Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
Presence of Shadows Baariawan Haryo Pamungkas
Drs. Rizki Akhmad Zaelani Harry
Program Studi Sarjana Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : masalah, personal, pemetaan, lukisan, ide
Abstrak Beberapa individu tidak bisa merasakan bahwa sedang terlibat masalah karena ketidak mampuan untuk menjelaskan. Berdasarkan kasus diatas, kehidupan menjadi salah satu wadah yang bisa dibagi menjadi tiga fase pokok, kelahiran, kehidupan dan kematian. Berangkat dari pengalaman pribadi, penulis mencoba mengemukakan ide tentang pemetaan masalah-masalah kedalam tiga fase tersebut. Proses mengumpulkan foto, diolah dengan perangkat lunak, dan dipindahkan keatas kanvas. Karya ini diharapkan mampu untuk menjadi sebuah alternatif pencapaian personal dalam hidup penulis dan membuka perspektif baru bagi yang melihat tentang cara penyampaian yang diutarakan melalui seni lukis. Pencapaian visual sangat penting dalam keberhasilan karya.
Abstract Some people cannot feel presence of their problem because their incapability to explain what really happened. Based on that, life is become one of vessel which could split into three fases, birth, life, and death. Start from personal matter, the author try to bring up about the idea way of matter in maping method into three fase. The process of collecting photos, be treated useing software, dan at last moving to canvas as artwork. Hopefully this artwork would become an option to get self-achievment in author personal life dan opened a new perspective abaout seeing matter in mapping in painting. The visual is most important point in this artwork goal.
1. Pendahuluan Setiap individu yang hidup, pasti mempunyai cerita kehidupan yang berbeda-beda, baik dari segi masalah, atau cara menjalani kehidupan pribadinya. Masalah yang dihadapi bervariasi, dan cara untuk mengatasinya juga berbeda-beda tergantung bagaimana karakter sebuah individu itu terbentuk. Ada beberapa orang yang kesulitan untuk mengatasi apa yang sedang ia hadapi, individu seperti itu biasanya merupakan seseorang yang selalu diandalkan, merupakan pegangan semua orang Jika dibagi menjadi tiga aspek, kita manusia akan mempunyai fase yang sama secara keseluruhan, yaitu kelahiran, kehidupan, dan kematian. Tiga aspek tersebut pasti dilalui oleh seluruh individu, baik ada yang sudah dilalui, ada yang sedang dijalani, maupun yang akan dialami. Setiap ketiga aspek tersebut, mempunyai ceritanya tersendiri, bagaimana sebuah individu mengalaminya dengan senang, maupun sedih. Disini bisa diambil kesimpulan bahwa ketiga aspek tersebut pasti membuahkan suatu kenangan yang berupa-rupa atas kesan yang ditimbulkan. Setiap masalah itu bisa dilihat dan dicermati walau belum pernah terjadi dalam diri kita dengan melihat sebuah individu yang pernah mengalami masalah itu, kita bisa mendapatkan sebuah gambaran bagaimana kita harus menyikapi, walaupun pada akhirnya menjadi sebuah sesuatu yang berbeda setiapnya. Berangkat dari masalah itu, penulis ingin mengembalikan bagaimana sebuah fungsi lukisan sebagai media penyampaian yang tidak bisa disampaikan oleh media apapun. Penulis mengangkat apa yang sewajarnya akan dialami, sedang dialami, maupun yang sudah yaitu tiga aspek yang disebutkan diatas. Ada elemen-elemen penting yang berperan dalam aspek-aspek tersebut untuk menuju suatu makna dibalik masalah yang muncul seperti peran lingkungan, teman, dan lainnya. Itu menjadi suatu cara tersendiri bagaimana penulis menyelesaikan masalah, atau menghadapi keadaan yang terjadi dengan proyeksi elemen-elemen yang ia gunakan sebagai cerminan dirinya untuk melihat ketiga aspek yang telah disebutkan.
2. Proses Studi Kreatif Tujuan berkarya untuk menemukan opsi-opsi pemecahan suatu maslaah yang belum terlihat melalui metode pneciptaan karya seni yang dilandasi oleh berbagai teori-teori yang dipakai. Dengan teori-teori yang dipakai, pemetaan-pemetaan sebuah maslah menjadi lebih rapi dan jelas untuk dilihat dan dirasakan. Penting untuk mengetahui atau mencari-cari siapa seniman refrensi yang akan dipakai sebagai acuan berkarya. Bisa dari aspek manapun, dari konsep, hingga visual. Hal pertama yang dilakukan mengumpulkan foto-foto yang berkaitan dengan ide atau konsep yang dipikirkan. Pada proses ini, dokumentasi yang sudah ada atau yang tidak ada dan harus dibuat dapat diciptakan melalui metode sesi foto untuk beberapa objek yang dirasa diperlukan untuk mencapai tingkat sebuah kepentingan akan suatu masalah.
Gambar 1. Sesi foto yang diambil oleh penulis.
Keperluan dokumentasii berhubungan dengan ketiga fase yang telah disebutkan. Setiap dokumentasi terelasi dengan fase-fase yang hubungkan. Tidak semua dokumentasi dibuat, beberapa dokumentasi yang sudah ada juga dipakai untut membuat suatu kesan yang tidak direncanakan. Mengumpukan dokumentasi-dokumentasi berupa foto perlu dilakukan agar dalam mengkomposisi visual yang nanti akan dipakai semakin mudah. Setelah beberapa foto diambil, penulis mengolahnya bersama image lain yang bisa didaptkan dari berbagai sumber, seperti internet. Keperluan untuk mengambil gambar lagi merupakan upaya untuk mencapai sebuah maksud disetiap lukisan. Gambar-gambar yang diambil dari internet didapat sebanayk-banyaknya untuk keperluan bank visual. Semua dokumentasi sudah terkumpul, lalu dilanjutkan pada proses sketsa. Sketsa bisa dilakukan dalam metode manual, atau metode assemblage dimana dilakukan pada perangkat komputer. Dengan software yang diperlukan, memudahkan penulis untuk instan membuah beberapa sketsa pilihan yang nantinya akan dipindahkan kedalam kanvas. Setiap sketsa yang dibuat mempunyai beberapa alternatif yang lebih banyak memainkan warna. Sketsa yang sudah fix akan dipindahkan melalui metode grid pada kanvas. Metode grid merupakan metode yang cocok untuk penulis karena melatih kepekaan suatu bentuk pada bidang yang disekalakan. Setiap kanvas mempunyai 5 x 5 cm bidang sebuah grid
Gambar 2. Proses pembuata gari-garis bidang grid pada kanvas yang sebelumnya telah disiapkan untuk pemindahan skala dari ukuran yang kecil. Pada proses ini, tingkat presisi peniruan objek yang ada disketsa dan dipindahkan kedalam kanvas sangatlah penting untuk mengejar kemiripan objek yang ada disketsa karena itu merupakan bagian dari pencapaian yang diinginkan penulis.
Setelah memindahkan sketsa, proses melukis dimulai. Melukis menggunakan kuas dan cat minyak diatas kanvas yang dimensinya mempunyai variasi ukuran sebanyak 6 buah, 180 x 140 cm 2 buah, 130 x 100 cm 2 buah, dan 90 x 140 cm 2 buah. Melukis memakai teknik realis, dan penulis menggunakan Liquin Original dalam pengolahan proses melukis.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Nama Penulis ke-1
3. Hasil Studi dan Pembahasan Setiap fase sudah mempunyai bentuk visual yang akan diproses dalam kekaryaan. Visual yang dipilih sudah melalui pertimbangan dengan aspek pencapaian konsep, dan kematangan estetika yang dicapai penulis. Selama melukis, penulis juga melakukan perubahan-perubahan walau tidak signifikan tetapi cukup terlihat jika dibandingkan dengan sketsa yang sudah fix dengan hasil lukisan yang sudah jadi. Bagi penulis perubahan saat melukis tidak masalah karena itu merupakan suatu nilai dalam proses melukis.
Gambar 3. Beberapa sketsa fix yang sudah melalui proses pengolahan didalam software Adobe Photoshop CS5 dan telah diberi skala grid utnuk pemudahan pemindahan visula kedalam kanvas. Sketsa ini bagi penulis merupakan sebuah acuan yang tidak harus mempunyai tingkat presisi yang tinggi jika dibandingan dengan lukisan yang akan menirunya.
Berisikan proses eksperimen, hasil studi (desain alternatif) dan keputusan desain (desain akhir). Dalam bagian ini, segala proses eksperimen/studi/ sketsa/alternatif desain dideskripsikan secara singkat dalam bentuk teks, diagram atau tabel matriks. Rekaman hasil uji bahan/material, studi karakter, narasi visual, storyboard, analisis gubahan ruang, eksperimen bentuk, dan lain-lain yang dianggap berkaitan dengan proses studi kreatif yang dilakukan dijelaskan secara lengkap pada bagian ini. Fase pertama merupakan kelahiran, bercerita tentang masalah-masalah orang sekitar kejadian kelahirannya yang akrab dengan masa kecil, kali ini permasalahan persnoal penulis. Kelahiran identik dengan anak kecil, kenangan-kenangan menyenangkan, atau sifat yang kekanak-kanakan yang kita jarang menyadarinya tapi kita bisa mengingatnya melalui memori-memori kecil yang terkadang keluar secara tiba-tiba.
Gambar 4. Lukisan pertama (kiri) dan kedua (kanan) tentang fase kelahiran
Lukisan pertama terdiri dari beberapa objek dan figur anak kecil. Terlihat ada komplek perumahan yang dimabil dari sudut pandangn tengah jalan mengerucut, dan di baliknya ada sebuah danau yang dilingkari oleh hutan sekitarnya, dan semua itu terlingkup didalam sebuah frame berwarna putih. Seorang figur anak kecil yaitu saudara penulis sendiri, berdiri membelakangi kedua scene tersebut, keluar dari frame putih. Perumahan umumnya tempat bermain para anak kecil, berinteraksi dengan anak-anak yang lainnya. Sebaliknya, penulis menganggap perumahan untuk saat ini adalah tempat dimana menuju dewasa. Perumahan merupakan dimana seorang laki-laki memulai hidupnya baik menjadi kepala keluarga atau pemimpin, dengan keputusan-keputusan yang bijak. Danau dilukisan tersebut sengaja disandingkan, karena danau merupakan simbol dari emosional penulis. Danau yang tenang merupaka pencapaian kontrol diri yang sukses. Anak kecil bisa dikatakan simbol dari masa kanak-kanak. Setiap melihatnya kita pasti mengingat masa kecil kita secara acak entah pada bagian yang membahagiakan atau yang lainnya. Untuk penulis, kelahiran juga tidak jauh dari masa kanak-kanak, tetapi kelahiran yang disini dilihat oleh penulis dalam keadaan dimana ia sudah beranjak dewasa, keadaan saat ini. Penulis melihat bahwa fase masa kecil yang penuh keceriaan, larangan-larangan baku dari orang tua, yang Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 3
merupakan masa lalunya, menurut penulis semua itu hanyalah hambatan untuk melihat kedepan. Hambatan itu muncul setiap kali penulis menemukan atau berhadapan oleh pembawa masa kecil tersebut, dalam hal ini beberapa anggota keluarga. Lukisan kedua teridir dari pemandangan hutan yang sudah terbakar, hangus dengan debu bertebaran menyatu dengan udara. Dibalik itu terdapat sebuah taman bermain, taman rekreasi yang tertutup oleh debu-debu karena hutan yang terbakar. Semua pemandangan tersebut ada dalam satu frame putih. Didepan semua itu terdapat sesosok figur wanita yaitu kakak perempuan penulis yang paling tua. Menurut penulis, hutan merupakan tempat besemayan dimana iblis atau setan-setan yang tabiatnya mempengaruhi manusia utnuk berkelakuan buruk. Hutan yang habis terbakar merupakan bentuk simbolisasi perlawanan agar kita bisa lihat apa yang sebenarnya dibalik hutan. Disampping itu, kabut debu yang menyelimuti taman bermain merupakan maksud agar enjoyment bisa dinikmati oleh siapapun pada saat umur berarapun, tapi tidaklah boleh terlalu tajam dan jelas, atau dalam. Kedua Scene tersebut adalah merupaka sebuah realitas bagi penulis untuk dicapai. Tidak hanya berwujud anak kecil. Fase kelahiran menurut penulis kuat dengan tercitranya sifat seseorang. Ada beberapa orang yang sudah terlihat tua tapi masih bersifat kekanak-kanankan, childish dalam konteks positif maupun negatif. Akibat dari itu, beberapa orang yang mengidap sidat tersebut tidaklah beranjak dengan sifat dewasa, pola pemikrian yang masih ‘meremehkan’, dan penulis sangat berlawanan dengan sifat ini. Yang dimaksudkan berlawanan dalam arti penulis bahkan menginginkan sifat tersebut sifat yang seharusnya hanya dimilki seorang anak kecil yang masih polos, bukan terjebak dalam bentuk orang dewasa. Fase kehidupan, atau yang lebih dimaksudkan penulis adalah fase dimana kita hidup pada keadaan yang paling terbaru, sekarang, saat ini. Dalam fase ini, penulis mengalami problema yang jika dikatakan tidak besar, tetapi cukup penting dalam hal menentukan yang benar dan tepat karena dapat memperngaruhi kedepannya.
Gambar 5. Lukisan ketiga (kiri) dan keempat (kanan) tentang fase kehidupan.
Lukisan ketiga terdiri dari beberapa potongan foto ruang studio seni lukis, dengan penampilan lukisan terpampang disektiranya, disambung dengan pemandangan perkotaan, gedung-gedung perkantoran menjulang tinggi, bangunanbangunan yang hanya ditemui dikota besar dan pemandangan langit yang dibuat dramatis. Semua ditampilakn secara hitam putih. Figur yang ada merupakan penulis sendiri. Dua scene antara studio lukis dan pemandangan gedung-gedung perkantoran merupakan simbolisasi dari dua ‘hal’ yang sangat kontras. Dan penulis sedang berdiri ditengah-tengah kedua dunia tersebut, memasang raut yang sedikit bingung. Penulis menyadari permasalah keputusan untuk menjadi seorang yang lebih dewasa cukup sulit, dalam lukisan ini bentuk keputusan tersebut dikerucutkan menjadi sebuah pilihan apakah kedepan akan menjadi seorang seniman atau tidak. Pada Lukisan keempat, figur diatas merupakan kakak laki-laki dari penulis. Dibelakangnya terdapat dua pemandangan tempat kerja kantor dengan barang-barang elektronik, meja kerja disekitarnya, lampu-lampu kantor melayang diatas dan perspektf jauh didepan terdapat dua gunung yang diselimuti salju.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Nama Penulis ke-1
Gunung, bagi penulis merupakan sebuah rintangan, simbol dari perjuangan untuk mencapai kepuncaknya, dan sebuah ketenangan batik dimana dalam waktu bersamaan tempat itu menjadi sebuah renungan karena kehampaan bagi batin. Relasi yang terkaot dengan kantor merupakan tempat kerja, dimana seseorang sesungguhnya ‘kerja’ dalam arti mempunyai hirarki prestasi yang jelas atas dasar effort yang jelas juga. Kakak penulis merupakan seseorang yang sebelumnya juga berniat untuk menjadi seniman. Keputusannya berubah disaat ia menyadari bahwa meraih sukses dalam berkesenian sulit danpenuh dengan ketidakjelasan. Beberapa pendapat dia tentang dunia seni mengoyahkan penulis untuk menggapai cita-cita masa kecil dan figur tersebut menjadi sebuah bayangan yang berpengaruh negatif.
Gambar 6. Lukisan kelima (kiri) dan keenam (kanan) tentang fase kematian.
Masa tua, identik dengan masa berakhirnya kehidupan. Kita diingatkan untuk ‘bersiap-siap’ menyambut kehidupan sesungguhnya. Masa tua juga merupakan masa dimana seseorang berubah menjadi pribadi yang agamis, dan cenderung menghiraukan urusan dunia. Sebuah objek-objek pada lukisan kelima dengan latar kuburan dan batu nisan pepohonan disekelilingnya. Terdapat sebuah imaji tentang momen pernikahan yang di visualkan samar-samar. Didepannya terdapat sesosok figur seorang bapak-bapak mengenakan pakaian ibadah agama islam, tersenyum. Figur bapak tersebut merupakan ayah dari penulis. Ia mempunyai pribadi yang sangat agamis. Penulis merasa bahwa seseorang dengan sifat tersebut sangat berbahaya, karena penulis merasa setiap langkah yang diambil terhenti akan kaidah-kaidah agama dalam hal ini islam, bahkan sesuatu keputusan yang kecil pun akhirnya diputuskan secara agamis, sering kali engesampikan hal lainnya, berakibatkan kemuakkan karena berlebihan. Setiap melihat figur tersebut, penulis tidak bisa menyalahkan karena mengingat setiap orang yang beranjak tua akan codong ke arah yang agamis dan penulis berandai-andai jika akan datangya masa tua akankah penulis seperti itu. Scene kuburan merupakan simbolisasi dari akhir hidup, dan pernikahan menurut penulis sebagai proses dimulainya kehidupan baru, sebagai seseorang yang ‘tua’. Untuk karya keenam, terdapat sebuah potongan tempat didalam ruangan masjid. Diatasnya merupakan visual dari dalam kandung janin seorang wanita. Figur wanita hijab paling terdepan dengan gambar disamarkan. Kematian merupakan sebuah peristiwa yang pasti membekas, apalagi beberapa orang terdekat mengalaminya. Dalam membuat karya ini, penulis dihadapkan dengan memori kematian seorang ibunya sendiri yang menjadi sesosok figur dilukisannya. Kematian identik dengar umur yang tua, tapi pengalaman penulis yang mengalami. Sosok figur disini tetap menjadi sebuah bayangan yang dimaksud oleh Plato dalam teori goanya. Penulis mencoba untuk melupakan tentang kejadian sedih tentang kematian ibunya. Dan dua pemandangan dibelakang merupakan sebuah solusi dalam bentuk realitas yang dicapai oleh penulis. Rumah ibadah, bukan permasalah agamanya, melaikan apa yang didapat dari rumah ibadah merupakan ketenangan, kontrol diri yang selalu merujuk kepada Yang Maha Esa. Disamping itu, visual dalam janin merupakan sebuah makna, simboli bagis penulis sendiri. Penulis yakin bahwa kita hidup dalam tiga dunia yang berbeda. Dunia pertama merupakan dalam janin, kedua merupakan dunia luar janin-kita sekarang ini, dan yang terakhir dunia setelahnya. Seseorang tidak lah meninggal sepenuhnya, ia hanya transisi kedunia selanjutnya dan terkadang caranya melalui kematian. Kita sebagai yang hidup didunia nyata sekarang ini, bisa melihat kedalam dunia janin melalui teknologi, tapi orang yang ada dialam janin tidak bisa melihat kita, dan begitu juga bagi orang yang sudah Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 5
melewati dunia kita sekarang, bisa melihat apa yang kita lakukan, tapi kita tidak bisa melihat mereka. Insepsi-Insepsi ini sesungguhnya merupakan solusi bagi orang-orang yang bersedih karena kematian. Jika disatukan, semua karya lukis penulis mempunyai sebuah karakteristik visual yang sama, dimana ada sebuah objek dan subjek. Hadir sebuah figur, dua pemandangan yang di satukan, dan didalam sebuah frame berwarna putih. Frame tersebut dibuat dengan kesadaran penulis. Farme berwarna putih yang mengkotakkan visual dibelakang figur merupakan maksud sebagai jendela, jendela yang biasa terdapat didalam setiap rumah. Frame warna putih tersebut dicat dengan cat tembok bertujuan agar kesan jendela rumah keluar. Rumah yang dimaksud adalah goa dalam plato atau tempat lain yang berarti ‘penjara’ dalam hal ini penulis sebagian besar menemukan permasalahan yang disampaikan dalam karya lewat rumah penulis. Rumah bisa diganti oleh beberapa pilihan tempat, tergantung asia audiens yang melihat dan menemukan ‘goa’ seperti apa yang dimilikinya.
4. Penutup / Kesimpulan Kelahiran, kehidupan, dan kematian, merupakan sebuah fase dimana seharusnya manusia hidup. Dalam arti lain hampir semua manusia merasakan masa kanak-kanak, masa dimana ia tumbuh menjadi pribadi yang ‘dewasa’, dan masa tua yang akan datang. Problem setiap masa itu akan selalu ada, kehadiran problem itu yang tidak bisa diprediksi menurut penulis. Hal yang diangkat oleh penulis salah satunya jika dalam keadaan diri yang terbaru bis hadir problem yang ada pada masa kecil, bahkan masalah yang belum sama sekali datang. Penulis mencoba untuk memetakana masalahmasalah dalam hal ini secara personal. Pemetaan masalah-masalah membuat hal yang rabun menjadi tajam terlihat dan bagaimana cara mengatasinya mengajak penulis untuk menecari jawaban sebagai goal yang harus tercapai. Sebelumnya, penulis ingin menghadirkan sebuah karya yang tidak hanya memaparkan persoalanan, melainkan ada efek dimana seseorang bisa mendapat sebuah jawaban atau solusi bagi permasalahannya, secara tidak langsung, dengan penulis membuat karya ini, ikut menceritakan apa masalah yang dihadapinya dan orang lain mampu menangkap jalan keluar yang dilakukan oleh penulis. Walau demikian, pencapaian tersebut penulis tidak dapatkan. Ditengah proses berkaya penulis tidak bisa berbohong karena cara penyelesaian masalah setiap orang yang berbeda, tergantung kebutuhan dan latar belakang. Pada akhirnya penulis hanya sekedar mencurahkan apa yang ingin disampaikan, telepasi dari fungsi solusi yang ingin ditawarkan. Penulis sadar dengan kesalahan=kelasahan pada pembuatan karya. Teknik melukis realis penulis yang tidak stabil disadari dan membuat sebuah konsep karya bisa jauh berbeda dari apa yang dimaksud. Penulis ingin lebih jauh dan menyempurnakan teknik melukisnya, dengan itu eksekusi karya bisa sesuai yang dimaksud. Dibalik itu semua, penulis mencapai sebuah harapan dari salah satu fungsi karya seni. Karya seni berfungsi sebagai menyampaikan apa yang tidak bisa disampaikan oleh hal, dan media apapun. Dalam hal ini penulis mengekspresikan apa yang sulit dikeluarkan. Fungsi lain seni juga merupakan rekaman jejak suatu zaman, penanda, perubahan, dimana penulis berpendapat bahwa rekaman zaman yang dimaksud bisa luas. Pembuataan karya ini upaya penulis sebagai media jurnal perjalanan hidup penulis dari lahir sampai keadaan yang terbaru, sekaranag ini.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* Program Studi Sarjana Seni Murni FSRD ITB. Proses pelaksanaan Pra TA/Kolokium/Tugas Akhir* ini disupervisi oleh pembimbing Drs. Rizki Akhmad Zaelani Harry. .
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Nama Penulis ke-1
Daftar Pustaka Smith, Paul. A Companion to Art Theory. Blackwell Publishing Ltd, 2002. Sontag, Susan. On Photography. New York Review of Books, 1977’ Harrison, Charles. Art in Theory. Blackwell Publishing Ltd, 1992. Barthez, Roland. Camera Lucida: Reflections on Photography. Paperback, 1982 Eibelshaeuser, Eib. The Art of Photographic Lighting. Rockynook, 2011
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 7