i
SIKAP KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DAN PROSES PEMBELIAN TERHADAP PRODUK CABAI KERING
ACHMAD FACHRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014
Achmad Fachruddin NIM H351130746
iv
RINGKASAN ACHMAD FACHRUDDIN. Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS dan NETTI TINAPRILLA. Cabai kering dapat menjadi alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai, jika substitusi cabai segar dengan cabai kering dapat dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Prospek substitusi tersebut berkaitan dengan sikap rumah tangga terhadap cabai kering. Disisi lain sebagian usaha bumbu giling di pasar tradisional Bogor telah menggunakan cabai kering sebagai substitusi bahan baku cabai segar. Tujuan penelitian ini yaitu, 1) menganalisis sikap rumah tangga terhadap cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior, 2) mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering, 3) menganalisis sensitivitas harga konsumen rumah tangga dalam pembelian cabai segar, 4) menganalisis proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Penelitian ini dilakukan pada tiga pasar tradisional di Bogor. Sebanyak 30 responden ibu rumah tangga dipilih dengan teknik judgemental sampling, dan sebanyak 14 usaha cabai giling dipilih dengan metode sensus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap pembelian cabai kering, persepsi pengendalian perilaku dan niat beli mayoritas responden berada pada batas bawah kategori sedang, sedangkan norma subjektif berada pada kategori rendah. Faktor yang berpengaruh nyata positif terhadap niat beli cabai kering yaitu norma subjektif dan sikap terhadap pembelian cabai kering, sedangkan pendapatan rumah tangga berpengaruh negatif. Mayoritas responden memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah. Sikap, niat beli, dan sensitivitas harga konsumen rumah tangga menunjukkan kecilnya peluang substitusi cabai segar dengan cabai kering. Usaha bumbu giling di pasar tradisional Bogor umumnya mulai membeli cabai kering saat harga cabai segar di atas Rp 30 000, dan kuantitas cabai kering yang digunakan sebagai bahan baku sangat bervariasi. Pengembangan cabai kering tetap diperlukan sebagai substitusi produk impor dalam rangka pemenuhan bahan baku industri. Niat beli cabai kering dapat didorong dengan sosialisasi tentang manfaat produk cabai kering. Kata kunci: cabai kering, pendapatan rumah tangga, planned behavior, sikap.
SUMMARY ACHMAD FACHRUDDIN. Consumer Attitude with Theory of Planned Behavior Approach and Buying Process on Dried Chili Product. Supervised by MUHAMMAD FIRDAUS and NETTI TINAPRILLA. Dried chili would be an alternative solution to the problem of price fluctuation of chili, if fresh chili substitution with dried chili could be done by household consumers. The prospect of substitution was related to the attitude of households towards dried chili. On the other hand, partially the producers of milled spices in Bogor traditional markets have used dried chili as raw material substitution of fresh chili. The objective of this study was to, 1) analyze the attitude of households towards dried chilli with the Theory of Planned Behavior approach, 2) identify the factors that influence the purchasing intention of dried chili, 3) analyze the price sensitivity of households consumers in purchasing fresh chili, 4) analyze the business buying process of dried chili by milled spice business. This study was conducted in three Bogor traditional markets. Thirty housewives respondent were determined by judgmental sampling technique, and fourteen producers of milled spice were determined by census method. The results showed that the attitudes toward the purchasing of dried chili, perceived behavioral control, and purchase intentions of majority respondents were at the lower limit of the medium category, whereas subjective norms were in the low category. Factors that had positive effect to the purchase intentions were subjective norms and attitudes toward the purchasing of dried chili, nevertheless household consumers income had a negative effect towards it. The majority of respondents had a low price sensitivity. The attitude, purchase intention and price sensitivity of household consumers showed little probability of fresh chili substitution with dried chili. The milled spices business in Bogor traditional markets generally started to purchased dried chili whenever the price of fresh chili was above Rpi30i000, and the quantity of dried chili that was used as a raw had many variations. It was necessary that dried chili product which was as import substitution product had to be developed in order to supply the raw material industry. The willingness of household consumers to purcashed dried chili could be encouraged by socializing the benefits of dried chili products. Purchase intention of dried chili could be encouraged by socializing the benefits of dried chili products.
Keywords : attitude, dried chilli, household income, planned behavior.
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
SIKAP KONSUMEN DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR DAN PROSES PEMBELIAN TERHADAP PRODUK CABAI KERING
ACHMAD FACHRUDDIN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
: Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
ix
Judul Tesis : Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering Nama : Achmad Fachruddin NIM : H351130746
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi Ketua
Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Sikap Konsumen dengan Pendekatan Theory of Planned Behavior dan Proses Pembelian terhadap Produk Cabai Kering. Proses penelitian ini dilaksanakan sejak Februari hingga Juli 2014 di Bogor. Penulis sampaikan ucapan terima kasih khususnya kepada Biro Penerimaan Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis selama berkuliah di Program Studi Agribisnis IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS yang telah banyak memberi saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS, Bapak Dr Ir Suharno, MAdev dan Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, MS atas nasihat dan dorongan selama menjalani program sinergi S1-S2 Agribisnis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada saudara Restu Rahmana Putra, Sayed Ahmad Fauzan, dan Irma Awwaliyah yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rumah Tahfizh Al Fathon, ayah, ibu, seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa, kebaikan, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Achmad Fachruddin
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Sikap Konsumen Proses Pembelian
4 4 7
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perilaku konsumen Theory of planned behavior Konsep sensitivitas harga Proses pembelian bisnis Kerangka Pemikiran Operasional
8 8 8 9 10 11 12
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Pemilihan Sampel Metode Analisis Data Analisis model TPB Analisis sensitivitas harga Analisis proses pembelian cabai kering
15 15 15 15 16 16 21 22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Sikap Konsumen Rumah Tangga terhadap Cabai Kering (TPB) Faktor yang Berpengaruh terhadap Niat Beli Cabai Kering Sensitivitas Harga Proses Pembelian Cabai Kering
22 22 30 32 33
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
52
xii
DAFTAR TABEL 1 Interval kelas dan skor variabel TPB 2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering 3 Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap terhadap pembelian cabai kering 4 Sebaran skor rata-rata konsekuensi pembelian berdasarkan kelas pendapatan 5 Sebaran responden berdasarkan pernyataan norma subjektif 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma subjektif 7 Sebaran skor rata-rata setiap referensi dalam pembelian berdasarkan kelas pendapatan 8 Sebaran responden berdasarkan pernyataan persepsi pengendalian perilaku 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi pengendalian perilaku 10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas pendapatan 11 Sebaran responden berdasarkan pernyataan niat beli cabai kering 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat niat beli cabai kering 13 Sebaran skor rata-rata setiap pernyataan niat beli cabai kering berdasarkan kelas pendapatan 14 Analisis variabel fungsi niat beli cabai kering dengan regresi linier berganda 15 Sebaran sensitivitas harga pada pembelian komoditas cabai segar
18 23 24 24 26 26 27 28 28 29 29 30 30 31 32
DAFTAR GAMBAR 1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991) 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian
10 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Perkembangan rata-rata bulanan harga eceran cabai merah besar di ibukota provinsi, Januari-November 2013 39 Kuesioner sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering 40 Kuesioner proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling 44 Sebaran pendapatan rumah tangga responden 47 Skor variabel TPB dan variabel pendapatan rumah tangga 48 Output model regresi niat beli cabai kering 49 Output uji glester (deteksi heteroskedastisitas) 50 Plot uji normalitas 51
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura penting dalam menu pangan masyarakat Indonesia. Konsumsi cabai dilakukan setiap hari oleh hampir seluruh masyarakat meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Konsumsi cabai per kapita pada tahun 2012 sebanyak 3.27 kg, yang terdiri atas 0.21 kg cabai hijau, 1.40 kg cabai rawit, dan 1.65 kg cabai merah (BPS 2012). Cabai merah merupakan jenis cabai yang paling banyak dikonsumsi dan mengalami pertumbuhan konsumsi yang positif selama tahun 2007 hingga 2012 (Pusdatin 2012). Pola konsumsi cabai oleh rumah tangga selama ini didominasi dalam bentuk cabai segar, yaitu 70-80 persen dari total produksi nasional. Sekitar 20-30 persen cabai segar lainnya diolah menjadi bentuk saus cabai dan cabai bubuk (Bappenas 2013). Pola konsumsi tersebut menunjukkan preferensi rumah tangga terhadap cabai segar lebih tinggi dibandingkan terhadap cabai olahan. Kondisi tersebut memungkinkan terbentuknya permintaan cabai oleh konsumen rumah tangga yang inelastis, sebab konsumen tidak memiliki komoditas substitusi ketika harga cabai segar mengalami peningkatan. Komoditas cabai mempunyai fluktuasi harga yang tinggi dan dikategorikan sebagai pangan bergejolak (volatile food) oleh Bank Indonesia. Fluktuasi harga cabai dicerminkan oleh nilai koefisien keragaman harga yang tinggi. Selama bulan September 2012 sampai dengan bulan September 2013 nilai koefisien keragaman harga cabai sebesar 22.42 persen (Kemendag 2013). Pada periode waktu tersebut harga rata-rata bulanan nasional tertinggi untuk komoditas cabai merah di tingkat konsumen mencapai Rpi36i998 (Pusdatin 2013). Peningkatan harga cabai memberikan kontribusi 0.3 persen pada inflasi tahun 2013 (Bank Indonesia 2013). Fenomena fluktuasi harga cabai juga diiringi oleh disparitas harga cabai yang cukup tinggi antar wilayah di Indonesia. Pada periode waktu yang sama, disparitas harga cabai sebesar 35.45 persen. Jika dilihat secara geografis, harga rata-rata bulanan cabai merah di ibukota provinsi di Pulau Jawa umumnya tidak melebihi Rpi30i000, sedangkan pada pulau lainnya harga rata-rata bulanan dapat mencapai kisaran Rpi40i000 – Rpi42i000. Harga cabai merah rata-rata bulanan tertinggi terjadi di Maluku Utara dan Bandung yaitu sebesar Rpi64i059 dan Rp 61i381 (Lampiran 1). Kesenjangan kuantitas penawaran dan permintaan cabai adalah determinan utama dari fenomena fluktuasi harga cabai. Produksi cabai yang musiman memungkinkan terjadinya panen raya pada waktu tertentu. Kondisi ini menyebabkan kelebihan penawaran cabai (excess supply) sehingga harga cabai di pasar jatuh. Sedangkan pada beberapa titik waktu tertentu terjadi peningkatan permintaan cabai yaitu pada hari-hari besar keagamaan atau menjelang tahun baru. Jika pasokan cabai tidak mampu memenuhi kenaikan permintaan tersebut (excess demand), maka harga cabai akan mengalami kenaikan. Di sisi lain pasokan cabai sering mengalami guncangan (supply shock), sebab produksi cabai rentan mengalami gangguan hama dan penyakit, serta anomali iklim.
2
Pada saat harga cabai segar mengalami peningkatan yang tinggi, konsumen rumah tangga membutuhkan produk yang dapat mensubstitusi cabai segar. Produk olahan cabai yang berpotensi untuk mensubstitusi cabai segar adalah cabai kering. Cabai kering merupakan cabai berbentuk utuh dengan kadar air rata-rata dibawah 20 persen (Vitarini 2003). Cabai kering dapat disegarkan kembali dengan merendamnya dalam air hangat. Dirjen Hortikultura menyatakan bahwa cabai kering sudah mulai dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga, khususnya kelas pendapatan menengah ke atas1. Cabai kering sebenarnya merupakan produk olahan dari cabai segar yang bersifat intermediate. Cabai kering juga disebut cabai industri, sebab dimanfaatkan oleh usaha industri sebagai bahan baku, yaitu oleh produsen mie instan dan makanan kemasan, produsen cabai bubuk, serta produsen benih cabai. Permintaan cabai kering juga datang dari beberapa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) seperti beberapa jenis usaha rumah makan, dan usaha makanan ringan skala home industry. Beberapa jenis rumah makan tersebut menggunakan cabai kering khusus untuk resep masakan tertentu. Ketika harga cabai segar mengalami peningkatan, ada UMKM yang sebelumnya menggunakan cabai segar, mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering. Berdasarkan survei pendahuluan, UMKM yang mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga adalah usaha bumbu giling di pasar tradisional. Hal ini mereka lakukan sebagai strategi meminimumkan biaya bahan baku dalam memproduksi cabai giling. UMKM di wilayah Jabodetabek membeli cabai kering dari Pasar Induk Keramat Jati sebagai wholesaler dari rantai pemasaran cabai kering. Saat harga cabai segar mahal, seorang pedagang di Pasar Keramat Jati mampu menjual cabai kering sebanyak 1 ton dalam waktu lima belas hari. Usaha bumbu giling dan konsumen rumah tangga mempunyai kesamaan dalam pola pemanfaatan cabai segar. Keduanya sama-sama menggunakan cabai dalam keadaan segar, meskipun kedua jenis konsumen tersebut memiliki perbedaan motif dalam pemanfaatan cabai. Sebagian usaha bumbu giling telah mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering ketika terjadi peningkatan harga. Substitusi tersebut juga berpotensi dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Prospek substitusi cabai kering oleh konsumen rumah tangga terkait dengan sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering. Semakin positif sikap konsumen terhadap cabai kering, semakin mendorong keputusan pembelian cabai kering. Kajian sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering dapat memberikan jawaban terhadap peluang substitusi tersebut. Sedangkan kajian proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan gambaran proses substitusi cabai segar dengan cabai kering yang telah benar-benar dilakukan. Perumusan Masalah Cabai kering dapat menjadi alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai, jika substitusi cabai segar dengan cabai kering dapat dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Kelebihan permintaan cabai segar yang berpotensi terhadap peningkatan harga dapat diatasi dengan menambah pasokan cabai kering 1
http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=20&aid=3834
3
ke pasar. Pasokan cabai kering tersebut diproduksi terutama ketika terjadi kelebihan penawaran cabai segar (saat panen raya). Upaya tersebut dapat membantu konsumen ketika harga cabai segar sangat mahal dan dapat meningkatkan keuntungan petani di saat harga cabai segar jatuh. Berdasarkan survei pendahuluan, cabai kering sudah sejak lama tersedia di pasar induk dan pasar tradisional lokal wilayah Jabodetabek. Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu merupakan pasar tradisional di wilayah Bogor yang menyediakan produk cabai kering. Namun rumah tangga belum masuk dalam daftar konsumen yang melakukan pembelian cabai kering. Disamping itu, sebagian besar rumah tangga diduga belum mengetahui keberadaan produk cabai kering. Keputusan pembelian cabai kering oleh konsumen rumah tangga berkaitan erat dengan sikapnya terhadap cabai kering. Sikap konsumen merupakan salah satu karakteristik psikologi konsumen yang berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian (Engel 1994; Kotler dan Amstrong 2006). Salah satu model sikap yang dapat digunakan untuk mengukur sikap terhadap sebuah produk baru, yaitu Theory of Planned Behavior (TPB). Pada model tersebut, sikap terhadap sebuah perilaku dapat mempengaruhi niat berperilaku (Ajzen 1991). Artinya, sikap terhadap pembelian cabai kering dapat mempengaruhi niat beli cabai kering. Dua faktor lain dalam model TPB yang mempengaruhi niat berperilaku adalah norma subjektif dan persepsi pengendalian perilaku. Pengaruh ketiga variabel tersebut terhadap niat beli dapat berbeda antara satu produk dengan produk lainnya (Dewi dan Yusalina 2011; Sanjatmiko 2012, dan Awwaliyah 2013). Niat beli cabai kering diduga dipengaruhi oleh jumlah pendapatan rumah tangga. Berdasarkan informasi dari Dirjen Hortikultura bahwa rumah tangga dengan pendapatan menengah ke atas adalah kelompok yang sudah mulai menggunakan cabai kering. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli cabai kering didominasi oleh konsumen dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Kondisi tersebut cukup beralasan, sebab harga cabai kering di pasar tradisional lokal berkisar Rp 60 000 – Rp 70 000 per kg. Substitusi atau perpindahan pembelian dari komoditas cabai segar ke produk cabai kering berkaitan dengan sensitivitas harga konsumen rumah tangga. Besar kecilnya sensitivitas harga konsumen rumah tangga terhadap perubahan harga cabai segar berpengaruh pada perpindahan tersebut. Sensitivitas harga yang tinggi terhadap harga cabai segar dapat mendorong konsumen rumah tangga beralih ke produk cabai kering dengan cepat. Sebaliknya sensitivitas harga konsumen yang rendah membuat konsumen rumah tangga tetap bertahan membeli cabai segar. Disisi lain, sebagian usaha bumbu giling sudah mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering dalam memproduksi cabai giling tersebar di ketiga pasar tradisional di atas. Pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling tersebut mempunyai karakteristik yang khas, sebab hanya dilakukan ketika harga cabai segar mengalami peningkatan. Proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan informasi proses substitusi cabai segar dengan cabai kering. Selain itu, informasi proses pembelian cabai kering penting bagi produsen cabai kering dalam keputusan produksi dan pemasaran. Berdasarkan pemaparan di atas, pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini antara lain:
4
1. Bagaimana sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap produk cabai kering dalam menjawab prospek substitusi cabai segar dengan cabai kering? 2. Bagaimana proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu? Tujuan Penelitian 1. Menganalisis sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior. 2. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. 3. Menganalisis sensitivitas harga konsumen rumah tangga dalam pembelian cabai segar. 4. Menganalisis proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif tentang sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering dan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi dasar rekomendasi untuk pemerintah dalam pengembangan cabai kering ke depan. Kedua informasi tersebut juga bermanfaat bagi produsen cabai kering dalam bidang produksi dan pemasaran. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi literatur untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup sikap konsumen adalah sikap konsumen rumah tangga di wilayah Bogor terhadap produk cabai kering dengan pendekatan Theory of Planned Behavior. Sedangkan proses pembelian adalah proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling di tiga pasar tradisional Bogor.
2 TINJAUAN PUSTAKA Sikap Konsumen Sikap konsumen merupakan salah satu karakteristik psikologi konsumen yang berpengaruh terhadap proses pembelian (Engel 1994; Kotler dan Amstrong 2006). Terdapat banyak definisi sikap yang disampaikan ahli, namun semua definisi tersebut memiliki kesamaan umum yaitu bahwa sikap merupakan evaluasi dari seseorang (Sumarwan 2011). Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh peneliti konsumen adalah model multiatribut sikap dari Fishbein, yaitu model yang menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek (produk atau merek) sangat ditentukan oleh atribut-atribut yang dievaluasi. Atribut produk adalah unsur produk yang dianggap penting oleh konsumen dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.
5
Sari (2013) menggunakan model multiatribut sikap Fishbein dalam mengukur dan membandingkan sikap konsumen terhadap produk olahan berbahan baku umbi-umbian yaitu ubi kayu, ubi jalar, dan talas. Atribut produk yang dievaluasi terdiri atas rasa, daya tahan, gizi, citra/prestise, kebersihan, harga, lokasi strategis, kemudahan memperoleh (ketersediaan), kemudahan mengolah, dan promosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis umbi yang paling disukai konsumen adalah ubi kayu, dibandingkan ubi jalar dan talas. Dari penelitian tersebut, dapat diambil satu ciri dari populasi yang diteliti bahwa konsumen harus memiliki pengalaman mengkonsumsi produk sebagai syarat dalam mengevaluasi atribut produk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Engel et al. (1995) bahwa dalam model Fishbein, sikap konsumen terhadap sebuah produk atau merek ditentukan oleh dua hal, yaitu (1) kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki oleh produk atau merek dan (2) evaluasi tingkat kepentingan atribut dari produk atau merek yang dianalisis. Sehingga model multiatribut Fishbein sangat tepat digunakan untuk riset konsumen yang bertujuan meningkatkan kualitas produk atau mengembangkan produk baru berdasarkan evaluasi konsumen. Produk cabai kering yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah produk yang belum dikonsumsi secara luas oleh konsumen rumah tangga. Pengukuran sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering lebih tepat menggunakan model Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior/TPB), yaitu sebuah model sikap yang dapat memperkirakan niat (intention) beli konsumen untuk melaksanakan suatu perilaku pembelian. Niat berperilaku merupakan pendorong terjadinya sebuah perilaku, sehingga perilaku pembelian sebuah produk dapat diduga melalui niat belinya. Dalam model TPB, niat beli diprediksi melalui tiga faktor yang mempengaruhinya yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dengan niat beli. Namun faktor yang paling mempengaruhi niat beli dapat berbeda antara satu penelitian dengan penelitian lain. Norma subjektif merupakan faktor yang paling mempengaruhi niat beli makanan organik mahasiswa IPB (Awwaliyah 2013), artinya semakin besar dorongan membeli makanan organik dari orang-orang yang dianggap penting maka akan meningkatkan niat pembelian makanan organik. Berbeda dengan niat mengkonsumsi beras merah masyarakat Kota Bogor yang dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut (Putri 2012). Dewi dan Yusalina (2011) mengaplikasikan model TPB (Ajzen 1991; Armitage dan Corner 2001; Ajzen dan Fishbein 2005) untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi frekuensi konsumsi beras organik di Kota Bogor. Frekuensi konsumsi beras organik merupakan sebuah perilaku yang didorong oleh niat beli, sedangkan niat beli dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Modifikasi yang dilakukan oleh peneliti pada model tersebut yaitu memasukkan sejumlah variabel penjelas pada faktor sikap terhadap perilaku dan persepsi pengendalian perilaku, yaitu perceived quality (persepsi tentang kualitas produk), healthiness (manfaat kesehatan), negative perception (persepsi efek negatif), perceived value (persepsi nilai), convenience (kenyamanan), dan availability (ketersediaan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku konsumsi beras organik di Kota Bogor dipengaruhi oleh variabel perceived value, convenience dan availability.
6
Metode analisis yang umumnya digunakan dalam mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh terhadap niat beli yaitu regresi berganda (Awwaliyah 2013; Putri 2012) dan Model Persamaan Struktural (SEM) (Izdihar 2012; Dewi dan Yusalina 2011). Model SEM dipilih sebagai metode analisis berdasarkan asumsi bahwa pengukuran terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam TPB sulit dilakukan secara langsung sehingga membutuhkan indikator atau variabel penjelas. Penelitian lain tentang niat beli “purchase intention” mempunyai kerangka pemikiran yang beragam. Perbedaan kerangka tersebut tercermin pada faktorfaktor yang diduga memiliki hubungan atau pengaruh terhadap purchase intention. Tariq et al. (2013) melakukan penelitian cross-section terhadap 362 konsumen di Pasar Pakistan dan menyimpulkan bahwa purchase intention berkorelasi signifikan terhadap brand image, kualitas produk, pengetahuan produk, product involvement, atribut produk, dan loyalitas brand. Ling (2013) menyimpulkan dua faktor yang paling berpengaruh terhadap niat pembelian green products yaitu sikap terhadap lingkungan dan self efficacy. Peluang pembelian green products semakin tinggi bila konsumen menginginkan pembelian tersebut (self efficacy). Karbala et al. (2012) mengkaji pengaruh bauran pemasaran (4P) terhadap niat pembelian di Toko Toimoi Indonesia. Niat beli konsumen di Toko Toimoi Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh faktor desain produk dan variasi produk. Loyalitas konsumen dalam pembelian produk salah satunya dipengaruhi oleh sensitivitas harga. Pelanggan yang kurang sensitif harga atau memiliki sentivitas harga yang rendah cenderung memiliki loyalitas yang tinggi. Sensitivitas harga merupakan sikap atau perasaan pelanggan dalam membayar produk pada harga tertentu yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang mereka inginkan (Arafah 2010). Rendah tingginya sensitivitas harga dapat mendorong berbagai bentuk respon pelanggan dalam pembelian produk. Respon pelanggan tersebut berupa pengalihan terhadap produk/merek lain, menunda pembelian atau mereka tidak jadi melakukan pembelian atas produk atau jasa tersebut (Muncy dalam Arafah 2010). Oleh karena itu, sensitivitas harga menjadi bagian yang cukup penting dalam melihat kemungkinan substitusi cabai segar dengan cabai kering pada penelitian ini. Kurva sensitivitas harga pada umumnya menyatakan hubungan antara besarnya perubahan permintaan suatu produk dengan perubahan harga produk yang bersangkutan. Data yang dibutuhkan untuk pendugaan kurva sensitivitas harga biasanya diambil dari sejarah produk yang bersangkutan. Hasil kurva yang diperoleh dengan jenis data tersebut dapat berbias jika keadaan pasar pada saat ini sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya (Wijayanto 1994). Perbedaan kondisi pasar dapat disebabkan oleh perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan sebuah komoditas, yaitu pendapatan dan selera konsumen, keberadaan produk substitusi dan . Selain data time series produk, data preferensi dapat digunakan untuk menduga sensitivitas harga suatu produk. Data preferensi merupakan data pilihanpilihan konsumen terhadap kombinasi atribut yang diajukan peneliti dalam riset (misal harga dan merek). Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menduga tingkat sensitivitas harga dengan data preferensi yaitu metode Huisman dan metode Model Linear Terampat atau Generalized Linear Models (GLM).
7
Wijayanto (1994) menyimpulkan bahwa metode GLM dinilai lebih baik dari metode Huisman. Kurva dugaan sensitivitas harga yang diperoleh dengan metode GLM tidak berbias, walaupun ragam dugaannya berbias ke bawah dan hasil dugaannya memiliki variasi yang cukup besar pada ukuran contoh kecil (100). Beberapa kelemahan pendugaan kurva sensitivitas harga dengan metode Huisman, yaitu sifat ketakbiasan dugaannya tidak diketahui, ragam penduganya sulit ditentukan, faktor interaksi sulit masuk ke dalam model, permasalahan dalam penskoran, dan proses komputasinya membutuhkan waktu yang lama. Elizabet (2008) menggunakan metode Huisman dalam menganalisis sensitivitas harga pada produk kecap. Semakin kecil nilai sensitivitas harga suatu merek produk maka semakin rendah sensitivitas harga, artinya pelanggan atau pembeli pada merek tersebut kurang memperhatikan harga dalam pembelian produk. Nilai sensitivitas harga kecap Bango sebesar 0.11775, lebih kecil dari nilai sensitivitas kecap ABC (0.14758), dan kecap Nasional (0.15008) (Elizabet 2008). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa konsumen kecap Bango merupakan konsumen yang paling kurang sensitif terhadap perubahan harga produk. Riset yang yang dilakukan oleh Goldsmith dan Flynn (2003) dalam Ramirez dan Goldsmith (2009), sensitivitas harga diukur dengan tiga pernyataan pilihan yang ditawarkan kepada responden, yaitu: 1) saya tidak ingin membeli produk tertentu jika harganya terlalu tinggi; 2) produk yang bagus lebih sesuai untuk diberikan harga yang lebih tinggi; 3) menghabiskan uang untuk produk baru merupakan hal yang biasa bagi saya. Sensitivitas harga tinggi ditunjukkan oleh pernyataan 1, dan sensitivitas harga rendah ditunjukkan oleh pernyataan 3. Analisis sensitivitas harga lainnya yang umumnya digunakan dalam strategi penetapan harga adalah analisis sensitivitas harga yang ditemukan oleh Van Westendorp. Analisis ini fokus pada penemuan sebuah acceptable price dari konsumen sebagai indikator kualitas produk. Asumsi dalam analisis ini adalah konsumen selalu mengaitkan antara harga dengan kualitas dari produk. Range acceptable price (RAP) diperoleh melalui penilaian konsumen terhadap harga produk berdasarkan kategori harga sangat murah (too cheap), harga murah (cheap), harga mahal (expensive), dan harga sangat mahal (too expensive), yang dikaitkan dengan kualitas produk pada masing-masing kategori harga (Lipovetsky et al. 2011). Analisis sensitivitas harga pada pasar uang pada produk obligasi atau semisalnya, umumnya menggunakan analisa duration dan convexity (Hamid et al. 2006). Proses Pembelian Proses pembelian merupakan salah satu aspek kajian dalam perilaku konsumen. Proses pembelian didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan oleh pembeli untuk menentukan produk atau jasa yang perlu dibeli, kemudian menemukan, mengevaluasi, dan memilih diantara penjual dan merek yang tersedia. Kotler dan Amstrong (2006) membedakan dua jenis konsumen berdasarkan perilaku pembeliannya, yaitu konsumen akhir dan konsumen organisasi. Konsumen akhir adalah konsumen perorangan atau rumah tangga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Konsumen organisasi adalah organisasi yang membeli barang dan jasa untuk digunakan dalam produksi produk
8
dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kembali kepada pihak lain untuk tujuan mendapatkan laba. Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen organisasi disebut proses pembelian bisnis, sedangkan proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen akhir disebut proses pembelian konsumen. Penelitian terkait proses pembelian konsumen lebih banyak dilakukan dibandingkan proses pembelian bisnis. Kerangka proses pembelian yang digunakan dalam proses pembelian konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi pasca pembelian (Hutabarat 2008; Herlambang 2009). Hutabarat (2008) mengkaji proses keputusan konsumen dalam membeli sayuran segar, dimana proses keputusan pembelian yaitu pengenalan kebutuhan (memenuhi kebutuhan gizi), pencarian informasi (toko sayuran), evaluasi alternatif (atribut fisik sayuran), pembelian (dilakukan di Foodmart), dan evaluasi pasca pembelian (puas terhadap kinerja toko). Herlambang (2009) menyimpulkan terdapat tiga atribut utama yang mempengaruhi proses keputusan pembelian teh herbal konsumen di Kota Bogor yaitu atribut harga, atribut kelengkapan kandungan, dan atribut merek. Namun terdapat penelitian yang menggunakan kerangka proses keputusan pembelian konsumen pada konsumen organisasi. Subekti (2009) meneliti proses keputusan pembelian benih jagung oleh petani dengan menggunakan kerangka proses pembelian konsumen. Penelitian tersebut lebih tepat menggunakan kerangka proses pembelian bisnis, sebab petani merupakan konsumen organisasi dimana tujuan pembelian berorientasi pada keuntungan. Penelitian yang terkait konsumen organisasi banyak berkonsentrasi pada topik analisis permintaan salah satu bahan baku yang digunakan oleh konsumen organisasi. Satriana (2013) menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap permintaan cabai merah besar pada usaha Restoran Padang, usaha Restoran Sunda, dan usaha Restoran Ayam di Jakarta Selatan. Rata-rata penerimaan restoran merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar pada ketiga jenis usaha. Sedangkan faktor harga cabai merah besar berpengaruh nyata terhadap permintaan cabai merah besar hanya pada usaha Restoran Ayam. Lokasi pembelian yang paling banyak diminati oleh ketiga jenis usaha adalah Pasar Induk Keramat Jati karena menawarkan harga cabai merah yang lebih murah. Penelitian terkait, Nurlianti (2002) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur adalah harga telur, harga tepung terigu, harga minyak goreng, volume usaha unit A, volume usaha unit B, volume usaha unit D, dan lokasi usaha.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perilaku konsumen Engel et al. (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti
9
tindakan ini. Studi perilaku konsumen mempelajari dan memodelkan bagaimana konsumen mengambil sebuah keputusan pembelian. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dalam membeli dan mengkonsumsi produk menerangkan bahwa proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor lingkungan, faktor perbedaan individu, dan faktor psikologi. Konsumen dalam definisi ini merupakan konsumen akhir yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Kotler dan Amstrong (2006) memberikan istilah yang berbeda pada model perilaku konsumen, yaitu proses keputusan pembelian dan karakteristik konsumen (faktor budaya, faktor pribadi, dan faktor psikologis) berada pada kotak hitam konsumen. Pada model perilaku konsumen tersebut, pengaruh strategi pemasaran perusahaan dan rangsangan lain berupa lingkungan ekonomi, teknologi, politik, budaya akan masuk ke dalam kotak hitam konsumen, kemudian pengaruh/ rangsangan tersebut dirubah menjadi respon pembelian. Terdapat dua bagian penting dalam kotak hitam konsumen. Pertama, karakteritik konsumen mempengaruhi bagaimana konsumen menerima dan bereaksi terhadap rangsangan. Kedua, proses keputusan pembelian mempengaruhi perilaku konsumen. Sikap konsumen merupakan salah satu karakteristik konsumen yang termasuk dalam faktor psikologi konsumen (Engel et al. 1994; Kotler dan Amstrong 2006). Oleh karena itu, sikap konsumen memiliki pengaruh terhadap proses keputusan pembelian sebuah produk. Semakin positif sikap seseorang terhadap sebuah produk mendorong terjadinya pembelian terhadap produk tersebut. Beberapa model sikap yang dikemukakan para ahli perilaku konsumen diantaranya, model Fishbein, model angka ideal, model maksud perilaku (Engel et al. 1994). Model maksud perilaku merupakan salah satu model sikap yang dapat menduga maksud (niat) perilaku pembelian sebuah produk. Theory of planned behavior Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa niat seseorang untuk melakukan sebuah perilaku merupakan faktor yang penting dalam menentukan sebuah aksi (Ajzen 2005). TPB merupakan pengembangan dari model sikap Theory of Reasoned Action (TRA), dimana dalam TPB terdapat tambahan satu faktor yang membentuk niat, yaitu persepsi pengendalian perilaku (Ajzen 2005). TRA dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen pada tahun 1975. Dalam TPB, niat berperilaku (Behavioral Intention) merupakan fungsi dari sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior), norma subjektif (subjective norms), dan persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.
10
Attitude Toward Behavior (ATB) Subjective Norm (SN)
Behavioral Intention (BI)
Behavior
(PBC) Perceived Behavioral Control Gambar 1 Model Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991) Determinan niat berperilaku (BI) secara umum merefleksikan tiga aspek yaitu individu secara alamiah (ATB), pengaruh sosial (SN), dan perlakuan terhadap isu pengendalian (PBC). Sikap terhadap perilaku adalah penilaian individu terhadap positif atau negatifnya kinerja suatu perilaku. Norma subjektif adalah persepsi individu tentang tekanan sosial di sekitarnya untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku. Sedangkan persepsi pengendalian perilaku merupakan tingkat kepercayaan seseorang tentang kesempatan atau kekuatan yang dimilikinya untuk menunjukkan suatu perilaku. Ketiga determinan niat berperilaku (BI) masing-masing dibentuk oleh dua komponen. Sikap terhadap perilaku (ATB) dibentuk oleh: a. Keyakinan perilaku (behavioral belief), yaitu keyakinan terhadap adanya konsekuensi karena melakukan perilaku tertentu. b. Evaluasi konsekuensi (evaluation of the consequency/outcomes evaluation), yaitu evaluasi seseorang terhadap konsekuensi dari keyakinan perilaku. Norma subjektif (SN) dibentuk oleh: a. Keyakinan normatif (normative belief), yaitu keyakinan terhadap orang lain (referensi) bahwa mereka berpikir subjek seharusnya melakukan (atau tidak melakukan) suatu perilaku tertentu. b. Motivasi mematuhi (motivation to comply), yaitu motivasi yang sejalan dengan keyakinan normatif. Persepsi pengendalian perilaku (PBC) dibentuk oleh: a. Keyakinan pengendalian (control belief), yaitu probabilitas bahwa beberapa faktor menunjang suatu perilaku. b. Kekuatan faktor pengendalian (power of control factor), yaitu kekuatan subjek terkait faktor-faktor yang menunjang perilaku tersebut. Konsep sensitivitas harga Permintaan terhadap suatu komoditas merupakan jumlah barang yang diminta oleh konsumen pada berbagai pilihan harga dalam periode waktu tertentu. Dalam teori ekonomi, kurva permintaan dibedakan menjadi dua, yaitu kurva permintaan individual dan kurva permintaan pasar. Kurva permintaan pasar merupakan jumlah dari seluruh permintaan individual suatu komoditas dalam suatu pasar (Salvatore 2005). Kurva permintaan terhadap suatu komoditas memperlihatkan kemungkinan kuantitas pembelian pasar pada berbagai alternatif harga (Kotler 2003).
11
Konsep sensitivitas harga mempunyai kaitan erat dengan konsep permintaan. Kotler (2003) menjelaskan bahwa kurva permintaan pasar menjumlahkan reaksi banyak individu yang mempunyai berbagai sensitivitas harga. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa sensitivitas harga bagian dari karakteristik individu konsumen atau pelanggan. Sensitivitas harga merupakan sikap atau perasaan pelanggan dalam membayar produk pada harga tertentu yang ditawarkan perusahaan terhadap produk yang mereka inginkan (Arafah 2010). Pelanggan biasanya kurang sensitif harga terhadap produk murah atau produk yang jarang dibeli. Sebaliknya pelanggan sangat sensitif harga terhadap produk mahal atau produk yang sering dibeli (Kotler 2003). Nagle dan Holden dalam Kotler (2003) mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan sensitivitas harga rendah (kurang peka terhadap harga) yaitu: a. produk lebih berbeda atau memiliki keunikan. b. pembeli kurang menyadari produk pengganti. c. pembeli tidak dapat membandingkan kualitas produk pengganti dengan mudah. d. pengeluaran untuk membeli produk adalah bagian kecil dari total pendapatan pembeli. e. pengeluaran untuk membeli produk adalah bagian kecil dari total biaya mendapatkan, mengoperasikan, dan memperbaiki produk sepanjang umur hidup produk. f. sebagian biaya pembelian ditanggung pihak lain. g. penggunaan produk digabungkan dengan aset yang dibeli sebelumnya. h. produk diasumsikan mempunyai kualitas, prestise atau eksklusivitas yang tinggi. i. pembeli tidak dapat menyimpan produk. Perusahaan membutuhkan pemahaman sensitivitas harga dari pelanggannya dan calon pembeli potensial serta pengorbanan orang yang bersedia untuk menerima harga dan karakteristik produk (Kotler 2003). Informasi sensitivitas harga adalah salah satu aspek yang diperhatikan dalam strategi penetapan harga, khususnya ketika perusahaan akan merubah harga produk akibat perubahan biaya atau persaingan pasar. Jika pelanggan kurang sensitif harga, maka memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan harga lebih tinggi dari pesaing. Rendah tingginya sensitivitas harga dapat mendorong berbagai bentuk respon pelanggan dalam pembelian produk. Respon pelanggan tersebut berupa pengalihan terhadap produk/merek lain, menunda pembelian atau mereka tidak jadi melakukan pembelian atas produk atau jasa tersebut (Muncy dalam Arafah 2010). Proses pembelian bisnis Proses pembelian bisnis bagian dari perilaku pembelian bisnis. Perilaku pembelian bisnis adalah perilaku pembelian dari organisasi yang membeli barang atau jasa untuk digunakan dalam produksi produk atau jasa lain untuk dijual kembali atau menyewakannya kembali kepada pihak lain untuk mendapatkan laba (Kotler dan Amstrong 2006). Pembelian bisnis yang dilakukan oleh konsumen organisasi (individu atau kelompok) terjadi di pasar bisnis. Proses pembelian bisnis didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan oleh pembeli bisnis untuk menentukan produk atau jasa yang perlu dibeli oleh organisasi mereka,
12
kemudian menemukan, mengevaluasi, dan memilih diantara pemasok dan merek yang tersedia. Banyaknya proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh organisasi bergantung oleh tipe utama situasi pembelian. Terdapat tiga tipe situasi pembelian, yaitu pembelian kembali langsung (straight rebuy), pembelian kembali modifikasi (modified rebuy), dan pembelian tugas baru (new task). Tipe pembelian kembali langsung adalah situasi pembelian bisnis dimana pembeli secara rutin memesan kembali sesuatu tanpa ada modifikasi. Sedangkan tipe pembelian kembali modifikasi merupakan situasi dimana pembeli ingin memodifikasi spesifikasi produk, harga, persyaratan, atau pemasok. Tipe pembelian tugas baru adalah situasi pembelian dimana pembeli membeli sebuah produk atau jasa untuk pertama kalinya. Tipe situasi pembelian ini melalui seluruh proses pengambilan keputusan yang terdiri atas delapan tahapan (Kotler dan Amstrong 2006), antara lain: a. Pengenalan masalah. Tahap dimana seseorang dalam perusahaan mengenali masalah atau kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan memperoleh barang atau jasa. Pengenalan masalah dapat berasal dari rangsangan internal maupun eksternal. b. Deskripsi kebutuhan umum. Tahap dimana perusahaan menggambarkan karakteristik umum dan kuantitas produk yang diperlukan. c. Spesifikasi produk. Tahap dimana organisasi pembelian memutuskan dan menetapkan spesifikasi karakteristik teknis produk terbaik untuk produk yang diperlukan. Perusahaan menggunakan analisis nilai dalam tahap spesifikasi produk. d. Pencarian pemasok. Tahap dimana organisasi pembelian berusaha menemukan pemasok terbaik. e. Pengumpulan proposal. Tahap dimana pembeli mengundang pemasok bermutu untuk mengumpulkan proposal tertulis yang rinci atau presentasi formal. f. Pemilihan pemasok. Tahap dimana organisasi pembelian meninjau ulang proposal dan memilih satu atau beberapa pemasok. Atribut yang cukup penting dalam pemilihan pemasok yaitu kualitas produk atau jasa, pengiriman tepat waktu, perilaku perusahaan yang beretika, komunikasi yang jujur, dan harga yang kompetitif. g. Spesifikasi pesanan rutin. Tahapan dimana organisasi pembelian menulis pesanan akhir dengan pemasok terpilih, menyebutkan spesifikasi teknis, kuantitas yang diperlukan, waktu pengiriman yang diharapkan, kebijakan pengembalian, dan pinjaman. h. Tinjauan ulang kinerja. Tahap dimana organisasi pembelian menilai kinerja pemasok dan memutuskan untuk melanjutkan, memodifikasi, atau meninggalkan kesepakatan. Kerangka Pemikiran Operasional Cabai kering dapat menjadi alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai, jika substitusi cabai segar ke cabai kering dapat dilakukan oleh konsumen rumah tangga. Kelebihan permintaan cabai segar yang berpotensi terhadap peningkatan harga dapat diatasi dengan menambah pasokan cabai kering ke pasar.
13
Pasokan cabai kering tersebut diproduksi terutama ketika terjadi kelebihan penawaran cabai segar (saat panen raya). Upaya tersebut dapat membantu konsumen ketika harga cabai segar sangat mahal. Namun saat ini konsumen rumah tangga belum masuk dalam daftar pembeli cabai kering, meskipun cabai kering sudah sejak lama tersedia di pasar tradisional. Sebagian besar konsumen rumah tangga diduga belum mengetahui keberadaan produk cabai kering. Prospek substitusi cabai kering terhadap cabai segar berkaitan erat dengan sikap konsumen rumah tangga. Model sikap yang digunakan untuk menganalisis sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering adalah Theory Planned of Behavior (TPB). Dengan pendekatan TPB, niat beli cabai kering dapat dijelaskan oleh variabel sikap terhadap pembelian cabai kering, norma subjektif dan persepsi pengendalian perilaku. Pendapatan rumah tangga per bulan diduga sebagai variabel yang juga berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. Analisis sensitivitas harga digunakan untuk mengukur kemungkinan substitusi cabai segar ke cabai kering. Sebagian usaha bumbu giling mensubstitusi cabai segar dengan cabai kering dalam memproduksi cabai giling, ketika harga cabai segar mengalami peningkatan. Usaha bumbu giling dan konsumen rumah tangga mempunyai kesamaan dalam pola pemanfaatan cabai segar. Informasi proses pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling dapat memberikan gambaran proses substitusi cabai segar dengan cabai kering yang telah benar-benar dilakukan. Proses pembelian tersebut dianalisis secara deskriptif yang mengacu pada proses pembelian bisnis (Kotler dan Amstrong 2006). Proses pembelian bisnis terdiri atas delapan tahapan, yaitu pengenalan masalah, deskripsi kebutuhan umum, spesifikasi produk, pencarian pemasok, pengumpulan proposal, pemilihan pemasok, spesifikasi pesanan rutin, dan tinjauan ulang kinerja. Informasi substitusi cabai kering terhadap cabai segar, baik berupa prospek pada konsumen rumah tangga maupun yang riil dilakukan oleh usaha bumbu giling penting sebagai input rekomendasi kebijakan pengembangan cabai kering ke depan. Informasi tersebut juga penting bagi produsen cabai kering dalam mengambil keputusan aspek pemasaran dan produksi. Kerangka pemikiran operasional penelitian ditampilkan pada Gambar 2.
14
Potensi cabai kering sebagai alternatif solusi permasalahan fluktuasi harga cabai segar Substitusi cabai segar ke cabai kering berkaitan dengan sikap konsumen terhadap cabai kering
konsumen rumah tangga (prospek substitusi) Analisis deskriptif
Norma Subjektif
Usaha bumbu giling (substitusi riil)
Analisis deskriptif
Sensitivitas harga
Sikap terhadap pembelian
Persepsi pengendalian perilaku
Pendapatan rumah tangga
Analisis regresi
Niat beli cabai kering
Keterangan : pengaruh : metode analisis
Proses Pembelian Bisnis (Kotler & Amstrong 2006)
Rekomendasi kebijakan pemerintah untuk pengembangan cabai kering dan input keputusan pemasaran & produksi produsen cabai kering
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional penelitian
15
4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Bogor baik untuk sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering, maupun untuk proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu dipilih secara purposive sebagai lokasi responden usaha bumbu giling dengan pertimbangan bahwa cabai kering tersedia di pasar tersebut. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai Juli 2014, yang meliputi kegiatan penyusunan proposal penelitian, pengambilan data, pengolahan data, analisis data dan pelaporan hasil penelitian. Kegiatan pengambilan data pada responden konsumen rumah tangga dan usaha bumbu giling dilakukan pada bulan Juni 2014. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dengan teknik wawancara. Wawancara kepada responden konsumen rumah tangga menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terstruktur (Lampiran 2), sedangkan wawancara kepada responden usaha bumbu giling menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tidak terstruktur (Lampiran 3). Data sekunder berasal dari studi pustaka dan beberapa data dari instansi yang berkaitan dengan penelitian. Responden konsumen rumah tangga merupakan ibu rumah tangga baik yang pernah membeli maupun yang belum pernah membeli cabai kering. Responden usaha bumbu giling merupakan usaha bumbu giling yang pernah membeli cabai kering untuk digunakan sebagai bahan baku dalam produksinya atau untuk dijual kembali. Informan dalam penelitian ini adalah pedagang cabai kering di Pasar Induk Kemang Bogor dan Pasar Induk Keramat Jati Jakarta Timur. Metode Pemilihan Sampel Teknik pengambilan responden konsumen rumah tangga adalah judgemental sampling, dimana responden yang bersedia diwawancarai memenuhi kriteria: 1) ibu rumah tangga, dan 2) berada pada salah satu kelas pendapatan. Pendapatan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas 1 kurang dari Rpi5i000i000, kelas 2 Rpi5i000i000 – Rpi10i000i000, dan kelas 3 lebih dari Rpi10i000i000. Responden konsumen rumah tangga yang disertakan sebanyak 30 orang. Alasan kriteria bahwa konsumen adalah ibu rumah tangga yaitu pertimbangan terhadap peran dalam keputusan pembelian bahan pangan di rumah. Selain itu, jumlah pendapatan rumah tangga merupakan kriteria penting yang diduga berpengaruh terhadap pembelian cabai kering oleh rumah tangga. Ada pun penentuan rentang interval kelas pendapatan berdasarkan pertimbangan peneliti untuk menangkap perbedaan sikap antar kelas pendapatan. Sebaran jumlah pendapatan responden konsumen rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 4. Usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu dipilih dengan metode sensus. Jumlah populasi usaha bumbu giling di ketiga pasar
16
tersebut berturut-turut yaitu 15 unit, 18 unit, dan 2 unit. Usaha bumbu giling yang menggunakan cabai kering sebagai campuran bahan baku cabai giling pada masing-masing pasar yaitu 8 unit, 5 unit, dan 1 unit, sehingga jumlah responden usaha bumbu giling pada penelitian ini sebanyak 14 unit. Metode Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2010, dan Minitab version 14. Analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif berupa analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling, sikap konsumen rumah tangga terhadap produk cabai kering, dan sensitivitas harga konsumen rumah tangga pada pembelian cabai segar. Pendekatan kuantitatif berupa analisis model TPB yaitu penghitungan skor variabel-variabel dalam model TPB dan analisis regresi berganda untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi niat beli cabai kering. Analisis model TPB Pemberian skor pada variabel sikap terhadap pembelian cabai kering, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku dilakukan dengan cara menjumlahkan perkalian kedua komponen pada masing-masing variabel, sesuai dengan model TPB. Setiap komponen model TPB diturunkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang diukur dengan skala Likert 1 sampai 4. Responden konsumen rumah tangga diminta memilih salah satu jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, atau “sangat setuju” untuk masing-masing pernyataan. Untuk pernyataan negatif atau pernyataan invers nilainya akan dibalik saat pengolahan data. Berikut rumus mengukur skor sikap terhadap pembelian cabai kering (ATB): ∑
Keterangan:
ATB = sikap terhadap pembelian cabai kering (attitude toward behavior) = kepercayaan terhadap pembelian cabai kering yang mengarahkan pada konsekuensi tertentu (behavioral beliefs) = evaluasi seseorang terhadap konsekuensi tertentu dari pembelian cabai kering (outcome evaluation)
Variabel sikap terhadap pembelian cabai kering (ATB) diukur dengan menggunakan lima pernyataan behavioral beliefs dan lima pernyataan outcome evaluation. Kelima pernyataan tersebut terkait dengan lima konsekuensi pembelian cabai kering, yaitu daya tahan, kualitas sambal yang dihasilkan, harga cabai kering, kepraktisan penggunaan cabai kering, dan volume cabai kering.
17
Skor norma subjektif (SN) dijelaskan oleh rumus berikut: ∑
Keterangan:
= norma subjektif (subjective norm) = kepercayaan normatif referensi tertentu terhadap pembelian cabai kering (normative belief) = motivasi untuk mematuhi referensi tertentu (motivation to comply)
Variabel norma subjektif (SN) diukur dengan menggunakan empat pernyataan normative belief dan empat pernyataan motivation to comply. Keempat pernyataan tersebut terkait beberapa referensi ibu rumah tangga dalam membeli bumbu masak, yaitu komunitas ibu rumah tangga, acara masak di televisi, pedagang sayur, dan iklan layanan masyarakat. Skor persepsi pengendalian perilaku (PBC) dijelaskan oleh rumus berikut: ∑ Keterangan:
= persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) = keyakinan individu bahwa ia mampu mengendalikan pembelian cabai kering (control belief strength) = Keyakinan individu akan adanya hambatan atau dukungan dalam pembelian cabai kering (power of control factor)
Variabel persepsi pengendalian perilaku (PBC) diukur dengan menggunakan dua pernyataan control beliefs dan dua pernyataan power of control factor. Kedua pernyataan tersebut terkait dengan faktor harga cabai segar yang mahal dan ketersediaan cabai kering. Skor variabel niat beli cabai kering (BI) diukur menggunakan empat pernyataan, yaitu niat beli cabai kering pekan ini, niat beli cabai kering bulan ini, niat beli cabai kering jika cabai kering tersedia di pasar terdekat, dan niat beli cabai kering jika harga cabai segar sangat mahal. Penjumlahan dari skor tiap pernyataan merupakan total skor niat beli produk cabai kering. Selanjutnya, total skor masing-masing variabel utama (ATB, SN, PBC, dan BI) dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu rendah, sedang, dan tinggi, yang ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
∑
Oleh karena itu, rentang pengkategorian kelas berdasarkan rumus tersebut adalah: 1. Rendah = NR sampai (NR+I)
18
2. Sedang = (NR+I) sampai (NR+2I) = (NR+2I)+I sampai NT 3. Tinggi Ada pun rincian rentang interval kelas untuk masing-masing variabel terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1 Interval kelas dan skor variabel TPB Interval kelas dan skor Variabel Rendah Sedang Tinggi ATB 5-30 31-56 57-80 SN 4-24 25-45 46-64 PBC 2-12 13-23 24-32 BI 4-8 9-12 13-16 Selanjutnya, model TPB yang merupakan fungsi niat beli kering dianalisis dengan analisis regresi linier berganda untuk mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi niat beli cabai kering konsumen rumah tangga. Fungsi niat beli cabai kering sebagai berikut: Keterangan: Y = variabel niat beli cabai kering β0 = intersep βi = nilai parameter koefisien, dimana i = 1, 2, 3, 4 X1 = variabel sikap terhadap pembelian cabai kering X2 = variabel norma subjektif X3 = variabel persepsi pengendalian perilaku X4 = variabel pendapatan rumah tangga per bulan (juta rupiah) εi = residual Penentuan variabel sikap terhadap pembelian cabai kering (X1), variabel norma subjektif (X2), dan variabel persepsi pengendalian perilaku (X3) sebagai variabel yang mempengaruhi variabel niat beli cabai kering (Y) adalah Theory of Planned Behavior. Berdasarkan teori tersebut, diasumsikan hubungan ketiga variabel tersebut (X1, X2, X3) berbanding lurus dengan variabel niat beli cabai kering. Selain itu, informasi bahwa cabai kering sudah mulai dikonsumsi oleh rumah tangga berpendapatan menengah ke atas menjadi alasan bahwa variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4) diduga mempengaruhi variabel niat beli cabai kering (Y). Hubungan variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4) diasumsikan berbanding lurus dengan variabel niat beli cabai kering (Y), berdasarkan teori permintaan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin meningkatkan jumlah barang yang diminta, ceteris paribus. Sehingga nilai koefisien parameter yang diharapkan pada keempat variabel independen adalah: (β1, β2, β3, β4) > 0. Nilai variabel (X1, X2, X3) merupakan skor total sikap terhadap pembelian cabai kering, skor total norma subjektif, dan skor total persepsi pengendalian perilaku yang dibakukan pada rentang 1-16. Nilai variabel (X1, X2, X3) diperoleh
19
dengan cara membagi skor total variabel dengan jumlah pasangan pernyataan komponen variabel tersebut. Jumlah pasangan pernyataan komponen masingmasing variabel berturut-turut yaitu 5, 4, dan 2 pasang pernyataan. Nilai variabel (X4) diperoleh dengan cara membagi skor total variabel niat beli cabai kering dengan jumlah pernyataan niat beli cabai kering. Sehingga nilai variabel (X4) berada pada rentang 1-4. Nilai variabel untuk seluruh sampel dapat dilihat pada Lampiran 5. Model regresi linier berganda diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS). Beberapa asumsi yang harus dipenuhi dengan metode OLS (Thomas 1997), yaitu: 1. untuk semua , nilai harapan residual sama dengan nol untuk semua sampel. 2. konstan untuk semua i, varians residual konstan. Jika ( ) kondisi ini dipenuhi disebut homoskedastisitas. 3. untuk semua i ≠ j. Jika kondisi ini dipenuhi disebut ( ) ( ) tidak ada autokorelasi antar residual. menyebar normal. 4. Residual 5. Tidak terjadi multikolinier (hubungan linier) antar variabel independen. Evaluasi model persamaan penduga digunakan untuk mengetahui apakah model regresi linier yang diperoleh memenuhi kriteria secara statistika. Kriteria statistik merupakan uji diagnostik yang terkait dengan kebaiksuaian (goodness of fit) model dan pengujian hipotesis. Kriteria statistik terdiri atas, 1) interpretasi nilai R-Square (R2) yaitu ukuran kemampuan model dalam menyesuaikan data, 2) uji F untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara bersamasama terhadap variabel dependen, dan 3) uji t untuk menguji signifikansi parameter dari masing-masing variabel independen (uji individual). Selain kriteria secara statistika, model harus memenuhi asumsi OLS, sehingga perlu dilakukan uji asumsi klasik. Berikut penjabaran dari kriteria statistik dan uji asumsi klasik. 1. Kriteria statistik R2 (koefisien determinasi) merupakan ukuran kemampuan model dalam mem-fit-kan data. Nilai R2 berada diantara 0 dan 1 (dalam persen). Jika nilai R2 semakin mendekati 1, maka model dikatakan semakin fit. Interpretasi nilai R2 yaitu persentase variasi variabel independen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yang terdapat dalam model. R2 diperoleh dengan penghitungan sebagai berikut:
Keterangan: ESS = jumlah kuadrat residual TSS = jumlah kuadrat total RSS = jumlah kuadrat regresi Uji statistik F dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, sehingga fungsi uji F sama dengan menguji signifikansi statistik R2 yang diperoleh. Uji statistik F dengan derajat bebas n-k-1 (n=jumlah sampel, k=jumlah variabel independen dan variabel dependen) dapat digunakan menguji hipotesis (H1) bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai tinggi dari statistik F memungkinkan untuk menolak hipotesis (H0) bahwa
20
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: H0 : β1=β2=β3=β4=0, variabel independen (Xi) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. H1 : β1≠ β2≠ β3≠ β4≠0, variabel independen (Xi) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. Keputusan pengujian dapat dilihat dengan dua indikator yaitu membandingkan nilai statistik F-hitung dengan F-tabel, atau membandingkan nilai α (taraf nyata) dengan nilai probabilitas F (p-value) dalam tabel ANOVA (analysis of variance). Nilai α yang digunakan dalam penelitian ini 0.10. Kriteria keputusan pengujian sebagai berikut: a. F-hitung ≤ F-tabel atau nilai p-value ≥ α maka terima H0, kesimpulannya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. b. F-hitung ≥ F-tabel atau nilai p-value ≤ α maka tolak H0, kesimpulannya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. Uji statistik t untuk menguji apakah variabel independen secara parsial (individual) berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Nilai statistik t berderajat bebas n-k; α/2 dengan α sebesar 0.10. Nilai statistik t hitung diperoleh dengan rumus:
Keterangan: bi = koefisien ke-i yang diduga βi = nilai parameter ke-i yang diduga yaitu 0 Sbi = standar deviasi dari parameter ke-i Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: H0 : βi = 0, variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. H1 : βi < 0 atau βi > 0, variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. Keputusan pengujian dapat dilihat dengan dua indikator yaitu membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel, atau membandingkan nilai α (taraf nyata) dengan nilai probabilitas t (p-value). Kriteria keputusan pengujian sebagai berikut: a. t-hitung ≤ t-tabel atau nilai p-value ≥ α maka terima H0, kesimpulannya variabel independen (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. b. t-hitung ≥ t-tabel atau nilai p-value ≤ α maka tolak H0, kesimpulannya variabel independen (Xi) berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. 2. Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model yang diperoleh memenuhi asumsi-asumsi yang menjadi syarat metode OLS. Uji asumsi klasik terdiri atas deteksi heteroskedastisitas, deteksi autokorelasi, uji normalitas, dan deteksi multikolinearitas. Asumsi pertama OLS yaitu untuk semua
21
atau nilai harapan residual sama dengan nol untuk semua sampel, akan selalu terpenuhi karena dalam garis regresi terdapat konstanta atau intersep. Asumsi homoskedastisitas adalah ketika konstan ( ) untuk semua i (sampel), ragam residual konstan. Namun, jika ragam residual tidak sama untuk tiap sampel ke-i dari variabel-variabel independen dalam model regresi maka terdapat masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat dideteksi salah satunya dengan uji Glester. Uji Glester dilakukan dengan menjadikan nilai mutlak residual sebagai variabel dependen, kemudian diregresikan terhadap variabel independen yang terdapat dalam model. Jika nilai probabilitas statistik F dalam tabel ANOVA lebih besar dari α, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Asumsi tidak ada autokorelasi ditunjukkan oleh persamaan, ( ) untuk semua i ≠ j. Autokorelasi adalah hubungan linear yang terjadi ( ) pada variabel itu sendiri yang terlambat beberapa periode (lag). Artinya autokorelasi bukan mengacu pada hubungan dua variabel yang berbeda, tetapi antara skor-skor yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat dideteksi salah satunya dengan uji Durbin-Watson (DW). Bila nilai statistik DW bernilai sekitar 2, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada gejala autokorelasi dalam model. Asumsi bahwa residual menyebar normal dapat dideteksi dengan uji normalitas. Salah satu cara uji normalitas adalah uji Kolmogorv-Smirnov (KS). Residual menyebar normal jika nilai statistik KS < KS1-α atau nilai probabilitas KS > α. Asumsi terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terjadi multikoliniearitas. Kolinearitas ganda (multikolinearitas) merupakan hubungan linear yang sama kuat antara variabel-variabel independen dalam persamaan regresi. Deteksi moltikolinearitas dapat dilihat dari dua hal. Pertama, jika nilai R2 tinggi tetapi tidak ada satupun parameter koefisen variabel independen yang signifikan. Kedua, jika nilai variance inflation factor (VIF) lebih besar dari 10. Analisis sensitivitas harga Sensitivitas harga pada penelitian ini diukur dengan seberapa cepat konsumen cabai segar beralih kepada produk cabai kering ketika terjadi peningkatan harga cabai segar. Responden konsumen rumah tangga diminta responnya terhadap skenario peningkatan harga cabai segar. Skenario tersebut berupa daftar harga cabai segar dimulai dari harga pertama Rpi20i000, harga berikutnya ditambah Rpi5i000, sampai dengan harga Rpi100i000. Terdapat empat kemungkinan kategori respon, yaitu: 1. membeli cabai segar walaupun cabai segar harganya terus mengalami peningkatan, namun pada level harga tertentu konsumen mensubstitusi cabai segar dengan membeli cabai kering. 2. mensubstitusi cabai kering dengan cepat pada awal-awal skenario peningkatan harga cabai segar. 3. Tetap membeli cabai segar, dan tidak akan beralih kepada cabai segar, berapapun harga cabai segar di pasar. 4. menggunakan cabai kering, tanpa memperhatikan harga cabai segar. Responden yang memberikan respon kategori 1 menunjukkan sensitivitas harga yang rendah, sedangkan responden yang memberikan respon kategori 2
22
menunjukkan sensitivitas harga yang tinggi. Respon kategori 3 menunjukkan konsumen cabai segar tidak sensitif harga. Ada pun responden yang memberikan respon kategori 4 menunjukkan bahwa cabai kering bukan produk substitusi cabai segar. Selain itu, informasi yang penting untuk diperoleh adalah pada tingkat harga cabai segar berapa, responden akan beralih ke produk cabai kering. Analisis proses pembelian cabai kering Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling. Proses pembelian tersebut mengacu kepada Proses Pembelian Bisnis menurut Kotler dan Amstrong (2006). Menurut Nazir (2002) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meniliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Sikap Konsumen Rumah Tangga terhadap Cabai Kering (TPB) Sikap terhadap pembelian cabai kering (ATB) Sikap terhadap pembelian cabai kering terdiri atas dua komponen yaitu keyakinan perilaku dan evaluasi konsekuensi. Tabel 2 menampilkan jawaban responden terhadap setiap pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering. Proporsi jawaban terbanyak pada komponen keyakinan perilaku yaitu responden setuju bahwa pembelian cabai kering memungkinkan penyimpanan cabai dalam waktu yang lama dan pembelian cabai kering pada jumlah tertentu setara dengan 3-4 kali jumlah cabai segar. Hal ini menunjukkan daya simpan dan volume cabai kering adalah dua manfaat yang paling diyakini dalam pembelian cabai kering. Sementara itu, jawaban setuju mempunyai proporsi terbanyak untuk pernyataan invers. Ada dua pernyataan invers, yaitu yaitu pembelian cabai kering mengharuskan cabai kering direbus dahulu sebelum digunakan dan pembelian cabai kering akan mengurangi kualitas sambal yang dibuat. Kualitas sambal (tingkat kesegaran dan kepedasan) yang berkurang dan ketidakpraktisan penggunaan cabai kering merupakan konsekuensi negatif dalam pembelian cabai kering. Sebanyak dua per tiga dari jumlah responden meyakini kedua konsekuensi tersebut terjadi pada cabai kering. Namun satu per tiga lainnya meyakini bahwa kualitas kepedasan cabai kering dan cabai segar tidak berbeda. Responden terbagi dalam jumlah yang sama dalam memberikan tanggapan terhadap konsekuensi harga cabai kering. Setengah dari jumlah responden setuju bahwa harga cabai kering lebih murah daripada harga cabai segar, sedangkan setengah lainnya tidak setuju. Responden yang setuju berpendapat bahwa untuk pembelian dengan jumlah yang sama volume cabai kering yang didapatkan 3-4 kali lebih banyak, sehingga cabai kering relatif lebih murah daripada cabai segar. Sedangkan responden yang tidak setuju hanya membandingkan harga per kg antara cabai kering dan cabai segar tanpa mempertimbangkan volume dari keduanya.
23
Tabel 2 Sebaran responden berdasarkan pernyataan sikap terhadap pembelian cabai kering No 1 2
*
3 4
*
5
1 2 3 4
*
5
Pernyataan Keyakinan Perilaku Dengan membeli cabai kering, memungkinkan saya untuk menyimpan cabai dalam waktu yang lama Jika saya membeli cabai kering, maka akan mengurangi kualitas sambal (tingkat kesegaran dan kepedasan) cabai yang saya buat Dengan membeli cabai kering, saya memperoleh harga cabai yang lebih murah daripada harga cabai segar Jika saya membeli cabai kering, maka saya harus merebus cabai kering sebelum digunakan untuk membuat sambal Dengan membeli cabai kering pada jumlah tertentu, maka saya seperti memperoleh cabai segar 3-4 kali lebih banyak dari jumlah tersebut Evaluasi Konsekuensi Saya ingin menyimpan cabai dalam waktu yang lama Kualitas sambal cabai (tingkat kesegaran dan kepadasan) sangat penting bagi saya Bagi saya, harga cabai yang murah adalah hal yang penting Merebus cabai kering sebelum saya gunakan untuk membuat sambal sangat menyulitkan saya Jumlah 1 kg cabai kering yang setara dengan 3-4 kg cabai segar sangat penting buat saya
STS
Jawaban TS S
SS
0
1
17
12
0
11
16
3
2
13
13
2
0
9
19
2
0
3
24
3
2
8
18
2
1
1
14
14
2
5
9
14
4
21
5
0
2
4
22
2
Keterangan: STS: sangat tidak setuju, TS: tidak setuju, SS: sangat setuju, *: pernyataan invers
Proporsi jawaban yang dominan pada komponen evaluasi konsekuensi secara berurutan (lihat Tabel 2), yaitu responden setuju bahwa 1 kg jumlah cabai kering yang setara dengan 3-4 kg cabai segar sangat penting, responden ingin menyimpan cabai dalam waktu yang lama, kualitas sambal sangat penting, dan harga cabai murah adalah hal yang penting. Kualitas sambal yang dihasilkan paling dipentingkan oleh responden, dimana jawaban setuju dan sangat setuju diberikan oleh hampir seluruh responden. Responden umumnya tidak setuju bahwa merebus cabai kering sebelum digunakan untuk membuat sambal dapat menyulitkan (pernyataan invers). Keharusan cabai kering direbus sebelum digunakan bukanlah aktivitas yang menyulitkan responden, sebab hal itu merupakan aktivitas yang biasa dalam proses memasak. Sebagian responden yang telah menggunakan cabai kering menyebutkan bahwa cabai kering cukup direndam dan di-blender. Secara umum skor sikap terhadap pembelian cabai kering berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 87 persen dari jumlah responden (lihat Tabel 3). Jika dilihat lebih terperinci, kategori sedang merupakan kategori yang dominan pada setiap kelas pendapatan. Namun terlihat adanya jangkaun data yang cukup berbeda pada ketiga kelas pendapatan dengan melihat skor minimum dan maksimum masing-masing. Skor minimum dan skor rata-rata pendapatan kelas 1 lebih besar dari kelas pendapatan kelas 2 dan kelas 3. Hal ini menunjukkan bahwa
24
responden rumah tangga dengan pendapatan kurang dari Rpi5i000i000 memiliki sikap yang lebih baik terhadap pembelian cabai kering dibandingkan kelas pendapatan di atasnya. Skor sikap terhadap pembelian cabai kering tertinggi sebesar 61 dan skor terendah sebesar 17. Responden yang memiliki skor sikap tertinggi adalah rumah tangga yang memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang cabai kering dan pernah mengkonsumsinya. Pengalaman dan pengetahuan tersebut umumnya diperoleh saat responden berada di beberapa daerah yang terbiasa dengan konsumsi cabai kering seperti Lombok, Kalimantan Selatan, Jawa Tengah atau ketika responden berangkat haji. Hal ini menunjukkan pengetahuan mempunyai hubungan yang positif terhadap sikap responden. Tabel 3 Sebaran responden berdasarkan tingkat sikap terhadap pembelian cabai kering Jumlah per kelas pendapatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 0 2 1 10 8 8 1 0 0 11 10 9 36-61 17-49 23-47 43.18 36.90 38.11
Tingkat sikap Rendah (5-30) Sedang (31-56) Tinggi (57-80) Total Minimum-Maksimum Rataan
n
%
3 26 1 30
1 87 3 100
Tabel 4 memperlihatkan skor rata-rata setiap pasangan penyataan kedua komponen sikap terhadap pembelian cabai kering. Setiap pasangan pernyataan mewakili sebuah konsekuensi dalam pembelian cabai kering. Setiap konsekuensi pembelian cabai kering mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap skor total sikap pada setiap kelas pendapatan rumah tangga. Ketiga kelas pendapatan memberikan penilaian yang berbeda pada konsekuensi harga cabai kering. Rumah tangga pendapatan kelas 1 meyakini bahwa harga cabai kering relatif lebih murah dari cabai segar. Selain itu rumah tangga pendapatan kelas 1 menilai bahwa harga cabai yang murah merupakan hal yang penting. Kedua hal tersebut membuat konsekuensi harga cabai kering memberikan kontribusi terbesar pada skor sikap terhadap pembelian cabai kering (12.09). Sebaliknya pada rumah tangga pendapatan kelas 2 dan kelas 3 menilai bahwa kualitas cabai lebih penting dibandingkan dengan harganya. Hal tersebut membuat konsekuensi harga cabai kering memberikan kontribusi terkecil pada skor sikap terhadap pembelian cabai kering (5.40 dan 6.33) pada kedua kelas pendapatan tersebut. Tabel 4 Sebaran skor rata-rata konsekuensi pembelian berdasarkan kelas pendapatan Konsekuensi pembelian cabai kering Rumah Tangga
Daya tahan produk
Kualitas sambal
Harga cabai kering
Kepraktisan penggunaan
Kelas 1 (n=11) Kelas 2 (n=10) Kelas 3 (n=9)
8.64 8.80 9.56
7.36 8.10 7.00
12.09 5.40 6.33
6.36 6.40 7.33
Volume cabai kering 8.73 8.20 7.89
25
Ketiga kelas rumah tangga relatif memiliki sikap yang sama pada konsekuensi manfaat daya tahan produk, kualitas sambal yang dihasilkan, kepraktisan cara menggunakan, dan perbandingan volume dengan cabai segar. Manfaat daya tahan produk memberikan skor terbesar sikap terhadap pembelian pada ketiga kelas pendapatan, di antara empat konsekuensi tersebut. Konsumen rumah tangga memiliki keyakinan yang sama bahwa cabai kering dapat disimpan untuk waktu yang lama (lebih dari 1 tahun). Namun rumah tangga pendapatan kelas 2 dan 3 kurang memiliki keinginan menyimpan cabai dalam waktu yang lama. Konsumen rumah tangga umumnya meyakini bahwa penggunaan cabai kering tetap menghasilkan tingkat kepedasan yang sama, namun menurunkan kualitas kesegaran sambal. Secara umum rumah tangga memiliki sikap yang rendah terhadap cabai kering karena selalu menggunakan cabai segar. Ada pun rumah tangga yang mempunyai pengalaman dalam mengkonsumsi cabai kering menyebutkan beberapa kelebihan cabai kering. Cabai kering dapat digunakan untuk mengentalkan sambal dan bumbu pada jenis masakan rendang, kari, dan campuran santan. Kebiasaan rumah tangga yang berbeda dalam membuat sambal mempengaruhi penilaian pada konsekuensi kepraktisan cara menggunakan. Rumah tangga yang terbiasa membuat sambal dengan menggunakan blender¸ menganggap bahwa cabai kering sama dengan cabai segar dalam aspek kepraktisan penggunannya. Namun rumah tangga yang menggunakan ulekan menilai bahwa cabai kering tidak praktis karena sulit untuk di-ulek. Konsekuensi volume cabai kering yang lebih banyak dari cabai segar pada jumlah (massa) yang sama, cukup memberikan kontribusi positif pada sikap terhadap pembelian. Namun skor rata-rata konsekuensi volume cabai kering lebih rendah dibandingkan skor rata-rata manfaat daya tahan cabai kering yang telah dibahas di atas. Hal ini menunjukkan konsekuensi daya tahan produk lebih penting dari konsekuensi volume produk. Norma subjektif Norma subjektif terdiri atas komponen keyakinan normatif dan motivasi mematuhi. Tabel 5 menunjukkan jawaban responden terhadap pernyataan kedua komponen tersebut. Proporsi terbanyak pada komponen keyakinan normatif adalah tidak setuju bahwa ada saran atau promosi untuk membeli cabai kering dari keempat referensi (pihak yang dianggap berkepentingan dan mempunyai harapan untuk responden membeli cabai kering). Proporsi tidak setuju terbanyak secara berurutan, yaitu iklan layanan masyarakat, komunitas ibu rumah tangga, acara memasak di televisi, dan penjual sayuran langganan. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak merasakan adanya dorongan dari lingkungan sosial untuk membeli cabai kering. Proporsi terbanyak pada komponen motivasi mematuhi berada adalah jawaban setuju pada setiap pernyataan. Proporsi terbanyak untuk mengikuti saran/promosi membeli cabai kering secara berurutan yaitu pada referensi komunitas ibu rumah tangga, diikuti acara memasak di televisi, iklan layanan masyarakat, dan penjual sayuran langganan.
26
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan pernyataan norma subjektif No 1 2 3 4
1 2 3
4
Pernyataan
STS
Keyakinan Normatif Komunitas ibu rumah tangga (tetangga/kelompok arisan) menyarankan saya untuk membeli cabai kering Acara masak-memasak TV favorit saya mempromosikan cabai kering untuk saya beli Pedagang sayur/supermarket sayuran langganan mempromosikan cabai kering untuk saya beli Iklan layanan masyarakat menganjurkan bahwa sebaiknya saya mulai membeli cabai kering Motivasi Mematuhi Saya ingin melakukan apa yang disarankan oleh komunitas IRT agar saya membeli cabai kering Saya ingin melakukan apa yang dipromosikan oleh acara masak favorit saya Saya ingin melakukan apa yang dipromosikan oleh pedagang sayuran/supermarket langganan untuk membeli cabai kering Saya akan mengikuti anjuran iklan layanan masyarakat untuk membeli cabai kering
Jawaban TS S
SS
12
17
1
0
8
18
4
0
9
16
5
0
14
15
1
0
3
7
20
0
5
6
19
0
5
8
17
0
4
7
19
0
Keterangan: STS: sangat tidak setuju, TS: tidak setuju, SS: sangat setuju
Skor norma subjektif secara umum berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 87 persen dari total responden (lihat Tabel 6). Skor norma subjektif dengan kategori rendah juga mendominasi pada ketiga kelas pendapatan. Skor maksimum pada ketiga kelas relatif tidak berbeda jauh, namun skor minimum pada pendapatan kelas 1 lebih besar dari skor minimum pendapatan kelas 2 dan kelas 3. Secara keseluruhan, rumah tangga pendapatan kelas 3 memiliki skor norma subjektif yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan kelas 1 dan kelas 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden rumah tangga pendapatan kelas 3 mempunyai tekanan sosial yang rendah dalam pembelian cabai kering. Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat norma subjektif Tingkat norma subjektif Rendah (4-24) Sedang (25-45) Tinggi (46-64) Total Minimum-Maksimum Rataan
Jumlah per kelas pendapatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 9 8 9 2 2 0 0 0 0 11 20 9 10-27 4-27 6-22 21.36 16.50 14.67
n
%
26 4 0 30
87 13 0 100
Tabel 7 memperlihatkan skor rata-rata setiap pasangan penyataan kedua komponen norma subjektif. Setiap pasangan pernyataan mewakili satu referensi dalam pembelian cabai kering. Setiap referensi mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap skor total norma subjektif pada setiap kelas pendapatan rumah tangga.
27
Sebagaimana yang dijelaskankan sebelumnya, seluruh responden menyatakan hampir tidak ada saran atau promosi dari keempat referensi untuk membeli cabai kering (komunitas ibu rumah tangga, acara masak di televisi, pedagang sayuran atau supermarket langganan, iklan layanan masyarakat). Hal ini menyebabkan komponen keyakinan normatif menyumbangkan skor yang bernilai 1.00 atau 2.00 terhadap skor rata-rata pada masing-masing referensi. Ada pun skor rata-rata setiap referensi dapat bernilai lebih dari 3.00 (lihat Tabel 7) disebabkan perkalian komponen keyakinan normatif dengan komponen motivasi untuk mematuhi. Tabel 7 Sebaran skor rata-rata setiap referensi dalam pembelian berdasarkan kelas pendapatan Rumah Tangga Kelas 1 (n=11) Kelas 2 (n=10) Kelas 3 (n=9)
Referensi dalam pembelian cabai kering Komunitas ibu Acara masak Penjual sayuran Iklan layanan rumah tangga di televisi langganan masyarakat 6.09 5.27 5.00 5.00 3.30 5.20 4.10 3.90 3.33 3.67 4.67 3.00
Tiga kelas pendapatan rumah tangga memiliki kecenderungan yang berbeda dalam komponen motivasi mematuhi referensi tertentu untuk membeli cabai kering. Rumah tangga pendapatan kelas 1 memiliki komponen motivasi mematuhi terbesar terhadap saran komunitas ibu rumah tangga (6.09). Rumah tangga pendapatan kelas 3 memiliki komponen motivasi mematuhi terbesar terhadap promosi pedagang sayuran atau supermarket. Rumah tangga pendapatan kelas 2 memiliki komponen motivasi mematuhi terbesar terhadap promosi acara masakmemasak di televisi. Promosi acara masak-memasak di televisi merupakan referensi yang memberikan pengaruh yang cukup besar pada ketiga kelas pendapatan untuk membeli cabai kering. Namun motivasi menggunakan cabai kering yang dilakukan karena adanya promosi oleh acara masak-memasak di televisi hanya dilakukan pada resep masakan tertentu. Skor norma subjektif yang paling rendah ditunjukkan oleh referensi iklan layanan masyarakat. Seluruh responden setuju bahwa saat ini tidak ada imbauan dari pemerintah untuk mengkonsumsi cabai kering. Motivasi untuk mematuhi imbauan iklan layanan masyarakat lebih besar pada rumah tangga pendapatan kelas 1 dibandingkan pendapatan kelas 2 dan kelas 3. Sosialisasi tentang manfaat dan keunggulan cabai kering merupakan satu upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan konsumen tentang cabai kering. Upaya tersebut pada akhirnya meningkatkan pengaruh lingkungan dalam pembelian cabai kering. Persepsi pengendalian perilaku Persepsi pengendalian perilaku terdiri atas komponen keyakinan pengendalian dan kekuatan faktor pengendalian. Tabel 8 memperlihatkan jawaban responden terhadap pernyataan pada kedua komponen tersebut. Proporsi terbanyak pada komponen keyakinan pengendalian adalah jawaban setuju pada faktor ketersediaan cabai kering di pasar terdekat yang dapat memudahkan pembelian cabai kering. Sebagian besar responden juga setuju bahwa harga cabai segar yang sangat mahal dapat mendorong pembelian cabai kering.
28
Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan pernyataan persepsi pengendalian perilaku No 1 2
1 2
Pernyataan
STS
Keyakinan Pengendalian Akan mudah bagi saya membeli cabai kering, jika cabai kering tersedia di pasar atau toko sayuran terdekat Harga cabai segar yang sangat mahal mendorong saya untuk membeli cabai kering Kekuatan Faktor Pengendalian Pasar atau toko sayuran terdekat menjual cabai kering Cabai merupakan sayuran yang memiliki fluktuasi harga yang tinggi
Jawaban TS S
SS
0
2
23
5
5
5
18
2
12
10
7
1
0
1
15
14
Keterangan: STS: sangat tidak setuju, TS: tidak setuju, SS: sangat setuju
Pada komponen kekuatan faktor pengendalian, proporsi terbanyak yaitu responden setuju bahwa cabai merupakan sayuran yang memiliki fluktuasi harga yang tinggi sehingga berpotensi pada peningkatan harga yang sangat mahal. Survei yang dilakukan mendekati bulan Ramadhan menguatkan persepsi responden bahwa harga cabai akan mahal pada bulan tersebut. Sementara itu, sebagian besar responden sangat tidak setuju bahwa pasar terdekat menjual cabai kering. Hanya sebagian kecil responden yang mengetahui keberadaan penjual cabai kering. Skor persepsi pengendalian perilaku secara umum berada pada kategori sedang dan rendah, dengan persentase masing-masing yaitu 50 persen dan 30 persen (lihat Tabel 9). Skor persepsi pengendalian perilaku pendapatan kelas 1 mayoritas berada pada kategori sedang, sedangkan pendapatan kelas 2 dan kelas 3 berada pada kategori rendah. Skor rata-rata persepsi pengendalian perilaku ketiga kelas pendapatan rumah tangga relatif sama, namun responden pendapatan kelas 3 mempunyai skor maksimum yang lebih tinggi dibandingkan kelas pendapatan yang lain. Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan tingkat persepsi pengendalian perilaku Tingkat persepsi pengendalian perilaku Rendah (2-12) Sedang (13-23) Tinggi (24-32) Total Minimum-Maksimum Rataan
Jumlah per kelas pendapatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 1 6 6 10 3 2 0 1 1 11 10 9 9-20 7-24 7-32 15.27 13.80 15.33
n
%
13 15 2 30
43 50 7 100
Tabel 10 menunjukkan skor rata-rata setiap pasangan penyataan kedua komponen persepsi pengendalian perilaku. Setiap pasangan pernyataan mewakili satu faktor dalam pembelian cabai kering. Setiap faktor mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap skor total persepsi pengendalian perilaku pada setiap kelas pendapatan rumah tangga.
29
Tabel 10 Sebaran skor rata-rata setiap faktor dalam pembelian berdasarkan kelas pendapatan Rumah Tangga Kelas 1 (n=11) Kelas 2 (n=10) Kelas 3 (n=9)
Faktor yang dapat mendorong pembelian cabai kering Ketersediaan cabai kering Harga cabai segar mahal 5.55 9.73 5.90 7.90 6.89 8.44
Konsisten dengan sikap terhadap pembelian, rumah tangga pendapatan kelas 2 dan kelas 3 relatif tidak meyakini bahwa faktor harga cabai segar yang sangat mahal merupakan faktor yang mendorong pembelian cabai kering. Hal tersebut ditunjukkan skor rata-rata harga cabai segar yang mahal pada pendapatan kelas 2 dan kelas 3 (7.90 dan 8.44) lebih rendah dari skor rata-rata pada pendapatan kelas 1 (9.73). Beberapa responden rumah tangga pendapatan kelas 2 dan 3 yang bersedia membeli cabai kering lebih dipengaruhi oleh kebutuhan tertentu. Sehingga pembelian cabai kering dapat dilakukan kapan saja, baik saat cabai segar harganya mahal maupun saat harga cabai segar sangat murah. Berbeda dengan rumah tangga pendapatan kelas 1 yang meyakini bahwa pembelian cabai kering didorong oleh faktor harga cabai segar yang sangat mahal. Faktor ketersediaan cabai kering dianggap paling memudahkan untuk pembelian cabai kering oleh ketiga kelas pendapatan. Namun saat ini ketiga kelas pendapatan tidak melihat keberadaan cabai kering di pasar atau toko sayuran terdekat. Tabel 10 menunjukkan rumah tangga pendapatan kelas 3 relatif lebih mengetahui ketersediaan cabai kering saat ini, baik di pasar tradisional maupun di pasar modern. Oleh karena itu, untuk meningkatkan persepsi pengendalian perilaku diperlukan kebijakan yang mendorong ketersediaan cabai kering di pasar tradisional maupun di pasar modern. Niat beli cabai kering Niat beli cabai kering (BI) diukur dengan empat pernyataan niat beli. Proporsi terbanyak yaitu jawaban setuju bahwa responden berniat membeli cabai kering jika cabai kering tersedia di pasar terdekat atau jika cabai segar sangat mahal (Tabel 11). Sebagian besar responden tidak setuju untuk berniat membeli cabai kering baik pada pekan ini maupun pada bulan ini. Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan pernyataan niat beli cabai kering No 1 2 3 4
Pernyataan Niat beli Saya berniat membeli cabai kering dalam pekan ini Saya berniat membeli cabai kering dalam bulan ini Saya berniat membeli cabai kering, jika cabai kering tersedia di pasar atau toko sayuran terdekat Saya berniat membeli cabai kering, jika harga cabai segar sangat mahal
STS
Jawaban TS S
SS
5 4
16 14
9 12
0 0
1
11
17
1
3
7
17
3
Skor niat beli cabai kering secara umum berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 77 persen dari total responden (lihat Tabel 12). Skor niat beli pada kategori sedang juga mendominasi di setiap kelas pendapatan. Skor rata-rata niat
30
beli pada masing-masing kelas pendapatan berturut-turut 10.73, 9.20, dan 8.89. Hal ini menunjukkan bahwa niat beli cabai kering pada responden pendapatan kelas 1 lebih tinggi dibandingkan pendapatan kelas 2 dan kelas 3. Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat niat beli cabai kering Jumlah per kelas pendapatan Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 1 2 3 9 8 6 1 0 0 11 10 9 8-13 4-12 5-11 10.73 9.20 8.89
Tingkat niat beli Rendah (4-8) Sedang (9-12) Tinggi (13-16) Total Minimum-Maksimum Rataan
n
%
6 23 1 30
20 77 3
Tabel 13 menunjukkan skor rata-rata setiap penyataan niat beli cabai kering pada setiap kelas pendapatan rumah tangga. Niat beli cabai kering pada rumah tangga pendapatan kelas 3 menunjukkan konsistensi dengan persepsi pengendalian perilakunya. Niat beli cabai kering lebih disebabkan oleh ketersediaan cabai daripada peningkatan harga cabai segar. Tabel 13 Sebaran skor rata-rata setiap pernyataan niat beli cabai kering berdasarkan kelas pendapatan Rumah Tangga Kelas 1 (n=11) Kelas 2 (n=10) Kelas 3 (n=9) Total (n=30)
Minggu ini 2.45 2.00 1.89 2.13
Niat beli cabai kering Jika tersedia di Bulan ini pasar terdekat 2.45 2.82 2.10 2.50 2.22 2.44 2.27 2.60
Jika harga cabai segar mahal 3.00 2.60 2.33 2.67
Faktor yang Berpengaruh terhadap Niat Beli Cabai Kering Model regresi linier digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap niat beli cabai kering. Nilai R2 pada model yang diperoleh yaitu sebesar 71.1 persen, artinya sebanyak 71.1 persen keragaman variabel niat beli cabai kering dapat dijelaskan oleh keragaman variabel independen dalam model, sedangkan 28.9 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Variabel independen secara bersama-sama signifikan berpengaruh nyata terhadap variabel niat beli cabai kering pada α = 0.05, karena α (0.05) lebih besar nilai p-value (0.000) pada hasil analisis ragam (lampiran 6). Model regresi linier berganda yang dihasilkan juga memenuhi asumsi metode OLS melalui sejumlah uji asumsi klasik. Pertama, melalui uji Glester tidak ditemukan gejala heteroskedastisitas dalam model, dimana p-value (0.923) pada hasil analisis ragam (Lampiran 7) lebih besar dari α = 0.05. Kedua, tidak ada autokorelasi dalam model yang ditunjukkan oleh nilai statistic Durbin-Watson sebesar 2.03038 (Lampiran 6). Ketiga, residual menyebar norma melalui uji normalitas (Lampiran 8). Keempat, tidak terjadi multikolinearitas yang
31
ditunjukkan oleh nilai VIF dibawah 10 (Lampiran 6) dan terdapat tiga variabel independen yang signifikan dengan R2 yang cukup tinggi. Nilai koefisien parameter ( ) pada variabel sikap terhadap pembelian cabai kering (X1), variabel norma subjektif (X2), dan variabel persepsi pengendalian perilaku (X3) lebih dari 0 (Tabel 14), artinya model yang diperoleh sesuai dengan asumsi pada Theory of Planned Behavior. Namun hanya variabel sikap terhadap pembelian cabai kering (X1) dan variabel norma subjektif (X2) yang signifikan berpengaruh terhadap niat beli cabai kering pada α = 0.05. Nilai koefisien parameter ( ) pada variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4) kurang dari 0, artinya asumsi yang diinginkan tidak terpenuhi ( > 0). Nilai koefisien parameter ( < 0) menunjukkan bahwa cabai kering merupakan produk inferior, sehingga semakin tinggi jumlah pendapatan rumah tangga per bulan semakin rendah niat belinya (jumlah cabai kering yang diminta). Variabel pendapatan rumah tangga per bulan (X4) signifikan berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering pada α = 0.10. Tabel 14 Analisis variabel fungsi niat beli cabai kering dengan regresi linier berganda Koefisien parameter Variabel independen p-value ( ) X1 (sikap terhadap pembelian cabai kering) 0.08755 0.040* X2 (norma subjektif) 0.16180 0.000* X3 (persepsi pengendalian perilaku) 0.02128 0.386 X4 (pendapatan rumah tangga per bulan) -0.01872 0.077* Persamaan fungsi niat beli cabai kering yang diperoleh yaitu: Ŷ = 1.00 + 0.0875X1 + 0.162X2 + 0.0213X3 - 0.0187X4 Variabel X1, X2, dan X4 merupakan variabel yang siginifkan berpengaruh nyata terhadap niat beli cabai kering. Setiap peningkatan 1 persen skor sikap terhadap pembelian cabai kering (X1) akan meningkatkan 0.0875 persen skor niat beli cabai kering (Y), ceteris paribus. Setiap peningkatan 1 persen skor norma subjektif (X2) akan meningkatkan 0.162 persen skor niat beli cabai kering (Y), ceteris paribus. Namun setiap 1 persen peningkatan pendapatan rumah tangga per bulan (X4) akan mengurangi skor niat beli cabai kering (Y) sebesar 0.0187, ceteris paribus. Persamaan niat beli cabai kering yang diperoleh menguatkan analisis deskripitif model TPB di atas. Rumah tangga pendapatan kelas 1 memiliki skor sikap pembelian terhadap cabai kering dan skor norma subjektif yang lebih besar dibandingkan rumah tangga pendapatan kelas 2 dan 3. Sehingga niat beli cabai kering rumah tangga pendapatan kelas 1 lebih besar dibandingkan rumah tangga pendapatan kelas 2 dan kelas 3. Pendapatan rumah tangga per bulan memiliki pengaruh negatif terhadap niat beli cabai kering. Semakin tinggi pendapatan rumah tangga per bulan, maka semakin rendah niat belinya untuk membeli cabai kering. Hal ini didukung oleh deskripsi niat beli di atas, bahwa skor niat beli semakin menurun seiring meningkatnya pendapatan rumah tangga per bulan.
32
Sensitivitas Harga Responden konsumen rumah tangga terbagi ke dalam tiga kategori sensitivitas harga (lihat Tabel 15). Sebanyak 23.3 persen responden tidak sensitif harga dalam pembelian cabai kering, artinya responden tersebut tetap membeli cabai segar dan tidak akan beralih ke produk cabai kering walaupun harga cabai segar mencapai lebih dari Rpi100i000. Responden tersebut sangat mementingkan atribut kesegaran cabai dan umumnya responden adalah rumah tangga dengan pendapatan di atas Rpi10i000i000 (n = 4) dan Rpi5i000i000 (n = 2). Sebagian besar responden memiliki sensitivitas harga sangat rendah atau rendah, yaitu sebanyak 60 persen. Hal tersebut ditunjukkan oleh kesediaan responden untuk mensubstitusi cabai segar menjadi cabai kering, ketika harga cabai segar minimal Rpi60i000 per kg. Sepuluh dari 18 responden tersebut baru memutuskan untuk beralih ke produk cabai kering jika harga cabai minimal telah mencapai Rpi80i000 per kg. Jumlah cabai kering yang bersedia dibeli berkisar dari 0.1 – 1 kg. Tabel 15 Sebaran sensitivitas harga pada pembelian komoditas cabai segar Kategori sensitivitas harga Jumlah responden Persentase Tidak sensitif harga 7 23.3 Senstivitas harga sangat rendah (atau rendah) 18 60.0 Tidak ada senstivitas harga dalam substitusi 5 16.7 produk cabai kering Jumlah 30 100.0 Pada saat harga cabai telah mencapai Rpi60i000 atau Rpi80i000 per kg, maka harga cabai telah mengalami peningkatan sekitar 500 persen atau 660 persen dari harga termurahnya (Rpi12i000 per kg). Jika konsumen baru beralih kepada produk cabai kering setelah peningkatan harga yang sangat besar tersebut, maka konsumen tersebut dikatakan memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah dalam pembelian cabai segar. Jumlah responden yang tidak sensitif harga dan responden yang memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah sejumlah 83.3 persen dari keseluruhan responden. Kondisi tersebut terkait dengan beberapa faktor yang disebutkan oleh Nagle dan Holden dalam Kotler (2003), dimana produk lebih berbeda dan produk diasumsikan mempunyai kualitas yang tinggi, serta pembeli tidak dapat membandingkan kualitas produk pengganti dengan mudah. Atribut kesegaran cabai segar merupakan indikator kualitas utama yang membedakannya dengan cabai kering. Meski responden mengetahui bahwa cabai kering dapat agak segar kembali setelah direndam dengan air panas, namun hal itu tidak dapat mendorong responden untuk menerima cabai kering. Secara keseluruhan, responden tidak dapat dengan mudah mempersepsikan perbandingan atribut rasa pedas antara cabai kering dengan cabai segar. Meskipun cabai kering mempunyai kelebihan dalam volume dan daya tahan (dapat disimpan lebih lama) namun hal tersebut tidak menjadi pertimbangan responden dalam pembelian cabai untuk keperluan masak sehari-hari. Untuk keperluan tertentu seperti memasak dalam jumlah banyak, kelebihan cabai kering dalam volume
33
dijadikan pertimbangan dalam membeli cabai kering dibandingkan dengan cabai segar. Responden yang memiliki kebutuhan tertentu dengan cabai kering, tidak terpengaruh oleh naik turunnya harga cabai segar dalam membeli cabai kering. Sebanyak 16.7 persen atau lima responden masuk dalam kondisi tersebut. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bagi kelima responden tersebut cabai kering dan cabai segar bukan produk yang saling mensubstitusi secara sempurna. Cabai kering digunakan oleh responden tersebut untuk kebutuhan tertentu atau resep masakan tertentu. Pembelian cabai kering dilakukan kapan saja ketika persediaan cabai kering habis. Proses Pembelian Cabai Kering Tipe situasi pembelian bisnis dalam pembelian cabai kering yang dilakukan oleh usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu adalah pembelian kembali langsung (straight rebuy). Tipe pembelian tersebut merupakan keputusan pembelian rutin dimana usaha bumbu memesan atau membeli cabai kering kembali kepada pemasok yang sama tanpa adanya modifikasi pesanan atau pembelian. Penetapan tipe situasi tersebut berdasarkan informasi bahwa cabai kering sudah lama digunakan sebagai bahan baku oleh responden ketika terjadi peningkatan harga cabai segar dan tempat pembelian yang sama dengan pembelian sebelumnya. Tahapan proses pembelian bisnis yang dilalui pada situasi tersebut hanya terdiri atas pengenalan masalah, deskripsi kebutuhan umum, pemilihan pemasok, dan spesifikasi pesanan rutin. Tahapan spesifikasi produk, pencarian pemasok, pengumpulan proposal, dan tinjauan ulang kinerja tidak dilakukan dalam keputusan pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling pada ketiga pasar tradisional. Khusus untuk tahapan spesifikasi produk dan pengumpulan proposal pemasok tidak pernah dilakukan pada awal keputusan pembelian cabai kering. Kedua tahapan tersebut umumnya dilakukan oleh perusahaan yang memiliki bidang fungsional manajemen yang lengkap, sedangkan usaha bumbu giling di ketiga pasar tradisional merupakan usaha perorangan yang tidak memiliki tim manajemen. Pengenalan masalah Proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling pada ketiga pasar tradisional diawali dengan tahapan pengenalan masalah. Permasalahan mahalnya bahan baku cabai giling mulai dirasakan oleh responden ketika cabai segar mengalami peningkatan harga yang signifikan. Saat harga cabai segar sudah mencapai Rpi25i000 - Rpi30i000 per kg, sebagian besar responden (n= 8) menilai bahwa cabai kering dapat menjadi bahan baku campuran dalam produksi cabai giling. Namun ada responden yang baru menggunakan cabai kering pada saat harga cabai segar mencapai Rpi38i000, Rpi40i000, dan Rpi60i000. Cabai kering dinilai relatif lebih murah dari cabai segar, karena 1 kg cabai kering dianggap setara dengan 3-4 kg cabai segar setelah direndam dengan air panas. Sedangkan penetapan harga cabai giling mengikuti harga cabai segar, dimana harga per kg cabai giling adalah harga per kg cabai segar ditambah biaya pengilingan. Biaya penggilingan berkisar antara Rpi2i000 – Rpi3i000.
34
Selain harga yang lebih murah, cabai kering dianggap dapat mengentalkan cabai giling yang dihasilkan. Kelemahan utama cabai kering yang diakui oleh seluruh responden adalah cabai kering yang digiling berwarna merah kehitamhitaman atau merah pucat. Namun kelemahan tersebut diatasi dengan mengatur jumlah campuran cabai segar sehingga cabai giling yang dihasilkan sama seperti cabai giling yang menggunakan 100 persen cabai segar. Pengenalan masalah yang dilakukan responden didominasi oleh rangsangan internal. Penilaian bahwa cabai kering dapat dijadikan campuran dalam produksi cabai giling sudah diketahui oleh responden sejak membuka usaha bumbu. Tahun pertama responden dalam menggunakan cabai kering berbeda-beda, diantaranya sejak tahun 1990-an, 2000-an, 2004, dan ada yang baru menggunakan kurang dari 5 tahun terakhir. Sebanyak tujuh responden menggunakan cabai kering sebagai bahan baku campuran sekaligus produk reseller. Konsumen yang membeli cabai kering dari usaha bumbu adalah produsen makanan ringan seperti mie lidi dan keripik pedas, dan usaha rumah makan seperti Mie Aceh. Deskripsi kebutuhan umum Kebutuhan umum cabai kering yang dideskripsikan oleh usaha bumbu giling terdiri atas karakteristik umum cabai kering dan kuantitas produk cabai kering yang dibutuhkan. Karakteristik cabai kering yang digunakan oleh seluruh responden adalah cabai merah besar yang dikeringkan. Seluruh responden tidak mendeskripsikan berapa kadar air atau grade cabai kering yang diperlukan. Namun responden memastikan bahwa cabai kering yang dibutuhkan tidak boleh berwarna kehitam-hitaman. Produk cabai kering berwarna kehitam-hitaman tersebut umumnya cabai kering yang dihasilkan dengan penyinaran matahari yang tidak merata. Sebagian responden menyebutkan bahwa tipe cabai kering seperti ini adalah yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri, namun ketersediaannya sangat jarang. Kuantitas produk cabai kering yang diperlukan bergantung dari jumlah cabai segar yang digunakan dalam produksi. Semakin sedikit jumlah cabai segar yang digiling semakin sedikit cabai kering yang dibutuhkan. Sehingga tidak ada responden yang memiliki kesamaan dalam menentukan jumlah campuran kedua jenis cabai tersebut. Jumlah cabai segar yang digiling per hari bervariasi mulai dari dibawah 10 kg, 15-30 kg, dan 50-60 kg. Jumlah cabai kering yang digunakan sebagai campuran juga bervariasi mulai dari 1-2 kg, 3-4 kg, 5 kg dan 10 kg. Penetapan standar tersebut juga berdasarkan fungsi cabai kering sebagai pengental bumbu. Semua penetapan komposisi tersebut diperoleh berdasarkan pengalaman produksi bumbu oleh responden, bukan berdasarkan penelitian khusus. Pemilihan pemasok Pemasok cabai kering yang dipilih oleh responden sama dengan pemasok pada pembelian sebelumnya. Lokasi pemasok yang dipilih oleh sebagian besar responden (n = 11) adalah Pasar Induk Keramat Jati Jakarta Timur, sedangkan tiga responden lainnya memilih pemasok di Pasar Induk Kemang Bogor. Kriteria utama pemilihan pemasok adalah harga cabai kering. Hampir semua respoden menilai bahwa harga cabai kering di Pasar Induk Keramat Jati lebih murah daripada Pasar Induk Kemang, sebab cabai kering di Pasar Induk Kemang
35
bersumber dari Pasar Induk Keramat Jati. Selisih harga cabai kering di kedua pasar tersebut berkisar Rpi1i000 – Rpi3i000 per kg. Berdasarkan informasi dari penjual cabai kering di Pasar Induk Keramat Jati bahwa harga cabai kering cenderung mengikuti perubahan harga cabai segar. Pada saat harga cabai segar murah, harga cabai kering per kg berkisar Rpi24i000 – Rp 28i000. Sedangkan saat harga cabai segar mahal, harga cabai kering berkisar Rp 34i000 – Rpi38i000 per kg. Pasar Induk Kemang menjadi pusat pembelian cabai segar untuk sebagian besar usaha bumbu giling pasar tradisional di wilayah Bogor. Hal ini menjadi alasan responden yang melakukan pembelian cabai kering di Pasar Induk Kemang, yaitu pembelian cabai kering dan cabai segar di lokasi yang sama untuk menghemat biaya transportasi. Jumlah pembelian cabai kering oleh responden di Pasar Induk Kemang rata-rata kurang dari 50 kg. Responden yang memilih Pasar Induk Keramat Jati melakukan jumlah pembelian yang beragam, yaitu jumlah pembelian minimal 100 kg (n = 4) dan jumlah pembelian kurang dari 50 kg (n = 7). Pertimbangan lain pemilihan pemasok di pasar induk ini adalah pembelian cabai kering bersamaan dengan pembelian jenis bumbu kering lain yang hanya terdapat di Pasar Induk Keramat Jati. Pertimbangan ini dimiliki oleh sebagian responden yang melakukan pembelian kurang dari 50 kg. Responden yang biasa membeli di Pasar Keramat Jati terkadang melakukan pembelian cabai kering di Pasar Induk Kemang untuk pembelian mendesak sebanyak 1-2 karung. Menurut informasi yang diperoleh dari pedagang cabai kering di Pasar Induk Keramat Jati dan Pasar Induk Kemang, cabai kering yang selama ini dijual merupakan cabai impor yang berasal dari India atau Thailand. Hal ini bersesuaian dengan data impor yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dimana sekitar 70 persen impor cabai merupakan jenis cabai kering. Jumlah impor cabai pada tahun 2013 yaitu 21 907.74 ton, sedangkan selama Januari hingga Februari 2014 jumlah impor cabai mencapai 3 264.13 ton (BPS 2014). Spesifikasi pesanan rutin Hampir seluruh responden melakukan pembelian langsung di lokasi pemasok berada, sedangkan hanya satu responden melakukan pembelian dengan memesan cabai kering kepada pemasok di Pasar Induk Keramat Jati, kemudian produk dikirimkan oleh pemasok. Jika produk tidak memenuhi kualitas yang diharapkan oleh responden, pemasok wajib untuk mengganti dengan produk yang lebih baik. Kuantitas yang diperlukan oleh responden bervariasi diantaranya 10 kg, 3050 kg, 100-200 kg, dan 200-300 kg. Frekuensi pembelian cabai kering sangat bergantung dengan pola komposisi penggunaannya. Sehingga frekuensi pembelian bervariasi, yaitu paling cepat 2 minggu sekali, sebulan sekali, dan sampai 3 bulan sekali. Pembelian hanya dilakukan saat harga cabai segar mahal menurut persepsi masing-masing responden.
36
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Sikap, norma subjektif, persepsi pengendalian perilaku dan niat beli cabai kering responden konsumen rumah tangga di wilayah Bogor menunjukkan kecilnya peluang substitusi cabai segar dengan cabai kering. 2. Faktor yang berpengaruh positif terhadap niat beli cabai kering adalah norma subjektif dan sikap terhadap pembelian cabai kering, sedangkan pendapatan rumah tangga per bulan berpengaruh negatif. 3. Responden konsumen rumah tangga memiliki sensitivitas harga yang sangat rendah, sehingga responden tidak akan mensubtitusi cabai segar dengan cabai kering ketika harga cabai segar masih dibawah Rpi60i000 per kg. 4. Usaha bumbu giling di Pasar Bogor, Pasar Anyar, dan Pasar Gunung Batu umumnya mulai membeli cabai kering saat harga cabai segar di atas Rp 30i000, dan jumlah cabai kering yang digunakan sebagai campuran bahan baku sangat bervariasi. Saran 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi permintaan cabai kering oleh rumah tangga sangat rendah, dimana cabai kering mulai dibeli saat harga cabai segar minimal sudah mencapai Rpi60i000. Usaha bumbu giling pun tidak akan menggunakan cabai kering jika harga cabai segar dalam kondisi normal. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa cabai kering tidak dapat mensubstitusi cabai segar untuk kebutuhan rumah tangga. Pengembangan produk cabai kering tetap diperlukan, namun orientasinya untuk pemenuhan bahan baku industri sekaligus sebagai produk substitusi cabai kering impor. 2. Upaya sosialisasi tentang manfaat dan kelebihan cabai kering merupakan strategi untuk meningkatkan niat beli cabai kering.
DAFTAR PUSTAKA Ajzen I. 1991. The theory of planned behavior. J Organizational Behavior and Human Decision Processes. 50 (2): 179-211. ----------. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior. Second edition. London (GB): Open University Pr/McGraw-Hill Education. Arafah W. 2010. Analisis anteseden dari sensitifitas harga produk sepatu di Jakarta. J Manajemen Teori dan Terapan. 3(2010): 56-80. Awwaliyah I. 2013. Pengetahuan, sikap, dan niat beli mahasiswa terhadap makanan organik: pendekatan Theory of Planned Behavior [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta (ID): BI. [BI] Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia 2013. Jakarta (ID): BI.
37
[BPS] Badan Pusat Statistik. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2012. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. Impor Menurut Komoditi 2013-2014. Jakarta (ID) : BPS. Dewi F, Yusalina. 2011. Aplikasi Theory of Planned Behavior pada analisis perilaku konsumen beras organik di Kota Bogor. Di dalam: [Rita N, Wahyu BP, Siti J, Popong N, Amzul R]. Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis. Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis. 2011 Des 7&14; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agribisnis FEM IPB. Elizabet B. 2008. Analisis loyalitas konsumen dan sensitivitas harga beberapa merek kecp manis di Kota Depok (kasus kecap merek Bango, ABC, dan Nasional) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Engel JF, Blackweel RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid I. Ed ke-6. Budiyanto, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. -------------------------------------------------. 1995. Perilaku Konsumen Jilid II. Ed ke-6. Budijanto, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Hamid A, Rodoni A, Dewi T, Hidayat E. 2006. Analisis durasi dan convexity untuk mengukur sensitivitas harga obligasi korporasi terhadap perubahan tingkat suku bunga (studi empiris pada obligasi-obligasi di Indonesia). J MAKSI. 5(2): 117-142. Herlambang ES. 2009. Kajian perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran teh herbal di Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hutabarat ND. 2008. Analisis perilaku konsumen sayuran segar pada supermarket foodmart di Plaza Ekalokasari [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Izdihar H. 2013. Motivasi dan persepsi petani kentang dataran tinggi Dieng terhadap pestisida organik serta analisisnya berdasarkan Theory of Planned Behavior [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Karbala A, Wandebori H. 2012. Analyzing the factors that affecting consumer’s purchase intention in Toimoi Store, Indonesia. Di dalam: [editor prosiding tidak diketahui]. 2nd International Conference on Business, Economics, Management and Behavioral Sciences (BEMBS’2012). 2012 Okt 13-14; Denpasar, Indonesia. Denpasar (ID). [80-83]. [Kemendag] Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Tinjauan Pasar Cabe Edisi: Cabe/September/2013. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan RI. Kottler, P. 2003. Marketing Management. Ed ke-11. New Jersey (USA) : Prentice Hall. Kotler P, Amstrong G. 2006. Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid 1. Ed ke-12. Bob Sabran, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Ling CY. 2013. Consumers’ purchase intention of green products: an investigation of the drivers and moderating variable. Elixir Marketing Mgmt. 57A(2013):14503-14509. Lipovetsky S, Magnan S, Polzi AZ. 2011. Pricing models in marketing research. J Scientific Research. 3(2011): 167-174. Nazir M. 2002. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
38
Nurlianti L. 2002. Analisis permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur di Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Statistik Harga Komoditas Pertanian 2013. Jakarta (ID): Sekretariat Jenderal Kementrian Pertanian. Putri NT. 2012. Analisis pengetahuan, sikap, dan pengaruhnya terhadap pembentukan intensi dan perilaku konsumsi beras merah (Oryza nivara) mengggunakan pendekatan Theory of Planned Behavior [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sanjatmiko P. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku nelayan artisanal memanfaatkan sumberdaya perikanan di Pantai Utara Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Salvatore D. 2005. Managerial Economics: Ekonomi Manajerial dalam perekonomian global. Ed ke-5. Budi IS, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Empat. Sari DR. 2013. Analisis sikap konsumen terhadap umbi-umbian sebagai alternatif diversifikasi pangan (kasus di Kota Bogor, Jawa Barat) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Satriana KP. 2013. Analisis permintaan cabai merah besar usaha restoran di Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Subekti P. 2008. Proses keputusan pembelian dan kepuasan petani terhadap benih jagung pioneer varietas P 12 di Kecamatan Caringin Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumarwan U. 2011. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia. Ed ke-2. Tariq MI, Nawaz MR, Nawaz MM, Butt HA. 2013. Customer perceptions about branding and purchase intention: a study of FMCG in Emerging Market. J. Basic Appl Sci Res. 3(2):340-347. Thomas RL. 1997. Modern Econometrics an Intoduction. Manchester (UK): Addison Wesley. Vitarini R. 2003. Mempelajari karakteristik pengeringan cabe merah (Capcisum annuum L.) dengan menggunakan microwave [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wijayanto H. 1994. Model linear terampat untuk analisis data preferensi (suatu alternatif pendekatan statistika dalam riset pemasaran) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
39
LAMPIRAN Lampiran 1 Perkembangan rata-rata bulanan harga eceran cabai merah besar di ibukota provinsi, Januari-Nopember 2013
39
40
Lampiran 2 Kuesioner sikap konsumen rumah tangga terhadap cabai kering Kuesioner Penelitian PROSES PEMBELIAN BISNIS DAN SIKAP KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP PRODUK CABAI KERING DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Oleh: Achmad Fachruddin (H351130746) Program Studi Magister Sains Agribisnis Mohon kesediaan Ibu untuk menjawab semua pertanyaan ini secara lengkap. Semua kerahasiaan responden akan aman dan terjaga. Terima kasih atas bantuan Ibu. Tanggal wawancara : ………………………………. A. Karakteristik konsumen 1. Nama : …….………………………… : …… tahun 2. Usia 3. Alamat : ……………………………….. 4. No Telepon Rumah/HP : ……………………………….. 5. Pendidikan terakhir (keterangan Lulus/Tidak Lulus): a. SD (….) c. D1 (….) g. S1 (….) b. SMP (….) d. D2 (….) h. S2 (….) c. SMA (.…) f. D3 (….) i. S3 (….) 6. Jumlah pendapatan keluarga (suami+istri) : Rp . . . . . . . . . . . . . . ./bulan 7. Apakah Ibu mengetahui tentang cabai kering yang dijual di pasar (sambil memperlihatkan contoh cabai kering)? a. Ya b. tidak 8. Apakah Ibu pernah membeli cabai kering? …………………………….. 9. Kapan pertama kali Ibu membeli cabai kering (bln/thn)? ….………….. 10. Di mana Ibu membeli cabai kering (bisa lebih dari 1 tempat)? ……….. 11. Berapa jumlah cabai kering yang dibeli (ons atau kg)? …….…….......... 12. Bagaimana frekuensi pembelian cabai kering tersebut? ……………….. 13. Untuk keperluan apakah cabai kering tersebut (motif)? ………………... Jawablah sesuai dengan keyakinan dan sikap Ibu mengenai pernyataanpernyataan berikut.
41
Keterangan: STS : Sangat Tidak Setuju (100% tidak setuju dengan pernyataan) TS : Tidak Setuju (tidak setuju dengan pernyataan) S : Setuju (setuju dengan pernyataan) SS : Sangat Setuju (100% setuju dengan pernyataan) B. Sikap Terhadap Pembelian Cabai Kering No Pernyataan Keyakinan Perilaku 1 Dengan membeli cabai kering, memungkinkan saya untuk menyimpan cabai dalam waktu yang lama 2 Jika saya membeli cabai kering, maka akan mengurangi kualitas sambal (tingkat kesegaran dan kepedasan) cabai yang saya buat 3 Dengan membeli cabai kering, saya memperoleh harga cabai yang lebih murah daripada harga cabai segar 4 Jika saya membeli cabai kering, maka saya harus merebus cabai kering sebelum digunakan untuk membuat sambal 5 Dengan membeli cabai kering pada jumlah tertentu, maka saya seperti memperoleh cabai segar 3-4 kali lebih banyak dari jumlah tersebut Evaluasi Konsekuensi 1 Saya ingin menyimpan cabai dalam waktu yang lama 2 Kualitas sambal cabai (tingkat kesegaran dan kepadasan) sangat penting bagi saya 3 Bagi saya, harga cabai yang murah adalah hal yang penting 4 Merebus cabai kering sebelum saya gunakan untuk membuat sambal sangat menyulitkan saya 5 Jumlah 1 kg cabai kering yang setara dengan 3-4 kg cabai segar sangat penting buat saya C. Norma Subjektif No Pernyataan Keyakinan Normatif 1 Komunitas ibu rumah tangga (tetangga/kelompok arisan) menyarankan saya untuk membeli cabai kering 2 Acara masak-memasak TV favorit saya mempromosikan cabai kering untuk saya beli 3 Pedagang sayur/supermarket sayuran
STS
TS
S
SS
STS
TS
S
SS
42
langganan mempromosikan cabai kering untuk saya beli 4 Iklan layanan masyarakat menganjurkan bahwa sebaiknya saya mulai membeli cabai kering Motivasi Mematuhi 1 Saya ingin melakukan apa yang disarankan oleh komunitas IRT agar saya membeli cabai kering 2 Saya ingin melakukan apa yang dipromosikan oleh acara masak favorit saya 3 Saya ingin melakukan apa yang dipromosikan oleh pedagang sayuran/supermarket langganan untuk membeli cabai kering 4 Saya akan mengikuti anjuran iklan layanan masyarakat untuk membeli cabai kering 5 Saya akan mengikuti keinginan suami/keluarga saya untuk membeli cabai kering D. Persepsi Pengendalian Perilaku No Pernyataan Keyakinan Pengendalian 1 Akan mudah bagi saya membeli cabai kering, jika cabai kering tersedia di pasar atau toko sayuran terdekat 2 Harga cabai segar yang sangat mahal mendorong saya untuk membeli cabai kering Kekuatan Faktor Pengendalian 1 Pasar atau toko sayuran terdekat menjual cabai kering 2 Cabai merupakan sayuran yang memiliki fluktuasi harga yang tinggi E. Niat Pembelian (TPB) No Niat pembelian cabai kering 1 Saya berniat membeli cabai kering dalam pekan ini 2 Saya berniat membeli cabai kering dalam bulan ini 3 Saya berniat membeli cabai kering, jika cabai kering tersedia di pasar atau toko sayuran terdekat 4 Saya berniat membeli cabai kering, jika harga cabai segar sangat mahal
STS
TS
S
SS
STS
TS
S
SS
43
F. Sensivitas Harga Pada Pembelian Cabai Segar Harga Cabai Segar per kg (dalam Cabai Kering yang Bersedia di Beli Rupiah) (Harga Rp 60.000 – 70.000 per kg) 20.000 (ke bawah) 30.000 35.000 40.000 45.000 50.000 55.000 60.000 65.000 70.000 75.000 80.000 85.000 90.000 100.000 (ke atas)
44
Lampiran 3 Kuesioner proses pembelian cabai kering oleh usaha bumbu giling
Kuesioner Penelitian PROSES PEMBELIAN BISNIS DAN SIKAP KONSUMEN RUMAH TANGGA TERHADAP PRODUK CABAI KERING DENGAN PENDEKATAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR
Oleh: Achmad Fachruddin (H351130746) Program Studi Magister Sains Agribisnis Mohon kesediaan Ibu/Bapak untuk menjawab semua pertanyaan ini secara lengkap. Semua kerahasiaan responden akan aman dan terjaga. Terima kasih atas bantuan Ibu/Bapak. Tanggal wawancara : ………………………………. A. Karakteristik pengusaha pengguna cabai kering 1. Nama : …….………………………… 2. Usia : …… tahun 3. Alamat : ……………………………….. 4. No Telepon Rumah/HP : ……………………………….. 5. Jenis usaha : ………………………………... 6. Produk yang dihasilkan : ………………………………... 7. Lokasi usaha : ………………………………... : Rp . . . . . . . . . . . . . . . ./bulan 8. Omzet usaha 9. Kapan terakhir kali membeli cabai kering?.............................................. 10. Kapan pertama kali membeli cabai kering (bln/thn)? ….………………. 11. Di mana membeli cabai kering (bisa lebih dari 1 tempat)? ……………. 12. Berapa jumlah cabai kering yang dibeli (ons atau kg)? …….…….......... 13. Bagaimana frekuensi pembelian cabai kering tersebut? ……………….. 14. Untuk keperluan apakah cabai kering tersebut (motif)? ……………….. B. Pengenalan Masalah (1) 1. Siapa yang pertama kali menyarankan menggunakan cabai kering sebagai bahan baku?
45
2. Apa manfaat (motif) menggunakan cabai kering dalam produksi (termasuk perbedaannya dengan bahan baku yang digunakan sebelumnya)? C. Deskripsi Kebutuhan Umum (2) Mempersiapkan deskripsi kebutuhan umum, isinya menggambarkan karakteristik dan kuantitas produk yang diperlukan. 1. Bagaimana karakteristik cabai kering yang dibutuhkan sebagai bahan baku? (jenis cabai, grade, kadar air, daya tahan) 2. Berapakah harga cabai kering termurah dan termahal yang bersedia dibayar? (dikaitkan dengan harga cabai segar) Harga cabai Jumlah yg dibeli Harga cabai Jumlah yang segar (Rp)
(kebutuhan
kering (Rp)
dibeli (kg)
awal) (kg)
3. Siapakah pihak yang dilibatkan dalam membuat komposisi pembelian cabai kering? D. Spesifikasi Produk (3) 1. Berapa proporsi cabai segar dan kering yang menjadi standar? 2. Bagaiamana penerapan harga jual produk? (1. murni cabai segar dan 2. campuran cabai segar+cabai kering) 3. Apakah pembeli mengetahui keberadaan bahan baku cabai kering pada produk yang dijual? E. Pencarian Pemasok (4) 1. Apakah pembelian cabai kering di Lapak yang sama dengan pembelian cabai segar? 2. Jika pembelian di lapak yang sama, apa alasan pembelian cabai kering di lapak tersebut? (kaitkan dengan kebutuhan umum, pelayanan lapak, mekanisme pembayaran atau keunggulan lain) 3. Jika pembelian di lapak yang berbeda, apa alasan membeli di lapak tersebut dibandingkan dengan lapak sebelumnya? (kaitkan dengan kebutuhan umum, pelayanan lapak, mekanisme pembayaran atau keunggulan lain)
46
F. Pengumpulan Proposal (5) Tahapan di mana pembeli mengundang pemasok bermutu untuk mengumpulkan proposal. G. Pemilihan Pemasok (6) Pembeli meninjau ulang dan proposal dan memilih satu atau beberapa pemasok. (memilah berbagai macam atribut dan kriteria sebagai dasar dalam keputusan) H. Spesifikasi Pesanan Rutin (7) Tahap dimana pembeli menulis pesanan akhir dengan pemasok terpilih, menyebutkan spesifikasi teknis produk, kuantitas yang diperlukan, waktu pengiriman yang diharapkan, kebijakan pengembalian dan jaminan. 1. spesifikasi teknis produk dan kuantitas yang diperlukan. Sudah ditanyakan pada tahapan 2 dan 3. 2. Apakah ada kesepakatan pembelian cabai kering yang rinci? (surat kerjasama, waktu pengiriman yang diharapkan, kebijakan pengembalian, dan jaminan) I. Tinjauan Ulang Kinerja (8) Pembeli menilai kinerja pemasok dan memutuskan untuk melanjutkan, memodifikasi, atau meninggalkan suatu kesepakatan.
47
Lampiran 4 Sebaran pendapatan rumah tangga responden Kelas 1 Responden (n)
Pendapatan
Kelas 2 Responden
Pendapatan
Kelas 3 Responden
Pendapatan
(Rupiah)
(n)
(Rupiah)
(n)
(Rupiah)
1
3,000,000
12
7,000,000
22
30,000,000
2
3,000,000
13
5,000,000
23
10,000,000
3
3,000,000
14
5,500,000
24
20,000,000
4
4,500,000
15
7,000,000
25
15,000,000
5
1,000,000
16
5,000,000
26
15,000,000
6
4,000,000
17
7,100,000
27
12,000,000
7
2,500,000
18
9,000,000
28
10,000,000
8
2,000,000
19
9,500,000
29
10,000,000
9
2,000,000
20
8,000,000
30
18,000,000
10
2,000,000
21
5,500,000
11
4,000,000
48
Lampiran 5 Skor variabel TPB dan variabel pendapatan rumah tangga Sampel rumah tangga (n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
BI (Y)
ATB (X1)
SN (X2)
PBC (X3)
I (X4)
2.25 3.00 2.50 2.75 2.75 3.25 3.00 2.75 2.50 2.75 2.00 3.00 2.25 2.75 2.50 2.25 3.00 1.50 1.00 2.25 2.50 1.25 2.25 2.75 2.50 1.50 2.50 2.75 2.50 2.00
8.20 8.40 8.80 9.00 7.60 12.20 8.00 9.00 8.80 7.20 7.80 5.60 6.80 9.80 7.80 9.80 9.40 3.40 6.60 7.20 7.40 7.60 8.20 7.80 8.00 4.60 9.40 8.20 7.00 7.80
6.00 6.75 2.50 6.75 5.25 6.00 6.00 6.00 6.00 5.00 2.50 6.00 4.50 3.50 6.25 2.00 6.75 1.50 1.00 5.75 4.00 1.50 3.25 5.25 4.50 2.25 5.50 2.50 4.50 3.75
7.50 4.50 7.50 10.00 7.50 9.00 9.00 7.50 7.50 9.00 5.00 6.00 6.00 5.50 9.00 12.00 8.50 3.50 3.50 9.00 6.00 3.50 10.50 16.00 6.00 5.50 6.00 5.50 6.00 10.00
3 3 3 4.5 1 4 2.5 2 2 2 4 7 5 5.5 7 5 7.1 9 9.5 8 5.5 30 10 20 15 15 12 10 10 18
49
Lampiran 6 Output model regresi niat beli cabai kering Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4
The regression equation is Y = 1.00 + 0.0875 X1 + 0.162 X2 + 0.0213 X3 - 0.0187 X4 Predictor Constant X1 X2 X3 X4
Coef 1.0001 0.08755 0.16180 0.02128 -0.01872
S = 0.312112
SE Coef 0.3385 0.04037 0.03917 0.02411 0.01014
R-Sq = 71.1%
PRESS = 3.53766
T 2.95 2.17 4.13 0.88 -1.84
P 0.007 0.040 0.000 0.386 0.077
VIF 1.3 1.5 1.3 1.3
R-Sq(adj) = 66.4%
R-Sq(pred) = 57.97%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source X1 X2 X3 X4
DF 4 25 29
DF
Seq SS
1 1 1 1
2.5785 3.0407 0.0305 0.3316
SS 5.9813 2.4353 8.4167
MS 1.4953 0.0974
F 15.35
P 0.000
Unusual Observations Obs 19 22 24 28
X1 6.6 7.6 7.8 8.2
Y 1.0000 1.2500 2.7500 2.7500
Fit 1.6270 1.4211 2.4985 2.0523
SE Fit 0.1356 0.2325 0.2287 0.0968
Residual St Resid -0.6270 -2.23R -0.1711 -0.82 X 0.2515 1.18 X 0.6977 2.35R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2.03038
50
Lampiran 7 Output uji glester (deteksi heteroskedastisitas) The regression equation is C10 = 0.340 - 0.0050 X1 + 0.0024 X2 - 0.0109 X3 0.00026 X4 Predictor Coef SE Coef Constant 0.3405 0.1989 X1 -0.00501 0.02371 X2 0.00240 0.02301 0.01417 X3 -0.01094 X4 -0.000258 0.005959 R-Sq = 3.4%
S = 0.183339 PRESS = 1.25044
T P VIF 1.71 0.099 -0.21 0.834 1.3 0.10 0.918 1.5 -0.77 0.447 1.3 -0.04 0.966 1.3
R-Sq(adj) = 0.0%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 4 25 29
SS 0.02990 0.84033 0.87024
MS 0.00748 0.03361
F 0.22
P 0.923
51
Lampiran 8 Plot uji normalitas Probability Plot of RESI3 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0 RESI3
0.2
0.4
0.6
0.8
-2.02801E-15 0.2898 30 0.093 >0.150
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada 28 Desember 1990, yang merupakan putra kedua dari Bapak Kurdi dan Ibu Siti Maulana (semoga Allah merahmatinya). Setelah menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan program Sinergi S1 – S2 di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan S1, penulis mendapatkan dukungan dari Beastudi Etos dan Beasiswa Aktivis Nusantara Dompet Dhuafa. Selama menjalani pendidikan S2, peneliti memperoleh dukungan Beasiswa Unggulan dari Biro Penerimaan Kerjasama Luar Negeri, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sejak tahun 2013 penulis terdaftar dalam pengurus Yayasan Al Fathon dan tenaga pengajar di BKBM Nurul Fikri Bogor.