finisher dan starter disesuaikan dengan masa pertumbuhan ayam selama pemeliharaan. Komposisi pakan komersil broiler starter dan pakan komersil broiler finisher tersusun atas jagung, dedak, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, tepung daun, kanola, kalsium, fosfor, vitamin, mineral, dan antioksidan (Lampiran 4) (Paramesuwari 2012). Tempat pakan yang digunakan berbentuk memanjang (untuk ayam usia hingga 14 hari) dan berbentuk bundar berdiameter 40 cm (kapasitas 3 kg) sebanyak 7 hingga 8 buah per bilik kandang (untuk ayam berumur diatas 14 hari). Air minum diberikan secara ad libitum pada tempat minum chick found (untuk ayam usia hingga 14 hari) dan tempat minum bundar (untuk ayam berumur diatas 14 hari). Tempat makan dan minum berbentuk memanjang digunakan untuk ayam berumur muda untuk mempermudah ayam dalam mengkonsumsi pakan. Untuk menghindari tercecernya pakan, pada tempat pakan diisi setengah dari kapasitas tampungnya. Penambahan ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi pada pukul 07.00 wib dan sore pukul 16.00 wib. Terdapat lima kelompok perlakuan hewan uji berurutan sebanyak 207, 202, 206, 202, dan 202 ekor ayam pada kelompok perlakuan I hingga V. Kelompok perlakuan I−V berurutan diberikan pakan standar (kontrol), pakan standar ditambah formulasi simplisia dosis 1, pakan standar ditambah formulasi simplisia dosis 0.5, pakan standar ditambah formulasi ekstrak dosis 1, dan pakan standar ditambah formulasi ekstrak dosis 0.5. Formula herbal diaduk merata pada pakan. Hewan Uji dan Kandang Hewan uji berupa ayam broiler Day Old Chicken (DOC) sebanyak 1019 ekor dipelihara sekandang dan dibagi sesuai kelompok perlakuan dari umur satu hari hingga 36 hari. Ayam dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan masing-masing berurutan dari kelompok kontrol hingga kelompok ekstrak dosis 0.5 adalah sebanyak 207, 202, 206, 202, dan 202 ekor ayam yang dipilih secara acak berdasarkan formula herbal yang ditambahkan pada pakan. Jumlah ayam yang besar berfungsi untuk mengukur laju kematian. Ayam broiler Day Old Chicken (DOC) memiliki bobot rata-rata awal 36 gram. Setiap kelompok perlakuan diambil 5 ekor ayam pada umur 35 hari untuk dilakukan analisis profil darah. Pemilihan 5 ekor ayam tersebut sesuai dengan rumus penentuan ulangan (Mattjik dan Sumertajaya 1999):
4 (t-1) (r-1) ≥ 15 Keterangan: t = jumlah perlakuan r = jumlah ulangan Kandang litter berukuran 2.50 m × 1.50 m × 3 m (panjang × lebar × tinggi) sebanyak 5 bilik sesuai kelompok perlakuan dengan lampu pemanas di malam hari digunakan untuk ayam berumur hingga 14 hari (kondisi dengan pemanasan). Sistem litter digunakan pada kandang berukuran 10 m × 5 m × 3 m (panjang × lebar × tinggi) yang dibagi menjadi 5 bilik sama besar sesuai kelompok perlakuan dengan pembatas berupa plastik tirai setinggi 50 cm. Analisis Feed Conversion Ratio (FCR) Feed Conversion Ratio (FCR) menunjukkan efisiensi pakan yang mempengaruhi efektifitas pertumbuhan bobot ayam. Bobot badan ayam ditimbang dua kali dalam seminggu. Perhitungan nilai (FCR) dilakukan menggunakan rumus:
Laju Kematian Selama proses penelitian dilakukan penghitungan jumlah ayam yang mati untuk setiap kelompok perlakuan, sehingga dapat dihitung derajat kematian ayam, yakni 100% dikurangi kelangsungan hidup (SR), menurut rumus Effendie (1979): Laju Kematian = 100% − SR = (Nt/No) × 100% SR Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ayam hidup pada akhir penelitian (ekor) No= Jumlah ayam hidup pada awal pemeliharaan (ekor) Pengambilan Darah Lima ayam broiler berumur 35 hari dipilih secara acak pada setiap kelompok perlakuan untuk pengambilan 2.00 ml darah dari vena jungularis. Darah dimasukkan ke vakuteiner berisi antikoagulan EDTA dan disimpan pada kotak pendingin (Apsari & Arta 2010). Analisis Profil Eritrosit (Sastradipradja et al. 1989 dalam Roosita et al. 2003) Jumlah Eritrosit. Darah dihisap pipet eritrosit sampai batas 0.5 (4 µl), diisi larutan Rees-Ecker sampai tanda 101 (80 µl). Suspensi diteteskan ke kamar hitung Neubaur dan dihitung menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali pada kelima bidang dengan luas masing-masing 1/5 x 1/5 mm2. Indeks darah merah digunakan untuk mendefinisikan ukuran dan kandungan hemoglobin. Nilai Hematokrit. Darah yang tercampur antikoagulan dihisap pipa kapiler hematokrit hingga terisi 4/5 bagian. Selanjutnya, ujung pipa disumbat dengan crestaseal dan disentrifuse 12000 rpm selama 5 menit hingga terbentuk lapisan plasma, putih abu, merah. Penentuan nilai hematokrit dilakukan dengan mengukur % volume eritrosit menggunakan microcapillary hematocrite reader. Kadar Hemoglobin. Sebanyak 20 µl sampel dipipet menggunakan pipet Sahli dan dimasukkan ke tabung Sahli berisi HCl 0,10 N. Reaksi HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin berwarna coklat kemerahan. Aquades
5 diteteskan pada asam sampai warna larutan sama dengan warna standar. Besarnya kadar hemoglobin ditunjukkan oleh tingginya cairan dalam tabung dan dinyatakan dalam g %. Adapun reaksi yang terjadi adalah Hb + HCl ——> globin dan HCl + Feroprotoporpin Analisis Profil Leukosit (Sastradipradja et al. 1989 dalam Roosita et al. 2003) Jumlah Leukosit. Sampel dihisap pipet eritrosit sampai batas 0.5 (4 µl) lalu diisi larutan larutan Rees and Ecker hingga tanda 101. Setetes suspensi darah diteteskan ke dalam kamar hitung hemositometer lalu dihitung dengan mikroskop perbesaran 400 kali. Jumlah leukosit dalam hemositometer dihitung pada keempat bidang besar yang luasnya masing-masing 1 mm2 dengan volume yang dihitung sebesar empat kotak hitung dikali 1 mm panjang dan lebar 1 mm serta tebal 0,01 mm dikali faktor pengencer 100. Diferensiasi Leukosit. Sampel darah dioleskan pada objek gelas. Preparat ulas yang terbentuk difiksasi dengan metanol 70 % selama 5 menit, diangkat hingga kering lalu direndam dalam larutan pewarna Giemsa selama 30 menit lalu dicuci. Preparat ulas diletakkan dibawah mikroskop dan ditambahkan minyak imersi kemudian dihitung jumlah limfosit, heterofil, monosit, basofil, dan eosinofil secara zigzag dengan perbesaran 1000 kali sampai total 100 butir. Total Protein Serum Kadar total protein ditentukan menggunakan reagen Biuret model Merck Diagnostic. Kuvet sampel dimasukkan 25 µl sampel dan 2.50 ml pereaksi biuret. Kuvet standar dimasukkan 5 µl standar stock dan 2.50 ml pereaksi biuret. Kuvet blanko berisi 2.50 ml pereaksi biuret. Ketiga kuvet divortex dan diinkubasi suhu kamar selama 30 menit dan dibaca dengan spektrofotometer Hitachi U-2001 pada panjang gelombang 545 nm. Faktor pengencer yang digunakan sebanyak dua kali. Perhitungannya adalah Y=5.10-5X, dengan Y adalah nilai absorbansi dan X adalah kadar protein (µg/ml) (Aulanni'am 2004 dalam Samik 2008). Analisis Statistika Rancangan percobaan penelitian ini adalah percobaan dua faktor dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan uji ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05 serta uji lanjut dengan uji Duncan dan korelasi Pearson (PC) (Mattjik dan Sumertajaya 1999), dengan model: Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk = nilai pengamatan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k μ = komponen aditif dari rataan αi = pengaruh faktor A (Simplisia dan Ekstrak) βj = pengaruh faktor B (dosis 1 dan dosis 0.5) αβij = komponen interaksi dari faktor A dan faktor B εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2) Pemberian simplisia ekstrak serta analisis profil darah ditampilkan di Lampiran 6.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Profil Eritrosit Profil eritrosit dievaluasi berdasarkan pengukuran terhadap jumlah rata-rata eritrosit (juta/mm3), kadar hemoglobin (%), dan nilai hematokrit (%). Jumlah ratarata eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin ayam berdasarkan kelompok perlakuan ditampilkan secara berurutan pada Gambar 1 hingga Gambar 3. Jumlah Eritrosit Jumlah rata-rata eritrosit kelompok kontrol adalah 2.65±0.89 juta/mm3 (Gambar 1). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 memiliki jumlah rata-rata eritrosit sebesar 1.63±0.69 juta/mm3, yang nilainya lebih rendah bila dibandingkan kelompok lainnya dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol. Jumlah rata-rata eritrosit ayam kelompok perlakuan simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, dan ekstrak dosis 1 lebih tinggi terhadap kelompok kontrol namun tidak berbeda nyata (p>0.05). Nilai Hematokrit Nilai rata-rata hematokrit kelompok kontrol adalah 29.21±5.61% (Gambar 2). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 memiliki nilai rata-rata hematokrit sebesar 5.42±2.82%, yang nilainya lebih rendah bila dibandingkan kelompok lainnya serta berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, maka nilai rata-rata hematokrit kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5 dan ekstrak dosis 1 lebih rendah, sedangkan kelompok perlakuan simplisia dosis 1 lebih tinggi. Nilai hematokrit ketiganya tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kontrol. Kadar Hemoglobin Kadar rata-rata hemoglobin kelompok kontrol adalah 8.59±1.61 g% (Gambar 3). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 memiliki kadar rata-rata hemoglobin sebesar 14.90±9.89 g%, yang nilainya lebih rendah bila dibandingkan kelompok lainnya dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol. Apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, maka kadar rata-rata hemoglobin kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5 dan ekstrak dosis 1 lebih rendah, sedangkan kelompok perlakuan simplisia dosis 1 lebih tinggi. Kadar hemoglobin ketiganya tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kontrol.
Gambar 1 Jumlah rata-rata eritrosit ayam berdasarkan kelompok perlakuan
7
Gambar 2 Nilai rata-rata hematokrit ayam berdasarkan kelompok perlakuan
Gambar 3 Kadar rata-rata hemoglobin ayam berdasarkan kelompok perlakuan Profil Leukosit Profil leukosit dievaluasi berdasarkan pengukuran terhadap jumlah rata-rata eritrosit (ribu/mm3) dan diferensiasi leukosit. Diferensiasi leukosit terdiri atas pengukuran nilai heterofil (%), nilai limfosit (%), nilai eosinofil (%), nilai monosit (%), dan nilai basofil (%). Profil leukosit ditampilkan pada Gambar 4, Tabel 1, dan Tabel 2. Jumlah Leukosit Jumlah rata-rata leukosit kelompok kontrol adalah 4.75±3.88 ribu/mm3 (Gambar 4). Kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5 memiliki jumlah rata-rata leukosit sebesar 8.32±3.25%, yang nilainya lebih tinggi bila dibandingkan kelompok lainnya dan tidak berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, namun berbeda nyata terhadap kelompok ekstrak dosis 0.5. Jumlah rata-rata leukosit kelompok perlakuan simplisia dosis 1 dan ekstrak dosis 0.5 lebih rendah terhadap kelompok kontrol, sedangkan ekstrak dosis 1 lebih tinggi terhadap ke-
8
Gambar 4 Jumlah rata-rata leukosit ayam berdasarkan kelompok perlakuan lompok kontrol. Jumlah rata-rata leukosit seluruh kelompok perlakuan tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol. Diferensiasi Leukosit Diferensiasi leukosit menyajikan nilai rata-rata heterofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Nilai rata-rata heterofil, limfosit, eosinofil, monosit, dan basofil kelompok kontrol secara berurutan adalah sebesar 26.40±19.63%, 66.60±19.13%, 2.60±2.07%, 5.20±2.39%, 0%. Nilai rata-rata heterofil dan limfosit seluruh kelompok perlakuan secara berurutan lebih tinggi dan lebih rendah terhadap kelompok kontrol, meskipun tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 1). Seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata monosit yang lebih rendah dan tidak berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, kecuali kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.05 (Tabel 2). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 memiliki nilai rata-rata monosit sebesar 2.40±2.19%, yang nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok lainnya dan berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol. Seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai rata-rata eosinofil yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, kecuali kelompok perlakuan ekstrak dosis 1 (Tabel 2). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 1 memiliki nilai rata-rata eosinofil sebesar 12.80±5.26%, yang nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok lainnya dan berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol. Basofil tidak ditemukan pada kelompok kontrol maupun seluruh kelompok perlakuan (Tabel 2). Total Protein Serum Total rata-rata protein serum ayam kelompok kontrol berkisar 44.58±8.20 mg/ml (Gambar 5). Kelompok perlakuan simplisia dosis 1 dan dosis 0.5 secara berurutan memiliki total protein serum sebesar 48.98±6.37% dan 45.92±7.50%, yang nilai keduanya lebih tinggi serta tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol. Kelompok perlakuan ekstrak dosis 1 dan dosis 0.5 secara berurutan memiliki total protein serum sebesar 41.42±5.47% dan 42.47±5.69%, yang nilai keduanya lebih rendah serta tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol.
9
Gambar 5 Total rata-rata protein serum ayam berdasarkan kelompok perlakuan Tabel 1 Nilai rata-rata heterofil dan limfosit ayam kelompok perlakuan Kontrol simplisia dosis 1 simplisia dosis 0.5 ekstrak dosis 1 ekstrak dosis 0.5
diferensiasi leukosit (%) heterofil limfosit 26.40a±19.63 66.60a ±19.13 39.40a±20.09 52.00a±19.19 43.40a±15.07 42.60a±10.78 a 36.40 ±14.89 47.80a±17.92 42.60a±15.58 52.00a±16.54
Tabel 2 Nilai rata-rata monosit dan eosinofil serta basofil ayam kelompok perlakuan Kontrol simplisia dosis 1 simplisia dosis 0.5 ekstrak dosis 1 ekstrak dosis 0.5
diferensiasi leukosit (%) monosit eosinofil b a 5.20 ±2.39 2.60 ±2.07 ab 3.00 ±1.58 6.20ab±2.77 4.00ab±1.87 3.00a±2.55 ab 3.00 ±1.22 12.80c±5.26 a 2.40 ±2.19 3.00a±2.55
basofil ─ ─ ─ ─ ─
Nilai Food Convertion Ratio Nilai rata-rata Food Convertion Ratio (FCR) merupakan gambaran kondisi ayam dalam mengkonsumsi pakan yang berdampak pada pertambahan bobot dan kelangsungan hidup ayam. Pertambahan bobot ayam selama perlakuan ditampilkan pada Gambar 6. Nilai rata-rata FCR ayam kelompok kontrol dari DOC hingga hari ke-34 adalah 3.02±0.01 (Gambar 7). Kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 memiliki nilai rata-rata FCR sebesar 3.09±0.02, yang nilainya lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol. Kelompok perlakuan simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, dan ekstrak dosis 1 memiliki nilai rata-rata FCR yang tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok kontrol.
10
Gambar 6 Pertambahan bobot ayam dari umur DOC hingga hari ke-34
Gambar 7 Perbandingan nilai FCR ayam dari umur DOC hingga hari ke-34
11 Laju Kematian Laju kematian menunjukkan tingkat kelangsungan hidup ayam selama masa perlakuan. Sisa ayam hingga hari ke-34 ditampilkan pada Gambar 8. Laju kematian ayam selama 34 hari pada kelompok kontrol adalah 9.17% (Gambar 9). Laju kematian ayam seluruh kelompok perlakuan lebih tinggi terhadap kelompok kontrol, namun nilai ini masih berada kisaran normal laju kematian ayam, yakni sebesar 5-12% (nationalchickencouncil.org 2011), kecuali kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5.
Gambar 8 Sisa ayam dari umur DOC hingga hari ke-34 berdasarkan kelompok perlakuan
Gambar 9 Laju kematian (%) ayam dari umur DOC hingga hari ke-34 berdasarkan kelompok perlakuan
12 Pembahasan Profil Eritrosit Eritrosit berperan membawa hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Hewan normal memiliki jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang sebanding dengan hematokrit (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah suatu persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Profil eritrosit dapat dilihat dari jumlah eritrosit (juta/mm3), nilai hematokrit (%), dan kadar hemoglobin (g%) di dalam darah. Perbedaan sifat fisik dan kimia pada simplisia dan ekstrak turut memengaruhi jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Sinurat et al. 2004). Uji fitokimia tanaman herbal yang dilakukan Syahbirin dkk (2012) menunjukkan simplisia tanaman herbal memiliki kandungan fitokimia yang berbeda terhadap ekstrak Jumlah Eritrosit Status kesehatan ayam dilihat dari jumlah total eritrosit dalam darah (Apsari dan Arta 2010). Swenson (1984) menyatakan bahwa ketebalan dan diameter eritrosit dipengaruhi oleh status nutrisi dan spesies hewan. Kandungan oksigen yang rendah di dalam darah menyebabkan peningkatan produksi jumlah eritrosit untuk mempertahankan homeostatis tubuh (Swenson 1984). Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan perhitungan eritrosit dan mencegah hemolisis (Komariah 2009). Kisaran normal jumlah eritrosit ayam broiler adalah 2.00-3.30 juta/mm3 (Smith & Mangkoewidjojo 1988), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal, kecuali pada kelompok perlakuan dengan pemberian pakan mengandung ekstrak dosis 0.5. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah ratarata eritrosit kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 2.65±0.89 juta/mm3 (Gambar 1). Jumlah eritrosit kelompok ekstrak dosis 0.5 lebih rendah terhadap kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di bawah kisaran normal. Turunnya jumlah eritrosit hingga berada di bawah kisaran normal mengindikasikan terjadinya penurunan fungsi ginjal serta hemolisis (DEPKES RI 2011). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka jumlah rata-rata eritrosit kelompok perlakuan simplisia lebih tinggi terhadap kelompok perlakuan ekstrak. Misra et al. (1992) menyatakan andrographolid pada sambiloto berperan sebagai antiinflamasi yang menstimulasi ACTH (Adenocorticotrophic hormone) di otak untuk membentuk hormon glukokortikoid yang mampu meningkatkan eritrosit. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 0.5 merupakan dosis terbaik pada analisis jumlah eritrosit karena memiliki jumlah tertinggi, namun masih berada dalam kisaran normal. Nilai Hematokrit Persentase darah merah (berdasarkan volume) dilihat dari pemeriksaan hematokrit (Murtini dkk 2009). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran sel darah merah. Tingginya nilai hematokrit sebanding dengan kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit (Herawati 2006). Prinsip hitung nilai hematokrit adalah pemisahan sel darah dan plasma akibat perbedaan densitas setelah darah yang mengandung antikoagulan disentrifus dalam jangka waktu dan kecepatan tertentu (Gandasoebrata 2008). Kisaran normal nilai rata-rata hematokrit ayam berkisar 24-43% (Smith & Mangkoewidjojo 1988), dan seluruh kelompok
13 perlakuan masih berada dalam kisaran normal, kecuali pada kelompok perlakuan dengan pemberian pakan mengandung ekstrak dosis 0.5. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata hematokrit kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 29.21±5.61% (Gambar 2). Nilai rata-rata hematokrit kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 lebih rendah terhadap kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di bawah kisaran normal. Penurunan nilai hematokrit hingga di bawah kisaran normal mengindikasikan terjadinya anemia karena kekurangan zat besi, reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah, dan hipertiroid (DEPKES RI 2011). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka nilai rata-rata hematokrit kelompok perlakuan simplisia lebih tinggi terhadap kelompok perlakuan ekstrak. Rahmadani (2008) menyatakan penurunan maupun peningkatan nilai hematokrit di luar kisaran normal pada hewan mengakibatkan perubahan homeostatis tubuh. Hal ini disebabkan hewan mengalami dehidrasi, terserang penyakit, maupun stres. Tjandrawinata et al. (2005) menyatakan flavonoid pada meniran berfungsi sebagai imunostimulator yang membantu tubuh ayam dalam mencegah infeksi. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik pada analisis nilai hematokrit karena memiliki nilai tertinggi, namun masih berada dalam kisaran normal. Kadar Hemoglobin Kemampuan eritrosit dalam mengangkut oksigen dilihat dari kadar hemoglobin di dalam darah (Apsari dan Arta 2010). Tingginya kadar hemoglobin sebanding dengan nilai hematokrit dan jumlah eritrosit (Herawati 2006). Menurut Guyton dan Hall (1997), prinsip penetapan hemoglobin metode Sahli didasarkan atas pembentukan asam hematin setelah darah ditambah dengan larutan HCl 0,1 N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran secara visual dilakukan dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar. Kisaran normal kadar rata-rata hemoglobin ayam berkisar 7.0310.00 g% (Smith dan Mangkoowidjodjo 1988), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal, kecuali pada kelompok perlakuan dengan pemberian pakan mengandung ekstrak dosis 0.5. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kadar rata-rata hemoglobin kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 8.59±1.61 g% (Gambar 3). Kadar rata-rata hemoglobin kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 lebih rendah terhadap kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di bawah kisaran normal. Penurunan kadar hemoglobin hingga di bawah kisaran normal mengindikasikan terjadinya hemolisis darah (reaksi hemolitik) (DEPKES RI 2011). Kekurangan zat besi menyebabkan ukuran sel darah merah menjadi lebih kecil sehingga kadar hemoglobin akan terukur lebih rendah karena sel mikrositik terkumpul pada volume yang lebih kecil (DEPKES RI 2011). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka kadar rata-rata hemoglobin kelompok perlakuan simplisia lebih tinggi terhadap kelompok perlakuan ekstrak. Swenson (1984) menyatakan kadar oksigen di dalam darah memengaruhi produksi hemoglobin dan jumlah eritrosit. Francis et al. (2002) menyatakan saponin mampu membentuk senyawa kompleks dengan Fe 2+ dan menyebabkan ketersediaan Fe2+ berkurang, sehingga kadar hemoglobin menjadi rendah. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik
14 pada analisis kadar hemoglobin karena memiliki kadar tertinggi, namun masih berada dalam kisaran normal. Profil Leukosit Leukosit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu granulosit (heterofil, eosinofil, basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit). Sel ini bekerja bersama-sama memberikan pertahanan yang kuat terhadap tumor, infeksi virus, bakteri, dan parasit (Ganong 1998). Profil leukosit dapat dilihat dari jumlah leukosit (ribu/mm3), nilai heterofil (%), nilai limfosit (%), nilai eosinofil (%), nilai monosit (%), dan nilai basofil (%).Perbedaan sifat fisik dan kimia pada ekstrak dan simplisia turut memengaruhi sistem imun dan mortalitas ayam (Adipratama 2009). Uji fitokimia tanaman herbal yang dilakukan Syahbirin dkk (2012) menunjukkan simplisia tanaman herbal memiliki kandungan fitokimia yang berbeda terhadap ekstrak Jumlah Leukosit Kemampuan ayam dalam bertahan terhadap tumor, infeksi virus, bakteri, dan parasit dapat dilihat dari jumlah leukosit di dalam darah (Triyanto 2006). Prinsip hitung leukosit secara manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk memudahkan perhitungan leukosit (Komariah 2009). Kisaran normal jumlah leukosit ayam berkisar 4.00±8.50 ribu/mm3 (Pearce 1995), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal, kecuali pada kelompok perlakuan dengan pemberian pakan mengandung ekstrak dosis 0.5. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah rata-rata leukosit kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 4.75±3.88 ribu/mm3 (Gambar 4). Jumlah rata-rata leukosit kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 lebih rendah terhadap kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di bawah kisaran normal. Penurunan jumlah leukosit di bawah kisaran normal mengindikasikan terjadinya multipel mieloma, hiperplenism, dan anemia aplastik (DEPKES RI 2011). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka jumlah rata-rata leukosit kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5 lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan lainnya, meskipun masih berada dalam kisaran normal dan tidak berbeda nyata terhadap kelompok kontrol. Kandungan flavonoid pada meniran merangsang kekebalan tubuh (imunomodulator) (Herz et al. 1996). Saponin dan tanin pada temu ireng juga berperan dalam peningkatan jumlah leukosit. Saponin mampu merangsang sel imun untuk meningkatkan pembentukan antibodi (Francis et al. 2002), sedangkan tanin mengikat protein sebagai pembentuk antibodi (Kumar et al. 2005). Peningkatan leukosit mengindikasikan perdarahan, trauma, obat, nekrosis, toksin, produksi antibodi, dan leukemia (DEPKES RI 2011). Diferensiasi Leukosit Kemampuan ayam dalam membentuk pertahanan pertama terhadap infeksi bakteri dapat dilihat dari nilai heterofil dalam darah (Triyanto 2006), sedangkan dalam membentuk pertahanan kedua terhadap infeksi dapat dilihat dari nilai monosit di dalam darah (Ganong 1995). Kemampuan ayam dalam merespon adanya antigen dengan membentuk antibodi atau dalam pengembangan imunitas dapat dilihat dari nilai limfosit di dalam darah (Triyanto 2006), sedangkan kemampuan dalam menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup dapat dilihat dari nilai eosinofil dalam darah (Rosmalawati 2008). Kemampuan
15 ayam dalam melepas histamin untuk meningkatkan aliran darah yang akan menarik heterofil dan memperbaiki jaringan dapat dilihat dari nilai basofil di dalam darah (Pringgodigdoyo 2008). Prinsip pengukuran diferensiasi leukosit adalah penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol sehingga membentuk presipitasi hitam (Guyton dan Hall 1997). Kisaran normal nilai heterofil, limfosit, eosinofil, monosit, dan basofil ayam secara berurutan adalah 9-56% (Smith & Mangkoewidjojo 1988), 42.60-66.60% (Sturkie 1976), 2-8% (Latimer 2002), 3-9% (Rakhman 2004), 1-4% (Melvin & William 1993). Seluruh kelompok memiliki nilai diferensiasi leukosit dalam kisaran normal, kecuali nilai monosit ekstrak dosis 0.5 dan nilai eosinofil ekstrak dosis 1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata heterofil, limfosit, eosinofil, monosit, dan basofil ayam kelompok kontrol secara berurutan adalah 26.40±19.63%, 66.60±19.13%, 2.60±2.07%, 5.20±2.39%, 0% (Tabel 1 dan 2). Nilai rata-rata monosit kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 lebih rendah dari kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di bawah kisaran normal. Penurunan nilai monosit di bawah kisaran normal mengindikasikan stress serta penggunaan obat glukokortikoid, myelotoksik, dan imunosupresan (DEPKES RI 2011). Nilai rata-rata eosinofil kelompok perlakuan ekstrak dosis 1 lebih tinggi dari kelompok perlakuan lainnya, berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, dan berada di atas kisaran normal. Peningkatan nilai eosinofil di atas kisaran normal mengindikasikan adanya respon tubuh ayam terhadap neoplasma, reaksi alergi, serta infeksi parasit (DEPKES RI 2011). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka nilai diferensiasi leukosit kelompok perlakuan simplisia lebih baik terhadap kelompok perlakuan ekstrak. Keberadaan gugus hidroksil fenolat pada struktur kurkuminoid menyebabkan kurkuminoid mempunyai aktivitas antibakteri (menstimulasi heterofil ke lokasi peradangan) (Adipratama 2009). Andrographolid membantu tubuh ayam mencegah infeksi dengan cara menstimulasi lebih banyak kedatangan heterofil ke lokasi peradangan (Rohimat 2002). Jumlah heterofil yang meningkat sebagai garis pertahanan pertama dalam merespon peradangan menyebabkan peran monosit sebagai garis pertahanan kedua menurun. Andrographolid berfungsi sebagai imunostimulan yang mendorong dimulainya proses diferensiasi limfosit menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi (Pringgodigdoyo 2008). Kandungan senyawa monoterpen yang tinggi (59.26%) pada temu ireng menimbulkan efek toksik (Srivastava et al. 2006) sehingga memacu diferensiasi limfosit menjadi sel plasma lalu berubah menjadi antibodi untuk melawan toksik tersebut. Kadar saponin yang lebih tinggi menyebabkan andrographolid kurang optimal dalam menghambat media peradangan (prostaglandin & leukotrien) (Aryani 2005). Reaksi alergi dan peradangan merangsang keluarnya eosinofil dari sumsum tulang (meningkatkan eosinofil) untuk menetralkan faktor radang (Jain 1993). Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik pada analisis nilai diferensiasi leukosit karena nilainya masih berada dalam kisaran normal. Total Protein Serum Kemampuan imun ayam dapat dilihat dari total protein di dalam serum darah (Lewandrofwski 2002). Berbagai protein serum terdapat sebagai antibodi. Prinsip
16 penetapan kadar protein dalam serum dengan metode Biuret adalah pengukuran serapan cahaya dari protein yang bereaksi dengan ion Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi biuret dalam suasana basa sehingga membentuk kompleks berwarna ungu (Lewandrofwski 2002). Kisaran normal total protein serum ayam adalah 40.00-52.00 mg/ml (Swenson 1984), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total protein serum kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 44.58±8.20 mg/ml (Gambar 5). Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka total rata-rata protein serum kelompok perlakuan simplisia lebih tinggi terhadap kelompok perlakuan ekstrak. Andrographolid berfungsi sebagai imunostimulan yang mendorong dimulainya proses diferensiasi limfosit menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi (Pringgodigdoyo 2008). Kandungan senyawa monoterpen yang tinggi (59.26%) pada temu ireng menimbulkan efek toksik (Srivastava et al. 2006) sehingga memacu diferensiasi limfosit menjadi sel plasma lalu berubah menjadi antibodi untuk melawan toksik tersebut. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik pada analisis total protein serum karena nilainya tertinggi dibandingkan terhadap kelompok lainnya, namun masih berada dalam kisaran normal.
Nilai Food Convertion Ratio Tingkat efisiensi pakan untuk menaikkan bobot badan ayam dapat dilihat dari nilai Food Convertion Ratio (FCR) (Yuanita 2009). Prinsip nilai FCR adalah berdasarkan banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi dan dikonversi menjadi bobot tubuh ayam. Semakin rendah nilai FCR maka semakin efisien jumlah pakan yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan nilai FCR terbaik adalah nilai FCR yang rendah. Ayam broiler yang sudah diketahui galur murninya pada tahun 1960-an ini (Rasyaf 2003) memiliki kisaran normal FCR sebesar 2.25-4.00 (nationalchickencouncil.org 2011), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata FCR dari DOC hingga hari ke-34 pada kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 3.02±0.01 (Gambar 7). Nilai FCR kelompok perlakuan ekstrak dosis 0.5 lebih tinggi terhadap kelompok perlakuan lainnya dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap kelompok kontrol, namun berada dalam kisaran normal. Nilai Significant dan korelasi Pearson dari nilai FCR ditampilkan pada Lampiran 5. Perkembangan genetik ayam broiler memengaruhi nilai FCR pada periode pertumbuhan starter dan finisher (Yaman dkk 2009). Ayam pada masa starter memiliki nilai FCR yang lebih efisien dibandingkan terhadap ayam periode finisher (Yaman dkk 2009). Pertumbuhan berat badan ayam terus mengalami peningkatan dari DOC hingga mencapai periode finisher. Periode finisher merupakan periode dimana pemberian pakan tidak meningkatkan bobot ayam secara signifikan (Yaman dkk 2009). Penggunaan pakan berprotein tinggi (hingga 23.80%) pada periode starter berfungsi untuk menurunkan nilai FCR, disamping pengaruh faktor genetik. Ayam periode finisher yang cenderung memiliki nilai FCR lebih tinggi terhadap starter diberi pakan mengandung protein yang lebih rendah (maksimal 21.50%). Periode finisher merupakan periode ayam siap panen, yakni berumur 3 hingga 7 minggu atau periode ketika pertumbuhan bobot ayam telah melambat akibat faktor genetik dan usia, disamping pengaruh pemberian pakan (Yuwanta 2004).
17 Apabila dibandingkan dengan kisaran normal, maka nilai FCR ayam terbaik dari DOC hingga hari ke-34 terdapat pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 1 karena nilainya paling rendah terhadap kelompok perlakuan lainnya. Saponin mengiritasi saluran pencernaan sehingga meningkatkan permeabilitas usus kecil dan menurunkan ambilan zat gizi (Francis et al. 2002). Saponin mengganggu membran, merangsang cairan keluar dari sel, dan mengakibatkan diare. Keadaan ini meningkatkan nilai FCR, memengaruhi gambaran darah ayam, dan menurunkan status kesehatan ayam (Yuanita 2009). Laju Kematian Laju kematian ayam menunjukkan tingkat ketahanan tubuh terhadap penyakit (Yuanita 2009). Ayam dengan ketahanan tubuh yang tinggi terhadap penyakit memiliki laju kematian yang lebih kecil dibandingkan ketahanan tubuh yang rendah (Yuanita 2009). Prinsip perhitungan laju kematian berdasarkan pada besarnya derajat kelangsungan hidup ayam selama masa perlakuan (Yuanita 2009). Kisaran normal laju kematian ayam broiler adalah 5-12% (nationalchickencouncil.org 2011), dan seluruh kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran normal, kecuali kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh laju kematian kelompok kontrol masih berada dalam kisaran normal, yakni 9.17% (Gambar 9). Laju kematian kelompok simplisia dosis 0.5 tertinggi dan berada di atas kisaran normal. Peningkatan laju kematian di atas kisaran normal mengindikasikan turunnya status kesehatan ayam (Yuanita 2009). Saponin mengiritasi saluran pencernaan yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas usus kecil, penurunan ambilan zat gizi, serta penurunan status kesehatan ayam (Francis et al. 2002). Nilai Significant dan korelasi Pearson laju kematian ayam ditampilkan pada Lampiran 5. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik pada analisis laju kematian ayam karena memiliki laju kematian paling rendah dibandingkan kelompok perlakuan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula sediaan herbal tidak berpengaruh terhadap jumlah leukosit, nilai heterofil, nilai monosit, total protein serum, dan nilai FCR pada semua kelompok perlakuan. Pemberian pakan mengandung ekstrak dosis 0.5 berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan nilai monosit. Eosinofil mengalami peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 1. Laju kematian ayam tertinggi dan di atas kisaran normal terdapat pada kelompok perlakuan simplisia dosis 0.5. Pemberian pakan mengandung simplisia dosis 1 merupakan dosis terbaik dalam analisis profil darah ayam .
18 Saran Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut pada pengeruh kualitas pakan terhadap profil darah ayam broiler periode finisher. Desain penelitian yang disesuaikan dengan aplikasi budidaya di tingkat peternak serta faktor lingkungan perlu dikontrol agar tidak memengaruhi profil darah ayam.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Elfawati. 2008. Performan Ayam Broiler Yang Diberi Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia). Jurnal Peternakan. 5:10-13. Adipratama DN. 2009. Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Jumlah Total Dan Diferensiasi Leukosit Pada Ayam Petelur (Gallus gallus) Strain Isa Brown. [Skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Apsari IAP, Arta IMS. 2010. Gambaran Darah Merah Ayam Buras yang Terinfeksi Leucocytozoon. Jurnal Veteriner.11:114-118. Aryani T. 2005. Pengujian Validasi Analisis Kadar Andrografolid Dengan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dengan Eluasi Gradien Terhadap Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Hayati.11:73–76. [DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2012. 85 % Daging Ayam Broiler Mengandung Antibiotik [Internet]. [diacu 2013 April 12] Tersedia dari: http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/42-mediaonline/626-85-daging-ayam-broiler-mengandung-antibiotik.html. Deptan.go.id. 2013. Produksi Ayam Ras Pedaging. [Internet].[diacu 2013 Januari 17]. Tersedia http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/pdfeisNAK2013/Prod_DagingAyamRasPedaging_Prop_2013.pdf Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Francis GZ, Kerem HPS, Makkar, Beker. 2002. The Biological Action Of Saponin In Animal System: A Review. J. Brit of Nut.88:587-605. Gandasoebrata R. 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Ganong WF. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-17. Andrianto, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Ginting IA. 2008. Profil Darah Ayam Broiler Yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). [Skripsi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor. Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC. Herawati. 2006. Pengaruh Penambahan Fitobiotik Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) terhadap Produksi dan Profil Darah Ayam Broiler. Jurnal Protein. 14 (2): 137-141.
19 Herz W, Thomas EG, Bila B. 1996. Niruroidine, A Norsecurinine-Type Alkaloid From Phyllanthus Niruroides. Journal Elsevier Science Ltd. 41(5):1441-1443. Jain NC. 1993. Essential of Veteriner Hematology. USA:Lea and Febiger. Jurnas.com. 2012. Flu Burung Serang Ribuan Unggas.[Internet].[diacu 2012 Desember 28]. Tersedia http://www.jurnas.com/berita/nasional/mg1m5i-fluburung-serang-ribuan-unggas. Komariah M. 2009. Metabolisme Eritrosit. Bandung (ID): Universitas Padjajaran. Kumar V, Elangovan AV, Mandal AB. 2005. Utilization of reconstituted hightannin sorghum in the diets of broiler chicken. J.Anim.Sci.18(4):538-544. Latimer KS. 2002. Leukogram Interpretation. Athena (GR): University of Georgia. Lewandrofwski K. 2002. Clinical Chemistry : Laboratory Management and Clinical Correlations. Philadelphia (US): Lippincott William & Wlkins. Manjrekar AP, Jisha V, Bag PP, Adhikary B, Pai MM, Hegde A, Nandini M. 2008. Effect of Phyllanthus niruri Linn. Treatment On Liver, Kidney And Testes In CCl4 Induced Hepatotoxic Rats. Indi J Experimen Bio.46:514-520. Mattjik AA, Sumertajaya M. 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS, SPSS, dan Minitab. Bogor: IPB Press. Melvin JS, William OR. 1993. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ithaca (US): Cornel University Press. Misra P, Pal NL, Guru PY, Katiyar JC, Srivastava V, Tandon JS. 1992. Antimalaria Activity Of Andrographis paniculata (Kalmegg) Against Plasmodium berghei NK 65 in Mastomys natalensis. Int. J. Pharmacology.30: 263-274. Mubin, YN. 2013. Profil Biokimia Daging Ayam Broiler Yang Diberi Pakan Plus Formula Herbal. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Murtini S, Rahayu IHS, Yuanita I. 2009. Status Kesehatan Ayam Pedaging yang Diberi Ransum Mengandung Ampas Buah Merah (Pandanus conoideus). Teknologi Peternakan dan Vetereiner. 1: 641-647. Nationalchickencouncil.org. 2011. US Broiler Performance. [Internet]. [diacu 2014 Januari 05]. Tersedia http://www.nationalchickencouncil.org/about-theindustry/statistic/u-s-broiler-performance/ Nurlitasari D. 2009. Efek Penambahan Zeolit dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi Ayam. [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Paramesuwati F. 2012. Pengaruh Pemberian Campuran Tepung Ubi Jalar Merah Dengan Ragi Tape Sebagai Sebagai Sinbiotik Terhadap Performa dan Usus Ayam Broiler. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pearce E. 1995. Anatomi dan Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Pringgodigdoyo PT. 2008. Efektifitas Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Yang Diekstraksi Dengan Air Dan Dievaporasi Dan Gambaran Differensial. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahardjo M. 2010. Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak Sebagai Bahan Baku Obat Potensial.Perspektif. 9 (2): 78-93. Rahmadani YS. 2008. Efektifitas Pemberian Multivitamin Dan Kajian Gambaran Darah Merah Pada Domba Priangan (Ovis aries) Yang Diberi Stres Transportasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20 Rakhman ATA. 2004. Diferensial Leukosit Darah Ayam yang Diinfeksi Leucocytozoon caullergi Setelah Pemberian Infus Sambiloto Melaui Air Minum. [Skripsi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor. Rasyaf M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Rohimat A. 2002. Diferensiasi Leukosit Darah Ayam Yang Diinfeksi Eimeria tenella, Setelah Pemberian Serbuk Sambiloto Pada Pakan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Roosita K, Kusumorini N, Manalu W, Kusharto CM. 2003. Efek Jamu Galohgor Terhadap Involusi Uterus dan Gambaran Darah Tikus (Rattus sp.). Media Gizi & Keluarga.27(2):52-57. Rosmalawati N. 2008. Pengaruh Penggunaan Tepung Daun Sembung (Blumea balsamifera) dalam Ransum Terhadap Profil Darah Ayam Broiler Periode Finisher. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rusiana, Iswarawanti. 2004. Sebanyak 85% Daging Ayam Broiler Mengandung Antibiotik. Senior.236:23-29. Samik A. 2008. Karakterisasi Pregnancy Specific Protein B (Pspb) Dari Placenta Foetalis (Kotiledon) Sapi Friesian Holstein.J.Ked.Hewan.2(1):129-136. Sinurat et al. 2001. Pengaruh Pemberian Bioaktif dalam Lidah Buaya Terhadap Penampilan Ayam broiler. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.2001 Sept 17-18. Bogor, Indonesia. Bogor(ID):Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Sinurat et al. 2004. Efektivitas Bioaktif Lidah Buaya sebagai Imbuhan Pakan untuk Ayam Broiler yang Dipelihara di Atas Litter. JITV. 9 (3): 145-150. Smith JB, Mangkooewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Spelman K, Burns JJ, Nichols D, Winters N, Ottersberg S, Tenborg M. 2006. Modulation Of Cytokine Expression By Tradisonal Medicines: A Review Of Herbal Immunomodulators Alternative.Med Review.11:128-146. Srivastava SN, Chitranshi M., Rawat AKS, Pushpangadan P. 2006. Pharmacognostic Evaluation of Curcuma aeruginosa Roxb. [Laporan Penelitian]. Surabaya (ID): Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Sturkie PD. 1976. Avian Physiology. New York (US): Spinger Verlag. Swenson MJ. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animal. London (UK): Publishing Asssociates a Division of Cornell University. Syahbirin G, Pradono DI, Rahayu T. 2012. Daya Inhibisi Ekstrak Kasar Flavonoid Sambiloto (Andrographis paniculata)dan Temu Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) terhadap Aktivitas Tirosin Kinase secara In Vitro. [Laporan Penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Taha SR. 2009. Kajian Potensi Ekstrak Sambiloto (andrographis paniculata Ness.) dan Beluntas (Pluchea indoca Less.) Sebagai Alternatif Bahan Obat Flu Burung. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tjandrawinata et al. 2005. Phyllanthus niruri L. Efektif Sebagai Imunostimulator.Jurnal Medika. 31:367-371. Triyanto A. 2006. Profil Darah Putih dan Kolesterol Ayam Pedaging yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
21 Widjajakusuma R, Sikar H. 1986. Fisiologi Hewan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yaman MA, Dasrul, Zulfan. Pengembangan Metode Seleksi Potensi Genetik dan Penyesuaian Kebutuhan Protein untuk Memacu Ekspresi Genetik Ayam Buras Pedaging Unggul. J. Ked. Hewan. 3 (2): 248-258. Yuanita I. 2009. Pemanfaatan Ampas Buah Merah (Pandanus conoideus) Sebagai Pakan Tambahan Ayam Pedaging: Penampilan Produksi Dan Status Kesehatan Ayam. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yuwanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
22
LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis profil dan uji lanjut Duncan atas pengaruh pemberian formula herbal terhadap nilai FCR ayam pada hari ke-34 ANOVA Nilai_FCR
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .042
Duncana Perlakuan
Df 4
Mean Square ,011
.047
20
,002
.090
24
F
Sig.
4,475
,010
Nilai FCR N
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 Ekstrak Dosis 1 5 2.986400 Kontrol 5 3.026400 3.026400 Simplisia Dosis 1 5 3.026400 3.026400 Simplisia Dosis 0,5 5 3.086400 3.086400 Ekstrak Dosis 0,5 5 3.096400 Sig. .233 .079 .749 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000. Lampiran 2 Analisis profil pengaruh pemberian formula herbal terhadap profil darah ayam ANOVA Jumlah Eritrosit Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 7.770 4 1.943 5.246 0.05 Within Groups 7.406 20 0.370 Total 15.176 24 ANOVA Nilai Hematokrit
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 846.825 1000.282 1847.107
Df 4 20 24
Mean Square 211.706 50.014
F 4.233
Sig. 0.012
23
ANOVA Kadar Hemoglobin
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 47.974 73.485 121.459
Df 4 20 24
Mean Square 11.993 3.674
F 3.264
Sig. 0.033
F 1.787
Sig. 0.171
F 0.797
Sig. 0.541
F 1.379
Sig. 0.277
F 1.683
Sig. 0.193
ANOVA Jumlah Leukosit
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 64.672 180.942 245.614
Df 4 20 24
Mean Square 16.168 9.047
ANOVA Nilai Heterofil
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 943.760 5924.000 6867.760
Df 4 20 24
Mean Square 235.940 296.200
ANOVA Nilai Limfosit
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1594.800 5783.200 7378.000
Df 4 20 24
Mean Square 398.700 289.160
ANOVA Nilai Monosit
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 24.240 72.000 96.240
Df 4 20 24
Mean Square 6.060 3.600
24 ANOVA Nilai Eosinofil
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 393.040
Df 4
Mean Square 98.260
278.800 671.840
20 24
13.940
F 7.049
Sig. 0.001
F 0.981
Sig. 0.440
ANOVA Total Protein Serum
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 177.689
df 4
Mean Square 44.422
905.345 1083.034
20 24
45.267
Lampiran 3 Uji lanjut Duncan terhadap profil darah ayam
Duncana
Jumlah Eritrosit Kelompok Subset for alpha = 0.05 N perlakuan 1 2 Ekstrak Dosis 0.5 5 1.628000 Kontrol 5 2.653000 Ekstrak Dosis 1 5 2.827000 Simplisia Dosis 1 5 3.024000 Simplisia Dosis 5 3.234000 0.5 Sig. 1.000 0.181
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Duncana
Nilai Hematokrit Kelompok Subset for alpha = 0.05 N perlakuan 1 2 Ekstrak Dosis 0.5 5 14.900000 Ekstrak Dosis 1 5 24.100000 24.100000 Simplisia Dosis 5 25.850000 0.5 Kontrol 5 29.210000 Simplisia Dosis 1 5 31.950000 Sig. 0.053 0.122
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
25
Kadar Hemoglobin Duncana
Kelompok perlakuan Ekstrak Dosis 0.5 Ekstrak Dosis 1 Simplisia Dosis 0.5 Kontrol Simplisia Dosis 1 Sig.
N 5 5 5
Subset for alpha = 0.05 1 2 5.422000 7.572000 7.572000 8.210000
5 5 0.091
8.592000 9.566000 0.146
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Jumlah Leukosit Duncana
Kelompok perlakuan Ekstrak Dosis 0.5 Simplisia Dosis 1 Kontrol Ekstrak Dosis 1 Simplisia Dosis 0.5 Sig.
N 5 5 5 5 5
Subset for alpha = 0.05 1 2 3.760000 4.240000 4.240000 4.752000 4.752000 5.100000 5.100000 8.320000 0.527
0.061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Kelompok perlakuan Duncana
Nilai Heterofil N
Kontrol Ekstrak Dosis 1 Simplisia Dosis 1 Ekstrak Dosis 0.5 Simplisia Dosis 0.5 Sig.
5 5 5 5 5
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Subset for alpha = 0.05 1 26.400000 36.400000 39.400000 42.600000 43.400000 0.175
26 Nilai Limfosit N
Kelompok perlakuan Duncana
Simplisia Dosis 0.5 Ekstrak Dosis 1 Simplisia Dosis 1 Ekstrak Dosis 0.5 Kontrol Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 42.600000
5 5 5 5 5
47.800000 52.000000 52.000000 66.600000 0.057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Nilai Monosit Duncana
Kelompok perlakuan Ekstrak Dosis 0.5 Simplisia Dosis 1 Ekstrak Dosis 1 Simplisia Dosis 0.5 Kontrol Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 2 2.400000 3.000000 3.000000 3.000000 3.000000 4.000000 4.000000
N 5 5 5 5 5
0.236
5.200000 0.107
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Nilai Eosinofil Duncana
Kelompok perlakuan Kontrol Ekstrak Dosis 0.5 Simplisia Dosis 1 Simplisia Dosis 0.5 Ekstrak Dosis 1
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 5 2.600000 5 3.000000 5 6.200000 6.200000 5 3.000000 5
Sig. 0.164 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
12.80000 0 0.123 0.250
27 Nilai Eosinofil Kelompok Subset for alpha = 0.05 N perlakuan 1 2 3 a Duncan Kontrol 5 2.600000 Ekstrak Dosis 0.5 5 3.000000 Simplisia Dosis 1 5 6.200000 6.200000 Simplisia Dosis 5 3.000000 0.5 Ekstrak Dosis 1 5 12.80000 0 Sig. 0.164 0.123 0.250 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. Total Protein Serum Kelompok N perlakuan Duncana
Ekstrak Dosis 1 Ekstrak Dosis 0.5 Kontrol Simplisia Dosis 0.5 Simplisia Dosis 1 Sig.
5 5 5 5 5
Subset for alpha = 0.05 1 41.418000 42.470800 44.576200 45.916200 48.978600 0.125
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Lampiran 4 Kandungan Nutrien Pakan Komersil Nutrien kadar air (%) protein (%) lemak (%) serat (%) abu (%) Ca (%) P (%) energi metabolis
ket max max max max min min Kkal/kg
starter 13.00 21.50-23.80 5.00 5.00 7.00 0.90 0.60 3025-3125
finisher 13.00 19.50-21.50 5.00 5.00 7.00 0.90 0.60 3125-3225
28 28
29
Lampiran 6 Pemberian simplisia dan ekstrak serta analisis profil darah Formulasi Pakan Ayam Plus Formula Herbal Simplisia
Ekstrak Simplisia
Masa Pemberian Pakan (36 Hari) Kontrol
Kelompok Perlakuan Simplisia Dosis 1
Kelompok Perlakuan Simplisia Dosis 0.5
Kelompok Perlakuan Ekstrak Dosis 1
Kelompok Perlakuan Ekstrak Dosis 0.5
Pengambilan Darah
Prosedur Analisis Nilai FCR dan Laju Kematian
Jumlah Eritrosit Nilai Hematokrit dan Kadar Hemoglobin
Jumlah Leukosit dan Diferensiasi Leukosit
Total Protein Serum
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 11 September 1991 dari ayah Djen Arpan dan ibu Ida Rosida. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padangsidimpuan dan di tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas MIPA. Beberapa karya penulis selama mengenyam pendidikan antara lain lolos paper untuk presentasi lisan dengan judul ―Laskar Cilik Galuga – Eco Warriors With Entrepreneurship Spirit‖ dalam The Third Annual Indonesian Scholars Conference In Taiwan (AISC-Taiwan 2012), peserta beasiswa Program Pembinaan SDM Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri 2010-2012, serta penerima dana hibah Masyarakat Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI) melalui program Pengembangan Masyarakat ―Produk Pangan Olahan Pepaya IPB-9 Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Tambah Produk Pertanian Lokal Buah Tropika‖ 2011. Penulis aktif dalam organisasi kampus sebagai Koordinator Scientia Forces (Forum for Scientific Studies) 2012, hingga tentor sekolah Forces 2012. Bulan Juli–Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Bogor dengan judul Penggunaan Polisakarida Tongkol Jagung Sebagai Peningkat Produksi Antioksidan Selama Germinasi Biji Kacang Hijau.