54
Analisis Pengaruh Faktor Perilaku terhadap Cakupan ASI Eksklusif dengan Theory of Planned Behavior dan Health Belief Model di Kabupaten Bojonegoro Analysis Factors of Maternal Behavior in Exclusive Breastfeeding in Bojonegoro Based to Health Belief Model and Theory of Planned Behavior ESTI YULIANI* *Akademi
Kebidanan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro ABSTRACT
Exclusive breastfeeding was one government programs that target low coverage. One cause of low coverage of exclusive breastfeeding is the attitude, knowledge and behavior of poor mothers to exclusively breast program. The purpose of this research is to analyze the behavior factor in breastfeeding mothers in Bojonegoro theory approach to health belief model and the theory of planned behavior. This type of research is a cross-sectional analytic study approach. Population and the respondents in this study were mothers with infants aged 6 to 12 months. The study was conducted at the research Bojonegoro. The results are based on the results of multiple logistic regression together of the two theories can be seen that the Health belief models self-efficacy is dominant variable \ to the beta value of 5.215 with significant level 0.000 (p < 0.05). Meanwhile, in the theory of planned behavior showed that factors perceived of behavioral control with a beta value of 3.947 with significant level 0.000 (p< 0.05). The conclusion of this research is in both theories obtained results that the dominant variable is the perceived behavior control and self-efficacy, which means that the mother is able to breastfeed exclusively and have the freedom to breastfeed exclusively. Keywords: Exclusive Breastfeeding, Theory Health Belief Model and Theory of Planned Behavior Correspondence: Esti Yuliani, Jl. Kapten Sumitro No. 31 Bojonegoro, Indonesia, Email:
[email protected]. Telp. 081330585971 PENDAHULUAN Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan pada ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, neonatus dan bayi. Program Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan salah satu program pemerintah yang masih rendah cakupan targetnya, yang seharusnya patut menjadi prioritas karena ASI merupakan makanan yang sangat penting bagi tumbuh kembang bayi. Dari penelitian diketahui bahwa gangguan tumbuh kembang anak di bawah usia lima tahun (balita) di Indonesia antara lain disebabkan ibu tidak taat dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Depkes, 2002). Pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif menyebabkan kualitas kesehatan bayi akan menjadi buruk akibat pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak benar. MP-ASI yang kurang bersih dapat mengganggu sistem pencernaan yang selanjutnya berakibat pada gangguan pertumbuhan dan dapat meningkatkan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, ASI juga memiliki sejumlah keunggulan yaitu memiliki zat kekebalan untuk melindungi dari bahaya penyakit, infeksi, dan higienis. Setelah melewati tahap inisiasi menyusu dini seorang bayi seharusnya mendapatkan hanya ASI selama 6 bulan tanpa makanan pendamping atau yang
disebut ASI eksklusif, karena nutrisi yang terkandung dalam ASI sudah sangat lengkap untuk kebutuhan bayi. ASI merupakan satu-satunya makanan terbaik bagi bayi sampai berumur 6 bulan karena mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Keunggulan ASI yang berperan dalam pertumbuhan bayi dilihat dari protein, lemak, elektrolit, enzim dan hormon dalam ASI. Selain itu ASI selalu bersih, segar, warna, bau, rasa dan komposisi yang tidak dapat ditiru oleh susu lain. ASI bukan hanya merupakan sumber zat gizi bagi bayi, tetapi juga zat anti kuman yang kuat karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk suatu sistem imunologi (Roesli U, 2005). Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat di negara berkembang, saat melahirkan dan minggu pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar dua per tiga kematian terjadi pada masa neonatal, dua per tiga kematian neonatal tersebut terjadi pada minggu pertama dan dua per tiga kematian bayi pada minggu pertama tersebut terjadi pada hari pertama. Banyak tindakan yang relatif murah dan mudah diterapkan untuk meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Salah satunya adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir
Analisis Pengaruh Faktor Perilaku terhadap Cakupan ASI Eksklusif (Esti Yuliani)
atau biasa disebut inisiasi menyusui dini serta pemberian ASI Eksklusif. Hal ini didukung oleh pernyataan United Nations Childrens Fund (UNICEF), bahwa sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi. Edmond et al. (2006) juga mendukung pernyataan UNICEF tersebut, bahwa bayi yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan atau peluang untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Sehingga inisiasi menyusu dini diyakini mampu mengurangi risiko kematian balita hingga 22%. Berbagai penelitian telah mengkaji manfaat pemberian ASI eksklusif dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi, mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan anak, dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui program perbaikan gizi masyarakat telah menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%. Namun demikian angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan tren prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus menurun. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997–2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007. Permasalahan utama rendahnya angka cakupan ASI eksklusif adalah karena faktor sosial, kebiasaan, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung serta gencarnya promosi susu formula (Depkes, 2003). Menurunnya angka pemberian ASI eksklusif salah satunya disebabkan oleh adanya susu formula sebagai pengganti ASI. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro cakupan pemberian ASI eksklusif pada tahun 2008 adalah 42,21%, tahun 2009 mengalami kenaikan yaitu 48,28% sedangkan tahun 2010 cakupan ASI eksklusif sebesar 45,05%. Berdasarkan data di atas masalah penelitian ini adalah cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Bojonegoro masih rendah yaitu rata-rata sebesar 45,18% sedangkan target Nasional ASI eksklusif sebesar 80%. Mengacu pada perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Bojonegoro dengan pendekatan theory health belief model dan theory of planned behavior. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik. Pendekatan waktu yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah cross sectional. Populasi dalam
55
penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi 6–12 bulan yang ada di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan cara multistage random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner tersebut maka dilakukan uji coba kuesioner kepada 20 ibu bayi 6–12 bulan. Teknik analisis data secara deskriptif dengan menginterpretasikan hasil pengolahan dengan tabulasi dan uji statistik dengan regresi logistik berganda untuk mengetahui variabel independen mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ibu Menyusui Berdasarkan Pengetahuan dan Ekspose pada Media Massa. Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden paling banyak pada kategori kurang yaitu sebanyak kurang lebih 129 orang (53,9%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif lebih besar daripada ibu yang memberikan ASI eksklusif dilihat dari aspek pengetahuan. Proses penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan akan perilaku adalah melalui proses kesadaran, ketertarikan, menimbang baik dan buruknya, mencoba berperilaku baru dan menerima perilaku tersebut sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya. Pengetahuan merupakan domain yang paling berpengaruh untuk terbentuknya tindakan seseorang dan dari pengalaman akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Sehingga dalam upaya peningkatan cakupan ASI eksklusif juga perlu dukungan dari petugas agar pengetahuan ibu menyusui bisa lebih baik. Di dalam manajemen laktasi telah diatur Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) dengan maksud kesepuluh langkah tersebut dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan PP-ASI, tetapi apabila LMKM tidak dilaksanakan maka dapat menghambat keberhasilan pelaksanaan PP-ASI. Ekspose pada Media Massa Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan memengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspose terhadap media massa responden lebih banyak pada kategori pernah terpapar dengan media massa yaitu sebanyak kurang lebih 211 orang (88,28).
56 Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Adanya informasi yang baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan member dasar afektif dalam menilai sesuatu hal. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya. Theory of Planned Behaviour Sikap terhadap Perilaku Sikap terhadap perilaku (Fishbein yang dikutip Aldi, 2007) membedakan secara nyata antara kepercayaan terhadap objek dengan sikap terhadap objek. Sikap adalah kecenderungan seseorang merespons terhadap objek dengan cara menilai apakah objek tersebut baik atau buruk, menguntungkan atau merugikan. Dalam mengambil keputusan untuk melakukan suatu tindakan, seseorang akan dipengaruhi oleh keyakinannya akan hasil yang diperoleh bila melakukan tindakan tersebut. Kecenderungan reaksi ini dapat dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut. Penilaian tentang akibat dari perilaku tersebut merupakan hubungan positif atau negatif. Dari distribusi jawaban tersebut dapat diketahui bahwa responden menganggap bahwa pemberian ASI adalah suatu hal yang sangat penting, di mana responden banyak yang menjawab setuju bahwa memberikan ASI pada bayi adalah penting. Tetapi masih banyak juga responden yang menganggap bahwa memberikan susu formula itu lebih baik daripada memberikan ASI saja pada bayinya. Berdasarkan hasil penelitian sikap terhadap perilaku responden lebih banyak pada kategori sikap mendukung yaitu sebanyak kurang lebih 93 orang (38,9%). Kondisi ini akan memberikan kontribusi terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap dibedakan menjadi sikap positif, yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma yang berlaku di mana individu itu berada dan sikap negatif yaitu menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku di mana individu itu berada. Namun sikap bukan merupakan suatu faktor yang mutlak untuk melakukan tindakan, tetapi tidak terlepas dari faktor lain seperti pengetahuan, budaya dan adat-istiadat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Hamzah (2007) bahwa dalam pemberian ASI ada faktor lain yang memengaruhinya yaitu adat istiadat berupa pantang makanan.
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari–April: 54–59
Norma Subjektif Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap dukungan sosial (masyarakat, orang sekitar) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tingkah laku. Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari belief yang secara spesifik seseorang akan setuju atau tidak setuju untuk menampilkan suatu perilaku. Berdasarkan hasil penelitian norma subjektif responden lebih banyak pada kategori norma subjektif kuat yaitu sebanyak kurang lebih 96 orang (40,2%). Seorang individu akan berniat melaksanakan pemberian ASI eksklusif jika ia mempersepsikan bahwa orang lain yang penting berfikir bahwa ia seharusnya memberikan ASI eksklusif. orang lain yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat ataupun petugas kesehatan. Oleh karena itu untuk bisa meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif perlu adanya dukungan dari orang terdekat dari ibu menyusui khususnya suami. Penelitian Menon. (2001) di Bangladesh mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan dalam pemberian ASI eksklusif oleh ibu salah satunya dipengaruhi oleh peran suami. Peran suami tersebut merupakan bagian integral dari peran keluarga. Persepsi Mengontrol Perilaku Persepsi kemampuan mengontrol perilaku merupakan persepsi mengenai sulit atau mudahnya seseorang untuk menampilkan tingkah laku tertentu dan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu beserta halangan yang diantisipasi. Individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah mempunyai kemampuan atau tidak untuk melaksanakan perilaku itu. Persepsi kemampuan mengontrol perilaku menunjukkan suatu derajat di mana seseorang individu merasa bahwa tampil atau tidaknya suatu perilaku yang dimaksud adalah di bawah pengendaliannya. Orang cenderung tidak akan membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia percaya bahwa ia tidak memiliki sumber atau kesempatan untuk melakukannya meskipun ia memiliki sikap yang positif dan ia percaya bahwa orang lain yang penting baginya akan menyetujuinya. Dari distribusi jawaban responden terhadap persepsi pengendalian perilaku dapat diketahui bahwa kemampuan mengontrol perilaku sebagian besar responden adalah cukup di mana masih ada sebagian responden yang tidak setuju bahwa memberikan ASI adalah kewajiban ibu dan keputusan untuk memberikan ASI eksklusif bukan merupakan keinginan ibu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persepsi terhadap pengendalian perilaku lebih banyak pada kategori persepsi pengendalian perilaku cukup yaitu sebanyak 124 orang (51,9%). Niat dalam Pemberian ASI Eksklusif Penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan
Analisis Pengaruh Faktor Perilaku terhadap Cakupan ASI Eksklusif (Esti Yuliani)
suatu perilaku adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku tersebut dan norma subjektif. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, diharapkan semakin berhasil ia melakukannya. Intensi adalah suatu fungsi dari belief dan atau informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu hasil yang spesifik. Intensi bisa berubah karena waktu. Semakin lama jarak antara intensi dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan intensi. Distribusi jawaban responden terhadap niat untuk memberikan asi dapat diketahui bahwa niat ibu untuk memberikan ASI tidak kuat di mana sebagian responden menjawab tidak setuju terhadap niat memberikan ASI dimulai sejak melahirkan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa niat responden untuk memberikan ASI lebih banyak pada kategori berniat yaitu sebanyak kurang lebih 135 orang (56,5%). Sehingga untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif perlu adanya suatu bentuk pendekatan sehingga ibu menyusui ini mempunyai niat yang kuat untuk memberikan ASI secara eksklusif. Health Belief Model Persepsi terhadap Kerentanan atau Keseriusan Merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap seberapa parah konsekuensi fisik dan sosial dari penyakit yang akan dideritanya. Persepsi terhadap keseriusan dapat terbentuk dari informasi medis dan pengetahuan individu, namun juga dapat terbentuk dari kepercayaan individu tentang kesulitan dari sebuah penyakit tercipta atau memengaruhi hidup mereka secara umum. Kemudahan menderita penyakit adalah salah satu dari banyak persepsi yang digunakan dalam mendorong seseorang dalam menerima perilaku sehat. Semakin besar terhadap penerimaan terhadap risiko, semakin besar kemungkinan terciptanya perilaku yang dapat menurunkan risiko. Berdasarkan hasil penelitian kerentanan yang dirasakan responden lebih banyak pada kategori rentan atau serius yaitu sebanyak kurang lebih 94 orang (39,3%). Persepsi Ancaman yang Dirasakan Ketika persepsi tentang kemudahan menderita penyakit dikombinasikan dengan keseriusan, akan menghasilkan penerimaan ancaman. Hal ini mengacu kepada sejauh mana seorang berpikir penyakit atau kesakitan merupakan ancaman pada dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa persepsi ancaman yang dirasakan responden lebih banyak pada kategori ancaman positif yaitu sebanyak kurang lebih 171 orang (71,5%). Persepsi ancaman yang positif ini adalah ancaman yang atau risiko yang akan diperoleh jika ibu tidak memberikan ASI kepada bayinya.
57
Dengan hasil penelitian yang sebagian ibu persepsi ancamannya positif disini akan berpengaruh terhadap sikap ibu menyusui sehingga ia akan memilih memberikan ASI kepada bayinya, daripada ibu harus menerima risiko yang tidak menyenangkan bila ia tidak memberikan ASI kepada bayinya. Persepsi Manfaat yang Dirasakan Membentuk persepsi terhadap keuntungan yang akan diperoleh adalah opini individu itu sendiri terhadap kegunaan atau kemampuan perilaku baru dalam menurunkan risiko. Orang cenderung untuk mengembangkan perilaku sehat ketika mereka percaya bahwa perilaku baru tersebut akan menurunkan kemungkinan mereka untuk terkena penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan manfaat yang dirasakan responden dalam pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada kategori sangat bermanfaat yaitu sebanyak kurang lebih 103 orang (43,1%). Dengan ibu mengatakan bahwa ASI itu sangat bermanfaat maka akan meningkatkan niat ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif perlu dilaksanakan penyuluhan yang menekankan betapa penting manfaat pemberian ASI secara eksklusif. Persepsi yang Penghalang (Hambatan) yang Dirasakan Tindakan bisa saja tidak diambil seseorang, meskipun individu tersebut percaya terhadap keuntungan mengambil tindakan tersebut. Ini bisa saja terjadi yang disebabkan oleh adanya hambatan. Hambatan mengacu pada karakteristik dari pengukuran sebuah pencegahan seperti merepotkan, mahal, tidak menyenangkan. Karakteristik ini dapat menyebabkan individu menjauh dari tindakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa penghalang (hambatan) yang dirasakan responden dalam pemberian ASI eksklusif lebih banyak pada kategori hambatan lemah yaitu sebanyak kurang lebih 155 orang (764,9%). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu mempunyai persepsi bahwa pemberian ASI secara eksklusif bukanlah merupakan suatu halangan. Sehingga dengan demikian ibu akan lebih memilih memberikan ASI secara eksklusif. Faktor Pendorong Untuk Bertindak Timbulnya sesuatu perilaku memerlukan adanya pemicu (cues to action). Pemicu timbulnya perilaku adalah kejadian, orang atau barang yang membuat seseorang merubah perilaku mereka. Misalnya anggota keluarga yang mengalami suatu penyakit, laporan media massa, kampanye media massa, saran dari orang lain, poster dan label peringatan yang ada pada sebuah produk. Berdasarkan hasil penelitian faktor pendorong responden untuk bertindak memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada kategori dukungan lemah yaitu sebanyak kurang lebih 155 orang (64,9%).
58 Kemampuan Diri dalam Pemberian ASI Eksklusif Self efficacy adalah kepercayaan seseorang pada kemampuannya dalam melakukan sesuatu hal. Jika seseorang percaya bahwa sebuah perilaku baru bermanfaat untuk mereka, namun mereka berpikir tidak mampu untuk melaksanakannya, maka perilaku baru tersebut tidak akan dicoba untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian kemampuan diri responden untuk memberikan ASI eksklusif lebih banyak pada kategori mampu yaitu sebanyak kurang lebih 151 orang (63,2%). Kemampuan diri menunjukkan seberapa besar pengaruhnya terhadap niat memberikan ASI eksklusif. Sehingga untuk bisa meningkatkan cakupan ASI eksklusif hendaknya adalah juga bagaimana meningkatkan kepercayaan ibu menyusui terhadap kemampuannya memberikan ASI eksklusif. Perilaku Pemberian ASI Eksklusif ditinjau dari Theory of Planned Behavior dan Teori Health Belief Model Berdasarkan theory of planned behavior perilaku pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh niat dalam memberikan ASI eksklusif. Sedangkan niat memberikan ASI eksklusif dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi kemampuan mengontrol perilaku. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa niat dalam memberikan ASI eksklusif dipengaruhi secara signifikan oleh tiga variabel yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi kemampuan mengontrol perilaku. Sedangkan niat memberikan ASI eksklusif itu berpengaruh terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan teori ini penentu terpenting dari perilaku adalah intense untuk berperilaku. Intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku seseorang adalah kombinasi dari sikap untuk menampilkan perilaku dan norma subjektif. Jika seseorang mempersepsikan bahwa hasil dari menampilkan suatu perilaku tersebut positif, ia akan memiliki sikap positif terhadap perilaku tersebut. Teori ini menegaskan peran dari niat seseorang dalam menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi. Teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat seseorang dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa perilaku itu penting. Teori ini juga menjelaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki orang. Mereka berpikir tentang apa yang akan dilakukan orang lain (orang yang berpengaruh di dalam kelompok) pada situasi yang sulit. Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs) sikap (attitude) kehendak, intensi (intention) dan perilaku intensi merupakan prediktor terbaik dari perilaku. Jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut. Keuntungan teori ini adalah
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 1, Januari–April: 54–59
memberi pegangan untuk menganalisa komponen perilaku dalam item yang operasional. Bagaimanapun sejumlah pencegahan harus dipertimbangkan supaya model ini dipergunakan dengan tepat. Berdasarkan teori health belief model perilaku pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor yaitu kerentanan dan keseriusan yang dirasakan, faktor pendorong untuk bertindak, persepsi ancaman yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, persepsi penghalang (hambatan) yang dirasakan dan kemampuan diri. Teori health belief model adalah teori yang banyak digunakan pada pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Konsep utama dari teori HBM adalah bahwa perilaku sehat ditentukan oleh kepercayaan individu atau persepsi tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit. Namun demikian dalam HBM terdapat kelemahan di mana dalam model perilaku ini hanya memperhatikan keyakinan kesehatan. Orang dapat membuat banyak pertimbangan tentang perilaku, yang tidak ada kaitannya dengan kesehatan, tetapi masih ada pengaruhnya terhadap kesehatan. Dalam kedua teori tersebut (theory of planned behavior dan health belief model) diperoleh hasil bahwa variabel yang dominan adalah persepsi kemampuan mengontrol perilaku dan kemampuan diri yang berarti bahwa ibu mampu memberikan ASI eksklusif dan mempunyai kebebasan untuk memberikan ASI eksklusif. SIMPULAN Sikap terhadap perilaku paling banyak pada kategori sikap yang mendukung. Norma subjektif responden lebih banyak memilih pada kategori norma subjektif kuat. Persepsi terhadap pengendalian perilaku lebih banyak pada kategori persepsi pengendalian perilaku yang cukup. Niat responden untuk memberikan ASI lebih banyak pada kategori berniat yaitu sebanyak kurang lebih 56,5%. Ada pengaruh antara sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan persepsi kemampuan mengontrol perilaku terhadap niat memberikan ASI eksklusif. Ada pengaruh antara niat dan persepsi kemampuan mengontrol perilaku terhadap pemberian ASI eksklusif. Terdapat pengaruh persepsi terhadap kerentanan atau keseriusan yang dirasakan dan faktor pendorong untuk bertindak dengan persepsi ancaman yang dirasakan. Terdapat pengaruh persepsi ancaman yang dirasakan terhadap perilaku pemberian ASI eksklusif. Ada pengaruh persepsi manfaat, penghalang (hambatan), serta persepsi kemampuan diri terhadap pemberian ASI eksklusif. Dalam kedua teori tersebut (theory of planned behavior dan health belief model) diperoleh hasil bahwa variabel yang dominan adalah persepsi kemampuan mengontrol perilaku dan kemampuan diri yang berarti bahwa ibu mampu memberikan ASI eksklusif dan mempunyai kebebasan untuk memberikan ASI eksklusif.
Analisis Pengaruh Faktor Perilaku terhadap Cakupan ASI Eksklusif (Esti Yuliani)
59
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bagi pemerintah Kabupaten Bojonegoro agar mendukung program peningkatan pemberian ASI yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, khususnya dalam peningkatan kualitas hidup dengan memasukkan program ini ke dalam peraturan daerah atau APBD. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro agar meningkatkan kampanye peningkatan pemberian ASI untuk meningkatkan kepedulian lintas sektoral dan untuk memasyarakatkan penggunaan ASI yang baik dan benar, melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan PP-ASI. Kepada semua petugas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan agar mendukung perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui yang merupakan standar internasional. Bagi semua petugas pelayanan kesehatan yang melakukan pertolongan persalinan hendaknya melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang merupakan langkah awal menuju keberhasilan ASI eksklusif.
Ajzen I dan Fishbein M. 2005. Theory–based Behavior Change Interventions: comments on Hobbis and Sutton, Journal of Health Psychology. Vol. 10 No. 1. Hal: 27–31. Aldi N. 2007. Analisis Pengaruh Sikap, Norma Subjektif, dan Kontrol Perilaku, terhadap Niat Konsumen Melakukan Belanja dengan Media Internet (Online Shopping). Tesis: Program Magister Manajemen Jurusan Ilmu Sosial Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (http:/arc. ugm.ac.id/files.pdf). [Diakses tanggal 10 Maret 2012]. Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat. Menon P, Akhtar N, and Habicht J. 2001. An Ethnographic Study of the Influences of Maternal Decision-Making about Infant Feeding Practice in Rural bangladesh. Antwerp Belgium: Proceeding of the International Colloquium. D/2002/0450/1: 175–190. Notoatmojo S. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Roesli U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya.