PENDEKATAN MASYARAKAT DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA BIDANG AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN (PLP) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN TRADISIONAL DI PROPINSI BALI, NTB, NTT Pradwi Sukma Ayu Putri1, Made Widiadnyana Wardiha 1 Surat elektronik:
[email protected]
ABSTRAK: Permukiman tradisional merupakan permukiman yang memiliki nilai kepercayaan atau agama yang khusus dan unik, namun dalam hal air minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman (air limbah domestik, drainase, persampahan) belum ada data yang memadai. Target RPJMN Indonesia pada tahun 2014 yaitu meningkatkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat menjadi 75% dan 100% penduduk tidak buang air besar sembarangan. Untuk mencapai target tersebut diperlukan data mengenai bagaimana kondisi eksisting fasilitas air minum dan PLP di permukiman tradisional serta bagaimana konsep pendekatan masyarakat dalam upaya penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman traidisional. Data dikumpulan dengan cara observasi, wawancara, penyebaran kuesioner, in-depth dan snowballing interview, serta melakukan diskusi terfokus (FGD) dengan masyarakat lokal. Penelitian dilakukan di delapan lokasi permukiman tradisional di Propinsi Bali, NTB, dan NTT. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kondisi eksisting kualitas lingkungan di permukiman tradisional yaitu: 1)kondisi air bersih 50% tidak memenuhi syarat kesehatan; sebanyak 37,5% dari lokasi, penduduknya tidak memiliki jamban; 37,5% lokasi tidak memiliki saluran drainase; dan 80% lokasi, penduduknya tidak mengelola sampah. Konsep pendekatan masyarakat disusun berdasarkan kondisi eksisting serta karakteristik masyarakat yang menghasilkan alternatif teknologi yang dapat digunakan mengatasi permasalahan air minum dan PLP serta metode pendekatan masyarakat yang perlu dilakukan sebelum memasukkan teknologi ke komunitas tradisional seperti melakukan penyuluhan kepada masyarakat, penggunaan bahan lokal sebagai material bangunan, dan sebagainya. Pada intinya, konsep pendekatan ini menekankan pada penerapan teknologi berdasarkan pada karakteristik lokal masyarakat. Kata kunci: permukiman tradisional, teknologi tepat guna, air minum, pendekatan masyarakat, karakteristik lokal
1.
Pendahuluan
Dalam kurun waktu 2010-2014, pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya dalam pembangunan sanitasi dengan mencanangkan beberapa target penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Bidang Permukiman dan Perumahan. Beberapa target penting yang dimaksud yaitu[1] 1) terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) nasional hingga akhir tahun 2014, baik di perkotaan maupun di perdesaan melalui pemicuan perubahan perilaku BABS dengan target sesuai Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014 masing-masing Kementerian/Lembaga; 2) tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 persen rumah tangga hingga tahun 2014; 3) menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan. Selain RPJMN tersebut, dalam Millenium Development Goals (MDGs), dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang turut menandatangani kesepakatan MDGs, disebutkan salah satu sasaran utamanya adalah mengurangi separuh dari proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi[2]. Dari target MDGs tadi diharapkan di Indonesia pada
tahun 2014, jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebanyak 20.000 desa, persentase penduduk yang mengunakan jamban sehat meningkat dari 64% pada tahun 2010 menjadi menjadi 75% pada 2014, persentase penduduk stop BABS meningkat dari 71% pada 2010 menjadi 100% pada 2014[3]. Data pencapaian target tersebut sampai tahun 2007 adalah 3040% untuk proporsi rumah tangga yang mendapatkan akses terhadap pengolahan limbah cair melalui sistem on-site maupun sistem communal off-site; 20,63% sampah rumah tangga yang terangkut; 52,83% saluran drainase rumah tangga yang berfungsi dengan baik; dan 24,8% proporsi rumah tangga yang masih berperilaku BABS. Dari data tersebut terdapat kesenjangan antara target dan capaian sampai dengan tahun 2007. Perumahan tradisional merupakan salah satu bagian dari permukiman di Indonesia. Sebagai permukiman, komponen-komponen pendukung termasuk air minum dan sanitasi termasuk juga di dalamnya. Namun akses terhadap air minum dan sanitasi untuk permukiman tradisional di Indonesia masih terbatas. Program-program pembangunan bidang air minum dan PLP oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PU lebih menyentuh ke perkotaan[4] dan belum sampai dapa permukiman tradisional. Hal ini akan menjadi kendala dalam pencapaian target pada tahun 2014. Selain itu, permukiman tradisional yang memiliki nilai kepercayaan atau agama yang khusus atau unik[5] akan berpengaruh terhadap penerimaan masyarakat terhadap metode yang diterapkan pemerintah. Sehingga, untuk mencapai target tahun 2014, diperlukan data mengenai kondisi sarana prasarana air minum dan sanitasi, atau dalam istilah lain yaitu Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP), serta data mengenai karakteristik masyarakat tradisional dalam kaitannya dengan penerapan teknologi tepat guna untuk peningkatan kualitas lingkungan. Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu: 1) bagaimana kondisi eksisting sarana dan prasarana air minum dan PLP di lingkungan permukiman tradisional?; 2) bagaimana konsep pendekatan masyarakat dalam upaya penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tradisional? Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan konsep penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas lingkungan di permukiman tradisional dengan berbasis kepada karakteristik atau kearifan lokal. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu terbatas pada permukiman tradisional di Propinsi Bali, NTB, dan NTT dimana terdapat 8 (delapan) permukiman tradisional di masing-masing propinsi yang diteliti yaitu Kampung Sodana dan Prai Natang di Pulau Sumba, NTT, Kampung Bena dan Wogo di Kabupaten Ngada, NTT, Desa Penglipuran dan Trunyan di Kabupaten Bangli, Bali, serta Dusun Sade dan Senaru di Kabupaten Lombok Tengah, NTB. Bidang yang dikaji adalah bidang air minum, air limbah domestik, persampahan, dan drainase. 2.
Kajian Pustaka
2.1 Permukiman Tradisional dan Kearifan Lokal Permukiman tradisional direpresentasikan sebagai tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya, yang dihubungkan dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah[5]. Masyarakat tradisional memiliki karakteristik atau disebut kearifan lokal yaitu cara-cara dan praktek-praktek yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat, yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan lingkungan setempat, yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secara turun-temurun. Kearifan lokal berasal dari dalam masyarakat sendiri, disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup[6]. Kearifan lokal jika diperhatikan sering dapat dijadikan sebagai metode untuk penanggulangan berbagai masalah yang terjadi pada suatu komunitas. Masalah-masalah tersebut salah satu contohnya penanggulangan bencana serta untuk mengatasi kemiskinan di Pulau Buru. Kearifan
lokal yang ada di Pulau Buru dapat membuat komunitas orang Bupolo menyelamatkan sumber mata pencaharian mereka. Aturan adat yang melarang eksploitasi hutan primer mereka yang dianggap sebagai tempat tinggal roh nenek moyang dan hanya menggunakan hutan sekunder hanya untuk aktivitas pertanian ternyata terbukti dapat mempertahankan kelangsungan kelestarian hutan orang Bupolo[7]. 2.2 Penyesuaian Teknologi terhadap Karakteristik Lokal Faktor yang menentukan keberhasilan suatu program adalah pembawa program (senders), penerima program (receivers) dan saluran (channel) yang digunakan untuk memperkenalkan (sosialisasi) dan mengimplementasikan program[8]. Di sisi lain, Tobbs dan Moss (2000) menekankan bahwa keberhasilan pembangunan ditentukan jalinan hubungan antara individu pembawa program dengan sasaran program[9]. Artinya proses pembangunan juga menentukan keberhasilan pembangunan[10]. Keberhasilan suatu program dapat dicapai jika senders melakukan pendekatan partisipatif mulai dari sosialisasi, perencanaan, implementasi serta monitoring/evaluasi melalui pendekatan struktural dan kultural[11]. Melalui pendekatan struktural, individu yang terlibat dalam program menjembatani hubungan lembaga terkait yang dibutuhkan untuk mendukung implementasi program. Adapun melalui pendekatan kultural, teknologi yang diimplementasikan tersaring melalui kebudayaan yang eksis di wilayah bersangkutan yang telah menyatu dengan kondisi alam, sosial dan ekonomi. Melalui kedua pendekatan tersebut, teknologi yang disampaikan melalui program dapat terakuisisi dalam kehidupan masyarakat sehingga teknologi lokal (indigenous) yang ada akan berkembang menjadi teknologi “adaptif”. Teknologi adaptif lahir setelah melalui proses pemikiran masyarakat yang prinsipnya sangat rasional dalam memilih teknologi yang terbaik dan menguntungkan[12]. Dari kedua konsep tersebut di atas, diperoleh tiga ciri teknologi adaptif yaitu menguntungkan, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Istilah serupa untuk teknologi adaptif yaitu teknologi tepat guna yang mempunyai empat ciri yaitu : 1) secara teknis dapat digunakan, 2) secara ekonomis menguntungkan, 3) secara sosial budaya dapat diterima, 4) ramah lingkungan. 3.
Metode
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang dikumpulkan yaitu data-data teknis kondisi eksisting sarana dan prasarana air minum, air limbah domestik, pengelolaan sampah, dan drainase. Data air minum yang dikumpulkan antara lain data sumber air, jarak sumber air ke permukiman, debit ait, kualitas air, dan kebutuhan air per orang. Data air limbah domestik yaitu data jumlah penduduk, jumlah jamban di permukiman, jenis jamban dan pengolahan air limbah domestik, luas bangunan jamban. Data pengelolaan sampah yang dikumpulkan yaitu komposisi sampah, timbulan sampah, metode pengelolaan sampah. Sedangkan untuk drainase, data yang dikumpulkan yaitu data curah hujan, luas area permukiman, dimensi saluran drainase. Teknik pengumpulan data kuantitatif ini dilakukan dengan observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner ke penduduk di permukiman tradisional yang diteliti. Data kualitatif yang dikumpulkan yaitu data-data aspek sosial dan karakteristik lokal. Data-data tersebut yaitu data kebiasaan masyarakat dalam hal air minum, pengelolaan air limbah domestik, sampah, dan drainase, data aturan adat yang berlaku setempat yang terkait dengan air minum dan sanitasi, data persepsi masyarakat mengenai air minum, pengelolaan sampah, air limbah domestik, dan drainase. Teknik pengumpulan data kualitatif ini dilakukan dengan in-depth interview dengan tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, atau stakeholders setempat, serta snowballing interview dengan para perangkat dan penduduk desa. Selain itu dilakukan pula metoda focus group disscussion dengan penduduk desa dengan tujuan untuk menggali pikiran-pikiran masyarakat (local logic). Secara lengkap, data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dan metode pengumpulan datanya ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Air Minum dan PLP serta Metode Pengumpulan Data
1.
Air minum
-
Sumber air Debit sumber air Jarak permukiman ke sumber air Beda tinggi permukiman ke sumber air Kebutuhan air per orang Kualitas air Kontinuitas sumber air
Teknik Pengumpulan Data Observasi Pengukuran Observasi Observasi Wawancara/kuesioner Uji Laboratorium Wawancara/kuesioner
2.
Air Limbah Domestik
-
Jumlah MCK di permukiman Jenis MCK dan pengolahan air limbah domestik Luas bangunan MCK Jumlah penduduk
Observasi Observasi Pengukuran Wawancara/kuesioner
3.
Drainase
- Curah hujan - Luas area permukiman - Dimensi saluran drainase
Studi literatur Studi literatur Pengukuran
4.
Pengelolaan sampah
- Timbulan sampah - Komposisi sampah - Metode pengelolaan sampah
Pengukuran/wawancara Pengukuran Wawancara/kuesioner
5.
Kebiasaan dan persepsi masyarakat mengenai bidang air minum dan PLP
Parameter Penelitian
Data yang Dikumpulkan
Wawancara In-depth interview Snowballing interview FGD
Selain data air minum dan PLP, data-data penunjang yang dikumpulkan berupa data sekunder yaitu data jumlah penduduk dan lokasi permukiman secara geografis dan geologis. Data ini diperoleh dari literatur dan dari Instansi Pemerintah Daerah setempat. Teknik analisis data dilakukan dengan membandingkan data primer dan sekunder mengenai kondisi eksisting fasilitas air minum dan PLP dengan karakteristik masyarakat tradisional dalam hal pengetahuan mengenai aspek air minum dan PLp, aturan adat, serta kebiasaan atau perilaku masyarakat sehari-hari dalam hal air minum dan PLP. Data primer mengenai kondisi fasilitas air minum dan PLP, diolah dan direkap untuk melihat permasalahan yang dialami masing-masing permukiman tradisional. Data fasilitas air minum dan PLP ditampilkan dalam persentase lokasi yang memiliki fasilitas tersebut dan persentase lokasi yang bermasalah. Data kualitatif mengenai pikiran-pikiran masyarakat, aturan adat, kebiasaan masyarakat yang diperoleh dari wawancara dan diskusi dibuat dalam bentuk matriks yang memperlihatkan karakteristik masyarakat permukiman tradisional. Dari data kuantitatif mengenai kondisi fasilitas air minum dan PLP serta data kualitatif mengenai karakteristik masyarakat tradisional, dibuat suatu matriks konsep pendekatan masyarakat. Matriks ini memperlihatkan kondisi eksisting sarana prasarana, permasalahan atau fasilitas yang belum terpenuhi, teknologi tepat guna yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan, serta metode pendekatan masyarakat yang dilakukan apabila nantinya dilakukan pemasukan teknologi tepat guna dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan permukiman tradisional dengan perbaikan fasilitas air minum dan sanitasinya.
4.
Hasil dan Pembahasan
4.1 Kondisi Eksisting Fasilitas Air Minum dan PLP di Permukiman Tradisional Bali, NTB, dan NTT Dari data yang diperoleh mengenai kondisi fasilitas kesehatan meliputi air minum, pengelolaan air limbah domestik, drainase, dan pengelolaan sampah, diperoleh hasil seperti terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Masing-masing komunitas permukiman tradisional memiliki masalah yang berbeda.kampung Prai Natang dan Kampung Sodana bermasalah pada empat aspek tersebut karena sampai saat ini belum ada fasilitas yang terbangun. Kampung Bena tidak bermasalah dengan pengelolaan air limbah domestik, namun sedikit bermasalah dengan penyediaan air minum, pengelolaan sampah, dan drainase. Kampung Wogo kekurangan air minum, serta fasilitas MCK tidak memadai. Namun untuk drainase dan pengelolaan sampah tidak terlalu menjadi kendala walaupun masih perlu pembenahan. Permasalahan utama di Desa Trunyan adalah mengenai kebiasaan masyarakat yang sangat tidak sehat dalam hal BAB dan membuang sampah di danau. Sedangkan di Dusun Sade dan Senaru paling menonjol adalah kualitas air minum mereka yang ternyata tercemar oleh limbah tinja. Tabel 2. Kondisi Eksisting Fasilitas Air minum dan PLP di Propinsi NTT Parameter 1. Air minum - Sumber Air
Prai Natang
Kondisi Aktual Sodana Bena
Wogo
Mata air Sungai
Mata air Sungai
Mata air Air panas
Mata air
- Debit Sumber Air
106 liter/dt (sungai)
0,083 l/dt (mata air 10 l/dt (sungai)
8,61 lt/dt (mata air) 56 lt/dt (air panas)
104 lpm
- Jarak Permukiman ke sumber air
300 m (mata air) 300 m (sungai)
500 m (mata air) 3 km (sungai)
2 km (mata air) 1 km (air panas)
1 km
- Beda tinggi permukiman ke sumber air
-10-15 m (mata air) +10 m (sungai)
-30 m (mata air) +20 m (sungai)
+20 m (mata air) -30 m (air panas)
+5 meter
- Kebutuhan air
4-5 liter/org/hari
50 lt/org/hari
26 lt/org/hari
- Kualitas Air*
Coliform tinja melewati ambang batas
10-20 liter/orang/hari Coliform tinja melewati ambang batas
Memenuhi standar
Memenuhi standar
Kontinu
Kontinu
Kontinu
Kontinu
Tidak ada
Tidak ada
Minimal 1jamban untuk 2 rumah
1 jamban untuk 1 rumah
Tidak ada
Tidak ada
Saluran di luar kampung (tersumbat)
Saluran di tengah kampung (55x45 cm2)
Sampah dibuang di sembarang tempat
Sampah dibuang di sembarang tempat
20-50 lt/KK/hari
- Kontinuitas sumber air 2. Air Limbah Domestik - Ketersediaan jamban 3. Drainase - Saluran drainase 4. Sampah - Timbulan sampah
- Komposisi timbulan
-
-
Organik (49,36%) Plastik (11,08%) Kain (3,48%) Kertas (36,08%)
Organik 58,02% Plastik (32,1%) Karet (9,88%)
- Pewadahan
-
-
Tidak ada
Tidak ada
- Pembuangan
-
-
Lahan belakang rumah
Lahan belakang rumah
Tidak ada
Tidak ada
- Pengolahan *Standar : Permenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002
Tabel 3. Kondisi Eksisting Fasilitas Air minum dan PLP di Propinsi Bali dan NTB Parameter
1. Air minum - Sumber Air
Kondisi Aktual Penglipuran
Trunyan
Sade
Senaru
Air tanah Air Danau Batur
Mata air PDAM
Air tanah (sumur bor) Air tanah (sumur gali)
Sungai Mata air
- Debit Sumber Air
-
14 lpm (mata air) 0,8 lpm (PDAM)
-
0,025 lt/dt (sungai) 0,065 lt/dt(mata air)
- Jarak Permukiman ke sumber air
-
3 km (mata air)
-
3 km (mata air)
- Beda tinggi permukiman ke sumber air
-
+18 m (mata air)
-
-
- Kebutuhan air - Kualitas Air*
Air danau memiliki kandungan coliform melebihi standar
Memenuhi standar
Coliform tinja melewati ambang batas
Tidak memenuhi standar (fisik, kimia, biologi)
Tidak kontinu
Kontinu
Kontinu
Kontinu
Setengah penduduk memiliki jamban, setengahnya BAB di danau
1 jamban untuk 1 rumah (2 tangki septik)
11 MCK komunal untuk 113 KK
2 MCK komunal
Tidak ada
Di tengah desa (40 cm x 60 cm)
Ada
Ada (30 cm x 40 cm)
-
-
2 kg/KK/hari
30-40 liter/KK/hari
- Kontinuitas sumber air 2. Air Limbah Domestik - Ketersediaan jamban 3. Drainase - Saluran drainase 4. Sampah - Timbulan sampah
- Komposisi timbulan
Organik (30%) Anorganik (70%)
Organik (50%) Anorganik (50%)
Organik (77,85%) Kertas&plastik (6,65%) Kain (1,90%) Botol (13,61%)
Organik (70%) Anorganik (30%)
- Pewadahan
Ember
Tempat sampah
Karung/ember
Tidak ada
- Pembuangan
Pinggir danau
TPS
TPS
Tidak ada
- Pengolahan
Dibakar
Tidak ada
Dibakar
Tidak ada
*Standar : Permenkes No. 907/Menkes/SK/VII/2002
Dari Tabel 2 dan Tabel 3, untuk sarana air minum, 50% dari lokasi penelitian belum memiliki sarana air minum, 37,5% sumber air tidak memenuhi standar air bersih. untuk sarana air limbah domestik, hanya 12,5% yang setiap rumah memilikinya. Sisanya, 25% tidak memiliki, 25% memiliki MCK komunal, dan 37,5% hanya sebagian penduduk yang memiliki MCK pribadi. Sarana drainase dari 8 lokasi, terdapat 3 lokasi yang sama sekali tidak memiliki saluran (37,5%). 5 lokasi sudah memiliki (62,5%) namun 2 diantaranya tidak terawat dan tersumbat sehingga masih menyebabkan air meluap dan tergenang. Untuk sarana pengelolaan sampah, 25% tidak melakukan pengelolaan sampah, 50% memiliki tempat/lubang penampungan sampah untuk selanjutnya jika penuh maka sampah akan dibakar. Selain itu ada satu lokasi yang melakukan pembuangan sampah ke sumber air (danau) sehingga mencemari air. Namun ada 1 lokasi yang sudah baik pengelolaan sampahnya. Selain sudah memiliki tempat sampah di masing-masing rumah, ada juga TPS untuk menampung sementara sebelum dibuang ke TPA. Kampung Prai Natang dan Kampung Sodana memiliki sumber air dengan debit yang besar, namun karena letak sumber air yang memiliki debit besar berada jauh dari kampung, maka penduduk menggunakan mata air yang debitnya kecil. Sampai saat ini tidak ada sistem penyaluran air dalam bentuk perpipaan yang mengalirkan air dari sumber ke dalam kampung. Komunitas tradisional lain yang mengalami masalah dalam penyediaan air minum yaitu Dusun Sade dan Senaru di Lombok. Karena kompleks permukimannya padat dan tata letak bangunannya tidak teratur, menyebabkan penempatan toilet dan tangki septik berdekatan (<10 meter) dengan sumber air. Hal ini menjadi penyebab yang paling potensial dari adanya temuan bahwa air tanah di sana tercemar bakteri Escherichia coli. Selain Desa Penglipuran, Kampung Bena, dan Kampung Wogo, semua permukiman tradisional yang diteliti mempunyai masalah dalam hal air limbah domestik. Di Kampung Sodana, Prai Natang permasalahan utamanya adalah tidak adanya fasilitas jamban. Penduduk memiliki kebiasaan BAB di sembarang tempat. Di Desa Trunyan, penduduk buang air besar di danau sehingga berdampak pada tercemarnya kualitas air danau. Saluran drainase dan pengelolaan sampah yang baik dilakukan di Desa Penglipuran. Desa ini memiliki saluran drainase di tengah kompleks desa dan tertata rapi. Pengelolaan sampahnya juga lebih baik daripada permukiman tradisional lain dimana masing-masing rumah sudah memiliki tempat sampah, dan sampah tersebut dikumpulkan di TPS untuk dibuang ke TPA. Permukiman tradisional yang paling bermasalah dengan sampah adalah Desa Trunyan dimana sampah mereka semua dibuang di pinggir danau. Beban pencemaran yang diterima air danau menjadi bertambah dengan adanya sampah selain air danau tersebut tercemar pula oleh limbah tinja dan limbah dari kegiatan mandi dan mencuci. 4.2 Karakteristik Masyarakat Tradisional Terkait Air Minum dan PLP Dalam suatu komunitas tradisional seperti desa adat, masyarakat desa adat mempunyai syaratsyarat kelayakan tersendiri terhadap kondisi sanitasi di lingkungannya[13]. Dengan itu, karakteristik
masyarakat dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memasukkan teknologi satau fasilitas air minum dan PLP di permukiman tradisional. Karakteristik masyarakat dapat dilihat dari perilaku keseharian masyarakat tradisional yang terkait kegiatan PLP yang dianalisa dari hasil survey dan wawancara pada masing-masing lokasi penelitian, dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dan wawancara kepada tokoh kunci (tokoh masyarakat, tetua adat maupun tokoh agama) maupun penduduk lokal untuk kemudian ditarik kesimpulan bagaimana karakteristik masyarakat yang terkait dengan aktifitas sanitasi diantaranya tingkat pengetahuan masyarakat, aturan adat setempat, serta perilaku sanitasi masyarakat. Karakterisitik masyarakat ini disusun dalam bentuk matriks seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik Masyarakat Permukiman Tradisional Terkait Air Minum dan PLP Lokasi penelitian Kampung Bena
Kampung Wogo
Kampung Prai Natang
Kampung Sodana
Aturan adat terkait sanitasi Bahan yang digunakan untuk mengakomodir fasilitas sanitasi yang dibutuhkan harus terbuat dari bahan alam. Bahan yang digunakan untuk mengakomodir fasilitas sanitasi yang dibutuhkan harus terbuat dari bahan alam. Kepercayaan penduduk bahwa hewan tidak boleh dikandangkan maupun diikat dan pohon tidak boleh ditebang. Pembangunan konstruksi beton tidak boleh lebih dari 1 meter. Kegiatan membersihkan lingkungan HANYA boleh dilakukan satu tahun sekali pada bulan Oktober. Tidak boleh ada pembuatan lubang di dalam kampung.
Prioritas pemenuhan kebutuhan fasilitas air minum dan sanitasi Pembuatan saluran air bersih dan bak penampung air. Perbaikan wc dan pembuatan saluran drainase permanen Pengadaan saluran air bersih dan jamban/wc
Pengadaan saluran air bersih dan jamban/wc
Desa Trunyan
-
Pembuatan saluran air bersih dan jamban/wc
Desa Penglipuran
-
-
Dusun Sade
-
Usaha mengurangi kontaminasi air yang sudah tercemar bakteri E-Coli
Dusun Senaru
-
Usaha mengurangi kontaminasi air yang
Perilaku masyarakat saat ini (terkait air minum dan PLP) Mengharapkan pembangunan yang memenuhi cagar budaya Masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah dan belum dapat berswadaya Masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah akan kebersihan dan kesehatan Kontribusi yang minim dalam menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan dikarenakan sangat kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan hal tersebut Kontribusi yang minim dalam menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan dikarenakan tingkat kesadaran yang rendah Memiliki tingkat kesadaran yang baik dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan yang didukung dengan fasilitas sanitasi yang memadai Sudah memiliki tingkat kesadaran yang cukup baik dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan Masih memiliki tingkat kesadaran yang kurang
sudah tercemar bakteri E-Coli
baik dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan Keterangan: kolom yang tidak terisi berarti data pada lokasi tersebut belum diperoleh
Pada Tabel 2 tersebut, hal non teknis yang cukup menjadi perhatian dalam usaha peningkatan kualitas lingkungan adalah dari perilaku masyarakat dan dari aturan adat yang berlaku di komunitas tersebut. Dari hasil pengamatan diketahui mayoritas komunitas tradisional masih memiliki kesadaran dan kontribusi yang minim dalam hal peningkatan kualitas kesehatan diri dan lingkungan. Minimnya kesadaran masyarakat terlihat dari masyarakat yang tidak peduli / tidak menjaga fasilitas sanitasi yang sudah ada. Kontribusi yang minim terlihat dari sebagian besar masyarakat lebih memilih bersikap menunggu bantuan dari pemerintah dalam penyediaan fasilitas sanitasi daripada berswadaya. Minimnya kontribusi dan kesadaran tersebut cenderung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu letak permukiman yang sulit terjangkau sehingga akses pengetahuan masyarakat dalam menjaga kualitas kesehatan dan lingkungan rendah, pola pikir bahwa keberadaan fasilitas sanitasi tidak akan memberikan dampak yang positif bagi kesehatan dan lingkungan mereka, dan juga aturan adat yang cukup mengikat. 4.3 Konsep Pendekatan Masyarakat dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional Konsep pendekatan masyarakat ini memiliki alur pikir dari tahap penentuan parameter, menampilkan potret kondisi eksisting, pilihan teknologi, karakteristik/kondisi masyarakat, serta konsep pendekatan masyarakat. Parameter yang ditinjau, sesuai dengan Tabel 1, nantinya akan menentukan bagaimana potret kondisi eksisting fasilitas air minum dan PLP di permukiman tradisional. Dari potret tersebut terlihat aspek atau parameter mana saja yang mengalami masalah atau masih belum tertangani. Dari masalah-masalah tersebut, terdapat teknologi-teknologi yang dapat dijadikan pilihan untuk mengatasi permasalahan atau parameter yang belum tertangani masalahnya. Kondisi masyarakat merupakan data mengenai karakteristik lokal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan teknologi sebagai solusi permasalahan. Kondisi masyarakat terdiri dari tingkat pengetahuan tentang aspek air minum dan PLP, aturan adat yang berkaitan dengan aspek air minum dan PLP, serta perilaku atau kebiasaan masyarakat dalam kaitannya dengan penyediaan air minum, sanitasi, pengelolaan sampah serta penyaluran air hujan. Dari aspek kondisi masyarakat ini kemudian dibuat suatu konsep pendekatan yaitu bagaimana upaya yang dilakukan sebelum menerapkan teknologi yang didasarkan pada kebiasaan, tingkat pengetahuan, serta aturan adat yang berlaku dan diikuti oleh masyarakat setempat. Konsep pendekatan masyarakat ditampilkan dalam bentuk bagan matriks seperti terlihat pada Gambar 1. Pada bidang air minum, dua contoh kasus yang dapat dilihat adalah kasus di Dusun Sade, NTB dan Desa Trunyan, Bali. Di Dusun Sade masyarakatnya menggunakan air dari sumber air tanah dengan sumur gali. Mereka mengkonsumsi air tanpa dimasak terlebih dahulu. Sementara, kondisi perumahan mereka yang padat menyebabkan MCK dan sumur berasa berdekatan dengan jarak kurang dari 5 meter. Hasil uji kualitas air memperlihatkan bahwa kandungan bakteri E-coli dalam air tanah melebihi ambang batas air minum. Dalam hal ini diperlukan pendekatan masyarakat untuk memberikan kesadaran dan pengetahuan efek mengkonsumsi air mentah dan bagaimana meletakkan jamban pada jarak yang aman dari sumber air. Dalam kasus lain di Desa Trunyan, salah satu sumber air yang mereka gunakan adalah air Danau Batur. Namun kebiasaan masyarakatnya yang membuang sampah dan buang air besar di pinggir danau berpengaruh besar terhadap kualitas air yang memang terbukti tidak memenuhi standar kualitas air minum. Cara hidup masyarakat yang berakibat pada pencemaran lingkungan ini harus diubah terlebih dahulu sebelum memasukkan teknologi ke masyarakat. Karakteristik masyarakat di permukiman tradisional yang masih terikat dengan nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau agama[5] ini membuat keunikan tersendiri yang mengkhusus di masing-masing permukiman tradisional. Eratnya hubungan masyarakat dengan adat dan budaya mengharuskan penanganan kualitas lingkungan dengan memasukkan
teknologi-teknologi tepat guna tidak dapat dilakukan tanpa pendekatan sosial terlebih dahulu. Diperlukan konsep permukiman yang berbasis kearifan lokal dengan perencanaan yang matang. Hal yang terpenting adalah bagaimana masyarakat lokal tersebut dapat mengidentifikasi sendiri kebutuhan dan masalah di lingkungan mereka. Berikutnya merekadapat mengidentifikasi kemampuan lokal mereka untuk menyediakan, mengolah dan memanfaatkan bahan lokal menjadi alternatif solusi.
PARAMETER Mayor
Minor
Sumber
Kondisi Masyarakat Potret kondisi Eksisting
Pilihan Teknologi
Tingkat Pengetahuan a
b
62,5% mata air
Broncaptering
62,5% air permukaan
Perpipaan
25% PDAM
Perpipaan
1. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan masih kurang
1. Bahan yang digunakan untuk mengakomodir fasilitas sanitasi yang dibutuhkan harus terbuat dari bahan alam
25% air tanah
Sumur gali
37,5% mata air dan air permukaan
Sumur pompa
12,5% PDAM dan air tanah Air Minum
12,5% air tanah dan air permukaan 12,5% PDAM dan mata air Distribusi
25% tidak terdistribusi 62,5% perpipaan 12,5% sumur gali 12,5% pompa
2. Tidak memiliki pengetahuan mengenai sanitasi
Aturan Adat
Perilaku masyarakat saat ini (terkait air minum dan PLP) c
Konsep Pendekatan
1. Mengharapkan pembangunan fasilitas sanitasi yang memenuhi cagar budaya
a1. Melakukan penyuluhan secara intensif sebelum melakukan pembangunan sarana. Menggunakan kader di masyarakat setempat untuk mensosialisasikan rencana pembangunan
2. Masih memiliki tingkat kesadaran yang 2. Ketingian rendah terhadap pembangunan kebersihan dan 3. memiliki konstruksi beton kesehatan dan belum pengetahuan tidak boleh lebih dari dapat berswadaya sanitasi namun 1 meter dengan pemahaman 3. Melakukan aktifitas yang kurang 3. Sumber air yang BAB di kebun/lahan keramat tidak boleh terbuka dan merasa 4. Memiliki dialirkan dengan “aman” karena BAB pengetahuan dan pipa tersebut akan dimakan pemahaman sanitasi oleh hewan ternak namun kesadaran 4. Kepercayaan untuk melakukan penduduk bahwa 4. Membakar semua rendah hewan tidak boleh hal yang dianggap dikandangkan kotoran termasuk maupun diikat di kotoran hewan dan pohon plastik
a2. Idem a1 a3. Melakukan penyuluhan tentang sanitasi dengan menggunakan kader setempat untuk mencontohkan penerapan pola hidup sehat yang benar. Penyuluh hendaknya mengerti budaya masyarakat setempat. a4. Pendekatan terhadap pemuka adat setempat untuk dapat mencontohkan penerapan pola hidup sehat b1. Pembangunan sarana yang terlihat atau di atas tanah menggunakan bahan alam/lokal. Pembangunan sarana yang tidak terlihat atau ditanam dalam tanah dapat menggunakan bahan lain. b2. Pembangunan sarana fisik dilakukan di luar area permukiman. Pembangunan sarana fisik di dalam area permukiman yang ketinggiannya > 1 m menggunakan bahan alam (bambu, kayu, dsb). Pembangunan dengan bahan beton dan di dalam area permukiman dilakukan dengan menanam di dalam tanah/berdiri hanya setinggi 1 m.
Gambar 1. Bagan Matriks Konsep Pendekatan Masyarakat Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional
PARAMETER Mayor
Minor
Kualitas
Kontinuitas
Air Minum
Akses Jalan
Kondisi Masyarakat Potret kondisi Eksisting
Pilihan Teknologi
50% tidak memenuhi syarat kesehatan
Saringan air rumah tangga
50% memenuhi syarat kesehatan
Saringan pasir lambat
Semua kontinyu
Aturan Adat
a
b 5. Kegiatan membersihkan lingkungan hanya boleh dilakukan satu tahun sekali
62,5% akses jalan baik
50% permukiman < sumber air
Gravitasi
25% permukiman > sumber air
Pompa hidram
62% organik 38% anorganik
25% tidak memiliki pengelolaan sampah 62,5% membuang sampah di lubang pembuangan dekat rumah
Tata kelola sampah
6. Membuang sampah dan melakukan aktifitas BAB di danau
9. Masyarakat membersihkan rumah dan lingkungan agar ular tidakmasuk ke dalam rumah
Komposter rumah tangga Komposter komunal Pemilahan sampah menggunakan wadah terpilah
Konsep Pendekatan
b3. Pada sumber air/mata air yang dikeramatkan saluran perpipaan dapat digantikan dengan saluran yang terbuat dari bahan alam (bambu), sedangkan untuk distribusinya dapat dialirkan menuju permukiman dengan saluran perpipaan pvc yang ditanam ke dalam tanah. b5. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi dan pengelolaan limbah. Pengunaan tempat sampah dan penerapan pengumpulan sampah di tempat sampah komunal. b6. Pembuatan tempat sampah dan WC komunal di luar areal kampung dan letaknya di beberapa titik sekeliling kampung. c1. Pembangunan sarana tidak di dalam areal permukiman tapi di luar atau di belakang rumah. c1. Pembangunan sarana seperti pipa distribusi air dapat dilakukan dengan menanam di dalam tanah. c1. Bangunan mengikuti bentuk asli bangunan di permukiman tradisional setempat. c2. idem a1 c3. pembuatan jamban kering dengan desain bangunan yang tidak tertutup total, dengan penampungan berupa cubluk.
Daur ulang
Pengelolaan sampah
5. Mengetahui fasilitas sanitasi tetapi tidak memahami fungsinya
8. Menggali lubang sebagai tempat pembuangan sampah namun pada musim hujan lubangtersebut menjai sarang nyamuk atau tertimbun tanah
25% air tanah Komposisi sampah
Perilaku masyarakat saat ini (terkait air minum dan PLP) c
6. Tidak boleh ada pembuangan lubang di dalam areal 7. Kurang atau tidak kampung adanya pemeliharaan terhadap fasilitas sanitasi yang sudah ada
37,5% akses jalan kurang baik Beda tingi permukima n terhadap sumber air
Tingkat Pengetahuan
c3. Pembuatan jamban basah dengan desain bangunan yang tidak tertutup total dengan sistem komunal, penampungan dengan tangki septik, dan memiliki distribusi air yang cukup
Pembakaran sampah
c4. Mendorong masyarakat untuk menerapkan konsep pemilahan sampah dan pengolahan sampah/kotoran yang bersifat organik
12,5% mengelola sampah (pewadahan, pengumpulan, daur ulang, pengomposan, landfilling)
c5. idem a1
Gambar 1. (Lanjutan)
PARAMETER Mayor
Minor
Black Water
Kondisi Masyarakat Potret kondisi Eksisting
25% jamban pribadi 12,5% jamban umum 37,5% tanpa jamban (di kebun, sungai)
Pilihan Teknologi
Tingkat Pengetahuan
Aturan Adat
a
b
Jamban lahan basah
c6. Penyediaan fasilitas BAB pribadi dan pelatihan metode pengelolaan sampah rumah tangga
Jamban dengan cubluk Jamban dengan tangki septik dan bidang resapan
75% dibuang di areal terbuka 12,5% melalui selokan
Pembuatan saluran untuk limbah grey water yang berkumpul di bak pengolah sederhana
Drainase
62,5% memiliki saluran 37,5% tanpa saluran
c7. Penyediaan mitra pendamping (fasilitator) dalam proses pelaksanaan pembangunan c7. Pembentukan forum/lembaga pemberdayaan komunitas khusus di bidang sanitasi yang diinisiasi oleh penduduk lokal c7. Pelibatan masyarakat secara penuh dalam proses pembangunan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan fasilitas c8. Sosialisasi alternatif cara membuang sampah yang tepat, murah dan tidak berdampak negatif terhadap kesehatan maupun lingkungan c8. Alternatif menggali lubang sebagai tempat membuang sampah tetap dapat digunakan dengan syarat hanya menampung sampah organik yang dapat terurai menjadi humus (jika tertimbun oleh tanah pada musim hujan).
12,5% menggunakan tangki septik
Saluran drainase
c6. Pembangunan jamban dengan desain yang memungkinkan air mengalir c7. Pra pembangunan: adanya kajian yang matang akan kebutuhan masyarakat, diskusi dan sosialisasi
Pembuatan jamban sesuai dengan fasilitas air mengalir
Grey Water
Konsep Pendekatan
c6. Penyuluhan mengenai sanitasi kepada masyarakat untuk peningkatan kesadaran akan dampak perilaku tidak sehat
Jamban lahan kering
Jamban dengan tangki septik biofilter
Air Limbah Domestik
Perilaku masyarakat saat ini (terkait air minum dan PLP) c
Pembuatan saluran air yang mengalir menuju badan air penerima
c9. Menambah pengetahuan masyarakat tentang peningkatan kualitas lingkungan dengan cara sosialisasi dan pendampingan langsung.
Gambar 1. (Lanjutan)
5.
Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan 1.
Kondisi eksisting kualitas lingkungan di permukiman tradisional (berdasarkan sampel representatif) yaitu: kondisi air bersih 50% tidak memenuhi syarat kesehatan; sebanyak 37,5% dari lokasi, penduduknya tidak memiliki jamban; 37,5% lokasi tidak memiliki saluran drainase; dan 80% dari lokasi, penduduknya tidak melakukan pengelolaan sampah.
2.
Penerapan teknologi tepat guna pada permukiman tradisional harus memperhatikan karakteristik lokal. Konsep pendekatan masyarakat berdasarkan karakteristik lokal diterapkan terlebih dahulu sebelum melakukan penerapan teknologi untuk mengatasi permasalah dalam bidang air minum, pengelolaan air limbah domestik, drainase, dan pengelolaan sampah.
5.2 Rekomendasi Konsep pendekatan masyarakat yang disusun dapat digunakan sebagai acuan untuk memodifikasi desain dan spesifikasi teknologi yang akan digunakan atau diterapkan di permukiman tradisional. Konsep pendekatan masyarakat ini dapat dijadikan panduan dasar bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk di dalamnya pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kepentingan (stakeholders), LSM yang bergerak di bidang terkait, dan sebagainya. 5.3 Saran Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai kondisi fasilitas air minum dan PLP (air limbah domestik, drainase, dan persampahan) di permukiman tradisional yang sama dengan mengambil data yang lebih akurat mengenai kualitas air, komposisi sampah, kebutuhan air, porositas tanah, kedalaman air tanah, dan data kuantitatif lainnya. Data kualitatif berupa pikiran-pikiran masyarakat (local logic) melalui FGD dapat dilakukan dengan memilih narasumber yang lebih memiliki pengetahuan di bidang yang diteliti dan dapat mengemukakan pendapatnya. 6.
Referensi
1.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014: Sub Bidang Perumahan Permukiman. 2010. Direktorat Permukiman dan Perumahan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
2.
United Nations Development Programme Indonesia. http://www.undp.or.id/mdg/targets.asp; diakses tanggal 29 Maret 2011 pukul 14:21 WITA.
3.
Roadmap Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2010-2014. 2010. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. http://stbm-indonesia.org/file/pdf/panduan/Road-Map-STBM-%28draft240410%29.pdf; diakses tanggal 29 Marei 2011 pukul 15:21 WITA.
4.
Hasil-Hasil Pembangunan Pekerjaan Umum Tahun 2005-2009. Departemen Pekerjaan Umum. 2009.
5.
Crysler, Greig. 2000. Journal Traditional Dwelling and Settlement Research. IASTE Vol. XI No II, Sping 2000 dalam Sasongko, I. 2005. Pembentukan Struktur Ruang Permukiman Berbasis Budaya (Studi Kasus: Desa Puyung - Lombok Tengah). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur. 33 (1):1-8.
6.
Baumwoll, Jennifer. 2008. Kearifan Lokal dalam Pengurangan Resiko Bencana: PraktikPraktik yang Baik dan Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Pengalaman-Pengalaman di Kawasan Asia-Pasifik. International Strategy for Disaster Reduction, Universitas Kyoto, Uni Eropa.
7.
Pattinama, Marcus J. 2009. Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal (Studi Kasus di Pulau Buru-Maluku dan Surade-Jawa Barat). Makara, Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1: 112.
8.
Hanafi. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya : Usaha Nasional.
9.
Tubbs, L. Stewart dan S. Moss. 2000. Human Communication. Singapore : McGraw-Hill Inc.
10. Indraningsih, Kurnia Suci, Wahyuning K. Sejati, dan Sri Wahyuni. 2003. Analisis Preferensi Petani Terhadap Karakteristik Teknologi Padi Ladang (Kasus di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Selatan, Propinsi Lampung). Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 11. Wahyuni, S. 2002. Meningkatkan Partipasi Masyarakat dalam Pembangunan Pertanian Melalui Pendekatan Kultural dan Strutural. Seminar Nasional Menggalang Masyarakat Indonesia Baru yang Berkemanusiaan. Bogor : Ikatan Sosiologi Indonesia. 12. Popkin, L. Samuel. 1979. The Rationale Peasant. London : Univ. of California Press. 13. Marzalena, Johan Silas, dan Sri Amiranti. 2010. Konsep Melayakkan Permukiman Desa Adat, Studi Kasus: Bidang Air Bersih dan Sanitasi di Desa Gunung Alam kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu. Prosiding Perumahan dan Permukiman Dalam Pembangunan Kota, Jurusan Arsitektur, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.