PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERAMBAHAN HUTAN DI INDONESIA Agus Setya Basuki Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Email :
[email protected] Abstract Encroachment is a very serious problem because it is one of the main causes of deforestation in Indonesia. This study aimed to determine the factors that effect the criminal offense prevention of encroachment in Bromo Tengger Semeru National Park and effort should be made by the Hall of Bromo Tengger Semeru National Park as the area manager. The result was a lot of rights that should be improved from the all efforts that have been made by the Hall Bromo Tengger Semeru National Park. Improving the encroachment can be minimized. Keywords : lawenforcement, Encroachment, Improving the equality of personil
Abstrak Perambahan hutan merupakan masalah yang sangat serius karena merupakan salah satu penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi penanggulangan tindak pidana perambahan hutan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan upaya yang seharusnya dilakukan oleh pihak Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sebagai pihak pengelola kawasan. Hasilnya ternyata banyak hak yang harus ditingkatkan dari semua upaya yang sudah dilakukan oleh pihak Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Peningkatan kualitas aparat kehutanan dan peningkatan program pemberdayaan masyarakat desa sangat membantu agar perambahan hutan dapat ditekan seminimal mungkin. Kata Kunci: Penegakan hukum, Perambahan hutan, Peningkatan kualitas aparat
A.
Pendahuluan
Pembangunan yang sedang dilaksanakan baik sejak orde baru maupun sampai sekarang, sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang di atas kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur. Titik berat pembangunan kita adalah pembangunan di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah berimplikasi kepada deregulasi sektor ekonomi, tetapi efek negatifnya adalah bahwa pelaku ekonomi terkadang tidak mengindahkan
1
peraturan hukum yang berakibat kepada pelanggaran hukum yang perlu diikuti dan dalam banyak hal diancam dengan sanksi, baik sanksi pidana maupun sanksi perdata.1 Sebagai konsekuensi dari semakin luasnya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan di bidang ekonomi baik secara vertikal maupun horizontal, bukanlah tanpa peraturan yang mengatur, mengarahkan dan membatasi. Proses membatasi ini bahkan dalam banyak hal diwujudkan dalam bentuk ancaman pidana. Khususnya jika pelanggarannya mengakibatkan kerugian pada perekonomian negara. Melihat kerugian negara yang sangat besar dari
Edi Setiadi, Hukum Pidana Ekonomi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010
70 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ...
pelanggaran terhadap hukum ekonomi, maka tujuan pemidanaan dan pemilihan sanksi pidana harus mendapat evaluasi, tetapi penggunaan hukum pidana sebagai alat untuk mencegah, mengendalikan dan menanggulangi kejahatan di bidang ekonomi tetap harus dipertahankan. Tindak pidana ekonomi ternyata sudah merambah ke berbagai sektor kehidupan. Salah satu yang sekarang sering terjadi adalah di bidang kehutanan yang berbentuk perambahan hutan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan keberadaan lingkungan hidup saat ini yang makin hari makin menurun kualitasnya. Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat dari Tuhan yang Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan wawasan nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk itu dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Salah satu bagian dari lingkungan hidup disekitar adalah hutan. Setiap negara pasti mempunyai hutan, tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak mempunyai hutan. Di Indonesia yang termasuk negara kepulauan, keberadaan hutan sangatlah penting dan selalu dilindungi. Perangkat hukum yang diciptakan oleh negara juga selalu memberikan perhatian terhadap kelestarian hutan. Hutan mesti dilindungi
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
dengan menerbitkan seperangkat hukum yang bersifat memaksa bagi setiap orang dan korporasi. Perhatian dunia terhadap hutan hutan di berbagai negara, termasuk Indonesia sedemikian besar. Kelestarian hutan sebagai paru-paru dunia dapat mencegah pemanasan global yang dapat merugikan penduduk seluruh dunia. Di Indonesia keberadaan dan kelestarian hutan dijaga sedemikian rupa. Bahkan eksplorasi dan pengelolaan hutan harus dilakukan dengan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan hutan. Jadi hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa dan negara, yakni memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hutan juga merupakan kekayaan negara dan bangsa yang tidak ternilai, sehingga hak-hak negara atas hutan dan hasil hutan harus dijaga, dipertahankan dan dilindungi agar hutan dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu hutan perlu dilindungi agar tidak dirusak atau mengalami kerusakan baik akibat perbuatan manusia atau karena proses alam. Dewasa ini semakin meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan makin sulitnya mencari lapangan pekerjaan yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat makin sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup. Persaingan hidup yang semakin keras ternyata dialami juga di masyarakat sekitar hutan yang jauh dari hiruk pikuknya keramaian kota. Urusan perut ternyata sangat peka dan menyebabkan banyak orang kehilangan akal sehat. Banyak masyarakat yang produktif tetapi tidak tersalurkan dalam hal pekerjaan karena sangat terbatasnya lapangan pekerjaan. Proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah ternyata belum bisa memberikan kesejahteraan yang merata pada seluruh rakyat, terutama di masyarakat sekitar hutan yang kita sebut sebagai masyarakat desa hutan. Salah satu hal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan adalah melakukan perambahan, membuka lahan baru di kawasan hutan dan mengaku bahwa hutan tersebut adalah hak mereka. Tanpa ijin mereka menebangi pohon, meratakan dan mengolah lahan bekas hutan tersebut untuk dijadikan lahan pertanian. Bahkan untuk mempercepat proses pembukaan lahan tidak jarang mereka membakar sisa batang pohon yang mereka tebang. Tentunya hal ini sangat merusak dan mengganggu kesehatan karena asap yang diakibatkan pembakaran lahan tersebut bergerak kemana arah angin dan menyebar kemana-mana bahkan sampai ke negara tetangga.
Problematika Penegahan Hukum ... 71
Di Jawa Timur khususnya di wilayah kabupaten Malang, bentuk kejahatan bidang kehutanan seperti itu ternyata terjadi. Di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, terjadi tindak pidana bidang kehutanan yang sangat meresahkan karena wilayah yang dirambah mencapai 100 hektar dengan komposisi 60 hektar merupakan wilayah hutan Perum Perhutani dan 40 hektar merupakan wilayah hutan Taman Nasional. Lokasi perambahan berada di desa Duwet kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Berada di bawah pengelolaan Resot Pengelolaan Taman Nasional Coban Trisula. Dari target luas hutan yang dirambah seluas 40 hektar di hutan taman nasional, yang sudah digarap adalah seluas kurang lebih 10 hektar. Cara yang dilakukan adalah dengan menebang, membabat dan membersihkan tanaman bawah atau semak, cemara gunung dan akasia Deccuren yang merupakan tanaman Gerhan tahun 2003. Bisa dipastikan bahwa tanaman Gerhan (reboisasi) yang ditanam oleh taman nasional sejak tahun 2003 lalu dipastikan musnah karena tindakan warga yang sangat tidak bertanggung jawab ini.2 Perambahan ini dipergunakan untuk pembukaan lahan yang digunakan sebagai areal pertanian tanaman sayuran. Motif ekonomi sudah jelas terlihat dari sini. Hutan yang dirambah, dibersihkan dari pepohonan, termasuk tumbuhan bawahnya kemudian tanahnya diolah untuk dijadikan lahan pertanian tanaman kentang dan sayuran lain. Makin bertambahnya jumlah penduduk dan makin sempitnya lapangan p ek er j aa n me n ye ba b ka n t i nd a k p i d an a perambahan makin sering terjadi. Masyarakat sudah tidak memperdulikan lagi apakah tindakan mereka sudah melanggar hukum atau bukan. Kenyataan di lapangan menunjukkan pola pertanian yang mereka lakukan adalah pola pertanian dengan cara yang sangat tradisional. Sisa lahan yang tidak dapat dibersihkan mereka bakar. Ini jadi masalah lagi jika dilakukan pada waktu musim kemarau karena akan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Semua yang mereka lakukan ternyata mengandung ancaman bahaya bagi hutan dan lingkungan. Ternyata tindak pidana ekonomi yang dilakukan masyarakat secara berkelompok ini sangat membahayakan jika dilihat dari berbagai sisi. Nilai ekonomi yang diharapkan bisa saja memenuhi harapan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup tapi untuk jangka panjang, hal ini akan tetap lebih merugikan karena akibat bencana yang diakibatkan karena perambahan ternyata 2
jauh lebih besar nilai kerugiannya daripada nilai ekonomi yang didapat oleh sekelompok masyarakat perambah. Jika perambahan tersebut dilakukan di lereng pegunungan maka dapat dipastikan yang menerima akibat negatif adalah masyarakat desa yang ada di bawahnya atau kota yang jelas berada di ketinggian di bawah lokasi perambahan. Dan jika sudah terjadi bencana, maka diperlukan biaya yang sangat besar dan waktu yang sangat lama untuk pemulihan dan akan menimbulkan korban nyawa, harta dan kerusakan sarana prasarana, lahan pertanian, dan lain sebagainya. Berdasarkan pada uraian pada latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan dalam penulisan ini yaitu : Mengapa perambahan hutan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terus terjadi? B.
Faktor Pendorong dan Realita di Masyarakat
Tujuan akhir dari hukum adalah mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial. Persoalan keadilan ini merupakan hal pokok untuk terus dibicarakan, mengingat keadilan adalah hak manusia yang paling mendasar. Masalah keadilan sangat penting dalam seluruh tingkat kehidupan manusia. Baik dalam tingkat kehidupan individu atau sosial, baik dalam urusan pribadi, keluarga, sosial kemasyarakatan maupun dalam urusan politik dan pemerintahan. Tegaknya keadilan menjadi tuntutan abadi dan universal setiap manusia di seluruh dunia, maka menegakkan keadilan adalah salah satu kewajiban manusia dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya. Manusia dituntut untuk berlaku adil pada setiap sisi kehidupannya, individu maupun sosial, sebab keadilan selain kebutuhan dasar kehidupan manusia dalam berhubungan dengan manusia lainnya, juga dapat melahirkan kebaikan di antara sesama manusia dan lingkungannya. Keadilan akan menimbulkan ketentraman, maka tujuan hukum dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan adalah menciptakan keadilan sosial. Keberadaan hukum dalam masyarakat, sebenarnya tidak hanya dapat diartikan sebagai sarana untuk menertibkan kehidupan masyarakat, melainkan juga dijadikan sarana yang mampu merubah pola pikir dan pola perilaku warga masyarakat yang semakin kompleks, juga mempengaruhi bekerjanya hukum dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, pembuatan hukum
Laporan Kejadian Perambahan, BBTN BTS, 2013
72 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ...
yang diperkirakan akan terjadi dalam masyarakat. Lawrence M. Friedman mengemukakan tiga sistem hukum yang akan dipakai untuk menjawab pertanyaan permasalahan tersebut diatas. Teori ini menyebutkan bahwa dalam setiap sistem hukum terdapat tiga unsur, yaitu: 1. Struktur, adalah keseluruhan institusi hukum beserta aparat beserta sarana dan prasarananya. 2. Substansi, adalah keseluruhan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. 3. Budaya Hukum, adalah ide-ide, sikap-sikap, kepercayaan, harapan dan opini tentang hukum baik dari masyarakat maupun dari aparat hukum itu sendiri. Karena penulis akan melihat tindak pidana perambahan hutan ditinjau dari sudut hukum pidana ekonomi, maka ada baiknya kita melihat dulu pengertian masing-masing. Hukum pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang memiliki corak tersendiri yaitu corak ekonomi. Dengan demikian hukum pidana ekonomi hendaknya mengambil tempat di samping hukum pidana. Ciri penting dari economic crime adalah proses pemilikan harta benda dan kekayaan secara licik atau dengan penipuan dan beroperasi secara diam-diam dan sering dilakukan oleh perorangan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi3. Payung hukum dari hukum pidana ekonomi di Indonesia adalah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 drt 1955 dan peraturan-peraturan lain yang mengatur ekonomi di luar Undang-Undang Nomor 7 drt 1955. Konsekuensinya adalah bahwa pengertian tindak pidana ekonomi dapat dibagi ke dalam arti sempit dan luas. Pengertian tindak pidana ekonomi dalam arti sempit terbatas pada perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh peraturanperaturan yang berlaku seperti yang disebut secara limitatif dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 drt 1955, atau dengan kata lain secara sederhana dan dari sudut pandang sempit adalah semata-mata dengan mengaitkannya pada undang-undang tindak pidana ekonomi khususnya apa yang disebut dalam pasal 1. Sedangkan pengertian tindak pidana ekonomi
3 4 5
dalam arti luas adalah tindak pidana yang selain dalam arti sempit, mencakup pula tindak pidana ekonomi dalam peraturan- peraturan ekonomi di luar yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 drt 1955.4 Dengan demikian tindak pidana ekonomi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:5 1. Perbuatan dilakukan dalam kerangka kegiatan ekonomi yang pada dasarnya bersifat normal dan sah. 2. Perbuatan tersebut melanggar atau merugikan kepentingan negara atau masyarakat secara umum, tidak hanya kepentingan individual. 3. Perbuatan itu mencakup pula perbuatan di lingkungan bisnis yang merugikan perusahaan lain atau individu lain. Dari pernyataan tersebuat diatas dapat dikatakan bahwa perambahan hutan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian adalah termasuk sebagai tindak pidana ekonomi. Lahan pertanian tersebut kemudian diolah dan ditanami untuk kemudian hasil pertanian tersebut dijual untuk mendapatkan uang. Karena kita membahas masalah tindak pidana ekonomi yang berupa perambahan kawasan hutan yang berkaitan dengan lingkungan maka penulis akan sedikit sampaikan tentang pengertian lingkungan dan asal muasalnya. Tahun 1972, tanggal 5 sampai dengan 12 tanggal 12 Juni 1972 di Stockholm diadakan konferensi dunia pertama oleh PBB tentang lingkungan hidup. Oleh sebab itu ditetapkan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Hidup. Semua Negara sepakat menangani masalah lingkungan hidup, maka perlu diadakan kerjasama internasional. Di Indonesia, tahun 1982 terbit Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tahun 1986, terbit Peraturan Pemerintah RI Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Kemudian disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Selanjutnya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1982 diganti dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian diperbarui lagi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Edi Setiadi, Hukum Pidana Ekonomi, Cetakan Pertama, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm.36 Ibid, hlm.33 Ibid, hlm 37
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ... 73
Kemudian karena mengarah pada pidana ekonomi di bidang kehutanan dalam hal perambahan hutan maka penulis sampaikan sedikit bahasan mengenai hutan dan kehutanan. Kata hutan merupakan terjemahan dari kata bos (belanda) dan forrest (inggris). Forrest merupakan dataran tanah yang bergelombang dan dapat dikembangkan untuk kepentingan di luar kehutanan, seperti pariwisata. Di dalam hukum Inggris kuno, forrest adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung hutan. Menurut Dengler yang diartikan dengan hutan adalah6; Sejumlah pepohonan yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas sehingga suhu, kelembaban, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan atau pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat. Menurut Undang-Undang 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan yang disebut7 : Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hasil hutan adalah benda benda hayati, nonhayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi
7
pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Perambahan adalah suatu upaya sekelompok orang membuka kawasan hutan dengan, mengerjakan dan menduduki kawasan hutan secara tidak sah atau melawan hukum. Dalam menyelesaikan permasalahan diatas, penulis mencoba untuk menerapkan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman. Dilihat dari substansi hukum, maka sudah ada peraturan perundangan yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan perambahan. Dalam UndangUndang Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan disebutkan dalam pasal 50 ayat 3 butir a dan b yang menyatakan bahwa Setiap orang dilarang untuk a). mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. b). merambah kawasan hutan. Ancaman pidana untuk pasal tersebut ada pada pasal 78 ayat (2) yang menyatakan “Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (30) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 ayat (1) huruf a “setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemara dan/atau perusakan lingkungan hidup. Ancaman pidananya jika sengaja sesuai dengan Pasal 98 ayat (1) menyebutkan pidana minimal 3 tahun penjara dan denda Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah) dan pidana maksimal 10 tahun penjara dan maksimal denda Rp.10.000.000.000,(sepuluh milyar rupiah). Jika dilakukan karena kelalaiannya maka pidana penjara minimal adalah 1 tahun penjara dan paling lama 3 tahun penjara sedangkan dendanya adalah minimal Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan denda maksimal adalah Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah). Faktor ekonomi yang dikuasai oleh beberapa kelompok masyarakat atau pengusaha saat ini menjadi sebab mengapa ekonomi di Indonesia sangat sulit untuk berkembang. Upaya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat ekonomi lemah sebenarnya sudah dilakukan. Di bidang kehutanan, upaya itu sudah dilakukan sejak lama. Banyak program dari kementerian
Undang-Undang No.19 tahun 2004 tentang Kehutanan
74 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ...
kehutanan yang bagus dan langsung menyentuh lapisan masyarakat kelas bawah utamanya yang berada di desa sekitar hutan. Pembangunan bidang kehutanan saat ini banyak melibatkan masyarakat sekitar hutan juga. Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan juga menjadi perhatian pemerintah khususnya kementerian kehutanan. Mengapa ini dilakukan ? karena dalam kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa hampir semua tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh masyarakat motif utamanya adalah faktor ekonomi. Masyarakat desa sekitar hutan rata-rata berekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Rentetan ini yang harus penulis tangani dan kita selesaikan. Bagaimana ekonomi dapat meningkat dan pada gilirannya pendidikan juga dapat meningkat karena anak mereka dapat sekolah karena sudah ada biaya. Jika sudah bersekolah maka diharapkan timbul pengertian tentang arti penting lingkungan bagi kehidupan dan sebagainya yang tentunya mereka tidak akan ikut lagi melakukan tindakan yang dapat merugikan orang banyak dan lingkungan sekitar termasuk hutan sekitar mereka, apalagi melakukan tindak pidana di bidang kehutanan. Dalam menangani perambahan yang sudah terjadi, maka ada beberapa upaya yang sudah dilakukan. Upaya yang sudah dilakukan adalah ; 1. Memberikan penyuluhan tentang peraturan perundangan bidang kehutanan dan bidang sosial kemasyarakatan yang bertujuan memberikan pemahaman yang sederhana kepada masyarakat. 2. Bersama dengan aparat desa melakukan pembinaan kepada masyarakat desa agar segera meninggalkan kawasan yang dirambah setelah melakukan satu kali panen dan mengingatkan warga yang lain untuk mematuhi peraturan hukum yang berlaku dengan membuat surat pernyataan. 3. Melakukan upaya penegakan hukum, diutamakan kepada para provokator dan penggerak massa dengan melakukan penangkapan dan penyidikan sesuai aturan hukum yang berlaku. Jauh sebelum perambahan terjadi, pihak taman nasional dengan aparat desa setempat sudah melakukan banyak upaya. Salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan sosialisasi bersama yang rutin dilakukan setiap bulan sekali. Keterpaduan perlu diupayakan dan bukan suatu hal yang langsung bisa terwujud. Perlu diketahui bahwa instansi penegak hukum beserta aparatnya merupakan bagian dari sistem hukum yang harus ada dan berfungsi dengan baik. Upaya preventif berikutnya adalah pihak Taman Nasional berhasil Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
melakukan pembinaan yang baik dan menjadikan desa tersebut menjadi desa konservasi. Ini termasuk upaya preventif yang sudah dilakukan oleh pihak Taman Nasional. Pihak Taman Nasional mengadakan diskusi dengan mengundang tokoh pemuda dan masyarakat desa, aparat desa, aparat pemda dan aparat hukum untuk duduk bersama berdiskusi tentang permasalahan hidup mereka yang berkaitan dengan lingkungan dan kehutanan. Pihak Taman Nasional melakukan pendampingan dan penyuluhan serta tanya jawab tentang semua permasalahan mereka sehari hari. Kemudian pihak Taman Nasional berdiskusi mengupayakan jalan keluarnya berupa beberapa kegiatan yang langsung menyentuh sektor perekonomian masyarakat desa sehingga masyarakat bisa mendapatkan penghasilan tanpa merusak hutan sekitar mereka. Setelah semua masalah dirumuskan dan diberikan solusinya, maka Alhamdulillah desa tersebut sekarang masyarakatnya sangat jarang masuk hutan untuk mengambil kayu bakar dan melakukan perambahan hutan. Butuh waktu dan kesabaran serta program yang tepat untuk mengubah perilaku masyarakat agar menjadi masyarakat yang sadar konservasi, masyarakat yang mau menjaga kelestarian lingkungannya serta mampu memanfaatkan dengan bijaksana. Di sini budaya hukum masyarakat harus dikondisikan dengan baik melalui kegiatan diskusi kelompok seperti ini agar masyarakat tahu arti penting kelestarian lingkungan bagi kelestarian manusia juga. Jika dilihat secara nilai konservasi maka kerugian yang diderita kementerian kehutanan dan masyarakat jauh lebih besar karena kerugian akibat kerusakan hutan dan ekosistem yang tidak dapat dinilai dengan uang. Jika ekosistem yang rusak maka diperlukan biaya yang sangat besar karena akibatnya bisa meluas sampai ke bidang ekonomi (jika banjir bandang), karena kerusakan akibat banjir sangat merugikan dan menghambat kehidupan perekonomian masyarakat. Banjir juga dapat mengancam ketahanan pangan karena jika banjir menggenangi sawah yang siap panen maka prokdutivitas pertanian kita juga gagal, menyebabkan gangguan keamanan karena banyak pengangguran akibat bencana alam dan lain sebagainya. Belum lagi jika dilihat dari faktor sosial yaitu bertambahnya jumlah masyarakat miskin akibat rusaknya tempat mereka bekerja akibat banjir, masalah kesehatan dan akhirnya merambat ke masalah kemanan jika pengangguran yang makin meningkat tidak segera dicarikan solusi pekerjaan akibat tertutupnya tempat bekerja mereka akibat terendam banjir dan bencana lainnya. Problematika Penegahan Hukum ... 75
Betapa masalah satu yaitu perambahan bisa menimbulkan banyak masalah di belakangnya yang harus diwaspadai dan diatasi bersama karena membutuhkan waktu yang sangat lama. Sungguh suatu kerugian besar yang kita peroleh jika kita melakukan perambahan dan membiarkannya terus terjadi. Maka dari itu untuk membantu masyarakat mendapatkan jalan keluar dari kesulitan di bidang ekonomi, maka ada berbagai upaya yang sudah dilakukan dan merupakan upaya preventif, antara lain; 1. Memberikan bantuan desa penyangga berupa ternak sapi dengan sistem guliran dengan cara membentuk kelompok terlebih dahulu. Kegiatan ini bekerja sama dengan aparat pemerintahan desa untuk menentukan warganya yang benar-benar miskin agar bantuan yang diberikan tepat sasaran. 2. Memberikan bantuan pembibitan bunga anggrek disertai dengan pelatihan serta bantuan bibitnya. 3. Memberikan bantuan berupa kompor biogas beserta dengan instalasinya di desa yang sebagian besar masyarakatnya mempunyai pekerjaan sebagai peternak susu. 4. Memberikan bantuan bibit tanaman pohon yang digunakan untuk rehabilitasi lahan yang sudah dirambah. Disebagian tempat diberikan tanaman pohon yang bisa berbuah seperti kesemek agar buahnya tetap bisa dipanen dan dijual untuk kepentingan masyarakat desa tersebut. Data yang dapat diperoleh dari kementerian kehutanan terakhir menyatakan bahwa data deforestasi yang terjadi adalah sebesar 0,76 juta hektar setahun atau sekitar 760.000 hektar hutan setahun. Ini sudah sangat menurun dibandingkan data tahun 2010 yang sekitar 2,5 juta Ha pertahun. Jika kita hitung permenit maka, lahan seluas 760.000 hektar setahun dapat kita hitung menjadi sekitar 1,5 hektar permenit hutan kita habis. Dapat kita bayangkan betapa cepat kita dapat merusak hutan dan dapat kita bayangkan betapa berat nantinya kita akan melakukan upaya perbaikan ekosistem dari segi waktu, tenaga, biaya dan melibatkan banyak pihak8. Jika perambahan sudah dilakukan, maka satu-satunya cara hanyalah penindakan hukum secara tegas dengan menyeret para pelaku ke
8
penjara. Upaya ini dilakukan karena memang aturan hukum sudah mengaturnya sekaligus untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat lain. Antisipasi agar tidak terjadi kerusuhan juga sudah dikoordinasikan dengan aparat hukum yang lain. Beberapa tokoh perambah sudah ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum. Setelah para tokoh diproses, persoalan belum selesai. Ada persoalan lain yang harus dibereskan yaitu masalah kawasan hutan yang sudah dirusak. Program rehabilitasi hutan segera dilaksanakan agar proses perbaikan ekosistem dapat segera berjalan. C. Penutup Berdasarkan paparan di atas dapat diambil suatu kesimpulan mengapa tindak pidana perambahan hutan masih saja terjadi, masih adanya budaya hukum masyarakat yang cenderung apatis memang terkait dengan faktor kemiskinan. Dari kemiskinan itulah kemudian masyarakat desa hutan juga sebagian besar berpendidikan rendah, karena untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sudah sangat sulit. Kemudian karena sebagian besar masyarakatnya berpendidikan rendah maka budaya hukum masyarakatnya juga sangat rendah. Mereka sangat mudah terprovokasi oleh pihak luar yang mempunyai keinginan merusak hutan tanpa pernah bisa berpikir apakah yang mereka lakukan itu sesuai peraturan hukum ataukah melanggar hukum. Bagi mereka kebutuhan perut merupakan kebutuhan utama yang perlu segera mereka cukupi. Tapi satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa proses hukum tetap dilaksanakan bagi para perambah. Tidak ada kata ampun bagi para perusak lingkungan. Oleh karena itu perlu ketegasan dalam menyikapi perambahan hutan. Tindakan represif perlu dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan yang lain. Sosialisasi tetap perlu dilakukan di desa yang lain untuk pencegahan. Meningkatkan koordinasi antar aparat penegak hukum untuk menyamakan persepsi mengenai tindak pidana bidang kehutanan. Sosialisasi peraturan bidang kehutanan harus dilakukan secara terus menerus disamping kepada masyarakat juga kepada aparat hukumnya.
http://www.kemenhut.co.id, diakses pada 23 Desember 2014, jam 16.30 WIB.
76 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ...
Daftar Pustaka
Achmad Ali. 2013. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta. Kencana. Bernard Tanya. 2013. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta. Genta Publishing Edi Setiadi. 2010. Hukum pidana Ekonomi, ctk. Pertama. Yogyakarta. Graha Ilmu. Aspek Aspek Hukum Lingkungan, Jakarta. Indeks. Sabian Utsman. 2010. Penegakan Hukum Menuju Responsif, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Salim. 2004. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Satjipto Rahardjo. (2009). Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta. Genta Publishing. Supanto. (2010), Kejahatan Ekonomi Global dan Kebijakan Hukum Pidana, Bandung. P.T. Alumni.. Winarno Budyatmojo. (2008). Tindak Pidana Illegal Logging. Surakarta. UNS Press. Laporan Kejadian Perambahan Hutan BB.TN.Bromo Tengger Semeru. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis. 2013. UNS Surakarta. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2004 Tentang kehutanan.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Problematika Penegahan Hukum ... 77