Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Bagian- 1
Profil dan Arahan Investasi Agropolitan
1.1 Gambaran Umum Konsep Kawasan Ekonomi Agropolitan Perkembangan dan sejarah konsep pembangunan wilayah mengalami perubahan yang dinamis. Pertama, dimulai dengan konsep teori centralplace dari Christaller pada tahun 1933. Konsep ini bertujuan ingin menjelaskan pilihan-pilihan lokasi untuk sektor-sektor publik dan pribadi, serta di mana posisi pemerintah mengambil keputusan sehingga menghasilkan alokasi yang optimal bagi berbagai fungsi layanan ekonomi. Kedua, konsep neoklasik. Konsep ini menyatakan bahwa penggunaan sumberdaya dapat menjadi optimum dan distribusi pendapatan dan pertumbuhan antar wilayah akan merata apabila mekanisme pasar berfungsi sebagaimana mestinya. Ketiga, teori growth pole. Konsep ini berkembang di Perancis pada tahun 1950 di mana suatu industri tertentu perlu dikembangkan dengan berbagai fasilitas pendukungnya sehingga menstimulasi berbagai aktivitas ekonomi di wilayah sekitarnya. Keempat, teori export base. Teori berkembang di Amerika Serikat pada awal dekade lima puluhan, di mana pertumbuhan wilayah dipicu oleh permintaan eksternal. Selanjutnya, pendapatan yang diterima dari ekspor digunakan untuk menstimulasi permintaan internal dan pertumbuhan wilayah. Kelima, centreperiphery-models. Model dicetuskan oleh Gunard Myrdal pada tahun 1957 sebagai pertanyaan terhadap penerapan model neoklasik di negara berkembang. Myrdal mengatakan bahwa negara berkembang tidak mungkin berdampingan dengan negara maju dalam kerangka mekanisme pasar, karena akan menghasilkan kesenjangan yang makin parah. Model Myrdal baru diakui pada awal tujuh puluhan sebagai paradigma baru pembangunan. Myrdal menginginkan feri-feri harus memperoleh perhatian yang proporsional agar kesenjangan dapat dihentikan. Konsep pembangunan agropolitan diangkat dari pemikiran Myrdal dalam konteks yang lebih spesifik, yakni keadaan negara-negara Asia yang umumnya berpenduduk padat, serta sistem pertaniannya labor intensive dalam skala usaha kecil. Friedmann and Douglas (1978) dalam Mercado (2002) mengimplementasikan gagasan Myrdal ke Halaman 1 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
dalam konsep pembangunan agropolitan. Agropolitan merupakan pendekatan perencanaan pembangunan tipe bottom-up yang berkeinginan meneapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan lebih tepat dibanding strategi growth pole. Karakteristik agropolitan meliputi: 1. Skala geografi relatif kecil; 2. Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan mandiri berdasarkan partisipasi masyarakat lokal 3. Diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian, menekankan kepada pertumbuhan industri kecil; 4. Adanya hubungan fungsional industri pedesaan-perkotaan dan linkages dengan sumberdaya ekonomi lokal; 5. Pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal. Selanjutnya, Friedmann and Weaver (1979) menyempurnakannya sebagai strategi pembangunan wilayah (pedesaan maupun perkotaan) yang bertumpu pada sumberdaya lokal dengan dukungan Implementasi dalam aspek politik, ekonomi dan sosial untuk mencapai sasaran : 1. Diversifikasi aktifitas ekonomi; 2. Mendorong ekspansi pasar regional (bahkan dengan substitusi impor); 3. Mendorong perputaran modal (recirculation) di dalam masyarakat; 4. Mendorong proses pembelajaran. Friedmann dalam Syahrani (2001), menyatakan bahwa di dalam wilayah agropolitan disediakan berbagai fungsi layanan untuk mendukung berlangsungnya kegiatan agribisnis. Fasilitas pelayanan meliputi sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi). Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan distrik, yakni suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 hingga 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 hingga 150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa per km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat.
Halaman 2 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Sekalipun konsep Friedmann dan kawan-kawan dapat dianggap sebagai definisi baku, namun muncul pula tafsiran, varian atau yang berdekatan dengan definisi agropolitan. Misalnya, model selective spatial closure. Model ini menjelaskan. bahwa pembangunan dapat dilakukan secara selektif terhadap wilayah-wilayah tertentu dan dengan alasan tertentu pula. Misalnya, industri pada wilayah feri-feri dapat diberi perhatian, atau harns dilindungi dari kompetisi dengan industri yang sama di wilayah center. Oleh sebab itu infrastruktur lokal harus diperkuat sebagai antisipasi dan dampak ekonomi yang lebih global. Kebijakan diarahkan secara spesifik kepada pemenuhan kebutuhan dasar dari masyarakat lokal dalam berproduksi (basic need and target group-oriented)bukan dengan pendekatan teknis untuk masyarakat secara umum. Model lain sebagai bagian dari agropolitan adalah yang disebut dengan locally integrated economic circuit atau (LIEC), yakni sistem ekonomi wilayah lokal yang terdiversifikasi dan terintegrasi, mandiri, dinamis, didominasi aktifitas ekonomi skala usaha kecil, yang menjalankan proses alokasi sumberdaya secara harmonis dan berkesinambungan. Model LIEC menuntut pendefinisian batasan wilayah yang relevan, potensi sumberdaya wilayah, kapasitas industri, teknologi lokal tepat guna, dan dukungan kelembagaan. Konsep lainnya adalah apa yang disebut dengan Sustainable Integrated Planning (SIP). Pembangunan agropolitan menurut model SIP menjelaskan sisi-sisi praktis dari implementasi pembangunan berkelanjutan. Dalam pandangan SIP, pembangunan dapat dilaksanakan jika landasan perencanaan dicukupi. Perencanaan menjadi panduan pelaksanaan pembangunan pada semua level, nasional, propinsi dan wilayah. Menurut Scrimgeour, Chen and Hughes (2002), pembangunan agropolitan yang disebutnya sebagai self-centred development memerlukan intervensi pemerintah dalam bentuk regulasi untuk memotong hambatan-hambatan struktural. Upaya tersebut bertujuan agar terjadi integrasi sosial ekonomi di dalam wilayah dengan budaya, sumberdaya, lansekap dan iklim tertentu. Lebih jauh, kebutuhan investasinya dapat didatangkan dari luar wilayahj ika kemampuan lokal relatifrendah. Dengan kata lain, alokasi sumberdaya wilayah merupakan komponen penting pembangunan agropolitan bersama-sama dengan aspek ekologi dan sosial.
Halaman 3 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Secara umum pendekatan dari pembangunan agropolitan telah dapat diterima. Berbagai negara sudah menerapkan sekalipun dengan istilah yang beragam. Pemerintah Cina menerapkannya dalam istilah walkingon the legs. Satu kaki berpijak kepada kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dengan mengandalkan industri skala besar, sementara kaki lainnya menerapkan konsep agropolitan untuk mengembangkan aktivitas ekonomi wilayah lokal. Sementara Afrika Selatan menerapkan kebijakan Growth with Equity and Redistribution (GEAR) pada tahun 1996 (Simon, 2000). Demikian pula, pendekatan ini juga telah menjadi program baku Bank Dunia di dalam kerangka community base development untuk pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan (usaha kecil), atau pengembangan kredit mikro. Definisi baku mengenai pembangunan agropolitan di Indonesia belum jelas dinyatakan. Menurut Depkimpraswil, program agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu wilayah tertentu yang berbasis pada pertanian. Depkimpraswil memiliki kepentingan dalam penyediaan sarana dan prasarana wilayah sementara Deptan bertanggungjawab terhadap aspek produksi pertanian. Sementara itu, pemerintah kabupaten Kutai Timur (www.kutaitimur.go, id/web/agropolitan. htm) mendefinisikan Agropolitan sebagai sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian (agribisnis/agroindustri).
Wilayah
agropolitan
diharapkan
akan
menarik
pengembangan ekonomi berbasis agri di wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu diciptakan suatu Linkage dan keterpaduan antara kawasan Agropolitan dengan kawasan hinterland. Dalam kerangka pembangunan Nasional, kawasan ekonomi agropolitan Kutai Timur semakin mendapat angin segar terutama dengan adanya rencana pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Nasional (MP3EI). Pengembangan masterplan ini dilakukan dengan pendekatan terobosan bukan business as usual melalui: pertama, pihak swasta akan diberikan peran penting dalam pengembangan master plan ini, dibantu oleh pihak pemerintah yang akan bertindak sebagai regulator, fasilitator dan katalisator. Kedua, penguatan koordinasi lintas kementerian sektor dan antara kementerian sektor dan pemerintah daerah. Dalam pelaksanaannya, dunia usaha Halaman 4 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
akan menjadi aktor utama dalam kegiatan investasi, produksi dan distribusi. Strategi penyusunan masterplan meliputi 3 (tiga) elemen utama yaitu: (a) mengembangkan 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia, dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan disetiap koridor dengan mengembangkan klaster industri dan atau kawasan ekonomi khusus yang berbasis sumber daya unggulan (komoditi); (b) memperkuat konektivitas nasional, yang meliputi konektivitas intra dan inter pusat-pusat pertumbuhan, intra pulau (koridor), dan pintu perdagangan internasional; (c) mempercepat kemampuan iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama. Koridor Ekonomi Indonesia (KEI) diharapkan akan menjadi mesin pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja yang dapat mendorong banyak perubahan positif bagi pengembangan wilayah, melalui: 1. KEI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor sumber daya alam, namun lebih pada penciptaan nilai tambah. Dalam hal ini pelaku swasta akan menjadi aktor utama dalam kegiatan hilirisasi. 2. KEI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk berkembang sesuai potensinya masing-masing. 3. KEI tidak menekankan pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat, namun lebih ditekankan pada upaya sinergi pembangunan sektoral dan wilayah untuk meningkatkan keuntungan komparatif dan kompetitif secara nasional dan global. 4. KEI tidak menekankan pembangunan transportasi darat saja, namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara 5. KEI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata, namun juga pembangunan infrastruktur yang menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS).
Halaman 5 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 1 Persebaran Wilayah Koridor Ekonomi Per Sektor Unggulan
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI
Kebijakan MP3I ( Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ) yang terkait untuk wilayah Kalimantan umumnya dan Kalimantan Timur pada khususnya. Untuk KEI Koridor Kalimantan di fokuskan untuk pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, untuk wilayah Kalimantan Terdiri dari 4 hub yaitu Pontianak, Palangka Raya, Balikpapan dan Samarinda Koridor diestimasikan dapat meningkatkan PRDB sebesar ~2.6x dari $59 milyar di 2008 ke $152 milyar di 2030 dengan estimasi laju pertumbuhan koridor sebesar 3.6% dibandingkan estimasi baseline sebesar 5.8%,
Halaman 6 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 2 Rencana Induk Koridor Ekonomi Indonesia Untuk Masing– Masing Koridor
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI
Serta yang menjadi fokus sektor saat ini 1. Migas --- Eksplorasi lebih banyak untuk memastikan pertumbuhan produksi yang stabil 2. Minyak Kelapa Sawit --- Meningkatkan produksi panen, beralih ke produk dgn nilai tambah tinggi dan produk hilir. 3. Batubara --- Meningkatkan produksi dgn membangun infrastruktur yg dapat mencapai tambang di pedalaman Industri Berkelanjutan di Masa Depan 1. Perikanan --- Memperluas industri akuakultur udang 2. Kayu --- Membangun industri hutan yang berkelanjutan & memperluas ke produksi bernilai tambah tinggi (kertas) 3. Karet --- Meningkatkan industri karet
Halaman 7 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 3 Koridor Ekonomi Kalimantan
Sumber : Dokumen Rencana MP3EI Untuk mendukung semua rencana yang sudah ada diatas butuh suatu alat dukung baik untuk sektor yang difokuskan saat ini atau untuk sektor masa deapan, salah satunya harus ada infrastruktur kunci yang dibutuhkan seperti pelabuhan sungai untuk Fasilitas Barge Loading Pelabuhan yang menghubungkan Rel Kereta Api untuk membawa batubara melalui sungai; Sungai Barito dan Mahakam, yang rencananya lokasi yang sesuai dan cocok untuk mendukung rencana yang sudah ada di Kabupaten Kaliorang pelabuhan Maloy yang berada di Kabupaten Kutai Timur. Selain itu dibutuhkan juga rel kereta api dibutuhkan untuk membuat pertambangan batubara di pedalaman layak secara ekonomi . 1.2 Profil Ekonomi Wilayah Profil ekonomi wilayah didasarkan atas besaran nilai PDRB yang diciptakan di tingkat kecamatan, potensi komoditi, ketersediaan infrastruktur dan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kondisi wilayah sendiri. Dengan unit analisis di tingkat kecamatan, akan tergambarkan kondisi dan perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan hasil analisis kondisi dan pertumbuhan ekonomi sektoral Kutai Timur, gambaran perekonomian Kutai TImur adalah sebagai berikut Halaman 8 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif pesat di Provinsi Kalimantan Timur dan memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur: sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. (paling bagus) 2. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif pesat di Provinsi Kalimantan Timur tetapi tidak memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur; cenderung tertekan namun berpotensi untuk terus tumbuh: sektor bangunan; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; jasajasa; listrik, gas, dan air; serta industri. 3. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif lambat di Provinsi Kalimantan Timur tapi memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur; pertumbuhannya tertekan tapi cenderung berkembang karena memiliki daya saing : sektor pertanian. (bagus) 4. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan relatif lambat di Provinsi Kalimantan Timur dan tidak memiliki keunggulan lokasional di Kabupaten Kutai Timur; tidak punya daya saing dan cenderung tertekan. Terlihat bahwa sektor pertanian dalam analisis pertumbuhan perekonomian wilayah Kutai Timur merupakan sektor yang memiliki keunggulan lokasional, artinya bahwa Kutai Timur memiliki spesialisasi sebagai penghasil nilai tambah pertanian dalam lingkup wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian di Kutai Timur cukup layak untuk dikembangkan, karena posisinya yang bagus dalam memberikan nilai tambah saat ini. Berikut akan dipaparkan kondisi dan profil ekonomi wilayah dari masing-masing kecamatan yang menjadi wilayah studi dan diarahkan untuk perkembangan agropolitan Kutai Timur ke depannya.
Halaman 9 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1.2.1 Profil Ekonomi Wilayah Sangatta Utara Kecamatan Sangatta Utara sebagai ibukota kabupaten memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup dominan di Kabupaten Kutai Timur Jika dibandingkan hasil produksi antara subsektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perdagangan, industri logam, industri kulit, industri kayu, industri anyaman, industri kain.tenun, industri makanan, dan industri lainnya di Kecamatan Sangatta Utara terhadap hasil produksi rata-rata seluruh kecamatan di Kabupaten Kutai Timur, terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 4 Profil Ekonomi Sangatta Utara TANAMAN PANGAN 5 4 3 2
PERDAGANGAN
1
PERKEBUNAN
0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Sumber: Hasil Analisis, 2011 Terlihat bahwa Kecamatan Sangatta Utara unggul dalam sektor tersier, yakni di bidang perdagangan, di mana dominasi kegiatan perdagangan, jauh diatas sektor ekonomi lainnya. Selain itu sektor lain yang juga unggul adalah pada subsektor tanaman pangan, yang sedikit berada di atas rata-rata. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada dasarnya didominasi oleh subsektor perdagangan, baik besar, menengah maupun eceran. Sangatta Utara sebagai ibukota kabupaten memiliki keunggulan sebagai pusat koleksi dari berbagai barang di kabupaten Kutai Timur. Keunggulan tersebut dapat diamati dalam table berikut ini, yang menggambarkan besaran jumlah jenis perdagangan di Kutai Timur.
Halaman 10 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 5 Perbandingan Perdagangan Sangatta Utara dan Kecamatan Lainnya Mikro 10 8 6 4 2 0
Besar
Kecil
Menenga h
Sumber: Hasil Analisis, 2011 Terlihat bahwa dari besaran jumlah perdagangan di Kecamatan Sangatta Utara, jumlah yang ada setelah dibandingkan dengan jumlah rata-rata perdagangan di seluruh kecamatan Kutai Timur (indeks rata-rata = 1), berada di atas rata-rata kecamatan, yang menunjukkan spesialisasi Sangatta Utara sebagai pusat koleksi dan distribusi barang pada tingkat kabupaten. Sementara untuk subsektor tanaman pangan, berdasarkan produksi yang dihasilkan, tampak sebagai berikut subsektor unggulan di kecamatan Sangatta Utara, yakni seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Gambar 6 Keunggulan Tanaman Pangan Sangatta Utara dan Kecamatan Lainnya 5
Padi
4
Ubi Jalar
Jagung
3 2 1 0
Kacang Tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Sumber: Hasil Analisis, 2011 Halaman 11 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Terlihat bahwa untuk subsektor tanaman pangan yang terkait dengan sektor pertanian, Kecamatan sangatta utara unggul pada komoditi kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar, dengan subsektor yang paling dominan dalam nilai produksinya adalah pada subsektor kacang kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu 1.2.2 Profil Ekonomi Kecamatan Sangatta Selatan Lokasinya yang berada dengan Sangatta Utara sebagai pusat dari kabupaten, maka Sangatta Selatan juga merupakan wilayah pengembangan dari pusat kegiatan di kabupaten, sekaligus sebagai pintu masuk menuju ibukota kabupaten. Sangatta Selatan juga menunjukkan ciri keberadaan sektor tersier (perdagangan dan jasa), namun juga dikombinasikan dengan kemajuan sektor primer pula (pertanian). Berikut perhitungan keunggulan sektor perekonomian di Sangatta Selatan. Gambar 7 Profil Ekonomi Sangatta Selatan TANAMAN PANGAN 2 1,5 1 PERDAGANGAN
0,5
PERKEBUNAN
0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Sumber : hasil analisis, 2011 Dari hasil analisis, tampak bahwa sektor perdagangan mendominasi perekonomian di Kecamatan Sangatta Selatan, sementara sektor lainnya yang juga mendominasi adalah peternakan, dan juga sektor industri total. Sektor perdagangan yang dibagi berdasarkan besaran sektor perdagangan yang ada di Sangatta Selatan, dimana sektor perdagangan mikro dan kecil lebih Halaman 12 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
mendominasi keberadaan perdagangan dibandingkan dengan perdagangan besar dan menengah. Gambar 8 Perbandingan Perdagangan Sangatta Selatan dan Kecamatan Lainnya Mikro 2,5 2 1,5 1 0,5 Besar
Kecil
0
Menengah
Sumber : hasil analisis, 2011 Sementara untuk sektor pertanian dan industri kecil (UKM), kondisi di Sangatta Selatan adalah sebagai berikut. Gambar 9 Perbandingan Komoditas Peternakan Sangatta Selatan Dan Kecamatan Lainnya 3
Sapi
2
Telur (kg)
Ker-bau
1 0 Itik
Kam-bing
Ayam
Babi
Sumber : hasil analisis, 2011 Terlihat bahwa subsektor peternakan adalah pada komoditas telur dan sapi. Di mana tingkat produksinya berada di atas rata-rata kecamatan dalam Kabupaten
Halaman 13 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Kutai Timur. Sementara untuk subsektor industri kecil, industri yang paling dominan adalah industri makanan/minuman. 1.2.3 Profil Ekonomi Kecamatan Rantaupulung. Wilayah Kecamatan Rantau Pulung merupakan salah satu wilayah yang terdekat dengan ibukota kabupaten. Wilayah Kecamatan ini termasuk dalam jalur Poros Kabupaten (wilayah tengah) yang dapat menghubungkan Sangatta dengan Batu Ampar maupun jalur menuju Muara Wahau. Kecamatan Rantau Pulung adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 143,82 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec. Sangatta pada akhir tahun 2005 menjadi 4(empat) kecamatan yaitu Kec. Sangatta Utara, Kec. Sangatta Selatan, Kec. Teluk Pandan dan Kec. Rantau Pulung. Untuk sektor perekonomian Rantaupulung, gambaran kondisinya dapat diamati pada gambar berikut. Gambar 10 Profil Sektor Ekonomi Rantaupulung TANAMAN PANGAN 1 0,8 0,6 0,4
PERDAGANGAN
0,2
PERKEBUNAN
0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Sumber : hasil analisis, 2011 Bahwa sektor peternakan adalah sektor yang paling dominan, walaupun masih berada di bawah rata-rata kecamatan keseluruhan. Untuk komoditas peternakan, dapat dilihat pada gambar berikut.
Halaman 14 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 11 Perbandingan Komoditas Peternakan Rantaupulung dan Kecamatan Lainnya 3
Sapi
2
Telur (kg)
Ker-bau
1 0 Itik
Kam-bing
Ayam
Babi
Sumber : hasil analisis, 2011 Terlihat bahwa komoditas unggulan peternakan di Rantaupulung adalah pada komoditas kerbau dan kambing. 1.2.4 Profil Ekonomi Kecamatan Bengalon Kecamatan Bengalon adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 3.972,60 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec. Sangatta. Keseluruhan wilayah Kec. Bengalon yang cukup luas terdapat di daratan dan juga langsung dengan laut dengan pantai yang indah dan potensi kelautannya. Potensi ini memberikan keunggulan Bengalon pada sektor-sektor terkait dengan pertanian. Di mana secara umum kondisi perekonomian Bengalon adalah sebagai berikut. Gambar 12 Profil Sektor Ekonomi Bengalon TANAMAN PANGAN 2 1,5 1
PERDAGANGAN
PERKEBUNAN
0,5 0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Sumber : hasil analisis, 2011 Halaman 15 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Terlihat bahwa sektor peternakan dan juga perdagangan memiliki keunggulan lokasional di kecamatan Bengalon. Untuk subsektornya sendiri pada sektor peternakan: Gambar 13 Perbandingan Komoditas Peternakan Bengalon Dan Kecamatan Lainnya 8
Sapi
6
Telur (kg)
Ker-bau
4 2 0
Itik
Kam-bing
Ayam
Babi
Sumber: hasil analisis, 2011 Komoditas ayam, itik, kerbau, dan kambing merupakan komoditas unggulan di kecamatan Bengalon.di mana komoditas itik dan kerbau memiliki populasi tertinggi
dibandingkan
kecamatan
lainnya.
Sementara
untuk
sektor
perdagangan dapat dilihat di bawah ini. Gambar 14 Perbandingan Komoditas Perdagangan dan Kecamatan Lainnya Mikro 2 1,5 1 0,5 Besar
0
Menengah
Sumber: hasil analisis, 2011 Halaman 16 dari 106
Kecil
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Perdangangan skala mikro di Bengalon memiliki keunggulan bidang perdagangan mikro saja, sementara jenis perdagangan lainnya masih di bawah rata-rata kecamatan. Hal ini menunjukkan bahwa skala pelayanan perdagangan di Bengalon hanyalah pada skala rumah tangga saja. 1.2.5 Profil Ekonomi Kecamatan Kaliorang Kecamatan Kaliorang adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 472 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec. Sangkulirang pada akhir tahun 2000 menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kec. Sangkulirang, Kec.Kaliorang dan Kec. Sandaran. Pada akhir tahun 2005, Kecamatan Kaliorang dimekarkan menjadi 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Kaliorang dan Kecamatan Kaubun. Sektor perekonomian di Kaliorang, di dominasi oleh sektor pertanian, khususnya subsektor pertanian tanaman pangan. Di mana nilai produksinya jauh berada di atas rata-rata kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Timur. Sementara sektor lainnya yang juga dominan adalah sektor perkebunan meskipun besarannya masih sama dengan kecamatan. Gambar 15 Profil Ekonomi Kaliorang TANAMAN PANGAN 5 4 3 2 1 0
PERDAGANGAN
INDUSTRI TOTAL
PERKEBUNAN
PETERNAKAN
Sumber : hasil analisis, 2011 Untuk sektor tanaman pangan sendiri, subsektor yang dominan dapat dilihat dari grafik berikut. Halaman 17 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 16 Perbandingan Komoditas Tanaman Pangan Kaliorang Dengan Kecamatan Lainnya 6
Padi
4
Ubi Jalar
Jagung
2 0 Kacang Tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Sumber : hasil analisis, 2011 Terlihat bahwa rata-rata seluruh jenis tanaman pangan, memiliki tingkat produksi tinggi dan dominan di Kecamatan Kaliorang dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Hanya komoditas jagung saja yang nilai produksinya di bawah rata-rata kecamatan, sementara jenis komoditas lainnya memiliki keunggulan lokasional dalam lingkup Kabupaten Kutai Timur. 1.2.6 Profil Ekonomi Kecamatan Kaubun Kecamatan Kaubun adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 153,38 km2 yang merupakan hasil pemekaran Kec. Kaliorang pada akhir tahun 2005 menjadi 2 (dua) kecamatan yaitu Kec. Kaliorang, dan Kec. Kaubun. Distribusi sektor perekonomian di kecamatan Kaubun adalah sebagai berikut. Gambar 17 Profil Ekonomi Kaubun TANAMAN PANGAN 2 1,5 PERDAGANGAN
1
PERKEBUNAN
0,5 0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Halaman 18 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Kaubun memiliki keunggulan pada sektor tanaman pangan dan peternakan, di mana untuk masing-masing komoditas dari dua sektor tersebut dapat diamati pada gambar berikut ini. Gambar 18 Perbandingan Komoditas Tanaman Pangan Kaubun Dengan Kecamatan Lainnya 2,5
Padi
2 Ubi Jalar
Jagung
1,5 1 0,5 0
Kacang Tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Sumber : hasil analisis, 2011
Gambar 19 Perbandingan Komoditas Peternakan Kaubun dengan Kecamatan Lainnya 2
Sapi
1,5
Telur (kg)
Ker-bau
1 0,5 0 Itik
Kam-bing
Ayam
Babi
Sumber : hasil analisis, 2011
Halaman 19 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Untuk komoditas pada tanaman pangan Kaubun memiliki keunggulan pada komoditas padi dan kedelai, sementara untuk komoditas peternakan, kecamatan ini unggul pada produksi kambing, sapi, telur, dan itik. 1.2.7 Profil Ekonomi Kecamatan sangkulirang Kecamatan Sangkulirang adalah bagian dari Wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 3522, 58 km2 yang telah dimekarkan sejak akhir tahun 2000 menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kec. Sangkulirang, Kec.Kaliorang dan Kec. Sandaran dan pada tahun 2005 dimekarkan kembali menjadi 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Karangan. Gambar 20 Profil Ekonomi Sangkulirang TANAMAN PANGAN 6 4 2
PERDAGANGAN
PERKEBUNAN
0
INDUSTRI TOTAL
PETERNAKAN
Sumber : hasil analisis, 2011 Sangkulirang sendiri memiliki keunggulan lokasional dari seluruh sektor perekonomian yang dianalisis di mana perekonomian masing-masing sektornya berada di atas rata-rata sektor perekonomian seluruh kecamatan. Namun sektor dengan nilai keunggulan tertinggi adalah perkebunan dan peternakan. Komoditas dari masing-masing subsektor tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Halaman 20 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 21 Perbandingan Komoditas Perkebunan Sangkulirang Dengan Kecamatan Lainnya Karet (ton) 5 4 3
Kelapa Sawit (ton)
Kelapa (ton)
2 1 0
Coklat (ton)
Kopi (ton)
Lada (ton)
Gambar 22 Perbandingan Komoditas Peternakan Sangkulirang Dengan Kecamatan Lainnya 15
Sapi
12
Telur (kg)
Ker-bau
9 6 3 0
Itik
Kambing
Ayam
Babi
Sumber : hasil analisis, 2011 Terlihat bahwa untuk subsektor perkebunan, komoditas paling dominan di Sangkulirang adalah kelapa dan coklat, dengan nilai produksi yang jauh melebihi produksi rata-rata kecamatan.
Semenatra untuk
peternakan,
Sangkulirang unggul pada semua jenis hewan ternak kecuali babi. Namun komoditas hewan yang paling dominan adalah pada telur, sapi, dan kerbau.
Halaman 21 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1.2.8 Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan Berdasarkan hasil analisis keunggulan sektor ekonomi dan komoditas kecamatandi Kabupaten Kutai Timur, berikut dipetakan keunggulan dari masing-masing sektor dan subsektor ekonomi tujuh kecamatan terkait dengan pengembangan agropolitan, yakni sebagai berikut. Tabel 1 Profil Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan Subsektor Status No. Kecamatan Komoditi Unggulan Unggulan Unggulan Padi, Kedelai, Ubi Kayu, Tanaman ** Kacang Hijau, Kacang Pangan Sangatta Tanah, Ubi Jalar 1. Utara Mikro, Kecil, Menengah, Perdagangan *** Besar Perdagangan 2.
3.
**
Mikro, Kecil
*
Makanan
Perkebunan
*
Lada
Peternakan
*
Sangatta
Industri kecil
Selatan
(UKM)
Rantaupulung
Tanaman Pangan 4.
Bengalon
Jagung, Kedelai, Ubi Kayu, **
Kacang Tanah, Kacang Sapi, Kerbau, Kambing,
Peternakan
**
Perdangan
*
Mikro
*
Kayu, Logam
(UKM) Tanaman Kaliorang
Ayam
Hijau, Ubi Jalar
Industri kecil
5.
Kambing, Kerbau, Dan
Pangan
Ayam, Itik
Padi, Kedelai, Ubi Kayu, ***
Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Jalar
Perkebunan
*
Halaman 22 dari 106
Karet, Kelapa
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No.
Kecamatan
Subsektor Unggulan Peternakan Tanaman
**
Padi, Kedelai
Perkebunan
*
Kopi
Peternakan
**
Sapi, Kambing, Itik
*
Kulit
Pangan 6.
Kaubun
Industri kecil (UKM)
7.
Sangkulirang
Status Komoditi Unggulan Unggulan * Kambing, Itik
Perkebunan
***
Peternakan
***
Perdagangan
***
Industri kecil (UKM)
**
Kelapa, Kopi, Lada, Coklat Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam, Itik Mikro, Kecil, Menengah, besar Makanan, Lain-Lain
Catatan: ***) sangat unggul dari rata-rata kecamatan **) cukup unggul dari rata-rata kecamatan *) sedikit unggul dari rata-rata kecamatan Keunggulan pada sektor produksi Keunggulan pada sektor pengolah Keunggulan pada sektor pemasaran Berdasarkan klasifikasi sektor yang dibagi dari tiga jenis sektor ekonomi dari produksi hingga ke pemasaran, dapat kita lihat secara nyata kondisi yang terbentuk pada tujuh kecamatan yang terkait dengan agropolitan di wilayah Kutai Timur. Hal ini menggambarkan bahwa kemajuan sektor tersebut dapat saling dikaitkan membentuk sistem agropolitan yang membentuk alur produksi hingga ke pemasaran kepada konsumen. Kecendrungan dan keunggulan lokasional akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan konsep agropolitan,
Halaman 23 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
pengembangan infrastruktur terkait agropolitan dan arahan investasi sektoral pada sektor-sektor terkait dalam pengembangan agropolitan secara terintegrasi. Namun yang harus diperhatikan selain pembagian peran dari keunggulan lokasional adalah pada tingkat keunggulan daerah tersebut. Daerah yang masih berada pada level sedikit unggul (dinyatakan dalam *) perlu dipacu untuk peningkatan pada subsektor ekonominya tersebut. Karena pada level ‘*’ tersebut, keunggulan belum menjadi dominasi dibandingkan dengan daerahdaerah di sekitarnya, sehingga memerlukan peningkatan kuantitas dari besaran kegiatan. 1.3 Skenario Investasi Agropolitan Dalam subbab berikut akan dipaparkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi (LPE), berdasarkan investasi yang dilakukan dalam dua scenario, yakni investasi pada sektor pertanian di luar wilayah agropolitan dan investasi pada sektor pertanian di wilayah agropolitan. 1.3.1 Skenario Investasi Sektor Pertanian Pemetaan skenario investasi didasarkan atas dua wilayah spasial dalam pemanfaatan dan peningkatan agropolitan, yakni: -
Tujuh kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah pengembangan agropolitan; yakni Kec. Sangatta Utara, Sangatta Selatan, Bengalon, Kaubun, Kaliorang, Sangkulirang, dan Bengalon sebagai satu unit wilayah investasi.
-
Sebelas kecamatan selain tujuh kecamatan sebelumnya sebagai unit wilayah investasi yang lain.
Dengan pembagian kedua wilayah tersebut akan diketahui efektivitas penanaman modal dalam indicator PDRB yang dihasilkan dan juga Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), dengan membandingkan besaran PDRB dan LPE yang dihasilkan dari proses investasi yang berlangsung dalam dua unit wilayah investasi yang disebutkan tersebut. Untuk mengetahui keunggulan tujuh kecamatan yang masuk dalam wilayah pengembangan agropolitan, dapat diketahui dengan membandingkan besaran Halaman 24 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
PDRB subsektor pertanian yang dihasilkan oleh tujuh kecamatan agropolitan dengan PDRB subsektor pertanian pada 11 kecamatan lainnya di luar wilayah pengembangan agropolitan. Hal ini dilakukan sebagai pendekatan untuk mengisolasi besaran perekonomian yang dihasilkan tujuh kecamatan utama yang menjadi wilayah studi dengan wilayah lainnya di luar wilayah kajian. Dari data dan informasi yang diperoleh dengan kedua kelompok wilayah tersebut, dihasilkan gambaran berupa tabel berikut. Tabel 2 Perbandingan PDRB Subsektor Pertanian Pada Wilayah Kajian Dengan Kecamatan di Luar Wilayah Kajian Komponen pengamatan PDRB 7 kecamatan agropolitan rata-rata 7 kec PDRB 11 kecamatan lainnya rata-rata 11 kec. Lainnya kesimpulan
Besaran PDRB (dalam juta rupiah)
Tanaman pangan
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Total
79.776,60
51.737,89
33.727,17
37.429,80
62.409,37
265.080,84
11.396,66
7.391,13
4.818,17
12.476,60
8.915,62
37.868,69
51.237,02
110.967,27
20.616,74
104.321,75
24.527,23
311.670,01
4.657,91
10.087,93
1.874,25
13.040,22
2.229,75
28.333,64
Unggul kecamatan agro
Unggul kecamatan lain
Sumber: hasil analisis, 2011
Unggul kecamatan agro
Unggul kecamatan lain
Unggul kecamatan agro
Unggul kecamatan agro
Dengan pendekatan yang dilakukan tersebut, didapatkan bahwa ketujuh kawasan agropolitan secara umum memiliki produktivitas subsektor pertanian yang lebih unggul dibandingkan non-agropolitan. Dengan membandingkan PDRB per kecamatan untuk subsektor pertanian pada wilayah kajian dengan wilayah di luar tujuh kecamatan kawasan agropolitan, dapat diamati bahwa tujuh kecamatan tersebut secara umum memiliki keunggulan pada komoditas tanaman pangan, peternakan, dan yang paling besar dan utama adalah perikanan. Sementara untuk sektor kehutanan dan perkebunan, konsentrasi kegiatan ekonomi masih didominasi di luar wilayah tujuh kecamatan tersebut. Halaman 25 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Namun kesimpulan secara umum yang dihasilkan dari nilai PDRB kecamatan untuk pertanian, tujuh kecamatan yang menjadi fokus pengembangan agropolitan memiliki keunggulan dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Kutai Timur. Hal ini mengindikasikan tingkatan produktivitas pembentukan nilai tambah (PDRB) dari dua unit wilayah wilayah investasi yang telah kita bagi sebelumnya. 1.3.2 Pemetaan kondisi Infrastruktur Pertanian Selain dalam konteks sektor ekonomi, investasi juga dilakukan dalam penyediaan infrastruktur. Walaupun tidak terkait langsung dengan proses produksi, namun keberadaan infrastruktur menjadi prasyarat berjalannya proses ekonomi suatu wilayah. Dengan keberadaan infrastruktur proses produksi, distribusi, dan konsumsi dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itulah keberadaan infrastruktur juga harus diperhatikan dan direncanakan pengembangannya dalam kerangka pengembangan ekonomi wilayah Kutai Timur, khususnya untuk kepentingan agropolitan. Pemetaan kondisi infrastruktur dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan kekurangan
infrastruktur
pertanian
di
kecamatan-kecamatan
yang
terkonsentrasi dalam pengembangan kawasan pertanian. Dari sekian banyak infrastruktur dalam pengembangan ekonomi maupun pertanian, beberapa infrastruktur yang terkait dalam pengembangan pertanian, antara lain : 1. Infrastruktur Jalan 2. Jaringan irigasi 3. KUD dan pasar 4. Kelistrikan. Analisis yang dilakukan adalah dengan analisis kuadran, yakni dengan perbandingan antara kondisi perekonomian, khususnya pertanian dengan ketersediaan infrastruktur. Nilai referensi yang digunakan adalah kondisi infrastruktur terbaik dalam kecamatan sebagai titik yang harus dicapai untuk peningkatan perekonomian. Namun khusus untuk infrastruktur jalan, pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan aksesibilitas dan mobilitas penduduk menggunakan standar pelayanan minimal dari depattemen Pekerjaan Halaman 26 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Umum. Ilustrasi analisis kuadran terhadap ketersediaan infrastruktur adalah sebagai berikut. Gambar 23 Analisis Infrastruktur Berdasarkan Kuadran
Sumber: hasil analisis, 2011 Namun khusus untuk infrastruktur jalan, pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal yang dikeluarkan oleh Menteri Pekerjaan Umum. 1.3.2.1 Infrastruktur Jalan Infrastruktur jalan, merupakan infrastruktur yang paling banyak berperan dalam kegiatan manusia. Tidak hanya dalam peningkatan perekonomian, kebutuhan sosial dan kebutuhan lainnya yang bahkan tidak terkait dengan perekonomian
membutuhkan
keberadaan
infrastruktur
jalan
sebagai
penghubung wilayah. Dalam perekonomian, jaringan jalan menjadi satu komponen
penting
dalam
penciptaan
nilai
tambah;
sebagai
tempat
berpindahnya barang dan jasa, pergerakan tenaga kerja, dsb. Untuk standar pelayanan minimal jalan sendiri telah dimuat dalam peraturan Menteri pekerjaan Umum dengan Nomor: 14/PRT/M/2010,
mengenai
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Dalam peraturan tersebut dipaparkan bahwa untuk jaringan jalan, standar
Halaman 27 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
pelayanan minimal yang harus dicapai dibagi atas beberapa klasifikasi, yakni sebagai berikut. Tabel 3 Standar Pelayanan Minimal Infrastruktur Jalan Klasifikasi SPM Jenis pelayanan dasar infrastruktur jalan Aksesibilitas; yakni Tersedianya jalan
yang
menghubungkan pusat – pusat kegiatan dalam wilayah kabupaten/kota. Jaringan
Mobilitas;
yakni
Tersedianya
jalan
yang
memudahkan masyarakat per individu melakukan perjalanan. Keselamatan; Tersedianya jalan yang menjamin pengguna jalan berkendara dengan SELAMAT. Kondisi jalan : Tersedianya jalan yang menjamin kendaraan dapat berjalan dengan SELAMAT dan
Ruas
NYAMAN. Kecepatan : Tersedianya jalan yang perjalanan
dapat
dilakukan
sesuai
menjamin dengan
KECEPATAN rencana. Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2010
Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan, ada lima jenis indicator untuk SPM jaringan jalan yang ditetapkan, dan kelima indicator tersebut terkait dengan ketrersediaan jaringan jalan untuk pelayanan kegiatan. Terkait dengan pengembangan perekonomian, dalam hal ini agropolitan hal yang harus dipenuhi dari ketersediaan infrastruktur jalan yang dikaitkan dengan standar pelayanan minimal dalam ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya adalah terkait pada aksesibilitas dan juga mobilitas. Aksesibilitas terkait dengan keterkaitan pusat kegiatan dengan wilayah sekitarnya dan mobilitas terkait dengan pergerakan masyarakat pada wilayah yang bersangkutan. Perhitungan terkait dengan kedua hal tersebut, dapat dilihat sebagai berikut ini: Halaman 28 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1. Aksesibilitas ∑
∑
Di mana pembilang merupakan jumlah panjang jalan penghubungan pusat-pusat kegiatan yang dihitung berdasarkan keberadaan tahun terakhir, semenatra penyebut, yakni jumlah seluruh panjang jalan penghubung yang harusnya ada di wialyah tersebut. 2. Mobilitas
Angka mobilitas dihitung berdasarkan angka yang ditargetkan pada akhir waktu pencapaian SPM dengan angka mobilitas yang ditentukan. Sementara angka mobilitas yang ditentukan didasarkan atas tabel berikut ini. Tabel 4 SPM Mobilitas Kerapatan Penduduk (KP) Kategori 2 Jiwa/km I <100 II 100≤KP≺500 III 500≤KP≺1000 IV 1000≤KP≺5000 V ≥5000 Sumber: Permen PU No. 14/PRT/M/2010
Angka Mobilitas (km/10.000 jiwa) 18,50 11,0 5,00 3,00 2,00
Ketersediaan jalan didasarkan atas kepadatan penduduk, di mana semakin padat penduduk suatu kota/kabupaten maka panjang jalan yang disediakan juga harus semakin tinggi untuk mengakomodasi kebutuhan pergerakan masyarakat dalam suatu wilayah. Dari kedua pendekatan tersebut, maka akan dianalisis ketersediaan panjang jalan pada tujuh kecamatan yang termasuk dalam pengembangan kawasan agropolitan di Kutai Timur. Ketersediaan jalan tersebut, dimaksudkan sebagai prasyarat bagi Halaman 29 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
pertumbuhan
perekonomian
di
kawasan
agropolitan
yang
akan
dikembangkan. Dengan menganalisis ketersediaannya hingga saat ini, maka akan diketahui apakah ketersediaan jalan tersebut sudah layak bagi pengembangan agropolitan ke depannya. Aksesibilitas Berdasarkan pendekatan aksesibilitas, di mana akan dihubungkan antara pusat kecamatan dengan pusat kecamatan, dan pusat kecamatan dengan pusat kabupaten, maka diperkirakan kebutuhan panjang jalan sebagai berikut ini : Tabel 5 Kebutuhan Panjang Jalan Berdasarkan Pendekatan Aksesibilitas Kecamatan Kebutuhan panjang No Kecamatan jalan (km) 1 Sangatta Utara 50 2 Sangatta Selatan 50 3 Rantau Pulung 150 4 Bengalon 250 5 Kaubun 120 6 Kaliorang 110 7 Sangkulirang 220 Sumber: hasil analisis peta, 2011 Dari data dan informasi yang didapatkan mengenai panjang jalan kecamatan di Kutai Timur, didapatkan data mengenai ketujuh kecamatan tersebut, sebagai berikut. Tabel 6 Panjang Jalan Kecamatan (Tanpa Mempertimbangkan Perkerasan) Panjang jalan di No Kecamatan kecamatan (km) 1 Sangatta Utara 83 2 Sangatta Selatan 35 3 Rantau Pulung 170 4 Bengalon 291 5 Kaubun 68 6 Kaliorang 77 7 Sangkulirang 216 Sumber: hasil analisis peta, 2011 Dari kedua data dan informasi tersebut, dilakukan perbandingan antara ketersediaan sarana jalan dengan kebutuhan panjang jalan di ketujuh Halaman 30 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
kecamatan tersebut. Untuk tingkat aksesibilitas hasilnya dapat diketahui lewat gambar berikut ini. Gambar 24 Rasio Aksesibilitas Jalan di Kecamatan Sangatta Utara 2 1,5
Sangkulirang
Sangatta Selatan
1 0,5 0 Kaubun
Rantau Pulung
Kaliorang
Bengalon
Sumber: hasil analisis, 2011 Didapatkan hasil bahwa empat dari tujuh kecamatan memiliki aksesibilitas yang baik, di mana artinya kebutuhan panjang jalan sudah terpenuhi dari sisi penyediaan, dan bahkan cenderung berlebih. Hanya perlu peningkatan aksesibilitas yang signifikan pada setidaknya tiga kecamatan, yakni Kaubun, Kaliorang, dan Sangatta Selatan. Namun kondisi tersebut, merupakan hasil tanpa mempertimbangkan jenis perkerasan tanah. Jika diasumsikan hanya jalan dengan perkerasan aspal saja yang termasuk untuk criteria aksesibilitas maka rasio aksesibilitas jalan di tujuh kecamatan tersebut adalah sebagai berikut.
Halaman 31 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 25 Rasio Aksesibilitas Jalan di Kecamatan (Hanya Perkerasan Aspal) Sangatta Utara 2 1,5
Sangkulirang
Sangatta Selatan
1 0,5 0
Kaubun
Rantau Pulung
Kaliorang
Bengalon
Sumber: hasil analisis, 2011 Tampak bahwa dengan hanya memasukkan unsur perkerasan aspal saja, hanya ada dua kecamatan saja yang nilai aksesibilitasnya bagus, yakni Sangatta Utara dan Bengalon, sementara yang lainnya masih berada pada kondisi yang jauh dari pemenuhan kebutuhan minimal aksesibilitas. Ini membuktikan bahwa selain pemenuhan dari kuantitas, perlu juga diperhatikan dari kualitas jalannya Mobilitas Pada pendekatan mobilitas yang menjadi bahan pertimbangan adalah kepadatan penduduk, dari data yang ada diperoleh hasil sebagai berikut ini. Tabel 7 Rasio Ketersediaan Jalan Berdasarkan Faktor Mobilitas Kecamatan Sgt Utara Sgt Selatan Rantau Pulung Bengalon Kaliorang Kaubun Sangkulirang
Kebutuhan Angka Kepadatan Jumlah Panjang panjang mobilitas Rasio penduduk penduduk jalan jalan (km/10.000 mobilitas (jiwa/km2) (jiwa) (km) berdasarkan jiwa) mobilitas 54 67.849 83 18,5 125,52 0,66 542 77.993 35 5 39,00 0,90 28
70.741
170
18,5
130,87
1,30
57 85 29 24
46.986 37.374 7.356 77.993
291 68 77 216
18,5 18,5 18,5 18,5
86,92 68,14 13,61 144,29
3,35 1 5,66 1,50
Sumber: hasil analisis, 2011 Mencukupi
Tidak mencukupi Halaman 32 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Untuk rasio mobilitas diketahui bahwa lima kecamatan memiliki hasil yang baik, di mana kebutuhan untuk pergerakan masyarakat telah terpenuhi dengan baik. Hanya pada kecamatan Sangatta Utara dan Selatan saja yang masih belum dipenuhi, hal ini dikarenakan memang kepadatan penduduk pada dua kecamatan tersebut yang cukup tinggi dan jumlah penduduk yang besar membutuhkan ketersediaan jalan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya. Untuk pemenuhan kebutuhan aksesibilitas maupun mobilitas, maka akan diambil masing-masing nilai tertinggi sebagai standar yang harus dipenuhi untuk menjamin ketersediaan infrastruktur jalan Tabel 8 Kebutuhan Penyediaan Jalan Tujuh Kecamatan Kawasan Agropolitan Kecamatan Sangatta Utara
Kebutuhan jalan (faktor aksesibiltas dan mobilitas) 125,52
Ketersediaan jalan
Kekurangan jalan (km)
83
42,52
50
35
15
150
170
-
Bengalon
86,92
291
-
Kaliorang
110
68
42
50
77
-
220
216
4
Sangatta Selatan Rantau Pulung
Kaubun Sangkulirang
Sumber: hasil analisis, 2011 Kebutuhan jalan terbesar berada di kecamatan Sangatta Utara sebagai ibukota kabupaten yang juga harus memiliki ketersediaan yang mencukupi sebagai pusat kegiatan Kutai Timur, selain itu kecamatan Kaliorang juga memiliki kekurangan panjang jalan yang cukup signifikan. Penambahan panjang jalan diperlukan untuk peningkatan perekonomian wilayah dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun selain pemenuhan kebutuhan secara fisik, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah mengenai peningkatan kualitas permukaan jalan, di mana hampir 50 % panjang jalan yang ada di tujuh kecamatan tersebut masih terdiri dari perkerasan tanah dan kerikil.
Halaman 33 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1.3.2.2 Jaringan Irigasi Jaringan irigasi, merupakan salah satu faktor penting dalam produksi pertanian. Keberadaan jaringan irigasi akan menjamin proses produksi yang lancar dan tingkat produktivitas lahan yang tinggi. Berdasarkan satu studi yang pernah dilakukan oleh LPEM (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat) UI pada tahun 2005, didapatkan hubungan antara penambahan 10 % dari stock infrastruktur terhadap pertumbuhan PDB wilayah di Indonesia, di mana irigasi merupakan infrastruktur dengan nilai dampak terbesar bagi PDB (dalam tingkatan nasional) Tabel 9 Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap PDRB Infrastruktur
% Pertumbuhan PDB
Irigasi
1,26
Jalan
0,88
Listrik
0,61
Telepon
0,61
Pelabuhan
0,26
Air
0,22
Sumber: LPEM UI, 2005 Dengan pendekatan terebut, diketahui bahwa peningkatan irigasi akan semakin menumbuhkan PDRB dan LPE lebih tinggi. Metode analisis dalam menilai kondisi ketercukupan infrastruktur irigasi di Kabupaten Kutai Timur adalah dengan membandingkan antara ketersediaan irigasi dengan produksi padi. Kecamatan yang memiliki keunggulan dalam produksi padi diprioritaskan untuk dibangun lebih banyak prasarana irigasi sehingga semakin meningkatkan produksinya. Untuk kondisi Kutai Timur sendiri, luasan lahan sawah beririgasi dapat diamati berdasarkan data berikut ini:
Halaman 34 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan Muara Ancalong Busang Long Mesangat Muara Wahau Telen Kombeng Muara Bengkal Batu Ampar Sangatta Utara Bengalon Teluk Pandan Sangatta Selatan Rantau Pulung Sangkulirang Kaliorang Sandaran Kaubun Karangan
Tabel 10 Luas Lahan Beririgasi
TOTAL
lahan irigasi 0 0 59 73 17 48 58 2 3 74 48 106 630 29 1304 28 1335 149 3963
Sumber: Hasil Analisis 2011
Normalisasi ketersediaan lahan irigasi 0 0 0,523317098 0,654908091 0,067383415 0,36631045 0,473362983 0,008689435 0,587623013 0,472653293 2,350492051 2,350492051 1,032642951 0,732949134 2,301082309 0,36361203 2,089152389 0,801426352 1
Selanjutnya pada data di bawah ini disajikan produksi padi di Kecamatankecamatan di Kutai Timur. Tabel 11 Produksi Tanaman Padi Pertanian Kecamatan Muara Ancalong Busang Long Mesangat Muara Wahayu Telen Kombeng Muara Bengkal Batu Ampar Sengatta Utara Teluk Pandan Sengatta Selatan Rantau Pulung
Produksi Padi (Lahan basah dan kering) 4.766.296.500 8.844.160.500 2.592.607.500 5.103.189.000 3.456.810.000 6.699.766.500 7.684.078.500 90.814.500 9.301.162.500 3.017.385.000 1.743.052.500 3.480.246.000 Halaman 35 dari 106
Normalisasi 0,74 1,38 0,40 0,79 0,54 1,04 1,20 0,01 1,45 0,47 0,27 0,54
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Kecamatan Bengalon Kaliorang Kaubun Sangkuliang Karangan Sandaran TOTAL
Produksi Padi (Lahan basah dan kering) 4.206.762.000 32.886.567.000 13.071.429.000 6.887.254.500 597.618.000 1.224.531.000 115.653.730.500
Normalisasi 0,65 5,12 2,03 1,07 0,09 0,19
Sumber: Hasil Analisis 2011 Dengan membandingkan antara tabel pertama mengenai ketersediaan infrastruktur irigasi dengan tingkat produksi padi maka dapat kita lihat matriks yang menggambarkan kedudukan kecamatan-kecamatan yang menjadi masukan bagi usulan penambahan infrastruktur irigasi. Dapat kita lihat matriks tersebut pada gambar di bawah ini. Gambar 26 Indeks Share PDRB tanaman pangan dan Irigasi
Sumber: Hasil Analisis 2011 Keterangan Kecamatan unggulan Kecamatan potensial Kecamatan berkembang Kecamatan tertinggal
Halaman 36 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tampak dari hasil analisis bahwa kedua kecamatan yang berada pada skala unggulan adalah Kaliorang dan Kaubun, yang artinya sektor pertanian tanaman pangan di kedua kecamatan tersebut telah cukup maju dan baik. Sementara kecamatan rantau Pulung dan sangatta selatan menunjukkan nilai ketersediaan lahan irigasi yang berlebih, sehingga perlu dioptimalkan ke depannya. Kecamatan yang berada pada kuadran berkembang yakni Sangkulirang dan Sangatta utara menunjukkan nilai optimasi dari keberadaan lahan irigasi yang baik, sementara Bengalon diperhitungkan merupakan kecamatan tertinggal dari sektor tanaman pangan. Adapun kebutuhan tambahan lahan irigasi adalah sebagai berikut: Tabel 12 Kebutuhan Penambahan Irigasi Kecamatan
Kebutuhan tambahan irigasi (Ha)
Sangatta Utara
2,1 Ha
Sangatta Selatan
-
Rantau Pulung
-
Bengalon
82,5
Kaliorang
-
Kaubun
-
Sangkulirang
10,5
Halaman 37 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1.3.2.3 Jaringan Energi Listrik Infratruktur lain yang juga berkaitan dengan pengembangan ekonomi adalah jaringan listrik. Keberedaaan listrik sebagai sumber energi bagi aktivitas akan juga menetukan aejauh mana pengembangan perekonomian dan masyarakat dalam satu wilayah. Energi listrik digunakan dalam proses produksi ekonomi dan juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Indicator yang digunakan untuk mengetahui kecukupan energi listrik adalah dengan mengidentifikasi rasio elektirifikasi di tujuh kecamatan tersebut, dikaitkan dengan nilai PDRB per kecamatan yang dihasilkan. Rasio elektrifikasi menunjukan kemajuan suatu wilayah di mana energi listrik telah dipenuhi bagi masyarakat, sementara PDRB menunjukkan produktivitas wilayah dalam menciptakan nilai tambah bagi perekonomian Kabupaten. Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui kondisi rasio elektrifikasi dan share PDRB pertanian wilayah sebagai berikut. Tabel 13 Rasio Elektrifikasi-Indeks Share PDRB Pertanian Indeks share PDRB Rasio Elektrifikasi No Kecamatan pertanian (nilai rata(%) rata =1) 1
Sangatta Utara
100
0,93847869
2
Sangatta Selatan
75
1,29345534
3
Rantau Pulung
29
0,4378615
4
Bengalon
72
1,26848591
5
Kaliorang
32
1,40618834
6
Kaubun
54
0,69576047
7
Sangkulirang
66
2,23599909
Sumber : hasil analisis, 2011 Berdasarkan perbandingan kedua komponen tersebut, berikut akan dipaparkan hasil dari analisis kuadran yang dilakukan, yakni :
Halaman 38 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 27 Analisis Kuadran Perbandingan Rasio Elektrifikasi dan Share PDRB
Keterangan Kecamatan unggulan Kecamatan potensial Kecamatan berkembang Kecamatan tertinggal Tampak
dari
hasil
bahwa
dominasi
kecamatan
di
dalam kawasan
pengembangan agropolitan beraada pada kondisi berkembang, di mana artinya walaupun rasio elektrifikasi masih berada di bawah rata-rata seluruh kecamatan, namun produksi pertaniannya melebihi nilai rata-rata kecamatan dalam lingkup kabupaten Kutai Timur. Kecamatan Sangatta utara sebagai pusat kabupaten berada dalam kondisi potensial, yang artinya kebutuhan listrik telah terpenuhi namun produksi pertaniannya masih di bawah rata-rata, hal ini dimungkinkan karena Sangatta Utara sebagai pusat pengumpul memang dikhususkan sebagai pusat distribusi barang dan jasa, yang tidak hanya terkait dengan sektor pertanian saja. Untuk empat kecamatan yang ada dalam kondisi berkembang, penambahan energi listrik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (untuk peningkatan kesejahteraan dan produktivitas) dan juga sebagai pengembangan pada sektor pendukung pertanian (industri) agar nilai tambah lebih meningkat Halaman 39 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
lagi, sebab nilai tambah yang dihasilkan dari pertaniannya telah tinggi, jika dilanjutkan dengan proses yang terjadi pada industri maka akan semakin meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang dihasilkan pada empat kecamatan tersebut. Untuk kecamatan yang berada pada kondisi tertinggal, perlu peningkatan ketersediaan listrik bagi masyarakat, karena selain bagi kesejahteraan masyarakat masuknya listrik nantinya juga dapat dimanfaatkan untuk proses pengolahan pertanian yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan produktivitas sehingga bisa bergerak dari kuadran tertinggal menjadi berkembang atau potensial. Sementara untuk Sangatta Utara, ketersediaan listrik yang telah mapan harus dibarengi dengan strategi pengembangan sektor pendukung pertanian lainnya, misalnya pada pemasaran, perdagangan, maupun industri pengolah hasil pertanian. Dengan kebutuhan yang didasarkan atas nilai tengah indeks rasio elektrifikasi, dan kebutuhan listrik sebesar 450 W/RT (standar ukuran perdesaan), maka kekurangan daya listrik yang dibutuhkan pada kecamatankecamatan tersebut dapat dilihat dari diagram berikut: Tabel 14 Kebutuhan Tambahan Daya Listrik (Kw) Kebutuhan tambahan No Kecamatan daya (KW) 1 Sangatta Utara 2 Sangatta Selatan 289,95 3 Rantau Pulung 1099,22 4 Bengalon 564,21 5 Kaliorang 1006,88 6 Kaubun 35,28 7 Sangkulirang 555,72 3,55 MW
TOTAL Sumber : hasil analisis, 2011
Kebutuhan tersebut masih pada angka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada tujuh kecamatan yang menjadi wilayah studi.
Halaman 40 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1.3.2.4 Koperasi Salah satu faktor infrasturktur lain yang terkait dengan pengembangan agropolitan adalah keberadaan koperasi, karena melalui koperasi hasil pertanian dikumpulkan dan juga melalui koperasi juga terjadi penjualan alatalat produksi pertanian, yang menjadi modal dalam proses produksi pertanian. Dalam analisis kuadran, sama dengan analisis ketenagalistrikan, yang dibandingkan adalah nilai share PDRB (yang diolah dalam bentuk indeks) dengan jumlah toko yang menjual sarana pertanian pada tujuh kecamatan studi. Tabel 15 Indeks Share PDRB-Ketersediaan Toko Sarana Pertanian Indeks share PDRB Jumlah Toko Kecamatan pertanian (normalisasi =1) sarana pertanian Sangatta Utara 0,93847869 13 Sangatta Selatan
1,293455341
7
Rantau Pulung
0,437861495
16
Bengalon
1,268485913
2
Kaliorang
1,406188339
12
Kaubun
0,695760469
19
Sangkulirang
2,235999089
1 6,11
rata-rata kecamatan Sumber: hasil analisis, 2011
Berdasarkan perbandingan kedua komponen tersebut, berikut akan dipaparkan hasil dari analisis kuadran yang dilakukan, yakni:
Halaman 41 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 28 Analisis Kuadran Perbandingan Ketersediaan Toko Sarana Pertanian dan Share PDRB
Sumber: hasil analisis, 2011 Keterangan Kecamatan unggulan Kecamatan potensial Kecamatan berkembang Kecamatan tertinggal Dari hasil perbandingan, tampak bahwa secara umum tidak ada kecamatan yang berada dalam kuadran tertinggal (yang berarti nilai tambah kecil dan kekurangan toko sarana pertanian), hal ini membuktikan bahwa jumlah toko yang menjual sarana pertanian telah mencukupi untuk ketujuh kecamatan tersebut, hanya ada beberapa interpretasi yang terkait dengan hal tersebut, yakni: 1. Untuk kecamatan dalam kuadran unggulan (Kaliorang dan Sangatta Selatan), telah terjadi hubungan yang positif antara keberadaan toko sarana pertanian dengan produksi pertaniannya sendiri. di mana jumlah prasarana toko telah cukup dalam menciptakan nilai tambah pertanian di kedua kecamatan tersebut. 2. Untuk kecamatan dalam kuadran potensial, jumlah ketersediaan prasarana toko tersebut jauh melebihi nilai tambah yang dihasilkan. Halaman 42 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Sehingga perlu dilakukan optimasi keberadaan prasaran pertokoan tersebut dalam menciptakan nilai tambah pertanian tersebut. 3. Untuk kecamatan dalam kuadran berkembang, keberadaan prasarana pertokoan yang kecil mampu menciptakan nilai tambah yang besar dan melebihi rata-rata di kedua kecamatan tersebut. Maka diharapkan dengan penambahan jumlah prasarana toko dikedua kecamatan tersebut akan mampu meningkatkan besaran nilai tambah pertanian menjadi lebih tinggi lagi ke depannya. Adapun kebutuhan tambahan prasarana toko di kedua kecamatan tersebut, adalah Kaliorang
: 4 unit
Sangkulirang
: 5 unit
1.3.2.5 Kebutuhan Agregat Berdasarkan hasil analisis terhadap empat jenis infrastruktur dalam proses pertanian, berikut akan dipaparkan hasil agregat kebutuhan infrastruktur pada kecamatan yang menjadi wilayah studi, yakni : Tabel 16 Kebutuhan Agregat Infrastruktur
42,52
Sarana irigasi (Ha) 2,1
15
-
289,95
-
-
-
1099,22
-
Bengalon
-
82,5
564,21
-
Kaliorang
42
-
1006,88
4
Kaubun
-
-
35,28
-
Sangkulirang
4
10,5
555,72
5
Kecamatan
Kekurangan jalan (km)
Sangatta Utara Sangatta Selatan Rantau Pulung
Kebutuhan Kebutuhan Listrik Toko (KW) (unit) -
Sumber: hasil analisis, 2011 Dari banyaknya jenis infratruktur yang dibutuhkan, maka muncul kebutuhan prioritas berdasarkan kecamatan, untuk pengembangan sarana prasarana pertanian diurutkan berdasarkan yang paling prioritas, yakni : 1. Kaliorang 2. Sangkulirang Halaman 43 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
3. Rantau Pulung 4. Sangatta Selatan 5. Bengalon 6. Kaubun 7. Sangatta Utara Meskipun Sangatta utara memiliki kebutuhan panjang jalan terbesar, namun ia tidak menjadi prioritas pengembangan dalam konteks pengembanga pertanian, dikarenakan panjang jalan yang dibutuhkan lebih kepada mobilitas masyarakat dan bukan dalam rangka pengembangan pertanian pada kecamatan tersebut.
Halaman 44 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Bagian- 2
Konsep Pengembangan Agropolitan
Konsep agropolitan diartikan sebagai upaya pengembangan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem usaha agribisnis, yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Oleh karena itu suatu kawasan agropolitan tidak akan terlepas dari kawasan agribisnis. Kawasan agropolitan yang memiliki fungsi sebagai penghasil dan pengolah hasil pertanian, sedangkan kawasan agribisnis yang memiliki fungsi sebagai pasar. Definisi konsep agropolitan menurut Departemen Pekerjaan Umum berbasis RTRWN adalah: 1.
Kawasan agropolitan diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membetuk Kawasan Agropolitan.
2.
Produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) kepasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.
Konsep pengembangan agropolitan pada dasarnya merupakan konsep pengembangan suatu wilayah dengan basis pembangunan ekonomi sektor pertanian. Konsep ini merupakan salah satu konsep pengembangan wilayah yang bottom-up, artinya masyarakat tidak hanya sebagai objek melainkan juga memiliki peran penting dalam pengembangan wilayahnya. Konsep ini kebalikan dari konsep top-down, dimana aktor utama dalam pengembangan wilayah adalah pemerintah. Pelaksanakan konsep agropolitan adalah dengan mensinergikan berbagai potensi lokal/wilayah, yang berbasis kerakyatan, dan digerakkan juga oleh sumber daya manusia lokal. Pada konsep ini, dengan adanya peran aktif dari masyarakat, bukan berarti pemerintah tidak memilki andil. Fungsi dari pemerintah dalam konsep ini adalah sebagai fasilitator dan juga memegang fungsi pengawasan. Karakteristik agropolitan antara lain: Halaman 45 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
1. Skala geografi relatif kecil 2. Proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang bersifat otonom dan mandiri berdasarkan partisipatif masyarakat lokal 3. Diversifikasi tenaga kerja pedesaan pada sektor pertanian dan non pertanian menekankan pada pertumbuhan industri kecil 4. Adanya hubungan fungsional industri pedesaan-perkotaan dan linkage dengan sumberdaya ekonomi lokal 5. Pemanfaatan dan peningkatan kemampuan sumberdaya dan teknologi lokal. 2.1 Kelembagaan Pengelolaan Agropolitan Pembangunan wilayah agropolitan berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Di dalam aspek sosial salah satu faktor pendukungnya adalah kelembagaan. Kelembagaan merupakan landasan bagi berbagai fungsi layanan dan aliran manfaat untuk mendukung pembangunan agropolitan. Keterkaitan antara pembangunan agropolitan dan kelembagaan terlihat pada gambar di bawah ini. Gambar 29 Kelembagaan dalam Konsep Pengembangan Agropolitan
Sumber : www.kutaitimur.go.id; dalam Iwan Nugroho, 2006
Halaman 46 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Menurut Williamson, 1995, unsur penting dalam kelembagaan adalah made of organization dan uncertainty. Mode of organization berhubungan dengan alternatif dalam sistem produksi, antara lain membuat atau membeli (produk antara), menggunakan modal sendiri atau utang (dalam pasar kredit), tingkat upah (dalam pasar tenaga kerja), dan dukungan regulasi (dalam privatisasi). Uncertainty berhubungan
dengan
risiko-risiko,
yang
menyertai
kontrak
termasuk
pula
administration cost (korupsi dan rent seeker), beragam policy jangka pendek dan jangka panjang (seperti pajak, pricing policy, kuota, atau pembatasan lainnya) yang menyebabkan distorsi dan depresiasi aset. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan aspek kelembagaan dalam pengembangan suatu kawasan agropolitan menjadi sangat penting. Oleh karena itu, pada subbab ini dilakukan kajian rencana aspek kelembagaan yang mendukung konsep pengembangan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Rencana kelembagaan ini merupakan hasil desk study berbagai rencana kelembagaan di wilayah lain yang telah menerapkan konsep pengembangan agropolitan. Fungsi kelembagaan menjadi salah satu aspek utama yang mendukung pelaksanaan pembangunan suatu wilayah. Peran dari kelembagaan adalah sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas program pembangunan. Kelembagaan dalam pembangunan suatu wilayah terdiri dari pemerintah, swasta maupun masyarakat. Dalam pembangunan daerah, kelembagaan merupakan pelaku utama dalam merencanakan dan membangun wilayah meliputi berbagai pengelolaannya, serta membangun masyarakat dan sumber daya agar pembangunan daerah dapat berkesinambungan dan berkelanjutan. Hal ini berarti, kelembagaan mengatur dua elemen pokok, yaitu potensi dan fisik kota, serta pemberdayaan masyarakat. Sebelum dapat merencanakan kelembagaan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur, terlebih dahulu akan dijelaskan kelembagaan yang telah ada di Kabupaten Kutai Timur yang mendukung konsep agropolitan. Pada subbab selanjutnya, dilakukan rencana kelembagaan yang dapat diterapkan di Kabupaten Kutai Timur untuk mendukung konsep agropolitan. Kajian kelembagaan agropolitan yang akan direncanakan
menggunakan
hasil
identifikasi
Halaman 47 dari 106
konsep
kelembagaan
dalam
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
pengembangan wilayah agropolitan di Kecamatan Pangalengan sebagai role model, namun hasilnya akan disesuaikan kembali dengan kondisi di Kabupaten Kutai Timur. Sehingga diharapkan rencana aspek kelembagaan yang dihasilkan dapat sesuai dengan konsep agropolitan yang dapat diterapkan di Kabupaten Kutai Timur. 2.1.1 Kelembagaan Terkait Agropolitan di Kabupaten Kutai Timur Konsep agropolitan di berbagai wilayah di Indonesia mungkin belum banyak direncanakan secara langsung. Namun, sebenarnya lembaga atau program yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan konsep agropolitan telah banyak terdapat di berbagai wilayah di Indonesia (Syahrani, 2001; dalam Nugroho, 2006). Misalnya keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) dan Badan Usaha Unit Desa (BUDD), yang dapat dipandang sebagai lembaga yang mendukung konsep agropolitan. Peran yang dilakukan kedua lembaga tersebut adalah meningkatkan aktifitas ekonomi di wilayah pedesaan melalui penyediaan sarana produksi (Saprodi) serta menampung hasil panen dari para petani. Selain itu terdapat program pendukung lainnya, seperti keberadaan Puskesma, Listrik Masuk Desa, dan pembangunan infrastruktur jalan. Program-program tersebut menjadi faktor pendukung secara langsung ataupun tidak langsung konsep agropolitan. Saat ini, konsep agropolitan berkembang menjadi sasaran yang lebih spesfifik. Misalnya untuk tujuan pemerataan kepadatan, maka dilakukan program transmigrasi. Untuk mempercepat ketertinggalan beberapa provinsi, dilakukan program Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET). Program yang mendorong keunggulan komparatif adalah program Pengembangan Kawasan sentra Produksi (KSP). Program-program tersebut sebenarnya merupakan bagian dari konsep agropolitan, namun dengan sasaran yang lebih detail. Seperti halnya di Kabupaten Kutai Timur, sebenarnya telah terdapat programprogram maupun lembaga yang secara langsung ataupun tidak langsung yang mendukung konsep agropolitan. Misalnya keberadaan Dai Pembangunan, PPL, Petani inti, kader koperasi, dan pembentukan Koperasi Unggul di kecamatan. Halaman 48 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Lembaga-lembaga tersebut sebenarnya menjadi potensi dan sekaligus kekuatan Kabupaten Kutai Timur dalam pengembangan wilayahnya dengan konsep agropolitan. Namun, seperti wilayah lain di Indonesia, keberadaan KUD dan lembaga lainnya tidak akan berjalan dengan baik jika tanpa pengawasan, organisasi yang baik, pelaksanaan kegiatan yang profesional, dan lain-lain. Selain itu, masih diperlukan beberapa lembaga lainnya yang dapat semakin mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Kutai Timur dengan konsep agropolitan. Penjelasan mengenai rencana kelembagaan yang dapat diterapkan di Kabupatenn Kutai Timur dijelaskan pada subbab selanjutnya. 2.1.2 Pengembangan Kelembagaan Agropolitan Kabupaten Kutai Timur Kunci utama dalam konsep agropolitan adalah kegiatan penghasil dan pengolahan hasil pertanian guna menambah nilai gunanya, baru kemudian dipasarkan. Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan lembaga-lembaga kelompok tani, industri kecil yang mengolah hasil tani, dan juga penguatan koperasi yang menjual hasil pertanian maupun hasil olahannya, Penguatan kelembagaan yang dilakukan seharusnya bertujuan utama untuk meningkatkan profesionalisme dan posisi tawar petani. Upaya yang dapat dilakukan untuk menguatkan kelembagaan dalam pengembangan agropolitan, antara lain: 1. Mengadakan dan mengorganisasikan kelompok tani Pembenahan organisasi kelompok tani perlu dilakukan, misalnya dengan mengelompokkan kelompok petani berdasarkan hasil komoditasnya yang anggotanya berasal dari lintas desa. Dengan demikian, diharapkan akan lebih dapat mengoptimalisasi hasil produksi pertanian dan menumbuhkan persaingan yang sehat. Adanya kegiatan petani yang dilakukan secara berkala di dalam organisasi/kelompok tani akan meningkatkan jalinan kerjasama antar petani.
Halaman 49 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
2. Meningkatkan kemampuan para petani dan kelompok tani Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani secara personal adalah dengan pelatihan atau sosialiasi mengenai bibit unggul, pemupukan, dan pelatihan lainnya guna meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian para petani. Selain itu perlu juga dilakukan pengembangan fungsi kelompok tani menjadi kelompok usaha koperasi. Untuk mengintegrasikan berbagai kelompok tani yang ada, maka perlu dilakukan pengembangan organisasi kelompok tani yang lebih besar, misalnya dengan mengadakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). 3. Mengembangkan kemitraan usaha Setelah dilakukan penguatan organisasi kelompok tani dan peningkatan kualitas dan produktivitas hasil produksi petani, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah dengan mengembangkan kemitraan antara para petani dengan pelaku agribisnis (swasta). Biasanya dalam penjualan hasil produksi pertanian yang tanpa diolah, dan dengan keberadaan tengkulak, maka para petani menjadi pihak yang dirugikan. Oleh karena itu untuk dapat meningkatkan nilai tambah, hasil produksi pertanian perlu diolah terlebih dahulu menjadi produk setengah jadi atau produk jadi, baru kemudian dijual. Namun, pengaturan harga jual dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penjualan lebih baik menjadi tanggung jawab Gapoktan atau asosiasi lain yang dibentuk para petani. Dengan demikian, diharapkan akan mengurangi atau menghilangkan fungsi tengkulak. Dalam melakukan kemitraan, perlu diperhatikan prinsip-prinsip kemitraan, yakni: Terdapat pelaku kemitraan, yaitu petani, kelompok tani, pengusaha, dan pemerintah Terdapat kebutuhan dan kepentingan bersama dari para pelaku agribisnis Terdapat kerjasama dan kemitraan yang seimbang dan saling menguntungkan.
Halaman 50 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Selain
lembaga-lembaga
mengembangkan
kawasan
yang
telah
agropolitan
disebutkan terdapat
diatas,
beberapa
dalam lembaga
pendukung lainnya yang menentukan. Lembaga-lembaga pendukung tersebut antara lain pemerintah, lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran dan distribusi, koperasi, lembaga pendidikan formal dan informal, lembaga penyuluhan pertanian lapangan, dan lembaga penjamin dan penanggungan risiko. Peran dan fungsi masing-masing lembaga adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Dengan kewenangan regulasi yang dimiliki pemerintah, maka peran dari pemerintah
adalah
menentukan
kebijakan
arah
dan
strategi
pengembangan agropolitan dan agribisnis. Pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan usaha agribisnis yang kondusif dan memihak pada para petani lokal. Misalnya, pemerintah menjadikan kawasan agropolitan sebagai lumbung suatu komoditas tertentu ataupun dengan membatasi impor hasil pertanian yang sama dengan yang dihasilkan kawasan agropolitan. Berbagai regulasi pemerintah yang mendukung kawasan agropolitan, antara lain: a. Regulasi untuk menjamin terciptanya lingkungan bisnis yang kompetitif dan mencegah monopoli dan kartel. b. Regulasi
untuk
mengontrol
kondisi-kondisi
monopoli
yang
diizinkan, seperti Bulog yang menangani komoditas stratgeis dan beberapa badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola usaha utilitas publik. c. Regulasi untuk fasilitas perdagangan, termasuk ekspor dan impor. d. Regulasi dalam penyediaan pelayanan publik, terutama untuk fasilitas layanan yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan agribisnis. e. Regulasi untuk proteksi, baik proteksi terhadap konsumen maupun produsen. Halaman 51 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
f. Regulasi yang terkait langsung dengan harga komoditas agribisnis, input-input agribisnis, dan berbagai peralatan agribisnis. g. Regulasi terhadap peningkatan ekonomi dan kemajuan sosial. h. Regulasi terhadap sistem pembiayaan agribisnis, seperti pemodalan dari perbankan, pasar modal, modal ventura, leasing, dan lain-lain. i. Regulasi terhadap sistem penanggungan risiko agribisnis, seperti keberadaan asuransi pertanian dan bursa komoditas dengan berbagai instrumennya, seperti future contract, hedging, option market, dan lain-lain. 2. Lembaga Pemasaran dan Distribusi Dalam konsep agropolitan, lembaga pemasaran dan distribusi menjadi perantara antara para petani yang menghasilkan produk pertanian dengan para konsumen pengguna yang membutuhkan produk. Karena lembaga ini menjadi penentu utama besarnya marjin antara harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen, maka diperlukan adanya pembinaan terhadap lembaga pemasaran dan distribusi agar tercipta pembagian keuntungan yang adil dari semua nilai tambah yang tercipta. Lembaga pemasaran dan distribusi yang paling umum adalah pedagang di pasar kecamatan ataupun pasar induk. Alur pemasaran yang umum dilakukan digambarkan seperti gambar di bawah.
Halaman 52 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 30 Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian dengan Pasar
Sumber : Iwan Setiajie Anugrah, 2004 Lembaga lainnya yang dapat berperan sebagai lembaga pemasaran dan distribusi adalah pasar lelang. Alur pemasaran yang dilakukan jika terdapat pasar lelang adalah hasil produksi dari para petani dikoordinir ketua kelompok tani. Ketua kelompok tani akan memiliki data dan sampel produk yang akan ditawarkan pada pembeli melalui pasar lelang. Setelah menyerahkan sampel tersebut ke petugas lelang, ketua kelompok tani mengetahui harga pasar yang terbentuk.
Halaman 53 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 31 Aliran Pemasaran Komoditas Pertanian dengan Pasar Lelang
Sumber : Iwan Setiajie Anugrah, 2004 Fungsi pasar lelang adalah untuk mempertemukan antara pedagang (dalam hal ini sebagai pembeli) dengan komoditas yang ditawarkan oleh kelompok tani. Peran yang paling penting dari pasar lelang berkaitan dengan informasi harga pasar yang terjadi dengan patokan di tingkat pasar induk. Oleh karena itu jumlah luas tanam (pola tanam) dan perkiraan produksi di daerah produksi harus didata dan diketahui sebelumnya, sehingga para pedagang memperoleh informasi yang jelas. 3. Koperasi Dalam pengembangan konsep agropolitan, peran koperasi adalah sebagai penyalur input-input pertanian dan lembaga pemasaran hasilhasil pertanian. Koperasi yang berkaitan dengan usaha pertanian yang terdapat di Indonesia adalah Koperasi Unit Desa (KUD). KUD sebenarnya dapat berpotensi untuk menggantikan peran pemerintah sebagai sumber informasi pertanian pedesaan. Oleh karena itu perlu
Halaman 54 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
dilakukan penguatan dan pemberdayaan kembali KUD di Kabupaten Kutai Timur agar dapat mendukung konsep agropolitan. Selain KUD, sebenarnya terdapat jenis koperasi lain yang berperan dalam pengembangan konsep agropolitan, seperti koperasi susu, koperasi tahu tempe, dan lain-lain. Dapat menjadi suatu kekuatan pendukung pengembangan konsep agropolitan jika KUD dan koperasikoperasi lainnya yang terdapat di Kabupaten Kutai Timur dapat diberdayakan kembali. Di Indonesia, hampir setiap desa yang terdapat kegiatan pertanian memiliki KUD. Keberadaan KUD yang terdapat di hampir seluruh desa ini menjadi salah satu kekuatan distribusi dan komunikasi yang efektif dalam jaringan pengembangan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Namun, keberadaan KUD yang banyak tidak menjadi ukuran keberhasilan kegiatan pertanian di seluruh wilayah. Hal ini karena banyak KUD yang tidak berdaya untuk membantu pengembangan agropolitan. Dari hasil desk study, diketahui beberapa hal yang menjadi penghambat berkembanganya KUD antara lain: KUD banyak dibentuk hanya untuk memenuhi program pemerintah, bukan karena kesadaran anggota sendiri. Pemodalan KUD sangat terbatas, apalagi akses pada lembaga pembiayaan yang sangat kecil. Masyarakat di daerah kurang merasa memiliki dan kurang partisipatif dalam operasional usaha KUD. Banyak KUD yang hanya membawa slogan sebagai badan ekonomi rakyat, namun dalam operasinya kurang didukung oleh partisipasi rakyat. Para pengurus dan pagawai KUD tidak profesional dalam menjalankan usaha, sehingga banyak KUD yang tidak berjalan sama sekali.
Halaman 55 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
4. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal Aspek sumber daya manusia merupakan aspek utama dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan pada konsep agropolitan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada dasarnya konsep agropolitan merupakan konsep pengembangan wilayah yang bertumpu pada pengembangan dan pengoptimalisasian sumber daya alam lokal dengan sumber daya manusia lokal sebagai aktor utamanya. Oleh karena itu peran pendidikan dan latihan menjadi sangat penting. Dengan adanya lembaga pendidikan formal dan informal yang baik dan sesuai kebutuhan, maka diharapkan masyarakat dapat lebih meningkatkan nilai tambah hasil pertaniannya, dapat mengelola dan memiliki kemampuan manajerial, serta mampu menjadi usahawan untuk memasarkan hasil produksinya dengan baik. 5. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan Lembaga penyuluh pertanian lapangan memiliki peran sebagai penyuluh pada para petani mengenai cara bertani yang baik, juga sebagai fasilitator dan konsultan pertanian bagi masyarakat. Salah satu bentuk keberhasilan dari lembaga ini adalah swasembada beras di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun, yakni dari tahun 1983 hingga 1992. Penyuluh pertanian lapangan (PPL) pada program tersebut dengan konsisten memperkenalkan berbagai program peningkatan produksi pangan yang dicanangkan oleh pemerintah dan membimbing dalam pelaksanaannya, seperti bimas, inmas, insus, supra insus, dan lain-lain. Namun perananan lembaga penyuluh pertanian lapangan tersebut saat ini menurun. Oleh karena itu perlu adanya penataan dan pemberdayaan kembali, serta mendeskripsikan kembali tugas lembaga tersebut. Dengan demikian,
diharapkan
lembaga
ini
dapat
meningkatkan
hasil
produktivitas pertanian. 6. Lembaga Riset Peran dari lembaga riset dalam pengembangan agribisnis, misalnya pada usaha diversifikasi olahan komoditas ekspor. Hampir seluruh wilayah di Halaman 56 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indonesia sebenarnya memiliki anugerah alam yang melimpah. Namun kekayaan tersebut tidak akan bermanfaat banyak jika disertai penanganan khusus dan kejelian untuk melihat peluang. Peran dari lembaga riset ini ternyata belum menggembirakan dan jauh ketinggalan dibandingkan negara lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemberdayaan lembaga riset dalam pengembangan agribisnis dalam upaya meraih keunggulan bersaing produk-produk agropolitan yang dihasilkan. 7. Lembaga Penjamin dan Penanggungan Risiko Pada setiap kegiatan ekonomi, pasti terdapat risiko. Termasuk di bidang agribisnis,
juga
terdapat
risiko.
Untuk
dapat
mengatasi
dan
menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran para pelaku bisnis dalam bidang agribisnis, maka diperlukan lembaga penjamin risiko. Contoh dari lembaga penjamin risiko agribisnis adalah asuransi pertanian. Pengadaan lembaga ini sangat tepat dilakukan di Kabupaten Kutai Timur, guna memberikan sarana penjaminan berbagai risiko dalam agribisnis dan industri pengolahannya. 8. Kelompok Kerja Pertanian Pada konsep agropolitan, diperlukan
adanya kerjasama antara
masyarakat (termasuk para petani), swasta, maupun pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (SKPD). Perlu adanya sinkronisasi program-program terkait pertanian yang dilaksanakan oleh berbagai stakeholder tersebut. Oleh karena itu diperlukan adanya kelompok kerja yang mempersatukan dan mensinkronisasikan program pertanian
dari
masing-masing
stakeholder
tersebut.
Kedudukan
Kelompok Kerja Pertanian tersebut dapat berada di dalam institusi Bappeda.
Halaman 57 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
2.2 Faktor Utama Pengembangan Konsep Agropolitan di Kutai Timur Untuk menentukan faktor utama yang menentukan pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur, metode yang dilakukan adalah dengan kuesioner pada para ahli, yang dalam hal ini adalah instansi terkait di Kabupaten Kutai Timur. Instansi terkait tersebut antara lain Bappeda, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Badan Penanaman Modal Daerah, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dalam konsep Pengembangan Ekonomi Lokal, terdapat enam faktor utama pendorong, yakni : 1. Kelompok sasaran Prinsip dari pelibatan kelompok sasaran adalah harus mempertimbangkan stakeholders kunci pelaku usaha yang ada dalam kegiatan ekonomi lokal tersebut, yang mencakup pelaku usaha lokal, pelaku usaha baru, dan investor luar. 2. Faktor lokasi Mengacu berdasarkan kedalaman ruang lingkup ekonominya, terdapat tiga faktor lokasi utama yaitu : a. Faktor lokasi terukur, Indikator: akses ke dan dari lokasi, akses ke pelabuhan laut dan udara, sarana transportasi, infrastruktur komunikasi, infrastruktur energi, ketersediaan air bersih, tenaga kerja terampil, dan jumlah lembaga keuangan lokal. b. Faktor lokasi tidak terukur pelaku usaha, Indikator:peluang kerjasaman dan lembaga Penelitian. c. Faktorlokasi tidak terukur individual, Indikator: kualitas permukiman, lingkungan, fasilitas pendidikan dan pelatihan, pelayanan kesehatan, fasos dan fasum, serta etos kerja SDM. 3. Kesinergian dan fokus kebijakan Tiga prinsip utama yang perlu dipertimbangkan, yaitu: a. Perluasan ekonomi, Indikator kebijakan: iklim investasi, promosi, persaingan usaha, peran Perusahaan Daerah, jaringan usaha, informasi tenaga kerja dan pengembangan keahlian Halaman 58 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
b. Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan komunitas, Indikator kebijakan:
berbasis
kemitraan
swasta,
dan
keberpihakan
pada
pengurangan kemiskinan. c. Pembangunan wilayah, Indikator utama: kebijakan kawasan industri, pusat pertumbuhan, pengembangan Komunitas, kerjasama antardaerah, tataruang PEL, jaringan usaha antarsentra, dan sistem industri berkelanjutan. 4. Pembangunan berkelanjutan Konsepsi pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga pondasi utama yaitu : a. Aspek
ekonomi,
Indikator:
pengembangan
Industri
pendukung,
perusahaan dengan Business Plan, dan inovasi perusahaan. b. Aspek lingkungan, Indikator: penerapan AMDAL, koservasi sumber daya alam, dan kegiatan daur ulang. c. Aspek sosial, Indikator : kontribusi PEL terhadap kesejahteraan masyarakat, PEL dan adat / kelembagaan lokal. 5. Tata pemerintahan Terdapat tiga indikator kunci dalam perwujudan tata kepemerintahan yaitu: a. Kemitraan pemerintah dan dunia usaha, indikator: infrastruktur, promosi dan perdagangan, serta pembiayaan. b. Pengembangan organisasi, indikator: asosiasi industri yang mencakup status, peran, dan manfaat. c. Reformasi
sektor
publik,
indikator:
reformasi
sistem
insentif,
restrukturisasi organisasi pemerintahan, dan prosedur pelayanan publik. 6. Proses manajemen Dalam proses manajemen PEL, hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana keterlibatan partisipatif masyarakat dalam berbagai proses manajemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi.
Halaman 59 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
a. Diagnosis partisipatif, indikator: analisis dan Pemetaan PEL yang mencakup potensi ekonomi, daya saing, kondisi politis lokal, serta identifikasi stakeholder. b. Manajemen
perencanaan
dan
pelaksanaan,
indikator
:jumlah
stakeholder, sinkronisasi (sektoral dan spasial), dan implementasi perencanaan dalam hal pelibatan. c. Monitoring dan evaluasi, indikator: frekuensi monitoring, evaluasi, dan diskusi pemecahan masalah, dan rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap perencanaan yang akan datang. Keenam faktor tersebut, kemudian ditanyakan tingkat kepentingannya dalam pengembangan ekonomi lokal (dengan pengembangan konsep agropolitan) pada 8 dinas terkait yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk dapat menghasilkan hirarki atau peringkat faktor utama penentu pengembangan ekonomi lokal dengan konsep agropolitan, maka perlu diketahui hasil penilaian total untuk masing-masing faktor. Namun, karena stakeholder yang memberikan penilaian beragam keterkaitannya dan tupoksinya dengan konsep pengembangan ekonomi lokal, maka setiap stakeholder dibobotkan. Pembobotan yang diberikan disesuaikan dengan tupoksi dan keterkaitan dengan konsep pengembangan ekonomi lokal dengan agropolitan. Hasil persepsi dari seluruh stakeholder kemudian dikalikan dengan bobot, sehingga dihasilkan nilai akhir dari masing-masing faktor. Hasil akhir penilaian masing-masing faktor kemudian di kategorikan. Kategori terdiri dari 3, yakni sangat penting, sedang, dan tidak pending. Hasil penilaian kategori untuk masing-masing faktor adalah sebagai berikut. Tabel 17 Hasil Nilai dan Kategori Masing-masing Faktor Faktor
A. Kelompok Sasaran
Indikator
Pelaku Usaha Lokal Pelaku Usaha baru
Atribut Ketersediaan Modal Promosi Peningkatan Teknologi Manajemen dan Kelembagaan pelatihan kewirausahaan
Nilai Akhir 1,325 1,25
PembuKategori latan 1 sangat penting 1 sangat penting
1,2875
1 sangat penting
Halaman 60 dari 106
1,55
2 sedang
1,25
1 sangat penting
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Faktor
Indikator
investor
Faktor lokasi terukur
B. Faktor Lokasi
Faktor lokasi tidak terukur pelaku usaha
Faktor lolasi tidak terukur individual
C. Kesinergian dan Fokus Kebijakan
Perluasan Ekonomi
Atribut pendampingan dan monitoring insentif kecepatan ijin kemudahan investasi informasi prospek bisnis kapasitas berusaha dan hukum keamanan kampanye pusat pelayanan investasi
Nilai Akhir 2,5
Pembulatan
Kategori
2 sedang
2,15 1,2
2 sedang 1 sangat penting
1,2
1 sangat penting
1,1
1 sangat penting
1,1
1 sangat penting
1,1 1,7
1 sangat penting 2 sedang
1,5
1 sangat penting
1
1 sangat penting
1,05
1 sangat penting
1,1
1 sangat penting
akses ke dan dari lokasi akses ke pelabuhan laut dan udara sarana transportasi infrstruktur komunikasi infrastruktur energi tenaga kerja terampil jumlah lembaga keuangan lokal peluang kerja sama
1,0501
1 sangat penting
lembaga penelitian
1,4
1 sangat penting
kualitas permukiman lingkungan fasilitas pendidikan dan pelatihan pelayanan kesehatan fasos dan fasum etos kerja SDM iklim investasi promosi persaingan usaha peran pemerintah daerah jaringan usaha informasi tenaga
1,65
2 sedang
1,05
1 sangat penting
1,7
2 sedang
2,1
2 sedang
2,15
2 sedang
1,55
2 sedang
1,65
2 sedang
1,35
1 sangat penting
1,7 1,55
2 sedang 2 sedang
1,3 1,15 1,7
1 sangat penting 1 sangat penting 2 sedang
1,1
1 sangat penting
1,5 1,675
1 sangat penting 2 sedang
Halaman 61 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Faktor
Indikator
pemberdayaan masyarakat dan pengembang an komunitas
aspek pembangunan wilayah
Ekonomi
D. Pembangunan Berkelanjutan
Lingkungan
Sosial
E. Tata Kepemerintahan
kemitraan pemerintah dan swasta pengembang an organisasi
Atribut kerja pengembangan keahlian kegiatan berbasis kemitraan swasta keberpihakan pengurangan kemiskinan kebijakan kawasan industri pusat pertumbuhan pengembangan komunitas kerjasama antar daerah tata ruang PEL jaringan usaha antar sentra sistem industri berkelanjutan pengembangan industri pendukung perusahaan dengan business plan inovasi perusahaan penerapan AMDAL konservasi sumber daya alam kegiatan daur ulang Kontribusi PEL terhadap kesejahteraan masyarakat keberadaan adat/kelembagaan lokal infrastruktur promosi dan perdagangan pembiayaan status asosiasi industri peran asosiasi industri manfaat aosiasi
Nilai Akhir 2,2 1,05 1,575
Pembulatan
Kategori
2 sedang 1 sangat penting 2 sedang
1,3
1 sangat penting
1,5
1 sangat penting
1,95
2 sedang
1,85
2 sedang
1,15
1 sangat penting
1,1501
1 sangat penting
2
2 sedang
1,299
1 sangat penting
1,4
1 sangat penting
1,4 1,05
1 sangat penting 1 sangat penting
1,05
1 sangat penting
1,85
2 sedang
1,4666 66667 1,575
1 sangat penting
2 sedang
1,1
1 sangat penting
1,1
1 sangat penting
1,2
1 sangat penting
1,675
2 sedang
1,675
2 sedang
1,725
2 sedang
Halaman 62 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Faktor
Indikator
reformasi sektor publik
Diagnosis partisipatif
F. Proses Manajemen
perencanaan dan pelaksanaan partisipatif
monitoring dan evaluasi
Atribut industri sistem insentif restrukturisasi organisasi pemerintahan prosedur pelayanan publik analisis potensi dan daya saing ekonomi pemetaan kondisi politis lokal identifikasi stakeholders jumlah stakeholders sinkronisasi (sektoral dan spasial) Implementasi perencanaan yang melibatkan masyarakat frekuensi monitoring dan evaluasi diskusi pemecahan masalah rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi terhadap perencanan
Nilai Akhir
Pembulatan
Kategori
1,65
2 sedang
1,85
2 sedang
1,7
2 sedang
1,425
1 sangat penting
1,35
1 sangat penting
1,6
2 sedang
1,4
1 sangat penting
1,25
1 sangat penting
1,2
1 sangat penting
1,15
1 sangat penting
1,425
1 sangat penting
1,15
1 sangat penting
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2011
Dari hasil pengkategorian masing-masing faktor seperti pada tabel diatas, selanjutnya dilakukan analisis frekuensi masing-masing kategori untuk setiap faktor, Hasilnya adalah berupa hirarki atau urutan antara 6 faktor tersebut dari yang paling dianggap penting hingga kurang penting. Hasil perhitungan frekuensi adalah sebagai berikut.
Halaman 63 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 18 Frekuensi Kategori Masing-masing Faktor No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kategori Sgt Penting Sedang Tdk Penting 10 4 0 7 9 0
Faktor Kelompok sasaran Faktor Lokasi Kesinergian dan fokus kebijakan Pembangunan berkelanjutan Tata kepermintahan Proses manajemen
Frekuensi (%) 71,42857 43,75
9
7
0
56,25
6 3 8
2 6 2
0 0 0
75 33,33333 80
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011 Hasil perhitungan frekuensi untuk masing-masing faktor, diketahui bahwa faktor “proses manajemen” memiliki frekuensi jawaban kategori sangat penting yang lebih tinggi, yakni 80%. Hal ini karena 8 jawaban menyatakan sangat penting, dan hanya 2 yang menjawab sedang. Sedangkan faktor ‘kelompok sasaran”, walaupun memiliki jumlah jawaban kategori sangat penting lebih banyak dari faktor “proses manajemen”, namun jumlah jawaban kategori sedang juga lebih banyak dibandingkan faktor “proses manajemen”. Oleh karena itu perhitungan frekuensi pada faktor “kelompok sasaran” lebih rendah dibandingkan faktor “proses manajemen”. Gambar 32 Grafik Frekuensi Kategori pada Masing-masing Faktor Proses manajemen Tata kepermintahan Pembangunan berkelanjutan Kesinergian dan fokus kebijakan Faktor Lokasi Kelompok sasaran 0%
20%
Sangat Penting
40% Sedang
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2011
Halaman 64 dari 106
60%
80%
100%
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Jika diurutkan berdasarkan frakuensi jawaban kategori sangat penting terhadap total jawaban pada masing-masing faktor, adalah sebagai berikut: 1. Proses manajemen 2. Pembangunan berkelanjutan 3. Kelompok sasaran 4. Kesinergian dan fokus kebijakan 5. Faktor lokasi 6. Tata kepemerintahan Hasil perhitungan frekuensi kategori masing-masing faktor menunjukkan bahwa faktor yang dianggap paling penting dalam pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur adalah faktor proses manajemen. Diagnosis partisipatif, perencanaan dan pelaksanaan partisipatif, serta monitoring dan evaluasi merupakan hal yang paling dianggap penting dan paling dipertimbangkan dalam pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Sedangkan faktor tata kepemerintahan, yang terdiri dari kemitraan pemerintah swasta, pengembangan organisasi, serta reformasi sektor publik menjadi hal dianggap kurang penting dalam pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur, jika dibandingkan dengan kelima faktor utama lainnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa menurut stakeholder (dinas terkait), faktor yang paling penting dalam pengembangan konsep agropolitan di Kabupaten Kutai Timur adalah dimulai dari hal-hal yang berkaitan dengan partisipasi dan potensi SDM (masyarakat), hal-hal yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan dan inovasi pengembangan kegiatan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan pendukung kegiatan ekonomi (yang dilakukan swasta dan masyarakat), hal-hal yang berkaitan dengan infrastruktur, dan yang terakhir adalah kelembagaan dan pembiayaan (kerjasama pemerintah dan swasta).
Halaman 65 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Bagian- 3
Program dan Indikasi Biaya
3.1 Sinkronisasi Program Sektoral Dalam pengembangan agropolitan diperlukan sebuah sinergi antara program-program yang dimiliki oleh pemerintah. Dalam arti luas, Kelembagaan pemerintah merupakan landasan bagi berbagai fungsi layanan dan aliran manfaat untuk mendukung pembangunan agropolitan. Unsur penting di dalam kelembagaan (Williamson, 1995) adalah mode of organization dan uncertainty. Mode of organization, berhubungan dengan altematif dalam sistem produksi antara lain membuat atau membeli (produk antara), menggunakan modal sendiri atau utang (dalam pasar kredit), tingkat upah (dalam pasar tenaga kerja), dan dukungan (de) regulasi (dalam privatisasi). Uncertainty berhubungan dengan risiko-risiko (investment hazard), yang menyertai kontrak termasuk pula administration cost (kompensasi dalam transaction cost), demoralization cost (korupsi dan rent seeker), dan beragam policy jangka pendek dan jangka panjang (seperti pajak, pricing policy, kuota, atau pembatasan lainnya) yang menyebabkan distorsi dan depresiasi aset. Lapangan studi untuk mendukung pengembangan kelembagaan ini sangat meluas mengikuti sistem produksi yang ada dalam wilayah agropolitan, yang difokuskan dalam analisis kebijakan. Berdasarkan karakteristik kecamatan yang telah dilakukan pada laporan antara maupun bagian ke 1 dapat kita lihat bahwa disamping dimensi-dimensi kebijakan yang menjadi koridor dalam penyusunan program maka kebijakan-kebijakan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam pendekatan spasial. Arah pengembangan Agropolitan Kabupaten Kutai Timur, dapat dikelompokkan kedalam tiga fungsi utama kluster, yaitu (1) zona produksi, (2) zona distribusi dan perdagangan, dan (3) zona pengolahan nilai tambah. Adapun ketiga kluster tersebut tampak sebagai berikut.
Halaman 66 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Gambar 33 Konsep Pengembangan Agropolitan Kutai Timur Berdasarkan Potensi dan Kondisi Kecamatan
Berdasarkan analisis rencana strategis dan rencana kerja pada dinas-dinas yang diidentifikasikan memiliki kewenangan dan terkait dengan penyelenggaraan agropolitan diperoleh matriks yang berisi sinkronisasi program terkait agropolitan seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
Halaman 67 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 19 Program - Program yang Terkait dengan Konsep Agropolitan Zona
ZONA PRODUKSI
Program Dinas / Instansi Terkait
Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan terhadap konsumsi beras serta mengoptimalkan bahan pangan lainnya.
Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas
Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/ perkebunan
Rehabilitasi hutan, lahan dan konservasi sumber daya hutan
Program Pemanfaatan Ruang
Diversifikasi aneka produk hasil perikanan
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat
Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro Kecil Menengah
Program pemberdayaan penyuluh pertanian/perkebunan lapa-
Perlindung an dan pengamanan hutan
Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Peningkatan ketahanan pangan masyarakat Kutai Timur yang berbasis pada sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal dan perwilayahan komoditas pertanian. Tersedianya cadangan pangan sesuai dengan jenis dan jumlah
Peningkatan kemampuan/ kualitas SDM pertanian, Peningkatan kemampuan
Halaman 68 dari 106
Fasilitasi Pelatihan permodalan Teknologi bagi usaha Pasca Panen mikro kecil dan menengah di perdesaan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
petani secara individu maupun kelompok Melindungi komoditas hortikultura dari tekanan impor maupun perlindungan terhadap OPT Pemanfaatan perkarangan untuk pengembangan pangan
ngan
Pengembangan desa mandiri
Peningkatan Kapasitas Sumber
Dishut
Bappeda
DKP
BKPD
Bappemas
yang diperlukan
Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan
Pembinaan kelompok masyarakat pembangunan desa
Program Peningkatan Pemanfaatan Potensi Lahan
Pemasyarakatan dan pengembangan kerjasama penetapan teknologi tepat guna (TTG) di kawasan perdesaan
Halaman 69 dari 106
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak pangan Pengembangan pertanian pada lahan kering Pengembangan sentra/ kawasan produksi hortikultura serta penetapan komoditas unggulan pada tiap sentra/ kawasan pengembangan Meningkatkan ketersediaan benih ungul bermutu dan pupuk/pestisida,
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Daya Manusia
Pengembangan Informasi Data Statistik dan Sistem Pelaporan Perkebunan
Halaman 70 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Penyediaan sarana produksi pertanian dan Pengembangan bibit unggul pertanian serta adanya Sertifikasi bibit unggul pertanian Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian. Pengembangan usaha pertanian dengan konsep pengembangan agrobisnis agar meningkatkan Halaman 71 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
ZONA PENGOLAH
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak kelayakan dalam pengembangan pedesaan dan perekonomian daerah, diantaranya pemetaan potensi hasil pertanian. Pembangunan,Peningkatan dan Rehabilitasi Irigasi/TAM Pengembangan usaha per tanian dengan konsep pengembangan agrobisnis agar meningkatkan kelayakan dalam pengemba-
BPMD
Disbun
Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas
Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/ perkebunan
Dishut
Bappeda
Pengelola- Program an hutan Pemanfalestari unatan Ruang tuk kepentingan ekonomi, pendidikan dan penelitian
Halaman 72 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
Optmalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan
Tata kerja dan kelembagaan penyuluhan yang berorientasi kepada Satuan Wilayah Kerja Penyuluhan dan Kebutuhan
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat
KUKM
Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak ngan perdesaan dan perekonomian daerah, diantaranya pemetaan potensi hasil pertanian Penyusunan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk pertanian, misalnya dorongan dan insentif pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan melindungi petani dari persaingan yang tidak sehat.
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Pelatihan keterampilan usaha pertanian dan peternakan
Pelatihan Tekhnologi Pasca Panen
Petani setempat
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Halaman 73 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian.
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Pengembangan Informasi Data Statistik dan Sistem Pelaporan Perkebunan
DKP
BKPD
Bappemas Pelatihan keterampilan manajemen badan usaha milik desa (BUMDES)
Pembangunan pusat-pusat penampungan produksi hasil peternakan masyarakat
pembinaan sarana dan prasarana perdesaan, pengembangan lembaga posyantekdes, Pengembangan infrastruktur/sarana-prasarana perdesaan
Penelitian dan pengembangan teknologi bioteknologi, teknologi budi daya, Penelitian dan pengembangan teknologi pasca panen Halaman 74 dari 106
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Koordinasi perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur pertanian dan perdesaan.
DKP
BKPD
Bappemas Pemasyarakatan dan pengembangan kerjasama penetapan teknologi tepat guna (TTG) di kawasan perdesaan
Peningkatan kemampuan/ kualitas SDM pertanian, Peningkatan kemampuan petani secara individu maupun kelompok untuk mampu memanfaatkan fasilitasi Pemerintah.
Halaman 75 dari 106
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Pengembangan sistem informasi pasar serta membuat Pengembangan model distribusi pangan yang efisien. Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian Pembangunan pusat-pusat penampungan produksi hasil pertanian masyarakat yang akan dipasarkan
Halaman 76 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
ZONA PEMAS ARAN
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Penguatan sistem pemasaran dan manajemen usaha untuk mengelola resiko usaha pertanian serta untuk mendukung pengembangan agroindustri. Menghidupkan dan memperkuat lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan akses petani terhadap sarana produktif. Membangun delivery sys-
Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas
Program Pengembangan Agribisnis Perkebunan
Pengelolaan hutan lestari untuk kepentingan ekonomi, pendidikan dan penelitian
Program Pengembangan data/informasi
Menciptakan sistem kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir atas dasar kemitraan dan kewirausahaa
Tata kerja dan kelembagaan penyuluhan yang berorientasi kepada Satuan Wilayah Kerja Penyuluhan dan Kebutuhan Petani setempat
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis dan masyarakat
Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan
Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Program Pemanfaatan Ruang
Optmalisasi Pengelolaam dan Pemasaran Produksi Perikanan
Pelatihan keterampilan usaha pertanian dan peternakan
Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro Kecil Menengah
Pengemban gan Infor-
Program Pengenda-
Kerja sama antara
Pelatihan keterampilan
Pelatihan Akutansi
Halaman 77 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak tem dukungan pemerintah untuk sektor pertanian, dan meningkatkan skala pengusahaan yang dapat meningkatkan posisi tawar petani. Peningkatan kemampuan petani secara individu maupun kelompok untuk mampu memanfaatkan fasilitasi Pemerintah Meningkatkan dinamika kelembagaan petani menuju kelompok usaha
BPMD
Disbun masi Data Statistik dan Sistem Pelaporan Perkebunan
Dishut
Bappeda
DKP
lian Pemanfaatan Ruang
usaha penangkapan, pembudidaya serta pengolahan secara bermitra
Mencari Informasi pasar/pelu ang pasar hasil produksi perikanan
BKPD
Bappemas manajemen badan usaha milik desa (BUMDES)
Pengembagan infrastruktur/ sarana-prasarana perdesaan
Pemasyarakatan dan pengembangan kerjasama penetapan teknologi tepat Halaman 78 dari 106
KUKM Koperasi
Penyuluhan Kelembagaan Dan Manajemen Perkoperasian
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
DKP
BKPD
Bappemas guna (TTG) di kawasan perdesaan
Penelitian dan pengembangan pemasaran hasil produksi pertanian Fasilitasi kerjasama regional/nasional/ internasional, penyediaan hasil produksi pertanian komplementer Pembangunan sarana dan prasarana pasar kecamatan/perdesaan produksi hasil pertanian Halaman 79 dari 106
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunan unggul daerah Penyuluhan pemasaran produksi pertanian/ perkebunan guna menghindari tengkulak dan sistem ijon Pembangunan pusat-pusat penampungan produksi hasil pertanian masyarakat yang akan dipasarkan Pengolahan informasi permintaan Halaman 80 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Zona
Program Dinas / Instansi Terkait Distannak
BPMD
Disbun
Dishut
Bappeda
pasar atas hasil produksi pertanian masyarakat Penyuluhan distribusi pemasaran atas hasil produksi pertanian masyarakat Penyuluhan kualitas dan teknis kemasan hasil produksi pertanian yang akan dipasarkan
Sumber : Hasil Analisis 2011
Halaman 81 dari 106
DKP
BKPD
Bappemas
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
3.2 Matriks Program dan Indikasi Biaya Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai program – program disetiap zona untuk kawasan agropolitan baik untuk zona produksi, zona pengolahan, zona pemasaran dan infrastruktur pendukungnya, dalam tabel dibawah ini nanti dapat membantu pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam mengambil kputusan atau kebijakan program apa yang harus dilakukan setiap SKPD atau dinas – dinas yang terkait untuk menunjang kegiatan agropolitan di Kabupaten Kutai Timur nantinya. Dengan menggunakan asumsi periode pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah yang menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menjalankan programprogramnya, maka dimensi waktu pada program dan indikasi biaya pengembangan agropolitan juga menggunakan dimensi waktu 5 tahun. Disamping itu, programprogram tersebut juga harus diprioritisasi berdasarkan urgensi serta kapasitas pembiayaan Pemerintah Daerah. Disini dapat kita lihat program apa yang harus kita utamakan dilihat dari waktu pelaksananya, waktu pelaksanaan setiap programnya dibagi menjadi 3 jenis yaitu : Cepat ( dilakukan pada 1 – 2 tahun awal ), Menengah (dilakukan pada 3 – 4 kedepan) dan Panjang (dilakukan pada tahun ke-5).
Halaman 82 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 20 Program Untuk Zona Produksi No
1
Program
Program untuk zona produksi
Sub Program Melakukan diversifikasi pangan untuk menurunkan ketergantungan terhadap konsumsi beras serta mengoptimalkan bahan pangan lainnya, dan Diversifikasi aneka produk hasil perikanan Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/perkebunan (Pemanfaatan perkarangan untuk pengembangan pangan) dengan Konsep Agrobisnis Pengembangan desa mandiri pangan Pengembangan pertanian pada lahan kering dan Meningkatkan ketersediaan benih ungul bermutu dan pupuk/pestisida Melindungi komoditas hortikultura dari tekanan impor maupun perlindungan terhadap OPT dan Pengembangan sentra/ kawasan produksi hortikultura serta penetapan komoditas unggulan pada tiap
Indikator Indikasi Biaya
Cepat
Waktu Menengah
Panjang
Dinas Yang Bertanggung Jawab 1. Dinas Perkebunan
9.196.681.200
X
2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Perikanan dan kelautan 1. Dinas Perkebunan
3.839.802.500
X
2. Dinas Pertanian Dan Peternakan 3. BKPD 1. Dinas Perkebunan
27.000.000.000
X
2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Perikanan dan Kelautan 4. Dinas KUKM
757.994.750
X
Halaman 83 dari 106
1. Dinas Pertanian dan Peternakan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No
Program
Sub Program
Indikator Indikasi Biaya
Cepat
2.980.795.450
X
sentra/ kawasan pengembangan
Penyediaan sarana produksi pertanian dan Pengembangan bibit unggul pertanian serta adanya Sertifikasi bibit unggul pertanian membangun delivery system dukungan pemerintah untuk sektor pertanian, dan meningkatkan skala pengusahaan yang dapat meningkatkan posisi tawar petani Pengembangan Informasi Data Statistik dan Sistem Pelaporan Perkebunan, Pertanian, dan perikanan Program Peningkatan Pemanfaatan Potensi Lahan dan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Waktu Menengah
Panjang
Dinas Yang Bertanggung Jawab
1. Dinas Pertanian dan Peternakan 1. Dinas Perkebunan
865.100.050
X
2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Perikanan dan Kelautan 1. Dinas Perkebunan
1.504.021.400
X
2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3.Dinas Perikanan dan Kelautan 1. Dinas Perkebunan
2.433.308.850
Halaman 84 dari 106
X
2.Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Perikanan dan Kelautan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No
Program
Sub Program
Pembinaan kelompok masyarakat pembangunan desa dan Fasilitasi permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah di perdesaan Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas Program Pemanfaatan Ruang dan Rehabilitasi hutan, lahan dan konservasi sumber daya hutan TOTAL ANGGARAN
Indikator Indikasi Biaya
Cepat
538.094.061
Waktu Menengah X
2.400.000.000
Bapemas, KUKM
X
901.482.600 49.436.485.411
Panjang
Halaman 85 dari 106
4
BPMD
1.Dinas Kehutanan
X 4
Dinas Yang Bertanggung Jawab
2.BAPPEDA 3
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 11 program yang terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu dekat atau cepat sebanyak 4 program yang dilakukan oleh 4 Dinas yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Peternakan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Di Kabupaten Kutai Timur, dengan total anggaran yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat sebesar Rp31.597.797.250,-. Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 4 program dan dinas yang terakit adalah : Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bappeda, BPMD ( Badan Penaman Modal Daerah ), BAPEMAS (Badan Pemberdayaan Masyrakat dan Desa) dan Dinas Kehutanan, dengan total anggaran sebesar Rp130.69.566.711,-, untuk program jangka panjang di zona produksi terdapat 3 Program dan Dinas yang terkait untuk program jangka panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan total anggaran untuk program jangka panjang sebesar Rp4.769.121.450,-. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program untuk Zona Pengolahan.
Halaman 86 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 21 Matriks Program dan Indikasi Biaya untuk Zona Pengolahan Indikator
No
2
Program
Program untuk zona pengolahan
Sub Program Penyusunan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing produk pertanian, misalnya dorongan dan insentif pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan melindungi petani dari persaingan yang tidak sehat. Pembinaan sarana dan prasarana perdesaan, pengembangan lembaga posyantekdes, dan Pengembagan infrastruktur/sarana-prasarana perdesaan Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga teknis ( Usaha Pertanian, perikanan ) dan masyarakat dan Penyelenggaraan Pelatihan Kewirausahaan serta pelatihan teknologi pasca produksi kepada masyarakat desa / petani Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas
Indikasi Biaya
1.257.214.350
Cepat
2.400.000.000
Halaman 87 dari 106
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan
X
12.861.644.377
1.050.543.493
WAKTU Menengah
1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3.Dinas Perikanan dan Kelautan
X
X
Bappemas, KUKM
X
BPMD
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program Pembangunan pusat-pusat penampungan produksi hasil pertanian, Peternakan, perkebunan dan perikanan masyarakat yang akan dipasarakan, dan Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian Pengembangan sistem informasi pasar serta membuat Pengembangan model distribusi pangan yang efisien. Penelitian dan pengembangan teknologi biotekhnologi, teknologi budi daya Penelitian dan pengembangan teknologi pasca panen Pelatihan keterampilan manajemen badan usaha milik desa (BUMDES) dan Pemasyarakatan dan pengembangan kerjasama penetapan teknologi tepat guna (TTG) di kawasan perdesaan
Indikasi Biaya
8.144.141.500
Cepat
1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan
X
X
Dinas yang Bertanggung Jawab 1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3.Dinas Perikanan dan Kelautan
X
8.230.946.500
Halaman 88 dari 106
Panjang
X
957.994.750
1.948.000.000
WAKTU Menengah
1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan
KUKM
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program Koordinasi perumusan kebijakan pertanahan dan infrastruktur pertanian dan perdesaan dan Tata kerja dan kelembagaan penyuluhan yang berorientasi kepada Satuan Wilatyah Kerja Penyuluhan dan Kebutuhan Petani setempat TOTAL ANGGARAN
Indikasi Biaya
Cepat
540.567.000
X
37.391.051.970
5
Sumber : Hasil Analisis 2011
Halaman 89 dari 106
WAKTU Menengah
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
1. Dinas Pertanian dan Peternakan 2. BKPD
2
2
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 9 program yang terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu dekat atau cepat sebanyak 5 program yang dilakukan oleh 6 Dinas yaitu Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BKPD ( Badan Ketahanan Pangan Daerah ), dan Bapemas ( Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ) Di Kabupaten Kutai Timur, dengan total anggaran yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat sebesar Rp12.940.466.343,- . Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 2 program dan dinas yang terakit adalah : Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas Perkebunan, dengan total anggaran sebesar Rp13.819.639.127,-, dan untuk program jangka panjang di zona produksi terdapat 2 Program dan Dinas yang terkait untuk program jangka panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan anggaran sebesar Rp10.630.946.500,-. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program untuk Zona Pemasaran.
Halaman 90 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 22 Matriks Program dan Indikasi Biaya untuk Zona Pemasaran Indikator
No
3
Program
Program untuk Zona Pemasaran
Sub Program Penguatan sistem pemasaran dan manajemen usaha untuk mengelola resiko usaha pertanian serta untuk mendukung pengembangan agroindustri. Menghidupkan dan memperkuat lembaga pertanian dan perdesaan untuk meningkatkan akses petani terhadap sarana produktif. Serta Tata kerja dan kelembagaan penyuluhan yang berorientasi kepada Satuan Wilatyah Kerja Pembangunan sarana dan prasarana pasar kecamatan/perdesaan produksi hasil pertanian Kerja sama antara usaha
Indikasi Biaya
278.029.850
Cepat
Waktu Menengah
1. Dinas Perkebunan, 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3.Dinas Perikanan dan Kelautan
X
4.144.084.950
10.738.000.000
X Halaman 91 dari 106
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
X
1. Dinas Pertanian dan Peternakan 2. BKPD
X
1.KUKM 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. BAPPEDA 1. Dinas Kelautan dan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program penangkapan, pembudidayaanserta pengolahan secara bermitra dan Pemasyarakatan dan pengembangan kerjasama penetapan teknologi tepat guna (TTG) di kawasan perdesaan Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunan unggul daerah dan Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro Kecil Menengah Penyuluhan pemasaran produksi pertanian/perkebunan guna menghindari tengkulak dan sistem ijon dan Penyuluhan kualitas dan teknis kemasan hasil produksi pertanian yang akan dipasarkan
Indikasi Biaya
Cepat
Waktu Menengah
1.821.551.500
2.333.591.000
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab Perikanan 2. Bapemas
1. Dinas Perkebunan 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Kelautan dan Perikanan 4. KUKM
X
1.247.301.050
Halaman 92 dari 106
X
1. Dinas Perkebunan 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. Dinas Kelautan dan Perikanan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program
Peningkatan kemampuan petani secara individu maupun kelompok untuk mampu memanfaatkan fasilitasi Pemerintah dan pendidikan serta pengetahuan tentang teknologi pemasaran ke masyarakat / petani Peningkatan investasi dan ekspor non migas serta peningkatan daya saing dan revitalisasi pertanian dalam arti luas Pengembangan Informasi Data Statistik dan Sistem Pelaporan Perkebunan serta Pengolahan informasi permintaan pasar atas hasil produksi pertanian masyarakat Pengelolaan hutan lestari untuk kepen-tingan ekonomi, pen-didikan dan
Indikasi Biaya
899.285.150
Cepat
Waktu Menengah
1. Dinas Perkebunan 2. Dinas Pertanian dan Peternakan 3. KUKM 4. Bapemas
X
X
2.400.000.000
108.079.500
Panjang
Halaman 93 dari 106
1. BPMD
1. Dinas Perkebunan 2. Dinas Pertanian Peternakan
X
175.000.000
Dinas yang Bertanggung Jawab
X
1. Dinas Kehutanan
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program
Indikasi Biaya
Cepat
Waktu Menengah
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
peneli-tian dan pengendaian ruang agar tetap terjaga Pengembagan infrastruktur/saranaprasarana perdesaan TOTAL ANGGARAN
1.643.047.928 25.787.970.928
X 5
Sumber : Hasil Analisis 2011
Halaman 94 dari 106
4
2
1. Bapemas
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Dari data diatas dapat kita ketahui untuk zona produksi terdapat 11 program yang terkait di masing – masing SKPD, adapun program yang harus dilakukan dalam waktu dekat atau cepat sebanyak 5 program yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Bapemas Di Kabupaten Kutai Timur, dengan total anggaran yang harus dikeluarkan untuk program – program cepat sebesar Rp5.440.537.000,-. Program untuk jangkah menengah di Zona Produksi ada 4 program dan dinas yang terakit adalah: Dinas kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, Peternakan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bappeda, BKPD ( Badan Penaman Modal Daerah ), BAPEMAS ( Badan Pemberdayaan Masyrakat dan Desa), dengan total anggaran sebesar Rp16.304.386.000,-, untuk program jangka panjang di zona produksi terdapat 2 Program dan Dinas yang terkait untuk program jangka panjang adalah Dinas BPMD , Dinas Perkebunan, Dinas Kelautan dan Perikanan , Dinas Pertanian, Peternakan di Kabupaten Kutai Timur dengan anggaran sebesar Rp4.043.047.928,-. Berdasarkan hasil analisis terhadap empat jenis infrastruktur dalam proses pertanian, berikut akan dipaparkan hasil agregat kebutuhan infrastruktur pada kecamatan yang menjadi wilayah studi, yakni : Tabel 23 Perhitungan Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur Baru
42,52
Sarana irigasi (Ha) 2,1
15
-
289,95
-
-
-
1099,22
-
Bengalon
-
82,5
564,21
-
Kaliorang
42
-
1006,88
4
Kaubun
-
-
35,28
-
Sangkulirang
4
10,5
555,72
5
Kecamatan Sangatta Utara Sangatta Selatan Rantau Pulung
Kekurangan jalan (km)
Sumber: hasil analisis, 2011
Halaman 95 dari 106
Kebutuhan Kebutuhan Listrik Toko (KW) (unit) -
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Dari banyaknya jenis infratruktur yang dibutuhkan, maka muncul kebutuhan prioritas berdasarkan kecamatan, untuk pengembangan sarana prasarana pertanian diurutkan berdasarkan yang paling prioritas, yakni : 1. Kaliorang 2. Sangkulirang 3. Rantau Pulung 4. Sangatta Selatan 5. Bengalon 6. Kaubun 7. SangattaUtara Berdasarkan urutan prioritas pengembangan infrastruktur tersebut menjadi masukan dalam
penentuan
prioritas
program
pengembangan
infrastruktur
penunjang
agropolitan di Kabupaten Kutai Timur. Pada tabel di bawah ini akan dijelaskan mengenai program-program Pengembangan Infrastruktur agropolitan.
Halaman 96 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Tabel 24 Program Pembangunan Infrastruktur Penunjang Agropolitan Indikator
No
4
Program
Pengembangan Infrastruktur Penunjang Agropolitan
Sub Program
Indikasi Biaya
Cepat
Waktu Menengah
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
Pengembangan Infrastruktur Jalan Kecamatan Sangatta Utara
8.504.000.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
Pengembangan Infrastruktur Irigasi Kecamatan Sangatta Utara
210.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
Pengembangan Infrastruktur Jalan Kecamatan Sangatta Selatan Pengembangan Infrastruktur Ketenaga listrikan Kecamatan Sangatta Selatan
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
8.698.500
X
1. PLN
Pengembangan Infrastruktur Ketenaga listrikan Kecamatan Rantau Pulung
32.976.000
X
1. PLN
Pengembangan Infrastruktur Irigasi Kecamatan Bengalon
8.250.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
3.000.000
Halaman 97 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program Pengembangan Infrastruktur Ketenaga listrikan Kecamatan Bengalon Pengembangan Infrastruktur Jalan Kecamatan Kaliorang Pengembangan Infrastruktur Ketenaga Listrikan Kecamatan Kaliorang Pengembangan Unit Perdagangan Kecamatan Kaliorang Pengembangan Infrastruktur Ketenaga listrikan Kecamatan Kaubun Pengembangan Infrastruktur Jalan Kecamatan Sangkulirang Pengembangan Infrastruktur Irigasi Kecamatan Sangkulirang
Indikasi Biaya
Cepat
30.206.400
400.000.000
Panjang
X
16.926.300
8.400.000.000
Waktu Menengah
Dinas yang Bertanggung Jawab
1. PLN
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
X
1. PLN
X
1. Dinas KUKM 2. BPMD
1.058.400
X
1. PLN
800.000.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
1.050.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
Halaman 98 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Indikator No
Program
Sub Program Pengembangan Infrastruktur Ketenaga listrikan Kecamatan Sangkulirang Pengembangan Unit Perdagangan Kecamatan Sangkulirang
TOTAL ANGGARAN
Indikasi Biaya
Cepat
Waktu Menengah
Panjang
Dinas yang Bertanggung Jawab
16.671.000
X
1. Dinas Pekerjaan Umum
500.000.000
X
1. Dinas KUKM 2. BPMD
18.723.046.600
7
Sumber : Hasil Analisis 2011
Halaman 99 dari 106
5
3
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
Bagian- 4
Kesimpulan dan Rekomendasi
Sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan kegiatan Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan, yang meliputi: Menganalisa dampak pengembangan agropolitan terhadap perekonomian wilayah; Menganalisa tingkat partisipasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan dikawasan agropolitan; Merumuskan strategi pembangunan yang dapat mendorong pengembangan kawasan agropolitan. Maka ada beberapa kesimpulan dan rekomendasi yang dapat diberkan dari kegiatan studi ini yakni sebagai berikut: 1. Terkait dengan keunggulan share sektor-sektor pertanian dengan melakukan komparasi antara kecamatan-kecamatan yang masuk ke dalam wilayah studi dengan kecamatan-kecamatan yang tidak masuk ke dalam wilayah studi maka
diperoleh
kesimpulan
bahwasannya
untuk
ketujuh
kawasan
agropolitan secara umum memiliki produktivitas subsektor pertanian yang lebih unggul dibandingkan non-agropolitan. Dengan membandingkan PDRB per kecamatan untuk subsektor pertanian pada wilayah kajian dengan wilayah di luar tujuh kecamatan kawasan agropolitan, dapat diamati bahwa tujuh kecamatan tersebut secara umum memiliki keunggulan pada komoditas tanaman pangan, peternakan, dan yang paling besar dan utama adalah perikanan. Sementara untuk sektor kehutanan dan perkebunan, konsentrasi kegiatan ekonomi masih didominasi di luar wilayah tujuh kecamatan tersebut.Dari temuan tersebut dapat diperoleh beberapa informasi sebagai berikut: a. Sektor Perkebunan yang memiliki share cukup tinggi bagi PDRB sektor pertanian, kontribusi terbesarnya salah satunya diperoleh melalui komoditas kako yang ada di Kecamatan Busang. Hal ini perlu menjadi perhatian tersendiri untuk menjamin kelancaran arus rantai pasok serta Halaman 100 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
peningkatan
value
added
dari
komoditas
tersebut
melalui
pengintegrasian infrastruktur ke sentra-sentra pengolahan maupun pemasaran. b. Pengklasifikasian 7 kecamatan menjadi wilayah studi jangan menjadi dikotomi
sehingga
mengakibatkan
terjadinya
penganak
emasan
kecamatan-kecamatan tersebut. Hasil kajian ini lebih ditekankan pada pemetaan keunggulan dari masing-masing kecamatan sehingga bisa disinergikan sesuai dengan perannya masing-masing. Tidak tertutup kemungkinan bahwa fungsi pengolahan dan fungsi pemasaran memfasilitasi komoditas dari kecamatan lain bahkan dari Kabupaten lainnya. 2. Perlu pembagian peran antar kecamatan agar diperoleh pemanfaatan sumber daya dan keunggulan masing-masing kecamatan secara optimal. Fungsi yang diemban dari masing-masing kecamatan meliputi fungsi produksi, fungsi pengolahan dan fungsi pemasaran. Fungsi produksi diarahkan pada peningkatan produktifitas dalam menghasilkan komoditas. Kemudian fungsi pengolahan diperoleh agar pemanfaatan komoditas ini diperoleh value added serta tidak ada sumber daya yang terbuang sehingga pada akhirnya dapat diperoleh keuntungan terbesar. Selanjutnya fungsi pemasaran diperuntukkan untuk menjaga agar harga komoditas tidak jatuh serta membuka peluang pasar yang lebih luas. Berdasarkan studi mengenai kondisi dan karakteristik dari kecamatan yang dijadikan wilayah studi, maka peran dari tiap-tiap kecamatan tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 25 Profil Sektor dan Komoditas Unggulan Kecamatan Subsektor Status No. Kecamatan Komoditi Unggulan Unggulan Unggulan Padi, Kedelai, Ubi Kayu, Tanaman ** Kacang Hijau, Kacang Pangan Sangatta Tanah, Ubi Jalar 1. Utara Mikro, Kecil, Menengah, Perdagangan *** Besar 2.
Sangatta
Perdagangan
**
Halaman 101 dari 106
Mikro, Kecil
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No.
Kecamatan Selatan
Subsektor Unggulan Industri kecil
Rantaupulung
Makanan
Perkebunan
*
Lada
Peternakan
*
Tanaman Pangan 4.
Bengalon
Hijau, Ubi Jalar Sapi, Kerbau, Kambing,
*
Kayu, Logam
Pangan
Ayam, Itik
Padi, Kedelai, Ubi Kayu, ***
Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubi Jalar
Perkebunan
*
Karet, Kelapa
Peternakan
*
Kambing, Itik
**
Padi, Kedelai
Perkebunan
*
Kopi
Peternakan
**
Sapi, Kambing, Itik
*
Kulit
Industri kecil (UKM)
Sangkulirang
Kacang Tanah, Kacang
Mikro
Pangan
7.
**
*
Tanaman
Kaubun
Jagung, Kedelai, Ubi Kayu,
Perdangan
Tanaman
6.
Ayam
**
(UKM)
Kaliorang
Kambing, Kerbau, Dan
Peternakan
Industri kecil
5.
Komoditi Unggulan
*
(UKM)
3.
Status Unggulan
Perkebunan
***
Peternakan
***
Perdagangan
***
Halaman 102 dari 106
Kelapa, Kopi, Lada, Coklat Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam, Itik Mikro, Kecil, Menengah, besar
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
No.
Kecamatan
Subsektor Unggulan Industri kecil
Status Unggulan
(UKM)
**
Komoditi Unggulan Makanan, Lain-Lain
Catatan: ***) sangat unggul dari rata-rata kecamatan **) cukup unggul dari rata-rata kecamatan *) sedikit unggul dari rata-rata kecamatan Keunggulan pada sektor produksi Keunggulan pada sektor pengolah Keunggulan pada sektor pemasaran Peran dari masing-masing kecamatan yang menjadi wilayah studi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 34 Pembagian Peran Kecamatan Berdasarkan Potensi dan Kondisi
Halaman 103 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
3. Prasyarat dalam rangka membentuk kelembagaan dalam pengelolaan dan peningkatan peranserta masyarakat dalam pengelolaan agropolitan yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut: Mengadakan dan mengorganisasikan kelompok tani Meningkatkan kemampuan para petani dan kelompok tani Mengembangkan kemitraan usaha Dalam rangka pemenuhan hal tersebut perlu diatur peran dan kedudukan masing-masing
stakeholder
yang
terkait
dengan
pengembangan
agropolitan yakni sebagai berikut: a. Pemerintah, memiliki peran dalam menentukan kebijakan arah dan strategi pengembangan agropolitan dan agribisnis, serta menciptakan lingkungan usaha agribisnis yang kondusif dan memihak pada para petani lokal. Pemerintah perlu mengeluarkan regulasi terkait: -
Regulasi untuk menjamin terciptanya lingkungan bisnis
-
Regulasi untuk mengontrol kondisi-kondisi monopoli yang
yang kompetitif dan mencegah monopoli dan kartel. diizinkan, seperti Bulog yang menangani komoditas stratgeis dan beberapa badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola usaha utilitas publik.
-
Regulasi untuk fasilitas perdagangan, termasuk ekspor dan
-
Regulasi dalam penyediaan pelayanan publik, terutama
-
Regulasi untuk proteksi, baik proteksi terhadap konsumen
-
Regulasi yang terkait langsung dengan harga komoditas
impor. untuk fasilitas layanan yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan agribisnis. maupun produsen. agribisnis, input-input agribisnis, dan berbagai peralatan agribisnis.
Halaman 104 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
-
Regulasi terhadap peningkatan ekonomi dan kemajuan
-
Regulasi terhadap sistem pembiayaan agribisnis, seperti
-
Regulasi terhadap sistem penanggungan risiko agribisnis,
sosial. pemodalan dari perbankan, pasar modal, modal ventura, leasing, dan lain-lain. seperti keberadaan asuransi pertanian dan bursa komoditas dengan berbagai instrumennya, seperti future contract, hedging, option market, dan lain-lain.
b. Lembaga
Pemasaran
dan
Distribusi,
berperan
sebagai
perantara antara para petani dengan para konsumen c. Koperasi, berperan dalam menyalurkan input-input pertanian dan lembaga pemasaran hasil-hasil pertanian. d. Lembaga Pendidikan Formal dan Informal, berperan dalam upaya peningkatan produktifitas petani melalui peningkatan SDM. e. Lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan, berperan sebagai penyuluh pada para petani mengenai cara bertani yang baik, juga sebagai fasilitator dan konsultan pertanian bagi masyarakat. f. Lembaga Riset, Berperan dalam melakukan riset misalnya pada usaha diversifikasi olahan komoditas ekspor. g. Lembaga Penjamin dan Penanggungan Risiko, Berperan dalam mengatasi dan menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran para pelaku bisnis dalam bidang agribisnis, h. Kelompok Kerja Pertanian Berperan dalam melakukan sinkronisasi program-program terkait pertanian yang dilaksanakan oleh berbagai stakeholder termasuk swasta dan LSM. Kedudukan Kelompok Kerja Pertanian tersebut dapat berada di dalam institusi Bappeda. 4. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada matriks program di atas, kebutuhan investasi dalam rangka mendukung pengembangan Halaman 105 dari 106
Laporan Akhir Studi Pengembangan Kawasan Ekonomi Agropolitan Kabupaten Kutai Timur
agropolitan di Kabupaten Kutai Timur membutuhkan biaya sebesar Rp131.338.554.909 dengan rincian sebagai berikut: a. Untuk investasi di zona produksi membutuhkan biaya sebesar Rp49.436.485.411,-. b. Untuk investasi di zona pengolahan membutuhkan biaya sebesar Rp37.391.051.970,-. c. Untuk investasi di zona pemasaran membutuhkan investasi sebesar Rp25.787.046.600 d. Untuk
investasi
infrastruktur
penunjang
agropolitan
membutuhkan biaya sebesar Rp18.723.046.600 Biaya tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Kutai Timur, dimana sebagian besar merupakan indikasi biaya dari masing-masing SKPD. Hal ini dilakukan mengingat program-program yang diusulkan memang merupakan program yang tercantum dalam Renstra SKPD, sehingga secara eksisting anggaran tersebut telah tersedia, bedanya di sini, program-program tersebut telah disinkronkan dan justru meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan biaya sebab menghindarkan saling bertimpanya program-program SKPD. Program-program tersebut dapat meliputi pembangunan fisik maupun non fisik seperti peningkatan kualitas SDM maupun perbaikan sistem. Untuk pengembangan infrastruktur dapat bersumber dari APBD akan tetapi tidak menutup kemungkinan bersumber dari swasta dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).
Halaman 106 dari 106