Produksi Glukosa dari Hidrolisis Enzimatis Ampas Pati Aren (Perbandingan Enzim Selulase dari Aspergillus niger dan Trichoderma sp.) Andang Arif Wibawa 1, Evelyta Kusumawardhani2 Program Studi D4 Analis Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi 2 Program Studi S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi e-mail :
[email protected],
[email protected]
1
Abstrak Limbah ampas pati aren mengandung selulosa yang cukup tinggi keberadaannya. Pada penelitian ini limbah ampas pati aren akan dihidrolisis secara enzimatis campuran untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kandungan glukosa yang dihasilkan. Hidrolisis dilakukan menggunakan ekstrak enzim kasar dari Aspergillus niger dan Trichoderma sp dengan perbandingan campuran 0:1, 1:2, 1:1, 2:1, 1:0 berdasarkan jumlah U/mL aktivitas enzim selama 4 hari. Aktivitas enzim selulase dari A.niger dan Trichoderma sp diukur dengan metode fenol-asam sulfat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hidrolisis selulosa dari limbah ampas pati aren menggunakan campuran 1:2 enzim selulase dari A.niger dan Trichoderma sp dengan waktu hidrolisis 3 hari menghasilkan konsentrasi glukosa paling tinggi, yaitu sebesar 7,6914 mg/mL daripada komposisi lain. Kata kunci : ampas pati aren, hidrolisis enzimatis, Aspergillus niger, Trichoderma sp, glukosa
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penyediaan energi dimasa depan merupakan permasalahan semua bangsa karena bagaimanapun juga kesejahteraan dalam kehidupan modern sangat terkait dengan jumlah dan mutu pemanfaatan energi.Peranan minyak bumi yang besar tersebut terus berlanjut, sedangkan cadangan semakin menipis. Selain itu, produksi bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan melalui teknologi transformasi dalam negeri, tidak mencukupi kebutuhannya. Menyadari besarnya ketergantungan terhadap minyak bumi, telah dilakukan upaya untuk menekan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) menggunakan bahan bakar non-minyak untuk memenuhi energi di dalam negeri. Penyediaan energi non-minyak dalam negeri terus dikembangkan, tapi belum banyak berperan. Pemanfaatan energi nonminyak yang sudah berhasil antara lain yaitu batubara dan gas bumi sebagai bahan bakar di pembangkit listrik.Pengunaan bahan yang bisa langsung dikonversi menjadi etanol seperti tetes, jagung, singkong, gandum, dan umbi-umbian menuai banyak kritik karena akan menurunkan suplai bahanpangan.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
106
Dari kegiatan proses produksi tepung aren dihasilkan tepung, limbah padat dan limbah cair. Limbah cairnya yang mencapai 25 m3 dibuang kesungai [1]. Keberadaan limbah pati aren ini menjadi permasalahan lingkungan, sehingga perlu dicari alternatif pemanfaatannya. Limbah cairtepung aren di Dukuh Bendo, Desa Daleman,Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten mengandung serat baik terlarut maupun partikel tersuspensi. Karakteristik limbah cair tepung aren yang belum mengalami klorinasi di Dukuh tersebut adalah zat padat terlarut 2410 mg/L, zat padat tersuspensi 720 μS/cm, COD (chemical oxygen demand) 4231 mg/L, suhu 27oC, pH 4,94, amoniak bebas 24,822 mg/L, nitrat 1,184 mg/L [2]. Pemanfaatan limbah padat industri pati aren untuk bahan baku bioetanol harus melalui pendegradasian serat aren guna menghasilkan glukosa sebagai substrat produksi bioetanol. Degradasi serat aren dapat dilakukan dengan menggunakan enzim selulase yang dihasilkan oleh jamur ataupun bakteri penghasil selulase.Hidrolisis secara enzimatik ini dapat dilakukan pada suhu kamar, meskipun yield yang diperoleh cukup tinggi, tetapi harga enzim selulase komersial masih cukup mahal. Enzim selulase komersial yang diproduksi pada umumnya dihasilkan oleh jamur Aspergillus dan Trichoderma [3]. Trichoderma spdan Aspergillus nigersecara kultur tunggal sering digunakan dalam pengolahan pakan karena kemampuannya dalam degradasi selulosa maupun pati menjadi protein. Trichoderma spmenghasilkan enzim selulolitik yaitu endoglukanase dan eksoglukanase yang berperan untuk menghidrolisis selulosa, Sedangkan A.niger tidak hanya menghasilkan enzim selulolitik, tetapi juga enzim amilolitik seperti amylase dan glukoamilase [4]. Aspergillus niger juga menghasilkan enzim ß-glukosidase yang kuat dimana enzim ini berperan untuk mempercepat konversi selobiosa manjadi glukosa [5]. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Menentukan perbandingan penambahan enzim selulase dari A.niger dan Trichoderma sp yang optimum dalam hidrolisis selulosa menjadi glukosa.
b.
Menentukan waktu optimum yang dibutuhkan dalam hidrolisis selulosa menjadi glukosa.
1.3 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah :
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
107
a. Diharapkan dapat memberikan pemecahan masalah pencemaran lingkungan. b. Diharapkan membantu penyediaan kebutuhan bahan energi yang berkelanjutan dengan harga murah bagi masyarakat sekitar industri. c. Diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan yang ada khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan kultur mikroorganisme. 1.4 Tinjauan Pustaka a.
Limbah Pati Aren Industri tepung aren (onggok) di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah merupakan industri andalan penduduk daerah setempat Di Sentra Industri pati aren atau ditengah masyarakat lebih populer dengan pati onggok terdapat 137 pengrajin dengan hasil produksi berupa pati aren (onggok) rata-rata 200 ton /tahun. Untuk pengolahan pati aren akan menghasilkan beberapa komponen : Tabel 1. Komponen hasil pengolahan aren Komponen Pati Kulit keras Serat Kotoran lain Sumber :[6] (Sudarsono, Dkk., 2013)
Jumlah 17 % 25 % 56 % 2%
Dengan melihat komponen yang dihasilkan (Tabel 1) terlihat bahwa komponen serat sebagai komponen dominan dan belum termanfaatkan dan sangat berpotensi mencemari.produksi rata-rata 200 ton/tahun pati aren maka akan dihasilkan limbah berupa serat sejumlah 659 ton/tahun atau 2,19 ton/hari.
Tabel 2. Komposisi Limbah Ampas Pati Aren Limbah Ampas Pati Aren Komposisi (%) Sebelum Sesudah pretreatment pretreatment Air 7.87 4.42 Lignin 14.21 12.30 Selulosa 60.61 72.78 Hemiselulosa 15.74 9.25 Gula Reduksi 0.5689 0.4123 Lain-lain 1.00 0.8286 Sumber :[7] (Purnavita & Sriyana, 2013) Tabel 2 menunjukkan perbedaan komposisi limbah ampaspati aren sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan pendahuluan dengan NaOH 9%. Dari Tabel 2
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
108
terlihat bahwa terjadi penurunan massa lignin setelah perlakuan pendahuluan. Hal ini disebabkan karena terjadinya degradasi lignin. Tujuan perlakuan pendahuluan ini adalah untuk memudahkan proses hidrolisa selulosa secara enzimatik sehingga penurunan berat lignin ini memang diharapkan, karena dengan berkurangnya lignin akan memudahkan reaksi enzim dengan selulosa. Pemanfaatan limbah industri pati aren sebagai sumber bahan baku bioetanol merupakan alternatif pemecahan masalah tersebut. Di samping itu dapat berperan mengurangi kelangkaan energi di daerah industri pati aren. Keberadaan jamur yang dapat mendegradasi selulosa menjadi glukosa merupakan potensi yang sangat besar dalam penyediaan substrat glukosa untuk menghasilkan bioetanol dari bahan baku limbah padat industri pati aren. Trichoderma sp. dan Aspergillus nigermenghasilkan enzim ekstrasel yang mengandung selulase, sehingga diharapkan di masa depan dapat digunakan dalam penyediaan glukosa untuk bahan baku peroduksi alkohol. Kinetika produksi glukosa dari serat aren yang mengandung selulosa oleh Trichoderma sp dan Aspergillus niger. masih perlu dikaji lebih dalam untuk mendapatkan kondisi yang optimum.
b.
Peranan Jamur Dalam Memproduksi Glukosa Enzim selulase diperoleh dari campuran enzim endoglukanase, eksoglukanase dan
β-glukosidase. Selulase dapat diproduksi oleh jamur, bakteri, tumbuhan, dan ruminansia. Salah satu mikroorganisme utama yang dapat memproduksi selulase adalah jamur. Jamur berfilamen seperti Trichoderma dan Aspergillus adalah penghasil enzim selulase dan crude enzyme secara komersial [8]. Trichoderma spmenghasilkan endoglukanase dan eksoglukanase sampai 80% tetapi β-glukosidasenya lebih rendah sehingga produk utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa [9] yang merupakan inhibitor kuat terhadap endoglukanase dan eksoglukanase. Aspergillus niger (A.niger) menghasilkan β-glukosidase tinggi akan tetapi endo-β1, 4-glukanase dan ekso-β-1,4 glukanasenya rendah [10]. Oleh karena itu perlu adanya penambahan β-glukosidase dari luar untuk mempercepat konversi selobiosa menjadi glukosa dengan cara mengkombinasikan enzim selulase dari T.reesei dan A.niger. Proses pemecahan selulosa menjadi unit glukosa, merupakan reaksi hidrolisis karena air diperlukan untuk membantu ikatan glikosidik menjadi tidak aktif. Pada struktur kristalin, senyawa yang mengelilingi selulosa, misalnya lignin, menghambat
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
109
difusi enzim ke dalam tempat reaksi. Perlakuan pendahuluan kadang-kadang dilakukan dengan larutan asam 160°C untuk memecah ikatan antara hemiselulosa dan lignin sebelum direaksikan dengan enzim. Pada umumnya dihasilkan sekitar 20-70% glukosa setelah 24 jam [3].
2.
Metode Penelitian
2.1 Alat dan Bahan a.
Alat Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: autoclave,alat
penggilingan, ayakan 40 mesh, centrifuge, hotplate, neraca analitik, oven, peralatan gelas, spektrofotometer UV-Vis genesis, danthermometer. b.
Bahan Bahan – bahan pada penelitian ini adalah: limbah ampas pati aren, A. niger,
Trichoderma sp, H2SO4, PDA, larutan nutrisi (urea, (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4.7H2O,CaCl.H2O), Tween 0,1 %, Reagen nelson A dan B, glukosa p.a.
2.2 Pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan secara random acak. Sampel limbah ampas pati aren yang telah ditumpuk beberarapa hari dicampurkan dengan limbah yang baru saja dihasilkan saat sedang produksi. Komposisi pencampuran sampel limbah ampas pati aren ini masing-masing 1:1.
2.3 Prosedur Penelitian Tahap – tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Tahap penyiapan bahan baku :Mencuci limbah padat yang telah diperoleh, menjemurnya hingga kering, selanjutnya digiling dengan mesin penggiling dan mengayaknya dengan ukuran 40 mesh. 2. Proses delignifikasi :Menimbang bahan baku yang sudah siap pakai sebanyak 25 g masukan dalam erlenmeyer 500 ml kemudian tambahkan 400 ml asam sulfat 2.5%. Memanaskan pada suhu 121oC selama 30 menit. Dinetralisasikan sampai pH 5 kemudian dikeringkan. 3. Membuat larutan nutrisi untuk A.niger dan Trichoderma sp yang digunakan pada tahap produksi enzim selulase. Melarutkan urea (3 g/L), (NH4)2SO4 (10 g/L),
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
110
KH2PO4(3 g/L), MgSO4.7H2O (0,5 g/L), CaCl.H2O(0,5 g/L) dengan 1 liter akuades (Singhania, et al., 2006). Mengukurr pH awal dan diatur hingga pH 5 untuk A.niger [11] maupun T.reesei [12]. 4. Memproduksi enzim selulase dari A.niger dan Tricoderma sp. Menimbang 10 gram sampel yang telah melalui tahap delignifikasi, dimasukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan menambahkan 100 ml larutan nutrisi kemudian ditutup. Mensterilisasi campuran dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit kemudian
didinginkan.
Masing-masing
bibit
A.niger
dan
Trichoderma
spdiinokulasikan pada media. Trichoderma sp dan A.niger diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang. 5. Ekstraksi Enzim : Menuangkan 100 mL larutan 0,1% tween 80 ke dalam limbah padat pati aren yang sudah difermentasi dan diaduk pada 100 rpm selama 120 menit pada suhu ruang. Larutan kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai ekstrak enzim kasar [13]. 6. Uji aktivitas enzim metode Fenol-Sulfat: Sebanyak 1 ml buffer Na-sitrat 0,05 M pH 4,8 dan satu strip kertas saring whatman no 1 ukuran 1x6 cm dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan dipanaskan pada suhu 50oC selama beberapa saat. Masing-masing ekstrak enzim kasar dari A.niger dan Trichoderma sp dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,5 mL, larutan dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam, kemudian diambil kertas saring dari tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5% dan 2,5 mL H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan. Larutan dilakukan pengenceran dengan penambahan buffer Nasitrat. Diukur absorbansi pada panjang gelombang 495 nm [14]. Aktivitas enzim selulase dihitung dengan persamaan [15]. Aktivitas enzim selulase (U/mL) G × Fp t
(1)
Keterangan: G = glukosa yang dihasilkan Fp = Faktor pengenceran t = waktu inkubasi konsentrasi glukosa yang didapat diplot pada persamaan kurva kalibrasi. 7. Proses Hidrolisis : Enzim selulase dari A.niger dan Trichoderma sp dicampur berdasarkan variasi 0:1, 1:2, 1:1, 2:1,1:0 berdasarkan U/ml aktivitas enzim dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi 5 g sample yang telah melalui tahap delignifikasi dan ditambahkan bufer hingga volumenya 150 ml, kemudian
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
111
diaduk. Setelah itu dianalisa kadar glukosa setiap 24 jam sampai kadar glukosanya mulai turun [16].
2.4 Analisis Data Kadar glukosa ditetapkan dengan menggunakan cara spektrofotometri metode Nelson-Somogyi [17]: a.
Pembuatan Kurva standar
1.
Membuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat/100ml)
2.
Dari larutan glukosa standar tersebut dilakukan 6 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/100ml
3.
Menyiapkan 6 tabung reaksi yang bersih, masing-masing tabung diatas diisi dengan 1 ml larutan glukosa standar tersebut. 1 tabung disisi 1 ml aquadest sebagai blanko.
4.
Menambahkan kedalam masing-masing tabung 1 ml reagen Nelson dan panaskan semua tabung pada air mendidih selama 20 menit.
5.
Mengambil semua tabung dan segera mendinginkan bersama-sama hingga suhu tabung mencapai 25oC.
6.
Setelah dingin tambahkan arsenomolybdat, gojog sampai semua endapan Cu larut kembali.
7.
Setelah semua endapan larut sempurna menambahkan 7 ml aquadest, setelah itu dihomogenkan.
8.
Menera absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 540 nm. Membuat kurva standar yang menunjukan hubungan antara konsentrasi glukosa dan absorbansi
b. 1.
Penentuan kadar glukosa pada sampel Menyiapkan larutan sampel, perlu diperhatikan larutan ini harus jernih, karena itu bila dijumpai larutan keruh atau berwarna maka dilakukan penjernihan terlebih dahulu. Menggunakan Pb-asetat atau bubur aluminium hidroksida.
2.
c.
Melakukan pengukuran absorbansi seperti pada pembuatan kurva standar diatas.
Pengolahan data Data yang diperoleh dari hasil peneraan absorbansi pada sample di plotkan pada
persamaan yang didapat dari kurva standar.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
112
3.
Hasil dan pembahasan
3.1 Pretreatment dan Delignifikasi Proses pretreatment dilakukan untuk mengkondisikan bahan-bahan lignosellulosa baik dari segi struktur dan ukuran. Proses perlakuan awal dilakukan karena beberapa faktor seperti kandungan lignin, ukuran partikel serta kemampuan hidrolisis dari selulosa dan hemiselulosa. Proses pretreatment yang sekaligus proses hidrolisis meliputi : perlakuan secara fisik, fisik-kimiawi, kimiawi dan enzimatik (Mosier et al., 2005; Sun and Cheng, 2002). Limbah ampas pati aren yang digunakan untuk hidrolisis dilakukan proses delignifikasi dengan asam sulfat untuk menghilangkan kandungan lignin yang ada di dalam limbah ampas pati aren, karena ikatan silang dari struktur aromatik lignin dapat memperlambat penetrasi oleh enzim sehingga mempengaruhi proses hidrolisis.pada penelitian kali ini mengunakan H2SO4 encer (3%). Tabel 2. Metode Pretreatment Metode Mekanik panas
Contoh Digerus, digiling, digunting, extruder Autohydrolysis Super critical, carbon dioxide explotion Perlakuan asam Asam sulfat dan asam khlorida encer, asam sulfat dan asam khlorida pekat Perlakuan alkali Sodium hidroksida, ammonia, alkali hydrogen peroksida Perlakuan larutan organik Methanol, etanol, butanol, phenol Sumber : Mosier et al., 2005; Sun and Cheng, 2002 3.2 Produksi Ensim Selulase Enzim selulase bersifat ekstraseluler yang diproduksi di luar sel mikroorganisme selulolitik. Interaksi antara substrat selulosa (S) dan enzim selulase (E) akan membentuk kompleks enzim substrat (ES) dan menghasilkan glukosa (P) sebagai produk akhir sesuai dengan reaksi berikut:
Tahap produksi enzim merupakan tahap dimana enzim selulase dihasilkan melalui proses fermentasi ampas proses produksi pati aren sebagai akibat dari metabolisme jamur
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
113
A.niger dan Trichoderma sp Enzim selulase merupakan enzim ekstraseluler yang diproduksi di dalam sel dan dikeluarkan dari sel untuk mencerna selulosa. Proses fermentasi meliputi pemberian larutan nutrisi dan sterilisasi media fermentasi.Larutan nutrisi yang digunakan urea, (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4•7H2O, CaCl2•H2O [18]. Sumber nutrisi yang diperlukan oleh jamur terdiri dari unsur C, N dan mineral dengan perbandingan tertentu. Sumber karbon diperoleh dari substrat yang digunakan yaitu limbah ampas patiaren. Karbon berfungsi sebagai unsur utama dalam pembentukan sel. Enzim selulase diekstraksi menggunakan 100 ml larutan tween 80 0,1% [13]. Tween 80 (polioksi etilen sorbitan mono-oleat) merupakan surfaktan non ionik. Sifatnya sebagai surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan antara air dan spora karena spora dari A.niger dan Trichoderma sptidak larut dalam air [19].Tween 80 dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel atau kemampuan keluar masuknya air dan larutan melalui dinding sel sehingga proses keluarnya enzim dari dinding sel menjadi lebih mudah. Selain itu penggunaan Tween 80 tidak mempengaruhi pH dari ekstrak enzim kasar karena bersifat non ionik. Satu unit aktivitas enzim setara dengan satu mikromol glukosa yang dihasilkan pada proses hidrolisis tiap menit. Aktivitas enzim yang dihasilkan dari Trichoderma sp sebesar 1.4293 U/mL dan A.niger sebesar 0.9268 U/mL. 3.3 Pengaruh Perbandingan Campuran Enzim Selulase Terhadap Produksi Glukosa Enzim selulolitik yang bekerja secarasinergis menghasilkan glukosa melalui proses hidrolisis.Sistem enzim selulolitik terdiri dari tiga kelompok utama yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase [20]. Kerja sinergisdari kompleks enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 1 :
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
114
Gambar 1. Skema hidrolisis enzimatik selulosa [21]
Enzim selulolitik merupakan enzimyang terdiri dari endo-β-1,4-glukanase dan ekso1,4-glukanase dan β-glukosidase. Enzim endoglukanase menghidrolisis secara acak pada bagian amorf serat selulosa sehingga menghasilkan oligosakarida dengan panjang berbeda-beda dan terbentuknya unjung rantai baru selulosa [20]. Ekso-1,4-glukanase memotong ujung rantai selulosa menghasilkan molekul selobiosa, sedangkan βglukosidase memotong molekul selobiosa menjadi dua molekul glukosa[21].
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
115
Tabel 3. Kadar glukosa yang dihasilkan
Hari 0 1 2 3 4
Perbandingan Enzim (A.niger : T.reesei) Kadar Glukosa yang dihasilkan (mg/ml) (1:0) (0:1) (1:1) (1:2) (2:1) 0.7432 0.9234 1.3288 1.4302 1.0698 1.6104 1.8468 2.5563 2.9054 2.1171 3.5248 3.8964 5.7658 7.0158 5.0113 3.8401 4.2342 6.5203 7.6914 7.0608 1.5653 1.1486 1.5766 2.7815 1.1374
Gambar 2. Kurva Grafik pengaruh perbandingan campuran enzim terhadap konsentrasi glukosa menggunakan campuran selulase A.niger dan Trichoderma sp. 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, 1:2.
Gambar 2 menunjukkan campuran 1:2 pada hari ke 3 dari ekstrak enzim kasar A.niger dan Trichoderma sp dengan waktu hidrolisis selama 4 hari menghasilkan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis menggunakan campuran enzim kasar lainnya. Hidrolisis secara enzimatis menggunakan campuran enzim dari Trichoderma sp dan A.niger pada substrat jerami padi juga menghasilkan konsentrasi glukosa paling tinggipada campuran 2:1 [16]. Hasil ini diduga konsentrasi tinggi enzim β1-4 glukanase baik endoglukanase dan eksoglukanase dari Trichoderma sp. yang melakukan pemutusan selulosa mempermudah tersedianya selobiosa, sehingga segera dapat didegradasi oleh β1-4 glukosidase menjadi glukosa. Pada komposisi campuran yang lain kosentrasi enzim β1-4 glukanase baik endoglukanase dan
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
116
eksoglukanase dari Trichoderma sp. lebih rendah sehingga ketersediaan selobiosa untuk diubah menjadi glukosa menjadi terbatas. 4.
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar glukosa tertinggi dihasilkan dari proses hidrolisis yang menggunakan campuran enzim dari A.nigerdan Trichoderma sp. 1::2 pada hari ke 3 yaitu sebesar 7.6914 mg/ml. 4.2 Saran Penelitian ini dapat dilanjutkan sampai terbentuknya etanol dengan fermentasi. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wil VI Jawa Tengah Kementrian Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Dikti tahun 2015 dan para reviewer.
Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
Slamet, A. (2013), Memanfaatkan Limbah Cair Industri Tepung Aren, hal 152. Firdayati, M., & Handajani, M., (2005, 12 2), Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren, Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, hal 22-29. Wang, N. S., (2008), Experiment No. 4 Cellulose Degradation, Departement of Chemical & Biomolecular Engineering, Maryland: University of Maryland. Ratanaphadit , K., Kaewjan, K., & Plakan, S. J., (2010), Potential of Glycoamylase and Cellulase Production Using Mixed Culture of Aspergillus niger TISTR 3254 and Tricoderma reesei TISTR 3081, KKU.Res.J,15(9):255 Juhasz, T., Kozma, K., Szengyel, Z., & Reczey, K., (2003), Production of βGlucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30. Food Technol, J. Biotechnol. 41 (1), pp. 49-53. Sudarsono, Huda, S., Yuniwati, M., & Purnawan., (2013), Pemanfaatan Limbah Serat Pati Aren Sebagai Material Komposit – Poliester, Yogyakarta: Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Purnavita , S., & Sriyana, H. Y. (2013), Produksi Bioetanol Dari Limbah Ampas Pati Aren Secara Hidrolisis Enzimatis, Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Vol. 8 No.2, hal 54-60. Haq, I. U., Javed, M. M., Khan , T. S., & Siddiq, Z. (2005), Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride, Res. J. Agric & Biol. Sci. 1(3), hal 241-245. Ahamed, A., & P , V., (2008), Culture-based Strategies to EnhanceCellulase Enzyme Production from Trichoderma reesei RUT-C30 inBioreactor Culture Conditions. Biochemical Engineering Journal 40, hal 399–407.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
117
[10] Juhasz, T., Kozma, K., Szengyel, Z., & Reczey, K., (2003),Production of βGlucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30, Food Technol, J. Biotechno,. 41 (1), hal 49-53. [11] Harfinda, E. M. (2011). Pengaruh Kadar Air, pH, dan Waktu Fermentasi Tehadap Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger Pada Ampas Sagu. Universitas Tanjungpura, Pontianak, (Skripsi). [12] Sukardati, S., Kholisoh, D. S., Prasetyo, H., Santoso, P. W., & Mursini, P. W., (2010), Produksi Gula Reduksi dari Sabut Kelapa Menggunakan Jamur Trichoderma reesei. Yogyakarta: Teknik Kimia, UPN Yogyakarta, (Tesis). [13] Szendefy, J., Szakacs, G., & Christopher, L., (2006), Potential of solid-state Fermentation Enzymes of Aspergillus in Biobleaching of Paper Pulp, Enzymes and Microbial Technology 39 1354-1360. [14] Dubois, M., Gilles, K. A., Hamilton, J. K., Rebers, P. A., & Smith, F., (1956, 3 28), Colorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substances.hal 350-356. [15] Kamila, L. (2003). Penciriaan Selulolitik Isolat Khamir Rhodotorula sp. Dari Tanah Taman Nasional Gunung Halimu. Bogor: Jurusan Kimia, IPB, (Skripsi). [16] Anwar, N., Arief, W., & Sugeng, W. (2011). Optimasi Produksi Enzim Selulase untuk Hidrolisis. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. [17] Sudarmadji, S, Haryono, B, dan Suhardi, 1990, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian , ed. 3 , Liberty, Yogyakarta. [18] Singhania, R. R., Sukumaran, R. K., Pillai, A., Prema, P., Szakacs, G., & Pandey, A. (2006). Solid State Fermentation of Lignocellulosic Substrat for Cellulase Production by Trichoderma reesei NRRL 11460. Indian J. Biotechnol, 5: 332336. [19] Jayashree, R. dan Vasudevan N., 2009, Effect Of Tween 80 and Moisture Regimes on Endosulfan Degradation by Pseudomonas Aeruginosa, Applied Ecology and Environmental Research, 7(10): 35-44. [20] Howard, R.L.; E. Abotsi; J.E.L. van Rensburg; and S. Howard, 2003, Lignocellulose Biotechnology: Issues of Bioconversion and Enzyme Production, Afr. J. Biotechnol, 2(12): 602−619. [21] Lynd, L.R., P.J. Weimer, W.H. van Zyl WH and I. S. Pretorius, 2002, Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 66(3):506-577.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
118