PROFIL DAN KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN DI KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah1, Barnuwati1, dan Z.Hikmah Hasan2 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Jl. Tentara Pelajar No: 12 Bogor, Jawa Barat e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui kebutuhan teknologi pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian agar kualitas produk olahan meningkat sehingga lebih diminati konsumen dan memperluas jangkauan pemasaran. Penelitian menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Lokasi ditentukan secara purposive, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Banjar, dan Tanah Laut, masing-masing lokasi dipilih 5 orang pelaku usaha secara acak. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei – Oktober 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian di Provinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh pelaku usaha mikro, bersifat tradisonal tanpa didukung pengetahuan yang memadai untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Teknologi yang dibutuhkan berupa teknologi pasca panen sekunder (pengolahan hasil, pengemasan dan pengepakan), serta teknologi untuk mempromosikan produk guna perluasan pasar. Kata kunci: produk, olahan, pertanian, Kalsel
Pendahuluan Luas Kalimantan Selatan sebesar 3.753.052 hektar dan 1.913.985 hektar diantaranya merupakan kawasan budidaya (BPS Kalsel, 2010). Sebagian dari potensi kawasan budidaya ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan (padi, palawija, sayursayuran, dan buah-buahan), perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit dan lain-lain), peternakan (ternak besar dan kecil, serta unggas). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan yang memberikan kontribusi ekonomi pembentuk PDRB (Perhitungan Produk Domestik Broto) di Kalimantan Selatan. Kontribusi yang diberikan dari sektor ini sebesar 24,55% terhadap PDRB yang meliputi sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan (BPS Kalsel, 2011). Sektor pertanian juga merupakan sektor dasar untuk kemajuan ekonomi wilayah Kalimantan Selatan, karena mampu menyediakan komoditas-komoditas yang dapat diolah menjadi barang/produk yang bernilai ekonomi lebih tinggi, dan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja (BAPEDA Provinsi Kalsel, 2009). Menurut Sutanto (2007) dalam Panggabean (2010), sebagian besar pelaku usaha mikro adalah terutama yang bergerak di sektor pertanian dan sektor informal memiliki pendapatan bersih kurang dari USD 1.440 per Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 603
keluarga per tahun, sehingga tergolong kelompok miskin. Tetapi pelaku usaha mikro inilah yang menyerap tenaga kerja kurang lebih 89 juta tenaga kerja atau 96,7% tenaga kerja dalam dunia usaha. Secara sosial budidaya, sebagian masyarakat petani di Kalimantan Selatan sudah mengenal bagaimana mengembangkan budidaya pertanian. Bertani dan beternak adalah keahlian secara turun-temurun yang sudah mendarah daging. Teknologi dasar ini sudah dikuasai sejak zaman nenek moyang, tetapi hasilnya belum optimal karena teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi dan mutu belum dikuasai. Untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian, selain penguasaan teknologi budidaya, petani juga harus menguasai teknologi pasca panen produk pertanian. Dalam pengembangan agribisnis pedesaan, penguasaan teknologi pasca panen termasuk dalam pemanfaatan alat mesin pertanian (alsintan) akan menjadikan produk yang lebih cepat proses produksinya dan lebih berkualitas. Salah satu dukungan pemerintah untuk pengembangan agribisnis pedesaan yang bertumpu pada pemberdayaan usaha kecil dan menengah sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani adalah melalui program UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). Terkait lemahnya penguasaan teknologi pasca panen produk olahan komoditas pertanian di Kalimantan Selatan, menyebabkan timbulnya masalah produk komoditas pertanian, diantaranya: 1. Kualitas produk rendah akibat penanganan pasca panen yang tidak tepat sehingga produk cepat rusak. 2. Bentuk produk dan kemasan sangat sederhana sehingga kurang diminati konsumen. 3. Jangkauan pemasaran terbatas. 4. Produk belum memenuhi standar produk pertanian yang berkualitas untuk dipasarkan (SNI dan halal) Secara umum semua komoditas pertanian yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan memberikan peluang besar untuk digarap atau dikembangkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dukungan inovasi teknologi pasca panen yang telah dihasilkan lembagalembaga penelitian, khususnya dari inovasi teknologi pasca panen lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, akan memberikan peluang besar untuk meningkatkan kualitas produk, dan diversifikasi usaha, sekaligus dapat mendukung pengembangan agribisnis di Kalimantan Selatan. Menurut Suhardi dkk. (2009), teknologi pasca panen mempunyai peran penting dalam diversifikasi dan pengembangan produk olahan, dan akan memberikan dampak nyata terhadap pembangunan pertanian, yaitu sebagai peluang usaha dan peningkatan pendapatan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kebutuhan teknologi pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian kualitas produk meningkat sehingga lebih diminati konsumen dan memperluas jangkauan pemasaran.
Metodologi Penelitian menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Lokasi ditentukan secara purposive, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Banjar, dan Tanah Laut yang jumlah pelaku usaha yang bergerak di bidang produk olahan komoditas pertanian lebih banyak dari kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Retna Qomariah et al. :Profil dan kebutuhan inovasi teknologi produk olahan | 604
Selatan. Setiap kabupaten dipilih 5 orang pelaku usaha secara acak. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei – Oktober 2011. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung secara mendalam (in-depth interview) dengan pemimpin atau personil kunci di masing-masing pelaku usaha menggunakan kuisioner yang terstruktur. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik responden, profil usaha, kegiatan pasca panen yang dilakukan pelaku usaha, karakteristik produk yang dihasilkan, dan kebutuhan teknologi pasca panen. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif.
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Pelaku Usaha Produk Olahan Komoditas Pertanian Kisaran umur pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian (responden) di lima kabupaten lokasi penelitian (Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Tapin, Banjar, dan Tanah Laut) adalah 35 - 52 tahun dan pengalaman usaha 15 – 36 tahun. Kisaran umur pelaku usaha produk olahan tersebut menunjukkan pada umur produktif dengan pengalaman yang cukup lama dalam berusaha. Umur dan pengalaman responden mempengaruhi sistem berusaha. Jika pelaku usaha sudah berumur lebih dari 54 tahun sudah kurang produktif lagi dan agak sulit menerima hal-hal baru terkait pengembangan usaha dibandingkan pelaku usaha yang masih berusia produktif (15 – 54 tahun) yang mempunyai kemampuan lebih baik dalam berpikir dan bertindak dalam merencanakan suatu kegiatan dan biasanya juga lebih dapat menerima perubahan atau inovasi teknologi baru serta produktivitas kerjanya tinggi. Profil Unit Usaha Produk Olahan Komoditas Pertanian Komoditas pertanian yang dikembangkan menjadi menjadi produk olahan umumnya masih terbatas dari olahan dari tepung beras, tepung ketan, singkong, kacang, pisang, serta dan telur itik, sedangkan komoditas pertanian spesifik Kalimantan Selatan seperti ubi Nagara, ubi Alabio, talas Loksado, kerabat mangga, jeruk siam Banjar belum diolah menjadi produk olahan yang komersial. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan (2010), terdapat 394.839 unit pelaku usaha di Provinsi Kalimantan Selatan, terdiri dari usaha mikro 329.109 unit, usaha kecil 62.915 unit, usaha menengah 2.187 unit, dan usaha besar 628 unit. Hal ini berarti pelaku usaha di Kalimantan Selatan didominasi oleh pelaku usaha mikro yaitu petani, dan dari 25 responden (pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian) tersebut 22 unit termasuk usaha mikro dan 3 unit termasuk usaha kecil. Sebanyak 21 unit dari 25 unit pelaku usaha mikro dan kecil tersebut belum tersentuh permodalan dari lembaga perbankan. Hal ini berarti peluang pengembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha produk olahan tersebut sangat besar di Kalimantan Selatan. Tetapi karena kelemahan SDM dan manajerial usaha, maka mereka belum bisa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan pihak perbankan untuk mendapatkan kredit perbankan yang dapat digunakan sebagai pemupukan modal agar bisa berkembang lebih meningkat lagi baik dari segi kualitas dan kuantitas produk. Pelaku usaha produk olahan terdapat 25 unit, dari jumlah itu baru 10 unit yang dibina oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) atau instansi lainnya. Hal ini Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 605
menunjukkan bahwa pembinaan oleh instansi terkait terhadap pelaku usaha komoditas pertanian di Kalimantan Selatan terbatas meskipun mereka adalah jumlah pelaku usaha terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini menurut pihak lembaga terkait karena pembinaan teknis dan kelembagaan pelaku usaha yang bergerak pada usaha tani sudah dibina oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan, dan Dinas Perkebunan setempat, sehingga tidak terjadi tumpang tindih program pemerintah dalam pembinaan pelaku usaha. Pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan dan Dinas Koperasi dan Dinas Koperasi dan Koperasi Kabupaten/Kota seKalimantan Selatan terhadap pelaku usaha komoditas pertanian umumnya dari aspek pemupukan modal, kelembagaan, dan manajemen pemasaran.promosi. Pembinaan yang terkait dengan peningkatan kualitas dan kuantitas produk olahan dibina oleh Dinas Perindustrian, dan Dinas Perdagangan lebih banyak berperan dalam proses ijin usaha. Ada beberapa kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yang Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menjadi satu dengan Dinas Perdagangan sehingga lebih mudah dalam pengkoordinasian untuk pembinaan terhadap pelaku usaha. Pengembangan produk olahan komoditas pertanian di Kalimantan Selatan, umumnya dilakukan berdasarkan inovasi sendiri oleh pelaku usaha yaitu berkreativitas sesuai kemampuan atau meniru produk dari pelaku usaha sejenis yang eksis, sedangkan dari introduksi dari lembaga penelitian termasuk dari hasil penelitian lingkup Badan Litbang Peratanian masih sangat kurang. Penyebabnya: (1) Keterbatasan modal dan kualitas SDM untuk pengembangan teknologi produk olahan, (2) Kurangnya informasi inovasi teknologi yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian ke pelaku usaha produk olahan, (3) Belum optimalnya pembinaan program pengembangan teknologi pengolahan komoditas pertanian oleh instansi terkait, (4) Kurangnya koordinasi antara lembaga penelitian dengan instansi yang membina unit pelaku usaha dalam pengembangan produk olahan. Kegiatan pascapanen komoditas pertanian di Kalimantan Selatan umumnya merupakan bagian dari kegiatan budidaya (pascapanen primer) atau kegiatan penanganan panen dan sebagai sumber utama pendapatan keluarga. Jumlah pelaku usaha yang berkecimpung pada kegiatan pengolahan hasil-hasil pertanian (pasca panen sekunder), tidak terlalu beragam jenis usahanya, serta kegiatan pengolahan hasil tersebut kebanyakan hanya sebagai penunjang pendapatan utama keluarga. Penanganan pasca panen sekunder sering disebut juga sebagai pengolahan sekunder (secondary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua kegiatan pengolahan yang bertujuan untuk mengubah bentuk penampilan dan penampakan dengan penambahan komponen/bahan lain sehingga diperoleh aneka produk olahan yang diinginkan. Dengan kata lain, pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain, termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri (Winarno dkk., 1984 dan Astawan dkk., 1991). Alsintan yang digunakan pada kegiatan pengolahan komoditas pertanian di Kalimantan Selatan masih sederhana, yaitu alat pengolah hasil dari proses pasca panen primer menjadi berbagai macam produk olahan yang siap dimakan. Tenaga kerja yang terlibat atau bekerja di unit pengolahan komoditas pertanian umumnya dilakukan oleh kaum perempuan, sebab menurut pemilik unit usaha, kaum perempuan bekerja lebih telaten, sedangkan kaum lelaki banyak terlibat dalam hal pemasaran seperti pada Tabel 1.
Retna Qomariah et al. :Profil dan kebutuhan inovasi teknologi produk olahan | 606
Tabel 1
Jumlah pekerja di unit-unit pelalu usaha produk olahan komoditas pertanian (secondary processing) di Provinsi Kalimantan Selatan
No
Lokasi (Kabupaten)
1 2 3 4 5
Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Selatan Tapin Banjar Tanah Laut
Jlh responden /pelaku usaha (unit) 5 5 5 5 5
Jlh pekerja perempuan (org) 3–8 2 – 15 3 – 10 2 – 11 2-9
Jlh pekerja laki-laki (org) 1–4 2-5 3-5 1-4 2-5
Sumber: data primer
Tabel 2. Hasil olahan komoditas pertanian (secondary processing) oleh UMKM yang berkembang dan menjadi ciri khas kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan No 1
Kabupaten/Kota Hulu Sungai Tengah
2
Hulu Sungai Selatan
3
Tapin
4
Banjar
5
Tanah Laut
Hasil olahan khas yang berkembang Kacang jaruk, kue apam Dodol, wajik, lemang, kerupuk singkong, berbagai macam hasil olahan kacang-kacangan Selai pisang, keripik pisang, berbagai macam hasil olahan kacang-kacangan Tape singkong, berbagai macam hasil olahan kacang-kacangan Keripik singkong, keripik ubi jalar
Sumber: data primer
Kegiatan yang termasuk dalam pengolahan sekunder (secondary processing) komoditas pertanian dan menjadi ciri khas masing-masing lokasi serta sudah berkembang pesat (eksis), tetapi perlu inovasi teknologi pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil olahan komoditas pertanian yang belum berkembang sesuai potensi wilayah menjadi berbagai produk olahan yang sangat berpeluang untuk dikembangkan dengan inovasi teknologi ditunjukkan pada Tabel 3. Pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian tersebut lebih banyak yang bersifat mandiri atau tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBA) dibawah binaan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi atau Kabupaten/Kota dan instansi terkait lainnya seperti Badan Penyuluhan Pertanian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian atau BUMN. Mereka sangat terkait dengan kegiatan budidaya dan pemasaran, sehingga jika disinergikan akan sangat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Kalimantan Selatan.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 607
Tabel 3. Hasil olahan komoditas pertanian (secondary processing) oleh UMKM yang berpotensi untuk berkembang dengan sentuhan inovasi teknologi di Provinsi Kalimantan Selatan No
Kabupaten/Kota
1
Hulu Sungai Tengah
2
Hulu Sungai Selatan
3
Tapin
4
Banjar
5
Tanah Laut
Hasil olahan komoditas pertanian yang berpotensi untuk berkembang dengan sentuhan inovasi teknologi Berbagai macam hasil olahan pisang, buah-buah lokal, kacang-kacangan, aneka umbi, dan tepung beras. Berbagai macam hasil olahan pisang, buah-buah lokal, kacang-kacangan, aneka umbi, hortikultura, dan tepung beras. Berbagai macam hasil olahan kacang-kacangan, aneka umbi, dan tepung beras. Berbagai macam hasil olahan pisang, kacang-kacangan, tanaman obat, dan tepung beras. Berbagai macam hasil olahan jagung, singkong, ubi jalar, buah-buahan lokal, tanaman obat.
Sumber: data primer, 2010
Kebutuhan Teknologi Pasca Produk Olahan Komoditas Pertanian Hasil wawancara dengan pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian dan berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan pasca panen komoditas pertanian, serta pengamatan langsung di lapangan, kebutuhan teknologi pasca panen yang diperlukan pelaku usaha tersebut adalah: 1. Teknologi penganekaragaman hasil olahan buah-buahan lokal, tepung beras, tepung ketan, kacang-kacangan, aneka umbi, dan tanaman obat. 2. Teknologi peningkatan daya simpan hasil olahan. 3. Teknologi pengemasan produk olahan. 4. Alat-lata/mesin pengolahan yang dapat meningkatkan kualitas produk dan mempercepat proses pengolahan. 5. Teknologi untuk mempromosikan produk guna perluasan pasar. Teknologi pengemasan sangat dibutuhkan pelaku usaha produk olah komoditas pertanian karena selama ini pengemasan produk-produk olahan hasil pertanian cenderung sangat sederhana sehingga bentuknya kurang menarik minat konsumen. Hal ini karena alat pengemas modern harganya mahal dan bahan pengemasnya masih didatangkan dari daerah lain (Jawa Timur, Jawa Barat atau Jakarta). Implikasi dari kelemahan penguasaan teknologi dalam penanganan pasca panen sekunder pada produk olahan yang dihasilkan kurang bisa bersaing di pasaran, apalagi mereka pada umumnya juga kurang menguasai sistem distribusi hasil produksi sehingga peningkatan SDM pelaku usaha dan fasilitas pengolahan mutlak diperlukan dan harus didampingi oleh lembaga atau instansi terkait. Beberapa faktor yang menyebabkan inovasi teknologi pasca panen belum diadopsi oleh pelaku usaha/UMKM komoditas pertanian, yaitu: 1. Teknologi pasca panen yang dihasilkan oleh lembaga penelitian belum disosialisasikan atau belum sampai ke pelaku usaha. 2. Keterbatasan modal pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian yang dapat diinvestasikan untuk membeli peralatan dengan teknologi yang lebih maju. Retna Qomariah et al. :Profil dan kebutuhan inovasi teknologi produk olahan | 608
3. 4. 5.
Kurangnya komitmen para stakeholder untuk mendukung pengembangan teknologi pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian. Kurangnya kebijakan dan program pemerintah dalam memperbaiki teknologi pasca panen bagi pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian. Rendahnya koordinasi antara instansi terkait yang membina pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian dengan lembaga penelitian.
Kesimpulan Pelaku usaha produk olahan komoditas pertanian di Provinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh pelaku usaha mikro, bersifat tradisonal tanpa didukung pengetahuan yang memadai untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Teknologi yang dibutuhkan berupa teknologi pasca panen sekunder (pengolahan hasil, pengemasan dan pengepakan), serta teknologi untuk mempromosikan produk guna perluasan pasar.
Daftar Pustaka Asnus, Daniel. 2010. Penyusunan Instrumen dan Pembangunan Sistem Informasi Data Dasar Koperasi dan UKM Terpilih. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UMK. Volume 05 – Agustus 2010. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta. BPS Kalsel, 2010. Kalimantan Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. Banjarmasin. BPS Kalsel, 2011. Kalimantan Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. Banjarmasin. Irawadi, 1988. Pengembangan Industri Pendukung Pertanian. Yayasan Pembangunan Pertanian dan Teknologi Indonesia. Bogor. Panggabean, Riana. 2010. Kajian Pengembangan UMKM di Sentra Klaster Rotan Kabupaten Cirebon. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UMK. Volume 05 – Agustus 2010. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta. Saragih, Bungaran. 1993. Pembangunan Agribisnis dalam Pengembangan Ekonomi Nasional Menghadapi Abad ke-21 Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Ekonomi dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Bogor. Suhardi, S.Yuniastuti, E.Retnaningtyas, dan L.Amalia. 2009. Upaya Peningkatan Nilai Tambah Hasil Pertanian Melalui Inovasi Teknologi Pengolahan di Kawasan Prima Tani Kediri. Prosiding Seminar Nasional. Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian. Malang, 28 Juli 2009. Kerjasama BPTP Jawa Timur, FEATI, dan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Malang
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 609
Syarif, Teuku. (2010). Analisis Kebutuhan Teknologi Tepat Guna Bagi UMK. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UMK. Volume 05 – Agustus 2010. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM Kementerian Koperasi dan UKM. Jakarta. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Retna Qomariah et al. :Profil dan kebutuhan inovasi teknologi produk olahan | 610