Produksi Glukosa dari Limbah Padat Industri Pati Aren Menggunakan Trichoderma sp 1
1,2
Dewi Astuti Herawati, 2Linda Wijayanti Program Studi S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Setia Budi Surakarta Jl. Letjend. Sutoyo, Mojosongo-Solo Telp.0271-852518, Email :
[email protected],
[email protected] Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses yang terbaik, dengan variasi konsentrasi asam sulfat dan lama waktu delignifikasi pada proses pre-treatment bahan baku agar menghasilkan perolehan kadar gula reduksi maksimal. Variasi konsentrasi asam sulfat yang digunakan yaitu 2%; 2,5%; 3%; dan 3,5% dan lama waktu pemanasan delignifikasi 15 menit dan 30 menit. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Instrumentasi Universitas Setia Budi pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2015. Bahan baku yang digunakan adalah limbah padat industri pati aren di Dukuh Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Biakan murni jamur Trichoderma sp didapatkan dari Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat aren dapat dihidrolisis secara enzimatik menghasilkan gula reduksi dengan menggunakan jamur Trichoderma sp. Kondisi optimum dicapai pada konsentrasi asam sulfat 2,5%, lama waktu delignifikasi 30 menit, dan kadar perolehan gula reduksi paling tinggi yaitu pada hari ke-3. Kata Kunci : limbah pati aren, hidrolisis enzimatis, gula reduksi, Trichoderma sp.
1. PENDAHULUAN Sentra industri pati aren atau pati onggok di Dusun Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten merupakan industri andalan penduduk daerah setempat. Tepung aren merupakan bahan baku pembuatan soun, cendol, bakmi, bakso, hunkwe, dll. Di Dusun ini terdapat 72 pengrajin pati aren dengan hasil produksi rata-rata 200 ton/tahun [1]. Sampai saat ini tepung dari pati batang aren belum dapat disubstitusi. Hasil penelitian [2] menunjukkan bahwa imbangan bahan pembuatan tepung aren tidak efisien, dengan input 100% output yang dihasilkan 3,94% dan 95,45% berupa limbah. Rata-rata setiap kali produksi limbah cairnya mencapai 25 m3 dibuang ke sungai dan menurut Kepala Desa Baghtiar Joko Widagdo, jumlah limbah aren biasanya mencapai 50 ton per hari [3]. Limbah tersebut pernah dimanfaatkan oleh industri jamur di Yogyakarta, namun demikian setelah industri tersebut bangkrut akhirnya pengrajin pati aren kesulitan membuang limbahnya. Hal ini mengakibatkan timbunan limbah padat memenuhi bantaran sungai dan daerah sekitar sawah.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
119
(a) (b) Gambar 1 Limbah Pabrik Pati Aren (a) limbah cair, (b) timbunan ampas aren di bantaran sungai Melimpahnya limbah dari industri pati aren di Desa Daleman berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dari hasil penelitian [4] parameter dari limbah industri pati aren yang mencemari lingkungan antara lain BOD dan COD pada limbah cair masing-masing mencapai 2222 mg/L dan 5721,5 mg/L dari proses pengendapan serta 1806 mg/L dan 4231 mg/L setelah tahap klorinasi. Parameter lain yang berpotensi mencemari lingkungan adalah amoniak yang mencapai 9,929 mg/L dari proses pengendapan dan 24,822 mg/L sesudah proses klorinasi.
Selain mencemari air dengan kenaikan BOD air dan
menimbulkan bau busuk [5] limbah tersebut juga mengganggu fungsi sungai sebagai saluran air hujan dan pengairan. Keberadaan limbah industri pati aren membutuhkan perhatian khusus dan penanganan agar limbah tersebut bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Salah satu biomassa yang sangat melimpah dan murah serta dapat diperbarui adalah limbah padat industri pati aren (Arenga pinnata) yang berupa serat. Limbah padat ini merupakan sisa pengambilan pati dari bagian pohon aren, merupakan salah satu limbah organik (biomassa) yang mengandung serat. Hasil penelitian oleh [6] menunjukkan bahwa komposisi kimia serat dari bagian berbeda. Berikut tersaji komposisi kimia serat Arenga pinnata dalam Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia serat Arenga pinnata [6] Deskripsi
Sugar Palm Frond (SPF)
Sugar Palm Bunc (SPB)
Ijuk
Sugar Trunk Palm (SPT)
Moisture, % Extractive, % Holocellulose, %
2,7 2,5 81,2
2,7 2,2 71,8
7,4 4,4 65,6
1,5 6,3 61,1
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
120
Deskripsi
Sugar Palm Frond (SPF)
Sugar Palm Bunc (SPB)
Ijuk
Sugar Trunk Palm (SPT)
Cellulose, % Lignin, % Ash, %
66,5 18,9 3,1
61,8 23,5 3,4
52,3 31,5 4,0
40,6 46,4 2,4
Serat tanaman aren mengandung lignoselulosa yang tinggi. Limbah pertanian yang mengandung lignoselulosa adalah seresah, tanaman jagung, jerami, gandum, dan padi, limbah kehutanan, dan pengolahan pulp, dan kertas serta rumput-rumputan. Tingginya lignoselulosa dari limbah serat aren berpotensi dalam pemenuhan kebutuhan glukosa dalam negeri. Selulosa merupakan biomassa yang paling banyak di bumi, meliputi lebih kurang 40% atau sekitar 4×1010 ton selulosa disintesis oleh tumbuhan melalui fotosintesis [7]. Selain jumlahnya yang cukup melimpah, lignoselulosa pada limbah pati aren tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannya tidak mengganggu pasokan bahan pangan, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Dengan berkembangnya teknologi hidrolisis selulosa dengan menggunakan enzim selulase akan menghasilkan glukosa [8]. Lignoselulosa adalah komponen organik di alam yang berlimpah dan terdiri dari tiga tipe polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa yang merupakan komponen utama, sangat erat berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin. Selulosa adalah salah satu komponen utama dari lignoselulosa yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf [9]. Hidrolisis selulosa akan menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomi tinggi seperti glukosa, etanol, dan pakan ternak [10]. Berikut tersaji struktur bangun selulosa dalam gambar 1.
Gambar 2 Struktur bangun selulosa [11] Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan dengan selulosa [9].
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
121
Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat sekitar 20-40%. Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida [9]. Kandungan serat yang tinggi pada limbah padat industri pati aren menyebabkan kesulitan terdekomposisi secara alami. Keberadaan jamur yang dapat mendegradasi selulosa merupakan potensi yang sangat besar dalam memproduksi glukosa. Trichoderma reseei adalah fungi yang menghasilkan enzim selulase dan dapat menghidrolisis selulosa [12]. Selulase yang diproduksi oleh Trichoderma sp. merupakan enzim ektrasel (disekresikan) yang penting dalam industri berbahan baku biomassa lignoselulosa. Enzim ini telah diproduksi secara komersial karena kemampuan Trichoderma sp. memproduksi protein heterolog dalam jumlah besar [13]. Proses hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu : selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna dari selulosa limbah padat industri pati aren akan menghasilkan glukosa, sedangkan hidrolisis hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose dan heksosa. Proses ini bertujuan memecah ikatan lignin, menghilangkan kandungan lignin, dan hemiselulosa, merusak struktur Kristal dari selulosa, serta meningkatkan porositas bahan [10]. Terdapat dua metode utama hidrolisis khususnya untuk bahan-bahan lignoselulosa dari limbah pertanian dan potongan-potongan kayu yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatik [10]. Menurut [9] dibandingkan proses secara kimia, hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan karena ramah lingkungan, dan berbahan baku terbarukan (renewable raw material) [14] tetapi hidrolisis secara enzimatis membutuhkan waktu hidrolisisnya lebih lama dibandingkan hidrolisis secara kimiawi. Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan pre-treatment kadang-kadang dilakukan dengan larutan asam 160℃ untuk memecah ikatan antara hemiselulosa dan lignin sebelum direaksikan dengan enzim. Pada umumnya dihasilkan sekitar 20-70% glukosa setelah 24 jam [15]. Hidrólisis selulosa secara enzimatik dapat dilakukan dengan enzim selulase yang dihasilkan oleh mikrobia seperti fungi (jamur), bakteri, dan protozoa [16]. Hidrolisis secara enzimatik membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan hidrolisa secara
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
122
kimiawi. Mikroba yang mampu mendegradasi selulosa antara lain Trichoderma ressei QM 9414 yang dapat tumbuh dan menghasilkan enzim selulase [17] dan enzim selulase komersial yang diproduksi pada umumnya dihasilkan oleh jamur Aspergillus [15]. Tahapan proses hidrolisis selulosa meliputi : penyiapan bahan baku, pre-treatmet, dan hidrolisis. Tujuan dari pre-treatmet adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula sehingga akan meningkatkan produksi glukosa dan xilosa [10]. Berikut tersaji tujuan pre-treatmet secara skematis dalam gambar 3.
Gambar 3 Skema tujuan pre-treatment biomassa lignoselulosa [18] Proses pre-treatment sekaligus proses hidrolisis meliputi : perlakuan secara fisik, fisik-kimiawi, kimiawi dan enzimatik [18]. Berikut tersaji Metode pre-treatmet dalam tabel 2.
Mekanik panas Autohydrolysis
Tabel 2 Metode pre-treatment [18] Digerus, digiling, digunting, extruder Super critical, carbon dioxide explotion
Perlakuan asam Perlakuan alkali Perlakuan larutan organic
Asam sulfat dan asam khlorida encer, asam sulfat dan asam khlorida pekat Sodium hidroksida, ammonia, alkali hydrogen peroksida Methanol, etanol, butanol, phenol
Dari tabel diatas, perlakuan asam biasanya menggunakan asam sulfat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam[19]. Penggunaan asam dengan konsentrasi tinggi (30−70%) akan menghasilkan gula yang tinggi [12] dan dapat dilakukan pada suhu rendah. Kelemahan proses ini sangat korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan asam, serta membutuhkan peralatan yang mahal atau dibuat secara khusus. Sebaliknya, jika asam yang digunakan adalah
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
123
asam encer tidak diperlukan recovery asam, dan tidak adanya kehilangan asam dalam proses, biasanya pada range konsentrasi 2−5 % [10] dan pada suhu reaksi ± 160℃. Pre-treatment pada penelitian ini dilakukan secara kimiawi dengan asam sulfat. Penggunaan asam akan mempercepat hidrolisis, tetapi memiliki kerugian yaitu hasilnya sedikit, banyak produk degradasi yang dapat berdampak sebagai kontaminan [20]. Penelitian ini mencoba membuat gula reduksi dari limbah industri pati onggok secara enzimatik dengan bantuan jamur Trichoderma sp. Hidrolisis akan dilakukan dengan menumbuhkan mikrobia pada serat yang akan didegradasi. Enzim selulase yang dikeluarkan oleh mikrobia tersebut akan mendegradasi selulosa menjadi gula. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses yang terbaik, dengan variasi konsentrasi asam sulfat dan lama waktu delignifikasi pada proses pre-treatment bahan baku. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Bahan dan Cara Pengambilan Sampel Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain : sampel limbah padat industri pati aren yang diambil dari industri kecil pati aren di Dukuh Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Sampel dicuci bersih, dikeringkan dibawah sinar matahari, kemudian digiling hingga lolos ayakan 40 mesh. Serbuk sampel disediakan dalam jumlah yang cukup untuk penelitian. Bahan pembantu yang digunakan meliputi : Potato Dextrose Agar, NaNO3, KH2PO4, MgSO4.7H2O, KCl, FeSO4.7H2O, Tween 80, asam sulfat, aquadest, alkohol 70 %, alumunium foil, kertas whatman No. 1, pH stick, K2SO4, NaOH, Arsenomolybdat, reagen Nelson, Glukosa pa. Biakan murni jamur Trichoderma sp didapatkan dari Laboratorium Biologi Tanah
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret.
2.2. Alat Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung reaksi, bejana Erlenmeyer, shaker, oven, alat penggiling, ayakan 40 mesh, cawan petri, autoklaf, kawat ose, timbangan elektrik, sentrifuge, bekker glass, batang pengaduk, pH meter, pipet, bunsen, termometer, alat kromatografi gas, spektrofotometer.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
124
2.3. Prosedur Penelitian 2.3.1. Persiapan bahan baku limbah padat (serat aren) Limbah padat berupa serat aren ukurannya diperkecil, dicuci dengan air hingga bersih, dikeringkan dibawah sinar matahari dan dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Sampel disimpan dan disediakan dalam jumlah cukup untuk penelitian. 2.3.2. Perlakuan pendahuluan terhadap serat aren untuk substrat Menyiapkan 4 buah erlenmeyer kemudian ke dalam masing-masing erlenmeyer dimasukkan sampel sebanyak 20 gram. Ke dalam masing-masing erlenmeyer tersebut ditambahkan larutan asam sulfat 400 ml dengan variasi konsentrasi 2%; 2,5%; 3%; dan 3,5%. Mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas dan alumunium foil kemudian diikat dengan karet. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit. Mengulangi dengan langkah yang sama namun variabel waktu delignifikasi diubah menjadi 30 menit. Campuran dinetralkan dengan cara dialiri air, kemudian sampel dikeringkan pada oven untuk digunakan lebih lanjut. 2.3.3. Pembuatan larutan nutrisi Dilarutkan urea (3 gram/liter), (NH4)2SO4 (10 gram/liter), KH2PO4 (3 gram/liter), MgSO4.7H2O (0,5 gram/liter), CaCl.H2O (0,5 gram/liter), dengan aquadest [21]. Diukur pH awal dan diatur hingga pH 5 untuk Trichoderma sp. [16]. Kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada 121℃ selama 15 menit. 2.3.4. Perbanyakan jamur Trichoderma sp Jamur Trichoderma sp dikembangbiakkan pada media potato dextrose agar (PDA) [22] menggunakan kawat ose, kemudian diinkubasi selama 7 hari dalam agar miring yang telah disterilkan. 2.3.5. Tahap produksi enzim Masing-masing sampel yang telah mendapatkan perlakuan pendahuluan ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml larutan nutrisi ke dalam masing-masing erlenmeyer. Kemudian mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas dan dilapisi alumunium foil kemudian diikat dengan karet. Campuran tersebut disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit. Sebanyak 2 kawat ose bibit Trichoderma sp diinokulasikan pada masing-masing media dan diinkubasi selama 16 hari.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
125
2.3.6. Ekstraksi enzim Dituangkan 100 ml larutan 0,1% tween 80 ke dalam masing-masing serat aren yang sudah diinkubasi dan dishaker pada 90 rpm selama 120 menit pada suhu ruang. Larutan kemudian disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai ekstrak enzim kasar [23]. 2.3.7. Uji aktifitas enzim metode fenol-sulfat Sebanyak 1 ml buffer Na-Sitrat 0,05 M pH 5 dan satu strip kertas saring whatman No. 1 ukuran 1×6 cm dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan dipanaskan pada suhu 50℃ selama 10 menit. Masing-masing ekstrak enzim kasar dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 1 ml. Kemudian larutan dipanaskan pada suhu 50℃ selama 1 jam, kemudian diambil kertas saring dari tabung reaksi. Selanjutnya ditambah 0,5 ml larutan fenol 5% dan 2,5 ml H2SO4 pekat kemudian dihomogenkan. Larutan dilakukan pengenceran dengan penambahan buffer Na-sitrat sebanyak 10 ml. Diukur absorbansi pada panjang gelombang 495 nm [24]. Aktifitas enzim selulase dihitung dengan persamaan [25] : 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑎𝑠𝑒 (𝑈/𝑚𝑙) =
𝐺 × 𝐹𝑝 𝑡
Keterangan : G = glukosa yang dihasilkan 𝐹𝑝 = faktor pengenceran t = waktu inkubasi Konsentrasi glukosa yang didapat diplot pada persamaan kurva kalibrasi. 2.3.8. Tahap hidrolisis serat aren Sebanyak 10 ml enzim selulase dari Trichoderma sp. dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 5 gram serat aren dan ditambahkan buffer Na-sitrat sampai volumenya 150 ml kemudian dihomogenkan. Setiap hari selama 5 hari dianalisa kadar glukosanya. 2.3.9. Penentuan konsentrasi glukosa Penentuan konsentrasi glukosa dilakukan dengan menggunakan metode NelsonSomogyi.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
126
2.3.10. Metode Analisis Data a) Analisis Bahan Baku Analisis bahan baku meliputi kadar selulosa pada serat aren. Berikut tersaji hasil analisa limbah ampas pati aren dalam tabel 2. Tabel 3 Hasil analisis limbah ampas pati aren [5] Kandungan Limbah Ampas Pati Aren Kandungan Sebelum Pre-treatment Setelah Pre-treatment Air (%) 7,87 4,42 Lignin (%) 14,21 12,30 Selulosa (%) 60,61 72,78 Hemiselulosa (%) 15,74 9,25 Gula Reduksi (%) 0,5689 0,4123 Lain-lain (%) 1,00 0,8286 b) Analisis Hasil Analisis gula reduksi dilakukan pada saat hidrolisis serat aren setiap hari selama 5 hari. Analisis gula reduksi menggunakan metode Nelson-Somogyi dengan alat spektrofotometer. Prosedur pembuatan kurva standar gula reduksi : a. Membuat larutan glukosa standar (10 mg glucose anhidrat/100 ml). b. Dari larutan glukosa standar tersebut dilakukan 6 pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi : 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/100 ml. c. Menyiapkan 7 tabung reaksi yang bersih, masing-masing diisi dengan 1 ml larutan glukosa standar tersebut diatas. Satu tabung diisi 1 ml air suling sebagai blanko. d. Menambahkan ke dalam masing-masing tabung diatas 1 ml reagensia Nelson dan memanaskan semua tabung pada penangas air mendidih selama 20 menit. e. Mengambil semua tabung dan segera mendinginkan bersama-sama dalam gelas piala yang berisi air dingin sehingga suhu tabung mencapai 25oC. f.
Setelah dingin menambahkan reagensia Arsenomolybdat, gojog sampai semua endapan Cu2O yang ada larut kembali.
g. Menera absorbansinya masing-masing larutan tersebut pada panjang gelombang 540 nm. h. Membuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi glukosa dan absorbansi [27].
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
127
Penentuan gula reduksi pada sampel : a. Menyiapkan larutan sampel yang mempunyai kadar gula reduksi sekitar 2–8 mg/100 ml. Larutan contoh ini harus jernih, karena itu bila dijumpai larutan contoh yang keruh atau berwarna maka perlu dilakukan penjernihan terlebih dahulu menggunakan Pb-asetat atau bubur aluminium hidroksida. b. Memipet 1 ml larutan contoh yang jernih tersebut ke dalam tabung reaksi yang bersih. c. Menambahkan 1 ml reagensia Nelson, dan selanjutnya diperlakukan seperti pada penyiapan kurva standar diatas. d. Jumlah gula reduksi dapat ditentukan berdasarkan absorbansi larutan contoh dan kurva standar larutan glukosa [27]. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Delignifikasi merupakan proses perlakuan awal pada bahan baku sebelum dihidrolisis yang dapat mempengaruhi perolehan yield pada proses fermentasi gula reduksi. Delignifikasi bertujuan untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula. Berbagai metode
pre-treatment antara lain metode mekanik panas,
autohydrolysis, perlakuan asam, perlakuan alkali, perlakuan larutan organik [18]. Penelitian ini dilakukan pre-treatment dengan variasi konsentrasi asam sulfat pada proses delignifikasi untuk mengetahui konsentrasi asam sulfat terbaik dalam menghasilkan kadar gula reduksi paling tinggi. Asam yang digunakan pada umumnya adalah H2SO4 atau HCl [10] pada range konsentrasi 2-3%. Pengaruh konsentrasi asam sulfat dan waktu delignifikasi diperoleh hasil seperti dalam grafik berikut.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
128
Gambar 4 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Gula Reduksi dengan Waktu (hari) pada berbagai Variasi Konsentrasi Asam Sulfat (%) pada Waktu Delignifikasi 30 Menit Gambar 4 menunjukkan bahwa titik optimum konsentrasi asam sulfat memberikan hasil gula reduksi paling besar adalah konsentrasi asam sulfat 2,5% karena pada konsentrasi asam sulfat 3% kenaikan gula reduksinya tidak begitu jauh perbedaannya dan konsentrasi asam sulfat 3,5% memberikan hasil kadar gula reduksi yang menurun sebab menurut [20] penggunaan asam akan mempercepat hidrolisis, tetapi memiliki kerugian yaitu hasilnya sedikit, banyak produk degradasi yang menjadi kontaminan. Penggunaan asam dengan konsentrasi rendah memberikan banyak keuntungan yaitu tidak diperlukannya recovery asam dan tidak ada ion asam yang hilang pada proses [10].
Gambar 5 Grafik Hubungan antara Konsentrasi Gula Reduksi dengan Waktu (hari) pada berbagai Variasi Konsentrasi Asam Sulfat (% )pada Waktu Delignifikasi 15 menit
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
129
Kedua grafik diatas memperlihatkan bahwa konversi selulosa menjadi gula reduksi dipengaruhi oleh waktu pemanasan delignifikasi. Semakin lama waktu pemanasan delignifikasi maka kesempatan terbukanya struktur lignoselulosa menjadi selulosa menjadi lebih optimal, sehingga menghasilkan konversi gula reduksi yang maksimal. Lama waktu pemanasan delignifikasi 30 menit pada suhu 121℃ lebih baik daripada waktu pemanasan delignifikasi 15 menit pada suhu yang sama. Grafik tersebut juga memperlihatkan bahwa hidrolisis selulosa dipengaruhi oleh waktu hidrolisis. Pada hari ke-1 sampai hari ke-3 terlihat bahwa perolehan gula reduksi mengalami kenaikan sacara signifikan. Hari ke-4 sudah mengalami penurunan perolehan kadar gula reduksi. Waktu paling baik untuk hidrolisis serat aren secara enzimatis adalah hari ke-3. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan : 1) Serat aren dapat dihidrolisis secara enzimatik menghasilkan gula reduksi dengan menggunakan jamur Trichoderma sp 2) Kondisi optimum percobaan dicapai pada konsentrasi asam sulfat 2,5%. 3) Lama waktu delignifikasi 30 menit. 4) Kadar perolehan gula reduksi paling tinggi yaitu pada hari ke-3.
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kepada Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wil VI Jawa Tengah Kementrian Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing Dikti tahun 2015 dan para reviewer DAFTAR PUSTAKA
[1]
Sudarsono, Saiful Huda, Murni Yuniwati, Purnawan., 2013, Pemanfaatan Limbah Serat Pati Aren sebagai Material Komposit - Poliester. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Laporan Multitahun. Kopertis Wilayah V DIY Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta.
[2]
Kusmiyati, H., 2007, Karakteristik limbah Tepung Aren (Arenga pinnata Merr) dan permasalahan lingkungan yang ditimbulkan di Desa Daleman Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
130
[3]
Susanti Rina Nugraheni, Agus Prasetya, Sihana., 2013, Processing Biochar from Solid Waste of Arenga Pinnata Flour Industry. Jurnal Teknik Kimia Volume 11, Nomor 1 , 6.
[4]
Firdayati, Mayrina dan Marissa Handajani. 2005. Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri Tepung Aren. Jurnal Infrastruktur & Lingkungan Binaan. Vol.I. No.2.
[5]
Sari Purnavita, Herman Yoseph Sriyana,tt, Produksi Bioetanol dari Limbah Ampas Pati Aren secara Enzimatik dengan Menggunakan Mikrobia Selulotik Ekstrak Rayap. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Vol. 8 No.2 , halaman 54 -60.
[6]
Sahari, J; S. M Sapuan,; Z. N. Ismarrubie2; dan M. Z. A. Rahman3, 2012, Physical And Chemical Properties of Different Morphological Parts of Sugar Palm Fibres. Fibres & Textiles In Eastern Europe; 20, 2(91): 2124.
[7]
Coughlan M.P. and G.E. Russel, 1985, The Properties of Fungal and bacterial Cellulases with Comment on Their Production and Aplication. Biotechnol. Gen. Eng. 3:39-69.
[8]
The-an Hsu, 1980, Kinetic Studies of Cellodextrins Hydrolysis by Exocellulase from Trichoderma ressei. Biotechnol. Bioeng. 22:23052320.
[9]
Anindyawati, Trisanti, 2009, Prospek Enzim Dan Limbah Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI : Bogor.
[10] Osvaldo Z. S., Panca Putra S., M. Faizal, 2012, Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol Dari Alang-Alang. Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 18, 52-62. [11] Putri, O. P., 2013, Struktur Karbohidrat. Retrieved Maret 31, 2015, from Twin's Blog : https://oktavianipratama.wordpress.com/2013/04/21/strukturkarbohidrat/ [12] Hamelinck, Carlo N, Hooijdonk, Geertje van dan Faaij, Andre PC, 2005, Ethanol from lignocellulosic biomass: techno-economic performance in short-, middle- and long-term. Biomass and Bioenergy, Vol. 28, pp. 384-410. [13] Jeoh, T., Michener, W., Himmel, M. E., Decker, S., R., dan Adney, W., S, 2008, Implications of cellobiohydrolase glycosylation for use in biomass conversion. Biotechnology for Biofeul. 1:10.1-14.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
131
[14] Novi Lestu L Binoto, Saul Rolan, Diyono Ikhsan, tt, Hidrolisis Ampas Tebu Secara Enzimatis Menggunakan Trichoderma reesei. Semarang: Universitas Diponegoro. [15] Wang, N. S., 2008, Experiment No. 4 Cellulose Degradation. University of Maryland: Departement of Chemical & Biomolecular Engineering. [16] Sri Sukadarti, Siti Diyar Kholisoh, Heri Prasetyo, Wasis Pujo Santoso, Tri Mursini, 2010, Produksi Gula Reduksi Dari Sabut Kelapa Menggunakan Jamur Trichoderma reesei. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia ISSN 1693 – 4393 , D13 - 1 - D13 - 7. [17] Schafner, D.W. and R.T. Toledo, 1991, Cellulase Production in continuous Culture by Trichoderma ressei on Xylose-Based Media. Biotechnol. Bioeng. 39(8):865-869. [18] Mosier, Nathan, et al., 2005, Features of promising technologies for pretreatment of lignocellulosic biomas, Bioresource Technology 96 , pp. 673–686. [19] Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K., 2007, Acid-based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials: a review. Bioresources 2(3), pp. 472-499. [20] Miyamoto, K., 1997, Renewable biological systems for alternative sustainable energy production. FAO Agricultural Services Bulletin – 128. [21] Selviza Safaria, N. I., 2013, Efektivitas Campuran Enzim Selulase dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dalam Menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa. JKK, volume 2 (1), ISSN 2303-1077, 46-51. [22] Arthe R, R. Rajesh, E.M.Rajesh, R. Rajendran, S. Jeyachandran, 2008, Production of bioethanol from cellulosic cotton waste through microbial extrcellular enzymatic hydrolysis and fermentation. EJEAFChe. 7 (6):2984-2992. [23] Szendefy, J.; Szakacs, G. And Christopher, L., 2006, “potential of solidstate Fermentation Enzymes of Aspergillus in Biobleaching of Paper Pulp”, Enzymes and Microbial Technology, 39, 1354-1360.
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
132
[24] Dubois, M., Gilles, K.A., Hamilton, J.K., Rebers, P.A. and Smith, F., 1956, ”Colorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substances”, 28(3):350-356 [25] Kamila, L., 2003, “ Penciriaan Selulolitik Isolat Khamir Rhodotorula sp. Dari Tanah Taman Nasional Gunung Halimu”, Skripsi ,Jurusan Kimia, IPB. [26] http://andrianjati.blogspot.com/2012/03/analisa-gula-reduksi-sudarmadjidkk.html
SNaTKII II – 10 Oktober 2015
133