PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING ( Studi Kasus: Wilayah Bogor)
ENDIYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Endiyani NIM F152120011
RINGKASAN ENDIYANI. Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor). Dibimbing Oleh EMMY DARMAWATI dan Y. ARIS PURWANTO. Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat, namun komoditi ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung makan, dan industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap hari menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu, penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, salah satunya dengan membuat produk olahan cabai merah kering. Cabai merah kering menjadi alternatif produk diversifikasi cabai merah yang sudah banyak beredar dipasaran, maka dari itu diperlukan identifikasi produk olahan cabai merah kering yang diminati oleh konsumen dan preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering tersebut sebagai acuan dalam sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah kering yang mendukung hasil produk sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen (preferensi konsumen). Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses yang akan memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani sampai dengan industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai terhadap produk olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen dan pengolahan serta nilai tambah yang terbentuk. Penelitian ini bertujuan: (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan menganalisis atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering terpilih, (3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah kering terpilih. Penelitian dilakukan di daerah Bogor dan sekitaranya. Data penelitian diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuisioner. Penelitian dilakukan dengan cara Backward. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snowball secara purposive sampling. Aktor-aktor yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 73 orang yang terdiri dari 65 orang masyarakat sebagai konsumen akhir yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering (35 orang responden pada preferensi awal dan 30 orang responden pada preferensi lanjutan), 2 bentuk usaha pengolahan cabai merah kering (skala industri dan skala usaha kecil menengah (UKM)), 3 orang pedagang pengecer (retailer) yang menjual produk cabai merah kering utuh, 3 orang pedagang pengumpul dan importir. Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin, analisis ini memiliki tahapan yang umum dilakukan yaitu: (1) pemilihan atribut dan taraf atribut, (2) perancangan stimuli, (3) penentuan jenis data, (4) metode analisis dan (5) interpretasi hasil. Pada usaha pengolahan dilakukan analisis dengan metode Hayami. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut berasal dari pemanfaatan faktor-faktor tenaga kerja, modal, sumber daya manusia dan
manajemen. Untuk aktor-aktor yang terbentuk disetiap rantai nilai dalam pembentukan nilai tambah dianalisis dengan menggunakan analisis R/C Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk olahan cabai merah bubuk merupakan produk olahan yang paling banyak digunakan oleh konsumen, yaitu konsumen pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu. Terdapat perbedaan nilai kepentingan atribut produk dari masing-masing responden. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk, yang membedakannya adalah pada level atributnya, yaitu ibu rumah tangga menyukai rasa yang sangat pedas (38.18 %), sedangkan pada industri pengguna cabai bubuk menyukai rasa yang pedas (53.59 %). Pada warung makan, aroma merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk yaitu pada aroma khas cabai (35.29 %). Analisis nilai tambah terhadap kedua usaha pengolahan cabai merah kering bubuk, diketahui bahwa industri memiliki keuntungan perusahaan atau nilai tambah bersih yang lebih besar dibandingkan dengan UKM yaitu masing-masing keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 93.31 % dan 82.89 %. Rantai nilai yang terbentuk pada usaha skala industri adalah importir, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio hanya pada usaha pengolahan sebesar 8.66, sedangkan rantai nilai UKM adalah importir, pedagang pengumpul cabai merah kering utuh, pedagang pengecer cabai merah kering utuh, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio masing-masing aktor yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah sebesar 1.12, 1.34, dan 3.27. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan cabai merah kering bubuk baik skala industri maupun UKM memberikan prospek yang baik. Kata kunci: Cabai merah kering, nilai tambah, preferensi konsumen, rantai nilai
SUMMARY ENDIYANI. Consumer Preference and Value Chain Analyze of Processed Dried Red Chili (A Case Study: Bogor Region). Supervised by EMMY DARMAWATI and Y. ARIS PURWANTO. Red chili is usually must available to households, foodstalls, and home industries although not the main food material. Consequently, an increase in red chili prices or a scarcity of its supply in the market always reaps a quick reaction from the public. In line with this, the provision of red chili every day throughout the year needs to be well designed. One alternative of doing this is by making processed dried red chili. Dried red chili has been an alternative diversification of red chili products in the market. An identification of consumer preferences in processed dried red chili products is required as a reference for post harvest and dried red chili processing systems according to consumers’ needs and desires. The processing of dried red chili is a chain of the processes that will provide added values to the actors, ranging from the farmers and industries to the consumers. Actors are then connected in a chain called the value chain. The value chain analysis of processed dried red chili needs to be undertaken to assess various problems related to the market demand faced by the industry, particularly the products desired by consumers, the availability of the products on the market, post harvest handling, processing and added values. The objectives of this research were to: (1) determine the type of processed dried red chili based on consumer preferences, (2) identify and analyze attributes of consumer preferences on selected processed dried red chili products, (3) analyze the value chain and added values on selected processed dried red chili products. The study was carried out in Bogor and its surrounding areas. The data were collected surveys through and interviews. The study was conducted using a backward method. The samples were taken by a snowball method with a purposive sampling. The number of the actors who became respondents in this study was 73 consisting of 65 final consumers of processed dried red chili products, consisting of 35 respondents in the initial preferences and 30 respondents in the advanced preferences. The study also involved 2 business entities in dried red chili processing (of industrial scale and of small and mediumscale enterprises/UKM), 3 retailers who sold whole dried red chili, and 3 traders and importers. Consumer preferences were analyzed using a Conjoint analysis with the following stages: (1) selection of attributes and attribute levels, (2) stimuli designs, (3) determination of data types, (4) methods of analysis, and (5) result interpretation. The business processing were analyzed using Hayami method. The sources of the added values were derived from the utilization of labor factors, capital, human resource, and management. The actors formed in each value chain providing added values were analyzed using R/C Ratio analysis. The result showed that red chili powder are processed products most used by consumers, namely consumers Anyar market, Bogor market, Caringin market and Gunung Batu Market. There was a difference in the interest value of product attributes from each respondent. For housewives and industries as the users of red
chili powder, the spiciness level was the most important attribute in consuming the product, but the difference is at the level of the attribute. For housewives likes very spicy flavor (38.18 %), while industries as the users of red chili powder likes spicy flavor (53.59 %). For food stalls, the aroma was the most important attribute in consuming the product namely the distinctive aroma of chili (35.29 %). Based on the added value analysis of the processing businesses in dried red chili powder, it was discovered that the industry enjoyed profits or the net added value was greater than UKM, where each company gained profits by 93.31 % and 82.89 % respectively. Value chain to industrial was importers, business processing and consumers with the R/C Ratio for the business processing of 8.66. Whereas the value chain of UKM was traders, retailers, business processing and consumer with the R/C Ratio of each actor at 1.12, 1.34, and 3.27. The results that business processing chilis powder both industrial and UKM shows are good prospects. Keywords: Added value, consumer preference, dried red chili, value chain.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING ( Studi Kasus: Wilayah Bogor)
ENDIYANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr
Judul Tesis
: Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor)
Nama
: Endiyani
NIM
: F152120011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Emmy Darmawati, MSi
Dr Ir Y Aris Purwanto, \1Sc
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Prof Dr Ir Sutrisno. MAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Juni 2014
Tanggal Lulus:
0 8 j U l 20,4
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 sampai Februari 2014 ini ialah preferensi konsumen dan rantai nilai, dengan judul Preferensi Konsumen dan Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Cabai Merah Kering (Studi Kasus: Wilayah Bogor). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Emmy Darmawati, MSi dan Bapak Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaian, serta Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro, MAgr selaku dosen penguji pada ujian tesis atas segala saran yang diberikan, sehingga tesis ini lebih berkualitas. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Herna selaku staf marketing pada PT. Rudang Cipta Persada dan kepada Ibu Rohannah selaku pemilik UKM Bu Zum yang telah membantu selama pengambilan data. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada Ayahanda Pardi Az dan ibunda Nilawati, serta adinda M. Rizki Aulia, ST dan Nilva Umaira atas doa dan kasih sayangnya. Disamping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Munizar, SPd atas segala pengertian, doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga besar mahasiswa Teknologi Pascapanen 2012 atas segala semangat, kerjasama dan dukungan moril maupun spritual. Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari DIKTI melalui Program Beasiswa BPPS. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Endiyani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 4 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Cabai Preferensi Konsumen Nilai Tambah Rantai Nilai
5 5 6 7 8
3 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Tempat dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data
10 10 11 12 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasar dan Usaha Preferensi Konsumen Analisis Nilai tambah Analisis Rantai Nilai Analisis Pascapanen dan Proses
18 18 20 29 32 42
5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
44 44 45
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
49
RIWAYAT HIDUP
61
DAFTAR TABEL 1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tgl 11 januari 2013 2 Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi produksi nasional tahun 2009 sampai 2011 3 Analisis nilai tambah metode Hayami 4 Definisi dan kriteria UKM 5 Preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering 6 Taraf, level dari tiap atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 7 Preferensi konsumen ibu rumah tangga secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 8 Preferensi konsumen warung makan secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 9 Preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk 10 Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen 11 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh industri 12 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan UKM 13 Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing aktor pada rantai nilai produk olahan cabai merah kering 14 Biaya, keuntungan dan margin dari setiap aktor yang terlibat 15 Nilai R/C Ratio di setiap aktor
1 1 16 19 21 22 23 25 27 28 30 31 37 40 41
DAFTAR GAMBAR 1. Grafik ekspor-impor cabai merah. 2. Kerangka dalam menentukan responden 3. Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering. 4. Nilai kepentingan atribut (ibu rumah tangga) 5. Nilai kepentingan atribut (warung makan) 6. Nilai kepentingan atribut ( industri pengguna cabai bubuk) 7. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan industri 8. Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan UKM 9. Cabai merah lokal dan cabai merah impor 10. Saluran rantai distribusi 11. Rantai proses pada usaha skala industri 12. Rantai proses pada usaha skala UKM 13. Rantai nilai industri dan UKM 14. Produk cabai merah kering impor
3 5 11 24 26 27 34 34 36 36 38 39 42 43
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Kuisioner pada masyarakat (konsumen produk olahan cabai merah kering) Kuisioner pada usaha pengolahan Kuisioner pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer Sarana perdagangan dirinci perkecamatan Hasil prosedur ortogonal: Stimuli untuk preferensi produk olahan cabai merah kering bubuk. Bentuk kartu stimuli yang dibagikan kepada responden
49 51 54 58 59 60
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk memperoleh keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Harga cabai yang tinggi seharusnya memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai dapat terlihat dari sebaran harga grosir sayuran ditingkat provinsi pada Tabel 1 dan produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi produksi nasional pada Tabel 2. Tabel 1 Harga grosir sayuran ditingkat provinsi per tanggal 11 januari 2013 Cabai Merah Besar 1 Ambon, Maluku 8 000 0 18 000 14 000 35 000 2 Yogyakarta, DIY 1 500 1 500 9 000 6 000 14 000 3 Palembang, Sumsel 3 000 3 500 5 000 5 500 0 4 Banda Aceh, NAD 2 500 0 6 000 5 000 0 5 Makassar, Sulsel 3 000 0 8 000 3 500 13 000 6 Pontianak, Kalbar 6 500 6 500 7 500 10 000 25 000 7 Bandung, Jabar 2 000 0 5 000 4 500 19 000 8 Medan, Sumut 1 500 1 300 4 000 4 500 15 000 9 Ternate, Maluku 6 000 0 15 000 8 000 0 Sumber: Pelayanan Informasi Pasar (Didjen P2HP 2013) No
Kol Kol Tomat Wortel Bulat Gepeng Buah
Provinsi
Cabai Merah Keriting 30 000 12 000 17 000 17 000 13 000 35 000 18 000 16 500 25 000
Bawang Bawang Putih Kentang Merah Impor 18 000 20 000 8 000 14 000 25 000 7 500 16 000 19 000 4 500 18 000 17 000 5 000 20 000 19 000 8 000 14 000 14 000 7 500 10 000 19 000 4 800 15 000 16 000 5 300 22 000 24 000 15 000
Tabel 2 Produksi cabai di pulau utama Indonesia yang memberikan kontribusi produksi nasional tahun 2009 sampai 2011 2009 Pulau
Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL
2010
2011
Area panen (Ha) 63 989 127 854
Total produksi (Ton) 374 721 803 497
Area panen (Ha) 72 585 125 265
Total produksi (Ton) 477 616 676 772
Area panen (Ha) 70 170 164 214
Total produksi (Ton) 518 465 1 093 725
12 692
76 259
10 018
50 124
25 937
134 517
8 694 17 310 664 2 701 233 904
42 890 65 135 987 15 238 1 378 727
8 569 17 514 1 006 2 148 237 105
33 187 77 434 1 953 11 778 1 328 864
7 984 23 071 2 597 1 791 295 764
32 876 107 223 7 682 8 741 1 903 229
Sumber: FAO (2012)
2 Berdasarkan sebaran penanaman cabai di Indonesia, 57 % penanaman terkonsentrasi di pulau Jawa, 27 % di pulau Sumatera, 5.62 % di Bali dan NTT, 5.35 % di Sulawesi, 4.12 % di Kalimantan serta 0.71 % di Maluku dan Papua (Nixon 2010). Dari sebaran penaman cabai inilah, terlihat bahwa adanya potensi cabai yang tinggi untuk dapat terus diupayakan dalam pembudidayaan (on - farm) dan harapannya, penanganan pascapanen (off- farm) dapat diterapkan dengan baik di pulau Jawa, khususnya di daerah Jawa Barat, disamping daerah lain yang terus melakukan pengembangan. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Indonesia, salah satunya adalah cabai merah. Menurut data BPS (2012) diketahui bahwa produksi cabai besar Jawa Barat tahun 2011 sebesar 82.16 % dihasilkan di tujuh wilayah sentra yaitu Kabupaten Garut sebanyak 56 195 ton, Kabupaten Cianjur 28 935 ton, Kabupaten Tasikmalaya 26 870 ton, Kabupaten Bandung 20 556 ton Kabupaten Majalengka 10 765 ton, Kabupaten Bandung Barat 9 514 ton dan Kabupaten Sukabumi 7 679 ton. Sisanya sebesar 17.84 % tersebar di 19 Kabupaten/ Kota lainnya. Kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang saat-saat tertentu, seperti memasuki bulan puasa, lebaran, natal dan tahun baru. Pada saat inilah, permintaan cabai yang tinggi serta diiringi pula dengan harga yang melambung. Harga cabai juga menjadi mahal karena pada saat tersebut bertepatan dengan musim penghujan. Biasanya petani yang menanam cabai hanya sedikit dan banyak yang gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Akibatnya, keberadaan cabai di pasaran menjadi langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam. Cabai merah meskipun bukan bahan pangan utama bagi masyarakat kita, namun komoditas ini tidak dapat ditinggalkan. Bagi ibu rumah tangga, warung makan, dan industri rumah tangga lainnya, ketersediaan cabai secara teratur setiap hari menjadi suatu keharusan. Meningkatnya harga cabai merah atau kelangkaan pasokan di pasaran mendapat reaksi sangat cepat dari masyarakat. Oleh sebab itu, penyediaan cabai merah setiap hari sepanjang tahun perlu dirancang secara baik yaitu dengan membuat suatu diversifikasi produk, sehingga konsumen diharapkan memiliki alternatif pilihan dalam mengkonsumsi cabai. Produk diversifikasi hasil olahan dapat meningkatkan umur simpan melalui pengeringan, menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersediaannya jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Produk cabai kering Indonesia mempunyai prospek pasar yang baik di dalam maupun luar negeri. Produk cabai kering merupakan bahan dasar pembuatan cabai bubuk sebagai bahan campuran makanan. Menurut Prastowo et al. (2008) permintaan ekspor cabai produksi Indonesia masih cukup menjanjikan (Gambar 1) dan memberikan peluang bagi peningkatan ekspor ke depannya melalui peningkatan kapasitas industri pengolahan cabai. Negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor cabai Indonesia ada sekitar 51 negara, dengan Saudi Arabia, Singapura dan Malaysia sebagai negara tujuan ekspor utama dengan pangsa masing-masing 23 %, 19 %, dan 11 % terhadap total volume ekspor.
3
Gambar 1 Grafik ekspor-impor cabai merah. Sumber: Prastowo et al. (2008)
Impor cabai dalam kurun waktu yang sama (Gambar 1) juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat baik dari sisi volume maupun nilainya. Berbeda dengan ekspor, negara asal impor cabai Indonesia cenderung lebih sedikit (17 negara) yaitu Tiongkok, India, dan Thailand sebagai negara asal impor terbesar dengan pangsa masing-masing 43 %, 38 %, dan 9 % terhadap total volume impor. Kebutuhan impor cabai ke Indonesia yaitu untuk benih dan cabai olahan. Terdapat macam-macam produk olahan cabai merah kering yang beredar di pasaran. Ada 3 produk yaitu cabai merah kering utuh (dipakai untuk hidangan tumis), cabai merah bubuk (digunakan untuk masakan kari merah atau taburan hidangan) dan cabai merah kering keping (dipakai untuk taburan hidangan panggang, saus salad, pizza, hingga sup) (Winneke et al. 2001). Pada proses pengolahan cabai merah menjadi berbagai macam bentuk olahan cabai merah kering dibutuhkan suatu teknologi. Pemanfaatan teknologi dirasa penting karena produk pertanian khususnya cabai merah merupakan produk yang bersifat musiman, mudah mengalami kerusakan dan kebusukan. Program pengembangan teknologi, termasuk proses pengolahan yang terjadi pada produk olahan cabai merah kering harus mempertimbangkan keadaan pasar serta apa yang diinginkan oleh konsumen, karena preferensi konsumen dalam membeli sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan suatu usaha nantinya. Menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012), produk yang disukai konsumen ialah produk yang dapat memenuhi/memuaskan keinginan/kebutuhan konsumen. Pemasaran merupakan salah satu subsistem penting dari sistem agribisnis selain manajemen produksi dan pengolahan. Di dalam alur pemasaran tersebut terdapat suatu sistem distribusi dalam kegiatan penentuan dan pengelolaan saluran produk yang digunakan oleh produsen atau penyedia jasa untuk memasarkan barang dan jasa. Distribusi merupakan kemampuan suatu produk dimana konsumen dapat membeli produk tersebut atau proses menyampaikan/mengalirkan barang-barang ketangan konsumen (Levens 2010). Kegiatan distribusi fisik mencakup pada beberapa kegiatan kunci yaitu: transportasi, lokasi persediaan dan pergudangan, penanganan bahan, pemrosesan pesanan dan pengendalian pesanan (Yusuf dan Lesley 2007). Kegiatan ini saling terkait satu sama lain sehingga sebuah keputusan dalam suatu kegiatan mempengaruhi kegiatan lainnya.
4 Rantai nilai menambah kegiatan pada setiap canel/organisasi serta kolaborasi melalui perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah dan terbuka lapangan kerja. Produsen/petani tidak lagi mensuplai apa yang mereka inginkan atau tanam, melainkan harus mensuplai apa yang konsumen inginkan. Analisis rantai distribusi berpikir mengurangi biaya sedangkan analisis rantai nilai berpikir bagaimana menambah nilai dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi (Stringer 2009). Perumusan Masalah Produk olahan cabai merah kering menjadi alternatif produk divesifikasi cabai yang sudah banyak beredar dipasar. Dalam sistem pascapanen dan pengolahan cabai merah kering, diperlukan identifikasi produk olahan yang diminati konsumen serta preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering, sehingga produk olahan cabai merah kering yang dihasilkan sesuai kebutuhan dan keinginan konsumen. Pengolahan cabai merah kering merupakan rantai proses yang akan memberikan nilai tambah bagi pelaku yang ada di dalamnya, mulai dari petani sampai industri dan konsumen. Aktor/pelaku tersebut kemudian terhubung dalam suatu rantai yang disebut dengan rantai nilai. Analisis rantai nilai terhadap produk olahan cabai merah kering ditujukan untuk mengkaji berbagai permasalahan permintaan pasar yang dihadapi oleh industri yaitu produk yang diinginkan oleh konsumen, ketersediaan produk di pasar, penanganan pascapanen dan pengolahan, serta nilai tambah yang terbentuk.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah (1) menentukan jenis produk olahan cabai merah kering berdasarkan preferensi konsumen, (2) mengidentifikasi dan manganalisis atribut preferensi konsumen terhadap produk olahan cabai merah kering yang terpilih, (3) menganalisis rantai nilai dan nilai tambah produk olahan cabai merah kering terpilih.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para pengusaha yang bergerak dibidang agroindustri, yaitu usaha pengolahan cabai merah kering untuk dapat mengoptimalkan kegiatan usahanya, dengan memproduksi olahan cabai merah kering sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen (preferensi konsumen), serta bagi para petani dan stakeholder agar dapat mengupayakan penanganan pascapanen yang baik sesuai dengan yang diinginkan oleh usaha pengolahan (preferensi industri) yang nantinya akan menjadi bahan baku di dalam pengolahan cabai merah kering.
5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mengenai preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering adalah keterkaitan kebelakang, yaitu mulai dari konsumen sebagai pengguna produk olahan cabai merah kering sampai ke petani yang merupakan produsen primer yang mengupayakan penanganan pascapanen cabai merah. Aspek yang diteliti adalah pilihan produk yang dikonsumsi konsumen, aliran fisik produk cabai merah, distribusi nilai tambah sepanjang rantai nilai dan stakeholder yang terlibat di sepanjang rantai nilai. Adapun kerangka di dalam menentukan responden adalah sebagai berikut: Konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering
Pilihan produk yang dikonsumsi
Industri/UKM yang mengolah cabai merah kering
Petani yang memasok cabai merah
Pedagang pengumpul yang memasok cabai merah
Gambar 2 Kerangka dalam menentukan responden Batasan Analisis - Pengguna produk olahan cabai merah kering pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah kering. - Analisis pascapanen dan proses yaitu analisis untuk petani dan pedagang yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan, terkait dengan batasan informasi yang diperoleh. - Analisis rantai nilai difokuskan pada pergerakan produk olahan cabai merah kering dan nilai tambah.
2 TINJAUAN PUSTAKA Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan areal pertanaman cabai merah yang terluas diantara tanaman sayuran lain yang diusahakan. Pada saat-saat tertentu, kebutuhan cabai sangat tinggi sehingga produksi nasional tidak mampu memenuhi permintaan yang selalu bertambah dari tahun ke tahun. Ketidakmampuan mencukupi kebutuhan cabai merah disebabkan oleh rendahnya produktivitas dibandingkan dengan produktivitas cabai di Tiongkok, Thailand, dan India (Setiyowati et al. 2007; Suharsono et al. 2009).
6 Cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selama ini cabai merah dikenal ada dua jenis, yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Usahatani cabai dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan industri pengolahan. Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi cabai dalam bentuk segar, kering atau olahan (Taufik 2010). Cabai yang identik dengan rasa pedas sudah menjadi salah satu komponen bumbu dalam setiap masakan sejak lama. Hampir setiap masakan asli Nusantara pasti memakai cabai, hingga sebagian besar masyarakat mengira bahwa cabai adalah tanaman asli Indonesia. Sebenarnya cabai merupakan tanaman asli Amerika. Pada umumnya cabai digunakan untuk menambah cita rasa pedas pada masakan. Jauh sebelum cabai masuk ke Indonesia, rasa pedas dalam masakan Nusantara diperoleh dari rempah-rempah asli tanah air seperti jahe, lada, dan kapulaga. Cabai sebagai salah satu produk agribisnis mempunyai sifat yang sangat mudah rusak dan bersifat musiman, sehingga petani yang sudah menerapkan teknologi budidaya, akan menghasilkan jumlah cabai yang banyak pada saat panen raya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan suatu masalah, dimana harga cabai menjadi turun dan cabai mudah membusuk apabila penanganannya tidak tepat. Penyediaan cabai perlu dirancang secara baik yaitu dengan cara melakukan pengeringan pada produk cabai tersebut. Pengeringan adalah cara penanganan pascapanen yang umum dilakukan terhadap cabai merah. Mengeringkan cabai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari disebut juga cara alamiah karena sepenuhnya bergantung pada panas matahari, sedangkan pengeringan dengan alat pengering sumber panasnya sepenuhnya diperoleh dari panas buatan.
Preferensi Konsumen Preferensi konsumen adalah kecendrungan seseorang dalam memilih penggunaan barang tertentu untuk dapat dirasakan dan dinikmati, sehingga dapat mencapai kepuasan dari pemakaian produk, dan pada akhirnya konsumen loyal terhadap merek tertentu dari pada produk sejenis. Menurut Engel et al. (1994) terdapat hubungan antara preferensi dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen merupakan sebagai tindakan seseorang yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuri tindakan tersebut. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi konsumen digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen, misalnya bila seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama yang dapat mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan
7 sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk. Menurut Levens (2010), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap suatu produk, yaitu (1) pengaruh personal yaitu identitas diri, kepribadian, gaya hidup, usia, pekerjaan/pendidikan, kekayaan (2) pengaruh psikologis yaitu persepsi, motivasi, attitude, learning (3) pengaruh situasional yaitu lingkungan pembelian, waktu, lingkungan digital, konteks/kondisi dan (4) pengaruh sosial yaitu kultur, subkultur, global, grup, kelas sosial, peran gender dan keluarga. Rekonsiliasi konsumen pada dasarnya berada di alam sadar konsumen yang berhubungan dengan evaluasi kepentingan pemenuhan kebutuhan, tingkat pengetahuan produk kelayakan ekonomi pembelian/transaksi, evaluasi rasional pembelian dan evaluasi emosional pembelian yang direncanakan (Hoang dan Nakayasu 2006; Foret dan Prochazka 2006). Fokus utama penelitian ini terdapat pada satu faktor personal yang sesuai yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan kemudahan di dalam mendapatkan suatu produk. Kemajuan teknologi informasi serta meningkatnya persaingan dalam dunia industri telah memberikan banyak alternatif bagi konsumen dalam memilih produk, akibatnya tuntutan konsumen menjadi lebih tinggi. Konsumen menuntut antara lain: pelayanan yang lebih cepat, kualitas yang lebih baik, serta harga yang lebih murah (Arkeman dan Dharma 2011). Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskaan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan opsiopsi lainnya (Ernst et al. 2006; Jesionkowska 2008; Hinson dan Bruchhaus 2008). Produk yang disukai konsumen ialah produk-produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan pendekatan konsep atribut produk (Adiyoga 2011). Kesuksesan suatu produk sebagian besar tergantung pada cara konsumen menerima produk dan rangsangan pemasaran yang dirancang untuk mempengaruhi konsumen (Schweiggert et al. 2007). Rangsangan pemasaran yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap merek tertentu diklasifikasikan menjadi dua yaitu rangsangan primer dan rangsangan sekunder. Rangsangan primer adalah rangsangan yang disebabkan oleh produk itu sendiri seperti mutu, gaya, bentuk dan sebagainya. Sedangkan rangsangan sekunder disebabkan oleh simbol, citra (image) dan informasi tentang produk.
Nilai Tambah Menurut Trienekens (2011) dan Hidayat et al. (2012), nilai tambah merupakan penambahan nilai yang dapat diterapkan pada aspek kualitas, kontinuitas pasokan, biaya-biaya, fleksibilitas pengiriman, menjaga keseimbangan distribusi nilai tambah dan inovasi. Marimin dan Maghfiroh (2011) menerangkan konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi disetiap mata rantai dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota
8 rantai berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai tersebut. Nilai tambah komoditas pertanian disektor hulu dapat dilakukan dengan menyediakan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai pertama, kemudian nilai tambah selanjutnya terjadi pada sektor hilir yang melibatkan industri pengolahan. Komoditas pertanian yang bersifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba) memerlukan penanganan atau perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi pada suatu produk karena telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi. Berdasarkan definisi ini, maka industri yang mengolah cabai merah kering dengan memanfaatkan bahan baku cabai merah mampu memberikan nilai tambah. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu produk dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, tempat dan waktu.
Rantai Nilai Analisis rantai nilai memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktivitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (Porter 2001). Secara teoritis, sinyal informasi yang diberikan konsumen akhir akan menentukan pengembangan dan desain produk lebih lanjut (Siddik 2010). Kusumawardani (2012) mendefinisikan rantai nilai sebagai gambaran kegiatan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa, dimana barang dan jasa tersebut bermula dari sebuah gagasan, selanjutnya melalui beberapa tahap produksi yang berbeda untuk kemudian dibawa ke konsumen dan akhirnya didaur ulang setelah dipergunakan. Rantai nilai terbentuk ketika semua pelaku dalam rantai tersebut bekerja sedemikian rupa sehingga memaksimalkan terbentuknya nilai sepanjang rantai tersebut. Rantai nilai dalam arti sempit mencakup serangkaian kegiatan yang dilakukan di dalam suatu perusahaan untuk menghasilkan keluaran tertentu. Kegiatan ini mencakup tahap pembuatan konsep dan perancangan, proses diperolehnya input/sarana produksi, proses produksi, kegiatan pemasaran dan distribusi, serta kinerja layanan purna jual. Seluruh kegiatan tersebut membentuk keseluruhan „rantai‟ yang menghubungkan produsen dan konsumen, dan tiap kegiatan menambahkan „nilai‟ pada produk akhir. Definisi rantai nilai berdasarkan pendekatan yang luas yaitu melihat berbagai kegiatan kompleks yang dilakukan oleh berbagai pelaku (produsen utama, pengolah, pedagang, penyedia jasa) untuk membawa bahan baku melalui suatu rantai hingga menjadi produk akhir yang dijual. Rantai nilai yang „luas‟ ini dimulai dari sistem produksi bahan baku yang akan terus terkait dengan kegiatan usaha lainnya dalam perdagangan, perakitan, pengolahan, dan lain-lain. Pende-
9 katan luas ini tidak hanya melihat pada kegiatan yang dilakukan oleh satu usaha. Pendekatan ini justru mencakup semua hubungan baik yang bergerak maju ataupun mundur, sampai ketika bahan baku produksi tersebut akhirnya terhubung dengan konsumen akhir (Kusumawardani 2012). Dalam pelaksanaan analisis rantai nilai, perlu memahami tahapan analisis rantai nilai yaitu: (1) memilih dan memprioritaskan rantai nilai: sub sektor, produk dan komoditas, (2) menganalisis rantai nilai yang dipilih, (3) merumuskan dan meningkatkan strategi rantai nilai yang dipilih, (4) menerapkan strategi peningkatan rantai nilai, (5) monitoring dan evaluasi (UNIDO 2009). Rantai nilai memberikan wahana mengidentifikasi cara untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan nilai (Raras 2009). Konsep rantai nilai fokus utama terletak pada keuntungan yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling tergantung yang dapat menghasilkan nilai dan permintaan yang dihasilkan serta arus dana yang dibuat (Feller et al. 2006). Porter (2001) membedakan dua elemen penting dari analisis rantai nilai yaitu: 1. Aktivitas primer, yaitu merupakan aktivitas yang terlibat dalam menciptakan fisik produk dan penjualannya serta transfer ke pembeli dan juga bantuan purna jual (perpindahan produk kepada pembeli) serta bantuan pasca penjualan. Altivitas primer meliputi: a. Inbound logistic: semua aktivitas yang diperlukan untuk menerima, menyimpan, dan mendistribusikan masukan-masukan termasuk hubungan dengan para pemasok (suppliers) b. Operasi: semua aktivitas yang diperlukan untuk mentrasformasikan semua masukan menjadi keluaran (produk atau jasa) c. Outbound logistics: semua aktivitas yang diperlukan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan keluaran (produk atau jasa). d. Pemasaran dan penjualan: semua kegiatan mulai dari menginformasikan kepada para calon pembeli mengenai produk atau jasa, mempengaruhi mereka agar membelinya dan memfasilitasi pembelian mereka. e. Pelayanan: semua aktivitas yang diperlukan agar produk atau jasa yang telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk atau jasa tersebut terjual dan sampai di tangan konsumen. 2. Aktivitas pendukung merupakan aktivitas yang mendukung aktivitas primer dan satu sama lain memberikan input pembelian, teknologi, sumberdaya manusia dan fungsi berbagai perusahaan secara luas. Aktivitas pendukung meliputi: a. Pembelian: pembelian lebih ke arah fungsi pembelian masukan yang digunakan dalam value chain perusahaan, bukan kepada masukan yang dibeli sendiri. b. Pengembangan teknologi: jajaran aktivitas yang dapat dikelompokkan secara luas ke dalam upaya-upaya untuk memperbaiki produk dan prosesnya. c. Manajemen sumber daya manusia: aktivitas yang terlibat dalam perekrutan, pengangkatan, pelatihan, pengembangan, dan kompensasi untuk semua jenis personel serta mendukung, baik aktivitas primer maupun aktivitas pendukung dan keseluruhan rantai nilai.
10 d. Infratruktur perusahaan: beberapa aktivitas termasuk manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntansi, hukum, urusan pemerintah, dan manajemen mutu.
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Pemahaman tentang perilaku serta keputusan konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan produk yang diinginkan dan untuk menyusun strategi pemasaran bagi industri. Pemahaman tentang perilaku konsumen tersebut juga digunakan untuk penanganan pascapanen dan perencanaan pengembangan teknologi. Value Chain Analysis (VCA) atau Analisis Rantai Nilai dari produk olahan cabai merah kering adalah suatu pendekatan dengan melakukan satu atau beberapa kegiatan tambahan, kegiatan produktif atau penerapan teknologi dalam sebuah lembaga/aktor yang dapat memperoleh nilai lebih, sehingga diperoleh nilai tambah yang maksimal. Selain aliran produk cabai merah segar dan perubahan bentuk menjadi produk cabai merah kering, setiap pelaku di sepanjang rantai nilai juga memberikan nilai tambah pada setiap prosesnya. Nilai yang diperoleh dari masing-masing aktor yang terlibat di dalam rantai nilai produk olahan cabai merah kering ini diharapkan sesuai dengan korbanan/biaya yang dikeluarkan. Analisis pascapanen dan teknologi proses juga diidentifikasi pada penelitian. Analisis ini terkait dengan ketersediaan bahan baku yang memenuhi dan sesuai dengan yang diharapkan industri. Adapun prosedur penelitian yang dilakukan terhadap preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering, seperti terlihat pada Gambar 3.
11
Gambar 3 Prosedur penelitian preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering
Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukannya preferensi konsumen dan rantai nilai produk olahan cabai merah kering adalah wilayah Bogor dan sekitarnya. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai Februari 2014.
12 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan survei berdasarkan kuisioner. Kuisioner dibuat dalam bentuk pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi lebih detail dari responden, antara lain meliputi identitas masyarakat responden (ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai merah kering), produk cabai merah kering pilihan konsumen, atribut-atribut penting dari produk pilihan konsumen, data pembelian dan penjualan produk serta asal pembelian bahan baku (Lampiran 1, 2 dan 3). Rantai nilai untuk produk olahan cabai merah kering termasuk kedalam kategori buyer driven. Berdasarkan asumsi ini, maka penelitian dilakukan dengan cara Backward yaitu keterkaitannya ke belakang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snowball, dimana aktor-aktor yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah : 1. Masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering (ibu rumah tangga, warung makan dan industri kecil lainnya yang menggunakan produk olahan cabai merah kering). 2. Usaha pengolahan (Industri/UKM) cabai merah kering. 3. Pedagang pengecer (retailer) yang menjual produk cabai merah kering. 4. Pedagang pengumpul. 5. Petani sebagai produsen primer yang menanam dan menangani pascapanen cabai merah sebagai bahan baku untuk industri produk olahan cabai merah kering. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Metode purposive sampling adalah suatu teknik penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2007). Pertimbangan tersebut didasarkan pada karakteristik tiap sampel yang akan diambil. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Pada penelitian ini responden berjumlah 73 orang yang terdiri dari 35 orang masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi cabai merah kering (penelitian pendahuluan/preferensi awal), 30 orang konsumen (10 orang konsumen ibu rumah tangga, 10 jenis warung makan dan 10 jenis industri pengguna cabai merah kering) pada penelitian preferensi konsumen lanjutan, 2 jenis usaha pengolah cabai merah kering (industri dan UKM), 3 orang pedagang pengecer dan 3 orang pedagang pengumpul. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data volume dan nilai penjualan produk cabai merah serta data usaha pengolahan produk cabai merah kering di daerah Bogor yang dilakukan dengan cara pencatatan. Data sekunder dan informasi yang diperlukan tersebut diperoleh dari instansi yang terkait antara lain: Dinas Perindustrian, Balai Besar Industri Agro (BBIA), dan Biro Pusat Statistik (BPS).
13 Pengolahan dan Analisis Data Analisis Preferensi Konsumen Analisis preferensi konsumen dilakukan dengan menganalisa faktor-faktor perilaku konsumen dalam membeli produk olahan cabai merah kering. Menurut Adiyoga (2011) terdapat model dalam pengambilan keputusan konsumen dengan menguraikan perilaku dan pengambilan keputusan ke dalam tahapan-tahapan: (1) identifikasi kebutuhan, (2) pencarian informasi produk, (3) evaluasi terhadap berbagai alternatif yang tersedia, (4) keputusan pembelian dan (5) evaluasi pasca pembelian. Preferensi konsumen dianalisis dengan menggunakan analisis konjoin, dimana analisis konjoin ini menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012) merupakan alat statistika multivarian yang banyak digunakan dalam melakukan kuantifikasi preferensi konsumen buah dan sayuran. Menurut Mennecke et al. (2007), analisis konjoin dapat membantu melakukan kuantifikasi utilitas bagi konsumen potensial yang akan membeli berdasarkan atribut-atribut produk tertentu. Melalui kuantifikasi utilitas atribut produk, maka utilitas optimal dari atribut dapat diidentifikasi dan digunakan untuk merancang produk dengan atribut-atribut yang paling disukai konsumen. Analisis konjoin ini digunakan untuk membantu mendapatkan kombinasi atau komposisi faktor-faktor berupa atribut suatu produk atau jasa yang paling disukai konsumen. Dengan kata lain, metode ini dapat mengetahui persepsi dan preferensi seseorang terhadap suatu objek yang terdiri atas satu atau banyak bagian dan level. Metode ini juga mampu mengurangi jumlah kombinasi atribut yang harus dievaluasi responden (Dwipurwani dan Cahyawati 2011). Berikut ini adalah tahapan yang umum dilakukan dalam merancang dan melaksanakan analisis konjoin (Malhotra 2004): 1. Pemilihan Atribut dan Taraf Atribut Pada tahap ini ditentukan atribut dan taraf atribut yang akan digunakan dalam merancang stimuli. Atribut adalah bentuk umum dari suatu produk atau jasa seperti harga, warna, bau dan lain-lain. Di dalam perancangan percobaan, istilah atribut identik dengan istilah faktor. Masing-masing atribut memiliki taraf spesifik yang menyertainya. Dari sisi teori, disarankan atribut dan taraf terpilih memiliki peran dalam mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih produk atau jasa. Pada umumnya cara yang sering ditempuh untuk mendapatkan atribut dan taraf yang berperan adalah dengan melakukan diskusi pakar, eksplorasi data sekunder atau melakukan penelitian pendahuluan. 2. Perancangan Stimuli Stimuli atau profil produk adalah kombinasi dari taraf atribut yang satu dengan taraf atribut lainnya. Pada perancangan percobaan, stimuli identik dengan perlakuan. Terdapat 2 pendekatan yang umum digunakan dalam merancang stimuli. a. Pairwise combination Pendekatan ini disebut juga evaluasi 2 faktor, dimana responden mengevaluasi 2 atribut secara bersamaan sampai semua kemungkinan kombinasi 2 atribut
14 terevaluasi. Bila ada sejumlah P atribut berarti jumlah pasangan yang dievaluasi ada P (P-1)/2 pasangan. b. Full profile Pendekatan ini disebut evaluasi banyak faktor karena penyusunan profil produk melibatkan seluruh atribut. Jika sebelumnya telah terpilih sebanyak P buah atribut dengan masing-masing atribut mempunyai 2 taraf, maka akan ada sebanyak 2p kombinasi taraf atribut yang harus dievaluasi responden. Pendekatan full profile direkomendasikan untuk jumlah atribut kurang dari 6. Semakin banyak atribut dan taraf maka semakin banyak stimuli yang akan terbentuk, sehingga menjadi tidak efisien dalam proses evaluasi. Untuk itu diperlukan metode pereduksian stimuli menggunakan suatu prosedur ortogonal pada SPSS. Prosedur ortogonal SPSS digunakan untuk membantu menciptakan kombinasi stimuli agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut. 3. Penentuan Jenis Data Dalam analisis konjoin data yang diperlukan dapat berupa nonmetrik (nominal dan ordinal) maupun metrik (berskala interval atau rasio). a. Data nonmetrik. Responden diminta untuk membuat ranking atau mengurutkan stimuli yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Nilai rangking (paling disukai hingga paling tidak disukai) ini dipercayakan mencerminkan perilaku konsumen dalam situasi nyata. Untuk rangking paling disukai diberi rangking mulai dari 1 dan seterusnya hingga rangking terakhir bagi stimuli yang paling tidak disukai. b. Data metrik. Pada data metrik, responden mengevaluasi profil produk dengan memberikan penilaian (rating) terhadap masing-masing stimuli. Pemberian rating dapat menggunakan skala likers, misalnya mulai dari 1 sampai 9 (1 = paling tidak disukai, 9 = paling disukai). Skala likers merupakan sebagai indikator ukuran untuk kepentingan menurut persepsi konsumen dan tingkat pelaksanaan atau kinerja secara nyata dari suatu produk (Munandar et al. 2010). Bila dibandingkan dengan nonmetrik (rangking), cara ini lebih disukai oleh responden, karena tidak membutuhkan pertimbangan yang terlalu rumit. 4. Metode Analisis Model dasar analisis konjoin adalah sebagai berikut: ∑∑ dimana: (X) βij Kj m Xij
= Total kepuasan terhadap suatu stimuli = Nilai kegunaan taraf ke-j atribut ke-i = Banyaknya taraf dari atribut ke-i = Banyaknya atribut = Peubah boneka atribut ke- i taraf ke-j (bernilai 1 bila taraf yang berkaitan muncul dan 0 bila tidak)
15 Nilai Kegunaan Taraf (NKT) adalah nilai pentingnya suatu taraf relatif terhadap taraf yang lain pada suatu atribut. NKT dapat diduga menggunakan analisis regresi peubah boneka dengan peubah bebas adalah peubah boneka untuk stimuli-stimuli yang terbentuk (bernilai 1 bila taraf yang berkaitan muncul dan 0 bila tidak). Jumlah peubah boneka dari suatu atribut adalah sebanyak n-1, dimana n adalah banyaknya taraf dalam suatu atribut. Sedangkan peubah tak bebasnya adalah preferensi konsumen untuk membeli suatu produk. Dengan kata lain konsumen memberikan rangking atau rating sebagai cerminan preferensi untuk membeli suatu produk. NKT tertinggi pada tiap atribut menunjukkan taraf atribut yang paling disukai. Nilai Relatif Penting (NRP) adalah nilai yang menunjukkan tingkat kepentingan relatif suatu atribut terhadap atribut yang lain. Tingkat kepentingan dari suatu atribut didefinisikan sebagai selisih antara NKT terbesar dengan NKT terkecil. Atribut dengan selisih terbesar merupakan atribut yang dinilai paling penting. 5. Interpretasi Hasil Preferensi konsumen didapatkan dari nilai utiliti. Utiliti adalah nilai setiap taraf masing-masing faktor, atau sifat relatif terhadap taraf lainnya. Dengan menggunakan nilai utiliti ini, akan dapat diketahui kombinasi yang paling disukai dan dapat diketahui pula faktor yang paling mempengaruhi responden dalam memilih kombinasi-kombinasi. Ada beberapa ketentuan dalam utiliti yaitu: 1. Taraf yang memiliki nilai utiliti lebih tinggi adalah taraf yang lebih disukai. 2. Total utiliti masing-masing kombinasi sama dengan jumlah utiliti tiap taraf dari faktor-faktor tersebut. 3. Kombinasi yang memiliki total utiliti tertinggi adalah kombinasi yang paling disukai responden. 4. Faktor yang memiliki perbedaan utiliti lebih besar antara nilai utiliti taraf tertinggi dan terendahnya merupakan faktor yang lebih penting. 5. Jika semua kemungkinan taraf suatu faktor memiliki nilai utiliti yang sama, berarti faktor tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap responden. Analisis Nilai Tambah Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diterima oleh usaha pengolahan cabai merah kering, maka dapat dianalisis dengan menggunakan analisis metode Hayami (Hayami 1987). Pada metode Hayami, nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut berasal dari pemanfaatan faktor-faktor tenaga kerja, modal, sumber daya manusia dan manajemen. Rumus dari metode Hayami adalah sebagai berikut :
16 Tabel 3 Analisis nilai tambah metode Hayami No Variabel Nilai Output, Input dan Harga 1 Output (kg/bulan) A 2 Bahan baku (kg/bulan) B 3 Tenaga kerja (HOK/bulan) C 4 Faktor konversi D = A/B 5 Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) E = C/B 6 Harga output (Rp/bulan) F 7 Upah rata - rata tenaga kerja G (Rp/HOK/bulan) Pendapatan dan Keuntungan 8 9 10 11
Harga bahan baku (Rp/bulan) Sumbangan input lain (Rp/bulan) Nilai output (Rp/bulan) a. Nilai tambah (Rp/bulan) b. Rasio nilai tambah (%) 12 a.Imbalan tenaga kerja (Rp/HOK/bulan) b.Bagian tenaga kerja (%) 13 a. Keuntungan (Rp/bulan) b.Tingkat keuntungan (%) Balas jasa dari masing-masing faktor produksi 14 Margin (Rp/bulan) a. Imbalan tenaga kerja (%) b.Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaaan (%)
H I J=DXF K = J-H-I L% = (K/J) X 100% M=EXG N% = (M/K) X 100% O = K-M P% = (O/J) X 100% Q = (J-H) R% = (M/Q) X 100% S% = (I/Q) X 100% T% = (O/Q) X 100%
Sumber: Hayami (1987)
Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah Hayami yang digunakan pada subsistem pengolahan (Industri) adalah sebagai berikut: 1. Perkiraan besarnya nilai tambah (Rp). 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk. 3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga kerja. 4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah. 5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah), karena menanggung resiko usaha. 6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah. 7. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. 8. Persentase pendapatan tenaga kerja terhadap marjin (%).
17 9. Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%). 10. Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%). Analisis Rantai Nilai Masing-masing aktor/pelaku yang berkontribusi dalam memberikan fungsinya masing-masing di sepanjang rantai nilai produk olahan cabai merah kering, dapat dilakukan analisis dengan menggunakan analisis R/C Ratio. Menurut Soekartawi (2006) analisis R/C Ratio merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi mengalami kerugian, impas atau untung. Analisis R/C Ratio merupakan analisis yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Adapun rumus R/C Ratio yaitu: R/C Ratio: dimana: TR: Total Revenue (Penerimaan Total) (Rp) TC: Total Cost (Biaya Total) (Rp) dengan ketentuan : R/C Ratio > 1 maka usaha memperoleh keuntungan. R/C Ratio = 1 maka usaha dalam keadaan impas. R/C Ratio < 1 maka usaha mengalami kerugian. Jika hasil perhitungan R/C Ratio lebih besar dari satu maka usaha produk olahan cabai merah kering layak untuk diusahakan dan berprospek, sedangkan apabila hasil perhitungan R/C Ratio lebih kecil dari satu, maka usaha produk olahan cabai merah kering tidak layak diusahakan. Jika hasil perhitungan R/C Ratio sama dengan satu maka usaha produk olahan cabai merah kering berada dalam titik impas. Dalam penelitian ini, analisis R/C Ratio pada setiap rantai bukan sekedar untuk melihat bagaimana persentase keuntungan, rugi atau impas yang diperoleh setiap aktor atau stakeholder, tetapi melihat persentase keuntungan yang diperoleh berdasarkan kegiatan atau fungsinya masing-masing yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah pada produk, serta melihat perbedaan dari keuntungan yang mereka peroleh. Analisis Pascapanen dan Proses 1. Mengidentifikasi keadaan pascapanen antara mutu bahan baku yang dihasilkan dengan mutu yang diharapkan industri (berbasis pada rantai distribusi bahan baku ke industri) sesuai dengan keadaan di lapangan. 2. Mengidentifikasi teknologi proses pengeringan untuk dapat menghasilkan produk olahan cabai merah kering.
18
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasar dan Usaha Pasar Data pemerintah kota Bogor (BPS 2013) mengatakan bahwa jumlah pasar tradisional pada kategori pasar Induk yaitu merupakan jenis pasar besar/pasar utama dikota Bogor yang merupakan pusat penyaluran barang kebutuhan untuk pasar lain, di wilayah kota Bogor pasar tersebut terdapat sebanyak 7 unit pasar yaitu Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Padasuka, dan Pasar Gunung Batu. Data yang diperoleh dari Disperindag Kabupaten Bogor (2013), jumlah pasar tradisional kategori pasar lokal di wilayah Kabupaten Bogor terdapat sebanyak 24 unit pasar yang tersebar di 40 Kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada pasar tradisional tersebut, terdapat sarana perdagangan yaitu meliputi mini market, pasar modern, pasar tradisional, pasar desa dan pertokoan. Keberadaan pasar merupakan sebagai tempat yang memberikan jasa pemenuhan kebutuhan bagi konsumen. Pasar tersebut terus berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam sektor perdagangan ini menyebabkan persaingan usaha yang semakin ketat, terutama persaingan antara pasar modern dan pasar tradisional. Usaha (Industri dan UKM) Usaha Besar (industri) adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah. Usaha besar ini meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Usaha Kecil (UKM) menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta rupiah sampai Rp 500 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2 milyar (Sriyana 2010). Definisi dan kriteria UKM berdasarkan Biro Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Bank Dunia, serta Kementerian koperasi dan UKM (UndangUndang No. 20 tahun 2008) dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Organisasi Biro Pusat Statistik (BPS)
Tabel 4 Definisi dan kriteria UKM Jenis usaha Kriteria Usaha kecil - Pekerja 5-19 orang - Pekerja 20-99 orang Usaha menengah
Usaha kecil Bank Indonesia (BI) Usaha menengah
Usaha kecil Bank Dunia Usaha menengah Kementerian koperasi dan UKM (UndangUndang No. 20 tahun 2008)
Usaha kecil
Usaha menengah
- Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. - Dimiliki oleh keluarga sumber daya lokal dan teknologi sederhana - Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry - Aset < Rp 5 milyar untuk industri - Aset < Rp 600 juta diluar tanah & Bangunan - Omset tahunan < Rp 3 milyar - Jumlah karyawan < 30 orang - Pendapatan setahun < Rp 3 juta - Jumlah aset < Rp 3 juta - Jumlah karyawan maksimal 300 orang - Pendapatan setahun hingga sejumlah Rp 15 juta Jumlah aset hingga sejumlah Rp 15 juta - Kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp 50 juta500 juta - Hasil penjualan tahunan (omset/tahun) > Rp 300 juta-Rp 2.5 milyar - Kekayaan bersih (tidak termasuk tanah & bangunan) > 500 juta-10 milyar - Hasil penjualan tahunan (omset/tahun)> 2.5 milyar-50 milyar
Sumber: Sriyana 2010
Usaha/industri kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. UKM juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya. Usaha kecil dan menengah (UKM) idealnya memang membutuhkan peran pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing. Namun yang perlu diperhatikan bahwa kemampuan di sini bukan dalam arti kemampuan untuk bersaing dengan usaha (industri) besar, tetapi lebih pada kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Permasalahan utama yang banyak dikemukakan usaha mikro adalah kurangnya modal untuk mengembangkan usaha. Hal ini cukup ironis mengingat
20 cukup banyak upaya penguatan dalam bentuk bantuan modal yang disediakan untuk usaha mikro. Sifat dan cara mengelola usaha mikro itu sendiri tampaknya turut mendukung kurangnya modal. Hasil usaha mikro biasanya digunakan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, sehingga tujuan menambah modal sulit terpenuhi. Usaha mikro bahkan tidak jarang dikorbankan ketika ada kebutuhan keluarga yang mendesak. Di samping itu, pengusaha mikro umumnya tidak memisahkan “pembukuan” usaha dengan pengeluaran keluarga sehingga modal usaha sering terpakai untuk keperluan sehari-hari. Pada penelitian ini responden usaha pengolahan cabai merah kering yang ditemukan di wilayah Bogor terdapat 2 bentuk usaha yang nantinya akan dilakukan analisis nilai tambah dan rantai nilai. Kedua usaha pengolahan tersebut mewakili usaha dalam skala industri dan UKM. Pada usaha skala UKM memiliki pendapatan Rp 24 juta/tahun (untuk 1 macam produk yang dihasilkan, yaitu bumbu cabai). Usaha ini dalam menjalankan usahanya memproduksi sebanyak 7 macam produk, sehingga dalam satu tahun, jika usaha ini memiliki prospek yang sama untuk ketujuh produknya akan menghasilkan pendapatan kurang lebih Rp 168 juta/tahun. Berdasarkan Tabel 4, usaha tersebut tergolong kepada usaha kecil menurut Kementrian Koperasi dan UKM (Undang-Undang No. 20 tahun 2008). Usaha skala industri pada penelitian ini termasuk kedalam usaha besar, hal ini dikarenakan usaha tersebut telah mendaftarkan usahanya dalam bentuk PT (perseroan terbatas). Industri ini memiliki pendapatan Rp 264 juta/tahun (untuk satu macam produk yang dihasilkan yaitu cabai merah kering bubuk). Industri ini dalam menjalankan usahanya memproduksi sebanyak kurang lebih terdapat 180 macam bumbu-bumbu dan rempah-rempah baik produk olahan basah maupun olahan kering, sehingga dalam satu tahun, jika usaha ini memiliki prospek yang sama untuk 180 macam produknya akan menghasilkan pendapatan kurang lebih Rp 47 milyar. Menurut Erwinsyahbana (2013), Perusahaan perseroan yang disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % sahamnya dimiliki oleh negara RI yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Secara operasional tunduk pada ketentuan Undang-Undang No 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas (sekarang telah diganti dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas).
Preferensi Konsumen Karakteristik Responden Pembelian konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan dan kemudahan di dalam mendapatkan suatu produk. Pada responden ibu rumah tangga, memiliki usia rata-rata 25-34 tahun (50 %), pada responden warung makan memiliki tingkatan usia rata-rata 35-44 tahun (60 %) dan pada industri pengguna cabai merah kering memiliki tingkatan usia rata-rata antara 15-24 tahun (60 %). Responden ibu rumah tangga dan warung makan, perempuan memiliki peran yang lebih besar dibandingkan laki-laki dalam mengkonsumsi dan kegiatan
21 usaha yaitu masing masing sebesar 100 % dan 60 %, sedangkan pada industri pengguna cabai merah kering, laki-laki yang memiliki peran lebih besar dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 90 %. Dari keseluruhan persentase tingkat pendidikan responden, 80 % ibu rumah tangga memiliki tingkat pendidikan di atas SLTA (S1 dan S2), 80 % warung makan dan 60 % industri pengguna cabai merah kering memiliki tingkat pendidikan menengah yaitu setingkat SMP dan SMA. Berdasarkan tingkatan pendapatan, sebanyak 70 % responden ibu rumah tangga dan sebanyak 80 % Industri pengguna cabai merah kering berada pada kisaran pendapatan Rp 2 juta sampai Rp 5 juta. Pada responden warung makan 60 % memiliki tingkatan pendapatan sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Pemilihan Produk Olahan Cabai Merah Kering Berdasarkan Preferensi Konsumen Pada penelitian pendahuluan/preferensi awal dalam memilih produk terhadap beberapa macam jenis produk olahan cabai merah kering, sebanyak 35 orang konsumen diwawancarai untuk mendapatkan informasi mengenai produk olahan cabai merah kering yang dikonsumsi. Wawancara dilakukan pada konsumen di 4 lokasi pasar wilayah Bogor, yaitu pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu. Dari pasar-pasar tersebut, diperoleh informasi preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5 Preferensi konsumen dalam memilih produk olahan cabai merah kering Produk olahan cabai merah kering yang digunakan Konsumen pasar Konsumen pasar Anyar Konsumen pasar Bogor Konsumen Pasar Ciringin Konsumen pasar Gunung Batu
Cabai merah kering utuh
Cabai merah kering keping
√ -
-
Cabai merah kering bubuk
√ √ √ √
Data preferensi konsumen dengan melakukan survei dan kuisioner di 4 lokasi pasar tersebut dianggap telah mewakili pasar-pasar yang ada di wilayah Bogor. Konsumen yang datang dan berbelanja di pasar tersebut tidak hanya penduduk lokal saja, tetapi juga mewakili penduduk kampus yang ragam populasinya menggambarkan keragaman kultural. Dari keempat konsumen pasar (Tabel 5) diketahui bahwa cabai merah kering bubuk dan cabai merah kering utuh merupakan produk olahan cabai merah kering yang ada dan ditemui di pasar tersebut. Dari kedua produk olahan cabai, kemudian dilakukan pemilihan produk yang paling diminati oleh konsumen. Hasil wawancara diketahui bahwa konsumen lebih banyak memilih dan mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering jenis bubuk. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada, sehingga jenis cabai bubuk merupakan pilihan preferensi konsumen untuk dapat dilakukan penilaian lebih lanjut.
22 Penetapan Atribut, Taraf dan Level Penelitian diawali dengan tahap menetapkan atribut, taraf dan level yang ingin dievaluasi. Penetapan tersebut dilakukan dengan cara melakukan survei pendahuluan atau preferensi konsumen tahap awal. Dengan preferensi tahap awal tersebut kemudian diperoleh ciri-ciri atau atribut yang berpengaruh terhadap pembelian produk olahan cabai merah kering bubuk hasil preferensi pilihan konsumen. Menurut Adiyoga (2011), karakteristik kualitas suatu produk yang diinginkan konsumen dapat diperoleh melalui pengkajian terhadap perilaku konsumen berdasarkan pendekatan konsep atribut produk. Taraf dan level atribut yang dipilih adalah ciri-ciri yang diketahui konsumen secara umum untuk mempermudah responden dalam evaluasi. Harga produk yang berlaku pada kondisi pasar saat penelitian pendahuluan, yaitu pada tanggal 21 November 2013 adalah Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons dan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Taraf dan level dari tiap atribut pada produk olahan cabai merah kering bubuk yang telah ditetapkan seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Taraf, level dari tiap atribut produk olahan cabai merah kering bubuk Atribut Warna Aroma Tingkat kepedasan
Harga
Taraf 1 2 1 2 1 2 3 1 2
Level Merah terang Merah pudar Khas cabai Kurang khas cabai Pedas Kurang pedas Sangat pedas Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemilihan produk olahan cabai merah kering bubuk dipengaruhi oleh faktor warna, aroma, tingkat kepedasan dan harga. Keempat faktor ini dalam analisis konjoin disebut dengan atribut. Pada setiap atribut minimal terdiri atas 2 level pilihan. Kombinasi seluruh atribut yang dianalisis dinamakan dengan profil atau stimuli. Kemungkinan stimuli produk olahan cabai merah kering bubuk yang bisa terjadi adalah 2x2x3x2=24 stimuli. Akan tetapi, tidak semua stimuli dibuat, sehingga dari 24 stimuli akan dipilih sebanyak p buah stimuli, beberapa diantaranya untuk dianalisis. Pemilihan p buah stimuli harus bersifat ortogonal. Menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012), prosedur ortogonal SPSS digunakan untuk membantu menciptakan kombinasi stimuli agar tidak semua kombinasi harus dianalisis lebih lanjut, karena jika menggunakan semua kombinasi stimuli, hal ini cenderung tidak/kurang praktis dan menyulitkan responden dalam evaluasi. Dengan bantuan SPSS 16, proses ini menghasilkan 9 stimuli yaitu seperti ditampilkan pada Lampiran 5. Kesembilan stimuli tersebut kemudian direpresentasikan menjadi 9 jenis cabai merah kering bubuk yang masing-masing memiliki kombinasi karakteristik atau atribut berbeda. Data kuisioner diperoleh dengan meminta reponden memberikan pendapat mengenai kesembilan jenis produk olahan cabai merah kering bubuk tersebut. Pendapat responden dinilai berdasarkan rating terhadap masing-masing stimuli (Lampiran 6). Rating dengan menggunakan skala likers
23 mulai dari 1 sampai 9 untuk menandai jenis produk olahan cabai merah kering bubuk yang paling disukai (9) sampai ke jenis produk olahan cabai merah kering bubuk yang paling tidak disukai (1). Pendapat setiap responden disebut sebagai utilitas yang dinyatakan dengan angka dan menjadi dasar perhitungan konjoin dalam menelusuri preferensi konsumen. Pada dasarnya analisis konjoin menghasilkan informasi preferensi untuk setiap responden. Dalam hal ini terdapat 30 kasus yang terbagi atas 10 kasus preferensi konsumen ibu rumah tangga, 10 kasus preferensi konsumen warung makan dan 10 kasus preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk. Setyaningsih et al. (2010) mengemukakan bahwa panel konsumen terdiri dari 30-100 orang, tergantung pada target pemasaran suatu komoditas. Untuk pengambilan keputusan, hasil analisis konjoin diakhiri dengan tampilan penilaian umum yang berlaku untuk semua responden (ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai bubuk) seperti terlihat pada Tabel 7, Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 7 Preferensi konsumen ibu rumah tangga secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi 15.79 Color (warna) Merah terang 0.66 Merah terang -0.66 Merah pudar 38.06
Aroma (aroma) 1.03 Khas cabai -1.03 Kurang khas cabai
Khas cabai
38.18
Hot (tingkat kepedasan) 0.69 Pedas -1.64 Kurang pedas 0.96 Sangat pedas
Sangat pedas
7.97
Price (harga/ons) 0.23 Rp 2 000 - Rp 3 000 -0.23 Rp 4 000 - Rp 5 000
Rp 2 000 - Rp 3 000
Pearson's R = 0.98 Kendall's tau= 1.00
3.74 Konstanta Significansi= 0.00 Significansi= 0.00
Pada Tabel 7 dapat terlihat bahwa preferensi konsumen ibu rumah tangga terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk lebih menyukai warna merah terang (0.66) dibandingkan dengan warna merah pudar (-0.66). Berdasarkan atribut aroma, responden lebih menyukai aroma khas cabai (1.03) dibandingkan dengan aroma kurang khas cabai (-1.03). Pada atribut tingkat kepedasan, responden lebih menyukai sangat pedas (0.96) kemudian pedas (0.69) dibandingkan dengan kurang pedas (-1.64), sedangkan untuk tingkatan harga,
24 responden lebih dapat menerima dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons (0.23) dibandingkan dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons (-0.23). Dengan demikian, preferensi konsumen ibu rumah tangga terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk secara umum adalah produk olahan cabai merah kering bubuk yang berwarna merah terang, beraroma khas cabai, dengan tingkat kepedasan yang sangat pedas dan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons. Secara umum, responden ibu rumah tangga menganggap bahwa tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting dalam menilai atau membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu sebesar (38.18 %) dan secara berturutturut kemudian diikuti oleh atribut aroma (38.06 %), warna (15.79 %) dan harga (7.97 %). Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai kepentingan atribut ( ibu rumah tangga) Keakurasian peramalan diukur dengan korelasi Pearson dan Kendall yang besarnya masing-masing 0.98 dan 1.00 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara estimates dan actual, atau ada predictive accuracy yang tinggi pada proses konjoin. Pada uji signifikansi, keempat atribut menghasilkan signifikansi 0.00 (dibawah 0.05) maka atribut tersebut juga mempunyai signifikansi yang sangat kuat. Jika memiliki signifikansi di atas 0.05 maka signifikansi tidak kuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, hasil pengujian terhadap pendapat 10 responden yang mewakili konsumen ibu rumah tangga dapat diterima dalam menggambarkan preferensi konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yang memiliki karakteristik warna merah terang, beraroma khas cabai dengan tingkat kepedasan yang sangat pedas serta harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons.
25 Tabel 8 Preferensi konsumen warung makan secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk. Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi 23.56 Color (warna) Merah terang 0.60 Merah terang -0.60 Merah pudar 35.29
Aroma (aroma) 0.65 Khas cabai -0.65 Kurang khas cabai
Khas cabai
29.37
Hot (tingkat kepedasan) 0.37 Pedas -0.53 Kurang pedas 0.17 Sangat pedas
Pedas
11.77
Price (harga/ons) -0.02 Rp 2 000 - Rp 3 000 0.02 Rp 4 000 - Rp 5 000
Rp 4 000 - Rp 5 000
Pearson's R = 0.93 Kendall's tau= 0.87
4.09 Konstanta Significansi= 0.00 Significansi= 0.00
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa preferensi konsumen warung makan terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk lebih menyukai warna merah terang (0.60) dibandingkan dengan warna merah pudar (-0.60), sedangkan pada atribut aroma, responden lebih menyukai aroma khas cabai (0.65) dibandingkan dengan aroma kurang khas cabai (-0.65). Pada atribut tingkat kepedasan, responden lebih menyukai pedas (0.37) kemudian sangat pedas (0.17) dibandingkan dengan kurang pedas (-0.53). Pada tingkatan harga, responden masih dapat menerima dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons (0.02) dibandingkan dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons (-0.02). Dengan demikian, preferensi konsumen warung makan terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk secara umum adalah produk olahan cabai merah kering bubuk yang berwarna merah terang, beraroma khas cabai, dengan tingkat kepedasan yang pedas dan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Responden warung makan dalam mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering bubuk secara umum menganggap bahwa aroma merupakan faktor terpenting dalam menilai atau membeli produk olahan cabai merah kering bubuk, yaitu sebesar (35.29 %) dan secara berturut-turut diikuti oleh faktor tingkat kepedasan (29.37 %), warna (23.56 %) dan harga (11.77 %). Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 5.
26
Gambar 5. Nilai kepentingan atribut (warung makan) Berdasarkan korelasi Pearson dan Kendall, keakurasian peramalan dapat diukur dan memiliki nilai masing-masing 0.93 dan 0.87 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Untuk uji signifikansi keempat atribut menghasilkan nilai yang sama dengan signifikansi yang terdapat pada penilaian terhadap preferensi konsumen ibu rumah tangga, yaitu menghasilkan signifikansi 0.00 sehingga dapat dikatakan bahwa keempat atribut tersebut juga memiliki korelasi yang kuat untuk warung makan. Hasil pengujian pendapat 10 responden yang mewakili konsumen warung makan dapat diterima dalam menggambarkan preferensi konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yang memiliki karakteristik warna merah terang, beraroma khas cabai dengan tingkat kepedasan yang pedas serta harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk lebih menyukai warna merah pudar (0.29) dibandingkan dengan warna merah terang (-0.29), sedangkan atribut aroma, responden lebih menyukai aroma khas cabai (0.53) dibandingkan dengan aroma kurang khas cabai (-0.53). Pada atribut tingkat kepedasan, responden lebih menyukai pedas (1.26) kemudian sangat pedas (0.56) dibandingkan dengan kurang pedas (-1.81). Pada atribut tingkatan harga, responden lebih dapat menerima dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons (0.31) dibandingkan dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons (-0.31). Dengan demikian, preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum adalah menyukai produk olahan cabai merah kering bubuk yang berwarna merah pudar, beraroma khas cabai, dengan tingkat kepedasan yang pedas dan dengan harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons.
27 Tabel 9 Preferensi konsumen industri pengguna cabai bubuk secara umum terhadap beberapa atribut produk olahan cabai merah kering bubuk. Kepentingan Utilitas Faktor Preferensi 14.33 Color(warna) Merah pudar -0.29 Merah terang 0.29 Merah pudar 19.13
Aroma (aroma) 0.53 Khas cabai -0.53 Kurang khas cabai
Khas cabai
53.59
Hot ( tingkat kepedasan) 1.26 Pedas -1.81 Kurang pedas 0.56 Sangat pedas
Pedas
12.95
Price ( harga/ons) 0.31 Rp 2 000 - Rp 3 000 -0.31 Rp 4 000 - Rp 5 000
Rp 2 000 - Rp 3 000
Pearson's R = 0.98 Kendall's tau=0.89
4.26 Konstanta Significansi= 0.00 Significansi= 0.00
Secara umum, responden industri pengguna cabai bubuk terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk menganggap bahwa tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting dalam menilai atau membeli produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu sebesar (53.59 %) dan secara berturut turut diikuti oleh atribut aroma (19.13 %), warna (14.33 %) dan harga (12.95 %). Penjelasan tersebut juga dapat dilihat pada nilai kepentingan atribut (industri pengguna cabai bubuk) pada Gambar 6.
Gambar 6. Nilai kepentingan atribut (industri pengguna cabai bubuk)
28 Selanjutnya berdasarkan hasil korelasi menggunakan korelasi Pearson dan Kendall diketahui bahwa nilai yang terbentuk masing-masing adalah 0.98 dan 0.89 serta berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0.05. Begitu pula dengan uji signifikansi yang diperoleh yaitu menghasilkan 0.00 (di bawah 0.05). Sehingga korelasi keempat atribut tersebut juga dikatakan kuat dan pendapat 10 responden yang mewakili konsumen industri pengguna cabai bubuk dapat diterima dalam menggambarkan preferensi konsumen untuk membeli produk olahan cabai merah kering bubuk, yang memiliki karakteristik warna merah pudar, beraroma khas cabai dengan tingkat kepedasan yang pedas serta harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons. Hasil preferensi konsumen berdasarkan analisis konjoin, ditemukan perbedaan nilai kepentingan atribut produk olahan cabai merah kering bubuk dari masing-masing kelompok konsumen. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk. Pada warung makan, aroma merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk. Ada 2 hal yang menjadi atribut terpenting dalam memilih produk olahan cabai merah kering bubuk yaitu terletak pada tingkat kepedasan dan aroma, sementara untuk atribut warna berada pada peringkat ke-3 dan harga berada pada peringkat ke-4 di dalam mengkonsumsi produk. Hal ini ternyata berbeda dengan produk cabai merah segar yang menurut Adiyoga dan Nurmalinda (2012) mengatakan bahwa secara umum responden menganggap faktor warna merupakan atribut terpenting (peringkat ke-1) dalam menilai cabai merah (53.17 %) dan secara berturut-turut diikuti oleh faktor jenis cabai (24.61 %) sebagai peringkat ke-2 dan kemudian tingkat kepedasan (22.22 %) sebagai peringkat ke-3. Terminologi preferensi konsumen terutama digunakan untuk menjelaskaan suatu opsi yang diantisipasi memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan opsi-opsi lainnya (Ernst et al. 2006; Jesionkowska 2008; Hinson dan Bruchhaus 2008). Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen seperti terlihat pada Tabel 10 . Tabel 10 Nilai kepentingan atribut dari masing-masing kelompok konsumen Kelompok konsumen Atribut Industri pengguna produk Ibu rumah tangga Warung makan cabai bubuk 1. Warna 2. Aroma 3. Tingkat kepedasan 4. Harga/ons
3( merah terang) 2( khas cabai) 1( sangat pedas)
3( merah terang) 1( khas cabai) 2( pedas)
3( merah pudar) 2( khas cabai) 1(pedas)
4(Rp 2 000-Rp 3 000) 4(Rp 4 000-Rp 5 000) 4(Rp 2 000-Rp 3 000)
Dari Tabel 10 terlihat bahwa masing-masing kelompok konsumen mengekspresikan preferensinya terhadap produk olahan cabai merah kering bubuk berdasarkan atribut produk yang terbentuk. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk memiliki nilai kepentingan atribut yang sama untuk semua atribut produk, tetapi yang membedakannya adalah pada level atributnya. Untuk ibu rumah tangga, menyukai warna merah terang dengan tingkat kepedasan yang sangat pedas, sedangkan industri pengguna cabai bubuk menyukai warna merah pudar dengan tingkat kepedasan yang pedas. Pada atribut aroma dan harga, kedua
29 kelompok konsumen sama-sama menyukai aroma khas cabai dan lebih dapat menerima harga berkisar antara Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons. Hal ini berbeda dengan kelompok konsumen warung makan yang memiliki nilai kepentingan atribut terdapat pada aroma, yang menduduki peringkat ke-1 yaitu aroma khas cabai, kemudian diikuti oleh tingkat kepedasan yang pedas, warna merah terang dan masih bisa menerima dengan harga berkisar Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Responden ibu rumah tangga dan warung makan menyukai cabai bubuk berwarna merah terang, hal ini dikarenakan konsumen ibu rumah tangga dan warung makan di dalam mengolah masakannya, menginginkan tampilan masakan yang dihasilkan lebih cerah, sehingga dapat menggugah selera makan seluruh keluarga (ibu rumah tangga) dan pelanggan (warung makan). Berbeda halnya dengan industri pengguna cabai bubuk, yang menyukai cabai merah bubuk berwarna merah pudar, dikarenakan produk cabai merah bubuk yang digunakan merupakan sebagai bahan baku tambahan pada produk utama yang dihasilkan, sehingga warna cabai tidak berpengaruh terhadap produk, seperti usaha penggolahan cimol, cilok, jamur kriuk dan usaha lainnya. Berdasarkan tingkat kepedasan, ibu rumah tangga menyukai rasa yang sangat pedas, sedangkan pada warung makan dan industri pengguna cabai bubuk menyukai rasa yang pedas (standar), hal ini bersifat subjektif tergantung selera sedangkan pada tingkatan harga, ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk dalam pengolahan produknya baik masakan maupun produk usaha, mengharapkan harga yang relatif lebih murah agar keuntungan yang diperoleh dapat maksimal, sebaliknya pada warung makan, harga bukanlah menjadi patokan di dalam membeli produk cabai bubuk, ini dikarenakan produk yang digunakan di dalam masakan hanya sebagai penguat rasa, aroma dan warna saja. Sependapat dengan Jitbunjerdkul dan Kijroongrojana (2007); Toontom et al. (2010) yang mengatakan bahwa cabai merah kering adalah produk rempah-rempah yang paling banyak digunakan sebagai bumbu untuk penyedap dan pewarna dalam masakan Asia. Hasil preferensi konsumen ini dapat digunakan oleh usaha pengolahan untuk dapat mengolah produk sesuai dengan keinginan konsumen (preferensi konsumen).
Analisis Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang terjadi pada suatu produk karena telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa, cabai merah merupakan salah satu komoditas pertanian yang bersifat perishable (mudah rusak) dan bulky (kamba). Maka dari itu, diperlukan suatu penanganan atau perlakuan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil preferensi konsumen sebelumya, diketahui bahwa jenis produk yang menjadi pilihan konsumen di dalam mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering adalah dalam bentuk bubuk yaitu dengan faktor terpenting yang menjadi pilihan konsumen terletak pada tingkat kepedasan dan aroma. Di daerah sekitar Bogor, diambil 2 sampel usaha pengolahan yang mengusahakan produk olahan cabai merah kering bubuk hasil preferensi konsumen. Menurut Suranto (2005), produk yang dibuat harus dapat memenuhi kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen yang tinggi dan loyal akan mempengaruhi
30 perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan dan mengembangkan pangsa pasar (Sukardi dan Candrawatisma 2010). Usaha pengolahan tersebut yaitu dalam bentuk skala Industri dan usaha pengolahan kedua yang merupakan sebuah usaha kecil menengah (UKM). Industri. Pada usaha pengolahan yang pertama yaitu skala industri. Usaha ini telah memasarkan serta memasok produk olahannya yaitu kurang lebih 180 macam jenis bumbu-bumbu di supermarket-supermarket wilayah Bogor. Salah satu produk bumbu yang dihasilkan adalah cabai merah kering bubuk. Cabai merah kering bubuk tersebut dikemas secara eceran dan dijual perkemasannya dengan harga Rp 6 600/30g. Industri ini dapat menghasilkan harga output sebesar Rp 22 000 000/bulan. Harga output produk olahan cabai merah kering bubuk ini menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 2 161 111/bulan, dengan rasio nilai tambah terhadap nilai output sebesar 39.29 %. Hasil perhitungan ini juga menunjukkan persentase bagian tenaga kerja yang dihasilkan oleh industri yaitu sebesar 0.69 %. Hal ini berarti bahwa 0.69 % dari nilai tambah merupakan pendapatan tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh industri. Untuk analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh industri dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh industri No
Variabel
Output, Input dan Harga 1 Output (kg/bulan) 2 bahan baku (kg/bulan) 3 tenaga kerja (HOK/bulan) 4 Faktor konversi 5 Koefisien tenaga kerja (HOK/Kg) 6 Harga output (Rp/bln) 7 Upah rata - rata tenaga kerja (Rp/HOK/bulan) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku ( Rp/bulan) 9 Sumbangan Input lain ( Rp/bulan) 10 Nilai output ( Rp/bulan) 11 a. Nilai tambah ( Rp/bulan) b. Rasio nilai tambah (%) 12 a.Imbalan tenaga kerja ( Rp/HOK/bulan) b.Bagian tenaga kerja ( %) 13 a. Keuntungan ( Rp/bulan) b.Tingkat keuntungan ( %) Balas jasa dari masing- masing faktor produksi 14 Margin (Rp/bulan) a. Imbalan tenaga kerja ( %) b.Sumbangan input lain ( %) c. Keuntungan perusahaaan ( %)
Nilai 100 400 4 0.25 0.01 22 000 000 1 500 000
3 200 000 138888 5 500 000 2 161 111 39.29 15 000 0.69 2 146 111 39.02 2 300 000 0.65 6.04 93.31
31 UKM Usaha pengolahan ini merupakan bentuk usaha dalam skala kecil (UKM). UKM ini memasarkan produk olahan cabai merah kering bubuknya melalui sistem door to door, pesanan dan memasarkan produknya melalui kios-kios terdekat. Produk yang telah dihasilkan yaitu kurang lebih 7 macam jenis produk, salah satunya adalah cabai bubuk/bumbu cabai. Produk olahan cabai merah kering bubuk hasil olahan UKM dijual dalam bentuk kemasan botol plastik seharga Rp 20 000/ons. UKM ini dapat menghasilkan harga output sebesar Rp 2 000 000/bulan dan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 272 381/bulan, dengan rasio nilai tambah 27.24 %. Bagian tenaga kerja yang dihasilkan oleh UKM adalah 2.62 %. Ini berarti bahwa 2.62 % dari nilai tambah merupakan pendapatan tenaga kerja yang harus dibayarkan oleh UKM. Untuk analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh UKM dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Analisis nilai tambah produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh UKM No
Variabel
Output, Input dan Harga 1 Output (kg/bulan) 2 Bahan baku (kg/bulan) 3 Tenaga kerja (HOK/bulan) 4 Faktor konversi 5 Koefisien tenaga kerja ( HOK/kg) 6 Harga output (Rp/bulan) 7 Upah rata - rata tenaga kerja (Rp/HOK/bulan) Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku ( Rp/bulan) 9 Sumbangan Input lain ( Rp/bulan) 10 Nilai output ( Rp/bulan) 11 a. Nilai tambah ( Rp/bulan) b. Rasio nilai tambah ( %) 12 a.Imbalan tenaga kerja ( Rp/HOK/bulan) b.Bagian tenaga kerja ( %) 13 a. Keuntungan ( Rp/bulan) b.Tingkat keuntungan ( %) Balas jasa dari masing- masing faktor produksi 14 Margin ( Rp/bulan) a. Imbalan tenaga kerja (%) b.Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaaan (%)
Nilai 20 40 4 0.5 0.1 2 000 000 71 428
680 000 47 619 1 000 000 272 381 27.24 7142.86 2.62 265238 26.52 320 000 2.23 14.88 82.89
Dari hasil analisis nilai tambah pada kedua usaha pengolahan (Tabel 11 dan 12) terlihat juga bahwa, industri memiliki keuntungan perusahaan atau nilai tambah bersih yang lebih besar daripada UKM, yaitu keuntungan perusahaan masing-masing yang diperoleh sebesar 93.31 % dan 82.89 %. Bila dilihat dari segi margin, margin yang diperoleh industri juga lebih tinggi dibandingkan dengan margin yang diperoleh UKM, yaitu masing masing sebesar Rp 2 300 000/bulan dan Rp 320 000/bulan. Hal ini dipengaruhi oleh be-
32 sarnya harga bahan baku yang harus dibayarkan oleh industri hampir lima kali lebih besar dari UKM. Tarigan et al. (2013) mengatakan bahwa semakin tinggi biaya dan keuntungan yang diterima maka semakin besar marjin pemasarannya. Industri mengeluarkan biaya bahan baku semata-mata hanya untuk pembelian cabai merah kering utuh saja dan dalam jumlah yang lebih besar yaitu 400 kg/bulannya. Pada UKM, dalam mengolah produk cabai merah kering bubuk, selain menggunakan cabai merah kering utuh sebagai bahan baku pokok, terdapat bahan baku tambahan yang digunakan didalam hasil olahan cabai merah kering bubuknya, seperti penambahan gula bubuk, bawang putih, dan kacang tanah, sehingga biaya atau harga bahan baku bervariasi, disamping itu jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam mengolah produk olahan cabai merah kering bubuk lebih kecil yaitu hanya 40 kg/bulannya. Pada usaha skala UKM, memanfaatkan bahan tambahan lainnya dalam memproduksi olahan bumbu cabai, agar produk yang dihasilkan memiliki nilai lebih bagi konsumen, yaitu terdapat variasi rasa pada bumbu cabai yang dikonsumsi. Hal ini sependapat dengan Bangun dan Hutagaol (2008) yang mengatakan bahwa usaha pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi atau setengah jadi, mengubah barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainnya.
Analisis Rantai Nilai Identifikasi Aktor yang Terlibat di Setiap Rantai Pendekatan rantai nilai tidak hanya melihat pada kegiatan yang dilakukan oleh satu usaha saja. Pendekatan ini justru mencakup semua hubungan baik yang bergerak maju ataupun mundur, sampai ketika bahan baku produksi tersebut akhirnya terhubung dengan konsumen akhir (Kusumawardani 2012). Dalam rantai nilai produk olahan cabai merah kering bubuk terlibat beberapa aktor (stakeholder) yang berkontribusi dalam memberikan fungsinya masing-masing sehingga suatu produk dapat memiliki nilai tambah. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihakpihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana (Tarigan et al. 2013). Aktor yang terlibat tersebut adalah konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering bubuk, usaha pengolahan cabai merah kering bubuk, pedagang pengecer dan pedagang pengumpul/pedagang besar yang memasarkan produk olahan cabai merah kering utuh dan importir yang memasok cabai merah kering utuh. Adapun penjelasan lebih rinci karakteristik dari masing-masing aktor (stakeholder) yaitu: 1. Konsumen Konsumen yang mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering bubuk terdiri atas konsumen ibu rumah tangga, warung makan dan industri pengguna cabai bubuk. Konsumen dapat langsung membeli produk olahan cabai merah kering bubuk di pasar, supermarket maupun kios-kios terdekat. Dari preferensi awal diketahui bahwa sebagian besar konsumen di Indonesia, khususnya wilayah Bogor, jarang atau hampir tidak mengetahui ada produk cabai merah kering selain bubuk dan utuh yaitu terdapat juga cabai merah kering jenis keping. Hal ini didu-
33 kung pula dengan tidak ditemukannya produk olahan cabai merah kering jenis keping di pasaran. Konsumen penikmat cabai merah kering bubuk umumnya sedikit dibandingkan dengan konsumen penikmat cabai merah segar. Bahkan, konsumen yang mengkonsumsi cabai merah kering bubuk, menggunakan produk olahan cabai merah kering bubuk sebagai tambahan pelengkap cabai segar di dalam masakannya. Konsumen tetap akan memilih mengkonsumsi cabai merah dalam bentuk segar, walaupun harga di pasaran melonjak tajam ketika pasokan cabai merah segar sedikit. Menurut pendapat responden yang diwawancarai, ada kenikmatan dan kepuasan tersendiri bila dapat mengkonsumsi produk cabai dalam bentuk segar. Sikap dan kebiasaan konsumen inilah yang sulit dirubah. 2. Usaha Pengolahan Usaha pengolahan cabai merah kering bubuk yang ada disekitar wilayah Bogor terdapat dua kategori usaha. Kedua usaha tersebut juga tidak mengkhususkan usahanya hanya dengan mengolah produk cabai merah kering bubuk saja, tetapi juga produk-produk lainnya. Usaha pengolahan pertama yaitu dalam bentuk usaha skala industri. Industri tersebut mengupayakan usahanya dalam bidang bumbu-bumbu masakan. Industri ini mengusahakan sebanyak 180 jenis bumbu-bumbu dan rempah-rempah, baik dalam bentuk olahan basah maupun olahan kering. Untuk usaha pengolahan yang kedua yaitu tepatnya sebuah usaha kecil menengah (UKM). Usaha ini selain mengolah produk cabai merah kering bubuk juga mengusahakan produk-produk lainnya seperti keripik-keripik, sambal goreng tempe, ikan bandeng presto, kue melinjo, nastar kacang dan kue keju. Usaha skala industri menerima pasokan cabai merah yang pada awalnya menjalin kontrak kerjasama dengan pemasok dari petani Malang, kemudian industri ini sudah beralih ke importir dari Tiongkok. Industri tidak lagi menerima pasokan produk cabai merah dari petani Malang dikarenakan cabai yang di pasok dari petani tersebut masih harus melakukan pengeringan berulang untuk dapat menghasilkan bahan baku yang sesuai untuk proses pengolahan cabai merah kering bubuk. Sebagai perbandingan, produk bahan baku cabai merah yang diimpor dari Tiongkok sudah memenuhi standar bahan baku yang diharapkan. Keunggulan atau keuntungan lain dengan mengimpor bahan baku dari Tiongkok adalah harganya yang relatif lebih murah. Disamping itu, menurut hasil wawancara lebih lanjut, perbedaan kualitas dan varietas cabai juga menjadi salah satu pokok utama permasalahan dalam produk olahan cabai merah kering bubuk yang akan dihasilkan. Pada Gambar 7 dapat dilihat produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkan oleh industri.
34
Gambar 7 Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasilkam industri Usaha kecil menengah (UKM) membeli langsung produk cabai merah kering dari pasar Citayam. Pasar ini merupakan pasar terdekat dari lokasi usaha. Produk yang dibeli kemudian diolah menjadi produk cabai merah kering bubuk campuran atau disebut dengan bumbu cabai. Produk tersebut dapat di lihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Produk olahan cabai merah kering bubuk yang dihasikan UKM Pada Gambar 7 dan 8 terlihat bahwa produk ada pada kemasan yang variatif dan merupakan salah satu cara dalam memperbaiki tampilan produk. Kemasan yang baik tidak hanya mampu mempertahankan mutu produk, tetapi juga mampu berfungsi sebagai media promosi bagi produk yang dikemas (Rosalina et al. 2010). Disamping itu, Nur (2009) juga menambahkan bahwa pengemasan pada produk diperlukan untuk mencegah atau menunda proses kerusakan yang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kerusakan oleh sifat alamiah dari produk itu sendiri yang berlangsung secara spontan dan kerusakan yang disebabkan karena pengaruh lingkungan. 3. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli produk cabai merah kering dari pedagang pengumpul di pasar induk. Pada penelitian ini, pedagang pengecer berada di pasar Citayam yang merupakan hasil rantai dari UKM. Produk cabai merah kering dari pedagang pengumpul pasar induk Kramat Jati, dibawa dan diangkut ke pasar eceran dengan mobil pick up dalam bentuk kemasan
35 plastik-plastik ukuran 20 kg/plastik, kemudian oleh pedagang pengecer, produk cabai merah kering dijual kepada konsumen dalam bentuk eceran. Pembayaran yang dilakukan pedagang pengecer dengan pedagang pengumpul dan usaha pengolahan adalah secara tunai. Demikian pula pembayaran yang terjadi antara pedagang pengecer dengan konsumen akhir adalah secara langsung dan tunai. Pedagang pengecer menjual produk cabai merah kering dengan harga berkisar Rp 45 000/kg-Rp 50 000/kg. Jika konsumen membeli dalam jumlah sedikit, maka konsumen dapat membeli produk cabai merah kering dengan harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons. Harga yang berlaku di setiap pedagang pengecer berbeda-beda tergantung pada kualitas dan kuantitas produk olahan cabai merah kering yang dijual. 4. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul pada penelitian ini adalah pasar induk Kramat Jati. Pada pasar induk ini, produk cabai merah yang dipasok ada bermacam macam, yaitu cabai merah segar dan cabai merah kering. Cabai merah segar seperti cabai merah keriting dan cabai merah besar. Untuk produk cabai merah segar pasar induk Kramat Jati menerima pasokan dari wilayah Jawa Barat (55 %), Jawa Tengah dan Jawa Timur (45 %), sedangkan cabai merah kering yaitu dalam bentuk cabai merah kering utuh diimpor dari Tiongkok. Produk-produk yang dipasok oleh pasar induk Kramat Jati ini kemudian disebarkan kepada kurang lebih 152 pasar untuk produk cabai merah, baik dalam bentuk segar maupun kering, produk tersebut dibeli, baik untuk keperluan konsumsi langsung, restoran, hotel dan sebagainya. Sebagian pedagang dan konsumen langsung datang ke pasar induk Kramat Jati untuk membeli produk cabai merah. Produk cabai kering yang dijual di pasar induk harganya berkisar antara Rp 30 000/kg- Rp 35 000/kg. 5. Importir Dalam penelitian ini, petani yang memasok cabai untuk bahan baku berupa cabai merah kering utuh berasal dari luar negri yaitu dari Tiongkok. Produk yang di impor langsung dari negara luar ini dianggap telah memenuhi preferensi industri akan bahan baku yang diinginkan. Produk tersebut mempunyai bentuk yang menyerupai cabai merah besar semi cabai kecil atau biasanya oleh para pedagang Indonesia menyebutnya dengan nama “cabai caplek”. Cabai jenis ini memiliki warna merah cerah yang seragam dan diimpor sudah dalam bentuk produk kering, sehingga oleh kedua usaha pengolahan baik industri maupun UKM, cabai tersebut langsung dapat diolah menjadi produk cabai merah kering bubuk. Perbedaan bentuk dari cabai merah lokal dan cabai merah impor “cabai caplek” tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
36
Cabai merah lokal
Cabai merah impor (cabai caplek) Gambar 9 Cabai merah lokal dan cabai merah impor Saluran Rantai Distribusi Pada penelitian ini, terdapat 2 aliran rantai distribusi berdasarkan usaha pengolahan produk cabai merah kering bubuk yaitu usaha dalam skala industri dan skala UKM. Saluran rantai distribusi tersebut dapat dilihat seperti Gambar 10.
Importir Tiongkok
Saluran Distribusi I
Industri Petani Malang Konsumen
Pasar Induk Kramat Jati
Pasar Citayam
UKM Saluran Distribusi II
Keterangan: __ Aktor yang dapat ditelusuri --- Aktor yang tidak dapat ditelusuri
Gambar 10 Saluran rantai distribusi Bahan baku produk olahan cabai merah kering bubuk merupakan cabai merah kering utuh yang umumnya diimpor dari Tiongkok. Usaha pengolahan skala industri (rantai distribusi I), awalnya industri ini pernah melakukan kontrak kerjasama dengan petani asal Malang, tetapi saat ini sudah beralih pada produk impor, dengan alasan produk cabai merah kering yang diimpor sudah memenuhi standar bahan baku yang diharapkan dan harganya yang relatif lebih murah. Bahan baku tersebut dibutuhkan industri dalam jumlah 400 kg/bulan. Pada UKM (rantai distribusi II) memiliki rantai yang lebih panjang dibandingkan dengan rantai pada industri, yaitu UKM memperoleh pasokan cabai merah kering utuh
37 dari pasar Citayam, pasar tersebut juga mendapat pasokan dari pasar induk Kramat Jati. UKM memiliki rantai yang panjang, disebabkan karena produk cabai merah kering sebagai bahan baku yang dibutuhkan dalam produk olahannya sedikit, yaitu hanya 40 kg/bulan. Menurut Levens (2010), distribusi merupakan kemampuan suatu produk dimana konsumen dapat membeli produk tersebut atau proses menyampaikan/mengalirkan barang-barang ketangan konsumen. Yusuf dan Lesley (2007) menambahkan bahwa kegiatan distribusi fisik mencakup pada beberapa kegiatan kunci yaitu: transportasi, lokasi persediaan dan pergudangan, penanganan bahan, pemrosesan pesanan dan pengendalian pesanan. Kegiatan/Aktivitas yang Dilakukan Disetiap Aktor Adapun kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing aktor yang berkontribusi dalam meningkatkan nilai tambah seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing aktor pada rantai nilai produk olahan cabai merah kering Aktor yang terlibat disetiap rantai No
1 2
3 4 5 6 7 8
Kegiatan
Pengkonsumsi Penyortiran & penghilangan tangkai Pengeringan Penggilingan / Pengolahan Pengemasan Pengangkutan Pembongkaran muatan Pengimpor
UP Konsumen
1
1 Pedagang pengecer 2 2
Pedagang pengumpul Importir /Induk
√ √
√
√ √ √ √ √ √
√
√ √
√
Keterangan: UP = Usaha Pengolahan ( [1]Industri, [2] UKM ) √ = Melakukan kegiatan
Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh konsumen hanya sebatas pada mengkonsumsi produk olahan cabai merah kering bubuk. Pada usaha pengolahan terdapat perbedaan kegiatan baik kegiatan di industri maupun UKM. Pada Industri, saat produk cabai merah kering sampai di industri, kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah penyortiran dan penghilangan tangkai, penggilingan cabai merah kering utuh menjadi cabai merah kering bubuk, kemudian hasil produk dikemas plastik dalam bentuk eceran (Gambar 7) dan selanjutnya di distribusikan untuk di pasarkan di supermarket-supermarket wilayah Bogor seperti salah satu supermarketnya adalah Giant. Usaha pengolahan yang ke-2 yaitu skala UKM, cabai merah kering utuh dibeli dari pasar Citayam, sehingga kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah pada proses pengolahan, pengemasan (Gambar 8) dan pengangkutan. Kegiatan yang dilakukan oleh peda-
38 gang pengecer hanya pada pengemasan dan pembongkaran muatan, sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu pasar induk Kramat Jati adalah penyortiran dan penghilangan tangkai, pengemasan dan pengangkutan ke pedagang pengecer. Dari sisi importir, kegiatan yang dilakukan tidak diketahui karena tidak dapat dilakukan penelusuran asal cabai segar di tingkat petani (Tiongkok) hingga produk tersebut menjadi produk olahan cabai merah kering yang kemudian diimpor oleh Indonesia. Rantai proses dari usaha pengolahan cabai merah kering utuh menjadi produk olahan cabai merah kering bubuk pada usaha skala industri dan UKM dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 11. Rantai proses pada usaha skala industri
39
Gambar 12 Rantai proses pada usaha skala UKM
40 Adapun biaya, keuntungan, margin dari masing-masing aktor (stakeholder) dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Biaya, keuntungan dan margin dari setiap aktor yang terlibat Uraian
Importir Harga jual Pedagang pengumpul Harga beli Jumlah biaya pemasaran - Biaya sortasi& penghilangan tangkai - Pengemasan - Pengangkutan Total Biaya Harga jual Keuntungan Margin Pedagang pengecer Harga beli Jumlah biaya pemasaran - Biaya bongkar - Biaya pengemasan - Sewa kios Total Biaya Harga jual Keuntungan Margin Usaha pengolahan Harga beli Jumlah biaya pemasaran - Upah tenaga kerja - Biaya pengangkutan - Biaya kemasan & label - Sewa bangunan Total Biaya Harga Jual Keuntungan Margin
Industri kapasitas produksi 100 kg/bulan Rp/ kg 8 000
UKM kapasitas produksi 20 kg/bulan Rp/ kg 24 500 24 500 1 000 150 1 000 26 650 30 000 3 350 5 500 30 000 500 100 3 000 33 600 45 000 11 400 15 000
8 000
45 000
15 000 1 000 1 388,89
7 142 5 000 2 380,95
25 389 220 000 194 611 212 000
1 666,67 61 190 200 000 138 810 155 000
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing aktor dalam menyalurkan produk olahan cabai merah kering dari tingkat petani ke konsumen akhir. Pada penelitian ini, petani yang menyalurkan produk olahan cabai merah kering berasal dari luar negri yaitu dari Tiongkok. Keuntungan masingmasing aktor merupakan selisih antara harga jual dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran. Margin adalah perbedaan harga atau selisis harga yang
41 terjadi ditingkat petani produsen dengan harga yang terjadi ditingkat konsumen akhir atau ditingkat retail. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh industri adalah sebesar Rp 25 389/kg, dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 194 611/kg dan margin sebesar 212 000/kg. Industri ini memiliki pasokan bahan baku berupa cabai merah kering langsung dari sumber importir, sehingga harga jual dan harga beli hanya dipengaruhi oleh kedua belah pihak saja, tanpa ada perantara dan keterlibatan aktor-aktor lainnya. Harga bahan baku berupa cabai merah kering utuh, dibeli oleh industri seharga Rp 8 000/kg. Usaha UKM memiliki rantai distribusi yang panjang yaitu dari importir kemudian melalui pedagang pengumpul, pedagang pengecer, kemudian produk bahan baku cabai merah kering tersebut sampai di UKM untuk diolah lebih lanjut menjadi cabai merah kering bubuk. Biaya pemasaran yang terendah pada rantai nilai UKM berada pada pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 26 650/kg dan biaya tertinggi berada pada usaha pengolahan yaitu sebesar Rp 61 190/kg. Keuntungan tertinggi berada pada usaha pengolahan yaitu sebesar Rp 138 810/kg dan keuntungan terkecil berada pada pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 3 350/kg. Margin tertinggi berada pada usaha pengolahan yaitu sebesar Rp 155 000/kg dan margin terendah didapat oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 5 500/kg. Adapun rantai nilai dan R/C Ratio yang terbentuk dari masing-masing aktor baik pada industri dan UKM dapat terlihat pada Tabel 15 dan Gambar 11.
Uraian
Tabel 15 Nilai R/C Ratio disetiap aktor Industri UKM kapasitas produksi kapasitas produksi 100 kg/bulan 20 kg/bulan
Importir Pendapatan Biaya R/C Ratio
8 000
24 500
Pedagang pengumpul Pendapatan Biaya R/C Ratio
30 000 26 650 1.12
Pedagang pengecer Pendapatan Biaya R/C Ratio
45 000 33 600 1.34
Usaha pengolahan Pendapatan Biaya R/C Ratio
220 000 25 389 8.66
200 000 61 190 3.27
42 Saluran 1: rantai nilai industri
Impor
Sortasi & Penghilangan tangkai Penggilingan Pengemasan Pengangkutan
Konsumsi
Saluran 2: rantai nilai UKM
Impor
Sortasi & Penghilangan tangkai Pengemasan Pengangkutan
Bongkar muat Pengemasan Sewa kios
Pengolahan Pengemasan Sewa bangunan Pengangkutan
Konsumsi
Gambar 13 Rantai nilai industri dan UKM Berdasarkan Tabel 15 dan Gambar 13, pada rantai nilai industri terlihat bahwa nilai R/C Ratio hanya terdapat pada usaha pengolahan yaitu sebesar 8.66, yang berarti bahwa untuk setiap Rp 100,- per produk olahan cabai merah bubuk yang dikeluarkan oleh industri akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 866,-. Sedangkan pada UKM, terdapat aktor-aktor yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah. Aktor tersebut yaitu pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan usaha pengolahan, masing-masing memiliki R/C Ratio sebesar 1.12, 1.34, dan 3.27. Hal ini berarti bahwa untuk setiap Rp 100,- per produk olahan cabai merah bubuk pada rantai nilai UKM akan memperoleh Pendapatan masing-masing sebesar Rp112,-; Rp134,-; dan Rp 327,-. R/C Ratio yang diperoleh usaha pengolahan skala industri maupun UKM, masing-masing aktor memiliki R/C Ratio yang lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan cabai merah kering bubuk memberikan prospek yang baik.
Analisis Pascapanen dan Proses Keadaan Pascapanen Terhadap Mutu Bahan Baku yang Dihasilkan dengan Mutu yang Diharapkan Industri. Produk cabai merah produksi Indonesia umumnya dalam bentuk keriting, besar dan panjang-panjang, jika dikeringkan dengan sinar matahari menurut pendapat sebagian pedagang pengecer yang menjual bahan baku cabai merah kering, produk yang pernah petani/pedagang keringkan warnanya menjadi hitam atau kuning, hasil akhir produk cabai merah kering menjadi jelek, sehingga semua pedagang memasok atau mengimpor produk olahan cabai merah kering utuh langsung dari Tiongkok. Menurut Taufik (2010), cabai kering hendaknya dibuat dari buah cabai yang betul-betul masak dan sehat. Buah yang kurang tua atau
43 masih kehijauan (warna merah kurang dari 60 %) akan menghasilkan cabai kering yang berwarna keputihan, sedangkan buah cabai yang sudah mulai membusuk akan menghasilkan cabai kering yang berwarna kehitaman. Kim et al. (2006) juga menambahkan kualitas cabai kering dinilai dari sejumlah parameter yang berbeda seperti warna, tingkat kepedasan dan konten rasa. Produk hasil olahan cabai merah kering utuh importir Tiongkok dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Produk cabai merah kering impor. Cabai merah kering hasil olahan lokal memiliki kualitas rendah dibandingkan importir, jelek dan tidak diminati oleh konsumen, dikarenakan produk cabai merah yang dikeringkan di Indonesia umumnya masih menggunakan produk-produk cabai yang sudah tidak segar, hasil produk sortiran kualitas rendah, patah-patah maupun busuk, atau minimnya pengetahuan dan teknologi pengeringan yang dapat menghasilkan produk cabai merah kering kualitas bagus. Hal ini sependapat dengan Suranto (2005) yang mengatakan bahwa permasalahan yang muncul ditingkat petani dan pedagang disebabkan karena rendahnya serapan teknologi dan pemasaran produk. Teknologi Proses Pengeringan untuk Dapat Menghasilkan Produk Olahan Cabai Merah Kering. Proses pengeringan dimaksudkan untuk menghilangkan sejumlah air dari bahan yang dikeringkan dengan cara penguapan. Produksi cabai merah yang melimpah pada saat panen raya sebenarnya dapat ditangani melalui pengeringan, hal ini dimaksudkan agar cabai yang dikeringkan tidak rusak oleh kontaminasi mikroorganisme dan produk cabai dapat terus tersedia jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Proses pengeringan yang dilakukan terhadap produk cabai merah segar menjadi produk cabai merah kering utuh umumnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami yaitu dengan pemanfaatan energi panas matahari, sedangkan pengeringan buatan dengan menggunakan alat pengering. Petani Indonesia masih melakukan proses pengeringan secara alami yaitu dengan bantuan sinar matahari langsung. Produk cabai merah dikeringkan di lamporan. Lamporan adalah lantai semen atau pasangan batu bata yang diplester,
44 selain itu petani juga dapat melakukan pengeringan dengan mengatur cabai merah yang akan dikeringkan pada rak-rak yang terbuat dari kayu atau anyaman bambu. Pengeringan dengan penjemuran praktis dan murah walaupun kualitas produknya terbatas, disamping itu terdapat juga kelemahannya. Kelemahankelemahan ini seperti memakan tempat, rawan kontaminasi, kehilangan dan kerusakan produk, serta menguras tenaga terutama saat musim hujan. Menurut Oberoi et al. (2005) proses pengeringan cabai merah membutuhkan waktu 7-20 hari (tergantung kondisi cuaca) hal ini untuk mengurangi kadar air 10-15 %. Metode pengeringan digunakan dalam pengeringan produk, hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya jamur pada produk akhir (Bircan 2005). Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan beberapa alat yaitu oven, gas dryer, solar dryer dan lainnya. Menurut Taufik (2010), pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60 °C lebih baik daripada dijemur. Lain halnya dengan pendapat Mohanraj dan Chandrasekar (2009) yang mengatakan bahwa pemanfaatan pengering surya lebih cocok digunakan oleh petani dalam menghasilkan produk cabai merah kering kualitas tinggi/bagus. Pada rantai nilai yang terbentuk, baik pada usaha skala industri maupun UKM, aktor/pelaku di tingkat petani yang melakukan proses pengeringan tidak dapat ditelusuri karena produk olahan cabai merah kering utuh sebagai bahan baku cabai merah kering bubuk berasal dari luar negri yaitu dari Tiongkok. Pengeringan cabai di Indonesia masih belum dilakukan secara kontinyu, sehingga pasokan cabai merah kering yang diharapkan oleh industri dan usaha pengolahan kurang dapat tersedia. Pengeringan masih lebih banyak diperuntukkan untuk produk cabai diluar grade cabe merah segar, hasil sortasi kualitas rendah, dan produk sisa jika penjualan tidak habis. Hal ini disebabkan karena cabai di Indonesia masih banyak dipasarkan dalam bentuk segar, sehingga aplikasi pengeringan belum termanfaatkan dengan baik dan pengeringan yang dilakukan masih dalam skala lab atau penelitian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Produk olahan cabai merah bubuk merupakan produk olahan yang paling banyak digunakan oleh konsumen yaitu konsumen pasar Anyar, pasar Bogor, pasar Caringin dan pasar Gunung Batu. Terdapat perbedaan nilai kepentingan atribut produk dari masing-masing responden. Ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, tingkat kepedasan merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk, tetapi yang membedakannya adalah pada level atributnya yaitu ibu rumah tangga menyukai rasa yang sangat pedas (38.18 %), sedangkan pada industri pengguna cabai bubuk menyukai rasa yang pedas (53.59 %). Pada warung makan, aroma merupakan atribut terpenting di dalam mengkonsumsi produk yaitu pada aroma khas cabai (35.29 %). Analisis nilai tambah terhadap kedua usaha pengolahan cabai merah bubuk, diketahui bahwa industri memiliki keuntungan perusahaan yang lebih besar di-
45 bandingkan dengan UKM yaitu masing-masing keuntungan perusahaan yang diperoleh sebesar 93.31 % dan 82.89 %. Rantai nilai yang terbentuk pada usaha skala industri adalah importir, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio hanya pada usaha pengolahan sebesar 8.66, sedangkan rantai nilai UKM adalah importir, pedagang pengumpul cabai merah kering utuh, pedagang pengecer, usaha pengolahan dan konsumen dengan R/C Ratio masing-masing aktor yang berkontribusi dalam memberikan nilai tambah sebesar 1.12, 1.34, dan 3.27. Hasil ini menunjukkan bahwa usaha pengolahan cabai merah bubuk baik skala industri maupun UKM menguntungkan dan memberikan prospek yang baik.
Saran Kepedasan merupakan atribut terpenting bagi konsumen ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk dalam memperoleh produk olahan cabai merah kering bubuk. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut kepada tingkat kepedasan dan level atau nilai capsaicin cabai merah, sehingga informasi tersebut dapat menjadi panduan bagi produsen atau usaha pengolahan dalam menentukan tingkat kepedasan produk yang dihasilkan. Masing-masing kelompok konsumen memiliki preferensi yang berbedabeda, maka produsen/usaha pengolahan cabai merah kering bubuk sebaiknya lebih memperhatikan keinginan konsumen berdasarkan atribut produk yang diinginkan. Konsumen ibu rumah tangga dan industri pengguna cabai bubuk, dalam pengolahan dan penjualan produknya agar lebih diutamakan kepada atribut tingkat kepedasan, sedangkan untuk warung makan agar lebih diutamakan kepada atribut aroma. Bahan baku cabai merah kering utuh masih banyak diimpor dari luar negri, hampir semua responden mendapatkan bahan baku tersebut dari importir, untuk menggugah minat petani, perlu dilakukan pembinaan bagi petani untuk dapat menyediakan bahan baku bagi industri, sehingga petani juga dapat memperoleh nilai tambah.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga W, Nurmalinda. 2012. Analisis Konjoin Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Produk Kentang, Bawang Merah dan Cabai Merah. J Hort. 22(3): 292-302. Adiyoga W. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku dan Keputusan Konsumen Untuk Membeli Kentang, Bawang Merah dan Cabai Merah. J Hort. 21(3):280-294. Arkeman Y, Dharma RA. 2011. Sistem Penunjang Keputusan Cerdas untuk Mengelola Rantai Pasokan pada Agroindustri Hortikultura. J. Tek. Ind. Pert. 19(3):152-163 Bangun OB, Hutagaol MP. 2008. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Sumatera Utara. J EKP, 1(2): 90-11
46 Bircan C. 2005. The Determination of Aflatoxins in Spices by Immunoaffinity Column Extraction Using HPLC. Internation J Food Science Technol 40: 929-934. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Bogor(ID). BPS [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik BPS Provinsi Jawa Barat (ID). BPS [Disperindag] Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor. 2013. Kabupaten Bogor dalam Angka. Bogor (ID) [Didjen P2HP] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian. 2013. Harga Grosir Sayuran di Tingkat Provinsi Per Tanggal 11 Januari 2013. Pelayanan Informasi Pasar (ID). Dwipurwani O, Cahyawati D. 2011. Preferensi Pengguna Layanan Perpustakaan dengan Menggunakan Analisis Konjoin. J Penelitian Sains. 14(2):7-11. Engel JF, Goger D, Blackwell, Paul WM. 1994. Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Binapura Aksara. Ernst S, Bette MT, Darby K, Worley T . 2006. What Matters In Consumer Berry Preference-price? Source? Or Quality?. J Food Distrib. Res. 37(1):68-71. Erwinsyahbana T. 2013. Privasi Badan Usaha Milik Negara Melalui Kegiatan Bisnis di Pasar Modal. J Hukum 3(2):1-13. [FAO] Food and Agricultural Organization. 2012. Study on Market Appraisal and Value Chain Development of Chili Products in West Java. Food Agriculture Organization (FAO) TCP/INS/3303 Project. Bogor Agricultural University (ID). Feller AD, Shunk, Callarman T. 2006. Value Chains versus Supply Chains. BP Trends 2006:1-7 Foret M, Prochazka P. 2006. Behaviour and Decision Making of Czech Consumers When Buying Beverages. J Agric Econ. 52(7):341-346. Hayami Y, Thosinori M, Masdjidin S. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java: A Prospectif from A Sunda Village. Bogor (ID) Hoang H, Nakayasu A. 2006. Study on The Factors Influencing The Consumption of Safe Vegetables in Hochiminh City, Vietnam. J Appl Sci. 6(9):1986-1992. Hinson RA, Bruchhaus MN. 2008. Consumer Preferences for Locally Produced Strawberries. J Food Distrib. Res. 39(3):1-4. Hidayat S, Marimin, Suryani A, Sukardi, Yani M. 2012. Model Identifikasi Risiko dan Strategi Peningkatan Nilai Tambah pada Rantai Pasok Kelapa Sawit, J Tek Indust. 14(2):89-96 . Jitbunjerdkul S, Kijroongrojana K. 2007. Formulation of Thai herbal Namprik. Songkanakarin J Science and Technol. 29(3): 837-846 Jesionkowska K, Sijtsema S, Simoneaux R, Konopacka D, Plocharski W. 2008. Preferences and Consumption of Dried Fruit and Dried Fruit Product Among Dutch, French and Polish Consumers. J Fruit and Ornamen. Plant. Res. 16.261-274. Kim S, Lee KW, Park J, Lee HJ, Hwang IK. 2006. Effect of Drying in Antioxidant Activity and Changes of Ascorbic Acid and Colour by Different Drying and Storage in Korean Red Pepper (Capsicum annuum L.). Internation J Food Science and Technol 41: 90-95.
47 Kusumawardani MH. 2012. Membuat Rantai Nilai Lebih Berpihak Pada Kaum Miskin: Buku Pegangan Bagi Praktisi Analisis Rantai Nilai. Australian Goverment(AU): Aciar. Levens M. 2010. Marketing: Defined, Explained, Applied. United States(US): Pearson Education, Inc Marimin, Maghfiroh N. 2011. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Malhotra NK. 2004. Marketing Research an Applied Orientation. Fourth Edition. United States(US): Pearson Education International. Munandar J M, Hermawan, Y. E. 2010. Analisis Preferensi Pengunjung dan Positioning Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor (Studi Kasus: Botani Square, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, dan Pangrango Plaza). JI Dep Man FEM. 6: 123-135 Mennecke BE, Townsend AM, Hayes DJ, Lonergan SM. 2007. A Study of the Factors that Influence Consumer Attitudes Toward Beef Products Using the Conjoint Market Analysis Tool. J Animal. Sci. 85(263):9-59 Mohanraj M, Chandrasekar P. 2009. Performance of a Forced Convection Solar Dried Integrated with Gravel as Heat Storage Material for Chili Drying. J Engineer Science and Technol. 4(3):305-314 Nixon MT. 2010. Panduan Lengkap Budidaya & Bisnis Cabai. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Nur M. 2009. Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate Bandeng (Chanos Chanos). J Tekno Indust hasil pertanian. 14(1):1-11. Oberoi HS, Ku MA, Kaur J, Baboo B. 2005. Quality of Red Chilli Variety as Affected by Different Drying Methods. J Food Science and Technol. 42: 384-387. Porter ME. 2001. Strategi Bersaing, Teknik Menganalisa Industri dan Pesaing. Maulana A, penerjemah. Prastowo NJ, Yanuarti T, Depari Y. 2008. Pengaruh Distribusi dalam Pembentukan Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi. Working paper WP/07/2008. Bank Indonesia. [Internet].[12/11/2013]. Raras ATS. 2009. Menjadi Manager Sukses, Melalui Empat Aspek Perusahaan. Bandung (ID): Alfabeta. Rosalina Y, Alnopri, Prasetyo. 2010. Desain Kemasan untuk Meningkatkan Nilai Tambah Madu Bunga Kopi Sebagai Produk Unggulan Daerah. J Agroindustri. 2(1):8-13. Schweiggert U, Carle R, Schieber A. 2007. Conventional and Alternative Processes for Spice Production a review. J Trends in Food Science & Technol. 18 (2007) 260 268 Siddik M. 2010. Pengembangan Rantai Nilai Komoditas Gaharu Sebagai Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. J Agroteksos. 20.2-3. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID) : Alfabeta Suharsono, Alwi M, Purwito A. 2009. Pembentukan Tanaman Cabai Haploid Melalui Induksi Ginogenesis dengan Menggunakan Serbuk Sari yang Diradiasi Sinar Gamma. J Agron. Indonesia 37(2):123–129.
48 Sukardi, Chandrawatisma C. 2010. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Terhadap Produk Corned Pronas Produksi Pt Elp, Denpasar, Bali. J Tek. Indust Pert. Vol, 18(2), 106-117. Suranto A M, Riza. 2005. Penentuan Strategi Pemasaran Berdasarkan Perilaku Konsumen dengan Metode Diskriniman. J I Tek Indust 4(1): 18-27. Setyaningsih, D., Apriyantono, A. Dan Sari, M.P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press Setiyowati, Surahman M, Wiyono S. 2007. Pengaruh Seed Coating dengan Fungisida Benomil dan Tepung Curcuma terhadap Patogen Antraknosa Terbawa Benih dan Viabilitas Benih Cabai Besar (Capsicum annuum L.) Bul Agron. 35(3):176–182. Soekartawi. 2006. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI Press. Sriyana J. 2010. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (Ukm): Studi Kasus Di Kabupaten Bantul. Simposium Nasional 2010: menuju purworwjo Dinamis dan Kreatif. 79-103. Stringer R. 2009. Value Chain Analysis. Workshop Value Chain Analysis Tanggal 5 -7 Juni 2009 di Mataram NTB: Badan Litbang Pertanian. Tarigan R J, Darmawan D P, Putra I G S A. 2013. Manajemen Rantai Nilai Jeruk Madu di Desa Barus Jahe Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. J Agribisnis dan Agrowisata. 2(4): 247-256. Taufik M. 2010. Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Cabai Merah. J Litbang Pertanian, 30(2): 66-72. Toontom N, Meenune M, Posri W. 2010. Consumer Preference on Flavour Profiles and Antioxidant Information of a Thai Chili Paste. J British Food 112(11): 1252-1265. Trienekens JH. 2011. Agricultural Value Chains in Developing Countries: A Framework for Analysis, J International Food and Agribusiness Management Review. 14(2). pp. 51-82. [UNIDO] United Nations Industrial Development Organization. 2009. AgroValue Chain Analysis And Development. Vienna (AT). Winneke O, Habsari R. 2001. Kamus Lengkap Bumbu Indonesia. Jakarta (ID): . Gramedia Pustaka Utama. Yusuf EZ, Lesley W. 2007. Manajemen Pemasaran: Studi Kasus Indonesia. Jakarta (ID): Lembaga Manajemen PPM.
49 Lampiran 1 Kuisioner pada masyarakat (konsumen produk olahan cabai merah kering) Hari/Tanggal: ............................ PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING ( Studi Kasus: Wilayah Bogor) Nama Responden : …………………………………………….................. Alamat :……………………………………………................... Umur : .............tahun Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/……………… (Tamat/Tidak tamat) Jenis Kelamin : Pria [ ]; Wanita [ ] Status : Masyarakat (konsumen produk olahan cabai merah kering) [ ] Ibu Rumah Tangga [ ] Warung Makan [ ] Industri kecil (UKM) Lainnya................................ 1) Apakah anda mengetahui bahwa cabai merah dapat diolah menjadi cabai merah basah dan cabai merah kering? ........................................................................................................................ ...................................................................................................................... 2) Menurut yang anda ketahui, ada berapakah produk olahan cabai merah kering? Sebutkan! ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... 3) Dari produk yang anda sebutkan tadi, cabai merah olahan kering yang manakah yang anda sukai dan lebih sering anda gunakan? ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... 4) Biasanya sering anda gunakan di dalam jenis masakan apa saja produk olahan cabai merah kering yang anda pilih tersebut? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 5) Berdasarkan kriteria mutu yang melekat pada produk, atribut produk apa yang anda inginkan dari olahan cabai merah kering ? (Warnanya, bau, kepedasan, dll) jelaskan! ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 6) Dari manakah anda memperoleh produk olahan cabai merah kering tersebut? ........................................................................................................................ .......................................................................................................................
50 7) Berapa kapasitas pembelian (Kg) cabai merah kering yang anda butuhkan dan frekuensi pembeliannya o Setiap hari sekali............... Kg o 2-3 hari sekali.................... Kg o 4-6 hari sekali.................... Kg o 1 minggu sekali................. Kg 8) Berapa rata-rata harga belinya ? Apakah harga yang beredar dipasaran sudah sesuai dengan harapan anda? ........................................................................................................................ ...................................................................................................................... 9) Berapakah rata-rata pendapatan anda perbulan? o Rp 500.000 - Rp 1.000.000 o Rp 2.000.000 - Rp 5.000.000 o Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 o > Rp 10.000.000 10) Adakah kendala di dalam memperoleh produk olahan cabai merah kering di pasaran? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 11) Apakah cabai merah kering yang anda beli, terdapat/diberi pengemasan? [ ] Ya [ ] Tidak Jika ya, bagaimana bentuk kemasannya? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 12) Apakah menurut anda bentuk kemasan sudah dapat melindungi produk cabai merah kering yang anda beli? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
51 Lampiran 2 Kuisioner pada usaha pengolahan Hari/Tanggal: ............................ PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING ( Studi Kasus: Wilayah Bogor) Nama Responden Alamat Umur Pendidikan Terakhir Jenis Kelamin Telp/ Hp Pekerjaan Nama Usaha
: ……………………………………………......................... :…………………………………………….......................... : .............tahun : SD/SMP/SMA/……………… (Tamat/Tidak tamat) : Pria [ ]; Wanita [ ] :.............................................................................................. : Usaha Pengolahan :..............................................................................................
Hasil 1) Jenis produk olahan cabai merah kering seperti apa yang anda hasilkan? o Cabai merah kering utuh o Cabai merah kering bubuk o Cabai merah kering keping o Cabai merah kering..................................... 2) Bagaimana proses pengolahan cabai merah kering yang dilakukan? a. Jenis cabai sebagai bahan baku utama .................................................. b. Cara pengolahan (diagram alir proses pengolahan).............................. .................................................................................................................. .................................................................................................................. c. Peralatan yang digunakan........................................................................ 3) Apakah di dalam proses pengolahan cabai merah kering, usaha anda menggunakan semacam produk tambahan agar produk yang dihasilkan lebih awet dan tahan lama? Jika ada, produk jenis apa yang digunakan dan dalam jumlah berapa? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 4) Dalam melakukan proses pengolahan ini, adakah usaha anda menggunakan pemanfaatan teknologi berupa mesin? Jika ada, mesin jenis apa yang digunakan di setiap prosesnya? ........................................................................................................................ ......................................................................................................................... 5) Berapa jumlah produk cabai merah kering yang dihasilkan setiap kali produksi? berapa harga jualnya/kg dan kemanakah pasarannya? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 6) Berapa banyak penjualan produk olahan cabai merah kering per bulan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
52 7) Apakah produk olahan cabai merah kering yang diproduksi habis terjual semua? Jika ya/tidak berikan alasannya! ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... 8) Apakah anda memiliki permintaan khusus dari pembeli? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 9) Di dalam memproduksi dan memasarkan produk, apakah anda pernah mendapatkan komplain dari pembeli? Kenapa? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Bahan Baku 10) Berapa jumlah produk cabai merah (bahan baku) yang dibutuhkan untuk dapat memproduksi olahan cabai merah kering (rata-rata setiap hari/ minggu)? Berapa harganya/kg? ....................................................................................................................... ........................................................................................................................ 11)Dari manakah anda mendapatkan bahan baku berupa produk cabai merah? apakah produk yang akan menjadi bahan baku tersebut sudah sesuai dengan yang diinginkan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 12) Apakah anda mempunyai masalah dalam menjaga kontinyuitas pasokan cabai merah? Jika ada, kira-kira kenapa dan bulan apa? bagaimana anda mengatasinya? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 13) Apakah anda memiliki stok bahan baku cabai jika seandainya terjadi kelangkaan cabai merah? Jika anda memiliki stok, bagaimana anda menjaga agar bahan baku cabai merah tersebut tahan hingga sampai waktu diolah dan berapa lama? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 14) Apakah ada aturan-aturan yang berlaku di industri pengolahan yang anda usahakan mengenai jenis atribut produk cabai merah (bahan baku) ? jika ada, atribut produk yang bagaimana yang seharusnya dipenuhi oleh para pemasok? ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... 15) Dari bahan baku berupa cabai merah yang masuk ke industri pengolahan yang anda usahakan, apakah ada kemungkinan dilakukannya penyortiran berulang untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
53 Tenaga Kerja 16) Berapa jumlah tenaga kerja yang berada di industri pengolahan cabai merah kering yang anda usahakan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 17) Asal tenaga kerja: ([ ] Keluarga , [ ] luar keluarga dan [ ] Keluarga dan diluar keluarga) Nama Pekerja
Keahlian
Rincian Pekerjaan
Pengalaman (Tahun)
18) Berapa hari mereka (TK) bekerja dalam seminggu ? apakah ada pengaruh dengan ketersediaan bahan baku di industri yang anda usahakan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 19) Berapa upah yang harus dibayarkan dan bagaimana sistem pembayaaran upahnya? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Modal 20) Berapa kira- kira modal awal yang anda keluarkan untuk dapat memulai sebuah usaha industri pengolahan cabai merah kering? ........................................................................................................................ .................................................................................................................... 21) Modal tersebut dalam bentuk: (a. Uang, b. Barang) Jelaskan:......................................................................................................... ........................................................................................................................ 22) Adakah yang menjadi hambatan industri pengolahan cabai merah kering yang anda usahakan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 23) Jika anda ingin meningkatkan pengolahan cabai merah kering, apa yang ingin di tingkatkan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
54 Lampiran 3 Kuisioner pada pedagang pengumpul dan pedagang pengecer Hari/Tanggal: ................................... PREFERENSI KONSUMEN DAN ANALISIS RANTAI NILAI PRODUK OLAHAN CABAI MERAH KERING ( Studi Kasus: Wilayah Bogor) Nama Responden Alamat Umur Pendidikan Terakhir Jenis Kelamin No. Telp/ Hp Status
: …………………………………………….......................... : …………………………………………….......................... : .............tahun : SD/SMP/SMA/……………… (Tamat/Tidak tamat) : Pria [ ]; Wanita [ ] :............................................................................................. : Pedagang Pengumpul/ Pedagang Pengecer
1) Bentuk usaha seperti apakah yang anda miliki saat ini? o Individu ( sendiri) o Terorganisir o Kerjasama ( >2 orang) o Lainnya........................................................... 2) Jenis cabai merah apa yang anda kumpulkan? o Cabai merah besar o Cabai merah keriting o Jenis cabai merah lainnya............................... 3) Bagaimana hubungan jual beli anda dengan petani? o Kemitraan o Langganan o Sebatas jual beli o Lainnya........................................................... 4) Selain dari petani, adakah sumber lain untuk anda dalam mendapatkan cabai? Sebutkan! ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... N Sumber No cabai merah
Asal sumber
Kapasitas pembelian (Kg)
Harga Beli/Kg
55 5) Bagaimana cara anda dalam mengumpulkan cabai merah tersebut? o Membeli langsung dari petani di lapang o Membeli dari petani di pasar o Petani yang mengantarkan cabai merah ketempat anda 6) Apakah anda memiliki petani yang menjadi sumber tetap untuk menyuplai cabai merah kepada anda? [ ] Ya [ ] Tidak Kalau ya, apakah ada ikatan kontrak perjanjian antara anda dengan petani tersebut dan berapa rata-rata jumlah cabai merah yang harus disediakan oleh masing -masing petani? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 7) Bagaimanakah keadaan fisik dari cabai merah ketika anda beli (ukurannya, warna, kesegaran) ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 8) Berapa frekuensi pembelian cabe merah yang anda lakukan? o Setiap hari .....kali o 2-3 hari sekali o 4-6 hari sekali o 1 minggu sekali 9) Berapa harga beli anda dari petani saat musim panen raya? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 10) Berapa harga beli anda dari petani saat musim paceklik? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 11) Siapakah yang bertindak dalam penentuan harga? o Petani/ penjual o Anda/pembeli o Disesuaikan dengan harga pasar 12) Bagaimanakah model pembelian cabai merah yang anda lakukan di tingkat petani? o Pembayaran tunai sesuai dengan berat cabai merah yang dibeli o Ditunda pembayarannya setelah cabai merah laku dijual 13) Dengan cara apa cabai merah yang anda beli di angkut? o Dipikul o Becak/sepeda o Motor o Pick up o Truk
56 14) wadah seperti apa yang anda gunakan pada cabai merah selama pengangkutan, bagaimana penyusunannya dan berapa kapasitas satu kali angkut?........................................................................................................... ........................................................................................................................ 15) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengangkut cabai merah ke lokasi anda? o 30 menit o 1-3 jam o 5- 10 jam o 12- 24 jam o >1 hari 16) Setelah melakukan pembelian, tindakan apa yang anda lakukan selanjutnya? o Menyimpan sementara untuk dikumpulkan sebelum dijual kembali o Mengumpulnya dan langsung menjual kembali Jelaskan:......................................................................................................... ......................................................................................................................... 17)Apakah didalam proses penyaluran produk tersebut anda melakukan proses penanganan pascapanen seperti tersebut di bawah? No
Jenis Kegiatan
Ya/ Tidak
Cara
Alat/ Mesin
Bahan Yang Digunakan
Biaya
Tenaga Kerja Keluarga/ Tenaga Upah
1 2 3 4 5 6 7 8
Pendinginan Sortasi Grading Penyimpanan Pengemasan Pengawetan pengangkutan ...
18). Apakah anda memiliki pembeli tetap untuk menjual cabai? [ ] ya [ ] Tidak Jika ya, siapa pembeli anda tersebut? [ ] Pasar Tradisional [ ] Pasar Swalayan [ ] Pabrik / Industri [ ] Lainnya............................................. 19) Apa yang menjadi kriteria mutu yang diinginkan oleh pembeli (dari pihak industri)? ........................................................................................................................ ....................................................................................................................... 20) Bila kriteria mutu yang diinginkan oleh pihak pembeli (industri) tidak sesuai, apa yang anda lakukan terhadap produk cabai merah tersebut? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
Jlh
Upah/ Biaya ( bln)
57 21) Apakah cabai yang anda kumpulkan selalu habis terjual? [ ] ya [ ]Tidak Jika tidak, apa yang menjadi penyebabnya, berapa rata- rata jumlah yang tersisa, serta apa yang akan anda lakukan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 22) Jika musim panen raya berapa harga jual kembali yang di tawarkan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ 23) Jika musim paceklik, berapa harga jual kembali yang di tawarkan? ........................................................................................................................ ........................................................................................................................
58 Lampiran 4 Sarana perdagangan dirinci perkecamatan No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibung bulang Ciampea Tanjolaya Dramaga Ciomas Taman sari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan medang Sukamakmur Carici Tanjung sari Jonggol Cileungsi Kelapa nunggal Gunung putri Citeureup Cibinong Bojong Gede Tajurhalang Kemang Ranca bungur Parung Ciseeng Gunung sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung panjang
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Kabupaten Bogor Sumber: Disperindag (2013)
Mini Pasar market modern 6 2 1 11 12 1 11 23 1 3 1 9 12 12 10 5 15 1 7 1
Pasar tradisional 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
Pasar desa 2 2 2 1 1 1 -
3 2 12 50 9 64 31 79 39 5 8 1 11 4 8 4 2 5 2 10
1 1 5 1 -
1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 1 2 1 1 2 2 2 1
490
11
24
41
Pertokoan
50
43 21 7 22
38 18
47 51 57 59 19
9 37
901
59 Lampiran 5 Hasil prosedur ortogonal: Stimuli untuk preferensi produk olahan cabai merah kering bubuk. Stimuli
Kombinasi Atribut
Cabai Merah Kering Bubuk 1
Warna Merah terang Aroma kurang khas cabai sangat pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 2
Warna Merah terang Aroma Khas cabai Pedas Harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 3
Warna Merah pudar Aroma Khas cabai Sangat pedas Harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 4
Warna Merah pudar Aroma Khas cabai Kurang Pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 5
Warna Merah pudar Aroma Kurang Khas cabai Pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 6
Warna Merah terang Aroma Khas cabai Sangat Pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 7
Warna Merah terang Aroma Khas cabai Pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 8
Warna Merah terang Aroma Khas cabai Kurang pedas Harga Rp 2 000/ons-Rp 3 000/ons
Cabai Merah Kering Bubuk 9
Warna Merah terang Aroma Kurang khas cabai Kurang pedas Harga Rp 4 000/ons-Rp 5 000/ons
60 Lampiran 6 Bentuk kartu stimuli yang dibagikan kepada responden
61
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 08 November 1985 sebagai anak sulung dari pasangan Pardi AZ dan Nilawati. Pendidikan sarjana ditempuh pada program studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2012 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister di Program Studi Teknologi Pascapanen pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DIKTI melalui program Beasiswa BPPS di tahun yang sama. Penulis bekerja sebagai staf administrasi dan pengajar di Politeknik Indonesia-Venezuela (POLIVEN) sejak tahun 2009 dan ditempatkan di Aceh Besar. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah lingkungan teknologi pascapanen.