PRAKTEK PERKAWINAN JUJUR ANTARA MASYARAKAT BATAK DENGAN MASYARAKAT MINANGKABAU DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN
1
Tagor Raudy1, Yanzalzisatry1, Desmal Fajri1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email:
[email protected]
ABSTRACT Batak tribal communities so many immigrants in the district Panti, became one of the reason for the marriage between Batak tribe to tribe un the district Panti Minangkabau Pasaman. The marriage is usually done with an honest marriage. Issues to be observed is how the implementation of honest marriage and what the legal consequences of the marriage. In this study the authors used sociological law research, the data is essentially obtained by direct research in the field, for data collection used interview techniques, which first prepare a list of questions in the form of open as a means of data collection. Data were analyzed qualitatively. Of this study concluded that, in order to carry out the marriage between the Batak with Minangkabau society, in advance of the Minangkabau people appointed Batak tribe using traditional ceremonies and marriage that is used is customary marriage honest. As a result of marriage for the Minangkabau people will be Batak society, for the usband/wife from the Minangkabau etnich marriage were not caused separated from her biological relatives. Against a child, that child will still inherit the clan and tribe from both parents and children closer spiritual relationship to his father’s family. To property acquired before the marriage remains of each depending on the agreement, the property during the marriage will be controlled by husband. The legacy of that boy that can be in herited, while girls only get grants.
Keywords: Marriage, customs, heritage, due to legal.
membentuk suatu keluarga dalam ikatan
Pendahuluan Perkawinan tidak dapat dipisahkan
perkawinan.
dengan kehidupan manusia itu sendiri. sejak
dilahirkan
ditakdirkan pasangan
untuk agar
kedunia saling
hidup
Dalam hukum positif Indonesia,
manusia
masalah perkawinan telah diatur dalam
berpasang-
bersama
hukum Undang-undang Nomor 1 tahun
untuk
1974 tentang perkawinan. Menurut pasal 1 1
2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974,
Sumatera
‘’Perkawinan adalah ikatan lahir batin
merupakan
antara seorang pria dengan seorang wanita
Minangkabau dan suku Batak. Terjadinya
sebagai
tujuan
percampuran antara masyarakat Batak
keluarga yang bahagia dan
dengan masyarakat Minangkabau hal itu
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
terjadi salah satunya dikarenakan ketika
Esa.
masyarakat Batak menjadi perantau di
suami
membentuk
isteri
dengan
Barat
yaitu
campuran
masyarakatnya antara
suku
Indonesia yang terdiri dari berbagai
Sumatera Barat khususnya di Pasaman
suku, budaya, dan adat istiadat yang
sehingga menyebabkan perkawinan antara
berbeda
kedua suku tersebut.
mengalami beragamnya
etnis
budaya yang ada. V.V Hoven pada
Oleh karena sistem keturunan dan
dasarnya membagi-bagi seluruh wilayah
kekerabatan antar suku bangsa yang satu
Indonesia dalam 19 wilayah masyarakat
dengan
adat, dimana yang setiap wilayah itu
lingkungan hidup dan agama yang di anut
memiliki
juga berbeda, maka sistem perkawinan
diantaranya
adat yaitu
yang
berbeda-beda,
wilayah
masyarakat
Batak dan Masyarakat Minangkabau1. Kabupaten
Pasaman
lain-lain
berbeda,
termasuk
bagi masyarakat adat yang berbeda-beda ini tentu saja akan menimbulkan akibat
merupakan
hukum yang berbeda beda pula.
paling utara dari provinsi Sumatera Barat
Berdasarkan latar belakang tersebut
dan sangat strategis karena berada pada
peneliti ingin mengungkapkan bagaimana
jalur lintas Sumatera dan berbatasan
praktek perkawinan antar suku berbeda
langsung
tersebut dengan judul
sehingga
dengan
Sumatera
memiliki
keunikan
Utara, dari
kabupaten-kabupaten lainnya yang ada di 1
Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, hlm.280.
3 ‘’ ANTARA
PRAKTEK
PERKAWINAN
MASYARAKAT
DENGAN MINANGKABAU
DI
BATAK
jalur lintas Sumatera dan berbatasan
MASYARAKAT
langsung dengan Sumatera Utara dan
KECAMATAN
Provinsi Riau. Secara lengkap daerah yang
PANTI KABUPATEN PASAMAN’’ Dalam
dan sangat strategis karena berada pada
ini
penulis
yaitu
penelitian
hukum
kabupaten Mandailing provinsi Sumatera
sosiologis, yang data pokoknya diperoleh
Utara, sebelah timur berbatasan dengan
dengan penelitian langsung dilapangan,
kebupaten Kampar Provinsi Riau, sebelah
untuk pengumpulan data digunakan tehnik
selatan
wawancara langsung dengan informan
Agam dan sebelah barat berbatasan dengan
yang terdiri dari suami/isteri yang pernah
Pasaman Barat.
melakukan perkawinan antar suku tersebut
Adapun
menggunakan
penelitian
berbatasan dengan kabupaten Pasaman
jenis
sebelah utara berbatasan dengan
berbatasan
dengan
kabupaten
batasan
wilayah
dan juga dari tetua adat Batak maupun adat
Kecamatan Panti ini, sebelah selatan
Minangkabau yang ada di Kecamatan
berbatasan dengan Kecamatan Padang
Panti, yang terlebih dahulu menyiapkan
Gelugur, sebelah utara berbatasan dengan
daftar pertanyaan dalam bentuk terbuka
dengan Kecamatan Rao Mapat Tunggul,
sebagai alat pengumpul data. Data yang
sebelah
diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Kampar provinsi Riau, sebelah Barat
Hasil dan Pembahasan
berbatasa dengan Kecamatan Duo Koto
A. Pelaksanaan Perkawinan Jujur Antara Masyarakat Batak dengan Masyarakat Minangkabau Di Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman Kabupaten
Pasaman
merupakan
palinh utara dari provinsi Sumatera Barat
Utara
berbatasan
Kabupaten
Kabupaten Pasaman Barat. Bapak M. Nur Dt. Mandindiang Alam tokoh masyarakat Minangkabau di Kecamatan
Panti
mengatakan
Bahwa
orang Batak sudah merupakan saudara
4 bagi mereka, hal ini disebabkan karena
perkawinan dan sistem kekerabatan uang
sudah
akan
lamanya
secara
bersama-sama
dipakai,
karena
perkawinan
mereka bergaul dan membangun kawasan
disamping sacral, religious, suci dan
ini menjadi suatu wilayah kehidupan, yang
penyatuan dua jiwa, tetapi juga harus
membawa kebahagiaan dan kesejahteraan.
memperhatikan hukum adat dari kedua
Tanpa datangnya orang Batak ke daerah
kekerabatan itu, yang mana yang lebih
ini,
menguntungkan untuk kedua belah pihak
maka
sekarang
kemajuan ini
belum
yang
diperoleh
akan
tercapai.
terutama
terhadap
keturunan.
Dalam
Kebersamaan yang begitu lama, bergaul,
prakteknya
pada
umumnya
bentuk
berteman dan mengolah serta membangun
perkawinan
yang
dilakukan
adalah
wilayah
perkawinan jujur, namun fungsi jujur
Panti
ini,merupakan
lahirnya
perasaan senasib dan seperjuangan. Secara
hanya
tidak langsung hal ini merupakan faktor
kekerabatan seorang suami dengan isteri
penyebab terjadinya perkawinan antara
dan
orang Batak dan orang Minang di Panti
melepaskan hubungan kekerabatan. Selain
ini2.
itu fungsi jujur merupakan penghormatan
dengan
Berdasarkan
hasil
wawancara
bapak
Muhammad
Dahlan
sekedar
menghubungkan
anak-anaknya
dengan
tidak
yang berupa persembahan agar memberi anak perempuannya menjadi isteri oleh si
Pasaribu pemuka adat Batak di Kecamatan
laki-laki
Panti
setiap perkawinan antara suku
berbentuk uang dan diserahkan pada saat
(Batak dan Minangkabau) di Kecamatan
sebelum wanita dibawa oleh keluarga
Panti
silaki-laki
ini
sangat
tergantung
dari
tersebut.
Jujur
kelingkungan
ini
biasanya
keluarganya,
perundingan dan kesepakatan kedua belah
tetapi kadang-kadang ada kemungkinan
pihak
dibayar setelah dilakukan perkawinan.
2
untuk
menggunakan
sistem
Wawancara dengan bapak M. Nur Dt. Mandindiang Alam, pemuka adat Minangkabau, tanggal 02 September 2013.
Pada
perkawinan
jujur
ini
setelah
5 pelaksanaan perkawinan barulah boleh
Panti, sehingga tidak dapat dihindari
silaki-laki
menyebabkan terjadinya perkawinan antar
membawa
si
perempuan
kelingkungan keluarganya3.
suku Batak dengan suku lainnya, salah
Hal yang sama juga dikemukakan
satunya adalah dengan suku Minangkabau.
oleh bapak Burhanuddin Dt. Maharajo
Sesuai dengan kebiasaan adat Batak
pemuka adat Minang di Kecamatan panti
sebelum perkawinan dilaksanakan calon
mengatakan kalau secara adat istiadatnya,
pengantin
untuk
pelaksanaan
perkawinan
masukkan kedalam kelompok masyarakat
Batak
dan
Minang
orang
orang
memang
Batak
yang bukan orang Batak di
terlebih
dahulu
dengan
cara
tergantung dari kesepakatan kedua belah
mengangkatnya menjadi masyarakat Batak
pihak keluarga dan pemuka adat, tetapi
sehingga calon pengantin yang bukan
biasanya
terjadi
Batak tersebut mempunyai marga Batak.
khususnya
di
dan
Panti
dilaksanakan memakai
Apabila ada seorang pria Minangkabau
perkawinan secara adat menjujur, karena
yang akan menikah dengan wanita Batak
dengan perkawinan seperti itu suami akan
maka terlebih dahulu pria Minangkabau
bertanggung jawab penuh terhadap isteri
tadi diangkat dan diberikan marga, yang
dan anak-anaknya4.
pada umumnya di ambil dari marga suami
Bapak
selalu
Bahrum
Pasaribu
saudar
perempuandari
ayah
isterinya
mengatakan bahwa perkembangan dan
tersebut atau dalam bahasa Batak disebut
kemajuan
marga ni amang boruna, agar dapat masuk
zaman
pada
saat
ini
mengakibatkan orang Batak banyak yang
kedalam
jadi perantau dan menetap di daerah yang
Demikian juga wanita Minangkabau yang
bukan tanah Batak seperti di Kecamatan
akan menikah dengan pria Batak
333
terlebih
Wawancara dengan bapak Muhammad Dahlan, pemuka adat Batak, tanggal 12 Agustus 2012. 4 Wawancara dengan bapak Burhanuddin Dt. Maharajo, pemuka adat Minangkabau, tanggal 01 januari 2015.
lingkungan
dahulu
orang
pasangannya
Batak.
maka tersebut
diberikan marga yang pada umumnya di
6 ambil dari marga asal ibu laki-laki si calon mempelai pria atau dalam bahasa Batak disebut dengan marga ni tulangna. Karena marga merupakan lambang identitas orang Batak
dan
alat
diperlukan
penghubung
untuk
kedudukannya
di
yang
mengetahui
dalam
kekerabatan
berdasarkan dalihan natolu5.
barulah
kedua
Secara tertutup) 2. Manyapai Boru (perundingan diamdiam) 3. Patobang Hata ( melamar secara Resmi) 4. Manulak Sinamot ( penyerahan uang Jujur)
Setelah pemberian marga selesai dilakukan,
1. Manyisik Boru (penjajakan keluarga
pasangan
tersebut dapat melakukan perkawinan. Dalam melaksanakan upacara perkawinan
5. Horja Pabagaskon Boru (pesta Pernikahan di tempat perempuan) 6. Horja Pabuat Boru (pesta Perkawinan di tempat laki-laki)
adat Batak inilah terlihat peran dan fungsi
7. Mebat atau Marulak Ari (kunjungan
dalihan natolu (bertungku tiga) tersebut.
Keruamh pengantin perempuan)
Dalam masyarakat Batak upacara adat
B. Akibat Hukum Dari Perkawinan Jujur
tidak akan terlaksana apabila unsur-unsur
Antara Masyarakat Batak Dengan
dalihan natolu tidak ada karena segal
Masyarakat
Minangkabau
pelaksanaan upacar adat harus terlebih
Kecamatan
Panti
dahulu dimusyarahkan.
Pasaman
Berdasarkan
observasi
yang
Di
Kabupaten
1. Akibat hukum terhadap suami/isteri
dilakukan peneliti di Kecamatan Panti,
yang
bahwa prosesi perkawinan suku Batak dan
Minangkabau
berasal
dari
suku
Minangkabau di Kecamatan panti terbagi atas beberapa tahapan yaitu :
Berdasarkan wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu dahwa dalam
5
Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak, tanggal 16 juni 2013.
7 perkawinan antara suku Batak dengan suku
dalam kekerabatannya dia tetap sebagai
Minangkabau sebelum kawin suami orang
mamak.
Minang
untuk
Minangkabau masih memiliki kedudukan
melaksanakan perkawinan secara adat jujur
di keluarganya karena perkawinan yang
dengan perempuan Batak, dari perkawinan
memakai adat jujur ini hanyalah sebagai
yang dilakukan secara jujur ini maka si
penghubung kekerabatan dan kekeluargaan
suami akan menjadi bertanggung jawab
untuk si suami dan si isteri dan anak-
terhadap anak dan isterinya. Selain itu
anaknya7.
itu
diberi
marga
tidak memutuskan hubungan kekeluargaan
Begitu
Bapak
juga
Toma
degan
Jofta
wanita
Marpaung
terhadap kedua orang tua kandungnya dan
mengatakan, bahwa beliau di waktu akan
kerabat asalnya dengan begitu dia masih
kawin dengan isterinya yang bersal dari
tetap sebagai mamak dalam kerabatnya
suku Batak beliau diberi marga agar bisa
dan masih dapat mewarisi gelar pusaka6.
melangsungkan perkawinan jujur seperti
mengatakan
yang telah disepakati oleh kedua belah
untuk suami orang Minang yang kawin
pihak keluarga. Bapak Toma memiliki
dengan wanita Batak masih memiliki
marga dan menjadi kepala keluarga yang
hubungan dengan keluarganya dan kerabat
bertanggung jawab terhadap anak-anak dan
aslinya. Walaupun dengan diangkatnya
isterinya dan buat dia berlaku hukum adat
sebagai
dan
Batak namun hubungan kekerabatannya
sehingga
dengan keluarganya tidak terputus dan di
mengakibatkan suami dalam perkawinan
dia dalam masyarakatnya masih tetap di
jujur itu akan menjadi kepala keluarga
akui sebagai anggota kekerabatan dengan
untuk isteri dan anak-anaknya dan bukan
demikian hukum adat Minangkabau masih
urang sumando di dalam rumah isterinya,
tetap berlaku buat dia dalam arti dia masih
Datuak
anak
mempunyai
Maharajo
oleh marga
suku Batak,
Batak
6
Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak.
7
Wawancara dengan Datuak Maharajo.
8 sebagai mamak dalam keluarganya dan masih
dapat
memilki
gelar
3. Akibat Hukum Terhadap Harta
adat
Dari segi akibat hukum terhadap
(penghulu)8.
harta dari perkawinan orang Batak dengan
2. Akibat Hukum Terhadap Anak
orang
Berdasarkan
penelitian
yang
Minangkabau
perkawinan
secara
yang jujur
memakai berdasarkan
penulis lakukan terhadap perkawinan jujur
penelitian yang penulis lakukan bahwa
masyarakat Batak dengan Masyarakat
untuk harta, penentuannya terdapat dua
Minangkabau di Kecamatan Panti yang
cara. Pertama harta perkawinan maupun
melaksanakan perkawinan secara jujur
harta bawaan si suami dan isteri dimiliki
bahwa untuk akibat hukum terhadap anak
dan dikuasai oleh suami sebagai kepala
dibagi menjadi dua bentuk yaitu yang
keluarga, dan yang kedua tergantung dari
pertama
akan
kesepakatn kedua belah pihak apakah akan
mewarisi marga dari ayahnya juga menjadi
dimiliki secara bersama-sama atau masing-
tanggung
masing.
anak-anak
jawab
yang
pihak
lahir
keluarga
dan
kekerabatan ayahnya. Dan bentuk yang
4. Akibat Hukum Terhadap Warisan
kedua melalui kesepakatan antara kedua
Bapak Bahrum Pasaribu pemuka
orang tua dan anak-anak itu yang diberi
adat di Kecamatan Panti mengatakan,
kesempatan
memilih
bahwa dalam pembagian warisan harta
kekerabatan ayahnya atau ibunya yang
pusaka yang mendapatkan warisan adalah
akan dia pilih dan pakai dalam kehidupan
anak laki-laki. Jika tidak memiliki anak
sehari-harinya.
laki-laki,
sendiri
untuk
Penentuan
pilihan
itu
maka
harta
tersebut
jatuh
dilakukan setelah anak dewasa. Dalam
ketangan saudara ayahnya, sementara anak
praktek
perempuan
tergantung
dimana
hubungan
kekerabatan yang berlaku yang lebih dekat.
Wawancara dengan bapak Toma Jofta.
telah
dewasa
dan
dikawinkan lajimnya adat Batak, bahwa anak
8
yang
perempuan
tidak
mendapatkan
9 warisan dari kekerabatannya, kecuali yang
diperolehnya melalui usahanya sendiri atau
dihibahkan oleh orang tua dari harta
yang dihibahkan kepadanya secara penuh
keluarga itu sebagian. Misalnya sebidang
berhak atas bendanya dan berhak pula atas
tanah perkebunan atau sebuah rumah9.
hasilnya dan berhak pula mewariskannya
Bapak Burhanuddin Dt. Maharajo
terhadap anak-anaknya10.
adat
Bapak toma Jofta yang menikah
dua
dengan wanita suku Batak mengatakan
macam harta yang dapat dikuasainya.
bahwa dengan perkawinan jujur yang
Pertama harta pribadi yang diperolehnya
dilakukan yang dilakukan dengan wanita
melalui usahanya sendiri atau secara
Batak yang menjadikan dia sebagai kepala
khusus
kepadanya.
keluarga dan suami yang bertanggung
Pemilikannya atas harta ini adalah secara
jawab terhadap anak-anak dan isterinya.
penuh yaitu berhak atas bendanya dan
Sehingga bapak Toma yang mempunyai
berhak pula atasa benda dan hasilnya.
harta pencarian melalui usahanya sendiri
Kedua harta pusaka yang dikuasainya
maupun yang dihibahkan kepadanya dapat
secara genggam beruntuk yang berhak atas
mewariskan
hasil yang diperolehnya dan tidak berhak
pencariannya tersebut kepada anak laki-
atas asalnya. Jadi untuk harta pusaka laki-
lakinya11.
menerangkan Minangkabau
bahwa
dalam
kemungkinan
dihibahkan
ada
barang-barang
dari
harta
laki Minangkabau hanya boleh meminjam
Menurut bapak Dahlan Pasaribu,
harta harta itu dari kekerabatnnya secara
dengan perkembangan zaman dan hal ini
hak pakai, ia hanya berhak atas hasilnya
didukung dengan adanya perkawinan beda
juga tidak berhak atas asalnya dan tidak
suku (masyarakat Batak dan masyarakat
berhak
Minangkabau)
mewariskan
terhadap
anak-
anaknya. Dan untuk harta pribadi yang
pergeseran 10
9
Wawancara dengan bapak Bahrum Pasaribu, pemuka adat Batak.
maka
sistem
telah
terjadi
pewarisan
didalam
Wawancara dengan bapak Burhanuddin Dt.Maharajo, pemuka adat Minangkabau. 11 Bapak Toma Jofta.
10 masyarakat Batak, sistem pewarisan yang
Batak diangkat menjadi masyarakat Batak
semula
dan di beri marga Batak.
memakai
patrilineal
sistem
berubah
pewarisan
menjadi
sistem
2. Akibat hukum terhadap perkawinan
parental. Dalam bentuk sistem ini, tidak
jujur antara masyarakat Batak dengan
hanya anak laki-laki, anak perempuan pun
masyarakat Minangkabau di Kecamatan
mendapatkan warisan12.
Panti Kabupaten Pasaman
Simpulan a. Terhadap suami/isteri dari suku Berdasarkan
hasil
penelitian Minangkabau
mengenai perkawinan jujur masyarakat Terhadap suami/isteri dari Batak dengan masyarakat Minangkabau di suku Minangkabau, bahwa dengan Kecamatan Panti serta akibat hukumnya, diangkatnya
suami
dari
suku
dapat disimpulkan sebagai berikut : Minangkabau maka suami tersebut 1. Perkawinan masyarakat Batak dengan sah masuk menjadi masyarakat masyarakat Minangkabau di Kecamatan Batak, namun tidak memutuskan Panti
umumnya
dilaksanakan
dengan hubungan
dengan
kekerabatan
perkawinan jujur. Karena didalam praktek kandungnya karena itu dia tetap pada umumnya dengan perkawinan jujur sebagai mamak dalam keluarganya menguntungkan untuk kedua belah pihak dan masih berhak mewarisi gelar terutama
terhadap
keturunan,
dengan pusaka, dan begitu juga terhadap
perkawinan
seperti
itu
suami
akan isteri
yang
berasal
dari
suku
bertanggung jawab penuh terhadap isteri Minangkabau
setelah
diangkat
dan anak-anaknya. Untuk itu sebelum menjadi masyarakat Batak dan perkawinan dilaksanankan terlebih dahulu masuk kedalam kerabat suaminay calon pengantin yang bukan masyarakat dan 12
Wawancara dengan bapak Dahlan Pasaribu.
menjadi
isteri
tanopa
11 memutuskan
hubungan
dengan
kerabat aslinya.
Pada umumnya harta yang
b. Akibat Hukum terhadap Anak Akibat
c. Akibat hukum terhadap Harta
hukum
diperoleh
sebelum
perkawinan
terhadap
tetap dimiliki masing-masing dan
anak dalam perkawinan jujur antara
tetapi ada juga dimiliki secara
masyarakat
bersama-sama
Batak
dengan
kesepakatan
dari
tergantung
masyarakat
Minangkabau
Kecamatan
Panti
Kabupaten
pihak, tetapi harta yang diperolah
begitu
berpengaruh,
selama perkawinan dikuasai oleh
Pasaman
di
itu
kedua
belah
karena orang tua yang bersal dari
suami sebagai kepala keluarga.
suku Minangkabau telah di angkat
d. Akibat hukum terhadap Warisan
menjadi suku Batak sehingga anak
Untuk
akibat
hukum
dalam perkawinan ini mewarisa
terhadap warisan diwarisi oleh anak
marga dari bapaknya dan dia akan
laki-laki dan untuk anak perempuan
mengikuti
mendapatkan
kekerabatan
suku
pengibahan
oleh
ayahnya, namun hubungan dengan
orang tuanya dari harta keluarga itu
keluarga kandung
sebagian.
ayahnya yang
Namun
berasal dari suku Minangkabau
perkembangan
tidak terputus . begitu juga dengan
masalah waris tidak memegang
orang tua laki-laki dari suku Batak
ketentuan adat Batak, karena pada
dan wanita dari suku Minang maka
umunya dalam pewarisan tersebut
anak-anak ini akan mengikuti 2
orang tua tidak lagi membedakan
kekerabatan
sekaligus,
yaitu
dalam pewarisan, anak laki-laki
kekerabatan
ayahnya
dan
maupun anak perempuan kedua-
kekerabatan Minang dari ibunya.
sekarang
dalam dalam
12 duanya mendapatkan warisan dari
1. Sebaiknya
perkawinan yang
orang tuanya.
dilakukan tidak pakai uang jujur cukup dilakukan dengan memilih
SARAN Untuk dapat memberikan sumbangan melalui
yang
lebih
penelitian
berarti
selanjutnya,
maka peneliti mengajukan saran-
perkawinan secara hukum agama (Hukum Islam) 2. Harta sebaiknya diwarisi anak laki-laki dan permpuan.
saran sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku
Amir Syariffuddin, 1984, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Minangkabau, Gunung Agung, Jakarta
Lingkungan Adat
Amir Syarifuddin,2006, Hukum Perkawinan di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung Hilman Hadikusuma, 1987, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta 1990, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung 1990, Hukum Perkawinan Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Soerjono Soekanto, 2012, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo persada, cetakan ke 12, Jakarta 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Soerojo Wignjodipoero, 1985, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta Wirjono Prodjodikoro, 1983, Hukum Warisan Di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung
13 B. Peraturan perundang-undangan Undang-undang No 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam