Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior Hawa'im Machrus Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Urip Purwono Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran
Abstract This paper aimed to explain the measurement of theory of planned behavior. The measurement consisted in many factors: intention, attitude, subjective norm, normative belief, control belief and perceived behavior control. In every factor we suggested highly recommended items that could use in scale construction. Behavior measured by target, action, context and time approach. Keywords: theory of planned behavior, intention, behavior
Teori tindakan yang direncanakan (theory of planned behavior) mengemukakan bahwa tindakan manusia dibimbing oleh tiga macam faktor, yaitu keyakinan (belief) tentang hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil perilaku (behavior belief ), keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain, motivasi untuk menuruti dari adanya harapan tersebut (normative belief ), dan keyakinan tentang hadirnya faktor yang memfasilitasi atau menghambat perilaku, serta persepsi adanya power pada faktor tersebut (control belief ). Berdasarkan perspektif tersebut, maka keyakinan perilaku (behavior belief) menimbulkan sikap positif (favorable) atau negatif (unfavorable), terhadap perilaku tertentu, keyakinan normatif (nornative belief) mengakibatkan terbentuknya persepsi adanya tekanan (pressure) sosial untuk melakukan tindakan atau norma subjektif (subjective norm), dan control belief menimbulkan
persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control). Kombinasi dari sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control), mengakibatkan terbentuknya intensi perilaku (behavioral intention). Sebagai suatu kaidah umum bahwa sikap yang favorable disertai dengan norma subjektif (subjective norm) yang sesuai dan dengan adanya perceived control yang memadai, maka akan menyebabkan kuatnya intensi (intention) untuk berperilaku tertentu. Dengan derajat aktual control yang cukup terhadap suatu perilaku, maka individu akan mengekspresikan intensi (intention), jika kesempatan muncul. Akan tetapi karena banyak perilaku sulit untuk dilakukan karena minimnya pendukung internal dan lingkungan, dan dengan kemauan yang terbatas, maka perlu mempertimbangkan hadirnya persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) sebagai suatu yang dapat memacu
Korespondensi: Hawa'im Machrus, Departemen Psikologi Kepribadian dan Sosial Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks. (031) 5025910
64
INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior
timbulnya intensi (intention). Secara lebih lanjut bahwa persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) dapat sebagai pengendali kontrol aktual (actual control), dan memberikan prediksi terhadap perilaku.
Faktor keyakinan (belief) Bahwa serangkaian faktor perilaku tersebut, masih dipengaruhi pula oleh satu faktor yang sangat penting yaitu adanya faktor belief atau keyakinan, yang merupakan dasar penggerak dalam berperilaku. Faktor belief yang berpengaruh masing-masing terhadap sikap adalah behavior belief yaitu keyakinan bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam suatu tindakan, terhadap norma subjektif (subjective norm) adalah
keyakinan normatif (normative belief ) yaitu keyakinan bahwa tindakannya didukung atau tidak didukung oleh orang tertentu ataupun masyarakat, dan terhadap persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) adalah control belief yaitu keyakinan bahwa individu mampu melakukan tindakan karena didukung sumberdaya (resources) internal dan eksternal. Keyakinan (belief) berperan sentral dalam teori tindakan yang direncanakan (theory of
INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
planned behavior). Pengukuran keyakinan (belief), mendapatkan pondasi kognitif, yaitu mengapa responden memilih sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control), dan dengan dasar tersebut maka teori tersebut dapat digunakan sebagai suatu intervensi untuk perubahan prilaku dalam organisasi atau populasi penelitian. Keyakinan (belief) yang digunaklan adalah keyakinan (belief ) terkini yang merupakan kesiapan dalam ingatan responden, keyakinan (belief) yang penting terkait dengan variabel yang diteliti, yang dapat pula diketahui dari survey awal sebelum membuat alat ukur. Struktur teori tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Mengukur keyakinan perilaku (behavior belief) Mengukur keyakinan perilaku (behavior belief ) terkait dengan keyakinan personal (personal belief) atau modal accessible belief (keyakinan yang diperoleh dikaitkan dengan perasaan). Oleh karena itu dua pertanyaan haruslah ditanyakan, untuk mendapatkan hasil prilaku yang lebih baik. Sebagai contoh:
67
Hawaim Machrus Urip Purwono
Misalkan dalam pilot studi perilaku datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. tiap hari dalam satu bulan, dapat menyebabkan waktu istirahat terkurangi. Maka kekuatan belief dan evaluasi hasil, dapat diukur sebagai berikut sebagai suatu contoh. Contoh aitem kekuatan keyakinan perilaku (behavior belief ) Bapak/ibu yakin, datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. tiap hari dalam satu bulan, mengakibatkan kurangnya kesempatan bersama keluarga. Contoh aitem outcome evaluation Bapak/ibu meyakini kurangnya kesempatan bersama keluarga, karena disiplin kerja adalah sangat buruk Kekuatan keyakinan (belief) dan evaluasi hasil prilaku untuk pengukuran keyakinan (belief), merupakan informasi substantif tentang sikap, yang membimbing keputusan untuk melakukan tindakan, atau tidak melakukan tindakan tertentu, sebagai refleksi dari sikap. Ajzen dalam uraiannya mengenai keyakinan (belief) terkait dengan sikap, menyatakan bahwa sikap terhadap prilaku ditentukan oleh keyakinan (belief ) tentang konsekuensi perilaku, hasil (outcome), dan beban (cost) dalam hubungannya dengan obyek sikap (Ajzen, 2005). Kekuatan keyakinan (belief ) dan evaluasi hasil/yang diperkirakan secara kognitif, masuk dalam pembuatan kuesioner.
Mengukur keyakinan normatif (normative belief) Mengukur keyakinan normatif (normative belief) adalah mengikuti logika, seperti atau sama dengan pengukuran keyakinan perilaku (behavior belief). Dua pertanyaan hendaknya ditanyakan, berdasarkan acuan tersebut di atas. Contohnya, diasumsikan bahwa keluarga adalah salah satu referensi dari responden. Kekuatan keyakinan normatif (normative belief strength) atau kekuatan keyakinan normatif (normative belief ) digambarkan dalam aitem berikut. Keluarga saya berpikir bahwa saya akan datang tepat waktu di kantor, untuk
68
kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja tiap hari dalam satu bulan. Contoh aitem motivasi untuk melakukan Motivasi/dorongan saya untuk datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja setiap hari dalam satu bulan, didasarkan dari ada atau tidak adanya dukungan/dorongan keluarga saya terhadap kedisiplinan tersebut.
Mengukur keyakinan kontrol (control belief) Demikian juga bahwa dalam mengukur keyakinan kontrol (control belief), maka dua pertanyaan ditanyakan pada faktor kontrol tersebut. Contoh: asumsinya bahwa faktor kontrol, dilakukan dalam kaitannya dengan control belief strength dan control belief power. Contoh aitem control belief strength (kekuatan keyakinan kontrol) Saya meyakini bahwa kerja saya akan dapat berhasil baik, pada bulan yang akan datang. Control belief power (kaitan level tuntutan) Saya meyakini jika hasil kerja saya ditempatkan pada tuntutan level yang tinggi dibulan yang akan datang, maka bagi saya adalah sangat sulit untuk dilakukan
Pengukuran sikap Berbagai prosedur persekalaan sikap yang terstandar (skala likert, skala thurstone) dapat digunakan untuk mengukur perilaku responden. Akan tetapi pengukuran menggunakan semantic differential adalah juga merupakan pilihan yang lain. Semantic differential digunakan terhadap kata sifat yang berada pada kutub-kutub diseleksi, yang bersifat evaluatif. Peneliti memulai dengan set atau rangkaian besar antara 10 hingga 12 sekala. Rangkaian sekala adjective (kata sifat) itu, diambil dari yang sudah umum digunakan pada suatu populasi penelitian, dan berisi faktor evaluatif yang tinggi dari semantic differentials. Sebagian kecil dari subset skala yang menunjukkan konsistensi internal yang tinggi, diseleksi untuk mengukur sikap yang merupakan kuesioner yang final. Dari seleksi ini kemudian dapat dilakukan korelasi aitem dengan total skor untuk analisis
INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior
reliabilitas (cronbach alpha). Sikap terhadap prilaku didefinisikan sebagai evaluasi terhadap suatu prilaku tertentu atau obyeksikap. Pendekatan empirik memperlihatkan bahwa keseluruhan evaluasi sering berisikan dua komponen yang terpisah. Satu komponen adalah instrumental, yang berisikan adjective, seperti berharga (valuable)-tidak berharga (worthless), merugikan (harmfull) dan menguntungkan (beneficial). Komponen ke dua lebih pada kualitas pengalaman yang direfleksikan dalam sekala menyenangkan (pleasant)-tidak menyenangkan (unpleasant). Direkomendasikan serangkaian sekala yang diseleksi untuk pilot study, memasukkan komparasi-komparasi dari kata sifat (adjective) seperti contoh tersebut di atas. Demikian juga baik-buruk (good-bad), yang dapat mencakup keseluruhan evaluasi dengan baik.. Perhatian perlu dalam merancang kuesioner yaitu pada kuesioner positip (favorabler) dan negatip (unfavorable) yang berguna dalam memeberikan caunter pada suatu respon. Untuk memberikan ilustrasi pengukuran sikap, dapat dilihat contoh sebagai berikut ; Bagi saya datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja adalah, Tidak berguna -----------(Harmfull) Menyenangkan ----------(pleasant) Baik (good) ----------------
berguna (beneficial) tidak menyenangkan (unpleasant) Buruk (Bad) Tidak bernilai ------------- Bernilai (worthless) (valuable) Menikmati ---------------- Tidak menikmati (enjoyable) (unenjoyable) Mengukur norma subjektif (subjective norm) Beberapa pertanyaan yang berbeda dapat dirumuskan, untuk mendapatkan pengukuran norma subjektif (subjective norm). Ilustrasinya adalah sebagai berikut. Kebanyakan orang yang penting bagi saya, berpikir bahwa saya sebaiknya datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
Saya menyetujui bahwa orang (penting) dalam hidup saya mempunyai pendapat, bahwa saya lebih bernilai jika datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja.
Pengukuran perceived behavior control Pengukuran perceived behavior control harus dapat menangkap kepercayaan (confidence) orang/subyek penelitian, bahwa ia mampu melakukan suatu tindakan tertentu disebabkan memiliki resources internal dan eksternal yang memadai. Aitem yang bervariasi digunakan untuk maksud ini. Beberapa aitem memang disadari dibuat atau dikerjakan dengan cukup sulit, yaitu untuk dapat mencerminkan bahwa subyek mampu atau dapat melakukan tindakan. Aitem semacam ini diharapkan dapat menangkap persepsi responden tentang kemampuannya melakukan suatu tindakan. Dalam hal ini Ajzen menyatakan responden meyakini bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan tertentu. (Ajzen, 2005). Contoh aitemnya adalah sebagai berikut. Bagi saya datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja, dalam satu bulan, adalah tidak mungkin. Jika saya mau, saya dapat datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja.tiap hari dalam satu bulan. Sangat mungkin atau tidak mungkin bagi subyek, untuk melakukan tindakan tertentu (terkait dengan personal resources and environment). Sangat benar, jika subyek mau, subyek dapat melakukan tindakan tertentu (terkait personal resources and environment). Aitem yang lain berisikan kemampuan kontrol perilaku (behavior control ability) yaitu ke m a m p u a n m e n go n t ro l p e r i l a k u a t a u mengendalikan prilaku untuk mencapai tujuan. Contoh: Seberapa besar kontrol/pengendalian diri, agar prilaku terarah/terfokus pada prilaku tertentu/tujuan tertentu, seberapa tinggi pengendalian diri, agar suatu prilaku tertentu tidak terlewatkan, dan subyek dapat melakukan
69
Hawaim Machrus Urip Purwono
tindakan/kegiatan tertentu.
Pengukuran intensi (intention) Banyak studi dengan hasil yang memberi penguatan pada proposisi bahwa intention untuk berperilaku, dapat diprediksikan dari sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control). Dari hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa intensi (intention), sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) memiliki prediksi yang akurat, terkait dengan perilaku/performance atau kinerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari intensi (intention), sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) akan dapat berpengaruh/ada hubungan dengan perilaku/performance atau kinerja. Multiple correlation yang dilakukan menunjukkan korelasi yang bergerak dari 0,62 sampai dengan 0,89. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), dan persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control), memiliki kontribusi terhadap intensi (intention) (Ajzen, 2005) Beberapa aitem digunakan untuk mengukur behavior intention, seperti terlihat pada contoh berikut. Saya berniat untuk datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. Saya akan mencoba untuk datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. Saya merencanakan (plan), untuk datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja. Dari contoh di atas menunjukkan bahwa aitem intensi (intention) hendaknya berisikan niat melakukan, usaha mencoba, dan merencanakan suatu tindakan yang bertujuan.
Pengukuran perilaku (behavior) Pengukuran behavior/perilaku berdasarkan pendekatan Target, Action, Context, Time, atau disingkat TACT.
70
Sebagai misal, perilaku datang tepat waktu di kantor, untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja pada bulan yang lalu. Perilaku tersebut berdasar prinsip tact dapat dijelaskan sebagai berikut. Datang tepat waktu di kantor (action), untuk kedisiplinan dalam memenuhi aturan kerja (context) pada bulan yang lalu (time). Pengukuran perilaku (behavior) diharapkan dapat memenuhi kriteria tersebut, kecuali dalam hal waktu (time) dapat ditoleransikan. Pemenuhan prinsip tersebut diharapkan dapat mendeteksi kuatnya perilaku responden.
Prinsip compatibility Semua konstruk, yaitu sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) dan intensi (intention), didefinisikan/diberikan pemahaman secara eksak, dan dalam term atau suatu kejadian yang sama. Prinsip compatibility menyatakan bahwa semakin mirip elemen target, action, context dan time satu indikator dengan indikator lainnya, maka semakin tinggi korelasinya antara sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), dan persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control). Pemahamannya bahwa suatu perilaku dapat diukur dengan baik, disebabkan dideteksi dari sikap (attitude) , norma subjektif (subjective norm), dan persepsi atas kontrol perilaku (perceieved behavior control), berdasar indikator yang sama atau mendekati kesamaan.
Spesifikasi dan generality Elemen TACT adalah sepesifik, akan tetapi adalah juga mungkin untuk meningkatkan pada level generality, dari satu atau lebih elemen yang diartika sebagai agregation. Dari kenyataan misal elemen waktu, seperti pada bulan yang akan datang, dapat diartikan/didefinisikan sebagai level general, dibandingkan dengan misal pada hari senin pada jam 08.00 pagi. Ini adalah spesifik. Level general tersebut dalam aitem berupa jangka waktu tertentu, dapat mendiferensiasi respon responden yang satu dengan yang lainnya, yang membedakan perilaku yang kuat dengan yang lemah. INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
Pengkuran Perilaku berdasarkan Theory of Planned Behavior
Untuk mengukur perilaku seperti contoh yang diberikan di atas, dapat mengobservasi secara aggregate pada keseluruhan bulan atau perilaku satu bulan yang merupakan aggregate dari perilaku-perilaku. Jika dianalisis dapat mencerminkan konsistensi perilaku. Melihat perilaku pada hanya pada suatu kejadian adalah restrictive (membatasi), dengan dampak kurang dapat mendeteksi kuatnya perilaku, yang dapat dicerminkan dari banyak nilai/perilaku yang dipraktekkan. Dalam hal ini banyak perilaku yang m e r u pa ka n e ks pre s i n i l a i . Pe m b a t a s a n pengukuran hanya pada suatu kejadian dapat mengurangi keinginan mengukur prilaku untuk mendapatkan reliabilitas dan validitas prilaku yang diharapkan. Sesuai dengan itu maka banyak kasus yang mungkin tidak menjadi minat peneliti pada konteks kasus tersebut. Peneliti juga tentunya ingin memprediksi dan memahami perilaku, tidak hanya pada konteks di rumah, di kantor, atau tempat teman, dimana perilaku tersebut terjadi, akan tetapi dapat menggunakan pendekatan penggeneralisasian, yaitu tidak hanya pada satu konteks, yaitu dengan merekam seberapa sering suatu perilaku dinampakkan pada konteks yang relevan. Penjelasan ini menunjukkan bahwa generality dimaksudkan dalam pengukuran hendaknya dilakukan juga pada beberapa konteks/tempat suatu prilaku termanifestasikan sehingga memperkuat validitas dari prilaku yang ingin diukur. Argumen juga dapat dibandingkan yaitu pada elemen (kecil) dari tindakan. Peneliti mungkin dapat berfokus pada faktor general dalam membuat kuesioner. Akan tetapi di pihak lain, dimana dalam suatu kasus peneliti ingin menggeneralisasikan dari berbagai bentuk prilaku yang sejenis, dan jika peneliti melakukan hal tersebut, maka peneliti dapat salah dalam mendiskripsikan prilaku pada responden. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menanyakan prilaku sejenis pada tempat yang berbeda, maka kesimpulannya dapat ambigu (ambiguous), dan sikap terhadap perilaku-perilaku tersebut dapat dipengaruhi oleh suatu pengalaman yang paling
INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010
baru, yang dalam waktu tertentu dapat timbul, yang diakibatkan oleh satu atau sebab lain dari pertanyaan. Oleh karena itu prinsip generality itu diperbolehkan, akan tetapi hanya pada perilaku yang sama dengan tempatnya yang dapat berbeda.
Variabel prediktor Sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), persepsi atas kontrol perilaku (perceived behavior control) dan intensi (intention), selalu diukur secara langsung, dalam arti menggunakan prosedur persekalaan yang setandar. Ketika mengembangkan persekalaan, pengukuran tersebut haruslah compatible, dengan perilaku sesuai dengan istilah TACT sebagai suatu elemen. Peneliti seringkali keliru mengasumsikan bahwa pengukuran langsung dari konstruksi teori, adalah didapatkan dengan menseleksi pertanyaan atau mengadaptasi pertanyaan yang digunakan pada studi yang terdahulu (yang telah dilakukan). Meskipun pendekatan ini dapat menghasilkan yang dimaksud, akan tetapi dapat menghasilkan pengukuran dengan reliabilitas yang relatif rendah, dan juga menyebabkan estimasi yang rendah, dari hubungan antara konstruksi teori dengan validitas prediktif. Untuk mendapatkan reliabilitas yang aman pengukuran konsistensi internal adalah perlu untuk menseleksi aitem yang sesuai, pada tahap formatif, dari proses penelitian. Aitem yang berbeda dapat digunakan untuk prilaku yang berbeda, dan untuk populasi yang berbeda pula. Pada kuesioner yang final, aitem yang berbeda yang mengukur konstrak tertentu (sama), diharapkan dipisahkan, dan dalam order non systematic (tidak dalam keseragaman), berselangseling (interspersed) dengan aitem untuk konstrak yang lain. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kuesioner yang sudah digunakan orang lain, sudah barang tentu tidak disarankan, karena menghasilkan pengukuran dengan reliabilitas rendah, dan estimasi yang rendah pada prilaku sebagai hasil pengukuran tersebut.
71
Hawaim Machrus Urip Purwono
PUSTAKA ACUAN Ajzen I. (2005). Attitude personality and behavior (Second Edition). London: Open University Press
72
INSAN Vol. 12 No. 01, April 2010