Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015
PEMBUATAN SIRUP GLUKOSA BERANTIOKSIDAN DARI PATI JAHE EMPRIT (Zingibier officinale Var. Rubrum) SECARA HIDROLISIS ENZIMATIS Making Glucose Syrup of Emprit Ginger Starch Containing Antioxidants (Zingibier officinale var. Rubrum) by Hydrolysis Enzymatically Siti Andriani1*, Yunianta 1 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, E-mail:
[email protected] ABSTRAK Jahe (Zingiber officinale) merupakan jenis tanaman obat dan berfungsi sebagai rempah. Pemanfaatan jahe selama ini diolah menjadi minuman instan atau diambil minyak atsirinya. Limbah dari pengolahan jahe berupa ampas yang belum termanfaatkan secara maksimal sementara ampas tersebut masih memiliki kandungan pati sekitar 75-82%. Penelitian ini dirancang untuk mengembangkan pemanfaatan limbah jahe menjadi sirup glukosa dengan nilai tambah kandungan antioksidan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok(RAK) dengan dua faktor yaitu pencucian pati yang terdiri dari 3 level (0, 6, 12 kali) dan suhu inkubasi yang terdiri dari 3 level (60, 65, 70°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada banyaknya pencucian pati sebanyak 6 kali dengan suhu inkubasi 65°C. Produk ini menunjukkan kadar gula reduksi yang dihasilkan cukup tinggi yakni sebesar 30.17%, serta antioksidan yang dikandung juga cukup tinggi yakni 28.82%. Kata kunci: Enzim α-amilase, Enzim glukoamilase, Pati Jahe Emprit, Sirup glukosa, ABSTRACT Ginger(Zingiber officinale) is a medicinal plant species and can serve as well ast he herb. Utilization of ginger has been processed into instant ginger drink or taken essential oil. Waste of a ginger processing residue not fully utilized maximally while the waste still have a high starch content of around 75-82%. This study was designed to examine the use of ginger in the form of waste starch into glucose syrup with added value in the presence of antioxidants. The research was conducted using Randomized Block Design with two factors. The first factor was washing of starch that consisted of three levels (0 times, 6 times and 12 times) and the second factor was incubation temperature that consisted of three levels (60°C, 65°C and 70°C). The best treatment on the physic-chemical characteristic was obtained from 6 times starch washing and 65°C incubation temperature. The product had 30.17 % of reducing sugar and showed 28.82 % of total antioxidant activity. Keywords: α-amylase enzymes, ginger starch, glucoamylase enzymes, glucose syrup PENDAHULUAN Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu jenis tanaman obat dan dapat berfungsi juga sebagai rempah, yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Produksi jahe di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 115.092 ton dengan rata-rata pertumbuhan 0.31% per tahun [1]. Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan sebagai produk jahe instan, akan tetapi pada proses pengolahan jahe instan didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang belum termanfaatkan secara maksimal. Menurut 1128
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 Hernani [2] menyatakan bahwa kandungan pati pada jahe sebesar 82%. Jahe memiliki beberapa komponen kimia, seperti gingerol, shogaol dan zingerone memberi efek farmakologi dan fisiologi seperti antioksidan [3]. Pemanfaatan pati jahe salah satunya diolah menjadi sirup glukosa yang mengandung antioksidan di dalamnya. Pembuatan sirup glukosa dari pati jahe dilakukan dengan menggunakan enzim αamilase pada proses likuifikasi dan enzim glukoamilase pada proses sakarifikasi karena dapat menghidrolisis ikatan (1,4-α-D) dan (1,6-α-D) glikosidik dari pati jahe. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor yang diberikan yaitu pencucian pati dan juga suhu inkubasi terhadap kandungan aktifitas antioksidan serta sifat fisik dan kimia sirup glukosa dari pati Jahe Emprit. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati Jahe Emprit diperoleh dari UKM “R. Rovit” yang berada di Kota Batu. Enzim α-Amilase dari Malt barley Sigma 45.2 unit/mg dan Enzim Glukoamilase Sigma 300 unit/mg dari Apergillus niger diperoleh dari Laboratorium Biokimia dan Anlisis Pangan FTP. NaOH0.1N, HCl 0.1N, Etanol 96%, CaCO3, larutan nelson A dan nelson B, kertas saring, serta aquades diperoleh dari toko kimia “Makmur Sejati”, Reagen Arsenomolibdat diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada. DPPH dari Laboratorium Biokimia dan Analisis Pangan FTP. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : beaker glass 250 mL (Pyrex), spatula besi, alumunium foil(Bagus), erlenmeyer 250 mL (Herma), labu ukur 100 mL (Pyrex), pipet volume 5 mL dan 10 mL (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), corong kaca, gelas ukur (Pyrex), vortex (Turbo Mixer), pH meter, spektrofotometer (20 D Plus), timbangan analitik (Denver Instrument M-310), waterbath, oven listrik (WTC Binder), bola hisap (Marienfiel), Centrifuge, cawan porselin, desikator, pipet tetes, penangas air (Maspion). Rancangan Penelitian Rancangan untuk penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok(RAK) dengan dua faktor yaitu banyaknya pencucian pati (P) dan suhu inkubasi (T). Faktor I terdiri dari 3 level dan faktor II terdiri dari 3 level, sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis ragam / ANOVA. Apabila terdapat beda nyata pada interaksi kedua perlakuan dilakuka uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dan bila tidak terdapat interaksi namun disalah satu perlakuan atau keduanya terdapat beda nyata, maka dilakukan uji beda BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan taraf nyata 5%. Pemilihan perlakuan terbaik dianalisis dengan menggunakan “De Garmo metode”. Pembuatan Pati Jahe Emprit Jahe yang telah disortasi kemudian dikupas dan dibersihkan. Selanjutnya jahe dihaluskan dengan cara diparut kemudian direndam selama 12 jam dengan perbandingan jahe dengan air yaitu 1:3. Tahap selanjutnya yaitu penyaringan yang akan memisahkan antara serat atau ampas dan juga air jahe. Air jahe dari hasil penyarigan kemudian diendapkan lagi selama 24 jam sehingga didapatkan air jahe murni dan pati jahe. Pati jahe inilah yang akan dicuci sebanyak 0, 6 dan 12 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Berdasarkan Gambar 1. dapat dilihat bahwa kadar pati cenderung meningkat seiring dengan banyaknya proses pencucian. Hasil tertinggi kadar pati yaitu sebesar 81.24% 1.
1129
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015
Kadar Pati
terdapat pada sampel dengan pencucian pati sebanyak 12 kali. Sedangkan nilai kadar pati yang terendah sebesar 74.62% terdapat pada sampel dengan pencucian 0 kali. 82 80 78 76 74 72 70 0 kali
6 kali
12 kali
Pencucian Pati
Gambar 1. Kadar Pati Jahe Emprit Menurut Madenani [4] pati Jahe Emprit mengandung pati sebesar 82%. Sedangkan menurut Prayestha [5] yang menggunakan sumber pati yang sama dengan yang digunakan dalam penelitian ini, kadar patinya adalah 79.84%. Hasil yang didapatkan dari penelitian lebih rendah daripada literatur, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan sampel pati jahe yang digunakan dan juga adanya perbedaan proses pencucian pada saat pembuatan pati jahe. 2.
Kadar Gula Reduksi % Gula Reduksi
32 31 30
Pencucian 0x
29
Pencucian 6x
28
Pencucian 12x
27 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 2. Grafik Kadar Gula Reduksi Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa kadar gula reduksi cenderung meningkat seiring dengan tinggi suhu. Hasil tertinggi gula reduksi yaitu sebesar 31.2% terdapat pada sampel dengan pencucian pati sebanyak 12 kali dan suhu inkubasi 70°C. Sedangkan nilai gula reduksi yang terendah sebesar 28.47% terdapat pada sampel dengan pencucian 0 kali dengan suhu 60°C. Proses pencucian yang berulang-ulang saat pembuatan pati menjadikan pati semakin bersih dari zat non pati, sehingga tingkat kemurnian pati juga semakin tinggi. Hal ini menurut Winarno [6] karena pada saat proses pencucian zat-zat yang bersifat larut air ikut terbuang bersama air seperti protein, mineral, termasuk zat aktif komponen kimia yang terkandung dalam pati tersebut. Proses pencucian juga menyebabkan pati mengalami fermentasi, hal ini disebabkan karena waktu perendaman yang cukup lama. Fermentasi pada pati juga mempengaruhi karakteristik akhir dari pati, salah satunya yakni kadar gula reduksi dalam pati. Selama fermentasi terdapat aktivitas mikroba yang menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai dengan pembentukan gula-gula sederhana yang digunakan untuk energi dan pertumbuhan dan aktivitasnya[7].
1130
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 3.
Kadar Dextrose Equivalent (DE) Dextrose Equivalent
95 90 Pencucian 0x
85
Pencucian 6x
80
Pencucian 12x 75 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 3.Grafik Dextrose Equivalent Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit Berdasarkan Gambar 3, nilai DE dari sirup glukosa pati Jahe Emprit mengalami kenaikan dengan adanya perlakuan pencucian pati dan juga penambahan suhu. Nilai DE tertinggi terdapat pada sampel dengan perlakuan pencucian pati sebanyak 12 kali dan suhu 70°C. Semakin meningkat suhu inkubasi, maka nilai DE juga meningkat. Hal ini dikarenakan pada umumnya kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum [8]. Namun pada suhu inkubasi 70°C enzim masih mampu melakukan aktivitas karena pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi namun kestabilannya rendah [9]. Peningkatan DE menurut Winarno [10] juga diduga disebabkan subtrat yang harus dihidrolisis lebih lanjut masih banyak. Pada proses likuifikasi enzim αamilase menghidrolisis pati menjadi glukosa, maltosa, maltotriosa, dan berbagai jenis α-limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih residu gula yang banyak mengandung α-1,6 glikosidik. Aktifitas Antioksidan Aktivitas Antioksidan
4.
80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pencucian 0x Pencucian 6x Pencucian 12x 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 4.Grafik Aktivitas AntioksidanSirup Glukosa Pati Jahe Emprit Gambar 4 menunjukkan aktivitas antioksidan pada sirup glukosa pati Jahe Emprit yang cenderung menurun dengan meningkatnya suhu inkubasi. Total aktivitas antioksidan yang paling tinggi terdapat pada sampel pati yang tidak mengalami perlakuan pencucian pati dengan suhu yang paling rendah yaitu 60°C. Sampel pati yang tidak mengalami perlakuan pencucian memiliki total aktivitas antioksidan tertinggi karena komponen senyawa kimia jahe masih terkandung didalam pati, hal ini berbeda dengan sampel yang mengalami pencucian sebanyak 6 kali dan 12 kali yang memiliki aktivitas antioksidan lebih rendah. Senyawa kimia pada Jahe Emprit yang menyebabkan aktivitas antioksidan yang paling utama yaitu gingerol. Gingerol ini bersifat labil terhadap panas baik selama 1131
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 pengolahan maupun penyimpanan, akibat perlakuan suhu gingerol mengalami degradaasi menjadi shogaol[11]. Shogaol merupakan senyawa pedas pada jahe yang memiliki struktur kimia mirip gingerol. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bartley dan jacobs [12] yang menyatakan bahwa pada saat proses pengeringan juga mengalami penurunan jumlah gingerol, namun mereka menemukan peningkatan senyawa lain seperti terpene hidrokarbon, shogaol dan konversi dari beberapa alkohol monoterpene. Selisih jumlah aktivitas antioksidan pada masing-masing perlakuan suhu inkubasi juga tidak terlalu besar karena seperti hasil penelitian [13] yangmempelajari stabilitas bahwa komponen jahe setelah perlakuan panas pada suhu 120°C dan menyatakan bahwa aktivitas antioksidan masih tetap stabil. 5.
Nilai L (Kecerahan) 40 Nilai L
30 20
Pencucian 0x
10
pencucian 6x pencucian 12x
0 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 5. GrafikNilai L Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit Gambar 5 menunjukkan semakin banyaknya proses pencucian pati maka menyebabkan meningkatnya tingkat kecerahan produk sirup glukosa dari pati Jahe Emprit tersebut. Nilai tingkat kecerahan tertinggi ditunjukkan dari sampel dengan pencucian 12 kali. Perlakuan pencucian juga menyebabkan pati mengalami fermentasi. Semakin lama fermentasi tingkat kecerahan dari pati Jahe Emprit terfermentasi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama proses perendaman pada saat fermentasi menyebabkan sebagian pigmen pada oleoresin mengalami kerusakan sehingga ikut luruh dalam air [14]. Semakin tinggi suhu inkubasi, maka tingkat kecerahan semakin menurun. Karena suhu inkubasi yang tinggi dapat menyebabkan reaksi pencoklatan. Hal ini sesuai dengan Winarno [15]bahwa reaksi karamelisasi terjadi bila dipanaskan sampai melalui tititk leburnya (160°C). Faktor lain yang mempengaruhi kecerahan warna menurun karena suhu inkubasi yaitu adanya oksidasi pada sirup glukosa. Oksidasi ini terjadi akibat minyak yang terkandung pada pati Jahe Emprit. Menurut Thomas [16] bahwa oksidasi yang terjadi pada minyak atau oleoresin menyebabkan warna pada minyak cenderung menjadi gelap. Nilai b 10 8 Nilai b
6.
6
Pencucian 0x
4
Pencucian 6x
2
Pencucian12x
0 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 6.Grafik Nilai b Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit
1132
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 Gambar 6 menunjukkan semakin banyaknya proses pencucian pati maka menyebabkan turunnya tingkat warna kekuningan produk sirup glukosa dari pati Jahe Emprit tersebut. Nilai tingkat kekuningan tertinggi ditunjukkan dari sampel dengan pencucian 12 kali. Semakin banyaknya perlakuan pencucian pati maka semakin meningkat pula tingkat kekuningan produk. Warna kuning pada jahe ini disebabkan karena adamya komponen kimia pada Jahe Emprit yang berupa oleoresin. Menurut hasil penelitian [17] oleoresin jahe merupakan cairan coklat berwarna gelap, dan mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar 15-35%, dan senyawa pembentuk rasa yaitu gingerol, shogaol, zingeberon, bersifat agak kental dengan aroma dan rasa jahe. Semakin tinggi suhu inkubasi, maka tingkat kekuningan semakin meningkat. Karena suhu inkubasi yang tinggi dapat menyebabkan reaksi pencoklatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno[18]yang menyatakanbahwa reaksi karamelisasi terjadi bila dipanaskan sampai melalui tititk leburnya (160°C). 7.
Total Padatan Terlarut 30 25 °Brix
20 15
Pencucian 0x
10
Pencucian 6x
5
Pencucian 12x
0 60°C
65°C
70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 7.
Grafik Total Padatan Terlarut Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit
Gambar 7 menunjukkan rerata total padatan terlarut dari sirup pati glukosa yaitu sebesar 18.7 - 24.7°Brix. Grafik diatas menunjukkan adanya peningkatan total padatan terlarut pada sampel yang mengalami perlakuan pencucian pati terbanyak yaitu 12 kali. Kondisi optimum proses sakarifikasi menyebabkan semakin banyak jumlah pati yang terpecah menjadi komponen gula. [19] menyatakan bahwa komponen yang terukur sebagai total padatan terlarut adalah asam organik, sukrosa, gula reduksi, garam dan protein yang sangat berpengaruh pada nilai brix. Menurut penelitian Ibezim [20] terkait optimasi dan stabilitas pH dan temperatur glukoamilase bahwa suhu Optimasi Glukoamilase adalah 65°C. Viskositas
Viskositas
8.
1,140 1,130 1,120 1,110 1,100 1,090 1,080 1,070 1,060 1,050
Pencucian 0x Pencucian 6x Pencucian 12x Suhu 60°C
Suhu 65°C
Suhu 70°C
Suhu Inkubasi
Gambar 8. Grafik Viskositas sirup glukosa pati Jahe Emprit 1133
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 Gambar 8 menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai viskositas pada sirup glukosa pati jahe dengan seiring meningkatnya suhu dan banyaknya pencucian pati. Rereta viskositas sirup glukosa pati jahe yaitu sebesar 1.08 cps – 1.11 cps. Semakin tinggi konsentrasi gula yang diberikan, semakin tinggi pula tingkat viskositasnya. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Winarno [21] bahwa peningkatan viskositas dipengaruhi dengan adanya penambahan gula dan konsentrasi gula yang ditambahkan. Suhu optimum berbanding dengan jumlah gula reduksi yang terkandung di dalam sirup glukosa. Menurut [22], komponen padatan terlarut yang semakin besar dalam suatu larutan akan meningkatkan viskositas bahan. Rendemen
% Rendemen
9.
70 60 50 40 30 20 10 0
Pencucian 0x Pencucian 6x Pencucian 12x 60°C
65°C
70°C
`
Gambar 9. Grafik Rendemen Sirup Glukosa Pati Jahe Emprit Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai rendemen glukosa semakin meningkat dengan semakin banyaknya pencucian pada saat proses pembuatan pati dan semakin tingginya suhu inkubasi sakarifikasi. Rendemen tertinggi diperoleh pada pada sirup glukosa dengan pencucian pati sebanyak 12 kali dengan suhu inkubasi 70°C. Sedangkan rendemen terendah terdapat pada sirup glukosa dengan pencucian pati sebanyak 0 kali dengan suhu inkubasi 60°C. Semakin tinggi jumlah produk berupa gula-gula yang terbentuk, maka semakin tinggi rendemen yang didapat. Winarno [23] menyatakan bahwa peningkatan waktu inkubasi akan menambah kesempatan enzim glukoamilase untuk memecah subtrat sehingga hasil hidrolisis semakin meningkat. Setyowati [24] menyatakan semakin banyak polimer rantai panjang yang dipecah oleh enzim maka akan meningkatkan rendemen. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan banyaknya pencucian pati dan suhu inkubasi sakarifikasi memberikan pengaruh nyata (α=0.05) terhadap gula reduksi, Dextrose Equivalent, total aktifitas antioksidan, warna kecerahan, warna b, Total Padatan Terlarut, rendemen, dan viskositas. Namun antara kedua faktor tidak terjadi interaksi. Hasil perlakuan terbaik dipilih menggunakan metode Indeks Efektifitas (De Garmo) diperoleh dari perlakuan dengan banyaknya pencucian 6 kali dan suhu inkubasi 65°C. Perhitungan perlakuan terbaik dididapatkan dari sirup glukosa dengan perlakuan banyaknya pencucian 6 kali dan suhu inkubasi sakarifikasi 65°C dengan kadar gula reduksi yang terkandung adalah 30.174% dan dengan kandungan nilai aktifitas antioksidan sebesar 28.82%. Karakteristik lain yang dimiliki yaitu rendemen 57.75%, TPT 24.4°Brix, DE 86.81%, viskositas 1.102 pcs, nilai kecerahan 27.17.
1134
Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit – Andriani, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1128-1135, Juli 2015 DAFTAR PUSTAKA 1) Sutiyorini, S,Nuryati L dan Zikria R. 2013. Informasi Komoditas Holtikultura. Pusdatin No. 04/02/I : 1-4 2) Hernani, danWinarti C. 2013. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya Dalam Bidang Kesehatan. BBPPP : 1-6 3) Bhattarai, S., V.H. Tran and C.C. Duke. 2001. The stability of gingerol and shogaol in aqueous solution. Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry 90 : 1658– 1664. 4) Madeneni, M.N, S. Faiza, R. Ramaswarny, M. Guha, and S. Pullabhatla. 2011. Physicochemical and functional properties of starch isolated from ginger spent. Reserch Article. Stach Journal, 63 : 9, 570–578. 5) Prayestha, W. 2013. Pengaruh Rasio Pati Jahe Emprit (Zingiber officinale var. Rubrum)Dan Pati Garut (Maranta Arundinaceae L.Var. Creole) Serta Konsentrasi Baking Powder. Skripsi. Universitas Brawijaya: Malang 6) Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M Brio Press 7) Oktavian. 2010. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomeabatatas L) sebagai Alternatif Pengganti Bahan Makanan Pokok. http://budikolonjono.blogspot.com/ 2010/11/pemanfaatan-ubijalar-ipomea-batatas.html. Tanggal Akses 10 Agustus 2014. 8) Rodwell, V. W. 1987. Harper’s review of Biochemistry. Alih Bahasa :Iyan Dharmawan Edisi 20. Jakarta : EGC Kedokteran. 9) Muchtadi, D. N. S Palupi, dan M. Astwan. 1992. Teknologi Pemasakan Ekstruksi. PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor. 10) Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta 11) Kusumaningati RW, 2009. Analisis Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Secara in Vitro, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta 12) Bartley, J, and A. Jacobs. 2000. Effects of drying on flavour compounds in Australiangrown ginger (Zingiberofficinale). Journal of the Science of Food and Agriculture. 80:209–215. 13) Vanker PS, Tiwari V, Shanker R, Srivastava J. 2006. Change in Antioxidabt Activity of Spices Turmeric and Ginger on Heat Treatment. Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry, 5(2): 1313-1317 14) Ottaway, P.B. 1999. The Technology of Vitamin in Food. Aspen Publisher, Inc. Garthersburg. Marryland. 15) Winarno. 1995. Enzim Pangan. PT. Gramedia Utama. Jakarta 16) Thomas, H.W. 1985. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product, Volume 3. Jhon Wiley & Sons, New York 17) Oktora, R,D, Aylianawati, Y. Sudaryanto. 2007. Ekstraksi Oleoresin dari Jahe. Artikel Penelitian Widya Teknik. 6: 2, 131-141. 18) Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta 19) Ranken, M.D. and Kill, R.C.I993. Food Industries Mannual. 23 Edition. Blackie Academic and Professional. 20) Ibezim, E.C, et all. 2008. The Role of Ginger Starch as a Binder in Acetaminophen Tablets: African Journal of Pharmacy and Pharmacology. Vol. 3, University of Nigeria 21) Winarno FG. 2008. Kimia Pengaruh Pangan dan Gizi. Bogor: MBrio Press 22) Setyowati. 2004. Pengaruh Lama Perebusan dan Konsentrasi Sukrosa terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Sirup Kacang Hijau. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang 23) Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta 24) Hebeda, R.E. 1993. Starch, sugar, and syrups. Di dalam Nagodawithana, T dan G. Reed (eds) Enzymes in Food Processing. Academic Press., New York.
1135