1
PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DENGAN MASYARAKAT JAWA DI KOTA PEMATANG SIANTAR SERTA AKIBAT HUKUMNYA Boher Siahaan1, Yansalzisatry1, As Suhaiti Arief1 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Email:
[email protected]
ABSTRACT
Toba Batak customary law prohibits community members to marry outside the tribe, but with the number of arrivals to the Batak Toba, Toba Batak intermarriage with Javanese unavoidable. issues to be observed are 1) how the implementation of marriage, 2) what the legal consequences of the marriage. in this study the authors use this type of sociological research, the source data consists of primary data and secondary data, data collection technique using the interview technique, the data obtained and analyzed qualitatively. From the study it can be concluded: 1) to be able to carry out the marriage between Toba Batak society with people of Java, the Java community is first appointed as the Toba Batak tribe using traditional ceremony, 2) as a result of marriage for the Java community will be the Toba Batak society. For the husband / wife who comes from the Javanese with the marriage it does not cause out of his biological relatives. To the child that the child still inherits the clan of the parents and children closer ties to the family of his father. To assets acquired before marriage are retained each depending on the agreement, the property during the marriage will be controlled by the husband. Against the legacy that his children both men and women still get inheritance.
keyword: marriage, customs, legal consequences
Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1
Pendahuluan Sudah menjadi
kodrat
alam, sejak
tahun
1974
tentang
Perkawinan,
dilahirkan kedunia manusia ditakdirkan
“perkawinan adalah ikatan lahir batin
untuk saling berpasang-pasangan agar
antara seorang pria dengan seorang
hidup bersama untuk membentuk suatu
wanita sebagai suami isteri dengan
keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.
tujuan membentuk keluarga (rumah 1
2
tangga)
yang
bahagia
dan
kekal
laki kepada pihak perempuan.
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Misalnya pada masyarakat Batak.
Esa”.
2. Bentuk perkawinan masyarakat Dari menurut Pasal 1 Undang-
undang
No.
1
tahun
1974
dapat
hukum matrilineal Bentuk
perkawinan
pada
disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan
masyarakat
perkawinan
adalah untuk membentuk
dinamakan perkawinan semendo,
keluarga (rumah tangga) yang bahagia
yaitu bentuk perkawinan yang
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
bertujuan mempertahankan garis
Maha Esa.
keturunan pihak ibu. Semendo
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa:
matrilineal
berarti laki-laki dari luar. 3. Bentuk perkawinan masyarakat
perkawinan adalah sah apabila dilakukan
hukum bilateral
menurut
Sistem
hukum
masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Disamping
peraturan
yang
kekerabatan
mempengaruhi
tersebut
bentuk-bentuk
diatur
perkawinan yang dilakukan, kerena itu
Undang-undang, maka perkawinan juga
dalam masyarakat adat dikenal 3 bentuk
harus diperhatikan dari segi hukum adat,
perkawinan adat yaitu :
karena ketentuan hukum adat masih
1. Bentuk perkawinan masyarakat
berlaku didalam masyarakat indonesia.
hukum patrilineal
Dalam masyarakat adat dikenal 3 bentuk
Menurut kekerabatan masyarakat
perkawinan adat yaitu :
patrilineal,
bentuk
perkawinannya
adalah
1. Bentuk perkawinan masyarakat hukum patrilineal
perkawinan
Menurut kekerabatan masyarakat
jujur adalah perkawinan dengan
patrilineal,
bentuk
membayar jujur oleh pihak laki-
perkawinannya
adalah
laki kepada pihak perempuan.
jujur. Perkawinan
Misalnya pada masyarakat Batak.
jujur adalah perkawinan dengan
2. Bentuk perkawinan masyarakat
perkawinan
membayar jujur oleh pihak laki-
jujur. Perkawinan
hukum matrilineal
3
Bentuk
perkawinan
masyarakat
pada
Masyarakat Batak Toba pada
matrilineal
zaman dahulu tidak pernah melakukan
dinamakan perkawinan semendo,
perkawinan dengan suku
yaitu bentuk perkawinan yang
Batak. Tetapi dengan perkembangan
bertujuan mempertahankan garis
zaman pada saat ini berangsur-angsur
keturunan pihak ibu. Semendo
masyarakat
berarti laki-laki dari luar.
memperbolehkan anaknya kawin dengan
3. Bentuk perkawinan masyarakat
Batak
diluar suku
Toba
telah
suku lain, hal ini dikarenakan oleh
hukum bilateral
masuknya para pendatang ke daerah
Berlainan dengan kedua bentuk
Pematang Siantar seperti transmigrasi,
perkawinan pada patrilineal dan
pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
matrilineal,
yang di tempatkan di daerah Sumatera
dalam masyarakat
hukum bilateral (parental) bentuk
Utara
perkawinan
Siantar.
ialah
perkawinan
bebas/mentas/mandiri.
Bentuk
khususnya
daerah
Banyaknya
Pematang
transmigrasi,
perkawinan seperti ini terdapat di
pedagang, Pegawai Negeri Sipil
Jawa,
datang dari luar Pematang Siantar
Aceh,
Kalimantan,
yang
Sulawesi
menyebabkan perbauran antara kedua
Dalam masyarakat adat Batak
suku yang ada di daerah Pematang
Toba jika pria Batak akan kawin harus
Siantar yaitu suku Batak sebagai suku
mencari wanita dari marga lain, begitu
pribumi dan di luar suku Batak sebagai
juga wanita yang akan kawin harus
suku
keluar dari marganya. Sifat perkawinan
perbauran
demikian
sehingga
sering
disebut
asymetris
pendatang. antara
Dengan kedua
menyebabkan
adanya suku
ini
terjadinya
comnubium, di mana ada marga pemberi
perkawinan antar kedua suku tersebut.
bibit wanita (marga hula-hula), ada
Di
marga dengan sabutuha (marga sendiri
perkawinan antar suku ini telah banyak
yang satu turunan), dan ada marga
terjadi diantaranya perkawinan antara
penerima wanita (marga boru).
suku
kota
Pematang
Batak
dengan
Siantar
suku
sendiri
Jawa,
perkawinan itu sendiri menggunakan
4
adat Batak Toba yang diatur dalam Dalihan Na Tolu (bertungku tiga). Dari
latar
belakang
Penelitian ini mengunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
yang
diuraikan di atas maka perumusan
sekunder. a. Data Primer
masalah yang penulis kemukakan adalah
Data primer adalah data yang
:
didapat langsung dari masyarakat 1. Bagaimanakah
pelaksanaan
sebagai sumber pertama dengan
perkawinan antara masyarakat
melalui penelitian di lapangan.
Batak Toba dengan masyarakat
Data yang diperoleh langsung
Jawa di kota Pematang Siantar ?
dari
2. Bagaimanakah akibat hukum dari
masyarakat
tersebut
dilakukan dengan melaksanakan
perkawinan antara masyarakat
wawancara
Batak Toba dengan masyarakat
informan
Jawa di kota Pematang Siantar ?
suami/isteri
langsung yang
dengan
terdiri
yang
dari pernah
melangsungkan perkawinan antar
Metodologi Dalam
penelitian
jenis
suku yang berbeda tersebut dan
penelitian yang dipakai adalah jenis
juga dari penatua (tetua) adat
penelitian
Batak
hukum
ini
sosiologis,
yaitu
penelitian yang data pokoknya diperoleh dengan penelitian langsung di lapangan. Dimana
jenis
penelitian
hukum
yang
ada
di
Kota
Pematang Siantar. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang
sosiologis ini bertitik tolak dari data
diperoleh
primer.
kepustakaan hukum atau data
Sifat
penelitian
ini
adalah
dari
deskriptif yaitu penelitian yang hasilnya
yang
diharapkan dapat menggambarkan secara
dokumen resmi, buku-buku, hasil
menyeluruh
penelitian yang berwujud laporan
dan
sistematis
tentang
mencakup
bahan-bahan
dokumen-
perkawinan masyarakat Batak Toba
dan lain-
dengan
Data sekunder ini dapat berupa :
masyarakat
Pematang Siantar. 1. Sumber Data
Jawa
di
kota
1) Bahan Hukum Primer
5
Bahan hukum primer ini
lapangan untuk memperoleh
merupakan
hukum
data primer, dimana penulis
berupa
melakukan wawancara secara
aturan perundang-undangan
langsung dengan informan.
yang berhubungan dengan
Dalam melakukan wawancara
penelitian ini, antara lain :
tersebut
yang
bahan
mengikat,
-
-
Undang-undang
menggunakan
Nomor 1 Tahun
wawancara
dengan
1974,
menyiapkan
daftar
tentang
pedoman
Perkawinan
pertanyaan
Kompilasi Hukum
terbuka
Islam
pengumpul data.
2) Bahan Hukum Sekunder Bahan
penulis
dalam
bentuk
sebagai
alat
b. Studi dokumen yaitu teknik
hukum
sekunder
pengumpulan
dari
penelitian
dipergunakan
diperoleh kepustakaan
yang
data
yang dalam
meliputi
penelitian kepustakaan, yaitu
berbagai literatur yang sangat
dengan mempelajari bahan-
erat
bahan
hubungannya
dengan
kepustakaan
yang
masalah yang diteliti yaitu
berkaitan dengan penelitian
buku-buku yang menyangkut
ini.
tentang perkawinan menurut
3. Analisis Data
adat, khususnya adat Batak Toba.
primer
yang
telah
dikumpulkan dianalisis secara kualitatif
2. Teknik Pengumpulan Data Dalam
Data
penelitian
ini
yaitu penulis
dengan
menurut
aspek
mengelompokan yang
diteliti
data dan
mengunakan dua macam teknik untuk
dihubungkan dengan pendapat-pendapat
pengumpulan data :
para ahli, kemudian ditarik kesimpulan
a. Wawancara pengumpulan
yaitu data
teknik yang
digunakan dalam penelitian
sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan.
6
a. Akibat
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian yang penulis
hukum
terhadap
suami/isteri yang berasal dari
kemukakan adalah :
suku Jawa
1. Perkawinan masyarakat Batak Toba
Terhadap suami yang berasal dari
dengan masyarakat Jawa di Kota
suku
Pematang Siantar pada umumnya
diangkatnya suami yang berasal
dilaksanakan berdasarkan ketentuan
dari suku Jawa maka suami
adat Batak Toba, karena perkawinan
tersebut
dilaksanakan
masyarakat Batak Toba namun
Siantar
di
yang
Kota
Pematang
masuk
wilayah
tidak
Jawa,
bahwa
sah
dengan
masuk
memutus
menjadi
hubungan
ketentuan adat Batak Toba. Untuk itu
kekerabatan
sebelum pelaksanaan perkawinan di
aslinya
atas terlebih dahulu calon pengatin
kandungnya, karena si suami
yang bukan berasal dari masyarakat
tersebut
Batak
menjadi
mendapatkan warisan dari orang
dengan
tua kandungnya. Terhadap isteri
Dalam
yang berasal dari suku Jawa
Toba
masyarakat upacara
diangkat
Batak
Toba
pengangkatan.
dengan
atau
kerabat
orang
tua
masih
tetap
pengangkatan ini tidak selamnya
setelah
diterima ada juga yang ditolak hal
masyarakat Batak Toba maka
tersebut dikarenakan asal usul yang
isteri tersebut akan sah menjadi
tidak jelas dan tingkah lakunya yang
masyarakat
kurang
baik,
kehidupan
batak
Toba
masuk
bermasyarakat
pernah
suaminya dan keluar dari kerabat
kerabat
angkatnya namun tidak keluar
2. Akibat hukum terhadap perkawinan Batak
dalam
dan
dalam
masyarakat
ke
menjadi
misalnya
melakukan pelanggaran adat.
antara
diangkat
Toba
dari kerabat kandungnya. b. Akibat hukum terhadap anak
dengan masyarakat Jawa di Kota
Akibat hukum terhadap anak
Pematang Siantar
dalam
perkawinan
antara
masyarakat Batak Toba dengan masyarakat
jawa
di
Kota
7
Pematang
Siantar
tidak
membedakan dalam pewarisan,
berpengaruh, karena orang tua
anak laki-laki maupun anak
yang berasal dari suku Jawa
perempuan
tersebut telah diangkat menjadi
mendapatkan warisan dari orang
suku
tuanya.
Batak
Toba
kedudukannya
telah
dan sama
Simpulan
seperti suku Batak Toba asli sehingga
anak
dalam
kedua-duanya
Dari hasil penelitian mengenai perkawinan masyarakat Batak Toba
perkawinan ini tetap mewarisi
dengan
marga dari orang tuanya dan
Pematang
hubungan
hukumnya, dapat disimpulkan bahwa :
anak-anaknyapun
lebih dekat kepada keluarga ayanhnya
daripada
masyarakat
Jawa
Siantar
di
serta
kota akibat
3. Perkawinan masyarakat Batak
keluarga
Toba dengan masyarakat Jawa di Kota Pematang Siantar pada
ibunya,
namun
hubungan
dengan
keluarga
kandung
umumnya
dilaksanakan
ayahnya yang berasal dari suku
berdasarkan ketentuan adat Batak
Jawa tidak sepenuhnya terputus.
Toba,
c. Akibat hukum terhadap harta Pada
umunya
harta
yang
karena
perkawinan
dilaksanakan di Kota Pematang Siantar
yang masuk wilayah
diperoleh sebelum perkawinan
ketentuan
tetap dimiliki masing-masing
Untuk itu sebelum pelaksanaan
tergantung kesepakatan, tetapi
perkawinan
harta yang diperoleh selama
dahulu
perkawinan menjadi dikuasai
bukan berasal dari masyarakat
oleh suami.
Batak Toba diangkat menjadi
d. Akibat hukum terhadap warisan
adat
di
calon
Batak
atas
Toba.
terlebih
pengatin
yang
masyarakat Batak Toba dengan
Tidak memegang ketentuan adat
upacara pengangkatan. Dalam
Batak
pada
pengangkatan ini tidak selamnya
pewarisan
diterima ada juga yang ditolak
tersebut orang tua tidak lagi
hal tersebut dikarenakan asal usul
Toba,
umumnya
karena
dalam
8
yang tidak jelas dan tingkah
maka isteri tersebut akan sah
lakunya
baik,
menjadi masyarakat batak
kehidupan
Toba dan masuk ke dalam
bermasyarakat pernah melakukan
kerabat suaminya dan keluar
pelanggaran adat.
dari
yang
misalnya
4. Akibat
kurang
dalam
hukum
terhadap
perkawinan antara masyarakat Batak Toba dengan masyarakat Jawa di Kota Pematang Siantar e. Akibat
hukum
suami/isteri
terhadap
yang
berasal
dari suku Jawa Terhadap
kerabat
angkatnya
namun tidak keluar dari kerabat kandungnya. f. Akibat hukum terhadap anak Akibat hukum terhadap anak dalam
perkawinan
masyarakat
Batak
antara Toba
dengan masyarakat jawa di yang
Kota Pematang Siantar tidak
Jawa,
berpengaruh, karena orang
bahwa dengan diangkatnya
tua yang berasal dari suku
suami yang berasal dari suku
Jawa tersebut telah diangkat
Jawa maka suami tersebut
menjadi suku Batak Toba
sah
dan
berasal
suami dari
suku
masuk
masyarakat
menjadi
telah
Toba
sama seperti suku Batak
memutus
Toba asli sehingga anak
kekerabatan
dalam perkawinan ini tetap
dengan kerabat aslinya atau
mewarisi marga dari orang
orang
tuanya dan hubungan anak-
namun
Batak
kedudukannya
tidak
hubungan
tua
kandungnya,
karena si suami tersebut
anaknyapun
masih
kepada keluarga ayanhnya
warisan
tetap mendapatkan dari
orang
tua
lebih
dekat
daripada keluarga ibunya,
kandungnya. Terhadap isteri
namun
yang berasal dari suku Jawa
keluarga kandung ayahnya
setelah
yang berasal dari suku Jawa
diangkat
masyarakat
Batak
menjadi Toba
hubungan
dengan
tidak sepenuhnya terputus.
9
g. Akibat
hukum
terhadap
memotivasi
penulis
harta
menyelesaikan skripsi.
Pada umunya harta yang
Pihak
diperoleh
Yansalzisatry,
sebelum
tersebut
adalah: S.H.,
selaku
masing-masing
S.H, M.H, selaku Pembimbing II, (3)
tergantung tetapi
diperoleh
perkawinan
harta
Bapak Syafril, S.H., M.H, sebagai
selama
Penguji I, (4) Bapak Desmal Fajri, S.Ag,
menjadi
MH, sebagai Penguji II, (5) Bapak Adri
dikuasai oleh suami. h. Akibat
hukum
S.H., M.H, selaku Penguji III, (6) terhadap
Keluarga tercinta yang selalu memberi
warisan
dukungan moril maupun materi.
Tidak memegang ketentuan
Daftar Pustaka
adat Batak Toba, karena pada
umumnya
Bambang Waluyo, 1996, Penelitian
dalam
Hukum Dalam Praktek, Sinar
pewarisan tersebut orang tua tidak
lagi
Grafika, Jakarta
membedakan
dalam pewarisan, anak laki-
Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat
laki
Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung
maupun
perempuan
anak
kedua-duanya
mendapatkan warisan dari orang tuanya.
Hilman
Hadikusuma,
1987,
Hukum
Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta 1990,
Ucapan terima kasih
Hukum
ini
penulis
Perkawinan Indonesia, Mandar
terima
kasih
banyak
Maju, Bandung
pihak-pihak
yang
sudah
kesempatan
mengucapkan
membantu
M.H,
Ibu
Pembimbing I, (2) Ibu As Suhaiti Arief,
yang
kepada
(1)
perkawinan tetap dimiliki
kesepakatan,
Pada
dalam
penulis
selama
menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu
1990, Perkawinan
Adat,
Hukum PT.
Aditya Bakti, Bandung
Citra
10
Soerjono Soekanto, 2012, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo persada, cetakan ke 12, Jakarta 1986,
Pengantar
Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta Soerojo
Wignjodipoero,
Pengantar
Dan
1985, Asas-asas
Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta Peraturan perundang-undangan Undang-undang No 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan Kompilasi Hukum Islam
11
12
PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DENGAN MASYARAKAT JAWA DI KOTA PEMATANG SIANTAR SERTA AKIBAT HUKUMNYA
ARTIKEL Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
BOHER SIAHAAN NPM : 0910012111184
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014